KEMAMPUAN TUMBUH ANAKAN MANGROVE
JENIS Rhizophora apiculata dan Avicennia marina
TERHADAP PENCEMARAN MINYAK MENTAH
DARMALIA MANIK
`
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kemampuan
Tumbuh Anakan Mangrove Jenis Rhizophora apiculata dan Avicennia marina
terhadap Pencemaran Minyak Mentah” adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Darmalia manik
NIM E44080055
ABSTRAK
DARMALIA MANIK. Kemampuan Tumbuh Anakan Mangrove Jenis Rhizophora
apiculata dan Avicennia marina terhadap Pencemaran Minyak Mentah. Dibimbing
oleh CECEP KUSMANA
Rhizophora apiculata dan Avicennia marina merupakan jenis pohon yang
tumbuh di hutan mangrove yang memiliki banyak peranan, baik secara ekologi
maupun ekonomi. Perlahan-lahan peranan dari jenis pohon mangrove ini semakin
menghilang karena vegetasinya yang semakin terganggu dan rusak. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji pemberian dosis minyak mentah yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan anakan jenis R. apiculata dan A. marina . Rancangan
penelitian yang digunakan adalah percobaan faktorial dengan rancangan acak lengkap
(RAL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian minyak mentah dengan
berbagai dosis memperlambat pertumbuhan kedua jenis anakan mangrove, tetapi
anakan jenis A. marina lebih tahan terhadap pencemaran minyak mentah
dibandingkan dengan jenis R. apiculata.
Kata kunci: Avicennia marina, mangrove, minyak mentah, pencemaran, Rhizophora
apiculata
ABSTRACT
DARMALIA MANIK. The seedling growth ability of Avicennia marina and
Rhizophora apiculata subjected to crude oil pollution. Supervised by CECEP
KUSMANA.
Rhizophora apiculata and Avicennia marina is grow in mangrove forest
having the important role in the view point of ecology and economy. This research
was aimed to consider the effect of crude oil concentration to the seedling growth of
Rhizophora apiculata and Avicennia marina. This research used factorial experiment
in complete random design. Our obtained regular showed that crude oil with various
concentration altered the seedling growth of both R. apiculata and A. marina. It is
proven that A. marina more resistant than R. apiculata regarding to the pollution of
crude oil.
Keywords : Avicennia marina, crude oil, mangrove, pollution, Rhizophora apiculata
KEMAMPUAN TUMBUH ANAKAN MANGROVE
JENIS Rhizophora apiculata dan Avicennia marina
TERHADAP PENCEMARAN MINYAK MENTAH
DARMALIA MANIK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Kemampuan Tumbuh Anakan Mangrove Jenis Rhizophora apiculata
dan Avicennia marina terhadap Minyak Mentah
Nama : Darmalia Manik
NIM : E44080055
Disetujui Oleh:
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
Pembimbing
Diketahui Oleh:
Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS.
Ketua Departemen
Tanggal lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
penelitian sarjana ini. Judul dari penelitian ini yaitu “Kemampuan Tumbuh Anakan
Mangrove Jenis Rhizophora apiculata dan Avicennia marina terhadap Pencemaran
Minyak Mentah” yang dilaksanakan pada bulan Agustus hingga November 2012.
Mangrove mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari, baik
dari segi ekologi maupun segi ekonomi.
Pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik material
maupun non material. Rasa terimakasih penulis ucapkan kepada: Bapak Prof.Dr. Ir.
Cecep Kusmana, MS selaku pembimbing, pihak Lemigas yang telah menyediakan
minyak mentah sebagai bahan dalam penelitian ini, dan Beasiswa Genksi Social Funds
yang telah memberikan bantuan berupa dana penelitian. Penulis juga menyampaikan
terimakasih kepada staf Departemen Silvikultur, rekan-rekan mahasiswa Departemen
Silvikultur angkatan 45 Fakultas Kehutanan IPB dan kepada ayah, ibu serta seluruh
keluaraga atas doa dan motivasinya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Bogor, Maret 2013
Darmalia Manik
1
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi dan Ruang Lingkup Mangrove 2
Luas dan Penyebaran Mangrove 3
Habitat dan jenis mangrove 4
Faktor-faktor lingkungan untuk pertumbuhan mangrove 6
Tinjauan jenis Avicennia marina 9
Tinjauan jenis Rhizophora apiculata 10
Struktur dan adaptasi mangrove 11
Faktor-faktor penyebab kerusakan mangrove dan dampaknya 12
Mangrove dan minyak bumi 14
METODE
Bahan 14
Alat 14
Prosedur kerja 15
Variabel yang diamati 15
Rancangan percobaan 15
Teknik pengambilan data 16
Analisis Data 17
HASIL
Pengaruh minyak mentah terhadap pertumbuhan diameter batang
anakan mangrove jenis Rhizophora apiculata dan Avicennia marina 18
Pengaruh minyak mentah terhadap pertumbuhan tinggi anakan
mangrove jenis Rhizophora apiculata dan Avicennia marina 19
Pengaruh minyak mentah terhadap pertumbuhan jumlah daun anakan
mangrove jenis Rhizophora apiculata dan Avicennia marina 20
Pengaruh minyak mentah terhadap nisbah pucuk akar anakan
mangrove jenis Rhizophora apiculata dan Avicennia marin 21
Pengaruh minyak mentah terhadap berat kering total anakan
mangrove jenis Rhizophora apiculata dan Avicennia marina 22
2
PEMBAHASAN 23
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 25
Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 27
RIWAYAT HIDUP 29
3
DAFTAR TABEL
1 Kadar garam yang dibutuhkan oleh setiap jenis pohon mangrove 5
2 Analisis ragam data pengamatan 17
3 Sidik pertumbuhan diameter batang anakan Rhizophora apiculata
dan Avicennia marina 18
4 Sidik ragam pertumbuhan tinggi anakan Rhizophora apiculata dan
Avicennia marina 19
5 Sidik ragam pertumbuhan jumlah daun Rhizophora apiculata dan
Avicennia marina 20
6 Rata-rata pertumbuhan jumlah daun anakan jenis R. apiculata dan
A. marina pada setiap dosis perlakuan minyak mentah 20
7 Sidik ragam pertumbuhan NPA anakan R. apiculata dan A. marina 21
8 Rata-rata nilai nisbah pucuk akar anakan jenis R. apiculata dan
A. marina pada setiap dosis perlakuan minyak mentah 21
9 Sidik ragam BKT anakan R. apiculata dan A. marina 22
10 Rata-rata nilai berat kering total anakan jenis R. apiculata dan
A. marina pada setiap dosis perlakuan minyak mentah 22
DAFTAR GAMBAR
1 Zonasi penyebaran mangrove 6
2 Jenis Avicennia marina 9
3 Jenis Rhizophora apiculata 10
4 Siatem perakaran mangrove 12
5 Proses pencemaran minyak dalam lingkungan laut 13
6 Anakan Rhizophora apiculata dan Avicennia marina seminggu
setelah disiram minyak mentah 24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Rata-rata pertumbuhan anakan Rhizophora apiculata dan
Avicennia marina 27
4
5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada umumnya wilayah pantai daerah tropika, termasuk Indonesia ditumbuhi
tumbuhan mangrove. Hutan mangrove dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yang
sangat besar peranan dan fungsinya dalam menjaga kelestarian ekosistem pesisir.
Hutan mangrove memberikan peranan ganda yaitu terhadap ekosistem darat dan
ekositem laut. Perannya terhadap ekosistem darat adalah untuk melindungi pantai
terhadap pengikisan oleh ombak dan angin, dan sebagai sarana penyaring berbagai
polusi yang berasal dari laut dan juga penahan abrasi. Pada ekosistem air laut
mangrove berperan untuk memelihara kesuburan perairan, tempat perkembangbiakan
berbagai macam biota laut dan juga sebagai habitat burung air. Disamping itu
mangrove juga dapat dimanfaatkan sebagai lahan untuk tambak, tempat pembuatan
garam, penghasil kayu dan non kayu dan juga sebagai tempat untuk rekreasi.
Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yang menyebar hampir di
seluruh pulau besar, mulai dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Irian. Kenyataan
yang terjadi sekarang di Indonesia adalah bahwa luasan mangrove dari tahun ke
tahun mengalami penurunan yang cukup serius. Pertumbuhan penduduk yang pesat
menyebabkan tuntutan untuk mendayagunakan sumberdaya mangrove terus
meningkat akibatnya banyak ekosistem mangrove yang menjadi rusak dan bahkan
berubah menjadi ekosistem yang berbeda.
Menurut Kusmana (1995), penurunan luas kawasan mangrove ini diantaranya
disebabkan oleh pencemaran minyak mentah di daerah pesisir. Pencemaran tersebut
terjadi karena adanya tumpahan atau ceceran minyak bumi pada saat melakukan
kegiatan pengeboran minyak di lepas pantai, pengilangan, transportasi dan pada saat
kegiatan muat bongkar di pelabuhan dan limbah kapal tangker. Mangrove dengan
sifat fisiknya sangat rentan terhadap pencemaran minyak mentah, karena minyak
tersebut dapat terakumulasi dan terjebak dalam substrat yang pada akhirnya
mempengaruhi pertumbuhan ekositem mangrove. Setiap tumbuhan memiliki
kemampuan adaptasi yang berbeda-beda terhadap kondisi lingkungannya, demikian
juga dengan tumbuhan mangrove. Pengetahuan tentang jenis-jenis pohon mangrove
yang tahan terhadap pencemaran minyak mentah adalah sangat penting dalam rangka
rehabilitasi kawasan mangrove. Rehabilitasi mangrove dengan jenis pohon yang
tahan terhadap pencemaran minyak mentah akan memulihkan kembali keberadaan
dan fungsi dari mangrove tersebut.
Ditinjau dari zonasi penyebaran vegetasi mangrove, jenis Avicennia spp.
Merupakan jenis mangrove pioner yang biasa hidup zonasi terdepan (di pesisir
pantai), kemudian dilanjutkan dengan jenis Rhizophora spp., Bruguiera spp., Nypa
spp. dan tipe hutan daratan. Pemilihan jenis dalam penelitian ini mengacu pada
urutan zonasi tersebut, dengan harapan penelitian ini dapat menunjukkan apakah
jenis Avicennia marina lebih tahan terhadap pencemaran yang disebabkan oleh
minyak mentah dibandingkan dengan jenis lainnya, terutama jenis Rhizophora
apiculata.
2
Perumusan Masalah
Luasan hutan mangrove cenderung semakin berkurang, permasalahan kondisi
hutan mangrove ini disebabkan oleh pencemaran dan perubahan penggunaan lahan
(konversi) daerah pantai untuk pembangunan non kehutanan maupun kegiatan lain.
Pencemaran utama berasal dari tumpahan minyak mentah yang menyebabkan
kerusakan vegetasi mangrove serta habitat laut dan juga pesisir. Pencemaran minyak
menyebabkan pertumbuhan tanaman mangrove semakin menurun dan bahkan
mengalami kematian dan kepunahan. Sehubungan dengan hal tersebut permasalahan
yang harus dijawab oleh penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh pemberian
minyak mentah dengan berbagai konsentrasi terhadap pertumbuhan anakan jenis
R. apiculata dan A. marina .
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian berbagai dosis
minyak mentah terhadap pertumbuhan anakan jenis R. apiculata dan A. marina .
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini merupakan masukan untuk menambah pengetahuan
tentang pemilihan jenis pohon yang sesuai dalam rangka kegiatan rehabilitasi
ekosistem mangrove yang tercemari oleh minyak mentah.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi beberapa aspek yang dikaji, yaitu sebagai berikut:
1. Pengukuran laju pertumbuhan anakan jenis R. apiculata dan A. marina.
2. Penentuan perlakuan dosis minyak mentah yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan anakan jenis R. apiculata dan A. marina.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi dan Fungsi Hutan Mangrove
Mangrove merupakan jenis tumbuhan pantai yang secara spesifik tumbuh subur
di sepanjang pantai beriklim tropis dan subtropis yang terlindung dengan membentuk
formasi di sepanjang pantai yang hidupnya dari hasil perpaduan antara daratan dan
lautan. Tumbuhan ini memiliki sistem perakaran menonjol yang disebut akar napas
(pneumatofor) yang mampu beradaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen.
3
Karena itu tumbuhan mangrove memperoleh sumber makanan dari dua alam yakni air
laut (laut pasang) dan air tawar ditambah bahan makanan pendukung dari endapan
debu hasil erosi sungai yang memperkaya sedimen dan mineral pada daerah rawa-
rawa dimana mangrove tumbuh.
Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland,
vloedbosschen, dan hutan payau. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988) hutan
mangrove memiliki ciri-ciri yaitu:
1. Dipengaruhi oleh pasang surut air laut
2. Tidak terpengaruhi iklim
3. Tidak mempunyai stratum tajuk
4. Tergenang oleh air laut, berlumpur atau pasir dan tanah liat
5. Ditumbuhi oleh tumbuhan bawah diantaranya Acrostichum aureum, Acantus
ilicifolius, dan Acantus ebracteatus.
Mangrove mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari, baik terhadap alam maupun terhadap makhluk hidup.
Kusmana (1993) menyebutkan beberapa fungsi mangrove sebagai berikut:
1. Mencegah abrasi pantai akibat terjangan gelombang dan angin yang kuat.
2. Tempat memijah, mencari makan dan tempat berkembangbiak bagi organisme
laut yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, khususnya ikan.
3. Sebagai habitat satwa liar seperti primata, reptil, mamalia, burung, amfibi dan
lain-lain.
4. Hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu.
5. Bernilai penting ntuk pendidikan, pengkajian ilmu pengetahuan, penelitian dan
rekreasi.
6. Di Asia Tenggara dan Pasifik areal mangrove digunakan sebagai cadangan bagi
tempat tinggal penduduk, industri minyak dan kolam ikan.
Luas dan Penyebaran Mangrove
Hutan mangrove tersebar dari daerah tropika sampai 320 LU dan 380 LS.
Menurut Chapman (1975), penyebaran hutan mangrove di dunia dibagi kedalam dua
kelompok yaitu:
a. The old world mangrove meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India, Asia
Tenggara , Jepang, Filipina, Australia, New Zeland, Kepulauan Pasifik dan
Samoa. Kelompok ini disebut pula grup Timur.
b. The new world mangrove yang meliputi Pantai Atlantik dari Afrika dan Amerika,
Meksiko, Pantai Pasifik Amerika dan Galapagos. Kelompok ini disebut pula grup
Barat.
Meskipun secara umum luasan mangrove diketahui, namun terdapat variasi
yang nyata dari luas total ekosistem mangrove Indonesia, yakni berkisar 2.5 juta-4.25
juta Ha. Perbedaan jumlah luasan ini lebih banyak disebabkan oleh perbedaan
metodologi pengukuran luas mangrove yang dilakukan oleh berbagai pihak.
Walaupun demikian, Indonesia tetap diakui oleh dunia sebagai pemilik mangrove
terbesar di dunia yakni 21% dari luas total mangrove di dunia. Penyebaran beberapa
4
spesies mangrove terdapat di sekitar ekuator, Semakin jauh dari ekuator maka spesies
mangrove semakin sedikit dan pohonnya semakin kecil.
Soemodihardjo (1993), menegaskan bahwa mangrove di Indonesia terdiri dari
15 famili, 18 genus, 41 spesies dan 116 spesies yang berasosiasi. Sejumlah 29 spesies
mangrove telah ditemukan di Bali dan Lombok. Indonesia memiliki mangrove yang
terluas di dunia. Pada tahun 1990, hutan mangrove Indonesia berkurang menjadi 3.53
juta hektar dan pada tahun 2000 menjadi 2.93 juta hektar (FAO 2003). Berdasarkan
data dari Departemen Kehutanan, luas hutan mangrove pada tahun 2006 menjadi 2,59
juta hektar (Paena et al. 2010). Beberapa faktor yang menyebabkan berkurangnya
ekosistem mangrove antara lain (LPPM 2005):
a. Konversi hutan menjadi bentuk lahan penggunaan lain, seperti pemukiman,
pertanian, tambak, industri dan pertambangan.
b. Kegiatan eksploitasi hutan yang tidak terkendali oleh perusahaan HPH serta
penebangan liar dan bentuk perambahan hutan lainnya.
c. Polusi di perairan estuaria, pantai dan lokasi lokasi perairan lainnya dimana
tumbuh mangrove.
d. Terjadi pembelokan aliran sungai maupun proses sedimentasi dan abrasi yang
tidak terkendali.
Pada tahun 1996, luasan mangrove menunjukkan penurunan menjadi 3.53 juta
Ha, karena hutan mangrove banyak yang telah ditebang disebabkan oleh karena
adanya konversi dan penggunaan lahan yang berlebihan sebagai sumber penghasilan
akibat perkembangan penduduk dan ekonomi yang pesat di sepanjang daerah pantai.
Habitat dan jenis mangrove
Hutan mangrove banyak ditemukan di tepi pantai terlindung yang berlumpur,
bebas dari angin yang kencang dan arus. Hutan mangrove juga dapat ditemui di
muara sungai dan laguna, yaitu danau yang berada di pinggir laut dan tepi sungai
yang banyak dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Mangrove juga dapat tumbuh di
atas pantai berpasir dan berkarang, terumbu karang, dan di pulau-pulau kecil.
Sementara itu air payau bukanlah hal yang pokok untuk pertumbuhan mangrove,
mereka juga dapat tumbuh dengan subur jika terdapat persediaan endapan yang baik
dan pada air tawar yang berlimpah. Hutan mangrove dapat tersebar luas dan tumbuh
rapat di muara sungai besar di daerah tropik, tetapi di daerah pesisir pantai
pegunungan, hutan mangrove tumbuh di sepanjang garis pantai yang terbatas dan
sempit. Perluasan hutan mangrove banyak dipengaruhi oleh topografi daerah
pedalaman. Terdapat hubungan yang erat antara kondisi air dengan vegetasi hutan
mangrove. Pada beberapa tempat, mangrove menunjukkan tingkat zonasi yang nyata
yang cenderung berubah dari tepi air menuju daratan, namun kadang-kadang tergantung
pada undulasi (tinggi rendahnya lantai hutan atau anak sungai).
5
Soerianegara (1968), melaporkan bahwa de Haan (1931) menyelidiki tentang
kebutuhan tiap jenis pohon mangrove terhadap kadar garam, seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Kadar garam yang dibutuhkan oleh setiap jenis pohon mangrove
Nomor Jenis tumbuhan Kadar garam (ppt)
1
2
3
4
5
6
7
Rhizophora mucronata
Rhizophora apiculata
Bruguiera gymnorrhiza
Bruguiera parviflora
Bruguiera eriopetala
Xylocarpus granatum
Nypa fruticans
12-30
12-30
10-30
10-30
1-10
1-30
1-30
Zonasi dalam hutan mangrove dipengaruhi oleh keadaan tempat tumbuh
spesifik, yang berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya. de Haan (1951)
dalam Fatah (1981) membagi hutan mangrove kedalam 5 zonasi, yaitu:
1. Tipe api-api (Avicennia spp.), jenis ini merupakan jenis pionir hutan mangrove
yang terdiri dari A. marina yang tumbuh dekat laut.
2. Tipe bakau-bakau (Rhizophora spp.) jenis yang paling dekat laut adalah
R. mucronata.
3. Tipe Kandeka (Bruguiera spp.) Bruguiera gymnorrhiza adalah jenis paling
panjang umurnya dalam lingkungan Rhizophoraceae dan dapat tumbuh lebih ke
darat dibandingkan dengan bakau-bakauan.
4. Tipe Nypa (Nypa spp.) merupakan tipe peralihan dan dapat tumbuh menyesuaikan
diri pada daerah yang airnya agak asin dan tergenang, hingga air tawar yang
kurang dipengaruhi oleh asin.
5. Tipe hutan payau air tawar merupakan tempat yang hanya dipengaruhi pasang
musiman. Pada musim barat tergenang air, pada musim timur kering. Salah satu
ilustrasi zonasi mangrove yang ideal dapat dilihat pada gambar 1.
6
Gambar 1 Zonasi penyebaran mangrove.
Zonasi di hutan mangrove merupakan tanggapan terhadap perubahan dari
lamanya waktu penggenangan, salinitas, intensitas cahaya matahari, aliran pasang
surut dan aliran air tawar. Daya adaptasi dari tiap jenis tumbuhan mangrove keadaan
tempat tumbuh akan menentukan komposisi jenis tiap komunitas (Istomo 1992).
Menurut Chapman (1984), mangrove dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:
a. Flora mangrove inti, yaitu mangrove yang mempunyai peran ekologi utama
dalam formasi mangrove yang terdiri dari jenis: Rhizophora, Bruguiera, Ceriops,
Kandelia, Soneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Deris, Acanthus, Lumnitzera,
Scyphyphora dan Dolichandron.
b. Flora mangrove pheripheral (pinggiran) yaitu flora mangrove secara ekologi
berperan dalam formasi mangrove, tetapi juga flora tersebut berperan penting
dalam formasi hutan lain. Jenisnya antara lain: Exoecaria agalloca, Acrosticum
auerum, Cerbera manghas, Heritiera littoralis, Hibiscus tilliaceus
Faktor-faktor lingkungan untuk pertumbuhan mangrove
Menurut Kusmana (2003), struktur, fungsi, komposisi dan distribusi spesies
serta pola pertumbuhan mangrove sangat bergantung pada faktor-faktor lingkungan,
diantaranya adalah:
Fisiografi pantai
Topografi pantai merupakan faktor penting yang mempengaruhi karakteristik
struktur mangrove. Semakin datar pantai dan semakin besar pasang surut maka
semakin lebar hutan mangrove yang akan tumbuh.
7
Iklim
a. Cahaya
Umumnya tanaman mangrove membutuhkan intensitas matahari tinggi dan
penuh, sehingga zona pantai tropis merupakan habitat ideal bagi mangrove. Kisaran
intensitas cahaya optimal untuk pertumbuhan mangrove adalah 3000-3800
kkal/m2/hari. Pada saat masih kecil (semai) tanaman mangrove memerlukan naungan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Intensitas cahaya 50% dapat meningkatkan daya tumbuh bibit R. mucronata dan
R. apiculata.
2. Intensitas cahaya 75% mempercepat pertumbuhan B. gymnorrhiza.
3. Intensitas cahaya 75% meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit R. mucronata,
R. apiculata dan B. gymnorrhiza.
b. Curah hujan
Curah hujan mempengaruhi faktor lingkungan seperti suhu air, udara, salinitas
air, permukaan tanah dan air tanah yang berpengaruh pada daya tahan spesies
mangrove. Dalam hal ini mangrove tumbuh subur di daerah dengan curah hujan rata-
rata 1 500-3 000 mm/tahun.
c. Suhu udara
Suhu penting dalam proses fisiologis seperti fotosintesis dan respirasi. Kusmana
(1993) mendapatkan bahwa hutan mangrove yang terdapat di bagian timur Pulau
Sumatera tumbuh pada suhu rata-rata bulanan dengan kisaran dari 26.3oC pada bulan
Desember sampai dengan 28.7oC.
d. Angin
Angin berpengaruh terhadap gelombang dan arus pantai, yang dapat
menyebabkan abrasi dan mengubah struktur mangrove, meningkatkan
evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi pertumbuhan dan menyebabkan
karakteristik fisiologis abnormal, namun demikian diperlukan untuk proses polinasi
dan penyebaran benih tanaman.
Pasang surut
Pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove. Durasi
pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove.
Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang
membatasi distribusi spesies mangrove, terutama distribusi horizontal. Pada areal
yang selalu tergenang hanya R. mucronata yang tumbuh baik, sedang Bruguiera spp.
dan Xylocarpus spp. jarang mendominasi daerah yang sering tergenang.
Gelombang dan arus
Gelombang pantai (dipengaruhi angin) merupakan penyebab penting abrasi dan
suspensi sedimen. Pada pantai berpasir dan berlumpur, gelombang dapat membawa
partikel pasir dan sedimen laut. Partikel besar atau kasar akan mengendap,
terakumulasi membentuk pantai berpasir. Mangrove akan tumbuh pada lokasi yang
arusnya tenang.
8
Salinitas
Salinitas air dan salinitas tanah rembesan merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Tumbuhan mangrove tumbuh
subur di daerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppt. Mangrove merupakan vegetasi
yang bersifat salt-tolerant bukan salt-demanding, oleh karenanya mangrove dapat
tumbuh secara baik di habitat air tawar.
Oksigen terlarut
Oksigen terlarut sangat pening bagi eksistensi flora dan fauna mangrove
(terutama dalam proses fotosintesis dan respirasi) dan percepatan dekomposisi
serasah sehingga konsentrasi oksigen terlarut berperan mengontrol distribusi dan
pertumbuhan mangrove. Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu,
musim, kesuburan tanah dan organisme akuatik. Konsentrasi oksigen terlarut harian
tertinggi dicapai pada siang hari dan terendah pada malam hari.
Tanah
Tanah mangrove dibentuk oleh akumulasi sedimen yang berasal dari pantai dan
erosi daerah hulu sungai. Mangrove terutama tumbuh pada daerah lumpur, namun
berbagai jenis mangrove dapat tumbuh di tanah berpasir, koral, tanah berkerikil
bahkan tanah gambut.
Nutrien (unsur hara)
Nutrien mangrove dibagi atas nutrien inorganik dan detritus organik. Nutrien
inorganik yang penting adalah N dan P (jumlahnya terbatas) dan K, Mg dan Na
(selalu cukup). Sumber nutrien inorganik adalah hujan, aliran permukaan, sedimen,
air laut dan bahan organik yang terdegradasi. Detritus organik nutrien organik yang
berasal dari bahan-bahan biogenik melalui beberapa tahap degradasi mikrobial.
Detritus organik berasal dari authochthonous (fitoplankton, diatom, bakteri, algae,
sisa organisme dan kotoran organisme) dan allochthonous (partikulat dari air
limpasan sungai, partikel tanah dari pantai dan erosi tanah, serta tanaman dan hewan
yang mati di zona pantai dan laut).
Proteksi
Mangrove berkembang baik pada daerah pesisir yang terlindung dari
gelombang kuat yang dapat menghempaskan anakan mangrove. Daerah yang
dimaksud dapat berupa laguna, teluk, estuaria, delta dan lain-lain. Menurut beberapa
ahli ekologi mangrove faktor-faktor lingkungan yang paling berperan dalam
pertumbuhan mangrove adalah tipe tanah, salinitas, drainase dan arus yang semuanya
diakibatkan oleh kombinasi pengaruh dari fenomena pasang surut dan ketinggian
tempat dari rata-rata muka laut.
9
Tinjauan jenis Avicennia marina
Jenis Avicennia marina sering dikenal masyarakat umum dengan nama api-
api putih. Memiliki anak jenis (subspesies) paling banyak dan sebaran yang paling
luas, mulai dari pantai timur Afrika, Teluk Persia, India, Asia Tenggara, ke Timur
hingga RRC dan Jepang, serta ke selatan menyebar di seluruh kawasan Indomalaya
hingga ke Australasia dan kepulauan di Pasifik Selatan. Jenis Avicennia marina
umumnya lebih kecil dengan batang yang berwarna keputih-putihan. Bagian bawah
daun berwarna putih keabu-abuan dan pada bagian atasnya berwarna hijau kekuning-
kuningan, mengkilat serta bintik-bintik kecil. Bagian bawah daun berwarna keputih-
putihan. Bunga berwarna kuning dan buahnya hijau keabu-abuan, gepeng dan
meruncing. Jenis ini dapat tumbuh mencapai ketinggian 25-30 m. Pohon ini tidak
mengeluarkan garam di bagian akarnya tetapi mengeluarkan kelebihan garam melalui
pori-pori daunnya yang akan terbawa oleh hujan dan angin. Seringkali garam terlihat
sebagai lapisan kristal putih di bagian permukaan atas daun. Klasifikasi jenis
A. marina ditunjukkan pada Gambar 2.
(a)
Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Lamiales
Suku : Verbenaceae
(b)
Marga : Avicennia
Jenis : Avicennia marina
Gambar 2 Jenis Avicennia marina (a) pohon dan (b) daun
10
Tinjauan jenis Rhizophora apiculata
Kayu bakau memiliki kegunaan yang baik sebagai bahan bangunan, kayu
bakar, dan terutama sebagai bahan pembuat arang. Kulit kayu menghasilkan tanin
yang digunakan sebagai bahan penyamak. Sebagai kayu bakar, secara tradisional
masyarakat biasa memakai jenis Xylocarpus (Nirih atau Nyirih). Sedangkan untuk
bahan baku pembuat arang biasa dipakai Rhizophora spp., sedangkan penggunaan
kulit kayu bakau untuk diambil tanninnya, hampir-hampir tidak terdengar lagi. Satu
lagi kegunaan kayu bakau adalah untuk bahan kertas. Klasifikasi jenis R .apiculata
ditunjukkan pada Gambar 3.
(a)
Kerajaan : Plantae
Divisi : Pagnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
(b)
Family : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Jenis : Rhizophora apiculata Bl.
Gambar 3 Jenis Rhizophora apiculata (a) pohon dan (b) daun.
Kayu bakau biasa dicincang dengan mesin potong menghasilkan serpihan
kayu/wood chips. Menurut berita, jenis kertas yang dibuat dari kayu bakau adalah
termasuk kertas kualitas tinggi. Kegunaan dari hutan bakau yang paling besar adalah
sebagai penyeimbang ekologis dan sumber (langsung atau tidak langsung)
pendapatan masyarakat pesisir, di mana peran pemerintah untuk pengaturannya masih
minim
11
Struktur dan adaptasi mangrove
Unsur dominan dalam hutan mangrove adalah pohon-pohon yang tumbuh dan
tingginya mencapai lebih 30 m, memiliki tajuk (canopy) lebar, rapat dan tertutup.
Banyak juga spesies tumbuhan dan fauna lain yang khusus atau eksklusif menempati
hutan mangrove. Topografi setempat dan karakteristik hidrologi, tipe dan komposisi
bahan kimia dari tanah dan pasang surut menentukan tipe ekosistem mangrove yang
dapat dibuktikan pada tempat-tempat tertentu. Menurut Tomlinson (1984), spesies
mangrove diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
a. Kelompok Mayor Komponen ini memperlihatkan karakteristik morfologi, seperti
sistem perakaran udara dan mekanisme fisiologis khusus untuk mengeluarkan garam
agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan mangrove. Komponennya adalah
pemisahan taksonomi dari hubungan tumbuhan daratan dan hanya terjadi di hutan
mangrove serta membentuk tegakan murni, tetapi tidak pernah meluas sampai ke
dalam komunitas daratan.
b. Kelompok Minor
Dalam komponen ini tidak termasuk elemen yang menyolok dari tumbuh-
tumbuhan yang mungkin terdapat di sekeliling habitatnya dan yang jarang berbentuk
tegakan murni.
c. Asosiasi mangrove
Dalam komponen ini jarang ditemukan spesies yang tumbuh di dalam
komunitas mangrove yang sebenarnya dan kebanyakan sering ditemukan dalam
tumbuh-tumbuhan darat. Karakteristik morfologi yang menarik dari spesies
mangrove terlihat pada sistem perakaran dan buahnya, secara terperinci seperti di
bawah ini:
1. Sistem akar
Tanah pada habitat mangrove adalah anaerobik (hampa udara) bila berada di
bawah air. Beberapa spesies memiliki sistem perakaran khusus yang disebut akar
udara yang cocok untuk kondisi tanah yang anaerobik. Ada beberapa tipe perakaran
udara, yaitu: akar tunjang, akar napas, akar lutut dan akar papan (banir). Akar
udara membantu fungsi pertukaran gas dan menyimpan udara untuk pernapasan
selama penggenangan. Sistem perakaran mangrove berbagai jenis (Kusmana 2003)
dapat dilihat pada Gambar 4.
12
Keterangan : Plank root (akar papan) pada Heritiera spp.
Chicken claw root (akar pasak/akar napas) pada Avicennia spp.,
Sonneratia spp., Xylocarpus spp.
Cane root (akar tunjang) pada Rhizophora spp.
Knee root (akar lutut) pada Bruguiera spp.
Gambar 4 Sistem perakaran mangrove.
2. Buah/bibit
Semua spesies mangrove memproduksi buah yang biasanya disebarkan melalui
air. Ada beberapa macam bentuk buah, seperti bentuk silinder, bulat dan berbentuk
kacang.
Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Mangrove dan Dampaknya
Kusmana (1994) menyatakan ada tiga faktor utama penyebab kerusakan
mangrove, yaitu:
Pencemaran
Pencemaran yang terjadi baik di laut maupun di daratan dapat mencapai
kawasan mangrove, karena habitat ini merupakan ekoton antara laut dan daratan.
Pencemaran yang dimaksud adalah pencemaran minyak dan pencemaran logam berat.
Pencemaran minyak di laut merupakan salah satu penyebab utama kerusakan pada
ekosistem mangrove. Menurut Chanlet (1979), pencemaran minyak di laut berasal
dari 8 sumber (diurutkan dari yang besar) yaitu kecelakaan tanker, fasilitas coastal,
fall out atmosfir, aliran permukaan sungai dan pemukiman, operasi tanker, aktivitas
transportasi, semburan alami dan produksi minyak lepas pantai.
Tumpahnya minyak ke laut merupakan kasus yang bagus untuk dipelajari
dalam kaitannya dengan rusaknya ekosistem hutan mangrove. Minyak mentah
13
merupakan suatu campuran hidrokarbon (<90%) yang kompleks dengan 4-26 atau
lebih atom karbon (Clark 1986) dan sisanya merupakan senyawa non hidrokarbon
yang terdiri atas belerang, hidrogen dan oksigen. Walaupun minyak mentah sudah
tumpah berkali-kali ke lautan dari kapal tanker atau dari sumur bor yang berada di
lepas pantai, namun belum banyak ahli yang melakukan tindakan pengamanan.
Proses penguraian minyak yang tumpah ke perairan (Kusmana 2003) dapat dilihat
pada Gambar 5.
Gambar 5 Proses pencemaran minyak dalam lingkungan laut.
Minyak yang tumpah mula-mula mengambang kemudian menyebar di
permukaan laut, selanjutnya akan terjadi emulsi antara minyak dan air laut. Reaksi
fotooksidasi akan menyebabkan minyak mengalami penguapan dan penguraian yang
puncaknya terjadi setelah 10-15 jam. Pada proses penguapan, gas beracun akan
menguap ke atmosfir. Setelah 10 jam dalam laut, proses selanjutnya adalah
emulsifikasi yang puncaknya setelah 500-600 jam. Penguraian microbial seluruh
komponen minyak berlangsung secara simultan dengan kecepatan tertentu.
Penguraian komponen minyak dengan berat jenis yang besar akan berlangsung lebih
lambat karena kandungan oksigennya yang rendah. Pengendapan komponen minyak
tersebut akan menutupi permukaan sistem perakaran mangrove (sedimen, kulit kayu,
akar penyangga dan pnemautofor) yang berfungsi sebagai tempat pertukaran CO2 dan
O2 yang menyebabkan oksigen menurun dalam ruang akar dalam waktu dua hari
(Clark 1986).
Konversi lahan mangrove
Kerusakan mangrove juga disebabkan oleh adanya konversi lahan mangrove
yang disebabkan oleh peningkatan penduduk. Konversi lahan tersebut diantaranya
untuk budidaya perikanan, pertanian, jalan raya, industri, serta jalur dan pembangkit
listrik, produksi garam, perkotaan, pertambangan, dan penggalian pasir.
Penebangan (pemanenan hasil hutan) yang berlebihan
Pemanenan hasil hutan secara berlebihan juga menyebabkan terjadinya
kerusakan mangrove yang menurunkan fungsi serta potensi produksi hutan
mangrove. Kondisi lingkungan hutan mangrove di Indonesia sebagian besar
14
tidak lepas dari masalah sampah dan limbah. Setiap hari kita membuang segala
macam bentuk sampah mulai dari bungkus permen karet, bungkus rokok, plastik,
sabun, sampai rongsokan mobil bahkan kapal. Disamping itu, berton-ton sampah
keluar dari kegiatan yang lebih luas, baik itu pertanian, industri, maupun
pertambangan. Tanpa kita sadari bahwa setumpukan sampah tersebut dapat merusak
bahkan mengancam kehidupan ekosistem hutan mangrove Indonesia.
Mangrove dan Minyak Bumi
Mangrove dapat berkembang pada tempat yang terdapat gelombang atau
minimal terdapat gerakan air. Hal tersebut menyebabkan partikel sedimen yang halus
cenderung mengendap dan berkumpul di dasar. Menurut Hardjosuwarno (1988),
Rhizophora spp. lebih rentan terhadap minyak dibanding jenis Avicennia spp. dan
Sonneratia spp. Karena kedua jenis itu mengandung pneumatophora yang berfungsi
sebagai akar nafas.
Menurut hasil penelitian Siahaan (1988), dosis pencemaran minyak mentah
sangat mempengaruhi pertumbuhan jumlah daun, nisbah akar pucuk dan berat kering
total anakan jenis R. mucronata dan A. marina. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa
pencemaran minyak mentah akan menurunkan pertumbuhan jumlah daun pada dosis
5.0 mg/l sebesar 29.9% dan 10.0 mg/l sebesar 37.7%. Pada nisbah akar pucuk terjadi
penurunan pada dosis 5.0 mg/l sebesar 9.4 % dan 10.0 mg/l sebesar 26.0%
dibandingkan dengan anakan kontrol.
METODE
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah anakan mangrove
jenis R. apiculata dan A. marina dengan umur 5 bulan yang diperoleh dari
persemaian Muara Angke Jakarta, polybag ukuran 20 x 25 cm sebanyak 80 anakan
dan minyak mentah diperoleh dari Pusat Penelitian Minyak Bumi dan Gas (Lemigas
Jakarta).
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah caliper untuk mengukur
diameter, penggaris/mistar untuk mengukur tinggi, handsprayer, oven, neraca analitik
ohaus, selang, gelas ukur, pipet ukuran 5 ml, alat tulis dan peralatan dokumentasi.
15
Prosedur kerja
Penyiapan media sapih
Media sapih yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag ukuran (20
cm x 25 cm) yang berisi media tanam berupa campuran tanh, kompos dan pasir
dengan perbandingan 1:1:1.
Penyediaan anakan dan minyak mentah
Anakan diperoleh dari persemaian Muara Angke Jakarta dan minyak mentah
yang digunakan berasal dari Pusat Penelitian Minyak Gas dan Bumi, Jakarta.
Pemindahan anakan
Anakan yang akan disapih ke dalam polybag terlebih dahulu dibersihkan
dengan cara menyemprot dengan air menggunakan handsprayer. Setelah itu anakan
disapih dan disusun di rumah kaca.
Pemberian minyak mentah
Minyak mentah diberikan pada saat anakan 2 minggu setelah penyapihan. Hal
ini dimaksudkan agar anakan harus melakukan adaptasi terlebih dahulu dengan
lingkungan rumah kaca yang berbeda dengan lingkungan persemaian.
Pemeliharaan anakan
Pemeliharaan yang dilakukan adalah meliputi kegiatan penyiraman dan
pengendalian dari hama dan penyakit.
Variabel yang Diamati
Variabel yang diukur dan diamati dalam penelitian ini adalah diameter, tinggi,
jumlah daun, berat kering total, dan nisbah pucuk akar anakan R. apiculata dan
anakan A. marina.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan
faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 2 faktor,
yaitu faktor 1 anakan mangrove yang terdiri dari 2 taraf dan faktor 2 minyak mentah
yang terdiri dari 4 taraf. Pada setiap tingkat perlakuan dipergunakan 10 kali ulangan.
Faktor A: jenis anakan yang terdiri dari
2 taraf, yaitu :
Faktor B kandungan minyak mentah
yang terdiri dari 4 taraf, yaitu:
A0: R. apiculata B0 : 0 mg/ l
A1: A. marina B1: 5 mg/l
B2:10 mg/l
B3:15 mg/l
16
Dengan demikian, dalam penelitian ini terdapat 8 perlakuan yaitu :
A0B0 : R. apiculata dan minyak mentah dosis 0 mg/l
A0B1 : R. apiculata dan minyak mentah dosis 5 mg/l
A0B2 : R. apiculata dan minyak mentah dosis 10 mg/l
A0B3 : R. apiculata dan minyak mentah dosis 15 mg/l
A1B0 : A.marina dan minyak mentah dosis 0 mg/l
A1B1 : A.marina marina dan minyak mentah dosis 5 mg/l
A1B2 : A.marina marina dan minyak mentah dosis 10 mg/l
A1B3 : A.marina marina dan minyak mentah dosis 15 mg/l
Model umum rancangan percobaan ini adalah :
Yijk = µ+Ai+ Bj + (AB)ij + Ƹijk
i: 1,2,3,4
j: 1,2
k: 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
Keterangan :
Yijk : variabel respon karena pengaruh taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, pada
ulangan ke-k
µ : nilai rata-rata umum
Ai : pengaruh dari taraf ke-i faktor A
Bj : pengaruh dari taraf ke-j faktor B
(AB)ij : pengaruh dari interaksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B
Ƹijk : galat percobaan
Teknik Pengambilan Data
Data pertama adalah data yang diambil sebelum perlakuan atau tepat dimana
anakan disapih ke dalam polybag yang terdiri dari pengukuran tinggi, diameter dan
jumlah daun. Sebelum pengukuran, terlebih dahulu diberikan tanda untuk batas
pengukuran diameter dan tinggi anakan, dalam penelitian ini batang anakan diberi
tanda 5 cm di atas permukaan media. Kemudian pengambilan data selanjutnya akan
dilakukan seminggu setelah penyapihan. Tehnik pengambilan datanya sebagai
berikut:
Tinggi anakan
Pengukuran tinggi anakan dilakukan seminggu sekali dengan menggunakan
penggaris dari pangkal yang telah ditandai hingga ke ujung bagian. Pada pengolahan
data, data tinggi yang dipergunakan adalah tinggi akhir dikurangi tinggi awal.
Diameter
Pengukuran diameter dilakukan bersamaan dengan pengukuran tinggi yaitu
seminggu sekali. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong pada
17
bagian batang yang telah ditandai. Pada pengolahan data, data diameter yang
dipergunakan adalah diameter akhir dikurangi diameter awal.
Jumlah daun Jumlah daun dihitung bersamaan dengan pengukuran diameter dan tinggi. Pada
pengolahan data, jumlah daun yang digunakan adalah jumlah daun akhir dikurangi
jumlah daun awal.
Berat kering total (BKT)
Minggu ke-12 merupakan periode pengukuran terakhir pada anakan. Setelah
diukur, anakan dicabut, dibersihkan dan dilakukan pemisahan antara daun, batang dan
akar. Setelah itu dilakukan pengovenan selama 24 jam pada suhu 105oC, lalu
ditimbang menggunakan neraca analitik Ohaus.
Nisbah pucuk akar (NPA)
Nisbah pucuk akar merupakan perbandingan antara berat kering bagian pucuk
dengan berat kering bagian akar, yang diukur pada akhir pengamatan bersamaan
dengan pengukuran berat kering total.
Analisis data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan software program Statistical
Analysis System (SAS) dan analisis ragam ANOVA seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis ragam data pengamatan
Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah
A (a-1) JKA JKA/(a-1)
B (b-1) JKB JKB/(b-1)
A*B (a-1) (b-1) JKAB JKAB/(a-1) (b-1)
Sisaan Ab(r-1) JKE JKE/ab(r-1)
Total Abr-1 JKT
Faktor koreksi (C) :(𝑌...)2
𝐴𝑏𝑟
JKt = Ʃ ƩƩ𝑌ijk2 –C
KTp = JKp/JKb
Fhit a = KTa/KTe
Fhit b = KTb/KTe
Fhit ab = KTab/KTe
JKp = ƩƩ𝑌2ij/r –C
JKb = Ʃ𝑌2j/ar –C
JKe = JKp
JKa = Ʃ𝑌𝑖2../br-C
JKab = JKp-JKa-
18
HASIL
Pengaruh minyak mentah terhadap pertumbuhan diameter anakan mangrove
jenis R. apiculata dan A. marina
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan dosis minyak mentah terhadap
pertumbuhan diameter batang anakan jenis R. apiculata dan A. marina disajikan pada
Tabel 3 .
Tabel 3 Sidik ragam pertumbuhan diameter batang anakan R. apiculata dan A.
marina
Source DF Type III
SS
Mean
Square
F
Value Pr > F Keterangan R-square
A 1 0.0015 0.0015 0.2300 0.6298 Tidak
Signifikan
0.1909 B 3 0.0478 0.0159 2.5900 0.0597
Tidak
Signifikan
A*B 3 0.0555 0.0185 3.0000 0.0361 Signifikan
Error 72 0.4440 0.0062
Total 79 0.5488
Keterangan: A= faktor jenis; B= faktor perlakuan dosis minyak mentah
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa interaksi faktor memberikan pengaruh
yang signifikan, sedangkan pengaruh utama A maupun B tidak memberikan pengaruh
yang signifikan. Oleh karena itu, diperlukan adanya uji lanjut untuk menguji
pengaruh-pengaruh sederhana faktor dosis terhadap pertumbuhan diameter batang
anakan pada kedua jenis dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan’s yang
diuraikan sebagai berikut:
1 Pengaruh sederhana faktor dosis (B) pada R. apiculata (A0)
perlakuan: A0B2 A0B0 A0B3 A0B1
Rata-rata: 0.096 0.13 0.13 0.15
Berdasarkan hasil analisis Duncan, dosis minyak mentah 10 mg/l secara
signifikan menyebabkan menurunnya rata-rata laju pertumbuhan diameter batang
anakan jenis R. apiculata.
2 Pengaruh sederhana faktor dosis (B) pada A. marina (A1)
perlakuan: A1B3 A1B0 A1B2 A1B1
Rata-rata: 0.05 0.10 0.15 0.17
19
Berdasarkan analisis Duncan, rata-rata laju pertumbuhan diameter batang
anakan jenis A. marina pada dosis minyak mentah 5 mg/l dan 10 mg/l lebih tinggi
daripada anakan yang diberi dosis minyak mentah 15 mg/l dan 0 mg/l (kontrol),
sementara itu dosis minyak mentah 15 mg/l menyebabkan penurunan laju
pertumbuhan rata-rata diameter sebesar 50% jika dibandingkan dengan kontrol.
Pengaruh minyak mentah terhadap pertumbuhan tinggi anakan mangrove jenis
R. apiculata dan A. marina
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan dosis minyak mentah terhadap
pertumbuhan tinggi anakan jenis R. apiculata dan A. marina disajikan pada Tabel 4 .
Tabel 4 Sidik ragam pertumbuhan tinggi anakan R. apiculata dan A. marina
Source DF Type
III SS
Mean
Square F Value Pr > F Keterangan R-square
A 1 25.8213 25.8213 62.3900 <.0001 Signifikan
0.6053
B 3 9.0413 3.0138 7.2800 0.0002 Signifikan
A*B 3 10.8368 3.6123 8.7300 <.0001 Signifikan
Error 72 29.8007 0.4139
Total 79 75.5001
Keterangan: A= faktor jenis; B= faktor perlakuan dosis minyak mentah
Dari Tabel 4 terlihat bahwa pengaruh utama A maupun B dan juga interaksi
kedua faktor adalah menunjukkan pengaruh yang nyata. Oleh karena itu, diperlukan
adanya uji lanjut untuk menguji pengaruh sederhana faktor dosis terhadap
pertumbuhan tinggi pada kedua jenis anakan dengan menggunakan uji wilayah
berganda Duncan’s yang diuraikan sebagai berikut:
1 Pengaruh sederhana faktor dosis (B) pada R. apiculata (A0)
perlakuan: A0B0 A0B1 A0B2 A0B3
Rata-rata: 0.66 0.66 2.09 2.24
Berdasarkan hasil analisis Duncan, terlihat bahwa rata-rata laju pertumbuhan
tinggi anakan R. apiculata yang diberi minyak mentah dengan dosis 10 mg/l dan 15
mg/l lebih tinggi dibandingkan dengan anakan yang diberi minyak mentah dengan
dosis 5 mg/l dan 0 mg/l (kontrol).
2 Pengaruh sederhana faktor dosis (B) pada A. marina (A1)
perlakuan: A1B3 A1B0 A1B2 A1B1
Rata-rata: 0.28 0.29 0.32 0.47
20
Hasil analisis Duncan memperlihatkan bahwa, tinggi anakan A. marina yang
diberi minyak mentah dengan dosis 15 mg/l mengalami penurunan rata-rata laju
pertumbuhan tinggi jika dibandingkan dengan anakan kontrol dan dosis lainnya yang
diujikan.
Pengaruh minyak mentah terhadap pertumbuhan jumlah daun anakan
mangrove jenis R. apiculata dan A. marina
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan dosis minyak mentah terhadap
pertumbuhan jumlah daun anakan R. apiculata dan A. marina disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Sidik ragam pertumbuhan jumlah daun anakan R. apiculata dan A. marina
Source DF Type III
SS
Mean
Square F Value Pr > F
R-
square
F1 1 2247.2000 2247.2000 124.5900 <.0001 Signifikan
0.6742
F2 3 326.9500 108.9833 6.0400 0.0010 Signifikan
F1*F2 3 113.2000 37.7333 2.0900 0.1088 Tidak
Signifikan
Error 72 1298.6000 18.0361
Total 79 3985.9500
Keterangan: A= faktor jenis; B= faktor perlakuan dosis minyak mentah
Berdasarkan Tabel 5, besarnya respon pertumbuhan jumlah daun berbeda baik
untuk faktor jenis (R. apiculata dan A. marina) maupun dosis (B0, B1, B2 dan B3).
Oleh karena itu, uji lanjut diperlukan untuk mengetahui besarnya pengaruh utama
faktor jenis (A) dan pengaruh utama faktor dosis minyak mentah (B) pada seperti
pada Tabel 6.
Tabel 6 Rata-rata pertumbuhan jumlah daun anakan jenis R. apiculata dan A. marina
pada setiap dosis perlakuan minyak mentah
B0 B1 B2 B3 rata-rata
A0 3.10 0.20 -2.00 -0.40 0.22
A1 12.9 13.8 9.80 6.80 10.82
Rata-rata 8.00 7.00 3.90 3.20 5.53
Keterangan: A0= jenis R. apiculata; A1= A. marina
B0= dosis 0 mg/l; B1= dosis 5 mg/l; B2= dosis 10 mg/l; B3= dosis 15
mg/l
Hasil uji lanjut pada Tabel 6 memperlihatkan bahwa jenis anakan
R.apiculata mengalami penurunan rata-rata jumlah daun mulai dari dosis B1 dan
semakin menurun seiring dengan ditingkatkannya dosis minyak mentah yang
diberikan, sedangkan jenis A. marina mengalami penurunan rata-rata jumlah daun
mulai dari dosis B2.
21
Pengaruh minyak mentah terhadap nisbah pucuk akar anakan mangrove jenis
R. apiculata dan A. marina
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan dosis minyak mentah terhadap
nilai nisbah pucuk akar anakan R. apiculata dan A.marina disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Sidik ragam pertumbuhan NPA anakan R. apiculata dan A. marina
Source DF Type III
SS
Mean
Square F Value Pr > F Keterangan R-square
A 1 0.9396 0.9396 79.9800 <.0001 Signifikan
0.5923
B 3 0.2635 0.0878 7.4800 0.0002 Signifikan
A*B 3 0.0258 0.0086 0.7300 0.5356 Tidak
Signifikan
Error 72 0.8459 0.0117
Total 79 2.0748
Keterangan: A= faktor jenis; B= faktor perlakuan dosis minyak mentah
Tabel 7 menunjukkan bahwa besarnya respon nisbah pucuk akar berbeda, baik
untuk faktor jenis (R. apiculata dan A. marina) maupun dosis minyak mentah (B0,
B1, B2 dan B3). Oleh karena itu, uji lanjut diperlukan untuk mengetahui besarnya
pengaruh utama faktor jenis (A) dan pengaruh utama faktor dosis minyak mentah (B)
seperti pada Tabel 8.
Tabel 8 Rata-rata nilai nisbah pucuk akar anakan jenis R. apiculata dan A. marina
pada setiap dosis perlakuan minyak mentah
B0 B1 B2 B3 rata-rata
A0 0.29 0.20 0.19 0.19 0.21
A1 0.56 0.42 0.38 0.37 0.43
Rata-rata 0.42 0.31 0.29 0.28 0.33
Keterangan: A0= jenis R. apiculata; A1= A. marina
B0= dosis 0 mg/l; B1= dosis 5 mg/l; B2= dosis 10 mg/l; B3= dosis 15
mg/l
Hasil uji lanjut pada Tabel 8 memperlihatkan bahwa nilai NPA kedua jenis
anakan mengalami penurunan mulai dari dosis B1 dan semakin menurun seiring
dengan ditingkatkannya dosis minyak mentah yang diberikan (B1, B2 dan B3), hanya
22
saja nilai rata-rata NPA jenis A. marina lebih tinggi dibandingkan dengan R.
apiculata.
Pengaruh minyak mentah terhadap berat kering total anakan mangrove jenis
R. apiculata dan A. marina
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan dosis minyak mentah terhadap
berat kering total anakan R. apiculata dan A. marina disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Sidik ragam BKT anakan R. apiculata dan A. marina
Source DF Type III
SS
Mean
Square F Value Pr > F R-sq uare
A 1 1261.3500 1261.3480 85.9200 <.0001 Signifikan
0.5882
B 3 187.2910 62.4303 4.2500 0.0080 Signifikan
A*B 3 60.8779 20.2926 1.3800 0.2551 Tidak
Signifikan
Error 72 1057.0600 14.6814
Total 79 2566.5700
Keterangan: A= faktor jenis; B= faktor perlakuan dosis minyak mentah
Berdasarkan Tabel 9, besarnya respon BKT berbeda, baik untuk faktor jenis
(R. apiculata dan A. marina) maupun dosis (B0, B1, B2 dan B3). Oleh karena itu, uji
lanjut diperlukan untuk mengetahui besarnya pengaruh utama faktor jenis (A) dan
pengaruh utama faktor dosis minyak mentah (B) seperti pada Tabel 10.
Tabel 10 Rata-rata nilai berat kering total anakan jenis R. apiculata dan A. marina
pada setiap dosis perlakuan minyak mentah
B0 B1 B2 B3 rata-rata
A0 15.90 11.40 11.2 9.40 11.97
A1 5.19 3.82 3.57 3.53 4.03
Rata-rata 10.55 7.61 7.39 6.46 8.00
Keterangan: A0 = jenis R. apiculata; A1= A. marina
B0 = dosis 0 mg/l; B1= dosis 5 mg/l; B2= dosis 10 mg/l; B3= dosis 15
mg/l
Hasil uji lanjut pada Tabel 10 memperlihatkan bahwa kedua jenis anakan (A0
dan A1) mengalami penurunan nilai BKT mulai dari dosis B1 dan semakin menurun
seiring dengan ditingkatkannya dosis minyak mentah yang diberikan (B2 dan B3),
hanya saja nilai rata-rata BKT jenis R. apiculata lebih tinggi dibandingkan dengan
jenis A. marina.
23
PEMBAHASAN
Pertumbuhan anakan R. apiculata dan A. marina memberikan respon yang
berbeda antar dosis yang diujikan pada masing-masing variabel. Jenis R. apiculata
mengalami penurunan rata-rata laju pertumbuhan diameter batang anakan pada dosis
10 mg/l sebesar 29.4% jika dibandingkan dengan anakan kontrol (0 mg/l). Dalam
penelitian ini, dosis 15 mg/l memberikan pengaruh yang sama dengan kontrol dan
dosis 5 mg/l, kemungkinan hal ini terjadi karena adanya faktor kesalahan alat dalam
pengukuran dan juga kekurangtelitian peneliti. Pada jenis A. marina penurunan rata-
rata laju pertumbuhan diameter terjadi pada dosis 15 mg/l, sedangkan pada dosis 10
mg/l dan 5 mg/l laju pertumbuhan terus meningkat dan rata-ratanya lebih tinggi
dibandingkan dengan anakan kontrol (0 mg/l). Pertumbuhan diameter pada kedua
jenis anakan ini mempengaruhi pertumbuhan tinggi anakan, seperti terlihat pada
pertumbuhan R. apiculata yang tidak terpengaruhi oleh pemberian dosis minyak
mentah. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pertumbuhan R. apiculata lebih
fokus pada pertumbuhan tinggi. Menurut Sukemi (2004), hal ini disebabkan karena
jenis anakan R. apiculata yang digunakan dalam penelitian ini belum memiliki
cabang, sementara jenis A. marina telah terdapat beberapa cabang yang menyebabkan
pertumbuhan tinggi kurang maksimal karena unsur hara yang ditransfer oleh akar
harus disebarkan ke seluruh cabang-cabangnya. Rata-rata laju pertumbuhan tinggi
jenis A. marina telah mengalami penurunan sebesar 1.75% pada dosis minyak mentah
15 mg/l dibandingkan dengan anakan kontrol.
Keberadaan cabang pada kedua jenis anakan ternyata juga mempengaruhi
pertumbuhan jumlah daun, jenis anakan R. apiculata memiliki rata-rata jumlah daun
3 helai/ind, sedangkan anakan A. marina memiliki rata-rata jumlah daun yang lebih
banyak dengan rata-rata 13 helai/ind. Kedua anakan mengalami penurunan rata-rata
jumlah daun setelah diberi minyak mentah dengan dosis yang berbeda, R. apiculata
mengalami penurunan laju pertumbuhan jumlah daun mulai dari dosis 5 mg/l,
sedangkan pada dosis B2 dan B3 anakan ini mengalami peluruhan daun (kebotakan).
Hal ini didukung oleh Chaw, Chin dan Ooi (1984) dalam Chaw and Chen (1984),
yang menyatakan bahwa pada mangrove setelah dua bulan pemberian minyak
mentah, minyak mentah telah memasuki jaringan akar dan daun sehingga
menyebabkan terjadinya defoliasi. Selanjutnya Chaw and Chen (1984) juga
menyatakan bahwa kematian mangrove lebih banyak disebabkan oleh deposit di daun
daripada diabsorsi akar yang menyebabkan terjadinya peluruhan daun (Gambar 6).
24
Gambar 6 Anakan R. apiculata (kiri) dan A. marina (kanan) seminggu setelah
disiram minyak mentah.
Berbeda halnya dengan jenis A. marina, pada dosis 5 mg/l laju pertumbuhan
jumlah daun masih terus meningkat (lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol) dan
mulai mengalami penurunan rata-rata laju pertumbuhan jumlah daun pada dosis 10
mg/l. Pada A. marina tidak ditemukan adanya peluruhan daun seperti yang terjadi
pada jenis anakan R. apiculata, meskipun dengan meningkatnya dosis minyak mentah
penurunan rata-rata jumlah daun juga semakin meningkat. Rata-rata jumlah daun
diakhir pengamatan menunjukkan perbedaan yang sangat drastis antara kedua
anakan, jenis A. marina 97.8% lebih banyak dibandingkan dengan jenis R. apiculata.
Nilai NPA pada jenis A. marina memiliki rata-rata yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis R. apiculata, kemungkinan hal tersebut disebabkan karena
rata-rata jumlah daun pada A. marina lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah daun
pada jenis R. apiculata. Penurunan nilai NPA pada kedua jenis anakan ini terjadi pada
dosis yang sama yaitu dosis 5 mg/l dan semakin menurun seiring dengan
meningkatnya dosis minyak mentah yang diberikan. Menurut Sukemi (2004),
penurunan nisbah pucuk akar dengan meningkatnya dosis minyak mentah disebabkan
terakumulasinya minyak mentah di dalam jaringan akar anakan yang mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan mangrove. Berbeda halnya dengan rata-rata nilai BKT, R.
apiculata memiliki rata-rata nilai BKT yang lebih tinggi dibandingkan dengan anakan
A. marina. Hal ini disebabkan karena diameter batang anakan R. apiculata lebih besar
dibandingkan dengan A. marina dan juga laju pertumbuhan tinggi anakan pada R.
apiculata lebih tinggi dibandingkan dengan A. marina serta daunnya yang lebih tebal
menyebabkan biomassa rata-rata anakannya lebih tinggi. Penurunan nilai berat kering
total dengan meningkatnya dosis minyak mentah disebabkan minyak mentah telah
masuk ke dalam jaringan daun dan akar, sehingga penyerapan unsur hara dan proses
fotosintesis menjadi terganggu. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Darus (1994)
dalam Chaw et al. (1984), 60 hari setelah pemberian minyak pada mangrove maka
klorofil daun akan mengalami kerusakan yang dapat mengganggu proses fotosintesis.
25
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Jenis R. apiculata mengalami penurunan laju pertumbuhan diameter pada dosis
10 mg/l, sedangkan jenis A. marina mengalami penurunan laju pertumbuhan
diameter pada dosis 15 mg/l.
2. Laju pertumbuhan tinggi anakan jenis R. apiculata tidak terpengaruhi oleh dosis
minyak mentah yang diberikan, sementara jenis A. marina mengalami penurunan
laju pertumbuhan tinggi pada dosis 15 mg/l.
3. Jenis anakan R. apiculata mengalami penurunan laju pertumbuhan jumlah daun
pada dosis 5 mg/l, sedangkan jenis A. marina mengalami penurunan laju
pertumbuhan jumlah daun pada dosis 10 mg/l
4. Respon nilai NPA dan BKT pada anakan R. apiculata dan A. marina mengalami
penurunan mulai dari dosis 5 mg/l dan semakin menurun seiring meningkatnya
dosis minyak mentah yang digunakan.
Berdasarkan uraian diatas, anakan jenis A. marina lebih tahan terhadap
pencemaran minyak mentah dibandingkan dengan jenis R. apiculata.
Saran
Lahan mangrove yang telah tercemar minyak mentah sebaiknya direhabilitasi
dengan menggunakan jenis A. marina.
26
DAFTAR PUSTAKA
Chapman, V. J. 1976. Mangrove biogeography in Walsh, G.D.S and Snedakar, S.C
and Teal, H.J. Proceding international symposium on the biology and
management of mangrove. Honolulu. Vol I, pp: 65 – 90.
Chaw H. L and F. M. Chan. 1984. Fate and effects of oil in the mangrove
environment. Kuala Lumpur: University Sains Malaysia.
Clark. R.B. 1986. Marine polution. Oxford: Claredon Press.
Departemen Kehutanan RI. 1992. Hutan bakau di Indonesia. Jakarta (ID): Dephut RI
[FAO] Food Agriculture Organization. 2003. The Situation and Development in the
Forest Sector.
Hardjosuwarno S. 1988. The impact of oil refiney to the mangrove vegetation.
Symposium on mangrove management: its ecologycal and economic
consideration. Bogor(ID) , 9-11 agustus 1988
Istomo. 1992. Tinjauan ekologi hutan mangrove dan pemanfaatannya di Indonesia.
Bogor(ID): Fakultas Kehutanan IPB.
Kusmana, C. 1993. A study on mangrove forest management based on ecological
data in East Sumatra, Indonesia.[desertation]. Japan: Faculty of agriculture,
Kyoto University.
. 1995. Manajemen hutan mangrove Indonesia. Laboratorium ekologi
hutan. Bogor(ID) : Fakultas kehutanan IPB.
[LPPM] Lembaga Pengembangan dan Pengkajian Mangrove. 2005. Resep Makanan
Barbahan Baku Mangrove dan Pemanfaatan Nipah. Bogor(ID): LPPM.
Noor YR., KhazaliM., dan Suryadiputra INN. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove
di Indonesia. Bogor.
Paena M., Hasnawi, Akhmad M. 2010. Kerapatan hutan mangrove sebagai dasar
rehabilitasi dan restocking kepiting bakau di Kabupaten Mamuju Provinsi
Sulawesi Barat. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. Sulawesi
Barat. Hlm 1123-1127.
Siahaan. 1998. Pengaruh pencemaran minyak mentah (crude oil) terhadap
pertumbuhan anakan mangrove jenis Rhizophora mucronata dan Avicennia
marina. [skripsi]. Bogor: Program sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Soemodihardjo. 1979. Intisari hasil seminar ekosistem mangrove II . Jakarta 27 Feb-1
Maret 1978. Jakarta
Soerianegara I dan Indrawan A. 1978. Ekologi hutan Indonesia. Bogor(ID) : Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Sukemi. 2004. Pengaruh minyak mentah terhadap kemampuan tumbuh anakan
Sonneratia caseolaris dan Rhizophora mucronata [skripsi]. Bogor(ID):
Program sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Tomlinson, P. B. 1994. The Botany of Mangrove. New York: Cambridge Universiy
Press
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Parbalohan, Sumatera Utara pada tanggal 05 Mei 1990
sebagai anak ke delapan dari delapan bersaudara pasangan A. Manik dengan R.
Napitu. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Dolok Pardamean dan pada
tahun yang sama lulus Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen
Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan yakni sebagai Komisi Diaspora Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB
(PMK) tahun 2008-sekarang, anggota Divisi Keprofesian Tree Grower Community
(TGC) tahun 2009-2011, panitia Masa Perkenalan Departemen (Belantara)
Departemen Silvikultur tahun 2010, Bendahara Perayaan Natal Fakultas Kehutanan
IPB tahun 2010, berpartisipasi dalam PKP pada bulan Juni-Agustus 2012. Penulis
juga sebagai penerima beasiswa dari Gereja Kristen Indonesia tahun 2009-sekarang
dan salah satu penerima beasiswa Genksi Social Funds (GSF) tahun 2012.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul “Kemampuan Tumbuh Anakan Mangrove Jenis Rhizophora
apiculata dan Avicennia marina terhadap Minyak Mentah” yang dibimbing oleh
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS.
28
LAMPIRAN
27
Lampiran 1 Rata-rata pertumbuhan anakan R. apiculata dan A. marina
Perlakuan Ulangan Diameter (cm) Tinggi (cm) Jumlah Daun (helai) NPA (gr) BKT (gr)
R. apiculata A. marina R. apiculata A. marina R. apiculata A. marina R. apiculata A. marina R. apiculata A. marina
B0 1 0.09 0.40 0.55 0.18 -2.00 8.00 0.51 0.75 22.00 6.00
B0 2 0.19 0.11 0.31 0.12 4.00 18.00 0.32 0.61 21.50 8.00
B0 3 0.34 0.08 0.17 0.32 3.00 13.00 0.22 0.45 20.00 4.00
B0 4 0.24 0.10 1.05 0.32 6.00 16.00 0.15 0.53 19.00 2.00
B0 5 0.06 0.06 1.75 0.30 3.00 11.00 0.23 0.34 8.00 4.50
B0 6 0.09 0.05 0.60 0.31 6.00 8.00 0.25 0.55 21.50 9.00
B0 7 0.08 0.06 0.62 0.25 2.00 8.00 16.00 0.61 12.00 7.00
B0 8 0.10 0.06 0.60 0.28 1.00 15.00 0.50 0.73 17.00 4.00
B0 9 0.09 0.07 0.45 0.35 5.00 24.00 0.21 0.45 9.00 5.30
B0 10 0.08 0.07 0.40 0.42 3.00 8.00 0.33 0.59 9.00 2.15
rata-rata 0.14 0.11 0.65 0.29 3.10 12.90 1.87 0.56 15.90 5.20
B1 1 0.07 0.14 0.55 0.50 -2.00 26.00 0.15 0.35 5.00 3.20
B1 2 0.07 0.24 1.05 0.70 -1.00 17.00 0.31 0.44 5.00 5.00
B1 3 0.08 0.13 1.40 0.06 2.00 25.00 0.11 0.52 14.00 3.00
B1 4 0.09 0.19 1.50 0.65 -1.00 19.00 0.24 0.44 13.00 9.00
B1 5 0.10 0.20 1.75 0.37 -3.00 12.00 0.14 0.28 20.00 4.70
B1 6 0.10 0.23 0.75 0.40 6.00 5.00 0.32 0.36 19.00 4.25
B1 7 0.20 0.19 0.62 0.71 3.00 10.00 0.22 0.23 11.00 3.00
B1 8 0.42 0.20 0.55 0.55 -2.00 5.00 0.12 0.53 11.00 2.00
B1 9 0.30 0.10 0.45 0.40 1.00 4.00 0.19 0.a62 9.00 2.13
B1 10 0.08 0.13 0.45 0.41 -1.00 15.00 0.21 0.47 7.00 2.00
rata-rata 0.15 0.18 0.91 0.47 0.20 13.80 0.20 0.42 11.40 3.83
28
Lampiran 1 Data rata-rata pertumbuhan anakan R. apiculata dan A. marina (Lanjutan)
Perlakuan Ulangan Diameter (cm) Tinggi (cm) Jumlah Daun (helai) NPA (gr) BKT (gr)
R. apiculata A. marina R. apiculata A. marina R. apiculata A. marina R. apiculata A. marina R. apiculata A. marina
B2 1 0.06 0.14 0.62 0.41 -1.00 9.00 0.11 0.34 5.00 3.52
B2 2 0.08 0.25 1.05 0.21 -4.00 1.00 0.51 0.49 14.00 3.60
B2 3 0.09 0.14 1.40 0.32 -3.00 8.00 0.12 0.35 13.00 4.00
B2 4 0.24 0.13 1.50 0.25 -1.00 10.00 0.17 0.21 21.00 4.42
B2 5 0.06 0.13 3.19 0.36 2.00 12.00 0.23 0.42 5.00 2.25
B2 6 0.08 0.08 4.50 0.31 -4.00 11.00 0.30 0.33 8.00 5.00
B2 7 0.09 0.16 2.30 0.34 -1.00 4.00 0.09 0.30 14.00 7.15
B2 8 0.07 0.15 2.75 0.29 -3.00 15.00 0.19 0.56 17.00 2.30
B2 9 0.10 0.21 0.45 0.35 -2.00 16.00 0.08 0.39 9.00 1.15
B2 10 0.09 0.12 3.19 0.37 -3.00 12.00 0.17 0.46 6.00 2.40
rata-rata 0.10 0.15 2.10 0.32 -2.00 9.80 0.20 0.39 11.20 3.58
B3 1 0.09 0.06 0.80 0.33 0.00 9.00 0.18 0.21 4.00 4.20
B3 2 0.19 0.05 1.55 0.33 -1.00 8.00 0.22 0.34 12.00 2.00
B3 3 0.34 0.06 3.19 0.25 -2.00 11.00 0.30 0.45 15.00 3.50
B3 4 0.24 0.05 4.50 0.27 -1.00 5.00 0.25 0.22 13.00 5.00
B3 5 0.06 0.06 2.30 0.25 2.00 1.00 0.24 0.39 10.00 3.00
B3 6 0.08 0.06 2.75 0.35 0.00 10.00 0.15 0.43 6.00 3.25
B3 7 0.09 0.04 2.45 0.27 -1.00 6.00 0.16 0.44 8.00 4.19
B3 8 0.08 0.04 1.65 0.25 -1.00 2.00 0.19 0.54 11.00 3.21
B3 9 0.10 0.05 1.50 0.25 1.00 8.00 0.09 0.34 5.00 4.62
B3 10 0.09 0.06 1.75 0.25 -1.00 8.00 0.11 0.36 10.00 2.35
rata-rata 0.14 0.05 2.24 0.28 -0.40 6.80 0.19 0.37 9.40 3.53