2
Pendahuluan
Pendeta merupakan jabatan penting dalam gereja Kristen. Jabatan pendeta sampai saat ini
masih merupakan jabatan yang sentral dalam gereja bukan saja sebagai pemimpin jemaat. Tetapi
juga sebagai penanggungjawab berbagai pelayanan dalam jemaat dan melalui jemaat kepada
dunia atau masyarakat. Jabatan kependetaan itu menempati beberapa bentuk atau struktur,
misalnya bishop, pastor, pendeta dan imam, tetapi tugas dan tanggung jawabnya sama, yaitu
memberitakan firman Allah, menggembalakan domba Allah dan melaksanakan sakramen sesuai
dengan pesan Kristus.1 Demikian pentingnya peran dan fungsi pendeta dalam gereja, maka hal
yang menyangkut kependetaan selalu diatur dalam Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Gereja.
Demikianpun halnya dalam Gereja Batak Karo Protestan (GBKP).
Pendeta adalah anggota sidi jemaat yang dipanggil oleh Yesus Kristus melalui
pendidikan Teologia dan ditahbiskan menjadi pelayan khusus penuh waktu sebagai pendeta guna
memikirkan dan mengembangkan teologia serta berpikir secara teologis dalam kehidupan
kepemimpinan pelayanan gereja bersama dengan pelayan lainnya.2
Ia memiliki kewajiban untuk menentukan suasana dalam jemaat sehingga jemaat dapat
lebih giat memenuhi panggilannya sebagai sebuah persekutuan yang belajar-mengajar. Selain itu,
pendeta juga merupakan seorang pengajar khusus, dimana ia harus melibatkan diri secara
langsung sebagai seorang pengajar. Terdapat tiga wadah atau tempat bagi seorang pendeta secara
1 G. D. Dahlenbrug, “Siapakah Pendeta itu?” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 17.
2 Moderamen GBKP, “Tata Gereja GBKP Edisi Sinode 2005-2015”, Kabanjahe: Abdi Karya, 2010), 9.
3
langsung dalam mengajar, yaitu pada kelas Katekhisasi, kelas pendidikan teologi jemaat,
dan mimbar.3
Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) adalah gereja yang mewarisi tradisi Calvinis yang
tidak jauh berbeda dengan gereja-gereja calvinis pada umumnya. Tradisi Calvinis yang diwarisi
GBKP antara lain tampak dalam sistem presbiterial sinodal. Penataan gereja secara Calvinis
bertolak dari jemaat setempat sebagai basis. Sistem penataan dasar Calvinis ini biasanya disebut
sebagai sistem penataan presbiterial karena lembaga kepemimpinannya terwujud dalam wadah
presbyterium (majelis jemaat). Kata sinodal menjelaskan bahwa gereja-gereja yang telah
menggabungkan diri pada sinode dan harus sejalan dengan sinode.4 Dalam sistem ini, GBKP
secara keseluruhan memiliki tiga jenjang, yang mempengaruhi setiap sistem dan struktur
organisasinya, yakni Sinode, Klasis, dan Runggun.5
Jadi dalam GBKP, kehadiran pendeta dalam sebuah jemaat yang sudah mandiri itu sangat
penting. Namun dalam kenyataan, banyak jemaat GBKP yang belum memiliki pendeta tetap
penuh waktu, meskipun jumlah pendeta di seluruh sinode sudah memadai dibandingkan dengan
jumlah jemaat (runggun). Hal ini terjadi antara lain di GBKP Runggun Semarang. Runggun ini
telah berdiri sejak tahun 1983, namun hingga kini belum pernah memiliki pendeta sendiri.
Pertanyaannya, kendala-kendala apa saja yang menyebabkan runggu ini hingga sekarang belum
pernah memiliki pendeta sendiri? Jadi tulisan ini hendak membahas kendala-kendala yang
dihadap GBKP Runggun semarang dalam proses pemanggilan pendeta. Untuk itu penulis akan
mulai dengan membahas tata gereja yang mengatur proses pemanggilan pendeta, lalu data
3S. Wismoady Wahono, P.D. Latuihamalo, F. Ukur,“Tabah Melangkah STT ke 50”.(Jakarta: STT Jakarta,
1984), 148-149. 4 PKPW GBKP, “Dikembangkan Untuk Mengembangkan” (Jakarta: Pustaka Sora Mido, 2004), 15.
5Runggun merupakan istilah umum untuk menyebut perkumpulan jemaat GBKP. Karena setiap GBKP di
daerah-daerah membentuk runggun sendiri, maka runggun dapat pula diartikan sebagai cabang.
4
lapangan mengenai kendala serta analisisnya. Tulisan akan diakhiri dengan sejumlah kesimpulan
dan saran.
1. Pendeta dan tugasnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendeta didefinisikan sebagai pemuka,
pemimpin, atau guru agama. Kata “pendeta” juga berasal dari kata pandita yang berarti orang
bijak, cendikiawan, pemikir dan tempat mengadu.6 Pendeta merupakan pelayan firman yang
dididik secara teologis.7 Pendeta adalah seorang pengajar umum dan juga pengajar khusus di
dalam jemaat dimana ia harus melibatkan diri secara langsung pada tiga wadah pelayanan yaitu
kelas katekisasi, pendidikan teologi jemaat, dan mimbar.8 Sebagai pejabat gereja pendeta
memiliki tugas-tugas khusus.
Tugas pendeta adalah melayani pemberitaan firman Allah dan sakramen, memimpin
katekisasi (pengajaran agama), meneguhkan anggota sidi, menahbiskan pelayan-pelayan khusus,
memberkati dan meneguhkan nikah, memimpin pemakaman orang mati, mengembalakan
anggota jemaat, memimpin sidang jemaat, memimpin jemaat, menjalankan disiplin gereja dan
melakukan pelayanan diakonia.9 Pendeta juga bertugas mengawasi dan melakukan fungsi
pastoral serta fungsi adminstratif gereja.10
Akan tetapi tugas pendeta yang utama dan terpenting
adalah memberitakan injil dan melayani sakramen.11
6 Liem Khiem Yang, “Pendeta, Ensiklopedia Nasional Indonesia, V.12”, (Jakarta: Cipta Adi Pustaka,
1990), 365. 7 Edgar Wals, “Bagaimana Mengelola Gereja Anda”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 7.
8S. Wismoady Wahono, P.D. Latuihamalo, F. Ukur, “Tabah Melangkah STT ke 50”, (Jakarta: STT Jakarta,
1984),148-149. 9 Ch. Abineno, “Jemaat”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1968), 164.
10 Edgar Wals, “Bagaimana Mengelola Gereja Anda”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 8.
11 M.H. Bolkestein, “Azaz-Azaz Hukum Gereja”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1968), 74.
5
1.1 Jabatan Pendeta
Menjadi pendeta berarti juga menjadi pejabat gereja, yakni dipanggil untuk melayani. Hal
ini pertama-tama ditentukan oleh pola hidup dan Firman Yesus Kristus, yang mana Kristus
datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan hidupnya sebagai
harga tebusan bagi orang banyak (Markus 10:45). Demikianlah pejabat gereja dipanggil untuk
melayani dan bukan untuk dilayani.12
Pendeta memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar terhadap jemaatnya. Pendeta
disiapkan melalui pendidikan akademis khusus untuk menjadi pelayan khusus dalam gereja.
Pendeta berfungsi di bidang motivasi dan refleksi teologis. Seorang pendeta harus kritis dalam
menghadapi pergolakan dunia masa kini. Pendeta juga disiapkan untuk membina warga menjadi
jemaat yang missioner. Oleh karenanya, seorang pendeta dituntut memiliki ketrampilan khusus,
berpendidikan teologia yang matang sehingga di dalam memberikan refleksi teologis pendeta
mampu menjawab persoalan yang timbul dalam setiap situasi.13
1.2 Status Pendeta
Status pendeta dalam jemaat berbeda-beda, sesuai dengan struktur organisasi yang
berlaku dalam masing-masing gereja. Namun yang terlihat di banyak gereja saat ini, pendeta
mempunyai kedudukan yang penting. Tidak hanya berfungsi sebagai penginjil atau gembala saja,
tetapi pendeta juga banyak terlibat dalam kegiatan organisasi gereja tersebut.
Pendeta diakui sebagai pelayan khusus dalam gereja karena ada tugas pelayanan yang
hanya boleh dilakukan oleh pendeta. Dan kebanyakan warga gereja menganggap bahwa seorang
pendeta adalah seorang pemimpin yang mampu mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam
12
Dr. Ch. Abineno, Sekitar Teologi Praktika 1, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1968), 79. 13
Matimoe, “Pembangunan Jemaat Missioner”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), hal. 238
6
jemaat. Oleh karena tugas khusus itu, maka pendeta harus mendapat perhatian khusus pula.Pada
akhirnya, banyak orang justru menilai pendeta itu bukan pada kemampuannya untuk berkhotbah,
mengajar, atau membimbing, tetapi pada kesanggupannya untuk mengelola gerejanya secara
mulus dan efisien.14
Pendeta adalah anggota sidi jemaat yang dipanggil oleh Tuhan Yesus Kristus melalui
pendidikan teologia dan ditahbiskan menjadi pelayan khusus penuh waktu sebagai pendeta guna
memikirkan dan mengembangkan teologia dalam kehidupan kepemimpinan pelayanan Gereja
bersama-sama dengan pelayan khusus lainnya.15
1.3 Fungsi Pendeta
Fungsi pendeta adalah sebagai: Gembala, Guru dan Pemimpin. Pertama, sebagai
Gembala tugasnya menjadi teladan; mendorong dan membimbing warga jemaat yang baik
secara perorangan membuat secara bersama-sama agar bertumbuh menjadi semakin dewasa dan
mandiri. Perkunjungan; Mengunjungi warga jemaat di tempat kediaman atau di tempat kerja
masing-masing. Memberikan perhatian; kepada kehidupan keluarga warga jemaat, warga jemaat
yang berduka, yang sedang berkabung, yang sedang sakit, yang terancam kekurangan sandang,
pangan dan papan, yang ditahan atau dipenjara. Mendampingi; warga jemaat yang sedang
menghadapi kesulitan di rumah tangga, di lingkungan masyarakat sekitar atau di tempat kerja
guna membantu mencapai jalan keluar, serta menyimpan kerahasiaan yang menyangkut pribadi-
pribadi warga jemaat dengan sebijaksana mungkin. Memberikan pengertian tentang
persembahan syukur serta mendorong jemaat untuk memberikan persembahan.
14
George Barna, “Memasarkan Gereja”, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1988), 8. 15
Moderamen GBKP, “Tata Gereja GBKP Edisi Sinode 2005-2015”, Kabanjahe: Abdi Karya, 2010), 9.
7
Tugas kedua seorang pendeta adalah sebagai Guru, yang mengajar dan mendidik; anak-
anak, remaja serta calon anggota sidi sehingga tumbuh menjadi warga jemaat mandiri dalam
iman, serta prilaku kristiani. Melakukan pengajaran dan pembinaan agama secara terus menerus
kepada warga jemaat yang telah dibabtis dewasa dan anggota yang menerima sidi. Memberi
teladan, bimbingan dan petunjuk kepada jemaat agar dapat mewujudkan, kesaksiann persekutuan
dan pelayanan cinta kasih ke tengah masayarakat yang secara terus menerus berubah dan
berkembang.16
Ketiga, sebagai Pemimpin, yang menjadi nara sumber, membina Majelis Jemaat,
Pengurus Persekutuan Kategorial dan unit-unit pelayanan lainnya dalam kegiatan kesaksian,
persekutuan dan pelayanan. Menjalankan dan melaksanakan peraturan-peraturan lainnya,
mengadakan pembagian tuagas dan melaksanaknnya serta menjalankan tugas-tugas khusus
lainnya. Mengingatkan Badan Pengurus (BP) Majelis Jemaat untuk mengawasi dan
mengevaluasi program-program yang telah ditetapkan Sidang Majelis. Turut serta dalam
perencanaan pemasukan dan perencanaa pengeluaran serta kebijaksanaan lainnya dalam bidang
keuangan.17
Pendeta menjalankan tugas dan peraturan tersebut di atas berdasarkan pembagian kerja
dengan pelayan khusus lainnya, pembagian kerja ditetapkan oleh majelis jemaat yang
bersangkutan dengan memperhatikan wewenang dan tugas masing-masing pelayan khusus.18
Penugasan pendeta GBKP adalah melayani jemaat, pelayanan jabatan struktural gereja,
Pelayanan di Persekutuan Kategorial dan unit-unit pelayanan lainnya, serta pelayanan di luar
gereja. GBKP sendiri memiliki syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi agar dapat melayani
16
Ibid., 9 17
Ibid., 10 18
Ibid., 10
8
GBKP sebagai pendeta. Syarat-syarat tersebut adalah pertama, pendeta harus menampakkan sikap
iman dalam kelakuan hidup dan memiliki karunia kepemimpinan melayani. Kedua,
menyelesaikan pendidikan Teologia dengan baik pada lembaga pendidikan Teologia yang diakui
oleh GBKP. Ketiga, bagi warga jemaat yang memiliki pendidikan minimal S1 dari berbagai
disiplin ilmu merasa terpanggil menjadi Pendeta, dapat diterima setelah melalui penyaringan dan
pendidikan khusus yang dilaksanakan oleh Moderamen GBKP atau instansi/institusi yang ditunjuk
oleh Moderamen GBKP. Keempat, maksimum umum 40 tahun pada saat ditahbiskan. Kelima,
menjalani masa orientasi dan praktek (vicarist) sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, di bawah
bimbingan Majelis Jemaat, BP Klasis atau Pendeta yang ditunjuk oleh Moderamen GBKP.
Orientasi ini meliputi pengenalan organisasi, administrasi, Kehidupan GBKP, bahasa dan budaya
Karo. Vicar wajib membuat laporan secara periodik kepada Majelis Jemaat setempat, BP Klasis
dan Pendeta Pembimbing, untuk dievaluasi dan dijadikan sebagai bahan acuan pemberian
rekomendasi penahbisan. Keenam, ditahbiskan setelah mendapat rekomendasi dari Majelis
Jemaat, BP Klasis dan Pendeta Pembimbing. Persyaratan yang terakhir, yakni ketujuh adalah
Perekrutan Pendeta berorientasi kepada kebutuhan (dalan kwalitas dan kwantitas).19
19
Ibid.,11
9
2. Gambaran Umum GBKP Runggun Semarang
2.1 Sejarah
Sejak tahun 1950-an, mulai banyak kaum muda Batak Karo yang merantau ke Pulau
Jawa. Pada umumnya mereka merantau untuk bekerja dan melanjutkan pendidikan di beberapa
kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Semarang. Orang-orang Batak Karo yang
merantau pada umumnya merupakan jemaat GBKP di daerah asalnya. Oleh karena itu, mereka
terdorong untuk mendirikan GBKP di daerah perantauan, dan salah satunya ialah GBKP
Semarang.
GBKP Semarang berdiri melalui proses yang cukup panjang oleh orang Batak Karo yang
datang ke Semarang pertengahan 1970-an. Pada tahun 1981 dibentuklah oleh mereka “Panitia
Lima”, yang beranggotakan 5 orang untuk membuat persekutuan orang-orang Karo yang
beragama Kristen Protestan di daerah Semarang. Mereka di antaranya ialah: Peni Barus, Drs.
Kopon Sembiring, Bp. Arma Sembiring, Mimpin Br Tarigan, dan Nd. Elkana Sitepu (Alm).
Panitia Lima inilah yang mencari gedung gereja dan mengatur jalannya kebaktian.
Ibadah GBKP Runggun Semarang pertama kalinya diadakan pada tanggal 19 Juni 1983,
pukul 17.00 WIB. Mereka meminjam gedung gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)
Semarang yang berlokasi di Jalan Kertanegara, sebagai tempat untuk menjalankan ibadah setiap
minggunya. Hal itu berlangsung selama dua tahun, dari 1983-1985 dimana GBKP Semarang
pada waktu itu masih berada di bawah naungan GBKP Yogyakarta. 20
20
Hasil wawancara dengan Pnt. Em. Bp. L.S, selaku penatua emeritus, yang dituakan di GBKP Semarang,
pada hari Minggu, 16 Juni 2013, pada pukul 12.30 WIB.
10
Anggota perpulungan21
tidak bergabung dalam kebaktian yang dilakukan oleh jemaat
HKBP Semarang. Mereka hanya menumpang beribadah di gedung gereja yang ada, sedangkan
kebaktiannya dilakukan menurut tata cara peribadahan GBKP. Jemaat HKBP Semarang
melaksanakan ibadah pada pukul 09.00-11.00 WIB, sedangkan anggota perpulungan
melaksanakan ibadah pada pukul 15.00-17.00 WIB. Pihak HKBP Semarang memberi tanggapan
yang baik dengan mengizinkan anggota perpulungan beribadah di gereja itu. Selama
menumpang beribadah di HKBP Semarang, anggota perpulungan mulai mengadakan
pembicaraan untuk merencanakan pendirian gereja sendiri dengan mengumpulkan dana secara
swadaya.22
Rumah ibadat jemaat GBKP Semarang resmi dibangun pada tanggal 20 Agustus
1986 yang terletak di daerah Semarang Selatan, tepatnya di jalan Semeru Dalam I, di daerah
kelurahan Karang rejo, kecamatan Gajah Mungkur, RT 07/ RW 05.
Kehadiran GBKP di Semarang telah membuat orang-orang Batak Karo Protestan di
Semarang merasa senang karena memiliki gedung gereja sendiri dengan konsep peribadahan
yang akomodatif terhadap kebudayaan Batak Karo. Hal ini sejalan dengan sifat GBKP sebagai
gereja kesukuan. Oleh karena itu, orang-orang Batak Karo Protestan yang datang belakangan di
Semarang juga tidak mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan tata cara peribadahan
di GBKP Semarang.23
2.2 Keanggotaan GBKP Runggun Semarang
Dalam tata kelola gereja yang didasarkan pada sistem presbiterian sinodal, majelis gereja
merupakan lembaga tertinggi. Di gereja GBKP, termasuk GBKP Semarang, majelis gereja
disebut majelis runggun, yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota serta bagian
21
Perpulungan adalah sebutan atas persekutuan jemaat dalam Gereja Batak Karo Prostestan. 22
Hasil wawancara dengan Pnt. Bp. D.G, selaku Ketua Majelis Jemaat Runggun GBKP Semarang, pada
hari Minggu, 16 Juni 2013, pada pukul 12.30 WIB. 23
Ibid,.
11
diakonia, Moria (kaum ibu), Mamre (kaum bapak), Permata (kaum muda-mudi), dan KA/KR
(anak dan remaja).
Setiap lima tahun sekali diadakan sidang Sinode yang diikuti oleh majelis runggun
GBKP se-Indonesia. Hal tersebut merupakan kebijakan dari Moderamen GBKP Pusat untuk
membuat runggun GBKP di berbagai daerah menjadi lebih matang, terutama dalam hal
pelayanan jemaat. Dalam pertemuan ini dibicarakan tentang rotasi tugas pendeta, kondisi
keuangan GBKP, dan perluasan wilayah pelayanan rohani.24
Secaraumum keanggotaan jemaat GBKP Semarang mengalami pertumbuhan setiap
tahun. Terdata sampai tahun 2012, jemaat GBKP Semarang terdaftar 24 KK (kepala keluarga)
dan 164 anak Permata. Ada yang sudah berdomisili sejak lama bahkan sebelum GBKP
Semarang dibentuk, ada juga yang berasal dari daerah lain seperti Jawa maupun luar Jawa, yang
kemudian berpindah tugas atau sedang melanjutkan pendidikan di daerah Semarang dan
sekitarnya. Kehadiran jemaat setiap minggunya mencapai 80% - 90% dari jumlah terdaftar.25
Semua anggota tersebar hampir di semua pelosok Semarang, termasuk di daerah Salatiga.
Di Salatiga juga ada Persekutuan Permata sektor Salatiga yang dibentuk untuk memfasilitasi
para mahasiswa/i Karo yang berasal dari luar pulau yang merupakan anggota jemaat GBKP dan
ingin beribadah dengan orang-orang suku Batak Karo khususnya yang sedang melanjutkan
pendidikan di Salatiga.
24
Hasil wawancara dengan Pnt. Em. Bp. L.S, selaku penatua emeritus, yang dituakan di GBKP Semarang,
pada hari Minggu, 16 Juni 2013, pada pukul 12.30 WIB. 25
Hasil wawancara dengan Pnt. Bp. D.G, selaku Ketua Majelis Jemaat Runggun GBKP Semarang, , pada
hari Minggu, 16 Juni 2013, pada pukul 12.30 WIB.
12
2.3 Pekerjaan Anggota Jemaat GBKP Runggun Semarang
Majunya sebuah gereja seringkali dilihat dari pemasukan berdasarkan persembahan
warga jemaat, sehingga dapat menunjang pembangunan gereja dan mendukung pelayanan gereja.
Di bawah ini akan didaftarkan jenis pekerjaan jenis anggota jemaat.
Tabel 1.1 Jenis Pekerjaan Anggota Jemaat GBKP Runggun Semarang26
Jenis pekerjaan Jumlah Persentase
Pegawai Negeri Sipil 5 orang 3,5 %
TNI/POLRI 2 orang 1,5 %
Wiraswasta 20 orang 15%
Pelajar/Mahasiswa 164 orang 80%
2.4 Data Keuangan jemaat GBKP Runggun Semarang
Tabel 1.2Rekapitulasi Penerimaan Dan Pengeluaran Per Bulan, Tahun 201127
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
BULAN
SALDO AWAL
JANUARI
FEBRUARI
MARET
APRIL
MEI
JUNI
JULI
AGUSTUS
SEPTEMBER
OKTOBER
NOVEMBER
DESEMBER
SALDO AKHIR
PENERIMAAN
Rp 31.278.500
Rp 11.604.500
Rp 15.659.000
Rp 15.611.425
Rp12.701.100
Rp 9.738.000
Rp 17.104.500
Rp 19.443.500
Rp 8.973.200
Rp 12.292.600
Rp 11.578.500
Rp 15.950.000
Rp 181.934.825
PENGELUARAN
Rp 9.228.960
Rp 17.205.700
Rp 14.835.095
Rp 14.105.750
Rp 13.400.520
Rp 9.459.825
Rp 12.463.665
Rp 12.736.950
Rp 11.234.110
Rp 10.593.520
Rp 19.724.835
Rp 32.859.107
Rp 117.848.037
SALDO
Rp 34.462.382
Rp 56.511.922
Rp 50.910.722
Rp 51.734.627
Rp 53.240.302
Rp 52.819.057
Rp 52.459.892
Rp 57.459.892
Rp 64.166.442
Rp 61.905.532
Rp 63.604.612
Rp 55.458.277
Rp 38.549.170
Rekapitulasi penerimaan dan Pengeluaran
26
Data Statistik Pekerjaan Jemaat GBKP Runggun Semarang2007-2012. 27
Laporan: “Musyawarah Ngawan GBKP Runggun Semarang”. Semarang, 25 Maret 2012.
13
Kas Runggun GBKP Semarang Per 31 Desember 2011
Penerimaan Tahun 2010
1. Saldo kas 1 Januari 2011 Rp. 34.462.382
2. Pendapatan tahun 2011 Rp. 181.934.825
Jumlah Rp. 216.397.207
Pengeluaran Tahun 2010
1. Setoran ke Klasis Rp. 38.963.770
2. Pengeluaran Intern Runggun Rp. 138.884.267
Jumlah Rp. 117.848.037
Sisa saldo per 31 Desember 2011 Rp. 38.549.170
Semarang, Maret 2012
3. Kendala-kendala Dalam Pemanggilan Pendeta
GBKP Semarang sudah berdiri sejak 30 tahun yang lalu, faktanya belum pernah ada
pendeta tetap yang melayani di GBKP Semarang sampai saat ini. Sesuai dengan hasil wawancara
yang telah dilakukan penulis dengan 6 orang majelis, 1 ketua Permata dan juga beberapa jemaat
yang paham dengan situasi dan kondisi GBKP Semarang, maka pendapat mereka menyatakan
bahwa sangat diperlukan keberadaan pendeta di GBKP runggun Semarang. Penulis akan
14
memaparkan beberapa alasan-alasan mengapa sampai saat ini jemaat GBKP Semarang belum
memiliki pendeta tetap untuk melayani.
3.1 Belum Ada Upaya Pemanggilan Pendeta ke GBKP Runggun Semarang.
Dari hasil wawancara Pt. KK28
menyatakan bahwa dari dulu belum pernah ada upaya
dalam pengadaan pendeta karena jumlah jemaat yang masih minim dan pemasukan keuangan
yang masih minim pula. Dalam hal penempatan pendeta, tata gereja GBKP menyatakan bahwa
penempatan pendeta adalah berorientasi pada kebutuhan jemaat. Bukan hanya karena keuangan
tapi pada konteks lokal jemaat. Seiring berjalannya waktu, saat ini semakin banyak jumlah
mahasiswa dalam hal ini Permata yang melanjutkan studi ke Semarang dan orang tua Karo yang
bekerja dan menikah di Semarang, maka warga jemaat Karo semakin banyak dan kebutuhan
pelayanan semakin mendesak.
3.2 Jumlah Jemaat yang Sedikit
Pnt. Em. Bp. L.S29
mengemukakan bahwa jemaat GBKP Semarang saat ini hanya terdiri
dari 24 KK, dan yang aktif hanyalah 15KK. Begitu juga dengan Permatayang terdaftar 164
orang, dan yang aktif sekitar 90-100 orang. Pendeta nanti dikuatirkan tidak cukup mempunyai
pekerjaan karena jumlah jemaat yang . Terhadap alasan ini penulis berpendapat, bahwa tidaklah
terlalu tepat, karena kebutuhan akan sosok seorang pendeta yang benar-benar memberikan
waktunya untuk melayani jemaat, khususnya terhadap Permata yang jumlahnya semakin banyak.
Pendampingan juga akhir-akhir ini mulai dibutuhkan oleh jemaat, karena tingkat
kehadiran/keaktifan jemaat yang menurun dalam ibadah dan kegiatan-kegiatan gerejawi lainnya.
28
Hasil wawancara dengan Pt. KK di Semarang, Minggu 16 juni 2013 29
Hasil wawancara dengan Pnt. Em. Bp. L.S, selaku penatua emeritus, yang dituakan dan dijadikan sebagai
penasehat di GBKP Semarang, pada hari Minggu, 16 Juni 2013, pada pukul 12.30 WIB.
15
Dengan melihat perkembangan dan tingkat kebutuhan maka jemaat sangat membutuhkan
pendeta dalam melayani jemaat. Tugas dan fungsi pendeta sangat besar. Menurut Abineno,
jabatan pendeta merupakan jabatan gembala sebagai pemberita injil. Pemberita injil adalah
pembantu rasul yang mengajar, membabtis, dan mengatur gereja. Jabatan pendeta tetap dan
dianggap berperan penting dalam gereja.30
Selain jabatan ada juga fungsi pedeta yang sangat
penting yaitu fungsi sebagai Gembala yang bertugas menjadi teladan, mendorong dan
membimbing warga jemaat yang baik secara perorangan membuat secara bersama-sama agar
bertumbuh menjadi semakin dewasa dan mandiri. Sebagai gembala juga melakukan
perkunjungan kerumah-rumah warga. Dengan demikian jemaat dilayani dan kebutuhan akan
perkembangan iman terpenuhi. Jemaat akan semakin rindu dan butuh bersekutu jika kebutuhan
mereka terlaksana dengan baik.
3.3 Adanya Konflik Dalam Tubuh Majelis dan Jemaat.
Seorang majelis yang berinisial RG, menyatakan bahwa kehadiran seorang pendeta
harusnya diadakan dari dulu, karena banyak konflik yang terjadi antara majelis dengan majelis,
majelis dengan jemaat, dan antara jemaat sendiri, tetapi tidak ada yang menengahi dan yang
memberikan solusi untuk masalah yang terjadi. Dalam penempatan pendeta juga terdapat konflik
dan ketidaksepakatan. Ada yang setuju dan ada yang tidak. Dalam hal ini seringkali terjadi
kesenjangan di lingkungan jemaat GBKP Semarang dan menyebabkan kehadiran jemaat tertentu
di kegiatan gereja menjadi timbul-tenggelam. Menurut beliau juga, pelayanan ke tiap-tiap rumah
tangga juga sangat dibutuhkan untuk melakukan pendampingan terhadap keluarga yang
bermasalah. Pelayanan seperti ini terbatas untuk seorang majelis, karena majelis sendiri tidak
bisa melayani di gereja dengan penuh waktu. Misalnya, keluarga, pekerjaan dan juga
30
Ch. Abineno, “Penggembalaan”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), hal. 104
16
kepentingan lainnya yang membuat pelayanan majelis sangat terbatas.31
Hal serupa juga
dikatakan oleh PG32
, berpendapat bahwa tanpa kehadiran seorang pendeta tetap di GBKP
Semarang, pelayanan dianggap kurang maksimal, karena kurang pendampingan terhadap majelis
jemaat, pengurus badan kategorial khususnya, dan jemaat pada umumnya.33
Pada kendala ini sesuai dengan fungsi sebagai gembala yang merawat domba-dombanya
dengan penuh kasih dan menjadi teladan bagi jemaatnya, merupakan gambaran dari Perjanjian
Baru yang menghadirkan keberadaan Allah, yang dipanggil sebagai pelayan (1 dan 2 Timotius).
Sebagaimana Allah mengunjungi pasangan yang Dia ciptakan di Taman Eden, sebagaimana
Tuhan Yesus berkunjung pada saat Dia menjadi manusia, demikian halnya juga pendeta dalam
kunjungannya terhadap jemaat-jemaatnya.
Sesuai fungsi kedua pendeta adalah sebagai Guru, yang bertugas sebagai pengajar dan
pendidik; anak-anak, remaja serta calon anggota sidi sehingga tumbuh menjadi warga jemaat
mandiri dalam iman, serta perilaku jemaat GBKP Semarang yang mencerminkan pengikut Yesus
Kristus yang dapat saling mengasihi dan mengampuni. Sehingga konflik dalam tubuh gereja
dapat terselesaikan dengan baik. Pendeta menjadi penengah serta menjelaskan sekaligus
mempraktekkan hukum kasih dalam pelayanannya. Pengikut Kristus berarti juga mau mengikuti
pola hidup Yesus yang rela mengorbankan diri-Nya demi kebaikan dan kepentingan orang
banyak. Demikian halnya majelis dan jemaat agar mau merendahkan hati untuk saling
mengampuni.
31
Hasil wawancara dengan Dk. R.G, selaku Bendahara Majelis GBKP Runggun Semarang, Minggu, 16
Juni 2013, pada pukul 13.00 WIB 32
Hasil wawancara dengan PG, selaku Ketua Permata GBKP Semarang, Minggu, 19 Mei 2013, pada
pukul 11.30 WIB. 33
Ibid
17
Fungsi ketiga dari pendeta adalah sebagai sebagai Pemimpin, yang menjadi nara sumber,
membina Majelis Jemaat, Pengurus Persekutuan Kategorial dan unit-unit pelayanan lainnya
dalam kegiatan kesaksian, persekutuan dan pelayanan. Menjalankan dan melaksanakan
peraturan-peraturan lainnya, mengadakan pembagian tugas dan melaksanaknnya serta
menjalankan tugas-tugas khusus lainnya. Dalam hal ini majelis dan pendeta dapat berbagi tugas
pelayanan dijemaat. Ia harus mampu untuk melayani sekaligus memimpin dan mengajar
jemaatnya mengenai kebenaran Firman Tuhan, perilaku yang benar, cara bersikap, berpikir dan
berkata-kata. Pendeta juga harus menjadi teladan bagi banyak orang, tak peduli berapa-pun usia
sang pendeta, masih muda ataukah ia sudah tua, yang jelas ia harus bisa menjadi teladan,
bersikap dewasa dan mampu berpikir secara matang.
3.4 Kendala lainnya adalah GBKP Semarang tidak mampu mencukupi kebutuhan
keuangan pendeta.
Dari hasil wawancara, Pt. BJG34
menyatakan bahwa selain jumlah jemaat yang sedikit
dan pemasukan yang tidak banyak maka pendeta tidak akan tercukupi kebutuhan keuangannya.
Sehigga sampai saat ini belum penting kehadiran pendeta di jemaat ini. Sementara hasil
waawancara dengan PG, Pt. Em. LS, Pt. KK maka kehadiran pendeta justeru sangat penting bagi
perkembangan jemaat. Hal serupa juga dikatakan oleh PG35
, bahwa tanpa kehadiran seorang
pendeta tetap di GBKP Semarang, pelayanan dianggap kurang maksimal, karena kurang
pendampingan terhadap majelis jemaat, pengurus badan kategorial khususnya, dan jemaat pada
umumnya.36
34
Wawancara dengan Pt. BJG Semarang Juni 2013 35
Hasil wawancara dengan PG, selaku Ketua Permata GBKP Semarang, Minggu, 19 Mei 2013, pada
pukul 11.30 WIB. 36
Ibid
18
Padahal dari segi dana, sudah ada kesadaran warga untuk mendukung dana pelayanan
gereja, pengucapan syukur, secara spontanitas warga atas berkat Tuhan yang dialami semakin
banyak, kekuatan dana terlihat pembangunan fisik (gedung gereja, gedung KA/KR), semangat
gotong royong yang tinggi dalam pengumpulan dana; cukup banyak yang potensial siap
mendukung dana bila dengan program yang jelas dan berprospek baik; kadang-kadang masih ada
bantuan dari gereja mitra luar negeri.37
Data keuangan Gereja GBKP Rg. Semarang pada tahun 2011 berdasarkan sidang jemaat
tahunan saldonya surplus sebesar Rp. 38.549.170.38
Dengan melihat fakta ini, maka
menghadirkan pendeta dalam jemaat tidak perlu kuatir akan kebutuhan keuangan pendeta.
Ditambah lagi bahwa Sinode GBKP sendiri yang membayar gaji tiap pendeta di seluruh
Indonesia. Hanya saja ada kewajiban setiap runggun/jemaat untuk membantu finansial pendeta
sesuai dengan kesepakatan yang ada dan ditambah dengan persembahan ucapan syukur dari
jemaat untuk kesejahteraan pendeta beserta keluarga.. Tidak ada unsur paksaan, tapi disesuaikan
dengan kemampuan jemaat. Hal ini dibahas dalam sidang Majelis yang dilakukan sebulan sekali.
Pendeta memiliki tugas dan peranan penting dalam jemaat GBKP Runggun Semarang.
Pendeta berperanbukan hanya dalam hal mengkhotbahi jemaatnya, namun juga sebagai
motivator, pembimbing rohani, guru, dan teladan. Dengan demikian, pendeta hendaknya selalu
berada dalam tiga posisi, yakni didepan sebagai teladan, disamping sebagai tdran eman dan
dibelakang sebagai motivator,dimana-pun dan kapan-pun ia berada.
37
PKPW GBKP, “Dikembangkan Untuk Mengembangkan” (Jakarta: Pustaka Sora Mido, 2004), 39. 38
Sesuai dengan hasil musyawarah Jemaat GBKP runggun Semarang, 25 Maret 2013.
19
4. Penutup
Pada bagian ini akan dituliskan kesimpulan penelitian dan saran-saran yang diberikan
kepada jemaat dan majelis GBKP Runggun Semarang.
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara dan analisis di atas, maka, penulis menarik beberapa
kesimpulan. Pada dasarnya lebih banyak majelis dan warga yang menghendaki kehadiran
seorang pendeta tetap di jemaat. Secara formal kendala yang diajukan oleh majelis jemaat
adalah : masih sedikitnya warga yang juga berdampak rendahnya penerimaan finansial jemaat,
dan kekuatiran bahwa pendeta kelak kekurangan pekerjaan/pelayanan. Mengingat keinginan
warga sangat kuat, dan kebutuhan pelayanan yang semakin mendesak, maka alasan jumlah
warga serta rendahnya pendapatan bukanlah alasan yang bias dibenarkan maupun sesungguhnya.
Peranan ketua majelis jemaat sangat sentral dalam pengambilan keputusan majelis. Ketua
majelis satu-satunya yang tak bersedia diwawancarai. Penulis berkesimpulan bahwa ada
keengganan ketua majelis melepaskan pengaruhnya, sehingga soal pemanggilan pendeta terus
tertunda, sebab bilamana sudah ada pendeta maka pengaruhnya akan berkurang.
4.2 Saran
Oleh sebab itu,melalui tulisan ini penulis menyarankan beberapa hal kepada majelis dan
jemaat GBKP Semarang agar lebih memperhatikan kebutuhan jemaat terhadap hadirnya seorang
pendeta tetap. Hal ini juga sebagai tindak lanjut dari penelitian yang telah dilakukan di wilayah
pelayanan GBKP Semarang.
20
1. Perlu adanya pemahaman terhadap keberadaan dan peran seorang pendeta di dalam
sebuah jemaat. Jemaat tidak hanya membutuhkan keberadaan pendeta pada saat khotbah
dalam ibadah Minggu atau pada saat acara khusus seperti Baptis Anak dan Dewasa, atau
Perjamuan Kudus dan pemberkatan perkawinan. Pendeta dalam hal ini dipanggil sebagai
pelayan yang melayani jemaat secara holistik. Pendeta diharapkan dapat menjadi
gembala (menjadi teladan), guru (yang mengajar dan mendidik), pemimpin (yang
menjadi nara sumber) yang mengacu pada pengajaran dan praktek pelayanan Yesus
Kristus berdasarkan kasih.
2. Majelis (Penatua dan Diaken) GBKP Semarangharus menyadari betapa pentingnya
pendeta sebagai pelayan yang dibutuhkan oleh jemaat. Majelis hendaknya mendengar
dan memperhatikan apa yang menjadi harapan dan kebutuhan jemaat. Dengan demikian
pelayanan yang diberikan terhadap jemaat lebih maksimal, baik dalam hal memberitakan
firman Tuhan, memberikan perhatian khusus, mendampingi jemaat yang sedang
bermasalah dan perkunjungan terhadap warga jemaat yang sedang mengalami kesulitan.
3. Perlu adanya diskusi antar Majelis dan jemaat untuk membahas mengenai kebutuhan
keuangan pendeta. Sehingga majelis tidak perlu khawatir akan kebutuhan finansial
pendeta nantinya dan jemaat juga memahami apa tugas dan tanggungjawabnya dalam
menyokong keuangan gereja.
4. Majelis perlu memberi ruang bagi jemaat untuk menyampaikan masukan dan pendapat
akan kebutuhan mereka saat ini, sehingga apa yang menjadi kebutuhan warga jemaat
akan terpenuhi. Dalam hal ini perlu adanya usaha majelis GBKP Runggun Semarang
untuk pengadaan kehadiran pendeta tetap yang melayani jemaat kepada ke klasis dan
Sinode GBKP.
21
DAFTAR PUSTAKA
Abineno, Ch. Jemaat. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986.
_______,Penggembalaan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986.
_______, Sekitar Teologi Praktika 1. Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1968.
Barna,George. Memasarkan Gereja. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1988.
Bolkestein, M.H. Azaz-Azaz Hukum Gereja.Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1968.
Dahlenbrug, G. D. Siapakah Pendeta itu? Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.
Hartono, Chris. Memahami dan Menghayati Kehidupan Jemaat Sekuler. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1977.
Kuhl, Dietrich. Sejarah Gereja Mula-Mula. Batu: YPPII, 1998.
Lumbantobing, Andar.Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak. Jakata: BPK Gunung
Mulia, 1996.
Matimoe, D.R. Pembangunan Jemaat Missioner. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978.
Moleong, Lexy.Metodologi Penelitian. Jakarta: Balai Aksara, Yudhistira, Sadiyah, 1983.
Nazir, Mohammad.Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
PKPW GBKP. Dikembangkan Untuk Mengembangkan. Jakarta: Pustaka Sora Mido, 2004.
Riemer, G. Jemaat Yang Hidup. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1994.
Rowley, H, H. Ibadat Israel Kuno. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983.
Sarosa, Samiaji. Penelitian Kualitatif; Dasar-dasar. Jakarta: PT Indeks, 2012.
Strauch, Alexander. Diaken Dalam Gereja: Penguasa atau Pelayan. Yogyakarta: Penerbit
ANDI, 2008.
_______________.Kepenatuaan. Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2008.
Tata Gereja GBKP Edisi Sinode 2005-2015. Kabanjahe: Abdi Karya, 2010.
Wals, Edgar. Bagaimana Mengelola Gereja Anda. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
22
Wahono, Wismoady S, F. Ukur.Tabah Melangkah STT ke 50. Jakarta: STT Jakarta, 1984.
Yang , Liem Khiem. Pendeta, Ensiklopedia Nasional Indonesia, V.12. Jakarta: Cipta Adi
Pustaka, 1990.