KERAGAMAN BAKTERI DARI BEBERAPA JENIS RIZOSFER
DAN BAHAN ORGANIK SERTA EFEKTIFITASNYA TERHADAP
PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA KENTANG
SECARA IN-VITRO
THE DIVERSITY OF BACTERIA, ISOLATED FROM SEVERAL
RHIZOSPHERE AND ORGANIC MATTERS AND THEIR
EFFECTIVITY TO WILT DISEASE PATHOGENS OF POTATO
IN VITRO
SRI SUKMAWATI
PROGRAM STUDI SISTEM-SISTEM PERTANIAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
KERAGAMAN BAKTERI DARI BEBERAPA JENIS RIZOSFER
DAN BAHAN ORGANIK SERTA EFEKTIFITASNYA TERHADAP
PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA KENTANG
SECARA IN-VITRO
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Sistem-Sistem Pertanian
Disusun dan diajukan oleh
SRI SUKMAWATI
Kepada
PROGRAM STUDI SISTEM-SISTEM PERTANIAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
T E S I S
KERAGAMAN BAKTERI DARI BEBERAPA JENIS RIZOSFER
DAN BAHAN ORGANIK SERTA EFEKTIFITASNYA TERHADAP
PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA KENTANG
Disusun dan diajukan oleh
SRI SUKMAWATI
Nomor Pokok P0100210018
Dinyatakan Memenuhi Syarat Melakukan Ujian Tesis
Menyetujui Komisi Penasehat,
Pembimbing 1
Prof. Dr. Ir. Baharuddin, Dipl. Ing.Agr. NIP : 19601224 198601 1 001
Pembimbing 2
Prof. Dr. Ir. Tutik Kuswinanti, M.Sc NIP : 19650316 198903 2 002
Menyetujui,
Ketua Program Studi Sistem-Sistem Pertanian
Prof. Dr. Ir. Kaimuddin, MS.
NIP: 19600512 198903 1 003
KERAGAMAN BAKTERI DARI BEBERAPA RIZOSFER DAN BAHAN ORGANIK SERTA EFEKTIVITASNYA TERHADAP
Ralstonia solanacearum SECARA IN-VITRO
THE DIVERSITY OF BACTERIA, ISOLATED FROM SEVERAL RHIZOSPHERE AND ORGANIC MATTERS, AND THEIR
EFFECTIVITY TO Ralstonia solanacearum IN-VITRO
Sri Sukmawati,1Baharuddin,2 Tutik Kuswinanti2
1Jurusan Sistem-Sistem Pertanian Pasca Sarjana, Universitas Hasanuddin 2Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat Korespondensi : Sri Sukmawati Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP : 081342747422 Email : [email protected]
Abstrak
Rendahnya produktifitas kentang akibat serangan R. solanacearum yang telah dilaporkan dapat menyebabkan kerugian besar pada berbagai sentral produksi dan ancaman pada daerah target pengembangan kentang di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengisolasi dan mengevaluasi kemampuan isolat bakteri dalam menghambat pertumbuhan R. solanacearum secara in-vitro, dan (2) mengidentifikasi setiap isolat. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar, mulai Juni sampai Desember 2012. Tahapan penelitian meliputi pengambilan sampel dari rizosfer padi, bambu, kentang dan terong belanda, serta bahan organik kerbau belang dan babi, isolasi dan pemurnian, uji dual kultur terhadap R. solanacearum, serta identifikasi isolat unggulan berdasarkan tahapan Schaad (2001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari total 74 isolat bakteri yang diisolasi, hanya 10 isolat yang mampu menghambat pertumbuhan R. Solanacearum yaitu : isolat BT5, KB6, KB11, KB12, KB20, KB22, KB25, KB29 dan KB31. Berdasarkan karakteristik morfologi, fisiologi dan biokimia, isolat bakteri yang diperoleh tergolong dalam genus Pseudomonas, Bacillus, Pantoea, Clostridium dan Coryneform. Kesimpulan yang diperoleh yaitu terdapat keragaman isolat bakteri yang berhasil diisolasi dari rizosfer dan bahan organik, serta memiliki efektivitas yang bervariasi terhadap R. solanacearum. Kata Kunci : Ralstonia solanacearum, Rizosfer tanaman, Bahan organik Abstract
The low productivity of potato in the attack R. solanacearum been reported to cause large
losses in a variety of production and the threat to the central target area potato development in Indonesia. The research were aimed to (1) isolate andevaluate the ability of bacterial isolates in inhibiting the growth of R. solanacearum in-vitro,and (2) identify of each isolate. The research was conducted at Agricultural Biotechnology Laboratory of Hasanuddin University Makassar, from June until December 2012. Soil samples were collected from the rhizosphere of rice, bamboo, potato and locally eggplant (terong belanda), as well as from organic matters of striped buffalo and pig, followed by isolation and purification steps. Furthermore, bacterial isolates were tested to R. solanacearum by dual culture method, and identified according to Schaad (2001). The results showed that from totally 74 bacterial isolates,only 10 isolates were capable in inhibit the growth of R. solanacearum. There are BT5, KB6, KB11, KB12, KB20, KB22, KB25, KB29 dan KB31 isolates. Based on the morphological, physiological and biochemical characters, bacterial isolates are belongs to Genera of Pseudomonas, Bacillus, Pantoea, Clostridium and Coryneform. Their conclusion that there is diversity of bacterial isolates were isolated from the rhizosphere and organic matters, and have varying effectivity as antagonist to R. solanacearum
Key word :Ralstonia solanacearum, Rhizosphere, Organic matter
1
PENDAHULUAN
Rendahnya produktifitas di Indonesia disebabkan oleh teknik budidaya yang
belum optimal, kurangnya ketersediaan bibit yang bermutu dan bersertifikat, serta
serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).Organisme pengganggu tanaman
merupakan faktor pembatas terhadap peningkatan produktivitas tanaman
kentangdi Indonesia. Semangun (2004), melaporkan bahwa salah satu penyakit
pada kentang adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia
solanacearum. Serangan patogen ini dilaporkan dapat menyebabkan kerugian
besar pada berbagai sentral produksi dan ancaman pada daerah target
pengembangan di Indonesia. Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian besar,
karena mengurangi kualitas dan kuantitas umbi kentang antara 43 sampai 78%
(Zulkarnaen, 2007), bahkan dapat mematikan tanaman atau kegagalan panen
(Rukmana, 2007).
Berbagai rekomendasi teknik pengendalian penyakit layu bakteri, akan tetapi
belum memberikan hasil yang optimal. Salah satu upaya pengendaliannya dengan
penggunaan agens hayati yang dapat mengkolonisasi daerah perakaran, sehingga
menghambat perkembangan penyakit.Agens hayati yang dapat digunakan adalah
rizobacteria pada daerah perakaran yang dapat menunjang kesehatan tanaman
melalui pelepasan metabolit sekunder (Mulya et al., 1998).
Penelitian terhadap keberadaan dan keragaman mikroba pada rizosfer
tanaman sehat telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dan
menunjukkan adanya beberapa mikroba yang menyelimuti perakaran tanaman
sehat sebagai pelindung dari serangan patogen penyakit layu (Zulkarnaen, 2007).
Hal ini juga ditemukan pada pertanaman kentang di lapangan, pada perakaran
tanaman sehat telah ditemukan bakteri antagonis seperti Pseudomonas flourences,
Bacillus subtilis (Baharuddin et al., 2007) dan Streptomyces sp. (Tiro, 2007),
bakteri antagonis tersebut berpotensi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri
layu secara In-vitro maupun di pembibitan.
Sebagai daerah pengembangan kentang yang baru, Kabupaten Tana Toraja
yang memiliki potensi menjadi daerah pengembangan tanaman hortikultura
dataran tinggi, karena memiliki iklim dan jenis tanah yang berbeda serta potensi
2
lahannya masih luas berada pada ketinggian mulai 700– 2.889 m dari permukaan
laut (Anonim, 2012). Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengeksplorasi
keragaman bakteri yang berasal dari beberapa rizosfer tanaman dan bahan organik,
yang dapat berasosiasi dengan tanaman kentang sebagai agens hayati terhadap
penyakit layu.
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Minanga, Kecamatan Mengkendek,
Kabupaten Tana Toraja Provinsi Sulawesi Selatan dengan mengumpulkan
6 sampel berasal dari rizosfer tanaman kentang, bambu, padi, terung belanda,
bahan organik kerbau belang dan babi.Selanjutnya dilakukan pengujian di
Laboratorium Bioteknologi Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar. Metode
penelitian ini adalah metode survei lapang dan pengujian secara in-vitro, serta
identifikasi isolat bakteri.
Metode Penelitian
Isolasi Bakteri Patogen Dan Bakteri Antagonis
Bakteri patogen diisolasi dari bagian tanaman yang bergejala dari lapangan.
Selanjutnya dilakukan pemurnian isolat bakteri untuk identifikasi pada media
selektif TTC (Kelment et al., 1954) dan uji efektivitas dengan metode dual
kulturberdasarkan metode Stonier (1960). Bakteri antagonis diisolasi dari
pengenceran 6 sampel dan diinkubasi pada media NGA. Setelah itu dilakukan
pemurnian isolat untuk keperluan uji efektivitas dan identifikasi.
Uji Efektivitas Terhadap R. solanacearum Secara In-vitro
Pengujian efektifitas dilakukan berdasarkan metode dual kultur : Satu isolat
murni bakteri diinokulasikan ke botol balsam berisi media NB cair steril, lalu
dishaker dengan kecepatan 120 rpm selama 3 hari. Setelah itu, sebanyak 1 ml
media cair dimasukkan ke tabung eppendof dan disentrifius selama 10 menit
dengan kecepatan 100 rpm. Lalu supernatan disaring menggunakan filter 0,02 µm
dan dimasukkan ke tabung eppendof berisi larutan khloroform dan supernatan.
Selanjutnya dilakukan pengenceran isolat murni bakteri patogen dan diratakan
3
pada media NGA. Setelah itu kertas saring steril berukuran 0,5 cm dicelupkan ke
tabung eppendoft dan diletakkan pada bagian tengah media yang telah berisi
bakteri patogen (Stonier, 1960). Efektifitas isolat bakteri diukur berdasarkan
diameter penghambatan terhadap R. solanacearum disekitar kertas saring
(Gambar 1).
Identifikasi Bakteri Potensil
Kultur murni bakteri yang diperoleh diamati berdasarkan karakteristik
morfologi dan fisiologi. Karateristik morfologi meliputi penampakan warna
koloni pada media NGA dan fisiologi meliputi reaksigram, pembentukan
endospora, pertumbuhan anaerob, miselium udara, koloni kuning pada media
YDC, Pigmen fluorescen. Tahapan identifikasi karakteristik yang dilakukan
berdasarkan buku identifikasi Schaad et al.,(2001).
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ....................................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................... v
ABSTRACT ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 6
D. Kegunaan Penelitian ............................................................ 7
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kabupaten Tana Toraja ........................................................ 8
B. Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) ........................ 9
C. Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum) .................. 11
D. Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum) .................. 14
E. Teknik Pengendalian Penyakit Layu Secara Hayati ............. 17
F. Mekanisme Mikroba Antagonis ............................................ 18
G. Kerangka Pikir ..................................................................... 22
H. Hipotesis .............................................................................. 23
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat ............................................................... 24
B. Metode Pelaksanaan............................................................ 24
1. Isolasi dan Perbanyakan Bakteri Patogen ........................ 24
2. Penyediaan dan Perbanyakan Cendawan Patogen ......... 24
3. Isolasi Bakteri dari Rizosfer dan Bahan organik ............... 25
4. Uji Penghambatan Terhadap R.solanacearum Secara In-vitro .............................................................................. 25
5. Uji Penghambatan Terhadap F.oxysporum Secara In-vitro .............................................................................. 26
6. Identifikasi Bakteri Antagonis ............................................ 29
a. Karakteristik Morfologi .................................................. 30
b. Karakteristik Fisiologi .................................................... 30
7. Pengujian Kualitatif Secara In-vitro ................................... 32
5
a. Kemampuan Mensekresikan Enzim Ekstraseluler ........ 32
b. Kemampuan Menghasilkan Senyawa HCN .................. 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Isolasi dan Uji Daya Hambat Bakteri antagonis Terhadap R.solanacearum Secara in-vitro ........................................... 34
B. Hasil Uji Daya Hambat Bakteri Potensil terhadap F.oxysporum
Secara in-vitro ....................................................................... 37 C. Hasil Identifikasi Bakteri Rizosfer dan Bahan Organik .......... 43
D. Pengujian Kualitatif Bakteri Potensil ..................................... 53
a. Aktifitas Enzim Ekstraseluler ............................................. 53
b. Aktifitas Senyawa HCN ..................................................... 56
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan ............................................................................ 59
2. Saran ..................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 61
LAMPIRAN...................................................................................... 64
6
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Hasil pengujian daya hambat isolat bakteri terhadap pertumbuhan R. solanacearum secara in-vitro ...............
................................................................................................ 35
2. Hasil pengujian daya hambat isolat bakteri potensil terhadap pertumbuhan F. oxysporum ............................................ ........................................................................................ 38
3. Hasil Identifikas Isolat Bakteri potensil ...................................
........................................................................................ 43
4. Hasil Pengujian Aktivitas Enzim pada Isolat bakteri Potensil .. 54
5. Hasil Pengujian Aktivitas Senyawa HCN pada Isolat Bakteri Potensil ........................................................................... ........................................................................................ 56
7
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) ............................ 9
2. Koloni bakteri pada media selektif dan tanaman yang terserang
R.solanacearum .............................................................. ........................................................................................ 12
3. Batang tanaman kentang yang terinfeksi dan Eksudat bakteri
berupa lendir putih keabu-abuan pada pangkal batang yang terserang R. solanacearum .................................... ........................................................................................ 12
4. Umbi kentang yang terinfeksi bakteri R. solanacearum. ........
................................................................................................ 13
8
5. Makrokonidia, Mikrokonidia, Klamidiospora dari cendawan
F. oxysporum ..................................................................
........................................................................................ 15
6. Gejala tanaman kentang dan umbi yang terserang F.oxysporum
................................................................................................ 17 7. Diagram uji penghambatan isolat bakteri antagonis terhadap
R.solanacearum berdasarkan metode Stonier (1960) ....
........................................................................................ 26
8. Diagram uji penghambatan isolat bakteri antagonis terhadap
F.oxysporum secara Dual Kultur (Fokkema, 1973). ...... ...................................................................................... 27
9. Bagan tahapan identifikasi bakteri ..........................................
................................................................................................ 29 10. Hasil pengujian Daya Hambat pada Isolat Bakteri Terhadap
R solanacearum pada media NA .................................... ........................................................................................ 37
11. Hasil Uji penghambatan isolat bakteri terhadap pertumbuhan
F. oxysporum di media PDA .......................................... ........................................................................................ 40
12. Grafik Daya Hambat Bakteri Potensil Terhadap Pertumbuhan F.oxysporum dengan Pengamatan hari ke 2 – 10 .......... ........................................................................................ 41
13. Uji Gram Bakteri......................................................................
................................................................................................ 45
14. Pengujian Pembentukan Endospora Bakteri .......................... ................................................................................................ 46
15. Pengujian Pertumbuhan Anaerob Bakteri. .............................
................................................................................................ 47 16. Pengujian Koloni Kuning pada Media YDC ............................
................................................................................................ 48
17. Uji aktivitas enzim terhadap isolat bakteri .............................. ................................................................................................ 53
9
18. Hasil Pengujian aktivitas enzim pada isolat bakteri BT5. ........ ................................................................................................ 55
19. Hasil aktivitas senyawa HCN terhadap isolat bakteri potensil .
................................................................................................ 57
10
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Hasil isolasi dan pengujian daya hambat pada 74 isolat bakteri terhadap pertumbuhan R. solanacearum secara in-vitro.
................................................................................................. 64
2. Hasil rata-rata persentase daya hambat bakteri potensil terhadap pertumbuhan F. oxysporum pada media padat. .............
66 3a. Persentase Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil Terhadap
Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke-2. ................... ................................................................................................. 67
3b. Sidik ragam ( ANOVA ) persentase daya hambat isolat bakteri
Potensil Terhadap Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke-2 .................................................................................
........................................................................................................ 67
4a. Persentase Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil Terhadap Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke-4. ...................
........................................................................................................ 68
4b. Sidik ragam ( ANOVA ) persentase daya hambat isolat bakteri Potensil Terhadap Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke-4 .................................................................................
........................................................................................................ 68 5a. Persentase Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil Terhadap
Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke-6. ................... ................................................................................................. 69
5b. Sidik ragam ( ANOVA ) persentase daya hambat isolat bakteri
Potensil Terhadap Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke-6 .................................................................................
........................................................................................................ 69
6a. Persentase Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil Terhadap Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke-8. ...................
........................................................................................................ 70
6b. Sidik ragam ( ANOVA ) persentase daya hambat isolat bakteri
11
Potensil Terhadap Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke-8 .................................................................................
........................................................................................................ 70
7a. Persentase Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil Terhadap Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke-10. .................
........................................................................................................ 71
7b. Sidik ragam ( ANOVA ) persentase daya hambat isolat bakteri Potensil Terhadap Pertumbuhan F.oxysporum pada hari ke-10 ...............................................................................
........................................................................................................ 71 8. Prosedur Uji Antagonis isolat bakteri rizosfer dan bahan organik
terhadap pertumbuhan R. solanacearum pada media NA ........................................................................................ 72
9. Isolat bakteri hasil pengujian daya hambat terhadap
pertumbuhan R. solanacearum di media NA ................. ................................................................................................ 73
10. Isolat bakteri hasil pengujian daya hambat terhadap
pertumbuhan F. oxysporum di media PDA ................... ................................................................................................ 74
11. Prosedur kerja dari reaksi gram dan pembentukan endospora
bakteri ............................................................................. ................................................................................................ 75
12. Pengujian Anaerob pada isolat bakteri. ..................................
................................................................................................ 76 13. Isolat bakteri antagonis. ..........................................................
................................................................................................ 77 14. Prosedur pengujian aktivitas enzim terhadap isolat bakteri ....
................................................................................................ 78 15. Prosedur pengujian aktivitas HCN terhadap isolat bakteri ......
................................................................................................ 78 16. Hasil pengujian enzim ekstraseluler dengan subtrak selulase .......
................................................................................................ 79 17. Hasil pengujian enzim ekstraseluler dengan subtrak Kitinase .......
................................................................................................ 79
12
18. Hasil pengujian produksi HCN ................................................
................................................................................................ 80
19. Komposisi media dan larutan stok .......................................... ................................................................................................ 81
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berjuta
nikmat dan rahmat yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga tesis ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Melalui kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir.
13
Baharuddin, Dipl.Ing.Agr. selaku pembimbing I dan Ibu Prof. Dr. Ir.
Tutik Kuswinanti, M.Sc selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan petunjuk dengan penuh keikhlasan sejak penyusunan
proposal penelitian hingga penyusunan tesis ini.
Ucapan Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Andi Nasaruddin,
M.Sc selaku penguji bersama Dr. Ir. Danial Rahim, M.P. dan Dr. Ir.
Ahdin Gassa, M.Sc, atas sarannya dalam melengkapi kekurangan
tesis ini. Ucapan terima kasih juga kepada seluruh staf jurusan HPT
dan staf PKP (Laboratorium Bioteknologi Pertanian UNHAS) yang
telah banyak memberikan bantuan selama penelitian berlangsung.
Terima Kasih yang sebesar-besarnya penulis persembahkan
kepada kedua orang tua tersayang Prof. Dr. M Djafar Saidi, SH., M.H
dan Rohana Huseng, SH., MH., atas kasih sayang, kesabaran,
motivasi dan doa yang selalu menemani penulis hingga bisa seperti
sekarang ini dan tetap semangat mewujudkan impian. Dan kedua
kakakku Eka Merdekawati dan Arief Kurniawan atas dukungan dan
bantuan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabatku
Rahmawati Arma, Herniwati, Nining Haerani, Serlina, Silvina dan
Maryam yang telah memberi banyak bantuan dan semangat dalam
proses penelitian. Serta semua pihak yang tak dapat saya sebutkan
satu per satu. Terima kasih atas segala bantuannya baik berupa
dukungan moril atau spiritual serta doa yang tulus dan ikhlas demi
14
keberhasilan penulis Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua
kebaikan kalian serta memberikan ampunan, rahmat, serta petunjuk
kepada kita semua dalam menjalani kehidupan ini.
Makassar, Februari 2013
Penulis
ABSTRAK
SRI SUKMAWATI. Keragaman Bakteri Dari Beberapa Rizosfer Dan Bahan
Organik Serta Efektivitasnya Terhadap Patogen Penyebab Penyakit layu
Pada Kentang Secara In-vitro (dibimbing oleh Baharuddin dan Tutik
Kuswinanti).
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengisolasi dan mengevaluasi
kemampuan isolat bakteri dalam menghambat pertumbuhan
15
R. solanacearum dan F. oxysporum secara in-vitro, (2) mengidentifikasi
setiap isolat, (3) menguji secara kualitatif kemampuannya dalam produksi
enzim dan HCN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi
Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar, mulai Juni sampai
Desember 2012. Tahapan penelitian meliputi pengambilan sampel dari
rizosfer padi, bambu, kentang dan terong belanda, serta bahan organik
kerbau belang dan babi, isolasi dan pemurnian, uji dual kultur terhadap R.
solanacearum dan F. oxysporum, serta identifikasi isolat
unggulan berdasarkan tahapan Schaad (2001). Pada tahap akhir
dilakukan uji kualitatif untuk produksi enzim dan asam sianida (HCN).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari total 74 isolat bakteri yang
diisolasi, hanya 18 isolat yang mampu menghambat pertumbuhan
R. solanacearum dan F. oxysporum yaitu : isolat BT5, KB11, KB25, KB26
dan KT9. Berdasarkan karakteristik morfologi, fisiologi dan biokimia, isolat
bakteri yang diperoleh tergolong dalam genus Pseudomonas, Bacillus,
Pantoea, Clostridium, Coryneform, Streptomyces. BT5, KB11 dan KB25
menghasilkan enzim dan HCN yang paling tinggi.
ABSTRACT
SRI SUKMAWATI. The Diversity Of Bacteria, Isolated From Several
Rhizosphere And Organic Matters And Their Effectivity To Wilt Disease
Pathogens Of Potato In-vitro (Supervised by Baharuddin and Tutik
Kuswinanti).
16
The research were aimed to (1) isolate andevaluate the ability of
bacterial isolates in inhibiting the growth of R. solanacearum and
F. oxysporum in-vitro, (2) identify of each isolate and (3) determinetheir
capability to produce extracellular enzymes and the volatile cyanide acid
(HCN).The research was conducted at Agricultural Biotechnology
Laboratory of Hasanuddin University Makassar, from June until December
2012.Soil samples were collected from the rhizosphere of rice, bamboo,
potato and locally eggplant (terong belanda), as well as from organic
matters of striped buffalo and pig,followed by isolation and purification
steps. Furthermore, bacterial isolates were tested to R. solanacearum and
F. oxysporum by dual culture method, and identified according to Schaad
(2001). Production of cellulolytic enzymes and HCN was also conducted
qualitatively..
The results showed that from totally 74 bacterial isolates,only 18
isolates were capable in inhibit the growth of R. solanacearum and F.
oxysporum. There are BT5, KT9, KB11, KB25 and KB26 isolates. Based
on the morphological, physiological and biochemical characters, bacterial
isolates are belongs to Genera of Pseudomonas, Bacillus, Pantoea,
Clostridium, Coryneform and Streptomyces. BT5, KB11 and KB25 isolates
produced highest amount of enzyme and HCN qualitatively.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
17
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian masyarakatnya
bermata pencaharian pada bidang pertanian, salah satunya tanaman
hortikultura. Tanaman hortikultura memberikan kontribusi yang cukup
besar dalam kebutuhan pangan, peningkatan ekspor, peningkatan
pendapatan petani dan pemenuhan gizi keluarga. Salah satu tanaman
hortikultura yang memiliki peluang untuk memenuhi kebutuhan pangan
adalah tanaman kentang (Solanum tuberosum L). Tanaman kentang
memiliki potensi dan prospek yang baik untuk mendukung program
diversifikasi dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan
(The International Potato Center, 2008).
Tanaman kentang berasal dari Amerika Latin daerah pegunungan
Andes di Bolivia dan Peru dan menyebar ke Eropa melalui pedagang
Spanyol. Tanaman kentang masuk ke Indonesia disekitar Cimahi,
Bandung sejak penjajahan Belanda pada tahun 1794. Kentang
berkembang dengan pesat dan menyebar di Brastagi (Sumut), Kerinci
(Jambi), Pangalengan (Jabar), Tengger (Jatim) dan Tana Toraja (Sulsel)
(Idawati, 2012). Di Indonesia kentang difungsikan sebagai sayuran dan
bahan pelengkap menu utama. Tahun 1990-an kebutuhan meningkat saat
restoran cepat saji masuk dengan kentang goreng (Sunarjono, 2007).
Kentang mendapatkan prioritas utama dari pemerintah untuk
dikembangkan. Perkembangan tersebut meliputi peningkatan produksi
benih, pengembangan lahan budidaya dan perbaikan teknologi produksi
kentang (Wattimena, 2006). Baharuddin (2005), menyatakan bahwa
18
usaha yang dilakukan untuk meningkatan produktifitas kentang dimulai
dari penggunaan pupuk yang ramah lingkungan dengan bibit kentang
yang terbebas organisme pengganggu tanaman, serta penguasaan
teknologi baru.
Di Sulawesi Selatan peningkatan produktifitas kentang dilakukan
dengan memperluas daerah target pengembangan kentang (Dinas
Pertanian dan Tanaman Pangan Holtikultura Sulawesi Selatan, 2012).
Salah satu daerah target yaitu Kabupaten Tana Toraja yang memiliki
potensi menjadi daerah pengembangan tanaman hortikultura dataran
tinggi, karena potensi lahannya masih luas yang berada pada ketinggian
mulai 700 m – 2.889 m dari permukaan laut dengan topografi yang
berbukit (Anonim, 2011).
Produktivitas kentang di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 16.51
ton/ha dan pada tahun 2010 menurun menjadi 15.95 ton/ha (BPS, 2011).
Produktivitas kentang di Indonesia masih berada dibawah produktivitas
kentang di Eropa yang mencapai 25 ton/ha (The International Potato
Center, 2008). Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan oleh teknik
budidaya yang belum optimal, kurangnya ketersediaan bibit yang bermutu
dan bersertifikat, serta serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Hidayat (2010) menyatakan pemenuhan kebutuhan bibit kentang
bersertifikat secara nasional hingga kini hanya mencapai 10%, sedangkan
sisanya menggunakan bibit hasil seleksi sendiri yang berkualitas rendah.
19
Menurut Wijoyo (2007), organisme pengganggu tanaman merupakan
faktor pembatas terhadap peningkatan produksi tanaman hortikultura di
Indonesia termasuk kentang. Semangun (2004), melaporkan bahwa salah
satu penyakit pada kentang adalah penyakit layu, baik yang disebabkan
oleh bakteri Ralstonia solanacearum maupun cendawan Fusarium
oxysporum. Penyakit layu bukanlah penyakit utama pada tanaman
kentang. Namun beberapa tahun belakangan terjadi peningkatan
serangan penyakit, sehingga menjadi penyakit utama diberbagai daerah
sentra produksi kentang di Indonesia (Direktorat Jendral Hortikultura,
2010). Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian besar, karena
mengurangi kualitas dan kuantitas umbi kentang antara 43 sampai 78%
(Zulkarnaen 2007), bahkan dapat mematikan tanaman atau kegagalan
panen (Rukmana, 2007; Schaad et al. 2001).
Berbagai rekomendasi upaya teknik pengendalian penyakit ini belum
memberikan hasil yang optimal. Salah satu upaya pengendalian penyakit
adalah pengendalian hayati dengan penggunaan agens hayati yang dapat
mengkolonisasi daerah perakaran, sehingga menghambat perkembangan
penyakit. Agens hayati yang dapat digunakan adalah rizobacteria pada
daerah perakaran yang dapat menunjang kesehatan tanaman melalui
pelepasan metabolit sekunder dan juga mampu meningkatkan
pertumbuhan dengan produksi hormon auksin (Mulya and Tsuyumu,
1998). Selain itu rhizobakteria dapat menghambat perkembangan patogen
melalui sekresi antibiotik, berkompetisi dalam memfaatkan ruang dan
20
nutrisi, serta menginduksi proses ketahanan dalam inang (Dube et al,
1989; Kohar, 2004)
Rizosfer merupakan daerah perakaran yang subur, kaya akan
nutrisi, kepadatan dan kesuburan mikroba sangat tinggi (Hajoeningtijas,
2012). Keberadaan bakteri di daerah rizosfer sangat bermanfaat bagi
tanaman, antara lain mendekomposisi bahan organik, menyediakan unsur
hara N dengan menambatnya dari udara, menyediakan unsur hara P
melalui pelarutan unsur P dari bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman
menjadi bentuk yang tersedia, menghancurkan bahan toksis, juga
membentuk asosiasi simbiotik dengan akar tanaman sebagai agens
antagonis, serta pemacu pertumbuhan tanaman atau Plant Growth
Promoting Rhizobacteria (Yulipriyanto, 2010). Rizosfer tanaman yang
kurang unsur hara dan mikroba berguna akan mengakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan pertumbuhan tanaman yang diakibatkan oleh
kurangnya mikroba berguna yang membantu proses pelapukan bahan
organik dan fosfor, serta kurangnya serapan unsur hara yang dibutuhkan
tanaman.
Salah satu cara untuk mengetahui mekanisme antagonis dengan
melakukan beberapa pengujian terhadap mikroba antagonis yaitu
dilakukan pengujian terhadap kemampuan mikroba tersebut
memproduksi enzim ekstraseluler dan senyawa HCN. Peranan enzim di
dalam pengendalian hayati digunakan sebagai pengurai dinding sel.
Salah satu enzim pengurai adalah khitinase yang mengurai kitin dan
21
dihasilkan oleh beberapa agensia pengendali hayati dalam proses
antagonisme dan nutrisi. (Soesanto, 2008). Pengujian HCN dalam
pengendalian hayati juga memperlihatkan kemampuan mikroba antagonis
dalam menghasilkan metabolik sekunder berupa senyawa yang mudah
menguap dan bersifat toksin terhadap patogen. Menurut Soesanto (2008)
menyatakan bahwa salah satu bakteri antagonis, Pseudomonas
fluorescens menghasilkan metabolik sekunder berupa senyawa HCN
yang mempunyai berat molekul rendah dan mudah menguap, serta
bersifat toksin terhadap patogen lain dalam pengendalian hayati.
Penelitian terhadap keberadaan dan keragaman mikroba pada
rizosfer tanaman sehat telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya
dan menunjukkan adanya beberapa mikroba yang menyelimuti perakaran
tanaman sehat yang berguna sebagai pelindung dari serangan patogen
penyakit layu (Zulkarnaen,2007). Hal ini juga ditemukan pada pertanaman
kentang di lapangan, pada perakaran tanaman kentang sehat telah
ditemukan bakteri antagonis seperti Pseudomonas flourences, Bacillus
subtilis (Baharuddin et al, 2007), Streptomyces sp. (Tiro, 2007), bakteri
antagonis tersebut berpotensi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri
layu secara In vitro maupun di pembibitan.
Sebagai daerah pengembangan kentang yang baru, Tana Toraja
memiliki iklim, dan jenis tanah yang berbeda dengan daerah lainnya. Perlu
dilakukan penelitian untuk mengeksplorasi keragaman bakteri yang
berasal dari rizosfer tanaman dan bahan organik di Tana Toraja, yang
22
dapat berasosiasi dengan tanaman kentang sebagai agens hayati
terhadap penyakit layu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan
permasalahan bahwa:
1. Apakah terdapat isolat bakteri yang berpotensi menghambat
pertumbuhan R .solanacearum dan F. oxysporum secara in-vitro ?
2. Apakah sampel rizosfer tanaman dan bahan organik mengandung
bakteri yang bervariasi ?
3. Bagaimana mekanisme kerja dari isolat yang diperoleh dalam hal
produksi enzim ekstraseluler dan memproduksi HCN?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengisolasi dan mengevaluasi kemampuan isolat yang
diperoleh dari berbagai sumber terhadap pertumbuhan
R. solanacearum dan F. oxysporum secara in-vitro.
2. Identifikasi isolat untuk mengetahui keragaman bakteri.
3. Mengetahui kemampuannya dalam menghasilkan enzim sellulolitik dan
HCN.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
bahwa di daerah rizosfer tanaman dan bahan organik yang berasal dari
kabupaten Tana Toraja terdapat beberapa isolat-isolat bakteri yang
23
potensil bersifat antagonis terhadap R. solanacearum dan F. oxysforum
pada budidaya tanaman kentang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kabupaten Tana Toraja
24
Kabupaten Tana Toraja merupakan salah satu daerah sasaran
sentra pengembangan pertanaman kentang di Sulawesi Selatan, karena
potensi lahannya masih luas yang berada pada ketinggian mulai
700-2.000 m dari permukaan laut (dpl) dengan topografi pegunungan
(Anonim, 2011). Sesuai persyaratan daerah penanaman kentang adalah
dataran tinggi pada ketinggian 1.000–3.000 m dpl, atau idealnya adalah
pada lahan dengan ketinggian 1.000–1.300 m dpl, sedangkan batas
rendahnya adalah pada dataran medium dengan ketinggian 300–700 m
dpl (Setiadi et al, 2006).
Menurut penyataan Setiadi et al (2006), bahwa perkembangan
pertanaman kentang dari daerah beriklim dingin, tersebar ke daerah
beriklim sedang (subtropis), selanjutnya menyebar ke daerah beriklim
tropis seperti Indonesia. Daerah Tana Toraja memiliki temperatur suhu
rata-rata berkisar antara 15-28°C dan kelembaban udara antara 82-86%,
sangat sesuai untuk pengembangan tanaman kentang tumbuh baik pada
lingkungan dengan suhu rendah, yaitu 15-20°C dan kelembaban udara
80-90%. Kondisi lingkungan Tana Toraja yang cocok untuk
pengembangan kentang dataran tinggi, menjadikannya salah satu daerah
pengembangan kentang di Sulawesi Selatan (Anonim, 2012).
B. Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)
Tanaman kentang (Solanum tuberosum. L) bukan tanaman asli
Indonesia melainkan berasal dari Amerika Selatan yang dapat tumbuh di
daerah dengan ketinggian di atas 1000 m dari permukaan laut. Saat
25
masuknya tanaman kentang di Indonesia tidak diketahui dengan pasti,
tetapi pada tahun 1794 tanaman kentang ditemukan telah ditanam di sekitar
Cisarua (Bandung) dan tersebar luas di Indonesia pada tahun 1811. Sentra
pengembangan dan produksi kentang terdapat di Sumatera Utara, Jawa
Barat, Jawa tengah, dan Sulawesi Selatan (Idawati, 2012).
Gambar 1.Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.).
Tanaman kentang merupakan tanaman semak. Tingginya mencapai ±
100 cm dari permukaan tanah. Daunnya berbentuk oval dengan ujung
meruncing, pertulangan daun menyirip dan berwarna hijau muda hingga
hijau tua (Gambar 1). Kentang memiliki bunga berwarna kuning keputih-
putihan atau ungu tergantung dari varietas. Bunga terletak di ketiak daun
teratas, mahkotanya berbentuk terompet dan kelopaknya berwarna hijau
yang berjumlah 5 helai (Samadi, 2007). Batang tanaman kentang berbentuk
persegi, panjangnya mencapai 50 – 120 cm, lunak karena bagian dalamnya
berlubang dan bergabus, serta dilapisi oleh bulu-bulu halus. Batang yang
muncul dari mata umbi berwarna hijau kemerahan (Sunarjono, 2007).
Akar tanaman menjalar dan berukuran sangat kecil bahkan sangat
halus, serta kemampuan daya tembus akar bisa menembus tanah sampai
kedalaman 45 cm. Beberapa akar tanaman merupakan tempat
penyimpanan karbohidrat yang akan berubah bentuk menjadi bakal umbi
26
(stolon). Selanjutnya akan menjadi umbi kentang (Setiadi et al, 2006).
Stolon bermanfaat sebagai tempat penyimpan produk fotosintesis pada
bagian ujungnya sehingga membentuk umbi. Pada umbi terdapat banyak
mata bersisik yang dapat menjadi tanaman baru (Setiadi et al, 2006).
Warna daging umbi biasanya kuning muda atau putih tetapi ada kultivar
yang berwarna kuning cerah, jingga, merah atau ungu. Bentuk umbi
beragam, ada yang memanjang, kotak, bulat atau pipih (Sunarjono, 2007).
Dalam budidaya tanaman kentang, perlu diperhatikan persyaratan
tumbuh meliputi: daerah pertanaman yang cocok adalah dataran tinggi
atau pengunungan dengan ketingggian 1.000-3.000 m dpl; suhu udara
yang ideal berkisar 15-18oC pada malam hari dan 24-28oC pada siang
hari; intensitas cahaya matahari dan lama penyinaran sangat
mempengaruhi proses pembentukan serta pengembangan umbi di dalam
tanah. Kentang dapat tumbuh baik pada tanah dengan pH 5.0-5.5
(Sunarjono, 2007). Produksi yang berkualitas sangat ditentukan oleh
mutu benih untuk meningkatkan produksi dengan hasil yang baik.
Perbanyakan kentang secara kultur jaringan merupakan salah satu usaha
untuk memperoleh benih kentang yang berkualitas.
C. Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum)
Penyakit layu bakteri (Bakterial Wilt) disebabkan oleh bakteri
Ralstonia solanacearum merupakan spesies bakteri yang dulunya dikenal
sebagai Pseudomonas solanacearum. Bakteri ini terdiri atas banyak strain
atau ras yang berbeda, dengan kisaran inang yang sangat luas,
mampu menginfeksi ratusan spesies dalam 50 famili tanaman
(Pradhanang, 2000)
diidentifikasi dalam kisaran inang yang berbeda, dan kemampuan
bertahan dalam kondisi lingkungan berbeda (Widodo dan Sutiyoso, 2010).
Sebagian besar menyebabkan kerugian pada kentang, tomat, jahe,
dan cabe. Epidemi penyebarannya melalui air, tanah, alat pertanian, dan
tanaman inang (Sitepu dan Mogi, 1996; dalam
serta mampu bertahan hidup dala
di daerah perakaran gulma tanpa hadirnya inan
Karakteristik bakteri
negatif, berbentuk batang lurus atau bengkok, ukuran (0,5
(1,5–4,0 μm) memiliki satu atau lebih flagela polar, katalase positif dan
bersifat aerobik. Namun identifik
memerlukan kombinasi uji fisiologi
patogenetitas (Mehan, 1995). Sedangkan bakteri patogen lain relatif lebih
sederhana dan hanya memerlukan beberapa pengujian. Media selektif
untuk bakteri R. solanacearum
chloride (TTC), terlihat pada Gambar 2a.
atau ras yang berbeda, dengan kisaran inang yang sangat luas,
mampu menginfeksi ratusan spesies dalam 50 famili tanaman
anang, 2000). Sebanyak lima ras R. Solancearum
diidentifikasi dalam kisaran inang yang berbeda, dan kemampuan
bertahan dalam kondisi lingkungan berbeda (Widodo dan Sutiyoso, 2010).
ebagian besar menyebabkan kerugian pada kentang, tomat, jahe,
cabe. Epidemi penyebarannya melalui air, tanah, alat pertanian, dan
tanaman inang (Sitepu dan Mogi, 1996; dalam Nasrun dan Nuryani, 2007)
mampu bertahan hidup dalam jangka waktu yang sangat lama
di daerah perakaran gulma tanpa hadirnya inang utama di lapangan.
Karakteristik bakteri R. Solanacearum adalah memliliki gram
negatif, berbentuk batang lurus atau bengkok, ukuran (0,5–1,0 μm) x
4,0 μm) memiliki satu atau lebih flagela polar, katalase positif dan
bersifat aerobik. Namun identifikasi bakteri ini sangat sulit dan
memerlukan kombinasi uji fisiologi-biokimia, media selektif dan uji
patogenetitas (Mehan, 1995). Sedangkan bakteri patogen lain relatif lebih
sederhana dan hanya memerlukan beberapa pengujian. Media selektif
. solanacearum adalah media triphenyl tetrazolium
terlihat pada Gambar 2a.
27
atau ras yang berbeda, dengan kisaran inang yang sangat luas, sehingga
mampu menginfeksi ratusan spesies dalam 50 famili tanaman
R. Solancearum telah
diidentifikasi dalam kisaran inang yang berbeda, dan kemampuan
bertahan dalam kondisi lingkungan berbeda (Widodo dan Sutiyoso, 2010).
ebagian besar menyebabkan kerugian pada kentang, tomat, jahe,
cabe. Epidemi penyebarannya melalui air, tanah, alat pertanian, dan
Nasrun dan Nuryani, 2007),
m jangka waktu yang sangat lama
g utama di lapangan.
adalah memliliki gram
1,0 μm) x
4,0 μm) memiliki satu atau lebih flagela polar, katalase positif dan
asi bakteri ini sangat sulit dan
biokimia, media selektif dan uji
patogenetitas (Mehan, 1995). Sedangkan bakteri patogen lain relatif lebih
sederhana dan hanya memerlukan beberapa pengujian. Media selektif
triphenyl tetrazolium
28
Gambar 2. (a) Koloni R. solanacearum pada media selektif dan (b) tanaman kentang yang terserang penyakit layu bakteri.
Gejala serangan awal pada tanaman kentang menunjukkan gejala
perubahan warna pada daun dan sebagian tanaman layu terutama di
siang hari. Kemudian kembali normal di malam hari. Lama kelamaan
gejala muncul pada keseluruhan tanaman kentang (Gambar 2b). Bakteri
R. solanacearum dapat menginfeksi akar tanaman melalui jaringan xylem
dan menyebar keseluruh tanaman, sehingga translokasi unsur hara,
mineral dan air ke daun akan terhambat dan akhirnya tanaman akan
menjadi layu dan mati (Soesanto, 2008).
Gambar 3. (a). Batang tanaman kentang yang terinfeksi R.solanacearum (b). Eksudat bakteri berupa benang halus dan lender putih pada pangkal batang kentang terserang.
Gejala lebih khas terdapat pada batang yang dipotong melintang
berwarna coklat (Gambar 3a) dan bila dipijit mengeluarkan eksudat
bakteri berupa lendir putih keabu-abuan (Lucas et al, 1992; dalam Kohar,
2004). Jika potongan batang direndam dalam air yang bersih beberapa
menit kemudian pangkal batang mengeluarkan benang putih halus yang
merupakan eksudat bakteri (Gambar 3b).
a b
29
Di samping menyerang daun, bakteri juga dapat menyerang umbi.
Pada umbi terdapat bagian yang mengendap berwarna hitam. Jika umbi
dipotong tampak jaringan busuk berwarna coklat, sedang pada lingkaran
berkas pembuluh umbi terdapat lendir yang berwarna krem sampai
kelabu, umbi menjadi busuk sama sekali. Umbi kentang terserang
R. solanacearum dapat dilihat pada Gambar 4 berikut :
Gambar 4. Umbi kentang yang terinfeksi bakteri R. solanacearum.
Infeksi pada tanaman muda akan menyebabkan kelayuan dan
kematian sangat cepat. Sedangkan pada tanaman tua akan terlihat
perubahan warna, kelayuan pada sebagian sisi daun yang akan
menyebar dan pada akhirnya tanaman mati. Kelayuan terjadi karena
eksudat bakteri menyebabkan terhambatnya translokasi air dan unsur
hara pada jaringan tanaman (Lucas et al, 1992; dalam Kohar, 2004).
D. Penyakit layu fusarium (Fusarium oxysporum)
Cendawan Fusarium oxysporum merupakan patogen tular tanah
(Soil borne), penyebab penyakit layu fusarium (Fusarium wilt). Semua
30
Fusarium penyebab penyakit layu berada dalam pembuluh (Vascular
disease) dikelompokkan dalam satu jenis spesies, yaitu F.oxysporum
Schlecht. Jenis ini mempunyai banyak bentuk yang mengkhususkan pada
spesies tumbuhan tertentu (Semangun, 2006).
Menurut Gonsalves dan Ferreira (2003) melaporkan bahwa di Hawai
cendawan F.oxysporum memiliki inang antara lain kentang, tebu, kacang-
kacangan dan pisang, sedangkan laporan Direktorat Perlindungan
Hortikultura (2007) dikemukakan bahwa di Indonesia F. oxysporum
memiliki inang yaitu: kentang dan tomat.
Karakteristik koloni F. oxysporum pada media kultur PDA berupa hifa
bersekat dan menyebar ke segala arah membentuk miselium yang
berwarna putih ke ungu pucat seperti kapas. Semangun (2006)
menyatakan bahwa cendawan dari penyebab penyakit layu pada tanaman
akan membentuk miselium bersekat dan dapat tumbuh dengan baik pada
bermacam-macam media-agar yang mengandung ekstrak sayuran.
Gonsalves dan Ferreira (2003) mengemukakan bahwa cendawan
F.oxysporum memproduksi tiga tipe spora aseksual yaitu mikrokonidia,
makrokonidia, dan klamidiospora. Mikrokonidia terdiri atas satu sampai
dua septa dan selalu diproduksi oleh cendawan pada tanaman yang
terinfeksi di segala kondisi (Gambar 5b). Makrokonidia terdiri atas tiga
sampai lima septa dan lambat laun spora ini umumnya terdapat di atas
permukaan tanaman yang terserang (Gambar 5a). Pada kondisi yang
tidak menguntungkan F. oxysporum akan membentuk klamidiospora yang
31
terbentuk secara tunggal atau berpasangan dan berdinding tebal
(Gambar 5c), serta berfungsi untuk bertahan hidup dalam tumbuhan atau
tanah bila inangnya tidak ada (Nelson, 1981 dalam Rahmawaty, 2006).
Gambar 5. (a) makrokonidia, (b) mikrokonidia, dan (c) klamidospora dari cendawan Fusarium oxysporum.
Mikrokonidia bersel satu, tidak berwarna, berbentuk bulat telur atau
lonjong yang tersusun rapi secara tunggal maupun bertangkai. Ukurannya
6-15 x 2,5-4 µm. Makrokonidia bersel banyak, kedua ujungnya meruncing
serta membengkok sehingga menyerupai bulan sabit, berukuran 25 - 33 x
3,5 - 5,5 µm. Klamidospora berbentuk bulat, berdinding tebal, dan
dihasilkan pada ujung maupun di tengah miselium yang tua atau pada
makrokonidium, dengan diameter 5 - 15 µm (Domsch et al, 1993 dalam
Khair, 2011). Menurut Sastrahidayat (1990), klamidospora dihasilkan
apabila keadaan lingkungan tidak sesuai bagi patogen dan berfungsi
untuk mempertahankan kelangsungan hidup patogen.
Menurut Diekmann (2003), menyatakan bahwa tanah yang terinfeksi
klamidiopora dapat menjadi inokulum, akan berkecambah di dekat akar
dan melakukan penetrasi melalui luka ke sel akar yang sehat dan
a
c
b
32
kemudian masuk ke dalam sistem pembuluh tanaman. Warintek (2007),
melaporkan bahwa infeksi cendawan F. oxysporum biasanya dimulai dari
akar atau melalui luka pada umbi yang selanjutnya menyebabkan umbi
membusuk, berwarna kuning kecoklatan, permukaannya lunak dan basah.
Tanaman yang terserang, akan terlihat pada daun-daunnya yang
berwarna hijau pucat kemudian menjadi kuning dan akhirnya tanaman
layu mengering (Gambar 6a). Gejala layu pada bagian pucuk berjalan
lebih lambat. Bila pangkal batang dipotong melintang, jaringan
pembuluhnya berwarna coklat (Gambar 6b). Penyakit dapat sampai ke
umbi dan terbawa ke gudang (Anonim, 2012).
Gambar 6. (a) Gejala tanaman kentang yang terserang, dan (b) Umbi
kentang yang terinfeksi F. oxysporum. (Sumber : http://
ditlin.hortikultura.deptan.go.id)
Gejala serangan pada umbi berupa bercak lekuk berwarna coklat tua
pada permukaan umbi). Pada permukaan bercak tersebut terdapat massa
miselium berwarna putih sampai merah jambu dan membentuk banyak
a b
33
konidium cendawan. Bagian umbi yang sakit menjadi kering berkerut dan
keras. Bagian dalam umbi yang sakit berubah menjadi massa seperti
tepung yang kering. Infeksi penyakit ini selain melalui luka, juga dapat
melalui lenti sel atau jaringan yang lemah di sekitar bakal tunas umbi
kentang (Martoredjo, 2009).
E. Teknik Pengendalian Penyakit layu Secara Hayati
Teknik pengendalian hayati terhadap R.solanacearum dengan
memanfaatkan mikroba antagonis baik itu berasal dari di lingkungan
filosfer maupun rizosfer, serta di ruas tanaman lain. Mikroba antagonis
yang dilaporakan dapat menghambat perkembangan R. solanacearum
seperti bakteri P. flourences, B. subtilis (Baharuddin et al, 2007) dan
Streptomyces sp. (Tiro, 2007), yang berpotensi sebagai penghambat
pertumbuhan bakteri layu secara In vitro maupun di pembibitan.
Menurut Silalahi et al., (2005), penyakit layu F. oxysporum dapat
dikendalikan dengan cara pengendalian hayati dengan cendawan
antagonis Triochoderma koningii dan Gliocladium spp. (dalam media
sekam padi), yang diaplikasikan pada saat sebelum tanam dan pemberian
selanjutnya diberikan pada permukaan tanah yang lalu ditutup kembali
dengan tanah.
F. Mekanisme Mikroba Antagonis
Mikroba antagonis merupakan jasad renik yang mempunyai
pengaruh yang merugikan terhadap mikroorganisme lain yang tumbuh
34
dan berasosiasi dengannya (Istikorini, 2002). Mikroba antagonis dapat
dijadikan salah satu agensia pengendali hayati yang dapat berfungsi
sebagai penghambat dan pengendali mikroba lainnya. Keberhasilan
pengendalian hayati tergantung kepada mekanisme yang dimiliki oleh
agens hayati, setiap mikroba antagonis baik itu bakteri maupun cendawan
antagonis mempunyai mekanisme penghambatan tersendiri, dan ada pula
yang lebih dari satu mekanisme. Mekanisme utama dapat berupa
parasitisme langsung (misalnya mikoparasitsme, infeksi bakteriofage),
persaingan nutrisi, antibiotika, dan ISR (Induced Systemic Resistence/
Ketahanan Terimbas Sistemik) (Soesanto, 2008).
Rizosfer merupakan daerah yang ideal bagi tumbuh dan
berkembangnya mikroba antagonis, disebabkan fungsi rizosfer sebagai
penyedia nutrisi. Beberapa macam nutrisi disekresikan di dalam rizosfer
dipengaruhi berbagai faktor lingkungan tanah (Soesanto, 2008).
Lingkungan tanah lebih stabil dan terkendali, sehingga mikroba antagonis
mudah menyesuaikan diri dan mampu mengatasi permasalahan yang
ada. Rizosfer merupakan habitat berbagai spesies bakteri yang secara
umum dikenal sebagai rhizobakteri dapat berguna sebagai pemacu
pertumbuhan tanaman atau Plant Growth Promoting Rhizobacteria
(PGPR) dan juga sebagai agens antagonis terhadap patogen tanaman.
Kemampuan rhizobakteria sebagai agens antagonis untuk
memfiksasi nitrogen, melarutkan fosfor, memproduksi senyawa siderofor,
asam nitrogen sianida (HCN), enzim kitinase, protease dan sellulose
35
yang merupakan karakteristik yang diinginkan (Zhang, 2004), sehingga
perlu dievaluasi berbagai karakteristik tersebut agar memperoleh
rhizobakteri yang berpotensi sebagai agens pengendali hayati. Umumnya
peranan enzim di dalam pengendalian hayati digunakan sebagai pengurai
dinding sel. Salah satu enzim pengurai adalah khitinase yang mengurai
kitin dan dihasilkan oleh beberapa agensia pengendali hayati serta
dikeluarkan diluar sel. Penguraian kitin secara enzim terlibat dalam
proses antagonisme dan nutrisi (Soesanto, 2008).
Rhizobakteria sebagai agensia pengendali hayati menghasilkan
metabolik sekunder berupa senyawa yang mudah menguap seperti HCN.
Menurut Soesanto (2008) menyatakan bahwa salah satu bakteri
antagonis, Pseudomonas fluorescens menghasilkan metabolik sekunder
yang mempunyai berat molekul rendah dan mudah menguap yaitu HCN,
serta bersifat toksin terhadap patogen lain, sehingga penting peranannya
dalam pengendalian hayati.
Mekanisme kerja antagonis rhizobakteri belum sepenuhnya
diketahui, namun ada dugaan erat kaitannya dengan beberapa
mekanisme seperti : (i) kemampuan menghasilkan atau mengubah
konsentrasi hormon tumbuh seperti idoleacetid acid (IAA), gibberellic
acid, cytokinins, dan ethylene; (ii) fiksasi N2 secara bebas (asymbiotic N2
fixation); (iii) bersifat antagonis melalui: produksi siderofor,β-1,3-glukanae,
kitinase, antibiotic dan sianida; serta (iv) kemampuannya melarutkan
mineral fosfat dan hara lainnya (Ryder et al, 1994).
36
Selain itu penggunaan teknik pengendalian hayati dengan
rizobakteri tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.
Beberapa bakteri antagonis sebagai berikut :
a. Pseudomonas fluorescens
Pseudomonas fluorescens merupakan salah satu kelompok plant
growth promozing rhizobacteri (PGPR) yang berfungsi ganda karena
selain dapat mendorong pertumbuhan juga mengurangi intensitas
penyakit tanaman (Baharuddin et al., 2007). Kelompok bakteri ini
berkolonisasi di daerah perakaran tanaman dan mampu melarutkan
fosfat sehingga tersedia bagi tanaman serta dapat menghasilkan
hormon pertumbuhan.
Kelompok bakteri yang ber-fluorescens merupakan bakteri yang
sangat efektif dan agresif sebagai pengkoloni akar dibandingkan
nonfluorescens (Tjahjono, 2000). Mekanisme P. fluorescens sebagai
agens pengendali dengan menghasilkan senyawa penghambat
terhadap mikroorganisme kompetitor lain seperti antibiotik, kompetisi
terhadap unsure Fe dan unsur karbon, memproduksi HCN dan
merangsang akumulasi fitoaleksin sehingga tanaman menjadi resisten
(De’fago, 1990; Mulya et al., 1996).
b. Bacillus subtilis
Bakteri Bacillus subtilis merupakan bakteri gram positif yang
dapat digunakan sebagai agens pengendalian hayati yang potensial.
37
Bakteri ini dapat menekan cendawan atau bakteri patogen fengan
antibiosis (Merriman et al, 1974), dan kompetisi nutrisi (Khudsen and
Suprr, 1988; dalam Kohar, 2004).
B subtilis memperlihatkan efek antagonis dari interaksi dengan
cendawan melalui inokulasi umbi. B.subtilis menghasilkan berbagai
senyawa antibiotik dan memiliki keungulan dibandingkan bakteri
lainnya yaitu mampu menghasilkan endospora yang tahan terhadap
kondisi panas, dingin, pH yang ekstrim dan waktu penyimpanan
(Ariyanto, 1997). Aktifitas B subtilis dalam menekan pertumbuhan
patogen memberikan alasan bahwa bakteri tersebut efektif sebagai
agens pengendali hayati (Kwong et al, 1997; dalam Kohar, 1997).
G. Kerangka Pikir
KENTANG
38
H. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian ini sebagai berikut :
Produksi rendah 15,95 ton/Ha dari potensi produksi 30 ton/Ha
Teknik Budidaya belum optimal
Serangan OPT Kurangnya bibit yang bermutu dan bersertifikat
Penyakit layu (R.solanacearum & F. oxysporum)
Patogen
Tular Tanah
Tindakan Pengendalian Hayati
Skrining bakteri Uji Penghambatan secara in-vitro
dan Identifikasi bakteri
Bakteri Potensial Dari Rizosfer Tanaman & Bahan Organik Sebagai Pengendali
Hayati
Produktivitas Meningkat
Menurunkan
Kuantitas & Kualitas
umbi 43 - 78 %
Serangan
Tidak Merata
Di lapangan
Terbawa
Sampai Di
Gudang
Pengendalian Fisik Pengendalian Mekanik Pengendalian kimiawi Pengendalian Hayati
39
1. Terdapat perbedaan efektivitas isolat bakteri rizosfer tanaman dan
bahan organik dalam menghambat pertumbuhan R. solanacearum dan
F. oxysporum secara in-vitro.
2. Pada daerah rizosfer tanaman dan bahan organik di Tana Toraja
terdapat keragaman isolat bakteri yang berbeda.
3. Terdapat perbedaan mekanisme dari isolat-isolat yang diperoleh
dalam hal produksi enzim ekstraseluler dan memproduksi HCN.
BAB III
METODE PENELITIAN
40
A. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Desa Minanga, Kecamatan Mengkendek,
Kabupaten Tana Toraja Sul-Sel dan Laboratorium Bioteknologi Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Dilaksanakan pada bulan Juni sampai selesai.
B. Metode Percobaan
1. Isolasi dan Perbanyakan Bakteri Patogen
Mengambil bagian tanaman sakit berupa batang yang bergejala
dan dibersihkan dengan air mengalir, lalu disterilisasi permukaan.
Setelah itu, dilakukan penggerusan dan penggoresan pada media NA
dengan metode cawan dilution plate, lalu diinkubasi selama 24 - 48
jam. Selanjutnya dilakukan pengamatan dan pemindahan koloni yang
tumbuh untuk dilakukan identifikasi pada media selektif TTC (Kelment,
1954) dan uji antagonis (Stonier, 1960).
2. Penyediaan dan Perbanyakan Cendawan Fusarium oxysporum
Cendawan patogen yang digunakan adalah F. oxysporum berasal
dari biakan murni koleksi Laboratorium Bioteknologi pertanian UNHAS.
Isolat cendawan diperbanyak pada media PDA yang baru untuk
dipergunakan dalam uji antagonis secara in-vitro.
3. Isolasi Bakteri dari Rhizosfer dan Bahan Organik
Isolasi bakteri dilakukan pada 6 sampel yang berasal dari
Kabupaten Tana Toraja yaitu tanah dari rizosfer kentang, padi, terong
41
belanda, tanaman bambu, dan bahan organik dari kotoran kerbau
belang dan babi. Pertama-tama sampel diambil dan timbang sebanyak
1 gram, lalu dilakukan penggerusan ditambah air steril dan
penggoresan pada media NA dengan metode cawan gores kuadran
(Strike plate), lalu diinkubasi selama 24 - 48 jam. Setelah itu dilakukan
pengamatan dan seleksi mikroba serta pemindahan koloni yang
tumbuh pada media NA (Baharuddin, 2012, konsultasi pribadi).
4. Uji Penghambatan terhadap R. solanacearum secara In Vitro
Pengujian daya hambat dilakukan berdasarkan metode Stonier
(1960) sebagai berikut :
Satu isolat murni bakteri diinokulasikan ke dalam botol balsam
berisi media NB cair steril, lalu dishaker dengan kecepatan 120 rpm
selama 3 hari. Setelah itu, sebanyak 1 ml media cair dimasukkan ke
tabung eppendorf dan disentrifius selama 10 menit dengan kecepatan
100 rpm. Lalu diambil supernatan dan disaring menggunakan filter
0,02 µm dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang telah berisi
larutan kloroform. Kemudian dilakukan pengenceran isolat murni
bakteri patogen (R). Lalu diambil 0,1 ml diteteskan pada cawan petri
berisi 20 ml media padat NGA dan diratakan.
Setelah itu kertas saring steril yang berukuran 0,5 cm dicelupkan
ke dalam tabung eppendorf yang berisi larutan khloroform dan
supernatan bakteri. Selanjutnya kertas saring (E) diambil dan
42
diletakkan pada bagian tengah media yang telah berisi bakteri patogen
(Gambar 7).
Gambar 7. Diagram uji penghambatan bakteri antagonis terhadap R. solanacearum berdasarkan metode Stonier (1960).
Efektivitas isolat bakteri rizosfer dan bahan organik diukur
berdasarkan diameter penghambatan disekitar kertas saring (Z) yang
dilakukan pada hari ke 4 setelah aplikasi. Dari hasil pengamatan
diperoleh isolat bakteri potensil yang menghambat R. solanacearum.
Kemudian beberapa isolat potensil tersebut diidentifikasi dan
digunakan kembali untuk diuji daya hambatnya terhadap cendawan
F. oxysporum.
5. Uji Penghambatan terhadap Fusarium oxysporum secara In Vitro
Uji daya hambat terhadap F. oxysporum dilakukan dengan tujuan
skrining bakteri potensil terbaik dalam menekan F. oxysporum
Schlecht sebagai salah satu patogen penyebab penyakit. Prosedur
pengujian penghambatan dilakukan dengan dual kultur yang
dikembangkan oleh Fokkema (1973) seperti yang terlihat pada
Gambar 9.
Z
R E
43
Gambar 8. Diagram uji penghambatan bakteri antagonis terhadap
F.oxysporum secara Dual Kultur (Fokkema, 1973).
Cara pengujian dilakukan dengan menanam F.oxysforum di atas
media PDA tepat di titik pusat antara tepi cawan dengan isolat
antagonis. Bakteri antagonis (E) digores di samping cendawan
patogen (C), tepat di pertengahan antara titik pusat cawan dengan tepi
cawan (Gambar 8). Pengamatan zona penghambatan dilakukan
setelah dua hari dan diulangi pada tiap dua hari sampai pertumbuhan
patogen pada zona yang tidak ada antagonis menyentuh tepi cawan
petri.
Cara pengamatan dilakukan dengan mengukur jari-jari pada zona
hambatan (R2) dan (R1), lalu dibandingkan dengan (Ro) cawan kontrol
/tanpa perlakuan isolat bakteri. Persentase penghambatan antagonis
berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Soesanto (2008) dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
R1 R2
C E
44
� = �� −�1 + �2
2� 100%
Dimana:
R0
= Jari-jari pertumbuhan cendawan patogen pada kontrol (cm),
R1&2
= Jari-jari pertumbuhan cendawan patogen pada perlakuan (cm),
P = Persentase penghambatan pertumbuhan (%).
Efektifitas isolat bakteri rizosfer dan bahan organik diukur
berdasarkan jari-jari pertumbuhan cendawan F. oxysporum pada
media padat PDA. Rancangan yang digunakan adalah acak lengkap.
Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 unit cawan petri. Analisis sidik
ragam dilakukan, jika diantara perlakuan menunjukkan perbedaan
yang nyata dengan uji Duncan pada taraf 0,05. Hasil dari uji
penghambatan akan diperoleh isolat bakteri potensil bersifat antagonis
untuk menekan cendawan F. oxysporum. Kemudian dilakukan uji
kualitatif terhadap kemampuan mensekresikan enzim ekstraseluler
dan kemampuan menghasilkan senyawa HCN.
6. Identifikasi Bakteri Antagonis
Kultur murni yang telah didapatkan, akan diidentifikasi berdasarkan
Schaad et al. (2001) sebagai berikut :
Erwinia, Pantoea, Xylophilus, Acidovorax, Burkholderia, Ralstonia Pseudomonas, Xanthomonas Agrobacterium
Coryneform Bacillus Clostridium Streptomyces
Gram Reaction
+ Anaerobic Growth -
45
Gambar 9 . Bagan Tahapan Identifikasi Bakteri
Prosedur tahapan identifikasi bakteri pada Gambar 9, berdasarkan
Schaad et al. (2001) sebagai berikut :
a. Karakteristik Morfologi
Pseudomonas
Erwinia
Colonies Yellow + on YDC -
Pantoea Erwinia Fluorescens Pigmen + pada KB -
Agrobacterium, Xanthomonas, Xylopilus, Burkholderia, Acidivora Pigmen x, Ralstonia
Xylophilus, Burkholderia, Ralstonia, Acidovorax, Pseudomonas, Xanthomonas Agrobacterium
+ Urease - + Grows at 330 C on YDC -
Xanthomon
Sxylopilus
Agrobacterium,Burkholderia, Acidivorax, Ralstonia
+ Coloni Yellow on YDC -
Xanthomonas
Xylophilus
Xylophilus
Xanthomonas AAcidivorax, Ralstonia, Burkholderia Agrobacterium
+ Growth on DIM Agar -
Burkholderia Ralstonia
Utilizes Arginine + and Betaine -
Acidovorax Ralstonia
+ Growth at 40 0 C -
+ Endospores Formed -
46
Penentuan karakteristik morfologi didasarkan pada bentuk dan warna
koloni pada media biakan Kings’B.
b. Karakteristik Fisiologi
1) Reaksi Gram
Koloni bakteri dari biakan murni diambil dengan menggunakan
jarum ose dan dioleskan pada gelas objek yang telah diberi dua tetes
larutan KOH 3% diaduk melingkar selama ± 5 – 10 detik. Koloni yang
nampak berlendir memperlihatkan reaksi positif (gram negatif)
sedangkan yang tidak berlendir atau terlepas adalah negatif (gram
positif) (Fahy and Hayward,1982).
2) Pembentukan Endospora
Koloni bakteri pada media agar diambil dengan menggunakan
jarum ose dan dioleskan pada slide yang telah diberi setetes air steril
lalu didiamkan sampai kering. Slide direndam dengan larutan malachite
green 5% selama 10 menit, lalu dibilas air mengalir dan dikeringkan.
Kemudian slide direndam pada larutan safranin 0,5% selama 15 detik
lalu dibilas dan dikeringkan. Diamati di bawah mikroskop pada
pembesaran 500x. Sel-sel bakteri berwarna merah dan spora berwarna
hijau maka reaksinya positif (Gerhardt, 1981).
3) Pertumbuhan Anaerob
Media yang digunakan adalah media Hugh dan Leifson. Media
dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 9 ml lalu diautoklaf.
47
Setelah dingin, ditambahkan glukosa 10% yang telah disterilkan. Bakteri
diinokulasikan ke dalam media kemudian ditutup dengan agar cair 3%
yang steril untuk uji fermentatif, sedangkan untuk uji oksidatif tidak
ditutup dengan agar cair. Jika terjadi perubahan warna menjadi kuning
dan keruh pada uji fermentatif maka reaksinya positif (Hugh and
Leifson,1953).
4) Miselium Udara
Koloni bakteri ditumbuhkan pada media agar, diinkubasi selama 24
sampai 48 jam. Jika terbentuk miselium udara maka reaksinya positif,
Diamati pada mikroskop pembesaran 500x (Menzies, 1959).
5) Koloni Kuning pada Media YDC
Koloni bakteri ditumbuhkan pada media YDC, diinkubasi selama
24 sampai 48 jam. Jika terbentuk koloni berwarna kuning, maka
reaksinya positif (Wilson, 1967).
6) Pigmen Fluoresent
Koloni bakteri ditumbuhkan pada media Kings’B, diinkubasi
selama 24-48 jam pada suhu 27OC, lalu dilakukan pengamatan. Jika
terbentuk pigmen fluoresent yang ditandai dengan perubahan warna
menjadi hijau berarti reaksi positif (King et al., 1954).
7. Pengujian Kualitatif Secara In-vitro
Selanjutnya dilakukan pengujian secara kualitatif terhadap isolat
murni bakteri antagonis, sebagai berikut :
48
a. kemampuan mensekresikan enzim ekstraseluler.
Kemampuan mensekresikan enzim ekstraseluler merupakan salah
satu penentu efektititas isolat bakteri sebagai agens antagonis. Dalam
pengujian yang dilakukan, kultur isolat murni bakteri antagonis
ditumbuhkan dalam media NA selama 48 jam.
Analisi kualitatif dari enzim-enzim tersebut dilakukan pada media
czapek dox Agar (CDA) yang ditambahkan Commassie Brillant Blue
(CBB) dengan substrak sellulosa, khitin dan pektin (0,1-0,15% (w/v),
pH 5,5. Setelah penanaman inokulum pada media CDA plester
pinggiran cawan petri dan bungkus dengan kertas.
Setelah itu diinkubasi didalam inkubator selama 3 hari. Dua hingga
tiga hari setelah kultivasi, akan terbentuk zona perubahan warna pada
media. Tinggi rendahnya aktivitas enzim diukur berdasarkan perubahan
warna yang terbentuk.
Keterangan - : Tidak ada perubahan warna (tetap biru tua)
+ : Warna biru muda
++ : Warna biru sangat muda
+++ : Warna biru muda keputihan
b. Kemampuan menghasilkan senyawa HCN
Produksi senyawa HCN secara kualitatif dianalisis menggunakan
metode yang dikembangkan Bakker dan shipper (Munif, 2001; Sutariati,
49
2006 dalam Ariyanti, 2009). Isolat bakteri antagonis ditumbuhkan pada
media NGA dalam cawan petri. Pada bagian tengah tutup cawan petri
ditempelkan potongan kertas saring steril yang telah direndam dalam
larutan pendeteksi HCN dan diinkubasi selama 4 hari pada suhu 24oC.
Setelah itu dilakukan pengamatan dengan melihat perubahan
warna kertas saring. Kertas saring yang masih berwarna kuning
mengindikasikan bahwa isolat bakteri antagonis yang diuji tidak
memproduksi HCN sedangkan perubahan kertas saring berwarna
coklat muda, coklat tua dan merah bata mengindikasikan bahwa isolat
bakteri antagonis memproduksi HCN.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
50
A. Hasil Isolasi dan Uji Daya Hambat Bakteri Antagonis terhadap Ralstonia solanacearum Secara In-vitro
Hasil dari isolasi sampel rizosfer dan bahan organik yang berasal
dari kabupaten Tana Toraja, ditemukan 74 isolat yang tergolong bakteri.
Diantaranya 32 isolat bakteri diperoleh dari rizosfer pertanaman dan 42
isolat bakteri lainnya dari bahan organik, selanjutnya diuji daya.
penghambatannya terhadap pertumbuhan R.solanacearum menggunakan
metode Stonier (1969) yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengujian daya hambat isolat bakteri terhadap pertumbuhan R.solanacearum secara In-Vitro.
Sumber Isolat Bakteri
Kriteria penghambatan (isolat)
- + ++ +++ ++++
Rizosfer Kentang (KT)
- KT1, KT4, KT5, KT7, KT8, KT10,
KT11, KT12,
KT2, KT3, KT6, KT9
- -
Rizosfer Padi (PT)
- PT4, PT6 PT1, PT2, PT5, PT8
PT3, PT7 -
Rizosfer Bambu (BT)
- BT1, BT2, BT3 BT4 BT6 BT5
Rizosfer Terung
Belanda (TB) TB5
TB1, TB2, TB3, TB4
- - -
Bahan Organik Babi
(BB) -
BB1, BB2, BB3, BB4, BB5, BB6, BB7
- BB8 -
Bahan Organik Kerbau
Belang (KB)
-
KB1, KB2, KB3, KB4, KB5, KB7, KB9, KB14, KB15, KB17, KB21, KB23, KB24, KB27, KB28, KB30, KB33, KB34, KB35
KB8, KB10, KB13, KB18
KB16, KB19, KB32
KB6, KB11, KB12, KB20, KB22, KB25, KB26, KB29,
KB31
Kriteria penghambatan : - : 0 (tidak ada penghambatan)
+ : 0, 1 cm – 1 cm
++ : > 1,0 cm – 2 cm
+++ : > 2,0 cm – 3 cm
51
++++ : > 3,0 cm
Pada Tabel 1, terlihat bahwa dari 74 isolat bakteri yang diujikan
terdapat 10 isolat yang memiliki daya hambat terbaik terhadap
pertumbuhan R. solanacearum secara in-vitro dengan kriteria antagonis
bintang empat adalah isolat BT5, KB11, KB25, KB26, KB29, KB6, KB20,
KB22, KB12, dan KB31 dengan diameter penghambatan lebih dari 3 cm,
yang berasal dari rizosfer pertanaman bambu dan bahan organik kerbau
belang. Diameter penghambatan (Tabel Lampiran 1) Isolat BT5 dan KB11
sebesar 3,6 cm, dikuti isolat KB25 sebesar 3,5 cm. Diameter
penghambatan yang sama terlihat pada isolat KB26, KB29 yaitu 3,4 cm,
dan pada isolat KB6, KB20, KB22 yaitu 3,2 cm, serta pada isolat KB12
dan KB 31 yaitu 3,1 cm.
Isolat bakteri yang memperlihatkan daya hambat cukup baik
terhadap pertumbuhan R. solanacearum secara in-vitro dengan kriteria
antagonis bintang tiga adalah isolat KB19, PT3, PT7, BB8, KB6, KB20,
KB22, KB12 dan KB31 dengan diameter penghambatan lebih dari 2 cm,
yang masing-masing berasal dari rizosfer pertanaman padi, bahan organik
kerbau belang dan babi. Diameter penghambatan (Tabel 6) Isolat KB19
dengan sebesar 2,9 cm dan isolat PT3, PT7, BB8 dengan diameter
penghambatan yang sama sebesar 2,7 cm. selain itu, diameter
penghambatan yang sama ada pada isolat KB6, KB20, KB22 yaitu 3,2 cm
dan juga pada isolat KB12 dan KB31 yaitu 3,1 cm.
52
Isolat bakteri BT5, KB11 dan KB25 memperlihatkan daya hambat
tertinggi dibanding dengan isolat bakteri lainnya. Hal ini menunjukkan
bahwa isolat bakteri yang berasal dari rizosfer pertanaman bambu dan
bahan organik kerbau belang memperlihatkan efektifitas dalam
menghambat pertumbuhan R. solanacearum secara in-vitro dan bersifat
antagonis. Hal ini sesuai dengan pendapat Soesanto (2008),
mengemukakan bahwa rizosfer merupakan daerah ideal bagi tumbuh dan
berkembangnya mikroba antagonis, disebabkan fungsi rizosfer sebagai
penyedia nutrisi dan juga sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya.
Selain itu, Suwahyono (2011), mengemukakan bahwa bahan organik
hewani juga mengandung mikroba yang mampu melindungi perakaran
tanaman dan meningkatkan daya tahan terhadap serangan patogen.
Selanjutnya Soesanto (2008), mengemukakan bahwa setiap mikroba
antagonis yang ditemukan baik itu berasal dari daerah rizosfer maupun
bahan organik selalu mempunyai mekanisme penghambatan yang tidak
sama dengan yang lainnya. Mikroba antagonis mempunyai mekanisme
penghambatan tersendiri dan ada yang lebih dari satu mekanisme
penghambatan. Mekanisme penghambatan tersebut dapat berupa
kompetisi nutrisi atau antibiosis, antibiotika dan parasitisme langsung
terhadap patogen.
Aktivitas penghambatan isolat bakteri dari rizosfer pertanaman dan
bahan organik berasal dari Tana Toraja terhadap R. solanacearum secara
In-vitro dapat dilihat pada Gambar 10.
53
Gambar 10 : Hasil pengujian daya hambat terhadap R solanacearum
pada media NA (a). Kontrol, dan (b) Isolat bakteri KB25
yang menunjukkan zona penghambatan berwarna bening.
Kemudian diambil beberapa isolat bakteri yang memiliki diameter
penghambatan antara 2,3-3,6 cm pada setiap sampel rizosfer pertanaman
dan bahan organik untuk uji daya hambat terhadap F. oxysporum.
Selanjutnya pengujian kualitatif terhadap kemampuan menghasilkan
senyawa HCN, serta kemampuan menghasilkan enzim ekstraseluler.
B. Hasil Uji Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil terhadap Pertumbuhan Fusarium oxysporum Secara In-vitro.
Untuk mengetahui kemampuan beberapa isolat bakteri potensil dari
rizosfer dan bahan organik dilakukan pengujian daya hambat dengan
metode Fokkeman (1973) secara dual kultur terhadap pertumbuhan
cendawan F.oxysporum.
Tabel 2. Hasil pengujian daya hambat isolat bakteri potensil terhadap pertumbuhan F. oxysporum.
Sumber Isolat Bakteri
Kriteria Penghambatan (isolat)
+ ++ +++ ++++
b a
54
Rizosfer
Kentang (KT) - - KT5 & KT10 KT9
Rizosfer Bambu
(BT) BT6 - - BT5
Rizosfer Padi
(PT) PT3 & PT8 PT7
Bahan Organik
Kerbau Belang
(KB)
KB6
KB12, KB19,
KB20, KB22
& KB31
KB26 KB11 & KB25
Bahan Organik
Babi (BB) BB8
Ket. : Kriteria Penghambatan : - : 0 - 5 %
+ : > 5 % - 35 % ++ : > 35 % - 50 % +++ : > 50 % - 65 %
++++ : > 65 %
Tabel 2 terlihat bahwa daya hambat bakteri potensil terhadap
pertumbuhan F. oxysporum pada hari kesepuluh mempelihatkan beda
nyata antara isolat BT5, KT9 dan KB11 dengan persentase isolat lainnya.
Pengamatan pada hari kesepuluh, persentase daya hambat tertinggi
terlihat pada isolat BT5 sebesar 80,68%, KB11 sebesar 71,59%, KT9
sebesar 67,41% dan KB25 sebesar 65,91%. Dan berbeda nyata pada
isolat KB6 dengan persentase daya hambat terendah yaitu 27,69%.
Tabel lampiran 2 terlihat bahwa daya hambat bakteri potensil
terhadap pertumbuhan F. oxysporum pada hari kedua mempelihatkan
tidak beda nyata antara isolat BT5, KT9 dan KB11 berbeda nyata pada
persentase isolat lainnya. Persentase daya hambat tertinggi terlihat pada
isolat KT9 sebesar 39,62 %, yang tidak beda nyata dengan isolat BT5
sebesar 38,67% dan KB11 sebesar 37,33%. Dan berbeda nyata pada
isolat KB6 dengan persentase daya hambat terendah yaitu 10,67%.
55
Pada hari ke-4 terlihat bahwa persentase daya hambat isolat BT6,
PT3, PT7, KT5, KB6, KB12, KB19, KB20, KB22, KB25, KB26, KB31 dan
BB8 tidak beda nyata, akan tetapi beda sangat nyata dengan isolat
BT5, KT9, KT10 dan KB11 dengan persentase daya hambat tertinggi
sebesar 69,05%, 40,59%, 32,09% dan 41,88%. Persentase daya hambat
terendah pada isolat BB8 yaitu 15,38% dan isolat KB6 yaitu 14,53%.
Pada hari ke-6, terlihat persentase daya hambat tertinggi masih
pada isolat BT5 sebesar 69,64%, diikuti persentase pada isolat
KB 11 sebesar 53,57% dan KT9 sebesar 51,94%. Persentase daya
hambat terendah pada isolat KB6 yaitu 17,86% dan BB8
sebesar 19,05%.
Pada hari ke-8 terlihat persentase daya hambat tertinggi masih
terlihat pada isolat BT5 sebesar 72,58% berbeda nyata pada isolat
lainnya. Dan diikuti persentase daya hambat pada isolat KB11 yaitu
59,14% dan isolat KT9 yaitu 59,03%, yang berbeda nyata dengan isolat
KT5, KB26, KT10 dan KB25 dengan persentase daya hambat
yaitu 40,63%, 44,62%, 45,93% dan 48,93%. Persentase daya hambat
terendah terlihat pada isolat KB6 yaitu 18,28%.
Pada pengamatan hari terakhir (hari ke-10), terlihat bahwa isolat BT5
memperlihatkan daya hambat yang tertinggi yaitu 80,68% dan berbeda
nyata pada isolat KB6 dengan persentase terendah yaitu 27,69%.
Persentase daya hambat yang tidak beda nyata terlihat pada isolat KB11
yaitu 71,59%, isolat KT9 yaitu 67,41%, isolat KB 25 yaitu 65,91%, yang
56
berbeda nyata dengan isolat KT5 yaitu 50%, isolat KT10 yaitu 55% dan
KB26 yaitu 54,92%.
Aktivitas daya penghambatan isolat bakteri dari rizosfer pertanaman
dan bahan organik berasal dari Tana Toraja terhadap pertumbuhan
cendawan F. oxysporum secara In-vitro dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Hasil Uji penghambatan isolat bakteri terhadap F. oxysporum pada media PDA (a) Kontrol, (b) isolat bakteri BT5 yang menunjukkan zona penghambatan dan (c) isolat bakteri KB11 yang menunjukkan zona penghambatan.
b c a
41
Gambar 12. Grafik daya hambat bakteri potensil terhadap pertumbuhan F.oxysporum pada pengamatan hari
kedua sampai hari ke sepuluh
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
2 4 6 8 10
Pengamatan Hari Ke-
BT5
BT6
PT3
PT7
PT8
KT5
KT9
KB6
KB11
KB12
KB19
KB20
KB22
KB25
KB26
KB31
BB8
42
Daya hambat bakteri potensil dari rizosfer dan bahan organik terhadap
pertumbuhan F. oxysporum diamati pada media PDA dengan interval waktu 2
hari yang dimulai setelah aplikasi. Dari Gambar 12, terlihat penghambatan
bakteri potensil terhadap pertumbuhan F.oxysporum tertinggi pada isolat
BT5, KB11, KB25 dan KB26 mengalami frekuensi penghambatan yang
semakin hari meningkat. Hasil ini menunjukkan bahwa isolat bakteri potensil
inilah yang memperlihatkan efektivitas dalam menghambat pertumbuhan F.
oxysporum pada hari kedua hingga hari kesepuluh dan bersifat antagonis
(Gambar 12).
Hal ini sesuai pernyataan Tehrani dan Ramezani (2003) melaporkan
bahwa kelompok rhizobakteria merupakan mikroba yang mampu
mengantagonis dan memiliki efek pengendali diatas 51 persen terhadap
patogen tular tanah seperti F. oxysporum Schlecht. Martini dkk (2006)
mengemukakan bahwa pengendalian hayati dengan mempergunakan
mikroba antagonis dapat menekan pertumbuhan patogen hingga mencapai
60 %, sehingga dapat dikategorikan sebagai agens pengendali yang efektif.
Pernyataan ini didukung oleh Soesanto (2008) keberhasilan
pengendalian hayati tergantung kepada mekanisme yang dimiliki oleh agens
hayati. Bakteri antagonis mempunyai mekanisme penghambatan tersendiri
dan ada pula yang lebih dari satu mekanisme penghambatan. Mekanisme
utama berupa kompetisi nutrisi, antibiotika, dan kemampuan induksi reistensi
serta memacu pertumbuhan tanaman.
C. Hasil Identifikasi Bakteri Rizosfer dan Bahan Organik.
43
Hasil uji penghambatan diperoleh 18 isolat potensil bersifat antagonis
dalam menghambat pertumbuhan R. solancearum dan F. oxysporum secara
In vitro. Untuk mengetahui karakteristik masing-masing isolat dilakukan
pengamatan morfologi dan fisiologi berdasarkan prosedur Schaad et al
(2001), yang diarahkan untuk mengidentifikasi genus bakteri yang ditemukan
(Tabel 3).
Tabel 3. Hasil Identifikasi Isolat Bakteri potensil
Sumber data : Data primer 2012
Keterangan : (+) reaksi positif; (-) reaksi negatif; (o) Tidak diujikan.
Prosedur identifikasi yang dikembangkan oleh Schaad et al, (2001)
pada 18 isolat bakteri potensil dari sampel rizosfer dan bahan organik
Sumber Isolat Warna koloni Reaksi Gram
Endospora Anaerob Koloni kuning
Miselium udara
Hasil
Kerbau Belang
KB6 Putih + - 0 0 - Coryneform
KB11 Putih keruh + + ̶ 0 0 Bacillus
KB12 Putih + + + 0 0 Clostridium
KB19 Putih + + ̶ 0 0 Clostridium
KB20 Putih keruh + + ̶ 0 0 Bacillus
KB22 Putih kekuningan ̶ 0 + + 0 Pantoea
KB25 Putih keruh + + ̶ 0 0 Bacillus
KB26 Putih keruh + + ̶ 0 0 Bacillus
KB31 Putih keruh + + ̶ 0 0 Bacillus
Rizosfer Kentang
KT5 Putih + + + 0 0 Clostridium
KT9 Putih kekuningan ̶ 0 + + 0 Pantoea
KT10 Putih keruh + + ̶ 0 0 Bacillus
Rizosfer Padi
PT3 Putih keruh + + ̶ 0 0 Bacillus
PT7 Putih keruh ̶ 0 ̶ 0 0 Pseudomonas
PT8 Putih transparan + + + 0 0 Clostridium
Rizosfer Bambu
BT5 Putih transparan ̶ 0 ̶ 0 0 Pseudomonas
BT6 Putih + + ̶ 0 + Sterptomyces
Babi
BB8 Merah muda ̶ 0 ̶ 0 0 Tidak
teridentifikasi
44
berdasarkan karakteristik morfologi dan fisiologi dari bakteri tersebut itu akan
memperlihatkan reaksi positif maupun reaksi negatif.
Tahap pertama identifikasi yaitu pengamatan pada karakteristik
morfologi berdasarkan bentuk. Isolat bakteri yang memperlihatkan bentuk
koloni bulat kecil adalah isolat KB5, KB11, KB12, KB19, KT5, KT12 dan PT8.
Isolat bakteri yang memperlihatkan bentuk bulat bercincin adalah isolat KB11,
KB20, KB25, KB26, KB31, PT3 dan KT10. Isolat bakteri yang
memperlihatkan bentuk koloni bulat lonjong adalah isolat KB22 dan BB8.
Isolat bakteri yang memperlihatkan bentuk bulat bergerigi adalah isolat KB6
dan BT6. Isolat bakteri yang memperlihatkan bentuk koloni bulat transparan
adalah isolat PT7 dan BT5.
Selanjutnya pengamatan pada karakteristik morfologi berdasarkan
warna koloni. Isolat bakteri yang memperlihatkan warna koloni putih adalah
isolat KB12, KB19, KT5, KT9 dan BT6. Isolat bakteri yang memperlihatkan
warna koloni putih keruh adalah isolat KB11, KB20, KB25, KB26, KT10, PT3
dan PT7. Isolat bakteri yang memperlihatkan warna koloni putih kekuningan
adalah isolat KB22. Isolat bakteri yang memperlihatkan warna koloni putih
transparan adalah Isolat PT8 dan BT5. Sedangkan isolat BB8
memperlihatkan warna koloni merah muda.
Tahap identifikasi berikutnya yaitu pengamatan pada karakteristik
fisiologi berdasarkan beberapa pengujian. Pengujian pertama adalah
pengujian reaksi gram bakteri dengan menggunakan larutan KOH 3%.
Reaksi gram bakteri akan memperlihatkan pengelompokkan gram bakteri,
45
apabila yang nampak berlendir memperlihatkan reaksi positif (gram negatif)
sedangkan yang tidak berlendir berarti negatif (gram positif). Isolat bakteri
KB6, KB11, KB12, KB19, KB20, KB25, KB26, KB31, KT5, KT10, PT3, PT8
dan BT6 memperlihatkan reaksi tidak berlendir yang berarti bahwa isolat
tersebut termasuk bakteri gram positif, Sedangkan pada isolat bakteri KB22,
KT9, PT7, BT5 dan BB8 memperlihatkan reaksi berlendir yang berarti bahwa
isolat tersebut termasuk bakteri gram negatif. Reaksi pengujian gram bakteri
dapat dilihat pada Gambar 13 sebagai berikut:
Gambar 13. Uji Gram (a) isolat KB6 tidak berlendir, gram positif dan (b) isolat KB 22 berlendir, gram negatif.
Pengujian kedua adalah pembentukan endospora dengan larutan
malachite green 5% dan larutan safranin 0,5% yang diamati pada mikroskop.
Pada pembentukan endospora memperlihatkan isolat bakteri KB11, KB12,
KB19, KB20, KB25, KB26, KT5, KT10, PT3, PT8 dan BT6, menunjukkan
reaksi positif (gambar 14a). Selanjutnya isolat bakteri KB6, menunjukkan
reaksi negatif (gambar 14b). Sedangkan KB22, KT9, BB8, BT5 dan PT7 tidak
diuji terhadap pembentukan endospora, karena isolat bakteri tersebut
tergolong bakteri gram positif. Menurut Schaad et al. (2001) menyatakan
bahwa isolat bakteri yang termasuk gram positif dikarakterisasi terhadap
b a
46
reaksi anaerob dan koloni kuning pada media YDC, tanpa melalui
karakterisasi pembentukan endospora.
Gambar 14. Pembentukan Endospora (a) warna spora merah, reaksi positif (+) pada isolat KB11, (b) tidak ada warna spora, reaksi negatif (–) pada isolat KB6.
Pengujian ketiga terhadap pertumbuhan anaerob menggunakan media
Hugh dan Leifson. Pada isolat bakteri KB12, KB22, KT5, KT9 dan PT8
memperlihatkan perubahan warna kuning maupun keruh pada bagian tengah
media yang berarti reaksi positif, sedangkan isolat KB11, KB19, KB20, KB25,
KB26, KB31, KT10, PT3, PT7, BT5, BT6 dan BB8 tidak memperlihatkan
perubahan warna kuning maupun keruh pada bagian tengah media yang
berarti reaksi negatif (Gambar 15). Pada isolat KB6 tidak dikarakterisasi
terhadap pertumbuhan anaerob, karena isolat bakteri ini tergolong bakteri
gram negatif dan memperlihatkan reaksi negatif terhadap pertumbuhan
endospora. Menurut Schaad et al. (2001) menyatakan bahwa isolat bakteri
gram positif yang menunjukkan reaksi positif terhadap pertumbuhan
endospora akan dikarakterisasi terhadap pertumbuhan anaerob dan isolat
bakteri yang menunjukkan reaksi negatif terhadap pertumbuhan endospora
akan akan dikarakterisasi terhadap miselium udara.
a b
47
Gambar 15. Pengujian Pertumbuhan Anaerob (-) berwarna hijau (+) kuning atau keruh pada reaksi fermentatif dan reaksi oksidasi.
Pengujian keempat adalah pengujian terhadap koloni kuning
menggunakan media YDC (Yeast Extract-Dextrose) + CacO3. Pengujian
koloni kuning hanya pada bakteri gram positif yaitu isolat bakteri KB22 dan
KT9 yang diinkubasi selama 24 hingga 48 jam. Isolat bakteri KB22 dan KT9
memperlihatkan koloni bakteri berwarna kuning dan berarti reaksi positif,
yang dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Hasil uji Koloni Kuning, isolat bakteri yang menunjukkan (a) warna kuning positif (+) pada isolat KB22 dan (b) warna putih negatif (-) pada isolat KT4.
Pengujian berikutnya adalah miselium udara hanya pada isolat KB6 KT6
dan BT6 karena pada pembentukan endospora bereaksi negatif. Pada isolat
bakteri BT6 memperlihatkan miselium udara yang berarti bereaksi positif,
(BB9) (KB25) kontrol (BB9) (KB25) kontrol
Uji Oksidasi UJi Fermentasi
b a
48
Sedangkan isolat KB6 tidak memperlihatkan miselium udara yang berarti
bereaksi negatif.
Hasil dari uji penghambatan diperoleh 18 isolat bakteri potensil bersifat
antagonis dalam menghambat pertumbuhan R. solancearum dan F.
oxysporum secara In vitro. Untuk mengetahui karakteristik masing-masing
isolat dilakukan pengamatan morfologi dan fisiologi berdasarkan prosedur
Schaad et al., (2001), yang diarahkan untuk mengidentifikasi genus bakteri
yang ditemukan (Tabel 3).
Hasil identifikasi isolat bakteri potensil berdasarkan morfologi dan
fisiologi sesuai prosedur Schaad et al., (2001) diperoleh beberapa genus
bakteri. Pada isolat bakteri dari sampel rizosfer tanaman, diperoleh beberapa
genus bakteri yaitu Bacillus, Clostridium, Streptomyces, Pantoea dan
Pseudomonas. Sedangkan pada isolat bakteri dari bahan organik, diperoleh
beberapa genus bakteri yaitu Bacillus, Coryneform, Clostridium dan Pantoea.
Keanekaragaman genus bakteri pada rizosfer tanaman lebih beragam
dibandingkan bahan organik disebabkan oleh keberadaan bakteri di dalam
maupun di permukaan tanah dipengaruhi oleh pH, kelembaban tanah dan
ketersediaan nutrisi. Hal ini sesuai dengan pendapat Soesanto (2008), yang
menyatakan bahwa rizosfer merupakan daerah ideal bagi tumbuh dan
berkembangnya mikroba antagonis, disebabkan fungsi dari rizosfer sebagai
penyedia nutrisi dan juga sebagai tempat berkembangnya. Beberapa macam
nutrisi disekresikan didalam rizosfer yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
lingkungan didalam tanah. Lingkungan dibawah tanah (rizosfer) lebih stabil
dan terkendali, sehingga mikroba antagonis dengan mudah akan
49
menyesuaikan dan mampu mengatasi permasalahan yang ada bila mikroba
tersebut juga berasal dari rizosfer.
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa isolat bakteri yang
termasuk bakteri genus Pantoea adalah isolat KB22 dan KT9 dengan
memperlihatkan warna koloni putih kekuningan, reaksi gram negatif,
pertumbuhan anaerob positif dan uji koloni kuning YDC positif. Hal ini sejalan
pendapat Schaad et al., (2001), menyatakan bahwa bakteri Pantoea
merupakan bakteri Enterobacter yang berbentuk batang, gram negatif,
bersifat anaerob fakultatif, katalase positif.
Isolat bakteri yang termasuk genus Bacillus adalah isolat bakteri KB11,
KB20, KB25, KB26, KB31, KT10 dan PT3 dengan memperlihatkan ciri-ciri
koloni berwarna putih keruh, gram positif, pertumbuhan anaerob negatif dan
pembentukan endospora positif. Sedangkan isolat bakteri yang termasuk
genus Clostridium adalah isolat bakteri BT5, KB12, KB19, KT5 dan PT8
dengan memperlihatkan ciri koloni berwarna putih pada media NA, reaksi
gram positif, pertumbuhan anaerob positif, dan pembentukan endospora
positif. Hal ini sesuai pendapat Schaad et al.,(2001), menyatakan bahwa
Bakteri genus Clostridium dan Bacillus memperlihatkan warna koloni putih,
reaksi gram positif, pembentukan endospora positif. Lebih lanjut Schaad et
al., (2001), menyatakan bahwa isolat bakteri gram positif dalam pembentukan
endospora memperlihatkan reaksi positif, maka diidentifikasi sebagai genus
Bacilus dan Clostridium. Reaksi anaerob isolat yang memperlihatkan reaksi
positif termasuk genus Clostridium, dan reaksi negatif termasuk genus
Bacillus.
50
Berdasarkan hasil uji penghambatan pertumbuhan terhadap R.
solanacearum (Tabel 2) tertinggi pada isolat bakteri darii bahan organik yaitu
isolat KB11 sebesar 3,6 cm dan KB25 sebesar 3,5 cm, setelah itu
diidentifikasi termasuk dalam genus Bacillus. Hal ini didukung oleh pendapat
Soesanto (2008), mengemukakan bahwa spesies Bacillus telah terbukti
sebagai agensia pengendali hayati yang baik, seperti mengendalikan R.
solancearum dengan pendekatan mekanisme penghambatan bakteri
antagonis melalui antibiosis, kompetisi dan pemacu pertumbuhan. Bakteri
Bacillus menghasilkan antibiotika yang bersifat racun terhadap mikroba lain,
dan mampu berkompetisi dengan patogen tular-tanah dalam hal ruang untuk
hidup dan nutrisi, selain itu bakteri ini menghasilkan hormon yang secara
langsung merangsang pertumbuhan akar, yaitu hormon auksin, yang biasa
disebut PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobakteria).
Sedangkan penghambatan terendah terlihat pada isolat bakteri KB27
yaitu 0,4 cm dan diidentifikasi termasuk dalam genus Pantoea. Hal ini
menunjukkan bahwa genus Pantoea kurang berpotensi sebagai antagonis
terhadap R. solancearaum. Soesanto (2008), mengemukakan bahwa genus
Pantoea hanya beberapa yang memiliki sifat antagonistik seperti Pantoea
(Enterobacter) agglomerams (Beijerinck) yang digunakan dalam
pengendalian hayati Rhizoctonia solani Kuhn. Selain itu genus Pantoea
memiliki kekerabatan dengan Erwinia yang sebagian besar patogen
tanaman, seperti Erwinia carotova merupakan patogen penyebab penyakit
busuk berlendir pada tanaman kubis.
51
Hasil pengujian daya hambat terhadap pertumbuhan cendawan
F.oxysporum secara dual kultur pada pengamatan hari terakhir (ke-10),
menunjukkan bahwa persentase penghambatan tertinggi pada isolat bakteri
BT5 sebesar 80,68% dan diidentifikasi termasuk dalam genus Pseudomonas.
Bakteri Pseudomonas merupakan salah agens hayati yang bersifat antagonis
karena menghasilkan antibiotik yang didifusikan ke medium sehingga dapat
menghambat atau mendegradasi pertumbuhan F.oxysporum. Hal ini
didukung oleh pendapat Soesanto (2008), mengemukakan bahwa bakteri
Pseudomonas yang memiliki pigmen flurenscens menghasilkan antibiotik
yang dapat menghambat pertumbuhan patogen, terutama patogen tular-
tanah dan mempunyai kemampuan mengkoloni akar tanaman yang baik
dibanding mikroba lainnya. Selain itu, bakteri ini menghasilkann metabolik
yang mempunyai berat molekul rendah dan mudah menguap yang berperan
sebagai anti jamur. Senyawa yang mudah menguap, seperti HCN dan
amonium yang penting peranannya dalam pengendalian hayati karena
bersifat toksin terhadap cendawan patogen.
Berdasarkan hasil 2 metode pengujian bakteri dari sampel rizosfer
tanaman dan bahan organik menunjukkan bahwa isolat bakteri BT5
(Pseudomonas), KB11 (Bacillus), KB25 (Bacillus) dan KT9 (Pantoea) yang
lebih unggul diantara isolat bakteri lainnya, sebagai agensia pengendali
terhadap pertumbuhan bakteri R. solanacearum sebagai patogen penyebab
penyakit layu bakteri dan cendawan F. oxysporum sebagai patogen
penyebab penyakit layu fusarium secara in-vitro. Keempat isolat bakteri
tersebut menggunakan prinsip mekanisme antagonis seperti antibiosis yaitu
52
dengan memproduksi toksin maupun metabolik sekunder yang dapat
menghambat pertumbuhan patogen, parasitisme, dan kompetisi dalam
mendapatkan nutrisi. Hal ini sesuai pendapat Klement et al (1990),
mengemukakan bahwa pada prinsipnya mekanisme antagonistik adalah
antibiosis, predasi, parasitisme, dan kompetisi dalam nutrisi. Pengendalian
hayati dari bakteri dan cendawan penyakit hanya fokus pada aktivitas
antibiosis dan kompetisi.
D. Pengujian Secara Kualitatif Terhadap Isolat Bakteri Potensil
a. Pengujian Aktivitas Enzim
Pengujian enzim dilakukan terhadap isolat bakteri yang terpilih
menghambat pertumbuhan R. solanacearum dan F. oxysporum dengan
perbandingan perubahan warna pada media CDA + CBB substrat khitinase
dan media CDA + CBB substrat khitinase + isolat bakteri (gambar 17) terlihat
perubahan warna media menjadi lebih muda. Hal ini berarti bahwa isolat
bakteri pada media yang berubah warna diakbatkan oleh adanya aktivitas
enzim.
Menurut Cook and Baker (1989), menyatakan bahwa semakin muda
warna media semakin tinggi aktivitas enzim tersebut. Hasil pengujian aktivitas
enzim terhadap isolat bakteri terpilih terlihat pada Tabel 4.
53
Gambar 17 : Uji aktivitas enzim terhadap isolat bakteri yang terpilih (A).Media CDA + CBB + subtrat (kontrol); (B). Media CDA+ CBB subtrat kitinase + isolat bakteri KB25 .
Tabel 4 : Hasil Pengujian Aktivitas Enzim pada Isolat bakteri potensil.
Kode Isolat
Perlakuan Sellulase Kitinase
KB06 - + KB11 +++ + KB12 + - KB19 ++ ++ KB20 + +
KB22 + + KB25 +++ +++ KB26 ++ +++ KB31 + - PT7 + + BT5 +++ +++ BB9 + +
Sumber data : Data primer, 2012 Keterangan: - : Tidak ada perubahan warna (tetap biru tua)
+ : Warna biru muda ++ : Warna biru sangat muda +++ : Warna biru muda keputihan
.
Berdasarkan hasil pengujian terhadap kemampuan mensekresikan
enzim ekstraseluler, diperoleh hasil bahwa isolat bakteri potensil pada
substrat tertentu menunjukkan variasi perubahan warna dengan kriteria
A B
54
yang berbeda pula. Pada substrat selulosa, isolat BT5 dan KB11
menunjukkan perubahan warna biru muda keputihan dengan kriteria 3 plus
(+++) pada Gambar 18, berarti kedua isolat bakteri memiliki aktifitas enzim
kitinase sangat tinggi. Dan diikuti isolat KB19, KB25, dan KB26 menunjukkan
warna biru sangat muda dengan kriteria 2 plus (++),berarti ketiga isolat
memiliki aktifitas enzim kitinase tinggi.
Gambar 18 : Hasil pengujian aktivitas enzim pada isolat bakteri BT5
(a) Media+subtrat sellulase, (b) Media subtrat Khitinase.
Pengujian enzim ekstraseluler di dalam pengendalian hayati digunakan
sebagai pembeda antara parasitisme dan antibiotik. Sebagai contoh, produksi
enzim pengurai dinding sel oleh antagonis akan mendorong secara beruntun
dalam parasitisme dan antibiosis. Umumnya enzim banyak peranannya
adalah enzim yang bertindak sebagai pengurai dinding sel. Salah satu enzim
pengurai kitin adalah kininolisis, yang dihasilkan oleh beberapa agens
pengendali hayati. Penguraian kitin melalui enzim lebih terlibat dalam banyak
proses hayati seperti antagonisme, mikoparasitisme, saprofitisme,
morfogenesis, dan nutrisi, serta berperan dalam kerjasama antarorganisme,
termasuk tanaman dan jamur (Soesanto, 2008).
a b
55
Pada bakteri, enzim hanya berfungsi dalam hal nutrisi. Beberapa bakteri
juga mampu menghasilkan enzim ekstraseluler. Apabila sel cendawan
mengalami lisis dan dinding selnya terurai, maka disimpulkan bahwa enzim
pengurai dinding sel yang dihasilkan bakteri yang berhasil dan bertanggung
jawab, padahal mekanisme antibiotika juga berkerja pada waktu yang sama.
Hal ini didukung oleh pendapat Ordentlich et al (1988), menyatakan bahwa
selain jamur, bakteri antagonis juga mampu menghasilkan enzim kitinase.
Enzim ini mampu menghambat pertumbuhan beberapa cendawan patogen,
seperti Botrytis spp., Rhizoctonia solani, dan F. oxysporum secara in-vitro.
Enzim kitinase yang dilepaskan oleh bakteri antagonis akan menyebabkan
lisis pada ujung hifa. Bagian ujung hifa dan bagian lainnya seperti sekat dan
percabangan, akan peka terhadap penguraian karena enzim.
b. Pengujian Aktivitas Senyawa HCN
Tabel 6. Hasil pengujian aktivitas senyawa HCN pada isolat bakteri potensil
Kode Isolat
Perlakuan Kontrol Produksi HCN
PT7 - ++ BT5 - +++ KB6 - +
KB11 - +++ KB12 - + KB19 - +
KB20 - +
KB22 - + KB25 - ++ KB26 - ++ KB31 - + BB9 - +
Keterangan : - : Tidak ada perubahan warna pada media
+ : Warna coklat muda pada media ++ : Warna coklat agak tua pada media +++ : Warna coklat tua\bata pada media.
56
Dari 13 isolat bakteri yang diuji aktivitas HCN di peroleh hasil yang
tertinggi pada isolat bakteri BT5 dan KB11, hal ini di tandai dengan
perubahan warna menjadi warna coklat bata, dan reaksi HCN sedang pada
isolat bakteri PT7, KB19, KB25, dan KB26 dengan perubahan warna menjadi
coklat agak tua. Sedangkan reaksi HCN rendah pada isolat bakteri KB6,
KB12, KB22, KB31, dan BB9. Selain itu pada media kontrol tidak
menunjukkan reaksi aktifitas HCN dengan melihat tidak terjadinya perubahan
warna pada media.
Gambar 19 : Hasil uji aktivitas senyawa HCN pada isolat bakteri potensil. (a). Kontrol; (b). Perubahan warna coklat bata / reaksi tinggi (+++) pada isolat BT5 dan (c) Perubahan warna coklat agak / reaksi sedang (++) pada isolat KB11.
Hasil pengujian terhadap keberadaan senyawa HCN berdasarkan
perubahan warna media (Gambar 19), menunjukkan bahwa pada isolat
bakteri BT5 (Pseudomonas) dan KB11 (Bacillus) memperlihatkan perubahan
warna media coklat tua (bata) dengan kriteria 3 plus (+++), sedangkan pada
isolat KB25 (Bacillus), KB26 (Bacillus), dan PT7 (Pseudomonas)
memperlihatkan perubahan warna media coklat agak muda dengan kriteria 2
plus (++). Isolat bakteri yang menunjukkan perubahan warna media
dikarenakan pada genus Pseudomonas dan Bacillus menghasilkan
a b c
57
metabolik sekunder yang dapat menguap dan bereaksi terhadap larutan
pendeteksi HCN (asam pikrat+ natrium karbonat). Senyawa HCN yang
dihasilkan bakteri antagonis dalam pengendalian hayati terhadap patogen.
Hal ini didukung oleh pendapat Soesanto (2008), mengemukakan bahwa
bakteri Pseudomonas yang memiliki pigmen flurenscens menghasilkan
antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan pathogen, terutama
pathogen tular-tanah, dan menghasilkan metabolik yang mempunyai berat
molekul rendah dan mudah menguap yang berperan sebagai anti jamur.
Senyawa yang mudah menguap, seperti HCN dan amonium yang penting
peranannya dalam pengendalian hayati karena bersifat toksin terhadap
cendawan patogen.
BAB V
KESIMPULAN
58
1. Pada sampel rizosfer tanaman dan bahan organik terdapat 74 isolat
bakteri yang berhasil diisolasi, namun yang memiliki daya penghambatan
hanya 18 isolat.
2. Dari 18 isolat antagonis, yang memiliki penghambatan terbaik terhadap R.
solanacearum adalah BT5, KB11, KB25 dan KB26, sedangkan terhadap
F. oxysporum yang terbaik adalah BT5, KB11, KT9 dan KB25.
3. Keragaman bakteri antagonis yang paling tinggi ditemukan pada isolat
yang berasal dari kerbau belang. Genus bakteri yang ditemukan adalah
Bacillus, Pantoea, Clostridium dan Coryneform.
4. Isolat BT5 (Pseudomonas) memiliki kemampuan yang tertinggi dalam
menghasilkan enzim kitinase dan selulose serta HCN yang bersifat toksik.
Sedangkan isolat Bacillus hanya memiliki kemampuan untuk
menghasilkan enzim (KB25) atau HCN saja (KB11).
SARAN
1. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut dalam terhadap mekanisme
antagonistik lain seperti uji antibiotik dan uji siderofor agar lebih
meyakinkan kemampuan isolat dalam mengendalikan R.solancearum dan
F. oxysporum sebagai patogen penyebab penyakit layu.
2. Perlu dilakukan uji aplikasi pada kondisi green house dan lapangan, agar
dapat ditemukan agens pengendali hayati yang paling efektif .
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. Membangun Kawasan Perbenihan Kentang Melalui Program Iptekda-LIPI di Sulawesi Selatan. http://www.opi.lipi.go.id
/data/1228964432/data/13086710321319802096. Di akses tanggal 9 juli 20012.
59
Anonim, 2012. Sulsel incar produksi kentang 38.160 ton. http://www.kabar
bisnis.com/read/2820169. Di akses tanggal 6 Juni 2012. Anas, N., 2008. Keragaman Mikroba Antagonis pada Beberapa Bioaktifator
dan Uji Efektifitasnya Terhadap Penyakit Rebah Semai (Damping Off) Pada Tanaman sawi (Brassica rapi L). (Skripsi). Jurusan HPT Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.
Ariyanti, E, L. 2009. Isolasi dan Karakterisasi Mikroba Antagonis dari Rizosfer
tanaman kentang Sistem Aeroponik yang Berpotensi Sebagai Pengendali Penyakit Layu (Ralstonia solanacearum) (Proposal Tesis). Universitas Hasanuddin Makassar.
Ariwyanto, T., 1997. Pengendalian Hayati Penyakit Layu Bakteri Tembakau:
isolasi Bakteri. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. 3 : 54 - 60 Baharuddin, 2005. Penerapan Sistem Perbenihan Kentang Industri Berbasis
Paket Teknologi Ramah Lingkungan. Laporan Tahun I, Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID). Universitas Hasanuddin, Makassar.
Baharuddin, Nur Rosida, Ach Sayifudin, 2007. Pengembangan Usaha
Perbenihan Kentang Hasil Kultur Jaringan. FORKOM IPTEKDA LIPI. Gedung IPTEK Universitas Hasanuddin, Makassar.
Betina,V.,1983. The Chemistry and Biology of Antibotik, Phermacochemistry
Library, S., Elsevier Seientific Publishing Company, New York. 121, 221-227.
Diekmann, M. 2003. Alliums pp. The Research institute of Crop Production.
Prague-Ruzyne. 62 pp. Dube, H. C. and A.R. Podile, 1989. Biological Control Of Microbical Plant
Pathogens. Indian review of live science. 9: 15-30. Fahy, P.C. dan Hayward, A.C., 1983. Media and Methods fof Isolation and
Diagnostic Test In : Plant Bacterial Diseases. Academic Press, Sydney.
Gerhardt, P. (Ed). 1981. Manual of Methods of General Bacteriology. Am.
Soc. Microbiol. Washington, D.C Gonsalvels, A.K. dan S.A. Ferreira, 2003. Fusarium oxysporum. Crop
Knowledge Master. University of Hawai at Mamoa. Hajoeningtiijas, O.D., 2012. Mikrobiologi Pertanian. Graha Ilmu. Yogyakarta.
60
Hugh, R. dan E. Leifson. 1953. The Taconomic Significance of Fermentative Versus Oxidative Metabolism of Carbohydrates by Various Gram Negative Bacteria. J. Bacterial 66:24-26.
Idawati N., 2012. Pedoman Lengkap Bertanam Kentang. Pustaka Baru Press,
Yogyakarta. Istikorini, Y., 2002. Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Hayati yang
ekologis Dan Berkelanjutan. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Khair, U., 2011. Uji Daya Hambat Beberapa Konsentrasi Bioaktivator
Mikrobat Untuk Menekan Pertumbuhan Cendawan Fusarium oxysporum Secara In-Vitro (Skripsi). Jurusan HPT Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. Hal 6-10.
Klement, A., 1954. The Relationship of Pathogenicity in Pseudomonas
solanacearum to Colony Appearance on Tetrazolium Medium. Phytopatology 44: 693-695.
Klement, Z., K. Rudolf and D.C. Sands., 1990. Methods in Phytobacteriology.
Akademial Kiado, Budapest. 370–372, 376. Knudsen, G.R dan H.W. Spurr., 1988. Manangement of Bacterial Populations
for Foliar Diseases Biocontrol. In K.G. Mukerji dan K.L. Garg (eds). Biocontrol of Plant Disease. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida United State. Pp 83-92.
Kwong, K.F dan P.M Huang., 1997. Surface Reactivity of Alumiunium
Hydroxides Perciptated in The Presence of Law Molekuler Weight Organik Acids. Soil Sci. Am. J. 43: 1107-1113.
Lelliot, R.A. dan Stead, D.E., 1987. Method for The Diagnosis of Bacterial
Disease of Plants. Blackwell Scientific Publication, Oxford. Lucas, G.B., C.L Campbell and L.T. Lucas., 1992. Introduction To Plant
disease : Identification and Management. Van Nostrand Reinhold. New York.
Martoredjo, T., 2009. Ilmu Penyakit Pascapanen. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Hal 154-155. Menzies, J. D dan C.E. Dade. 1959. A selective Indicator Medium for Isolating
Streptomyces scabies From Potato Tubers of Soil. Phytopathology 49: 457-458.
Merriman, P.R, R.D. Price dan K.F. Baker., 1974. Effect of Seed Inoculation
With Bacillus subtilis and Streptomyces griseus in The Growth of
61
Cereals and Carrots. Australian Journal of Agricultur Research 25 : 219-226.
Mulya,K., and S. Tsuyumu (1998). Some Physiologycal Factors Influencing
Antibiotic Production by Pseudomonas fluorencens PfG32In Biological Control Of Gaeumannomyces graminis. Journal Bacteriol.170 : 3499-3508.
Mulya, K., M. Watanabe., M.Gota, Y. Takikawa dan S. Tsuyumu., 1996.
Suppression of Bacterial Wilth Disease of Tomato by Root Dipping With Pseudomonas flourenscens PFG32 : The Rool of Antibiotic and Siderophore Production. Ann, Phytopathology 62: 134-140.
Nasrun dan Nuryani Y., 2007. Penyakit Layu Bakteri pada Nilam dan Strategi
pengendaliannya. Jurnal Litbang pertanian vol.26 (1), hal 9-15 Nurmayulis, 2005. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kentang yang Diberi
Pupuk Organik Difermentasi, Azospirillum sp. dan Pupuk Nitrogen Di Pangalengan dan Cisarua. Universitas Padjajaran, Bandung.
Ordentlich, A., Y. Elad, dan I. Chet, 1988. The Role of Chitinase of Serratia
marcescens in Biocontrol of Sclerotium rolfsii. Phytopathology 78:84-88.
Rahmawaty, H., 2006. Karakterisasi Morfologi dan Molekuler Isolat Fusarium
oxysporum f.sp.cubense yang Berasal dari Beberapa Daerah Di Sulawesi Selatan (Skripsi). Jurusan HPT Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.
Ryder MH, Stephens PM, Bowen GD., 1994). Improving Plant Productivity
with Rhizosphere Bacteria. Proc. Third Internasional Workshop on Plant Growth-Promoting Rhizobacteria. Adelaide, South Australia.
Samadi, B., 2007. Usaha Tani Kentang. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Schaad, N.W, J.B.Jones and W.Chun(2001).Plant Pathogenic Bacteria, Third
Edition. The American Phytopathological Society. St. Paul, Minnesota.
Semangun, 2004. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 585-593.
Setiadi, dan Nurulhuda, S.F, 2006. Kentang Varietas dan Pembudidayaan.
Penebar Swadaya, Jakarta. Sitepu, D. dan Mogi, S., 1996. Practical Strategy to Control Bacterial Wilt
Disease of Ginger Crops. Proc.Seminar on Integrated Control on Main Diseases of Industrial Crops, Bogor, 13-4 March 1996. Reseaech Institute for Spice and Medicinal Crops, Bogor.
62
Soesanto, L,. 2008. Pengantar pengendalian Hayati Penyakit tanaman. PT
RajaGrafindo Perkasa, Jakarta. Stonier, T,. 1960. Agrobacterium tumefaciens Conn. II Production of an
Antibiotic Subtance. J, Bacteriol. 79: 889-898. Sunarjono, H., 2007. Petunjuk Praktis Budidaya Kentang. Agromedia
Pustaka, Jakarta. Suwahyono, U., 2011. Petunjuk Praktis Penggunaan Pupuk Organik Secara
Efektif dan Efisien. Penebar Swadaya, Jakarta. Tehrani, A.S. dan Ramenzani, M., 2003. Pengendalian Penyebab Penyakit
Layu Bawang Merah dengan Menggunakan Bakteri Antagonis. Commun. Agric. Biol. Sci. Appl. Vol 68 (4). Universitas Teheran; Karaj, Iran
Tiro, nurjannah., 2007. Isolasi Bakteri Antagonis pada Rizosfer Kentang
(Solanum tuberosum L) dan Uji Efektifitasnya Terhadap Patogen Rastonia solanacearum penyebab Penyakit Layu Bakteri Secara in Vitro (Skripsi). Jurusan HPT Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.
Tjahjono, B., 2000. Bakteri Untuk Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman.
Prosiding Makalah Seminar Pehimpunan Fitopatologi Indonesia. Malang, Jawa Timur.
Wattimena, G.A., 2006. Prospek Plasma Nutfah Kentang dalam Mendukung
Swasembada Benih Kentang di Indonesia. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB dan Jurusan Agrohort, Fakultas Pertanian. IPB.
Widodo dan Sutiyoso, Y., 2010. Hama dan penyakit Tanaman, Deteksi Dini
dan Penanggulangan. PT. Trubus Swadaya, Depok, hal 247. Wilson, E.E., F. M. Zeitoun and D. L. Fredrickson. 1967. Bacterial phloem
canker, a new disease of Persian walnut trees. Phytopatology 57:618-621.
Yulipriyanto, H., 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolahannya. Graha
Ilmu. Yogyakarta. Zhang Y., 2004. Biological of Sclerotonia Stem Rot of Canola by Bacterial
antagonists and Study of Biocontrol Mechanisms Involved (Thesis). Winnipeg, Canada; Departement of Plant Science, University of Manitoba.
63
Zulkarnain, 2007. Keragaman Intensitas beberapa Penyakit Penting Tanaman Kentang pada Sistem Perbenihan Aeroponik dan Perbenihan dengan Menggunakan Media Arang Sekam (Skripsi). Jurusan HPT Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
LAMPIRAN
Tabel 1. Hasil isolasi dan pengujian daya hambat 74 isolat bakteri terhadap pertumbuhan R. solanacearum secara In-Vitro
Kode Isolat
Sumber Isolat Diameter zona
Penghambatan (cm) Kriteria
Penghambatan
KT1 Rizosfer Pertanaman Kentang 1 +
KT2 Rizosfer Pertanaman Kentang 1,5 ++
KT3 Rizosfer Pertanaman Kentang 1,3 ++
KT4 Rizosfer Pertanaman Kentang 0,4 +
KT5 Rizosfer Pertanaman Kentang 0,6 +
KT6 Rizosfer Pertanaman Kentang 1,2 ++
KT7 Rizosfer Pertanaman Kentang 1 +
KT8 Rizosfer Pertanaman Kentang 0,8 +
KT9 Rizosfer Pertanaman Kentang 1,4 ++
KT10 Rizosfer Pertanaman Kentang 0,5 +
KT11 Rizosfer Pertanaman Kentang 0,7 +
KT12 Rizosfer Pertanaman Kentang 0,7 +
PT1 Rizosfer Pertanaman Padi 1,2 ++
PT2 Rizosfer Pertanaman Padi 1,3 ++
PT3 Rizosfer Pertanaman Padi 2,7 +++
PT4 Rizosfer Pertanaman Padi 1 +
PT5 Rizosfer Pertanaman Padi 1,3 ++
64
PT6 Rizosfer Pertanaman Padi 1 +
PT7 Rizosfer Pertanaman Padi 2,7 +++
PT8 Rizosfer Pertanaman Padi 2 ++
BT1 Rizosfer Pertanaman Bambu 1 +
BT2 Rizosfer Pertanaman Bambu 0,5 +
BT3 Rizosfer Pertanaman Bambu 0,5 +
BT4 Rizosfer Pertanaman Bambu 1,6 ++
BT5 Rizosfer Pertanaman Bambu 3,6 ++++
BT6 Rizosfer Pertanaman Bambu 2,4 +++
TB1 Rizosfer Pertanaman Terung Belanda 1 +
TB2 Rizosfer Pertanaman Terung Belanda 0,5 +
TB3 Rizosfer Pertanaman Terung Belanda 0,8 +
TB4 Rizosfer Pertanaman Terung Belanda 0,5 +
TB5 Rizosfer Pertanaman Terung Belanda 0 -
KB1 Bahan Organik Kerbau Belang 0,7 +
KB2 Bahan Organik Kerbau Belang 0,7 +
KB3 Bahan Organik Kerbau Belang 0.9 +
KB4 Bahan Organik Kerbau Belang 1 +
KB5 Bahan Organik Kerbau Belang 1 +
KB6 Bahan Organik Kerbau Belang 3,2 ++++
KB7 Bahan Organik Kerbau Belang 1 +
KB8 Bahan Organik Kerbau Belang 1,3 ++
KB9 Bahan Organik Kerbau Belang 0,8 +
KB10 Bahan Organik Kerbau Belang 1,2 ++
KB11 Bahan Organik Kerbau Belang 3,6 ++++
KB12 Bahan Organik Kerbau Belang 3,1 ++++
KB13 Bahan Organik Kerbau Belang 1,8 ++
KB14 Bahan Organik Kerbau Belang 0,8 +
KB15 Bahan Organik Kerbau Belang 0,8 +
KB16 Bahan Organik Kerbau Belang 2,3 +++
KB17 Bahan Organik Kerbau Belang 0,5 +
KB18 Bahan Organik Kerbau Belang 1,8 ++
KB19 Bahan Organik Kerbau Belang 2,9 +++
KB20 Bahan Organik Kerbau Belang 3,2 ++++
KB21 Bahan Organik Kerbau Belang 0,5 +
KB22 Bahan Organik Kerbau Belang 3,2 ++++
KB23 Bahan Organik Kerbau Belang 0,3 +
KB24 Bahan Organik Kerbau Belang 0,5 +
KB25 Bahan Organik Kerbau Belang 3,5 ++++
KB26 Bahan Organik Kerbau Belang 3,4 ++++
KB27 Bahan Organik Kerbau Belang 0,4 +
KB28 Bahan Organik Kerbau Belang 0,5 +
KB29 Bahan Organik Kerbau Belang 3,4 ++++
65
KB30 Bahan Organik Kerbau Belang 0,9 +
KB31 Bahan Organik Kerbau Belang 3,1 ++++
KB32 Bahan Organik Kerbau Belang 2,3 +++
KB33 Bahan Organik Kerbau Belang 0,3 +
KB34 Bahan Organik Kerbau Belang 0,6 +
KB35 Bahan Organik Kerbau Belang 1 +
BB01 Bahan Organik Babi 0,3 +
BB02 Bahan Organik Babi 0,3 +
BB03 Bahan Organik Babi 0,5 +
BB04 Bahan Organik Babi 0,3 +
BB05 Bahan Organik Babi 0,7 +
BB06 Bahan Organik Babi 0,7 +
BB07 Bahan Organik Babi 0,5 +
BB08 Bahan Organik Babi 2,7 +++
Tabel 2. Hasil Rata-rata persentase daya hambat bakteri potensil terhadap
pertumbuhan F. oxysporum pada media padat.
Sumber Isolat Bakteri
Persentase Daya Hambat Terhadap F.oxysporum. Pengamatan Hari Ke-
2 4 6 8 10
Rizosfer Bambu
BT5 38,67a 69,05
a 69,64
a 72,58
a 80,68
a
BT6 18,67cde
19,66cd
23,69de
27,42de
29,77ef
Rizosfer Padi
PT3 18,67cde
20,51cd
25,60de
29,84de
31,59ef
PT7 21,33cd 23,08cd 28,67d 30,64de 35,69de
PT8 17,33cde
20,51cd
25,00de
30,10de
32,58ef
Rizosfer Kentang
KT5 25,15b 27,44c 35,66c 40,63c 50,00c
KT9 39,62a 40,59
b 51,94
b 59,03
b 67,41
b
KT10 31,44ab
32,09b 38,76
c 45,93
c 55,00
c
Bahan organik Kerbau Belang
KB6 10,67e 14,53d 17,86e 18,28f 27,69f
KB11 37,33a 41,88
b 53,57
b 59,14
b 71,59
b
KB12 16,00cde
23,07cd
30,36d 30,65
de 40,15
d
KB19 22,67bc 24,79c 30,36d 33,33d 39,39d
KB20 20,00cd
26,49c 33,93
d 34,94
d 38,26
de
KB22 17,33cde
23,08cd
30,36d 32,79
d 39,39
d
KB25 20,00cd
25,64c 45,69
c 48,93
c 65,91
b
KB26 28,00b 36,75
b 43,31
c 44,62
c 54,92
c
KB31 16,00cde
19,66cd
25,60de
27,96de
37,12de
Bahan organik Babi
BB08 13,33de 15,38d 19,05e 22,58e 31,21ef
66
Ket. : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom, tidak berbeda nyata pada Taraf Uji Duncan taraf 5%.
Tabel 3a. Persentase Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil Terhadap Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke-2
Perlakuan Ulangan (cm)
Jumlah Rerata 1 2 3
BT5 48 32 36 116 38.67
BT6 20 16 20 56 18.67
PT3 20 20 16 56 18.67
PT7 24 20 20 64 21.33
PT8 20 16 16 52 17.33
KT5 22.6 26.4 26.4 75 25.15
KT9 43.4 34 41.5 119 39.62
KT10 7.6 43.4 43.4 94 31.44
KB06 12 8 12 32 10.67
KB11 44 36 32 112 37.33
KB12 16 20 12 48 16.00
KB19 24 24 20 68 22.67
KB20 16 24 20 60 20.00
KB22 16 20 16 52 17.33
KB25 20 16 24 60 20.00
KB26 24 32 28 84 28.00
KB31 20 16 12 48 16.00
BB08 12 12 16 40 13.33
Tabel 3b. Sidik Ragam Persentase Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil Terhadap
Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke-2
SK DB JK KT F. Hit F. Tabel
0.05 0.01
Perlakuan 17 2216.35 130.37 3.42 1.92 2.51
67
Acak 36 1374.30 38.17
Total 53 3590.65
KK : 26.98 %
Tabel 4a. Persentase Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil Terhadap Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke-4
Perlakuan Ulangan
Jumlah Rerata 1 2 3
BT5 71.43 67.86 67.86 207.15 69.05
BT6 20.51 17.95 20.51 58.97 19.66
PT3 20.51 23.08 17.95 61.54 20.51
PT7 23.08 25.64 20.51 69.23 23.08
PT8 20.51 17.95 23.08 61.54 20.51
KT5 27.44 35.33 19.56 82.33 27.44
KT9 43.22 35.33 43.22 121.77 40.59
KT10 0.36 47.95 47.95 96.26 32.09
KB06 15.38 12.82 15.38 43.58 14.53
KB11 46.15 41.03 38.46 125.64 41.88
KB12 25.64 20.5 23.08 69.22 23.07
KB19 25.64 25.64 23.08 74.36 24.79
KB20 17.95 33.33 28.2 79.48 26.49
KB22 17.95 28.2 23.08 69.23 23.08
KB25 23.08 17.95 35.9 76.93 25.64
KB26 33.33 41.03 35.9 110.26 36.75
KB31 25.64 17.95 15.38 58.97 19.66
BB08 12.82 15.38 17.95 46.15 15.38
Tabel 4b. Sidik Ragam Persentase Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil Terhadap Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke-4
SK DB JK KT F. hit F. Tabel
0.05 0.01
Perlakuan 17 5946.12 349.77 5.65 1.92 2.51
Acak 36 2227.69 61.88
Total 53 8173.81
68
KK : 28,08 % Tabel 5a. Persentase Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil Terhadap Pertumbuhan
F. oxysporum pada hari ke - 6
Perlakuan Ulangan
Jumlah Rerata 1 2 3
BT5 71.43 67.85 69.64 208.92 69.64
BT6 30.00 19.64 21.43 71.07 23.69
PT3 26.79 28.57 21.43 76.79 25.60
PT7 28.57 30.64 26.79 86.00 28.67
PT8 26.79 26.79 21.43 75.01 25.00
KT5 37.21 38.37 31.39 106.97 35.66
KT9 54.65 47.67 53.49 155.81 51.94
KT10 6.98 56.98 52.32 116.28 38.76
KB06 19.64 16.07 17.86 53.57 17.86
KB11 62.5 58.93 39.28 160.71 53.57
KB12 32.14 28.57 30.36 91.07 30.36
KB19 32.14 28.57 30.36 91.07 30.36
KB20 26.79 39.28 35.71 101.78 33.93
KB22 26.79 35.71 28.57 91.07 30.36
KB25 46.00 42.86 48.21 137.07 45.69
KB26 44.64 46.00 39.28 129.92 43.31
KB31 30.36 26.79 19.64 76.79 25.60
BB08 16.07 19.64 21.43 57.14 19.05
Tabel 5b. Sidik Ragam Persentase Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil Terhadap
Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke -6
SK DB JK Kt=T F. Hit F. Tabel
0.05 0.01
Perlakuan 17 5386.379 316.85 5.01 1.92 2.51
Acak 36 2277.035 63.25
Total 53 7663.415
KK: 22,76%
69
Tabel 6a. Persentase Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil Terhadap Pertumbuhan
F. oxysporum pada hari ke -8
Perlakuan Ulangan
Jumlah Rerata 1 2 3
BT5 74.19 70.96 72.58 217.73 72.58
BT6 27.42 25.81 29.03 82.26 27.42
PT3 29.03 33.87 25.81 88.71 29.57
PT7 30.64 32.26 29.03 91.93 30.64
PT8 29.03 30.64 30.64 90.31 30.10
KT5 47.32 37.29 37.29 121.9 40.63
KT9 64.05 56.52 56.52 177.09 59.03
KT10 20.57 64.05 53.17 137.79 45.93
KB06 19.35 16.13 19.35 54.83 18.28
KB11 66.13 62.9 48.39 177.42 59.14
KB12 33.87 25.81 32.26 91.94 30.65
KB 19 35.48 30.64 33.87 99.99 33.33
KB20 29.03 38.71 37.08 104.82 34.94
KB 22 29.03 37.08 32.26 98.37 32.79
KB 25 48.39 48.39 50.00 146.78 48.93
KB 26 45.16 48.39 40.32 133.87 44.62
KB31 33.87 27.42 22.58 83.87 27.96
BB08 19.35 22.58 25.81 67.74 22.58
Tabel 6b. Sidik Ragam Persentase Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil Terhadap
Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke- 8
SK DB JK KT F. Hit F. Tabel
0.05 0.01
Perlakuan 17 5711.86 335.9917 7.5 1.92 2.51
Acak 36 1619.32 44.98
Total 53 7331.18
KK : 17,52%
70
Tabel 7a. Persentase Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil Terhadap
Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke-10
Perlakuan Ulangan
Jumlah Rerata 1 2 3
BT5 81.81 79.54 80.68 242.03 80.68
BT6 29.77 27.72 31.82 89.31 29.77
PT3 31.82 35.23 27.72 94.77 31.59
PT7 34.09 38.89 34.09 107.07 35.69
PT8 34.09 31.82 31.82 97.73 32.58
KT5 56.67 48.33 45.00 150.00 50.00
KT9 66.67 67.78 67.78 202.23 67.41
KT10 29.44 73.89 61.67 165.00 55.00
KB06 29.54 25.00 28.54 83.08 27.69
KB11 76.14 73.86 64.77 214.77 71.59
KB12 43.18 37.5 39.77 120.45 40.15
KB 19 45.45 35.23 37.5 118.18 39.39
KB20 31.82 43.18 39.77 114.77 38.26
KB 22 35.23 43.18 39.77 118.18 39.39
KB 25 64.77 70.45 62.5 197.72 65.91
KB 26 55.68 60.23 48.86 164.77 54.92
KB31 39.77 37.5 34.09 111.36 37.12
BB08 27.72 31.82 34.09 93.63 31.21
Tabel 7b. Sidik Ragam Persentase Daya Hambat Isolat Bakteri Potensil Terhadap
Pertumbuhan F. oxysporum pada hari ke-10
SK DB JK KT F. Hit F. Tabel
0.05 0.01
Perlakuan 17 6653.97 391.41 8.92 1.92 2.51
Acak 36 1579.49 43.87
Total 53 8233.463
KK : 14,39 %
71
Gambar 8 : (a) sampel tanah rizosfer tanaman dan bahan organik; (b)&(c) Proses inokulasi isolat murni bakteri ke dalam botol balsam yang berisi media NB cair yang disterilkan; (d) isolat bakteri dalam media NB cair yang telah di shaker 2-3 hari. Dan (e) isolat bakteri sebanyak 1 ml dalam effendof cup yang siap di centrifius, untuk memisahkan supernatant dan pelet bakteri.
a b c
d e
72
Gambar 9. Hasil Pengujian Daya Hambat Pertumbuhan Terhadap R. solanacearum
pada Media NA, (a). Isolat Bakteri KB25 (Bacillus); (b). Isolat Bakteri KB26 (Bacillus); (c). Isolat Bakteri PT07 (Pseudomonas); (d). Isolat Bakteri BT05 (Pseudomonas); (e). Isolat Bakteri BB08 (tidak teridentifikasi); (f). Isolat Bakteri KB06 (Corypeform); (g). Isolat Bakteri KB11 (Bacillus); (h). Isolat Bakteri KB12 (Clostridium); (i) Isolat Bakteri KB19 ( Clostridium); (j) Isolat Bakteri KB22 (Clostridium) dan (k) Kontrol.
j i
f
k
g
d b
e
c a
h
a d
h e
b c
f g
73
Gambar 10. Hasil Pengujian Daya Hambat Bakteri Potensil Terhadap Pertumbuhan
F.oxysporum pada Media PDA, (a) Isolat BT5 (Pseudomonas), (b) Isolat BT6 (Streptomyces), (c) Isolat PT3 (Bacillus), (d) Isolat PT7 (Pseudomonas), (e) Isolat KB6 (Coryneform), (f) Isolat KB11 (Bacillus), (g) Isolat KB12 (Clostridium), (h) Isolat KB19 (Clostridium), (i) Isolat KB20 (Bacillus), (j) Isolat KB22 (Bacillus). (k) Isolat KB25 (Bacillus), (l) Isolat KB 26 (Bacillus), (m) Isolat KB31 (Bacillus), (n) Isolat KT5 (Clostridium), (o) Isolat KT9 (Pantoea), (p) Isolat KT10 (Bacillus), (q) Isolat BB08 (Pantoea) dan (r) kontrol.
d e
i
c b a
j k L
m n p
Q
o
r
74
Gambar 11 : Prosedur Kerja dari Reaksi Gram Bakteri : (a) Penggolesan Bakteri yang Ditetesi Larutan KOH 3% di Gelas Objek; (b) Hasil Reaksi Negatif/Tidak Berlendir dan Termasukbakteri gram positif; (c) Hasil Reaksi positif/ berlendir dan Termasuk Bakteri Gram Negatif. Prosedur Kerja dari Pembentukan Endospora(d) Penggolesan Bakteri yang Ditetesi Aquades di Gelas Objek; (e) Bakteri yang Ditetesi Larutan Safranin 0,05% dan (f) Bakteri yang siap Diamati di bawah Mikroskop.
Gambar 12 : Pengujian Anaerob pada isolat bakteri : (a).isolat Bakteri Rizosfer Kentang (KT01-12); (b).Isolat Bakteri Bahan Organik Kerbau Belang (KB6, KB19, KB11, KB12); (c).Isolat Bakteri Bahan Organik Kerbau Belang (KB22); (d).Isolat Bakteri Bahan Organik Kerbau Belang (KB25, KB26, KB31); (e).Isolat Bakteri Bahan Organik Babi (BB8);
f
a b
c d
e f g
75
(f).Isolat Bakteri Rizofer Padi (PT3, PT7, PT8);); (g).Isolat Bakteri Rizosfer Bambu (BT5, BT6)
Gambar 13 : Isolat Bakteri Antagonis (a) PT3; (b) PT7 dan (c) PT8 yang Berasal dari Rizosfer Padi. (d) KB06; (e) KB11; (f) KB12; (g) KB19; (h) KB20; (i) KB22; (j) KB25; (k) KB26; dan (l) KB31 yang Berasal dari Bahan Organik Kerbau Belang. (m) KT5; (n) KT9 dan (o) KT10 yang berasal dari Rizosfer Kentang. (p). BT05, dan (q). BT06 yang berasal dari Rhizosfer Bambu, sedangkan (r) BB08 yang berasal dari Bahan Organik Babi.
a b c d
q
h g f
e
p
o n m l k
j i
r
76
Gambar 14 : Media pengujian untuk aktivitas enzim, media CDA+CBB (kontrol), media CDA+CBB+Subtrat Sellulase, media CDA+CBB+Subtrat kitin, dan media YDC untuk media uji koloni kuning.; b0: proses penuangan media ke dalam cawan petri disc.
Gambar 15 : Proses peletakan kertas saring hasil celupan larutan pendeteksi HCN (asam pikrat + Natrium karbonat) pada penutup cawan berisi media biakan murni isolate bakteri.
77
Gambar 16 : Hasil Pengujian Enzim Ekstraseluler dengan Subtrak Selulase pada (a) Bakteri BT5 (Pseudomonas), (b) Bakteri KB11 (Bacillus); (c) Bakteri KB19 (Clostridium); (d) Bakteri KB25 (Bacillus) dan (e) Bakteri KB25 (Bacillus).
Gambar 17 : Hasil Pengujian Enzim Ekstraseluler dengan Subtrak Kitinase pada (a) Bakteri BT5 (Pseudomonas); (b) Bakteri KB25 (Bacillus sp.); (c) Bakteri KB 26 (Bacillus sp.); (d) Bakteri KB11 (Bacillus sp.) dan (e) Bakteri KB 19 (Clostridium sp.)
a
d
b c
e
b a
d e
c
78
Gambar 18: Hasil pengujian produksi HCN pada Isolat : (a) kontrol; (b) Bakteri PT7;
(c) Bakteri BT5; (d) Bakteri KB6; (e) Bakteri KB11; (f) Bakteri KB12;(h) Bakteri KB19, (i) Bakteri KB20; (j) Bakteri KB22; k) Bakteri KB25,(l) Bakteri KB31 dan (n) Bakteri BB9.
KOMPOSISI MEDIA DAN LARUTAN STOK
a b c
f
g
d
h j
J k L
e
79
Media TTC (Tetrazolium Chloride Agar) (Kelment, A., 1954) - Pepton 10 gram/L - Nutrient Broth 8 gram/L - Glukosa 5 gram/L - Agar 15 gram/L - Stok TTC 5% 100 ml/L - Aquades 1 Liter
Media NGA (Nutrient Glukosa Agar)
- Nutrient Broth (Difco TM) 8 gram/L - Glukosa 5 gram/L - Agar 15 gram/L - Aquades 1 Liter
Media NB Cair (Nutrient Broth)
- Nutrient Broth (Difco TM) 8 gram/L - Aquades 1 Liter
Media Agar Cair 3% (Hugh and Leifson,1953).
- Agar 3 gram - Aquades 100 ml
Media Hugh dan Leifson (Hugh and Leifson,1953).
- Pepton 2 gram/L - NaCl 5 gram/L - KH2PO4 0,3 gram/L - Bromthymol Blue 3 gram/L - Aquades 1 Liter
Media YDC (Yeast Extract Dextrose CacO3) (Wilson, 1967).
- Yeast extract 10 gram/L - Dextrose (glucose) 20 gram/L - Calcium carbonate, USP
Light powder 20 gram/L - Agar 15 gram/L - Aquades 1 Liter
Media King’s B fluorescen (King, et al., 1954).
- Pepton proteose 20 gram/L - K2HPO4 1,5 gram/L - MgSO4.7H2O 1,5 gram/L - Gliserol 15 ml/L - Agar 15 gram/L - Aquades 1 Liter
Media CDA (Czapek Dox Agar)
- NaNo3 2 gram/L - K2HPO4 1 gram/L - MgSO4.7H2O 0,5 gram/L - KCl 0,5 gram/L - FeSO4.7H2O 0,01 gram/L - Sukrosa 30 gram/L - Agar 19 gram/L
80
- Aquades 1 Liter
Media Potato dextrose agar (Lelliott and Stead,1987) - Glucose 20 gram/L - Peeled Washed potato 200 gram/L - Agar 15 gram/L - Aquades 1 Liter
Larutan Stok TTC (Tetrazolium Chloride) (Kelment, A., 1954)
- TTC 0,5 gram/ml - Aquades steril 100 ml
Larutan Stok KOH 3% (Fahy and Hayward, 1983).
- KOH 3% 3 gram/ml - Aquades steril 100 ml
Larutan pendeteksi endospora (Gerhardt, 1981).
- Larutan Malachite green 5% - Larutan Safranin 0,5%
Larutan Glukosa 10% (Hugh and Leifson,1953).
- Glukosa 10 gram/ml - Aquades 100 ml
Larutan Stok pendeteksi HCN
- Asam pikrat 1 gram/ml - Natrium karbonat 4 gram/ml - Aquades steril 100 ml
81
LAMPIRAN Tabel 1. Hasil isolasi dan pengujian efektifitas 74 isolat bakteri terhadap
pertumbuhan R. solanacearum secara In-Vitro.
Isolat Sumber Isolat Penghambatan (cm) Kriteria Penghambatan
KT1 Rizosfer Kentang 1 + KT2 Rizosfer Kentang 1,5 ++ KT3 Rizosfer Kentang 1,3 ++ KT4 Rizosfer Kentang 0,4 + KT5 Rizosfer Kentang 0,6 + KT6 Rizosfer Kentang 1,2 ++ KT7 Rizosfer Kentang 1 + KT8 Rizosfer Kentang 0,8 + KT9 Rizosfer Kentang 1,4 ++
KT10 Rizosfer Kentang 0,5 + KT11 Rizosfer Kentang 0,7 + KT12 Rizosfer Kentang 0,7 + PT1 Rizosfer Padi 1,2 ++ PT2 Rizosfer Padi 1,3 ++ PT3 Rizosfer Padi 2,7 +++ PT4 Rizosfer Padi 1 + PT5 Rizosfer Padi 1,3 ++ PT6 Rizosfer Padi 1 + PT7 Rizosfer Padi 2,7 +++ PT8 Rizosfer Padi 2 ++ BT1 Rizosfer Bambu 1 + BT2 Rizosfer Bambu 0,5 + BT3 Rizosfer Bambu 0,5 + BT4 Rizosfer Bambu 1,6 ++ BT5 Rizosfer Bambu 3,6 ++++ BT6 Rizosfer Bambu 2,4 +++ TB1 Rizosfer Terung Belanda 1 + TB2 Rizosfer Terung Belanda 0,5 + TB3 Rizosfer Terung Belanda 0,8 + TB4 Rizosfer Terung Belanda 0,5 + TB5 Rizosfer Terung Belanda 0 - KB1 Bahan Organik Kerbau Belang 0,7 + KB2 Bahan Organik Kerbau Belang 0,7 + KB3 Bahan Organik Kerbau Belang 0.9 + KB4 Bahan Organik Kerbau Belang 1 + KB5 Bahan Organik Kerbau Belang 1 + KB6 Bahan Organik Kerbau Belang 3,2 ++++ KB7 Bahan Organik Kerbau Belang 1 + KB8 Bahan Organik Kerbau Belang 1,3 ++ KB9 Bahan Organik Kerbau Belang 0,8 +
KB10 Bahan Organik Kerbau Belang 1,2 ++ KB11 Bahan Organik Kerbau Belang 3,6 ++++ KB12 Bahan Organik Kerbau Belang 3,1 ++++ KB13 Bahan Organik Kerbau Belang 1,8 ++ KB14 Bahan Organik Kerbau Belang 0,8 + KB15 Bahan Organik Kerbau Belang 0,8 + KB16 Bahan Organik Kerbau Belang 2,3 +++ KB17 Bahan Organik Kerbau Belang 0,5 + KB18 Bahan Organik Kerbau Belang 1,8 ++ KB19 Bahan Organik Kerbau Belang 2,9 +++ KB20 Bahan Organik Kerbau Belang 3,2 ++++
82
KB21 Bahan Organik Kerbau Belang 0,5 + KB22 Bahan Organik Kerbau Belang 3,2 ++++ KB23 Bahan Organik Kerbau Belang 0,3 + KB24 Bahan Organik Kerbau Belang 0,5 + KB25 Bahan Organik Kerbau Belang 3,5 ++++ KB26 Bahan Organik Kerbau Belang 3,4 ++++ KB27 Bahan Organik Kerbau Belang 0,4 + KB28 Bahan Organik Kerbau Belang 0,5 + KB29 Bahan Organik Kerbau Belang 3,4 ++++ KB30 Bahan Organik Kerbau Belang 0,9 + KB31 Bahan Organik Kerbau Belang 3,1 ++++ KB32 Bahan Organik Kerbau Belang 2,3 +++ KB33 Bahan Organik Kerbau Belang 0,3 + KB34 Bahan Organik Kerbau Belang 0,6 + KB35 Bahan Organik Kerbau Belang 1 + BB01 Bahan Organik Babi 0,3 + BB02 Bahan Organik Babi 0,3 + BB03 Bahan Organik Babi 0,5 + BB04 Bahan Organik Babi 0,3 + BB05 Bahan Organik Babi 0,7 + BB06 Bahan Organik Babi 0,7 + BB07 Bahan Organik Babi 0,5 + BB08 Bahan Organik Babi 2,7 +++
Kriteria antagonis : - : 0 (tidak ada penghambatan),
+ : 0, 1 cm – 1 cm, ++ : > 1,0 cm – 2 cm +++ : > 2,0 cm – 3 cm, ++++ : > 3,0 cm
Tabel 2. Hasil Identifikasi 18 Isolat Bakteri rizosper dan bahan organik
Isolat Warna koloni Reaksi Gram
Endospora Anaerob Koloni kuning
Miselium udara
Hasil
KB6 Putih + - 0 0 - Coryneform
KB11 Putih keruh + + ̶ 0 0 Bacillus
KB12 Putih + + + 0 0 Clostridium
KB20 Putih keruh + + ̶ 0 0 Bacillus
KB22 Putih kekuningan ̶ 0 + + 0 Pantoea
KB25 Putih keruh + + ̶ 0 0 Bacillus
KB26 Putih keruh + + ̶ 0 0 Bacillus
KB29 Putih + + ̶ 0 0 Clostridium
KB31 Putih keruh + + ̶ 0 0 Bacillus
BT5 Putih transparan ̶ 0 ̶ 0 0 Pseudomonas
Keterangan : (+) reaksi positif; (-) reaksi negatif; (o) Tidak diujikan
Reaksi / Zona Penghambatan isolat.
Bakteri Uji yang diisolasi dari sampel.
Media yang ditumbuhkan R.solanacearum
83
Gambar 1.Diagram uji penghambatan isolat bakteri terhadap R.solanacearum berdasarkan metode Stonier (1960).
Gambar 2 : Hasil pengujian efektivitas terhadap R solanacearum pada media NGA (a). Kontrol, dan (b) Isolat bakteri yang menunjukkan zona penghambatan berwarna bening.
b a