BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air bersih merupakan hal yang paling dibutuhkan seluruh makhluk hidup
untuk bertahan hidup, tidak terkecuali manusia yang setiap hari harus
mengkonsumsi air untuk berbagai hal. Di dunia yang semakin maju, dimana
banyak lahan telah dibangun untuk berbagai keperluan manusia, air bersih
semakin sulit untuk dicari. Pada masa dahulu kala, ketika manusia
membutuhkan air mereka tidak perlu mengeluarkan uang untuk mendapatkan
air bersih karena jumlah air bersih yang tersedia masih banyak. Tetapi saat ini,
untuk setiap liter air bersih, ada biaya yang harus dibayar untuk
mendapatkannya.
Jakarta merupakan kota padat penduduk dimana tingkat pembangunan
di kota tersebut sangat tinggi. Namun, pembangunan dan tingkat penduduk
yang sulit terkendali justru menimbulkan masalah-masalah baru, salah satunya
adalah masalah air bersih. Jakarta sendiri tidak mempunyai pasokan air bersih
yang cukup. Kebutuhan air bersih setiap tahunnya selalu meningkat. Sebagian
besar pemenuhan air bagi warga Jakarta diambil dari luar Jakarta. Itulah
fenomena yang terjadi, masyarakat Jakarta terlalu banyak sehingga berdampak
pada tingginya tingkat kebutuhan air. Selain itu, banyak proyek-proyek
pembangunan mengesampingkan aspek-aspek penting seperti air bersih.
Ketika kota Jakarta, Bekasi dan beberapa wilayah di Kabupaten
Tangerang sedang dilanda hujan yang amat deras dan menimbulkan banjir
besar pada bulan Februari yang lalu, pada saat yang sama hampir semua
waduk di Pulau Jawa sedang mengalami defisit air. Waduk Jatiluhur yang
hanya berjarak sekitar 100 km dari Kota Jakarta misalnya, ketinggian air pernah
hanya mencapai +83.00m (padahal muka air menurut pola operasi normal
seharusnya minimal +92.00m). Hal tersebut memang sangat ironis.
Kekeringan dan banjir adalah peristiwa alam yang merupakan bagian
dari siklus kehidupan ekosistem bumi. Hampir setiap tahun peristiwa kekeringan
dan banjir datang silih berganti. Kekeringan dan banjir berperilaku linier
1
dependent. Semakin parah banjir yang terjadi, maka semakin dahsyat pula
kekeringan yang akan menyusul. Berdasarkan kenyataan tersebut, yang
terpenting bagi kita adalah memahami fenomena tersebut serta menyikapi
kenyataan itu agar air selalu tersedia untuk mencukupi dinamika berbagai
keperluan di saat curah hujan berkurang. Sebaliknya, air tidak menimbulkan
persoalan di saat curah hujan sedang meningkat. Untuk itu diperlukan sistem
pengelolaan air yang baik dan terpadu. Hal ini dikarenakan air merupakan
kebutuhan yang mutlak diperlukan semua daerah.
1.2. Permasalahan
Indonesia memang tercatat mempunyai sumber daya air 3,22 triliun
meter kubik per tahun, setara ketersediaan air per kapita sebesar 16.800 meter
kubik per tahun. Ketika musim penghujan tiba misalnya air “meluap sampai
jauh”. Persoalannya, negeri ini kurang pintar mengelola air. Tidak menghargai
apalagi berupaya mengkonservasi tiap tetes air. Jadi, tidak mengherankan bila
tiap tahun, di berbagai media muncul berita mengenai persoalan-persoalan
kekeringan. Selain buruknya pengelolaan air di tiap wilayah, dengan alasan
otonomi daerah, ego kedaerahan juga kerap menjadi kendala untuk
melaksanakan kerja sama antar daerah dalam pengelolaan sumber daya alam.
Derasnya pembangunan Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara,
menyebabkan terjadinya peluapan (spillover) perkembangan kota ke wilayah di
sekitarnya, sehingga terjadilah berbagai alih fungsi peruntukan di kota-kota
sekitar Jakarta. Sementara itu, belum ada perencanaan terpadu di kawasan
sekitar Jakarta, yang didasarkan kepada satu kesatuan ekosistem yang saling
mempengaruhi. Sehingga, diperlukan pemahaman untuk mengelola bersama
dalam kerangka kerja sama antar daerah yang telah ditetapkan mekanisme dan
sistemnya oleh peraturan yang berlaku.
Di ranah air, Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya Air (SDA) dan
Ditjen Cipta Karya memposisikan diri dengan baik. Pihak pertama (pusat)
mengelola air dari hulu, membaginya untuk irigasi, air baku untuk air minum,
dan kepentingan lainnya. Pihak kedua menunggunya di hilir untuk mengatur
dan memfasilitasi pemanfaatan air baku untuk pemenuhan kebutuhan air
2
minum di daerah. Dua sinergi ini hendaknya dapat meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat jika semua pihak berkomitmen mewujudkannya dan
bersama-sama mewujudkan akselerasi positif. Namun, jika masih menonjolkan
ego masing-masing maka yang terjadi adalah pembiaran ketimpangan sumber
air antara daerah yang kaya sumber dengan yang tidak.
Jakarta sesungguhnya kota yang kaya akan air. Tapi, kekayaan ini telah
menjadi musibah bagi penduduknya karena salah urus dan menjelma menjadi
banjir serta sarang ideal bagi nyamuk anofeles, sang penyebar maut malaria,
kemudian demam berdarah. Selain itu, ironis bahwa Jakarta terlalu sering
mengalami krisis air.
Para sejarawan menyimpulkan krisis air pula yang menjadi salah satu
penyebab utama pemindahan ibu kota kemaharajaan kolonial Belanda. Pada
akhir abad ke-18, Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten memulai
proses meninggalkan Oud Batavia secara bergelombang menuju tempat baru,
Nieuw Batavia, di sekitar Gambir, dan dinamakan Weltevreden atau sangat
memuaskan.
Hal yang ironi lainnya adalah sementara di permukiman orang kaya
dapat pelayanan air bersih dan hanya membayar Rp 9.000, di beberapa tempat
warga miskin dipaksa membeli air dengan harga sangat mahal karena tidak
terlayani jaringan pipa air bersih. Warga miskin di kelurahan yang tidak terlayani
jaringan pipa harus membeli air bersih yang dijual eceran Rp 125 ribu per meter
kubik. Padahal harga rata-rata air bersih dari PAM Jaya hanya Rp 7.500 per
meter kubik. Di Jakarta air jadi yang termahal di dunia justru untuk rakyat
miskin.
Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Permasalahan Sumber Daya Air :
a) Kondisi Sumber Daya Air;
b) Pertambahan jumlah penduduk;
c) Ketersediaan dan kinerja prasarana dan sarana;
d) Kelembagaan pemerintah yang menangani pengelolaan SDA;
e) Perilaku masyarakat pengguna sumber daya air;
f) Kondisi dan penggunaan ruang di daerah aliran sungai;
3
g) Ketersediaan perundang-undangan dan pedoman.
Sementara itu, permasalahan yang berkaitan dengan ketersediaan air minum
bagi masyarakat dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Daya dukung lingkungan semakin terbebani oleh pertumbuhan penduduk
dan Urbanisasi.
2. Interpretasi UU No. 22 tahun 2004 tidak mendorong pengembangan dan
Kerjasama antar daerah dalam penyediaan air minum.
3. Kebijakan yang memihak kepada masyarakat miskin masih belum
berkembang.
4. PDAM tidak dikelola dengan prinsip kepengusahaan.
5. Kualitas air belum memenuhi syarat air minum.
6. Keterbatasan pembiayaan mengakibatkan rendahnya investasi dalam
penyediaan air minum.
7. Kelembagaan pengelolaan air minum yang ada sudah tidak memadai
lagi dengan perkembangan saat ini.
8. Kemitraan pemerintah dan swasta dalam penyediaan air minum kurang
berkembang.
9. Kemitraan pemerintah dan masyarakat dalam penyediaan air minum
kurang berkembang.
10.Pemahaman masyarakat tentang air minum tidak mendukung
pengembangan air minum.
Kelemahan utama Indonesia terletak pada tidak efektifnya pasokan air
baku. Tidak adanya jaminan tegas terhadap ketersediaan air baku, tergambar
dari minimnya jumlah bendungan besar di Indonesia. Belum ada upaya-upaya
non-teknis di luar pembangunan infrastruktur yang diharapkan berperan besar
dalam membentuk sikap dan tindakan masyarakat untuk lebih peduli
permasalahan sumber daya air. Di Swedia misalnya, hukum yang ketat, pada
akhirnya membuat masyarakat ikut mengkonservasi sumber air. Sampai saat ini
belum ada kerja sama antar daerah dengan titik berat pada penyediaan air
bersih bagi masyarakatnya di wilayah Jabodetabek.
4
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1. Kebijakan Publik
Tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat seperti yang
diamanatkan dalam UUD 1945 adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memajukan kesejahteraan umum”.
Tugas ini terbilang cukup luas cakupannya karena mengandung pengertian
bahwa masyarakat harus terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar hidupnya. Air
bersih sebagai kebutuhan dasar masyarakat memiliki peranan penting dalam
menentukan derajat kesehatan masyarakat yang juga merupakan salah satu
tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pembangunan oleh pemerintah.
Masalah air bersih adalah masalah yang menyangkut kepentingan orang
banyak dan membutuhkan campur tangan pemerintah. Dalam bidang ekonomi,
masalah-masalah yang menuntut adanya intervensi pemerintah ini biasanya
berhubungan dengan barang-barang publik (Said Zainal, 2012:77).
Persoalan yang sering muncul dalam melakukan kajian terhadap
masalah-masalah publik adalah bahwa tidak semua masalah mendapat
tanggapan yang memadai oleh para pembuat kebijakan. Hanya masalah-
masalah tertentu saja yang mendapat tanggapan. Pada tahap inilah kemudian
timbul pertanyaan, mengapa hal ini terjadi? Menurut Thomas R. Dye, kebijakan
publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak
dilakukan (Said Zainal, 2012:5-6). Sifat kebijakan publik dapat dipahami secara
lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori, seperti tuntutan-
tunutan kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy
decisions), pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements), hasil-hasil
kebijakan (policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (policy outcomes).
Air bersih sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat harus
terpenuhi dengan intervensi pemerintah, untuk menghindari penguasaan
individu atas sumber daya tersebut. Apapun kebijakan yang ditempuh
pemerintah, tujuan pemenuhan kebutuhan ini menjadi syarat mutlak yang harus
tercapai.
5
2.2. Kerjasama Antar Daerah
Kerjasama diharapkan menjadi satu jembatan yang dapat mengubah
potensi konflik kepentingan antar daerah menjadi sebuah potensi pembangunan
yang saling menguntungkan. Kerjasama Antar Daerah (KAD) hanya dapat
terbentuk dan berjalan apabila didasarkan pada adanya kesadaran bahwa
daerah-daerah tersebut saling membutuhkan untuk mencapai satu tujuan. Oleh
karena itu, inisiasi Kerjasama Antar Daerah (KAD) baru dapat berjalan dengan
efektif apabila telah ditemukan kesamaan isu, kesamaan kebutuhan atau
kesamaan permasalahan. Kesamaan inilah yang dijadikan dasar dalam
mempertemukan daerah-daerah yang akan dijadikan mitra.
Mengingat sulitnya mengkoordinasikan pemda-pemda dalam semua
aspek kepemerintahan, akan lebih efektif apabila isu/ bidang yang ditangani
dalam kerjasama itu terfokus pada satu isu/ bidang saja atau beberapa bidang
prioritas. Perluasan lingkup kerjasama dapat dilakukan kemudian, tergantung
pada kondisi/ komitmen dari pemda-pemda dan tanggapan dari masyarakat.
Selain itu, yang juga perlu dipikirkan adalah masalah feasibilitas kerja sama,
baik secara ekonomi maupun politis. Secara politis karena keputusan akhir
mengenai komitmen untuk bekerja sama adalah sebuah keputusan politis yang
harus diambil pada level pimpinan, sehingga diperlukan argumentasi-
argumentasi untuk bekerja sama yang cukup menarik secara politis bagi level
pimpinan itu. Secara politis, kerjasama ini harus menarik bagi semua daerah
yang terlibat, maka juga harus menguntungkan bagi semua daerah. Prinsip
”saling menguntungkan” inilah yang menjadi salah satu filosofi dasar
kerjasama. Secara teoritis, kerjasama dapat dipahami sebagai berikut :
Interaksi Antara A dan BB
Rugi Tidak rugi/untung Untung
A
Rugi Konflik Ketidakadilan Ketidakadilan
Tidak rugi/untung Ketidakadilan Harmoni Ketidakadilan
Untung Ketidakadilan Ketidakadilan Kerjasama
Kerja sama antar daerah ini harus dilakukan dalam prinsip-prinsip seperti
tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata cara
6
Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah yaitu efisiensi, efektivitas, sinergi, saling
menguntungkan, kesepakatan bersama, itikad baik, mengutamakan
kepentingan nasional dan keutuhan wilayah NKRI, persamaan kedudukan,
transparansi, keadilan dan kepastian hukum.
Wilayah Jabodetabekjur merupakan kawasan perkotaan dengan
dinamika dan muatan persoalan serta kegiatan tertinggi di Indonesia. Sehingga
sudah seharusnya mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan yang belakangan ini nampak mengalami tekanan lingkungan
(environmental stress) yang sangat tinggi. Terdiri dari 11 wilayah administrasi
otonom, yang terdiri dari 3 Provinsi serta 8 Kabupaten/Kota. Dengan rentang
variabel fisik dari topografi rendah (pesisir) sampai dataran tinggi (perbukitan)
yang terhampar dalam satu region. Perkembangan dan perubahan yang terjadi
di salah satu wilayah jelas berpengaruh dan dipengaruhi oleh wilayah lain
sebagai satu kesatuan ekosistem.
Pola kerjasama antar daerah menjadi salah satu pendekatan utama
dalam Penataan Ruang Wilayah/ Kawasan serta pengelolaan lingkungan hidup
yang meliputi lebih dari satu wilayah administrasi, dan merupakan salah satu
alat untuk meningkatkan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar
wilayah dan sektor, serta berperan dalam mewujudkan efisiensi pemanfaatan
ruang sebagai tempat berlangsungnya kegiatan-kegiatan ekonomi dan sosial
budaya serta pelestarian lingkungan hidup. Kerjasama antar daerah juga
merupakan perangkat untuk menjaga ekosistem antar wilayah guna kelestarian
fungsi lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Beberapa peraturan
perundang-undangan sudah mengatur mengenai kerjasama antar daerah,
yaitu:
1. UU NO 32/2004 tentang PEMERINTAHAN DAERAH, Kerjasama Antar
Daerah diatur lebih jelas dan tegas dalam BAB IX Pasal 195 – 197;
2. UU NO 26/2007 tentang PENATAAN RUANG, Kerjasama Antar Daerah
diamanatkan dalam Pasal 47 (ayat 1) dan Pasal 54 (ayat 1);
3. PP 50/2007 tentang Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah;
4. Permendagri No 69/2007 tentang Kerjasama Wilayah Perkotaan;
5. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan ruang
Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur.
7
Kerjasama antar daerah di wilayah Jabodetabek dalam kaitannya
dengan pengelolaan sumber daya air masih minim. Kerjasama justru banyak
ditemukan di provinsi di Pulau Jawa bagian tengah. Banjir dan kekeringan yang
kerap terjadi merupakan cerminan dari kurangnya perhatian pemerintah dan
kerjasama dalam pengelolaan sumber daya air. Daerah yang berada di dataran
tinggi tidak merasa itu juga menjadi tanggung jawabnya. Sementara daerah di
dataran rendah mempunyai istilah “banjir kiriman”. Seringkali berhenti pada
persoalan itu, tanpa berupaya mencari jalan keluar.
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan
Banten serta Kabupaten dan Kota di Bodetabekjur harus duduk bersama dan
menyamakan persepsi serta tujuan bersama mengenai pentingnya Penataan
Ruang Kawasan Strategis Nasional ini. Ego dan kepentingan-kepentingan
kedaerahan yang berbenturan dengan Peraturan harus dikesampingkan demi
kepentingan yang lebih besar. Perpres Nomor 54 Tahun 2008 bukan untuk
kepentingan satu wilayah saja, melainkan kepentingan bersama daerah di
Wilayah Jabodetabekjur dan kepentingan nasional pada umumnya.
Perpres Nomor 54 Tahun 2008, secara jelas mengatur dan mendorong
keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antar daerah sebagai satu
kesatuan wilayah perencanaan. Selanjutnya untuk mengkoordinasikan
kebijakan kerjasama antar daerah serta melaksanakan pembinaan yang terkait
dengan kepentingan lintas Provinsi/ Kabupaten/ Kota di kawasan
Jabodetabekpunjur dilakukan dan/ atau difasilitasi oleh badan kerjasama antar
daerah.
Berkaitan dengan belum adanya kerja sama antar daerah yang cukup
berarti di wilayah Jabodetabek, masalah yang dihadapi BKSP Jabodetabekjur
sebagai lembaga kerja sama selama ini adalah sebagai berikut :
Belum siapnya pemerintah dalam merencanakan dan membiayai
program yang integral antar wilayah;
Belum terciptanya interkoneksitas yang kuat antar daerah dalam hal
pengelolaan kota;
8
Belum adanya kesamaan persepsi, kepentingan dan prioritas bersama
mengenai pentingnya penanganan Wilayah Jabodetabekjur sebagai
Kawasan Strategis Nasional;
Kurangnya koordinasi yang terbina antara institusi pemerintah,
masyarakat lokal dan wasta di wilayah Jabodetabekjur;
Belum siapnya kapasitas SDM dalam kelembagaan pemerintah untuk
koordinasi dan kerjasama antar wilayah;
Belum tercapainya kesetaraan perangkat daerah dalam kerjasama antar
wilayah;
Perlunya optimalisasi peran BKSP Jabddetabekpunjur dalam kerjasama
antar wilayah;
Perlunya instrumen RTRW & RPJM Kawasan Jabodetabekpunjur;
Perlunya dukungan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari APBN untuk
menopang kerja sama pembangunan wilayah BODETABEKPUNJUR.
Faktor utama yang menjadi belenggu penyelenggaraan kerjasama antar daerah
di Indonesia adalah :
1) Belum adanya kepastian mengenai peraturan yang mengatur mekanisme
kerjasama antar daerah;
2) Masih ragu-ragunya pemerintah daerah dalam mengimplementasikan
kerjasama antar daerah sampai pada tahap operasional walaupun
sebenarnya keinginan sudah ada;
3) Belum berkembangnya political will pemerintah pusat untuk memfasilitasi
dan mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan kerjasama
antar daerah;
4) Terjadi kecenderungan bahwa antar daerah lebih mengedepankan
perbedaan kepentingan (interest), bukannya kesamaan kepentingan;
5) Belum jelasnya jenis atau jenjang peraturan perundang-undangan yang
tepat untuk mewadahi kerjasama antar daerah.
Dalam perkembangannya sekarang, beberapa daerah sudah mulai
berinisiatif melepaskan diri dari “belenggu” ketidakjelasan pengaturan
kerjasama antar daerah dari pemerintah pusat. Hal ini didasari oleh kesadaran
9
bahwa kerjasama antar daerah memang diperlukan untuk mendukung
pelaksanaan pembangunan, khususnya pembangunan yang memiliki
keterkaitan erat atau tingkat ketergantungan dengan daerah-daerah sekitarnya.
10
BAB III
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Kompleksitas permasalahan Sumber Daya Alam (SDA) membutuhkan
upaya pemecahan dan antisipasi yang tidak mungkin hanya dapat dilakukan
oleh pemerintah saja tetapi harus mendapat respon semua pihak. Kebijakan
dan strategi pengelolaan sumber daya alam (natural resources) hanya dapat
terlaksana secara efektif dan mencapai hasil yang optimal apabila dalam
perencanaannya senantiasa berpatokan pada tiga pertimbangan yaitu: (i) sifat
dan ciri khas kodrati SDA itu sendiri, (ii) disiplin teknologi di bidang SDA, dan
(iii) society khususnya yang berkaitan dengan acceptance (bisa diterima atau
tidaknya oleh masyarakat). Keberadaan sumber daya air mengikuti siklus yang
tidak pernah berhenti. Siklus tersebut kemudian dinamai siklus hidrologi.
Berdasarkan fakta tersebut, maka teknologi pengelolaannya tidak terlepas dari
sifat kodrati SDA. Karena itu lingkup wilayah pengelolaan sumber daya air
harus berdasarkan wilayah hidrografis yang kemudian dikenal dengan sebutan
Daerah Aliran Sungai (DAS). Keberadaan sebuah DAS ada yang sepenuhnya
berada dalam satu wilayah kabupaten/ kota, bisa juga lintas kabupaten/ kota
ataupun lintas provinsi dan lintas negara. Pandangan tentang wilayah
pengelolaan sumber daya air berdasarkan satu DAS ternyata tidak bisa begitu
saja diterima oleh lingkungan sosial karena potensi sumber daya air dalam
sebuah DAS belum tentu bisa mencukupi kebutuhan masyarakat yang tinggal di
dalam DAS yang bersangkutan.
Perpres Nomor 54 Tahun 2008, secara jelas mengatur dan mendorong
keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antar daerah sebagai satu
kesatuan wilayah perencanaan. Selanjutnya untuk mengkoordinasikan
kebijakan kerjasama antar daerah serta melaksanakan pembinaan yang terkait
dengan kepentingan lintas Provinsi/Kabupaten/Kota di kawasan
Jabodetabekpunjur dilakukan dan/ atau difasilitasi oleh badan kerjasama antar
daerah.
11
Untuk membuat keterpaduan pemanfaatan ruang yang optimal di
kawasan Jabodetabekjur, pemerintah daerah perlu melakukan kerjasama
dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
pembangunan serta pemanfaatan berbagai sumber daya yang dimiliki. Agar
para pelaku pembangunan memiliki sudut pandang yang sama terhadap
permasalahan yang ada dan menetapkan skala prioritas pembangunan yang
setara.
Di dalam isi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun
2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,
Bekasi, Puncak, Cianjur yang mewakili Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten
dan Provinsi Jawa Barat mengatur bahwa rencana struktur ruang terdiri atas
sistem pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana, sistem pusat
permukiman yang merupakan hierarki pusat permukiman sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, sistem jaringan prasarana meliputi :
sistem transportasi darat, sistem transportasi laut, sistem transportasi udara,
sistem penyediaan air baku, sistem pengelolaan air limbah, sistem pengelolaan
limbah bahan berbahaya dan beracun, sistem drainase dan pengendalian
banjir, sistem pengelolaan persampahan, sistem jaringan tenaga listrik, dan
sistem jaringan telekomunikasi. Sistem jaringan prasarana direncanakan secara
terpadu antar daerah dengan melibatkan partisipasi masyarakat, serta
memperhatikan fungsi dan arah pengembangan pusat-pusat permukiman.
Di kawasan resapan air sebaiknya ada pelarangan untuk
menyelenggarakan kegiatan yang mengurangi daya serap tanah terhadap air.
Di kawasan dengan kemiringan di atas 40% (empat puluh persen) dilarang
menyelenggarakan, penebangan tanaman, kegiatan mendirikan bangunan,
kecuali bangunan yang dimaksudkan bagi upaya peningkatan fungsi lindung,
dan/ atau kegiatan penggalian yang berakibat terganggunya fungsi lindung
kawasan.
Di sempadan sungai dilarang menyelenggarakan pemanfaatan ruang
yang mengganggu bentang alam, mengganggu kesuburan dan keawetan tanah,
fungsi hidrologi dan hidraulis, kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian
fungsi lingkungan hidup, pemanfaatan hasil tegakan, dan/ atau kegiatan yang
12
merusak kualitas air sungai, kondisi fisik tepi sungai dan dasar sungai, serta
mengganggu aliran air.
Di sempadan pantai dilarang menyelenggarakan pemanfaatan ruang
yang mengganggu bentang alam, kecuali yang dimaksudkan bagi kepentingan
umum yang terkait langsung dengan ekosistem laut, pemanfaatan ruang yang
mengganggu kelestarian fungsi pantai, dan/ atau pemanfaatan ruang yang
mengganggu akses terhadap kawasan sempadan pantai.
Di kawasan sekitar danau, waduk, dan situ dilarang menyelenggarakan
pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam, mengganggu kesuburan
dan keawetan tanah, fungsi hidrologi dan hidraulis, kelestarian flora dan fauna,
serta kelestarian fungsi lingkungan hidup, pemanfaatan hasil tegakan, dan/ atau
kegiatan yang menyebabkan penurunan kualitas air danau, waduk, dan situ,
menyebabkan penurunan kondisi fisik kawasan sekitar danau, waduk, dan situ,
serta mengganggu debit air.
Di kawasan sekitar mata air dilarang menyelenggarakan pemanfaatan
ruang yang mengganggu bentang alam, mengganggu kesuburan dan keawetan
tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian fungsi
lingkungan hidup, pemanfaatan hasil tegakan, dan/ atau kegiatan yang merusak
kualitas air, kondisi fisik kawasan sekitarnya, dan daerah tangkapan air
kawasan yang bersangkutan.
Di rawa dilarang menyelenggarakan reklamasi dan/ atau pemanfaatan
ruang lainnya tanpa disertai rekayasa teknis untuk mempertahankan fungsi
rawa sebagai sumber air dan daerah retensi air. Di kawasan pantai hutan bakau
dilarang melakukan perusakan hutan bakau dan/atau menyelenggarakan
pemanfaatan ruang yang mengganggu fungsi hutan bakau sebagai pembentuk
ekosistem hutan bakau dan/ atau tempat berkembang biaknya berbagai biota
laut di samping sebagai pelindung pantai dari pengikisan air laut serta pelindung
usaha budi daya di sekitarnya.
Kerjasama bisa meningkat atau lebih efektif dalam pelaksanaaannya
apabila ada external support (misalnya dalam hal pendanaan) dan demand
public atau permintaan dan dukungan dari masyarakat. Meskipun dua hal
tersebut penting, akan tetapi hal utama yang harus mendasari kerjasama
13
tersebut adalah adanya komitmen dari masing-masing Pemerintahan Daerah
yang terkait.
A. PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR YANG BERKELANJUTAN
Status dan Karakteristik Sumber Daya Air di Indonesia
a. Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam perspektif
ruang dan waktu.
b. Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber
daya air, baik air permukaan maupun air tanah.
c. Menurunnya kemampuan penyediaan air.
d. Meningkatnya potensi konflik air.
e. Kurang optimalnya tingkat layanan jaringan irigasi.
f. Makin meluasnya abrasi pantai.
g. Lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan.
h. Rendahnya kualitas pengelolaan data dan sistem informasi.
Pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Air
Reformasi dalam pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu
tindakan penting untuk mengatasi pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan,
dan konservasi sumber daya alam. Dalam pelaksanaannya, telah diterbitkan
beberapa kebijakan antara lain diberlakukannya Undang-Undang No. 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA) yang sejalan dengan prinsip-prinsip
IWRM (Integrated Water Resources Management – IWRM). Undang-undang ini
bertujuan untuk pelaksanaan pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh,
berkelanjutan, dan melalui pendekatan terbuka sehingga memberikan pilihan
bagi masyarakat bisnis dan organisasi non-pemerintah untuk berpartisipasi
dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air
terpadu.
14
Pelaksanaan Pengelolaan Irigasi
Pada tahun 2006, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi sebagaimana yang diamanatkan Undang-
undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Peraturan Pemerintah
tentang irigasi tersebut mendorong Pembangunan dan Pengelolaan Sistem
Irigasi Partisipatif (PPSIP) sebagai pelaksanaan irigasi berbasis partisipasi
petani mulai dari perencanaan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan
kegiatan pada tahap pembangunan, peningkatan, operasi dan pemeliharaan,
serta rehabilitasi untuk menjaga pemanfaatan air dalam bidang pertanian
berdasarkan prinsip partisipatif, kesetaraan, kesejahteraan umum, keadilan,
otonomi, transparansi dan akuntabilitas, serta berwawasan lingkungan.
Pengelolaan sistem irigasi partisipatif melibatkan semua pihak yang
berkepentingan dengan mengedepankan kepentingan dan peran serta petani.
Pelaksanaannnya difasilitasi oleh Pemerintah tingkat Pusat, Provinsi, maupun
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya dan memberikan bantuan
sesuasi dengan yang dibutuhkan oleh P3A dengan tetap memperhatikan prinsip
kemandirian.
B. KEBIJAKANPENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
Arah Kebijakan
1. Mewujudkan sinergi dan mencegah konflik antar wilayah, antar sektor, dan
antar generasi dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional, persatuan,
dan kesatuan bangsa.
2. Mendorong proses pengelolaan sumber daya air yang terpadu antar sektor
dan antar wilayah yang terkait di pusat, propinsi, kabupaten/kota dan wilayah
sungai.
3. Menyeimbangkan upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air
agar terwujud kemanfaatan air yang berkelanjutan bagi kesejahteraan
seluruh rakyat baik pada generasi sekarang maupun akan datang.
15
4. Menyeimbangkan fungsi sosial dan nilai ekonomi air untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu akan air dan pendayagunaan
air sebagai sumber daya ekonomi yang memberikan nilai tambah optimal
dengan memperhatikan biaya pelestarian dan pemeliharaannya.
5. Melaksanakan pengaturan sumber daya air secara bijaksana agar
pengelolaan sumber daya dapat diselenggarakan seimbang dan terpadu.
6. Mengembangkan sistem pembiayaan pengelolaan sumber daya air yang
mempertimbangkan prinsip cost recovery dan kondisi sosial ekonomi
masyarakat.
7. Mengembangkan sistem kelembagaan pengelolaan sumber daya air yang
membuka akses partisipasi masyarakat serta mewujudkan pemisahan fungsi
pengatur (regulator) dan fungsi pengelola (operator).
C. PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR YANG
BERKELANJUTAN
Krisis air bersih terjadi di DKI Jakarta dan Banten karena belum ada
manajemen sistem pengolahan air terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Manajemen sistem pengolahan air terintegrasi harus segera dilakukan sehingga
krisis air bisa teratasi. Khusus terkait air baku pemerintah perlu mencari dan
menambah sumber air baku baru. Salinasi air laut atau penerapan teknologi
tepat guna lainnya yang memungkinkan menghasilkan air baku ataupun air
bersih siap konsumsi bisa menjadi alternatif pilihan.
Pembangunan berkelanjutan hendaknya memperhatikan optimalisasi
manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara
menyelaraskan aktivitas manusia dengan kemampuan sumber daya alam untuk
menopangnya. Tujuan pembangunan berkelanjutan yang bermutu adalah
tercapainya standar kesejahteraan hidup manusia yang layak, sehngga tercapai
taraf kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Taraf kesejahteraan ini
diusahakan untuk dapat dicapai dengan menjaga kelestarian lingkungan alam
serta tetap tersediannya sumber daya yang diperlukan. Salah satu konsep
16
terkait dengan pembangunan yang memperhatikan dampak terkecil dari
kerusakan lingkungan tetapi menghasilkan manfaat yang optimal adalah kosep
Eco-Efficiency.
Konsep Eco- Efficiency
Eco-efficiency memperhatikan dampak lingkungan meliputi pertimbangan
ekologi dan ekonomi yang merupakan strategi untuk mengurangi dampak
lingkungan dan meningkatkan nilai produksi. Dengan mempertimbangkan hal-
hal tersebut maka akan terdapat upaya untuk mengurangi dampak lingkungan
namun dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun hal yang penting
untuk dicatat adalah terjadinya hubungan yang memberikan peluang untuk
saling berubah secara posistif antara satu dengan yang lainnya.
Keterkaitan Eco-Efficiency dengan Infrastruktur Sumber Daya Air
Eco-efficient dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air
merupakan upaya untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan yang
disebabkan oleh kegiatan konstruksi. Dalam hal ini adalah konstruksi
infrastruktur sumber daya air yang memiliki dampak signifikan terhadap
lingkungan sekitarnya. Pemanfaatan bahan bangunan dan teknologi ramah
lingkungan perlu disosialisasikan dan dilaksanakan secara optimal untuk
mengurangi dampak kerusakan ekologis dalam pembangunan infrastruktur
sumber daya air, serta operasi dan pemeliharaannya.
Penerapan Eco-Efficiency dalam Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya
Air
Dalam rangka penerapan konsep eco-efficiency dalam pembangunan
infrastruktur sumber daya air, Pemerintah di Indonesia perlu untuk melakukan
berbagai upaya yang dijelaskan di bawah ini:
17
1. Konservasi Sumber Daya Air
Konservasi air tanah adalah upaya untuk melindungi dan memelihara
keadaan, kondisi, dan lingkungan air tanah guna mempertahankan kelestarian
serta kesinambungan ketersediaan dalam kuantitas dan kualitas yang
memadai. Upaya konservasi air tanah ini ini terangkum diantaranya pelestarian,
perlindungan, pemeliharaan, pengawetan, pengendalian, pemulihan, dan
pemantauan. Langkah-langkah kecilnya bisa dimulai dengan meningkatkan
pemantauan dan pengendalian pengeboran dan pengambilan air tanah,
menyusun pedoman konservasi kawasan lindung/ resapan air tanah dan
Pemetaan Zonasi Air tanah (Zona aman, rawan, rusak, kritis), dukungan payung
hukum.
Konservasi sumber daya air dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia
dilatarbelakangi pada beberapa hal sebagai berikut:
• Perlunya keseimbangan kebutuhan air saat ini dan di masa mendatang;
• Penggunaan persediaan air yang ditampung pada saat musim hujan untuk
digunakan pada musim kemarau;
• Meningkatkan ketersediaan air tanah;
• Perbandingan infrastruktur skala besar dengan infrastruktur skala kecil;
• Kebijakan Pemerintah Indonesia: peningkatan embung yang dikelola oleh
petani di perdesaan dan daerah pertanian.
Diperlukannya bendungan, atau embung, empang terutama disebabkan karena
perbandingan fluktuasi debit air sungai cukup tinggi antara musim kemarau dan
musim hujan.
Teknologi Konservasi Air Tanah
1. Pengisian Alami (Natural Recharge). Pengisian alami dapat terjadi pada
Ruang-ruang Terbuka Hijau (RTH), terutama pada lahan yang mempunyai
jenis tanah yang porus.
18
2. Pengisian Buatan (Artificial Recharge). Berbagai teknologi dalam upaya
pembuatan pengisian buatan telah banyak dilakukan, beberapa contoh
adalah danau buatan dan sumur resapan (recharge well/ injection well).
3. Lubang Resapan Biopori. Biopori adalah lubang silindris yang dibuat
secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10-30 cm dan kedalaman
sekitar 100 cm. Lubang diisi dengan sampah organik untuk memicu
terbentuknya biopori. Biopori adalah pori-pori berbentuk lubang
(terowongan kecil) yang dibuat oleh aktivitas fauna tanah atau akar
tanaman.
4. Sumur Resapan. Dilakukan dengan cara menggali sumur dengan bentuk
segi empat atau lingkaran dengan kedalaman tertentu. Sumur resapan
difungsikan untuk menampung dan meresapkan air hujan yang jatuh di
atas permukaan tanah baik melalui atap bangunan, jalan ataupun halaman
agar dapat meresap kedalam tanah.
Pemerintah Indonesia saat ini mencoba untuk meminimalkan dampak
pembangunan infrastruktur sumber daya air melalui pembangunan skala mikro
yang meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mendukung konsep ramah
lingkungan. Dengan partisipasi masyarakat, biaya operasi dan pemeliharaan
dapat lebih efisien dan anggaran dapat dikurangi. Perbandingan dalam
pembangunan infrastruktur sumber daya air ditampilkan dalam tabel berikut.
Tabel 1: Perbandingan Bendungan dan Embung
Kriteria BendunganField Reservoir(Embung)
Fungsi Jangka Panjang Jangka PendekInvestasi Tinggi Rendah/ModeratPartisipasi Masyarakat Rendah TinggiDampak Sosial Tinggi Rendah/ModeratKapasitas Besar Kecil/MediumDampak Lingkungan Resiko Tinggi Ramah Lingkungan
Sebagai tambahan pengembangan waduk dan embung, pemerintah juga
mendorong konservasi sumber daya air lainnya yang memberikan lebih banyak
pada peningkatan air tanah dan pengurangan limpasan air permukaan.
19
Konservasi sumber daya air yang diperkenalkan oleh Handojo (2008) dapat
dibagi menjadi konservasi di hulu, tengah dan hilir sungai wilayah.
A. Daerah Hulu (Parit resapan)
1. Parit resapan merupakan penampungan air sementara untuk menampung
limpasan air permukaan supaya terserap ke dalam tanah.
2. Fungsi dari parit resapan tersebut adalah untuk mengurangi air limpasan,
menyaring polutan, dan meningkatkan pengisian ulang air tanah.
3. Parit resapan dibuat dengan kedalaman kurang dari 1 m dan lebar 80 cm.
Parit dapat diisi dengan kerikil atau dikominasikan dengan pipa.
Gambar 1: Parit Resapan di Daerah Hulu
B. Daerah Tengah (Embung resapan)
1. Membuat embung resapan: efektif dengan pendekatan keteknikan yang
ringan, berdasarkan pada proses alami untuk mengantisipasi banjir dan
kekeringan.
2. Menyediakan waktu untuk air dapat terserap.
3. Menampung air hujan yang dapat digunakan saat musim kemarau.
4. Meningkatkan kualitas air.
20
Gambar 2: Embung Resapan di Daerah Tengah
C. Daerah hilir (Sumur resapan)
1. Membangun sumur resapan yang menjadi syarat dalam izin membangun
bangunan, khususnya di Provinsi DKI Jakarta.
2. Meningkatkan pengisian kembali air tanah.
3. Sebagai upaya untuk mengatasi ekstraksi air tanah yang akan
mengakibatkan penurunan tanah.
4. Berkontribusi dalam mengurangi limpasan air permukaan.
Gambar 3: Sumur Resapan di Daerah Hilir
Pengendalian Banjir melalui Biopori
Biopori merupakan metode penyerapan air yang berfungsi untuk mengurangi
dampak banjir dengan meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah.
Konsep Biopori:
Biopori adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk karena
adanya berbagai akitivitas organisme di dalamnya. Jika lubang-lubang seperti
ini dapat dibuat dengan jumlah banyak, maka kemampuan dari sebidang tanah
21
untuk meresapkan air diharapkan akan semakin meningkat. Meningkatnya
kemampuan tanah dalam meresapkan air akan memperkecil peluang terjadinya
aliran air di permukaan tanah.
Dampak dari biopori terhadap lingkungan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Meningkatkan daya resapan air.
b. Mengubah sampah organik menjadi kompos.
c. Memanfaatkan organisme tanah dan atau akar tanaman.
2. Pemanfaatan Teknologi Lokal Tepat Guna
a. Infrastruktur Irigasi
Dalam mengurangi penggunaan kayu sebagai material pembangunan
infrastruktur, maka didorong untuk dapat memanfaatkan bambu mengingat
material tersebut mudah ditemui di sisi sungai. Selain itu biaya dari material
tersebut relatif rendah, mudah untuk digunakan sehingga dapat mendorong
partisipasti masyarakat, relatif rendah dalam penggunaan air, dan dapat
mempertahankan infiltrasi air untuk penambahan persediaan air tanah.
b. Pembangkit Listrik Mikrohidro
Pengembangan teknologi dengan mendukung penggunaan energi
terbarukan adalah Kincir Air Kaki Angsa yang ditemukan oleh Djajusman
Hadi dan Budiharto (Universitas Nasional Malang, Jawa Timur).
Pembangkit Listrik Mikro-Hidro pada Saluran Irigasi
22
BELAJAR TENTANG AIR DARI SWEDIA
Di Swedia, perlindungan terhadap sumber daya air begitu tinggi. Supaya
ada akses lebih baik terhadap air, dan juga untuk lebih melindungi kualitas air,
sejak tahun 1975 telah dilarang untuk membangun rumah baru dengan jarak
100 meter dari garis pantai. Swedia juga mengajarkan sebuah konsistensi.
Sejak 100 tahun lalu, Stockholm Water Company misalnya, menguasai Danau
Bornsjön di selatan Stockholm dengan luas 5.500 hektar. Danau ini berfungsi
sebagai sumber air cadangan bagi Kota Stockholm. Hukum dengan ketat
membatasi “penjarahan” atas kawasan penyangga danau dari bangunan liar
dan aktivitas manusia lainnya. Mungkin agak berlebihan, tapi banyak orang
menyatakan, kebersihan air di danau itu sangat terjaga karena nyaris setara
dengan kualitas air minum. Yang menarik, air dari tiap keran di Stockholm dan
Swedia dapat langsung diminum. Dan yang terpenting, air minum di Swedia
tidak dikemas dalam botol plastik yang merugikan bagi kelestarian lingkungan.
Terjaganya kualitas air di Swedia, berada di bawah tanggung jawab
Kementerian Pertanian dan The National Food Administration. Maka jangan
heran bila proses produksi air minum setara dengan proses produksi makanan.
Empat puluh tahun silam, air di Stockholm dan Swedia tidaklah sebersih
hari ini. Tidak ada seorang pun yang mau berenang di perairan Stockholm yang
dikelilingi danau. Stockholm juga pernah mengalami saat-saat kelam ketika kota
bertumbuh tanpa dukungan infrastruktur air maupun sanitasi. Apa yang
mendorong revolusi infrastruktur air dan sanitasi di Swedia? Wabah kolera di
pertengahan abad ke-19, yang menewaskan sejumlah besar penduduk di
Stockholm dan Gothenburg. Wabah serupa juga pernah terjadi di Batavia.
Wabah, pada akhirnya mendorong pembangunan besar-besaran infrastruktur
air minum untuk langsung menjangkau masyarakat. Keterjangkauan air minum
tumbuh dengan pesat dan berkelanjutan hingga tahun 1970-an, sebelum
akhirnya permintaan nyaris stagnan bahkan berkurang. Pelajaran terpenting
yang dicontohkan Kota Stockholm sejak puluhan tahun silam adalah
pembangunan infrastruktur air minum, harus bersamaan dengan penyediaan
instalasi pengolahan air limbah.
23
Di Stockholm, penanganan limbah secara mekanikal sejak tahun 1950-
an telah “dipertajam” dengan biological treatment. Lalu, diikuti penanganan
dengan bahan kimia sejak tahun 1970-an. Inovasi terus dikerjakan hingga pada
akhirnya limbah hasil pengolahan dapat dibuang dengan aman ke sungai,
danau, maupun laut lepas. Mengapa pembangunan instrastruktur air minum
harus diselaraskan dengan pembuangan air limbah? Ternyata, supaya ada
desain tata ruang yang terintegrasi dan tidak ada air limbah yang dibuang lebih
ke arah hulu sungai, dari lokasi intake air minum. Saat ini, hampir seluruh
bangunan di Swedia, terutama di perkotaan sudah terhubungkan dengan
jaringan air minum sekaligus pengolahan air limbah. Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) tidak akan diterbitkan tanpa dua hal mendasar itu.
24
BAB IV
REKOMENDASI DAN KESIMPULAN
4.1. Rekomendasi
Selain upaya sinkronisasi di level pusat, pemerintah daerah tidak patut
berdiam diri. Sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah yang menyatakan bahwa Pemda mempunyai tugas menyediakan
prasarana dan sarana air minum dan sanitasi, serta memiliki kewenangan
secara teknis dalam pengelolaannya.
Lembaga yang menangani kawasan Jabodetabekjur diharapkan dapat
menjalankan fungsi koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi secara
optimal, dan menjadi representasi daerah dalam melakukan konsultasi dengan
Pemerintah Pusat, mencakup seluruh aspek pembangunan yang memerlukan
kerjasama di Wilayah Jabodetabekjur. Pada kedudukan yang horizontal,
lembaga ini harus memiliki otoritas yang mengikat pihak-pihak yang bekerja
sama untuk mematuhi kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat.
Penyusunan program penyediaan air baku harus disusun berdasarkan
permasalahan pada masing-masing daerah yang meliputi potensi dan
ketersediaan air baku, kualitas air, imbangan air, daerah rawan air, kondisi
sosial ekonomi, dan kondisi serta fungsi prasarana. Di masa mendatang,
pembangunan Sistem Pengembangan Air Minum (SPAM) yang meliputi
pengembangan Unit Air Baku, Unit Produksi dan Unit Distribusi perlu
ditingkatkan dalam bentuk kerjasama antara Ditjen SDA, Ditjen Cipta Karya dan
Pemda/ PDAM dalam penyusunan program.
Pengelolaan sumber daya air dengan cara lama yang dilakukan secara
sendiri-sendiri atau terbatas oleh instansi pemerintah dan para ahli bidang air,
sudah tidak dapat lagi dipertahankan karena kurang efektif memecahkan
masalah. Pengalaman telah menunjukan bahwa pengelolaan sumber daya air
yang berkelanjutan tidak mungkin dilakukan sendiri oleh pemerintah tetapi juga
diperlukan peran aktif seluruh pemangku kepentingan.
25
SPAM Regional Jawa Tengah Menepis Ego, Membagi Air untuk Sesama
Di level pusat, Ditjen Cipta Karya dan Ditjen SDA sudah beberapa kali
mensinkronkan program keduanya agar saling mengisi dalam implementasinya.
Salah satunya adalah mengusahakan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
yang memanfaatkan air baku secara regional untuk dibagi bersama ke daerah
tetangganya. Atas nama kepentingan bersama, Ditjen Cipta Karya bersikeras
mewujudkannya. Salah satu provinsi yang sudah matang merampungkan
Master Plan dan membuat komitmen bersama adalah Jawa Tengah. Meskipun
di tiap daerah memiliki kekhasan sendiri dalam permasalahan dan kearifan
lokalnya, namun satu benang merah yang patut ditarik adalah komitmen
bersama.
Ketersediaan air baku yang terbatas di satu daerah, sementara
melimpah di daerah lainnya, perlu kerjasama regional dan menepis ego. Inilah
yang sudah dicoba Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan pemerintah
kabupaten/ kota di wilayahnya melalui Sistem Penyediaan Air Minum Regional.
SPAM regional memiliki keunggulan dengan memberikan kemudahan dalam
manajemen pengelolaan sumber daya air baku, yaitu oleh Pemerintah Provinsi.
Untuk sementara, ini dianggap solusi yang paling tepat, cepat dan murah untuk
mengatasi permasalahan air baku, dan nir-konflik antar daerah akibat masalah
sumber air baku. SPAM regional dianggap saling menguntungkan karena
tujuannya tidak lain demi kemanusiaan dan meningkatkan kerjasama antar
daerah.
Untuk mewujudkan pengembangan SPAM regional dan menjaga
kesinambungannya diperlukan tata pengusahaan yang baik. Salah satu
diantaranya adalah dengan menerapkan tarif air minum yang memenuhi prinsip
pemulihan biaya (cost recovery). Harapan yang besar perlu ditanam terhadap
keberhasilan dan keberlangsungan SPAM Regional di Provinsi Jawa Tengah
dan Daerah Istimewa Yogyakarta ini dalam peningkatan pelayanan air minum
bagi masyarakat di dua provinsi ini. Harapannya, sembilan SPAM regional ini
dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain di Indonesia untuk
mengesampingkan ego kewilayahan dan meningkatkan kerjasama antar daerah
dalam rangka meningkatkan pelayanan air minum kepada masyarakatnya.
26
Dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air, pemerintah sebagai
regulator perlu melakukan sosialisasi pentingnya pelaksanaan pembangunan
dengan mempertimbangkan faktor lingkungan sehingga dapat tercapai efisiensi
baik dari sisi ekonomi maupun ekologi. Pemanfaatan bahan bangunan yang
ramah terhadap lingkungan perlu didukung semaksimal mungkin. Penggunaan
tidak hanya didasarkan pada material buatan manufaktur, tetapi perlu juga
mempertimbangkan material alami. Penguatan masyarakat perlu ditingkatkan
untuk mendukung pembangunan infrastruktur berbasis eco-efficient. Upaya
untuk menerapkan pembangunan partisipatif untuk meningkatkan partisipasi
dan kesadaran masyarakat pada pembangunan, operasi dan pemeliharaan
infrastruktur pedesaan.
Permasalahan sumber daya air tidak cukup diatasi melalui pendekatan
teknis (pembangunan bendungan, waduk) saja melainkan juga perlu
pendekatan nonteknis seperti public awareness campaign. Upaya non-teknis
mempunyai andil besar dalam membentuk sikap dan prilaku masyarakat untuk
lebih peduli permasalahan sumber daya air.
Rekomendasi Lokakarya Dies Emas Teknik Lingkungan ITB untuk DAS
Citarum
Lokakarya nasional dalam rangka Dies Emas Teknik Lingkungan Institut
Teknologi Bandung (TL ITB) bertema Pengembangan Green Infrastruktur dalam
Meningkatkan Fungsi Strategis Daerah Aliran Sungai Citarum
merekomendasikan empat hal penting. Keempat hal itu harus didukung dengan
penyelesaian dan mengimplementasikan Perda RTRW pada 12
Kabupaten/Kota yang berada di DAS Citarum dari hulu hingga hilir, yang
konsisten dengan arahan Perda RTRW Provinsi Jawa Barat, Provinsi DKI
Jakarta dan Jabodepunjur.
Pertama, di bidang permukiman perlu dilakukan penataan permukiman
penduduk terutama yang berada pada kawasan sempadan sepanjang Sungai
Citarum. Untuk itu perlu dilakukan pergeseran permukiman, sejalan dengan
27
penataan permukiman sepanjang bantaran sungai. Diberikan insentif bagi
masyarakat yang secara aktif mengacu pada tata guna lahan dan
memanfaatkan sungai sebagai beranda depan huniannya.
Kedua, di bidang air minum dan sanitasi, perlu didorong kerjasama antar
daerah dan penyelenggaraan air minum secara regional untuk mengatasi
ketidakmerataan ketersediaan air baku, terutama antara kabupaten dan kota,
dan meningkatkan efektifitas dan efesiensi pengelolaan. Pemerintah Daerah
dan Penyelenggara SPAM untuk menyiapkan Rencana Induk dan Water Safety
Plan untuk mengantisipasi kebutuhan jangka panjang serta upaya sinkronisasi
dengan penjaminan air baku. Di bidang sanitasi, perlu pencegahan
pembuangan limbah secara langsung ke badan air dengan upaya merubah
perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat melalui sosialisasi,
regionalisasi pengolahan limbah, rehabilitasi, revitalisasi, dan pemanfaatan
prasarana yang ada, replikasi kegiatan best practices, percontohan, serta
pemanfaatan kembali limbah menjadi produk yang memiliki nilai guna, dengan
juga mendorong pola insentif dan disinsentif.
Untuk semua rekomendasi, juga penting untuk merubah perilaku
masyarakat dan berpartisipasi di dalamnya. Di bidang industri diantaranya perlu
dialog dan kesepakatan antara pemerintah dengan pelaku industri termasuk
Asosiasi Industri dalam upaya pengendalian limbah industri, penegakan
peraturan, kesadaran dan inovasi dari pelaku industri disertai insentif dan
disinsentif, mendorong pelaku industri menggunakan teknologi industri dan
teknologi pengolahan limbah industri yang ramah lingkungan dan efektif. Selain
itu, mendorong masyarakat di wilayah hulu DAS Citarum untuk merubah pola
tanam dan jenis tanaman untuk menurunkan laju run off dan sedimentasi
melalui dialog dan dengan pemberian insentif kepada masyarakat pelaku
dibidang pertanian.
28
4.2. KESIMPULAN
1. Air sebagai sumber kehidupan, ketersediaannya dibatasi ruang dan waktu
dan kualitasnya pun sangat rentan.
2. Pengelolaan Sumber Daya Air harus dilakukan secara menyeluruh dan
terpadu, sedangkan pelaksanaannya perlu didukung oleh sistem
kelembagaan yang kuat dan bertanggung jawab.
3. Pembentukan wadah koordinasi pengelolaan Sumber Daya Air merupakan
hal yang esensial untukmengakomodasi aspirasi dan kepentingan berbagai
pihak yang terkait.
4. Semua pihak yang terkait perlu mengambil peran secara konsisten dalam
keseluruhan proses pengelolaan Sumber Daya Air.
5. Pengelolaan Sumber Daya Air yang optimal, efektif, dan berkelanjutan
memerlukan dukungan program sosialisasi dan kampanye yang konsisten
dan terus-menerus.
6. Pengelolaan Sumber Daya Air membutuhkan dukungan dana yang
berkelanjutan. Oleh karena itu, penerima manfaat jasa pengelolaan
selayaknya ikut berkontribusi.
29