KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA
AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA
Mei 2018
Pendahuluan
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem utama pesisir dan laut yang dibangun terutama oleh
biota laut penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan algae berkapur. Ekosistem ini memiliki
nilai ekologis yang tinggi sebagai habitat bagi berbagai biota laut. Sebagai salah satu wilayah di
Indonesia yang terkenal akan kecantikan bawah lautnya, Karimunjawa memiliki ekosistem terumbu
karang yang cukup luas dan juga menjadi ekosistem utama di Taman Nasional tersebut.
Taman Nasional Karimunjawa mempunyai total luas kawasan sebesar 111.625 hektar dengan wilayah
perairan mendominasi seluas 110.117 hektar. Citra satelit menunjukkan bahwa luasan ekosistem
terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa mencapai 713,11 hektar1. Sampai dengan tahun 2009,
tutupan karang keras di kawasan Taman Nasional Karimunjawa mencapai 54,64 %.2 Karimunjawa juga
memiliki tutupan karang yang tergolong rapat dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia.
Di sisi lain, kelestarian terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa saat ini semakin terancam
dengan aktivitas manusia di sekitarnya, diantaranya adalah aktivitas transportasi kapal tongkang
batubara. Setidaknya pada bulan Januari dan Februari tahun 2017, telah terjadi kerusakan cukup besar
pada terumbu karang di Karimunjawa akibat dari terdamparnya lima kapal tongkang pengangkut
batubara.3 Aktivitas tongkang-tongkang pembawa batubara tersebut di Karimunjawa terus terjadi
hingga saat ini dengan jumlah yang cukup banyak tiap harinya. Kerusakan terumbu karang yang terjadi
ini tentunya menjadi hal yang merugikan bagi ekosistem laut Karimunjawa dikarenakan hilangnya fungsi
terumbu karang sebagai habitat biota laut. Dengan demikian, kerusakan terumbu karang tersebut
tentunya akan mengganggu keberlangsungan hidup biota laut dan mengurangi keanekaragaman laut
Karimunjawa.
Tujuan dari laporan ini adalah mengetahui kerusakan terumbu karang yang terjadi akibat transportasi
kapal tongkang batubara di wilayah Karimunjawa. Kemudian, laporan ini juga akan membahas mengenai
jenis karang yang mengalami kerusakan serta ukuran kerusakan dari patahan karang tersebut.
1 Nababan,M.G, Munasik, I.Yulianto, T.Kartawijaya, R.Prasetia, R.L.Ardiwijaya,S.T.Pardede, R.Sulisyati,Mulyadi,Y.Syaifudin.2010. Status
Ekosistem di Taman Nasional Karimunjawa;2010. Wildlife Conservation Indonesia Programme. Bogor.xi+78pp. 2 Saputra, S.A., 2016. KEANEKARAGAMAN DAN PENUTUPAN TERUMBU KARANG DI PANTAI PASIR PUTIH SITUBONDO, JAWA TIMUR (Doctoral dissertation, UAJY). 3 http://www.thejakartapost.com/news/2017/03/22/5-barges-destroy-coral-in-karimunjawa.html
Metodologi Penelitian
Penelitian kerusakan terumbu karang dilakukan untuk menghitung persentase tutupan substrat dan
mengetahui seberapa besar tingkat kerusakan karang dengan menggunakan metode Line Intercept
Transect (LIT) dengan tingkat ketelitian centimeter (cm). Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui
koloni karang apa saja yang ada sebelum terjadinya kerusakan dengan mengukur patahan karang yang
menggunakan metode Belt Line Transect.
• Line Intercept Transect (LIT)
Metode Line Intercept Transect digunakan untuk mengkaji komunitas bentik berdasarkan
karakteristik lifeform terutama morfologi dari komunitas terumbu karang, sehingga dapat
diketahui keanekaragaman jenis karang di daerah tersebut. Pengamatan dengan Line Intercept
Transect dilakukan dengan SCUBA diving pada kedalaman 3 m dan 10 m4. Pada pengamatan
Line Intercept Transect pencatatan data berupa jenis-jenis terumbu karang atas dasar lifeform,
penutupannya, dan jenis-jenis subsrat berdasarkan 5,6.
• Belt Line Transect (BLT)
Metode Belt Line Transect digunakan untuk memperluas lokasi pemantauan dengan
menggunakan transek yang digunakan pada metode LIT dan melebarkan luasan wilayah
pantauan yang akan digunakan oleh pemantau, transek sepanjang 50 meter dengan jarak lebar
2,5 m kearah kiri dan 2,5 m kearah kanan sehingga daerah yang teramati seluas 250 m2.7
Pengamatan dilakukan tanpa adanya jeda pada garis transek seperti pada pengambilan data
terumbu karang. Pengamatan belt line transect dilakukan dengan mendata jenis-jenis patahan
karang dalam tingkatan lifeform yang ditemukan sepanjang transek serta mengukur diameter
patahannya dengan menggunakan meteran/penggaris. Tingkat ketelitian untuk mengukur
diameter patahan karang adalah centimeter (cm).
4 English, S., C. Wilkinson, dan V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institute of Marine Science, Townsvile. 5 Veron, J.E.N. 1993. Corals of Australia and The Indo-Pacific. Unversity of Hawaii Press-Honolulu. 6 Westmacott, S., K. Teleki, S. Wells, dan J. West. 2000. PengelolaanTerumbuKarang yang Telah Memutih dan Rusak Kritis. IUCN, Gland, Swiss,
dan Cambridge. 7 Id. at 4.
Gambar 1. Area pemantauan dengan metode LIT dan BLT
Materi Penelitian
Data yang diambil dalam penelitian ini adalah persentase tutupan substrat, jenis-jenis karang yang rusak
pada tingkat lifeform, dan diameter patahan karang.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tiga lokasi yang dapat dilihat pada Gambar 2. Pulau Tengah, Pulau Cilik,
dan Legon Bajak secara administratif terletak di Desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten
Jepara. Berdasarkan keterangan dari warga setempat dan juga hasil dari media tracking, ketiga lokasi
tersebut telah mengalami kerusakan terumbu karang akibat aktivitas transportasi kapal tongkang
batubara.
Secara zonasi, perairan Pulau Tengah dan Pulau Cilik termasuk ke dalam zona pemanfaatan wisata
bahari, sedangkan Legon Bajak termasuk ke dalam zona budidaya bahari8. Menurut Balai Taman
Nasional Karimunjawa, zona pemanfaatan wisata bahari wilayah yang dikembangkan untuk kepentingan
kegiatan wisata alam baik bahari maupun wisata alam lainnya, rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan,
penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, kegiatan penunjang budidaya.
Sedangkan, zona budidaya bahari adalah wilayah yang diperuntukan mendukung kepentingan budidaya
perikanan dengan tetap memperhatikan aspek konservasi.
8 Balai Taman Nasional Karimunjawa. 2017. Statistik Balai Taman Nasional Karimunjawa. Jawa Tengah.
Gambar 2. Peta lokasi penelitian
Pelaksanaan Kegiatan
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 11 – 13 April 2018 di Legon Bajak (Site A), Pulau Tengah (Site B)
dan Pulau Cilik (Site C), desa Kemujan, Kepulauan Karimunjawa.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Persentase tutupan substrat dapat menunjukan tingkat kerusakan terumbu karang pada suatu daerah
dengan mengacu pada persentase karang mati. Kategori substrat pada penelitian ini dibagi menjadi
karang hidup, karang mati, dan substrat pasir.
Legon Bajak
Penelitian di site Legon Bajak dilakukan di 6 titik dengan total transek sepanjang 231 meter. Hasil
penelitian menunjukan bahwa pada transek sepanjang 231 meter, komposisi substrat terdiri dari 51,87%
karang hidup dari berbagai bentuk lifeform, 0,90% berupa substrat pasir, dan sebanyak 47,23% adalah
karang mati yang merupakan patahan-patahan karang. Legon Bajak adalah lokasi yang mengalami
kerusakan paling parah dan paling luas diantara lokasi lain.
Gambar 3. Persentase tutupan substrat di Legon Bajak
Pulau Tengah
Penelitian di site Pulau Tengah dilakukan di 2 titik dengan total transek sepanjang 100 meter. Hasil
penelitian menunjukan bahwa pada transek sepanjang 100 meter, komposisi substrat terdiri dari 40,00%
karang hidup dari berbagai bentuk lifeform, 0,30% berupa substrat pasir, dan sebanyak 59,70% adalah
karang mati yang merupakan patahan-patahan karang. Kondisi kerusakan karang di Pulau Tengah cukup
parah karena lebih dari 50% dalam kondisi hancur. Kerusakan karang di Pulau Tengah masih tergolong
baru (dibawah satu tahun), karena patahan karang masih dapat dilihat koralit-nya dan bentuk
pertumbuhannya (lifeform) masih dapat diidentifikasi.
Gambar 4. Persentase tutupan substrat di Pulau Tengah
Pulau Cilik
Sedangkan pada site Pulau Cilik hanya dilakukan di 1 titik dengan total transek sepanjang 50 meter. Hasil
penelitian menunjukan bahwa pada transek sepanjang 50 meter, komposisi substrat terdiri dari 78,00%
karang hidup dari berbagai bentuk lifeform dan sebanyak 22,00% adalah karang mati yang merupakan
patahan-patahan karang. Kerusakan terumbu karang di Pulau Cilik cenderung tidak terlalu besar
dibandingkan dengan lokasi Legon Bajak maupun lokasi Pulau Tengah.
Gambar 5. Persentase tutupan substrat di Pulau Cilik
Kerusakan Terumbu Karang
Data patahan karang diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas berdasarkan ukuran patahannya, yaitu kelas
ukuran kecil, sedang, dan besar. Kelas ukuran kecil adalah patahan karang dengan ukuran panjang
antara 0,26 sampai dengan 1,22 meter. Kelas ukuran sedang adalah patahan karang dengan ukuran
panjang 1,23 sampai dengan 2,41 meter, sedangkan kelas ukuran besar adalah patahan karang yang
berukuran 2,42 sampai dengan 3,60 meter. Tabel klasifikasi patahan karang di ketiga lokasi penelitian
tersaji pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3.
Tabel 1. Klasifikasi kerusakan karang di Site Legon Bajak
Kelas (meter) Lifeform
ACB ACT ACS CB CE CMR CF CM CS
0,22 - 1,22 24 35 24 14 8 3 13 87 69
1,23 - 2,41 0 1 1 0 0 0 1 4 1
2,42 - 3,60 1 0 0 0 0 0 2 0 1
Berdasarkan hasil pengamatan, jenis lifeform karang yang ditemukan rusak di site Legon Bajak adalah
Acropora Brenching (ACB), Acropora Tabulate (ACT), Coral Brenching (CB), Coral Encrusting (CE), Coral
Foliose (CF), Coral Massive (CM), Coral Mushroom (CMR) dan Coral Submassive (CS). Jenis patahan
karang yang paling banyak ditemukan adalah jenis bongkahan karang massive (CM) dan karang
Submassive (CS) yang berbentuk seperti jahe. Ukuran patahan karang di lokasi ini pada umumnya
termasuk kategori kecil karena karang ditemukan hancur berkeping-keping. Namun, ditemukan juga
beberapa bongkahan karang dengan ukuran besar di lokasi ini, seperti jenis Acropora brenching (ACB),
Coral foliose (CF) dan Coral Submassive (CS).
Tabel 2. Klasifikasi kerusakan karang di Site Pulau Tengah
Kelas (meter) Lifeform
ACB ACT ACS CB CMR CF CM CS
0,22 - 1,22 49 5 5 16 4 24 22 98
1,23 - 2,41 0 0 3 2 0 0 1 2
2,42 - 3,60 0 0 0 0 0 1 0 0
Jenis lifeform karang yang ditemukan rusak di site Pulau Tengah adalah jenis Acropora Brenching (ACB),
Acropora Tabulate (ACT), Acropora Submassive (ACS), Coral Brenching (CB), Coral Foliose (CF), Coral
Massive (CM), Coral Mushroom (CMR) dan Coral Submassive (CS). Jenis patahan karang yang paling
banyak ditemukan adalah jenis karang bercabang atau Acropora Brenching (ACB) dan karang Submassive
(CS) yang berbentuk seperti jahe. Ukuran patahan karang di lokasi ini pada umumnya termasuk kategori
kecil, karena karang ditemukan hancur berkeping-keping.
Tabel 3. Klasifikasi kerusakan karang di Site Pulau Cilik
Kelas (meter) Lifeform
ACB ACT ACS CB CMR CF CM CS
0,22 - 1,22 16 3 9 4 4 5 3 29
1,23 - 2,41 1 0 0 0 0 0 0 6
2,42 - 3,60 0 0 0 0 0 0 0 0
Sedangkan pada site Pulau Kecil, jenis karang yang ditemukan adalah jenis Acropora Brenching (ACB),
Acropora Tabulate (ACT), Acropora Submassive (ACS), Coral Brenching (CB), Coral Foliose (CF), Coral
Massive (CM), Coral Mushroom (CMR) dan Coral Submassive (CS). Jenis patahan karang yang paling
banyak ditemukan adalah jenis karang bercabang atau Acropora Brenching (ACB) dan karang Submassive
(CS) yang berbentuk seperti jahe. Ukuran patahan karang di lokasi ini pada umumnya termasuk kategori
kecil, karena karang ditemukan hancur berkeping-keping. Tidak ditemukan bongkahan karang yang
berukuran besar yang rusak di lokasi ini.
Kesimpulan
Kerusakan terumbu karang yang terjadi di Karimunjawa akibat transportasi kapal tongkang batubara
dapat dikategorikan cukup parah. Dari ketiga lokasi yang diteliti, dapat diketahui bahwa tutupan karang
mati cukup luas. Tutupan karang mati terluas terdapat pada Pulau Tengah, yaitu 59,7% dari total luasan
yang diteliti. Sedangkan, tutupan karang mati pada Legon Bajak mencapai 47,2%, dan tutupan karang
mati pada Pulau Cilik sebesar 22%. Ukuran patahan karang yang ditemukan pada ketiga lokasi ini
termasuk kategori kecil, yaitu dengan ukuran 22 cm hingga 1,22 meter. Jenis patahan karang yang paling
banyak ditemukan adalah karang submassive dengan tingkat pertumbuhan yang tergolong lambat, dan
karang bercabang dengan pertumbuhan cepat, yaitu sekitar 3-5 cm per tahun.9
Acknowledgement: M. Rifky Firdaus, Mada Rizmaadi, Tri Widya Laksana Putra, Andre Rivaldo, Nurhidayah, dan Ahmad Anas, anggota Marine Diving Club dan UKSA-387, mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang.