KARYA TULIS ILMIAH
PERANAN SISTEM KOMUNIKASI DAN NAYIGASI
DALAM KESELAMATAN PENERBAI{GAN
Oleh:
I Gde Antha Kasmawan, S.Si., M.Si.
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNTVERSITAS UDAYANA
2016
HALAMAN PENGESAIIANKARYA TULIS ILMIAH
Judul Penelitian
Ketuaa. Namakngkapb. NIPc. JabatanFungsional
d. Program Studi
e. Nomor f{Pf. Alamat surel (e-mail)
Peranan Sistem Komunikasi dan Navigasi dalamKeselamatan Penerbangan
I Gde AnthaKasmawan, S.Si., M.Si.196706241994021001
[email protected]. idgdeanthakas@yahoo. com
Bukit Jimbaran, 27 Juli20l6
PenyusunA Universitas Udayana
Made Suaskara M.Si.)t1199702t001
oPz(I Gde Antha Kasmawarl S.Si.,M.Si.)NrP. 1 96706241994021001
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Mahaesa (Hyang Widhi)
karena atas nugraha-Nyalah penulisan makalah/karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan sedikit wawasan pemikiran dalam
perkembangan iptek terutama dalam ilmu fisika.
Terimakasih Kami ucapkan ke beberapa pihak telah banyak membantu dan
mendorong penulisan karya tulis ini dari awal hingga akhir. Semoga sumbangsih rekan-
rekan selalu bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tentunya karya tulis ini memerlukan perbaikan untuk kesempurnaannya. Oleh
karena itu, saran dan kritik dari para pembaca sangat kami harapkan. Akhirnya semoga
karya tulis ini bermanfaat.
Hormat kami
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Halaman:
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….. iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3 Tujuan .................................................................................................. 3
1.4 Batasan Masalah ................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 4
2.1 Radio Komunikasi ............................................................................... 4
2.2 Lebar Frekuensi Gelombang Radio ....................................................... 5
2.3 Komponen Dasar Radio Komunikasi .................................................. 6
2.4 Efek Doppler ........................................................................................ 7
2.5 Aplikasi Radar pada Transportasi Terbang .......................................... 7
2.6 Power Supply......................................................................................... 8
BAB III SISTEM KOMUNIKASI DAN NAVIGASI PADA PESAWAT
TERBANG ................................................................................................ 9
3.1 Sistem Komunikasi Pesawat Terbang .................................................... 9
3.2 Sistem Navigasi Pesawat Terbang. ........................................................ 11
3.3 Airborne Wheater Radar System ....................................................... 22
3.4 Radio Altimer ……………................................................................. 23
3.5 Emergency Localator Transmitter ....................................................... 24
BAB IV KESIMPULAN ........................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 27
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman:
Gambar 2.1 Ilustrasi radio komunikasi dengan menggunakan rangkaian
transformator …………..……………………................................... 4
Gambar 2.2 Komponen-komponen dasar penyusun radio komunikasi ................. 6
Gambar 3.1 Sistem Komunikasi VHF .................................................................. 10
Gambar 3.2 Sistem komunikasi HF .................................................................... 11
Gambar 3.3 Sistem VOR ………………………………………………………. 12
Gambar 3.4 Course Deviation Indicator …………………………………………….. 13
Gambar 3.5 Instrument Landing System (ILS) ..................................................... 16
Gambar 3.6 Localizer dan Glide Slope …………………..…………….................... 17
Gambar 3.7 Indikator DME pada kopkit pesawat terbang .................................... 18
Gambar 3.8 Sistem navigasi inertial dengan accelerometer ……………………. 19
Gambar 3.9 Radar cuaca (Airborne Wheater Radar System) ………………….... 23
Gambar 3.10 Diagram blok sistem radio altimeter ................................................. 24
Gambar 3.11 Sistem Emergency Localator Transmitter (ELT) .............................. 25
v
DAFTAR TABEL
Halaman:
Tabel 2.1 Pengelompokan gelombang radio berikut penggunaannya …………..… 5
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keselamatan penerbangan adalah terkait langsung dengan keselamatan para
penumpang, awak pesawat dan juga pesawat yang dioperasikan dan dengan demikian
faktor keselamatan adalah halyang sangat penting. Keamanan penerbangan secara
umum meliputi kegiatan penerbangan yang aman dan lancar sesuai sesuai dengan
yang telah direncanakan, hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun
2001. Selanjutnya, yang dimaksud dengan penerbangan lancar adalah penerbangan
yang sesuai dengan prosedur pengoperasian standar serta memenuhi persyaratan
kelaikan sarana dan prasarana penerbangan, sedangkan penerbangan aman
merupakan penerbangan yang terbebas dari segala gangguan dan taat pada
aturan/hukum yang berlaku. Selanjutnya, ada tiga faktor yang saling terkait satu
sama lain dalam dunia penerbangan, meliputi faktor keamanan penerbangan, faktor
keselamatan penerbangan, dan satu lagi faktor kecelakaan penerbangan. Kecelakaan
dalam dunia penerbangan tidak lain disebabkan oleh turunnya faktor keamanan dan
juga keselamatan penerbangan. Salah satu penunjang dalam masalah keselamatan
dan keamanan penerbangan adalah sarana komunikasi dan navigasi yang memadai.
Sistem komunikasi dan navigasi adalah dua sistem yang sangat penting dalam
dunia penerbangan khususnya dalam pesawat terbang. Sistem komunikasi lebih
menekankan/menitikberatkan pada masalah transmisi dan penerimaan suara baik
antar pesawat terbang maupun antara pesawat terbang dengan menara pengawas di
bandara. Sedangkan sistem navigasi dapat membantu/memandu pilot pesawat dalam
mengarahkan pesawat sehingga pesawat melintas dalam arah yang benar sesuai
dengan tujuan penerbangan yang dikehendaki. Sistem komunikasi dan navigasi ini
mempunyai peran penting dalam membantu pilot pesawat pada saat mengoperasikan
pesawatnya sehingga penerbangan pesawat menjadi lebih lancar dan aman.
Keamanan penerbangan lebih terjamin karena semua informasi yang diperlukan pilot
pesawat baik tentang keadaan pesawat, haluan pesawat, maupun keadaan cuaca telah
didapat dengan cepat dan tepat. Di samping itu, kedua sistem ini sangat membantu
2
petugas menara pengawas di bandara pada saat memandu pesawat, baik saat pesawat
hendak tinggal landas maupun saat melakukan pendaratan. Dengan demikian, kedua
sistem ini secara mutlak harus ada dan dan harus berjalan dengan baik sesuai dengan
standar pengoperasiannya.
Sistem komunikasi dan navigasi dalam pesawat terbang dibangun dengan
memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang mempunyai frekuensi gelombang
radio. Gelombang radio yang digunakan mempunyai selang frekuensi dari 10 kHz
hingga 300 GHz. Oleh karena begitu pentingnya peranan sistem komunikasi dan
navigasi, khususnya dalam pengoperasian pesawat terbang, memunculkan penertiban
dalam pembuatan dan penggunaan sistem tersebut terutama terkait dengan frekuensi
gelombang radio yang digunakan. Bahkan di suatu negara yang sangat maju, kontrol
terhadap pemakaian frekuensi radio ini dilakukan dan diawasi dengan sangat ketat
demi kelancaran dan keamannya sistem komunikasi dan navigasi yang dibangun.
Akibat penggunaan frekuensi gelombang radio yang tumpang tindih akan dapat
mengakibatkan kecelakaan yang fatal. Oleh karena itu, seluruh pemancar gelombang
radio yang didirikan harus terdaftar dan mendapatkan izin dari pemerintah. Hal ini
juga terkait dengan larangan pemakaian telepon genggam di dalam pesawat, yang
dapat menyebabkan terganggunya sistem komunikasi dan navigasi pesawat dalam
penerbangannya. Beberapa kasus terjadinya masalah penerbangan, seperti pendaratan
darurat kerena adanya telepon genggam (ponsel) penumpang yang menyala sehingga
mengganggu sistem navigasi pesawat dan terjadinya kecelakaan pesawat sebagai
akibat dari adanya gangguan sistem kemudi oleh sinyal telepon genggam (ponsel)
salah satu penumpang pesawat tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, beberapa masalah dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimana peranan dan cara kerja sistem komunikasi dan navigasi dalam
pesawat terbang?
2. Bagaimana prosedur pengujian sistem komunikasi dan navigasi pesawat
terbang?
3
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, tujuan dari
penulisan makalah ini adalah :
1. Mengenal dan memahami peranan dan cara kerja sistem komunikasi dan
navigasi dalam pesawat terbang.
2. Mempelajari prosedur pengujian sistem komunikasi dan navigasi pesawat
terbang.
1.4 Batasan Masalah
Pembahasan tentang sistem komunikasi dan navigasi dalam pesawat terbang
akan dibatasi hanya pada hal-hal yang bersifat umum dan tidak secara terperinci. Hal
ini mangingat adanya kesulitan dalam akses pengambilan data pada sistem pesawat.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radio Komunikasi
Prinsip dasar dari radio komunikasi secara umum dapat digambarkan sebagai
transfer energi pada tranformator sederhana seperti yang ditunjukkan oleh Gambar
2.1. Saat saklar S pada bagian primer transformator ditutup, lampu pada bagian
sekunder menyala dan sebaliknya bila saklar dibuka lampu akan padam. Ini dapat
terjadi tanpa adanya koneksi langsung antara rangkaian primer dan sekunder. Lampu
dapat menyala karena adanya tranfer energi oleh medan elektromagnetik melalui
transformator ini. Gambaran ini merupakan bentuk sederhana dari kontrol tanpa
kabel dari satu rangkaian ke rangkaian lai, di mana pemancaran gelombang radio
diwakili oleh bagian primer sedangkan penerimaan gelombang radio diwakili oleh
bagian sekundernya.
Gambar 2.1 Ilustrasi radio komunikasi dengan menggunakan rangkaian
transformator
Gelombang radio dihasilkan oleh rangkaian elektronika yang disebut osilator.
Gelombang ini dipancarkan dari antena dan diterima kembali oleh antena. Luas
daerah yang hendak dicakup dan panjang gelombang yang akan dihasilkan dapat
ditentukan dengan tinggi rendahnya pemasangan antenna. Memang gelombang radio
5
tidak dapat didengarkan secara langsung, tetapi dengan pesawat radio penerima,
gelombang radio ini akan diubah menjadi gelombang bunyi yang dapat didengar.
2.2 Lebar Frekuensi Gelombang Radio
Gelombang radio termasuk dalam urutan spektrum gelombang
elektromagnetik. Kecepatan gelombang dalam ruang hampa adalah sama, yaitu
sebesar 3 x 10 8
m/s. Gelombang radio memiliki frekuensi terendah dalam spectrum
berada di bawah spectrum sinar. Hubungan antara frekuensi f, panjang gelombang ,
dan cepat rambat gelombang elektromagnetik c adalah :
c = f (2.1)
Lebar frekuensi gelombang radio berkisar antara 10 kHz hingga 300 GHz.
Pengelompokan gelombang radio berikut penggunaannya selengkapnya ditabelkan
dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Pengelompokan gelombang radio berikut penggunaannya
Lebar
Frekuensi
Istilah Contoh Penggunaan
10 – 30 kHz Very low frekuecy
(VLF)
Radio navigasi
30 – 300 kHz Low frequency (LF) Radio gelombang panjang untuk
jarak jauh
300 kHz – 3
MHz
Medium frequency (MF) Radio gelombang medium
3 – 30 MHz High frequency (HF) Radio gelombang pendek (radio
amatir)
30 – 300 MHz Very high frequency
(VHF)
Radio FM
300 MHz – 3
GHz
Ultrahigh frequency
(UHF)
Pesawat TV
3 – 30 GHz Superhigh frequency
(SHF)
Radar atau radio navigasi
aeronautical
30 – 300 GHz Extremely high
frequency (EHF)
Radar atau komunikasi satelit
6
2.3 Komponen Dasar Radio Komunikasi
Komponen dasar radio komunikasi terdiri dari mikrophone, transmitter,
transmitting antenna, receiving antenna, receiver, dan loudspeaker. Secara blok,
komponen-komponen dasar penyusun radio komunikasi ini digambarkan oleh
Gambar 2.2
Gambar 2.2 Komponen-komponen dasar penyusun radio komunikasi
Mikrophone merupakan suatu trasnduser yang digunakan untuk mengkonversikan
gelombang bunyi menjadi sinyal listrik. Lewat microphone ini, gelombang bunyi
diubah menjadi sinyal listrik yang kemudian dilewatkan pada rangkaian transmitter
yang bertugas sebagai rangkaian osilator, yaitu sebagai pembangkit sinyal RF (Radio
frequency), dan sekaligus sebagai rangkaian modulator yang memodulasikan sinyal
listrik audio. Dalam bentuk gelombang radio, sinyal audio dipancarkan lewat
transmitting antenna. Gelombang radio ini kemudian ditangkap oleh receiver
antenna. Lewat Receiver yang dapat berfungsi sebagai rangkaian demodulator, yaitu
memisahkan kembali sinyal listrik audio dengan sinyal pembawanya. Setelah
terpisah, sinyal listrik ini diolah sedemikian rupa sehingga menjadi cukup kuat oleh
suatu rangkaian penguat sebelum akhirnya diumpankan pada loudspeaker. Melalui
loudspeaker ini, sinyal listrik tersebut dikonversi menjadi gelombang bunyi yang
dapat didengar oleh telinga manusia. Prinsip kerja dari microphone dan loudspeaker
pada dasarnya sama, keduanya dapat berfungsi sebagai transduser yang dapat
mengubah energi/sinyal listrik menjadi energi mekanik/bunyi dan juga dapat berlaku
sebaliknya.
Transmitter
Transmitting antenna
Mikrophone
Receiver
Receiver antenna
Loudspeaker
7
2.4 Efek Doppler
Efek Doppler adalah efek berubahnya frekuensi bunyi yang terdengar oleh
pendengar karena gerakan sumber bunyi atau pendengar.
Pada efek Doppler terjadi :
1. Frekuensi bunyi yang terdengar oleh pendengar menjadi lebih tinggi bila
pendengar dan sumber bunyi bergerak saling mendekat.
2. Frekuensi bunyi yang terdengar oleh pendengar menjadi lebih rendah bila
pendengar dan sumber bunyi bergerak saling menjauh.
Dalam notasi matematika dinyatakan oleh persamaan :
s
s
p
p
v v
f
v v
f
(2.2)
dengan :
fp = frekuensi pengamat (dalam Hz)
fs = frekuensi sumber bunyi (dalam Hz)
v = cepat rambat bunyi di udara (dalam m/s)
vp = kecepatan pengamat (dalam m/s)
vs = kecepatan sumber bunyi (dalam m/s)
Tanda dalam penyebut disesuaikan dengan keadaan sumber bunyi dan pendengar.
2.5 Aplikasi Radar pada Transportasi Terbang
Aplikasi radar dalam kehidupan manusia cukup banyak, di antaranya adalah
penggunaan radar dalam penerbangan pesawat terbang baik komersil maupun
militer. Aplikasi radar ini sangat berperan dalam membantu pengaturan lalu lintas
terbang sehingga peristiwa tabrakan antar pesawat dapat dihindarkan. Di samping
itu, posisi pesawat saat mengudara juga dapat dipantau dengan baik lewat
penggunaan radar. Suatu jaringan radar jarak jauh yang disebut Air Route
Surveillance Radar (ARSR) memantau pesawat pada saat mengudara antara satu
airport ke airport lainnya. Sementara itu, di airport juga terdapat radar jarak
8
menengah untuk memantau lintasan pesawat dengan lebih akurat ketika pesawat
mendekati atau menjauhi airport.
2.5 Power Supply
Catu daya merupakan peralatan elektronika yang berfungsi sebagai penyedia
daya listrik untuk dapat mengoperasikan semua peralatan pada sistem komunikasi
dan navigasi. Catu daya ini biasanya dibangkitkan melalui motor dinamo yang dapat
berfungsi ganda, yaitu sebagai motor dan sekaligus sebagai generator, Generator ini
berfungsi sebagai pembangkit arus dan tegangan bolak-balik yang digunakan dalam
sistem listrik pesawat terbang. Dalam kebanyakan peaswat terbang, sumber utama
dari energi listrik yang digunakan adalah sumber searah. Untuk itu, peralatan
penyearah tegangan dipasang pada salah satu keluaran generator untuk mendapatkan
sumber tegangan searah.
9
BAB III
SISTEM KOMUNIKASI DAN NAVIGASI PADA PESAWAT
TERBANG
Sistem komunikasi dan navigasi pesawat terbang merupakan suatu sistem
istrumen yang sangat kompleks dari sebuah pesawat. Kedua sistem ini sangat
menentukan dalam pengoperasian pesawat terbang dari bandara ke bandara lainnya,
yaitu saat peasawat masih di landasan pacu, tinggal landas, mengudara, dan tiba
kembali ke bandara.
3.1 Sistem Komunikasi Pesawat Terbang
Sistem komunikasi yang paling umum digunakan pada pesawat terbang
hingga saat ini adalah sistem komunikasi VHF (very high frequency). Pada pesawat
yang ukurannya lebih besar biasanya ditambahkan dengan sistem komunikasi HF
(high frequency) dan sebuah transceiver. Transceiver merupakan peralatan
komunikasi yang di dalamnya memuat transmitter dan receiver sekaligus yang
beroperasi pada frekuensi yang sama.
3.1.1 Sistem Komunikasi VHF
Pada pesawat terbang umumnya, sistem komunikasi VHF yang digunakan
beroperasi pada kisaran frekuensi 108,0 – 135.95 MHz. Sistem komunikasi radio
ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Sistem ini terdiri dari mikrophone, transmitter,
receiver, dan loudspeake atau earphone.dengan sebuah kontrol operasi dan catu
daya.
10
Gambar 3.1 Sistem Komunikasi VHF
Setiap kali akan digunakan, sistem komunikasi VHF ini diuji atau dilakukan
pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan pada keseluruhan sistem, dimulai dari catu
daya, sistem kontrol operasi, hingga keseluruhan perangkat yang terhubung dengan
sistem ini. Hal ini juga untuk tujuan pemanasan keseluruhan system. Setelah cukup
panas, pemilihan frekuensi segera dilakukan agar sesuai dengan frekuensi di stasiun
pengawas bandara. Uji coba dilakukan dengan menara pengawas dengan frekuensi
tersebut.
3.1.2 Sistem Komunikasi HF
Untuk komunikasi jarak jauh dengan cakupan yang lebih luas, pesawat
terbang menggunakan system komunikasi HF. Sistem ini ditunjukkan oleh Gambar
3.2. Sistem ini mempunyai peranan yang sama pentingnya dengan system VHF.
Dengan sistem HF, yang memiliki selang frekuensi 3 – 30 MHz., sangat
memungkinkan pesawat melakukan komunikasi interlokal.
11
Gambar 3.2 Sistem komunikasi HF
Pemeriksaan system komunikasi HF terlebih dahulu dilakukan dengan
memutar tombol tunning control pada posisi “ON”, yang kemudian diikuti dengan
penyesuaian penguatan radio frequency (RF) dan pengaturan volume pada level yang
diinginkan. Pengaturan ini dilakukan untuk memperoleh sinyal yang cukup kuat
namun dengan sedikit noise. Setelah semua proses ini selesai, dilakukan pemilihan
frekuensi yang akan digunakan untuk menghubungi stasiun tujuan
3.2 Sistem Navigasi Pesawat Terbang
. Peralatan sistem navigasi pesawat terbang meliputi beberapa sistem dan
beberapa instrumen pendukung antara lain VHF Omnirange (VOR) System,
Instrument Landing System, Distance Measuring Equipment, Automatic Direction
Finders, Radar Beacon Transponder, Doppler Navigation System, dan Inertial
Navigation System. Ketika sistem navigasi pesawat terbang digunakan, radio
12
penerima dan pemancar akan memanfaatkan sinyal yang diperoleh untuk
menentukan dengan pasti jarak dari beberapa titik-titik geografis atau letak stasiun
radio di darat.
3.2.1 VHF Omnirange (VOR) System
Sistem VOR (Very High Frequency Omnidirectional Range) adalah system
navigasi elektronik yang digunakan pada pesawat terbang., seperti yang ditunjukkan
gambar 3.3. Sesuai dengan namanya, Omnidirectional atau All-directional mencakup
penunjukan atau pembagian arah dari stasiun-stasiun radio yang dapat menolong
pilot pesawat.
Gambar 3.3 Sistem VOR
Di dalam system ini telah memuat 360 penunjuk arah yang masing-masing telah
dilengkapi dengan jalur-jalur radio yang dapat langsung digunakan untuk
berhubungan dengan stasiun-stasiun yang ada. Sistem VOR ini beroperasi pada
spectrum radio VHF dengan frekuensi pada kisaran 108,0 hingga 117,95 MHz.
Semua informasi yangberhubungan dengan navigasi akan ditampilkan secara visual
pada panel instrument di kopkit pesawat.
13
Sistem VOR pesawat terbang terdiri dari suatu penerima (VOR/LOC
receiver), sebuah indicator visual, frequency selector, antenna, power supply, dan
audio output. Frequency selector ditempatkan pada panel penerima, bahkan beberapa
pabrikan perakitan pesawat terbang merancang suatu frequency selector dengan
pengendali jarak jauh (remote control) sehingga dimungkinkan untuk meletakkannya
pada bagian lain dari pesawat terbang
Sistem penerima dari VOR dimanfaatkan dalam system navigasi pesawat
terbang sebagai sebuah localizer receiver saat ILS (Instrument Landing System)
diaktifkan.
Secara umum fungsi VOR ditunjukkan oleh tampilan CDI (Course Deviation
Indicator) seperti yang diperlihatkan Gambar 3.4 berikut.
Gambar 3.4 Course Deviation Indicator
CDI mempunyai beberapa fungsi selama VOR dioperasikan. Jarum vertikal
dan horizontal akan digunakan sebagai indikator yang menerangkan posisipesawat
terhadap bumi sehingga sangat membantu pilot pesawat dalam mengoperasikan
pesawatnya. Jika posisi pesawat diinginkan sejajar dengan bumi maka pisisi jarum
14
vertikal harus berada tepat pada angka 0 di bagian atas dan angka 18 di bagian
bawah, sedangkan posisi jarum horizontal harus berada tepat pada angka 9 di bagian
kanan dan angka 27 di bagian kiri. TO-FROM indikator akan menunjukkan arah dari
atau ke stasiun sepanjang omniradial. CDI juga berisi VOR-LOC flag alarm yang
akan menyatakan suatu peringatan bila terjadi kegagalan sistem receiver. Ketika
sinyal localizr terpilih pada receiver maka indikator akan menunjukkan posisi
localizer terhadap pesawat dan akan memandu peawat beralih arah mengikuti posisi
yang ditunjukkan localizer tersebut.
Selama VOR beroperasi, putaran VOR dapat digunakan untuk memilih
putaran dari OBS (Oni Bearing Selector). OBS yang mempunyai sudut gerak penuh,
dari 0o
– 360o, pada umumnya diletakkan pada CDI dan merupakan bagian dari
navigasi receiver.
Pemeriksaan sistem VOR mengikuti prosedur yang telah direkomendasikan
oleh pabrik dengan menggunakan peralatan uji yang sesuai, yaitu VOT (Very High
Frequency omnirange Test). Urutan prosedur pemeriksaan sistem meliputi :
1. Tempatkan saklar pada posisi ”ON”.
2. Lakukan penyesuaian frekuensi dengan stasiun yang diinginkan.
3. Tunggu beberapa saat hingga peralatan cukup panas.
4. Tunggu flag VOR menghilang yang menandakan bahwa sinyal dari stasiun
telah diterima.
5. lakukan penyesuaian volume pada level yang diinginkan.
6. Periksa CDI untuk melihat pembelokan jarum yang vertikal.
7. Pusatkan jarum vertikal dengan putaran OBS.
8. Periksa indikator ”TO-FROM” agar terbaca ”TO”.
9. Putar OBS untuk membaca 10o lebih tinggi dari pengaturan jarum vertikal
yang telah terpusat. Jarum vertikal akan bergerak ke kiri menutupi titik yang
terakhir sejauh 10o pergantian jarak.
10. Kembalikan OBS ke posisinya semula sehingga jarum vertikal kembali ke
tengah.
15
11. Putar kembali OBS untuk membaca 10o lebih rendah dari pengaturan yang
asli, sehingga jarum vertikal akan bergerak ke kanan menutupi titik yang
terakhir sejauh 10o pergantian jarak.
12. Periksa bahwa jarum vertikal bergerak sesuai jarak antara kedua arah
sehingga total lebar jarak harus sejauh 20o.
Sebagai catatan, jika indikator ”TO-FROM” terbaca ”FROM”, jarum vertikal
akan membelok ke arah yang berlawanan dengan prosedur di atas.
Jika operasi pemeriksaan tidak memberikan hasil yang memuaskan, sangat
penting untuk melepaskan feceiver VOR dan memeriksa instrumen pesawat terbang.
Jika diperlukan sekali, keseluruhan sistem perlu dikalibrasi ulang untuk menjamin
kinerja sistem tersebut.
3.2.2 Instrument Landing System
Instrument Landing System (ILS) beroperasi dalam suatu spectrum
elektromagnetik VHF. Sisem ini dapat digambarkan sebagai sebuah landasan, yang
dibuat dari sinyal radio, yang berfungsi untuk memandu pesawat terbang baik saat
tinggal landas maupun saat melakukan pendaratan. Gambar Instrument Landing
System ditunjukkan oleh Gambar 3.5.
Keseluruhan system ILS terdiri dari suatu landasan terbang localizer, sinyal
glade slope, dan rambu suar (marker beacons) penanda posisi. Peralatan localizer
menghasilkan sinyal radio yang berbaris dengan pusat landasan pacu yang
merupakan hasil dari penerimaan dua sinyal 90 Hz dan 150 Hz. Pada sisi landasan
pacu, terpusat garis radio penerima yang pada outputnya mengeluarkan nada 150 Hz.
Daerah tersebut disebut daerah buru. Pada sisi lain dari landasan pacu terpusat garis
radio dengan nada 90 Hz yang disebut dengan daerah kuning. Daerah operasi
localizer adalah pada selang frekuensi 108,0–112,0 MHz. Receiver VOR juga
beroperasi pada frekuensi ini dan berfungsi sebagai receiver localizer saat ILS
diaktifkan.
Glide slope adalah suatu balok berkas cahaya yang memberikan bimbingan
vertical bagi pilot. Dengan glide slope (beroperasi pada selang frekuensi 329,3 –
16
335,0 MHz), sudut pendaratan tidak meleset. Sinyal glade slope dipancarkan dari dua
antenna yang ditempatkan bersebelahan pada titik landasan.
Gambar 3.5 Instrument Landing System (ILS)
Semua informasi localizer dan receiver glide slope ditampilkan pada CDI.
Jarum vertikal menunjukkan informasi localizer sedangkan jarum horizontal
menunjukkan informasi glide slope, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.6.
Ketika kedua jarum telah memusat, posisi pesawat terbang sudah mulai mengambil
posisi menurun dan pada CDI akan muncul warning flag untuk setiap kegagalan
system, misalnya receiver gagal atau kehilangan sinyal transmisi.
17
Pada umumnya, dua antenna diperlukan dalam pengoperasian ILS. Sebuah
antena untuk penerimaan localizer yang juga dapat digunakan untuk navigasi VOR,
dan yang lainnya untuk glide slope. Beberapa pesawat kecil menggunakan multi-
element antenna tunggal baik untuk glide slope maupun untuk VOR. Antena VOR
umumnya dipasang pada badan pesawat bagian atas sedangkan antenna untuk glide
slope dipasang pada bagian depan pesawat.
Gambar 3.6 Localizer dan Glide Slope
Dalam penggunaannya, ILS dibantu dengan rambu suar (Marker Beacons).
Rambu adalah sinyal yang menandakan posisi pesawat terbang ketika mulai
mendekati landasan pacu. Dalam hal pengoperasiannya digunakan dua rambu yang
masing-masing dapat dikenali lewat sinyal suara atau lampu, Pemancar rambu suar
beroperasi pada selang frekuensi 75 MHz.
Receiver rambu dipasang pada pesawat terbang untuk menerima sinyal dan
mengolahnya sehingga dapat menyalakan lampu atau menghasilkan nada bunyi yang
dapat didengar melalui headset. Rambu yang berada pada sisi luar akan mulai
menandai alur pendekatan, di mana sinyal rambu ini akan menghasilkan nada dengan
18
frekuensi 400 Hz dan sinyal lampu berwarna merah dalam kopkit pesawat. Rambu
berikutnya yang berada pada posisi tengah biasanya sekitar 3500 ft dari ujung
landasan pacu mulai menghasilkan nada yang frekuensinya lebih tinggi, yaitu 1.300
Hz dan sinyal lampu berwarna kuning.
3.2.3 Distance Measuring Equipment (DME)
Tujuan penggunaan DME adalah untuk menyediakan suatu indikator visual
yang tetap dari jarak antara pesawat terbang dengan stasiun yang berada di darat.
DME beroperasi pada spektrum radio dengan frekuensi UHF. Frekuensi pancarannya
dibagi dalam dua kelompok, yaitu frekuensi dengan selang antara 962 – 1.024 MHz
dan frekuensi dengan selang antara 1.151 – 1.212 MHz. Frekuensi penerima
memiliki selang frekuensi antara 1.025 – 1.149 MHz.
Pesawat terbang yang dilengkapi dengan DME telah diatur untuk memilih
stasiun DME di bumi yang terhubung dengan fasilitas VOR yang disebut VORTAC.
Pemancar pesawat erbang memancarkan sepasang pulsa pada stasiun penerima di
bumi. Pulsa tersebut digunakan untuk mengidentifikasi sinyal dari DME dengan
benar. Setelah menerima pulsa, stasiun pengawas akan merespon dengan
mengirimkan kembali pulsa dengan frekuensi yang berlainan.
Ketika menerima sinyal dari pesawat terbang, selisih waktu antara
pengiriman sinyal dan penerimaannya kembali dihitung untuk mengetahui jarak
antara pesawat dengan stasiun pengawas. Jarak tersebut dihitung dengan satuan mil
dan ditampilkan pada instrumen dalam kopkit seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.7.
Gambar 3.7 Indikator DME pada kopkit pesawat terbang
6
5 1 3 MILES
19
Untuk mengaktifkan DME pada tahap awal, letakkan saklar ON/OFF pada
posisi ”ON”. Langkah berikutnya, pilih frekuensi yang didinginkan dan tunggu
beberapa saat hingga peralatan cukup panas. Selama periode ini, indikator jarak baik
digital maupun jarum penunjuk akan bergerak dari posisi minimum hingga posisi
maksimum. Ketika stasiun yang dicari telah terkunci oleh DME, indikator akan
menghentikan pencarian dan indikator red warning flag akan hilang.
3.2.4 Automatic Direction Finders (ADF)
Automatic Direction Finders (ADF) adalah peralatan radio penerima dengan
antena yang dapat diarahkan dan digunakan untuk menentukan arah sinyal yang
diterima. Kebanyakan receiver ADF menyediakan kendali untuk control manual
sebagai tambahan dari penentu arah yang otomatis. Ketika ada peawat terbang
dengan jarak jangkauan stasiun radio, peralatan ADF akan bekerja untuk menentukan
posisi detail dari pesawat tersebut.
Sistem ADF beroperasi pada frekuensi rendah dan menengah dengan selang
frekuensi antara 190 – 1.750 kHz. Arah stasiun radio akan ditampilkan pada
indicator di kopkit pesawat terbang sebagai jarak relatif pesawat terhadap stasiun.
Sistem ADF memiliki loop antenna yang dapat berputar hingga 360o dan menerima
sinyal maksimum saat posisinya sejajar dengan arah sinyal yang dipancarkan,
Ketika loop antenna berputar dari posisinya sehingga sinyal yang diterima
menjadi lemah dan jangkauan menjadi minimum saat posisi pesawat tegak lurus
dengan sinyal yang dipancarkan, maka posisi ini dinamakan posisi null. Posisi null
juga dapat digunakan untuk menentukan arah pesawat. Saat loop antenna berputar ke
posisi null, stasiun radio akan menerima garis tegak lurus ke pesawat dari loop
antenna.
Agar sistem ADF dapat berjalan dengan baik perlu diadakan pemeriksaan
berkala. Prosedur pengecekan sistem ADF adalah sebagai berikut :
1. Letakkan saklar ON/OFF pada posisi “ON” dan tunggu beberapa saat hingga
radio cukup panas. Pada pemasangan yang menggunakan RMI (Radio Magnetic
Induktor) jarum penunjuk indicator menunjukkan informasi ADF.
2. Pilih stasiun yang diinginkan.
20
3. Atur kontrol volume pada level yang diinginkan.
4. Putar loop antenna dan pastikan bahwa hanya ada satu posisi null yang diterima.
5. Periksa apakah jarum ADF telah mengarah ke stasiun yang benar. Jika posisi
pesawat di antara gedung-gedung yang memungkinkan akan memantulkan
sinyal, bisa membelokkan jarum ADF.
3.2.5 Radar Beacon Transponder
Sistem transponder radar beacon digunakan berkaitan dengan pengawasan
dasar untuk menyediakan informasi yang benar akan arah dari pesawat terbang
terhadap radar kontrol. Peralatan pesawat terbang atau receiver transponder radar
bumi akan memeriksa setiap antena radar pengawasan dan secara otomatis akan
memberikan kode jawaban.
Pengoperasian transponder sipil ada dua mode, yaitu “MODE A” dan
“MODE AC” yang dapat dikontrol dengan sebuah saklar. Kode identifikasi
penerbangan terdiri atas 4 digit angka yang digunakan sepanjang prosedur
perencanaan penerbangan. Pada beberapa peralatan pesawat terbang dilengkapi
dengan fitur encoding ketinggian. Informasi ketinggian pesawat ditransmisikan pada
stasiun darat melalui sebuah transponder dengan menggunakan “MODE AC”.
Transponder yang digunakan pada beberapa pesawat terbang terdapat
perbedaan. Namun demikian, semua transponder ini melakukan fungsi yang sama.
Perbedaannya mungkin hanya pada konstruksinya saja, misalnya pada bagian control
beberapa transponder dilengkapi dengan remote control.
3.2.6 Doppler Navigation System
Doppler navigation system atau radar Doppler secara otomatis dan terus
menerus akan menghitung dan menampilkan ground speed, sudut penyimpangan
antara pesawat terbang dengan bumi, perkiraan angina, atau air speed data dalam
penerbangan tanpa bantuan dari stasiun darat. Sistem ini tidak memakai bantuan arah
radar, namun sebaliknya menggunakan speed conscious dan drift conscious yang
digunakan secara terus menerus oleh gelombang pembawa transmisi energi untuk
menentukan komponen kecepatan arah depan dan samping pesawat terbang dengan
memanfaatkan efek Doppler.
21
Radar Doppler memancarkan gelombang bunyi satu frekuensi dan
membentur permukaan bumi dan dipantulkan kembali ke receiver dengan frekuensi
berbeda. Energi bunyi yang diterima kembali oleh receiver akan dibandingkan
dengan energi bunyi yang dipancarkan. Selisih energi akan digunakan untuk
menghitung ground speed pesawat terbang dan memberikan informasi tentang sudut
penyimpangan angin.
Pemeriksaaan sistem radar Doppler ini meliputi pengaturan penentuan air
speed dan sudut penyimpanagn antara posisi pesawat dengan bumi. Prosedur
pemeriksaan dan pengujian sistem ini sepenuhnya mengacu pada instruksi manual
yang diberikan pabrik pembuatannya.
3.2.7 Inertial Navigation System
Sistem navigasi internal (Inertial Navigation System) sering digunakan pada
pesawat-pesawat yang berukuran besar, sebagai sistem tambahan untuk navigasi
dengan jangkauan wilayah yang lebih luas. Sistem ini merupakan sistem tersendiri
yang tidak memerlukan sinyal input dari fasilitas navigasi stasiun pengawas di
daratan (bandara).
Sistem navigasi internal ini memperoleh informasi ketinggian dan kecepatan
melalui pengukuran akselerasi pesawat terbang dengan menggunakan suatu alat yang
disebut accelerometer. Ada dua accelerometer yang diperlukan, satu mengacu arah
utara dan satu lagi berarah ke timur. Accelerometer dalam system navigasi internal
ditunjukkan oleh Gambar 3.8.
Sistem navigasi internal, seperti dalam Gambar 3.8, merupakan sistem yang
sangat kompleks yang di dalamnya terdapat empat komponen dasar, yaitu :
1. Pondasi/dudukan yang dibuat stabil (gyro-stabilezed) untuk pengawasan
horizontal accelerometer terhadap permukaan bumi dan menyediakan orientasi
azimuth.
2. Sebuah accelerometer yang dapat diatur kedudukannya dan memberikan data
informasi tentang akselerasi yang cermat.
3. Dua buah integrator yang bertugas menerima output dari accelerometer dan
mengolahnya menjadi besaran kecepatan dan jarak.
22
4. Sebuah unit komputer yang bertugas untuk memberi tanggapan perubahan jarak
dan untuk memposisikan koordinat yang terpilih setelah menerima sinyal output
integrator.
Gambar 3.8 Sistem navigasi inertial dengan accelerometer
3.3 Airborne Wheater Radar System
Airborne Wheater Radar System adalah system yang digunakan untuk
mendeteksi objek tertentu dalam kegelapan, kabut, atau badai. Sistem ini sama
seperti halnya radar merupakan sustu system elektronik yang menggunakan pulsa
transmisi dari energi gelombang radio Sinyal yang telah dikirimkan, diterima
kembali setelah dipantulkan oleh target dan diolah dan ditampilkan dalam satuan mil.
Suatu system radar yang terpasang pada pesawat terbang terdiri dari sebuah
transceiver dan syncronizer, sebuah antenna yang dipasang pada hidung pesawat,
sustu unit control dipasang pada kopkit dan sbuah indicator tampilan atau radar
scope, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.9.
Radar cuaca memberikan andil yang sangat besar dalam menjaga
keselamatan penerbangan karena memungkinkan operator dalam mendeteksi badai
dalam jalur penerbangan. Fasilitas terrain-mapping pada radar menunjukkan garis
pantai dan berbagai fitur topografi sepanjang jalur penerbangan.
23
Agar sistem radar dapat berjalan dengan baik perlu diadakan pengujian.
Prosedur pengujian operasional system adalah sebagai berikut :
1. Pesawat terbang ditempatkan pada daerah bebas atau jauh dari gedung.
2. Lakukan pemanasan pada peralatan dengan menekan tombol power pada posisi
“ON”.
3. Miringkan pisisi antenna pada posisi menaik
4. Periksa dengan teliti indicator pada radar scope unuk semua informasi dari
objek.
Gambar 3.9 Radar cuaca (Airborne Wheater Radar System)
3.4 Radio Altimer
Radio altimer digunakan untuk mengukur jarak dari pesawat terbang terhadap
bumi. Hal ini dapat dilakukan dengan menangkap pantulan gelombang radio yang
telah dipancarkan. Altimer modern menggunakan metode pulsa di mana ketinggian
dihitung dengan mengukur waktu yang diperlukan pulsa pergi pulang setelah
dipantulkan bumi.
Antenna
Indicator
Reciver-transmitter
Power Sources
24
Sistem radio altimeter dalam bentuk diagram blok diperlihatkan oleh Gambar
3.10. Tansceiver biasanya ditempatkan pada badan pesawat dan indikatornya
dipasang pada kokpit pesawat. Kedua antenna dipasang pada bagian perut pesawat.
Gambar 3.10 Diagram blok sistem radio altimeter
Saat ini, radio altimer selalu digunakan pada landasan pendaratan dan
merupakan salah satu system navigasi yang sangat diperlukan. Altimeter akan
memberikan informasi ketinggian pada pilot pesawat terbang dan indicator altimeter
dapat membantu menentukan keputusan apakah aman untuk melakukan pendarat
atau tidak
3.5 Emergency Localator Transmitter
Emergency Localator Transmitter (ELT) merupakan suatu unit tersendiri
dengan transmisi gelombang radio tersendiri pula. Sistem ini dirancang untuk dapat
memancarkan sinyal pada suatu keadaan mendesak dan berbahaya. Frekuensi yang
digunakan untuk tujuan ini adalah 121.5 MHz untuk pesawat terbang sipil dan 243
MHz untuk pesawat meliter.
Sistem ELT akan secara otomatis beroperasi jika pesawat dalam keadaan
bahaya. Sistem ini juga dapat diaktifkan secara manual melalui sebuah remote
control dari ruang kokpit pesawat atau melalui saklar dari unit ini. Sistem ELT
ditunjukkan oleh Gambar 3.11.
Altimeter indicator
Power Source
Transmitter Antenna Receiver Antenna
Radio Altimeter
25
Gambar 3.11 Sistem Emergency Localator Transmitter (ELT)
26
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dan tujuan penulisan yang
ingin dicapai, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain :
1. Sistem komunikasi dan navigasi pada pesawat terbang sangat penting
peranannya dalam keselamatan penerbangan. Kesalahan atau kegagalan pada
kedua sistem tersebut akan mengakibatkan kecelakaan yang bersifat fatal.
2. Pada umumnya, sistem komunikasi pada pesawat terbang menggunakan
gelombang radio dengan frekuensi VHF dan HF sedangkan sistem navigasi
memanfaatkan gelombang radio dengan frekuensi tertentu dalam berbagai
aplikasinya. Oleh karena itu penggunaan ponsel dilarang di dalam pesawat.
3. Sistem navigasi umumnya membutuhkan peralatan yang lebih banyak
dibandingkan dengan sistem komunikasi. Sistem navigasi pesawat meliputi
VHF Omnirange (VOR) System, Instrument Landing System, Distance
Measuring Equipment, Automatic Direction Finders, Radar Beacon
Transponder, Doppler Navigation System, dan Inertial Navigation System.
4. Prosedur pemeriksaan atau pengujian terhadap system komunikasi dan
navigasi pesawat terbang mengikuti prosedur dari pabrik pembuatnya. Secara
umum, pemeriksaan kedua system ini adalah terlebih dahulu dengan
memeriksa keseluruhan system yang ada, selanjutnya adalah dengan
pemanasan peralatan, yaitu dengan menghidupkan power supply hingga
peralatan menjadi cukup panas dan akhirnya dilakukan beberapa pengujian
untuk memastikan apakah system telah dapat bekerja sesuai dengan
fungsinya atau siap pakai.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, Airframe and Powerplant Mechanics Airframe Handbook, U.S.
Department of Transportation Federal Aviation Administration Flight Standards
Service, First Edition 1972 dan First Revision 1976
2. Anonim, Manual Maintenance Book for Garuda Boeing 737-300/400 Chapter 23
Communication and Chapter 34 Navigation, Garuda Indonesia ATA-100 Break
Down, 1997
3. Halliday & Robert Resnick, 1989, Physics 3rd
edition, terjemahan Pantur Silaban
dan Erwin Sucipto, Erlangga, Jakarta.
4. Haris, Norman C., 1995, Physics : Pinciples and Aplications, Glencoe/McGraw-
Hill. New York.
5. Wikipedia. 2016. Keselamatan Penerbangan.
https://id.wikipedia.org/wiki/Keselamatan_penerbangan
Sumber Internet:
http://www.nasaui.ited.uhidao.edu/nasaspark/safety/kids/nav.htm
http://bswmulyati.blogspot.co.id/2012/11/keselamatan-penerbangan_28.html
https://vanmil.wordpress.com/2008/12/07/keselamatan-penerbangan/
www.bpkp.go.id/uu/filedownload/4/65/1112.bpkp