KOMUNITAS PEMBUAT KASUR (STUDI GENDERKETERLIBATAN IBU RUMAH TANGGA DALAMKERAJINAN KASUR KABUPATEN BANTAENG)
SKRIPSI
OLEH :
IDRIS10538 2774 13
JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
iv
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSARFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : IDRIS
NIM : 10538277413
Jurusan : Pendidikan Sosiologi
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Judul Skripsi : Komunitas Pembuat kasur (Studi Keterlibatan IbuRumah Tangga Dalam Kerajinan KasurKabupaten Bantaeng)
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan depan tim
penguji adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau
dibuatkan oleh siapapun.
Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi
apabila pernyataan ini tidak benar.
Makassar, Juli 2020
Yang Membuat Pernyataan
IDRIS10538277413
v
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSARFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SURAT PERJANJIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : IDRIS
NIM : 10538277413
Jurusan : Pendidikan Sosiologi
Judul Skripsi : Komunitas Pembuat Kasur (Studi Keterlibatan Ibu RumahTangga Dalam Kerajinan Kasur Kabupaten Bantaeng)
Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya akan
menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).
2. Dalam menyusun skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing
yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas..
3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (Plagiat) dalam penyusunan skripsi.
4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2 dan 3 saya bersedia menerima
sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar , juli 2020
Yang membuat perjanjian
IDRIS10538277413
Mengetahui,Ketua Program StudiPendidikan Sosiologi
Drs.H. Nurdin, M.PdNBM. 575474
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Sesuatu yang mudah didapat,mudah dibuang
Sesuatu yang mudah dipelajari,mudah di lupakan
Maka perjuangkanlah segala sesuatu,agar tidak mudah dibuang dan dilupakan
Kupersembahkan karya sederhana ini sebagai tanda
kasihku kepada kedua orang tua dan saudara-saudaraku
yang tercinta, serta orang-oarang yang ada disekitarku
yang begitu banyak berkorban baik meteriil maupun
moral demi keberhasilan ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunianyakepada kita semua... Amin
ABSTRAK
IDRIS, 2020. Komunitas Pembuat Kasur (Studi Keterlibatan Ibu RumahTangga Dalam Kerajinan Kasur di Kabupaten Bantaeng) Skripsi. Program studipendidikan sosiologi fakultas keguruan dan ilmu pendidikan. PembimbingHidayah Quraisy dan Jamaluddin Arifin.
Penilitian tentang Komunitas Pembuat Kasur (Studi Keterlibatan IbuRumah Tangga Dalam Kerajinan Kasur di Kabupaten Bantaeng). Adapunrumusan masah yaitu Bagaimana keadaan ekonomi keluarga, mendorong iburumah tangga bekerja di usaha kerajinan kasur di Kabupaten Bantaeng danBagaimana dampak ekonomi keluarga atas keterlibatan ibu rumah tangga dalamusaha kerja kasur. Jenis penelitian menggunakan snowball sampling, pegumpulandata dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalampenelitian ini yang menjadi sasaran adalah ibu rumah tangga yang terlibat dalamkerajinan atau buruh kasur.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterlibatan ibu rumah tanggadalam kerajinan atau buruh kasur faktor ekonomi, di mana mayoritas masyarat didesa Bonto Jaya adalah petani yang penghasilannya tidak seberapa ditambah lagiuntuk mendapatkan hasil pertaniannya di tunggu kurang lebih 3 bulan. Harapankami sebagai peniliti, pemerintah ikut serta membantu dalam segi penjualanmaupun pelatihan khusus yang bisa memperkenalkan model-model yang ikutpasaran modern dengan tetap pembuatan secara secara tradisional.
Kata Kunci : Ibu Rumah Tangga, Pembuat Kasur, Dampak Ekonomi
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman,Islam, kesempatan,
serta kekuatan yang telah diberikan Allah Subhanahuwata’ala sehingga Penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam untuk tuntunan dan suri
tauladan Rasulullah Shallallahu‘alaihiwasallam beserta keluarga dan sahabat
beliau yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang sampai saat ini
dapat dinikmati oleh seluruh manusia di penjuru dunia.
Tidaklah mudah untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari
bahwa sejak penyusunan skripsi sampai skripsi ini rampung, banyak hambatan,
rintangan, dan halangan. Namun berkat bantuan , motivasi, dan doa dari berbagai
pihak semua ini dapat teratasi dengan baik. Jika terdapat kesalahan atau
kekurangan pada skripsi ini, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca demi kesempurnaannya.
Ucapan terima kasih yang tidak terhingga untuk kedua orang tua, kakak
kandung dan adik kandung, yang selalu memberikan motivasi, nasehat, cinta,
perhatian,doa dan kasih sayang serta liter-liter keringat yang iah perah seorang
diri guna melihat penerusnya dapat mengenyam pendidikan jauh lebih layak
daripadanya yang tentu takkan bisa penulis balas.
Penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan
kepada Dr. H. Abd Rahman Rahim, SE., MM., Rektor Universitas
viii
Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, M.Pd., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar dan
Drs.H.Nurdin,M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Universitas
Muhammadiyah Makassar. Dr. Hidayah Quraisy, M.Pd. pembimbing I,
Jamaluddin Arifin S.Pd, M.Pd pembimbing II, atas segala bimbingan, arahan,
waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing serta mengarahkan penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dan semoga segala bimbingan dan arahan
yang diberikan menjadi amal ibadah disisi Allah SWT, Bapak-bapak dan Ibu-ibu
dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Universitas Muhammadiyah
Makassar yang telah menyalurkan ilmunya secara ikhlas dalam mendidik penulis,
Sahabat-Sahabatku, Rekan-Rekan Berlembaga dan Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Sosiologi FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar.
Akhirnya penulis berharap semoga bantuan yang telah diberikan
mendapatkan balasan dari Allah SWT, dengan pahala yang berlipat ganda.
Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin Ya Rabbal Alamin.
Billahi Fii Sabilil Haq, Fastabiqul Khairat, Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Makassar, Juli 2020
IDRIS10538 2774 13
ix
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii
SURAT PERNYATAAN ....................................................................... iv
SURAT PERJANJIAN ........................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN......................................................... vi
ABSTRAK .............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ........................................................................... viii
DAFTAR ISI............................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
BAB II TUJUAN PUSTAKA
A. Konsep Pembagian Kerja Dalam Keluarga................................... 9
1. Keluarga .................................................................................. 9
2. Pembagian kerja suami istri dalam keluarga.......................... 11
3. Pembagian kerja menurut jenis kelamin ................................ 16
xi
4. Pengambilan keputusan antara suami istri ............................. 19
B. Industry rumah tangga (Home Industry) ...................................... 22
1. Industry kecil modern ............................................................ 24
2. Industry kecil tradisional........................................................ 24
3. Industry kerajinan kecil.......................................................... 25
C. Kerangka konsep.......................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian............................................................................. 30
B. Lokus Penelitian........................................................................... 31
C. Informan Penelitian...................................................................... 31
D. Fokus Penelitian ........................................................................... 32
E. Instrument Penelitian ................................................................... 33
F. Sumber Data................................................................................. 34
G. Teknik Pengumpulan Data........................................................... 34
H. Teknik Analisis Data.................................................................... 36
I. Teknik Keabsahan Data ............................................................... 38
BAB IV GAMBARAN DAN HISTORI PENELITIAN
A. Georafis ........................................................................................ 39
B. Administratif ................................................................................ 40
C. Luas Potensi Lahan ...................................................................... 41
D. Distribusi dan Kepadatan Penduduk ............................................ 42
E. Kawasan Pariwisata ..................................................................... 43
F. Masa Terbentuknya Kabupaten Bantaeng ................................... 46
xii
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Keadaan ekonomi keluarga, mendorong ibu rumah tangga
bekerja diusaha kerajinan kasur kabupaten Bantaeng.................. 50
B. Dampak ekonomi keluarga atas keterlibatan ibu rumah tangga
dalam usaha kerja kasur ............................................................... 54
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 59
B. Saran............................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 61
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR TABEL
Table 1.1 Informan Penelitian .................................................................... 32
Tabel 1.2 Posisi Geografis Kabupaten Bantaeng ....................................... 39
Tabel 1.3 Administratif Kabupaten Bantaeng ............................................ 40
Table 1.4 Luas Lahan Kabupaten Bantaeng............................................... 42
Table 1.5 Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten Bantaeng .................. 43
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 kerangka konsep komunitas pembuat kasur ............................. 29
Gambar 1.2 Peta Administrasi Kabupaten Bantaeng ................................... 41
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu Negara
berada di tangan kaum perempuan.Penerus peradaban lahir dari rahim seorang
perempuan, namun pada kenyataannya perjalanan perempuan dalam melahirkan
penerus peradaban tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perjuangan
perempuan memperoleh hak yang sama dengan laki-laki dalam kehidupan sosial
melalui banyak kendala. Kendala ini datang baik dari keluargasebagai unit sosial
terkecil dan dari masyarakat sebagai pembentuk suatu nilaiyang ditetapkan,
terutama kepada perempuan. “Kenyamanan” akan kedudukandan peran
perempuan saat itu membawa perempuan ke dalam golongan makhlukkelas dua
yang menjadikan kedudukan dan peran perempuan tidak terlaludiperhitungkan
dalam kehidupan sosial.
Disebutkan oleh Fakih (2013, hlm. 5) bahwa “mempertanyakan status
kaum perempuan pada dasarnya adalah mempersoalkan sistem dan struktur
yangtelah mapan, bahkan mempertanyakan status kaum perempuan pada
dasarnyamenggoncang struktur dan sistem status quo ketidakadilan tertua
dalammasyarakat.”Terlihat betapa saat itu perempuan dianggap telah
memeroleh“kenyamanan” dalam kehidupan sosial. Kenyamanan dalam
ketidakadilan yang dikonstruksi secara sosial.Ketidakadilan dalam hak
2
memperoleh pendidikan,bekerja di ranah publik dan seluruh pekerjaan domestik
yang hanya dibebankankepada perempuan.
Aktivitas sosial yang selanjutnya membentuk pola piker mengenai jenis
kelamin perempuan dan laki-laki dan penyertaan hak serta kewajibannya
dalamranah sosial.Aktivitas sosial yang selanjutnya menjadikebiasaan dan
dilekatkan pada kedua jenis kelamin ini dan melahirkan sebuah konstruksi
sosial.Ketidakadilan terhadap perempuan dihasilkan oleh konstruksi sosial yang
tentunya dipengaruhi pula oleh lokasi sosial perempuan. Lokasi sosial yaitu
lokasiglobal tempat perempuan itu tinggal, memiliki andil dalam penanaman
nilaiterhadap perempuan dan laki-laki yang selanjutnya ikut menentukan
bagaimanacara pandang terhadap perempuan dan laki-laki. Seperti yang
diungkapkan oleh Ritzer (2012, hlm. 776) bahwa:
“ketidak terlihatan, ketidak setaraan, dan perbedaan-perbedaan perandalam hubungannya dengan laki-laki mencirikan secara umum kehidupanwanita, dipengaruhi oleh lokasi sosial wanita yakni, oleh kelas, ras, usia,pilihan afeksional, status perkawinan, agama, entitas, dan lokasiglobalnya.”
Terdapat banyak nilai-nilai yang dilekatkan pada perempuan yang
membuat perempuan berada dalam kelompok inferior.Sebagai contoh
adalahketika perempuan dianggap hanya pantas menempati ranah domestik yaitu
dapur,sumur dan kasur.Hal ini dikonstruksi secara sosial, melekat dalam diri
perempuan dan dianggap sebagai hak kodrati atau sesuatu yang nature
bagiperempuan. Sehingga tabu hukumnya jika perempuan menembus ranah public
dan berbuat lebih banyak di dalam ranah sosial.
3
Pembagian kerja antara laki – laki dan wanita telah ada, laki – laki pada
bidang publik sedangkan wanita pada bidang domestik. Pada bidangdomestik ini
wanita bekerja di dalam rumah tangga. Pekerjaan wanita menurut ukurannya
adalah menjarum, memotong pakaian, menjahit, bertenundan pengantar kopi
untuk suami (Idrus, 1989: 120).
Wanita di dalam rumah tangga hanya sebagai pelaksana, keputusan
penting dalam rumah tangga masih berada dalam tangan laki–laki. Menurut Freud
dalam Arif Budiman (1985: 15) terjadinya pembagian kerja secara jenis kelamin
sudah menjadi kodrat dari wanita itu sendiri, dari segi kekuatan wanita lebih
lemah di bandingkan dengan laki–laki, faktor pendidikan juga mempengaruhi
wanita dalam mencari pekerjaan di luar rumah sehingga wanita dalam
mendapatkan pekerjaan kalah bersaing dengan laki–laki sehingga adanya
pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Setidaknya seperti itu gambaran
klasik yang telah lama berkembang dari zaman dahulu,bahwa laki–laki lebih kuat
dan masih mendominasi adalah mitos yang masihmelekat sampai sekarang.
Pada satu rumah tangga, apabila hasil pendapatan yang bisa dikatakan
kurang yang hanya mengharapkan penghasilan dari suami, wanita atau istriakan
mencari jalan alternatif atau ikut bekerja di luar (publik) seperti buruhatau petani
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sehingga wanita dalam rumah tangga
memiliki dua pekerjaan seperti mengurusi semua yang berhubungan dengan
keluarganya dan pekerjaan di luar rumahnya. Hakikatnya, seorang wanita dalam
rumah tangga seharusnya dapatmenjalankan pekerjaan atau tugasnya sebaik
mungkin demi keutuhankeluarga, dan juga harus dapat berperan dalam pengaturan
4
ekonomi keluarga begitu juga dalam menghasilkan uang. Jadi wanita mempunyai
dua posisidalam bekerja yaitu dalam pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan yang
menghasilkan pendapatan (Sajogyo, 1983: 49).
Pada dasarnya, masyarakat juga menganut sistem kekerabatan patriakat
seperti masyarakat pada umumnya.Sistem Patriakat adalah kekuasaan berada
ditangan ayah atau pihak laki-laki.Dalam nilai patriakat, kedudukan laki-laki
ditempatkan lebih tinggi dari perempuan dalam aspek kehidupan.Perempuan
dianggap sebagai sub-ordinat laki-laki dan masih dimarginalkan.Kedudukan
sepertiini menyebabkan otoritas mengambil keputusan berada di tangan laki-laki.
Dengankata lain bahwa untuk pemenuhan kebutuhan materialnya wanita
tergantung kepadalelaki sebagai pencari nafkah (Sudarwati, 2011).
Faktor sosial budaya yang dikemukakan di atas kadangkala menjadi
penghalang ruang gerak bagi istri, akibatnya kesempatan bagi kaum ibu di
dalamdunia bisnis tidak mendapat kepercayaan, pada akhirnya membuat kaum ibu
sulituntuk mengaktualisasikan dirinya di dalam masyarakat terutama dalam area
pekerjapublik. Namun jika kita mau melihat dari fakta yang ada dilapangan sering
kali kaumibu menjadi penyelamat perekonomian keluarga.Fakta ini terutama
dapat terlihat padakeluarga-keluarga yang perekonomiannya tergolong rendah,
banyak dari kaum ibuyang ikut menjadi pencari nafkah tambahan bagi
keluarga.Pada keluarga yang tingkat perekonomiannya kurang atau pra-sejahtera
peran ibu tidak hanya dalam arealpekerja domestik tetapi juga areal publik. Ini
dimungkinkan terjadi karena penghasilan sang ayah sebagai pencari nafkah utama
tidak dapat mencukupikebutuhan keluarga
5
Berdirinya komunitas perempuan pembuat kasur berpengaruh pada
perkembangan perekonomian masyarakat Bonto Jaya.Mayoritas buruh yang
bekerja pembuat kasur adalah perempuan. Buruh perempuan bekerja di bagian
produksi yaitu pada pembuatan kasur, hal ini sesuai dengan pendapat Suryaningrat
(1984 :163) bahwa tumbuhnya sektor industri baik di kota maupun pedesaan
membuka kesempatan kerja. Khususnya di bidang produksi barang konsumsi,
terdapat adanya kecenderungan untuk memprioritaskan pemberian kesempatan
kepada wanita karena sifat ketelitiannya dan keluwesannya.
Peran perempuan dalam kehidupan terus berubah untuk menjawab
tantangan jaman, tidak terkecuali mengenai peran perempuan dalam
meningkatkan kesejahteraan keluarga. Perempuan banyak yang berperan aktif
untuk mendukung ekonomi keluarga, sebagiamana pendapat Suryaningrat (1984
:163) bahwa nampaknya desakan kebutuhan hidup telah banyak mempengaruhi
wanita yang mempunyai tanggungan dalam menentukan sikap mengisi
kesempatan kerja, sehingga menerima pekerjaan, sasaran mencari nafkah sering
tidak memandang segi-segi negatif bagi dirinya. Apakah hal tersebut juga jerjadi
pada komunitas perempuan pembuat kasur pada masyarakat Bonto Jaya
Kabupaten Bantaeng.
Menurut Budiman (1985: 52) faktor kemiskinan di pedesaan, karena
penghasilan suami kurang, maka wanita desa terpaksa, bagaimanapun juga, untuk
mencari pekerjaan yang menghasilkan, pekerjaan di desa pada umumnya tidak
menuntut pendidikan yang tinggi, dengan demikian faktor pendidikan bagi wanita
di desa kurang berperan. Begitu juga pada perempuan pembuat kasur yang
6
bekerja di Desa Bonto Jaya Kabupaten Bantaeng, buruh perempuan mayoritas
berpendidikan rendah dan bekerja untuk membantu siuami mencukupi kebutuhan
rumahtangga.
Pada dasarnya suami atau laki-laki sebagai kepala keluarga dalam rumah
tangga mempunyai tanggung jawab sebagai pencari nafkah utama dalam
keluarganya, akan tetapi tidak berarti istri tidak dibenarkan untuk membantu
suami mencari nafkah. Keputusan perempuan untuk keluar rumah bekerja akan
membawa berbagai implikasi baik sosial, politis, dan psikologis. Dunia kerja yang
selama ini selalu dianggap milik laki-laki sebagai dunia publik mulai mendapat
perhatian dari kalangan perempuan yang selama ini diasumsikan selalu bekerja di
dunia domestik. Pergeseran ini akan memberi berbagai dampak pada perempuan,
laki-laki dan masyarakat secara umum. Banyaknya perempuan bekerja di luar
rumah, menyebabkan terbentuknya pengalaman baru bagi perempuan sehingga
menjadi sosok yang lain dibandingkan jauh sebelumnya (Astuti, 2008:111).
Begitu juga yang terjadi pada komunitas perempuan pembuat
kasur.Komunitas perempuan pembuat kasur di Desa Bonto Jaya, Kabupaten
Bantaeng bekerja diranah publik dengan bekerja sebagai pembuat kasur.
Perempuan yang bekerja akan memiliki dua peran yaitu, di satu pihak wanita aktif
sebagai ibu rumah tangga, banyak dituntut tanggung jawab terhaadap kehidupan,
kesejahteraan, maupun kebahagiaan keluarga, dan di pihak lain kegiatan dalam
rangka pengabdian masyarakat sebagai pekerja sosial, perempuan dituntut
kesadaran serta kemampuannya, maupun sebagai wanita aktif dalam
melaksanakan peran karena lingkungan pekerjaan suami, Hemas (1992: 46). Sama
7
halnya dengan buruh perempuan pengrajin kasur lantai yang memiliki dua peran,
yaitu peran sebagai ibu rumah tangga dan peran sebagai pembuat kasur.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diungkapkan maka
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana keadaan ekonomi keluarga, mendorong ibu rumah tangga
bekerja di usaha kerajinan kasur di Kabupaten Bantaeng
2. Bagaimana dampak ekonomi keluarga atas keterlibatan ibu rumah tangga
dalam usaha kerja kasur
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas,
makatujuan daripenelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui keadaan ekonomi keluarga, mendorong ibu rumah
tangga bekerja di usaha kerajinan kasur di Kabupaten Bantaeng.
2. Untuk mengetahui dampak ekonomi keluarga atas keterlibatan ibu rumah
tangga dalam usaha kerja kasur.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pustaka ilmu
pengetahuan mengenai pemahaman konsep keterlibatan Ibu Rumah
Tangga dalam kerajinan kasur.
8
b. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian-penelitian lain agar bisa
dilakukan penelitian yang sama di masa yang akan datang.
2. Secara Praktis Sebagai bahan acuan bagi mahasiswa yang berminat
mengadakan penelitian lebih lanjut dan sebagai data dasar Komunitas
Pembuat Kasur (Studi Keterlibatan Ibu Rumah Tangga Dalam Kerajinan
Kasur di Kabupaten Bantaeng)
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pembagian Kerja Dalam Keluarga
1. Keluarga
Keluarga menurut para ahli sosiologi mempunyai dua pengertian yaitu
keluarga sebagai institusi sosial dan keluarga sebagai kelompok sosial (Leslie,
1967: 4), yaitu pertama, keluarga sebagai institusi sosial yaitu sistem norma sosial
(masyarakat). Kunci dalam melihat keluarga sebagai institusi sosial adalah adanya
sekumpulan norma yang mengatur individu-individu dalam berperilaku di
masyarakat sehingga norma-norma yang berlaku dalam keluarga akan tercermin
dalam masyarakat (Leslie, 1967: 5). Norma-norma yang ada senantiasa
ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses pentransmisian
ini dilakukan keluarga melalui sosialisasi. Sosialisasi ini merupakan fungsi utama
dalam keluarga di dalam kedudukannya sebagai institusi sosial yang mendasar
dalam masyarakat.
Kemudian keluarga sebagai kelompok sosial yang merupakan himpunan
atau kesatuan yang hidup bersama. Menurut Leslie, sebagai kelompok sosial,
hubungan yang terjadi pada setiap anggota keluarga bersifat lebih emosional
karena adanya ikatan batin. Hubungan tersebut menyangkut kaitan timbal balik
yang saling memengaruhi dan juga kesadaran untuk saling menolong (Leslie,
1967: 21). Menurut Charles Horton Cooley keluarga sebagai kelompok sosial
dapat diklasifikasikan menjadi kelompok sosial primer. Hal ini karena kuantitas
10
keluarga adalah kecil dan hubungan yang terjadi antar anggota kelompok sifatnya
terus menurut/langgeng, emosi atau spesifik dan saling ketergantungan, dan
frekuensi tatap muka yang sering terjadi. Keluarga sebagai kelompok sosial
primer merupakan tempat yang mempersiapkan setiap anggota keluarga untuk
kehidupan sosial karena adanya norma-norma, nilai-nilai, dan simbol-simbol.
Keluarga sebagai kelompok sosial primer memungkinkan setiap anggotanya untuk
saling mengenal secara pribadi. Semakin lama mereka bersama-sama semakin
sering serta mendalam kontak di antara mereka, karena itu pula kelompok sosial
primer dikatakan berfungsi sebagai alat utama bagi pengendalian sosial (Leslie,
1967: 215).
Pengertian keluarga berdasarkan asal-usul kata yang dikemukakan oleh Ki
Hajar Dewantara (Abu&Nur, 2001: 176), bahwa keluarga berasal dari bahasa
Jawa yang terbentuk dari dua kata yaitu kawula dan warga. Didalam bahasa Jawa
kuno kawula berarti hamba dan warga artinya anggota. Secara bebas dapat
diartikan bahwa keluarga adalah anggota hamba atau warga saya. Artinya setiap
anggota dari kawula merasakan sebagai satu kesatuan yang utuh sebagai bagian
dari dirinya dan dirinya juga merupakan bagian dari warga yang lainnya secara
keseluruhan. Keluarga adalah lingkungan dimana beberapa orang yang masih
memiliki hubungan darah dan bersatu. Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan
orang yang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai hubungan
kekerabatan/hubungan darah karena perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain
sebagainya. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum
menikah disebut keluarga batih.
11
Sebagai unit pergaulan terkecil yang hidup dalam masyarakat, keluargabatih mempunyai peranan-peranan tertentu, yaitu (Soerjono, 2004: 23):a) Keluarga batih berperan sebagi pelindung bagi pribadi-pribadi yang
menjadi anggota, dimana ketentraman dan ketertiban diperoleh dalamwadah tersebut.
b) Keluarga batih merupakan unit sosial-ekonomis yang secara materilmemenuhi kebutuhan anggotanya.
c) Keluarga batih menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah-kaidahpergaulan hidup.
d) Keluarga batih merupakan wadah dimana manusia mengalami prosessosialisasi awal, yakni suatu proses dimana manusia mempelajari danmematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalammasyarakat.
2. Pembagian Kerja Suami Istri dalam Keluarga
Semakin berkembangnya industrialisasi membuat masyarakat semakin
sulit untuk mendapatkan pekerjaan terutama di daerah perkotaan. Semakin
ketatnya persaingan kerja yang terjadi membuat telah terjadinya sebuah perubahan
di dalam peran keluarga. Peran istri yang bekerja di ranah industri tak jarang
semakin dibutuhkan. Pandangan keluarga tradisional tidak lagi menjadi sebuah
panutan oleh masyarakat. Hal ini telah dibuktikan dengan munculnya fenomena
sosok suami yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk di rumah dan istri
yang lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja. Hal ini pun
terjadi karena menurut beberapa pakar sosiologi (Norton & Glick, 1977; John
Peters, 1979; Scanzoni & Scanzoni, 1981) semakin kuatnya industrialisasi dapat
memudarkan ideologi, kultur serta batas-batas kebangsaan suatu negara (Ihromi,
1990: 140).
Talcott Parsons juga melihat bahwa terdapat dampak positif industrialisasi
di dalam keluarga terkait dengan perubahan beberapa fungsi di keluarga (Parsons,
12
1973:15). Pandangan tradisional yang selama ini digunakan bersifat “a segregated
conjugal role-relationship” atau hubungan peran konjugal yang tersegregasi,
yaitu adanya pembagian tugas yang jelas antara suami dan istri khusunya dengan
adanya pemisahan tugas laki-laki untuk suami dan perempuan untuk istri.
Sehingga dengan semakin kuatnya industrialisasi dan semakin luasnya
kesempatan kerja yang dimiliki oleh perempuan, maka pandangan tradisional
secara perlahan pun mulai beralih menjadi “a joint conjugal role-relationship”
(Bott, 1973: 218) atau hubungan peran konjugal bersama, dimana suami dan istri
melakukan aktivitas rumah tangga bersama-sama dengan perbedaan tugas dan
pemisahan kepentingan se-minimal mungkin. Hal tersebut yang kemudian
membuat suami dan istri secara bersama menentukan apa yang harus mereka
lakukan atau rencanakan secara bersama-sama.
Penelitian yang dilakukan oleh Pradewi tahun 1993 (Triwarmiyati, 2009),
menyebutkan bahwa para suami yang memiliki istri yang bekerja dalam interaksi
pertukaran akan memperhitungkan tindakan-tindakannya, terkait dengan posisi
istri yang juga memiliki sumbangan yang sama seperti yang diberikannya.
Sehingga posisi istri tidak lagi sebagai orang yang hanya menerima pelayanan
kebutuhan- kebutuhan sepihak dari suami tetapi pelayanan tersebut juga
diberikan oleh pihak istri. Keterlibatan istri dalam yang juga bekerja di ranah
industri memiliki tempat tersendiri dimana istri juga memiliki kontribusi dalam
menghasilkan sumber daya ekonomi keluarga (Triwarmiyati. 2009: 4).
Salah satu model pendekatan dalam hubungan suami istri yang
menghubungkan aspek-aspek psikologis, kebudayaan, dan sosial-ekonomis adalah
13
dengan membuat pembedaan antara orientasi domestik dan orientasi publik yang
dapat ditemukan dalam hampir seluruh masyarakat (Rosaldo & Lamphere, 1974:
18). Pembedaan antara aspek domestik dan publik memberikan suatu kerangka
struktural yang penting untuk mengdentifikasi dimana pria dan wanita
ditempatkan dalam kehidupan suatu masyarakat. Aspek domestik diartikan
sebagai hal-hal yang meliputi kegiatan-kegiatan penyelenggaraan dalam unit
keluarga yang terbatas, sedangkan aspek publik dapat pula di artikan hal-hal yang
meliputi kegiatan politik dan ekonomi yang mempunyai pengaruh kuat pada
satuan keluarga tersebut dan yang berhubungan dengan pengawasan pada anggota
atau barang-barang yang dimiliki oleh keluarga tersebut (Rosaldo & Lamphere,
1974: 190). Pembedaan aspek domestik dan publik tersebut tidak dimaksudkan
untuk menentukan stereotype secara budaya dalam menilai pria dan wanita, tetapi
lebih menekankan dukungan terhadap identifikasi yang sangat umum dari wanita
sebagai identik dengan kehidupan domestik dan pria dengan publik (Rosaldo &
Lamphere, 1974: 24).
Scanzoni dan Scanzoni (Scanzoni & Scanzoni, 1981) juga menambahkan
bahwa pembagian peran suami yang diharapkan ialah yang bersifat
instrumental. Peran instrumental adalah peran yang berorientasi pada
pekerjaan untuk mendapatkan nafkah.
Sedangkan peran istri yang diharapkan ialah peran ekspresif, yaitu peran
yang berorientasi pada emosi manusia serta hubungannya dengan orang lain.
Namun dengan semakin banyaknya peluang pekerjaan untuk istri untuk mendapat
pekerjaan di luar rumah kemudian mengubah pembagian peran dalam pola
tradisional. Peran yang menyatakan bahwa suami dan istri dapat memenuhi
14
kegiatan untuk mencari nafkah menunjukan bahwa suami dan istri memiliki hak
yang sama dalam pengembangan karir.
Perubahan norma peran istri yang terjadi seperti dalam penelitian Indra
Lestari (Ihromi, 1990) ditemukan bahwa suami melakukan kerja sama dalam
pekerjaan rumah tangga cukup baik pada golongan ibu bekerja. Jenis pekerjaan
yang dilakukan oleh suami adalah jenis pekerjaan yang relatif lebih berat, seperti:
membersihkan pekarangan, kamar mandi, dan mobil. Peran lainnya yang
dilakukan atas dasar tanggung jawab bersama suami istri adalah pendidikan dan
bimbingan bagi anak-anak.
Namun kemudian, terdapat suatu teori sumber daya menurut Rodman
(Eshleman, 2003 : 329) di dalam konteks kebudayaan, dimana alokasi kekuasaan
dalam keluarga merupakan hasil interaksi dari 2 hal, yaitu:
a. Perbandingan su
b. mber-sumber daya (resources) dari suami dan istri.
c. Norma-norma sosial yang berlaku dalam sub kebudayaan mengenai
kekuasaan dalam keluarga (lembaga perkawinan).
Dengan kata lain, jika suatu kebudayaan menetapkan suami mempunyai
kekuasaan yang lebih besar dalam perkawinan, maka norma ini dapat lebih
memengaruhi kekuasaan dalam perkawinan daripada perbandingan sumber-
sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing suami istri tersebut. Di lain pihak,
jika suatu kebudayaan mendukung pandangan yang sederajat (egaliter) dalam
perkawinan, maka kekuasaan tidak begitu saja menjadi menjadi hak dari pria
Menurut Ida Ruwaida Noor (Majalah Ummi, 2002), tipologi keluarga
15
Indonesia dalam kaitannya dengan pembagian kerja rumah tangga ada tiga
kelompok besar, yaitu,
a. Keluarga yang melakukan pembagian kerja secara baku atau tradisional.
Keluarga tipe ini membagi tugas secara absolut dengan memberikan
perempuan tugas melahirkan anak, mengasuh anak, dan mengurus rumah
tangga, sedangkan laki-laki hanya khusus mencari nafkah.
b. Keluarga yang melakukan pembagian tugas dengan cair, tidak ketat.
Prinsipnya, pembagian tugas dilakukan secara situasional atau
kondisional. Misalnya, bukan menjadi masalah apabila laki-laki
mengambil alih memasak dan perempuan mengurus keperluan mobil.
Perempuan pun dapat memiliki pekerjaan dan mendapat gaji besar, serta
di sisi lain laki-laki pun dapat melakukan pekerjaan rumah tangga.
c. keluarga dengan tipe antara cair dan baku. Di satu sisi masih memegang
bentuk baku, tapi di sisi lain mulai mengarah ke yang cair. Contohnya,
perempuan yang menerima dengan ikhlas ketentuan porsi yang lebih besar
untuk keluarga, tapi tetap memiliki peluang untuk berperan di sektor
publik dengan beban kerja yang disesuaikan dengan beban pekerjaan
domestik. Salah satu contohnya dengan memilih profesi sebagai dosen,
yang tidak bekerja secara full time. Tipe keluarga yang kedua dan ketiga
kini mulai banyak bermunculan di kota-kota besar. Majalah Ummi No.
9/XIII.
Ditambahkan juga dengan pendapat dari Idris Abdusshomad (Majalah
Ummi, 2002), pembagian kerja dalam rumah tangga tidak bersifat beku. Artinya,
16
meski secara fitrah perempuan lebih dekat pada tugas memelihara (diri dan
kehormatan keluarga, rumah, anak-anak, harta suami) bukan berarti ia tidak boleh
melakukan peran publik. Pembagian peran ini dapat dikompromikan sesuai
dengan kemampuan masing-masing dalam mengatur rumah tangga. Misalnya,
ketika istri harus pergi, tapi anak-anak tetap harus ada yang menjaga, maka
pasangan suami istri tersebut harus menemukan jalan keluarnya.
Oleh karena itu, terkait dengan suami dengan tipologi yang pertama, Idris
berpendapat, selayaknya para suami tidak enggan mengerjakan pekerjaan rumah,
termasuk mengurus keperluannya sendiri. Sebab, ini sama sekali tidak akan
menurunkan kewibawaan suami di mata istri, justru menimbulkan penghargaan
dan penghormatan. Selain itu, kebiasaan saling menolong dalam urusan rumah
tangga akan memberikan kesan psikologis positif pada anak-anak. Mereka akan
belajar bahwa ayah dan ibu mereka bekerjasama dengan senang hati dalam
menangani pekerjaan rumah. Anak-anak pun akan belajar ketrampilan baru yang
bisa jadi berbeda dengan apa yang mereka lihat di luar dan memiliki pemahaman
bahwa jika berusaha sungguh-sungguh, laki-laki pun bisa mengerjakan pekerjaan
yang selama ini dianggap sebagai urusan perempuan.
3. Pembagian Kerja Menurut Jenis Kelamin
Pengalaman pemasyarakatan yang dini itu, di mana anak-anak muda mulai
memperoleh nilai-nilai dan keahlian-keahlian orang tua mereka merupakan dasar
bagi tingkah laku dewasa mereka kelak, jika mereka menjadi orang tua dan
suami/istri. Perbedaan dalam peran sex sangat menonjol dalam pembagian kerja
menurut jenis kelamin. Pada semua masyarakat tugas-tugas tertentu diberikan
17
pada wanita, ada yang lainnya pula diberikan pada laki-laki dan ada pula yang
diberikan pada kedua-duanya.
Seorang laki-laki tidak dapat melahirkan anak atau merawatnya. Laki-laki
lebih kuat dari pada perempuan yang sebaliknya kadang-kadang terhalang oleh
waktu hamil, menstruasi dan melahirkan. Tetapi sebaliknya wanita cukup
mempunyai kekuatan, kecepatan dan ketelitian untuk mengerjakan hampir semua
pekerjaan di tiap masyarakat.
Sama pentingnya bahwa apa yang dianggap sebagai pekerjaan laki-laki
dalam suatu masyarakat mungkin saja dianggap pekerjaan wanita pada
masyarakat lain. Dengan demikian menunjukkan bahwa banyak pembagian itu
ditentukan oleh kebudayaan dan faktor biologis hanya beberapa persennya saja.
Rata-rata pekerjaan laki-laki itu menenmpati porsi pekerjaan yang berat-
berat dan membutuhkan tenaga ektra. Sebaliknya perempuan kebanyakan
mendominasi pekerjaan yang relative lebih ringan dan tidak membutuhkan tenaga
super. Seperti mencuci, memasak, menyapu dan lain sebagainya.
Namun tidak menutup kemungkinan antara pekerjaan laki-laki dan
perempuan tersebut dicampur adukkan dan tidak ada pemisahan antara mereka.
Karena pada kenyataannya tidak sedikit wanita yang menempati ruang pekerjaan
laki-laki. Pembagian itu bukan didasarkan atas pertimbangan kemampuan terlihat
dari kenyataan bahwa laki-laki pun mampu melakukan pekerjaan wanita. Dalam
hal ini, apapun tugas laki-laki dianggap lebih terhormat dari pada perempuan.
18
Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin dapat dibagi dalam tiga jenis,
yaitu: produksi, reproduksi dan komunitas atau yang disebut juga 3 peran
gender (triple role), yaitu sbb:
a. Kerja produktif
Adalah semua pekerjaan terkait dengan produksi barang dan jasa untuk
mendapatkan penghasilan dan subsitensi (pemenuhan kebutuhan dasar).
Perempuan dan laki-laki sama-sama bekerja untuk pekerjaan produktif, namun
tidak semua dari jenis pekerjaan ini sama nilai atau harganya.
b. Kerja reproduktif
Adalah pekerjaan yang berkaitan dengan perawatan dan pemeliharaan
rumah tangga dan anggotanya. Jenis pekerjaan ini sangat dibutuhkan dan penting
sifatnya, akan tetapi sering dianggap tidak sama nilainya dengan pekerjaan
produktif. Pekerjaan ini penting bagi keberlangsungan hidup manusia serta
berguna untuk pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja, namun jarang sekali
dianggap sebagai pekerjaan ‘riil’.
Sebagai contoh, ketika orang ditanya apa pekerjaan mereka, maka
tanggapan mereka adalah biasanya berkaitan dengan pekerjaan yang dibayar atau
pekerjaan untuk peningkatan pendapatan. Biasanya pekerjaan reproduktif
umumnya tidak dibayar dan tidak diperhitungkan dalam statistik ekonomi yang
konvensional. Umumnya pekerjaan ini dilakukan oleh perempuan.
c. Kerja komunitas
Adalah kegiatan yang dilakukan untuk aktivitas kemasyarakatan seperti
upacara dan perayaan yang tujuannya untuk meningkatkan solidaritas dalam
19
masyarakat serta mempertahankan tradisi setempat, meningkatkan partisipasi
dalam kelompok atau organisasi sosial, kegiatan politik di tingkat lokal. Tipe
pekerjaan ini jarang sekali diperhitungkan dalam analisis ekonomi dan dianggap
sebagai pekerjaan sukarela dan dianggap penting untuk pengembangan spiritual
dan kultural dari suatu komunitas. Baik perempuan dan laki-laki terlibat dalam
kegiatan kemasyarakatan ini, meskipun tidak terlepas dari sistem pembagian kerja
berdasarkan gender. Jenis kerja komunitas ini diklasifikasi atas dua tipe, yaitu:
1) Pekerjaan yang berkaitan dengan pemeliharaan komunitas (community-
managing activitis) adalah pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh
perempuan sebagai perpanjangan dari peran reproduktif mereka. Kegiatan
ini dilakukan untuk menjamin adanya pengadaan dan pemeliharaan atas
sumberdaya yang terbatas yang dimanfaatkan oleh setiap orang seperti air,
perawatan kesehatan, dan pendidikan. Pekerjaan ini bersifat sukarela,
dilakukan pada waktu luang perempuan.
1. Pekerjaan yang berkaitan dengan politik masyarakat (community politics)
adalah pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki dalam
organisasi politik formal, seringkali dalam kerangka politik nasional.
Umumnya mereka dibayar secara tunai dalam pekerjaan ini, atau
mendapat keuntungan secara tidak langsung dengan meningkatnya status
atau kuasa
4. Pengambilan Keputusan Antara Suami Istri
Pengambilan keputusan dimana istri bekerja membuat istri juga memiliki
kontribusi untuk menambah sumber daya ekonomi keluarga. Hal ini juga
20
mempengaruhi posisi tawar istri. menurut David M. Klein (1996) di dalam teori
pertukaran terdapat dua asumsi pertama, yaitu karena orang-orang yang rasional
dapat bertukar tempat dan yang kedua sebagian besar pelaku menilai imbalan dan
pengorbanan dari modal yang mereka keluarkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Pujiwati Sajogyo (Ihromi, 1990) di
pedesaan Jawa Barat menemukan 5 pola pengambilan keputusan dalam keluarga,
yaitu
a. Pengambilan keputusan hanya oleh istri
b. Pengambilan keputusan hanya oleh suami
c. Pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama, dimana istri lebih
dominan
d. Pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama, dimana suami lebih
dominan
e. Pengambilan keputusan oleh suami dan istri setara
f. Pengambilan keputusan dalam relasi suami istri tidak terlepas dari struktur
kekuasaan keluarga.
Penelitian yang sudah dilakukan oleh Robert Blood dan Donald Wolfe
(1960 : 20). Proses pengambilan keputusan berlangsung dalam penelitiannya
adalah menanyakan pada sejumlah responden tentang pilihan pekerjaan apa yang
seharusnya diambil oleh suami, jenis mobil apa yang akan dipakai keluarga,
memutuskan tempat untuk berekreasi, anggaran belanja untuk membeli makanan,
membeli rumah, dll. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat dua tipe otoritas
setara. Pertama, sinkretik, dimana dalam kebanyak pengambilan keputusan suami
21
dan istri melakukannya bersama. Kedua, otomatik, dimana istri selalu dominan
dalam pengambilan keputusan.
Menurut Paul R. Amato dan Alan Booth (1995 : 58-66), peran
pengambilan keputusan keluarga dipengaruhi oleh norma yang diyakini suami
istri tersebut. Norma sosial tradisional tentang pengambilan keputusan antara
suami istri dalam keluarga adalah suami harus lebih dominan dibandingkan
dengan istri. Hal ini karena suami memiliki peran sebagai pencari nafkah utama
yang menjadikan suami sebagai penghasil utama sumber daya ekonomi keluarga.
Sehingga dalam keluarga tradisional, suami yang menentukan dalam mengambil
keputusan. Berbeda pada pola relasi equal pengambilan keputusan antara suami
istri menggunakan norman baru bahwa suami dan istri memiliki kekuasaan yang
setara. Pengambilan keputusan diambil secara bersama-sama dengan
mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan masing-masing pasangan.
Galbraith juga menambahkan bahwa diferensiasi peranan antara suami dan
istri nilai sumbangannya dalam keluarga atau bargaining power (kekuatan
produktivitas yang ditawarkan atau diberikan seseorang kepada pasangannya atau
keluarganya) seseorang dapat ditentukan oleh derajat ketergantungannya kepada
pasangannya. Hal ini artinya siapa yang memberikan kontribusi yang penting bagi
kesejahteraan ekonomi rumah tangga, ia akan memiliki peran yang lebih besar
dalam pengambilan keputusan
Sajoygo (1983:27) menyatakan bahwa berbicara mengenai pengambilan
keputusan dalam keluarga, berarti berbicara tentang posisi dan kedudukan antara
ayah, ibu, dan anak-anaknya dalam suatu rumah tangga. Kekuasaan dalam
22
keluarga dapat dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang
mempengaruhi kehidupan keluarga. Kekuasaan ini bisa tersebar sama atau tidak
sama antara suami dan isteri. Sedangkan menurut Puspitawati (2012:
494)mengemukakan bahwa pengambilan keputusandalam keluarga adalah
kemampuan anggota keluarga untuk memutuskan sesuatu untuk kepentingan
bersama
B. Industri Rumah Tangga (Home Industry)
Industri rumah tangga (Home industry) berasal dari bahasa latin industria
yang berarti keterampilan dan penuh sumber daya. Sebenarnya manusia bersifat
industrial, karena manusia senantiasa menggunakan alat-alat untuk mendapatkan
makanan dan memenuhi kebutuhan.
Industri rumah tangga mempunyai pengaruh yang dapat menimbulkan
akibat fisik di dalam masyarakat. Akibat yang dirasakan oleh masyarakat dengan
adanya home industri bisa dalam berbagai bentuk yang berbeda-beda. Munculnya
home industri dalam suatu masyarakat atau wilayah akan memberikan pengaruh
besar terhadap tenaga kerja.
Keberadaan industri rumah tangga di desa mempunyai arti yang penting
dalam kerangka pembangunan nasional. Karena keberadaan industri rumah tangga
tersebut menjadi solusi bagi tenaga kerja yang belum tertampung dan perbaikan
ekonomi masyarakat desa. Akan tetapi posisi yang strategis dari home industry
diberbagai tempat belum didukung sarana dan prasarana yang dapat meningkatkan
efektifitas dan efesiensi kehidupan perekonomian pedesaan. Jadi kami
menyimpulkan bahwa industri rumah tangga (home industry) adalah suatu
23
aktivitas keterampilan yang menghasilkan produk yang dilakukan oleh manusia
(buruh) untuk mempertahankan hidup yang ruang lingkupnya disuatu tempat atau
dikerjakan di rumahnya sendiri.
Peran home industri memang banyak membantu mensejahterakan hidup
masyarakat. Dalam rangka mensejahterakan kesejahteraan masyarakat, industri
kecil ini memiliki peran yang sangat strategis mengingat berbagai potensi yang
dimilikinya. Potensi tersebut antara lain mencakup jumlah dan penyebarannya,
penyerapan tenaga kerja, penggunaan bahan baku lokal, keberadaannya disemua
faktor ekonomi, dan ketahanannya terhadap krisis.
Home industri yang tergolong sebagai industri kecil juga bermacam-
macam bentuknya, di antaranya:
a. Home industri yang mengelola makanan, seperti: pengemas hasil
pertanian, goreng-gorengan, dan lain-lain.
b. Home industri yang memproduksi tekstil dan mengolah kulit hewan, yang
akan dijadikan bahan dasar sepatu dan tas.
c. Home industri yang membuat dan memproduksi bahan bangunan seperti
batu bata dan genteng.
d. Home industri yang mengelola dan memproses bahan logam seperti emas
dan perak yang dibentuk menjadi gelang, kalung, cincin, dan lain
sebagainya.
e. Home industri yang membuat kerajinan seperti meubel, sandal, dan lain
sebagainya.
24
Departemen perindustrian membedakan industri kecil dalam beberapa
kategori, diantaranya:
1. Industri kecil modern
Industri kecil modern meliputi industri kecil yang:
a. Menggunakan teknologi proses madya (intermediate process technologis).
b. Mempunyai skala produksi yang terbatas.
c. Tergantung pada dukungan litbang dan usaha-usaha industri besar.
d. Di libatkan dalam produksi industri besar menengah dengan sistem
pemasaran domestic dan ekspor.
2. Industri kecil tradisional
Berlainan dengan industri kecil yang modern, industri kecil tradisional
pada umumnya mempunyai ciri-ciri:
a. Teknologi proses yang digunakan secara sederhana
b. Teknologi pada bantuan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) yang di sediakan
oleh Departemen Perindustrian sebagai bagian dari program bantuan
teknisnya kepada industri kecil.
c. Mesin yang digunakan dan alat yang perlengkapan modal lainnya relatif
sederhana.
d. Lokasinya didaerah pedesaan.
e. Akses untuk menjangkau pasar di luar lingkungan yang berdekatan
terbatas.
25
3. Industri kerajinan kecil
Meliputi berbagai industri kecil yang sangat beragam nilai dari industri
yang menggunakan proses yang sederhana sampai industri yang menggunakan
teknologi proses yang maju. Selain potensi untuk menyediakan lapangan kerja dan
kesempatan untuk memperoleh pendapatan bagi kelompok yang berpendapatan
rendah, terutama di daerah pedesaan, industri kerajianan kecil ini di dorong atas
landasan budaya yakni mengingat peranan pentingnya dalam pelestarian warisan
budaya Indonesia.
Industri yang berkaitan dengan teknologi, ekonomi, perusahaan, dan orang-
orang yang terlibat di dalamnya telah sangat mempengaruhi masyarakat. Pengaruh
tersebut bisa berupa nilai-nilai, pengaruh fisik terhadap masyarakat dan usaha
industrial interst group untuk mempengaruhi masyarakat.
Industrialisasi menciptakan suatu kendala struktural terhadap karakteristik
ekonomi dan teknologi, dan akibatnya semua masyarakat industri maju akan
memiliki struktur pekerjaan yang sama, diferensiasi pendapatan, dan akan
meningkatnya mobilitas sosial serta mereka akan memenuhi berbagai problema
dalam masalah perencanaan, pengelolaan ekonomi dan organisasi.
Industri yang berkaitan dengan teknologi, ekonomi, perubahan dan orang-
orang yang terlibat di dalamnya telah sangat mempengaruhi masyarakat. Pengaruh
tersebut bisa berupa nilai-nilai, pengaruh fisik terhadap masyarakat dan usaha
industrial interst group untuk mempengaruhi masyarakat. Industri kecil
mempunyai kedudukan yang penting dalam perekonomian Negara, dan juga
26
memberikan manfaat sosial bagi masyarakat kelas menengah dan bawah. Adapun
manfaat sosial tersebut adalah:
a. Industri kecil dapat menciptakan peluang usaha yang lebih luas dengan
biaya produksi yang relatif murah
b. Industri kecil turut mengambil peran dalam peningkatan dan mobilisasi
hubungan domestik. Karena dengan industri kecil akan dapat memberi
peluang kepeda pengusaha untuk memperluas hubungan dan peningkatan
usahanya. Ini dimungkinkan oleh kenyataan industri kecil memperoleh
modal dari tabungan si pengusaha itu sendiri atau dari tabungan keluarga.
c. Industri kecil mempunyai kedudukan komplementer terhadap industri
besar dan sedang, karena industri kecil menghasilkan produk yang relatif
murah dan sederhana, yang biasanya tidak dihasilkan oleh industri besar
dan sedang.
Industri rumah tangga pada umumnya adalah golongan industri tradisional
dengan beberapa ciri khas utamanya antara lain:
1. Sebagian besar dari pekerjanya adalah anggota keluarga (istri dan anak)
dari pengusaha atau pemilik usaha yang tidak dibayar.
2. Proses produksi dilakukan secara manual dan kegiatannya sehari-hari
berlangsung di dalam rumah
3. Kegiatan produksi sangat musiman mengikuti kegiatan produksi disektor
pertanian yang sifatnya juga musiman.
4. Jenis produk yang dihasilkan pada umumnya adalah kategori barang-
barang konsumsi sederhana.
27
Pertumbuhan sektor industri selain ditujukan untuk meningkatkan keadaan
perekonomian masyarakat, juga ditujukan untuk penyerapan tenaga kerja, dimana
produsen-produsen kecil diharapkan mampu menampung tumpahan tenaga kerja
yang tidak lagi dapat diserap oleh sektor pertanian.
C. Kerangka Konsep
Perempuan yang bekerja merupakan salah satu bentuk mobilitas soasial
perempuan. Secara tradisional perempuan mengalami mobilitas melalui
perkawinan. Peran perempuan setelah perkawinan adalah melahirkan, dimana
peran ini dinamakan peran reproduktif dan tidak bisa digantikan oleh laki-laki
karena sifatnya kodrati, dan tidak bisa dihindari. Disamping melahirkan
perempuan secara tradisional perempuan harus melakukan pekerjaan rumah
tangga seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, menjaga rumah,
megasuh anak, dan mempersiapkan keperluan keluarga sehari-hari. Secara turun
temurun pekerjaan ini identik dengan kaum perempuan, sehingga sampai kapan
pun urusan rumah adalah urusan perempuan, Handayani dan Sugiarti (2008:12).
Urusan anak adalah urusan laki-laki dan perempuan, urusan suami istri.
Demikian halnya dengan pekerjaan rumah yang lain. Apabila kondisi di
rumah seperti ini maka dimungkinkan perempuan dapat bekerja atau memenuhi
peran perempuan sebagai peran produktif, yaitu kegiatan yag menghasilkan
produksi barang dan jasa untuk dikonsumsi sendiri atau dijual. Perempuan dan
laki-laki melakukan kegiatan produktif, akan tetapi pada umumnya fungsi
tanggung jawab masing-masing berbeda sesuai degan pembagian kerja gender
yang berlaku. Kegiatan produktif yang dilakuka perempuan seringkali kurang
28
diakui dibanding yang dilakukan laki-laki, Handayani dan Sugiarti (2008:13).
Peran domestik adalah peran-peran dalam hubungannya dengan kerumah tanggan,
keluarga dan tugas-tugas rutin di rumah setiap hari. Peran domestik sering
diidentikan dengan tugas dan tanggug jawab perempuan. Peran publik berkaitan
dengan dunia di luar rumah, baik dalam pekerjaan formal, kemasyarakatan, dan
sosial ekonomi banyak diidentikan dengan kaum laki-laki, dan menjadikan
perempuan kurang berperan dalam sektor publik, Handayani dan Sugiarti
(2008:37). Konsep peran gender di atas menjelasan bahwa komunita perempuan
pembuat kasur pada masyarakat Bonto Jaya Kabupaten Bantaeng memiliki peran
ganda dalam kehidupan sehari-hari. Buruh perempuan pengrajin kasur lantai
selain menjadi ibu rumah tangga yang mengerjakan pekerjaan domestik, juga
memiliki peran di ranah publik ikut berperan dalam mencari nafkah yaitu sebagai
buruh atau pembuat kasur. Peran-peran domestik seperti memasak, mencuci,
mengurus rumah, merawat anak dikerjakan oleh perempuan pembuat kasur
sebagai sebuah kewajiaban yang dikostruksikan oleh masyarakat, di sisi lain
perempuan pembuat kasur juga bekerja di ranah publik, sehingga perempuan
pembuat kasur mengalami beban ganda atau beban kerja yang lebih berat.
29
Gambar. 1.1 kerangka konsep komunitas pembuat kasur
Masyarakat Bonto Jaya Kabupaten Bantaeng
Komunitas pembuat kasur
Buruh Laki-laki Buruh Perempuan
Profil komunitasperempuan pembuat kasur
1. Usia buruh2. Tingkat pendidikan3. Tingkat pendapatan4. Jam kerja
Peran GandaKomunitas Perempuandalam dalammemenuhi kebutuhanekonomi keluarga
Kendala yang dihadapipara komunitaspembuat kasur
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang berjudul “Komunitas Pembuat Kasur (Studi
Keterlibatan Ibu Rumah Tangga Dalam Kerajinan Kasur di Kabupaten
Bantaeng)” ini termasuk jenis penelitian lapangan (field resarch) menggunakan
beberapa bentuk pengumpulan data seperti transkip wawancara terbuka, deskripsi
observasi, serta analisis dokumen. Data tersebut dianalisis dengan tetap
mempertahankan keasliaan teks yang memaknainya. Hal ini dilakukan karena
tujuan penelitian adalah untuk memahami fenomena dari sudut pandang
partisipan, konteks sosial dan institusional.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yaitu
sebuah penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkap sebuah fakta empiris
secara objektif, ilmiah dengan berlandaskan pada logika keilmuan, prosedur dan
didukung oleh metodelogi dan teoritis yang kuat sesuai disiplin keilmuan yang
ditekuni (Mukhtar, 2013:29). Pendekatan kualitatif umumnya bersifat induktif.
Melalui pendekatan kualitatif, peneliti dapat memahami dan mendeskripsikan
fenomena-fenomena obyektif yang menjadi tujuan penelitian ini.
Alasan digunakan metode kualitatif untuk lebih mudah apabila
berhubungan langsung dengan kenyataan yang tidak terkonsep sebelumnya
tentang keadaan di lapangan dan data yang diperoleh dapat berkembang seiring
dengan proses penelitian berlangsung.
31
B. Lokus Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di desa Bonto Jaya Kabupaten Bantaeng
Sulawesi Selatan. di mana peneliti terjun secara langsung untuk melakukan
pengamatan langsung terhadap masalah komunitas pembuat kasur.
C. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang ada di Desa Bonto
Jaya. Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja (porsive
sampling). Porsive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu, dimana peneliti cenderung memiliki responden secara
variatif berdasarkan alasan, sehingga dalam penelitian ini menggunakan maximum
variation sampling.
Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari
hasil penelitian yang dilakukan sengaja. Subjek penelitian akan menjadi informan
yang akan memberikan berbagai macam informan yang diperlukan selama proses
penelitian. Informan penelitian ini meliputi tiga macam, yaitu informan kunci,
informan utama, dan informan tambahan. Informan kunci adalah mereka yang
mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam
penelitian. Informan utama adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam
interksi sosial yang diteliti. Sedangkan informan tambahan adalah mereka yang
dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi
sosial yang diteliti.
Beberapa jumlah responden atau informan dalam penelitian kualitatif
belum diketahui sebelum meneliti melakukan kegiatan pengumpulan data yang
32
memadai, sehingga sampai dengan responden yang beberapa data telah dalam
keadaan tidak kualitas lagi dalam arti sudah mencapai titik jauh karena responden
tersebut sudah tidak lagi member informasi baru lagi, artinya, responden tersebut
sama saja ceritanya dengan reponden-responden lainya.
Berikut ini kriteria informan sebagai berikut:
Tabel 1.1 Informan Penelitian
No. Uraian Sampel
1 Pemilik usaha Kasur 1 Orang
2 Pekerja Kasur 6 Orang
Jumlah 7 Orang
D. Fokus Penelitian
Fokus penelitian atau masalah dalam penelitian kualitatif bagaimanapun
akhirnya akan dipastikan sewaktu peneliti sudah berada di area atau lapangan
penelitian. Dengan kata lain, walaupun rumusan masalah sudah cukup baik dan
telah dirumuskan atas dasar penelaahan kepustakaan dan dengan ditunjang oleh
pengalaman tertentu, bisa terjadi di lapangan tidak memungkinkan peneliti untuk
meneliti masalah itu. Dengan demikian kepastian tentang fokus dan masalah itu
yang menentukan adalah keadaan di lapangan.
Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan rumusan
masalah, dimana rumusan masalah dalam penelitian dijadikan acuan dalam
menentukan fokus penelitian. Dalam hal ini, fokus penelitian dapat berkembang
atau berubah sesuai perkembangan masalah penelitian di lapangan. Hal tersebut
33
sesuai dengan sifat pendekatan kualitatif yang lentur, yang mengikuti pola pikir
yang empirical induktif, segala sesuatu dalam penelitian ini ditentukan dari hasil
akhir pengumpulan data yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Fokus penelitian mengandung penjelasan mengenai dimensi-dimensi apa
yang menjadi pusat perhatian serta kelak dibahas secara mendalam dan tuntas.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang menjadi fokus atau titik perhatian
dalam penelitian ini adalah;
1. Keadaan ekonomi keluarga
2. Dampak ekonomi keluarga
Deskripsi fokus dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1) Bagaimana
keadaan ekonomi keluarga, mendorong ibu rumah tangga bekerja di usaha
kerajinan kasur di Kabupaten Bantaeng. 2) Bagaimana dampak ekonomi keluarga
atas keterlibatan ibu rumah tangga dalam usaha kerja kasur.
E. Instrument Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian adalah itu
sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrument juga harus “divalidasi”
seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian selanjutnya terjun
kelapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi
terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap
bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik
secara akademik maupun logistiknya. Dalam penelitian ini, peneliti berfungsi
sebagai human Instrument yang dengan deskripsi fungsi di lapangan, yakni
menetapkan fokus penelitian sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,
34
menilai kualitas data, analisa data, menafsirkan data, dan membuat simpulan atas
temuan di lapangan. (Sugiyono, 2014 : 305).
F. Sumber Data
Sumber data yang dilakukan dalam penelitian ini dipilih secara purposive
sampling, yaitu memilih orang yang dianggap mempunyai pengetahuan terhadap
objek yang diteliti, sehingga mampu membuka jalan untuk meneliti lebih dalam
dan lebih jauh tentang konfigurasi pilitik dalam mempengaruhi masyarakat.
Dalam penelitian ini sumber penelitian yang akan digunakan adalah data primer
dan data sekunder. Sumber data primer yaitu data yang dihimpun langsung oleh
peneliti umumnya dari hasil observasi terhadap situasi sosial dan atau diperoleh
dari subjek (informan) melalui proses wawancara. Data sekunder yaitu data yang
diperoleh secara tidak langsung oleh peneliti, tapi telah berjenjang melalui sumber
kedua atau ketiga. Data sekunder dikenal juga sebagai data-data pendukung atau
pelengkap data utama yang dapat digunakan oleh peneliti. Jenis data sekunder
dapat berupa gambar-gambar, dokumentasi, grafik, tulisan-tulisan tangan, dan
berbagai dokumentasi lainnya.
G. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting serta data yang
digunakan harus valid. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data primer, dimana data primer
adalah data yang dikumpulkan melalui pengamatan langsung dari tempat
penelitian, dan untuk melengkapi data yang dilakukan, yaitu menggunakan
wawancara mendalam kepada informan dengan berpedoman pada daftar
35
pertanyaan yang erat kaitannya dengan permasalahan yangakan diteliti.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu:
1. Observasi
Observasi merupakan upaya mengumpulkan data menggunakan
bantuan dari berbagai alat-alat sehingga data yang jauh ataupun data
yang kecil dapat terlihat dengan jelas. Observasi diklasifikasikan
menjadi observasi partisipatif, observasi terus terang, dan observasi tak
terstruktur. Peneliti melakukan observasi secara formal dimulai tanggal
7 dan 9 Juli 2020. Namun sebelumnya, sedikit banyaknya peneliti
telah mengetahui Komunitas Pembuat Kasur Studi Keterlibatan Ibu
Rumah Tangga Dalam Kerajinan Kasur Kabupaten Bantaeng. Saat
melakukan observasi secara formal peneliti turut serta dalam kegiatan
masyarakat. Fokus observasi dilakukan tentunya tidak terlepas dari
beberapa pokok permasalahan yang dibahas yaitu Keadaan ekonomi
keluarga, mendorong ibu rumah tangga bekerja di usaha kerajinan
kasur dan Dampak ekonomi keluarga atas keterlibatan ibu rumah
tangga dalam usaha kerja kasur. Adapun objek yang menjadi fokus
dalam observasi adalah gambaran umum usaha kerajinan kasur di desa
bonto jaya kabupaten Bantaeng.
2. Wawancara mendalam (interview)
Wawancara yaitu teknik memperoleh informasi secara langsung
melalui permintaan keterangan-keterangan kepada pihak pertama yang
dipandang dapat memberikan keterangan atau jawaban terhadap
36
pertanyaan yang diajukan. Untuk memperoleh informasi itu biasanya
diajukan seperangkat pertanyaan atau pernyataan yang tersusun dalam
suatu daftar.
3. Dokumentasi
Pengumpulan data melalui dokumentasi, diperlukan seperangkat
alat atau instrumen yang memandu untuk pengambilan data-data
dokumen. Ini dilakukan agar dapat menyeleksi dokumen mana yang
dipandang dibutuhkan secara langsung dan mana yang tidak
diperlukan. Data dokumen dapat berupa foto, gambar, peta, grafik,
struktur organisasi, catatan-catatan bersejarah dan sebagainya.
4. Partisipatif
Dimana seorang peneliti harus berpartisipasif dalam hal
kebersamaan artinya mempunya tujuan agar apa yang diteliti oleh
seorang peneliti dapat berjalan dengan baik.
H. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk menganalisis,
mempelajari serta mengolah data tertentu. Sehingga dapat diambil kesimpulan
yang konkret tentang persoalan yang diteliti. Penelitian yang akan dilakukan
adalah tergolong tipe penelitian deskriptif kualitatif analisis. Teknik analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Analisis
dilakukan terhadap data yang dijabarkan dengan metode deskriptif-analitis.
Teknik ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara obyektif dan sistematis data
yang ada dapat divalidasi keabsahannya.
37
Aktivitas dalam analisis data yaitu:
1. Reduksi data (Data Reduction)
Dengan mereduksi data peneliti mencoba menggabungkan, menggolongkan,
mengklasifikasikan memilah-milih atau mengelompokkan data dari penelitian di
lapangan. Maka reduksi data dilakukan dengan merangkum hal-hal apa saja yang
berhubungan dengan data tentang Komunitas Pembuat Kasur (Studi Keterlibatan
Ibu Rumah Tangga Dalam Kerajinan Kasur di Kabupaten Bantaeng)
2. Penyajian data (data display)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.
Melalui penyajian data tersebut maka data akan tersusun dalam pola hubungan
yang disajikan dalam bentuk bagan, uraian singkat, laporan tulisan yang
dijelaskan (yang bersifat naratif).
3. Verification (conclusion drawing)
Selanjutnya langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan (verification), yaitu menarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian
yang telah disajikan dalam uraian singkat tersebut. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Dikaitkan dengan penelitian ini tentu saja proses verifikasi atau kesimpulan awal
dapat dilakukan misalnya kesimpulan mengenai data-data tentang meningkatnya
ketergantungan masyarakat terhadap pemberian bantuan sosial.
38
I. Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa dengan menggunakan
teknik triangulasi. Triangulasi bermakna silang yakni mengadakan pengecekan
akan kebenaran data yang akan dikumpulkan dari sumber data dengan
menggunakan teknik pengumpulan data yang lain serta pengecekan pada waktu
yang berbeda.
a. Trigulasi Sumber
Triangulasi Sumber dilakukan dengan cara mengecek pada data sumber lain
yang telah diperoleh sebelumnya.
b. Trigulasi Metode
Triangulasi metode bermakna data yang diperoleh dari satu sumber dengan
menggunakan metode atau teknik tertentu, diuji keakuran atau ketidak
kakuratan
c. Trigulasi Waktu
Triangulasi waktu berkenaan dengan waktu pengambilan data penelitian.
39
BAB IV
GAMBARAN DAN HISTORIS PENELITIAN
A. Geografis
Kabupaten Bantaeng terletak di bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan
dengan jarak kira-kira 120 km dari Kota Makassar ibu kota Provinsi Sulawesi
Selatan. Secara geografis Kabupaten Bantaeng terletak pada 05-º21’15” LS
sampai 05º34’3” LS dan 119º51’07” BT sampai 120º51’07”BT. Membentang
antara Laut Flores dan Gunung Lompo Battang, dengan ketinggian dari
permukaan laut 0 sampai ketinggian lebih dari 100 m dengan panjang pantai 21,5
km. Secara umum luas wilayah Kabupaten Bantaeng adalah 395,83 km2.
Kabupaten Bantaeng mempunyai batas-batas sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Pegunungan Lompo Battang Kabupaten
Gowa dan Kabupaten Sinjai.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto
Tabel 1.2
Posisi Geografis Kabupaten Bantaeng Menurut Kecamatan
Kecamatan Bujur Lintang Ketinggian(mdpl)
Bissappu 119o54’47” BT 05o32’54” LS 25 – 100 m
Uluere 119o54’47” BT 05o26’46” LS 500 – 1000 m
Sinoa 119o55’39” BT 05o30’10” LS 100 – 500 m
40
Bantaeng 119o56’58” BT 05o32’37” LS 25 – 100 m
Eremerasa 119o58’45” BT 05o31’07” LS 500 – 1000 m
Tompobulu 120o02’26” BT 05o27’08” LS 500 – 1000 m
Pajukukang 120o01’08” BT 05o33’30” LS 25 – 100 m
Gantarangkeke 120o02’19” BT 05o30’01” LS 300 – 500 m
Sumber : Bantaeng Dalam Angka, 2012
B. Administratif
Secara administrasi, Kabupaten Bantaeng terdiri dari 8 kecamatan dengan
67 kelurahan/desa. Secara geografis, Kabupaten Bantaeng terdiri dari 3 kecamatan
tepi pantai (Kecamatan Bissappu, Bantaeng dan Pa’jukukang), dan 5 kecamatan
bukan pantai (Kecamatan Uluere, Sinoa, Gantarangkeke, Tompobulu dan
Eremerasa). Dengan perincian 17 desa/kelurahan pantai dan 50 desa/kelurahan
bukan pantai.
Kecamatan di Kabupaten Bantaeng terlihat dalam tabel berikut :
Tabel 1.3
Tabel Administratif Kabupaten Bantaeng
No Kecamatan Ibu KotaKecamatan
Desa/Kel
Jumlah
JumlahPendudu
k(Jiwa*)
Luas(Km2
)
PersentaseTerhadap
LuasKabupate
n1 Bissappu Bonto Manai 11 31.242 32.84 30 %
2 Bantaeng Pallantikang 9 37.088 28.85 7,29 %
3 Tompobulu Banyorang 10 23.143 76.99 19,45 %
4 Ulu Ere Loka 6 10.923 67.29 17,00 %
41
5 Pa’Jukukang Tanetea 10 29.309 48.90 12,35 %
6 Eremerasa Ulugalung 9 18.801 45.01 11,37 %
7 Sinoa Sinoa 6 11.946 43.00 10,86 %
8 Gantarangke
ke
Gantarangke
ke
6 16.025 52.95 13,38 %
Sumber : Bantaeng Dalam Angka, 2012
Gambar Peta 1.2.
Peta Administrasi Kabupaten Bantaeng
Sumber :http://masadepanku123.blogspot.com/2015/12/petaadministrasikabupatenbantaeng.html. 2015
C. Luas Potensi Lahan
Sesuai penggunaannya, lahan di Kabupaten Bantaeng dapat dirinci yaitu
lahan terluas adalah tegalan/kebun (48,04%), sawah (17,64%), hutan negara
42
(15,13%), perkebunan rakyat (9,42%), hutan rakyat (3,73%), tanah tandus/lain-
lain (3,12%), pemukiman (2,51%) dan tambak (0,41%).
Tabel 1.4
Luas Lahan Kabupaten Bantaeng menurut Penggunaannya
Penggunaan Lahan Luas (Ha) Presentase (%)
Tegalan/Kebun 19.016 48,04
Sawah 6.982 17,64
Hutan Negara 5.989 15,13
Perkebunan Rakyat 3.729 9,42
Hutan Rakyat 1.476 3,73
Tanah Tandus 1.235 3,12
Pemukiman 995 2,51
Tambak 162 0,41
Jumlah 39.583 100,00
Sumber : RTRW Kabupaten Bantaeng, 2015
D. Distribusi dan Kepadatan Penduduk
Bada Pusat Statistik dalam melakukan pendataan menggunakan konsep
usual residence yaitu penduduk dicatat sesuai dengan dimana biasanya dia tinggal,
tanpa perlu memperhatikan apakah orang tersebut mempunyai KTP atau tidak,
dengan menerapkan batasan telah menetap di wilayah tersebut selama 6 bulan
atau lebih atau kurang dari 6 bulan namun berniat menetap disitu, maka jika
memenuhi persyaratan tersebut, maka akan dicatat sebagai penduduk disitu dan
43
tentunya ini akan menghindari terjadinya kejadian penduduk tercatat dua kali di
tempat yang berbeda.
Tabel 1.5Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten Bantaeng
menurut Kecamatan Tahun 2011
Kecamatan Luas(km2)
JumlahPenduduk (orang)
KepadatanPenduduk
(orang/km2)
Banyaknya
RumahTangga
KepadatanPenduduk
perRumahtangga
Bissappu 32,84 31.242 951,34 7.931 4
Uluere 67,29 10.923 162,33 2.504 4
Sinoa 43,00 11.946 277,81 3.158 4
Bantaeng 28,85 37.088 1285,55 8.795 4
Eremerasa 45,01 18.801 417,71 4.506 4
Tompobulu 76,99 23.143 300,60 5.822 4
Pajukukang 48,90 29.309 599,37 7.187 4
Gantarangkeke 52,95 16.025 302,64 4.224 4
jumlah 395,83 178.477 450,89 44.127 4
Sumber : Bantaeng Dalam Angka, 2012
E. Kawasan Pariwisata
Kawasan peruntukan pariwisata jenis obyek wisata yang diusahakan dan
dikembangkan di kawasan peruntukan pariwisata dapat berupa wisata alam
ataupun wisata sejarah dan konservasi budaya. Beberapa Jenis Objek Wisata di
Kabupaten Bantaeng, yaitu :
1. Wisata Alam;
a. Air Terjun Bissappu di Desa Bonto Salluang Kec.Bissappu
44
b. Air Terjun Cinayya di Desa Bonto Lojong Kec.Uluere
c. Air Terjun Bialo di Desa Pattaneteang Kec.Tompobulu
d. Kolam Renang Zul Kayu Loe di Desa Bonto Tallasa Kec.Uluere
e. Permandian Alam Eremerasa, di Desa Kampala Kec.Eremerasa
f. Permandian Alam Hulu Sungai Calendu, di Desa Kayu Loe Kec.Bantaeng
g. Hutan Lindung Arakeke di Desa Mamampang Kec.Eremerasa
h. Hutan Lindung Campaga, di Desa Campaga Kec.Tompobulu
i. Hutan Wisata Gunung Loka & Resort Outbound, di Desa Bonto Marannu
Kec.Uluere.
2. Wisata Budaya;
a. Balla Lompoa Bantaeng, di Kel.Letta Kec.Bantaeng
b. Balla Lompoa Lantebung, di Kel.Letta Kec.Bantaeng
c. Balla Tujua, di Kel.Onto Kec.Bantaeng
d. Kuburan Belanda, di Kel.Pallantikang Kec.Bantaeng
e. Kuburan Cina, di Kel.Bonto Sunggu Kec.Bissappu
f. Kawasa Balla Lompoa Lembang Gantarangkeke, di Kel.Lembang
Gantarang keke
g. Pesta Adat Pajukukang di Kec.Pa’jukukang
h. Balla Bassia Tompong, di Kel.Letta Kec.Bantaeng
i. Masjid Tertua Tompong, di Kel.Letta Kec.Bantaeng
j. Gua Batu Ejaya, di Kel.Bonto Jaya Kec.Bissappu
k. Makam Tua Parring-Parring, di Desa Bonto Lojong Kec.Uluere
l. Makan Tua Raja-Raja La Tenri Ruwa, di Kel.Pallantikang Kec.Bantaeng
45
m. Makam Datuk Pakkalimbungan, di Kel.Bonto Sunggu Kec.Bissappu
3. Wisata Bahari;
a. Pantai Marina, di Desa Baruga Kec.Pa’jukukang
b. Pantai Seruni, di Kel. Tappanjeng Kec.Bantaeng
c. Pantai Lamalaka, di Kel.Lembang Kec.Bantaeng
4. Wisata Agro;
a. Perkebunan Kopi di Desa Labbo, Pattaneteang dan Ereng-Ereng
Kec.Tompobulu.
b. Perkebunan Hortikultura (Apel dan Strowbery) di Desa Bonto Marannu,
Bonto Lojong Kec.Uluere
c. Perkebunan Bunga di Desa Bonto Marannu dan sekitarnya di Kec.Uluere.
d. Perkebunan Jeruk di Kec. Bissappu dan Kec. Pajukukang
F. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Bantaeng
Bantaeng awalnya bernama ” Bantayan ” yang kemudian di ganti dengan
nama ” Bhontain ” dan terakhir berganti nama menjadi “Bantaeng” berdasarkan
Keputusan DPRD-GR Kabupaten Bantaeng Nomor 1/Kpts/DPRD-GR/I/1962
tanggal 22 Januari 1962. Bantayang memiliki makna yakni tempat pembataian
hewan dan sapi/kerbau dimasa lalu untuk menyambut dan manjamu utusan
Kerajaan Singosari dan Kerajaan Majapahit ketika memperluas wilayahnya ke
bagian timut Nusantara sekitar abad ke XII dan XIII.
Bantaeng juga dikenal dengan julukan “Butta Toa” , oleh sebab itu
Bantaeng memiliki latar belakang sejarah yang sudah diketahui dimana telah
terbentuk sejak tanggal 7 Desember 1254 sesuai dengan hasil keputusan
46
Musyawarah Besar Kerukunan Keluarga Bantaeng (KKB) yang diselenggarakan
pada tanggal 24 Juli 1999, dimana sesuai pertimbangan, saran dan alasan para
nara sumber, pakar dan ahli sejarah serta tokoh pemuka masyarakat yang berasal
dari Bantaeng maupun tokoh yang masih mempunyai keterkaitan moral dengan
Bantaeng. Juga berdasarkan penelusuran sejarah dan budaya, baik pada awal masa
pemerintahan Kerajaan masa pemerintahan Hindia Belanda, masa pemerintahan
awal kemerdekaan hingga terbentuknya Kabupaten Daerah Tingkat II Bantaeng
berdasarkan Undang-Undang No. 29 tahun 1959 sampai sekarang.
G. Masa Terbentuknya Kabupaten Daerah Tk. Ii Bantaeng Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959
Berdasarkan Undang-undang nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan
daerah-daerah tingkat II di Sulawesi, maka status Bonthain sebagai daerah
Afdeeling berakhir dan selanjutnya menjadi Kabupaten Daerah Tingkat I
Bonthain. Pada tahun itu juga, maka nama Bonthain berubah menjadi Bantaeng
dengan alasan nama itu tidak sesuai dengan alasan kemerdekaan , karena nama
Bonthain berbau ciptaan Belanda.
Sebagai Bupati Kepala Daerah yang pertama ditunjuk adalah sebagai
berikut :
1. A. Rivai Bulu yang dilantik pada tanggal 1 Februari 1960 oleh Gubernur
Provinsi Sulawesi Selatan hingga tahun 1965.
2. Aru Saleh tahun 1965 sampai tahun 1966 menjabat Kepala Daerah
sementara.
47
3. Haji Solthan tahun 1966 sampai tahun 1971 berdasarkan hasil pemilihan
secara Demokratisyang pertama kali dilaksanakan didaerah ini melalui
DPR, Haji Solthan kemudian memasuki masa jabatan kedua tahun 1971
sampai tahun 1978.
4. Drs. Haji Darwis Wahab selanjutnya terpilih menjadi Bupati Kepala
Daerah tahun 1978 sampai tahun 1982 dan dilanjutkan pda masa jabatan
kedua tahun 1982 sampai tahun 1988.
5. Drs. H. Malingkai Maknun menjabat Bupati Kepala Daerah tahun 1988
sampai tahun 1993.
6. Drs. HM. Said Saggaf, M.Si. tahun 1993 sampai tahun 1998.
7. Drs. H. Asikin Solthan. M.Si. tahun 1998 sampai tahun 2003, dilanjut
masa jabatan kedua kalinya Tahun 2003 sampai tahun 2008.
Perlu diketahui bahwa Drs. H. Azikin Sulthan . M.Si adalah sebagai
Bupati Kepala Daerah pertama pada era reformasi hingga memasuki berlakunya
undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang merubah
status sebagai daerah Otonomi. Maka pada tanggal 25 Juni 208 terjadi sejarah
baru di daerah Bantaeng yakni diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 dimana dilaksanakan pemilihan Pemimpin Pemerintahan oleh Rakyat tanpa
terwakili DPRD maka pada saat itulah hanya empat pasangan putra terbaik dipilih
rakyat yang diusung oleh sejumlah partai yang duduk di parlemen sebagai wakil
rakyat telah menempatkan yakni :
a. Drs. H. Syahan Solthan, M.Si.
b. DR. Ir. HM. Nurdin Abduah, M.Agr.
48
c. Ir. H. Arfandi Idris, S.H
d. H. Ibrahim Solthan, S.Sos
Namun dalam pelaksanaan Pesta Demokrasi Rakyat Bantaeng yang
ditentukan 127 ribu suara rakyat dengan tingkat persentasi sebesar 46 persen,
maka dengan secara otomatis DR. Ir. HM. Nurdin Abdulla, M.Agr. adalah terpilih
sebagai pemimpin Bantaeng periode 2008 sampai tahun 2013.
Bantaeng Berjarak 125 Km kearah selatan dari Ibukota Propinsi Sulawesi
Selatan. Luas wilayahnya mencapai 395,83 Km2, dengan jumlah penduduk
170.057 jiwa (2006) dengan rincian Laki-laki sebanyak 82.605 jiwa dan
perempuan 87.452 jiwa. Terbagi atas 8 kecamatan serta 46 desa dan 21 kelurahan.
Pada bagian utara daerah ini terdapat dataran tinggi yang meliputi pegunungan
Lompobattang. Sedangkan di bagian selatan membujur dari barat ke timur
terdapat dataran rendah yang meliputi pesisir pantai dan persawahan.
Kabupaten Bantaeng yang luasnya mencapai 0,63% dari luas Sulawesi
Selatan, masih memiliki potensi alam untuk dikembangkan lebih lanjut. Lahan
yang dimilikinya ±39.583 Ha. Di Kabupaten Bantaeng mempunyai hutan produksi
terbatas 1.262 Hektar dan hutan lindung 2.773 hektar. secara keseluruhan luas
kawasan hutan menurut fungsinya di kabupaten Bantaeng sebesar 6.222 Hektar
(2006).
Karena sebagian besar penduduknya petani, maka wajar bila Bantaeng
sangat mengandalkan sektor pertanian. Masuk dalam pengembangan Karaeng
Lompo sebab memang jenis tanaman sayur-sayurannya sudah berkembang pesat
selama ini. Kentang adalah salah satu tanaman holtikultura yang paling menonjol.
49
Data terakhir menunjukkan bahwa produksi kentang mencapai 4.847 ton (2006).
Selain kentang, holtikultura lainnya adalah kool 1.642 ton, wortel 325 ton, dan
buah-buahan seperti pisang dan mangga. Perkembangan produksi perkebunan,
khususnya komoditi utama mengalami peningkatan yang cukup berarti.
Sektor industri menjadi pilihan kedua untuk dikembangkan di Kabupaten
Bantaeng yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pengembangan sektor
industri sangat berpeluang dimasa mendatang, namun membutuhkan investor
yang sangat kuat. Dengan perkembangan sektor industri, dampaknya sangat
positif, sebab disamping meningkatkan pendapatan masyarakat juga menyerap
banyak tenaga kerja. Industri-industri yang berkembang antara lain adalah industri
pembersih biji kemiri, pembuatan gula merah, pertenunan godongan, pembuatan
perabot rumah tangga dari kayu, anyaman bambu atau daun lontar, dan lain-lain.
50
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Keadaan ekonomi keluarga, mendorong ibu rumah tangga bekerja di
usaha kerajinan kasur di Kabupaten Bantaeng
Peran perempuan dalam kehidupan terus berubah, dulu perempuan
diangap sebagai konco wingking, sekarang perempuan sudah bebas menentukan
sikapnya dan dapat berkarya di ranah publik tak terkecuali adalah buruh
perempuan pengrajin kasur lantai Kabupaten Bantaeng. Industri kasur lantai
membantu penyerapan tenaga kerja, mayoritas tenaga kerja di industri kasur lantai
adalah perempuan dan bekerja pada bagian pembuatan kasur lantai, sehingga
disebut dengan buruh perempuan pengrajin kasur lantai, sama seperti pendapat
Suryaningrat (1984 :163) bahwa tumbuhnya sektor industri baik di kota maupun
pedesaan membuka kesempatan kerja. Khususnya di bidang produksi barang
konsumsi, terdapat adanya kecenderungan untuk memprioritaskan pemberian
kesempatan kepada wanita karena sifat ketelitiannya dan keluwesannya. Industri
kasur lantai di Kabupaten Bantaeng, membuka lapangan pekerjaan bagi
masyarakat desa Bonto Jaya dan sekitarya. Mayoritas buruh pembuat kasur lantai
adalah perempuan yang bekerja pada bagian produksi pembuatan kasur lantai.
Buruh adalah mereka yang bekerja dalam hubungan kerja, yaitu dengan perintah
orang lain dengan menerima upah, Salyo (1984:370). Sebagaimana hasil observasi
yang dilakukan oleh peneliti bahwa :
“Masyarakat Bonto Jaya sebagian besar bekerja sebagai buruh kasur,sebagai pekerjaan tambahan ataupun pekerjaan pokok mereka untuk
51
menambah penghasilan mereka,terutama pada perempuan” (Hasilobservasi 07 Juli 2020).
Dari hasil observasi yang dilakukan oleh penulis, dapat dikatakan bahwa
mayoritas perempuan di Bonto Jaya bekerja sebagai buruh kasur untuk menambah
penghasilan mereka. Sejalan hasil observasi yang didapatkan, informan yang
ditemui juga mengakan bahwa :
“iye rata-rata bai,-bainea kinne anjama sebagai buruh kasoro, karenatena nia passangalinna bertani”. (Dg. Dio 08 Juli 2020)
Artinya :
“iye rata-rata perempuan disini yang bekerja sebagai buruh kasur karenatidak ada lain selain bertani”(Dg Dio. 08 Juli 2020)
Senada dengan Dg Rimang seorang janda yang menghidupi orang anak
juga mengatakan bahwa:
“Inakke seja’matemi bura’nengku mulaima anjama kinne sebagai buruhkasoro, karena rie anakku assikolah, tenapa nanjama ka ca,di injairikodong”. (Dg. Rimang 08 Juli 2020)
Artinya:
“Saya sejak meninggal suamiku mulai ma bekerja disini sebagai buruhkasur karena ada anakku sekolah dan belum bekerja karena masih kecilkasian”. (Dg Rimang. 08 Juli 2020)
Dari ke dua hasil wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa para pekerja
buruh kasur adalah perempuan yang mencari tambahasan penghasil unruk
memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Para suami yang memiliki istri yang bekerja dalam interaksi pertukaran
akan memperhitungkan tindakan-tindakannya, terkait dengan posisi istri yang juga
memiliki sumbangan yang sama seperti yang diberikannya. Sehingga posisi istri
tidak lagi sebagai orang yang hanya menerima pelayanan kebutuhan- kebutuhan
sepihak dari suami tetapi pelayanan tersebut juga diberikan oleh pihak istri.
52
Keterlibatan istri dalam yang juga bekerja di ranah industri memiliki
tempat tersendiri dimana istri juga memiliki kontribusi dalam menghasilkan
sumber daya ekonomi keluarga (Triwarmiyati. 2009: 4). Informan yang temui
juga mengakatan bahwa :
“Nakke battu ri keluarga tena mampu bura,nengku anjama sebagai petaniinjopun teai nakke pata jari nakke mangea anjama naku anggappapammalli juku rikodong”. (Dg. Ranne. 08 Juli 2020)
Artinya :
“ saya dari keluarga tidak mampu suamiku hanya bekerja sebagai petaniitupun bukan punyaku jadi saya harus bekerja juga untuk mendapatkanpembeli ikan kasian” (Dg. Ranne. 08 Juli 2020).
Senada dengan Dg Ranne, Informan lain juga mengakatan bahwa:
“Punna inakke salloma anjama kinne rikodong karena bura,nengkupa,garring-garringan tommi nampa jama-jamanna anjamai serabutantonji jari nakke anne ambantui bura,nengku a,boya doe”. (Dg. Caya. 08Juli 2020)
Artinya:
“kalau saya lama ma kerja di sini kasian karna suamiku sakit-sakitan jugabaru kerjanya keja serabutan ji jadi saya bantu suamiku cari uang”. (DgCaya. 08 Juli 2020).
Dari hasil wawancara tersebut dapat di katakan bahwa dalam pembagian
kerja di keluarga mereka saling berperan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
karena rata-rata para pekerja pembuat kasur dari keluarga tidak mampu bahkan
salah satu dari mereka ada anak-anak di bawah umur yang bekerja sebagai buruh
kasur untuk menambah uang sekolahnya dan membantu keuangan keluarganya.
Salah satu informan yang di temui di lapangan mengatakan bahwa :
“iyye kak inekke anjama kinne untuk doe balanjaku punna a,lampaassikola na punna loe kugappa ku sare tongi ammakku”. (Nurlinda. 08Juli 2020)
Artinya :
53
“iyye kak saya bekerja disini untuk uang belanjaku kalau pergi ka sekolahdan kalau banyak ku dapat ku kasiki mamaku juga”. (Nurlinda. 08 Juli2020)
Dari hasil wawancara di atas dapat di katakana bahwa salah satu
keterlibatan ibu rumah tangga dalam bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan
sehari, bahkan dari anak usia dini pun harus bekerja demi kelangsungan hidupnya.
Hidayati (2015:112) menyatakan salah satu faktor penyebab peran ganda
perempuan adalah faktor ekonomi yang dimana Kebutuhan keluarga yang tidak
dapat dicukupi oleh seorang suami akan secara langsung dan tidak langsung
menuntut seorang perempuan yang menjadi istri untuk ikut bekerja mencari
penghidupan untuk keluarganya. Selain itu, perempuan yang merasa memiliki
terlalu banyak kebutuhan tambahan akan sangat tertarik untuk meniti karir agar
kebutuhannya dapat terpenuhi dengan mudah. Perempuan merasa mampu dan
perlu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus sepenuhnya bergantung
kepada orangtua ataupun suami. Alasan tersebut mendorong perempuan untuk
turut serta terjun ke dunia karir di samping kehidupan rumah tangganya.
Susanto (1975) mengemukakan bahwa motivasi bekerja bagi seorang
wanita Indonnesia bukanlah hanya sekedar menguji waktu senggang atau
melanjutkan karir akan tetapi sungguh-sungguh meningkatkan produksi pangan
pendapatan keluarga. Melly G. Tan (1975) mengemukakan bahwa keikutsertaan
wanita dalam pembangunan, setidaknya mengandung dua pengertian: 1)
pembangunan dapat memberikan kemudahan bagi wanita untuk ikut berupaya
meningkatkan diri dan keluarganya. 2) bahwa pembangunan juga dapat
memberikan kemudahan bagi wanita untuk menyalurkan tenaga, keterampilan,
54
pikiran dan keahlian dalam proses pembangunan yang antara lain juga
mewujudkan kemudahan.
B. Dampak ekonomi keluarga atas keterlibatan ibu rumah tangga dalam
usaha kerja kasur
Peran istri tidak hanya sebagai ibu dalam rumah tangga, namun istri juga
bisa membantu mencari pengahasilan bagi kebutuhan hidup keluarga, para ibu di
pedesaan ini juga berperan dalam pengaturan keuangan rumah tangga. Pengaturan
atau pengelolaan keuangan rumah tangga merupakan tugas utama para wanita,
khususnya ibu rumah tangga. Pendapatan keluarga dengan pengeluaran disini
merupakan dari meningkatnya pendapatan akan mempengaruhi pengeluaran.
Pengeluaran dalam bentuk konsumsi ada tiga macam: pengeluaran untuk
mencukupi primer, pengeluaran dalam mencukupi sekunder dan tersier.
Kebutuhan primer adalah kebutuhan utama yang harus selalu dipenuhi, kebutuhan
sekunder adalah kebutuhan untuk melengkapi kebutuhan primer. Kebutuhan
tersier adalah kebutuhan yang akan terpenuhi apabila kebutuhan primer dan
sekunder telah terpenuhi. Apabila manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan
tersiernya, maka akan tetap bisa hidup. Apabila pendapatan mereka meningkat,
maka pengeluaran untuk kebutuhan semakin meningkat pula karenakan manusia
itu tidak luput dari ketidakpuasan. Sebagai hasil observasi yang dilakukan oleh
peneliti bahwa :
“Masyarakat Bonto Jaya berdominan sebagai pekerja kasur, untukmemenuhi kehidupan mereka, terutama pada ibu-ibu rumah tangga yangdapat membagi waktunya sebagai ibu ramah tangga yang memilikitanggung jawab utama yaitu harus mengurus suami dan anaknya terlebihdahulu, namun di sisi lain dengan bekerja sebagai buruh kasur mereka
55
dapat penghasilan tambahan untuk memenuhi kehidupan mereka.” (Hasilobservasi, 09 Juli 2020)
Dari hasil obsevasi yang di lakukan oleh penulis dapat di katakana bahwa
dengan adanya usaha kasur ini dapat meringankan beban kehidupan mereka dari
segi finansial, karena mereka bekerja sebagai buruh pembuat kasur di salah satu
produksi kasur tersebut mendapatkan upah dari hasil kerja mereka. Selain dari
hasil observasi tersebut salah satu informan sekaligus pemilik usaha kasur tersebut
mengatakan bahwa :
“Dengan adanya usaha kasur yang saya dirikan ini sejak lama dimanfaatkan oleh ibu-ibu rumah tangga sebagai pekerjaan utama merekauntuk menambah keuangan mereka, karena disini kita bekerja tidakterlalu ketat biasanya ada yang masuk bekerja mulai dari jam 08:00 adajuga yang lewat dan pulangnya sekitar jam 4. Karena gajinya tergantungdari berapa buah kasur yang dia buat dan seperti apa ukurannya” ( DgKamba. 09 Juli 2020)
Dari hasil wawancara pemilik usaha kasur di atas sependapat dengan
informan lain juga mengatakan bahwa :
“Punna nakke sannami salloku anjama kinne ni tassere’ kira-kira limatahunma atau tujuh tahunma kinne anjama, Alhamdulillah anak-anakkuakkullei ku pa sikolah assiagang nia tommo kukanrea nasaba bapaknariballa petani ji jama-jamanna”. (Dg. So,na . 09 Juli 2020)
Artinya :
“kalau saya sudah lama kerja disini sekitar 5 atau 7 tahun ma disini kerja,Alhamdulillah dari hasil kerja saya bisa menutupi sebagian kebutuhananak-anak saya untuk sekolah dan yang kumakan karena bapaknya dirumah petani ji na kerja”. (Dg. So,na. 09 Juli 2020).
Dari hasil wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa keterlibatan seorang
ibu rumah tangga dalam bekerja sangat membantu perekonomian mereka apa lagi
pada masyrakat Bonto Jaya di mana mayoritas masyarakatnya hanyalah bekerja
sebagai petani pada umumnya. Berbicara mengenai peran ganda, para ibu rumah
56
tangga yang memutuskan bekerja dalam sektor publik merupakan perempuan
yang siap dalam konsekuensi apapun yang akan dihadapi dalam kehidupan
keluarga maupun dimasyarakat.
Perempuan yang bekerja harus pandai membagi waktu untuk keluarga dan
bekerja agar semuanya berjalan dengan seimbang. Alokasi waktu yang diberikan
untuk keluarga selalu disesuaikan jam kerja seperti sebelum berangkat kerja dan
sesudah pulang kerja.
Menurut (Saptari, 1997:447), seorang ibu rumah tangga yang bekerja,
mengisi hari-harinya dengan berbagai macam aktivitas kerja, baik di dalam rumah
maupun di luar rumah, yang cenderung berlangsung lebih lama dibanding dengan
suami karena perempuan memiliki dua peran (double bourden) sebagai ibu rumah
tangga dan sebagai perempuan yang bekerja di sektor publik. Salah seorang
informan juga mengatakan bahwa :
“iye nak nakke anjama kinne untuk antongkoki kaparalluangku pole.Punna bertani ji asselena kira-kira tallu bulangpi nampa ni gappai, tapipunna kinne setiap alampa anjama lalanna siallo pasti nia’ kugappaassala’ nia pammalli gangan na juku”. (Dg Rimang. 09 Juli 2020)
Artinya:
“ iyye nak saya bekerja di sini untuk memenuhi kebutuhan ku juga karenaklw bertani hasilnya sekitar 3 bulan baru di dapat, tapi kalau disini kasetiap pergi ka kerja dalam sehari pasti ada ku dapat walaupun hanyauntuk beli sayur dan ikan” (Dg. Rimang. 09 Juli 2020).
Sama halnya yang di katakana oleh Dg Rimang, informan lain juga
mengatakan bahwa :
“Punna wattunna bertani pare rigalungnga mengetongja ambilibura’nengku tapi punna amminroma a,lampa pole mange riballa kujamabangngimi pole ka gajina sikura ni kulle nijama kasoro, assiagang poleukurang kasoroka”. (Dg. So,na 09 Juli 2020)
57
Artinya:
“kalau waktu bertani padi di sawah ke sana ja juga bantui suamiku, tetapikalau pulang ma pergi ka lagi kerja kasur atau ku bawa ki kerumah kukerja malam karena gajinya kan di gaji berapa di buat kasur sama ukurankasurnya”. (Dg. So,na (09 Juli 2020)
Dari hasil wawancara di atas dapat dikatakan bahwa di saat ini istri
dituntut untuk dapat berpartisipasi dalam memenuhi kebutuhan hidup yang
semakin tinggi terlebih lagi ketika pendapatan diperoleh sang suami yang tidak
dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, maka secara otomatis peran istri
untuk menunjang perekonomian keluarga sangat diperlukan. Keadaan ini banyak
terjadi pada keluarga ekonomi rendah dimana penghasilan dari sang suami sangat
kecil, sehingga tidak mungkin untuk mencapai kebutuhan hidup sehari-hari.
Rumah tangga ibu buruh kasur di Bonto Jaya tergolong rumah tangga ekonomi
rendah kebawah. Hal tersebut karena penghasilan dari sang suami tidak
mencukupi kebutuhan hidup rumah tangga, hal ini diperpuruk pula dengan
naiknya harga-hargabarang sehingga keadaan seperti ini sangat sulit bagi ibu-ibu
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Lemahnya perekonomian pada akhirnya
menuntut dari seorang istri dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah
tangga yang selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan rumah tangganya.
Menurut Abdullah (2003:83) peran penting wanita dalam sektor ekonomi
dan pengelolaan rumah tangga belum tentu menunjukkan tingginyanstatus dan
kekuasaan wanita. Wanita memiliki beban ganda karena mereka harus mencari
nafka untk keluarga juga dituntut untuk menyelasaikan sebagian besar domestic
sehingga mereka harus membagi waktu dan sumberdaya untuk memenuhi kedua
kewajiban tersebut secara bersamaan.
58
Bekerja sebagai buruh kasur dengan upah yang relative rendah menjadi
tumpuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bagi pekerja
wanita yang masih gadis, mereka bekerja membantu orang tuanya dan mencukupi
kebutuhan pribadinya, sedangkan bagi yang sudah berkeluarga dapat membantu
suami.
59
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Mayoritas yang menjadi buruh perempuan pengrajin kasur lantai adalah
ibu-ibu rumah tangga. Buruh perempuan pengrajin kasur lantai
mendapatkan upah dari membuat kasur lantai berdasarkan jumlah kasur
yang berhasil dibuat.
2. Salah satu dampak utama sehingga terdorongnya menjadi buruh kasur
adalah dampak ekonomi
3. Buruh perempuan pengrajin kasur tidak memiliki peraturan khusus yang
mengatur buruh perempuan pengrajin kasur lantai, selain itu juga tidak ada
libur, buruh perempuan pengrajin kasur lantai bebas bekerja pada hari apa
saja.
4. Dari hasil upah yang didapatkan sebagai buruh kasur dapat menutupi
kebutuhan sehari-harinya.
5. Dari seluruh buruh pembuat kasur tidak hanya dari kalangan ibu rumah
tangga namun ada juga seorang perempuan yang telah menjanda bahkan
dari kalangan usia di bawah umur pun ada demi memenuhi kehipan
mereka untuk sekolah.
60
6. Banyaknya ibu rumah tangga bekerja sebagai buruh kasur karna mayoritas
masyarakat di desa Bonto Jaya adalah petani yang penghasilan mereka
dapat di dapatkan kurang lebih dari 3 bulan sekali panen.
B. Saran
Dari hasil pembahasan mengenai komunitas pembuat kasur keterlibatan
ibu rumah tangga dalam kerajinan kasur tersebut mempertahankan karakteristik
agar mampu mempertahankan persaingan di era modern ini.
Pemerintah ikut serta dalam membantu penjualan produk mereka dan
memberikan secamacam pelatihan khusus agar mampu mempertahan kualitas dan
model barang mengikuti perubahan industry sekarang.
61
DAFTAR PUSTAKA
Abdulah, I. 2003. Sankan Paran Gender. Yogyakarta: Puataka Pelajar
Abdulah, I. 2003. Sankan Paran Gender. Yogyakarta: Puataka Pelajar
Astuti, T.M.P. 2008. Konstruksi Gender Dalam Realitas Sosial. Semarang:UNNES Press
Astuti, T.M.P. 2008. Konstruksi Gender Dalam Realitas Sosial. Semarang:UNNES Press
Budiman, A. 1985. Pembagian Kerja Secara Seksual. Jakarta: Gramedia
Budiman, A. 1985. Pembagian Kerja Secara Seksual. Jakarta: Gramedia
D.A Ririn (2017) http ://www .academia. edu/9734496/gender_ dalam_konteks_teori_struktural-fungsional_dan_teori_sosial-konflik Online diakses 30Maret 2018
Fakih, M. 2010. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: PuatakaPelajar
Fakih, M. 2010. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: PuatakaPelajar
Hamalik,O. 2000. Pengembangan SDM (Menejemen KepelatihanKetenagakerjaan) Pendekatan Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara
Hamalik,O. 2000. Pengembangan SDM (Menejemen Kepelatihan Ketenagakerjaan) Pendekatan Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara
Handayani, T dan Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang:UMM Pers
Handayani, T dan Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang:UMM Pers
Hardati, P. 2007. Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Indonesia.
Harjantho, S.1995.Pembangunan Ekonomi Indonesia dan Kapita Selekta. Jakarta:PT Saksama
Idayanti, W. 2010. Profil Tenaga Kerja di Industri Pengasapan Ikan (Studi Kasusdi Industri Pengasapan Ikan Kelurahan Bringharjo Kecamatan SemarangWetan). Semarang : Skripsi Unnes
62
Jurnal Ilmu Sosial;(1): 42-50. Semarang : fakultas Ilmu Sosial, UNNES
Kusuma, R. S., & Vitasari, Y. (2017). Gendering the Internet: Perempuan padaRuang Gender yang Berbeda. Jurnal ILMU KOMUNIKASI, 14(1), 125-142.
Natsir Fatir (2017) https://fatirnatsir.wordpress.com/2017/05/17/perspektif-dan-teori-analisis-gender/ Online diakses 30 Maret 2018
Nuralfi, 2015. Peran Ganda Perempuan Pada Keluarga Petani Desa Pallantikanghttps://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:f1R8Hklc70oJ:https://eprints.unm.ac.id/12689/1/ARTIKEL%2520JURNAL%2520ALFI.pdf+&cd=27&hl=id&ct=clnk&gl=id. Online diakses 09 Juli 2020
PUTRI, D. K. (2018). PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUIPROGRAM USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA(UP2K) DI DESA SUMBER REJO KECAMATAN WAWAY KARYALAMPUNG TIMUR (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Rini Sudarmanti, 2008. Komunikasi Kepemimpinan Perempuan Pengusaha dalamPemberdayaan Perempuan Pekerja, Bandung: Disertasi UniversitasPadjadjaran.
Singarimbun, M dan Sjafri Sairin. 1995. Lika-Liku Kehidupan Buruh Perempuan.Yogya karta: Pustaka Pelajar
Sri Ahimsa Putra, H.dkk. 1990. Perubahan Pola Kehidupan Masyarakat AkibatPertumbuhan Iindustri Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta
Sudarmanti, R. (2018). Kajian Tentang Potensi Pemberdayaan PerempuanIndonesia Melalui Komunikasi Kepimpinan Perempuan. Sociae Polites,11(30), 79-90.
Suryaningrat, S. dkk. 1984. Perjuangan Wanita Indonesia 10 Windu SetelahKartini 1904-1984. Jakarta: PT. Gita Karya
Toha, H dan Hari Pramono. 1991. Hubungan Kerja Antara Buruh Dan Majikan.Jakarta: Rineka cipta
Daftar informan penelitian
No. Nama Pekerjaan L/P Umur1 Dg. Kamba Pemilik usaha
kasurL 47
2 Dg. caya Pembuatkasur
p 56
3 Dg. Dio Pembuatkasur
p 55
4 Dg. Rimang Pembuatkasur
p 45
5 Dg. Ranne Pembuatkasur
p 40
6 Dg. So,na Pembuatkasur
p 41
7 Nurlinda Pembuatkasur
p 16
Data hasil penelitian
No. Nama Informan Umur pekerjaan keterangan
1 Dg Kamba 47tahun
Pemilik usaha
kasur
“Dengan adanya usahakasur yang saya dirikanini sejak lama dimanfaatkan oleh ibu-iburumah tangga sebagaipekerjaan utama merekauntuk menambahkeuangan mereka, karenadisini kita bekerja tidakterlalu ketat biasanya adayang masuk bekerjamulai dari jam 08:00 adajuga yang lewat danpulangnya sekitar jam 4.Karena gajinyatergantung dari berapabuah kasur yang dia buatdan seperti apaukurannya”
2 Dg Dio 55Tahun
Pembuat kasur “iye rata-rata perempuandisini yang bekerjasebagai buruh kasurkarena tidak ada lainselain bertani”
3 Dg Rimang 45Tahun
Pembuat kasur “Saya sejak meninggalsuamiku mulai mabekerja disini sebagaiburuh kasur karena adaanakku sekolah danbelum bekerja karenamasih kecil kasian”.
4 Dg. Ranne. 40tahun
Pembuat kasur “ saya dari keluargatidak mampu suamikuhanya bekerja sebagaipetani itupun bukanpunyaku jadi saya harusbekerja juga untukmendapatkan pembeliikan kasian”
5 Dg Caya 56tahun
Pembuat kasur “kalau saya lama makerja di sini kasian karna
suamiku sakit-sakitanjuga baru kerjanya kejaserabutan ji jadi sayabantu suamiku cariuang”.
6 Nurlinda. 16 Pembuat kasur “iyye kak saya bekerjadisini untuk uangbelanjaku kalau pergi kasekolah dan kalau banyakku dapat ku kasikimamaku juga”.
7 Dg. So,na 41tahun
Pembuat kasur “Punna nakke sannamisalloku anjama kinne nitassere’ kira-kira limatahunma atau tujuhtahunma kinne anjama,Alhamdulillah anak-anakku akkullei ku pasikolah assiagang niatommo kukanrea nasababapakna riballa petani jijama-jamanna”.
8 Dg. Rimang. 45tahun
Pembuat kasur “ iyye nak saya bekerja disini untuk memenuhikebutuhan ku juga karenaklw bertani hasilnyasekitar 3 bulan baru didapat, tapi kalau disini kasetiap pergi ka kerjadalam sehari pasti ada kudapat walaupun hanyauntuk beli sayur danikan”
9 Dg. So,na 41tahun
Pembuat kasur “kalau waktu bertanipadi di sawah ke sana jajuga bantui suamiku,tetapi kalau pulang mapergi ka lagi kerja kasuratau ku bawa ki kerumahku kerja malam karenagajinya kan di gajiberapa di buat kasursama ukuran kasurnya”.
HasilDokumentasi bersama Dg Caya 56 tahun
Hasil dokumentasi bersama Dg. Rimang 45 tahun
Hasil dokumentasi bersama Nurlinda 16 tahun
Hasil Dokumentasi Bersama Pemilik Usaha Kasur
Gambar kasur yang sudah jadi dan yang belum
Gambar proses pebuatan gasur
Gambar kasur telah selesai siap di jual
Hasil dokumentasi Dg. So,na
RIWAYAT HIDUP
IDRIS, dilahirkan di Bantaeng Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng
pada tanggal 10 Agustus 1995, anak pertama dari dua bersaudara buah cinta
dan kasih sayang dari pasangan Syamsuddin dan Muji.
Penulis mulai memasuki dunia pendidikan tingkat dasar pada tahun 2000 di SD Inpres
Campagaloe I Kabupaten Bantaeng dan tamat pada tahun 2006. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan tingkat menengah pertama di SMP Negeri 3 Bissappu pada tahun 2007-2010.
kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Bissappu
selama tiga tahun dan berhasil menamatkan studinya di sekolah tersebut pada tahun 2013.
Pada tahun 2013 penulis melanjutkan studinya kejenjang yang lebih tinggi melalui jalur
seleksi Penerimaan mahasiswa baru (SPMB), dan diterima di jurusan pendidikan sosiologi
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar program studi
strata 1.