EFEKTIFITAS PENDAMPINGAN USAHA MIKRO DALAM
PENINGKATAN RETURN PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH: STUDI
PADA BMT TA’AWUN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
INDRA LESMANA HADINATA
NIM: 105046101679
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan ........................................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7
D. Kajian Pustaka ............................................................................ 8
E. Kerangka Teori Dan Kerangka Konsep ...................................... 10
F. Metode Penelitian ....................................................................... 12
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 15
BAB II PENDAMPINGAN, USAHA MIKRO DAN PEMBIAYAAN
MUDHARABAH
A. Pendampingan
1. Pengertian Pendampingan ................................................... 18
2. Tujuan Pendampingan ......................................................... 19
3. Proses dan Pola Pendampingan ........................................... 20
4. Tugas Pendamping ............................................................... 24
5. Tolok Ukur Efektifitas Pendampingan ................................ 26
B. Pengertian Usaha Mikro ............................................................. 29
C. Pembiayaan Mudharabah
1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah................................... 32
2. Perhitungan Return Bagi Hasil ............................................ 36
BAB III PENDAMPINGAN PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH
DI BMT TA'AWUN
A. Gambaran Umum BMT Ta'awun
1. Sejarah Berdiri ..................................................................... 39
2. Visi dan Misi ........................................................................ 40
v
3. Struktur Organisasi .............................................................. 41
4. Produk dan Jasa BMT .......................................................... 44
B. Praktek dan Pola Pendampingan Pembiayaan Mudharabah
1. Praktek Pembiayaan Mudharabah di BMT Ta'awun ........... 45
2. Pola pendampingan pada Pembiayaan Mudharabah BMT
Ta'awun ................................................................................ 49
C. Kriteria Usaha Yang Didampingi ............................................... 51
D. Biaya Operasional Yang Disebabkan Adanya Pendampingan ... 55
BAB IV EFEKTIFITAS PENDAMPINGAN USAHA MIKRO DALAM
PENINGKATAN RETURN PADA PEMBIAYAAN
MUDHARABAH
A. Efektifitas Pendampingan Usaha Mikro Terhadap Tingkat
Return Pada Pembiayaan Mudharabah
1. Esensi Pendampingan Pada Pembiayaan Mudharabah ........
............................................................................................. 57
2. Indikasi Keberhasilan Pendampingan ................................. 59
a. Perbandingan Return Pembiayaan Mudharabah
Pendampingan dan Non Pendampingan ....................... .. 63
b. Perbandingan Return Pembiayaan Mudharabah Pada
Usaha Sebelum dan Sesudah Pendampingan .................. 67
B. Kendala Serta Solusi Yang Dilakukan BMT Ta'awun Dalam
Proses Pendampingan Kepada Para Pengusaha Mikro Dalam
Rangka Peningkatan Return
1. Kendala Yang Dihadapi BMT Ta'awun dalam Proses
Pendampingan Pembiayaan Mudharabah ............................ 70
2. Solusi Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Kendala Yang
Dihadapi .............................................................................. 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 75
B. Saran .......................................................................................... 77
vi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah satu dari sekian banyak Negara berkembang di dunia.
Tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat Indonesia dalam
meningkatkan kesejahteraannya terdapat pada sektor usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM). Ini terbukti dengan eksistensi dan peran UMKM yang pada
tahun 2008 mencapai 51,26 juta unit usaha, dan merupakan 99,99 persen dari pelaku
usaha nasional, dalam tata perekonomian nasional sudah tidak diragukan lagi, dengan
melihat kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB) Nasional, devisa nasional dan investasi nasional.1
Melihat pada kenyataan ini, harus ada lembaga keuangan yang
mengakomodasi kebutuhan finansial UMKM yang merupakan sektor yang
mendominasi usaha di Indonesia. Untuk usaha menengah yang kebutuhan
finansialnya cukup besar maka kebutuhan dananya dapat diback-up oleh lembaga
keuangan bank, mengingat orientasi penyaluran kredit perbankan lebih memusatkan
pada korporasi yang dianggap lebih memberikan keuntungan besar secara ekonomis.
Sedangkan sektor usaha kecil dan mikro (UKM) dapat diakomodasi oleh lembaga
keuangan mikro (LKM) yang lebih memprioritaskan pemberdayaan masyarakat.
1 http://www.depkop.go.id/statistik-ukm/cat_view/35-statistik/37-statistik-ukm/212-statistik-ukm-2010/216-buku-statistik-ukm-2009.html, diakses pada 7 Februari 2010, pukul 19.30 WIB.
2
Di Indonesia, LKM dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu yang
besifat formal dan informal. Lembaga yang bersifat formal ada yang berbentuk bank,
adapula yang berbentuk non-bank. Sedangkan LKM yang bersifat informal biasanya
berbentuk lembaga swadaya masyarakat. Salah satunya adalah baitul maal wat
tamwil (BMT)2 yang menggunakan prinsip syari’ah. Walaupun ada beberapa BMT
yang bersifat formal dibawah payung hukum koperasi jasa keuangan syari’ah
(KJKS).
BMT adalah penggabungan dari baitul mal dan baitut tamwil. Baitul mal
adalah lembaga lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat
nirlaba (sosial). Sumber dana didapat dari zakat, infak dan sedekah atau sumber lain
yang halal. Kemudian dana tersebut disalurkan kepada mustahik atau untuk kebaikan.
Adapun baitut tamwil adalah lembaga keuangan yang kegiatannya adalah
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dan bersifat profit motive.
Penghimpunan dana diperoleh melalui simpanan pihak ketiga dan penyalurannya
dilakukan dalam bentuk pembiayaan atau investasi yang dijalankan berdasarkan
prinsip syariah.3 Dari pengertian tersebut dapatlah ditarik suatu pengertian yang
menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial.
2 “Pemberdayaan Mikro Syariah”, Republika, (Jakarta), 11 November 2005, h.2 3 Hartanto Widodo, dkk, PAS (Pedoman Akuntansi Syariat): Panduan Praktis Operasional
Baitul mal Wat Tamwil (BMT) (Bandung: Mizan, 1999), h. 81.
3
Peran sosial BMT akan terlihat pada definisi baitul maal, sedangkan peran bisnis
BMT terlihat dari definisi baitut tamwil.4
BMT adalah lembaga swadaya masyarakat, dalam pengertian didirikan dan
dikembangkan oleh masyarakat. Sejak awal pendiriannya, BMT dirancang sebagai
lembaga ekonomi. Secara lebih spesifik adalah suatu lembaga ekonomi rakyat, yang
secara konsepsi dan secara nyata memang lebih fokus kepada masyarakat bawah,
yang miskin dan nyaris miskin (poor and near poor). Agenda kegiatannya yang
utama adalah pengembangan usaha mikro dan usaha kecil, terutama melalui bantuan
permodalan. Untuk melancarkan usaha pembiayaan (financing) tersebut, maka BMT
berupaya menghimpun dana, yang terutama sekali berasal dari masyarakat lokal di
sekitarnya. Dengan kata lain, BMT pada prinsipnya berupaya mengorganisasi usaha
saling tolong menolong antar warga masyarakat suatu wilayah (komunitas) dalam
masalah ekonomi.5
Selama lebih dari satu dasawarsa ini pertumbuhan BMT diakui cukup
fantastis. Statistik yang akurat tentang BMT memang belum tersedia. Menurut
perkiraan Pusat Inkubasi Usaha Kecil (Pinbuk), sampai dengan pertengahan tahun
2006, terdapat sekitar 3200 BMT yang beroperasi di Indonesia, yang melayani sekitar
3 juta orang. Pinbuk memproyeksikan jumlahnya akan meningkat menjadi 10 juta
orang pada tahun 2010, yang akan dilayani oleh lebih banyak BMT lagi, yang
4 Muhammad Ridwan, Manajmen Baitul Maal Wat Tamwil (Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 126.
5 http://permodalanbmt.com/?p=70, diakses pada 8 Februari 2010, pukul 10.45 WIB.
4
diperkirakan bertambah 1000-2000 BMT per tahun sampai dengan tahun tersebut.
Pinbuk juga membuat perkiraan akan aset total BMT, yang diperhitungkan telah
mencapai Rp 2 triliun pada pertengahan tahun 2006. Aset tersebut tumbuh pesat
dibandingkan setengah tahun sebelumnya, pada Desember 2005 sebesar Rp 1,5
triliun. Dan jika perhitungan ini benar, maka pembiayaan yang berhasil diberikan
oleh BMT juga mendekati jumlah itu, mengingat kinerja BMT yang sangat tinggi
dalam hal pembiayaan. Padahal, dalam waktu yang bersamaan perbankan
konvensional sedang mengalami perlambatan pertumbuhan dalam hal aset dan
penyaluran dananya kepada pihak ketiga.6
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa segmentasi BMT adalah usaha-usaha
informal menengah ke bawah. Dalam proses penghimpunan dan pembiayaan tentulah
terdapat banyak kesulitan yang ditemukan, terlebih dalam kegiatan pembiayaan.
Kemungkinan tidak terbayarnya kewajiban oleh nasabah peminjam pasti ada
mengingat usaha yang mereka lakukan punya nilai uncertainty yang tinggi. Kesulitan
ini tidak serta merta membuat para penggiat BMT patah arang. Seperti tidak pernah
kehabisan akal, mereka menciptakan banyak inovasi untuk membuat maslahat baik
bagi BMT sebagai pihak yang memberikan pembiayaan atau pengusaha sebagai
pihak yang diberi fasilitas pembiayaan.
6 Ibid.
5
Adalah mudharabah salah satu produk pembiayaan yang ditawarkan oleh
BMT. Dalam operasionalnya pedagang/pengusaha adalah pihak yang diberi amanah
oleh BMT untuk menjalankan usaha dengan modal pembiayaan yang telah diberikan.
BMT sebagai pemilik modal tentu menginginkan uangnya dapat berputar dan
mendapatkan keuntungan, terlebih karena pembiayaan mudhorobah adalah
pembiayaan yang memiliki resiko paling tinggi. Begitu juga dengan pengusaha
menginginkan usahanya bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.
Banyak upaya yang dilakukan untuk membuat ekspektasi mereka agar
mendapat keuntungan dari usahanya. Diantaranya adalah pendampingan yang
dilakukan BMT kepada para pengusaha. Pola pembiayaan dengan melakukan
pendampingan usaha, adalah pembiayaan usaha yang telah diberikan pinjaman
(modal) akan diberikan pendampingan usaha yang berguna untuk mengawasi aktifitas
perdagangan atau usaha tersebut. Pendampingan yang dilakukan akan
meminimalisasi resiko, meningkatkan keefektifitasan dan keuntungan dari usaha
tersebut akan semakin besar, yang kemudian bagi hasil dari usaha yang telah
dijalankan itu pun dapat dibagi antara pengusaha dan pemberi modal. Saat ini telah
banyak BMT yang telah memberikan fasilitas pendampingan kepada para usaha kecil
menengah yang meminjam dana di BMT tersebut.
Pendampingan ini diharapkan dapat menambah return bagi BMT
dibandingkan dengan pembiayaan mudharabah yang dilakukan tanpa pendampingan.
BMT Ta’awun adalah salah satu dari sekian BMT yang melakukan pendampingan
6
pada pembiayaan mudharabahnya. Namun pendampingan ini belum tentu
memberikan return yang lebih dibanding dengan pembiayaan mudharabah yang
dilakukan tanpa pendampingan.
Berdasarkan realitas di atas, maka perlu kiranya penulis mengkaji lebih dalam
tentang sejauh mana efektivitas pendampingan ini terhadap peningkatan return
pembiayaan mudharabah dalam sebuah penelitian. Penelitian. Ini nantinya akan
dituangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul: “ Efektifitas Pendampingan Usaha
Mikro dalam Peningkatan Return Pada Pembiayaan Mudharabah: Studi pada
BMT Ta’awun” .
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN
1. Pembatasan Masalah
Untuk memudahkan penulis dalam analisis dan menghindari
pembahasan yang terlalu luas maka permasalahan akan dibatasi pada lembaga
keuangan mikro syari’ah yang dalam hal ini BMT yang telah mempunyai
program pendampingan terhadap pembiayaan mudharabah. Masalah utama
yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah sejauh mana efektifiitas
pendampingan pembiayaan mudhorobah berpengaruh terhadap return BMT
Ta’awun.
2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dikaji melalui penelitian ini adalah:
7
a. Bagaimana konsep dan implementasi pendampingan terhadap usaha
mikro pada pembiayaan mudharabah di BMT Ta’awun?
b. Sejauh mana efektifitas pendampingan usaha mikro terhadap
tingkat return pembiayaan mudharabah pada BMT Ta’awun?
c. Apa kendala serta solusi yang dilakukan BMT Ta’awun dalam
proses pendampingan kepada para pengusaha mikro dalam rangka
meningkatkan return?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep dan implementasi pendampingan
terhadap usaha mikro pada pembiayaan mudharabah di BMT Ta’awun.
2. Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas pendampingan usaha mikro
terhadap pembiayaan mudharabah pada BMT Ta’awun.
3. Untuk mengetahui kendala serta solusi yang dilakukan oleh BMT
Ta’awun kepada para pengusaha mikro dalam rangka meningkatkan
return.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Penulis
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memperdalam dan
memperluas khazanah keilmuan penulis, khususnya dalam bidang
8
pendampingan terhadap usaha mikro pada pembiayaan mudharabah yang
diaplikasikan oleh BMT.
2. Akademisi
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan bagaimana
pendampingan bisa membantu para pengusaha mikro dalam usaha mereka
dan mempengaruhi tingkat return BMT.
3. Praktisi
Penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan peningkatan
dan perkembangan kinerja pelayanan BMT.
4. Masyarakat
Membantu mensosialisasikan kepada masyarakat khususnya para
pengusaha kecil mengenai pendampingan yang dilakukan BMT pada
pembiayaan mudharabah.
D. Kajian Pustaka
Penulis melihat beberapa studi terdahulu yang mempunyai hubungan dengan
tema skripsinya. Diantaranya skripsi tahun 2006 oleh Ani Rohyani, mahasiswa
Manajemen Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul
“Pengaruh Efektifitas Pengawasan BMT Al-munawarah Pamulang dalam
Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Anggota”. Dalam penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa efektifitas pengawasan yang dilakukan oleh BMT Al-Munawarah
9
Pamulang dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi
anggota sebesar 28%, sedangkan 72% lainnya adalah pengaruh yang ditimbulkan
oleh variable lain.
“Strategi Pendampingan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (Studi Kasus
pada Yayasan Microfin Indonesia)”, skripsi tahun 2005 oleh Luthfianto, mahasiswa
Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
skripsinya menjelaskan tentang beberapa strategi yang dilakukan oleh yayasan
microfin Indonesia dalam mendampingi lembaga keuangan mikro syari’ah.
Skripsi Alfiah, mahasiswa Muamalat Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Efektifitas Pendampingan Bank
Pembiayaan Rakyat Syari’ah Harta Insan Karimah dalam Menunjang Keberhasilan
Usaha Debitur”. Dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pendampingan yang
dilakukan oleh BPRS Harta Insan Karimah mempunyai pengaruh yang signifikan
dalam menunjang keberhasilan usaha debitur.
Dari ketiga penelitian tersebut tidak didapatkan penellitian yang melihat
dampak pendampingan pembiayaan dari sisi pihak yang memberi modal. dalam hal
ini penulis berkesimpulan bahwa penting dilakukan penelitian yang melihat
efektifitas pendampingan pembiayaan mudharabah yang dilakukan kepada para
pengusaha kecil terhadap tingkat return yang didapat oleh BMT.
10
E. Kerangka Konsep
Efektifitas berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya).7 Pada
dasarnya pengertian efektifitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil.
Bila suatu tujuan tertentu akhirnya dapat dicapai, kita boleh mengatakan bahwa
kegiatan tersebut adalah efektif.
Pendampingan menurut departemen sosial adalah proses menjalin relasi sosial
antara pendamping dengan masyarakat dalam rangka memecahkan masalah,
memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam
pemenuhan kebutuuhan hidup serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan
sosial dasar, lapangan kerja dan fasilitas pelayanan public lainnya.8
Usaha Mikro menurut Awali Rizky sebagaimana dikutip oleh Dr. Euis
Amalia, M.Ag. dalam bukunya yang berjudul keadilan distributive dalam islam
mengatakan bahwa usaha mikro adalah usaha informal yang memiliki asset, modal,
omzet yang sangat kecil. Ciri lainnya adalah jenis komoditi usahanya sering berganti,
tempat usaha kurang tetap, tidak dapat dilayani oleh perbankan dan umumnya tidak
memiliki legalitas usaha.9
7 J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), h. 371
8 Departemen Sosial RI, Panduan Umum Program Pemberdayaan Fakir Miskin, 2005 9 Euis Amalia, Keadilan Distributive dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009)
Ed. 1, h. 41-42.
11
Pembiayaan berasal dari bahasa latin yaitu dari kata creder yang berarti
percaya. Oleh karena itu dasar pemikiran persetujuan pemberian pembiayan oleh
lembaga keuangan kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan.10
Berdasarkan UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan bab I pasal I ayat 25
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berupa:
1. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
2. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik;
3. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’;
4. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
5. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS
dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana
untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan
ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.11
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya dalam perjalanan usahanya, secara teknis, al-mudharabah
10 Moch. Tjoekam, Perkreditan Bisnis Perbankan: Teknik dan Kasus, (Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 1999), Ed. I, h. 1.
11 ”Undang-undang No. 21 tahun 2008”, diakses pada tanggal 09 Maret 2010, Pukul 03.50 WIB., http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/248300B4-6CF9-4DF5-A674-0073B0A6168A/14396/UU_21_08_Syariah.pdf
12
adalah akad kerjasama usaha antara dua belah pihak dimana pihak pertama
menyediakan 100% modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan
usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian
itu bukan akibat kelalaian pengelola, seandainya kerugian tersebut akibat kecurangan
atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian
tersebut12.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu penulis
menggambarkan permasalahan dengan didasari pada data-data yang ada
lalu di analisis lebih lanjut kemudian di ambil suatu kesimpulan.
2. Jenis Data
a. Data Primer
Yaitu data yang bersumber dari data-data serta informasi-informasi
yang diperoleh dari lapangan.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan.
12 M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Teori dan Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press dengan Tazkia Cendikia, 2001), h. 96.
13
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan dua sumber data, yaitu
sumber data primer yang merupakan data pokok yang diperoleh dari hasil
penelitian lapangan (field research) dan sumber data sekunder yang
merupakan data penunjang yang diperoleh dari hasil penelitian
kepustakaan (library research).
a. Field Research
Dalam penelitian ini, penulis langsung meneliti pada obyek penelitian
yaitu BMT Ta’awun Cipulir Kebayoran Lama. Sehingga data yang
diperoleh merupakan data primer, dengan instrument sebagai berikut:
1) Pengumpulan data arsip berupa laporan keuangan, prospectus
perusahaan, data marketing, technical support dll. Untuk
selanjutnya dianalisa (Content Analysis).
2) Wawancara (interview) adalah komunikasi dua arah untuk
mendapatkan data dari karyawan BMT Ta’awun. Wawancara ini
dilakukan dengan instrument pedoman wawancara.
b. Library Research
Dalam metode ini penulis melakukan penelitian dan mempelajari
buku-buku kepustakaan, literature, artikel, bahan-bahan kuliah yang
berkaitan erat dengan pembahasan skripsi ini.
14
4. Teknik Analisis
Dalam melakukan analisa data, penulis menggunakan penelitian kualitatif
yang bersifat deskriptif, yaitu suatu metode dalam meneliti sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu pemikiran atau suatu kelas
peristiwa sekarang, dengan tujuan untuk membuat deskriptif, gambaran
atau lukisan sistematis, actual dan akurat mengenai fakta, sifat-sifat serta
hubungan antara fenomena yang diselidiki.13 Untuk mengetahui
efektifitas pendampingan dalam peningkatan return pembiayaan
mudharabah, maka penulis membandingkan laporan mutasi rekening
pembiayaan mudharabah BMT Ta’awun dengan perbandingan sebagai
berikut:
a. membandingkan dua usaha yang didampingi dan tidak didampingi
dengan sama-sama dibiayai dengan pembiayaan mudharabah;
b. membandingkan tingkat return sebelum dan sesudah didampingi pada
satu usaha dengan pembiayaan mudharabah.
5. Pedoman Penulisan Laporan
Adapun teknik penulisan skripsi ini, mengacu pada “Pedoman Penulisan
Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah tahun 2007.
13 M. Nazir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hal.63.
15
G. Sistematika Penulisan
Adapun penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Yaitu meliputi latar belakang, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, kajian
terdahulu, metode penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : KONSEP PENDAMPINGAN, USAHA MIKRO DAN
PEMBIAYAAN MUDHARABAH
Membahas mengenai pengertian pendampingan, tujuan,
proses dan pola pendampingan, tugas pendamping serta
tolook ukur efektifitas pendampingan. Pengertian usaha
mikro, pengertian pembiayaan mudharabah dan perhitungan
return bagi hasil.
BAB III : PENDAMPINGAN PADA PEMBIAYAAN
MUDHARABAH DI BMT TA’AWUN
Meliputi gambaran umum BMT Ta’awun, praktek pola
pendampingan pada pembiayaan mudharabah di BMT
Ta’awun, kriteria usaha yang didampingi dan biaya
operasional yang disebabkan adanya pendampingan.
16
BAB IV : EFEKTIFITAS PENDAMPINGAN TERHADAP
RETURN PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH
Beirisi analisa dan pembahasan tentang sejauh mana
efektifitas pendampingan pembiayaan mudharabah terhadap
return pembiayaan mudharabah yang dilakukan oleh BMT.
BAB V : PENUTUP
Meliputi kesimpulan dan saran.
17
BAB II
PENDAMPINGAN, USAHA MIKRO DAN PEMBIAYAAN
MUDHARABAH
Pembiayaan mudharabah sebagaimana yang diketahui adalah pembiayaan
dengan resiko paling tinggi. BMT sebagai penyedia dana bagi usaha mikro yang
merupakan sektor usaha yang mendominasi di Indonesia harus melakukan berbagai
usaha untuk meminimalisasi resiko ini. Salah satu usaha tersebut adalah dengan
melakukan pendampingan.
Pendampingan sejatinya dimaksudkan untuk mempercepat kemajuan usaha
dengan memperluas pengetahuan tentang bagaimana mempergunakan sumberdaya
dengan efektif dan efisien. Pendampingan di sisi lain bisa menjadi salah satu bentuk
manajemen resiko bagi lembaga keuangan. Dengan melakukan pendampingan, dana
yang mereka kucurkan lebih aman karena mereka tahu pasti kemana dan bagaimana
dana mereka diusahakan dan dikelola. Penelitian yang dilakukan peneliti dalam
skripsi ini adalah untuk mengetahui dampak pendampingan terhadap return bagi hasil
yang didapat oleh BMT setelah melakukan pendampingan. Namun sebelum masuk
dalam pembahasan efektifitas pendampingan terhadap return bagi hasil, maka penulis
terlebih dahulu memaparkan teori-teori yang berkaitan dengan hal tersebut.
18
A. Pendampingan
1. Pengertian Pendampingan
Karjono mengatakan, seperti yang dikutip oleh Ismawan bahwa
pendampingan adalah suatu strategi (cara untuk mencapai tujuan) dimana
hubungan antara pendamping dengan yang didampingi adalah hubungan dialogis
(saling mengisi) di antara dua subjek. Diawali dengan memahami realitas
masyarakat dan memperbaharui kualitas realitas kearah yang lebih baik.14
Departemen Sosial Republik Indonesia mendefinisikan pendampingan
sosial sebagai suatu proses menjalin relasi sosial antara pendamping dengan
Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan
masyarakat sekitarnya dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat
dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan
kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan sosial
dasar, lapangan pekerjaan dan fasilitas pelayanan publik lainnya.15 Tujuan
pendampingan adalah pemberdayaan dan penguatan (empowerment).16
Dari definisi yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa
Pendampingan merupakan upaya untuk menyertai masyarakat dalam
14 Ismawan Bambang, Pamuji, Otok S., LSM dan Program Inpres Desa Tertinggal, (Jakarta: PT Penebar Swadata, 1994), h. 40.
15 Lihat Departemen Sosial RI, Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan (Program Pemberdayaan Fakir Miskin Tahun 2006-2010), (Jakarta: Departemen Sosial RI, 2005), h. 14
16 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas(Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), (Jakarta: FEUI Press, 2003), h. 96.
19
mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki sehingga mampu mencapai
kualitas kehidupan yang lebih baik. Kegiatan Pendampingan merupakan upaya
berkelanjutan yang dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
Pendamping merupakan salah satu motivator bagi pengembangan masyarakat.
Berkaitan dengan pengertian pendampingan di atas, Ismawan mengatakan
bahwa pendamping adalah orang yang bertugas untuk mewujudkan kelompok
swadaya maysrakat yang sukses dalam meningkatkan kesadaran pengetahuan
dan keterampilan anggota, menghidupkan dinamika kelompok dan usaha
(produktif) anggota.17 Dalam kaitannya dengan pendampingan yang dilakukan di
BMT, maka BMT adalah bertindak sebagai pendamping yang mendampingi para
pengusaha mikro yang melakukan pembiayaan di BMT yang bersangkutan.
2. Tujuan Pendampingan
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa tujuan dari pendampingan
adalah sebagai pemberdayaan dan penguatan. Namun lebih spesifik Twelvetrees
sebagaimana yang dikutip oleh Meerada Saryati Aryani bahwa tujuan dari
pendampingan adalah:18
17 Bambang, dkk., LSM dan Program Inpres Desa Tertinggal, h. 30. 18 Meerada Saryati Aryani, Proses Pendampingan Guswil DKI dalam Upaya Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Kredit Mikro (Studi Kasus pada Kelompok Mugi Sukses di manggarai, Kelompok Dahlia dan Al Alam di Cilincing), Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003, h. 35.
20
a. Memastikan bahwa perubahan yang konkret terjadi di lingkungan
tersebut.
b. Memungkinkan orang-orang yang diajak bekerja untuk
menggabungkan kepercayaan dan kemampuan dalam menangani
permasalahan.
Seperti juga yang dikemukakan oleh Pincus dan Minahan dalam Adriani:19
a. Meningkatkan kemampuan dari orang dalam memecahkan masalah
dan mencontohkannya.
b. Menghubungkan orang dengan system yang menyediakan mereka
sumber-sumber, pelayanan-pelayanan dan kesempatan-kesempatan.
c. Meningkatkan keefektifan dan kemudahan pelaksanaan dari sistem
tersebut.
d. Memberikan sumbangan pada pembangunan kebijakan sosial dan
memperbaiki kebijakan sosial.
3. Proses dan Pola Pendampingan
Menurut Aslihan Burhan beberapa macam pola pendampingan adalah
sebagai berikut:20
19 Andriani Sumampouw dkk, Ada Bersama Tradisi, (Semarang: Swisscontact & Limpad, 2000), h. 36.
20 Aslihan Burhan, “Pedoman Manajemen Pendampingan”, Makalah untuk Program Pendampingan Fakir Miskin Melalui Keterpaduan KUBE dan BMT KUBE dan SUB URBAN. PINBUK, 2009, h. 7
21
a. Motivasi
Memotivasi atau memberi dukungan baik dengan moril maupun materi
untuk berwirausaha dan menumbuhkan semangat swadaya dan
memulai langkah maju dengan semangat kemandirian dan
professional.
b. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan dilakukan berdasarkan tingkat perkembangan
kelompok, mulai dari penyadaran diri, motivasi kelompok,
administrasi organisasi dan keuangan, motivasi usaha kolektif,
kepemimpinan sampai analisa situasi.
c. Bimbingan dan Konsultasi
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan pendidikan yang
telah dijalankan dan lebih banyak diarahkan pada program perorangan
atau kelompok yang lebih kecil dengan kasus-kasus setempat dan
spesifik.
d. Monitoring dan Evaluasi
Mengadakan kunjunagan monitoring kepada pengusaha yang
melakukan pembiayaan, pada setiap kunjungan dicatat perkembangan
usaha dan mengevaluasi atau menilai keberhasilan usaha para kreditur.
22
Agar perubahan kondisi yang lebih baik berhasil dilakukan, seorang
pendamping harus melalui suatu tahap perubahan berencana seperti yang
dikemukakan oleh Lippit, Watson dan Westley yang dikutip oleh Adi, yakni:21
a. Tahap pengembangan kebutuhan akan perubahan
Sebelum proses perubahan berencana dimulai, kesulitan yang dihadapi
oleh masyarakat harus diterjemahkan sebagai kesadaran mengenai
masalah yang ada. Hal ini merupakan inti dari keinginan untuk
berubah dan keinginan untuk mencari bantuan dari luar system. Tetapi
pada suatu kasus tertentu, masyarakat tidak mengetahui bagaimana
harus menggali kebutuhan yang mereka rasakan (felt needs) dan
kebutuhan riil (riil needs) mereka, serta tidak tahu apa yang menjadi
kebutuhan yang dirasakan dan kebutuhan riil mereka. Dalam kasus
seperti ini mereka memerlukan hadirnya agen perubahan (change
agent) dari luar sistem untuk membantu dan menstimulasi mereka
untuk memikirkan apa yang mereka butuhkan.
b. Tahap pemantapan relasi kebutuhan
Pada tahap ini, antara pendamping dan klien melakukan pemantapan
hubungan. Pembentukan dan pembinaan relasi dengan warga
masyarakat sangat diperlukan untuk dapat bekerja sama dengan
21 Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, h. 244-249.
23
mereka kearah perubahan yang direncanakan. Pembinaan relasi akan
sangat membantu untuk dapat memperoleh data yang akurat mengenai
kebutuhan dan sumber daya system klien, serta membentuk
kepercayaan warga yang ikut aktif melakukan perubahan dalam
masyarakat.
c. Tahap klarifikasi atau diagnosis masalah sistem klien
Adalah proses dimana pendamping mempelajari sistem klien, setelah
sebelumnya pendamping mengumpulkan data yang akurat mengenai
sistem kllien.
d. Tahap pengkajian alternatif jalur dan tujuan perubahan serta penentuan
tujuan program dan kehendak untuk melakukan tindakan
Dari data yang telah dianalisis kemudian ditentukan tujuan operasional
dari program ataupun kegiatan yang akan dilakukan serta alternative
cara yang akan ditempuh guna mencapai tujuan tersebut.
e. Tahap transformasi kehendak kedalam upaya perubahan yang nyata
Merupakan tahapan yang mefokuskan pada upaya mentransfer
perencanaan program dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang nyata
masyarakat serta mengembangkan pemantauan terhadap pelaksanaan
kegiatan intervensi.
24
f. Tahap generalisasi dan stabilisasi perubahan
Adalah tahap institusionalisasi atau pelembagaan perubahan menjadi
bagian yang tetap bagi masyarakat.
g. Tahap terminasi
Merupakan akhir dari suatu relasi perubahan. Berakhirnya suatu relasi
perubahan dapat terjadi karena waktu bertugas sudah habis atau karena
masyarakat itu sudah siap untuk mandiri untuk dapat terus
mengembangkan kegiatan yang ada. Dalam proses pengembangan
masyarakat terminasi yang diharapkan adalah siapnya masyarakat
untuk mandiri, sehingga tidak diperlukan pendamping di daerah
tersebut.
4. Tugas Pendamping
Mayo yang dikutip oleh Adi menuliskan tugas-tugas yang harus dilakukan
oleh seorang pendamping, yaitu:22
a. Menjalin kontak dengan individu, kelompok atau organisasi
b. Mengembangkan profil komunitas, menilai (asses), kebutuhan dan
sumber daya masyarakat.
22 Ibid., h. 97-98
25
c. Mengembangakn analisis strategis, merencanakan sasaran, tujuan
jangka pendek dan tujuan jangka panjang.
d. Memfasilitasi kemapaman kelompok-kelompok sasaran
e. Bekerja secara produktif dalam mengatasi konflik, baik konflik antar
kelompok ataupun organisasi
f. Mengelola sumber daya yang ada termasuk waktu dan dana
g. Mendukung kelompok dan organisasi guna mencapai sumber daya
yang dibutuhkan, misalnya dalam hal dana dilakukan dengan membuat
proposal permohonan dana
h. Memonitor perkembangan program atau kegiatan terutama
pemanfaatan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
i. Menarik diri dari kelompok yang sudah berkembang dan memfasilitasi
proses perpisahan yang efektif
j. Mengembangkan, memantau dan mengevaluasi strategi yang serupa.
Menurut Gardono seperti yang dikutip oleh Prijono dan Pranaka bahwa
peranan pendamping sangat krusial dalam membina aktifitas kelompok
masyarakat. Penndamping bertugas menyertai proses pembentukan dan
26
penyelenggaraab kelompok, sebagai fasilitator (pemandu), komunikator
(penghubung) ataupun dinamisator (penggerak).23
5. Tolok Ukur Efektifitas Pendampingan
Efektifitas diartikan sebagai padanan kata yang menunjukkan taraf
tercapainya suatu tujuan. Dengan kata lain bahwa suatu usaha dapat dikatakan
efektif jika usaha tersebut mencapai tujuannya. Secara ideal efektifitas dapat
dinyatakan dengan ukuran yang agak pasti, sehingga ada standardisasi
tercapainya tujuan X dan lain sebagainya.24
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan efektifitas adalah berasal dari kata efektif yang mempunyai
beberapa arti antara lain:
a. Ada efeknya (akibat, pengaruh dan kesan)
b. Manjur atau mujarab
c. Membawa hasil, berhasil guna (usaha tindakan) dan mulai berlaku
23 Onny S. Prijono dan A. M. W. Pranarka, Pemberdayaan Konsep, Kebijakan dan Implementasi, (Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 1996), h. 142.
24 “Efektifitas” dalam Kanisisus, Ensiklopedi Umum, (Jakarta: Kanisius, 1973), h. 36
27
Dan dari kata itu muncul pula kata keefektifan yang diartikan dengan
keadaan berpengaruh, berkesan, kemanjuran dan keberhasilan25. Salah satu
konsep utama dalam mengukur prestasi kerja adalah efektifitas. Menurut ahli
manajemen Peter Brucker efektifitas adalah melakukan pekerjaan yang benar
(doing the right). Efektifitas merupakan kemampuan untuk mencapai tujuan
tertentu.26
Dari banyak pengertian mengenai efektifitas diatas dapat disimpulkan
bahwa efektifitas adalah keadaan dimana suatu pekerjaan dilakukan dengan
benar dan sesuai dengan tujuannya. Untuk mencapai keadaan ini tentunya harus
melalui mekanisme yang berfungsi sebagai komponen pendukung.
Menurut Georgopoulus yang dikutip oleh Rini Yulianti dalam skripsinya
bahwa mekanisme efektivitas terdapat dalam beberapa komponen, yakni:27
a. Produktivitas adalah sama artinya dengan efisien
b. Luwes, artinya mematuhi norma-norma dan memuaskan anggota dan
konsep daya suai. Maksudnya adalah kemampuan organisasi dalam
menyesuaikan diri pada perubahan, baik perubahan di dalam maupun
di luar organisasi.
25 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 219.
26 T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1998), h. 7 27 Rini Yulianti, Efektivitas “Pemanfaatan Al Qardhul Hasan bagi Pedagang Kecil”, Skripsi
Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008
28
c. Ketegangan, adalah konflik dan pertentangan di antara anggota-
anggota organisasi, yang erat kaitannya dengan peningkatan (kalau
terkendali) dan penurunan (kalau dibiarkan berlarut-larut).
Dalam usaha memahami efektivitas yang bersifat abstrak ini, beberapa
analisa organisasi berusaha mengidentifikasi segi-segi yang menonjol kaitannya
dengan konsep ini. Walaupun ada sederetan panjang kriteria kerja yang dipakai,
namun kriteria yang paling banyak dipakai meliputi hal-hal berikut:28
a. Kemampuan menyesuaikan diri
b. Produktivitas
c. Kepuasan kerja
d. Kemampuan berlaba
e. Pencarian sumber dana
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas dalam sebuah
usaha dilihat dari kriteria menyesuaikan diri, produktifitas yang meningkat,
kepuasan kerja, kenaikan kemampuan berlaba dan pencarian sumber dana.
Dalam tahap pendampingan dikenal dengan tahap terminasi, tahap dimana
kemandirian komunitas untuk terus melakukan kegiatannya tanpa ketergantungan
kepada pendamping lapangan. Dalam tahap ini pemutusan hubungan formal
28 Bambang Kustianto, Ikhtisar Studi Organisasi dan Manajemen, (Jakarta: Ghalia, 1991), Cet. Ke-8, h. 121.
29
memang sudah dilakukan oleh pendamping. Community worker hanya bertindak
sebagai tempat konsultasi.29
B. Pengertian Usaha Mikro
Usaha mikro adalah usaha yang bersifat menghasilkan pendapatan dan dilakukan
oleh rakyat miskin atau mendekati miskin. Sedangkan Pengusaha Mikro adalah orang
yang berusaha di bidang usaha mikro. Ciri-ciri usaha mikro antara lain, modal
usahanya tidak lebih dari Rp 10juta (tidak termasuk tanah dan bangunan), tenaga
kerja tidak lebih dari lima orang dan sebagian besar mengunakan anggota
keluarga/kerabat atau tetangga, pemiliknya bertindak secara naluriah/alamiah dengan
mengandalkan insting dan pengalaman sehari-hari. Maka itulah, kegiatan usaha mikro
ini belum disertai analisis kelayakan usaha dan rencana bisnis yang sistematis, namun
ditunjukkan oleh kerja keras pemilik/sekaligus pemimpin usaha. Kegiatan usaha
menggunakan teknologi sederhana dengan sebagian besar bahan baku lokal,
dipengaruhi faktor budaya, jaringan usaha terbatas, tidak memiliki tempat permanent,
29 Masdariyah, “Pelaksanaan Program Sinergis Pemberdayaan Komunitas Pos Keadilan Peduli Umat (PROSPEK PKPU) dalam Pemberdayaan Ekonomi Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM AL-FALAH) Komunitas Pedagang Kecil di Pasar Mampang Jakarta Selatan”, Skripsi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009, h. 61-62.
30
usahanya mudah dimasuki atau ditinggalkan, modal relatif kecil, dan menghadapi
persaingan ketat30.
Menurut pada bab I pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun
2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah usaha mikro adalah usaha produktif
milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria
Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini. Dalam pasal 6 Kriteria
Usaha Mikro adalah sebagai berikut:31
1. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).
Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003
tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil dalam Pasal 3 mengenai kriteria
usaha mikro adalah sebagai berikut:32
1. usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia;
30 “Mengenal Kelompok Usaha Mikro”, diakses pada 17 november 2010 pukul 23.30 WIB dari http://www.p2kp.org/wartaarsipdetil.asp?mid=1094&catid=2&
31 “Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2008”, artikel diakses pada tanggal 17 Nopember 2010 pukul 23.30 WIB dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C7402D01-A030-454A-BC75-9858774DF852/17681/UU20Tahun2008UMKM.pdf
32 “ Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003”, diakses pada tanggal 17 november 2010 pukul 23.40 WIB dari http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2003/40~KMK.06~2003Kep.htm
31
2. memiliki hasil penjualan yang banyak RP 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
per tahun.
Kenyataan menunjukkan bahwa posisi usaha mikro mempunyai peran yang
strategis di negara kita. Indikasi yang menunjukkan peran usaha mikro dapat dapat
dilihat dari kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia yang cukup berati.33 Fakta ini dapat kita lihat dari hasil
Pendaftaran (Listing) Perusahaan/Usaha Sensus Ekonomi 2006 (SE06) yang
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)34:
Tabel 2.1 Jumlah Perusahaan/Usaha menurut Skala Usaha dan Pulau,
Tahun 2006 (dalam ribuan)
Jumlah Tidak Jumlah
(2)+(3)+ dapat (6)+(7)
(4)+(5) diklasifika sikan
Mikro Kecil Menengah Besar
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Sumatra 3 341,4 651,8 18,1 7,1 4 018,4 3,1 4 021,5
Jawa 12 012,5 2 375,5 81,6 31,1 14 500,7 6,4 14 507,1
Bali & 1 047,6 152,8 7,4 2,0 1 209,8 0,8 1 210,6
Nusa Tenggara
33 Panji Anaraga dan Djokon Sudantoko, Koperasi Kewirausahaan dan Usaha Kecil, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h. 244
34 “Pendaftaran (Listing) Perusahaan/Usaha Sensus Ekonomi 2006 (SE06)”, diakses pada 17 november 2010, http://www.bps.go.id/brs_file/se06-02jan07.pdf?
Skala Usaha
Pulau
32
Kalimantan 888,0 202,5 6,4 2,5 1 099,4 1,4 1 100,8
Sulawesi 1 404,8 172,4 5,9 2,2 1 585,4 0,6 1 585,9
Maluku & 256,9 42,3 1,4 0,6 301,2 0,4 301,6
Papua
Indonesia 18 951,2 3 597,3 120,8 45,6 22 714,9 12,6 22 727,4
(83,43) (15,84) (0,53) (0,20) (100,00)
Sumber: BPS 2007
Dari 22,7 juta perusahaan/usaha, 12,6 ribu perusahaan/usaha diantaranya (0,06
persen) merupakan perusahaan/usaha yang tidak dapat diklasifikasikan skala
usahanya, karena berdasarkan hasil pencacahan di lapangan, perusahaan/usaha
tersebut hanya merupakan unit kegiatan ekonomi yang melayani keperluan
perusahaan pusat/induknya.35 Dari tabel tersebut bisa dilihat bahwa mayoritas usaha
di Indonesia adalah usaha mikro, yakni sebanyak 83,43%.
Persentase perusahaan/usaha skala usaha mikro terhadap seluruh
perusahaan/usaha sejalan dengan persentase tenaga kerja yang bekerja pada
perusahaan/usaha skala usaha mikro. Bila persentase perusahaan/usaha mikro
terhadap jumlah seluruh perusahaan/usaha sebesar 83,43 persen maka persentase
tenaga kerjanya sebesar 62,68 persen (31.210.900 dari 49.990.400 tenaga kerja).
Sementara jumlah tenaga kerja pada perusahaan/usaha besar tercatat hampir 5 juta
35 Ibid.
33
orang (10,02 persen), dan pada perusahaan/usaha menengah sebanyak 2,7 juta orang
(5,39 persen).36
C. Pembiayaan Mudharabah
1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah
Berdasarkan UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan bab I pasal I No. 25,
yang dimaksud Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan
istishna’;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa
Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau
UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi
36 Ibid.
34
fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil37”.
Sedangkan mudhãrabah berasal dari kata dharib, berarti memukul atau
berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses
seseorang memukulkan kakinya dalam perjalanan usahanya, secara teknis, al-
mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua belah pihak dimana pihak
pertama menyediakan 100% modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila kerugian ditanggung oleh pemilik
modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola, seandainya kerugian
tersebut akibat kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut38.
Dalam pembiayaan Bank Syariah dan BMT, mudharabah merupakan suatu
bentuk kerjasama usaha yang terjadi, antara satu pihak sebagai penyedia modal
sepenuhnya dan pihak lainnya sebagai pengelola, agar kedua pihak berbagi
keuntungan menurut kesepakatan bersama dengan kesanggupan untuk
menanggung resiko39. Walaupun bank bukanlah pemilik modal sebenarnya. Ini
37 “Undang-undang No. 21 tahun 2008”, artikel diakses pada tanggal 17 Nopember 2010 dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/248300B4-6CF9-4DF5-A674-0073B0A6168A/14396/UU_21_08_Syariah.pdf
38 M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Teori dan Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press dengan Tazkia Cendikia, 2001), h. 96.
39 Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambatan,2001), h. 164-167.
35
adalah inovasi dari skema mudharabah klasik yang telah dikembangkan oleh
para ulama kontemporer.
Hal tersebut di atas menurut M. Anwar Ibrahim sebagaimana dikutip oleh
Adiwarman Karim dilakukan dengan alasan karena skema mudharabah klasik40
sudah tidak efisien lagi dan kecil kemungkinannya untuk dapat diterapkan pada
bank atau lembaga keuagan lainnya termasuk BMT dengan beberapa
pertimbangan berikut:41
a. sistem kerja pada bank adalah investasi berkelompok, di mana mereka
tidak saling mengenal. Jadi kecil sekali kemungkinannya terjadi
hubungan yang langsung dan professional;
b. banyak investasi sekarang ini membutuhkan dana dalam jumlah besar,
sehingga diperlukan puluhan bahkan ratus ribuan shahibul maal untuk
sama-sama menjadi penyandang dana untuk satu proyek tertentu;
c. lemahnya disiplin terhadap ajaran islam menyebabkan sulitnya bank
memperoleh jaminan keamanan atas modal yang disalurkannya.
Dengan alasan inilah ulama memperbolehkan adanya indirect financing,
yakni bank menerima dana dari shahibul maal dalam bentuk dana pihak ketiga
40 Mudharabah yang dilakukan hanya di antara dua pihak. Shahibul maal sebagai pemilik dana berhubungan langsung dengan mudharib yang membutuhkan dana (direct financing).
41 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 210.
36
sebagai sumber dananya. Selanjutnya dana-dana yang sudah terkumpul ini
disalurkan kembali oleh bank dalam bentuk pembiayaan-pembiayaan yang
menghasilkan (earning asset).42
Secara umum, mudharabah dibagi menjadi dua yaitu mudharabah mutlaqah
(Unrestricted Investment Account) dan mudharabah muqoyyadhah (Restricted
Investment Account).
a. Mudharabah Mutlaqah (bebas)
Mudharabah Mutlaqah atau disebut dengan Unrestricted Investment
Account adalah akad kerja antara dua orang atau lebih, atau antara
shahibul maal selaku investor dengan mudharib selaku pengusaha
yang berlaku secara luas. Atau dengan kata lain pengelola (mudharib)
mendapatkan hak keleluasaan (disrectionary right) dalam pengelolaan
dana, jenis usaha, daerah bisnis, waktu usaha, maupun yang lain.
b. Mudharabah Muqoyyadah (terikat)
Disebut juga dengan istilah Restricted Investment Account yaitu
kerjasama dua orang atau lebih atau antara shahibul maal selaku
investor dengan pengusaha atau mudharib, investor memberikan
batasan tertentu baik dalam hal jenis usaha yang akan dibiayai, jenis
instrumen, resiko, maupun pembatasan lain yang serupa43.
42 Ibid., h. 211. 43 Antonio, Bank Syari’ah Teori dan Praktek, h. 174
37
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat diketahui bahwa yang
dimaksud dengan pembiayaan mudharabah adalah penyediaan dana
oleh lembaga keuangan yang transaksinya menggunakan akad
mudharabah, dimana lembaga keuangan bertindak sebagai shahibul
maal yang menyalurkan dana dari pihak ketiga kepada nasabah
mudharib, sedang pembagian keuntungan dan kerugian adalah sesuai
dengan kesepakatan.
2. Perhitungan Return Bagi Hasil
Karena investasi adalah menempatkan uang untuk bekerja, maka dirasa
penting untuk mengetahui bagaimana uang akan digunakan dan apakah akan
digunakan secara efektif. Akal sehat investor perlu dipersenjatai dengan konsep-
konsep yang membantu untuk mengukur kualitas sebuah investasi. Salah satunya
adalah dengan menghitung return, secara singkat return berarti hasil investasi.
Berikut Rumus yang digunakan oleh penulis dalam perhitungan return bagi
hasil:44
Angsuran Pokok =
Laba = %laba x Saldo Pembiayaan
BAHAS BMT = Nisbah BAHAS x laba
Simpanan Pembiayaan = 0,25% x Plafon Pembiayaan
44 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), (Yogyakarta, UII Press, 2004), h. 176.
Plafon Pembiayaan
Jangka Waktu
38
Total Angsuran = Angsuran Pokok + BAHAS+ Simpanan
Pembiayaan
Saldo Bulan Kedua = Saldo Bulan 1 - Angsuran Pokok
Dimana :
a. Angsuran Pokok : Pembayaran angsuran pembiayaan tanpa ditambah
dengan bagi hasil yang dibayarkan setiap bulan.
b. Plafon Pembiayaan : Batas maksimal pembiayaan yang diberikan
kepada nasabah.
c. Jangka Waktu : Waktu pembayaran pelunasan pembiayaan.
d. Laba : Keuntungan yang diperoleh BMT dari hasil usaha nasabah
pembiayaan mudharabah.
e. BAHAS : Bagi Hasil.
f. Nisbah BAHAS : Prosentase yang ditentukan berdasarkan hasil
kesepakatan antara pihak BMT dengan pihak nasabah.
g. Simpanan Pembiayaan : Simpanan nasabah yang besarnya ditentukan
oleh BMT pada saat aqad sebesar 0,25% dari plafon pembiayaan.
h. Total Angsuran : Angsuran yang terdiri dari angsuran pokok,
BAHAS dan simpanan pembiayaan.
i. Saldo Pembiayaan : Jumlah saldo pembiayaan mudharabah yang
harus dibayar oleh nasabah setelah dikurangi dengan angsuran
pokok.
39
BAB III
PENDAMPINGAN PADA PEMBIAYAAN
MUDHARABAH DI BMT TA’AWUN
A. GAMBARAN UMUM BMT TA’AWUN
1. Sejarah Berdiri
Usaha mikro, kecil dan menengah adalah usaha yang mendominasi di
Indonesia. Kiprahnya dalam penyerapan tenaga kerja juga sumbangannya
terhadap PDB yang mencapai 53% sudah tidak diragukan lagi. Sayangnya
kesulitan mengakses dana membuat mereka tersendat dalam mengembangkan
usahanya, mengingat sebagian besar meeka berasal dari sector informal yang
tidak bankable. Inilah yang membuat lembaga keuangan mikro ”menjamur”
di Indonesia. Ada banyak pilihan yang dapat dipilih sebagai alternatif
pencarian dana bagi pengusaha mikro dan kecil, mulai dari koperasi, BPR,
LKMD yang kesemuanya dijalankan dengan sistem konvensional hingga
lembaga keuangan yang dijalankan dengan sistem syar’ah seperti BPRS,
koperasi syari’ah dan BMT.
BMT TA’AWUN adalah salah satu lembaga keuangan mikro syari’ah
yang meramaikan kancah permodalan bagi usaha mikro dan kecil, berlokasi
di Jl. Amsar No. 4 Cipulir Kebayoran Lama Jakarta Selatan dengan Legalitas
SK Menkop dan UKM No: 0254/BH/-1.82/VII/2005 dan Akta Notaris:
ARNASYA PATTINAMA, SH No: 6 Tanggal 18 Juli 2005 dan telah
mengalami AKTA Perubahan No. 117/BH/PAD/XII.4/-1.829.41/2009
40
Tanggal 09 September 2009 Notaris TITIEK IRAWATI No. 24 Tanggal 05
Agustus 2009.
BMT Ta’awun didirikan oleh Bapak Abdul Hoir dengan modal awal
pendirian sebesar Rp. 92.751.700 dan asset perusahaan senilai Rp.
194.026.901 dengan jumlah karyawan sebanyak 6 orang. Dan pada tahun
2008 modal BMT At-Ta’awun meningkat menjadi Rp. 11.249.872.446 dan
asset perusahaan senilai Rp. 3.496.262.384, dengan jumlah karyawan
sebanyak 16 orang. Kehadiran BMT Ta’awun telah memberikan harapan bagi
rakyat kecil untuk mengembangkan dan meningkatkan usaha ke arah yang
lebih baik. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat
yang belum mengetahui lembaga ini sebagai salah satu pilihan terbaik dalam
bermuamalah.
2. Visi dan Misi
a. Visi BMT Ta’awun
• Bersama membangun perekonomian umat dengan pembinaan
usaha mikro dan pemberdayaan dhu’afa produktif secara
amanah dan profesional
• Menjadi lembaga keuangan mikro syariah yang professional
dan amanah.
b. Misi BMT Ta’awun
• Menjadi lembaga keuangan mikro syariah yang professional
dan amanah
41
• Melayani dan membina masyarakat mikro dengan produk-
produk perbankan syari’ah dalam pengembangan usaha
• Mengelola zakat, infaq dan shodaqoh masyarakat secara
profesional dan amanah
• Melkukan pemberdayaan dan pembinaan terhadap mustahik
untuk menjadi muzaki
3. Struktur Organisasi
BMT Ta’awun memiliki susunan kepengurusan yang terstruktur.
Kepengurusan ini dibagi menjadi dua bagian, pengurus yang sifatnya hanya
memantau dan membuat kebijakan serta pengurus yang mengelola langsung
kegiatan bisnis di BMT. Pengurus yang sifatnya sebagai pemantau adalah
Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang bertugas sebagai pemantau kegiatan,
produk dan jasa BMT apakah telah berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip
syari’ah, Dewan Pengawas Manajemen yang bertugas mengawasi
manajemen, organisasi BMT dan lain sebagainya, serta sebagai pembuat
kebijakan yakni Ketua Pengurus, Sekretasis Pengurus dan bendahara
pengurus. Sedangkan pada pengelola BMT terdapat banyak bagian yang
meliputi semua aktifitas keseharian BMT. Untuk lebih lanjut maka akan
disebutkan struktur organisasi yang ada pada BMT Ta’awun.
a. Pengurus KJKS Ta’awun
Dewan Pengawas Syari’ah : H. Masyhuri Husein, S. Ag.
: Ir. Abdul Mukhlis
Dewan Pengawas Manajemen : Fahmi El Amruzi Dalimi
42
: Sarah Bulkis
Ketua Pengurus : Ir. H. Hilwin Manan
Sekretaris Pengurus : Ir. H. Moch. Agustiono, MM.
Bendahara : H. Abdul Hoir
b. Pengelola BMT Ta’awun
General Manager : Subandikot, A. Md.
Manajer Keuangan & HRD : Syahruddin, S. Kom.
Manajer Pembiayaan
& Operasional : Abdul Kodir, S.H.I.
Kepala Bagian Marketing : Kamaluddin
: Aris, S.Sos.
: Irwansyah, S.Pdi.
Kepala Bagian Baitul Maal :Irfan Abdullah
Senior Marketing : Iim Arif Iman Nudin
: Mulyadi
: Nur Achmad
: Zuriyat
Staff Teller, Customer Service
& ADM : Dian Amrulloh, S.E.
: Septian Pratama, A.Md.
: Fitriyani
: Rathna Shopianti
: Rizki Rosyid
43
4. Produk dan Jasa BMT
a. Produk Penghimpunan Dana
1) Simpanan Ta’awun : Jenis simpanan yang bersifat umum dan
dapat diambil kapan saja pada waktu jam kerja.
2) Simpanan Pendidikan : Produk simpanan yang biasa
digunakan untuk kebutuhan persiapan pendidikan dan proses
pengambilannya sesuai dengan masa-masa pendidikan yaitu
persemester yang tepatnya pada bulan Juli dan Desember.
3) Simpanan Idul Fitri : Produk simpanan yang digunakan untuk
kebutuhan menjelang Idul Fitri dan proses pengambilannya
hanya bisa dilakukan 1 bulan sebelum hari raya idul fitri.
4) Simpanan Qurban : Simpanan yang memang dipersiapkan
untuk mereka yang berniat untuk menjadi seorang mudhahi
(pequrban) pada saat hari raya Idul Adha, yang dananya
tersebut akan digunakan untuk membeli hewan qurban dan
dapat diambil 1 bulan sebelum hari raya Idul Qurban.
5) Investasi Mudharabah Berjangka : Simpanan berjangka yang
sistem pengambilannya hanya pada jangka tertentu yaitu 1
bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Simpanan ini pun juga
dapat di rool over (perpanjang) waktunya sesuai keinginan
mitra.
6) Zakat, Infaq dan Shadaqah
44
b. Produk Penyaluran Dana
1) Pembiayaan Murabahah: Salah satu jenis produk pembiayaan
dengan sistem jual – beli syariah, dimana harga jualnya terdiri
dari harga pokok barang (pembiayaan) ditambah keuntungan
(margin) yang disepakati, sementara pembayarannya bisa
dilakukan dengan tunai, tangguh, ataupun dicicil.
2) Pembiayaan Mudharabah : Kerjasama antara pemilik modal
dengan pemilik tenaga (pekerja). Dalam hal ini, BMT 100%
memberikan permodalan kepada pengusaha yang sudah
memiliki skill dan tenaga kerja tetapi belum memiliki modal
sama sekali, dengan bagi hasil sesuai kesepakatan.
3) Pembiayaan Musyarakah : Penyertaan modal atau kerjasama
antara dua belah pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha
tertentu yang halal dan produktif dengan pembagian nisbah
(bagi hasil) sesuai kesepakatan dan resiko usaha ditanggung
porsi kerjasama.
4) Pembiayaan Qardh : Pembiayaan kebajikan/lunak dengan
memberikan pembiayaan/ pinjaman kepada mitra yang dapat
ditagih atau diminta kembali dengan tanpa minta imbalan atau
kelebihan dari pokok pinjaman. Pembaiayaan ini hanya
diberikan kepada para dhuafa atau mustahik zakat.
5) Pembiayaan Ijarah : Pembiayaan dengan memindahkan hak
guna atau manfaat atas barang atau jasa dengan memberikan
45
upah sewa tanpa diikuti pemindahan hak kepemilikan barang
atau jasa tersebut.
6) Pemberdayaan zakat dalam bentuk santunan, beasiswa
pendidikan, qardhul hasan, amilin, muqayyadah.
c. Jasa Pelayanan
1) Pembayaran rekening listrik, telepon, dan PAM
2) Pengurusan BPKB, STNK, dan SIM
B. Praktek dan Pola Pendampingan pada Pembiayaan Mudharabah
1. Praktek Pembiayaan Mudharabah Di BMT Ta’awun
Mekanisme pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh BMT,
umumnya menetapkan suatu ketentuan teknis yang ditujukan bagi nasabah
atau para pengusaha yang hendak menjalin kemitraan usaha dengan BMT.
Ketentuan teknis tersebut berintikan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pihak
BMT kepada nasabah yang mengajukan pembiayaan. Dilihat dari kerangka
praktisnya, ketentuan bagi pengajuan bantuan pembiayaan di Bmt tidal jauh
dengan lembaga keuangan konvensional, akan tetapi yang membedakan
adalah tata cara berinteraksi dan memperhitungkan bagi hasil yang ditetapkan
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Mekanisme perhitungan bagi
hasil yang diterapkan di BMT Ta’awun adalah profit sharing . Profit sharing
adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total
pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
46
memperoleh pendapatan tersebut.45 Keuntungan yang didapat dari hasil usaha
tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih
dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha.
Gambar 3.1 Tentang skema proses pembiayaan
45 Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah, (Jakarta : Djambatan, 2001), h. 264
SURVEY PERSYARATAN
PENGAJUAN
INFORMASI
1. Pengisian formulir
2. Foto copy KTP
3. Kartu klirig 4. Akte nikah 5. Surat
persetujuan
1. Lokasi usaha 2. Lokasi
domisili 3. Kelayakan
usaha 4. Laporan
keuangan 5. Pendapatan
KOMITE
Disetujui 1. Konfirmasi 2. Penetapan 3. Janji
kerjasama 4. Pencairan
dana
Tidak disetujui 1. Pemberitahuan
dengan surat 2. Kerapihan
arsip pengguna
Monitoring 1. Konfirmasi 2. Jemput
bola 3. Penyelesai
an permasalahan
47
Sumber: BMT TA’AWUN
Adapun beberapa proses pengajuan permohonan pembiayaan di BMT
TA’AWUN seperti terlihat pada gambar 3.1 Tentang skema proses
pembiayaan untuk tahap awal, mengajukan sebuah permohonan pembiayaan
dengan membuat surat permohonan pembiayaan, proses selanjutnya pihak
BMT Ta’awun akan melakukan penilaian kelayakan dan menjadi wewenang
BMT Ta’awun dalam memberikan persetujuan atau penolakan permohonan
pembiayaan. Ketentuan persyaratan dokumentasi yang diterapkan berbeda-
beda, dalam hal ini beberapa langkah yang di berlakukan oleh pihak BMT
Ta’awun antara lain:
a. Persyaratan-persyaratan
1) Mengajukan permohonan melalui marketing BMT Ta’awun di pasar
atau datang langsung ke kantor.
2) Mengisi surat permohonan pembiayaan
3) Melengkapi persyaratan administrasi/surat-menyuratnya seperti:
a) Foto copy KTP Suami istri (bila menikah)
b) Foto copy Kartu Keluarga/surat nikah
c) Foto copy Jaminan (BPKB, Sertifikat tanah, Surat kios)
d) Slip gaji asli (bagi karyawan)
4) Survey usaha dan tempat tinggal
b. Analisis kelayakan usaha
Setelah persyaratan dipenuhi maka BMT akan meninjau langsung ke
lapangan meliputi: Lokasi usaha, lokasi domisili, Kelayakan usaha,
48
Laporan keuangan, pendapatan perbulan, penetapan jaminan. Analisis
kelayakan usaha yang BMT Ta’awun lakukan mencakup:
1) Character, yaitu penilaian selektif terhadap mudharib dan mengukur
profitabilitas bagi pengembalian pembiayaan.
2) Capacity, yaitu kemampuan pemohon dalam pengelolaan
menunjukan prestasi, baik dari segi kegiatan bisnis maupun dalam
prilaku usahanya.
3) Capital, yaitu penilaian terhadap modal yang dapat diberikan kepada
calon debitur sesuai dengan kelayakan atas usaha yang akan
dijalankannya atau yang sedang dijalankannya.
4) Condition, yaitu keadan usaha calon mudharib yang berkaitan
dengan peluang dan prospek usaha mudharib atau nasabah dalam
mengelola dana pembiayaan yang diberikan oleh pihak BMT
5) Collateral, yaitu adanya jaminan yang diberikan oleh mudharib atau
nasabah kepada pihak BMT, baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya. Keharusan adanya jaminan ini bersifat kondisional
c. Komite
Setelah bagian marketing BMT Ta’awun melakukan survey kepada calon
mudharib dan menganalisisnya maka, bagian marketing akan membuat
proposal pembiayaan yang akan di presentasikan pada sidang komite.
Terjadinya penolakan atas pengajuan pembiayaan pada BMT Ta’awun
dapat dilakukan bila tidak terpenuhinya syarat-syarat yang telah
49
ditantukan, kemudian disampaikan kepada pemohon dengan lisan dan
tertulisan.
d. Persetujuan dan pengikatan pembiayaan
Persetujuan dan pengikatan pembiayaan terjadi setelah anggota sidang
komite menerima proposal yang dipresentasikan marketing pembiayaan.
Kemudian marketing menghubungi nasabah dan melakukan pengikatan
perjanjian. Setelah pengikatan terjadi antar BMT Ta’awun dan pemohon
pembiayaan maka pencairan dana pun langsung bisa dicairkan.
Pengawasan yang dilakukan BMT Ta’awun kepada mudharib dilakukan
oleh bagian marketing langsung yang meliputi penyelesaian masalah dan
memberikan solusinya.
2. Pola Pendampingan pada Pembiayaan Mudharabah BMT
Ta’awun
Pembiayaan mudharabah di BMT Ta’awun baru ada sejak awal 2009,
fawalnya BMT Ta’awun tidak mempraktekkan pola pendampingan, namun
dengan banyaknya masalah pada pembiayaan mudharabah tanpa
pendampingan akhirnya BMT Ta’awun melakukan praktek pendampingan
pada semua pembiayaan mudharabah. Pola pendampingan yang dilakukan
oleh BMT Ta’awun adalah sebagai berikut:46
a. Motivasi
46 Hasil Wawancara pribadi dengan Bagian Marketing BMT Ta’awun, Bpk. Irwansyah. Tanggal 17 Desember 2010.
50
Dalam rangka meningkatkan kinerja dari usaha yang dilakukan
nasabah pembiayaan mudharabahnya, BMT Ta’awun senantiasa
menumbuhkan semangat kemandirian dan profesionalisme
nasabahnya melalui dukungan moril. Ini dilakukan agar nasabah
termotivasi untuk dapat melunasi kewajiban tepat pada waktunya.
b. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh BMT Ta’awun
adalah berdasarkan tingkat perkembangan nasabahnya. Untuk
nasabah pembiayaan mudharabah yang usahanya adalah lembaga
keuangan mikro atau BMT, BMT Ta’awun memberikan
pendidikan berupa bagaimana pola pelemparan dana pada nasabah
mereka, analisa pelaporan dana. Selain itu juga BMT memberikan
pelatihan keBMT-an untuk mereka. Dan untuk usaha yang dibiayai
selain BMT, maka BMT Ta’awun melakukan pendampingan
berupa pembuatan laporan keuangan yang accountable, pembuatan
laporan keuangan bulanan.
c. Bimbingan dan Konsultasi
Bimbingan dan konsultasi ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan
pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh BMT Ta’awun pada
nasabahnya. Selain itu juga BMT Ta’awun membantu melakukan
promosi bagi nasabahnya.
d. Monitoring dan Evaluasi
51
BMT Ta’awun melakukan monitoring kepada pengusaha yang
merupakan nasabah pembiayaan mudharabahnya. Kegiatan ini
dilakukan dalam bentuk pemeriksaan atau pemantauan terhadap
biaya, apakah biaya yang dihabiskan sudah dilakukan dengan
seefisien mungkin. Ini perlu dilakukan karena perhitungan bagi
hasilnya menggunakan profit and lost sharing. Dan pada
pembiayaan mudharabah yang hitungan bagi hasilnya
menggunakan revenue sharing, maka monitoring tetap dilakukan
pada aktifitas bisnis nasabah untuk menghindari kerugian. Setiap
perkembangan yang terjadi dicatat oleh BMT Ta’awun untuk
kemudian dievaluasi dan dinilai seberapa jauh keberhasilan yang
telah dicapai oleh nasabahnya.
C. Kriteria Usaha yang Didampingi
BMT Ta’awun merupakan salah satu lembaga mikro yang cukup besar.
Hingga tahun 2009 aset BMT Ta’awun mencapai Rp. 4.366.505.695,- dengan
realisasi pembiayaan sebesar Rp. 4.398.781.000,-. Dari jumlah pembiayaan yang
terealisasi tersebut porsi pembiayaan mudharabah dan musyarakah adalah kurang
dari Rp. 200.000.000,- Kebanyakan pembiayaan yang dilakukan adalah
murabahah sedang sisanya adalah ijaroh dan qord. Dan pada tahun 2010 jumlah
realisasi pembiayaan ini meningkat.
52
Tabel 3.1 Plafon Produk Pembiayaan
TAHUN PLAFON
PLAFON
MURABAHAH MUDHAROBAH MUSYAROKAH IJARAH QORD
2009 Rp.4.398.781.000 Rp.3.934.443.000 Rp .130.000.000 Rp. 35.000.000 Rp. 285.850.000 Rp.13.488.000
2010 Rp.8.225.772.500 Rp.7.119.642.200 Rp. 254.165.800 Rp. 36.200.000 Rp. 810.003.500 Rp. 5.761.000
Kenaikan 53,4 % 55,2% 51% 68% 21,6% 32,9%
Sumber: BMT TA’AWUN
53
Perputaran keuangan yang sangat cepat ini harus diimbangi dengan
manajemen yang baik dalam rangka mengurangi resiko yang dapat saja terjadi.
Salah satu usaha yang dilakukan untuk meminimalisasi resiko adalah melakukan
pendampingan pada usaha mikro yang dibiayai.
Hingga bulan Januari 2011 tercatat ada 16 pembiayaan mudharabah dengan
total plafon sebesar Rp. 344.165.800,-. Semua pembiayaan tersebut didampingi
oleh pihak BMT Ta’awun dengan memenuhi syarat sebagai berikut:47
1. Usaha Karyawan (Test Case Product)
Pembiayaan mudharabah awalnya diberikan pada karyawan BMT, ini
adalah sebagai bentuk test case product sebelum nantinya dilakukan
pembiayaan mudharabah pada pihak luar atau masyarakat sekitar.
Pembiayaan ini ini selalu dipantau oleh pihak BMT Ta’wun. Setiap
perkembangan dicatat dan dievaluasi oleh BMT. Pendampingan yang
dilakukan pada usaha milik karyawan BMT Ta’awun sendiri akan lebih
mudah dilakukan. Karena dapat setiap saat meantau perkembangan yang
terjadi pada usaha karyawan BMT yang dibiayai.
2. Usaha yang bukan temporary (Continue)
Usaha yang didampingi haruslah usaha yang sifatnya berkesinambung,
bukan usaha sementara, mengingat ada beberapa tahapan yang dilakukan
dalam pendampingan. Pola pendampingan yang sifatnya monitoring
47 Hasil Wawancara pribadi dengan Bagian Marketing BMT Ta’awun, Bpk. Irwansyah. Tanggal 17 Desember 2010
54
laporan keuangan harus dilakukan pada usaha yang terus mnerus. Usaha
yang sifatnya temporary hanya dilakukan pada waktu tertentu dan tidak
memungkinkan untuk dimonitoring secara terus menerus.
3. Pendanaan yang sesuai dengan apa yang dimiliki BMT (usaha mikro).
Pembiayaan BMT Ta’awun yang sebagian besar digulirkan pada
pembiayaan murabahah, ijaroh dan selebihnya pada musyarakah dan
mudharabah. Jika dibandingkan dengan bank maka jumlah pembiayaan
yang digulirkan jauh leih sedikit, segmentasinya pun hanya pada
pengusaha menengah ke bawah. Karenanya BMT Ta’awun hanya
memberikan pendampingan pada usaha yang dibiayai dengan akad
mudharabah yang kebanyakan merupakan usaha mikro.
4. Mudharib bekerjasama (kooperatif) dan bertanggung jawab dalam
akuntabilitas laporan.
Pembiayaan mudharabah digulirkan dengan studi kelayakan pembiayaan.
Karakter mudharib sangat mempengaruhi pada digulirkan atau tidaknya
suatu pembiayaan. Tercapainya target dan tujuan dari pendampingan
sangat dipengaruhi juga oleh karakter mudharib. Pendampingan yang
dilakukan pada pembiayaan mudharabah akan berjalan lancar dan
maksimal dengan karakter mudharib yang bertanggung jawab.
5. Usaha informal yang minim manajemen
Tujuan utama dari pedampingan adalah sebagai pemberdayaan dan
penguatan. Usaha-usaha kecil menengah kebawah yang mendominasi
55
usaha di Indonesia adalah sasaran utama dari pendampingan. Usaha-
usaha ini kebanyakan bersifat informal yang minim manajemen.
Manajemen yang berlaku bersifat sangat tradisional dan tidak terstruktur.
Pendampingan dilakukan untuk membuat manajemen mereka lebih
teratur yang akhirnya dapat memperkuat dan meningkatkan kinerja.
D. Biaya Operasional yang disebabkan Adanya Pendampingan
Pendampingan oleh BMT Ta’awun dilakukan dengan beberapa pola. Praktek
pendampingan ini akan sangat berguna baik dari sisi pengusaha sebagai nasabah
maupun BMT sebagai penyedia jasa pembiayaan. Para pengusaha akan sangat
terbantu dengan adanya pendampingan yang dilakukan BMT. Pengusaha akan
mengerti bagaimana manajemen keuangan yang baik, bagaimana membuat
laporan keuangan dan lain sebagainya.
Manfaat pendampingan juga dapat dirasakan oleh pihak BMT selaku
penyedia modal atau shahibul maal. Pendampingan dapat berfungsi sebagai salah
satu manajemen resiko. Melalui pendampingan, BMT Ta’awun tau persis kemana
dan bagaimana uang mereka diusahakan, karena BMT mengawasi, membimbing
dan memberi pendidikan tentang bagaimana mengusahakan uang mereka dengan
baik.
Karena pendampingan yang dilakukan berfungsi sebagai manajemen resiko,
maka pendampingan dilakukan cuma-cuma atau tanpa pembebanan biaya kepada
nasabah. Pembuatan laporan keuangan, promosi pemantauan biaya dan
monitoring laporan keuangan dilakukan agar nasabah pembiayaan mudharabah
56
dapat menjalankan usaha mereka dengan profesional. Usaha-usaha ini mempunyai
nilai timbal balik baik bagi nasabah pembiayaan mudharabah maupn BMT
Ta’awun.48
Pendampingan yang dilakukan oleh BMT Ta’awun kepada nasabah
pembiayaan mudharabahnya dilakukan baik terjun langsung ke lapangan maupun
hubungan yang dilakukan via telpon. Pihak BMT yang ditugaskan untuk
melakukan pendampingan adalah kepala bagian saja yang tentunya sudah
mumpuni dalam bidangnya. Baik pendampingan yang dilakukan dengan terjun
langsung ke lapangan maupun via telpon tentu mengeluarkan biaya yang harus
ditanggung oleh BMT Ta’awun. Namun biaya ini tidak banyak dan sangat tidak
berpengaruh pada kegiatan pembiayaan nasabah dan BMT.49
48 Hasil Wawancara pribadi dengan Bagian Marketing BMT Ta’awun, Bpk. Irwansyah. Tanggal 17 Desember 2010.
49 Hasil wawancara pribadi dengan General Manager BMT Ta’awun Cipulir, Bpk. Subandikot pada tanggal 18 Februari 2011
57
BAB IV
EFEKTIFITAS PENDAMPINGAN USAHA MIKRO DALAM PENINGKATAN RETURN PADA
PEMBIAYAAN MUDHARABAH
A. Efektifitas Pendampingan Usaha Mikro terhadap Tingkat Return pada Pembiayaan
Mudharabah
1. Esensi Pendampingan dalam Pembiayaan Mudharabah
Salah satu faktor yang membuat para pengusaha mikro bisa bertahan dan
terus tumbuh, yaitu adanya proses pendampingan yang dilakukan oleh lembaga
keuangan mikro yang memiliki kepedulian terhadap perekonomian rakyat.
Selain memberikan bantuan berupa materi kepada pengusaha mikro ini,
lembaga keuangan juga harusnya memberikan pengetahuan dan bimbingan
manajemen, keuangan dan lainnya yang berhubungan dengan usaha mereka.
Pendampingan memberikan spirit bagi yang didampingi dan yang
terdampingi. Pendampingan adalah sebuah bentuk hubungan yang
memungkinkan terjadinya proses berbagi keterampilan dan pengalaman baik
professional, maupun personal yang mendorong proses tumbuh dan
berkembang sepanjang proses yang terjadi. Pendampingan merupakan bentuk
hubungan antar personal antara seseorang yang dipandang lebih berpengalaman
58
atau lebih profesional dan seseorang yang diposisikan masih kurang
berpengalaman atau kurang profesional.
Proses pendampingan didasarkan pada pemberian dorongan, komentar
dan saran yang bersifat membangun, terlaksana dalam suasana keterbukaan,
saling percaya dan saling menghargai, serta keinginan yang kuat untuk berbagi
dan belajar satu sama lain. Keseluruhan proses dan semua aspek pendampingan
terjadi karena hubungan yang terjalin antara pihak yang terlibat dalam
pendampingan adalah hubungan yang sudah lama terbangun.
Dalam wujudnya yang paling efektif, pendampingan adalah kemitraan
pembelajaran yang melibatkan kerjasama dan peluang untuk menghadapi
tantangan dan melakukan refleksi berkelanjutan oleh kedua belah pihak yang
terlibat. Hubungan pendampingan bisa juga berupa kemitraan sejawat yang di
dalamnya, posisi dan peran pendamping dan yang terdampingi bisa saja
bertukar berdasarkan konteks tertentu.
BMT Ta’awun adalah salah satu lembaga keuangan mikro syari’ah yang
memberikan pendampingan pada nasabah mereka, khusunya nasabah
pembiayaan mudharabah. Pembiayaan mudharabah dipilih sebagai objek
dilakukannya pendampingan karena pembiayaan ini merupakan pembiayaan
yang paling beresiko dibanding pembiayaan lainnya. Tidak dapat dipungkiri
jika selain alasan kepedulian terhadap ekonomi rakyat BMT memilih
59
melakukan pendampingan pada pembiayaan mudharabah juga dengan alasan
meminimalisasi resiko, mengingat BMT bukan lembaga yang murni nirlaba.
Dalam kegiatannya BMT menjalankan dua fungsi, fungsi sosial yang dilakukan
oleh baitul maal dan fungsi profit oriented yang dilakukan oleh baitut tamwil.
Pendampingan yang dilakukan ini diharapkan mampu meminimalisasi
resiko yang mungkin terjadi, mengingat pembiayaan mudharabah adalah
pembiayaan yang memiliki resiko paling tinggi. Seperti yang dikemukakan oleh
Pincus dan Minahan dalam Adriani50 bahwa salah satu tujuan pendampingan
adalah meningkatkan keefektifan dan kemudahan pelaksanaan dari sebuah
sistem. Pembiayaan mudharabah dan pendampingan yang diberikan adalah
untuk mengembangkan dan meningkatkan produktifitas usahanya. Produktifitas
perlu ditingkatkan karena merupakan faktor terpenting dalam suatu usaha yang
dijalankan agar tetap dapat tumbuh dan berkembang, serta menentukan daya
saing di era pasar bebas yang akan datang.
2. Indikasi Keberhasilan Pendampingan
Efektifitas adalah keadaan dimana suatu pekerjaan dilakukan dengan
benar dan sesuai dengan tujuannya. Efektifitas dalam sebuah usaha dilihat dari
kriteria menyesuaikan diri, produktifitas yang meningkat, kepuasan kerja,
kenaikan kemampuan berlaba dan pencarian sumber dana. Dalam tahap
50 Andriani Sumampouw dkk, Ada Bersama Tradisi, (Semarang: Swisscontact & Limpad, 2000), h. 36.
60
pendampingan dikenal dengan tahap terminasi, tahap dimana kemandirian
komunitas untuk terus melakukan kegiatannya tanpa ketergantungan kepada
pendamping lapangan. Namun penelitian ini hanya melihat sebatas dimana
pendampingan efektif dalam pengembalian return ke BMT tanpa masalah.
Efektifitas dalam sebuah usaha dilihat dari kriteria menyesuaikan diri,
produktifitas yang meningkat, kepuasan kerja, kenaikan kemampuan berlaba
dan pencarian sumber dana. Dalam kaitannya dengan keberhasilan
menyesuaikan diri, kita dapat mengukur dengan tercapainya semua tujuan
pendampingan yang dilakukan oleh BMT Ta’awun terhadap pendampingan
pada pembiayaan mudharabah. Tujuan-tujuan pendampingan yang dilakukan
BMT Ta’awun pada nasabah pembiayaan mudharabah:
a. Meningkatkan kemampuan nasabah dalam memecahkan masalah
b. Menyediakan sumber-sumber, pelayanan-pelayanan dan kesempatan-
kesempatan yang memungkinkan nasabah untuk mengembangkan
usahanya
c. Meningkatkan keefektifan dan kemudahan pelaksanaan yang
terkandung dalam sistem pendampingan
BMT Ta’awun mampu membuat nasabah pembiayaan mudharabah
memecahkan masalah mereka melalui motivasi dan bimbingan yang dilakukan.
Pemecahan masalah ini dilakukan melalui konsultasi yang tidak hanya berupa
61
pemberian dan penerimaan saran-saran, melainkan merupakan proses yang
ditujukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai pilihan-
pilihan dan mengidentifikasi prosedur-prosedur bagi tindakan-tindakan yang
diperlukan Dalam proses pemecahan masalah, pendampingan dapat dilakukan
melalui serangkaian tahapan yang biasa dilakukan dalam praktek pekerjaan
sosial pada umumnya, yaitu: pemahaman kebutuhan, perencanaan dan
penyeleksian program, penerapan program, evaluasi dan pengakhiran.
Untuk memecahkan masalah, BMT Ta’awun sebagai pendamping
menyediakan sumber, pelayanan dan kesempatan bagi nasabah pembiayaan
mudharabahnya. Sumber adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam
proses pemecahan masalah. Sumber dapat berupa sumber personal
(pengetahuan, motivasi, pengalaman hidup, motivasi), sumber interpersonal
(sistem pendukung yang lahir baik dari jaringan pertolongan alamiah maupun
interaksi formal dengan orang lain), dan sumber sosial (respon kelembagaan
yang mendukung kesejahteraan klien maupun masyarakat pada umumnya).
Sumber ini diberikan kepada anggota masyarakat yang tidak memiliki akses
terhadap sumber-sumber, baik karena sumber tersebut tidak ada di sekitar
lingkungannya, maupun karena sumber-sumber tersebut sulit dijangkau karena
alasan ekonomi maupun birokrasi. Di sinilah BMT Ta’awun berperan dalam
penyediaan sumber. BMT Ta’awun menyediakan dana bagi nasabahnya dengan
prosedur yang sesederhana mungkin. Melalui sumber ini juga BMT
62
memberikan layanan berupa manajemen keuangan, monitoring, evaluasi dan
lain sebagainya. BMT pun membuka lebih banyak peluang usaha dengan ikut
serta dalam pemasaran dan iklan.
Tabel 4.1 Perbandingan Perlakuan Pembiayaan Mudharabah BMT Ta’awun
Jenis Perlakuan pada
Pembiayaan Pendampingan Non-Pendampingan
Pembuatan Laporan Keuangan
yang Accountable YA TIDAK
Pemeriksaan Laporan Keuangan YA TIDAK
Pelatihan dan Motivasi YA TIDAK
Pembenahan Administrasi YA TIDAK
Promosi YA TIDAK
Sumber: BMT TA’AWUN
Penyediaan dana yang proporsional serta pendampingan yang profesional
akhirnya mengakibatkan manajemen yang teratur dalam struktur perdagangan
dan bisnis nasabah. Dan ini tentu saja berpengaruh pada tingkat laba yang
dihasilkan yang berpengaruh pada tingkat pengembalian ke BMT Ta’awun
sendiri. Untuk melihat keefektifan ini dapat dilihat dengan dua indikasi.
63
Pertama membandingkan dua usaha yang didampingi dan tidak didampingi
dengan sama-sama dibiayai dengan pembiayaan mudharabah dan
membandingkan tingkat return sebelum dan sesudah didampingi pada satu
usaha dengan pembiayaan mudharabah.
Pendampingan yang dilakukan oleh BMT Ta’awun pada nasabah
pembiayaan mudharabahnya terbukti efektif dalam peningkatan pengembalian
return mereka kepada BMT Ta’awun. Sebanyak pembiayaan yang disertai
dengan pembiayaan nyaris tanpa masalah dalam pengembalian modal dan
pemberian bagi hasil.51
a. Perbandingan Return Pembiayaan Mudharabah Pendampingan dan Non-
pendampingan
Berikut akan dijelaskan dua pembiayaan mudharabah dengan
pendampingan dan non-pendampingan. Pembiayaan mudharabah yang pertama
adalah pembiayaan mudharabah tanpa pendampingan yang diberikan BMT
Ta’awun pada usaha tekstil dengan plafon sebesar Rp. 40.000.000,-, jangka
waktu pengembalian 6 bulan terhitung sejak bulan Juli 2009 hingga Januari
2010, nisbah bagi hasil 18,57% untuk BMT.
51 Hasil wawancara pribadi dengan General Manager BMT Ta’awun Cipulir, Bpk. Subandikot pada tanggal 18 Februari 2011
64
Tabel 4.2 Return Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah Non-Pendampingan
Bulan Pengembalian Pokok BASIL
Agustus 2009 Rp. 6.666.700,- Rp. 333.300,-
September 2009 Rp. Rp. 549.700,-
Oktober 2009 Rp. Rp.
November 2009 Rp. 7.000.000,- Rp. 333.300,-
Desember 2009 Rp. 6.500.000,- -
Januari 2010 Rp. 4.500.000,- -
Februari 2010 Rp. 15.333.300,- Rp. 2.885.000,-
Sumber: Data Primer (Diolah)
Awal diberlakukannya pendampingan pada BMT Ta’awun adalah setelah
BMT melakukan pembiayaan mudharabah yang dapat dikategorikan gagal,
karena pengembalian pokok yang tidak sesuai dengan perhitungan serta
65
pembagian hasil yang tidak dapat dikatakan baik..52 Tabel di atas menunjukkan
pengembalian pembiayaan mudharabah tanpa pendampingan. Hanya pada awal
periode angsuran nasabah mengembalikan uang pokok sesuai dengan
perhitungan:
Angsuran Pokok =
= Rp. 6.666.700,-
Sedangkan pada bulan-bulan selanjutnya bahkan nasabah tidak mengembalikan
uang pokok dan baru melunasinya pada akhir periode pembiayaan, bahkan
pembiayaan ini dilunasi melewati batas periode pembiayaan. Selanjutnya adalah bagi
hasil tiap bulannya tidak menunjukkan angka yang begitu baik, walaupun pada bulan
Februari nasabah memberikan bagi hasil yang cukup besar namun pada bulan
Oktober, Desember 2009 dan Januari 2010 nasabah tidak memberikan bagi hasil.
Pembiayaan mudharabah yang kedua adalah pembiayaan yang diberikan kepada
usaha jasa keuangan mikro dengan plafon sebesar Rp. 15.000.000,-, jangka waktu
pengembalian 10 bulan terhitung sejak bulan Februari 2010 hingga Desember 2010,
nisbah bagi hasil 32,5% untuk BMT.
52 Hasil wawancara pribadi dengan Kepala Bagian Pembiayaan BMT Ta’awun Cipulir, Bpk. Abdul Kodir pada tanggal 18 Februari 2011
Plafon Pembiayaan
Jangka Waktu
Rp. 40.000.000,-
6 bulan
66
Tabel 4.3 Return Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah dengan Pendampingan
Bulan Pengembalian Pokok BASIL
Maret 2009 Rp. 2.928.000,- Rp. 273.000,-
April 2009 Rp. Rp.
Mei 2009 Rp. 1.828.000 Rp. 156.000,-
Juni 2009 Rp. 1.452.000,- Rp. 169.000,-
Juli 2009 Rp. Rp.
Agustus 2010 Rp. 8.792.000,- Rp. 390.000,-
Sumber: Data Primer (Diolah)
67
Tabel di atas menunjukkan pembiayaan yang dilakukan dengan pendampingan.
Pada bulan pertama nasabah yang dibiayai dengan pembiayaan mudharabah tersebut
telah menunjukkan adanya pengaruh pendampingan. Pengembalian pokok dilakukan
melebihi perhitungan yang artinya nasabah mempunyai kemampuan lebih untuk
dapat mengembalikan pokok pembiayaan melebihi perhitungan. Pada pembiayaan ini
terlihat adanya pengaruh yang besar yang diberikan oleh kegiatan pendampingan
pada peningkatan return pengembalian pada pembiayaan mudharabah. Walaupun
pada bulan April dan Juli tidak memberikan pengembalian baik pokok maupun bagi
hasil, namun nasabah dapat mengembalikan angsuran pokok pembiayaan dengan
nominal melebihi perhitungan dan melunasi beserta bagi hasilnya dua bulan lebih
awal.
b. Perbandingan Return Pembiayaan Mudharabah pada Usaha Sebelum dan
Sesudah Pendampingan
Setelah dijelaskan perbandingan dua pembiayaan mudharabah dengan
pendampingan dan non-pendampingan, maka berikut akan dijelaskan
perbandingan satu pembiayaan mudharabah sebelum dan sesudah dilakukannya
pendampingan. Pembiayaan mudharabah ini diberikan BMT Ta’awun pada
usaha tekstil (usaha yang sama dengan contoh sebelumnya, namun dengan
pembiayaan yang baru) dengan plafon sebesar Rp. 50.000.000,-, jangka waktu
pengembalian 9 bulan terhitung sejak bulan Februari 2010 hingga November
68
2010, nisbah bagi hasil 32,5% untuk BMT, pengembalian pokok pembiayaan
dilakukan tiga bulan sekali.
Tabel 4.4 Return Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah sebelum dan
sesudah Pendampingan
Bulan Pengembalian Pokok BASIL Pendampingan
Maret 2010 Rp. Rp. TIDAK
April 2010 Rp. Rp. TIDAK
Mei 2010 Rp. Rp. 2.000.000,- TIDAK
Juni 2010 Rp. Rp. 3.000.000,- YA
69
Juli 2010 Rp. Rp. YA
Agustus 2010 Rp. 11.000.000,- Rp. YA
September 2010 Rp. 21.666.700,- Rp. 2.000.000,- YA
Oktober 2010 Rp. Rp. YA
November 2010 Rp. 21.333.300,- Rp. 8.833.300,- YA
Sumber: Data Primer (Diolah)
Pada tiga bulan pertama pembiayaan ini, BMT Ta’awun belum memberlakukan
pendampingan. Namun setelah melihat pengembalian angsuran pokok pertama tidak
terlaksana dan pembagian hasil hanya dilakukan satu kali selama tiga bulan, maka
BMT Ta’awun memutuskan untuk melakukan pendampingan. BMT Ta’awun
melakukan pendampingan berupa peninjauan laporan bulanan serta terjun langsung
ke lapangan dimana nasabah melakukan operasi bisnisnya. Upaya ini cukup
menghasilkan, terbukti pada bulan Agustus, September dan November nasabah dapat
membayar angsuran pokok untuk tiga bulan kedua dan ketiga, begitu juga dengan
bagi hasil yang diberikan. Selain faktor pendampingan, faktor ramainya pembeli pada
bulan puasa juga mempengaruhi kenaikan return.53
53 Hasil wawancara pribadi dengan Kepala Bagian Pembiayaan BMT Ta’awun Cipulir, Bpk. Abdul Kodir pada tanggal 18 Februari 2011
70
B. Kendala serta Solusi yang Dilakukan BMT Ta’awun dalam Proses Pendampingan
kepada para Pengusaha Kecil dalam Rangka Meningkatkan Return
Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang paling beresiko bagi BMT
sebagai pihak yang membiayai atau shahibul maal, walaupun jumlah realisasinya
tidak mendominasi pembiayaan pada BMT bahkan tidak begitu banyak namun
kerugian yang terjadi tetap saja berdampak pada kegiatan operasional yang lain.
Terlebih kerugian yang terjadi harus ditanggung BMT jika bukan disebabkan
kelalaian mudharib.
BMT sebagai shahibul maal harus menyerahkan modal mudharabah kepada
mudharib agar kontrak ini menjadi sah. Mudharib bebas menginvestasikan dan
menggunakan modal tersebut dalam batas-batas klausul kontrak mudharabah yang
secara umum menetapkan jenis usaha yang dipilih, jangka waktu kongsi, dan lokasi-
lokasi tempat mudharib boleh menjalankan usahanya. Para mudharib/calon nasabah
pembiayaan mengajukan proposal pembiayaan sesuai dengan keahlian dan
kemampuan mereka, menanggapi atas proposal yang telah diajukan, maka pihak
BMT dapat menganalisa atas pengajuan pembiayaan tersebut berdasarkan prospek
usaha, kelayakan usaha, integritas pengelola, atau garis kebijakan manajemen BMT
untuk mengidentifikasi segmen/jenis usaha yang akan dimasuki oleh BMT.54
54 Hasil wawancara pribadi dengan General Manager BMT Ta’awun Cipulir, Bpk. Subandikot pada tanggal 18 Februari 2011
71
Berbagai macam usaha yang diajukan dan dibiayai dengan pembiayaan
mudharabah ini, juga berasal dari nasabah yang beragam kemampuan, dalam artian
kemampuan mengelola keuangan. Inilah yang menyebabkan resiko mungkin terjadi.
Maka untuk meminimalisasi resiko ini BMT melakukan pendampingan pada usaha-
usaha tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendampingan
dilakukan dengan berbagai pola dan pendekatan. Tidak semua pendampingan
berjalan mulus, tentu ada beberaa kendala yang dihadapi dalam melakukan
pendampingan. Berikut akan diuraikan beberapa kendala yang dihadapi dalam proses
pendampingan serta solusi yang dilakukan BMT Ta’awun dalam meminimalisasi
kendala yang ada.
1. Kendala yang dihadapi BMT Ta’awun dalam Proses Pendampingan
Pembiayaan Mudharabah
a. Kemampuan Mudharib dalam pembukuan yang tertib
Usaha yang dibiayai oleh BMT Ta’awun dengan jenis pembiayaan
mudharabah pastinya daei berbagai macam jenis usaha dan tentunya
juga berasal dari berbagai kalangan. Ini menyebabkan tingkat
kemampuan untuk membuat pembukuan tertib juga beragam, namun
kebanyakan dari mereka tidak mempunyai basik pembuatan
pembukuan yang benar. Pembukuan yang mereka lakukan sebelum
pendampingan bersifat tradisional bahkan tidak melakukan pembukuan
sama sekali, jadi BMT Ta’awun saebagai pendamping harus
72
melakukan dari dasar pendidikan dan pembelajaran pembukuan yang
tertib.
b. Terbatasnya SDM dalam menangani objek-objek varian yang berbeda,
karena tidak semua keahlian dimiliki oleh SDM BMT.
BMT Ta’awun awalya dimotori oleh AMK ( Anak Muda Kreatif )
Cipulir yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda-
beda, begitu juga dengan karyawan yang bekerja pada operasional
BMT. Dengan operasional kegiatan bisnis tidak semua karyawan
memiliki kompetensi yang mumpuni dalam bidang keuangan,
pemasaran dan sebagainya. Ini bertolak belakang dengan program
pendampingan yang dilakukan pada pembiayaan mudharabah. Siklus
kegiatan pendampingan menuntut untuk trampil dalam hal keuangan,
pemasaran dan sebagainya demi terlaksananya program pendampingan
yang baik.
c. Mengukur karakter Mudharib dalam mengakui biaya pendapatan, serta
crosscheck valid dari pembukuan yang dibuat.
Karena pembiayaan mudharabah yang diterapkan di BMT Ta’awun
adalah bersifat profit & lost sharing maka sebisa mungkin biaya-biaya
harus ditekan. Sayangnya sulit mengukur pengakuan biaya yang benar,
ini terkait dengan karakter mudharib yang bermacam-macam. Selain
itu juga BMT mengalami kesulitan untuk memeriksa kebenaran dari
73
pembukuan yang dibuat, karena BMT mempunyai keterbatasan waktu
dan tidak dapat mengawasi pembukuan setiap hari.
d. Belum adanya standarisasi baku dalam tiap bidang usaha yang dibiayai
oleh BMT.
Seperti yang telah diketahui bahwa pembiayaan mudharabah adalah
pembiayaan yang paling beresiko. Dalam prakteknya BMT harus
merealisasikan pembiayaan dengan proses studi kelayakan terhadap
usaha yang akan dibiayai. Namun sayangnya BMT belum mempunyai
standar yang dibakukan tentang usaha yng dibiayai. Standar ini
nantinya akan membantu BMT dalam melakukan pendampingan apa
yang harusnya dilakukan untuk meningkatkan pendapatan baik
nasabah maupun BMT.
2. Solusi yang Dilakukan untuk Mengatasi Kendala yang Dihadapi
a. Pendampingan pembukuan dasar dagang dalam pengakuan neraca
laba-rugi.
Dalam menghadapi kemampuan minim nasabah tentang pembukuan
yang tertib, maka BMT Ta’awun melakukan pendidikan tentang
pembukuan dari tingkat yang sangat dasar. Kegiatana ini dilakukan
oleh pendamping (BMT) yang sudah sangat mumpuni dalam bidang
keuangan.
b. Peningkatan Kualitas SDM
74
Untuk meningkatkan kualitas pembiayaan dan kualitas pendampingan
yang dilakukan, maka BMT Ta’awun harus senantiasa menjaga dan
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersedia.
Karena jika merekrut kembali karyawan, maka BMT akan
mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi. Peningkatan kualitas ini
dapat dilakukan dengan pelatihan dan seminar baik dari internal BMT
maupun dari luar. Proses peningkatan kualitas ini juga harus
mempertimbangkan berapa biaya yang mungkin akan dikeluarkan.
c. Kehati-hatian dalam akad mudharabah, karena berisiko
Karakter mudharib yang bermacam-macam menuntut pihak shahibul
maal yakni BMT untuk selalu berhati-hati dalam melakukan akad
mudharabah. Pendampingan yang dilakukan sebagai salah satu bentuk
manajemen resiko harus dilakukan demi meminimalisasi resiko yang
akan terjadi.
d. Melakukan pembelajaran dalam akad mudharabah.
Pembelajaran kembali tentang akad mudharabah adalah solusi yang
dilakukan dalam rangka membuat standar yang baku tentang usaha
yang dibiayai dengan pembiayaan mudharabah. Standar baku ini akan
membantu BMT dalm penentuan jenis pendampingan menurut tingkat
75
dan jenis usahanya. Sehingga akhirnya berdampak pada peningkatan
hasil yang maksimal dari proses pendampingan.
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penulisan dan penelitian yang dilakukan oleh penulis kepada
BMT Ta’awun, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. BMT Ta’awun melakukan pendampingan pada semua nasabah pembiayaan
mudharabahnya dengan pola sebagai berikut:
a. Motivasi, BMT Ta’awun senantiasa menumbuhkan semangat
kemandirian dan profesionalisme nasabahnya melalui dukungan
moril.
b. Pendidikan dan Pelatihan, Untuk nasabah pembiayaan mudharabah
yang usahanya adalah lembaga keuangan mikro atau BMT, BMT
Ta’awun memberikan pendidikan berupa bagaimana pola pelemparan
dana pada nasabah mereka, analisa pelaporan dana. Dan untuk usaha
yang dibiayai selain BMT, maka BMT Ta’awun melakukan
pendampingan berupa pembuatan laporan keuangan yang
accountable, pembuatan laporan keuangan bulanan.
c. Bimbingan dan Konsultasi, merupakan tindak lanjut dari kegiatan
pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh BMT Ta’awun pada
nasabahnya.
76
d. Monitoring dan Evaluasi, Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk
pemeriksaan atau pemantauan terhadap biaya, apakah biaya yang
dihabiskan sudah dilakukan dengan seefisien mungkin. Setiap
perkembangan yang terjadi dicatat oleh BMT Ta’awun untuk
kemudian dievaluasi dan dinilai seberapa jauh keberhasilan yang
telah dicapai oleh nasabahnya.
2. BMT Ta’awun terbukti efektif melakukan pendampingan pada pembiayaan
mudharabah dengan indikasi kemajuan manajemen, kinerja keuangan dan
laporannya yang akhirnya berdampak pada peningkatan return.
3. Dalam melakukan proses pendampingan pada pembiayaan mudharabah,
BMT Ta’awun menghadapi beberapa masalah yang tentunya diatasi dengan
beberapa solusi sebagai berikut:
Kendala yang dihadapi:
a. Kemampuan Mudharib dalam pembukuan yang tertib
b. Terbatasnya SDM dalam menangani objek-objek varian yang berbeda,
karena tidak semua keahlian dimiliki oleh SDM BMT.
c. Mengukur karakter Mudhorib dalam mengakui biaya pendapatan, serta
crosscheck valid dari pembukuan yang dibuat.
d. Belum adanya standarisasi baku dalam tiap bidang usaha yang dibiayai
oleh BMT
77
Solusi yang dilakukan:
e. Pendampingan pembukuan dasar dagang dalam pengakuan neraca laba-
rugi.
f. Peningkatan Kualitas SDM
g. Kehatia-hatian dalam akad mudharabah
h. Melakukan pembelajaran dalam akad mudhorobah.
B. Saran
Dari temuan yang didapat selama penelitian, maka penulis memberikan saran
sebagai berikut:
1. BMT hendaknya meningkatkan dan mengeksplorasi kemampuan dalam
pendampingan, penambahan keahlian pada bidang pemasaran, keuangan
dan lainnya akan meningkatkan kualitas pendampingan yang dilakukan
pada pembiayaan mudharabah sehingga tercapai semua target dari adanya
program pendampingan.
2. Bagi para nasabah agar lebih berpartisipasi aktif dalam program
pendampingan dalam rangka menopang kemajuan dan peningkatan baik
kuantitas maupun kualitas pembiayaan mudharabah.
3. Bagi para peneliti lain yang ingin meneliti tentang bank pendampingan
penulis menyarankan agar dapat meneliti tentang kemungkinan dan
peluang penerapan pendampingan pada BMT lain, mengingat hanya
78
sedikit BMT yang menerapkan pendampingan dikarenakan porsi
pembiayaan mudharabah yang minim.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas(Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), (Jakarta:
FEUI Press, 2003)
Alfiah, “Efektifitas Pendampingan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah Harta Insan
Karimah dalam Menunjang Keberhasilan Usaha Debitur”, Skripsi Muamalat
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010
Amalia, Euis, Keadilan Distributive dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,
2009)
Anaraga, Panji dan Djokon Sudantoko, Koperasi Kewirausahaan dan Usaha Kecil,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002)
Antonio, M. Syafi’i, Bank Syari’ah Teori dan Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press
dengan Tazkia Cendikia, 2001)
Aryani, Meerada Saryati, Proses Pendampingan Guswil DKI dalam Upaya
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kredit Mikro (Studi Kasus pada
Kelompok Mugi Sukses di manggarai, Kelompok Dahlia dan Al Alam di
Cilincing), Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia,
2003
Badudu, J.S dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1994)
Burhan, Aslihan, “Pedoman Manajemen Pendampingan”, Makalah untuk Program
Pendampingan Fakir Miskin Melalui Keterpaduan KUBE dan BMT KUBE
dan SUB URBAN. PINBUK, 2009
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1998)
Departemen Sosial RI, Panduan Umum Program Pemberdayaan Fakir Miskin, 2005
Departemen Sosial RI, Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan (Program
Pemberdayaan Fakir Miskin Tahun 2006-2010), (Jakarta: Departemen Sosial
RI, 2005)
Handoko, T. Hani, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1998)
Kanisisus, Ensiklopedi Umum, (Jakarta: Kanisius, 1973)
Karim, Adiwarman A., Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2007)
Kustianto, Bambang, Ikhtisar Studi Organisasi dan Manajemen, (Jakarta: Ghalia,
1991), Cet. Ke-8
Luthfianto, “Strategi Pendampingan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (Studi
Kasus pada Yayasan Microfin Indonesia)”, Skripsi Muamalat Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005
Masdariyah, “Pelaksanaan Program Sinergis Pemberdayaan Komunitas Pos
Keadilan Peduli Umat (PROSPEK PKPU) dalam Pemberdayaan Ekonomi
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM AL-FALAH) Komunitas Pedagang
Kecil di Pasar Mampang Jakarta Selatan”, Skripsi Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2009
Nazir, Muhammad, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998)
Pamuji, Ismawan Bambang, Otok S., LSM dan Program Inpres Desa Tertinggal,
(Jakarta: PT Penebar Swadata, 1994)
Pemberdayaan Mikro Syariah, Republika, (Jakarta), 11 November 2005
Prijono, Onny S. dan A. M. W. Pranarka, Pemberdayaan Konsep, Kebijakan dan
Implementasi, (Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 1996)
Ridwan, Muhammad, Manajmen Baitul Maal Wat Tamwil (Yogyakarta: UII Press,
2004)
Rohyani, Ani, “Pengaruh Efektifitas Pengawasan BMT Al-munawarah Pamulang
dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Anggota”, Skripsi Manajemen
Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006
Sumampouw, Andriani, dkk, Ada Bersama Tradisi, (Semarang: Swisscontact &
Limpad, 2000)
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk
dan Implementasi Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambatan,2001)
Tjoekam, Moch., Perkreditan Bisnis Perbankan: Teknik dan Kasus, (Jakarta: PT
Gramedia Pusaka Utama, 1999)
Widodo, Hartanto dkk, PAS (Pedoman Akuntansi Syariat): Panduan Praktis
Operasional Baitul mal Wat Tamwil (BMT) (Bandung: Mizan, 1999)
Yulianti, Rini, Efektivitas “Pemanfaatan Al Qardhul Hasan bagi Pedagang Kecil”,
Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008
INTERNET:
http://permodalanbmt.com/?p=70
http://www.depkop.go.id/statistik-ukm/cat_view/35-statistik/37-statistik-ukm/212-
statistik-ukm-2010/216-buku-statistik-ukm-2009.html
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/248300B4-6CF9-4DF5-A674-
0073B0A6168A/14396/UU_21_08_Syariah.pdf
“Perkiraan Asset BMT”, artikel diakses pada 26 Desember 2010 dari
http://zonaekis.com/perkirakan-aset-bmt#more-1512
“Mengenal Kelompok Usaha Mikro”, diakses pada 17 november 2010 pukul 23.30
WIB dari http://www.p2kp.org/wartaarsipdetil.asp?mid=1094&catid=2&
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2008”, artikel diakses pada
tanggal 17 Nopember 2010 pukul 23.30 WIB dari
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C7402D01-A030-454A-BC75-
9858774DF852/17681/UU20Tahun2008UMKM.pdf
“ Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003”, diakses pada tanggal 17
november 2010 pukul 23.40 WIB dari
http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2003/40~KMK.06~2003Kep.htm
“Pendaftaran (Listing) Perusahaan/Usaha Sensus Ekonomi 2006 (SE06)”, diakses
pada 17 november 2010, http://www.bps.go.id/brs_file/se06-02jan07.pdf?
“Undang-undang No. 21 tahun 2008”, artikel diakses pada tanggal 17 Nopember
2010 dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/248300B4-6CF9-4DF5-A674-
0073B0A6168A/14396/UU_21_08_Syariah.pdf