Transcript
Page 1: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

1Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran

KRISIS MONETER INDONESIA :SEBAB, DAMPAK, PERAN IMF DAN SARAN* )

Lepi T. Tarmidi **)

Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini telahberlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yaknilumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup

dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnyadisebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagaimusibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi sepertikegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang dan terparahselama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan danperistiwa kerusuhan yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998 lalu dankelanjutannya.

Krisis moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa laludipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia (lihat World Bank: Bab 2dan Hollinger). Yang dimaksud dengan fundamental ekonomi yang kuat adalahpertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguranrelatif rendah, neraca pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neracaberjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masihcukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus. Lihat Tabel.Namun di balik ini terdapat beberapa kelemahan struktural seperti peraturan perdagangandomestik yang kaku dan berlarut-larut, monopoli impor yang menyebabkan kegiatan ekonomitidak efisien dan kompetitif. Pada saat yang bersamaan kurangnya transparansi dankurangnya data menimbulkan ketidak pastian sehingga masuk dana luar negeri dalamjumlah besar melalui sistim perbankan yang lemah. Sektor swasta banyak meminjam danadari luar negeri yang sebagian besar tidak di hedge. Dengan terjadinya krisis moneter, terjadijuga krisis kepercayaan. (Bandingkan juga IMF, 1997: 1). Namun semua kelemahan ini masihmampu ditampung oleh perekonomian nasional. Yang terjadi adalah, mendadak datangbadai yang sangat besar, yang tidak mampu dbendung oleh tembok penahan yang ada,yang selama bertahun-tahun telah mampu menahan berbagai terpaan gelombang yangdatang mengancam.

*) Tulisan ini merupakan revisi dan updating dari pidato pengukuhan Guru Besar Madya pada FEUI dengan judul“Krisis Moneter Tahun 1997/1998 dan Peran IMF”, Jakarta, 10 Juni 1998.

**) Lepi T. Tarmidi : Wakil Kepala Pusat Kajian APEC, Universitas Indonesia, email : [email protected]

Page 2: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

2Buletin E

konomi Moneter dan Perbankan, M

aret 1999

INDIKATOR UTAMA EKONOMI INDONESIA 1990 - 1997

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997

Pertumbuhan ekonomi (%) 7,24 6,95 6,46 6,50 7,54 8,22 7,98 4,65Tingkat inflasi (%) 9,93 9,93 5,04 10,18 9,66 8,96 6,63 11,60Neraca pembayaran (US$ juta) 2,099 1,207 1,743 741 806 1,516 4,451 -10,021 Neraca perdagangan 5,352 4,801 7,022 8,231 7,901 6,533 5,948 12,964 Neraca berjalan -3.24 -4,392 -3,122 -2,298 -2.96 -6.76 -7,801 -2,103 Neraca modal 4,746 5,829 18,111 17,972 4,008 10,589 10,989 -4,845 Pemerintah (neto) 633 1,419 12,752 12,753 307 336 -522 4,102 Swasta (neto) 3,021 2,928 3,582 3,216 1,593 5,907 5,317 -10.78 PMA (neto) 1,092 1,482 1,777 2,003 2,108 4,346 6,194 1,833Cadangan devisa akhir tahun (US$ juta) 8,661 9,868 11,611 12,352 13,158 14,674 19,125 17,427(bulan impor nonmigas c&f) 4,7 4,8 5,4 5,4 5,0 4,3 5,2 4,5Debt-service ratio (%) 30,9 32,0 31,6 33,8 30,0 33,7 33,0Nilai tukar Des. (Rp/US$) 1,901 1,992 2,062 2.11 2.2 2,308 2,383 4.65APBN* (Rp. milyar) 3,203 433 -551 -1.852 1,495 2,807 818 456

* Tahun anggaranSumber : BPS, Indikator Ekonomi; Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia;

World Bank, Indonesia in Crisis, July 2, 1998

Page 3: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

3Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran

Sebagai konsekuensi dari krisis moneter ini, Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dollarAS, dan membiarkannya berfluktuasi secara bebas (free floating) menggantikan sistim managedfloating yang dianut pemerintah sejak devaluasi Oktober 1978. Dengan demikian BankIndonesia tidak lagi melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menopang nilaitukar rupiah, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar semata. Nilai tukar rupiahkemudian merosot dengan cepat dan tajam dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997menjadi Rp 13.513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali menjadisekitar Rp 8.000 awal Mei 1999.

Krisis Moneter dan Faktor-Faktor Penyebabnya

Penyebab dari krisis ini bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang selama inilemah, hal ini dapat dilihat dari data-data statistik di atas, tetapi terutama karena utangswasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang besar. Yang jebol bukanlah sektorrupiah dalam negeri, melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar AS yangmengalami overshooting yang sangat jauh dari nilai nyatanya1 . Krisis yang berkepanjanganini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat dari serbuan yangmendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan jatuh temponya utangswasta luar negeri dalam jumlah besar. Seandainya tidak ada serbuan terhadap dollar ASini, meskipun terdapat banyak distorsi pada tingkat ekonomi mikro, ekonomi Indonesiatidak akan mengalami krisis. Dengan lain perkataan, walaupun distorsi pada tingkat ekonomimikro ini diperbaiki, tetapi bila tetap ada gempuran terhadap mata uang rupiah, maka krisisakan terjadi juga, karena cadangan devisa yang ada tidak cukup kuat untuk menahangempuran ini. Krisis ini diperparah lagi dengan akumulasi dari berbagai faktor penyebablainnya yang datangnya saling bersusulan. Analisis dari faktor-faktor penyebab ini penting,karena penyembuhannya tentunya tergantung dari ketepatan diagnosa.

Anwar Nasution melihat besarnya defisit neraca berjalan dan utang luar negeri,ditambah dengan lemahnya sistim perbankan nasional sebagai akar dari terjadinya krisisfinansial (Nasution: 28). Bank Dunia melihat adanya empat sebab utama yang bersama-sama membuat krisis menuju ke arah kebangkrutan (World Bank, 1998, pp. 1.7 -1.11). Yangpertama adalah akumulasi utang swasta luar negeri yang cepat dari tahun 1992 hingga Juli1997, sehingga l.k. 95% dari total kenaikan utang luar negeri berasal dari sektor swasta ini,dan jatuh tempo rata-ratanya hanyalah 18 bulan. Bahkan selama empat tahun terakhirutang luar negeri pemerintah jumlahnya menurun. Sebab yang kedua adalah kelemahan

1 Dalam teori, overshooting nilai tukar biasanya bersifat sementara untuk kemudian mencari keseimbangan jangkapanjang baru. Tetapi selama krisis ini berlangsung, nilai overshooting adalah sangat besar dan sudah berlangsungsejak akhir tahun 1997.

Page 4: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

4 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

pada sistim perbankan. Ketiga adalah masalah governance, termasuk kemampuan pemerintahmenangani dan mengatasi krisis, yang kemudian menjelma menjadi krisis kepercayaan dankeengganan donor untuk menawarkan bantuan finansial dengan cepat. Yang keempat adalahketidak pastian politik menghadapi Pemilu yang lalu dan pertanyaan mengenai kesehatanPresiden Soeharto pada waktu itu.

Sementara menurut penilaian penulis, penyebab utama dari terjadinya krisis yangberkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangattajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbedamenurut sisi pandang masing-masing pengamat. Berikut ini diberikan rangkuman dariberbagai faktor tersebut menurut urutan kejadiannya:

1) Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai,memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebasberapapun jumlahnya. Kondisi di atas dimungkinkan, karena Indonesia menganut rezimdevisa bebas dengan rupiah yang konvertibel, sehingga membuka peluang yang sebesar-besarnya untuk orang bermain di pasar valas. Masyarakat bebas membuka rekeningvalas di dalam negeri atau di luar negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam negeri,sementara rupiah juga bebas diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di luar negeri.

2) Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8%(1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya,menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikanpendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat darikenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lamamakin kalah bersaing dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti jugaproteksi industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah danproduk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor yangkualitasnya lebih baik. Akibatnya produksi dalam negeri tidak berkembang, ekspormenjadi kurang kompetitif dan impor meningkat. Nilai rupiah yang sangat overvalued inisangat rentan terhadap serangan dan permainan spekulan, karena tidak mencerminkannilai tukar yang nyata.

3) Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek danmenengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak tersediacukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya (bandingkanjuga Wessel et al.: 22), ditambah sistim perbankan nasional yang lemah. Akumulasiutang swasta luar negeri yang sejak awal tahun 1990-an telah mencapai jumlah yangsangat besar, bahkan sudah jauh melampaui utang resmi pemerintah yang beberapatahun terakhir malah sedikit berkurang (oustanding official debt). Ada tiga pihak yang

Page 5: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

5Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran

bersalah di sini, pemerintah, kreditur dan debitur. Kesalahan pemerintah adalah, karenatelah memberi signal yang salah kepada pelaku ekonomi dengan membuat nilai rupiahterus-menerus overvalued dan suku bunga rupiah yang tinggi, sehingga pinjaman dalamrupiah menjadi relatif mahal dan pinjaman dalam mata uang asing menjadi relatif murah.Sebaliknya, tingkat bunga di dalam negeri dibiarkan tinggi untuk menahan pelariandana ke luar negeri dan agar masyarakat mau mendepositokan dananya dalam rupiah.Jadi di sini pemerintah dihadapi dengan buah simalakama. Keadaan ini menguntungkanpengusaha selama tidak terjadi devaluasi dan ini terjadi selama bertahun-tahun sehinggamemberi rasa aman dan orang terus meminjam dari luar negeri dalam jumlah yang semakinbesar. Dengan demikian pengusaha hanya bereaksi atas signal yang diberikan olehpemerintah. Selain itu pemerintah sama sekali tidak melakukan pengawasan terhadaputang-utang swasta luar negeri ini, kecuali yang berkaitan dengan proyek pemerintahdengan dibentuknya tim PKLN. Bagi debitur dalam negeri, terjadinya utang swasta luarnegeri dalam jumlah besar ini, di samping lebih menguntungkan, juga disebabkan suatugejala yang dalam teori ekonomi dikenal sebagai fallacy of thinking2 , di mana pengusahaberamai-ramai melakukan investasi di bidang yang sama meskipun bidangnya sudahjenuh, karena masing-masing pengusaha hanya melihat dirinya sendiri saja dan tidakmemperhitungkan gerakan pengusaha lainnya. Pihak kreditur luar negeri juga ikutbersalah, karena kurang hati-hati dalam memberi pinjaman dan salah mengantisipasikeadaan (bandingkan IMF, 1998: 5). Jadi sudah sewajarnya, jika kreditur luar negeri jugaikut menanggung sebagian dari kerugian yang diderita oleh debitur.

Kalau masalahnya hanya menyangkut utang luar negeri pemerintah saja, meskipunmasalahnya juga cukup berat karena selama bertahun-tahun telah terjadi net capitaloutflow3 yang kian lama kian membesar berupa pembayaran cicilan utang pokok danbunga, namun masih bisa diatasi dengan pinjaman baru dan pemasukan modal luarnegeri dari sumber-sumber lain. Beda dengan pinjaman swasta, pinjaman luar negeripemerintah sifatnya jangka panjang, ada tenggang waktu pembayaran, tingkat bunganyarelatif rendah, dan tiap tahunnya ada pemasukan pinjaman baru.

Pada awal Mei 1998 besarnya utang luar negeri swasta dari 1.800 perusahaandiperkirakan berkisar antara US$ 63 hingga US$ 64 milyar, sementara utang pemerintahUS$ 53,5 milyar. Sebagian besar dari pinjaman luar negeri swasta ini tidak di hedge(Nasution: 12). Sebagian orang Indonesia malah bisa hidup mewah dengan menikmatiselisih biaya bunga antara dalam negeri dan luar negeri (Wessel et al., hal. 22), misalnya

2 Yang dimaksud di sini adalah perilaku pengusaha yang bertindak atas pertimbangan dirinya sendiri tanpa mengetahuiapa yang dilakukan oleh pengusaha lainnya. Misalnya pengusaha ramai-ramai mendiri-kan apotik, membukatambak udang, membangun realestat dan kondomium.

3 Total pembayaran cicilan utang pokok dan bunga setelah dikurangi pinjaman baru.

Page 6: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

6 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

bank-bank. Maka beban pembayaran utang luar negeri beserta bunganya menjadi tambahbesar yang dibarengi oleh kinerja ekspor yang melemah (bandingkan IDE). Ditambahlagi dengan kemerosotan nilai tukar rupiah yang tajam yang membuat utang dalam nilairupiah membengkak dan menyulitkan pembayaran kembalinya.

Pinjaman luar negeri dan dana masyarakat yang masuk ke sistim perbankan, banyakyang dikelola secara tidak prudent, yakni disalurkan ke kegiatan grupnya sendiri danuntuk proyek-proyek pembangunan realestat dan kondomium secara berlebihan sehinggajauh melampaui daya beli masyarakat, kemudian macet dan uangnya tidak kembali(Nasution: 28; Ehrke: 3). Pinjaman-pinjaman luar negeri dalam jumlah relatif besar yangdilakukan oleh sistim perbankan sebagian disalurkan ke sektor investasi yang tidakmenghasilkan devisa (non-traded goods) di bidang tanah seperti pembangunan hotel, resortpariwisata, taman hiburan, taman industri, shopping malls dan realestat (Nasution: 9;IMF Research Department Staff: 10). Proyek-proyek besar ini umumnya tidakmenghasilkan barang-barang ekspor dan mengandalkan pasar dalam negeri, maka sedikitsekali pemasukan devisa yang bisa diandalkan untuk membayar kembali utang luarnegeri. Krugman melihat bahwa para financial intermediaries juga berperan di Thailanddan Korea Selatan dengan moral nekat mereka, yang menjadi penyebab utama dari krisisdi Asia Timur. Mereka meminjamkan pada proyek-proyek berisiko tinggi sehingga terjadiinvestasi berlebihan di sektor tanah (Krugman, 1998; Greenwood). Mereka mulai mencaridollar AS untuk membayar utang jangka pendek dan membeli dollar AS untuk di hedge(World Bank, 1998, hal. 1.4).

4) Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing (bandingkan juga Ehrke: 2-3) yang dikenalsebagai hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas cadangan devisayang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin trading, yang memungkinkandengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar. Dewasa ini mata uang sendirisudah menjadi komoditi perdagangan, lepas dari sektor riil. Para spekulan ini jugameminjam dari sistim perbankan untuk memperbesar pertaruhan mereka. Itu sebabnyamengapa Bank Indonesia memutuskan untuk tidak intervensi di pasar valas karenatidak akan ada gunanya. Meskipun pada awalnya spekulan asing ikut berperan, tetapimereka tidak bisa disalahkan sepenuhnya atas pecahnya krisis moneter ini. Sebagiandari mereka ini justru sekarang menderita kerugian, karena mereka membeli rupiah dalamjumlah cukup besar ketika kurs masih di bawah Rp. 4.000 per dollar AS denganpengharapan ini adalah kurs tertinggi dan rupiah akan balik menguat, dan pada saat itumereka akan menukarkan kembali rupiah dengan dollar AS (Wessel et al., hal. 1).

Namun pemicu adalah krisis moneter kiriman yang berawal dari Thailand antaraMaret sampai Juni 1997, yang diserang terlebih dahulu oleh spekulan dan kemudianmenyebar ke negara Asia lainnya termasuk Indonesia (Nasution: 1; IMF Research

Page 7: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

7Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran

Department Staff: 10; IMF, 1998: 5). Krisis moneter yang terjadi sudah saling kait-mengkaitdi kawasan Asia Timur dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya (butir 16 daripersetujuan IMF 15 Januari 1998).

5) Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan pitabatas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar rupiah danmengundang tindakan spekulasi ketika sistim batas intervensi ini dihapus pada tanggal14 Agustus 1997 (Nasution: 2). Terkesan tidak adanya kebijakan pemerintah yang jelasdan terperinci tentang bagaimana mengatasi krisis (Nasution: 1) dan keadaan ini masihberlangsung hingga saat ini. Ketidak mampuan pemerintah menangani krisismenimbulkan krisis kepercayaan dan mengurangi kesediaan investor asing untukmemberi bantuan finansial dengan cepat (World Bank, 1998: 1.10).

6) Defisit neraca berjalan yang semakin membesar (IMF Research Department Staff: 10; IDE),yang disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspordan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai tukar rupiahyang sangat overvalued, yang membuat harga barang-barang impor menjadi relatif murahdibandingkan dengan produk dalam negeri.

7) Penanam modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham besar-besaran diming-imingi keuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter yang relatifstabil kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar (bandingkan WorldBank, 1998, hal. 1.3, 1.4; Greenwood). Selisih tingkat suku bunga dalam negeri denganluar negeri yang besar dan kemungkinan memperoleh keuntungan yang relatif besardengan cara bermain di bursa efek, ditopang oleh tingkat devaluasi yang relatif stabilsekitar 4% per tahun sejak 1986 menyebabkan banyak modal luar negeri yang mengalirmasuk. Setelah nilai tukar Rupiah tambah melemah dan terjadi krisis kepercayaan, danamodal asing terus mengalir ke luar negeri meskipun dicoba ditahan dengan tingkat bungayang tinggi atas surat-surat berharga Indonesia (Nasution: 1, 11). Kesalahan juga terletakpada investor luar negeri yang kurang waspada dan meremehkan resiko (IMF, 1998: 5).Krisis ini adalah krisis kepercayaan terhadap rupiah (World Bank, 1998, p. 2.1).

8) IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan yangdijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir kesepakatandengan baik. Negara-negara sahabat yang menjanjikan akan membantu Indonesia jugamenunda mengucurkan bantuannya menunggu signal dari IMF, padahal keadaanperekonomian Indonesia makin lama makin tambah terpuruk. Singapura yangmenjanjikan l.k. US$ 5 milyar meminta pembayaran bunga yang lebih tinggi dari pinjamanIMF, sementara Brunei Darussalam yang menjanjikan l.k. US$ 1 milyar baru akanmencairkan dananya sebagai yang terakhir setelah semua pihak lain yang berjanji akan

Page 8: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

8 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

membantu telah mencairkan dananya dan telah habis terpakai. IMF sendiri dinilai banyakpihak telah gagal menerapkan program reformasinya di Indonesia dan malah telahmempertajam dan memperpanjang krisis.

9. Spekulan domestik ikut bermain (Wessel et al., hal. 22). Para spekulan inipun tidaksemata-mata menggunakan dananya sendiri, tetapi juga meminjam dana dari sistimperbankan untuk bermain.

10.Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat luas menyerbumembeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan malah bisa menarik keuntungandari merosotnya nilai tukar rupiah. Terjadilah snowball effect, di mana serbuan terhadapdollar AS makin lama makin besar. Orang-orang kaya Indonesia, baik pejabat pribumidan etnis Cina, sudah sejak tahun lalu bersiap-siap menyelamatkan harta kekayaannyake luar negeri mengantisipasi ketidak stabilan politik dalam negeri. Sejak awal Desember1997 hingga awal Mei 1998 telah terjadi pelarian modal besar-besaran ke luar negerikarena ketidak stabilan politik seperti isu sakitnya Presiden dan Pemilu (World Bank,1998: 1.4, 1.10). Kerusahan besar-besaran pada pertengahan Mei yang lalu yang ditujukanterhadap etnis Cina telah menggoyahkan kepercayaan masyarakat ini akan keamananharta, jiwa dan martabat mereka. Padahal mereka menguasai sebagian besar modal dankegiatan ekonomi di Indonesia dengan akibat mereka membawa keluar harta kekayaanmereka dan untuk sementara tidak melaukan investasi baru.

11. Terdapatnya keterkaitan yang erat dengan yen Jepang, yang nilainya melemah terhadapdollar AS (lihat IDE). Setelah Plaza-Accord tahun 1985, kurs dollar AS dan juga matauang negara-negara Asia Timur melemah terhadap yen Jepang, karena mata uang negara-negara Asia ini dipatok dengan dollar AS. Daya saing negara-negara Asia Timurmeningkat terhadap Jepang, sehingga banyak perusahaan Jepang melakukan relokasidan investasi dalam jumlah besar di negara-negara ini. Tahun 1995 kurs dollar AS berbalikmenguat terhadap yen Jepang, sementara nilai utang dari negara-negara ini dalam dollarAS meningkat karena meminjam dalam yen, sehingga menimbulkan krisis keuangan.(Ehrke: 2).

Di lain pihak harus diakui bahwa sektor riil sudah lama menunggu pembenahanyang mendasar, namun kelemahan ini meskipun telah terakumulasi selama bertahun-tahunmasih bisa ditampung oleh masyarakat dan tidak cukup kuat untuk menjungkir-balikkanperekonomian Indonesia seperti sekarang ini. Memang terjadi dislokasi sumber-sumberekonomi dan kegiatan mengejar rente ekonomi oleh perorangan/kelompok tertentu yangmenguntungkan mereka ini dan merugikan rakyat banyak dan perusahaan-perusahaanyang efisien. Subsidi pangan oleh BULOG, monopoli di berbagai bidang, penyaluran danayang besar untuk proyek IPTN dan mobil nasional. Timbulnya krisis berkaitan dengan

Page 9: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

9Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran

jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS secara tajam, yakni sektor ekonomi luarnegeri, dan kurang dipengaruhi oleh sektor riil dalam negeri, meskipun kelemahan sektorriil dalam negeri mempunyai pengaruh terhadap melemahnya nilai tukar rupiah. Membenahisektor riil saja, tidak memecahkan permasalahan.

Krisis pecah karena terdapat ketidak seimbangan antara kebutuhan akan valas dalamjangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia, yang menyebabkan nilai dollar ASmelambung dan tidak terbendung. Sebab itu tindakan yang harus segera didahulukan untukmengatasi krisis ekonomi ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar negeri,membenahi kinerja perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat dalamdan luar negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar rupiahpada tingkat yang nyata, dan tidak kalah penting adalah mengembalikan stabilitas sosialdan politik.

Program Reformasi Ekonomi IMF

Menurut IMF, krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia disebabkan karenapemerintah baru meminta bantuan IMF setelah rupiah sudah sangat terdepresiasi. Strategipemulihan IMF dalam garis besarnya adalah mengembalikan kepercayaan pada mata uang,yaitu dengan membuat mata uang itu sendiri menarik. Inti dari setiap program pemulihanekonomi adalah restrukturisasi sektor finansial. (Fischer 1998b). Sementara itu pemerintahIndonesia telah enam kali memperbaharui persetujuannya dengan IMF, SecondSupplementary Memorandum of Economic and Financial Policies (MEFP) tanggal 24 Juni,kemudian 29 Juli 1998, dan yang terakhir adalah review yang keempat, tanggal 16 Maret 1999.

Program bantuan IMF pertama ditanda-tangani pada tanggal 31 Oktober 1997.Program reformasi ekonomi yang disarankan IMF ini mencakup empat bidang:1. Penyehatan sektor keuangan;2. Kebijakan fiskal;3. Kebijakan moneter;4. Penyesuaian struktural.

Untuk menunjang program ini, IMF akan mengalokasikan stand-by credit sekitar US$11,3 milyar selama tiga hingga lima tahun masa program. Sejumlah US$ 3,04 milyar dicairkansegera, jumlah yang sama disediakan setelah 15 Maret 1998 bila program penyehatannyatelah dijalankan sesuai persetujuan, dan sisanya akan dicairkan secara bertahap sesuaikemajuan dalam pelaksanaan program. Dari jumlah total pinjaman tersebut, Indonesiasendiri mempunyai kuota di IMF sebesar US$ 2,07 milyar yang bisa dimanfaatkan. (IMF,1997: 1). Di samping dana bantuan IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan negara-negara sahabat juga menjanjikan pemberian bantuan yang nilai totalnya mencapai lebih

Page 10: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

10 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

kurang US$ 37 milyar (menurut Hartcher dan Ryan). Namun bantuan dari pihak lain inidikaitkan dengan kesungguhan pemerintah Indonesia melaksanakan program-programyang diprasyaratkan IMF.

Sebagai perbandingan, Korea mendapat bantuan dana total sebesar US$ 57 milyaruntuk jangka waktu tiga tahun, di antaranya sebesar US$ 21 milyar berasal dari IMF. Thailandhanya memperoleh dana bantuan total sebesar US$ 17,2 milyar, di antaranya US$ 4 milyardari IMF dan masing-masing US$ 0,5 milyar berasal dari Indonesia dan Korea.

Karena dalam beberapa hal program-program yang diprasyaratkan IMF oleh pihakIndonesia dirasakan berat dan tidak mungkin dilaksanakan, maka dilakukanlah negosiasikedua yang menghasilkan persetujuan mengenai reformasi ekonomi (letter of intent) yangditanda-tangani pada tanggal 15 Januari 1998, yang mengandung 50 butir. Saran-saran IMF diharapkan akan mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan cepat dankurs nilai tukar rupiah bisa menjadi stabil (butir 17 persetujuan IMF 15 Januari 1998). Pokok-pokok dari program IMF adalah sebagai berikut:

A. Kebijakan makro-ekonomi- Kebijakan fiskal- Kebijakan moneter dan nilai tukar

B. Restrukturisasi sektor keuangan- Program restrukturisasi bank- Memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk perbankan

C. Reformasi struktural- Perdagangan luar negeri dan investasi- Deregulasi dan swastanisasi- Social safety net- Lingkungan hidup.

Setelah pelaksanaan reformasi kedua ini kembali menghadapi berbagai hambatan,maka diadakanlah negosiasi ulang yang menghasilkan supplementary memorandum padatanggal 10 April 1998 yang terdiri atas 20 butir, 7 appendix dan satu matriks. Cakupanmemorandum ini lebih luas dari kedua persetujuan sebelumnya, dan aspek baru yang masukadalah penyelesaian utang luar negeri perusahaan swasta Indonesia. Jadwal pelaksanaanmasing-masing program dirangkum dalam matriks komitmen kebijakan struktural. Strategiyang akan dilaksanakan adalah:1. menstabilkan rupiah pada tingkat yang sesuai dengan kekuatan ekonomi Indonesia;2. memperkuat dan mempercepat restrukturisasi sistim perbankan;3. memperkuat implementasi reformasi struktural untuk membangun ekonomi yang efisien

dan berdaya saing;

Page 11: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

11Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran

4. menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang perusahaan swasta;5. kembalikan pembelanjaan perdagangan pada keadaan yang normal, sehingga ekspor

bisa bangkit kembali.

Ke tujuh appendix adalah masing-masing:1. Kebijakan moneter dan suku bunga2. Pembangunan sektor perbankan3. Bantuan anggaran pemerintah untuk golongan lemah4. Reformasi BUMN dan swastanisasi5. Reformasi struktural6. Restrukturisasi utang swasta7. Hukum Kebangkrutan dan reformasi yuridis.

Prioritas utama dari program IMF ini adalah restrukturisasi sektor perbankan.Pemerintah akan terus menjamin kelangsungan kredit murah bagi perusahaan kecil-menengah dan koperasi dengan tambahan dana dari anggaran pemerintah (butir 16 dan 20dari Suplemen). Awal Mei 1998 telah dilakukan pencairan kedua sebesar US$ 989,4 juta danjumlah yang sama akan dicairkan lagi berturut-turut awal bulan Juni dan awal bulan Juli,bila pemerintah dengan konsekuen melaksanakan program IMF. Sementara itu Menko Ekuin/Kepala Bappenas menegaskan bahwa “Dana IMF dan sebagainya memang tidak kita gunakanuntuk intervensi, tetapi untuk mendukung neraca pembayaran serta memberi rasa aman,rasa tenteram, dan rasa kepercayaan terhadap perekonomian bahwa kita memiliki cukupdevisa untuk mengimpor dan memenuhi kewajiban-kewajiban luar negeri” (Kompas, 6 Mei1998). Pencairan berikutnya sebesar US$ 1 milyar yang dijadwalkan awal bulan Juni baruakan terlaksana awal bulan September ini.

Kritik Terhadap IMF

Banyak kritik yang dilontarkan oleh berbagai pihak ke alamat IMF dalam hal menanganikrisis moneter di Asia, yang paling umum adalah bahwa: (1) program IMF terlalu seragam,padahal masalah yang dihadapi tiap negara tidak seluruhnya sama; dan (2) program IMFterlalu banyak mencampuri kedaulatan negara yang dibantu (Fischer, 1998b). Radelet danSachs secara gamblang mentakan bahwa bantuan IMF kepada tiga negara Asia (Thailand,Korea dan Indonesia) telah gagal. Setelah melihat program penyelematan IMF di ketiganegara tersebut, timbul kesan yang kuat bahwa IMF sesungguhnya tidak menguasaipermasalahan dari timbulnya krisis, sehingga tidak bisa keluar dengan programpenyelamatan yang tepat. Salah satu pemecahan standar IMF adalah menuntut adanyasurplus dalam anggaran belanja negara, padahal dalam hal Indonesia anggaran belanjanegara sampai dengan tahun anggaran 1996/1997 hampir selalu surplus, meskipun surplus

Page 12: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

12 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

ini ditutup oleh bantuan luar negeri resmi pemerintah. Adalah kebijakan dari Orde Baruuntuk menjaga keseimbangan dalam anggaran belanja negara, dan prinsip ini terusdipegang. Selama ini tidak ada pencetakan uang secara besar-besaran untuk menutupanggaran belanja negara yang defisit, dan tidak ada tingkat inflasi yang melebihi 10%.Memang dalam anggaran belanja negara tahun 1998/1999 terdapat defisit anggaran yangbesar, namun ini bukan disebabkan karena kebijakan deficit financing dari pemerintah, tetapioleh karena nilai tukar rupiah yang terpuruk terhadap dollar AS. Semakin jatuh nilai tukarrupiah, semakin besar defisit yang terjadi dalam anggaran belanja. Karena itu pemecahanutamanya adalah bagaimana mengembalikan nilai tukar rupiah ke tingkat yang wajar.

J. Stiglitz, pemimpin ekonom Bank Dunia, mengkritik bahwa prakondisi IMF yangteramat ketat terhadap negara-negara Asia di tengah krisis yang berkepanjangan berpotensimenyebabkan resesi yang berkepanjangan. Kemudian berlakunya praktek apa yangdinamakan “konsensus Washington”, yaitu negara pengutang lazimnya harusmendapatkan restu pendanaan dari pemerintah AS, yang pada dasarnya hanya memperluaskesempatan ekonomi AS. (Kompas, 13 Mei 1998). Kabar terakhir menyebutkan bahwapencairan bantuan tahap ketiga awal Juni ni akan tertunda lagi atas desakan pemerintahAS yang dikaitkan dengan perkembangan reformasi politik di Indonesia, dan ini akanmenunda cairnya bantuan dari sumber-sumber lain (Hartcher dan Ryan).

Anwar Nasution mengkritik bahwa reformasi ekonomi yang disarankan IMF bentuknyamasih samar-samar. Tidak ada penjelasan rinci, bagaimana caranya untuk meningkatkanpenerimaan pemerintah dan mengurangi pengeluaran pemerintah untuk mencapai sasaransurplus anggaran sebesar 1% dari PDB dalam tahun fiskal 1998/99, dan bagaimana ingindicapai sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 3%. Harapan satu-satunya adalahpeningkatan ekspor non-migas, namun kelemahan utama dari IMF adalah tidak ada programyang jelas untuk meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya produksi untuk mendorongekspor non-migas. (Nasution: 27-28).

Penasehat khusus IMF untuk Indonesia (P.R. Narvekar) sendiri juga dikutip sebagaimengatakan bahwa “IMF kerap menerapkan standar ganda dalam pengambilan keputusan.Di satu pihak, perwakilan IMF mewakili negara dan pemerintahan dengan kebijakan danvisi politik masing-masing, sementara keputusan yang diambil harus mengacu pada faktakonkret ekonomi. Karenanya, ada saja peluang bahwa tudingan atas pelanggaran hak asasimanusia di Indonesia yang makin marak belakangan ini, menjadi hal yang disoroti DewanDirektur IMF dalam pengambilan keputusannya pekan depan”. Demikianpun halnyadengan Bank Dunia. (Kompas, 2 Mei 1998).

Sri Mulyani mengemukakan, bahwa di bidang kebijaksanaan makro IMF tidakmemperlihatkan adanya konsistensi antarinstrumen kebijaksanaan. Di satu pihak IMF

Page 13: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

13Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran

memberikan kelenturan dengan mengizinkan dipertahankannya subsidi dan menyediakandana untuk menciptakan jaringan keselamatan sosial, sedang di lain pihak menganutkebijaksanaan moneter yang kontraktif. Kedua kebijaksanaan ini bisa memandulkanefektivitas kebijaksanaan makro, terutama dalam rangka stabilitas nilai tukar dan inflasi.(Sri Mulyani: 72). “Secara makro ancaman kegagalan terbesar kesepakatan ketiga ini berasaldari kebijaksanaan moneter yang masih ambivalen, karena keharusan BI melakukan fungsilender of last resort bagi perbankan nasional, yang bertentangan dengan tema pengetatan,juga ketidak sejalanan kebijaksanaan moneter dan fiskal” (Sri Mulyani: 72).

Saran IMF menutup sejumlah bank yang bermasalah untuk menyehatkan sistimperbankan Indonesia pada dasarnya adalah tepat, karena cara pengelolaan bank yangamburadul dan tidak mengikuti peraturan, namun dampak psikologisnya dari tindakan initidak diperhitungkan. Masyarakat kehilangan kepercayaan kepada otoritas moneter, BankIndonesia dan perbankan nasional, sehingga memperparah keadaan dan masyarakatberamai-ramai memindahkan dananya dalam jumlah besar ke bank-bank asing danpemerintah atau ditaruh di rumah, yang menimbulkan krisis likuiditas perbankan nasionalyang gawat. Hal ini juga diakui oleh IMF (butir 14, 15 dan 24 dari persetujuan IMF tanggal15 Januari 1998).

Pertanyaan mendasar yang harus ditujukan kepada IMF menurut penulis adalahsejauh mana IMF bersungguh-sungguh dalam hal membantu mengatasi krisis ekonomiyang sedang melanda Indonesia dewasa ini? Apakah sama seperti kesungguhan AmerikaSerikat ketika membantu Meksiko bersama-sama dengan IMF dan negara-negara majulainnya yang berhasil menggalang sebesar hampir US$ 48 milyar Januari 1995? Setelahmencapai titik terendah tahun 1995, perekonomian Meksiko dengan cepat pada tahun 1996dapat bangkit kembali. Rencana IMF untuk mencairkan bantuannya secara bertahap dalamjarak waktu yang cukup jauh menunjukkan bahwa IMF menekan Indonesia untukmenjalankan programnya secara ketat dan membiarkan keadaan ekonomi Indonesia terusmerosot menuju resesi yang berkepanjangan. Dengan menahan pencairan bantuan tahapkedua dan setelah diundur, hanya dicicil US$ 1 milyar dari jumlah US$ 3 milyar, ditambahjarak yang cukup lama antara paket bantuan pertama dan kedua, menyulitkan pemulihanekonomi Indonesia secara cepat, menghilangkan kepercayaan terhadap rupiah, bahkanmemperparah keadaan. Karena badan internasional lain dan negara-negara sahabat yangmenjanjikan bantuan juga menunggu signal dari IMF, berhubung semua bantuan tambahanyang besarnya mencapai US$ 27 milyar dikaitkan dengan cairnya bantuan IMF. Di lainpihak, kita juga perlu berterima kasih kepada IMF karena dengan menunda mencairkanbantuannya, IMF sedikit banyak mempunyai andil dalam perjuangan menggulirkan tuntutanreformasi politik, ekonomi dan hukum di Indonesia yang pada akhirnya bermuara padamundurnya Presiden Soeharto.

Page 14: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

14 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Saran IMF untuk menstabilkan nilai tukar adalah dengan menerapkan kebijakan uangketat, menaikkan suku bunga dan mengembalikan kepercayaan terhadap kebijakan ekonomi,dari waktu ke waktu mengadakan intervensi terbatas di pasar valas dengan petunjuk IMF(lihat butir 14, 16, 17, 21 dari persetujuan 15 Januari 1998; butir 5, 7 dari Suplemen). Sayangnyatidak ada program khusus yang secara langsung ditujukan untuk menguatkan kembalinilai tukar rupiah, juga tidak ada Appendix untuk masalah ini. IMF tidak memecahkanpermasalahan yang utama dan yang paling mendesak secara langsung. IMF bisa saja terlebihdahulu mengambil kebijakan memprioritaskan stabilisasi nilai tukar rupiah, kalau mau,dengan mencairkan dana bantuan yang relatif besar pada bulan November lalu, yangdidukung oleh bantuan dana dari World Bank, Asian Development Bank dan negara-negarasahabat. Dengan demikian timbulnya krisis kepercayaan yang berkepanjangan dapatdicegah. IMF sendiri tampaknya tidak tahu apa yang harus dilakukannya dan berputar-putar pada kebijakan surplus anggaran, uang ketat, tingkat bunga tinggi, pembenahan sektorriil yang memang perlu dan sudah sangat mendesak, dan titipan-titipan khusus dari negara-negara maju yaitu membuka peluang investasi yang seluas-luasnya bagi mereka denganmenggunakan kesempatan dalam kesempitan Indonesia.

Di lain pihak memang harus diakui bahwa tekanan ini perlu untuk memastikankesungguhan Indonesia, karena untuk beberapa tindakan memang ada tanda-tandakekurang sungguhan di pihak Indonesia. Tidak adanya program dari IMF yang jelas danberjangka pendek untuk mengembalikan nilai tukar rupiah ke tingkat yang wajar danmenstabilkannya membuat pemerintah cukup lama terombang-ambing antara memilihprogram IMF atau currency board system, yang justru menjanjikan kepastian dan kestabilannilai tukar pada tingkat yang wajar.

Krisis ekonomi yang tengah berlangsung ini memang bukan tanggung-jawab IMFdan tidak bisa dipecahkan oleh IMF sendiri. Namun kekurangan yang paling utama dariIMF adalah bahwa IMF dalam program bantuannya tidak mencari pemecahan terhadapmasalah yang pokok dan sangat mendesak ini dan berputar-putar pada reformasi strukturalyang dampaknya jangka panjang. Bila semua kekuatan bantuan ini dikumpulkan sekaligussecara dini, maka hal ini dengan cepat akan memulihkan kembali kepercayaan masyarakatdalam negeri dan internasional. Namun bantuan dana IMF dan ketergantungan harapanpada IMF ini di(salah)gunakan untuk menekan pemerintah Indonesia untuk melaksanakanreformasi struktural secara besar-besaran. Ibaratnya orang yang sudah hampir tenggelamdiombang-ambing ombak laut tidak segera ditolong dengan dilempari pelampung, tapidisuruh belajar berenang dahulu.

Reformasi struktural sebagaimana yang dianjurkan oleh IMF memang mendasardan penting, tetapi dampak hasilnya baru bisa dirasakan dalam jangka panjang, sementarapemecahan masalahnya sudah sangat mendesak, di mana makin ditunda makin banyak

Page 15: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

15Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran

perusahaan yang jatuh bergelimpangan. Banyak perusahaan yang mengandalkan pasarandalam negeri tidak bisa menjual barang hasil produksinya karena perusahaan-perusahaanini umumnya memiliki kandungan impor yang tinggi dan harga jualnya menjadi tidakterjangkau dengan semakin jatuhnya nilai tukar rupiah. Jadi, utang luar negeri swasta dannilai tukar rupiah yang merosot jauh dari nilai riilnya adalah masalah-masalah dasar jangkapendek, yang lama tidak disinggung oleh IMF. Di sini timbul keragu-raguan akan kemurniankebijakan reformasi IMF, sehingga timbul teka-teki, apakah IMF benar-benar tidak melihatinti permasalahannya atau berpura-pura tidak tahu? Atau IMF mengambil kesempatandalam kesempitan untuk memaksakan perubahan-perubahan yang sudah lama menjadiduri di matanya dan bagi Bank Dunia serta mewakili kepentingan-kepentingan asing?Tampaknya di balik anjuran program pemulihan kegiatan ekonomi ada titipan-titipan politikdan ekonomi dari negara-negara besar tertentu. Program reformasi IMF secara mencurigakanmengulang kembali tuntutan-tuntutan deregulasi ekonomi yang sudah sejak bertahun-tahundidengungkan oleh Bank Dunia dan belum sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintahIndonesia (lihat World Bank, 1996, bab 2;World Bank, 1997, bab 4 dan 5).

Permintaan IMF untuk menghentikan dengan segera perlakuan pembebasan pajakdan kemudahan kredit untuk proyek mobil nasional dan IPTN adalah tepat, karena dalamjangka pendek proyek ini akan mengacaukan kebijakan pemerintah di bidang fiskal,anggaran dan moneter secara berarti. Juga saran IMF untuk menghapuskan subsidi BBMdan listrik yang kian membesar secara bertahap dalam jangka waktu tiga tahun sudahbenar. Subsidi listrik relatif lebih mudah untuk dihapuskan, yakni melalui subsidi silangsehingga masyarakat berpenghasilan rendah tetap dikenakan tarif listrik yang murah danmelalui peningkatan efisiensi, misalnya penagihan yang lebih efektif. Namun penurunansubsidi BBM dan listrik oleh pemerintah secara drastis dan mendadak pada tanggal 4 Mei1998 yang lalu mempunyai dampak yang sangat luas terhadap perekonomian rakyat kecil,meskipun kepentingan rakyat kecil sangat diperhatikan dengan adanya jaringankeselamatan sosial. Tindakan drastis ini sedikit-banyak telah membantu memicu terjadinyakerusuhan-kerusuhan sosial dan politik. Yang menjadi pertanyaan di sini adalah, apakahpemerintah tidak bisa menunda kenaikan BBM dan listrik untuk beberapa bulan, menunggukeresahan masyarakat reda? Di sini pemerintah salah membaca isi dari kesepakatan denganIMF, karena IMF menganjurkan penghapusan subsidi secara bertahap dan tidak secaramendadak. Dalam suplemen program IMF April 1998 disebutkan bahwa subsidi masih bisadiberikan kepada beberapa jenis barang yang banyak dikonsumsi oleh pendudukberpenghasilan rendah seperti bahan makanan, BBM dan listrik. Dalam situasi sekaranghampir tidak ada peluang untuk meningkatkan pajak. Baru pada tanggal 1 Oktober 1998direncanakan subsidi akan diturunkan secara berarti. (butir 10 dan 11 dari Suplemen).Subsidi untuk bahan pangan, BBM dan listrik sudah diperhitungkan dan dinaikkan dalamanggaran pemerintah (butir 20 dari Suplemen). Membengkaknya subsidi ini disebabkan

Page 16: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

16 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

oleh beberapa faktor, seperti kinerja yang kurang efisien, tagihan listrik dalam jumlah besaryang tidak dibayar, tetapi sebab utama karena merosotnya nilai tukar rupiah. Jadi tindakanyang pokok adalah pertama mengembalikan dulu nilai rupiah ke tingkat yang wajar dandari sini baru menghitung besarnya subsidi. Tidak bisa biaya produksi dihitung atas dasarnilai tukar dengan dollar AS yang masih relatif tinggi lalu dibebankan kepada konsumen,sementara pendapatan masyarakat adalah dalam rupiah yang tidak berubah sejak sebelumterjadinya krisis moneter, kalau tidak menurun dan banyaknya PHK. Keadaan ini tidaksebanding, kita harus melihat sebab-sebab lain di balik kenaikan biaya produksi. Halnyaakan lain, bila pendapatan masyarakat dalam rupiah juga ikut naik dua atau tiga kali lipatsesuai dengan kenaikan nilai tukar dollar AS, seperti orang asing yang tinggal di Indonesia misalnya.

Dalam kaitan ini perlu dipertanyakan, siapa yang menjadi penyebab dari terjadinyakrisis yang berkepanjangan ini, sehingga nilai tukar valas naik sangat tinggi dan siapayang menarik keuntungan dari krisis ini? Janganlah rakyat banyak diminta untuk berkorbanmengatasi krisis ini atau membebankan di atas penderitaan rakyat dengan misalnyamenaikkan harga BBM dan tarif listrik.

Di antara saran-saran IMF juga ada yang mengenai perluasan penyertaan modalasing dalam kegiatan ekonomi Indonesia yang terlalu jauh. Modal asing sudah diberi peluangyang cukup besar untuk investasi di Indonesia dengan diperbolehkannya kepemilikanhingga 100% baik untuk pendirian PMA, bank asing maupun penguasaan saham dariperusahaan-perusahaan yang telah go public, kecuali saham bank nasional yang go public.Meskipun demikian IMF masih meminta dihapuskannya larangan membuka cabang bagibank asing, izin investasi di bidang perdagangan besar dan eceran, dan liberalisasaiperdagangan yang jauh lebih liberal dari komitmen resmi pemerintah di forum WTO, AFTAdan APEC. Masalahnya bukan sentimen nasionalisme, tetapi apa sumbangan dariketerbukaan ini terhadap restrukturisasi ekonomi dari program IMF, stabilisasi ekonomidan moneter, dan apa sumbangannya terhadap pemasukan modal asing? Bukan masalahanti asing atau sentimen nasionalisme yang sempit, tetapi apa salahnya bila pemerintahmenyisakan bidang kegiatan untuk pengusaha Indonesia, terutama yang bermodal kecil?Apa permintaan IMF ini tidak terlalu jauh? Kedengarannya seperti IMF menerima titipanpesan sponsor dari negara-negara besar yang ingin memaksakan kepentingannya denganmenggunakan kesempatan dalam kesempitan. (Bandingkan juga Sri Mulyani: 72-3).

Saran IMF lainnya yang disisipkan dalam persetujuan dan tidak ada kaitannya denganprogram stabilisasi ekonomi dan moneter adalah desakannya untuk menyusun Undang-Undang Lingkungan Hidup yang baru (butir 50 dari persetujuan IMF tanggal 15 Januari 1998).

Ikut campurnya IMF dalam penyelesaian utang swasta adalah sangat baik, karenaIMF sebagai lembaga yang disegani bisa banyak membantu memulihkan kepercayaan kreditor

Page 17: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

17Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran

luar negeri, yang akan memperlancar dan mempercepat proses penyelesaian utang. IMFbisa bertindak sebagai perantara yang netral dan dipercaya.

Dampak dari Krisis

Dewasa ini semua permasalahan dalam krisis ekonomi berputar-putar sekitar kursnilai tukar valas, khususnya dollar AS, yang melambung tinggi jika dihadapkan denganpendapatan masyarakat dalam rupiah yang tetap, bahkan dalam beberapa hal turunditambah PHK, padahal harga dari banyak barang naik cukup tinggi, kecuali sebagiansektor pertanian dan ekspor. Imbas dari kemerosotan nilai tukar rupiah yang tajam secaraumum sudah kita ketahui: kesulitan menutup APBN, harga telur/ayam naik, utang luarnegeri dalam rupiah melonjak, harga BBM/tarif listrik naik, tarif angkutan naik, perusahaantutup atau mengurangi produksinya karena tidak bisa menjual barangnya dan beban utangyang tinggi, toko sepi, PHK di mana-mana, investasi menurun karena impor barang modalmenjadi mahal, biaya sekolah di luar negeri melonjak. Dampak lain adalah laju inflasi yangtinggi selama beberapa bulan terakhir ini, yang bukan disebabkan karena imported inflation4 ,tetapi lebih tepat jika dikatakan foreign exchange induced inflation. Masalah ini hanya bisadipecahkan secara mendasar bila nilai tukar valas bisa diturunkan hingga tingkat yangwajar atau nyata (riil). Dengan demikian roda perekonomian bisa berputar kembali danharga-harga bisa turun dari tingkat yang tinggi dan terjangkau oleh masyarakat, meskipuntidak kembali pada tingkat sebelum terjadinya krisis moneter.

Pada sisi lain merosotnya nilai tukar rupiah secara tajam juga membawa hikmah.Secara umum impor barang menurun tajam termasuk impor buah, perjalanan ke luar negeridan pengiriman anak sekolah ke luar negeri, kebalikannya arus masuk turis asing akanlebih besar, daya saing produk dalam negeri dengan tingkat kandungan impor rendahmeningkat sehingga bisa menahan impor dan merangsang ekspor khususnya yang berbasispertanian, proteksi industri dalam negeri meningkat sejalan dengan merosotnya nilai tukarrupiah, pengusaha domestik kapok meminjam dana dari luar negeri. Hasilnya adalahperbaikan dalam neraca berjalan. Petani yang berbasis ekspor penghasilannya dalam rupiahmendadak melonjak drastis, sementara bagi konsumen dalam negeri harga beras, gula, kopidan sebagainya ikut naik. Sayangnya ekspor yang secara teoretis seharusnya naik, tidakterjadi, bahkan cenderung sedikit menurun pada sektor barang hasil industri. Meskipunpenerimaan rupiah petani komoditi ekspor meningkat tajam, tetapi penerimaan ekspor dalamvalas umumnya tidak berubah, karena pembeli di luar negeri juga menekan harganya karenatahu petani dapat untung besar, dan negara-negara produsen lain juga mengalami depresiasi

4 Suatu inflasi dikatakan terjadi karena imported inflation bila harga barang-barang di negara pengekspornya naik,dan ini tidak terjadi.

Page 18: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

18 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

dalam nilai tukar mata uangnya dan bisa menurunkan harga jual dalam nominasi valas.Hal yang serupa juga terjadi untuk ekspor barang manufaktur, hanya di sini ada kesulitanlain untuk meningkatkan ekspor, karena ada masalah dengan pembukaan L/C dan keadaansosial-politik yang belum menentu sehingga pembeli di luar negeri mengalihkan pesananbarangnya ke negara lain.

Sebagai dampak dari krisis ekonomi yang berkepanjangan ini, pada Oktober 1998 inijumlah keluarga miskin diperkirakan meningkat menjadi 7,5 juta, sehingga perlu dilancarkanprogram-program untuk menunjang mereka yang dikenal sebagai social safety net.Meningkatnya jumlah penduduk miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai tukar rupiahyang tajam, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara penghasilan yang berkurangkarena PHK atau naik sedikit dengan pengeluaran yang meningkat tajam karena tingkatinflasi yang tinggi, sehingga bila nilai tukar rupiah bisa dikembalikan ke nilai nyatanyamaka biaya besar yang dibutuhkan untuk social safety net ini bisa dikurangi secara drastis.

Namun secara keseluruhan dampak negatifnya dari jatuhnya nilai tukar rupiah masihlebih besar dari dampak positifnya.

Prospek Ekonomi Indonesia

Prospek ekonomi untuk beberapa tahun mendatang adalah kurang cerah dan akanditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang negatif. Menurut perkiraan IMF pada bulan Maret1999 lalu, pertumbuhan GDP nyata Indonesia pada tahun 1998/9 diperkirakan akan negatifsebesar 16%, dan tingkat inflasi sekitar 66%. Keadaan ekonomi yang sangat parah inidiperkirakan pada bulan-bulan mendatang masih akan berlangsung terus, karena krisisbelum juga menyentuh dasar jurang. Berapa lama krisis ekonomi ini masih akan berlangsung,sulit untuk diramalkan karena tergantung pada banyak faktor. Faktor-faktor tersebut adalahbantuan IMF dan donor-donor lainnya yang segera, menguatnya nilai tukar rupiah terhadapdollar AS pada tingkat yang wajar, pulihnya kepercayaan investor dalam dan luar negeri,keamanan yang mantap, suasana politik dan sosial yang stabil.

Tapi sekali krisis berakhir dan ekonomi berbalik bangkit kembali (rebound), makaperbaikan ini diperkirakan akan berlangsung relatif cepat. Karena prasarana dasar untukpembangunan sudah tersedia, tenaga terlatih, pabrik, mesin-mesin sudah ada, sehinggayang diperlukan adalah pulihnya kepercayaan dan masuknya modal baru.

Saran-Saran

Krisis moneter telah memberikan pelajaran yang sangat berharga untuk menentukankebijakan di masa depan, maka upaya yang paling utama dan mendesak bagi Indonesia

Page 19: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

19Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran

dewasa ini adalah program penyelamatan yang bisa mengembalikan kepercayaanmasyarakat serta menstabilkan kurs rupiah pada nilai tukar yang nyata (bandingkan jugaStiglitz). Para ekonom dari CSIS berpendapat bahwa langkah yang harus diambil untukmengatasi kemelut ini adalah dengan menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar ASdalam tingkat yang wajar, restrukturisasi perbankan, dan penyelesaian masalah utangswasta dengan penjadwalan ulang (Kompas, 9 April 1998).

Penulis menginterpretasikan nilai tukar nyata sebagai nilai tukar berdasarkanpurchasing power parity yang bisa menjaga keseimbangan dalam neraca berjalan dan yangbisa menjamin ekonomi nasional beroperasi. Dengan sistim ini, harga barang-barangproduksi dalam negeri dengan kandungan lokal tinggi bisa meningkat daya saingnyasehingga bisa berkembang dan orang tidak mengandalkan bahan impor karena menjadimahal, industrialisasi substitusi impor berlanjut, harga mobil terjangkau oleh masyarakat,impor secara otomatis akan berkurang (misalnya buah, jalan-jalan ke luar negeri, berobat diluar negeri, kirim anak sekolah di luar negeri, pola makan makanan yang bahannya gandum),dan meningkatkan ekspor. Kegiatan jasa hotel, perjalanan, perdagangan dan angkutan jugabisa hidup kembali.

Setelah mendapat pengalaman dari krisis ini, dana asing akan sangat hati-hati masukke Indonesia, begitupun pengusaha domestik akan sangat hati-hati untuk meminjam dariluar negeri. Ditambah dengan hilangnya insentif untuk meminjam dari luar negeri karenabiaya pinjaman yang lebih rendah diimbangi dengan tingkat depresiasi yang lebih tinggidan karena tidak adanya lagi intervensi kurs oleh BI. Dengan demikian sumber utama krisisdi masa lalu untuk masa mendatang sudah dapat dieliminir, sejauh persyaratan di atas bisadipenuhi. Dengan demikian, kegiatan ekonomi Indonesia terutama harus ditunjang olehkekuatan sendiri berdasarkan dana modal yang tersedia di dalam negeri. Dunia perbankannasional juga telah diajarkan dari manfaat jangka panjang untuk bertindak prudent.

Bank Dunia menyarankan mengembalikan kepercayaan terhadap rupiah denganempat kebijakan utama: restrukturisasi beban utang swasta, reformasi dan memperkuatsistim perbankan, memperbaiki “governance”, dan menjaga stabilitas fiskal dan moneterselama masa transisi (World Bank, 1998, p. 2.2).

Inti dari pemecahan krisis moneter dalam jangka pendek haruslah ditujukan kepadapencegahan penumpukan pembayaran utang luar negeri, baik swasta maupun pemerintah,pada suatu saat tertentu dan membagi (spread-out) pembayaran ini secara merata dalamjangka waktu yang lebih panjang pada tingkat yang terkendali (manageable).

Beberapa saran dari penulis untuk mengatasi krisis ekonomi dewasa ini adalahsebagai berikut:

Page 20: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

20 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

1. Karena Indonesia telah menanda-tangani persetujuan program reformasi strukturalekonomi dengan IMF, maka pemerintah juga harus melaksanakannya dengan konsekuen,terlebih lagi karena bantuan IMF ini terkait dengan bantuan negara-negara donor lainnyayang jumlahnya sangat besar. Pemerintah melaksanakan reformasi dan restrukturisasisektor riil dan keuangan secara konsekuen untuk memperkuat fundamental ekonomiIndonesia. Makin cepat pemerintah melaksanakan program-program reformasi, makincepat juga dananya cair. Yang nanti akan menjadi masalah adalah bagaimana membayarutang bantuan darurat yang mencapai US$ 46 milyar tersebut di samping utang-utangpemerintah dan swasta yang ada.

Namun pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan dan Bank Indonesia, harusbertindak proaktif menghadapi IMF dengan mengajukan saran-sarannya sendiri danmenolak program-program yang tidak relevan dan cenderung merugikan Indonesia.

2. Membentuk kabinet baru yang terdiri atas teknokrat untuk mengembalikan kepercayaanmasyarakat Indonesia maupun luar negeri akan kesungguhan program reformasi. Denganadanya kepercayaan ini, termasuk program reformasi IMF, diharapkan akan terjadi arusbalik devisa dan masuknya modal luar negeri.

3. Mengusahakan penundaan pembayaran utang resmi pemerintah berupa pembayarancicilan pokok dan bunga selama misalnya dua tahun melalui Paris Club. Sejauh iniIndonesia memang selalu patuh untuk membayar semua utang-utangnya secara tepatwaktu, yang juga selalu mendapatkan pujian dari Bank Dunia dan IMF. Namun dalamkeadaan krisis yang parah ini, apa salahnya jika Indonesia meminta penundaan waktupembayaran kembali utang? Nama Indonesiapun tidak menjadi jelek karenanya, sebabParis Club adalah instrumen internasional yang memang khusus dirancang untukmembantu negara-negara sedang berkembang dalam menghadapi masalah pembayarankembali utang-utang luar negeri pemerintah. Sementara ini sudah banyak negara sedangberkembang yang memanfaatkan fasilitas ini. Dengan demikian, Indonesia bisa bernapasuntuk memperkuat posisi cadangan devisanya. Sebab menurut APBN tahun 1998/99jumlah pembayaran cicilan utang pokok luar negeri beserta bunganya mencapai US$7.560 juta, sementara pinjaman luar negeri baru sebesar US$ 6.450 juta. Jumlah ini sangatberarti untuk memperkuat cadangan devisa negara. Seandainya Indonesia tidak menerimabantuan barupun, maka masih ada selisih positif sebesar lebih dari US$ 1 milyar yangbisa dihemat. Keuntungan dari penundaan pembayaran utang ini adalah, bahwa bebanutang tidak menjadi bertambah, hanya saja jangka waktu pembayaran kembalinya sajayang lebih panjang, tanpa merusak nama Indonesia sebagai debitur yang baik. Bila Jepanghanya mau membantu dengan dengan menambah pinjaman baru, berarti bahwa bebanutang termasuk pembayaran bunga untuk di kemudian hari akan bertambah besar.Penjadwalan kembali pembayaran utang resmi pemerintah ini juga akan banyak

Page 21: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

21Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran

membantu meringankan defisit anggaran belanja, terlebih lagi dengan semakinterpuruknya nilai tukar rupiah semakin besar pula defisit dalam anggaran belanja negarayang harus ditutup. Hal ini telah dilakukan oleh pemerintah dan telah dicapaikesepakatan, bahwa Indonesia akan menunda pembayaran cicilan utang pokoknya saja.

4. Menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang riil, artinya tidak lagi overvalued ketikaregim managed floating, bahkan bisa dipertimbangkan untuk membiarkannya sedikitundervalued untuk meningkatkan daya saing secara internasional dan merangsangproduksi dalam negeri dan ekspor. Nilai tukar nyata yang wajar ini harus dicari denganmemperhatikan kriteria-kriteria berikut, paling tidak tingkat depresiasi rupiah tidak lebihrendah dari depresiasi nyatanya. Dengan kurs ini defisit anggaran belanja negara bisaditekan, juga tingkat inflasi, pembayaran utang luar negeri pemerintah dan swasta dalamrupiah dapat ditekan sehingga mampu dikembalikan, begitupun harga BBM/listrik danpakan ternak, harga barang-barang produksi dalam negeri dapat terjangkau termasuksembako dan pabrik-pabrik beroperasi kembali, orang-orang yang menganggur dapatbekerja kembali, jumlah penduduk miskin dapat ditekan kembali dan jaringan keamanansosial tidak lagi diperlukan, biaya angkutan udara bisa diturunkan, perjalanan domestikdan luar negeri dapat hidup kembali. Dilain pihak kurs dollar AS ini harus cukup tinggiuntuk menahan impor berbagai macam barang dan bahan serta meningkatkan dayasaing produk dalam negeri termasuk buah-buahan, insentif untuk meminjam dana dariluar negeri hilang, biaya perjalanan ke dan sekolah di luar negeri tetap masih mahal,yang semuanya mengurangi pengurangan devisa. Sebaliknya daya saing ekspor masihcukup tinggi, sehingga ekspor masih bisa tetap bergairah. Bila ini disadari sebagai halyang utama dan yang paling mendesak untuk mengakhiri krisis ini, maka seluruh dayaupaya dan pikiran dapat diarahkan untuk memecahkan persoalannya.

Kebijakan depresiasi nilai tukar yang relatif besar dampaknya sama seperti kebijakanproteksi produksi dalam negeri, karena merubah perbandingan harga antara barangdalam negeri aktif dalam forum-forum internasional seperti APEC, ASEAN, dansebagainya untuk mencari pemecahan atas krisis moneter yang sedang melanda banyaknegara Asia Timur. Masalah pokoknya adalah bagaimana memperkuat nilai tukar matauang masing-masing kembali pada tingkat yang wajar. Misalnya dengan mengajukangagasan-gagasan pemecahan yang konkrit dan mendesak diadakannya pertemuan-pertemuan dengan segera. Hingga kini sikap pemerintah Indonesia terkesan pasif.

6. Mengadakan negosiasi ulang utang luar negeri swasta Indonesia dengan para kreditoruntuk meminta penundaan pembayaran, yang sekarang sedang diusahakan oleh TimPenanggulangan Utang Luar Negeri Swasta (PULNS) atau Indonesian Debt RestructuringAgency (INDRA).

Page 22: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

22 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

7. Mengembalikan stabilitas sosial dan politik dan rasa aman secepatnya sehingga bisamemulihkan kepercayaan pemilik modal dalam dan luar negeri.

8. Untuk mengembalikan kepercayaan dari masyarakat yang menyimpan uangnya di dalamnegeri, pemerintah bisa mempertimbangkan melakukan operasi swap, apalagi didukungoleh cadangan devisa pemerintah yang semakin membesar.

9. Menghalangi kemungkinan kegiatan spekulasi valas besar-besaran dengan mempelajarikemungkinan melakukan pengawasan devisa secara terbatas tanpa melepas prinsipregim devisa bebas atau melanggar kesepakatan dengan IMF, misalnya transfer pribadidibatasi sampai jumlah tertentu, US$ 10.000. Selanjutnya tidak memberi peluang untukmemperdagangkan rupiah atau menaruh deposito Rupiah di luar negeri. Deposito valashanya boleh di bank-bank devisa dalam negeri dan tidak boleh ditempatkan di luar.Krugman juga menganjurkan memungut pajak atas dana yang masuk dan membuatperaturan yang menghambat pengiriman dana ke luar (lihat Wessel dan Davis, hal. 16).

Daftar Kepustakaan

Anwar, Moh. Arsjad. 1997. “Transformasi Struktur Perekonomian Indonesia: Poladan Potensi”, dalam: M. Pangestu, I. Setiati (penyunting), Mencari Paradigma Baru PembangunanIndonesia, Jakarta: CSIS, hal. 33-48.

Bank Indonesia. 1998. “Financial Crisis in Indonesia”, Jakarta, August.

Bello, W. 1998. “Mencari Solusi Alternatif untuk Mengatasi Krisis”, saduran, Jakarta:Kompas, 1 September, hal. 3.

Ehrke, M.1998. “Pangloss oder die beste aller moeglichen Welten, Ursachen undAuswirkungen der Asienkrise”, Bonn: Friedrich Ebert Stiftung, Februari.

Fischer, S. 1998a. “IMF dan Krisis Asia”, Kompas, Jakarta, 6 April.

________. 1998b. “Peranan IMF Saat Krisis”, Kompas, Jakarta, 8 April.

________. 1998c. “The Asian Crisis and the Changing Role of the IMF”, Washington,D.C.: Finance & Development, Vol. 35 No. 2, June, pp. 2-5.

Greenwood, J. 1997. “The Lessons of Asia’s Currency Crisis”, Hong Kong: The AsianWall Street Journal, 9 Oktober, hal. 6.

Gunawan, A.H., Sri Mulyani I.. 1998. “Krisis Ekonomi Indonesia dan Reformasi (Makro)Ekonomi”, makalah pada Simposium Kepedulian Universitas Indonesia Terhadap TatananMasa Depan Indonesia”, Kampus UI, Depok, 30 Maret - 1 April.

Page 23: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

23Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran

Hartcher, P., C. Ryan. 1998. “The IMF Turns Off the Tap”, Australian Financial Review,May 21.

Hollinger, W.C. 1996. Economic Policy under President Soeharto: Indonesia’s Twenty-FiveYear Record, the United States-Indonesia Society.

IMF. 1997. “IMF Approves Stand-By Credit for Indonesia”, Washington, D.C., PressRelease No. 97/50, November 5.

IMF. 1997. “IMF Approves Stand-By Credit for Indonesia”, Press Release No. 97/50,November 5.

IMF. 1998. World Economic Outlook, Washington, D.C., May.

IMF. 1999. “Indonesia, Supplemetary Memorandum of Economic and Financial Policies,Fourth Review Under the Extended Arrangement”, March 16.

IMF Research Department Staff. 1997. “Capital Flow Sustainability and SpeculativeCurrency Attacks”, Finance and Development, Washington, D.C.: World Bank, December, hal.8-11.

IMF Staff. 1998. “The Asian Crisis: Causes and Cures”, Washington, D.C.: Finance &Development, Vol. 35 No. 2, June, pp.18-21.

“IMF Cairkan Semilyar Dollar AS”, Jakarta: Kompas, 6 Mei 1998.

“IMF Mulai Sadar Transparensi”, Jakarta: Kompas, 13 Mei 1998, hal. 9.

“Indonesia - IMF Agreement on Economic Reforms”, January 15, 1998.

“Indonesia - Supplementary Memorandum of Economic and Financial Policies”,Jakarta, April 10, 1998.

Institute of Developing Economies (IDE). 1997. 1998 Economic Outlook for East Asia,Tokyo, December 9.

Kitamura, K.; T. Tanaka (editors). 1997. Examining Asia’s Tigers, Nine EconomiesChallenging Common Structural Problems, Tokyo: Institute of Developing Economies, IDE SpotSurvey.

Korea Letter of Intent, February 7, 1998,

Krause, L.B. 1994. The Pacific Century: Myth or Reality?, the 1994 Panglaykim MemorialLecture, Jakarta: CSIS.

Page 24: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

24 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Krugman, P. 1994. “The Myth of Asia’s Miracle”, Foreign Affairs, November/December,hal. 62-77.

_________. 1997. “Currency Crisis”.

_________. 1998a. “What Happened to Asia”, The Economist, January. Dimuat di Kompasdengan judul “Di Balik Terjadinya Krisis Keuangan Asia”, 27 Januari, hal. 17.

__________. 1998b. “Saatnya Dipertimbangkan Solusi Alternatif”, Jakarta: Kompas,28 Agustus, hal. 3.

Montes, M.F. 1998. The Currency Crisis in Southeast Asia, Singapore: ISEAS, 3rd updatedreprint.

Nasution, Anwar. 1997. “Lessons from the Recent Financial Crisis in Indonesia”,makalah pada “1997 Economics Conference”, diselenggarakan bersama oleh USAID, ACAES,LPEM-FEUI, Jakarta, 17-18 Desember.

Radelet, S., J. Sachs. 1998. “Why Not Let the Banks Own the Debtor Firms?”, TheSunday Times, Singapore, July 26, p. 28-29.

“RI-IMF Hasilkan Memorandum Tambahan”, Jakarta: Kompas, 9 April 1998.

“Saran Ali Wardhana untuk Atasi Krisis, Ada yang Harus Dilakukan dan yang HarusDihindari”, Jakarta: Kompas, 26 Agustus 1998, hal. 3.

Schuman, M., N. Cho. 1997. “South Korea, IMF Agree on Bailout; Economy Is Slated forRapid Change”, Hong Kong: The Asian Wall Street Journal, December 4.

Sender, H.1997. “What’s a Fund for?”, Hong Kong: Far Eastern Economic Review,September 25, hal. 140-2.

Soros, G. 1998. “The Crisis of Global Capitalism”, Hong Kong: The Asian Wall StreetJournal, September 16.

Stiglitz, J. 1998. “Restoring the Asian Miracle”, Hong Kong: The Asian Wall Street Journal,February 2, hal. 8.

Sri Mulyani Indrawati. 1998. “Kesepakatan Ketiga”, Gatra, No. 25 Tahun IV, Jakarta, 9Mei, hal. 72-3.

Tarmidi, L.T. 1998a. “APEC dan Krisis Moneter di Kawasan Asia Timur”, majalahGlobal, Jakarta, No. 5, hal. 31-38.

___________. 1998b. Krisis Moneter Tahun 1997/1998 dan Peran IMF, pidato pengukuhanGuru Besar Madya Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 10 Juni.

Page 25: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

25Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran

___________. 1998c. “APEC and the Monetary Crisis in East Asia”, paper presentedat the APEC Study Centre Consortium Conference, Bangi, Malaysia, August 11-13.

Thailand Letter of Intent, February 24, 1998.

“Utang Swasta Sekitar 64 Milyar Dollar AS”, Jakarta: Kompas, 2 Mei 1998.

Wessel, D., B. Davis. 1998. “Crisis Crusaders, Would-Be Keyneses Debate How toFight Global Woes”, Hong Kong: The Asian Wall Street Journal, September 28, hal. 1, 16.

Wessel, D., D. McDermott, G. Ip. 1997. “Money Trail: Who Ruptured the Rupiah”,Hong Kong: The Asian Wall Street Journal, December 31, hal. 1, 22.

World Bank. 1994. Indonesia: Stability, Growth and Equity in Repelita VI, May 27.

__________. 1996. Indonesia, Dimensions of Growth, Report No. 15383-IND, May 7.

__________. 1997. Indonesia, Sustaining High Growth with Equity, Report No. 16433-IND, May 30.

__________. 1998. Indonesia in Crisis, A Macroeconomic Update, draft Report, July 2.

Page 26: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

31Konsep Cross-Guarantee dalam Program Penjaminan dan Kemungkinan Penerapannya di Indonesia

KONSEP CROSS-GUARANTEEDALAM PROGRAM PENJAMINAN

DAN KEMUNGKINAN PENERAPANNYA DI INDONESIA

Maulana Ibrahim dan Agusman * )

Tulisan ini mencoba mengetengahkan salah satu bentuk pikiran alternatif dalam programpenjaminan yang dikenal dengan konsep Cross-Guarantee. Sangat berbeda dengan konsep-konseplainnya dalam program penjaminan, konsep ini sangat progresif dalam hal mempercayakanpenyelenggaraan penjaminan kepada mekanisme pasar dan meniadakan intervensi pemerintah,sehingga mengarah sepenuhnya pada swastanisasi baik penyelenggaraan penjaminan maupunpelaksanaan pengaturan dan pengawasan bank yang menyertainya.

Sebagai suatu konsep yang ditujukan untuk mengatasi berbagai kelemahan deposit insurancescheme yang berlaku sekarang ini, maka konsep Cross-Guarantee menekankan pentingnya penggunaanpendekatan risk-sensitive analysis dalam penetapan besarnya premi. Konsep ini juga mengupayakanadanya perlakuan yang sama untuk bank-bank besar dan bank-bank kecil dalam memper-olehpenjaminan. Pendekatan Too-Big-To-Fail (TBTF) yang sejak beberapa waktu terakhir telahmenimbulkan inkonsistensi dalam proses penjaminan diharapkan dapat dihilangkan oleh konsep ini.

Apabila diterapkan sepenuhnya, konsep Cross-Guarantee juga akan mengakibatkan perubahanyang sangat mendasar terhadap seluruh pola dan praktek penjaminan dan pengawasan bank yangsudah dijalankan selama ini. Dengan merujuk pada ide yang dilontarkan Bert Ely tentang Cross-Guarantee, dalam tulisan ini akan didalami prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam konseptersebut beserta pengaruhnya terhadap pola penjaminan dan pengawasan bank, sekaligus mempelajarikemungkinan penerapannya di Indonesia.

*) Maulana Ibrahim : Kepala Urusan Pengawasan Bank 2, Bank IndonesiaAgusman : Pengawas Bank, Urusan Pengawasan Bank 2, Bank Indonesia

Page 27: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

32 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Pendahuluan

Program penjaminan merupakan salah satu kebijaksanaan yang diambil pemerintahuntuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada sistem perbankan nasionalyang sempat terganggu karena parahnya krisis ekonomi dan keuangan yang

dihadapi Indonesia sejak paroh kedua tahun 1997. Ditinjau dari karakteristiknya, skimprogram penjaminan yang dipilih pemerintah tersebut ternyata lebih bersifat blanket guarantee(penjaminan menyeluruh).

Sulit untuk memungkiri bahwa skim penjaminan pemerintah yang bersifat menyeluruhitu akan sangat memberatkan keuangan pemerintah, khususnya karena tidak sebandingnyanilai premi dengan cakupan penjaminan disamping adanya peluang untuk melakukanmoral hazard. Untuk tindakan darurat1 , hal tersebut barangkali masih dapat diterima, namununtuk jangka panjang tampaknya perlu dicari alternatif lain yang memungkinkanterselenggaranya program penjaminan yang efisien dan efektif. Dalam hubungan ini,Kusumaningtuti (1999)2 misalnya, telah mencoba mengkaji kemungkinan penggantianketentuan blanket guarantee tersebut dengan deposit protection scheme.

Pencarian kemungkinan alternatif lain program penjaminan merupakan hal yangperlu dilakukan secara terus menerus. Di Amerika Serikat sendiripun upaya pencariantersebut masih tetap dilakukan meskipun program penjaminannya dianggap telah jauhlebih maju dan mapan. Dalam Konferensi mengenai Bank Structure and Competition yangbaru-baru ini diadakan oleh Federal Reserve Bank of Chicago, Bert Ely3 , seorang pakardeposit insurance telah mengemukakan konsep Cross-Guarantee sebagai salah satu alternatif.Tulisan ini mencoba mengetengahkan pikiran-pikiran Bert Ely mengenai konsep Cross-Guarantee tersebut, serta mencoba mempelajari kemungkinan penerapannya di Indonesia.

Latar Belakang Konsep Cross-Guarantee

Konsep Cross-Guarantee muncul antara lain karena adanya berbagai kritik danketidakpuasan terhadap skim penjaminan yang diterapkan pada Federal Deposit InsuranceCorporation (FDIC) di Amerika Serikat. Kritikan tersebut perlu ditanggapi karena FDIC

1 Menurut V.Sundararajan dan Tomas J.T.Balino, tindakan darurat (emergency measures) yang dilakukan banksentral dapat berupa pemberian fasilitas lender of last resort, intervensi terhadap bank-bank/lembaga keuanganbermasalah dan pembentukan deposit insurance. Untuk mendalami masalah ini lebih lanjut lihat tulisan merekaberdua dalam Banking Crises: Cases and Issues, Editor: V.Sundararajan dan Tomas J.T.Balino, InternationalMonetary Fund, Washington, D.C., 1991.

2 Kusumaningtuti S.S., Ketentuan Blanket Guarantee dan Kemungkinan Penggantiannya dengan Deposit ProtectionScheme, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Vol.1, No.3, Desember 1998.

3 Bert Ely, The Cross-Guarantee Concept and Interbank Markets, Paper dalam “The 35th Annual Conference onBank Structure and Competition”, The Federal Reserve Bank of Chicago, 7 Mei 1999.

Page 28: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

33Konsep Cross-Guarantee dalam Program Penjaminan dan Kemungkinan Penerapannya di Indonesia

sekarang ini menghadapi risiko yang lebih besar dibandingkan dengan periode-periodesebelumnya4 .

Salah satu hal yang memperoleh kritikan adalah mengenai ruang lingkup penjaminanFDIC yang cenderung agak kurang konsisten sehubungan dengan penerapan pendekatan“Too-Big-To-Fail” (TBTF). Sebagaimana diketahui, pada dasarnya yang dijamin oleh FDICadalah dana pihak ketiga (deposits) maksimum sebesar USD.100.000,- sedangkan non-depositsliabilities seperti pinjaman yang diterima, komitmen dan kewajiban off-balance sheet sertakewajiban antar bank di atas USD.100.000 tidak dijamin. Namun dalam hal suatu bankdinilai TBTF maka seluruh pos kewajibannya akan dijamin, termasuk juga pos pinjamansubordinasi.

Meskipun penerapan asas TBTF sangat dimungkinkan berdasarkan konsep ReformasiDeposit Insurance (deposit insurance reforms) yang disetujui Kongres Amerika Serikat danberlaku sejak setelah tahun 1988, akan tetapi tetap saja ada kritik bahwa perlakuan khusustersebut dapat menimbulkan diskriminasi diantara sesama bank, khususnya bagi bank-bank yang “Too-Small-To-Safe” (TSTS), sehingga pada gilirannya dapat merugikan masyarakatpenyimpan dana.

Kritikan berikutnya yang sering ditujukan kepada FDIC adalah berkenaan denganpenetapan premi yang harus dibayar oleh bank-bank yang ikut penjaminan. Perhitunganpremi oleh FDIC dinilai kurang mencerminkan risiko yang harus ditanggungnya.Sebagaimana layaknya perusahaan asuransi, seharusnya semakin besar risiko yangditanggung semakin besar premi, dan sebaliknya5 . Namun dalam prakteknya prinsip tersebutternyata tidak diterapkan karena dua alasan pokok berikut ini. Pertama, pendapatan daripenanaman dana oleh FDIC jauh melebihi biaya-biaya operasionalnya. Dengan kata lain,laba yang diperoleh FDIC cukup besar sehingga ketergantungan pada premi menjadi semakinlebih berkurang. Alasan kedua adalah karena jumlah dana yang ditanamkan oleh FDICtelah melebihi ketentuan minimum Reserve Ratio (RR) perbankan sebesar 1,25%. Oleh karenaitu, tampaknya hanya dalam FDIC mengalami kerugian dan deposit growth menekan RR dibawah 1,25% barulah premi akan dinaikkan.

Disamping itu premi yang dikenakan oleh FDIC sekarang ini juga dinilai terlaluberlebihan (overcharging) untuk bank-bank yang sehat dan terlalu kecil (undercharging) untukbank-bank yang bermasalah, sehingga menimbulkan cross-subsidies, yaitu bank-bank yang

4 Adanya risiko yang lebih besar tersebut antara lain dikemukakan oleh Jin-Chuan Duan, Arthur F. Moreau danC.W.Sealey dalam “Deposit Insurance and Bank Interest Rate Risk: Pricing and Regulatory Implications”,Journal of Banking & Finance, No.19 Tahun 1995, hal.1091-1108.

5 Ide agar FDIC menetapkan premi sebagaimana layaknya perusahaan asuransi swasta mula-mula sekali dilontarkanoleh Merton (1977). Hal ini diungkap dalam tulisan Yoram Landskroner dan Jacob Paroush, “Deposit InsurancePricing and Social Welfare”, Journal of Banking & Finance, No.18, Tahun 1994, hal. 531-552.

Page 29: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

34 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

sehat membayar kewajiban bank-bank yang tidak sehat. Hal ini erat kaitannya denganbelum diterapkannya secara penuh prinsip risk-sensitive premium sebagaimana yangdipersyaratkan oleh Section 302 FDICIA6 serta penggunaan alat ukur risiko yang belumsesuai. Sekarang ini FDIC menggunakan 2 (dua) alat ukur risiko yaitu Capital Levels danCAMEL Rating, namun pendekatan ini dinilai kurang ideal dalam perhitungan premi.Menurut Bert Ely, seharusnya alat ukur yang digunakan adalah leading indicators of bankingrisks seperti risk mismatches, rapid growth, weak internal controls dan execessive exposure to emergingspeculative bubbles.

Kritikan lainnya adalah mengenai masih terbukanya peluang untuk melakukan moralhazard dalam sistem yang berlaku sekarang. Hal ini terjadi karena pada satu pihak FDICmemiliki kekuasaan besar dalam penentuan premi, sedangkan pihak lain yaitu birokrasipemerintah (regulator) berkewajiban untuk meminimumkan kerugian FDIC dan mencegahkegagalan bank (bank failures). Struktur seperti ini ternyata dapat mengakibatkan terjadinyaregulatory moral hazard pada tingkat pembuat ketentuan, dan potensial untuk berubah menjadireal moral hazard pada tingkat FDIC. Contoh yang paling baru dari fenomena regulatory moralhazard ini adalah dalam hal kegagalan BestBank di Boulder, Colorado pada bulan Juli 1998.

Karakteristik Sistem Cross-Guarantee dalam Penjaminan

Terlepas dari berbagai kritik terhadap skim penjaminan FDIC sebagaimanadikemukakan di atas, secara implisit konsep Cross-Guarantee sebenarnya sudah melekatpada FDIC, meskipun belum seutuhnya. Melalui premi yang mereka bayar, bank-bank yangikut program penjaminan FDIC pada hakekatnya saling menjamin satu-sama lain, karenamasing-masing bank-bank yang dijamin (insured banks) pada akhirnya menjadi pihak yangbertanggung jawab terhadap semua kerugian yang terjadi apabila ada bank-bank yangmengalami kegagalan usaha (failed banks). Mekanisme Cross-Guarantee ini memilikikemiripan dengan mekanisme yang berlaku pada Standby Letter of Credits, khususnyadalam hal terdapat multiple participant.

Penerapan konsep Cross-Guarantee dalam program penjaminan memer-lukanperubahan mendasar terhadap skim penjaminan dan pola pengawasan bank yang sedangberjalan. Perubahan-perubahan tersebut dapat mencakup aspek penyelenggara, lembagapenjamin, ruang-lingkup penjaminan, bentuk kontribusi dari bank yang dijamin, sumberpembayaran klaim, pelaksana pengawasan bank, ketentuan perbankan, lembaga lain yangterlibat dan lain-lain. Pada Lampiran-1 disajikan perbandingan antara Cross-Guaranteedengan skim penjaminan deposit insurance konvensional untuk masing-masing aspek tersebut.

6 FDICIA singkatan dari FDIC Improvement Act. Menurut George G.Kaufman, apabila diterapkan secara penuhmaka ketentuan yang tercakup dalam FDICIA dapat efektif menurunkan moral hazard. Selanjutnya lihat GeorgeG.Kaufman, “FDICIA and Bank Capital” dalam Journal of Banking & Finance, No.19, Tahun 1995, hal.721-722.

Page 30: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

35Konsep Cross-Guarantee dalam Program Penjaminan dan Kemungkinan Penerapannya di Indonesia

Agar konsep Cross-Guarantee tersebut dapat diimplementasikan dalam praktek makaperlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Setiap bank diberi kebebasan untuk menentukan sendiri penjaminnya (direct guarantor-nya). Bank yang dijamin (insured bank) selanjutnya akan melakukan pembicaraan dengandirect guarantor-nya untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan yang akan dituangkandalam bentuk perjanjian penjaminan (cross-guarantee contract). Perjanjian ini akanberfungsi sebagai pengganti ketentuan perbankan yang berlaku sekarang. Dengandemikian, akan terjadi pergeseran dari government regulation and deposit insurance kepadacontractual regulation and guarantees (swasta).

b. Apabila direct guarantor gagal memenuhi kewajibannya maka guarantor dari direct guarantortersebut harus bertanggungjawab. Secara bersama-sama para direct guarantor akanmembentuk suatu sindikat direct guarantor (lihat Lampiran-2). Selanjutnya, secara accrualaccounting setiap direct guarantor akan langsung mengakui dan mencatat kerugian sebesarshare yang harus ditanggungnya apabila bank yang dijaminnya mengalami kegagalanusaha. Direct guarantor akan melakukan pembayaran dengan menggunakan general funds(cadangan umum) yang merupakan salah satu unsur modalnya. Dengan cara ini, seluruhkerugian karena bangkrutnya suatu bank akan langsung diserap oleh modal bank-bankyang ada dalam sistem perbankan suatu negara. Jumlah modal yang tersedia untukmenyerap kerugian juga akan semakin besar dan semua itu terjadi atas dasar komitmensukarela (committed voluntarily).

c. Untuk memastikan bahwa bank-bank yang dijamin mematuhi cross-guarantee contractmaka sebuah perusahaan swasta yang disebut “syndicate agent“ akan disewa. Syndicateagent ini selanjutnya akan menggantikan fungsi pengawas dan pemeriksa bank yangada sekarang. Penunjukan syndicate agent ini dilakukan secara terbuka sehingga akanmendorong adanya kompetisi yang sehat dan efisiensi.

d. Sebuah lembaga baru yang disebut Cross Guarantee Regulation Corporation (CGRC) harusdibentuk. Lembaga ini berfungsi untuk memastikan bahwa perjanjian penjaminan (cross-guarantee contract) yang disepakati para pihak telah sesuai dengan aturan penyebaranrisiko (risk dispersion rule) serta ketentuan-ketentuan lainnya.

Perlu kiranya dikemukakan bahwa aturan penyebaran risiko (risk dispersion rule)merupakan salah satu pilar penting dalam konsep Cross-Guarantee. Aturan ini mencakuphal-hal sebagai berikut:

♦ Setiap penjamin (guarantor) harus dijamin oleh penjamin-penjamin lainnya dalam suatusistem cross-guarantee, minimal untuk menyelesaikan kewajiban cross-guarantee darisetiap penjamin. Dengan demikian setiap dolar kerugian pasti akan dapat diselesaikanoleh bank-bank yang berada dalam himpunan para penjamin (the universe of guarantors).

Page 31: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

36 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

♦ Setiap perjanjian penjaminan (cross guarantee contracts) harus menyebutkan jumlahminimum para penjamin dan persentase risiko yang ditanggung mereka masing-masing.

♦ Setiap penjamin bertanggungjawab sebatas jumlah risiko cross-guarantee yangditanggungnya, baik untuk setiap bank maupun secara aggregat. Secara aggregat, setiapbank penjamin tidak diperkenankan menerima pendapatan dari premi7 dalam setahunmelebihi 3 (tiga) persen dari total modalnya.

♦ Untuk memastikan bahwa tidak akan pernah ada suatu bank mengalami kegagalanusaha karena menjadi penjamin maka perlu diberlakukan suatu standard stop-loss rule,yang menyatakan bahwa “apabila satu penjamin mengalami kerugian cross-guaranteemelebihi lima kali premi yang diperolehnya dalam setahun maka kewajiban cross-guarantee-nya harus dialihkan kepada direct guarantor-nya.

Manfaat Swastanisasi Penjaminan melalui Cross-Guarantee

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, penerapan konsep Cross-Guarantee akan menimbulkan pergeseran peranan dari pemerintah kepada pihak swastadalam melakukan penjaminan serta pengaturan dan pengawasan bank. Oleh karena itu,agar dapat terlaksana dengan baik, Cross-Guarantee memerlukan peran aktif dari pihakswasta untuk mewujudkan suatu skim penjaminan yang diarahkan oleh kekuatan pasar(market-driven cross-guarantee). Skim penjaminan berbasiskan pasar tersebut diharapkan dapatmengeliminir intervensi dari pemerintah, sehingga penjaminan akan terlaksana secaraefisien dan efektif. Karena adanya kebebasan dalam proses merumuskan mekanismepenjaminan untuk setiap bank, maka konsep Cross-Guarantee dipandang lebih berorientasike depan dibandingkan dengan konsep penjaminan (FDIC) yang berlaku sekarang.

Semangat untuk melakukan privatisasi penjaminan melalui Cross-Guarantee jelasterlihat sejak awal penentuan bank penjamin (direct guarantor) yang dilakukan secara sukarela(voluntary) dan demokratis. Demikian pula penentuan perjanjian penjaminan (cross-guaranteecontract) sepenuhnya diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu insuredbanks dan direct guarantor-nya. Yang perlu dijaga adalah agar perjanjian dimaksud sudahmemperhitungkan premi atas dasar sensitivitas terhadap risiko (risk-sensitive premium),memenuhi aturan penyebaran risiko (risk dispersion rule) serta ketentuan-ketentuan lainnyayang dianggap penting oleh para pihak. Sebagai aturan yang akan menggantikan prudentialregulation maka perjanjian penjaminan harus dibuat sedemikian rupa agar dapat menampungprinsip kehati-hatian.

7 Dalam hal ini premi merupakan proxy terbaik dari cross-guarantee risk.

Page 32: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

37Konsep Cross-Guarantee dalam Program Penjaminan dan Kemungkinan Penerapannya di Indonesia

Dengan swastanisasi penjaminan dan pengawasan bank maka nantinya tidak akanada lagi fenomena “satu ketentuan yang berlaku untuk semua” (one-size-must-fit-all governmentregulation) yang selama ini merupakan salah satu kelemahan inheren dari ketentuanperbankan yang dibuat pemerintah. Dalam praktek selama ini sering ditemukan adanyabeberapa ketentuan yang sulit diterapkan karena bersifat terlalu umum dan kurangmempertimbangkan karakteristik individual bank. Atas dasar konsep Cross-Guarantee ini,insured banks dapat membuat berbagai ketentuan yang mengatur dirinya secara spesifikberdasarkan kesepakatan dengan direct guarantor-nya.

Konsep Cross-Guarantee juga memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagiinsured banks untuk berdiskusi dan bernegosiasi dengan direct guarantor-nya untuk segalahal termasuk mengenai masa depan bank tersebut. Hal ini pada gilirannya akan membuatstrategi business dan perencanaan bank menjadi semakin tajam dan terarah. Pada pihaklain, kegiatan kontrol atau pengawasan akan semakin lebih ketat karena langsung dilakukanoleh kekuatan pasar. Apabila suatu bank memperoleh penilaian yang jelek dari pasar makayang akan menanggung akibatnya bukan hanya bank yang bersangkutan saja, tetapi jugamenjalar kepada bank yang menjadi direct guarantor. Hal-hal tersebut akan membuatpersaingan dalam industri perbankan akan semakin ketat dan mendorong efisiensi besar-besaran dalam sektor keuangan.

Persaingan sehat juga akan terjadi diantara sesama syndicate agent yang akan berfungsisebagai pengganti pengawas dan pemeriksa bank yang ada sekarang. Karena kemungkinanakan banyak perusahaan syndicate agent yang muncul maka direct guarantor diberikeleluasaan dalam menentukan syndicate agent yang mereka pilih. Hal ini pada gilirannyadapat mendorong kompetisi yang sehat diantara sesama perusahaan syndicate agent danmendorong efisiensi pekerjaan penjaminan.

Manfaat berikutnya dari konsep Cross-Guarantee dapat ditinjau dari segi ruanglingkup penjaminannya. Tanpa memandang besar kecilnya suatu bank, mereka akan dijaminsebagaimana layaknya bank-bank lainnya, asal bank-bank tersebut dapat menemukan directguarantor-nya. Oleh karena itu, pendekatan TBTF menjadi tidak relevan sama sekali dalamkonsep Cross-Guarantee. Dengan menggunakan konsep Cross-Guarantee, maka transaksi-transaksi non-funding obligations seperti account payment, unexpired leases dan kewajiban yangmuncul karena tuntutan hukum akan dapat ikut dijamin. Kewajiban yang tidak dapat dijaminhanyalah pinjaman subordinasi karena memiliki karakteristik campuran (hybrid) hutangdengan modal. Sama halnya dengan program penjaminan biasa, maka dalam cross-guarantee, unsur modal juga tidak dijamin8 .

8 Pengecualian hanya terjadi dalam hal TBTF, karena ada kemungkinan pinjaman subordinasinya juga akan ikutdibayar, tergantung pada bobot permasalahan bank yang TBTF tersebut.

Page 33: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

38 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Manfaat lainnya dari konsep Cross-Guarantee adalah adanya kesempatan untukmelakukan penyesuaian secara cepat terhadap perhitungan premi berdasarkan kekuatanpasar. Perhitungan tersebut akan mencerminkan risk-sensitivity dari bank yang dijamindan diharapkan dapat disesuaikan segera baik secara bulanan atau mingguan. Dalam halini besarnya premi dapat langsung dibicarakan oleh masing-masing bank dengan directguarantor-nya. Dengan adanya kemungkinan untuk melakukan perhitungan premiberdasarkan kecenderungan pasar tersebut maka cross-subsidies yang inheren dalam skimpenjaminan yang ada sekarang diharapkan akan dapat dihilangkan.

Pengaruh terhadap Pasar Antar Bank dan Sistem Pembayaran

Cross-guarantee dapat menghilangkan counterparty risk yang selama ini melekat dalamtransaksi antar bank (lihat Lampiran-3). Sistem Kliring akan terbebas dari risiko tidakdibayarnya tagihan antar bank karena adanya jaminan bahwa direct guarantor masing-masingbank pada akhirnya akan bertanggungjawab sesuai perjanjian penjaminan (cross-guaranteecontract) yang mereka sepakati. Hal ini pada gilirannya memungkinkan terselenggaranyasuatu Sistem Pembayaran yang bebas risiko (risk-free basis).

Penggunaan konsep Cross-Guarantee ini juga dapat mendorong penggunaan secaraluas net settlement procedures dalam Sistem Pembayaran. Bagi bank sentral hal ini akan sangatmenguntungkan karena net settlement procedures tersebut dapat lebih efisien dari real-timegross settlement .

Kemungkinan Penerapan Konsep Cross-Guarantee di Indonesia

Skim penjaminan yang sekarang ini diterapkan di Indonesia masih mengandungberbagai kelemahan baik pada tingkat konsep maupun pada tingkat pelaksanaan. Padatingkat konsep, karena bersifat blanket guarantee (jaminan menyeluruh) maka skim tersebutdapat mengakibatkan beban yang sangat berat bagi keuangan pemerintah, padahalkemampuan keuangan pemerintah sendiri sudah sangat terbatas. Disamping itu peluanguntuk moral hazard juga besar karena unsur keadilan yang kurang terpenuhi yang tercerminantara lain dari gejala cross-subsidies dimana bank-bank yang sehat membayar kewajibanbank-bank yang tidak sehat. Pada tingkat pelaksanaan, terdapat pula indikasi bahwa dalampraktek tidak seluruh aspek penjaminan dapat terlaksana. Sebagai contoh, untukmelaksanakan penjaminan transaksi off-balance sheet derivatives perlu ada bukti-buktibahwa transaksi itu genuine, sesuatu yang sangat sulit dibuktikan kecuali oleh perbankansendiri.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, konsep Cross-Guarantee tampaknyadapat menjadi salah satu alternatif jalan keluar, karena hakekat persoalan penjaminandikembalikan secara utuh kepada pelaku pasar sendiri yaitu antara bank-bank yang

Page 34: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

39Konsep Cross-Guarantee dalam Program Penjaminan dan Kemungkinan Penerapannya di Indonesia

bertransaksi, sehingga mereka perlu saling menjamin dan saling menjaga kestabilan sistemperbankan. Namun demikian perlu kiranya diingat agar pemilihan konsep Cross-Guaranteetersebut hendaknya tidak terlepas dari tujuan utama dari program penjaminan, yaitu untukmencegah kegagalan pasar perbankan (banking market failure) dan untuk membangkitkankembali kepercayaan masyarakat serta menghentikan bank runs9 .

Meskipun dapat dipandang sebagai salah satu alternatif jalan keluar, penerapankonsep Cross-Guarantee di Indonesia dapat menimbulkan pro dan kontra. Mereka yang promungkin lebih didasarkan atas adanya peluang besar untuk meringankan beban keuanganpemerintah, apalagi dalam situasi krisis seperti sekarang. Sementara itu, yang kontra lebihmelihat dari sisi kesiapan perbankan dan kalangan pemerintahan kita dalam menerapkankonsep dimaksud. Hal yang terakhir ini tampaknya ada benarnya juga karena untuk sampaipada konsep Cross-Guarantee perlu dijawab terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan berikutini:

√ Apakah bank-bank di Indonesia sudah sedemikian sehat dan kuat sehingga mampuuntuk saling menjamin (cross-guarantee) sesama mereka ?

√ Apakah bank-bank di Indonesia sudah cukup dewasa untuk mendiskusikan sendirisesama mereka hal-hal yang berkenaan dengan penjaminan, business strategy danprudential regulation untuk dituangkan dalam semacam perjanjian yang mengikat merekasecara bersama-sama ?. Pertanyaan ini cukup penting mengingat selama ini bank-bankdi Indonesia sangat tergantung pada petunjuk dan arahan yang diberikan oleh otoritasmoneter sebagai pengawas dan pembina bank-bank.

√ Apakah sistem informasi yang terdapat pada masing-masing bank dan secara nasionaltelah sanggup menyediakan data/informasi yang diperlukan untuk penetapan premiyang sensitif terhadap risiko ?

√ Apakah pihak otoritas pengawas yang ada sekarang berkenan menyerahkan fungsinyapada mekanisme pasar melalui syndicate agent dan dapat menerima keberadaan CrossGuarantee Regulation Corporation (CGRC) sebagai lembaga yang akan memverifikasiperjanjian penjaminan (cross-guarantee contract) ?.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas cukup relevan untuk kondisi Indonesia danmemerlukan jawaban-jawaban yang tidak sederhana. Pengkajian lebih lanjut sangatdiperlukan untuk mencegah pengambilan keputusan yang keliru yang dapat berakibat kontra-produktif terhadap masa depan sistem perbankan dan sektor keuangan negara kita.

9 Mengenai hal ini lihat misalnya Kerry Cooper dan Donald R.Fraser, “The Risk of Depository Institution Failureand The Role of Deposit Insurance” dalam Banking Deregulation and The New Competition in FinancialServices, Ballinger Publishing Company, Cambridge Massachusetts, 1984.

Page 35: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

40 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Daftar Pustaka

Bert Ely, The Cross-Guarantee Concept and Interbank Markets, Paper dalam “The 35thAnnual Conference on Bank Structure and Competition”, The Federal Reserve Bank of Chicago,7 Mei 1999.

George G.Kaufman, “FDICIA and Bank Capital” dalam Journal of Banking & Finance,No.19, Tahun 1995, hal.721-722.

Jin-Chuan Duan, Arthur F.Moreau and C.W.Sealey dalam “Deposit Insurance andBank Interest Rate Risk: Pricing and Regulatory Implications” dalam Journal of Banking &Finance, No.19 Tahun 1995, hal.1091-1108.

Kerry Cooper and Donald R.Fraser, “The Risk of Depository Institution Failure andThe Role of Deposit Insurance” dalam Banking Deregulation and The New Competition in FinancialServices, Ballinger Publishing Company, Cambridge Massachusetts, 1984.

Kusumaningtuti S.S., Ketentuan Blanket Guarantee dan Kemungkinan Penggantiannyadengan Deposit Protection Scheme, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia,Vol.1, No.3, Desember 1998.

V.Sundararajan dan Tomas J.T.Balino, Banking Crises: Cases and Issues, EditorV.Sundararajan dan Tomas J.T.Balino, International Monetary Fund, Washington, D.C., 1991.

Yoram Landskroner dan Jacob Paroush, “Deposit Insurance Pricing and SocialWelfare” dalam Journal of Banking and Finance, No.18, Tahun 1994, hal.531-552.

Page 36: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

41

Konsep Cross-Guarantee dalam Program Penjaminan dan Kemungkinan Penerapannya di Indonesia

Lampiran-1

PERBANDINGAN ANTARA CROSS-GUARANTEE DENGAN DEPOSIT INSURANCE KONVENSIONAL

No. ASPEK DEPOSIT INSURANCE CROSS-GUARANTEE

1 Penyelenggara Pemerintah Swasta

2 Lembaga Penjamin FDIC Sesama bank, baik sebagai directguarantor maupun indirect guarantor.

3 Ruang-lingkup Penjaminan Terbatas dan sangat subjektif dalam Seluruh pos-pos kewajiban, kecualipenentuan bank-bank yang "TBTF" Pinjaman Subordinasi.(Too-Big-Too-Fail).

4 Bentuk kontribusi dari yang dijamin Premi (namun belum memenuhi Premi ("risk sensitive premium").kriteria "risk-sensitive premium").

5 Sumber pembayaran klaim Hasil pengelolaan dan penanaman General funds (general reserves) daripremi pada sektor-sektor yang direct guarantors.menguntungkan.

6 Pelaksana pengawasan bank Bank Sentral dan FDIC Murni swasta, dilaksanakan oleh"Syndicate Agent".

7 Ketentuan perbankan Prudential regulation konvensional Berdasarkan kesepakatan antarabank yang dijamin (insured banks)dengan direct guarantor-nya("Contractual Regulation").

8 Lembaga lain yang terlibat Tidak ada lembaga lain yang terlibat Dibentuk lembaga baru yang disebutkecuali FDIC, Bank Sentral dan Cross Guarantee Regulation Corporation"insured banks". (CGRC) untuk memastikan bahwa

perjanjian jaminan sudah sesuai aturanpenyebaran risiko dan ketentuan lainnya.

Page 37: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

42

Buletin Ekonomi M

oneter dan Perbankan, Maret 1999

Monitoring fee

Obligation to protectcompetitively sensitive data

Syndicate Agent(Independent of any other party)

Ensures that cross-gurantee contract

complies with risk dispersion rules and other statutory

requirements

���������������������������������������������������

��������������������������������������������������������������������

���������������������������������������������������

��������������������������������������������������������������������

��������������������������������������������������������������������

��������������������������������������������������������������������

��������������������������������������������������������������������

������������������������������������������

GuaranteedBank of Thrift

Delegation of

monitoring responsibility

Fiduciary

responsibility

Ensures that

cross-guarantee contract

complies w

ith risk dispersionrules and other statutory

requirements

Cross-guarantee

comm

itment

Guarantee prem

ium

Syndicate of Direct Guarantors

= Bank or non-depository guarantorContractual relationshipContract approval

1998 Ely & Company Inc. Permission granted to reproduce with attribution

Lampiran 2

Page 38: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

43

Konsep Cross-Guarantee dalam Program Penjaminan dan Kemungkinan Penerapannya di Indonesia

Using Cross-Guarantees to Ensure Payment Finality Will Permit ClearingSystems to Operate Much More Efficiently by Eliminating Counterparty Risk

Present SystemClearing systems presently utilize a variety of devices, includingdaylight overdraft limits, bilateral caps, and collateralized netdebit positions, to protect clearing systems participant from adefault by a counterparty, thereby ensuring payment finality.

Clearing systems will be able to operate much more efficientlyand safely where balances due to clearing system participantsare fully guaranteed by the guarantors of the clearing system’scounterparties. In effect, cross-guarantee contracts will ensurepayment finality.

In a World of Cross-Guarantees

Failure FailureClearing Systems

Flow of insolvency loss if a clearing system participant becomes insolvent

Counterparties (banks, securities, firms, stc) that are directparticipants in the clearing system

Guarantors of counterparties

Lampiran 3

Page 39: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

45Kinerja Lembaga Keuangan Mikro dan Perilaku Masyarakat Pedesaan

*) Bagian dari tulisan yang sedang dalam proses, kenangan dan salam perpisahan penulis kepada Urusan Kredit, BankIndonesia

**) Sumantoro Martowijoyo : Peneliti pada Tim Penyiapan Pusat Pendidikan dan Riset, USDM, Bank Indonesia

KINERJA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DANPERILAKU MASYARAKAT PEDESAAN *)

Sumantoro Martowijoyo **)

Setelah disuguhi banyak topik moneter dengan teknik-teknik analisis canggih ekonometrikatingkat pascasarjana, tulisan ini mengajak pembaca untuk turun ke dunia nyata tempat sebagianbesar saudara kita sebangsa hidup. Di era pengentasan kemiskinan ini, Indonesia telah menjadilaboratorium bagi penelitian di bidang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), karena memiliki berbagaijenis sejak lama. Di luar BRI Unit yang merupakan kisah sukses tingkat dunia, ada Badan KreditDesa yang didirikan di zaman Belanda, Badan Kredit Kecamatan di Jawa Tengah, di sampingberkembangnya kelompok-kelompok swadaya masyarakat sebagai bentuk lembaga keuangan yangpaling sederhana di tingkat “akar rumput”.

Di sini dibahas beberapa faktor yang menggambarkan perilaku masyarakat perdesaan yangmempengaruhi kinerja lembaga keuangan mikro, misalnya: jam kerja, jarak rata-rata antara lokasiLKM ke lokasi nasabah, waktu pemrosesan kredit, tingkat penghasilan nasabah, suku bunga tabungandan suku bunga pinjaman. Dari hasil analisis dapat diungkapkan, bahwa faktor yang palingmempengaruhi kinerja adalah jarak ke lokasi nasabah dan selang waktu pemrosesan kredit. Tergambarpula masih lugu dan mandirinya sifat pengusaha mikro perdesaan nasabah LKM dibanding pengusahakonglomerat nasabah bank umum: apabila kenaikan pendapatan pengusaha mikro perdesaan dipakaiuntuk menambah tabungan dan melunasi tunggakan, tidak demikian halnya pengusaha konglomerat,karena sebagian justru sengaja memacetkan kreditnya.

Ukuran “kinerja” sendiri jauh berbeda dengan kriteria CAMEL yang tidak akan mudah tercernaoleh kesahajaan lembaga-lembaga tersebut, dan kiranya akan menjadi topik pembicaraan tersendiri.

Page 40: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

46 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Latar Belakang

D engan disepakatinya ikrar dalam Microcredit Summit di Washington DC AmerikaSerikat pada tahun 1997 untuk membebaskan 100 juta penduduk dunia darikemiskinan, pencarian model lembaga keuangan mikro1 yang tepat untuk

melayani rakyat miskin dilakukan di mana-mana. Setelah dua dasawarsa diwarnai kredit-kredit murah bersubsidi yang sebagian tidak jatuh ke tangan kelompok sasaran danmengakibatkan merosotnya kinerja serta moralitas lembaga keuangan pelaksananya, parapakar merekomendasikan prinsip keswadayaan dan kesehatan (viability) dari program-program pengentasan kemiskinan. Model Grameen Bank Bangladesh direplikasikan di mana-mana, dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) bergiat membina keswadayaanmasyarakat melalui kelompok-kelompok swadaya masyarakat (KSM). Di luar perhatianpara penentu kebijakan kita, Indonesia sebetulnya sudah lebih maju dalam penciptaanlembaga keuangan mikro sejak zaman Belanda, di samping BRI Unit yang merupakan kisahsukses dunia. Dalam pengembangan KSM Bank Indonesia ikut berkiprah melaluiPengembangan Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK) yanggagasannya berasal dari APRACA (Asia Pacific Rural and Agricultural Credit Association), dandalam pengembangan LKM melalui Proyek Kredit Mikro yang didanai bersama AsianDevelopment Bank.

Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia

Selain lembaga yang formal seperti BRI Unit dan BPR yang secara hukum diakuisebagai lembaga keuangan formal (bank), terdapat banyak LKM yang semiformal maupuninformal di Indonesia. Tiga lembaga yang dipilih adalah yang efektif beroperasi di tingkat“akar rumput” dan menerapkan prinsip suku bunga pasar yang terbukti lestari, tanpamelihat status hukumnya.

Kelompok Swadaya Masyarakat

Di Indonesia, kegiatan yang dilakukan secara kelompok sudah merupakan budayamasyarakat yang berazaskan paguyuban. Kegiatan arisan sudah tumbuh menjamurdiperdesaan dan perkotaan dan jumlahnya mungkin melebihi satu juta.

Apabila kebutuhan akan uang tersebut makin terasa dan jumlah yang diperoleh dariarisan terlalu kecil, timbullah gagasan untuk menambah jumlah dan jenis uang setoranmenjadi simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Dengan begitu,

1 banyak pula yang menyebutnya rural financial institutions (RFI) atau lembaga keuangan pedesaan (LKP), tapiuntuk Indonesia karena lokasinya banyak pula di perkotaan maka dipilih istilah yang dikenal sejak Summit ini.Istilah “mikro” selain menunjuk skala yang lebih kecil dari yang kecil, konotasinya terkait dengan kemiskinan

Page 41: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

47Kinerja Lembaga Keuangan Mikro dan Perilaku Masyarakat Pedesaan

perkumpulan arisan telah berubah menjadi koperasi kredit (credit union), di mana untukpeminjaman uang ditarik pula semacam “jasa” yang dipotongkan dari jumlah pinjaman.Perkumpulan semacam ini secara tidak sadar sudah berfungsi sebagai lembaga keuanganperdesaan: menghimpun dana dan memberikan kredit kepada anggota, memungut bungaberupa “jasa”, serta di akhir tahun membagikan dividen bagi para pemegang saham.

Berkembangnya KSM di Indonesia tidak lepas dari berkembangnya lembaga swadayamasyarakat (LSM) dari tahun 1960-an sampai awal 1990-an yang jumlahnya diperkirakanantara 1000-2000 buah (Saidi, 1995). Seperti halnya di Filipina, banyak LSM yang lahir dantumbuh untuk dapat “menangkap” bantuan dari badan atau LSM internasional.

Badan Kredit Desa

Badan Kredit Desa (BKD) terdiri dari lumbung desa yang didirikan tahun 1897 danbank desa yang didirikan sekitar tahun 1904 (P. Suharto, 1988) dan keduanya dikukuhkandengan Staatsblad nomor 357 tahun 1929. Lumbung desa mengumpulkan padi untukdiberikan sebagai pinjaman berupa padi kepada petani di saat mereka membutuhkan.Sedangkan bank desa menghimpun tabungan berupa uang dan memberikan kredit berupauang. Selama zaman Belanda sistem BKD telah berfungsi dengan baik sebagai lembagakeuangan bagi rakyat perdesaan, berguguran di zaman pendudukan Jepang dan PerangKemerdekaan, kemudian mulai tumbuh kembali sesudah kemerdekaan.

Sebagai bank sekunder dalam pembinaan BRI, organisasi dan pengelolaan BKDdipertahankan tetap seperti konsep semula yaitu Komisi BKD terdiri dari kepala desa sebagaiketua komisi (Komisi I) dan 2 orang pemuka masyarakat atau aparat desa sebagai Komisi IIdan III. Pembukuan dilakukan oleh Juru Tata Usaha (JTU) yang bekerja untuk 6 BKD secarabergilir (BKD umumnya buka sekali seminggu pada hari atau hari pasaran tertentu).Pengawasan terhadap BKD dilakukan secara langsung oleh Mantri BKD yang mewilayahisatu kemantren yang terdiri dari 18 BKD.

Sistem kredit BKD sederhana, terutama terdiri dari kredit pasaran dan mingguan yangberjangka waktu 12 pasar2 atau 12 minggu dengan pembayaran angsuran pokok maupunbunga dengan jumlah yang tetap. Jumlah kredit yang dapat diberikan sampai dengan Rp400.000 tanpa agunan, semata-mata berdasarkan penilaian kelayakan nasabah oleh Komisi I.

Dengan berlakunya Undang-undang Perbankan No.7 tahun 1992 yang mencabutberlakunya Staatsblad no. 357 tahun 1929, pengawasan terhadap BKD sebetulnya ada ditangan Bank Indonesia (BI). Akan tetapi mengingat banyak faktor, BI sendiri menyetujui BRImeneruskan tugas pengawasannya terhadap BKD dengan bantuan keuangan dari BI.

2. Satu pasar=5 hari (kalender Jawa), kredit pasaran diberikan oleh BKD yang bukanya setiap hari pasaran tertentu

Page 42: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

48 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Lepas dari suara yang mendiskreditkan BKD, keberadaannya dibutuhkan oleh rakyatdan telah membuktikan kelestarian dan kemandiriannya dalam arti tidak pernah menerimadana maupun subsidi bunga dari pemerintah. Di tengah maraknya kredit Bimas, misalnya,lumbung desa tetap menjadi sumber kredit bagi rakyat kecil untuk konsumsi sehari-hari(Dibyo Prabowo, 1981). Sebagai LKM, BKD mampu menjangkau masyarakat paling miskindi pedesaan, tercermin dari paling rendahnya jumlah kredit rata-rata BKD dibandingbeberapa lembaga keuangan mikro yang terkenal di dunia, yaitu sebesar USD 38 di tahun1993 (Christen, 1995,p.26). Jumlah BKD di Jawa dan Madura tercatat 5345 terdiri dari 4806yang aktif dan 539 yang tidak aktif (BRI, 1998).

Badan Kredit Kecamatan

Badan Kredit Kecamatan (BKK) adalah lembaga keuangan yang beroperasi di tingkatkecamatan yang didirikan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Tengah di awal tahun1970an dengan status sebagai suatu proyek, dan kemudian dengan Peraturan Daerah (Perda)No. 11 tahun 1981 dikukuhkan menjadi badan usaha milik daerah.

BKK didirikan dengan tujuan: (1) mendekatkan modal pada masyarakat pengusahamiskin di perdesaan dengan cara mudah, murah dan mengarah, (2) menciptakan pemerataankesempatan berusaha di pedesaan, dan (3) mendidik masyarakat pedesaan untuk gemarmenabung (BP-BKK,1994). Prosedur permohonan kredit kepada BKK cukup sederhana danuntuk jumlah kredit sampai dengan Rp 500.000 tidak diperlukan agunan selain rekomendasikepala desa. Selang waktu antara saat pengajuan permohonan dengan realisasi kredit untuknasabah baru paling lama seminggu, sedangkan untuk nasabah ulangan yang lancarpencairan kredit dapat dilakukan pada hari yang sama.

Jenis kredit BKK sama dengan BKD, yaitu kebanyakan kredit pasaran, mingguan,bulanan (3 bulan), dan musiman (6 bulan). Sama dengan BKD jumlah angsuran sama setiappembayaran, hanya menuruti peraturan BPR, dibukukan terpisah sebagai angsuran pokokdan bunga.

Manajemen BKK terdiri dari Pimpinan, Pemegang Kas dan Pemegang Buku. Kinerjamanajemen BKK dipantau oleh Camat sebagai penanggung jawab BKK di wilayahnya.Berdasarkan Perda no.11 tahun 1981 Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Tengahditugasi sebagai pembina dan pengawas teknis BKK. BKK diharuskan menyimpan kelebihanalat likuidnya di BPD, di pihak lain apabila BKK kekurangan modal kerja BPD akanmemberikan pinjaman likuiditas.

Jumlah BKK di seluruh Jawa Tengah 510, 202 di antaranya sudah berstatus BPR, rata-rata peminjam per unit 978 orang, jumlah pinjaman rata-rata per unit Rp 96 juta dan pernasabah Rp 132.584 (DAI, 1993)

Page 43: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

49Kinerja Lembaga Keuangan Mikro dan Perilaku Masyarakat Pedesaan

Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lapangan terhadap 105 lembaga keuangan mikro (LKM)di Jawa Tengah, yang merupakan 34 % dari populasi, untuk masing-masing jenis LKM(KSM, BKD, BKK) diambil proporsional berdasarkan jumlah populasinya masing-masingsecara purposif, beserta masing-masing 3 nasabah per LKM yang diambil secara acak.Analisis data primer dilakukan dengan teknik statistik nonparametrik, pertama dengan ujiKruskal-Wallis untuk beda populasi dan uji Kendall untuk kesesuaian (concordance)pemeringkatan faktor-faktor kinerja, kemudiaan untuk hubungan antarfaktor kinerja dengankorelasi jenjang Spearman3 . Keuntungan penggunaan statistik nonparametrik adalah tidakperlu dibuktikannya kenormalan distribusi data (yang merupakan prasyarat bagi sahihnyapenggunaan statistik parametrik) dan dapat diterapkannya pada sampel kecil atau datakualitatif (Siegel, 1997).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja LKM

Terdapat beberapa faktor atau variabel yang secara rasional dianggap mempengaruhikinerja, seperti: umur LKM, jam kerja, jarak rata-rata ke lokasi nasabah (JARAK), selangwaktu pemrosesan kredit (SELANG), penghasilan rata-rata nasabah (RAYNAS), suku bungatabungan (ITAB), dan suku bunga pinjaman (IPIN).

Mengenai kriteria kinerja, dari pengkajian terhadap falsafah dan hakekat LKM sertapendapat para praktisi keuangan perdesaan, penulis mengajukan beberapa faktor penentukinerja LKM, yaitu tingkat akses kepada penabung (AKPEN), tingkat akses kepada peminjam(AKPEM), persentase jumlah penunggak (PERPUNG), efisiensi (biaya usaha per rupiahkredit, BIRUP) dan laba per rupiah kredit (LARAP). AKPEN dan AKPEM adalah masing-masing jumlah penabung dan peminjam dibagi jumlah penduduk di wilayah kerja LKM.PERPUNG adalah persentase jumlah penunggak (debitur kredit macet) dari jumlah peminjam,BIRUP dihitung dari jumlah biaya operasional dibagi dengan saldo pinjaman, sedangkanLARAP merupakan laba bersih sebelum pajak dibagi saldo pinjaman. Kegunaan kriteria iniakan dapat dipahami setelah selesai membaca hasil analisis di belakang.

3 N

6 Σ di 2

i=1r

s= 1 - —————

N3 - Ndi mana

rs

= koefisien korelasi SpearmanN = jumlah pasangan observasid = perbedaan jenjang yang diperoleh dari setiap pasangan observasi

Page 44: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

50 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Hasil Analisis

Uji Kruskal-Wallis menghasilkan nilai chi-kuadrat yang sangat signifikan, demikianpula uji Kendall menghasilkan nilai W yang sangat signifikan, membuktikan bahwa angkarata-rata yang dianalisis memang berasal dari tiga populasi yang berbeda dan pemeringkatansemua faktor kinerja dilakukan secara konsisten.

Dari hasil analisis korelasi peringkat Spearman antara variabel nonkinerja denganfaktor penentu kinerja terdapat beberapa temuan yang berhubungan dengan perilakunasabah.

Tabel 1.Korelasi antara Jarak, Selang dan Sukubunga Pinjaman terhadap Faktor Kinerja

AKPEN AKPEM PERPUNG BIRUP LARP

JARAK -.4959(.000) -.4816(.000) .3981 (.000) .2292(.019) -.3406(.000)

SELANG xxxxxx -.1325(.178) .076(.474) .1183(.229) -.2864(.003)

IPIN xxxxxxx -.2674(.006) .2073(.109) xxxxxxx .0276(.780)

1. Faktor yang berpengaruh paling besar terhadap faktor kinerja adalah jarak antara lokasinasabah ke kantor atau pos desa LKM (JARAK). Jauhnya jarak berpengaruh sangatsignifikan terhadap penurunan jumlah penabung (rs=-0,4959, α=0,000) dan jumlahpeminjam (rs=-0,4816, α=0,000), serta peningkatan jumlah penunggak (rs=0,3981, α =0,000) dan biaya per rupiah kredit (rs=0,2292, α =0,019) juga berpengaruh sangatsignifikan dalam penurunan laba per rupiah kredit (rs=-0,3406, α=0,000).

2. Faktor lain yang cukup berpengaruh kepada faktor kinerja adalah lamanya waktupemrosesan kredit (SELANG). Lamanya waktu pemrosesan kredit berpengaruhmenurunkan jumlah peminjam cukup signifikan (rs=-0,1325, α=0,178), menurunkanlaba per rupiah kredit secara sangat signifikan (rs=-0,2864, α=0,003), meningkatkanbiaya per rupiah kredit secara tidak signifikan (rs=0,1183, α=0,229, meningkatkan jumlahpenunggak walaupun tidak signifikan (rs=0,0706, α=0,474).

3. Suku bunga pinjaman berpengaruh sangat signifikan terhadap jumlah peminjam (rs=-0,2674, α=0,006), berpengaruh cukup signifikan terhadap jumlah penunggak (rs=0,2073,α=0,109) dan berpengaruh tidak signifikan terhadap laba per rupiah kredit (rs=0,0276,α=0,780), berarti bahwa suku bunga pinjaman sudah ada di batas atas, apabila dinaikkanakan menurunkan jumlah peminjam dan mengakibatkan meningkatnya jumlahpenunggak, mengingat banyaknya kredit murah serta persaingan berat dari BRI Unit

Page 45: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

51Kinerja Lembaga Keuangan Mikro dan Perilaku Masyarakat Pedesaan

dan BPR yang memperoleh fasilitas kredit dari pemerintah. Akan tetapi dilihat darikuat dan signifikannya korelasi, jarak mempunyai dampak yang lebih kuat terhadapberkurangnya jumlah peminjam dan bertambahnya jumlah penunggak dibandingkansuku bunga pinjaman. Hal sederhana ini kiranya dapat dimaklumi, karena jauhnyajarak lokasi LKM akan menyebabkan nasabah malas untuk berhubungan karenabesarnya “biaya transaksi” yang harus ditanggungnya, yaitu biaya angkutan danhilangnya waktu meninggalkan pekerjaan.

Tabel 2Korelasi antara Penghasilan Rata-rata Nasabah dengan Faktor Kinerja

untuk Seluruh LKM dan Per Jenis LKM

AKPEN AKPEM PERPUNG BIRP LARP

LKM (105) -.0539(.585) .0237(.610) .0063(.949) .3670(.000) -.1131(.251)KSM (28) -.1466(.456) -.0309(.876) -.1131(.567) .1281(.516) -.1840(.349)BKD (61) .1245(.339) -.0025(.985) .0601(.645) .3194(.012) .0565(.668)BKK (16) .5500(.027) .3412(.196) -.2912(.274) .2784(.297) →0

4. Dari analisis mengenai pengaruh penghasilan nasabah dan jumlah tabungan rata-rataterhadap kinerja, dapat diungkapkan beberapa temuan yang menarik.

(a) Dilihat LKM sebagai keseluruhan, pengaruh penghasilan nasabah terhadap kinerjatidak begitu signifikan. Akan tetapi apabila dianalisis per jenis LKM, terlihat bahwapenghasilan nasabah paling berpengaruh terhadap kinerja BKK, terutama kepadajumlah penabung (rs=0,5500, α=0,027), jumlah peminjam (rs=0,3412, α=0,196), danjumlah penunggak (rs=-0,2912, α=0,274), sedangkan pengaruhnya pada BKD kurangsignifikan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pada BKK, nasabah yangpenghasilannya relatif lebih tinggi mempunyai akses kepada pelayanan tabungandan pinjaman yang lebih besar dibanding dengan nasabah yang 98.169 di tahun1992 dan melonjak menjadi Rp 132.594 di tahun 1993 (DAI, 1993).

(b) Dilihat per segmen nasabah terdapat perbedaan perilaku apabila penghasilannyameningkat: nasabah BKD yang relatif kurang mampu lebih suka menabung dantidak meminjam, nasabah BKK yang relatif lebih mampu meningkatkan tabungantetapi terus memanfaatkan kredit, sama dengan perilaku pengusaha besar nasabahbank umum.

(c) Walaupun begitu terlihat masih adanya sifat jujur dan mandiri pada pengusahamikro nasabah BKK dibanding pengusaha besar nasabah bank umum saat ini,yaitu apabila penghasilan pengusaha mikro nasabah BKK meningkat, mereka

Page 46: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

52 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

meningkatkan tabungan, terus memanfaatkan kredit dan tidak lupa melunasitunggakannya, tetapi apabila pendapatan pengusaha konglomerat nasabah bankumum meningkat (dan pasti setiap tarikan napas menghasilkan uang), belum tentumengurangi jumlah penunggak, karena sebagian dari mereka sengaja menunggakdan memacetkan kreditnya.

Implikasi Kebijakan

1. Mengingat jarak merupakan variabel yang paling mempengaruhi kinerja, LKMdiharapkan membuka sebanyak mungkin pos pelayanan dan/atau mengintensifkankunjungan lapangan. Otoritas perbankan hendaknya tidak melarang pembukaan pospelayanan ataupun memberi sanksi berupa penutupan pos pelayanan (“kantor di bawahkantor cabang”) kepada LKM yang sudah menjadi BPR karena alasan tingkat kesehatanyang tidak baik, oleh karena

(a) kriteria CAMEL tidak menampung aspirasi dan misi LKM (tersurat ataupun tersiratdalam Undang-undang) sebagai pelayan keuangan bagi masyarakat papan bawah,

(b) pelarangan pembukaan kantor di bawah kantor cabang kiranya dapat dihapuskan,karena pengertian “kantor di bawah kantor cabang” bagi LKM umumnya bukanmerupakan gedung atau kantor seperti bank umum, tetapi mungkin hanya sekedarmeja dan kursi tempat petugas lapangan menemui nasabahnya,

(c) pelarangan/penutupan pos pelayanan justru akan lebih memperparah kinerja LKM,karena menghambat akses kepada masyarakat yang merupakan sumber dana danpenghasilannya.

2. Mengingat pula bahwa lamanya waktu pemrosesan kredit juga berpengaruh cukupkuat kepada kinerja, maka keputusan pemberian kredit kepada peminjam baruhendaknya dilakukan sesegera mungkin, sedangkan pemrosesan kredit ulanganhendaknya dapat diselesaikan pada hari yang sama.

3. Pengawas BPR hendaknya tidak melihat pemberian kredit dalam jumlah kecil-kecilpada LKM sebagai suatu hal yang “tidak efisien” atau “tidak maju”, karena hal itujustru sesuai dengan misi LKM membantu pengentasan kemiskinan. Mendorong LKMuntuk memberikan kredit dalam jumlah yang semakin besar berarti menjauhkan LKMdari nasabahnya yang miskin, seperti terlihat pada gejala pemberian kredit BKK di atas.

4. BKD telah beroperasi selama satu abad dan BKK selama hampir tiga dasawarsa denganpendekatan pasar yang telah membuat mereka lestari (sustainable) dan mandiri,keadaannya justru dibuat seperti “telor di ujung tanduk” karena banyaknya program-program kredit murah bersubsidi di perdesaan. Adanya kredit dari pemerintah untukBPR condong menguntungkan BPR Gaya Baru yang dimiliki para pemodal berdasi,

Page 47: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

53Kinerja Lembaga Keuangan Mikro dan Perilaku Masyarakat Pedesaan

memungkinkan mereka menurunkan sukubunga kreditnya sehingga menambah pesaingbagi LKM. Di era reformasi ini pemerintah seyogianya lebih membina semangatkeswadayaan masyarakat dan tidak menggunakan program-program kredit murahsebagai alat politik karena merusak moralitas masyarakat perdesaan yang masih jujurseperti terbukti dari perilakunya terhadap LKM.

Daftar Pustaka

Badan Pembina BKK Propinsi Jawa Tengah, Perkembangan BKK dan BPR-BKK, 31 Maret1994

Christen, Robert Peck, dkk, Maximizing the Outreach of Microenterprise Finance, USAIDProgram and Operations Assessment Report No. 10, July 1995

Development Alternatives, Inc., Project Completion Report of Technical Support Providedto the Financial Institutions Development Project (USAID No. 497-0341) in Indonesia, May 1993

Dibyo Prabowo dan Sayogyo: The Green Revolution: Sidoarjo, East Java, and Subang, WestJava, dalam Hansen, Gary E.(ed), Agricultural and Rural Development in Indonesia, WestviewPress, Boulder, 1981

Saidi, Zaim, Secangkir Kopi Max Havelaar. LSM dan Kebangkitan Masyarakat, PT GramediaPustaka Utama-Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Jakarta, 1995

Siegel, Sidney, Statistik Nonparametrik, terj. Zanzawi Suyuti & LandungSimatupang,Gramedia,Jakarta,1997

Suharto, Pandu, Sejarah Pendirian Bank Perkreditan Rakyat, LPPI, Jakarta, 1988

Page 48: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

55Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

KEGIATAN USAHA PERUM PEGADAIAN DANPERANANNYA DALAM MENDUKUNGPEMBERDAYAAN EKONOMI RAKYAT

Satrio Wibowo dan Gunawan *)

Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengan tahun 1997 telah berdampak luas terhadapsegala aspek perekonomian, khususnya sektor perbankan yang berakibat terhentinya aliran kreditperbankan. Dalam kondisi krisis tersebut, Perum Pegadaian (PP) merupakan salah satu lembagakeuangan yang masih mampu bertahan, bahkan menunjukkan peningkatan kinerja baik operasionalmaupun keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dengan peer-groupnya(BPR dan BRI Udes) secara umum kinerja PP relatif lebih baik. Porsi kredit yang diberikan oleh PPsemakin meningkat walaupun secara nominal relatif lebih kecil dibandingkan dua lembaga tersebut.

Dalam masa krisis ini, Perum Pegadaian menghadapi permasalahan temporer berupa lonjakannasabah (puncaknya terjadi pada Juni 1998) yang mendorong Perum Pegadaian melakukan overdraftsangat besar atas fasilitas kredit yang diperoleh dari BRI, serta kekurangan likuiditas juga disebabkankarena obligasi yang diterbitkan untuk membayar obligasi yang jatuh tempo, kurang diminatimasyarakat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut Perum Pegadaian telah menerima bantuan dalambentuk RDI dari pemerintah dan KLBI. Permasalahan lain yang bersifat struktural antara lain rentangkendali yang terlalu luas namun tidak ditunjang sistem pengawasan yang memadai, sistem manajemenyang sentralistik sehingga berpotensi menghambat kinerja, beberapa kelemahan prosedur yangberpotensi menimbulkan penyimpangan, serta tidak adanya sistem yang mampu mengantisipasiresiko fluktuasi harga barang jaminan khususnya emas.

Potensi Perum Pegadaian untuk lebih berperan dalam pemberdayaan ekonomi rakyat dapatdilihat dari keberpihakan terhadap masyarakat berpendapatan rendah (mayoritas nasabah), relatifkecilnya skala kredit yang diberikan (Rp 5.000 s.d. Rp 20 juta), suku bunga yang dikenakan relatifrendah, serta mudahnya prosedur gadai. Untuk mewujudkan potensi tersebut terlebih dahulu harusdibenahi berbagai kelemahan khususnya kelemahan struktural yang ada. Sedangkan untukmeningkatkan efisiensi pembiayaan usaha kecil perlu dikaji kemungkinan pemberian izin bagiperusahaan/lembaga lain untuk bergerak dalam usaha pegadaian.

*) Penulis utama dari paper ini adalah :Satrio Wibowo : Kepala Bagian Pendidikan dan Pengembangan Pegawai, USDM, BI. Makalah ini ditulis ketika

yang bersangkutan masih menjadi Peneliti Ekonomi , Bagian Studi Struktur dan PerkembanganPasar Keuangan, UREM, BI.

Gunawan : Asisten Peneliti, Bagian Studi Struktur dan Perkembangan Pasar Keuangan, UREM, BI, email:[email protected].

Penulisan paper ini juga dibantu oleh Didy Laksmono, Ridho Hakim, Budi Wikanto, Erwin Gunawan, dan SudiroPambudi, Bagian Studi Struktur dan Perkembangan Pasar Keuangan, UREM, Bank Indonesia.

Page 49: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

56 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Masalah

Krisis ekonomi di Indonesia yang berlangsung sejak pertengahan tahun 1997telah berdampak luas terhadap hampir semua aspek perekonomian. Halini tercermin dari beberapa indikator ekonomi makro seperti pertumbuhan

ekonomi yang merosot tajam, laju inflasi yang meningkat dan angka pengangguran yangmelonjak. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) merosot dari 4,7% pada tahun 1997menjadi -13,68% pada tahun 1998. Dari sisi permintaan, melambatnya pertumbuhan ekonomidisebabkan oleh melemahnya permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tanggadan investasi swasta. Dari sisi penawaran, melambatnya pertumbuhan ekonomi terutamadisebabkan oleh tingginya biaya impor bahan baku. Sedangkan laju inflasi yang diukurdengan IHK meningkat tajam dari 10,31% pada tahun 1997 menjadi 77,63% pada tahun1998. Tingginya laju inflasi terutama disebabkan oleh dua hal pokok, yaitu melemahnyanilai tukar rupiah (imported inflation) dan kelangkaan pasokan (supply shortage) khususnyasembilan bahan pokok. Meningkatnya inflasi tersebut telah mengakibatkan semakinmelemahnya daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kecil. Hal tersebut didorongpula oleh meningkatnya jumlah pengangguran sebagai dampak dari banyaknya perusahaanyang pailit dan melemahnya investasi. Jumlah pengangguran yang pada masa sebelumkrisis berkisar antara 3 - 4 juta orang tiap tahun, pada tahun 1998 diperkirakan membengkakhingga mencapai 13,8 juta orang.

Krisis ekonomi yang berkepanjangan, telah mengakibatkan terjadinya kontraksiperekonomian dan mendorong meningkatnya jumlah penduduk miskin. Jika pada tahun1996, jumlah penduduk miskin di Indonesia berdasarkan data SUSENAS berjumlah 22,5juta orang, maka berdasarkan perkiraan BPS jumlah tersebut pada pertengahan 1998meningkat empat kali mencapai 79,35 juta orang. Jumlah perkiraan tersebut terdiri dari22,68 juta orang warga perkotaan dan 56,67 juta orang warga pedesaan1 . Melonjaknyajumlah pengangguran dan penduduk miskin tersebut, jika tidak dapat diatasi akanberpotensi mendorong terjadinya gejolak sosial ekonomi yang lebih luas. Sehinggadikhawatirkan akan semakin memperparah kondisi perekonomian nasional

Dalam upaya penyehatan perekonomian nasional, Pemerintah telah menempuhserangkaian langkah dan tindakan yang juga memperoleh bantuan dari beberapa lembagainternasional. Salah satu langkah yang ditempuh adalah pemberdayaan ekonomi rakyatyang bertujuan meningkatkan akses rakyat kecil terhadap perekonomian dan mengutamakankepentingan rakyat. Selain itu, Pemerintah juga mendorong komitmen perbankan dalam

1 Badan Pusat Statistik, ” Perhitungan Jumlah Penduduk Miskin 1998”.

Page 50: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

57Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi. Upaya-upaya tersebut juga diimbangidengan upaya lain di sektor riil, antara lain dengan melaksanakan program Jaring PengamanSosial (JPS) untuk memberdayakan masyarakat (khususnya yang terkena dampak langsungdari krisis ekonomi), serta dengan melakukan reformasi struktural untuk meningkatkanefisiensi perekonomian.

Sektor keuangan khususnya perbankan yang selama ini sangat berperan dalammenggerakkan roda perekonomian, tentunya sangat diperlukan untuk membantu pemulihanperekonomian nasional. Namun, sejak terjadinya krisis ekonomi perbankan nasional jugamenghadapi permasalahan yang cukup berat. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnyajumlah non performing loan, memburuknya net interest margin dan kondisi permodalan, sertaancaman kesulitan likuiditas yang masih berlangsung hingga awal tahun 1999 ini. Kinerjaperbankan yang memburuk tersebut mengakibatkan terhambatnya penyaluran kredit.Sehubungan dengan kondisi tersebut, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi diperlukanperan lembaga keuangan lain yang dapat berperan sebagai complementary institutions dari perbankan.

Salah satu lembaga keuangan selain bank yang telah lama dikenal masyarakat adalahPerum Pegadaian. Pada masa krisis, terganggunya fungsi intermediasi perbankan tersebutmemberi peluang bagi Perum Pegadaian untuk semakin berperan dalam pembiayaan,khususnya usaha kecil dan dalam masa krisis ini juga telah menjadi salah satu alternatifpemenuhan kebutuhan pembiayaan bagi sebagian masyarakat yang terkena dampaknya.Peran dalam pembiayaan nasabah kecil tersebut, sesuai dengan tujuan Perum Pegadaianyang tidak hanya semata-mata mencari untung tetapi juga sebagai penunjang kebijakandan program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional melalui penyaluranpinjaman atas dasar hukum gadai. Disamping itu, jaringan kantor dan wilayah kerja yangmenjangkau hampir seluruh wilayah Indonesia serta prosedur yang sederhana, mudah,cepat, dan aman merupakan suatu potensi keunggulan Perum Pegadaian dibandingkandengan lembaga keuangan lainnya.

1.2. Hipotesa

Kegiatan usaha Perum Pegadaian dapat dikembangkan untuk mendukungperkembangan usaha kecil khususnya sektor informal. Hal tersebut didukung olehkarakteristik Perum Pegadaian, terutama prosedurnya yang sederhana, mudah dan cepat,sumber daya manusia yang memadai serta jaringan usaha yang luas.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peran usaha Perum Pegadaian sertapotensinya untuk ikut berperan dalam pelaksanaan program Jaring Pengaman Sosial (JPS).

Page 51: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

58 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Sesuai dengan karakteristik usaha dan mayoritas nasabah Perum Pegadaian yangmerupakan masyarakat berpendapatan rendah, maka Perum Pegadaian berpotensi untukberperan serta dalam program JPS. Disamping itu, penelitian juga dimaksudkan untukmempelajari peran dan potensi Perum Pegadaian dalam mendukung pemberdayaan usahakecil, khususnya sektor informal.

1.4 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan melakukan analisis data sekunder dan primer. Datasekunder yang dipergunakan berupa laporan-laporan yang telah tersedia dari PerumPegadaian, berupa data keuangan, data operasional, ketentuan-ketentuan operasional,kepegawaian, manajemen maupun dari sumber lainnya, dengan periode pengamatan sejaktahun 1996 s.d September 1998. Disamping itu, untuk memperoleh data mengenai keadaandan operasionalisasi Perum Pegadaian dilakukan metode survey terhadap kantor pusat, 8kantor daerah, 36 kantor cabang, serta dengan mewawancarai beberapa nasabah yang dipilihsebagai responden di kantor-kantor cabang tersebut. Nasabah yang dipilih sebagai respondendikelompokkan sebagai nasabah biasa dan nasabah yang dianggap potensial (prima)berdasarkan frekwensi dan lamanya berhubungan dengan Perum Pegadaian.

Sampel kantor daerah dipilih dengan sistem purposive sampling yang mewakili wilayahIndonesia Bagian Barat, Tengah dan Timur. Wilayah barat diwakili oleh 3 kantor daerah diPulau Jawa dan 2 kantor daerah di Pulau Sumatera. Wilayah tengah diwakili oleh 1 kantordaerah di Pulau Bali dan 1 kantor daerah di Pulau Kalimantan. Sedangkan wilayah timurdiwakili oleh 1 kantor daerah di Pulau Sulawesi. Survey tersebut dilaksanakan pada tanggal23 November - 10 Desember 1998.

II. Profil Perum Pegadaian

Pegadaian Negeri didirikan pertama kali oleh pemerintah Hindia Belanda padatanggal 1 April 1901 di kota Sukabumi dengan status Jawatan. Pada tahun 1961, statusnyadiubah menjadi Perusahaan Negara (PN), namun diubah kembali menjadi PerusahaanJawatan (Perjan) tahun 1969. Dengan PP No. 10/1990 tanggal 10 April 1990 status PerjanPegadaian diubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian guna meningkatkanefisiensi dan produktivitas usaha. Salah satu produk Perum Pegadaian adalah memberikankredit berdasarkan hukum gadai. Dengan status sebagai Perum, sifat Pegadaian adalahmenyediakan pelayanan bagi masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntunganberdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

Dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan, Perum Pegadaian telah merancangRencana Jangka Panjang II (RJP II) yaitu periode tahun 1997-2001. RJP II ini merupakan

Page 52: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

59Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

bagian dari visi Perum Pegadaian yang dirumuskan dengan mengindentifikasi kekuatan,kelemahan, peluang dan ancaman (analisis SWOT) yang dihadapi dalam PembangunanJangka Panjang Tahap II (PJPT II). Visi Perum Pegadaian dalam PJPT II ini adalah :a. Menjadi lembaga keuangan yang modern dan dinamis.b. Memiliki SDM yang handal dan profesional.c. Memiliki kinerja sehat sekali (SS) dengan rating minimal “A” 1 .

Berdasarkan visi tersebut, Perum Pegadaian merumuskan misinya yang dijadikanacuan untuk menentukan arah pengusahaan, sasaran pengusahaan dan strategi pokokperusahaan dalam periode RJP II. Misi perusahaan tersebut yaitu :

Ikut meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat golongan menengah ke bawahmelalui penyediaan dana berdasarkan hukum gadai secara inovatif dan melakukan usahalain yang menunjang.

Arah pengusahaan dalam periode ini adalah : 1) menjadi persero pada tahun 19982 ;2) melaksanakan go public; dan 3) memiliki kinerja dan citra yang meningkat.

Sementara, sasaran pengusahaannya adalah :a. Omzet perkreditan meningkat dengan 20% per tahun.b. Laba bersih (earnings after taxes) meningkat dengan 30,2% per tahun.c. Hasil usaha lain-lain menyumbang sekitar 5,1% dari laba usaha.d. Posisi keuangan yang likuid dan solvabel dengan current ratio di atas 1 dan debt to equity

ratio di bawah 3.

Untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut, Perum Pegadaian menyusun suatustrategi pokok perusahaan yang meliputi :a. Melaksanakan optimalisasi kantor-kantor cabang sebagai ujung tombak operasi

perusahaan.b. Meningkatkan pelayanan kepada seluruh nasabah dengan baik, cepat dan manusiawi.c. Meningkatkan produktivitas di seluruh bidang kegiatan.d. Meningkatkan efisiensi perusahaan

1 Yang dimaksud dengan rating “A” sesuai dengan definisi PT. Pefindo merupakan perusahaan atau efek hutangyang berisiko investasi rendah dan berkemampuan baik untuk membayar bunga dan pokok hutang sesuai denganyang diperjanjikan dan hanya sedikit dipengaruhi oleh perubahan keadaan yang merugikan.

2 Menurut Perum Pegadian, target menjadi Persero terutama bertujuan untuk mengatasi kelemahan pendanaandengan menjual saham di bursa, serta membuka anak perusahaan. Namun target tersebut tidak tercapai pada tahun1998 karena tidak memperoleh ijin dari Menkeu dengan pertimbangan (i) masih besarnya misi sosial yang harusdilaksanakan oleh Perum Pegadaian, (ii) kekhawatiran bahwa dengan status persero Perum Pegadaian akanmeninggalkan segmen nasabah kecil dengan tujuan untuk memperoleh laba maksimal.

Page 53: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

60 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

e. Melaksanakan pengembangan produk baru hingga mampu menyumbangkan 20% daritotal pendapatan usaha.

f. Memperluas jaringan pelayanan dengan membuka cabang-cabang baru di daerah yangpotensial, khususnya di kawasan timur Indonesia.

Sebagai implementasi dari salah satu strategi pokok perusahaan, Perum Pegadaiantelah merencanakan untuk melakukan ekspansi jenis produk perusahaan denganmengembangkan usaha baru. Produk-produk baru tersebut meliputi :

a. Produk baru yang masih dalam lingkup usaha gadai seperti jasa titipan, jasa taksiran,franchisor usaha gadai, jasa sertifikasi kadar emas, kredit dengan jaminan surat berhargadan sertifikat tanah dan kredit dengan sistem pinjam pakai. Dua diantaranya yaitu jasatitipan dan taksiran sudah dilaksanakan.

b. Produk baru di luar lingkup usaha gadai tetapi masih dalam lingkup lembagapembiayaan seperti BPR, modal ventura, factoring, guarantee fund, pedagang valuta asingdan leasing.3

c. Produk usaha baru yang sama sekali di luar usaha gadai dan lembaga keuangan sepertitoko emas, properti (gedung perkantoran, hotel/penginapan dan ruko) dan toko barang-barang perhiasan/asesoris dan arloji. Sampai dengan 30 September 1998, usaha tokoemas sudah dilaksanakan di 28 kantor cabang Perum Pegadaian. Usaha ini jugamempunyai misi sosial untuk mendidik masyarakat untuk berinvestasi dalam bentukemas serta meningkatkan image masyarakat terhadap Perum Pegadaian

Produk-produk usaha baru tersebut merupakan upaya untuk mengoptimalkan aset,yaitu pemanfaatan 20 lokasi strategis yang nantinya dapat merupakan kompleks lokasiusaha, sehingga bisa meningkatkan citra perusahaan dan nasabah tidak malu lagi untukdatang ke Pegadaian. Khusus untuk bisnis properti dapat dilakukan melalui kerja samadengan pihak ketiga (investor) dengan sistem Built Operate and Transfer (BOT), seperti yangtelah dilaksanakan di lokasi Salemba dan Pasar Baru.

2.1. Kepengurusan dan Kelembagaan

Perum Pegadaian memiliki 4 orang anggota direksi yang terdiri dari satu orang direkturutama dan 3 orang direktur yang masing-masing membawahi bidang operasi danpengembangan, bidang keuangan, dan bidang umum. Dalam menjalankan tugas rutin di

3 Menurut Perum Pegadaian, leasing yang akan dilaksanakan merupakan leasing menurut format Perum Pegadaiandimana barang jaminan yang digadaikan tidak disimpan oleh Perum Pegadaian namun tetap dapat digunakan olehnasabah untuk menjalankan usahanya (diestimasikan akan dilaksanakan pada tahun 2000).

Page 54: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

61Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

kantor pusat, direksi dibantu oleh 9 subdirektorat (subdit) yang masing-masing memilikirincian tugas sesuai bidangnya (Lampiran 1). Untuk meningkatkan profesionalitas pegawaiPerum Pegadaian memiliki Balai Diklat yang langsung berada di bawah direksi. Selain itu,Perum Pegadaian juga memiliki Satuan Pengawasan Intern (SPI) yang bertanggung jawablangsung kepada direksi.4 Struktur organisasi Perum Pegadaian ditunjukkan bagan 1.

Kegiatan operasional Perum Pegadaian dilaksanakan melalui kantor-kantor cabang(Kanca) yang dikoordinasikan oleh kantor daerah (Kanda). Sampai dengan September 1998,Perum Pegadaian telah memiliki cabang di 27 propinsi dengan jumlah Kanca mencapai 633buah dengan dikoordinasikan oleh 14 kantor daerah (Lampiran 2). Dari 633 Kanca tersebut,58 diantaranya merupakan anak cabang (Ancab) yaitu cabang yang baru berdiri (biasanyakurang dari 2 tahun).

Bagan 1. Struktur Organisasi Perum Pegadaian

Direksi

Balai DiklatSubdit LB

Subdit OPP

dan Pengembangan

Subdit AK

Subdit AP

Keuangan Umum

Subdit BG

Subdit KP

Direktur Utama

Kantor Daerah

Kantor Cabang

Subdit PB

Direktur

Subdit TURT

Direktur

Subdit SP

Direktur Operasi

SPI

Keterangan :OPP = Operasi dan Pengembangan AP = Anggaran dan PermodalanKP = KepegawaianLB = Penelitian dan Pengembangan Operasi AK = AkuntansiBG = BangunanSP = Kesekretariatan Perusahaan P = PerbendaharaanTURT = Tata Usaha dan Rumah Tangga

4 Tanggal 25 November 1998, Perum Pegadaian membentuk Subdit Teknologi Informasi berdasarkan KeputusanDireksi No. Kp.2/41/10 sebagai upaya untuk meningkatkan sistem dan sarana pengawasan yang memadai.

Page 55: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

62 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Kanda Perum Pegadaian terdiri dari dua tipe yaitu tipe A dan B. Kanda tipe A memilikistruktur organisasi yang lebih lengkap dibandingkan Kanda tipe B karena besarnya jumlahKanca yang dibawahinya. Perbandingan Kanda tipe A dan B dapat dilihat dalam tabel 2.1 5 .

Tabel 2.1 Perbandingan Tipe Kantor Daerah

Jabatan Kanda Tipe A Kanda Tipe B

Ka Kanda 1 1Inspektur Daerah 1 0Kepala Seksi 4 2Pemeriksa 2 1Ka Sub Seksi 12 8Pemeriksa Pembantu 3 3Staf Pemeriksa 2 0

Sumber : Perum Pegadaian

Kanca Perum Pegadaian digolongkan menjadi 3 kelas, yaitu kelas I, II, dan III.Pembagian kelas masing-masing Kanca dilakukan berdasarkan tingkat efisiensi danproduktivitas yang diukur dari 4 faktor yaitu :a. Omzet usaha (bobot nilai 40), yang mencerminkan tingkat kemampuan penjualan produk

(produktivitas).b. Barang jaminan (bobot nilai 10), yang mencerminkan tingkat tanggung jawab

penanganan/pengelolaan, perawatan dan faktor risiko.c. Formasi dan adanya pegawai Kanca (bobot nilai 20), yang mencerminkan tingkat

efektivitas dan kemampuan pegawai sebagai sumber daya dalam menjalankanperusahaan.

d. Efisiensi (bobot nilai 40), yang diukur dari besarnya surplus (laba-rugi) cabang dalamsatu periode akuntansi.

Berdasarkan keempat kriteria di atas, jumlah Kanca untuk masing-masing kelas perJuni 1998 adalah : kelas I sebanyak 54; kelas II sebanyak 78 dan kelas III sebanyak 491.Seluruh kantor yang berstatus Ancab diklasifikasikan sebagai cabang kelas III. Ditinjau darikuantitasnya, per Juni 1998 jumlah Kanca Pegadaian di Pulau Jawa merupakan yangterbanyak yaitu 401 buah atau 64,4%.

5 Jumlah total pemeriksa per Kanda sejak 1 Februari 1999 telah diperbanyak menjadi 6-7 orang.

Page 56: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

63Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Jumlah karyawan Perum Pegadaian hingga Oktober 1998 mencapai 6.233 orang, yangterdiri dari 4.817 pegawai tetap dan 1.426 pegawai tidak tetap. Jumlah karyawan tetap inilebih rendah dari jumlah pada akhir 1996 (5.541 orang). Hal ini berkaitan dengan salah satuupaya Perum Pegadaian untuk meningkatkan efisiensi. Selain terjadi pengurangan jumlah,Perum Pegadaian juga melakukan peningkatan kualitas karyawan yang terlihat darimeningkatnya jumlah karyawan yang berpendidikan S1 dan S2 dan berkurangnya karyawanyang berpendidikan SD sampai dengan D3. Komposisi karyawan tetap menurut jenjangkarir dan pendidikan dapat dilihat dalam lampiran 3.

2.2. Produk dan Pasar

Produk-produk Perum Pegadaian yang sudah tersedia hingga saat ini meliputi empatjenis produk, yaitu :a. Jasa gadai, merupakan jasa utama Pegadaian yaitu memberikan pinjaman kepada

masyarakat berdasarkan hukum gadai.b. Jasa taksiran, yang ditujukan untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat atas

kualitas barang-barang perhiasan miliknya.c. Jasa titipan, yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat atas

barang-barang yang dimilikinya apabila akan bepergian dalam jangka waktu yangcukup lama.

d. Galeri 24, yaitu toko emas Pegadaian yang menjamin kualitas emas/perhiasan yangdijualnya.

Tidak semua Kanca menyediakan keempat jenis produk tersebut. Hal ini terkait denganfasilitas, ketersediaan sumber daya manusia dan dana. Misalnya, pembukaan toko emasyang hingga September 1998 baru berjumlah 28 buah.

Dalam memperkenalkan produk-produknya, Perum Pegadaian diantaranyamenggunakan papan-papan reklame, leaflet, media elektronis, menjadi sponsor kegiatanolahraga serta dengan layanan yang relatif mudah dan cepat. Konsumen sasaran PerumPegadaian ini adalah seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan dana-dana jangkapendek. Selama tahun 1997, Perum Pegadaian telah berhasil melayani kebutuhan 5,3 jutaorang yang terdiri dari petani, nelayan, pelaku industri, pedagang dan lain-lain.

2.3. Manajemen dan Instrumen Kebijakan

Dalam menjalankan usahanya Perum Pegadaian melaksanakan fungsi-fungsimanajemen dan menetapkan kebijakan-kebijakan yang menjadi patokan bagi Kanda maupunKanca. Berikut merupakan uraian tentang kebijakan-kebijakan dan fungsi pengawasan yangdilaksanakan oleh Perum Pegadaian.

Page 57: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

64 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

2.3.1. Kebijakan Pendanaan

Dalam penyediaan dana bagi keperluan usahanya, Perum Pegadaian memilikibeberapa sumber. Sebagai sumber utama adalah modal awal Perum Pegadaian yangberjumlah Rp 205 miliar, penyertaan modal pemerintah Rp 46,25 miliar dan dari saldo labasebesar Rp 111,85 miliar (per 30 September 1998). Mengingat besarnya permintaan terhadapjasa gadai dari masyarakat, maka modal tersebut tidak lagi mencukupi. Untuk itu PerumPegadaian mencari sumber-sumber pendanaan baru untuk menambah modal kerja melaluipinjaman bank, penerbitan obligasi dan MTN. Hingga saat ini Perum Pegadaian telahmenerbitkan 5 seri obligasi dengan nilai nominal keseluruhan Rp 425 miliar. Sejak Desember1997, Perum Pegadaian telah menerbitkan MTN sebanyak 4 kali dengan nilai nominalkeseluruhan Rp 16,5 miliar. Sementara pinjaman dari bank pada posisi September 1998mencapai Rp 321 miliar. Selain itu, pada bulan September 1998 Perum Pegadaian memperolehpinjaman dari pemerintah berupa Rekening Dana Investasi (RDI) sebesar Rp 100 miliardengan jangka waktu 3 tahun.

Dana yang telah dihimpun ini kemudian didistribusikan dari kantor pusat ke Kancamelalui masing-masing Kandanya. Besarnya jumlah dana yang diterima oleh masing-masingKanda tersebut ditentukan berdasarkan hasil evaluasi perkembangan omzet selama 6 bulanterakhir dan dievaluasi setiap 3 bulan.

Penghimpunan dana hanya dapat dilakukan oleh kantor pusat, sehingga Kanda danKanca hanya melaksanakan penanaman dana berdasarkan alokasi dana yang diberikan.Bila terjadi kekurangan dana, maka Kanca harus meminta tambahan dana kepada Kandanyamasing-masing dan tidak diperkenankan untuk melakukan transfer langsung antarcabang.Dengan demikian Kanda dapat mengontrol secara langsung kebutuhan dana masing-masingKancanya.

2.3.2. Kebijakan Penanaman Dana

Penanaman dana Perum Pegadaian dilakukan dalam bentuk kredit, deposito, surat-surat berharga dan penyertaan di perusahaan lain. Kredit kepada masyarakat merupakanporsi terbesar penanaman dana yang mencapai Rp 756,75 miliar (91,0 %) pada September1998 (Lampiran 4). Sesuai dengan hukum gadai, kredit yang diberikan dijamin denganbarang jaminan nasabah. Biasanya batas maksimum kredit yang dapat diberikan olehmasing-masing cabang mencapai Rp 20 juta per SBK (Surat Bukti Kredit), tetapi sejak 30 Juli1998 batas maksimum kredit diturunkan menjadi Rp 5 juta per SBK. Bila terdapat nasabahyang ingin memperoleh kredit melebihi batas maksimum maka cabang tersebut harus memintapersetujuan dari Kanda. Perum Pegadaian membagi pemberian kredit kepada nasabahmenjadi empat golongan yaitu Golongan A (kredit Rp 5.000-Rp 40.000), Golongan B (kredit

Page 58: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

65Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Rp 40.500-Rp150.000), Golongan C (kredit Rp 151.000-Rp 500.000) dan Golongan D (kreditRp 510.000-Rp 5.000.000). Jangka waktu kredit maksimum adalah 120 hari dengan bungadihitung setiap 15 hari. Selain itu, nasabah juga dikenakan biaya penitipan dan asuransi(PA) yang besarnya disesuaikan dengan jenis barang dan golongannya. Tabel selengkapnyadapat dilihat dalam lampiran 5.

2.3.3.Alokasi Laba

Setelah diaudit, sesuai dengan PP No. 13/1998, dari laba bersih yang diperoleh PerumPegadaian, sebesar jumlah tertentu disisihkan untuk cadangan tujuan, penyusutan danpengurangan yang wajar lainnya. Kemudian 45% dari sisa penyisihan tersebut dialokasikanuntuk lima hal berikut yang masing-masing persentase alokasinya ditetapkan oleh MenteriKeuangan.a. Cadangan umum yang dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang-kurangnya

dua kali lipat dari modal yang ditempatkan;b. Sosial dan pendidikan;c. Jasa produksi;d. Sumbangan dana pensiun; dane. Sokongan dan sumbangan ganti rugi.

Sementara, sisa dari keseluruhan penggunaan laba bersih di atas disetorkan sebagaiDana Pembangunan Semesta (DPS). DPS yang menjadi hak negara wajib segera disetorkanke Bendahara Umum Negara setelah Laporan Tahunan disahkan.

2.3.4. Prosedur Kredit

Dalam memberikan kredit, Perum Pegadaian memiliki mekanisme dan prosedur yangharus dilalui oleh nasabah. Berikut ini merupakan ilustrasi proses memperoleh kredit diPerum Pegadaian.

Nasabah yang datang ke Pegadaian terlebih dulu menyerahkan barang-barangbergerak sebagai agunan kepada petugas penaksir yang disertai dengan identitas diri.Petugas penaksir memeriksa keadaan barang termasuk kelengkapan yang disyaratkan.Penaksir menetapkan harga pedoman standar, taksiran, dan uang pinjaman (UP) yang dapatdiberikan berdasarkan plafon UP yang yang menjadi wewenangnya (Lampiran 6). Jika UPyang dapat diberikan melebihi kewenangannya, maka harus diajukan dan disetujui olehkepala Kanca selaku kuasa pemutus kredit (KPK). Jika besarnya UP yang telah diputuskan

membawabarang jaminanNasabah Penaksir Kasir Nasabahmenerima

kredit

Page 59: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

66 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

oleh penaksir maupun KPK telah disepakati oleh nasabah, maka diterbitkan Surat BuktiKredit (SBK) sesuai dengan golongannya. Pada SBK tersebut dimuat nama dan alamatnasabah, keterangan barang jaminan, besarnya taksiran dan UP. Setelah ditandatanganinasabah dan penaksir/KPK, SBK diserahkan kepada nasabah. Nasabah mengambil UPpada kasir seperti yang tertera pada SBK, dengan terlebih dahulu membayar biayapenyimpanan dan asuransi (PA) yang telah ditetapkan sesuai dengan besarnya UP danjenis barang yang diagunkan.

2.3.5. Sistem Pengelolaan Barang Jaminan

Barang-barang jaminan yang diterima oleh Pegadaian ditatausahakan dalam suatu BukuGudang yang diisi menurut golongan, rubrik dan ribuan. Barang masuk dan keluar selaludicatat sehingga pada akhir hari dapat ditentukan saldo barang jaminan. Untuk mengontrolkebenarannya, saldo Buku Gudang ini dicocokkan dengan saldo Ikhtisar Kredit dan Pelunasan.

Barang emas, perhiasan atau barang-barang kecil lainnya yang masuk di dalamkantong disebut barang kantong dengan rubrik K. Barang kantong ini disimpan dalamkamar emas (kluis/khasanah). Sedangkan barang jaminan yang tidak masuk di dalamkantong disebut dengan barang gudang dengan rubrik G. Barang jenis ini disimpan didalam gudang. Tempat penyimpanan barang tersebut harus selalu dalam keadaan tertutupdan terkunci apabila tidak ada keperluan. Untuk barang-barang tertentu seperti kamera danmobil mendapat perlakuan khusus. Kamera harus disimpan dalam tempat tertutup (lemarikaca atau peti kayu yang tidak lembab) yang diberi penerangan cukup. Mobil disimpandalam tempat tertutup, tidak kena hujan dan panas. Di samping itu, mobil juga harus dalamkeadaan terkunci dan bila ada tutupnya (cover) digunakan dengan baik agar tidak kotor.

Pegawai yang bertanggung jawab (sesuai dengan SK penunjukan) atas pengelolaangudang dan semua barang yang ada di dalamnya disebut petugas gudang. Petugas gudangyang mengelola barang kantong disebut penyimpan, sedangkan yang mengelola baranggudang dan barang kain disebut pemegang gudang. Selain petugas gudang dilarang untukmemasuki gudang tanpa mendapat izin dari petugas tersebut. Dalam hal petugas gudangberhalangan sampai dengan 7 hari, maka petugas gudang tersebut dapat menunjuk duaorang pegawai lainnya sebagai pengganti sementara dan harus diberitahukan kepada kepalacabang. Walaupun telah digantikan petugas sementara, petugas gudang lama tetapbertanggung jawab atas barang jaminan di dalam gudang. Pegawai yang menjadi petugasgudang mempunyai masa tugas maksimum selama 6 bulan.

Untuk mencegah terjadinya kesalahan atau penyimpangan dalam pengelolaan gudangmaka Perum Pegadaian membuat prosedur pemeriksaan barang jaminan. Posedur tersebutdapat dilihat dalam lampiran 7.

Page 60: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

67Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

2.3.6. Sistem Lelang

Lelang merupakan upaya pengembalian uang pinjaman beserta sewa modalnyayang tidak dilunasi sampai batas waktu yang ditentukan. Hal ini dilakukan denganpenjualan barang jaminan tersebut pada waktu yang telah ditentukan. Untuk menentukantanggal lelang, setiap Kanda membuat suatu daftar ikhtisar lelang berdasarkan usulan darimasing-masing kanca-nya dengan memperhatikan :a. Lokasi kanca, untuk kanca-kanca yang lokasinya berdekatan tidak diizinkan untuk

melaksanakan lelang pada hari dan tanggal yang bersamaan.b. Masing-masing kanca sedapat mungkin melaksanakan lelang pada hari dan tanggal

yang sama setiap bulannya, agar bisa dijadikan acuan oleh masyarakat.c. Lelang dilaksanakan tidak pada hari libur.d. Dalam bulan puasa lelang sedapat mungkin dilakukan sebelum lebaran.

Apabila di kemudian hari ternyata lelang tidak dapat dijalankan pada tanggal yangtelah ditetapkan maka pelaksanaan lelang itu harus diundur pada hari berikutnya.Penundaan hari lelang ini harus diumumkan kepada masyarakat dan diberitahukan kepadaKa Kanda dan Inspektur Daerah. Media yang digunakan untuk mengumumkan tanggallelang adalah melalui papan pengumuman di Kanca setempat, media cetak dan elektronik,pemberitahuan langsung oleh pegawai di loket dan pemberitahuan tertulis kepada pemilikbarang dan Dinas Penerangan setempat (minimum 15 hari sebelum pelaksanaan).

Sebelum pelaksanaan lelang, Tim Pelaksana Lelang akan mengawasi/memeriksajumlah setoran uang jaminan dari masing-masing peserta/calon pembeli. Barang-barangyang telah laku pada saat lelang harus dibayar tunai setelah lelang ditutup. Uang yangakan dibayar oleh pembeli harus ditambah 9% untuk ongkos lelang dan 0,7% (tujuh permil)untuk dana sosial yang dihitung dari nilai lakunya lelang. Bila hasil lelang melebihi nilaikewajiban nasabah, maka kelebihannya akan dikembalikan kepada nasabah tersebut.

Untuk barang-barang jaminan yang telah ditaksir dengan wajar tetapi tidak lakudilelang disebut sebagai Barang Sisa Lelang (BSL). BSL ini ditetapkan menjadi asetperusahaan yang diakui dan dicatat sebagai transaksi mutasi aset dari Pinjaman YangDiberikan (aktiva lancar) menjadi Aktiva Lainnya (aktiva tidak lancar). BSL dinilaiberdasarkan harga pembeliannya yaitu sebesar harga jual minimal lelang tanpa tambahanbiaya lelang (9,7%). Perlakuan administrasi dan pembukuan terhadap BSL dapat dilihatdalam lampiran 8. Cara penyelesaian BSL ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dijualdi bawah tangan dan dimutasikan antarcabang. Penjualan di bawah tangan merupakanpenjualan yang terbuka bagi siapa saja yang berminat dengan suatu patokan harga minimumtertentu. Sedangkan mutasi antarcabang merupakan upaya penjualan di kantor cabangyang berada di daerah lain yang diyakini dapat terjual lebih cepat (Lampiran 9).

Page 61: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

68 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

2.3.7. Sistem Pelaporan dan Auditing

Setiap Kanca Pegadaian harus membuat laporan operasional rutin secara berkala.Laporan operasional adalah laporan tentang perkembangan operasional Kanca yangmeliputi laporan mingguan, bulanan dan tahunan. Tujuan pembuatan laporan operasionalini adalah untuk menyediakan informasi tentang perkembangan operasional kepadamanajemen sebagai dasar untuk pengambilan keputusan lebih lanjut pembinaan Kanca.

Jenis-jenis laporan operasional yang dibuat oleh Kanca yang harus dikirimkan keKanda adalah berbentuk :a. Laporan mingguan, yang berisi perkembangan penyaluran kredit dan barang jaminan

yang tercantum dalam laporan mingguan keuangan yang dikirimkan ke Kandab. Laporan bulanan, yang berisi laporan tentang : perkembangan usaha, penerimaan sewa

modal dan biaya PA, rincian data nasabah dan kredit menurut profesi, rincian sisauang pinjaman, ikhtisar barang sisa lelang, sisa uang kelebihan, barang jaminan yangtidak ditebus/dilelang/barang polisi, mutasi aktiva yang disisihkan, dan perhitungansurplus operasi.

c. Laporan semester, yang berisi laporan rincian sisa uang pinjaman dan perhitungansewa modal.

d. Laporan tahunan, yang berisi rekapitulasi dari laporan bulanan ditambah laporanmutasi aktiva serta laporan surplus usaha.

Laporan-laporan yang dibuat oleh masing-masing Kanca tersebut di atas kemudiandikonsolidasikan oleh Kanda sebelum dikirimkan ke kantor pusat. Di kantor pusat laporan-laporan dari seluruh Kanda dikumpulkan sehingga dapat dibuat suatu laporan keuangankonsolidasi secara nasional yang diaudit setiap tahun. Kelayakan laporan keuangan PerumPegadaian setiap tahun diperiksa oleh pihak eksternal. Sejak tahun 1993 audit terhadaplaporan keuangan Perum Pegadaian dilakukan oleh akuntan publik. Hal ini dilakukankarena Perum Pegadaian telah melakukan go public dengan menerbitkan obligasi.Sebelumnya, pemeriksaan atas laporan keuangan Perum Pegadaian dilakukan oleh BPKP.

Selain kewajiban mengirimkan laporan ke kantor pusat, masing-masing Kanca danKanda Perum Pegadaian secara internal juga diperiksa oleh SPI. Tugas SPI tersebut adalahmelakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap jalannya kegiatan perusahaan.Pengawasan ditujukan untuk meyakinkan apakah kegiatan perusahaan telah dilaksanakansesusai dengan rencana yang ditetapkan. Sementara, pemeriksaan merupakan bagian darifungsi pengawasan yaitu tindakan secara fisik, teknik serta metode dalam menjalankanfungsi pengawasan.

Aspek-aspek yang dilihat dalam melakukan pemeriksaan oleh SPI mencakup tiga halyaitu sistem dan prosedur yang menyangkut kendali, kewajiban atasan untuk mengawasi

Page 62: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

69Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

bawahan (waskat) dan aparat pengawasan fungsional. Tolok ukur yang dipakai dalammelakukan pemeriksaan adalah membandingkan antara kondisi sebenarnya (fakta) denganyang seharusnya (kriteria). Kondisi yang seharusnya merupakan sesuatu yang ditetapkanoleh peraturan/ketentuan pemerintah, sesuatu yang diatur secara umum yang diakui dansesuatu yang diatur oleh ketentuan perusahaan. Dalam melakukan pemeriksaan seorangpemeriksa harus bersifat objektif dan independen karena pertanggungjawabannya langsungkepada direksi.

Dalam melaksanakan tugasnya SPI dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggungjawab langsung kepada Direktur Utama. SPI tersebut dibagi menjadi 3 Inspektorat Wilayah(Irwil), yaitu : (i) Irwil I mengawasi kanda I – V; (ii) Irwil II mengawasi kanda VI – X; dan (iii)Irwil III mengawasi kanda XI – XIV. Tenaga pemeriksa di masing-masing Irwil rata-ratasejumlah 4 orang yang bertugas melakukan pemeriksaan terhadap setiap kanda denganfrekwensi 1 - 2 kali setahun. Di setiap Kanda terdapat Inspektorat Daerah (Irda) yangdipimpin oleh orang kedua di kanda yang bersangkutan dengan tenaga pemeriksa berjumlah4-5 orang. Tugas Irda adalah mengawasi kanca-kanca di bawahnya dengan frekwensi 1– 4kali pemeriksaan dalam satu tahun.

Berdasarkan perbandingan antara jumlah Kanca (633 kantor), Kanda (14 kantor),frekwensi pemeriksaan serta jumlah tenaga pemeriksa di masing-masing Kanda,menunjukkan terlalu luasnya rentang kendali Kanda terhadap kanca-kanca yang ada dibawah koordinasinya. Sebagai gambaran setiap kanda di pulau Jawa rata-rata membawahilebih dari 50 Kanca. Sementara itu, Kanda-kanda lainnya di luar Jawa harus membawahikanca-kanca yang secara geografis terlalu jauh. Rentang kendali yang terlalu luas yangbelum ditunjang dengan saluran komunikasi yang memadai (canggih) sangat tidakmenunjang efektivitas pemantauan kinerja kantor-kantor cabang, serta bisa menyebabkantimbulnya berbagai penyimpangan seperti yang tercantum dalam lampiran 10.

III. PENDEKATAN TEORITIS

3.1 Pembiayaan Kredit Pedesaan

Untuk memahami pegadaian terutama sebagai salah satu alternatif pembiayaan bagiusaha/nasabah kecil perlu dilakukan pendekatan yang mempunyai relevansi dengankegiatan operasi lembaga keuangan baik formal maupun informal yang telah ada dimasyarakat dalam penyaluran kredit. Mengingat karakteristik Perum Pegadaian sebagailembaga keuangan formal yang memberikan pinjaman berjangka pendek dalam skala kecildengan sistem gadai, tidak melakukan penghimpunan dana seperti layaknya bank,mempunyai jaringan kerja yang luas sampai ke daerah-daerah, serta mempunyai nasabah

Page 63: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

70 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

mayoritas masyarakat berpenghasilan rendah yang sulit untuk akses ke perbankan sertajaringan kerja hingga ke daerah-daerah, maka perlu dilakukan analisis tterhadap posisidan keterkaitan Perum Pegadaian dengan lembaga lainnya. Beberapa pendekatan yangdapat digunakan untuk analisis tersebut antara lain Teori Rural Financial Intermediation(RFI), teori Farm Finance (FF) dan Teori Rural Financial Market (RFM).

Teori RFI menjelaskan keterkaitan antara lembaga keuangan formal dan informaldalam pasar keuangan pedesaan. Dalam teori ini dijelaskan karakteristik lembaga keuanganformal seperti Bank Perkreditan Rakyat, BRI Unit Desa, koperasi dan pegadaian serta pasarkredit informal di pedesaan (rentenir atau pelepas uang komersial). Kredit pedesaan padadasarnya dapat diperoleh dari sumber informal dan formal. Sementara itu, untukpenghimpunan dana di pedesaan lebih banyak melalui lembaga formal.6

Sedangkan untuk melihat sumber dana untuk kredit pedesaan dikenal dua teori, yaituFarm Finance dan teori Rural Financial Market yang dikembangkan oleh Department ofAgricultural Economics and Rural Sociology, Ohio State University, USA. Teori RFM yangbertumpu pada mekanisme pasar berpendapat bahwa pembiayaan/kredit pedesaanmerupakan proses intermediasi dimana financial assets dan debts di relokasi diantarapelaku-pelaku ekonomi di pedesaan. Dengan kata lain, teori RFM berpendapat bahwapedesaan memiliki kemampuan/resources untuk membiayai kegiatan-kegiatan produktifyang berlangsung di pedesaan, sedangkan teori FF berpendapat perlu adanya external funds(dana pihak luar) untuk membiayai kegiatan-kegiatan produktif di pedesaan.

Berdasarkan ketiga pendekatan tersebut, lembaga kredit formal dan informal sertastruktur pasar kredit pedesaan untuk masing-masing lembaga keuangan tersebut dapatdijelaskan sebagai berikut :

3.1.1 Lembaga Kredit Informal

Sebagaimana dikemukakan, kredit di pedesaan dapat disediakan oleh lembagakeuangan formal maupun pasar informal. Pasar informal tersebut ada di dalam masyarakatnamun tidak diatur oleh pemerintah. Pasar kredit pedesaan informal biasanya bersifat quasi-monopolistik. Di dalam pasar terdapat beberapa kreditur namun seorang debitur punyaakses yang sangat terbatas. Ketergantungan seorang debitur terhadap kreditur sangat tinggi.Seorang kreditur hanya melayani sejumlah kecil peminjam yang sudah dikenal baik danberisiko rendah. Sebagian besar pinjaman relatif kecil jumlahnya, berjangka waktu pendek,proses penyediaan sederhana, cepat, dan pemberian kredit tersebut lebih didasarkan padaunsur kepercayaan.

6 Robinson. S “ Rural Financial Intermediation : Lessons From Indonesia, 1992

Page 64: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

71Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Terjadinya pasar yang bersifat quasi-monopolistik dimungkinkan oleh kecenderungansetiap kreditur untuk membatasi jumlah nasabah yang dilayani dan berupaya menjagaportofolio pinjamannya sedemikian rupa, sehingga risiko tidak terbayarnya pinjaman yangdiberikan kepada nasabah dapat ditekan serendah mungkin. Caranya antara lain denganhanya memberikan kredit kepada orang-orang yang berkaitan dengan jaringan bisnisnyaseperti sistem ijon dan yang mempunyai aliran politik yang sama. Dengan praktek tersebut,setiap kreditur dapat memelihara ‘kesetiaan’ debiturnya.

Suku bunga kredit dalam pasar informal sangat bervariasi. Menurut penelitianRobinson, suku bunga berkisar antara 2 sampai 10 kali dari tingkat bunga bank. Tingginyasuku bunga tersebut disebabkan adanya quasi-monopolistic many-lender credit market.7 Krediturcenderung tidak tertarik untuk meningkatkan market share. Alasan utamanya adalah terlaluberisiko untuk melakukan ekspansi ke luar pasar tradisonalnya. Hal ini terjadi karena antarasatu kreditur dengan kreditur lainnya dalam satu wilayah umumnya punya ikatan yangerat. Mereka tidak mau bersaing karena justru akan menurunkan keuntungan masing-masing.Selain itu, bagi kreditur yang sudah lebih kaya dan memiliki status sosial yang tinggimelakukan diversifikasi investasi dianggap lebih menguntungkan dibandingkan denganhasil yang diperoleh dari kredit dalam skala kecil. Terdapat pula kecenderungan para kredituruntuk memberikan kredit yang lebih besar kepada pejabat lokal serta rekan bisnis dengantujuan menjaga hubungan baik agar diberi kesempatan memperoleh akses yang lebih luasbagi kepentingan politik dan/atau bisnisnya. Sebaliknya, terdapat kecenderungan debituruntuk hanya setia kepada satu debitur karena khawatir akan memperoleh kesulitan dikemudian hari. Kreditur pada umumnya berkeberatan apabila nasabahnya meminjamkepada kreditur informal lainnya karena khawatir ikatan bisnis lainnya juga akan berpindahsehingga dapat melakukan pembalasan di kemudian hari. Fenomena ini terjadi di beberapanegara berkembang, seperti India dan Philipina sebagaimana dikemukakan oleh Germidis,Kessler, and Meghir bahwa 8 :

“Informal commercial credit forms parts of the local political economy; financial channels andmarket shares of lenders are inextricably related to local distribution of wealth and power, marketinterlinkages, political alliances, information flows, etc “.

Dengan kondisi tersebut, suku bunga dapat dipertahankan tinggi lebih-lebih jika diwilayah tersebut tidak terdapat lembaga perkreditan formal.

7 Ibid, hal 81.8 Germidis, Kessler “ Financial Systems and Development : What Role for the Formal and Informal Financial

Sectors ? (1991).

Page 65: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

72 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

3.1.2 Lembaga Kredit Formal

Lembaga keuangan formal dapat juga memasuki pasar keuangan pedesaan denganperspektif perhitungan jangka panjang bila didukung beberapa persyaratan. Persyaratantersebut berkaitan dengan perlunya lembaga keuangan dikelola secara baik, terpercaya,aman, dan berlokasi strategis. Disamping itu, untuk menunjang berlangsungnya kegiatanoperasi lembaga keuangan tersebut harus mampu menyalurkan kredit dalam jumlah yangcukup dan bersumber dari penghimpunan dana dengan spread yang cukup menguntungkan.

Kemudahan bagi lembaga formal dalam memasuki pasar tersebut selain dilindungihukum, lembaga formal tidak dianggap sebagai pesaing oleh kreditur informal. Bahkan dibeberapa tempat dianggap sebagai rekan kerja. Sebagai contoh, seseorang yang tidak memilikiagunan dapat datang ke kreditur informal untuk meminjam uang. Kreditur informal yangkekurangan dana dapat meminjam dari bank dan lembaga kredit formal lainnya untukkemudian disalurkan ke nasabahnya. Di samping itu, karena berspesialisasi pada kegiatanperkreditan, lembaga formal tidak dicurigai akan merebut kekuasaan para kreditur informalyang pada umumnya juga memiliki kaitan usaha di sektor riil atas nasabahnya. Tidaktertutup kemungkinan, seorang kreditur informal akan mendorong nasabahnya untukmeminta kredit ke lembaga formal jika memerlukan dana yang relatif besar.

Suku bunga pada lembaga kredit formal pada umumnya lebih rendah dibandingkandengan suku bunga kreditur informal. Hal ini terjadi karena lembaga kredit formal dapatmemanfaatkan ‘economies of scale’ sehingga dapat menjalankan kegiatannya dengan biayayang relatif murah. Disamping itu, lembaga formal pada umumnya dapat mempelajarikarakteristik pasar keuangan pedesaan dan memperoleh informasi terpercaya mengenainasabah potensial melalui stafnya yang profesional. Dengan biaya yang murah tersebutmaka lembaga formal dapat menawarkan suku bunga rendah untuk menarik nasabah. Sukubunga yang lebih rendah tersebut akan meningkatkan permintaan kredit yang akanmenyebabkan biaya operasi per unit menjadi lebih murah. Perlu dikemukakan bahwa jikalembaga kredit formal dapat memberikan pelayanan yang baik dengan beban bunga yanglebih rendah maka sebagian masyarakat desa yang sebelumnya bergantung kepada krediturinformal akan beralih ke lembaga formal, meskipun ada kemungkinan mereka masihmemerlukan dana dari kredit informal sebagai tambahan. Sementara itu, bagi mereka yangtidak memenuhi syarat untuk memperoleh dana dari lembaga formal disebabkan tidakmemiliki agunan ataupun sebab lainnya akan tetap bergantung pada kreditur informal.Bagi kreditur informal, hal tersebut tidak terlalu mengganggu karena mereka masih tetapmemiliki pangsa pasar yang aman.

Page 66: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

73Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada pasar kredit pedesaan di Indonesia dapat diidentifikasikan beberapa lembagaformal yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya golongan ekonomi lemahadalah Perum Pegadaian, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Koperasi Simpan Pinjam (Kosipa),dan BRI Unit Desa. Disamping itu juga terdapat beberapa lembaga informal yang berperandalam memberikan pinjaman kepada masyarakat antara lain pelepas uang (rentenir), tokoemas yang memberikan pinjaman dengan sistem gadai serta pegadaian gelap.9 Padadasarnya antar lembaga-lembaga tersebut tidak saling bersaing karena masing-masing sudahmempunyai pangsa pasar tersendiri, bahkan dapat dikatakan saling melengkapi sesuaidengan kondisi masyarakat.

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Robinson denganmempergunakan teori RFI (dijelaskan pada bagian III). Mengacu pada teori tersebut, diperolehtemuan bahwa antara Perum Pegadaian dengan lembaga-lembaga keuangan formal daninformal lainnya yang ada di masyarakat tidak saling bersaing meskipun mempunyai segmenpasar yang hampir sama. Persaingan tidak terjadi karena nasabah masing-masing lembagakeuangan tersebut mempunyai karakteristik khusus yang menentukan preferensi merekauntuk menjadi nasabah lembaga keuangan tertentu (struktur pasar bersifat quasi-monopolistik).

Kebijakan penghimpunan dan penyaluran dana serta sistem manajemen pendanaanyang sentralistik seperti diterapkan Perum Pegadaian, nampaknya sesuai dengan teori FF.Namun kebijakan tersebut pada beberapa aspek justru menghambat perkembangan PerumPegadaian terutama pada saat terjadinya kekurangan likuiditas. Studi lapangan menunjukkanbahwa pada dasarnya masing-masing Kantor Daerah mempunyai potensi untuk menghimpundana sendiri yang berasal dari potensi daerah setempat. Temuan ini sesuai dengan teori RFMbahwa pada dasarnya masyarakat pedesaan juga mampu menabung dan masuknya danapihak luar justru akan menghambat perkembangan pasar keuangan pedesaan.

Lembaga lain yang juga mempunyai potensi besar untuk menjadi pesaing PerumPegadaian adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BRI Unit Desa (BRI UDes).10 Dalam

9 Data akurat mengenai potensi lembaga informal pemberi pinjaman sulit untuk diperoleh. Informasi yang diperolehdari hasil studi lapangan hanyalah mengenai besarnya suku bunga yang dikenakan rentenir dan toko emas padaumumnya sangat tinggi berkisar 10% – 20% per bulan. Sementara itu dari temuan penelitian CPIS (pada periode1982-1990) koperasi simpan pinjam mengenakan suku bunga antara 20% - 40% per bulan. Di daerah-daerah dimana terdapat kantor Perum Pegadaian, pangsa pasar kredit pedesaan yang dapat dikuasai oleh Perum Pegadaiandiperkirakan berkisar 40% - 60% dibandingkan dengan rentenir, toko emas dan pegadaian gelap.

10 Sampai dengan September 1998 di seluruh Indonesia terdapat sebanyak 1.558 BPR non BKD dengan total asetsebesar Rp 2,4 triliun dan kredit yang diberikan sebesar Rp 1,7 triliun. Sebagian besar BPR (1.142 buah) berada dipulau Jawa (persebaran jumlah BPR terbanyak berada di wilayah Jawa Timur sebanyak 362 BPR, kemudianJabotabek sebanyak 345 BPR) dan yang paling sedikit berada di wilayah Kalimantan (22 BPR). Sedangkan jumlahBRI UDes sebanyak 3.706 kantor.

Page 67: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

74 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

analisis selanjutnya, kinerja Perum Pegadaian akan dibandingkan dengan BPR dan BRI UDes(untuk beberapa rasio keuangan) untuk memperoleh gambaran mengenai peranan PerumPegadaian dalam pemberdayaan ekonomi rakyat dibandingkan dengan institusi kreditlainnya. Pemilihan ini berdasarkan ketersediaan data BPR dan BRI Unit Desa (BRI UDes),sementara untuk institusi lain dan lembaga kredit informal tidak diperoleh data akurat.

4.1 Hasil Studi Lapangan

4.1.1 Kinerja Operasional

Omset 11

Peran Perum Pegadaian dalam memberikan pinjaman kepada masyarakatberpendapatan rendah menunjukkan perkembangan yang cukup pesat, terutama sejakterjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Sampai dengan 30 September 1998omset Perum Pegadaian telah mencapai Rp 2,3 triliun dengan pencapaian target sebesar87,9%, atau meningkat 11% dibandingkan dengan realisasi omset tahun 1997 (Tabel 4.1).

Untuk masing-masing wilayah, lonjakan omset terutama dialami oleh Kantor DaerahJakarta, Bandung dan Yogyakarta, sementara beberapa Kantor Daerah (Padang, Medan,Ujung Pandang, dan Balikpapan) mencatat perkembangan yang kurang memuaskan. Namunlonjakan omset yang terjadi pada Juni 1998 selanjutnya untuk bulan Agustus dan Septembermengalami penurunan terutama sebagai dampak dihentikannya fasilitas overdraft di BRIpada pertengahan Agustus.

Grafik 1. Perkembangan Omset Perum Pegadaian

0

500

1000

1500

2000

2500

1994 1995 1996 1997 Triw -III/

1998

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept

Rp miliar

1998

11 Omset : adalah jumlah/nilai pinjaman yang diberikan dalam suatu periode tertentu (konsep flow).

Page 68: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

75Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Lonjakan kenaikan omset tersebut ternyata tidak diikuti dengan meningkatnya aspekpemerataan. Alokasi pinjaman untuk golongan D12 melonjak sehingga porsinya meningkatdari 35,4% (tahun 1997) menjadi 50,3% (tahun 1998 s.d September). Sementara itu, porsigolongan A, B dan C semakin berkurang (Tabel 4.1). Kecenderungan pergeseran orientasipembiayaan Perum Pegadaian ke arah nasabah besar juga terlihat pada menurunnya porsinasabah golongan A dan B masing-masing dari 43,9% dan 27,6% (1997) menjadi 41,4% dan24,3% (1998). Fenomena dominasi pinjaman oleh golongan D juga terlihat di setiap kantordaerah yang diteliti kecuali untuk Kantor Daerah Bandung dimana pinjaman didominasioleh golongan C. Pergeseran dari nasabah mikro ke nasabah besar tersebut terutamamerupakan dampak dari :

(i) Kebijakan Perum Pegadaian untuk meningkatkan laba, melalui peningkatan kualitasbarang jaminan serta meningkatkan porsi nasabah golongan D (proyeksi tahun 1998),dengan alasan bahwa selama ini Perum Pegadaian telah memberikan subsidi kepadagolongan nasabah mikro.

(ii) Kenaikan harga barang jaminan sejalan dengan kenaikan harga barang jaminankhususnya emas, sehingga dengan barang jaminan yang sama nasabah golongan Adan B bisa mendapatkan pinjaman yang lebih besar. Dengan demikian kebijakanpembiayaan Perum Pegadaian telah bergeser ke arah nasabah dengan nilai pinjamanyang lebih besar.

Kebijakan untuk meningkatkan keuntungan dengan mengurangi porsi pemberianpinjaman kepada nasabah mikro tersebut kurang sejalan dengan misi Perum Pegadaianuntuk lebih memihak kepada nasabah mikro.

Tabel 4.1. Perkembangan Omzet Perum Pegadaian

12 Perum Pegadaian menetapkan 5 macam golongan nasabah berdasarkan besarnya plafon pinjaman sebagai berikut:Gol. A = Rp 5.000 – Rp 40.000; Gol. B = Rp 40.000 – Rp 150.000; Gol. C = Rp 151.000 – 500.000; Gol. D= Rp 510.000 – 20.000.000; dan Gol. E = pegawai Perum Pegadaian.

Gol. Nasabah

Nominal % Nominal % Nominal % Nominal % Nominal %

A 184,3 10,7 183,1 8,8 256,5 8,8 80,0 5,7 115,4 5,0B 437,4 25,4 475,9 22,8 666,6 22,8 226,4 16,2 317,9 13,7C 545,9 31,7 679,5 32,5 951,8 32,5 439,4 31,4 709,0 30,6D 547,0 31,7 739,0 35,4 1.035,2 35,4 645,0 46,2 1.166,9 50,3E 8,9 0,5 10,7 0,5 14,9 0,5 6,5 0,5 8,7 0,4

1.723,5 100,0 2.088,2 100,0 2.925,0 100,0 1.397,3 100,0 2.317,9 100,0Sumber : Perum Pegadaian, diolah.Keterangan :

A = Rp 5.000 - Rp 40.000 C = Rp 151.000 - 500.000 E = pinjaman kepada pegawai B = Rp 40.000 - Rp 150.00, D = Rp 510.000 - 20.000.000 Perum Pegadaian

Des. Des. Jan - Jun. Jan - Sept.1996 1997 Proyeksi Realisasi

(miliar rupiah)1998

Page 69: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

76 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Jangka waktu peminjaman rata-rata dalam tahun 1998 adalah 89 hari yang berartilebih singkat dibandingkan dengan tahun 1997. Golongan D meminjam dalam jangka waktupaling lama, yaitu 95,7 hari, sementara itu golongan B meminjam dalam jangka waktu palingsingkat, yaitu 68 hari.

Jumlah Nasabah

Sejalan dengan lonjakan omset, jumlah nasabah Perum Pegadaian juga mengalamilonjakan tajam khususnya pada bulan Juni 1998 sehingga sampai dengan 30 September1998 jumlah nasabah yang dapat diraih mencapai 6,6 juta orang. Jumlah nasabah yangmampu diraih Perum Pegadaian tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jumlahnasabah yang mampu diraih BPR (4,2 juta nasabah). Dari segi persebaran nasabah, terdapatkesamaan antara Perum Pegadaian dengan BPR dimana baik untuk Perum Pegadaian danBPR sebagian besar nasabah terkonsentrasi di wilayah Jawa (masing-masing 70% dan 57%),sedangkan jumlah nasabah yang paling sedikit terdapat di wilayah Kalimantan masing-masing 2,8% dan 2,3%.

Lonjakan nasabah Perum Pegadaian yang sangat besar terjadi sejak bulan Juni 1998dengan rata-rata per bulan di atas 1 juta nasabah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya(Januari s.d Mei 1998) sekitar 400 ribu nasabah. Lonjakan nasabah sepanjang tahun 1998tersebut sangat signifikan jika dibandingkan dengan perkembangan nasabah pada bulanyang sama tahun 1997 (Grafik 2). Lonjakan jumlah nasabah dari posisi Mei ke Juni 1998tersebut diduga merupakan dampak krisis ekonomi sehingga akses masyarakat untuk dapatmemperoleh kredit dari perbankan semakin sulit, mulai banyaknya perusahaan yangmelakukan PHK terhadap karyawan dan meningkatnya harga emas. Faktor lain yangmenyebabkan lonjakan jumlah nasabah tersebut menurut Perum Pegadaian adalah “peakseason” tahun ajaran baru serta meningkatnya gangguan keamanan. Berdasarkan Kandanya,peningkatan jumlah nasabah terbesar terjadi pada Kanda Surabaya (243,7%) dan terendahpada Kanda Malang (2,3%).

Namun seiring dengan berkurangnya kemampuan Perum Pegadaian dalammemberikan pinjaman kepada masyarakat maka jumlah nasabah pada Juli s.d Septembermenunjukkan kecenderungan menurun, meskipun masih lebih banyak jika dibandingkanperiode yang sama tahun 1997. Penurunan tersebut juga disebabkan oleh meningkatnyaharga barang jaminan khususnya emas, sehingga mendorong penebusan oleh nasabahterutama dengan barang jaminan emas untuk dijual ke pasar.

Page 70: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

77Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Grafik 2. Perkembangan Jumlah Nasabah

�����������������������������������

������������������������������������

������������������������������

����������������������������������������

�������������������������

�����������������������������������

�������������������������

�����������������������������������

����������������������������������������

������������������������������

����������������������������������������

������������������������������

�����������������������������������

��������������������

������������������������������

����������������������������������������

������������������������������

�����������������������������������������������������������������������������

�������������������������������������������������������

������������������������������������������������������������������

��������������������������������������������������������������������������������

������������������������������������������������������������

��������������������������������������������������������������������������������

�������������������������������������������������������

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nop Des

�����1997�����

����� 1998(ribu)

Berdasarkan golongannya, mayoritas nasabah Perum Pegadaian (40,5%) pada tahun1998 berasal dari golongan A. Sementara dari profesinya mayoritas nasabah (30,7%) berprofesisebagai petani. Dibandingkan dengan tahun 1997, terlihat adanya pergeseran komposisijumlah nasabah menurut golongan dan meningkatnya jumlah nasabah dengan profesisebagai karyawan (Tabel 4.2). Meningkatnya jumlah nasabah yang berprofesi sebagaikaryawan (berdasarkan kartu identitas/KTP) merupakan indikasi dari meningkatnya jumlahkaryawan yang terkena PHK.

Tabel 4.2. Komposisi Jumlah Nasabah Menurut Golongan dan Profesi

Gol. Nasabah Jml. Nsb. Jml. Nsb. Jml. Nsb. Jml. Nsb.(ribu) % (ribu) % (ribu) % (ribu) %

A 2.331,5 43,9 2.682,7 40,5 Petani 1.638,2 30,9 2.032,9 30,7B 1.463,2 27,6 1.612,8 24,4 Nelayan 405,7 7,6 430,4 6,5C 871,1 16,4 1.458,9 22,0 Industri 325,6 6,1 331,1 5,0D 635,4 12,0 864,1 13,0 Pedagang 1.221,3 23,0 1.410,4 21,3E 3,9 0,1 3,3 0,05 Karyawan 449,0 8,5 682,0 10,3

Lain-lain 1.265,3 23,9 1.734,9 26,2Jumlah 5.305,1 6.621,7 100,0 5.305,1 100,0 6.621,7 100,0

Sumber : Perum Pegadaian, diolah.

Keterangan :*) : s.d SeptemberA = Rp 5.000 - Rp 40.000 C = Rp 151.000 - 500.000 E = pinjaman kepada

B = Rp 40.000 - Rp 150.000 D = Rp 510.000 - 20.000.000 pegawai Perum Pegadaian

1998*)

Profesi1997 1998*) 1997

Page 71: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

78 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Penggunaan dana pinjaman oleh nasabah sangat bervariasi baik untuk tujuankonsumtif maupun produktif. Kebutuhan konsumtif yang dapat dipenuhi dari pegadaianantara lain pemenuhan kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah, biaya pengobatan, dankeperluan keluarga lainnya. Penggunaan yang bersifat produktif antara lain modal kerjabagi petani dan pedagang, usaha yang bersifat pesanan seperti kontraktor skala kecil, perajinmebel, usaha catering, pembayaran upah karyawan, dan lain-lain. Berdasarkan hasilwawancara dengan beberapa nasabah diperoleh informasi bahwa sebagian besar danapinjaman pegadaian dipergunakan untuk tujuan produktif (profil nasabah dikemukakanpada “persepsi masyarakat”).

Lelang 13

Barang jaminan yang dilelang sampai dengan 30 September 1998 adalah sebanyak261.810 potong (1,7% omset) atau senilai Rp 11,3 miliar (0.5% dari omset atau 1,5% dari sisauang pinjaman), rasio tersebut menurun jika dibandingkan dengan tahun 1997 (1,0% dariomset dan 4,1% dari sisa uang pinjaman). Jika dibandingkan dengan volume dan nilailelang sampai sebelum krisis (1997), maka telah terjadi penurunan jumlah dan nilai barangyang dilelang masing-masing sebesar 36,7% dan 47,8%. Menurut masing-masing golongannasabah, rasio nilai lelang terhadap total kredit untuk golongan A meningkat dari 2,2%(1997) menjadi 2,3% (1998) tertinggi dibandingkan dengan golongan lain. Sedangkan rasioterendah adalah golongan D yaitu sebesar 0,1%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwakrisis ekonomi sangat dirasakan dampaknya khususnya oleh nasabah mikro dengan semakinmeningkatnya nilai pinjaman yang tidak dilunasi oleh golongan tersebut.

Sementara itu, pinjaman yang digolongkan sebagai kredit macet di BPR (per 30 Juni1998) mencapai Rp 253 miliar (15 % dari total kredit yang diberikan), sedangkan kreditmacet di BRI UDes (per 30 September 1998) mencapai Rp 22,1 miliar (0,5% dari total kredityang diberikan). Perbandingan kualitas pinjaman yang diberikan tersebut menunjukkanpersentase kredit macet di Perum Pegadaian lebih besar dibandingkan dengan BRI UDes(0,5%), namun jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kredit macet di BPR.

13 Lelang merupakan upaya pengembalian uang pinjaman beserta sewa modal yang tidak dilunasi atau pinjamannyatidak diperpanjang (roll over) oleh nasabah sampai batas waktu yang ditentukan, dengan menjual barang jaminankepada masyarakat umum pada waktu yang telah ditentukan.

Page 72: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

79Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Tabel 4.3. Perkembangan Lelang Barang Jaminan

Gol.Nasabah Brg. Jaminan*) Nilai**) Omset***) Sisa UP Rasio (%)a) Rasio (%)b) Brg. Jaminan*) Nilai**) Omset***) Sisa UP Rasio (%)a) Rasio (%)b)

A 285.914 3,9 183,2 48,5 2,2 8,1 197.010 2,7 115,3 34,9 2,3 7,7

B 98.813 7,7 475,9 118,1 1,6 6,5 50.801 3,9 317,9 78,8 1,2 4,9

C 25.047 6,2 679,5 172,2 0,9 3,6 12.403 3,0 709,0 227,9 0,4 1,3

D 3.504 3,7 739,0 182,9 0,5 2,0 1.596 1,7 1.166,8 408,9 0,1 0,4

TOTAL 413.278 21,6 2.077,6 521,7 1,0 4,1 261.810 11,3 2.309,0 750,5 0,5 1,5Keterangan : *) potong a) : rasio lelang thd omset **) : nilai barang yang dilelang (miliar rupiah) b) : rasio lelang thd sisa uang pinjaman ***) : omset pinjaman (miliar rupiah)Sumber : Perum Pegadaian, diolah.

1997 1998

Pada periode Januari s.d September 1998, lelang terbanyak dilakukan oleh KandaYogyakarta (38,8 ribu potong) sedangkan yang paling sedikit dilakukan oleh KandaBalikpapan (3 ribu potong). Sementara nilai lelang terbesar terdapat di Kanda Jakarta (Rp 2miliar) dan yang paling sedikit di Kanda Balikpapan (Rp 289,7 juta).

Sementara itu, kredit macet BPR sebagian besar terdapat di wilayah Jawa yangmencapai 58% total kredit macet, khususnya di Jabotabek sebesar Rp 73,4 miliar (4,3% totalkredit atau 29% total kredit macet). Sedangkan volume kredit macet paling kecil terdapat diwilayah Sulawesi (termasuk Maluku, Irian Jaya dan Timor Timur) sebesar 0,1% total kreditatau 0,9% dari total kredit macet.

Sedangkan kredit macet di BRI UDes baik sebelum maupun sesudah krisis, sebagianbesar terdapat di wilayah Jawa dan paling sedikit di wilayah Bali (termasuk NTT dan NTB).Untuk tahun 1998, kredit macet di wilayah Jawa sebesar Rp 12,6 miliar (0,27% total kreditatau 56,81% total kredit macet), khususnya DKI & Jawa Barat sebesar Rp 6,5 miliar (0,14%total kredit atau 29,6% total kredit macet). Untuk wilayah Bali (termasuk NTT dan NTB)kredit macet sebesar Rp 794 juta (0,02% total kredit atau 3,6% total kredit macet).

Perbandingan kualitas pinjaman ketiga lembaga tersebut menunjukkan kesamaanwilayah kerja yang mempunyai jumlah kredit macet terbesar yaitu di wilayah Jawa. Perludikemukakan bahwa lelang barang jaminan yang dilakukan Perum Pegadaian pada dasarnyabukan merupakan kerugian bagi Perum Pegadaian karena sesuai dengan hukum gadai,barang jaminan yang dilelang merupakan barang bergerak serta hasil lelang selalu dapatmenutup nilai pinjaman ditambah bunga dan biaya administrasi, kecuali dalam kasustertentu dimana terjadi penurunan harga barang jaminan yang sangat besar.14

14 Sebagai contoh turunnya harga barang jaminan adalah turunnya harga emas secara drastis di bulan Novemberhingga mencapai 60% dari harga bulan Juni 1998, sehingga banyak nasabah dengan barang jaminan emas yangmeminjam pada bulan Juni 1998 dan jatuh tempo pada November 1998 tidak melunasi pinjamannnya.

Page 73: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

80 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

4.1.2 Kinerja Keuangan

Aset

Aset Perum Pegadaian menunjukkan kecenderungan meningkat. Jumlah aset per 30September 1998 tercatat sebesar Rp 1,1 triliun, melampaui target yang ditetapkan untuktahun 1998 sebesar Rp 1 triliun (Tabel 4.4). Realisasi aset pada tahun 1998 tersebut meningkatsebesar 51,6% dibandingkan periode yang sama tahun 1997. Total aset Perum Pegadaiantersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan total aset BPR (per Juni 1998) yang telahmencapai Rp 2,4 triliun. Total aset terbesar dimiliki oleh Perum Pegadaian di wilayah KandaJakarta (Rp 183 miliar), sedangkan yang terkecil adalah Kanda Kupang (Rp 34 miliar). Ditinjauberdasarkan wilayah, total aset Perum Pegadaian sebagian besar terkonsentrasi di wilayahJawa (Rp 573 miliar atau 50,3% total aset Perum Pegadaian) dan yang paling kecil adalahwilayah Kalimantan (Rp 44 miliar atau 3,9% total aset Perum Pegadaian). Sementara itu,total aset BPR sebagian besar terkonsentrasi di wilayah Jawa (Rp 1,7 triliun atau 70,8% daritotal aset BPR) sedangkan yang paling kecil terdapat di wilayah Kalimantan sebesar Rp 63,9miliar (2,7% total aset BPR). Perbandingan total aset berdasarkan wilayah tersebutmenunjukkan adanya kesamaan antara Perum Pegadaian dengan BPR yaitu konsentrasiaset berada di wilayah Jawa dan aset terkecil di wilayah Kalimantan.

Sumber dan Penggunaan Dana

Sumber dana Perum Pegadaian selain terdiri dari modal (ekuitas) juga sumber danalain yang diperoleh dari penerbitan surat berharga maupun pinjaman dari pihak lain. Jumlahmodal per 30 September 1998 sebesar Rp 363 miliar, sementara kewajiban jangka pendek(terdiri dari hutang bank dan kewajiban lainnya) sebesar Rp 412 miliar, meningkat 171,7%dari periode yang sama tahun 1997. Komponen terbesar dari kewajiban jangka pendektersebut adalah hutang bank (Rp 321 miliar). Kewajiban jangka panjang Perum Pegadaian(terdiri dari hutang obligasi dan hutang jangka panjang lainnya) sebesar Rp 364,6 miliarmeningkat 32,4% dari tahun sebelumnya, dengan komponen terbesar adalah hutang obligasi(Rp 264,6 miliar) (Tabel 4.4). Sebagaimana telah disebutkan dalam Bab II bahwa untukmemenuhi kebutuhan dana maka selama periode 1993 – 1998, Perum Pegadaian telahmenerbitkan obligasi sebanyak lima kali (seri I s.d V) dengan nilai nominal sebesar Rp 289,6miliar yang akan jatuh tempo pada periode 1998 – 2003. Emisi terakhir adalah obligasi emisiV (Juni 1998), dengan tujuan penggunaan dana untuk pelunasan obligasi I (sebesar Rp 50miliar) dan pengembangan usaha (modal kerja). Berdasarkan tujuan tersebut dapatdikemukakan bahwa Perum Pegadaian nampaknya tidak mempersiapkan cadangan danapelunasan obligasi (sinking fund) yang memadai untuk memenuhi kebutuhan danapelunasan obligasi yang akan jatuh tempo (s.d 30 September 1998 dana pelunasan obligasi

Page 74: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

81Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

yang dicadangkan hanya sebesar Rp 8,5 miliar). Menurut Perum Pegadaian, sinking fundtersebut tidak dihimpun karena tidak diperoleh ijin dari Menkeu untuk membentukcadangan sebesar obligasi yang akan jatuh tempo, alokasi dana tersebut lebih diutamakanuntuk penambahan modal kerja.

Selain dari penerbitan obligasi, Perum Pegadaian juga memperoleh pinjaman berbungarendah dalam bentuk RDI pemerintah sebesar Rp 100 miliar (sejak tanggal 4 September1998), khususnya untuk memenuhi kebutuhan dana akibat lonjakan nasabah dan bantuanKLBI sejumlah Rp 50 miliar (per 31 Desember 1998). Dana dengan suku bunga murah yangdiperoleh Perum Pegadaian tersebut di satu sisi sangat membantu dalam mengatasi kesulitanlikuiditas yang dialami, namun dari sisi makro berdampak pada timbulnya distorsi sukubunga pasar pinjaman berskala kecil. Mengacu pada temuan Robinson yang menggunakanpendekatan RFI, bahwa suku bunga bersubsidi dapat menimbulkan inefisiensi dalampenyaluran dana di pedesaan. Dengan demikian, kebijakan subsidi bunga hanya akanefektif apabila diterapkan dalam jangka pendek.

Tabel 4.4 Neraca Singkat Perum Pegadaian(miliar rupiah)

Pos - Pos Neraca Pertumb.

Jun - Sept. (%)

Aktiva Lancar 480,7 564,8 615 837,2 673,2 947,2 40,7 Kas dan setara kas 30,9 34,9 36,3 35,4 119 236,2 Pinjaman yg diberikan 412,2 476,1 526,2 778,4 582,4 756,8 29,9 Lainnya 35,6 53,75 52,5 55,4 71,4 28,9Aktiva Lain 166,4 187,2 183,4 191 190,9 192,7 0,9 Dana pelunasan obligasi 5,5 8,7 8,7 8,7 8,7 0,0 Lainnya 160,9 178,5 174,7 182,2 184 1,0Total Aktiva 647 752 798,2 1.028 864 1139,7 31,9

Kewajiban Jangka Pendek 163,6 151,6 240,1 275 282,8 412 45,7 Hutang bank 140,6 119,4 167,4 201,5 321 59,3 Kewajiban lainnya 22,9 32,2 72,7 81,3 91 11,9Hutang Obligasi 175 275 225 390 225 264,6 17,6Hutang Sewa Guna Usaha 0,487 0,5 - - -Hutang jangka panjang lainnya - - - - 100Ekuitas 307,9 325 333 363,3 356,3 363 1,9

Sumber : Perum Pegadaian - diolah

1998

Per 30 Sept.

Per 31 Des.Per 31 Des.1996 1997

Per 30 Sep. Proyeksi

Per 30 Juni

Realisasi

Penanaman dana oleh Perum Pegadaian dalam bentuk aktiva lancar (dikelompokkandalam kas dan setara kas, pinjaman yang diberikan dan lainnya) serta aktiva lain. Aktivadalam bentuk kas dan setara kas per 30 September 1998 tercatat sebesar Rp 119 miliarmeningkat 240,9% dari periode yang sama tahun 1997, terutama diakibatkan olehmeningkatnya nilai deposito sebesar 605%.

Perlu dikemukakan bahwa lonjakan deposito tersebut terjadi karena adanya pencairanbantuan modal kerja dari Pemerintah dalam bentuk RDI sebesar Rp 100 miliar pada tanggal4 September 1998, dimana sampai dengan 30 September 1998 telah disalurkan ke nasabahsejumlah Rp 35 miliar, dan sisanya sebesar Rp 65 miliar untuk sementara disimpan dalam

Page 75: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

82 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

bentuk deposito. Dari jumlah tersebut, Rp 50 miliar dalam deposit on-call dan Rp 15 miliaruntuk cadangan investasi.

Pinjaman yang diberikan per tanggal 30 September 1998 sebesar Rp 756,8 miliar,meningkat 58,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 1997. Sementara aktivalain hanya meningkat sebesar 2,9%. Penanaman dana dalam bentuk pinjaman yang diberikanmempunyai porsi yang paling besar (86,5%) dibandingkan aktiva produktif lainnya.

Secara makro, pinjaman yang diberikan oleh Perum Pegadaian baik dibandingkandengan total kredit yang diberikan maupun dalam peer-groupnya relatif kecil. Porsi kredityang diberikan Perum Pegadaian terhadap total kredit pada September 1998 sebesar 0,1%total kredit atau 6,6% total kredit peer-group. Meskipun porsi Perum Pegadaian saat inimasih kecil dan secara makro tidak terlalu besar dampak moneternya, namun peran PerumPegadaian dalam memberikan pinjaman cenderung tidak mengalami penurunan dalammasa krisis ini, porsi BPR dan BRI UDes justru mengalami penurunan. Perbandingan dalampeer-groupnya menunjukkan peningkatan porsi Perum Pegadaian yang lebih besardibandingkan dengan BPR dan BRI UDes, yaitu dari 7,3% (1997) menjadi 10,7% (1998),sementara porsi BPR menunjukkan penurunan, sedangkan porsi BRI UDes meskipunmeningkat namun tidak sebesar peningkatan Perum Pegadaian (Tabel 4.5). Dalam kondisiperkembangan perbankan saat ini yang tidak menentu maka tidak tertutup kemungkinanpangsa pegadaian akan mampu melampaui pangsa BPR.

Tabel 4.5. Rasio Perkembangan Pinjaman yang Diberikan

Lembaga Nominal Nominal Nominal( Rp miliar ) (1) (2) ( Rp miliar ) (1) (2) ( Rp miliar ) (1) (2)

Pegadaian 414,3 6,6 0,1 526,2 7,3 0,1 756,8 10,7 0,1BPR 1.795,0 28,6 0,6 1.976,3 27,5 0,5 1.696,9 24,0 0,3BRI Unit Desa 4.077,0 64,9 1,4 4.688,0 65,2 1,2 4.621,0 65,3 0,7Sub-Total 6.286,3 2,1 7.190,5 1,9 7.074,7 1,1

Bank Umum 292.921,0 97,9 378.134,0 98,1 616.483,0 98,9 98,9

Total 299.207,3 385.324,5 623.557,7Keterangan :

Rasio (1) : rasio terhadap peer-group ( PP, BPR, BRI Udes)Rasio (2) : rasio terhadap total kredit (termasuk bank umum)

Rasio (%) Rasio (%) Rasio (%) 1996 1997 1998

Pinjaman yang diberikan oleh Perum Pegadaian, BPR dan BRI UDes menurut wilayahadalah sebagai berikut :

Page 76: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

83Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

• Pinjaman terbesar diberikan oleh Perum Pegadaian di wilayah Jawa, yaitu sebesar Rp441,1 miliar (58,3% total pinjaman), sedangkan yang terkecil diberikan oleh PerumPegadaian di wilayah Kalimantan sebesar Rp 36,6 miliar (4,8% total pinjaman).

• Kredit yang diberikan oleh BPR sebagian besar terkonsentrasi di wilayah Jawa, yaitusebesar Rp 1,2 triliun (74% dari total kredit BPR), sedangkan yang paling kecil diberikanoleh BPR di wilayah Sulawesi (termasuk Maluku, Irian dan Tim-Tim) sebesar Rp 36,5miliar (2% dari total kredit).

• Sedangkan untuk BRI UDes, kredit yang diberikan per 30 September 1998 terkonsentrasidi pulau Jawa, yaitu sebesar Rp 2,8 triliun (64% dari total kredit) dan yang paling sedikitdi wilayah Bali (termasuk NTB dan NTT) sebesar Rp 293 miliar (6,3% dari total kredit).

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pinjaman yang diberikan oleh ketiga lembagaformal tersebut selama ini terkonsentrasi di pulau Jawa.

Pendapatan, Biaya dan Efisiensi

Kemampuan Perum Pegadaian dalam meraih pendapatan menunjukkankecenderungan semakin meningkat. Pendapatan Perum Pegadaian yang terdiri daripendapatan usaha (meliputi: sewa modal dan bea penyimpanan & asuransi) dan pendapatanusaha lainnya (meliputi: pendapatan investasi, uang kelebihan lewat waktu, dan keuntunganbarang sisa lelang) sampai dengan 30 September 1998 tercatat masing-masing sebesar Rp209,7 miliar dan Rp 9,3 miliar, meningkat masing-masing sebesar 4,5% dan 144,7%dibandingkan tahun 1997. Penyumbang terbesar dari pendapatan usaha tersebut adalahpendapatan sewa modal (88,9%). Sementara itu biaya operasional tercatat sebesar Rp 180,4miliar, meningkat 10,7% dibandingkan tahun 1997, dengan porsi terbesar adalah biayabunga dan provisi yang mencapai 57,0% dari total biaya operasional. Seperti juga PerumPegadaian, pendapatan operasional BPR menunjukkan peningkatan dari Rp 543 miliar(1997) menjadi Rp 758 miliar (1998), dengan komponen terbesar berasal dari pendapatanbunga sebesar 44,4% menurun dari pangsa tahun sebelumnya sebesar 79,4%. Biayaoperasional BPR juga mengalami peningkatan dari Rp 519 miliar (1997) menjadi Rp 742miliar (1998) dengan komponen terbesar adalah biaya bunga deposito berjangka sebesar21,3%, menurun dari tahun sebelumnya sebesar 31,8%. Terlihat adanya kesamaan antaraPerum Pegadaian dengan BPR, dimana pendapatan bunga dan biaya bunga merupakankomponen terbesar dari pendapatan dan biaya operasional.

Berdasarkan besarnya pendapatan dan biaya operasional Perum pegadaian tersebut,diperoleh nilai rasio antara biaya operasional dengan pendapatan operasional untuk tahun1997 dan tahun 1998 masing-masing sebesar 80,3% dan 81,0%. Rasio tersebut menunjukkanterjadinya penurunan efisiensi, terutama sebagai dampak meningkatnya beban bunga dan

Page 77: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

84 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

provisi yang sudah mencapai 112,6% dari target tahun 1998, sementara realisasi pendapatansewa modal baru mencapai 82,4%. Meskipun demikian, Perum Pegadaian masih mencatattingkat efisiensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan BPR (95,7%) dan BRI UDes(84,1%). Salah satu aspek yang mendorong tingginya efisiensi yang mampu diraih PerumPegadaian dibandingkan dengan BPR dan BRI UDes adalah karena Perum Pegadaian tidakmemperhitungkan cadangan kredit macet dalam komponen biaya operasionalnya. Cadangantersebut tidak dihimpun oleh Perum Pegadaian karena nilai pinjaman yang diberikan sudahdidiskonto dari nilai pasar/taksiran barang jaminan (Lampiran 13). Disamping itu, PerumPegadaian memiliki struktur modal yang lebih kuat dan juga memperoleh pinjaman dengansuku bunga relatif murah.

Profitabilitas

Dengan menggunakan indikator ROA dan ROE, untuk periode 1997 dan 1998diperoleh koefisien ROA sebesar 6,5% (1997) dan 4,4% (1998), dan koefisien ROE sebesar10,7% (1997) dan 9,3% (1998). Koefisien tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 1998terjadi penurunan kemampuan Perum Pegadaian dalam meraih keuntungan. SementaraROA yang mampu diraih BPR sebesar 1,3% dan 1,1% dengan ROE sebesar 4,7% dan 3,3%,sedangkan ROA BRI UDes sebesar 4,8% dan 3,3%. Dengan membandingkan besarnya rasioprofitabilitas Perum Pegadaian dan BPR untuk masing-masing periode tersebut terlihatbahwa kemampuan Perum Pegadaian dalam meraih keuntungan relatif lebih baik jikadibandingkan dengan BPR dan BRI UDes (Lampiran 13). Profitabilitas yang tinggi tersebutmampu diraih Perum Pegadaian karena besarnya sewa modal hampir sama dengan sukubunga perbankan, khususnya pada masa krisis ekonomi, di sisi lain sumber dana bersubsidiyang diperoleh serta modal Perum Pegadaian cukup besar.

Likuiditas

Rasio antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar Perum Pegadaian rata-rata tahun1997 sebesar 2,4 kali dan untuk tahun 1998 tidak berubah yaitu sebesar 2,4 kali. Kondisitersebut menunjukkan bahwa pada tahun 1997 dan 1998 Perum Pegadaian mempunyaikemampuan untuk memenuhi kewajiban lancarnya sebesar 2,4 kali. Pencapaian rasiotersebut berarti telah sesuai dengan target yang ditetapkan. Jika dibandingkan dengan rasioBPR sebesar 1,2 kali menunjukkan bahwa Perum Pegadaian mempunyai kemampuan yanglebih baik dalam memenuhi kewajiban lancarnya (Lampiran 13).

Solvabilitas

Kemampuan Perum Pegadaian untuk memenuhi semua kewajibannya berdasarkanrasio antara total hutang dengan total aktiva rata-rata tahun 1997 dan tahun 1998 adalah

Page 78: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

85Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

sebesar 64,1%, lebih baik jika dibandingkan dengan BPR dan BRI UDes dengan rasio masing-masing sebesar sebesar 76,8% dan 89%. Rasio tersebut menunjukkan bahwa Perum Pegadaianmempunyai kemampuan lebih besar dalam memenuhi seluruh kewajibannya dibandingkandengan BPR dan BRI UDes (Lampiran 13).

Biaya Aktiva Produktif dan Analisis Sensitivitas

Marjin (selisih biaya dana yang ditanamkan dalam bentuk aktiva produktif dengansewa modal pada masing-masing golongan nasabah) yang diperoleh pada masa sebelumdan sesudah krisis menunjukkan, bahwa Perum Pegadaian masih memiliki marjin yangpositif untuk semua golongan selain A. Marjin yang diperoleh pada tahun 1997 untuknasabah golongan A adalah –3,61% dan golongan B, C, D sebesar 8,39%. Kebijakan PerumPegadaian untuk menaikkan sewa modal pada Juni dan Agustus 1998, telah berdampakcukup berarti pada perubahan besarnya marjin. Untuk golongan A terjadi peningkatanmarjin negatif menjadi –7,24%, golongan B dan C turun menjadi 8,26%, sedangkan golonganD (rata-rata D dan D1) meningkat menjadi 13,76% (Lampiran 14).

Defisit pada golongan A yang ditandai oleh marjin negatif, sejalan dengan komitmenPerum Pegadaian untuk membantu nasabah mikro dengan menerapkan subsidi silang padasewa modal. Turunnya marjin pada golongan A, B dan C tersebut ternyata tidak menyebabkanpenurunan laba, yang terlihat dari meningkatnya marjin tertimbang (weighted profit/loss) dari7,34% (1997) menjadi 10,26% (1998) (Lampiran 15-A). Marjin yang diperoleh Perum Pegadaiantersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan perbankan (Lampiran 16). Pada periode 1996s.d 1998 perbankan mencatat marjin negatif dengan kecenderungan semakin besar pada tahun1998. Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa secara umum harga kredit di PerumPegadaian lebih mahal dibandingkan perbankan. Namun karena prosedurnya mudah, makamasyarakat masih tertarik untuk meminjam dari Perum Pegadaian.

Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat sejauh mana pengaruh penurunanmarjin pada golongan B, C, dan D serta pengaruh peningkatan porsi omzet pada golonganA terhadap keuntungan yang mampu diraih Perum Pegadaian. Untuk tujuan tersebut,dilakukan simulasi yang terdiri dari dua bagian. Pada bagian pertama (Lampiran 15-A),dilakukan peningkatan porsi omzet pada nasabah golongan A secara bertahap sebesar 5persen. Sementara itu, sisa omzet dibagi secara merata diantara golongan lainnya. Dalamsimulasi pertama ini, marjin keuntungan/kerugian untuk tiap golongan dianggap samadengan kondisi pada tahun 1998. Berdasarkan hasil simulasi terlihat bahwa setiappeningkatan porsi omzet terhadap nasabah golongan A sebesar 5% akan pada simulasi ke-1 akan menurunkan keuntungan nominal + Rp 44 miliar, sementara untuk simulasiselanjutnya akan menurunkan keuntungan nominal sebesar +Rp 20 miliar. Pegadaian baruakan merugi sebesar Rp 7,2 miliar pada saat omzet nasabah golongan A sebesar 60 %.

Page 79: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

86 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Pada bagian kedua (Lampiran 15-B), dilakukan penurunan marjin keuntungan padanasabah golongan B, C, dan D secara bertahap sebesar 1%. Pada bagian ini, marjin untuknasabah golongan A dibiarkan tetap dan distribusi omzet untuk tiap golongan nasabahsama dengan kondisi pada tahun 1998. Berdasarkan hasil simulasi terlihat bahwa setiappenurunan marjin keuntungan sebesar 1 % pada golongan B, C dan D akan menurunkankeuntungan +Rp 22 miliar. Pegadaian masih memiliki keuntungan Rp 17,6 miliar pada saatmarjin untuk tiap golongan nasabah sebagai berikut : A = -7,24%; B = -1,74%; C = -1,74%; dan D = 3,76%.

Berdasarkan kedua simulasi tersebut di atas, Perum Pegadaian masih memiliki ruanguntuk meningkatkan porsi pemberian kredit kepada nasabah golongan A dan menurunkansewa modal pada golongan B, C, dan D 15 .

Produktivitas Omset

Realisasi omset sampai dengan 30 September 1998 adalah sebesar Rp 2.318 miliardengan jumlah pegawai sebanyak 6.243 orang. Produktivitas omset yang diukur denganrasio antara realisasi omset dengan jumlah pegawai selama Januari - September 1998 yaitusebesar Rp 371,3 juta, atau rata-rata Rp 41,3 juta per bulan.

Produktivitas omset untuk tahun 1998 tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 4.6 Target dan Realisasi Produktivitas Omset – Tahun 1998

Target Realisasi

Omset Rp 9.925 M Rp 2.317,9 MJumlah Pegawai 6,.243 6.243Rasio Rp 468,5 juta Rp 371,3 jutaRata-rata per bulan Rp 52 juta Rp 41,3 juta

Berdasarkan realisasi tersebut terlihat bahwa produktivitas omset yang mampu dicapaiPerum Pegadaian sampai dengan September 1998 sudah mencapai 79,2% dari target yangditetapkan untuk tahun 1998. Rasio yang dicapai pada tahun 1998 tersebut masih lebihbesar dibandingkan tahun 1996 (Rp 311 juta) dan 1997 (Rp 340 juta). Sedangkan berdasarkananalisis untuk masing-masing wilayah kerja Perum Pegadaian menunjukkan bahwapegadaian di wilayah Ujungpandang mempunyai produktivitas omset terbesar (Rp 682,9

15 Berdasarkan informasi, Perum Pegadaian telah menetapkan keputusan (SK. No. 16/UT/II/1999) untuk menurunkanbesarnya sewa modal (golongan B,C dan D) yang berlaku mulai tanggal 1 Maret 1999.

Page 80: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

87Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

juta) baik sebelum maupun sesudah krisis ekonomi, sedangkan produktivitas omset terendahterdapat di wilayah Sumatera (Rp 336,1 juta), sedangkan yang terendah pada 1997 adalahPerum Pegadaian di wilayah Jawa.

Rasio Nasabah dengan Jumlah Pegawai

Rasio antara nasabah dengan jumlah pegawai selama Januari- September 1998 sebesar1.133,7 orang atau rata-rata setiap pegawai dapat melayani sebanyak 126 orang per bulan,sementara target yang ditetapkan untuk tahun 1998 sebesar 982 orang atau sekitar 82 orangper bulan.

Rasio antara jumlah nasabah dengan jumlah Pegawai tahun 1998 adalah sebagaiberikut :

Tabel 4.7 Target dan Realisasi Rasio Nasabah denganJumlah Pegawai – Tahun 1998

Target Realisasi

Jumlah Nasabah 6,1 juta 7,1 jutaJumlah Pegawai 6,.243 6.243Rasio 982 1.137Rata-rata per bulan 82 126

Rasio tersebut menunjukkan bahwa realisasi rasio jumlah nasabah dengan jumlahpegawai yang dicapai Perum Pegadaian sampai 30 September 1998 telah melampaui targetyang ditetapkan. Rasio tersebut meningkat jika dibandingkan dengan rasio tahun 1996(907,8 orang) dan tahun 1997 (862,6 orang). Untuk masing-masing wilayah kerja, rasionasabah dengan pegawai tertinggi baik sebelum maupun sesudah krisis ekonomi terdapatdi wilayah Ujungpandang dengan rasio sebesar 1.400,9 (1998) dan 1.379 orang (1997); 1.582orang (1996) nasabah untuk satu orang pegawai, sedangkan produktivitas terendah adalahwilayah Sumatera dengan rasio sebesar 806,3 (1998); 480 orang (1997) dan 448 nasabah(1996) untuk satu orang pegawai.

4.1.3 Masalah yang Dihadapi Perum Pegadaian

Masalah Temporer

Lonjakan nasabah yang sangat besar terutama sejak Juni 1998 telah menyebabkanPerum Pegadaian melakukan overdraft yang besar atas pinjaman rekening koran di BRI,yang mengakibatkan BRI menghentikan pemberian kredit lebih lanjut ke Perum Pegadaian

Page 81: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

88 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

sejak pertengahan Agustus 1998. Saldo pinjaman rekening koran di BRI tersebut pada akhirSeptember 1998 sebesar Rp 284,3 miliar (plafond Rp 181,7 miliar).

Kesulitan likuiditas tersebut semakin dalam karena Perum Pegadaian harus membayarpokok dan bunga obligasi yang jatuh tempo, sementara penerbitan obligasi baru kuranglaku. Untuk mengatasi hal tersebut Perum Pegadaian telah memperoleh RDI Pemerintahsebesar Rp 100 miliar (4 September 1998) serta KLBI sebesar Rp 50 miliar pada bulan Desember1998. Sebelumnya, sejak November 1998 setiap kantor daerah wajib melakukan setoran kekantor pusat secara proporsional berdasarkan modal kerja yang dimanfaatkan. Dampakdari kesulitan likuiditas tersebut adalah semakin terbatasnya kemampuan Perum Pegadaiandalam memberikan kredit kepada masyarakat.

Kesulitan likuiditas yang dialami Perum Pegadaian juga terlihat dari perbandinganantara realisasi pinjaman yang diterima nasabah dengan nilai taksiran yang ditetapkan.Sampai dengan 30 September 1998, perbandingan tersebut relatif rendah dengan persentasesecara nasional sebesar 73,5%. Nilai realisasi uang pinjaman dengan persentase tertinggidiberikan oleh Kantor Daerah Jember (81,8%), sedangkan yang terendah diberikan olehKantor Daerah Balikpapan (65,2%). Jika mengacu pada ketentuan yang menetapkan realisasiuang pinjaman untuk nasabah golongan A sebesar 90%, B dan C sebesar 85%, D (dibawah2,5 juta) sebesar 81% dan D (diatas 2,5 juta) sebesar 81%, maka nilai rata-rata realisasi uangpinjaman terhadap nilai taksiran untuk golongan A sebesar 85,3%, B sebesar 71,9%, C sebesar73,4% dan D 73,1% masih lebih kecil dari ketentuan yang berlaku (Tabel 4.8). Kondisi tersebuttentunya kurang menguntungkan bagi nasabah yang membutuhkan dana lebih besar karenapinjaman yang diterima jauh lebih kecil dari nilai taksiran maupun nilai pasar barang yangdiagunkan.

Tabel 4.8. Realisasi Pinjaman yang Diterima Nasabah Tahun 1998

Golongan Nasabah Ketentuan Realisasi Realisasi Pinjaman yangPinjaman (%)*) Diterima Nasabah (%)

A 90 85,3B 85 71,9C 85 73,4D 81 73,1

*) SE No. 37-OPP-1/1/23 tgl. 30 Juli 1998

Kebijakan yang telah ditempuh agar tetap mampu melayani sebanyak mungkinnasabah dalam kondisi keterbatasan dana, maka berdasarkan SE No. 28/OPP.1/1/117tanggal 17 Juni 1998, Perum Pegadaian menurunkan plafon maksimum pinjaman yang

Page 82: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

89Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

dapat diperoleh nasabah dari Rp 20 juta (golongan D) menjadi maksimum Rp 5 juta per SBK.Beberapa kantor cabang yang diamati bahkan telah melakukan pembatasan plafon pinjamanmaksimum untuk seorang nasabah rata-rata kurang dari Rp 5 juta. Kebijakan tersebut tetapdipertahankan sampai saat ini meskipun sudah ada tambahan dana RDI dan KLBI yangsebagian justru ditanamkan dalam bentuk deposito.16

Dampak kebijakan penurunan batas maksimum pinjaman tersebut adalah semakinsulitnya nasabah-nasabah potensial untuk bisa memperoleh pinjaman di atas Rp 5 jutadengan satu barang jaminan, kondisi tersebut berpotensi menyebabkan beralihnya nasabah-nasabah potensial tersebut ke sumber pendanaan lainnya (seperti toko emas dan pegadaiangelap) yang masih bersedia memberikan pinjaman lebih dari Rp 5 juta. Kebijakan lain adalahdengan memberlakukan sistem antrian (waiting list) seperti yang diterapkan oleh beberapakantor cabang, bahkan pada beberapa kantor cabang terpaksa melakukan penutupan kantorsebelum waktunya.

Kenaikan suku bunga pasar juga menimbulkan permasalahan tersendiri bagi PerumPegadaian karena biaya dana yang sebagian besar diperoleh dari kredit bank semakin besar.Untuk memperkecil dampak naiknya suku bunga pasar, maka Perum Pegadaian sejak 30Juni 1998 menempuh kebijakan dengan menaikkan suku bunga pinjaman untuk golonganD dengan nilai pinjaman di atas Rp 500 ribu (Lampiran 5). Namun di sisi nasabah, kebijakantersebut dianggap memberatkan bagi beberapa nasabah meskipun bagi nasabah lainnyatidak terlalu memperdulikan kenaikan suku bunga tersebut.

Permasalahan Struktural

Perum Pegadaian sebagai satu-satunya lembaga keuangan yang memberikanpinjaman dengan sistem gadai mempunyai jaringan kantor cabang yang sangat banyakdengan wilayah operasional yang sangat luas. Luasnya jaringan kerja tersebut di satu sisisangat mendukung usaha Perum Pegadaian dalam membantu masyarakat, namun di sisilain menimbulkan permasalahan tersendiri bagi Perum Pegadaian. Permasalahan yangtimbul terutama adalah terlalu luasnya rentang kendali masing-masing kantor daerahterhadap kantor cabang-kantor cabang yang ada di wilayah koordinasinya. Dengan jumlahtenaga pemeriksa hanya 4 orang, setiap kantor daerah rata-rata membawahi lebih dari 50Kanca dengan frekuensi pemeriksaan untuk masing-masing kantor cabang rata-rata 3 – 4kali dalam satu tahun. Sementara itu, kanda di luar Jawa harus membawahi kanca yangsecara geografis terlalu jauh. Luasnya rentang kendali tersebut belum diimbangi dengan

16 Menurut Perum Pegadaian, dana sebesar Rp 50 milyar yang disimpan dalam bentuk deposito (on call) denganjangka waktu kurang dari 1 bulan dimaksudkan untuk cadangan pelunasan pinjaman BRI yang jatuh tempo.

Page 83: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

90 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

sarana komunikasi yang memadai sehingga belum dapat menunjang pemantauan kinerjakanca-kanca secara efektif.

Sistem manajemen yang diterapkan oleh Perum Pegadaian saat ini cenderungmenekankan pada besarnya peranan kantor pusat. Sistem manajemen sentralistik tersebutdi satu sisi dapat menunjang sistem internal control yang handal, namun di sisi lain berpotensimenghambat kinerja Perum Pegadaian. Sistem manajemen tersebut dalam jangka panjangakan menimbulkan permasalahan tersendiri khususnya jika kebijakan pemberian otonomiyang lebih besar untuk masing-masing propinsi di Indonesia akan dilaksanakan olehPemerintah.

Sistem manajemen yang sentralistik tersebut tercermin pada terpusatnya wewenangpenetapan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan operasional Perum Pegadaian, antaralain dalam :

(i) Penetapan besarnya sewa modal. Kantor daerah dan kantor cabang tidak diperbolehkanuntuk menetapkan besarnya tingkat sewa modal (suku bunga) meskipun terhadapnasabah-nasabah potensial.

(ii) Penetapan harga patokan emas. Harga patokan emas ditetapkan oleh kantor pusatdengan berdasarkan harga emas di Jakarta. Sistem ini berdampak pada lambatnyaantisipasi kantor cabang dalam merespon perkembangan harga emas di daerah.

(iii) Penghimpunan dana. Wewenang untuk menghimpun dana sepenuhnya berada dikantor pusat dimana baik kantor daerah maupun kantor cabang tidak diperbolehkanmenghimpun dana sendiri. Dampak dari ketentuan ini adalah, masing-masing kantordaerah atau kantor cabang tidak mampu memanfaatkan potensi daerah sepenuhnyaterutama dalam kondisi terbatasnya likuiditas seperti yang dialami dewasa ini.

Permasalahan struktural lainnya terutama adalah masih terdapatnya beberapakelemahan prosedur yang dapat mendorong terjadinya berbagai penyimpangan. Beberapakelemahan prosedur yang dijumpai antara lain adalah kewenangan Kantor daerah yangseakan tanpa batas dalam memutuskan besarnya nilai pinjaman di atas plafon Rp 20 jutaserta penyimpanan seluruh kunci duplikat pada satu orang (Kepala Kantor Cabang) 17 .Disamping kelemahan tersebut, dalam penelitian lapangan juga dijumpai beberapa kegiatanyang dapat dikategorikan sebagai penyimpangan. Penyimpangan tersebut antara lain adalah

17 Menurut Perum Pegadaian, dwilipat kunci disimpan oleh Kepala Cabang karena dalam setiap pemeriksan interndwilipat kunci tersebut diperiksa sampai sejauh mana penyalahgunaan pemakaiannya, serta sewaktu-waktu dapatdigunakan apabila pemegang kunci utama (pemegang gudang) berhalangan untuk masuk kerja.

Page 84: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

91Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

praktek transfer dana antarcabang 18, pelanggaran kriteria barang jaminan yang dapatditerima Perum Pegadaian 19 , penyimpanan barang jaminan pada tempat yang tidak sesuaidengan prosedur, serta tidak dilaksanakannya prosedur internal control kluis dan gudang.

Sementara itu, Perum Pegadaian juga akan terus menghadapi risiko fluktuasi hargabarang jaminan akibat fluktuasi nilai tukar mengingat besarnya jumlah agunan di PerumPegadaian berupa emas/perhiasan yang harganya mengikuti pergerakan harga pasarinternasional. Nilai barang jaminan dalam bentuk emas/perhiasan pada tahun 1998 dan1997 masing-masing sebesar 75% dari total pinjaman meningkat dibandingkan tahun 1996(72%). Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah barang jaminan dalam bentukemas/perhiasan semenjak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.

Persepsi Masyarakat

Berdasarkan hasil penelitian lapangan ke beberapa kantor cabang, ditemukan berbagaipersepsi masyarakat terhadap Perum Pegadaian. Pada umumnya masyarakat, khususnyayang berpendapatan rendah, merasa sangat terbantu oleh Perum Pegadaian. Penggunaandana oleh nasabah sangat beragam baik untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat produktif(misalnya untuk modal kerja dan bridging financing) sampai untuk memenuhi kebutuhanyang bersifat konsumtif (misalnya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, biaya sekolahdan kebutuhan mendesak lainnya). Dari 90 nasabah yang dipilih secara acak dan berhasildiwawancarai, mayoritas berpenghasilan antara Rp 150 ribu s.d Rp 500 ribu per bulan.Sebagian besar nasabah tersebut tidak mempunyai akses ke perbankan atau tidak mauberhubungan dengan perbankan karena prosedur yang rumit. Berdasarkan penggunaannya,mayoritas nasabah (± 59%) mempergunakan pinjaman yang diperoleh dari Perum Pegadaianuntuk tujuan produktif seperti modal kerja (56%) dan bridging financing (3%), sedangkansisanya mempergunakan untuk tujuan konsumtif seperti biaya sekolah (17%), kebutuhansehari-hari (16%), emergency (5%), dan lain-lain (3%). (Grafik 3).

18 Menurut Perum Pegadaian, praktek transfer antarcabang masih diijinkan sepanjang BRI yang terdapat di wilayahkantor cabang tersebut tidak menyediakan fasilitas rekening giro. Namun dalam prakteknya dijumpai beberapakantor cabang yang berlokasi di wilayah kota besar masih melakukan praktek transfer antarcabang, meskipun diwilayah tersebut terdapat kantor BRI yang cukup besar.

19 Menurut Perum Pegadaian, barang jaminan yang tidak memenuhi ketentuan yang sudah ditetapkan masih bisaditerima asalkan secara ekonomis tidak menimbulkan kerugian bagi Perum Pegadaian.

Page 85: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

92 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Grafik 3. Komposisi Penggunaan Dana oleh Nasabah

Biaya Sekolah17%

Emergency5%

Lain-lain3%

Brid. Financing3%

Keb. Sehari-hari16%

Modal Kerja56%

Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikannya, mayoritas responden yang banyakberhubungan dengan Perum Pegadaian berpendidikan SLTA (43,3%) terbanyak kedua adalahnasabah berpendidikan SLTP (20%) dan yang paling sedikit adalah nasabah denganpendidikan tidak tamat SD (2,2%). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas nasabahmempunyai pendidikan yang cukup, berpenghasilan rendah dan mempergunakan danayang diperoleh dari Perum Pegadaian untuk tujuan produktif.

Menurut persepsi nasabah, keunggulan Perum Pegadaian dibandingkan lembaga pemberipinjaman lainnya terutama adalah dari segi pelayanan kepada nasabah, khususnya faktorkeamanan barang jaminan dan kewajaran nilai taksiran. Dengan melihat keunggulan tersebutnasabah Perum Pegadaian pada umumnya tidak terlalu memperdulikan besarnya suku bungameskipun saat ini relatif tinggi pada kondisi suku bunga pasar yang cenderung menurun.

Disamping persepsi positif nasabah tersebut, dari penelitian lapangan juga ditemukanbahwa beberapa nasabah merasakan tingginya suku bunga Perum Pegadaian saat ini sertasistem penghitungan bunga dengan acuan minimal 15 hari dirasakan cenderung merugikannasabah. Kesulitan likuiditas yang dialami sejak Agustus 1998 berdampak padaberkurangnya kemampuan Perum Pegadaian dalam melayani nasabah, sehingga nasabahkhususnya nasabah besar mulai merasakan bahwa Perum Pegadaian tidak selalu dapatmemberikan pinjaman sesuai permintaan mereka. Kondisi tersebut mendorong beberapanasabah besar untuk beralih ke pemberi pinjaman lainnya seperti pelepas uang, pegadaiangelap atau toko emas.

Kurangnya sosialisasi/pemasaran produk Perum Pegadaian kepada masyarakat,menyebabkan pada beberapa wilayah masyarakat masih merasa malu untuk berhubungan

Page 86: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

93Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

dengan Perum Pegadaian. Namun tidak semua masyarakat merasa malu berhubungan denganPerum Pegadaian, terlihat pada beberapa wilayah seperti Ujung Pandang (mencakup Sulawesi,Maluku, dan Irian Jaya) serta Kodya Yogyakarta, sedangkan pada beberapa wilayah kantorPerum Pegadaian lainnya yang diamati sebagian nasabah masih merasa malu untukberhubungan langsung dengan pegadaian dan lebih suka menggunakan jasa perantara (calo).

4.2 Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Perhatian terhadap ekonomi kerakyatan semakin meningkat seiring dengan meluasnyaketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial. Salah satu faktor dalam pemberdayaanekonomi rakyat adalah pemberian prioritas dan bantuan dalam pengembangan usahakepada ekonomi lemah. Berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi rakyat tersebut,pemerintah telah menempuh berbagai upaya yang antara lain meliputi :1. Kredit Program

Dalam rangka mendorong berputarnya roda perekonomian di lapisan bawah yang saatini menghadapi kesulitan sumber-sumber pembiayaan/pendanaan di lembaga formal(bank), maka Bank Indonesia mendorong komitmen perbankan dalam melayani usahakecil (KUK), merealisasikan berbagai skim kredit program yang dananya berasal dariKLBI (seperti KKPA, KKop, KUT, dll), memberi bantuan teknis yang diarahkan kepadakemitraan dan pendekatan kelompok melalui PPUK, PHBK dan PKM sertamengembangkan kelembagaan keuangan sesuai kebutuhan usaha kecil menengah dankoperasi.

2. Program Jaring Pengaman Sosial (JPS)Program JPS ditujukan untuk menciptakan kesempatan kerja produktif bagi penganggur,meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat, meningkatkan kesejahteraansosial ekonomi masyarakat terutama yang terkena dampak krisis sertamengkoordinasikan berbagai program penanggulangan dampak krisis dan berbagaiprogram penanggulangan kemiskinan. Realisasi JPS ditempuh dalam empat program;(i) program ketahanan pangan, (ii) program padat karya dan penciptaan lapangan kerjaproduktif’ (iii) program perlindungan sosial, dan (iv) program pemberdayaan ekonomirakyat.

3. Reformasi Struktural Sektor RiilProgram ini dijalankan melalui reformasi di bidang perdagangan, investasi, deregulasidan privatisasi, yang diwujudkan dengan berbagai kebijakan untuk menghapuskanberbagai aspek yang menyebabkan inefisiensi dalam perekonomian.

Semakin berkurangnya kemampuan perbankan dalam memberikan pinjaman kepadamasyarakat dewasa ini semakin membuka peluang bagi Perum Pegadaian untuk berperanlebih besar dalam program pemberdayaan ekonomi rakyat.

Page 87: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

94 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Potensi Perum Pegadaian tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu :a. Kesiapan jaringan kerja dan sumber daya manusia

Perum Pegadaian mempunyai jaringan kerja yang sangat luas (633 kantor cabang) yangtersebar di seluruh wilayah Indonesia. Selain jaringan kerja yang sangat luas, PerumPegadaian juga didukung oleh jumlah dan kualitas pegawai yang cukup memadai.

b. Keberpihakan pada masyarakat khususnya golongan ekonomi lemahKeberpihakan Perum Pegadaian kepada masyarakat khususnya golongan ekonomi lemahterlihat dari relatif kecilnya skala kredit yang diberikan dibandingkan dengan lembagaformal lainnya, dengan plafon terendah Rp 5.000 dan tertinggi Rp 20 juta. Disamping itu,Perum Pegadaian juga masih memberikan peluang bagi permintaan pinjaman dalamskala yang lebih besar (diatas Rp 20 juta). Prosedur pengajuan dan pelunasan pinjamanrelatif mudah dan cepat. Suku bunga pinjaman yang dikenakan Perum Pegadaian padaumumnya juga relatif rendah. Nasabah pegadaian sebagian besar merupakan nasabahmikro dan mayoritas berprofesi sebagai petani. Keberpihakan tersebut juga tercermindalam misi yang ditetapkan dalam periode RJP II untuk ikut meningkatkan kemakmurandan kesejahteraan masyarakat golongan menengah ke bawah melalui penyediaan danaberdasarkan hukum gadai secara inovatif dan melakukan usaha lain yang menunjang.

c. Meningkatnya jumlah pinjaman yang diberikan.Pinjaman yang diberikan pegadaian kepada masyarakat semakin meningkat seiringdengan lonjakan permintaan khususnya sejak krisis ekonomi. Lonjakan tersebutmerupakan dampak semakin sulitnya akses masyarakat ke perbankan.

d. Kinerja yang semakin meningkatPerum Pegadaian merupakan salah satu usaha di sektor keuangan yang masih dapatbertahan di masa krisis ekonomi dewasa ini bahkan menunjukkan kinerja yang semakinmeningkat, khususnya jika dibandingkan dengan BPR. Kinerja efisiensi, profitabilitas,likuiditas maupun solvabilitas Perum Pegadaian pada umumnya juga relatif lebih baikjika dibandingkan dengan lembaga lain khususnya BPR dan BRI UDes.

e. Keunggulan Perum PegadaianKeunggulan utama Perum Pegadaian dibandingkan lembaga lain adalah prosedur yangmudah, murah dan cepat. Disamping itu pemberian pinjaman dengan sistem gadai dapatmemperkecil moral hazard khususnya dalam penyaluran kredit-kredit bersubsidi, karenadengan sistem gadai nasabah dididik untuk berupaya mengembalikan pinjaman yangditerima.

Potensi Perum Pegadaian untuk berperan dalam pemberdayaan ekonomi rakyatterlihat jelas terutama pada aspek keberpihakan pada masyarakat kecil. Pelaksanaan perantersebut selama ini dilakukan oleh Perum Pegadaian dengan memberikan pinjaman kepadamasyarakat (khususnya masyarakat berpendapatan rendah) dalam skala kecil dengan

Page 88: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

95Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

prosedur dan persyaratan yang mudah dan murah. Nasabah mikro pada Perum pegadaiantersebut terutama adalah golongan A (dengan nilai pinjaman antara Rp 5.000 – Rp 40.000)pada tahun 1998 mencapai 41,4% total nasabah. Namun porsi dan nilai pinjaman yangdiperoleh golongan ini relatif sangat kecil (rata-rata sebesar Rp 18.000) dibandingkangolongan B,C dan D. Kecilnya skala pinjaman golongan A tersebut juga terlihat dari jenis-jenis barang yang banyak dijadikan agunan seperti : kain, alat rumah tangga (misal : kuali/panci, piring, sendok, lampu tekan, dll), sepeda dan lain-lain. Fenomena tersebut nampakjelas di kantor-kantor Perum Pegadaian di wilayah Jawa, khususnya di wilayah pantaiutara. Total nilai pinjaman untuk golongan A pada tahun 1998 sebesar Rp 115,4 miliar atauhanya sebesar 5% dari total omset Perum Pegadaian. Namun perkembangan terakhirmenunjukkan kecenderungan pergeseran orientasi pemberian pinjaman ke nasabah besar(golongan D) meskipun Perum Pegadaian masih mempunyai peluang untuk meningkatkanporsi pinjaman untuk nasabah mikro (golongan A).

Sejalan dengan perkembangan usaha Perum Pegadaian, terlihat kebijakan PerumPegadaian untuk mengembangkan produk-produk baru yang di luar lingkup usahapegadaian. Salah satu produk yang akan dikembangkan yaitu memberikan kredit denganjaminan surat berharga dan sertifikat tanah, serta kredit dengan sistem pinjam pakaisebenarnya sudah tidak sesuai dengan prinsip dari hukum gadai yang mewajibkan barangjaminan berbentuk barang bergerak dan dititipkan (tidak boleh dipakai oleh pemiliknya).Begitu pula dengan adanya rencana untuk mengembangkan produk-produk pembiayaanlainnya merupakan suatu upaya yang kurang sesuai dengan misi dari Perum Pegadaianyang ingin melayani kebutuhan masyarakat golongan menengah ke bawah. Namun rencanatersebut justru menimbulkan kekhawatiran akan terjadi pergeseran dari core business PerumPegadaian dan orientasi nasabah yang dilayani seperti yang ditetapkan dalam PP No. 10tahun 1990. Apalagi pada beberapa tahun terakhir terdapat kecenderungan di dalamkelompok-kelompok usaha untuk kembali ke core business masing-masing untukmeningkatkan kinerja usahanya. Oleh karena itu, pengembangan produk-produk barudiusahakan tetap dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat kecil apabila tetap mengacupada prinsip-prinsip hukum gadai dan misi perusahaan, dengan tetap berpihak padamasyarakat berpendapatan rendah.

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Perkembangan Perum Pegadaian dalam tiga tahun terakhir cukup pesat, khususnyatahun 1998 (setahun terakhir) terjadi pelonjakan kinerja terutama karena beralihnyasebagian nasabah perbankan ke Perum Pegadaian.

Page 89: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

96 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

2. Perum Pegadaian telah ikut berperan dalam kegiatan pembiayaan usaha kecil. JaringanPerum pegadaian yang didukung oleh 633 kantor menjangkau seluruh wilayah Indonesiasampai ke pedesaan. Kredit yang diberikan terutama kepada nasabah menengah ke bawahyang pada umumnya bergerak di sektor informal dan tidak memiliki akses ke perbankan.Peran Perum Pegadaian dalam mendukung pemberdayaan ekonomi rakyat cukup besarterlihat dari jumlah nasabah mencapai 6,6 juta (September 1998) dengan mayoritasmerupakan nasabah mikro (40,5%).

3. Secara makro dan jika dibandingkan dengan BPR dan BRI UDes yang memiliki pasaryang hampir sama, sumbangan Perum Pegadaian dalam pemberian kredit masih lebihrendah. Meskipun demikian, Perum Pegadaian memiliki keunggulan dalam kualitaspinjaman yang diberikan, profitabilitas dan efisiensi. Keunggulan dalam profitabilitasdan efisiensi tersebut terutama disebabkan oleh tingginya sewa modal yang dikenakan(hampir sama dengan suku bunga perbankan), sementara dana yang diperoleh sebagianbesar bersuku bunga rendah.

4. Dalam tiga tahun terakhir telah terjadi pergeseran pemberian kredit dari nasabah kecil kenasabah besar. Hal ini terutama disebabkan oleh perubahan orientasi kebijakan PerumPegadaian untuk meningkatkan laba serta kenaikan golongan pinjaman karena adanyakenaikan harga barang jaminan.

5. Pada periode Agustus s.d September 1998, Perum Pegadaian mengalami kesulitanlikuiditas akibat lonjakan permintaan nasabah dan kurangnya peminat obligasi yangditerbitkan, sementara dana pelunasan obligasi yang dihimpun (sinking fund) kurangmemadai. Untuk memenuhi lonjakan tersebut, Perum Pegadaian melakukan penarikanoverdraft sangat besar sehingga mengakibatkan penghentian pemberian fasilitas overdraftBRI. Untuk menutupi kekurangan dana tersebut (khususnya modal kerja), PerumPegadaian telah memperoleh fasilitas RDI dari Pemerintah dan KLBI.

6. Suku bunga (sewa modal) yang dikenakan Perum Pegadaian kepada nasabah saat inirelatif tinggi. Namun masih terdapat peluang (room) bagi Perum Pegadaian untukmenurunkan sewa modal khususnya untuk golongan B, C dan D dengan tetap memberikansubsidi bagi golongan A, serta meningkatkan porsi pemberian kredit bagi golongan Atanpa menimbulkan kerugian bagi Perum Pegadaian.

7. Perum Pegadaian mempunyai beberapa kelemahan struktural yang dapat menghambatpeningkatan kinerja dan merupakan potensi timbulnya berbagai penyimpangan yaitu :terlalu luasnya rentang kendali manajemen yang tidak didukung dengan sistem dansarana pengawasan/pelaporan yang memadai, serta sistem manajemen yang sangatsentralistik.

Page 90: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

97Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

8. Sistem manajemen pendanaan secara sentralistik yang diterapkan Perum Pegadaiansampai saat ini nampaknya sangat sejalan dengan teori FF, namun dari penelitiandiperoleh temuan bahwa daerah juga mempunyai potensi pendanaan (sesuai denganteori RFM), sehingga Kanda berpotensi untuk mencari dana pinjaman sendiri.

5.1 Saran

1. Berdasarkan kinerjanya Perum Pegadaian memiliki potensi untuk berperan dalamchanneling pemberdayaan ekonomi rakyat. Namun untuk mewujudkan potensi tersebutPerum Pegadaian harus terlebih dahulu membenahi kelemahan-kelemahan strukturalyang ada.

2. Mengingat masih besarnya potensi pasar yang dapat dimanfaatkan oleh lembagakeuangan yang memberikan pinjaman berdasarkan sistem gadai, maka Pemerintah perlumengkaji kemungkinan pemberian izin bagi perusahaan lain untuk bergerak dalamusaha pegadaian. Hal ini sekaligus dapat mendorong kompetisi untuk meningkatkanefisiensi.

3. Untuk mengetahui efektivitas penggunaan kredit dalam rangka pemberdayaan ekonomirakyat, Perum Pegadaian perlu lebih intensif dalam memonitor nasabah.

4. Masalah kesulitan likuiditas dapat diminimalkan apabila sampai batas tertentu kantordaerah diberi kewenangan untuk mencari dana sendiri dengan memanfaatkan potensidaerah setempat (sesuai dengan teori RFM).

5. Sesuai dengan misi Perum Pegadaian yang didukung oleh sumber dana yang mayoritasbersubsidi, tersedianya room yang cukup luas, rentabilitas yang lebih baik dibandingkanlembaga formal lainnya, serta kecenderungan penurunan suku bunga pasar, maka sudahsaatnya besarnya sewa modal diturunkan. Di samping itu, untuk menjaga konsistensipelaksanaan misi Perum Pegadaian, pemerintah hendaknya menetapkan ketentuan yangmengatur batas minimum porsi kredit untuk nasabah kecil (golongan A dan B), misalnyasebesar 30% - 40%.

6. Dengan mempertimbangkan potensi dan rencana jangka panjang, nampaknya PerumPegadaian perlu lebih menekankan pada pemberian kredit daripada melakukan usaha-usaha lain di luar core usaha Perum Pegadaian.

7. Perum Pegadaian perlu melakukan evaluasi secara lebih intens terhadap kantor-kantorcabang yang merugikan, untuk mengkaji apakah akan melakukan pemindahan kantor-kantor cabang tersebut ke lokasi yang lebih strategis atau melakukan penutupan,khususnya bagi Kanca defisit yang sudah lama didirikan dengan tetapmempertimbangkan pelaksanaan misi sosial yang diemban.

Page 91: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

98 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

8. Untuk memperoleh penilaian efisiensi yang lebih riil, maka Perum Pegadaian perlumemperhitungkan biaya dana untuk masing-masing Kanca.

9. Untuk menghindarkan terjadinya distorsi suku bunga pasar, maka kebijakan pemberianbantuan likuiditas dengan subsidi bunga kepada lembaga pembiayaan yang berorientasipada masyarakat menengah ke bawah hendaknya hanya dilakukan dalam jangka pendekatau dalam bentuk sekuritisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Egaitsu, Fumio (1986). Rural Financial Markets : Two School of Thoughts, dalam Farm Financeand Agricultural Development. Tokyo : Asian Productivity Organization.

Husnan, Suad (1985). Manajemen Keuangan : Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka Pendek)Jilid 2. Penerbit BPFE Yogyakarta.

PERUM PEGADAIAN (1997). Company Profile Perum Pegadaian

___________________. Pedoman Operasional Kantor Cabang.

___________________. Prospektus Obligasi V Perum Pegadaian Tahun 1998.

___________________ (1997). Pedoman Pemeriksaan Satuan Pengawasan Intern Perum Pegadaian.

___________________. Surat-Surat Keputusan Direksi Perum Pegadaian.

___________________. Laporan-Laporan Operasional Bulanan dan Tahunan

___________________. Laporan-Laporan Keuangan

Robinson, Marguerite S (1992). Rural Financial Intermediation : Lessons From Indonesia Part OneThe Bank Rakyat Indonesia : Rural Banking, 1970-91. Development Discussion PaperNo. 434. Harvard Institute for International Development. Harvard University.

Tim Analisis Jabatan Perum Pegadaian (1990). Uraian Tugas dan Kegiatan : Direktorat Operasidan Pengembangan, Direktorat Keuangan, dan Direktorat Umum.

Weston, J. Fred dan Brigham, Eugene F (1981). Manajemen Keuangan Edisi ke-7 Jilid I (Terjemahandari Managerial Finance 7th edition). Penerbit Erlangga Jakarta.

Page 92: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

99Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

LAMPIRAN

Lampiran 1

Tugas masing-masing Kepala Sub Direktorat

1. Subdit Operasi dan Pengembangan (OPP), bertugas untuk membina penyaluran kreditgadai, jasa dan mengembangkan kegiatan pemasaran serta mengkoordinasikanpengolahan dan dan penyajian statistik perusahaan sesuai dengan ketentuan yangberlaku sebagai bahan pertimbangan pimpinan dalam rangka meningkatkanpendapatan perusahaan.

2. Subdit Penelitian dan Pengembangan Operasi (LB), bertugas untuk mengkoordinasikandan melaksanakan penelitian dan pengembangan jenis, sistem, prosedur dan wilayahoperasi serta bentuk usaha lain berdasarkan peraturan yang berlaku dalam rangkameningkatkan kinerja perusahaan.

3. Subdit Kesekretariatan Perusahaan (SP), bertugas untuk mengkoordinasikan danmengedalikan penyelenggaraan kesekretariatan pimpinan, urusan kehumasan,kepustakaan dan pengelolaan produk hukum serta pemberian pertimbangan hukumsesuai dengan peraturan yang berlaku dalam rangka menunjang kelancaranpelaksanaan tugas pimpinan perusahaan.

4. Subdit Anggaran dan Permodalan (AP), bertugas untuk mengkoordinasikanpenyusunan rencana anggaran, pengalokasian dana, pengevaluasian pelaksanaananggaran, kebutuhan modal kerja dan pengalokasian modal kerja serta investasi lainnyasesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam rangka menjamin kontinuitas keuanganperusahaan.

5. Subdit Akuntansi (AK), bertugas untuk mengkoordinasikan evaluasi, verifikasi,penyelenggaraanpembukuan dan penyajian laporan keuangan perusahaan sertapengembangan sistem informasi keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalamrangka pengendalian keuangan perusahaan.

6. Subdit Perbendaharaan (PB), bertugas untuk mengkoordinasikan pengelolaan kas, bank,surat berharga, perpajakan, gaji, perjalanan dinas dan tunjangan serta pelaksanaanpenagihan piutang perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam rangkamenunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

7. Subdit Kepegawaian (KP), bertugas untuk mengkoordinasikan penyusunan formal,pengadaan dan penyelenggaraan pengangkatan, kepangkatan, pemindahan, promosi,pemberhentian, pemensiunan, kesejahteraan serta pengembangan manajemen

Page 93: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

100 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

perusahaan berdasarkan peraturan yang berlaku dalam rangka pembinaan kepegawaiandan peningkatan kesejahteraan pegawai.

8. Subdit Bangunan (BG), bertugas untuk mengkoordinasikan pembuatan disainbangunan pemrosesan pelaksanaan pembangunan atau perbaikan, pengurusanpersewaan bangunan, pengadaan denah, pemilikan hak atas tanah, izin mendirikanbangunan dan penghapusan serta penyelenggaraan tata usaha pembangunan atauperbaikan bangunan prasarana dan rumah jabatan sesuai dengan ketentuan yangberlaku dalam rangka penyediaan sarana kerja yang memadai untuk menunjangkelancaran pelaksanaan tugas.

9. Subdit Tata Usaha dan Rumah Tangga (TURT), bertugas untuk mengkordinasikanpengurusan ketatausahaan, urusan rumah tangga dan perlengkapan kantor agarpelaksanaan tugas berjalan lancar dan terpadu.

10. Kepala Balai Diklat (Kabal Diklat), bertugas mengkoordinasikan penyelenggaraanpengelolaan database dan jaringan serta pengembangan dan pengimplementasiansistem dalam menunjang kegiatan operasional perusahaan.

11. Kepala Pusat Pengembangan Teknologi Informasi (Kapus TI), bertugasmengkoordinasikan perencanaan pengembangan program penyelenggaraan danevaluasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan serta penyusunan laporannya sesuaidengan ketentuan yang berlaku agar penyelenggaraan diklat berjalan lancar dan terpadu.

Page 94: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

101Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Lampiran 2Jumlah Cabang yang Dibawahi oleh Setiap Kanda

KANDA JUMLAH CABANG JUMLAH TOTALANAK CABANG

I. Medan 35 7 42II. Padang 36 3 39III. Jakarta 44 11 55IV. Bandung 49 2 51V. U. Pandang 49 6 55VI. Semarang 45 2 47VII. Yogyakarta 56 0 56VIII. Surakarta 53 0 53IX. Surabaya 50 2 52X. Malang 51 0 51XI. Jember 37 0 37XII. Denpasar 31 10 41XIII. Balikpapan 22 9 31XIV. Kupang 17 6 23

JUMLAH 575 58 633

Lampiran 3

Komposisi Pegawai Tetap Perum Pegadaian

Jenjang Karir 1995 1996 1997 Okt. 1998

Manajemen Puncak 4 4 4 4Manajemen Menengah 34 34 45 45Manajemen Pelaksana 742 780 794 794Staf Administrasi 4.349 4.365 4.050 3.974

Tingkat PendidikanSD 982 954 885 829SLTP 465 437 404 377SLTA 2.303 2.442 2.171 2.118D3 897 814 811 803S1 468 511 591 655S2 14 25 31 35

T O T A L 5.129 5.183 4.893 4.817

Page 95: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

102 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Lampiran 4

Jenis Penanaman 1997 1998Per-31 Des Per-30 Sep.

Pinjaman yg. Diberikan 526.243 756.751

Deposito 10.000 70.500 - BRI 7.500 5.500 - BEII 2.500 65.000

Surat Berharga 5.351 3.176 - Saham PT. Semen Gresik 50 50 - Saham PT. Semen Gresik 70 70 (Sertifikat Bukti Right) - Saham PT. BNI Dana Berbunga 1.000 876 - Saham PT. Danareksa Seruni 2.000 2.000 - Saham PT. BIG Palapa 2.000 2.000 - Saham PT. Bahana Dana Selaras 2.000 - Saham PT. Danareksa Fund MGT. - 500 Cadangan penurunan nilai surat berharga -1.768 -2.320

Penyertaan 1.150 1.150(Dalam bentuk 500 lembar saham PT. Dua Satu Tiga Puluh)

Sumber : Perum Pegadaian

(Juta rupiah)

Penanaman Dana Perum Pegadaian

Page 96: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

103Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Lampiran 5

Tabel Sewa Modal dan Biaya PA masing-masing Golongan

Gol Uang Pinjaman Maksimum Sewa Modal Jangka WaktuPer 15 Hari Per Tahun Kredit

A 5.000-40.000 1.50% 1.50% 120 hariB 40.500-150.000 2.25% 2.25% 120 hariC 151.000-500.000 2.25% 2.25% 120 hariD 510.000-1.500.000 2.25% 2.50% 120 hariD >2.500.000-5.000.000 2.50% 3.00% 120 hari

Keterangan : K=Kantong; G=Gudang; M=Mobil; UP=Uang Pinjaman• Biaya PA gol. DK u/ UP > Rp 1,5 juta ditetapkan 0,5%XUP, minimum Rp 8.000 (pembulatan

Rp 500 ke atas)• Biaya PA gol. DG selain mobil u/ UP > Rp 1,5 juta ditetapkan 0,5%XUP, minimum Rp

10.000 (pembulatan Rp 1.000 ke atas)• Biaya PA dengan jaminan Mobil ditetapkan 0,5%XUP, minimum Rp 25.000 (pembulatan

Rp 1.000 ke atas)

Lampiran 6

Jenis-jenis Harga Pasar

Untuk menentukan nilai barang jaminan yang akan digadaikan oleh masyarakat,Perum Pegadaian mengacu kepada harga pasar. Dalam hal ini Perum Pegadaian membuattiga kriteria harga pasar yaitu harga pasar pusat (HPP), harga pasar daerah (HPD) danharga pasar setempat (HPS).1. Harga Pasar Pusat

HPP adalah harga pasar emas/perak/permata yang ditetapkan oleh Kanpus sebagaipatokan umum baik bagi Kanda maupun Kanca berdasarkan perkembangan hargapasaran umum dengan memperhitungkan kecenderungan perkembangan harga di masamendatang.

2. Harga Pasar DaerahHPD adalah harga pasar yang ditentukan oleh Kanda dengan memperhatikan toleransimaksimum 4% di atas HPP dan 2% di bawah HPP.

3. Harga Pasar Setempat. HPS adalah harga pasar barang-barang gudang yang didasarkanpada harga pasar barang baru (toko) di daerah setempat, yang direvisi minimum tiga

Page 97: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

104 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

bulan sekali. Berdasarkan harga-harga pasar di atas, kemudian ditentukan besarnyapersentase uang pinjaman terhadap taksiran menurut masing-masing golongan yaitu :- Golongan A = 90%- Golongan B dan C = 85%- Golongan D s/d Rp 5 juta = 85%- Golongan D > Rp 5 juta = 84%

Lampiran 7

Kegiatan pemeriksaan barang jaminan di gudang1. Pemeriksaan buku gudang yang dilakukan setiap hari.2. Menghitung barang jaminan, yaitu dengan mencocokkan jumlah barang yang ada di

gudang dengan saldo menurut buku gudang. Penghitungan barang jaminan ini dilakukanminimal sepuluh kali dalam satu bulan. Meskipun demikian dalam jangka waktu 2 bulantiap-tiap rubrik/golongan/ribuan harus sudah pernah dihitung sebanyak dua kali, danminimal 60% dari tiap rubrik/golongan/ribuan telah dihitung untuk ketiga kalinya.

3. Pemeriksaan isi barang jaminan, yaitu dengan mencocokkan fisik barang jaminan denganketerangan pada SBK dwilipatnya (lembar II/kopinya). Pemeriksaan ini dilakukan setelahpenghitungan barang jaminan selesai dilaksanakan.

4. Meronda gudang, yaitu dengan melakukan pemeriksaan secara langsung ke dalam gudangtentang kebersihan, kerapihan dan keamanan gudang berserta isinya. Kegiatan inidilakukan minimal 3 kali sebulan untuk cabang kelas III, sedangkan cabang kelas I dan IIminimal satu kali sebulan oleh Kacab.

Lampiran 8

Administrasi dan Pembukuan Barang Sisa Lelang (BSL)1. Karena BSL diakui dan dicatat sebagai mutasi aset, maka adanya BSL pada setiap lelang

tidak perlu dicatat pada Berita Acara Lelang (BAL). Dengan demikian BAL hanya berisidata barang jaminan yang laku dilelang saja.

2. Barang jaminan yang sudah ditetapkan sebagai BSL pada buku Redister Barang SisaLelang (RBSL). Kemudian berdasarkan RBSL tersebut dibukukan pada :a. Buku Kredit yang bersangkutan pada nomor yang menjadi BSL sebagai penghapusanb. Buku Ikhtisar Kredit dan Pelunasan bulan kredit yang bersangkutan dikredit sebesar

uang pinjaman BSL.c. Buku Kas didebet sebagai pelunasan dan dikredit pembelian BSL.d. Laporan Bulanan Operasionalatas penambahan BSL.e. Buku Uang Kelebihan eks BSL.f. Buku Gudang dikreditkan sejumlah BSL.

Page 98: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

105Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Lampiran 9

Penyelesaian Barang Sisa Lelang (BSL)1. Dijual di bawah tangan

Pedoman harga penjualan BSL ditetapkan sebagai berikut :a) BSL Perhiasan Emas

· Penjualan BSL jangka waktu kurang dari 30 (tiga puluh) hari, dijual sebesar HargaPembelian x 109,7%

· Penjualan BSL jangka waktu lebih dari 30 (tiga puluh hari s/d 60 (enam puluh hari)dijual sebesar Harga Pembelian x 105%, atau kebijakan lain dari Kakanda atas usulpenurunan harga jual yang telah diajukan sebelumnya. Selisih lebih atau kurangatas penjualan ini dibukukan sebagai laba/rugi perusahaan.

b) BSL Non-EmasDiusahakan BSL harus sudah terjual dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) namundemikian apabila dalam jangka waktu tersebut belum laku terjual, Kacab dapatmengusulkan penurunan harga jual kepada Kakanda. Sebelum mendapat keputusanpenurunan harga jual dari Kakanda, tidak diijinkan untuk menjualnya. Pedomanpenurunan harga jual secara bertahap sesuai kebijakan Kakanda.

2 Dimutasikan AntarcabangBSL emas atau non-emas sebelum diusulkan penurunan harga jualnya dapat jugadiupayakan penjualannya di kantor cabang yang berada di daerah lain yang diyakinidapat terjual lebih cepat. Pengiriman BSL ini dibukukan sebagai Rekening Antar Kantor(RAK), mutasi aktiva dan harus mendapat izin dari Kakanda dan penjualannya ditempat yang baru harus memperhitungkan biaya pengirimannya. BSL yang dimintaoleh Hakim/Jaksa/Polisi harus diselesaikan menurut peraturan yang berlaku.Kesulitan likuiditas yang dialami Perum Pegadaian antara lain akibat dihentikannyafasilitas kredit dari BRI. Sebelumnya, Perum Pegadaian diberikan fasilitas kredit olehBRI sebesar Rp 181,75 miliar (suku bunga 36 %) yang secara langsung dapat ditarik olehcabang-cabang Perum Pegadaian melalui kantor-kantor cabang BRI setempat yangtelah ditentukan. Sejak terjadinya krisis ekonomi, permintaan terhadap jasa Pegadaianmeningkat pesat sehingga masing-masing cabang Pegadaian melakukan penarikandana dari BRI dalam jumlah cukup besar. Hal ini menyebabkan kredit yang ditariksecara keseluruhan melebihi plafon yang ditentukan (overdraft) sehingga BRImenghentikan fasilitas tersebut pada bulan Agustus 1998. Kelebihan kredit yang ditariktersebut dikenakan suku bunga pasar sebesar 71% per tahun. Beban suku bungapendanaan yang tinggi menyebabkan Perum Pegadaian menaikkan sewa modalnyaseperti terlihat dalam tabel di atas. Di samping itu, makin sedikitnya sumber pendanaanyang ada menyebabkan Perum Pegadaian mengurangi batas nilai kredit maksimum.

Page 99: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

106 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Page 100: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

107Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Page 101: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

108 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Page 102: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

109Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Page 103: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

110 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Page 104: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

111Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Page 105: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

112 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Page 106: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

113Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Page 107: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

114 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Page 108: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

115Kegiatan Usaha Perum Pegadaian dan Peranannya dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Page 109: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

116 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Page 110: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

117Kajian Awal Tentang Money Laundering serta Implikasinya dalam Pasar Keuangan Internasional

KAJIAN AWAL TENTANG MONEY LAUNDERINGSERTA IMPLIKASINYA DALAM PASAR KEUANGAN

INTERNASIONAL

Hariyadi Ramelan, dan Delfianto Ras*)

Perkembangan teknologi perbankan internasional dalam dekade terakhir ini telah memberikanjalan bagi tumbuhnya jaringan-jaringan perbankan yang semula lokal/regional menjadi suatu lembagakeuangan yang global. Kecenderungan tersebut ternyata juga memberikan kesempatan bagi parapelaku money laundering untuk turut memanfaatkan kecanggihan jaringan layanan perbankan.Uang hasil transaksi ilegal (obat bius/ narkotika, senjata gelap, suap/korupsi/ manipulasi serta fraudperbankan) telah menjadi “legal” dalam dunia bisnis di pasar keuangan internasional. Dalam posisiini, perbankan internasional khususnya International Offshore Banking Centres (IOBC) dengan segalaaspek perlindungan data serta keleluasaan pajaknya telah menjadi lembaga intermediasi yang sangatdiminati oleh para money launderer. Namun pada sisi yang lain, juga merupakan lembaga yangsangat rentan terhadap proses placement, layering ataupun integration.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran awal tentang kegiatan money laundering;batasan, teknik-teknik, sumber-sumber regulasi, serta implikasi yang timbul sehubungan denganperanan bank sebagai lembaga intermediasi. Kajian ini diharapkan akan mampu memberikan gambaranserta perbaikan-perbaikan yang memadai dan perlu dilakukan oleh masyarakat keuangan internasionaldalam upaya pencegahan maupun penindakan terhadap kegiatan money laundering, yang dari tahunke tahun semakin canggih, terorganisasi rapi dan profesional. Ketidakberhasilan dalam menggalangkerjasama internasional dalam memerangi money laundering akan menimbulkan risiko perubahanvariabel permintaan uang yang tak terduga, risiko pada kesehatan perbankan, efek kontaminasi padatransaksi keuangan yang legal, volatilitas yang sangat besar pada modal internasional dari transferasset antar negara yang tidak terantisipasi.

*) Haryadi Ramelan : Dealer pada Dealing Room, Urusan Devisa, Bank IndonesiaDelfianto Ras : Dealer Yunior pada Dealing Room, Urusan Devisa, Bank Indonesia

Page 111: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

118 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

I. Pendahuluan

The war against money launderer is not over . Kalimat tersebut nampaknya bukan sekedarslogan kosong bagi Pemerintah Amerika Serikat dalam memberantas kegiatan moneylaundering. Hal tersebut paling tidak terbukti pada hasil “Operation Cassablanca”

yang berlangsung akhir bulan Maret 1999. Dua bank besar Mexico, yakni Bancomer danBanco Serfin dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Federal (Fed Court) Los Angeles, dalamkasus money laundering. Dua bank besar tersebut diharuskan membayar denda masing-masing USD 9,9 juta dan USD 4,7 juta. Kedua bank juga terbukti bersalah dan mengakubertanggung jawab penuh bahwa karyawan-karyawan banknya telah melakukan moneylaundering atas hasil-hasil ilegal narkotik. Pada saat yang bersamaan di London, DinasPajak Dalam Negeri Inggris melakukan razia terhadap 2 kantor akuntan besar dan jugarumah pengacara serta akuntan yang terbukti berupaya menghindari objek pajak yangdiperoleh dari money laundering. Contoh-contoh tersebut hanya menggambarkan situasi mikrodari satu konsekuensi bercampurnya “uang halal” yang secara resmi masuk dalam hitunganotoritas moneter dengan uang haram yang merupakan hasil kegiatan melawan hukumdalam bisnis keuangan internasional.

Pada situasi global, kegiatan money laundering dalam konsep akuntansi internasionalternyata mampu menjelaskan adanya defisit neraca transaksi berjalan dunia. Secara teoritisdan teknis, penjumlahan total nilai import dan pembayaran bunga seharusnya sama dengantotal nilai ekspor dan penerimaan bunga. Secara lebih rinci, bila sebuah komoditas diimpordan dibayar, namun tidak ada catatan bahwa seseorang telah menerima pembayaran tersebut.Lantas kemanakah uangnya? Beberapa sebab dapat dikemukakan seperti statistical erroratau (bukan mustahil) adanya secret money. Hal kedua tersebut diakui sebagai masalahyang pelik namun realitasnya memang terdapat permintaan pasar yang cukup kuat untuksecret money, tidak hanya dari para kriminal namun juga dari perusahaan-perusahaan danbahkan pemerintahan. Dalam kasus black hole di atas, 1) uang yang dibayarkan untuk barangatau jasa-jasa tersebut tidak pernah tercatat oleh perusahaan/ individu yang umumnyadengan berbagai alasan antara lain untuk menghindari pajak ataupun karena transaksitersebut ilegal (manipulasi oleh perusahaan swasta, suap kepada pejabat pemerintahan,dll).

Sejalan dengan praktek money laundering tersebut, saat ini perkembangan pasarkeuangan internasional telah memungkinkan terbukanya peluang untuk menampungrekening secret money. Hal ini antara lain ditandai dengan semakin maraknya InternationalOffshore Banking Centers (IOBC) di berbagai belahan dunia seperti Gambar 1.

1. Samuel, J.M et al. 1996. Management of Company Finance, 6th Ed. pp.22-23. Chapman & Hall, London.

Page 112: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

119Kajian Awal Tentang Money Laundering serta Implikasinya dalam Pasar Keuangan Internasional

Berkaitan dengan permasalahan tersebut, International Monetary Fund (IMF) 2)

berpendapat bahwa money laundering merupakan salah satu ancaman paling serius bagimasyarakat keuangan internasional khususnya dan sistem keuangan global pada umumnya.Sebagai gambaran turn over kegiatan money laundering saat ini telah melampaui batasimaginasi, yakni 2-5% dari GDP dunia, yang besarnya mencapai 300 – 400 milyar USD.Angka ini secara ekstrim dapat diartikan bahwa bisnis money laundering merupakan bisnisterbesar ketiga di dunia setelah forex market dan bisnis minyak dunia.

Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain memberikan gambaran yangmenyeluruh berkaitan dengan kegiatan money laundering, batasan, trend dan teknik umumyang digunakan, serta implikasinya bagi pelaku-pelaku transaksi-transaksi perbankaninternasional seperti bankir, regulator atau lembaga lain yang berwenang (bank sentral)serta pelaku-pelaku pasar finansial lainnya.

Dengan memiliki pemahaman yang cukup memadai, maka diharapkan dapatdiupayakan langkah-langkah efektif untuk mencegah terjadinya money laundering maupunlangkah-langkah represif seandainya money laundering terjadi dengan tetap mengacu padaUndang-undang ataupun regulasi yang berlaku secara internasional.

Secara rinci, bagian kedua tulisan ini akan memaparkan batasan, proses kegiatandan pelanggaran money laundering. Bagian Ketiga, mengupas beberapa implikasi yangsifatnya represif dan antisipatif terhadap kegiatan money laundering dan Bagian Keempatberisi Kesimpulan akhir.

II. Batasan, Teknik dan Regulasi dalam Kegiatan Money Laundering

A. Batasan dan Proses Kegiatan Money Laundering

Tak ada batasan money laundering secara umum, namun demikian money launderingsecara khusus dapat diartikan pencucian uang (laundering money from illicit proceeds), yaknisebagai suatu proses dimana para kriminal berupaya untuk menyembunyikan sumber dankepemilikan hasil-hasil aktivitas kriminal yang melawan hukum. Dalam textbook, ada empatfaktor yang umum terdapat dalam kegiatan money laundering. Pertama, pemilik uang dansumber sesungguhnya uang tersebut harus disembunyikan. Kedua, bentuk pengambilanuangnya harus diubah. Ketiga, jejak proses pencucian uang harus disamarkan dalamupaya menghilangkan jejak jika seseorang menelusuri proses uang dari awal hingga akhir.Keempat, pengawasan melekat terhadap uang (dirty money) harus dipertahankan.

2. _____________, 1997. The Finacial Action Task Force on Money Laundering, Annual Report.

Page 113: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

120 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Page 114: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

121Kajian Awal Tentang Money Laundering serta Implikasinya dalam Pasar Keuangan Internasional

Secara kronologis, kegiatan money laundering biasanya terdiri atas 3 proses yangberkelanjutan yakni:

1. Placement (Penempatan Dana)

Penempatan dana merupakan proses awal dalam money laundering yang ditandai denganpenyerahan secara fisik uang yang dihasilkan dari aktivitas melawan hukum sepertiperdagangan narkotika, obat-obatan terlarang, senjata gelap, penipuan/ penggelapan(fraud) serta hasil-hasil korupsi. Langkah ini disebut juga sebagai immersion yangmerupakan gabungan dari consolidation dan placement (Robinson, J, 1998) 3).

2. Layering (Pemilahan Dana)

Layering atau heavy soaping merupakan langkah kedua dalam money laundering yangditandai dengan pemilahan hasil-hasil ilegal tersebut dari sumber-sumber asalnyamelalui pembelian/transaksi-transaksi finansial seperti bearer bonds, forex market, stocks.Langkah lain yang sering dilakukan adalah menciptakan sebanyak mungkin accountdari perusahaan fiktif/semu dengan memanfaatkan aspek kerahasian bank dankeistimewaan hubungan antara nasabah bank dan pengacara. Hal ini dilakukan dalamupaya untuk menghilangkan jejak atau upaya audit sehingga seolah-olah merupakantransaksi finansial yang legal.

3. Spin Dry (Repatriation and Integration)

Spin dry merupakan gabungan dari langkah repatriasi dan integrasi. Proses yang terjadiadalah apabila hasil-hasil ilegal dari money laundering masuk kembali ke dalam sistemkeuangan dan muncul sebagai dana-dana bisnis yang wajar/ normal. Secara ringkas,proses pencucian yang dapat dilihat pada Gambar 2. Proses Pencucian Uang.

B. Teknik-Teknik Money Laundering

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh The FATF 4) (The Financial Action Task Force)sepanjang tahun 1996-1997, teknik-teknik yang dilakukan dalam pencucian uang dapatdikategorikan dalam 2 cara umum yakni:

1. Cara tradisional.Cara tradisional dalam money laundering adalah dengan cara menyelundupkan secarafisik uang tunai hasil transaksi ilegal ke luar negeri (perbatasan nasional suatu negara).Cara lain yang juga relatif konvensional adalah menggunakan pedagang valuta asing,lawyers maupun akuntan pribadi. Penggerebekan yang terjadi di London pada contoh

3. Robinson, Jeffrey. 1998. Laundrymen. Pocket Books, London4. ____________, 1997. The Financial Action Task Force on Money Laundering, Annual Report.

Page 115: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

122 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

Page 116: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

123Kajian Awal Tentang Money Laundering serta Implikasinya dalam Pasar Keuangan Internasional

kasus di atas jelas menunjukkan kecurangan seorang pengacara/akuntan dalammenyembunyikan hasil-hasil kejahatan seperti money laundering.

2. Cara-cara Modern.Berkembangnya teknologi baru dibidang perbankan antara lain elektronic money (e–money) telah memberikan ancaman baru dalam teknik money laundering yang lebihcanggih. Tiga cara yang mungkin dilakukan adalah melalui : Stored value cards, internet/network based systems dan hybrid systems. Namun demikian, aplikasi ke tiga cara inidalam sistem pembayaran masih relatif belum termanfaatkan. Hal yang sulit untukdilacak justru hasil-hasil ilegal yang ditransfer melalui International Electronic FundTransfer. Berdasarkan pengalaman di Inggris, ciri-ciri yang sering dilakukan oleh moneylaunderer antara lain menggunakan institusi yang terkait (perbankan) serta PedagangValuta Asing (PVA), lawyer, serta accountant.

2.1. Bank sebagai money laundererSalah satu contoh yang sangat berharga berkaitan dengan kasus money launderingadalah skandal yang dilakukan oleh The Bank of Credit and Commerce International(BCCI) pada tahun 1991. Bank yang didirikan di Luxembourg tahun 1972 olehpengusaha Pakistan (Agha Hasan Abedi), dalam perjalanannya asset bank tumbuhdengan cepat hingga mencapai USD 20 milyar dan mempunyai cabang di 70 negara.Namun sayangnya bank tersebut mengirimkan dananya ke rekening rahasia diCayman Islands, dimana tempat tersebut banyak uang hasil curian. Diperkirakanhampir setengah assets bank telah hilang (disappeared). Penggelapan uang tersebuttidak hanya menjadi kegiatan bayangan BCCI, namun BCCI diperkirakan jugamembantu diktator seperti Sadam Hussein (Irak), Manuel Noriega (Panama) danFerdinand Marcos (Philipina) dalam mencuri uang dari negaranya, serta bertindaksebagai bankir dari kelompok Abu Nidal. Tidaklah mengejutkan bila BCCIdiplesetkan artinya menjadi “Bank of Crook and Criminals, Inc”.

Bagaimana BCCI menjalankan aktivitas penggelapan dalam waktu yang cukuplama? Jawabannya adalah sulitnya mengatur bank yang beroperasi di banyaknegara. Meskipun kantor pusat BCCI di London, namun lemahnya peraturan bankoleh Institut Monetaire Luxembourgeois (IML) di Luxembourg, mengakibatkan BCCIberoperasi bebas dari peraturan pemerintah selama 15 tahun. Pada tahun 1987,IML mencapai persetujuan dengan tujuh negara dimana BCCI beroperasi, tetapimasih belum dapat menelusuri aktivitas bank tersebut. Pada musim semi tahun1990 IML dapat menemukan beberapa bukti penggelapan dan pada Juli 1991perusahaan akuntan Price Waterhouse menemukan dokumen serta menyerahkanpada Bank of England, selanjutnya BCCI dinyatakan ditutup. Kerugian deposan

Page 117: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

124 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

dan pemegang saham dari colapse-nya BCCI sudah tak terhingga dan pengawasbank dalam hal ini Bank of England sulit disalahkan atas kelambanan menuntaskanskandal tersebut. Setahun setelah BCCI colapse, the Basle Committee barumengumumkan dan menyetujui standarisasi dari peraturan bank internasional.

2.2 Payable through accountSalah satu cara yang juga tergolong cukup modern dan sering digunakan olehmoney launderers adalah payable through account (lihat Gambar 3). Pada gambartersebut diilustrasikan adanya pembelian US bonds yang pembayarannya dilakukanmelalui account oleh client bank yang kemudian diperjual belikan pada level nasabahclient bank tersebut (third bank) dan diteruskan pada level nasabah third bank. Melaluitransaksi beberapa jenjang tersebut pada level terbawah yaitu pada level nasabahthird bank tersebut para money launderers banyak melakukan aktivitasnya untukmemasukkan dananya ke dalam sistem jasa keuangan bank.

C. Regulasi Kegiatan Money Laundering

Sebagaimana diketahui, bank ataupun lembaga finansial lainnya merupakan lembaga-lembaga yang sangat rentan bagi kemungkinan penyusupan hasil-hasil transaksi ilegal(secret money). Rentannya lembaga-lembaga tersebut dari kegiatan money launderingdimungkinkan baik dalam proses placement, layering maupun integration.

Berkaitan dengan upaya untuk mencegah dan memerangi kegiatan money launderingtersebut, perlu adanya aturan hukum yang mengikat secara internasional dan berkekuatanhukum yang tetap. Rezim yang dapat dijadikan contoh untuk pencegahan kegiatan moneylaundering adalah Inggris. Mengapa demikian, karena London sebagai salah satu pusatpasar keuangan terbesar dunia, merupakan target yang menarik bagi para pencuci uang.Pasar finansial London yang terkenal dengan kemajuan dan transparannya sangat memberipeluang untuk memuluskan tahapan-tahapan kegiatan money laundering, apakah ituplacement, layering dan integrasi. Kondisi ini lebih membuka peluang setelah diperkenalkanEuro sebagai mata uang tunggal Eropa yang secara tidak langsung telah menurunkankontrol dan hambatan-hambatan dalam rangka pasar tunggal Eropa, khususnya untukmobilitas barang-barang, jasa, orang dan modal secara leluasa di seluruh Eropa.

Dalam rangka merespon hal-hal tersebut di atas, beberapa ketentuan perundangantelah disahkan oleh oleh Parlemen Inggris, yakni antara lain:

1. Ketentuan Primer (Tier 1)

1) Drug Trafficking Offences Act 1986 (DTOA)2) Criminal Justice Scotland Act 1987 (CJSA)

Page 118: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

125Kajian Awal Tentang Money Laundering serta Implikasinya dalam Pasar Keuangan Internasional

Page 119: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

126 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

3) Criminal Justice Act 1988 (CJA88)4) Prevention of Terrorism (Temporary Provisions) Act 1989 (POTA)5) Criminal Justice (Int. Cooperation) Act 1990 (CJCA)6) Criminal Justice (Confiscation) ( Northern Ireland) Order CJO 19907) Northern Ireland Act 1991, (NIEPA)8) Criminal Justice Act 1993 (CJA93)

2. Ketentuan Sekunder (Tier 2)

Ketentuan sekunder yang merupakan bentuk dari Money Laundering Regulation 1993secara khusus ditujukan pada lembaga keuangan. Peraturan tersebut mensyaratkan bagisemua lembaga keuangan, dan sejenisnya untuk membuat sistem untuk menghalangiterjadinya money laundering. Prosedur pencegahan terhadap terjadinya money launderingyang umumnya digunakan pada lembaga- lembaga keuangan adalah sebagai berikut:

a) Sistem Kontrol.Sistem ini berupa peraturan yang meliputi prosedur internal control dan komunikasi tepatpada lembaga-lembaga keuangan yang bertujuan mencegah dan menghalangi terjadinyamoney laundering.

b) Identifikasi dan Verifikasi.Setiap calon nasabah harus diidentifikasi dan diverifikasi bahwa yang bersangkutanmemang memenuhi syarat sebagai applicant for business.

c) Uji/Pemeriksaan atas Transaksi.Ketentuan ini menjamin pegawai dari waktu ke waktu diberikan kesempatan mengikutipelatihan dalam upaya mengenali dan menguasai transaksi yang dilakukannya sendiriatau atas nama orang lain , yang sangat berpotensi dimanfaatkan pihak lain untukmoney laundering.

d) Pencatatan.Dalam kaitan ini, pencatatan dapat dibagi dua yaitu, pencatatan yang berhubungandengan pembukaan rekening nasabah baru (client) atau identitas counterparty danpencatatan yang berhubungan dengan transaksi yang dilakukan oleh client atau counterparty.

e) Pelaporan.Prosedur pelaporan antara lain mencakup laporan identifikasi orang dalam suatuorganisasi, kepada siapa informasi tersebut harus dibuat; apa jenis informasinya; masalah-masalah yang muncul dan pegawai yang menanggulanginya; pendapat orang yangmenanggulangi masalah tersebut dalam upaya meningkatkan pengetahuan terutamamengenai dasar kecurigaan terhadap orang yang melakukan money laundering.

f) Pendidikan dan Pelatihan.Prosedur ini sangat dibutuhkan bagi seluruh personil perbankan dan lembaga terkait

Page 120: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

127Kajian Awal Tentang Money Laundering serta Implikasinya dalam Pasar Keuangan Internasional

dalam upaya peningkatan kualitas pemahaman terhadap pekerjaan yang dijalani sertakontribusinya terhadap pengawasan internal.

g) Tindakan hukum.Prosedur ini merupakan langkah terakhir yang harus dilakukan dan biasanya berupainvestigasi oleh National Criminal Inteligent Service (NCIS).

3. Ketentuan Tambahan (Tier 3)

Ketentuan tambahan ini lebih merupakan petunjuk teknis yang diterbitkan oleh TheJoint Money Laundering Steering Group (JMLSG) yang ditujukan bagi bank-bank dan lembagakeuangan lainnya, asuransi dan lembaga investasi lainnya. Buku ketentuan ini biasanyadisebut sebagai the read book untuk perbankan, yellow book untuk bisnis investasi swasta,dan green book untuk bisnis asuransi.

4. Pelanggaran Hukum dalam Money Laundering

Berdasarkan perundangan di Inggris (Criminal Justice Act 1993/ CJA) tersebut diatas, terdapat 5 pelanggaran utama yang dapat dikategorikan sebagai tindakan moneylaundering, yaitu:

a) Membantu seseorang untuk menyimpan hasil-hasil kejahatan. Tindakan ini digolongkansebagai pelanggaran bagi seseorang yang memberikan bantuan kepada money laundereruntuk memperoleh, menyembunyikan, menguasai, atau menginvestasikan dana jika danayang bersangkutan diketahui atau dicurigai merupakan hasil penerimaan kriminal.

b) Mengakuisisi , memiliki , dan menggunakan hasil dari kegiatan kriminal. Seseorangdianggap bersalah melakukan pelanggaran jika dia mengetahui sebagian ataukeseluruhan kekayaan orang lain baik secara langsung atau tidak langsung berasal darihasil kejahatan, dan secara langsung atau tidak langsung dia menguasai ataumenggunakan atau memiliki kekayaan tersebut.

c) Menyembunyikan atau mentransfer penerimaan untuk menghindari tindakanpencegahan atau perintah penyitaan. Dibawah aturan CJA seseorang dianggapmelakukan pelanggaran apabila menyembunyikan, menyamarkan, mengubah,melakukan transfer atau menyembunyikan kekayaan dari pengadilan baik secaralangsung maupun tidak langsung, seluruh atau sebagian penerimaan yang berasal darikegiatan kriminal.

d) Menggagalkan usaha penyingkapan atau kecurigaan dari praktek money laundering. CJAmensyaratkan siapapun sehubungan dengan transaksi yang dilakukan, profesi, bisnis,atau pegawai yang mengetahui atau mencurigai orang lain melakukan money laundering

Page 121: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

128 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

harus melaporkan informasi tersebut pada polisi sesegera mungkin. CJA hanya mentolerirkesalahan atas kecurigaan yang dilaporkan dengan alasan yang dapat diterima.

e) Tipping off (Peringatan). Suatu pemaksaan terhadap keterbukaan konsumen atau pihakketiga untuk menyampaikan informasi pada pihak yang berwenang bahwa telah terjadipraktek money laundering atau adanya rencana money laundering. Hal ini berarti bahwaseseorang dianggap melanggar hukum apabila tidak melaporkan kepada pihakberwenang apabila mengetahui adanya praktek money laundering.

III. Beberapa Upaya Represif dan Antisipatif terhadapKegiatan Money Laundering

Sebagaimana diuraikan di atas, kegiatan money laundering memiliki dampakinstabilitas pada sistem finansial dunia. Faktor instabilitas tersebut tidak hanya bersumberdari turn over yang sangat besar (300 – 400 milyar USD per tahun), namun juga berasal dariperkembangan teknologi seperti EFT (cyber payment) yang memungkinkan pembayarantransfer berlangsung dengan mobilitas yang tinggi dengan mengoptimalkan jaringanperbankan internasional sebagai lembaga intermediasi.

Kondisi ini memberikan suatu implikasi yang sangat luas dan kompleks dalam upayamenciptakan kestabilan masyarakat global di pasar finansial. Implikasi tersebut menuntutadanya suatu langkah kerjasama preventif dan represif yang berskala internasional terhadapkegiatan money laundering. Satu upaya upaya penting yang telah dilakukan oleh masyarakatinternasional adalah dibentuknya FATF yang salah satu rekomendasinya menyatakanbahwa “countries should monitor the physical cross border transportation of cash and bearerinstruments without impeding in any way the freedom at capital movement”. Rekomendasi inimerupakan kunci utama dalam pemahaman konsep “know your customer” approach.

Sejalan dengan hal tersebut, BIS melalui Basle Committee pada bulan September 1997juga menetapkan prinsip utama dalam supervisi perbankan yang efektif yang berbunyi “Banking supervisor must determine that banks have adequate policies, practices and procedures inplace, including strict “know your customer” rules, that promote high ethical and professional standardsin the financial sector and prevent the bank being used, intentionally or unintentionally, by criminalelements”.

Dalam kaitan di atas, FATF memberikan 40 rekomendasi langkah-langkah utamadalam memerangi kegiatan money laundering, yang secara pokok dapat dijabarkan sebagaiberikut:

a) Introduksi sistem SAR (suspicious activity reporting system) yang baru.b) Modifikasi sistem pelaporan transaksi mata uang (CTR= Currency Transaction Reporting

System).

Page 122: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

129Kajian Awal Tentang Money Laundering serta Implikasinya dalam Pasar Keuangan Internasional

c) Perluasan daftar tindakan pelanggaran money laundering dalam memberantas terorisme,pelanggaran migrasi dan kesehatan.

d) Peningkatan kerjasama antar negara dan perwakilan industri keuangan global dalamupaya melawan kegiatan money laundering melalui penetapan kelompok kerja.

e) Implementasi proyek Gateway yang menyediakan data-data inteligen keuangan secaraon line antar negara dan pemerintah-pemerintah daerah.

f) Penetapan aturan baru dalam pencatatan transfer-transfer dana (system at determineinternal control, policies and prosedures).

g) Memperluas upaya pelaksanaan hukum dan pengaturan hukum dalam memerangikegiatan money laundering.

h) Staff Training : dalam rangka mengenali dengan baik dan menangani transaksi-transaksiyang mencurigakan, staf pelaksana harus menerima pelatihan khusus money laundering.5 kelompok yang diharuskan mengikutinya adalah:

1. Pegawai baru (New employees).Pelatihan terhadap pegawai baru sebaiknya mencakup latar belakang terjadinyamoney laundering; pelaporan kondisi yang terjadi; jaminan hukum yang dilaporkan;dan jaminan perorangan menurut ketentuan yang berlaku.

2. Dealers and sales staff.Pelatihan terhadap dealer/staf lainnya seharusnya juga mencakup tanggung jawabsecara hukum; pengenalan terhadap faktor-faktor yang mencurigakan;kebijaksanaan perusahaan terhadap adanya kasus-kasus pengecualian; sistempelaporan; dealing dengan customer yang jarang dilakukan (antara lain transaksikas dalam jumlah besar/ bearer securities).

3. Account Opening staff.Pelatihan terhadap petugas front office harus meliputi prosedur-prosedur identifikasidan verifikasi ( sebagai contoh, pengecekan akan kecocokan identitas investor),mengenali secara baik proses settlement/payment/delivery instructions yang diluar bataskewajaran.

4. Supervisors/ Manager.Pelatihan terhadap manajer yang memberikan instruksi, lebih ditekankan padadetail mengenai ketentuan perundang-undangan yang berlaku meliputi identifikasi,pencatatan, pelaporan prosedur serta tindakan pinalti.

5. Reporting Officers.Pendalaman materi pelatihan terhadap kelompok staf ini meliputi seluruh aspekperundangan-undangan, peraturan dan prosedur internal, validasi, dan laporantransaksi yang mencurigakan.

Page 123: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

130 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999

IV. Penutup

Dari pokok-pokok rekomendasi yang diberikan oleh FATF di atas, dapat ditarikbeberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dengan semakin berkembangnya kegiatan/transaksi-transaksi illegal internasional,maka upaya pemberantasan terhadap kegiatan money laundering merupakan real testcase bagi masyarakat dan sistem keuangan internasional. Mengapa demikian? Karenaanti money laundering measures membutuhkan kerjasama internasional yang haruskondusif baik bersifat multilateral maupun bilateral (antar dua negara). Sebagaimanakita ketahui, bahwa setiap negara memiliki prioritas yang berbeda-beda khususnyadalam menghadapi kegiatan/praktek money laundering. Perbedaan visi dan persepsi initentunya akan berimplikasi pada kelompok-kelompok kerja yang dibentuk oleh FATF.

2. Berkaitan dengan butir (1), para anggota kelompok kerja FATF ataupun masyarakatkeuangan internasional sudah selayaknya menerapkan aturan-aturan standar minimumdalam upaya memerangi kegiatan money laundering misalnya keseragaman penggunaansistem SAR, CTR maupun Gateway Intelligence System. Hal ini berarti, bahwa apabilaterdapat negara-negara yang tidak mematuhi kesepakatan bersama tersebut akanmendapatkan pinalti yang dapat berupa punitive taxes atas transaksi-transaksi yangterbukti berkaitan dengan money laundering di pasar finansial di negara yangbersangkutan, ataupun tidak diakuinya transaksi keuangan yang terjadi di negaratersebut secara internasional (default).

3. Konsekwensi lain, khususnya bagi lembaga pengawas perbankan ataupun lembagakeuangan lainnya, adalah bahwa kualitas supervisi terhadap transaksi finansial olehbank khususnya harus senantiasa ditingkatkan. Peningkatan tersebut dapat diupayakandalam bentuk investigasi khusus terhadap asal modal disetor, asal dana-dana pihakketiga yang diterima, dan transaksi finansial yang dilakukan khususnya transaksi-transaksi off balance sheet. Hal ini sangat penting mengingat dalam banyak kasus moneylaundering, lembaga perbankan seringkali dipergunakan sebagai intermediasi olehpelaku tindakan kriminal yang tidak mustahil juga dibantu oleh adanya moral hazardoleh karyawan bank sendiri (contoh kasus BCCI, 1991).

4. Secara taktis, tindakan yang paling efektif dalam menangkal kegiatan money launderingpada lembaga perbankan adalah mendeteksi sedini mungkin aktivitas kriminal tersebutpada titik paling crucial yakni pada saat hasil-hasil ilegal tersebut masuk ke dalamsistem perbankan/keuangan (placement process). Dalam konteks ini maka pendekatan“know your customer rule” menjadi acuan yang sangat mendasar dalam menggali informasicalon nasabah bank. Jika langkah preventif ini diterapkan secara universal terhadapsemua lembaga keuangan/ jaringan perbankan internasional, maka kecil kemungkinan

Page 124: Krisis Moneter Indonesia Sebab, Dampak, Peran Imf Dan Saran

131Kajian Awal Tentang Money Laundering serta Implikasinya dalam Pasar Keuangan Internasional

money launderer akan mampu menembusnya. Sebaliknya bila langkah tersebut tidakberhasil, maka money launderer akan selalu mencari titik terlemah dari sistem jaringankeuangan internasional, baik melalui International offshore Banking Centre (IOBS) yangmemiliki insentif pembebasan pajak dan longgarnya peraturan ataupun memanfaatkannegara-negara/ lokasi yang relatif tidak/ belum terjangkau oleh hukum internasional.

Daftar Pustaka1) Abrahamson, Jeffrey.1996. Money Laundering: Butterworths. Journal of International Banking

and Financial Law, July – August.

2) Camdesus, Michael.1998. Money Laundering: The Importance of InternationalCountermeasures, Paris (Feb 10).

3) Hayaes, Andrew.1996. Payable Through Accounts and Money Laundering. Legal Analysis.Pp 29-31.

4) Morris, Allan.1995. Money Laundering: The Regim in the United Kingdom, pp 350.

5) Parlour, Richard.1995. International Guide to Money Laundering and Practice, Butterworths.

6) Reuters News.1999 (March 31). Bancomer and Banca serfin Plead Guilty to Money Laundering.

7) Richard, Barry, et al.1998. Guide to Financial Services Regulation, 3rd Edition, CCH Inc.Illinois, USA.

8) Robinson, Jeffrey.1998. Laundrymen, Pocket Books, London.

9) The Banker, 1998 (Feb). Money Laundering: The Sky’s the Limit, pp 52-53.

10) _________. 1997. The Financial Action Task Force on Money Laundering, Annual Report.


Recommended