Download pdf - KUBUS buletin edis 1

Transcript

KUBUS buletinKomunitas Budaya dan Seni

Dalam khazanah keislaman klasik (baca: turats) ada sebuah hadits Rasulullah Muhammad Saw yang cukup tenar. Diriwayatkan oleh banyak rawi seperti Imam Ahmad dan Abu Dawud. Dalam hadits itu Rasulullah Saw sebagai pembawa risalah ketuhanan (hamil risalah ilah) menyebutkan sejarah agama terdahulu. Agama Yahudi terpecah belah menjadi 71 sekte atau golongan dan Agama Nashrani (Kristen) 72 sekte. Rasulullah Saw juga telah memprediksi jika umatnya kedepan akan terpecah belah menjadi 73 sekte. Yang lebih ekstrim lagi, dari sekian banyaknya hanya satu sekte yang dijanjikan

surga.Beruntung sekali ketika itu

ada seorang sahabat yang bertanya langsung kepada Rasulullah Saw tentang satu golongan tersebut. Maka dijawab oleh beliau, mereka yang masuk surga adalah golongan ma ana alayhi wa ashhabi yaitu 'mereka yang berpedoman kepadaku dan para sahabatku'.

Pada perkembangannya istilah ma ana alayhi wa ashhabi ini melahirkan banyak istilah. Ada yang memberinya istilah al-firqah al-najiyah (sekte yang selamat) dan al-sawad al-a'dham (golongan mayoritas) sebagaimana hadits Rasulullah Saw riwayat Imam Ibnu Majah. Kemudian dalam sejarah keislaman lahirlah banyak sekte dalam berbagai bidang terutama teologi, sebut saja Syi'ah, Khawarij, Murji'ah, Jabariyah, Asy'ariyah dan Maturidiyah. Masing-masing dari mereka mengaku dirinyalah sebagai firqah najiyah.

Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdhatul Ulama (NU), mengartikah istilah firqah najiyah dengan sekte ahlussunnah wal jamaah. Salah satu tendensi beliau karena ahlussunnah wal

jamaah adalah sekte yang paling banyak pengikutnya (mayoritas) dari umat Islam seluruh dunia, sejak dahulu hingga kini. Masdar Farid Mas'udi pernah megatakan bahwa jumlah umat Islam sebanyak 1,3 miliyar, peganut ahlussunnah wal jamaah sebanyak 1 miliyar sedangkan sisanya sekitar 200 juta umat Islam menganut paham non ahlussunnah wal jamaah.

Aliran Islam di IndonesiaDi Indonesia sendiri,

organsasi-organisasi Islam banyak yang mengaku berhaluan ahlussunnah wal jamaah. Ini dipelopori oleh dua organisasi besar NU dan Muhammadiyah. Sedangkan diluar keduanya masih ramai dibicarakan apakah termasuk ahlussunnah wal jamaah atau tidak, seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia), MTA (Majelis Taklim Alquran), Ingkar Sunnah, Salafiyun, Wahhabiyah, Syi'ah, HTI (Hizbuttahrir Indonesia), Ahmadiyah dan sebagainya.

Nur Hidayat Muhammad (2012: 6) menuturkan ada gerakan atau organisasi Isam yang secara umum ideologinya tidak keluar dari

Edisi PerdanaAhad 30 Juni 2013

ahlussunnah wal jamaah hanya saja sebagian fatwa dan amaliahnya butuh diluruskan seperti Jamaah Tabligh (JT), Jamaah Rifaiyyah dan Jamaah Shalawat Wahidiyah.

Selain disebutkan diatas, Machasin (2012: 162) menyebutkan tidak sedikit pula jumlah kelompok eksklusif Islam di Indonsia, baik yang sudah berdiri lama maupun yang baru muncul belakangan. Diantaranya Islam Wetu Telu di Lombok, Islam Abangan di Jawa, Darul Arqam yang didirikan oleh Syaikh M. Suhaimi asal Wonosobo dan Majelis Mujahidin.

Sedangkan dalam paradigma pemikiran Islam di Indonesia pun dibagi menjadi beberapa kelompok. Mambaul Ngadimah dalam salah satu artikelnya dalam Jurnal Innovatio (2008: 280) menyebutkan ada enam kelompok yakni tradisionalisme, post-tradisionalisme, modernisme, neo-modernisme, revivalisme dan fundamentalisme (belum lagi liberalisme dan ekstrimisme). Masing-masing memiliki pandangan sendiri dengan alasan berdasarkan hasil ijtihad terhadap ajaran-ajaran Islam yang boleh jadi benar, kurang benar atau tidak benar. Paling tidak paradigm pemikiran masing-masing mungkin benar dalam konteks ruang dan waktu yang melingkupinya.

Ittihad sebagai SolusiPada ajang Musabaqah

Tilawatil Quran (MTQ) tingkat Provinsi Jatim ke-XXV tahun 2013 di Surabaya, tema tersebut di atas diangkat sebagai lomba cabang Musabaqah Makalah Ilmiah Quran (M2IQ) yang berlangsung pada 17-24 Juni 2013. Kebetulan, penulis salah satu dari 38 peserta lomba itu.

Dr. H. Abdul Kadir Riyadi, Ph.D sebagai ketua dewan hakim dalam perlombaan tersebut mengatakan bahwa meski sejak dahulu Islam memiliki keragaman pemahaman bahkan sampai terjadi sekte-sekte akan tetapi para ulama tidak menunjukkan arogansi intelektual. Nama madzhab dinisbatkan kepada pendirinya, seperti sekte Asy'ariyah (Abu Hasan al-Asy'ari), Maturidiyah (Abu Manshur al-Maturidi), Malikiyah (Imam Malik), Syafiiyah (Imam Al-Syafii), dan sebagainya-sekalipun ada beberapa yang tidak demikian.

Menurut hasil perenenungan penulis buku Show Me Things as They are (University of Cape Town, 2003) ini hal ini menunjukkan kerendahan hati pendiri madzhab da para pengikutnya. Berbeda dengan istilah-istilah yang diberikan Negara Barat kepada kelompok Islam di Indonesia justru sebagai adu domba. Seperti NU dengan istilah 'Islam Tradisionalis'

dan Muhammadiyah sebagai 'Islam Modernis'.

Baik, meski Islam kini berpecah belah menjadi sekian banyak sekte bahkan sampai konflik internal berkepanjangan yang sulit didamaikan, penulis menawarkan adanya persatuan (ittihad) dalam ranah sosial. Sejarah telah membuktikan bahwa dalam ranah ideologi, intelektual, spiritual sampai ibadah ritual sudah berabad-abad lamanya Islam tidak bisa berjabatan tangan. Maka solusinya biarlah itu berbeda tetapi kompak dalam merentas kemiskinan, mencerdaskan anak bangsa, mensejahterakan nasib guru serta memberantas korupsi.

Di antara jalan menuju ittihad tersebut, pimpian organisasi atau sekte Islam di Indonesia harus mendirikan Baitul Mal yaitu sebuah lembaga yang mengelola uang seluruh umat Islam secara professional dan amanah melalui dana zakat, infaq dan shadaqah. Dana itu akan disalurkan secara sosial kepada yang membutuhkan.

Dengan demikian Islam benar-benar dirasakan kemanfaatannya bagi seluruh umat. Sebuah langkah ringan aplikasi dari firman Tuhan Wa ma arsalnaka illa rahmatan lil alamin.

Penulis adalah Mahasiswa Mahad Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng Jombang dan kader intelektual muda Nahdhatul Ulama.