A. PEMERIKSAAN FISIK PADA SISTEM RESPIRASI
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemeriksaan fisik pada sistem
respirasi, mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan fisik pada sistem
respirasi dengan tepat dan benar.
2. Deskripsi
Melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis pada sistem respirasi yang
dimulai dari pemeriksaan penampilan umum, pemeriksaan hidung, pemeriksaan
thoraks dan paru dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
3. Tujuan
Mengidentifikasi keadaan anatomis dan fisiologis sistem respirasi.
4. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi
Dilakukan pada individu yang mengalami gangguan pada sistem respirasi
Kontraindikasi
-
5. Konsep yang Mendasari
Sistem Respirasi
Sistem respirasi di bagi menjadi saluran pernapasan atas dan saluran
pernapasan bawah. Kedua sistem tersebut berfungsi bersama-sama sebagai satu
unit, akan tetapi kondisi masing-masing tersebut berbeda dalam
perkembangannya. Sistem respirasi memungkinkan terjadinya pertukaran udara
dan turut memelihara fungsi seluler. Sistem ini terdiri dari jalan napas, paru-
paru, dan stuktur-struktur lainnya yang berhubungan.
Tujuan utama sistem respirasi adalah penyerapan oksigen dengan
memindahkan oksigen tersebut dari atmosfer udara ke alveoli, di alveoli
kemudian terjadi proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida. Gas
1
karbondioksida dikeluarkan dari darah kemudian diganti dengan oksigen dari
atmosfer udara luar. Struktur saluran napas atas meliputi: hidung dan sinus,
faring, laring dan trakea. Saluran napas bagian bawah terdiri dari bronchi,
bronchiolus, saluran pembuluh alveolar, dan alveoli. Struktur ini memberikan
ventilasi atau tempat pertukaran gas untuk menjaga oksigenasi bagi semua sel,
jaringan, dan organ. Kondisi yang mengganggu ventilasi dan pertukaran gas di
paru-paru bisa menyebabkan gangguan pernapasan dengan kadar yang berbeda-
beda. Pasien akan mengalami serangkaian gejala dari yang paling ringan
berawal dari timbulnya napas pendek hingga ke tahap gagal napas pada titik
kritis.
Sistem respirasi memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup
makhluk hidup termasuk manusia. Seperti sistem tubuh lainnya, fungsi sistem
respirasi harus dipertahankan integritasnya karena adanya gangguan sistem
respirasi, dimanapun lokasi kelainannya dapat mengancam kehidupan individu.
Fugsi normal pernapasan tergantung kepada tiga faktor berikut:
1. Integritas sistem jalan napas untuk transport udara dari dan ke paru-paru.
2. Fungsi sistem alveolar dalam paru-paru untuk mengoksigenasi darah vena
dan untuk mengangkut karbondioksida dari darah.
3. Fungsi sistem kardiovaskuler untuk membawa oksigen ke sel termasuk
membawa zat-zat nutrien lainnya serta dalam mengangkut produk buangan
keluar tubuh.
Adanya gangguan pada satu atau keseluruhan faktor di atas dapat
menjadi penyebab gangguan proses oksigenasi yang dalam keadaan fatal dapat
berdampak langsung kepada terancamnya kehidupan individu. Upaya
penatalaksanaan gangguan sistem respirasi sangat ditentukan kepada penguasaan
anatomi fisiologi sistem respirasi dan pemeriksaan fisik individu. Oleh karena
itu, perawat dituntut untuk dapat bertindak tepat dan cepat dengan dilandasi
kemampuan mengkaji dimana kelainan sistem respirasi terjadi. Pemeriksaan
fisik memegang kunci untuk menentukan pada fase mana klien mengalami
gangguan respirasi.
2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu komponen dalam pengkajian.
Pengkajian terdiri dari pengkajian riwayat kesehatan, pemeriksaan, dan prosedur
diagnostik. Pengkajian bertujuan untuk menggali data yang saling mendukung
sehingga dalam penentuan masalah keperawatan menjadi lebih terarah dan tepat.
Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasalis
Hidung merupakan jalan pertama yang harus dilalui udara saat masuk
kedalam sistem jalan napas. Tiga proses harus dijalani udara yang masuk yaitu
filtrasi (penyaringan), penghangatan dan pelembaban. Gangguan pada struktur
dan fisiologis pada rongga hidung menjadi penyebab terjadinya gangguan
oksigenasi pada tahapan ventilasi.
Kondisi seperti terjadinya deviasi septum nasal, pembesaran concha
(dalam upaya penghangatan dan pelembaban udara yang masuk) serta
meningkatnya sekresi membawa dampak pada penurunan kemampuan
penghantaran udara dari atmosfer ke paru-paru.
Sinus paranasalis sering mengalami peradangan dan dikenal dengan
sinusitis. Kondisi ini bisa terjadi sebagai akibat adanya peradangan pada rongga
hidung yang kemudian menyebar melalui saluran drainage ke masing-masing
sinus dan dapat disebabkan adanya obstruksi di rongga hidung sehingga sekresi
tidak dapat keluar tetapi tertahan dan bisa terjadi aliran balik menuju sinus-sinus
paranasalis.
Pemeriksaan Leher
Pemeriksaan leher ditujukan pada pemeriksaan trakea melalui palpasi.
Pada beberapa keadaan patologis, letak trakea yang asalnya berada pada garis
tengah leher dapat menyimpang sebagai respon terhadap upaya optimalisasi
penyaluran udara ke bagian paru.
Pemeriksaan Thoraks dan Paru-Paru
Thoraks dan paru-paru merupakan unit yang sangat penting untuk
diperiksa dalam pemeriksaan fisik sistem respirasi. Dalam pengkajian untuk
menentukan proses gangguan napas (ventilasi dan difusi) suara paru sangat
penting untuk diidentifikasi.
3
6. Alat yang Dibutuhkan
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan fisik pada sistem respirasi, terdiri dari:
Nasal speculum
Penlight
Metline
Stetoskop
Sarung tangan (jika diperlukan)
7. Standar Operasional Prosedur
Format Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi
1. PENGKAJIAN
1.1 Memberi salam terapeutik kepada klien dan keluarga
1.2 Memberitahu klien dan atau keluarga tentang prosedur tindakan
(pemeriksaan fisik) yang akan dilaksanakan (alasan, tujuan, kerjasama yang
diharapkan dari klien)
1.3 Mengkaji kesiapan klien
2. PERSIAPAN
2.1 Cuci tangan
2.2 Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan :
Nasal speculum
Penlight
Metline
Stetoskop
Sarung tangan (jika diperlukan)
3 PELAKSANAAN
3.1 Dekatkan troli alat pemeriksaan fisik ke dekat klien
3.2 Cuci tangan
Menggunakan sarung tangan bila pada klien yang menderita penyakit
menular (AIDS, Hepatitis B)
3.3 Menjaga privacy klien
4
Mendekati dan mengidentifikasi klien
Jelaskan prosedur kepada klien dengan bahasa yang jelas
Memasang sampiran
3.4 Atur posisi klien
Mengatur klien dalam posisi yang nyaman menurut klien dan perawat
3.5 Penampilan umum :
Warna kulit, warna kuku, clubbing finger, frekuensi napas, kedalaman dan
ritme pernapasan, smell of breath, CRT, konjuctiva
3.6 Pemeriksaan hidung
Inspeksi :
Eksternal hidung: bentuk, ukuran, warna kulit, adanya deformitas
(perubahan bentuk) atau inflamasi dan pernapasan cuping hidung (PCH)
Ada/tidaknya keluaran dari hidung
Secara normal tidak terdapat pengeluaran sekret.
Cek passage udara dari masing-masing lubang hidung
Periksa kepatenan rongga hidung dengan menutup satu lubang hidung,
minta klien untuk menarik napas dan mengeluarkannya. Ulangi hal
tersebut dengan menutup lubang hidung yang satunya. Udara dapat
keluar masuk melalui lubang hidung yang terbuka.
Mukosa hidung (warna, lesi, discharge, pembengkakan dan perdarahan)
Membran mukosa tampak kemerahan, biasanya lebih kemerahan
daripada membran mukosa pada mulut. Tidak terdapat pembengkakan
dan perdarahan.
Septum dan turbinate (alignment, perforasi dan perdarahan)
Nasal septum dalam keadaan normal berada pada bagian medial, posisi
tegak tanpa adanya deviasi.
Turbinate (concha) terletak pada dinding lateral rongga hidung, dalam
keadaan normal tidak terjadi pembesaran atau penonjolan. Bila terjadi
pembesaran bisa disebabkan sebagai reaksi upaya penghangatan udara
yang dingin atau karena reaksi alergi.
Lubang hidung (warna, discharge, massa, lesi, edema)
Palpasi :
5
Maxillary sinus dan frontal sinus
Sinus Frontalis
Lakukan penekanan langsung diatas area sinus frontalis: diatas alis
mata dengan menggunakan ibu jari.
Sinus Maksilaris
Penekanan dengan ibu jari pada tulang pipi mengarah ke bagian atas.
Dalam keadaan normal, penekanan ini tidak menimbulkan nyeri. Nyeri
dirasakan apabila pada sinus tersebut terjadi peradangan atau yang
disebut sinusitis.
Sinus ethmoidalis dan sphlenoidalis tidak dapat diperiksa melalui
palpasi ini karena letaknya yang dalam pada tulang tengkorak.
Pemeriksaan thoraks dan paru
Inspeksi:
o Bentuk dada: diameter AP-lateral (barrel, pigeon, funnel)
Bentuk dada normal memiliki diameter anterior posterior berbanding
diameter lateral, kurang lebih 2:1.
Barrel Chest : Bentuk dada ini terjadi karena hasil hiperinflasi paru.
Hiperinflasi ialah terjebaknya udara akibat saluran pernapasan yang
sempit/menyempit. Diameter anterior posterior berbanding diameter
lateral, kurang lebih 1:1.
Pigeon Chest (Dada Burung): Sternum menonjol kedepan, diameter
anterior posterior lebih dari lateral.
Funnel Chest (Dada Corong): Anterior Posterior mengecil, sternum
menonjol ke dalam
o Kesimetrisan dada (kyposis, scholiosis, kyphoscholiosis)
Kyposis suatu kelainan bentuk pada tulang belakang yang ditandai
dengan nyeri punggung dan adanya bonggol di punggung.
Scholiosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke
arah samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher),
torakal (dada) maupun lumbal (pinggang).
Kyphoscholiosis
Lordosis adalah keadaan tulang belakang yang tampak bengkok
6
kearah depan terutama di punggung bagian bawah .
o Pola napas : penggunaan otot-otot asesoris (sternocleidomastoid atau
otot leher, otot abdomen, trapezius atau otot bahu), retraksi sterna dan
intercoatals (penggunaan otot-otot sterna dan intercosta)
o Bulging intercostals spaces saat ekspirasi
Adanya jendolan atau benjolan di intercostals space saat ekspirasi
Palpasi :
o Posisi trachea (midline/deviasi)
Dalam keadaan normal, trakea harus berada di garis tengah leher.
o Palpasi area kulit dada (krepitasi, massa, luka)
Krepitasi: suara gesekan antara tulang
o Ekspansi dada (apex dan dasar dada) anterior dan posterior
Letakkan ibu jari masing-masing tangan pada level vertebrae ke 10,
jari-jari paralel ke arah samping. Anjurkan klien untuk menarik napas
dalam, observasi pergerakan jari-jari tangan pemeriksa.
Pada saat klien menarik napas dalam, tampak adanya pergerakan jari
pemeriksa yang meregang. Pergerakan ini dalam keadaan normal
akan simetris.
o Tactile fremitus
Anjurkan klien untuk mengucapkan ninety nine.. ninety nine.. ninety
nine.. palpasi dan bandingkan getaran yang dirasakan pada telapak
tangan pemeriksa.
Catat area-area dimana terjadi peningkatan atau penurunan getaran
yang dirasakan.
Fremitus seimbang pada kedua sisi paru yang simetris, dapat
meningkat pada daerah bronchus dan semakin menurun ke daerah
perifer paru.
Perkusi :
Seperti pada palpasi, dada depan dan dada belakang atau punggung di
perkusi. Perkusi area-area secara sistematis dan bandingkan antara
kedua sisi yang diperkusi. Mulai dari bagian atas terus ke bagian bawah.
Perkusi di atas permukaan paru dalam keadaan normal menimbulkan
7
suara resonance.
Dullness pada area dimana terdapat akumulasi cairan atau massa solid.
o Area intercostals anterior (resonance, hipersonance, dullness)
Resonance : ic 1-2 kiri dan ic 1-4 kanan
Dullness : ic 3-5 kiri (jantung) dan ic 5 ke bawah (liver)
o Area lateral
Resonance : sampai ic ke 8
o Area posterior
Resonance: sampai T10-T12
Auskultasi :
o Suara nafas
Bronchial : dibagian leher anterior dan posterior
Inspirasi lebih pendek dari ekspirasi. Ekspirasi panjang, rendah,
dan higher pitched daripada inspirasi.
Bronchovesicular: ic 1-2 anterior dan antara scapula
posterior
Rasio inspirasi dan ekspirasi sama
Vesicular : diseluruh area paru
Inspirasi lebih panjang, keras, dan higher pitched dari ekspirasi.
o Deteksi adanya suara napas yang abnormal (ronchi, crackle,
wheezing, friction rub)
Ronchi: suara napas yang terjadi pada keadaan menyempitnya
saluran napas yang besar. Terdengar pada saat inspirasi da ekspirasi.
Crackle disebut juga rales: suara yang timbul pada saat inspirasi
ketika udara melewati saluran napas yang mengandung sekret dimana
saluran napas menjadi sempit dan lembab.
Wheezing: suara yang muncul pada saat inspirasi dan ekspirasi,
teruitama terdengar saat ekspirasi, timbul karena jalan udara
menyempit misalnya karena dindingnya mengalami spasme seperti
pada kasus asma.
Friction rub: suara nafas karena adanya gesekan.
8
4. DOKUMENTASI
Mencatat hasil pemeriksaan fisik dan respon klien selama tindakan dan
kondisi setelah tindakan
Catatan dapat dibaca dengan jelas dan menggunakan bahasa yang baku
serta mudah dipahami, ditandatangani disertai nama jelas
Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret dengan disertai paraf
Catatan dibuat dengan tinta/ballpoint
9
FORMAT PENILAIAN PEMERIKSAAN FISIK SISTEM RESPIRASI
NO TINDAKAN 0 1 2
1. PENGKAJIAN
Memberi salam terapeutik kepada klien dan keluarga
Memberitahu klien dan/keluarga tentang prosedur
tindakan (pemeriksaan fisik) yang akan dilaksanakan
(alasan, tujuan, kerjasama yang diharapkan dari klien)
Mengkaji kesiapan klien
2. PERSIAPAN
Cuci tangan
Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan :
Nasal speculum
Penlight
Metline
Stetoskop
Sarung tangan (jika diperlukan)
3. PELAKSANAAN
Dekatkan troli alat pemeriksaan fisik ke dekat klien
Cuci tangan
Menjaga privacy klien
Atur posisi klien
Penampilan umum :
Warna kulit, warna kuku, clubbing finger, frekuensi
napas, kedalaman dan ritme pernapasan, smell of
breath, CRT, konjuctiva
Pemeriksaan hidung
Inspeksi :
o Eksternal hidung: bentuk, ukuran, warna kulit,
adanya deformitas atau inflamasi dan
pernapasan cuping hidung (PCH)
10
o Ada/tidaknya keluaran dari hidung:
o Cek passage udara dari masing-masing lubang
hidung
o Mukosa hidung (warna, lesi, discharge,
pembengkakan dan perdarahan)
o Septum dan turbinate (alignment, perforasi dan
perdarahan)
o Lubang hidung (warna, discharge, massa, lesi,
edema)
Palpasi
o Maxillary sinus dan frontal sinus
Pemeriksaan thoraks dan paru
Inspeksi:
o Bentuk dada: diameter AP-lateral (barrel,
pigeon, funnel)
o Kesimetrisan dada (kyposis, scholiosis,
kyphoscholiosis)
o Pola napas : penggunaan otot-otot asessoris
(sternocleidomastoid, otot abdomen, trapezius),
retraksi sterna dan intercoatals
o Bulging intercostals spaces saat ekspirasi
Palpasi :
o Posisi trachea (midline/deviasi)
o Palpasi area kulit dada (krepitasi, massa, luka)
o Ekspansi dada (apex dan dasar dada)
anterior dan posterior)
o Tactile fremitus
Perkusi :
o Area intercostals anterior (resonance,
hipersonance, dullness)
11
Resonance : ic 1-2 kiri dan ic 1-4 kanan
Dullness : ic 3-5 kiri (jantung) dan ic 5
ke bawah (liver)
o Area lateral
Resonance : sampai ic ke 8
o Area posterior
Resonance: sampai T10-T12
Auskultasi :
o Suara nafas
Bronchial : dibagian leher anterior dan
posterior
Bronchovesicular: ic 1-2 anterior dan
antara scapula posterior
Vesicular : diseluruh area paru
o Deteksi adanya suara nafas yang abnormal
(ronchi, crackle, wheezing, friction rub)
4. DOKUMENTASI
Mencatat hasil pemeriksaan fisik
Catatan dapat dibaca dengan jelas dan menggunakan
bahasa yang baku serta mudah dipahami
Catatan dibuat dengan tinta/ballpoint
Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna
Nilai batas lulus > 80%
Jumlah nilai yang didapat
Nilai = ---------------------------------- X
100%
Jumlah aspek yang dinilai
MAHASISWA PENGUJI
12
Daftar Pustaka
Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart,
Volume 1, Edisi 2. Jakarta: EGC.
13
B. NEBULIZER
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang tindakan nebulizer, mahasiswa
mampu melakukan prosedur nebulizer dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Melakukan nebulasi dengan nebulizer.
3. Tujuan
Nebulasi bertujuan untuk:
1. Membuat sekret menjadi lebih encer dan mudah dikeluarkan
2. Memperlebar jalan napas agar pernapasan menjadi lebih lega
3. Membuat selaput lendir pada saluran napas menjadi lebih lembab
4. Mengobati peradangan pada saluran pernapasan bagian atas
5. Memperbaiki pertukaran gas
4. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi
Nebulasi dilakukan pada:
1. Klien yang mengalami kesulitan mengeluarkan sekret
2. Klien yang mengalami penyempitan jalan napas (Misal: pada klien dengan asma
atau empisema)
Kontraindikasi
Nebulasi tidak dilakukan pada klien dengan:
1. Tekanan darah tinggi (Autonomic Hiperrefleksia)
2. Nadi yang meningkat atau takikardi
3. Riwayat reaksi yang tidak baik dari pengobatan
14
5. Konsep yang Mendasari
A. NEBULIZER
1. Definisi
Pengertian Inhalasi Nebulizer :
Inhalasi adalah menghirup udara atau uap ke dalam paru-paru.
Pemberian inhalasi uap dengan obat/tanpa obat menggunakan nebulizer.
Pemberian inhalasi uap dengan obat/tanpa obat melalui saluran pernapasan
bagian atas.
Pengertian Nebulizer :
Nebulizer merupakan alat yang digunakan untuk merubah obat dari
bentuk cair ke bentuk partikel aerosol. Bentuk aerosol ini sangat bermanfaat
apabila dihirup atau dikumpulkan dalam organ paru. Efek dari pengobatan ini
adalah untuk mengembalikan kondisi spasme bronkus.
2. Jenis-jenis nebulizer
Disposible nebulizer, sangat ideal apabila digunakan dalam situasi
kegawatdaruratan di rumah sakit dengan perawatan jangka pendek. Apabila
nebulizer di tempatkan di rumah dapat digunakan beberapa kali, lebih dari satu
kali, apabila dibersihkan setelah digunakan. Dan dapat terus dipakai sampai
dengan 2 minggu apabila dibersihkan secara teratur.
Re-usable nebulizer, dapat digunakan lebih lama sampai kurang lebih 6 bulan.
Keuntungan lebih dari nebulizer jenis ini adalah desainnya yang lebih komplek
sehingga meningkatkan efektivitas dari dosis pengobatan. Keuntungan kedua
adalah dapat direbus untuk proses desinfeksi. Digunakan untuk terapi setiap hari.
3. Model-model Nebulizer :
Nebulizer dengan penekan udara (Nebulizer compressors), memberikan tekanan
udara dari pipa ke tutup (cup) yang berisi obat cair yang akan memecah cairan
ke dalam bentuk partikel-partikel uap kecil yang dapat dihirup secara dalam ke
saluran pernafasan.
15
Nebulizer ultrasonik (ultrasonic nebulizer), menggunakan gelombang
ultrasound, untuk secara perlahan mengubah dari bentuk obat cair ke bentuk uap
atau aerosol basah.
Nebulizer generasi baru (a new generation of nebulizer), digunakan tanpa
menggunakan tekanan udara maupun ultrasound. Alat ini sangat kecil,
dioperasikan dengan menggunakan baterai, dan tidak berisik.
4. Dosis Nebulizer :
BB Sol. Berotec 0,1% Bisolvon Drops NaCL 0.9%
10 Kg 0,2 ml (4 tts) 1 ml 1,8 ml
15 Kg 0,3 ml (6 tts) 1 ml 1,7 ml
20 Kg 0,4 ml (8 tts) 1 ml 1,6 ml
25 Kg 0,5 ml (10 tts) 1,5 ml 1,5 ml
Dewasa 0,5-0,8 ml (10-16 tts) 1,5 ml 2,3 ml
5. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari tindakan nebulasi, diantaranya:
Henti nafas.
Dosis yang kurang tepat karena kurang tepat dalam menggunakan alat ataupun
tekniknya.
Kurang dalam pemberian obat karena malfungsi dari alat.
Pemberian dosis tinggi dari beta agonis akan menyebabkan efek yang tidak baik
pada sistem sekunder penyerapan dari obat. Hipokalemia dan atrial atau
ventricular disritmia dapat ditemui pada klien dengan kelebihan dosis.
Spasme bronkus atau iritasi pada saluran pernapasan .
6. Hal-hal yang perlu diperhatikan :16
Reaksi klien sebelum, selama dan sesudah pemberian inhalasi nebulizer
Nebulizer harus diberikan sebelum waktu makan
Setelah nebulizer klien disarankan postural drainase dan batuk efektif untuk
membantu dalam pengeluaran sekresi.
B. ASMA
1. Definisi Asma
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik (kontriksi spasme pada saluran pernapasan) terutama
pada percabangan trakeobronkial akibat adanya stimulus seperti oleh faktor
biochemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.
Asma adalah penyakit obstruksi jalan nafas, yang dapat pulih dan intermitten
yang ditandai oleh penyempitan jalan nafas, mengakibatkan dispneu, batuk dan
mengi. Eksarbasi akut terjadi dari beberapa menit sampai jam, bergantian
dengan periode bebas gejala.
2. Klasifikasi Asma
Dibagi berdasarkan penyebab, terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan non alergik:
a. Asma alergik/ekstrinsik:
Suatu bentuk asma dengan alergen seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung
sari, dan makanan. Alergen terbanyak adalah airbone dan musiman (seasonal).
Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat pengobatan eksim atau
rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi dapat mencetuskan serangan asma.
Biasanya pada anak-anak sampai usia remaja.
b. Idiopatik atau non alergik asma intrinsik
Tidak berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor
seperti common cold, ISPA, aktivitas, emosi atau stres dan polusi lingkungan
akan mencetuskan serangan asma. Beberapa agen farmakologi: seperti antagonis
β – adregenik dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi faktor
penyebab. Bila asma idiopatik sering terjadi dan lebih berat maka dapat
menyebabkan bronkitis dan emfisema. Biasanya asma ini dimulai ketika dewasa
(> 35 tahun).
c. Asma campuran (mixed asma)
17
Merupakan bentuk asma yang paling sering. Dikarakteristikan dengan bentuk
kedua jenis asma alergi dan idiopatik.
Klasifikasi Asma
Derajat Serangan Asma Akut
Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV
SesakMasih jalan,
berbaring
Bila bicara
duduk
Pada istirahat
miring ke
depan
BicaraMasih dalam
kalimatKata-kata Kata
KesadaranMungkin
gelisah
Biasanya
gelisahGelisah
Ngantuk,
menurun
Frekuensi nafas Meningkat Meningkat ≥ 30 x / menit
Otot nafas
tambahan
Tidak
digunakanBiasanya ada Gelisah
Gerakan nafas
paradoks
Mengi Sedang NyaringBiasanya
nyaring
Sering tidak
terdengar
mengi
Nadi < 100 100-200 >120 Bradikardi
Per (100x/menit) > 80% 60-80% < 60%
Pa O2 tanpa O2 Normal > 60 mmHg < 60 mmHg
Pa O2 <45 mmHg < 45 mmHg ≥ 45 mmHg
Sa O2 >95% 91-95% < 90%
3. Penyebab Asma
a. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik atau asma alergi)
- Reaksi antigen-antibodi
- Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
b. Faktor Intrinsik (asma non imunologi atau asma non alergi)
18
- Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
- Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
- Iritan : kimia
- Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
- Emosional : takut, cemas dan tegang
- Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
4. Tanda dan Gejala Asma
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk
kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak
dan berat di dada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
a. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma
atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma
akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes
provokasi bronchial di laboratorium.
b. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada
kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran
pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
c. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik
dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa
tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
d. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu
dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada serangan asma ini
dapat dilihat yang berat dengan gejala yang makin banyak antara lain :
1). Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
2). Sianosis
3). Silent chest
19
4). Gangguan kesadaran
5). Tampak lelah
6). Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
e. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa
serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan
yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam
kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal.
5. Pemeriksaan Diagnostik Asma
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Spirometri : untuk menunjukkan adaya obstruksi jalan nafas
b. Tes provokasi :
Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus
Dilakukan apabila tidak menggunakan spirometri
Tes provokasi bronkial seperti: histamin, metalkolin, allergen, kegiatan
jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi udara dengan
aqua destilata
Tes kulit: menunjukkan adanya antibodi Ig E yang spesifik dalam tubuh
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen dada normal
e. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah
f. AGD dilakukan pada asma berat:
AGD pada umumnya normal tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnea, asidosis
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang diatas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapat suatu infeksi
Pada pemeriksaan faktor-faktor energi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan
g. Pemeriksaan Sputum
20
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil
Spiral chrusmann yakni yang merupakan chast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
Neotrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug
6. Komplikasi Asma
Pneomothoraks
Ateletaksis
Gagal napas
Bronkitis kronik
Fraktur iga
Status asmatikus
7. Penatalaksanaan Asma
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah:
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara
b. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma
c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya
sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan
bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
21
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (Berotec)
- Terbutalin (Bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,
suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler).
Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan
Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma
serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel
yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (Teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai
pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh
darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya
diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit
lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obatini. Teofilin ada juga dalam
bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus.
Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum
teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin
22
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru
terlihat setelah pemakaian satu bulan.
Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungan obat ini adalah dapat
diberikan secara oral.
6. Alat yang Dibutuhkan
1. Set nebulizer
2. Masker atau mouthpiece
3. Bengkok 1 buah
4. Syringe atau pipet
5. Tissue
6. Obat bronkodilator
7. NaCl 0,9%
7. Standar Operasional Prosedur
NO PROSEDUR
1. PENGKAJIAN
1.1. Memberikan salam terapeutik
1.2. Mengkaji obat-obatan yang digunakan (albuterol : ventolin ®, proventil ®
atau airet ® atau atrovent ®)
1.3. Kaji riwayat alergi dan hipersensitivitas
1.4. Mengidentifikasi alat dan bahan yang diperlukan
2. PERSIAPAN
2.1. Cuci Tangan
2.2. Persiapan alat :23
Set Nebulizer portable :
Nebulizer Nebulizer Cup Selang
Masker atau mouthpiece
Masker Mouthpiece
Bengkok 1 buah
Syringe atau pipet
Tissue
Obat bronkodilator
NaCl 0,9%
2.3. Persiapan lingkungan :
a. Mengatur pencahayaan ruangan
b. Memasang tirai (untuk menjaga privasi klien)
3. PELAKSANAAN
3.1. Cuci tangan
3.2. Dekatkan alat ke dekat klien dan alat compressor nebulizer pada area yang
datar
24
3.3. Buka bagian atas cup nebulizer
3.4. Masukkan obat-obatan yang digunakan ke dalam cup nebulizer
Obat yang dimasukkan sesuai jumlah yang dibutuhkan ke dalam cup
nebulizer secara hati-hati hingga batas maksimal (apabila terjadi perubahan
warna atau menjadi kristal, segera buang dan ganti dengan obat yang baru)
3.5. Hubungkan bagian atas cup nebulizer dengan cup mouthpiece atau masker
3.6. Sambungkan selang aerosol dengan compressor nebulizer
3.7. Nyalakan compressor nebulizer
3.8. Posisikan klien dikursi dengan nyaman
3.9. Jika menggunakan masker, perhatikan posisi yang nyaman dan aman untuk
muka klien (ukuran masker disesuaikan dengan kebutuhan)
3.10. Jika menggunakan mouthpiece, letakkan antara gigi dan bibir25
3.11. Tarik nafas dalam melalui mulut. Jika memungkinkan tahan nafas 2-3 detik
untuk memfasilitasi obat masuk ke saluran pernafasan
3.12. Lanjutkan tindakan sampai obat habis (kurang lebih 7-10 menit)
3.13. Jika klien merasa pusing, hentikan tindakan dan istirahatkan sekitar 5 menit.
Kemudian lanjutkan kembali tindakan sambil bernafas secara perlahan-lahan
3.14. Matikan compressor nebulizer
3.15. Informasikan untuk menarik nafas dalam dan batuk untuk
membersihkan sekresi di saluran pernafasan
3.16. Setelah digunakan lepaskan masker atau mouth piece. Pindahkan selang dan
rapikan disekitarnya. Selang tidak boleh dicuci atau dibilas. Bilas masker
atau mouthpiece dan bagian penghubung dengan air hangat
3.17. Keringkan masker atau mouthpiece dengan tissue atau diangin-anginkan
3.18. Rangkai kembali bagian-bagian tersebut seperti semula dan bereskan alat
3.19. Cuci tangan
4. EVALUASI
4.1. Respon klien setelah tindakan
4.2. Menanyakan kepada klien apa yang dirasakan setelah tindakan
5. DOKUMENTASI
5.1. Mencatat semua yang dilakukan dan respon klien selama prosedur
5.2. Catat pada catatan keperawatan, keterampilan yang diajarkan dan
kemampuan klien menggunakan nebulizer
5.3. Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani disertai nama jelas
5.4. Catatan menggunakan tinta atau ballpoint dan tidak ada bekas penghapus
Format Penilaian
26
NEBULIZER
NO PROSEDURNILAI
0 1 2
1. PENGKAJIAN
1.1. Memberikan salam terapeutik
1.2. Mengkaji obat-obatan yang digunakan
1.3. Kaji riwayat alergi dan hipersensitivitas
1.4. Mengidentifikasi alat dan bahan yang diperlukan
2. PERSIAPAN
2.1. Cuci Tangan
2.2. Persiapan alat :
Set Nebulizer portable
Masker atau mouthpiece
Bengkok 1 buah
Syringe atau pipet
Tissue
Obat bronkodilator
NaCl 0,9%
2.3. Persiapan klien :
a. Memberi penjelasan tentang prosedur dan tujuan
pelaksanaannya
b. Mengatur posisi klien agar nyaman baik bagi klien atau
perawat
c. Meminta persetujuan klien untuk dilakukannya tindakan dan
menjelaskan kerjasama yang diharapkan
2.4. Persiapan lingkungan :
a. Mengatur pencahayaan ruangan
b. Memasang tirai (untuk menjaga privasi klien)
3. PELAKSANAAN
3.1. Cuci tangan
3.2. Dekatkan alat ke dekat klien dan alat compressor nebulizer
pada area yang datar
27
3.3. Buka bagian atas cup nebulizer
3.4. Masukan obat-obatan yang digunakan ke dalam cup nebulizer
3.5. Hubungkan bagian atas cup nebulizer dengan cup mouthpiece
atau masker
3.6. Sambungkan selang aerosol dengan compressor nebulizer
3.7. Nyalakan compressor nebulizer
3.8. Posisikan klien di kursi dengan nyaman
3.9. Jika menggunakan masker, perhatikan posisi yang nyaman dan
aman untuk muka klien
3.10.Jika menggunakan mouthpiece, letakkan antara gigi dan bibir
3.11.Tarik nafas dalam melalui mulut. Jika memungkinkan tahan
nafas 2- 3 detik untuk memfasilitasi obat masuk ke saluran
pernafasan
3.12.Lanjutkan tindakan sampai obat habis (kurang lebih 7-10
menit)
3.13.Jika klien merasa pusing, hentikan tindakan dan istirahatkan
sekitar 5 menit. Kemudian lanjutkan kembali tindakan sambil
bernafas secara perlahan-lahan
3.14.Matikan compressor nebulizer
3.15. Informasikan untuk menarik nafas dalam dan batuk untuk
membersihkan sekresi di saluran pernafasan
3.16.Setelah digunakan lepaskan masker atau mouth piece.
Pindahkan selang dan rapikan disekitarnya. Selang tidak
boleh dicuci atau dibilas. Bilas masker atau mouthpiece dan
bagian penghubung dengan air hangat
3.17. Keringkan masker atau mouthpiece dengan tissue atau diangin-
anginkan
3.18.Rangkai kembali bagian-bagian tersebut seperti semula dan
bereskan alat
3.19.Cuci tangan
4. EVALUASI
28
4.1. Respon klien setelah tindakan
4.2. Menanyakan kepada klien apa yang dirasakan setelah tindakan
5. DOKUMENTASI
5.1. Mencatat semua yang dilakukan dan respon klien selama
prosedur
5.2. Catat pada catatan keperawatan, keterampilan yang diajarkan
dan kemampuan klien menggunakan nebulizer
5.3. Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani disertai
nama jelas
5.4. Catatan menggunakan tinta atau ballpoint dan tidak ada bekas
penghapus
Keterangan :
0 = tidak dikerjakan
1 = dikerjakan dengan tidak sempurna
2 = dikerjakan sempurna
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
29
Nilai :
Penguji,
……………………………..…………….
Dewanti, Santi. 2002. Exercise – Induced Asthma. Jakarta.
Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Heru, Sundaru. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi Ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi 3. Jakarta : Media.
Mangunnegoso, H., dkk. 2004. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart,
Volume 1, Edisi 2. Jakarta: EGC.
C. CHEST PHYSIOTHERAPI
1. Tujuan Pembelajaran30
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang chest physiotherapi mahasiswa
mampu melakukan tindakan chest physiotherapi secara benar dan tepat.
2. Deskripsi
Melakukan chest physiotherapy yang terdiri dari prosedur postural drainase, perkusi
dada, vibrasi, napas dalam dan batuk efektif.
3. Tujuan
Chest physiotherapy dilakukan untuk:
a. Memperbaiki efisiensi kerja sistem pernapasan
b. Meningkatkan ekspansi rongga dada
c. Menguatkan otot pernapasan
d. Mengeluarkan sekret dari saluran pernapasan
e. Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang cukup
4. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi klien yang mendapat postural drainase:
a. Mencegah penumpukan sekret yaitu pada:
Klien yang memakai ventilasi
Klien yang melakukan tirah baring yang lama
Klien dengan produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik,
bronkiektasis
b. Mobilisasi sekret yang tertahan:
Klien dengan atelektasis yang disebabkan oleh penumpukan sekret
Klien dengan abses paru
Klien dengan pneumonia
Klien pre dan post operatif
Klien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk
Kontraindikasi
Chest physiotherapi tidak dilakukan pada klien dengan:
Tension pneumothoraks
31
Hemoptisis
Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard,
aritmia
Edema paru
Efusi pleura
Tekanan tinggi intracranial
5. Konsep yang Mendasari
Chest Physiotherapi
Definisi
Chest physiotherapi merupakan tindakan yang dilakukan pada klien yang
mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan
untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekresi.
Anatomi Percabangan Trakheobronkhial
Lobus paru
Lobus Kanan Atas:
a. Segmen apical
b. Segmen posterior
c. Segmen anterior
Lobus Kanan Tengah:
a. Segmen lateral
b. Segmen medial
Lobus Kanan Bawah:
a. Segmen superior
b. Segmen basal anterior
c. Segmen basal lateral
d. Segmen basal posterior
e. Segmen basal medial
Teknik Chest Physiotherapi
Chest physiotherapy mencakup tiga teknik, yaitu postural drainase, perkusi
dada, dan vibrasi.
32
a. Postural Drainase
Postural drainase adalah pembersihan berdasarkan gravitasi sekret pada jalan napas dari
segmen bronkus khusus. Hal ini dicapai dengan melakukan satu atau lebih dari 10 posisi
tubuh yang berbeda. Tiap posisi mengalirkan sekret khusus dari percabangan
trakeobronkial, area paru atas, tengah, bawah, ke trakea. Batuk atau pengisapan kemudian
dapat menghilangkan sekret dari trakea.
Postural draunase juga merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan
mempergunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret. Pembersihan dengan cara ini dicapai
dengan melakukan salah satu atau lebih dari 11 posisi tubuh yang berbeda. Setiap posisi
mengalirkan sekret dari pohon trakheobronkhial ke dalam trakea. Batuk dan penghisapan
kemudian dapat membuang sekret dari trakea.
Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak postural drainase lebih efektif bila
disertai dengan perkusi dan vibrasi dada.
Posisi untuk Postural Drainase
Bronkus Apikal Lobus Anterior Kanan dan Kiri Atas
Minta klien duduk di kursi, bersandar pada bantal
Bronkuas Apikal Lobus Posterior Kanan dan Kiri Atas
Minta klien duduk di kursi, menyandar ke depan pada bantal atau meja
Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kiri Atas
Minta klien berbaring datar dengan bantal kecil di bawah lutut
Bronkus Lobus Lingual Kiri Atas
Minta klien berbaring miring ke kanan dengan lengan di atas kepala pada posisi
Trendelenburg, dengan kaki tempat tidur di tinggikan 30 cm (12 inci). Letakkan
bantal di belakang punggung, dan gulingkan klien seperempat putaran ke atas
bantal
Bronkus Kanan Tengah
Minta klien berbaring miring ke kiri dan tinggikan kaki tempat tidur 30 cm (12
inci). Letakan bantal di belakang punggung dan gulingkan klien seperempat
putaran ke atas bantal
Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kiri Bawah
33
Minta klien berbaring terlentang dengan posisi trendelenburg, kaki tempat tidur
di tinggikan 45 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci). Biarkan lutut menekuk di atas
bantal
Bronkus Lobus Lateral Kanan Bawah
Minta klien berbaring miring ke kiri pada posisi trendelenburg dengan kaki tempat
tidur di tinggikan 45 sampai 50 cm (18 samapi 20 inci)
Bronkus Lobus Lateral Kiri Bawah
Minta klien berbaring ke kanan pada posisi trendelenburg denan kaki di tinggikan
25 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci)
Bronkus Lobus Superior Kanan dan Kiri Bawah
Minta klien berbaring tengkurap dengan bantal di bawah lambung
Bronkus Basalis Posterior Kanan dan Kiri
Minta klien berbaring terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki tempat
tidur di tinggikan 45 sampai 50 (18 sampai 20 inci)
b. Clapping/Perkusi
Perkusi adalah tepukan yang dilakukan pada dinding dada atau punggung
dengan tangan dibentuk seperti mangkuk degan tujuan untuk melepaskan sekret
yang tertahan atau melekat pada bronkhus. Perkusi dada merupakan energi mekanik
34
pada dada yang diteruskan pada saluran napas paru. Perkusi dapat dilakukan dengan
membentuk kedua tangan seperti mangkuk.
lndikasi untuk perkusi :
Perkusi secara rutin dilakukan pada klien yang mendapat postural drainase, jadi
semua indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.
Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :
a. Patah tulang rusuk
b. Emfisema subkutan daerah leher dan dada
c. Skin graf yang baru
d. Luka bakar, infeksi kulit
e. Emboli paru
f. Pneumotoraks tension yang tidak diobati
Alat dan bahan :
Handuk kecil
Prosedur kerja :
1) Tutup area yang akan dilakukan clapping dengan handuk untuk mengurangi
ketidaknyamanan
2) Anjurkan klien untuk rileks, napas dalam dengan purse lips breathing
3) Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit dengan kedua tangan
membentuk mangkok
c. Vibrating
Vibrasi secara umum dilakukan bersamaan dengan clapping. Selama postural
drainase terapis biasanya secara umum memilih cara perkusi atau vibrasi untuk
mengeluarkan sekret. Vibrasi dengan kompresi dada menggerakkan sekret ke jalan
napas yang besar sedangkan perkusi melepaskan atau melonggarkan sekret. Vibrasi
dilakukan hanya pada waktu klien mengeluarkan napas. Klien disuruh bernapas
dalam dan kompresi dada dan vibrasi dilaksanakan pada puncak inspirasi dan
dilanjutkan sampai akhir ekspirasi. Vibrasi dilakukan dengan cara meletakkan
tangan bertumpang tindih pada dada kemudian dengan dorongan bergetar. Vibrasi
tidak boleh dilakukan pada klien dengan patah tulang dan hemoptisis.
35
Prosedur kerja :
1) Meletakkan kedua telapak tangan tumpang tindih diatas area paru yang akan
dilakukan vibrasi dengan posisi tangan terkuat berada di luar
2) Anjurkan klien napas dalam dengan purse lips breathing
3) Lakukan vibrasi atau menggetarkan tangan dengan tumpuan pada pergelangan
tangan saat klien ekspirasi dan hentikan saat klien inspirasi
4) Istirahatkan klien
5) Ulangi vibrasi hingga 3 kali. Setelah itu anjurkan klien untuk napas dalam dan
batuk efektif
36
6. Alat yang Dibutuhkan
Alat yang dibutuhkan untuk chest physiotherapi, diantaranya:
Stetoskop
Tempat sputum yang sudah diisi dengan desinfektan (savlon) dan penutup
Bengkok
Handuk kecil
Bantal
Tissue
7. Standar Operasional Prosedur
NO LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
1 PERSIAPAN
a. Memberikan salam terapeutik pada klien/keluarganya
b. Mendiskusikan rencana tindakan dengan klien/keluarga meliputi
tujuan dan prosedur tindakan
c. Mengkaji kebutuhan klien : tanda hypoxemia ( penurunan status
mental, dyspnea, perubahan nadi, disritmia, sianosis sentral,
diaphoresis (pengeluaran keringat) dan akral dingin)
d. Memastikan prosedur tindakan dilakukan 1 jam sebelum atau 1-3 jam
setelah klien makan
e. Bila diperlukan lakukan nebulasi atau berikan bronchodilator 15 menit
sebelum tindakan
2 PERENCANAAN
a. Mencuci tangan
b. Menyiapkan alat : tissue, bengkok, tempat sputum yang sudah diisi
dengan desinfektan dan penutup, handuk kecil, stetoskop dan bantal
c. Membawa alat ke dekat klien
3 PELAKSANAAN
37
a. Cuci tangan
b. Pilih area yang tersumbat yang akan dilakukan chest physiotherapi
berdasarkan pengkajian semua lapang paru dengan auskultasi dan
perkusi, data klinis dan gambaran foto dada.
c. Baringkan klien dalam posisi postural drainase yang tepat
d. Minta klien untuk mempertahankan posisi ini selama 10 – 15 menit
e. Observasi toleransi klien selama melakukan prosedur terutama
observasi perubahan suara nafas, dan perubahan warna kulit/pucat
pada wajah
f. Bantu klien untuk mengambil napas dalam melalui perut
g. Perkusi area yang tepat selama 1 – 2 menit (area perkusi dilapisi
handuk kecil)
h. Vibrasi area yang sama pada saat ekspirasi setelah 4 – 5 kali napas
i. Bantu klien duduk dan batuk. Tampung sekresi yang dikeluarkan
dalam wadah yang telah disiapkan. Bila klien tidak dapat batuk bantu
dengan suctioning
j. Minta klien istirahat sebentar bila perlu
k. Berikan minum air hangat
l. Ulangi tindakan c – k. setiap tindakan tidak lebih dari 30 – 60 menit
m. Setelah tindakan selesai lakukan pengkajian ulang
n. Kembalikan posisi klien, berikan posisi yang nyaman
o. Monitor hypoxemia (penurunan status mental, dyspnea, perubahan
nadi, disritmia, sianosis sentral, diaphoresis (pengeluaran keringat)
dan akral dingin)
p. Bereskan alat
q. Cuci tangan
4 EVALUASI
a. Evaluasi pada saat prosedur dilakukan terutama kemampuan toleransi
b. Evaluasi setelah tindakan dilakukan (bersihan napas, hypoxemia,
TTV)
38
5 DOKUMENTASI
a. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dan respon pasien selama
prosedur
b. Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani, disertai nama
jelas
c. Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret dan diparaf
d. Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint
39
FORMAT PENILAIANCHEST PHYSIOTHERAPI
NO LANGKAH-LANGKAH KEGIATANPENILAIAN
0 1 2
1 PERSIAPAN
a. Memberikan salam terapeutik pada klien/keluarganya
b. Mendiskusikan rencana tindakan dengan klien/keluarga meliputi tujuan dan prosedur tindakan
c. Mengkaji kebutuhan klien : tanda hypoxemia ( penurunan status mental, dyspnea, perubahan HR, disritmia, sianosis sentral, diaphoresis dan akral dingin)
d. Memastikan prosedur tindakan dilakukan 1 jam sebelum atau 1-3 jam setelah klien makan
e. Bila diperlukan lakukan nebulasi atau berikan bronchodilator 15 menit sebelum tindakan
TOTAL NILAI = 10
2 PERENCANAAN
a. Mencuci tangan
b. Menyiapkan alat : tissue, bengkok, tempat sputum yang sudah diisi dengan desinfektan dan penutup, handuk kecil, stetoskop dan bantal
c. Membawa alat ke dekat klien
TOTAL NILAI = 6
3 PELAKSANAAN
a. Cuci tangan
b. Pilih area yang tersumbat yang akan dilakukan chest physiotherapy berdasarkan pengkajian semua lapang paru dengan auskultasi dan perkusi, data klinis dan gambaran foto dada.
c. Baringkan klien dalam posisi postural drainase yang tepat
d. Minta klien untuk mempertahankan posisi ini selama 10 – 15 menit
40
e. Observasi toleransi klien selama melakukan prosedur terutama observasi perubahan suara nafas, dan perubahan warna kulit/pucat pada wajah
f. Bantu klien untuk mengambil nafas dalam melalui perut
g. Perkusi area yang tepat selama 1 – 2 menit (area perkusi dilapisi handuk kecil)
h. Vibrasi area yang sama pada saat ekspirasi sebanyak 4 – 5 kali nafas
i. Bantu klien duduk dan batuk. Tamping sekresi yang dikeluarkan dalam wadah yang telah disiapkan. Bila klien tidak dapat batuk bantu dengan suctioning
j. Minta klien istirahat sebentar bila perlu
k. Berikan minum air hangat
l. Ulangi tindakan c – k. setiap tindakan tidak lebih dari 30 – 60 menit
m. Setelah tindakan selesai lakukan pengkajian ulang
n. Kembalikan posisi klien, berikan posisi yang nyaman
o. Monitor hypoxemia
p. Bereskan alat
q. Cuci tangan
TOTAL NILAI = 34
4 EVALUASI
a. Evaluasi pada saat prosedur dilakukan terutama kemampuan toleransi
b. Evaluasi setelah tindakan dilakukan (bersihan nafas, hypoxemia, TTV)
TOTAL NILAI = 4
5 DOKUMENTASI
a. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dan respon pasien selama prosedur
b. Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani, disertai nama jelas
c. Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret dan diparaf
41
d. Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint
TOTAL NILAI = 8
Keterangan :
0 = Tidak dikerjakan1 = Dikerjakan dengan tidak sempurna2 = Dikerjakan sempurna
NILAI = N/62 X 100 PENGUJI
( )
42
Daftar Pustaka
Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart, Volume 1, Edisi 2. Jakarta: EGC.
43
D. SUCTIONING
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang tindakan suctioning, mahasiswa
mampu melakukan prosedur tindakan suctioning dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Suctioning merupakan suatu tindakan keperawatan yang diberikan pada klien yang
mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen karena ketidakmampuan
membersihkan sekret di jalan napas dan terdapat akumulasi sekret di area nasofaring
dan orofaring dengan cara memasukkan kateter untuk menghisap sekret tersebut
melalui area nasofaring atau orofaring.
3. Tujuan
Tindakan suctioning bertujuan untuk:
Membersihkan jalan napas
Meningkatkan oksigenasi
4. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi
a. Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenence)
Klien tidak mampu batuk efektif
Klien yang diduga mengalami aspirasi
b. Membersihkan jalan napas bila ditemukan :
Pada auskultasi terdapat suara napas yang kasar, atau ada suara napas
tambahan
Di duga ada sekresi mukus di dalam saluran napas
Klinis menunjukkan adanya peningkatan beban kerja sistem pernapasan
c. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium
d. Sebelum dilakukan tindakan radiologis ulang untuk evaluasi
e. Mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal
44
Kontraindikasi
Suctioning tidak dilakukan pada:
a. Klien dengan stridor.
b. Klien dengan kekurangan cairan cerebrospinal.
c. Klien dengan pulmonary edema.
d. Klien post pneumonectomy atau ophagotomy
5. Konsep yang Mendasari
Terdapat tiga tipe intervensi yang digunakan untuk mempertahankan
kepatenan jalan napas yaitu teknik batuk efektif, pengisapan (suctioning), dan
insersi jalan napas buatan.
1. Teknik Batuk Efektif
Rangkaian normal peristiwa dalam mekanisme batuk adalah inhalasi dalam
penutupan glotis, kontraksi otot-otot ekspirasi, dan pembukaan glotis. Inhalasi
dalam meningkatkan volume paru dan diameter jalan napas memungkinkan
udara melewati sebagian plak lendir yang mengobstruksi atau melewati benda
asing lain. kontraksi otot-otot ekspirasi yang melawan glotis yang menutup
menyebabkan terjadinya tekanan intratoraks yang tinggi. Saat glotis membuka
aliran udara yang besar keluar dengan kecepatan tinggi, memberikan
kesempatan kepada mukus untuk bergerak ke jalan napas bagian atas, tempat
mukus dapat dicairkan dan ditelan. Keefektifan batuk klien dievaluasi dengan
melihat apakah ada sputum cair (ekspektorasi sputum), laporan klien tentang
sputum yang ditelan, atau terdengarnya bunyi napas tambahan yang jelas saat
klien diauskultasi.
Teknik batuk mencakup teknik napas dalam dan batuk efektif untuk klien
pascaoperasi, batuk cascade, batuk huff, dan batuk quad. Pada batuk cascade,
klien mengambil napas dalam dengan lambat dan menahannya selama dua detik
sambil mengontraksikan otot-otot ekspirasi, kemudian klien membuka mulut
dan melakukan serangkaian batuk melalui ekshalasi. Batuk huff menstimulasi
batuk refleks alamiah dan umumnya efektif hanya untuk membersihkan jalan
napas pusat. Saat mengeluarkan udara klien membuka glotis dengan mengatakan
huff. Sedangkan batuk quad digunakan untuk klien tanpa kontrol otot abdomen,
45
seperti pada klien yang mengalami cedera medulla spinalis. Saat klien ekspirasi
secara maksimal, klien atau perawat mendorong ke luar dan ke atas pada otot-
otot abdomen melalui diafragma sehingga menyebabkan batuk.
2. Teknik Pengisapan (Suctioning)
Ada tiga teknik pengispan (suctioning) primer yaitu :
a. Pengisapan orofaring dan nasofaring. Digunakan saat klien mampu batuk efektif
tetapi tidak mampu mengeluarkan sekresi dengan mencairkan sputum atau
menelannya. Prosedur digunakan setelah klien batuk.
b. Pengisapan nasotrakea dan orotrakea. Dibutuhkan pada klien dengan sekresi
pulmonary yang tidak mampu batuk dan tidak menggunakan jalan napas buatan.
Prosedur pelaksanaan sama dengan prosedur pengisapan nasofaring, tetapi ujung
kateter diinsersikan lebih jauh kepada tubuh klien supaya dapat mengisap sekret
di trakea. Keseluruhan prosedur mulai memasukkan kateter sampai
mengeluarkannya tidak boleh lebih dari 15 detik karena oksigen tidak mencapai
paru-paru selama pengisapan.
c. Pengisapan jalan napas buatan. Diindikasikan untuk klien yang mengalami
penurunan tingkat kesadaran, klien yang menngalami obstruksi jalan napas,
klien yang menggunakan ventilasi mekanis, dan mengangkat sekresi trakea-
bronkial.
3. Insersi Jalan Napas Buatan
Bentuk jalan napas buatan ada tiga macam yaitu:
a. Pengisapan trakea, dengan menginsersikan kateter pengisap dengan diameter
tidak boleh lebih dari setengah diameter internal jalan napas buatan. Selain itu,
sewaktu menginsersi kateter jangan pernah melakukan pengisapan, hal ini untuk
menghindari trauma.
b. Jalan nafas oral, untuk mencegah obstruksi trakea dengan memindahkan lidah ke
dalam orofaring. Jalan napas ini diinsersikan dengan menekuk lekukannya
kearah pipi dan menempatkannya di atas lidah. Saat jalan napas di dalam
orofaring, perawat membelokkannya sehingga muaranya mengarah ke bawah.
46
c. Jalan napas trakea, meliputi selang endotrakea, selang nasotrakea, dan selang
trakea. Selang-selang ini memungkinkan akses yang mudah ke trakea klien
sehingga pengisapan trakea dapat dilakukan dengan dalam. Karena ada jalan
nafas buatan, mukosa trakea klien tidak lagi dihumidifikasi secara normal.
Perawat harus memastikan bahwa nafas dilembabkan dengan melakukan
nebulisasi atau dengan sistem pemberian sistem oksigen.
6. Alat yang Dibutuhkan
a. Steril
Bak steril
Kom 2 buah
Sarung tangan
Tongue spatel
Pinset
Kateter suction
Kassa steril
b. Tidak Steril
Mesin suction
Korentang
Cairan Nacl 0,9%
Cairan savlon
Handuk atau alas
Bengkok
47
7. Standar Operasional Prosedur
1. PENGKAJIAN
1.1 Melihat catatan keperawatan (kaji program perawatan klien)
1.2 Memberi salam terapeutik kepada klien dan atau keluarga
1.3 Mengkaji kondisi klien (status penapasan, kesadaran, auskultasi dada, dan
status jalan napas)
Kaji nadi, bunyi jantung dan irama jantung, frekuensi napas, irama,
kedalaman, dan suara napas yang berhubungan dengan kebutuhan suction
2. PERSIAPAN
2.1 Mencuci tangan
2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:
Dalam bak Steril: Paket tidak steril:
- Bak steril - Mesin suction
- Kom dua buah - Korentang
- Sarung tangan steril - Cairan Nacl 0,9%
- Slang Suction dalam kemasan - Cairan savlon
- Tongue spatel - Handuk atau alas
- Pinset - Bengkok
Tissue
3 PELAKSANAAN
3.1 Mencuci tangan
3.2 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan tujuan tindakan (untuk
membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksigenasi)
3.3 Memberikan penjelasan tentang kerjasama yang diharapkan
3.4 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien
3.5 Mengatur pencahayaan ruangan
3.6 Memasang handuk di dada klien
3.7 Mendekatkan bengkok ke samping klien
3.8 Buka paket steril dan tuangkan cairan NaCl 0.9 % ke dalam kom dan cairan
savlon ke dalam kom yang lain
3.9 Membuka dan masukkan kateter suction ke dalam bak steril (bila kateter
masih dalam kemasan)
48
3.10 Mengecek mesin suction
3.11 Jika pasien mendapatkan therapi oksigen, lakukan hiperventilasi
(meningkatkan jumlah oksigen yang diberikan 2 kali lipat)
3.12 Memasang sarung tangan steril
3.13 Menyambungkan kateter suction ke mesin suction dengan cara pangkal
kateter suction dipegang tangan kanan (dominan) dan ujung slang dari
mesin suction dengan tangan kiri (tangan tidak dominan) kemudian
sambungkan (jangan sampai tangan kanan bersentuhan dengan tangan
kiri)
3.14 Nyalakan mesin suction dan cek tekanannya dengan menutup thumb
control (dengan ibu jari kiri) dan menyedot sejumlah cairan NaCl 0,9%
dari dalam kom
3.15 Ukur panjang kateter suction yang akan dimasukkan (sepanjang hidung –
daun telinga) ± 10-15 cm
49
3.16 Masukkan kateter suction ke hidung atau mulut, dimana thumb control
dalam kondisi terbuka
Jika suction akan dilakukan ke hidung dan mulut, dahulukan hidung
terlebih dahulu kemudian mulut
3.17 Tutup thumb control (dengan ibu jari kiri) dan tarik keluar kateter suction
secara perlahan dan diputar-putar (lama kateter suction di dalam hidung
atau mulut tidak lebih dari 10-15 detik)
3.18 Bilas kateter suction dengan menyedot sejumlah cairan savlon dan
kemudian cairan NaCl 0,9% dalam kom sesuai kebutuhan (sampai
sekret/lendir masuk ke tabung dalam mesin suction)
Saat membilas, selang kateter suction yang masuk ke hidung atau
mulut terendam dalam cairan NaCl 0,9% maupun savlon
3.19 Ulangi tindakan sampai sekret dalam jalan napas bersih. Bila sekret
banyak, di antara suction yang satu ke suction berikutnya berikan waktu
klien untuk istirahat (± 30 detik) atau beri oksigen melalui nasal
kateter/sungkup bila perlu
3.20 Bila klien sadar dan mampu, anjurkan klien melakukan napas dalam dan
batuk sebelum dilakukan tindakan suction berikutnya
3.21 Bila sekret di area mulut banyak, lakukan hal yang sama pada area mulut
dan daerah bawah lidah
3.22 Bilas kateter suction dengan cairan NaCl 0.9% dan savlon (sampai bersih)
3.23 Matikan mesin suction, gulung kateter suction dan buka sarung tangan
steril sedemikian rupa sehingga kateter suction berada dalam sarung tangan 50
tersebut. Kemudian rendam sarung tangan beserta kateter suction dalam
kom yang diberi savlon
3.24 Kembalikan jumlah oksigen yang diberikan pada pasien seperti semula
3.25 Membersihkan muka klien dangan handuk
3.26 Membereskan dan rapihkan alat serta posisikan kembali klien ke posisi
yang paling nyaman menurut klien
3.27 Mencuci tangan
4 EVALUASI
4.1 Evaluasi status pernapasan klien (pola napas dan suara napas klien)
4.2 Evaluasi kenyamanan klien
4.3 Evaluasi karakteristik sekret (jumlah, warna, dll)
5 DOKUMENTASI
5.1 Mencatat tindakan yang dilakukan, respon klien selama dan sesudah
prosedur tindakan, sekret yang keluar (warna dan jumlah), pola napas,
bersihan jalan napas dan suara napas sebelum dan sesudah tindakan serta
waktu melakukan tindakan
5.2 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda
tangani dan disertai nama jelas
5.3 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret,
dibenarkan dan diparaf
5.4 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint
FORMAT PENILAIAN
51
SUCTIONING
NO. ELEMEN KEGIATAN SKOR
0 1 2
1 Pengkajian 1.1 Melihat catatan keperawatan (kaji program perawatan
klien)
1.2 Memberi salam terapeutik kepada klien dan/ keluarga
1.3 Mengkaji kondisi klien (status penapasan, kesadaran,
auskultasi dada, dan status jalan napas)
2 Persiapan 2.1 Mencuci tangan
2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:
Dalam bak Steril: Paket tidak steril:
- Bak steril - Mesin suction
- Kom dua buah - Korentang
- Sarung tangan steril - Cairan Nacl 0,9%
- Slang suction dalam kemasan - Cairan savlon
- Kasa steril
- Tongue spatel - Handuk atau alas
- Pinset - Bengkok
3 Pelaksanaan 3.1 Mencuci tangan
3.2 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan
tujuan tindakan
3.3 Memberikan penjelasan tentang kerjasama yang
diharapkan
3.4 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien
3.5 Mengatur pencahayaan ruangan
3.6 Memasang handuk di dada klien
3.7 Mendekatkan bengkok ke samping klien
3.8 Buka paket steril dan tuangkan cairan NaCl 0.9 %
ke dalam kom dan cairan savlon ke dalam kom
yang lain
3.9 Membuka dan masukkan kateter suction ke dalam
52
bak steril (bila kateter masih dalam kemasan)
3.10 Mengecek mesin suction
3.11 Jika pasien mendapatkan therapi oksigen, lakukan
hiperventilasi (meningkatkan jumlah oksigen yang
diberikan 2 kali lipat)
3.12 Memasang sarung tangan steril
3.13 Menyambungkan kateter suction ke mesin suction
dengan cara pangkal kateter suction dipegang
tangan kanan (dominan) dan ujung slang dari mesin
suction dengan tangan kiri (tangan tidak dominan)
kemudian sambungkan (jangan sampai tangan
kanan bersentuhan dengan tangan kiri)
3.14 Nyalakan mesin suction dan cek tekanannya dengan
menutup thumb control (dengan ibu jari kiri) dan
menyedot sejumlah cairan NaCl 0,9% dari dalam
kom
3.15 Ukur panjang kateter suction yang akan
dimasukkan (sepanjang hidung – daun telinga) ±
10-15 cm
3.16 Masukkan kateter suction ke hidung atau mulut,
dimana thumb control dalam kondisi terbuka
Jika suction akan dilakukan ke hidung dan
mulut, dahulukan hidung terlebih dahulu
kemudian mulut
3.17 Tutup thumb control (dengan ibu jari kiri) dan tarik
keluar kateter suction secara perlahan dan diputar-
putar (lama kateter suction di dalam hidung/mulut
tidak lebih dari 10-15 detik)
3.18 Bilas kateter suction dengan menyedot sejumlah
cairan savlon dan kemudian cairan NaCl 0,9%
dalam kom sesuai kebutuhan (sampai sekret/lendir
masuk ke tabung dalam mesin suction)
53
Saat membilas, selang kateter suction yang
masuk ke hidung/mulut terendam dalam cairan
NaCl 0,9% maupun savlon
3.19 Ulangi tindakan sampai sekret dalam jalan napas
bersih. Bila sekret banyak, di antara suction yang
satu ke suction berikutnya berikan waktu klien
untuk istirahat (± 30 detik) atau beri oksigen
melalui nasal kateter/sungkup bila perlu
3.20 Bila klien sadar dan mampu, anjurkan klien
melakukan napas dalam dan batuk sebelum
dilakukan tindakan suction berikutnya
3.21 Bila sekret di area mulut banyak, lakukan hal yang
sama pada area mulut dan daerah bawah lidah
3.22 Bilas kateter suction dengan cairan NaCl 0.9% dan
savlon (sampai bersih)
3.23 Matikan mesin suction, gulung kateter suction dan
buka sarung tangan steril sedemikian rupa sehingga
kateter suction berada dalam sarung tangan
tersebut. Kemudian rendam sarung tangan beserta
kateter suction dalam kom yang diberi savlon
3.24 Kembalikan jumlah oksigen yang diberikan pada
pasien seperti semula
3.25 Membersihkan muka klien dangan handuk
3.26 Membereskan dan rapihkan alat serta posisikan
kembali klien ke posisi yang paling nyaman
menurut klien
3.27 Mencuci tangan
4 Evaluasi 4.1 Evaluasi status pernapasan klien (pola napas dan
suara napas klien)
4.2 Evaluasi kenyamanan klien
4.3 Evaluasi karakteristik sekret (jumlah, warna, dll)
5 Dokumentasi 5.1 Mencatat tindakan yang dilakukan, respon klien
54
selama dan sesudah prosedur tindakan, sekret yang
keluar (warna dan jumlah), pola napas, bersihan
jalan napas dan suara napas sebelum dan sesudah
tindakan, serta waktu melakukan tindakan.
5.2 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda
tangani dan disertai nama jelas
5.3 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret,
dibenarkan dan diparaf
5.4 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau
ballpoint
Ket: 0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tapi tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna
Nilai Batas Lulus = ≥ 80%
Bandung,…………
Peserta ujian : Evaluator :
Daftar Pustaka
55
Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik, Volume
2, Edisi 4. Jakarta : EGC.
E. PROSEDUR PERAWATAN TRACHEOSTOMY
56
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang perawatan tracheostomy, mahasiswa
mampu melakukan prosedur perawatan tracheostomy dengan benar dan tepat.
2. Deskripsi
Perawatan tracheostomy merupakan pembersihan sekret atau biasa disebut
trakeobronkial toilet, perawatan luka pada trakeostomy, perawatan anak kanul, dan
humidifikasi untuk menjaga kelembapan.
3. Tujuan
Perawatan tracheostomy bertujuan untuk:
Mencegah sumbatan pipa trakeostomy (Pluging)
Mencegah infeksi
Meningkatkan fungsi pernapasan (ventilasi dan oksigenasi)
Bronkial toilet yang efektif
4. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi
Perawatan tracheostomy dilakukan pada:
Klien pasca trakeostomy
Daerah tarkeostomy yang kotor dan penuh sekret
Dilakukan minimal 7 kali dalam seminggu
Kontraindikasi
-
5. Konsep yang Mendasari
57
Tracheostomy
Pengertian Tracheostomy
Tracheostomy adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan atau
anterior trakea untuk mempertahankan jalan napas agar udara dapat masuk ke paru-
paru dan memintas jalan napas bagian atas. Tracheostomy adalah prosedur dimana
dibuat lubang kedalam trakea (Smeltzer & Bare, 2002). Ketika selang indwelling
dimasukkan kedalam trakea, maka istilah tracheostomy digunakan. Tracheostomy
dapat menetap atau permanent. Tracheostomy dilakukan untuk memintas suatu
obstuksi jalan napas atas, untuk membuang sekresi trakeobronkial, untuk
memungkinkan penggunaan ventilasi mekanis jangka panjang, untuk mencegah
aspirasi sekresi oral atau lambung pada klien tidak sadar atau paralise (dengan
menutup trakea dari esophagus), dan untuk mengganti selang endotrakea, ada
banyak proses penyakit dan kondisi kedaruratan yang membuat tracheostomy
diperlukan.
Tracheostomy dilakukan jika terdapat sumbatan mekanis pada jalan napas
dan gangguan non obstruksi yang mengubah ventilasi. Gejala-gejala yang
mengindikasikan adanya obstruksi pada jalan napas, diantaranya:
Timbulnya dispneu dan stridor eskpirasi yang khas pada obstruksi setinggi atau
di bawah glotis
Klien tampak pucat atau sianotik
Disfagia
Tindakan tracheostomy akan menurunkan jumlah udara residu anatomis paru
hingga 50 persennya. Sebagai hasilnya, klien hanya memerlukan sedikit tenaga
yang dibutuhkan untuk bernapas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Tetapi hal
ini juga sangat tergantung pada ukuran dan jenis pipa tracheostomy.
Gangguan yang mengindikasikan perlunya tracheostomy, diantaranya:
Terjadinya obstruksi jalan napas atas
Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya
pada klien dalam keadaan koma. Untuk memasang alat bantu pernapasan
(respirator). Apabila terdapat benda asing di subglotis. Penyakit inflamasi yang
menyumbat jalan napas (misal angina ludwig), epiglotitis dan lesi vaskuler,
neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa mengurangi
58
ruang rugi (dead air space) di saluran napas atas seperti rongga mulut, sekitar
lidah dan faring. Hal ini sangat berguna pada klien dengan kerusakan paru, yang
kapasitas vitalnya berkurang.
Indikasi lain yaitu:
Cedera parah pada wajah dan leher
Setelah pembedahan wajah dan leher
Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
Klasifikasi Tracheostomy
Menurut Sakura (2009), tracheostomy dibagi atas 2 (dua) macam, yaitu
berdasarkan letak tracheostomy dan waktu dilakukan tindakan. Berdasarkan letak
tracheostomy terdiri atas letak rendah dan letak tinggi dan batas letak ini adalah cincin
trakea ketiga. Sedangkan berdasarkan waktu dilakukan tindakan maka tracheostomy
dibagi dalam:
Tracheostomy darurat (dalam waktu yang segera dan persiapan sarana sangat
kurang)
Tracheostomy berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik.
Kegunaan Tracheostomy
Kegunaan dilakukannya tindakan tracheostomy antara lain adalah:
Mengurangi jumlah ruang hampa dalam traktus trakheobronkial 70 sampai 100 ml.
Penurunan ruang hampa dapat berubah ubah dari 10% sampai 50% tergantung pada
ruang hampa fisiologik tiap individu.
Mengurangi tahanan aliran udara pernapasan yang selanjutnya mengurangi kekuatan
yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan peningkatan
regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal lubang tracheostomy
cukup besar (paling sedikit pipa 7).
Proteksi terhadap aspirasi.
Memungkinkan klien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada klien
dengan gangguan pernapasan.
Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan.
59
Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus.
Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan sekret ke perifer oleh
tekanan negatif intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang normal.
Jenis Tindakan Tracheostomy
a. Surgical Tracheostomy
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi
dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
b. Percutaneous Tracheostomy
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan
pembuatan lubang diantara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena
lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan
tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.
c. Mini Tracheostomy
Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan tracheostomy mini ini
dimasukan menggunakan kawat dan dilator.
Komplikasi Tracheostomy
Komplikasi yang terjadi pada tindakan tracheostomy dibagi atas:
Perdarahan
Pneumothoraks terutama pada anak-anak
Aspirasi
Henti jantung sebagai rangsangan hipoksia terhadap respirasi
Paralisis saraf rekuren
Jenis Pipa Tracheostomy
a. Cuffed Tubes: Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga
memperkecil risiko timbulnya aspirasi.
b. Uncuffed Tubes: Digunakan pada tindakan tracheostomy dengan penderita yang
tidak mempunyai risiko aspirasi.
60
c. Tracheostomy Dua Cabang (dengan kanul dalam): Dua bagian tracheostomy ini
dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat dibersihkan
dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.
d. Silver Negus Tubes: Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk
tracheostomy jangka panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan
penderita dapat merawat sendiri.
e. Fenestrated Tubes: Tracheostomy ini mempunyai bagian yang terbuka di
sebelah posteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa bernapas melewati
hidungnya. Selain itu, bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat
berbicara.
6. Alat yang Dibutuhkan
Alat Seril:
Bak alat steril 1 buah
Kom steril 2 buah
Pinset anatomis 2 buah
Pinset Chirurgis 1 buah
Lidi Kapas (sesuai kebutuhan)
Kapas dan kasa (sesuai kebutuhan)
Sarung tangan steril
61
Alat Tidak Steril:
Korentang
Bengkok (2 buah)
Alas perlak atau handuk
Cairan NaCl 0,9 %
Cairan savlon
Mesin suction (bila diperlukan)
7. Standar Operasional Prosedur
NO. KEGIATAN
1. Pengkajian
1.1 Mengkaji program perawatan dari catatan keperawatan atau rekam medis.
(Identitas klien, nama, usia, no rekam medis, jenis balutan, frekuensi penggantian,
dan kondisi luka terakhir).
Jenis balutan lembab, kering.
Frekuensi 2 x sehari atau bergantung dari kondisi luka klien dan produksi sekret
yang ada.
Kondisi luka terakhir luka mulai mengering, masih basah, kondisi hecting
tracheostomy bagaimana.
1.2 Memberikan salam terapeutik kepada klien dan atau keluarga pada saat bertemu.
Kaji juga identitas klien, nama, usia, no rekam medis, untuk memastikan kebenaran
tindakan pada klien yang tepat
1.3 Mengkaji kondisi klien
(Kaji pulse oximetry atau saturasi oksigen klien, frekuensi napas atau respiratory
rates dan bunyi napas, tingkat kesadaran, kemampuan koordinasi, kondisi luka, dan
peralatan yang dibutuhkan).
Tingkat kesadaran: composmentis/ somnolen/ stupor/ coma
Kemampuan koordinasi: cek kemampuan klien untuk bekerja sama dan
berkomunikasi, memberikan tanda, karena beberapa klien dengan tracheostomy
mengalami kesulitan bicara/ tidak mampu mengeluarkan pembicaraan dengan
62
sempurna.
2. 2.1 Mencuci tangan
2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan pada trolley/ baki yang berisi:
Alat Seril:
- Bak alat steril 1 buah
- Kom steril 2 buah
- Pinset anatomis 2 buah
- Pinset Chirurgis 1 buah
- Lidi Kapas (sesuai
kebutuhan)
- Kapas dan kasa (sesuai
kebutuhan)
- Sarung tangan steril
- Selang suction bila perlu
Tidak Steril:
- Korentang
- Bengkok (2 buah)
- Alas perlak/ handuk
- Cairan NaCl 0,9 %
- Cairan savlon
- Mesin suction (bila
diperlukan)
3. 3.1 Memenuhi privacy klien (tutup tirai)
3.2 Memberikan penjelasan kepada klien tentang prosedur, tujuan tindakan, kerjasama
dibutuhkan, serta meminta kesediaan klien untuk pelaksanaan prosedur
Prosedur tindakan mengganti balutan tracheostomy
Tujuan tindakan untuk menjaga balutan dan luka tracheostomy bersih dari
produksi secret berlebihan atau salivasi klien yang dapat meningkatkan risiko infesi
luka tracheostomy.
Kerjasama yang dibutuhkan diskusikan dengan klien hal-hal apa saya yang
harus klien lakukan pada saat melakukan tindakan penggantian balutan, seperti jika
klien merasakan nyeri, ingin batuk berikan tanda kepada perawat.
Meminta klien melaksanakan prosedur.
63
3.3 Mengatur posisi klien agar nyaman bagi klien dan nyaman bagi perawat saat bekerja
3.4 Mengatur pencahayaan ruangan
3.5 Mencuci tangan
3.6 Mendekatkan bengkok ke dekat klien (1 untuk sampah dan satu lagi untuk alat
bekas pakai)
3.7 Memasang perlak/ handuk di dada klien
3.8 Membuka paket alat steril dengan benar
3.9 Menuangkan cairan NaCl 0,9 % kedalam kom secukupnya
3.10 Memakai sarung tangan steril
3.11 Menyiapkan kapas dan kasa lembab sesuai jumlah yang dibutuhkan (kasa lembab
di lipat/dibentuk sesuai kebutuhan
Siapkan kassa dan kapas lembab yang akan digunakan untuk membersihkan dan
mengeringkan luka, dan siapkan pula kassa yang akan digunakan untuk membalut
luka 2 buah (1 untuk luka tracheostomy, satu lagi untuk menutupi trachesotomy
tube. Pada beberapa klien, terkadang ada alat penutup tracheostomy yang di sebut
T-Piece pada tracheostomy tubenya, sehingga kita tidak perlu menyediakan
penutup kassanya.
3.12 Mengkaji sekret (bila terdapat banyak sekret di dalam tracheostomy tube, minta
64
klien untuk batuk atau lakukan suction bila klien tidak mampu batuk)
Suctionnya harus steril, menggunakan Handscoon Steril pula.
Maka dari itu harus disiapkan di awal dan siapkan handscoon lebih
3.13 Melonggarkan fiksasi eksternal tracheostomy tube
3.14 Membuang balutan lama dan mengkaji luka tracheostomy
3.15 Membersihkan luka tracheostomy menggunakan kapas lembab secara lembut dan
hati-hati hingga bersih (setiap kapas lembab digunakan hanya satu kali hapus
saja).
3.16 Bersihkan tracheostomy tube menggunakan kapas lembab
65
3.17 Membersihkan bagian lubang tracheostomy menggunakan lidi kapas lembab
3.18 Memasang kassa lembab (yang sudah dibentuk sebelumnya) ke luka tracheostomy
(perhatikan kesterilan kassa dan semua permukaan luka harus tertutup kassa
lembab)
3.19 Kencangkan kembali tali fiksasi eksternal
3.20 Menutup lubang tracheostomy menggunakan kassa lembab (1 lapis) untuk filter
udara dan mencegah menyebarnya sekret/ sputum saat klien batuk
3.21 Mengempeskan balon fiksasi internal untuk mengurangi risiko iritasi dan
penekanan berlebih pada dinding trachea (pengembangan dan pengempesan balon
bisa dilakukan secara berkala misal setiap 2 jam)
Tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan balon fiksasi di dalam tenggorokan
klien, karena balon tersebut berfungsi untuk memfiksasi tracheostomy tube dari
dalam, sehinga sesekali harus diistirahatkan dengan mengempiskan balon di
dalam dan meningkatkan sirkulasi untuk mencegah luka akibat penekanan yang
terlalu lama.
3.22 Memposisikan klien kembali sehingga nyaman.
3.23 Bereskan alat
3.24 Membuka sarung tangan
66
3.25 Mencuci tangan
4. 4.1 Mengevaluasi pola napas klien (frekuensi, kedalaman, suara napas)
4.2 Mengevaluasi respon klien selama dan sesudah tindakan dilakukan (batuk berdarah,
nyeri pada daerah pemasangan tracheostomy)
4.3 Mengevaluasi kondisi luka tempat pemasangan tracheostomy (tanda infeksi,
perdarahan, nanah, nyeri)
4.4 Evaluasi keamanan dan kepatenan fiksasi tracheostomy
(internal maupun eksternal)
5. 5.1 Mencatat tanggal dan jam perawatan luka dan penggantian balutan
5.2 Mencatat hasil evaluasi (pola napas, kondisi luka, respon klien)
5.3 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda tangani dan disertai nama jelas
perawat.
5.4 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret, dibenarkan, dan diparaf
5.5 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint
67
FORMAT PENILAIAN
PROSEDUR PERAWATAN TRACHEOSTOMY
NO ELEMEN KEGIATAN SKOR
0 1 2
1. Pengkajian 1.1 Mengkaji program perawatan dari catatan keperawatan/
rekam medis (jenis balutan, frekuensi penggantian,
kondisi luka terakhir, dll)
1.2 Memberikan salam terapeutik kepada klien dan/
keluarga pada saat bertemu
1.3 Mengkaji kondisi klien (tingkat kesadaran, kemampuan
koordinasi, kondisi luka, peralatan yang dibutuhkan, dll)
2. Persiapan 2.1 Mencuci tangan
2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan pada trolley/ baki yang
berisi:
Alat Seril:
- Bak alat steril 1 buah
- Kom steril 2 buah
- Pinset anatomis 2 buah
- Pinset Chirurgis 1 buah
- Lidi Kapas (sesuai kebutuhan)
- Kapas dan kassa (sesuai
kebutuhan)
- Sarung tangan steril
Tidak Steril:
- Korentang
- Bengkok (2 buah)
- Alas perlak/handuk
- Cairan NaCl 0,9 %
- Cairan savlon
- Mesin suction
(bila diperlukan)
3. Pelaksanaan 3.1 Memenuhi privacy klien (tutup tirai)
3.2 Memberikan penjelasan kepada klien tentang prosedur,
68
tujuan tindakan, kerjasama dibutuhkan, serta meminta
kesediaan klien untuk pelaksanaan prosedur
3.3 Mengatur posisi klien agar nyaman bagi klien dan
nyaman bagi perawat saat bekerja
3.4 Mengatur pencahayaan ruangan
3.5 Mencuci tangan
3.6 Mendekatkan bengkok ke dekat klien (1 untuk sampah
dan satu lagi untuk alat bekas pakai)
3.7 Memasang perlak/ handuk di dada klien
3.8 Membuka paket alat steril dengan benar
3.9 Menuangkan cairan NaCl 0,9 % ke dalam kom
secukupnya
3.10 Memakai sarung tangan steril
3.10 Menyiapkan kapas dan kasa lembab sesuai jumlah
yang dibutuhkan (kassa lembab di lipat/dibentuk sesuai
kebutuhan
3.11 Mengkaji slem/ sekret (bila banyak sekret di dalam
tracheostomy tube, minta klien untuk batuk/lakukan
suction bila klien tidak mampu batuk)
3.13 Melonggarkan fiksasi eksternal tracheostomy tube
3.14 Membuang balutan lama dan mengkaji luka
tracheostomy
3.15 Membersihkan luka tracheostomy menggunakan kapas
lembab secara lembut dan hati-hati hingga bersih
(setiap kapas lembab digunakan hanya satu kali hapus
saja)
3.16 Bersihkan tracheostomy tube menggunakan kapas
lembab
3.17 Membersihkan bagian lubang tracheostomy
menggunakan lidi kapas lembab
3.18 Memasang kasa lembab (yang sudah dibentuk
sebelumnya) ke luka tracheostomy (perhatikan
69
kesterilan kassa dan semua permukaan luka harus
tertutup kassa lembab)
3.19 Kencangkan kembali tali fiksasi eksternal
3.20 Menutup lubang tracheostomy menggunakan kasa
lembab (1 lapis) untuk filter udara dan mencegah
menyebarnya sekret/sputum saat klien batuk
3.21 Mengempeskan balon fiksasi internal untuk mengurangi
risiko iritasi dan penekanan berlebih pada dinding
trachea (pengembangan dan pengempesan balon bisa
dilakukan secara berkala misal setiap 2 jam)
3.22 Memposisikan klien kembali sehingga nyaman.
3.23 Bereskan alat
3.24 Membuka sarung tangan
3.25 Mencuci tangan
4. Evaluasi 4.1 Mengevaluasi pola napas klien (frekuensi, kedalaman,
suara napas, dll)
4.2 Mengevaluasi respon klien selama dan sesudah tindakan
dilakukan (batuk berdarah, nyeri pada daerah
pemasangan tracheostomy, dll)
4.3 Mengevaluasi kondisi luka tempat pemasangan
tracheostomy (tanda infeksi, perdarahan, nanah, nyeri,
dll)
4.4 Evaluasi keamanan dan kepatenan fiksasi tracheostomy
(internal maupun eksternal)
5. Dokumentasi 5.1 Mencatat tanggal dan jam perawatan luka dan
penggantian balutan
5.2 Mencatat hasil evaluasi (pola napas, kondisi luka, respon
klien, dll)
5.3 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda
tangani dan disertai nama jelas perawat.
5.4 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret,
dibenarkan, dan diparaf
70
5.5 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta/ ballpoint
JUMLAH
Ket: 0: tidak dikerjakan
1: dikerjakan tidak sempurna
2: dikerjakan secara sempurna
Daftar Pustaka
Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart,
Volume 1, Edisi 2. Jakarta: EGC.
71
F. TUBERCULIN TEST / PPD TEST / MANTOUX TEST
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemeriksaan tuberculin test /
PPD test / mantoux test, mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan
tuberculin test / PPD test / mantoux test dengan tepat dan benar.
2. Deskripsi
Melakukan pemeriksaan tuberculin test / PPD test / mantoux test dengan
memberikan obat PPD (Purified Protein Derivative) 2 TU / 5 TU sebanyak 0,1
ml melalui injeksi intra cutan di lengan bawah klien.
3. Tujuan
Tuberculin test / PPD test / mantoux test dilakukan untuk mengidentifikasi
apakah klien mempunyai kekebalan terhadap basil TBC, sehingga sangat baik
untuk mendeteksi infeksi TBC.
4. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi
Dilakukan pada klien anak-anak yang dicurigai terkena infeksi TBC dan yang
memiliki risiko tinggi terkena TBC
Kontraindikasi
-
5. Konsep yang Mendasari
Tuberculosis
72
Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit yang disebabkan kuman
Mycrobacterium tuberculosis. Kuman ini ditemukan oleh Robert Koch pada
tahun 1882 dan bisa juga disebabkan oleh kuman Mycobacterium bovis yang
terdapat pada susu sapi yang tidak dipasteurisasi. Untuk menegakkan diagnosis
TBC secara pasti pada anak sangat sulit sehingga sering terjadi overdiagnosis,
dimana tenaga medis terlalu cepat memvonis padahal data yang dimilikinya
masih minim.
Hal ini kemudian sering kali diikuti overtreatment atau pengobatan yang
berlebihan. Akibatnya, konsekuensi yang diterima anak tidak ringan karena anak
harus mengonsumsi 2-3 jenis obat sekaligus minimal selama 6 bulan atau lebih.
Pengobatan yang tidak tepat ini tentu saja amat berisiko mengganggu fungsi
hati, saraf pendengaran, dan organ-organ tubuhnya yang lain.
Selain itu, ditemukan juga underdiagnosis yaitu diagnosis yang terlambat
sehingga menjadi undertreatment. Hal ini sama-sama bisa membahayakan anak
karena anak penderita TBC perlu mendapat penanganan segera secara tepat. Bila
tidak, jiwa anak pun menjadi taruhannya. Untuk mendapatkan diagnosis tepat,
tuberculin test / PPD test / mantoux test dilakukan jika anak menujukkan gejala-
gejala berikut:
MMBB (Masalah Makan dan Berat Badan)
Bila anak sulit makan dan memiliki berat badan yang kurang dari rata-rata
anak seusianya, orangtua patut waspada, atau ada peningkatan berat badan
tetapi tidak sesuai atau masih di bawah jumlah yang semestinya (tidak sesuai
dengan yang tertera pada KMS/Kartu Menuju Sehat).
Mudah sakit
Anak sakit batuk pilek. Anak yang terinfeksi TBC akan lebih mudah tertulari
penyakit. Jika orang di lingkungan sekitarnya batuk pilek, anak mudah
tertulari. Kondisi ini harus mendapat perhatian.
Lemah, letih, lesu dan tidak bersemangat dalam melakukan aktivitas
Anak-anak dengan TBC, umumnya terlihat berbeda dari anak kebanyakan
yang sehat dalam beraktivitas. Ia tampak lemah, lesu dan tidak bersemangat.
Reaksi cepat BCG
73
Pada lokasi suntik vaksin BCG akan timbul tanda menyerupai bisul. Jika
reaksi ini muncul lebih cepat, misalnya seminggu setelah pemberian, berarti
tubuh anak sudah terinfeksi TBC. Padahal normalnya, tanda itu paling cepat
muncul pada 2 minggu setelah anak divaksinasi BCG. Namun rata-rata,
benjolan pada kulit muncul setelah 46 minggu.
Batuk berulang
Batuk berkepanjangan merupakan gejala yang paling dikenal di masyarakat
sebagai pertanda TBC. Batuk yang awalnya berupa batuk kering kemudian
lama-kelamaan berlendir dan berlangsung selama 2 minggu lebih, merupakan
salah satu tanda TBC. Gejala ini akan muncul bila sudah terdapat gangguan di
paru-paru. Hanya saja, bedakan dari batuk alergi dan asma.
Benjolan di leher
Pembesaran kelenjar getah bening di leher samping dan di atas tulang
selangkangan bisa saja merupakan tanda TBC. Kelenjar getah bening
merupakan salah satu benteng pertahanan terhadap serangan kuman. Kelenjar
ini akan membesar bila diserang kuman. Namun, meski merupakan salah satu
gejala TBC, tidak semua pembengkakan kelenjar getah bening adalah gejala
penyakit TBC. Bisa jadi pembengkakan itu karena adanya infeksi atau radang
di tenggorokan.
Demam dan berkeringat di malam hari
Gejala awal TBC biasanya muncul demam pada sore dan malam hari, disertai
keluarnya keringat. Gejala ini dapat berulang beberapa waktu kemudian.
Namun hal ini tetap belum dapat memastikan kalau anak menderita TBC.
Tidak selalu anak-anak yang berkeringat di malam hari menderita TB.
Keringat tidur justru merupakan pertanda sistem metabolisme yang sedang
aktif bekerja. Pada saat tidurlah anak-anak mengalami metabolisme yang
pesat.
Diare persisten
Diare akibat TBC biasanya tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa.
Cara Pemberian tuberculin test / PPD test / mantoux test
74
Uji tuberkulin dilakukan dengan injeksi 0,1 ml PPD secara intradermal
(dengan metode Mantoux) di volar / permukaan belakang lengan bawah. Injeksi
tuberkulin menggunakan jarum gauge 27 dan spuit tuberculin. Saat melakukan
injeksi harus membentuk sudut 10-15° antara kulit dan jarum. Penyuntikan
dianggap berhasil jika pada saat menyuntikkan didapatkan indurasi diameter 6-
10 mm. Uji ini dibaca dalam waktu 48-72 jam setelah suntikan. Hasil uji
tuberkulin dicatat sebagai diameter indurasi bukan kemerahan dengan cara
palpasi. Standarisasi digunakan diameter indurasi diukur secara transversal dari
panjang axis lengan bawah dicatat dalam milimeter. Bila nilai indurasinya 0-4
mm, maka dinyatakan negatif. Bila 5-9 mm dinilai meragukan, sedangkan di
atas 10 mm dinyatakan positif.
Setelah hasil tuberculin test / PPD test / mantoux test dinyatakan positif,
anak sebaiknya diikutkan pada serangkaian pemeriksaan lainnya. Salah satunya
adalah rontgen yang bertujuan mendeteksi TBC lebih detail lewat kondisi paru
yang tergambar dalam foto rontgen dan dan tes darah. Tuberculin test / PPD
test / mantoux test dilakukan lebih dulu karena hasil rontgen tidak dapat
diandalkan untuk menentukan adanya infeksi kuman TB. Bercak putih yang
mungkin terlihat pada hasil foto bisa memiliki banyak penyebab. Anak yang
sedang menderita batuk pilek pun kemungkinan memiliki bercak putih di paru.
Jadi, tuberculin test / PPD test / mantoux test sangat perlu, tidak cukup hanya
rontgen paru.
Mungkin saja hasil tes menunjukkan negatif, tetapi sebenarnya anak
menderita TBC. Hal ini bisa terjadi pada anak-anak yang kondisi tubuhnya
sangat buruk, seperti anak yang mengalami kekurangan gizi atau sedang
menderita sakit berat. Disamping pemeriksaan di atas, ciri-ciri lain dari TBC pun
harus dicermati. Misalnya apakah anak kurus, sering sakit, dan mengalami
pembesaran kelenjar getah bening.
6. Alat yang Digunakan
- Alas
- Bengkok
- Bak Instumen kecil
75
- Kapas alkohol pada tempat tertutup
- Syringe/spuit 1 ml
- PPD (Purified Protein Derivative) 2 TU / 5 TU 0,1 ml
- Sarung tangan (jika diperlukan)
7. Standar Operasional Prosedur
1 Pengkajian 1.1 Memberi salam terapeutik kepada klien dan/keluarga
1.2 Mengkaji perencanaan tindakan pada klien
2 Persiapan 2.1 Mencuci tangan
2.3 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:
- Alas
- Bengkok
- Bak Instrumen kecil
- Kapas alkohol pada tempat tertutup
- Syringe/spuit 1 ml
- PPD (Purified Protein Derivative) 2 TU / 5 TU 0,1 ml
- Sarung tangan (jika diperlukan)
3 Pelaksanaan 3.1 Mencuci tangan
Menggunakan sarung tangan bila pada klien yang menderita
penyakit menular (AIDS dan Hepatitis B)
3.2 Mengambil PPD dengan tepat :
- Membersihkan bagian atas botol dengan kapas alkohol dan
membiarkan kering sendiri
- Membuang kapas alkohol ke bengkok
- Memasukkan jarum melalui karet penutup botol ke dalam
botol
- Memegang botol dengan tangan yang tidak dominan
- Menarik sejumlah PPD yang diperlukan (0,1ml)
- Memeriksa adanya udara dalam syringe/spuit, bila ada
keluarkan dengan posisi tepat
76
- Mengecek ulang volume dengan tepat
- Melepas jarum dari spuit dan menggantinya dengan jarum
yang baru
3.3 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan tujuan tindakan
3.4 Memberikan penjelasan tentang kerjasama yang diharapkan
3.5 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien
3.6 Mengatur pencahayaan ruangan
3.7 Menentukan area penyuntikan pada permukaan lengan bagian
bawah
Pada saat penyuntikan, jarum dimasukkan dengan bevel ke
arah atas dengan sudut 10-15°. Jangan lakukan aspirasi. Hasil
tes dibaca dalam waktu 48-72 jam setelah injeksi intradermal.
3.8 Memasang alas perlak di bawah tangan klien
3.9 Mendekatkan bengkok ke samping klien
3.10Bersihkan lokasi injeksi dengan alkohol dengan tehnik sirkuler
atau atas ke bawah sekali hapus dan biarkan mongering
3.11Membuang kapas alkohol ke dalam bengkok
3.12Suntikkan PPD secara intrakutan dengan lubang jarum
mengarah ke atas. Suntikan yang benar akan menghasilkan
benjolan pucat, pori-pori tampak jelas seperti kulit jeruk,
berdiameter 6-10 mm
3.13Mendorong obat secara perlahan-lahan dan tepat
3.14Mencabut jarum
3.15Menginformasikan klien/keluarga klien untuk datang lagi
77
(membaca hasil PPD) antara 48-72 jam kemudian
3.16Mencuci tangan
4 Evaluasi 4.1 Melihat respon klien
4.2 Evaluasi kemungkinan penyuntikan tidak berhasil (terlalu
dalam atau cairan terbuang keluar)
5 Dokumentasi 5.1 Mencatat lokasi suntikan dan waktu penyuntikan
5.2 Mencatat respon klien selama dan sesudah prosedur tindakan,
5.3 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda
tangani dan disertai nama jelas
5.4 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret,
dibenarkan dan diparaf
5.5 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint
PEMBACAAN HASIL TUBERCULIN TEST / PPD TEST / MANTOUX TEST
1 Pengkajian 1.1 Memberi salam terapeutik kepada klien dan/keluarga
1.2 Mengkaji perencanaan tindakan pada klien
2 Persiapan 2.1 Mencuci tangan
2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:
- Pulpen
- Meteran (dalam mm)
3 Pelaksanaan 3.1 Mencuci tangan
3.2 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan tujuan tindakan
3.3 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien
3.4 Mengatur pencahayaan ruangan
3.5 Tentukan indurasi (bukan eritema) dengan cara palpasi dan
tandai batas indurasi dengan pulpen
78
3.6 Ukur diameter transversal terhadap sumbu panjang lengan
3.7 Interpretasikan hasil indurasi :
a. 0–4mm : negatif
Arti klinis : tidak ada infeksi TB
b. 3–9mm : meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan
Mikobakterium atipik atau setelah vaksinasi BCG.
c. ≥ 10mm : positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi TB
Catatan :
Pasien TB dengan anergi hasil PPD test negatif
(malnutrisi, penyakit sangan berat, pemberian
imunosupresif, dll)
3.8 Mencuci tangan
4 Evaluasi 4.1 Evaluasi kemungkinan hasil yang meragukan
4.2 Evaluasi respon klien (gatal, dll)
5 Dokumentasi 5.1 Mencatat hasil pengukuran indurasi dan tanggal pembacaan hasil
5.2 Mencatat respon klien
5.3 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda tangani dan
disertai nama jelas yang membaca hasil
5.4 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret, dibenarkan dan
79
diparaf
5.5 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint
FORMAT PENILAIANTUBERCULIN TEST / PPD TEST / MANTOUX TEST
NO
ELEMEN KEGIATAN SKOR0 1 2
1 Pengkajian 1.1 Memberi salam terapeutik kepada klien dan/keluarga1.2 Mengkaji perencanaan tindakan pada klien
2 Persiapan 2.1 Mencuci tangan2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:
- Alas- Bengkok- Kapas alkohol pada tempat tertutup- Syringe/spuit 1 ml- PPD (Purified Protein Derivative) 2 TU / 5 TU 0,1 ml
3 Pelaksanaan 3.1 Mencuci tangan3.2 Mengambil PPD dengan tepat :
- Membersihkan bagian atas botol dengan kapas alkohol dan membiarkan kering sendiri
- Membuang kapas alkohol ke bengkok- Memasukkan jarum melalui karet penutup botol ke
dalam botol- Memegang botol dengan tangan yang tidak dominan- Menarik sejumlah PPD yang diperlukan (0,1ml)- Memeriksa adanya udara dalam syringe/spuit, bila
80
ada keluarkan dengan posisi tepat- Mengecek ulang volume dengan tepat- Melepas jarum dari spuit dan menggantinya dengan
jarum yang baru3.3 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan tujuan
tindakan3.4 Memberikan penjelasan tentang kerjasama yang
diharapkan3.5 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien3.6 Mengatur pencahayaan ruangan3.7 Menentukan area penyuntikan pada permukaan lengan
bagian bawah3.8 Memasang alas perlak di bawah tangan klien3.9 Mendekatkan bengkok ke samping klien3.10 Bersihkan lokasi injeksi dengan alkohol dengan
tehnik sirkuler atau atas ke bawah sekali hapus dan biarkan mongering
3.11 Membuang kapas alkohol ke dalam bengkok3.12 Suntikkan PPD secara intrakutan dengan lubang
jarum mengarah ke atas. Suntikan yang benar akan menghasilkan benjolan pucat, pori-pori tampak jelas seperti kulit jeruk, berdiameter 6-10 mm
3.13 Mendorong obat secara perlahan-lahan dan tepat3.14 Mencabut jarum3.15 Menginformasikan klien/keluarga klien untuk datang
lagi (membaca hasil PPD) antara 48-72 jam kemudian
3.16 Mencuci tangan4 Evaluasi 4.1 Melihat respon klien
4.2 Evaluasi kemungkinan penyuntikan tidak berhasil (terlalu dalam atau cairan terbuang keluar)
5 Dokumentasi 5.1 Mencatat lokasi suntikan dan waktu penyuntikan5.2 Mencatat respon klien selama dan sesudah prosedur
tindakan, 5.3 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda
tangani dan disertai nama jelas5.4 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret,
dibenarkan dan diparaf5.5 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint
81
Keterangan :3 : tidak dilakukan4 : dilakukan tidak sempurna5 : dilakukan dengan
sempurna
Jumlah nilai yang didapatNilai = ---------------------------------- X 100% Jumlah aspek yang dinilai
= …………………………………………..
MAHASISWA, PENGUJI,
FORMAT PENILAIANPEMBACAAN HASIL TUBERCULIN TEST / PPD TEST / MANTOUX TEST
NO
ELEMEN KEGIATAN SKOR0 1 2
1 Pengkajian 1.1 Memberi salam terapeutik kepada klien dan/keluarga1.2 Mengkaji perencanaan tindakan pada klien
2 Persiapan 2.1 Mencuci tangan2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:
- Pulpen- Meteran (dalam mm)
3 Pelaksanaan 3.1 Mencuci tangan3.2 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan tujuan
tindakan3.3 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien3.4 Mengatur pencahayaan ruangan3.5 Tentukan indurasi (bukan eritema) dengan cara palpasi
dan tandai batas indurasi dengan pulpen3.6 Ukur diameter transversal terhadap sumbu panjang lengan 3.7 Interpretasikan hasil indurasi :
a. 0–4mm : negatif Arti klinis : tidak ada infeksi TB
b. 3–9mm : meragukan.Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mikobakterium atipik atau setelah vaksinasi BCG.
c. ≥ 10mm : positif.Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi TB
82
Catatan :Pasien TB dengan anergi hasil PPD test negatif(malnutrisi, penyakit sangan berat, pemberianimunosupresif, dll
3.8 Mencuci tangan4 Evaluasi 4.1 Evaluasi kemungkinan hasil yang meragukan
4.2 Evaluasi respon klien (gatal, dll)5 Dokumentasi 5.1 Mencatat hasil pengukuran indurasi dan tanggal
pembacaan hasil5.2 Mencatat respon klien 5.3 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda
tangani dan disertai nama jelas yang membaca hasil5.4 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret,
dibenarkan dan diparaf5.5 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint
Keterangan :1 : tidak dilakukan2 : dilakukan tidak sempurna3: dilakukan dengan sempurna
Jumlah nilai yang didapatNilai = ---------------------------------- X 100% Jumlah aspek yang dinilai
= …………………………………………..
MAHASISWA, PENGUJI,
83
Daftar Pustaka
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart, Volume 1, Edisi 2. Jakarta: EGC.
84