Transcript

LAPORAN AKHIR

ANALISA KEBIJAKAN INDUSTRI DAN JASA KELAUTAN NASIONAL

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN

SEKRETARIAT JENDERAL

TAHUN ANGGARAN 2007

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan NasionalKATA PENGANTAR

Tanah air Indonesia yang terbentang dari 94 Bujur Timur sampai dengan 141 Bujur Timur dan 6 Lintang Utara sampai dengan 11 Lintang Selatan, terdiri dari ribuan buah pulau besar dan kedl dengan laut antara dan sekelilingnya yang sangat luas yaitu 5,8 juta Km2 memiliki kekayaan sumber daya hewani dan nabati sangat besar yang terkandung di dalamnya.

Laut memiliki fungsi sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Hal ini jelas tergambar dalam naskah Deklarasi Djoeanda 13 Desember tahun 1957 yang menyatakan: segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagianbagian yang wajar daripada daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada dibawah kedaulatan mutlak daripada Negara Republik Indonesia....... Laut sebagai salah satu sumber pemenuhan kebutuhan dasar manusia, bahwa di dalam laut terkandung berbagai sumber-sumber bahan pemenuhan kebutuhan dasar manusia terutama pangan, seperti ikan dan biota perairan lainnya. Laut sebagai sumber bahan dasar dan sumber energi yang umumnya ditemukan pada dasar laut dan di bawah laut tertentu dan berbagai mineral dan sumber energi yang dapat ditambang untuk digunakan sebagai bahan baku industri dan sebagai sumber energi. Laut juga merupakan medan kegiatan industri, baik secara langsung seperti pelayaran, pertambangan lepas pantai, maupun secara tidak langsung seperti proses bahan makanan, industri galangan kapal, industri alat-alat pertambangan lepas pantai, pariwisata bahari dan lain-lain.

Kondisi geografi Indonesia juga mengisyaratkan bahwa perhubungan laut memegang peranan penting yang cukup menentukan, tentunya dengan dukungan pengembangan industri galangan, perkapalan dan infrastruktur penunjang lainnya. Demikian pula industri berbasis kelautan yang mulai banyak bergerak ke arah pantai untuk mendekatkan jarak, memanfaatkan laut dan sumber dayanya serta aktivitas lainnya, sehingga kawasan laut dan pantai memberikan peluang dan ruang bagi pengembangan banyak jenis kegiatan industri guna mencapai kesejahteraan ekonomi khususnya di sektor kelautan.

Kajian ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menggali informasi dan mempelajari berbagai permasalahan yang menyebabkan tidak berkembangnya industri dan jasa kelautan, terutama yang berhubungan dengan kebijakan, serta mencari peluang dan strategi yang dapat memajukan industri dan jasa kelautan, sehingga industri dan jasa kelautan dapat berkontribusi bagi pembangunan Indonesia.

Berdasarkan parameter di atas, kajian ini mencoba untuk mengantarkan kepada suatu pemahaman dasar mengenai industri dan jasa kelautan, gambaran umum dari kondisi industri dan jasa kelautan nasional dan daerah serta tinjauan kebijakan, analisa dan kesimpulan dari arah kebijakan industri dan jasa kelautan. Butir rekomendasi dari kajian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan masukan bagi pengambil kebijakan industri dan jasa kelautan.

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan NasionaliPenyusun menyadari bahwa laporan yang telah disusun masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan berbagai masukan yang membangun guna penyempurnaan penulisan di masa akan datang.

Akhir kata semoga laporan ini dapat dijadikan pedoman dan bermanfaat bagi para pembaca, dan tak lupa diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi aktif terhadap kajian ini.

Tim Penyusun

Analisis Kebijakan

Industri dan Jasa Kelautan Nasional

Ir. Anton Leonard, MM

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan NasionaliiDAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................

iDaftar Isi.....................................................................................................................

iiiBABIPENDAHULUAN

1.1Latar Belakang ..........................................................................................................

1

1.2Tujuan........................................................................................................................

3

1.3Sasaran .......................................................................................................................

3

1.4Lingkup Kegiatan .....................................................................................................3

....................................................................................................................1.5Keluaran

3

..........................................................................................1.6Metodologi Pendekatan4

...............................................................................1.7Sistematika Penulisan Laporan5BABIIINDUSTRIDANJASAKELAUTANNASIONAL

.................................................................2.1Identifikasi Industri dan Jasa Kelautan6

...........................................................

2.1.1 Perikanan dan Biota Laut Lainnya6

....................................................................................

2.1.1.1Perikanan6

...............................................................................

2.1.1.2Bioteknologi9

..........................................

2.1.1.3 Barang Muatan Kapal Tenggelam12

................................................................................

2.1.2Pertambangan di Laut15

..........................................................................................

2.1.2.1Energi15

.........................................................................

2.1.2.2Deep Ocean Water18

..............................................................

2.1.2.3Seabed Mineral Resources20

..................................................................

2.1.3Perhubungan Laut (Pelayaran)23

.........................................................................................

2.1.4Pariwisata Bahari27

..........................................................................................

2.1.5Industri Maritim32

..........................................................................................

2.1.5.1Garam32

.........................................................................

2.1.5.2Galangan Kapal35

.....................................................2.2Profil Industri Dan Jasa Kelautan Di Daerah38

...........................................................................................

2.2.1Kondisi Umum38

........................................................................................

2.2.2Potensi Ekonomi47

................................................................................

2.2.3Isu dan Permasalahan55

..........................................................

2.2.4 Hukum dan Perundang-undangan68

...............................................................................................

2.2.5Kelembagaan75

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan NasionaliiiBAB III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI DAN JASA

KELAUTAN

3.1Inventarisasi Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan ...........................................82

3.1.1 Perikanan dan Biota Laut Lainnya ...........................................................82

3.1.2Pertambangan di Laut ................................................................................86

3.1.3Perhubungan Laut (Pelayaran) ..................................................................86

3.1.4Pariwisata Bahari .........................................................................................87

3.1.5Industri Maritim ..........................................................................................883.2Tinjauan Yuridis .......................................................................................................90

BABIVANALISIS KEBIJAKAN INDUSTRI DAN JASA KELAUTAN

4.1Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ...........................................................110

4.2Analisis 5 Sektor Industri dan Jasa Kelautan .......................................................114BABVKESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1Kesimpulan ...............................................................................................................121

5.2Rekomendasi .............................................................................................................122

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan NasionalivBAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kondisi geografi wilayah negara Republik Indonesia yang terdiri dari kurang lebih 17.480 pulau besar kecil yang menyatu utuh dari Sabang sampai Merauke dengan perairan di sekelilingnya, bersama-sama dengan ideologi Pancasila telah melahirkan Wawasan Nusantara yang merupakan pandangan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tentang diri dan lingkungannya yang berbentuk kehidupan sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan Hankam dalam satu ruang kehidupan yaitu seluas perairan dengan pulau-pulau di dalamnya beserta udara di atasnya karena dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Wawasan Nusantara ini akan selalu menjiwai bangsa Indonesia dalam hidup dan kehidupan nasional maupun dalam kehidupan internasional.

Wawasan Nusantara adalah wawasan hidup bangsa Indonesia yang bercirikan persatuan dan kesatuan secara laras, serasi dan seimbang. Rumusan Wawasan Nusantara secara formal pertama-tama dikemukakan dan dikenal dalam TAP MPR No. IV Tahun 1973 dan seterusnya berturutturut dicantumkan dalam TAP MPR Tahun 1978, 1983 dan 1988 yang ditetapkan sebagai wawasan untuk mencapai tujuan Pembangunan Nasional Jangka Panjang dan menyeluruh melalui tahapan Pelita selanjutnya, yang berkehendak mewujudkan negara kepulauan Indonesia ini dalam satu kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial budaya dan kesatuan Hankam.

Berdasarkan doktrin dasar Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, bangsa Indonesia harus dapat memanfaatkan wilayah laut guna mempertahankan kelangsungan hidup dan mengembangkan kehidupannya. Tanah air Indonesia yang terbentang dari 94 Bujur Timur sampai dengan 141 Bujur Timur dan 6 Lintang Utara sampai dengan 11 Lintang Selatan, terdiri dari ribuan buah pulau besar dan kecil dengan laut antara dan sekelilingnya yang sangat luas yaitu 5,8 juta Km2 memiliki kekayaan sumber daya hewani dan nabati sangat besar yang terkandung didalamnya. Sepanjang pantainya terdapat pula hutan bakau yang luasnya diper-kirakan 4,5 juta hektar dan diperairan pesisir terdapat bentangan wilayah terumbu karang sepanjang 17.500 Km serta rawa nipah dan rawa pasang surut di sekitar muara delta sungai sungai. Yang merupakan lingkungan hidup bagi biota laut dengan standing crop populasi ikan yang cukup tinggi serta terdapat habitat fauna yang berkembang ke jurusan laut dan darat sebagai sumber bahan makanan, minuman, bahan bangunan, energi dan lain-lain bagi rakyat banyak. Selain itu, di bawah dasar laut Indonesia terdapat sumber gas bumi dan endapan minyak yang cukup besar serta diperkirakan pula mengandung banyak bahan galian/bahan tambang. Di samping itu lautnya sendiri mempunyai banyak kemungkinan sebagai sumber energi alternatif seperti pemanfaatan perbedaan temperatur (OTEC) dan energi ombak.

Kondisi geografi Indonesia juga mengisyaratkan bahwa perhubungan laut memegang peranan penting yang cukup menentukan, tentunya dengan dukungan industri galangan, perkapalan dan penunjang lainnya. Demikian pula industri berskala besar mulai banyak bergerak ke arah pantai

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional1untuk mendekatkan jarak, memanfaatkan laut dan sumber dayanya serta aktivitas lainnya sehingga kawasan laut dan pantai memberikan peluang dan ruang bagi pengembangan banyak jenis kegiatan industrinya.Dengan adanya Wawasan Nusantara yang merupakan pandangan geopolitik sekaligus landasan geostrategi Bangsa Indonesia, akhirnya berkembang menjadi wawasan nasional yang digunakan untuk pembangunan tanah air Indonesia beserta isinya, sebagai wadah dan sarana perjuangan hidup bangsa, secara bulat dan menyeluruh. Konsepsi Nusantara (archipelagic concept) merupakan suatu konsepsi kewilayahan nasional, sedangkan Wawasan Nusantara adalah wawasan Nasional Bangsa dan Negara yang pada awalnya berkembang atas dasar konsepsi kewilayahan. Dengan kata lain wujud kesatuan tanah air yang terkandung dalam konsepsi Nusantara merupakan wadah fisik bagi pembangunan nusantara. Dewasa ini Wawasan Nusantara merupakan wawasan nasional yang menyatukan bangsa dan negara secara utuh menyeluruh mencakup segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek: politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hankam.

Konsepsi Negara Nusantara sebagai manifestasi pemikiran politik bangsa Indonesia telah dimantapkan dengan ditetapkannya Wawasan Nusantara sebagai salah satu konsepsi politik dan kenegaraan dalam GBHN sejak TAP MPR No. IV tahun 1973. Ditetapkannya Wawasan Nusantara sebagai suatu konsepsi kesatuan wilayah, bangsa dan Negara yang memandang Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi tanah (darat), air (laut) dan dirgantara di atasnya secara yang tidak terpisahkan, merupakan tahapan akhir dari perkembangan konsepsi Negara nusantara yang dimulai sejak Desember tahun 1957 (Deklarasi Juanda). Setelah menempuh perjuangan yang panjang, maka pada tahun 1982 Indonesia telah berhasil mengukuhkan asas Negara Kepulauan yang telah diakui dunia internasional tentang prinsip hukum Negara Kepulauan seperti yang tercantum dalam Konvensi PBB kedua tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982), di mana Indonesia telah meratifikasinya berdasarkan UU No. 17 tahun 1985.

Berbagai perundangan dan peraturan yang beraspek industri dan jasa kelautan di satu sisi masih belum sesuai dengan standar internasional, dan di sisi lain masih belum semua ketentuan UNCLOS 1982 maupun aturan internasional lainnya yang berkaitan dengan industri dan jasa kelautan diimplementasikan ke dalam perundangan dan juga kebijakan nasional.

Aspek penting lainnya, belum ada pedoman yang mengklasifikasikan kriteria yang termasuk industri dan jasa kelautan, sehingga dapat terjadi kerancuan pemahaman akan industri dan jasa kelautan tersebut. Di samping itu dalam rangka pembangunan industri dan jasa kelautan yang selama ini belum terarah dan banyak terjadi tumpang tindih (over lapping) kebijakan dan seringkali menimbulkan konflik kewenangan antar sektor. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengelolaan di bidang kelautan ditangani lebih dari satu departemen ataupun instansi yang tentu saja memiliki kepentingan yang berbeda sesuai dengan sektor masing-masing.

Dalam rangka mewujudkan tata administrasi kebijakan yang lebih tertib dan sinergis yang berkaitan dengan kebijakan industri dan jasa kelautan nasional maka diperlukan inventarisasi kebijakan baik berupa perundang-undangan, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, maupun Keputusan Menteri yang berkaitan dengan industri dan jasa kelautan.

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu inventarisasi mendetail disertai analisis mendalam oleh Dewan Kelautan Indonesia dengan cara memuat dan memilah-milah segala macam kebijakan

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional2berkaitan dengan industri dan jasa kelautan, disamping itu juga sebagai bagian dari evaluasi sekaligus menjadi langkah penyelarasan administrasi kebijakan industri dan jasa kelautan nasional, sehingga dapat sangat membantu berbagai pihak dalam memutuskan ataupun mempertimbangkan segala macam hal menyangkut berbagai kegiatan sub-sektor industri dan jasa kelautan seperti membuat kebijakan baru, investasi asing maupun dalam negeri, maupun kegiatan-kegiatan akademis.

Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah:

Untuk menginventasir segala bentuk kebijakan yang berkaitan dengan industri dan jasa kelautan nasional yang ditetapkan oleh departemen maupun instansi terkait ke dalam bentuk kajian yang menghasilkan himpunan kebijakan disertai analisa kebijakan terkait dengan industri dan jasa kelautan nasional.

Untuk menginventarisir segala jenis industri dan jasa kelautan.

Menyusun alternatif kebijakan yang mengakomodasi kegiatan yang terkait di bidang industri dan jasa kelautan.

Sasaran

Sasaran kegiatan ini adalah tersusunnya berbagai kebijakan kelautan nasional yang telah di tetapkan oleh pemerintah maupun instansi terkait dan dapat dijadikan salah satu dasar pengambilan keputusan maupun kebijakan baik oleh pemerintah maupun pihak lain yang terkait dengan sub sektor industri dan jasa kelautan di Indonesia.

Lingkup Kegiatan

Melakukan perjalanan ke daerah maupun pusat dalam rangka inventarisasi kebijakan industri dan jasa kelautan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun daerah; Mengadakan rapat persiapan dan pemantapan untuk membahas, mengevaluasi serta meng-inventarisir berbagai kebijakan yang berkaitan dengan industri dan jasa kelautan; Mengadakan rapat penyusunan laporan hasil inventarisasi dan analisa berbagai kebijakan berkaitan dengan industri dan jasa kelautan; Mengadakan koordinasi dan finalisasi kajian dan analisa kebijakan industri dan jasa kelautan Indonesia.

Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari kajian ini adalah tersusunnya analisis kebijakan industri dan jasa kelautan Indonesia disertai dengan usulan rekomendasi yang berkaitan dengan pembenahan kebijakan industri dan jasa kelautan Indonesia.

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional3Metodologi Pendekatan

Analisis kebijakan iIndustri dan jasa kelautan nasional yang dilaksanakan melalui penelitian dan pengkajian dengan menggunakan kerangka yang dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut :

INDUSTRI KELAUTAN

PERIKANAN

PERTAMBANGAN

PELAYARAN

WISATA BAHARI

KONDISI UMUM

PERATURAN PERUNDANG-ISU PERMASALAHAN DI DAERAH

UNDANGAN

RUMUSAN STRATEGI

DANKEBIJAKAN

Gambar 1. Skema Kerangka Pengkajian

Metode pengumpulan data dilakukan dengan 2 tahap yaitu :

Data primer dikumpulkan melalui metode wawancara dengan bantuan sarana berupa daftar pertanyaan (kuisioner). Responden melibatkan tiga jenis sumber data, yaitu: para pejabat di pusat dan daerah (Gubernur dan para kepala dinas sektor terkait), para pakar yang meliputi pakar di bidangnya masing-masing (sektoral), Asosiasi, LSM, dan masyarakat stakeholders di bidang kemaritiman;

Data sekunder yang dikumpulkan dari seluruh peraturan yang berhubungan dengan Analisis Kebijakan industri dan Jasa Kelautan Nasional. Adapun sumber data berasal dari: Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Perindustrian, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Perhubungan, Departemen Dalam Negeri, Bappenas, Peraturan Perundang-undangan daerah.

Metoda Analisa Data. Data dianalisa dan ditata berdasarkan pada pendekatan sebagai berikut :

Perlu diketahui ruang lingkup kegiatan industri dan jasa kelautan dan sektor yang terkait.

Selanjutnya, perlu diinventarisir lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang mendasari tentang industri dan jasa kelautan. Setelah itu, perlu diungkap melalui penelitian dan pengembangan tentang industri kelautan yang terbagi atas potensi yaitu sember daya alam yang secara alamiah telah ada dan perlu di

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional4kelola untuk menghasilkan kontribusi ekonomi, dan jasa kelautan yaitu sumber daya alam laut yang dimanfaatkan lebih lanjut dan memberikan kontribusi ekonomi melalui jasa pelayanan (services).Setelah potensi diketahui, perlu ditinjau berbagai isu permasalahan yang menjadi kendala atau menghambat perkembangan kegiatan industri dan jasa nasional. Pengaturan kegiatan industri dan jasa kelautan secara terpadu memerlukan peraturan perundang-undangan kelautan yang dapat dilaksanakan secara sinergis oleh sektor terkait sehingga dapat meningkatkan perekonomian rakyat dan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi bangsa Indonesia.

Sistematika Penulisan Laporan

Bab I:Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan, sasaran, lingkup kegiatan,

keluaran, metodologi (kerangka pengkajian, teknik pengumpulan data, populasi dan

sampel, sistematika penulisan laporan)Bab II:Industri dan jasa kelautan nasional yang berisi tentang gambaran umum,

permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh sektor terkait dalam rangka

pengembangan kegiatan industri kelautan yang dikelompokkan ke dalam sektor

perikanan dan biota laut lainnya yang terdiri atas kegiatan industri perikanan,

bioteknologi dan BMKT, pertambangan di laut yang terdiri dari energi, Deep Ocean

Water dan Seabed Mineral Resources, industri maritim yang terdiri dari garam dan

galangan kapal, perhubungan laut yang berhubungan denga pelayaran dan pariwisata

bahari. Dan tentang profil Industri dan Jasa Kelautan di daerah yang menggambarkan

kondisi umum, potensi ekonomi, isu dan permasalahan, hukum dan perundangan,

dan kelembagaan.Bab III:Peraturan Perundang-undangan Industri dan Jasa Kelautan yang berisi tentang

peraturan perundang-undangan di bidang perikanan dan biota laut lainnya,

pertambangan di laut, industri, perhubungan laut, dan pariwisata bahari. Dan tinjauan

yuridis mengenai kebijakan industri dan jasa kelautan.Bab IV:Analisis Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan yang mengidentifikasikan faktor

eksternal dan internal dan menganalisa 5 sektor industri dan jasa kelautan.Bab V:Kesimpulan dan rekomendasi merupakan hasil kesimpulan dan rekomendasi

kebijakan yang disarankan bagi pemangku kepentingan kebijakan di laut.

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional5BAB II

INDUSTRI DAN JASA KELAUTAN NASIONAL

Identifikasi Industri dan Jasa Kelautan

Berdasarkan hasil survei di lapangan yang ditunjang dengan data sekunder, maka dapat diidentifikasikan beberapa kegiatan industri dan jasa kelautan yang dikelompokan dalam 5 sektor yaitu sektor perikanan dan biota laut lainnya yang terdiri dari industri perikanan, bioteknologi, dan bahan muatan kapal tenggelam (BMKT), sektor pertambangan di Laut, terdiri dari energi, deep ocean water dan seabed mineral resources, sektor industri maritim yang terdiri dari garam dan galangan kapal, sektor perhubungan laut berkaitan erat dengan kegiatan pelayaran dan dari sektor pariwisata adalah kegiatan parawisata bahari.

Industri Perikanan dan Biota Laut Lainnya

Perikanan

Potensi industri perikanan Indonesia sangat besar, dan sepatutnya Indonesia menjadi negara industri perikanan terbesar di Asia. Potensi perikanan laut Indonesia sekitar 6,6 juta ton per tahun, terdiri dari 4,5 juta ton per tahun dari perairan nusantara dan 2,1 juta ton per tahun dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) atau 7,5 persen dari total potensi lestari ikan laut dunia. Saat ini Indonesia merupakan produsen ikan terbesar keenam di dunia dengan volume produksi enam juta ton (FAO, 2003). Bila Indonesia mampu meningkatkan produksi perikanannya, terutama yang berasal dari usaha perikanan budidaya, menjadi 50 juta ton per tahun (75 persen dari total potensi), maka Indonesia bakal menjadi produsen perikanan terbesar di Asia bahkan dunia.

Sedangkan jumlah produksi ikan laut baru sekitar 2,2 juta ton per tahun, dan terutama terbesar dari perairan teritorial yang dangkal. Potensi sumberdaya ikan tersebut, apabila dikelompokkan berdasarkan jenis ikan terdiri dari pelagis besar 1,05 juta ton, pelagis kecil 3,24 juta ton, demersal 1,79 juta ton, udang 0,08 juta ton, cumi-cumi 0,03 juta ton, dan ikan karang 0,08 juta ton. Dari seluruh potensi sumberdaya ikan tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB atau TAC; total allowable catch) sebesar 5,01 juta ton per tahun atau sekitar 80% potensi lestari. Meski diakui beberapa jenis ikan telah mengalami gejala tangkap lebih (overfishing) di beberapa perairan nusantara.

Potensi budidaya laut khususnya ikan dan moluska juga masih sangat besar. Luas lahan total perairan laut yang berpotensi untuk budidaya ikan (kakap, baronang dan kerapu) sekitar 1.059.720 ha, dan budidaya moluska (kerang-kerangan) dan teripang sekitar 720.500 ha. Sedangkan potensi produksi dari kegiatan budidaya ikan dan moluska diperkirakan sekitar 46,73 juta ton per tahun. Potensi budidaya laut yang terdiri dari total potensi budidaya ikan (kakap, baronang dan kerapu), budidaya moluska (kerang-kerangan dan teripang) dan budidaya rumput laut serta mutiara

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional6mencapai volume total 528,4 ribu ton, memiliki potensi nilai ekonomi sekitar US$ 567,00 juta. Potensi ini diperkirakan hanya berdasarkan potensi luas lahan yang tersedia, belum dengan peningkatan teknologi maupun intensifikasi. Tentu, dengan peningkatan teknologi maka produktivitas akan meningkat, dengan demikian akan memiliki nilai ekonomi yang lebih besar.

Dari sekian banyak potensi yang dimiliki, Namun kontribusi sektor perikanan terhadap PDB masih belum berarti, hanya sekitar 2,7%. Nelayan dan pembudidaya ikan masih merupakan kelompok termiskin. Armada kapal ikan bermotor yang dapat mencapai ZEEI juga masih sedikit, dan pertambahan kapal ikan sangat kurang berarti dibandingkan dengan ribuan kapal asing yang diduga melakukan illegal fishing di perairan dan yurisdiksi Indonesia. Pertambahan kawasan budidaya perikanan pun masih sangat kurang dan tidak signifikan. Demikian pula kawasan-kawasan industri pengelolaan ikan belum terbangun. Bahkan lebih dari separuh sarana dan prasarana pelabuhan perikanan tidak difungsikan. Di samping itu lembaga pembiayaan untuk mengembang-kan perikanan, khususnya perikanan laut masih sangat terbatas.

Menjadi kenyataan hingga saat ini kondisi nelayan masih terus miskin, kumuh, tertinggal dan tidak berpendidikan, disebabkan karena sumber daya ikan hanya menjadi kurasan kemegahan sektor lainnya. Selain itu juga keengganan para investor termasuk perbankan untuk melirik laut sebagai sumber kemakmuran bangsa.Meskipun Indonesia tercatat sebagai salah satu negara penangkap ikan terbesar di dunia, kontribusi perikanan terhadap ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat masih sangat kecil. Interaksi antarpelaku industri belum menguntungkan untuk negara maupun rakyat. Industri perikanan masih lemah dan fragmental belum terintegrasi secara horisontal (antarwilayah dan dengan sektor komplementar) dan belum terintegrasi secara vertikal (hulu-hilir, produksi, pengolahan dan pemasaran baik domestik maupun mancanegara). Permasalahan lain juga seperti pencurian ikan (ilegal fishing) oleh kapal ikan asing masih cukup besar, baik di ZEE maupun diperairan nusantara dan laut teritorial dan juga praktek perikanan yang merusak dan belum berkembangnya budi daya perikanan.

Rendahnya tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan pada Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan daerah terpencil (remote areas) lainnya mengindikasikan ketidakgigihan bangsa Indonesia untuk menjadikan laut sebagai bagian dari hari depan bangsa.

Secara spesifik permasalahan dan kendala dalam implementasi pembangunan perikanan dan kelautan dapat diklasifikasikan ke dalam dua tingkatan, yaitu: (1) Masalah mikro-teknis, yakni masalah yang muncul dan disebabkan oleh kondisi internal pembangunan perikanan dan kelautan, dan (2) Makro-struktural (kebijakan ekonomi makro yang kurang kondusif) yakni masalah yang muncul dan disebabkan oleh kondisi eksternal baik ekonomi-makro, politik, hukum dan kelembagaan.

Produksi perikanan tiap tahun naik sekitar 5 persen, peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya armada perahu/kapal penangkap ikan. Sebagian besar kapal

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional7penangkap ikan merupakan jenis perahu tak bermotor. Usaha intensifikasi di perairan pantai akan dilaksanakan dengan motorisasi dan modernisasi unit penangkapan, sedang intensifikasi dan ekstensifikasi penangkapan lepas pantai dan ZEEI dilakukan melalui paket teknologi penangkapan yang efisien. agar dapat bersaing di pasaran internasionaI.

Walaupun secara keseluruhan sumber penangkapan di laut masih memberikan kemungkinan yang besar bagi pengembangan perikanan, yaitu pemanfaatan baru sekitar 35% dari potensi di perairan Nusantara dan ZEEI, akan tetapi beberapa daerah telah diusahakan sangat intensif sehingga sumber perikanannya sudah mendekati atau mencapai tingkat pemanfaatan penuh atau gejala tangkap lebih (overfishing), karenanya status sumber tersebut digolongkan sudah kritis.

Daerah-daerah yang digolongkan kritis tersebut ialah daerah perairan pantai atau selat-selat yang sempit dan padat nelayan.

Daerah-daerah kritis tersebut yang dapat digolongkan menurut jenis sumbernya adalah:Sumber perikanan pelagis kecil, yaitu daerah Selat Malaka, pantai Utara Jawa, Selat Bali, Selat Makasar (khusus ikan terbang) dan Selat Alas (khusus cumi-cumi). Sumber perikanan udang, yaitu daerah Selat Malaka, pantai Barat Sumatera Utara, pantai Barat/Selatan/Timur Kalimantan, Sulawesi Selatan dan Cilacap.

Sumber perikanan demersal, yaitu daerah Selat Malaka. pantai Utara Jawa (dekat pantai sebagai daerah perikanan tradisional). Disamping adanya daerah-daerah kritis, terdapat juga beberapa daerah yang masih potensial dan masih dapat dimanfaatkan serta dikembangkan. Menurut jenis sumbernya, daerah potensial tersebut adalah :Sumber perikanan demersal, yaitu daerah Laut Cina Selatan, Selat Kalimantan, Timur Kalimantan, Malaku , Irian Jaya, dan Laut Jawa lepas pantai.

Sumber perikanan karang, yaitu daerah Utara Sumatera, Laut Cina Selatan, NIT, NTB dan Maluku - Irian Jaya. Sumber perikanan pelagis, yaitu daerah Barat Sumatera, Laut Cina Selatan,. Utara Sulawesi, Maluku - Irian Jaya, Selatan/ Timur Kalimantan, NTB dan NTT.

Sumber perikanan tuna dan cakalang, yaitu daerah Utara Sumatera (Aceh), Barat Sumatera, Utara Sulawesi, Maluku, Irian Jaya. NTB dan NTT.

Dalam pengembangan industri perikanan masih terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain:Pajak kapal yang dirasakan terlalu besar. Insentif fiskal dan kredit untuk kapal perikanan belum memadai sebagaimana diberikan oleh negara lain. Pendanaan, kebijakan perbankan yang menyebabkan kredit tidak murah dan tidak mudah untuk pengadaan kapal perikanan;

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional8Program APBN/APBD masih terlalu berorientasi pada proyek Economic Overhead Capital (EOC) dan Social Overhead Capital (SOC), belum pada Directly Productive Activity (DPA) seperti seed untuk investasi kapal, tambak, dan pengolahan;

Belum ada kebijakan sistem prosedur kapitalisasi aset dan dana.Perlu di integrasikan value engineering untuk mengubah lahan pesisir murah menjadi kawasan budidaya perikanan yang produktif dengan financial engineering melalui kebijakan fiskal, penjaminan kredit, kredit, dan bagi hasil yang adil antara pengelola, karyawan, masyarakat, dan Pemda.

Adanya trade off antara industri penangkapan ikan yang memerlukan teknologi penangkapan yang modern dengan kepentingan nelayan tradisional terutama di daerah perairan pantai/sumber perikanan pelagis. Masih lemahnya pengawasan terhadap penggunaan alat dan teknologi penangkapan yang dapat merusak potensi lestari sumber daya perikanan. Pencemaran yang tinggi di daerah perairan pantai/sumber perikanan pelagis akibat kegiatan manusia di daratan.

Untuk dapat menerapkan kebijakan pembangunan perikanan diperlukan instrumen hukum dan kelembagaan yang memadai. Kesepakatan pakar dan pengamat pem-bangunan perikanan dari dalam maupun luar negeri, bahwa implementasi dan penegak-kan hukum (law enforcement) bidang perikanan di Indonesia dinilai masih lemah. Sanksi hukum bagi perusak lingkungan masih terlalu ringan, seperti bagi pengguna bahan-bahan peledak, bahan beracun (cyanida), dan juga aktivitas penangkapan ikan secara illegal, di sisi lain, terjadi juga tumpang tindih (over lapping) kebijakan yang seringkali menimbulkan konflik kewenangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengelolaan wilayah-wilayah tersebut ditangani lebih dari satu departemen yang tentu saja memiliki kepentingan yang berbeda. Padahal hubungan ekologis-biologis dan ekonomi daerah pesisir, pantai, laut, sungai maupun danau saling terkait satu dengan lainnya.

Bioteknologi

Sumberdaya laut dengan kekayaan flora dan faunanya yang dimiliki negeri ini sudah tak disangsikan lagi. Semua kekayaan yang ada di lautan itu jelas memiliki kegunaan yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia khususnya penduduk Indonesia. Diantara kegunaan itu adalah menjadi bahan baku untuk membuat makanan dan minuman, bahan baku untuk industri farmasi dan kosmetika. Salah satu upaya yang harus dilakukan untuk mengembangkan pemanfaatan kekayaan sumberdaya laut tersebut adalah melalui pengembangan industri bioteknologi.

Organisme laut seperti berbagai macam jenis algae, phytoplankton, mikroba, bintang laut hingga moluska sudah banyak yang membuktikan di dalam tubuhnya memiliki bahan-bahan aktif dan bahan kimia yang sangat berguna. Zat-zat tersebut dapat di

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional9gunakan untuk bahan baku pada kegiatan berbagai industri, seperti yang telah di sebutkan di atas. Dari berbagai macam biota laut ini juga dimungkinkan untuk men-dapatkan zat aktif yang dapat digunakan untuk obat berbagai penyakit yang mematikan seperti AIDS dan kanker.

Berbagai bahan bioaktif yang terdapat dalam biota laut seperti omega-3, hormon, protein dan vitamin memiliki potensi bagi penyediaan bahan baku industri farmasi dan kosmetik. Diperkirakan lebih dari 35 ribu spesies biota laut yang ada di perairan Indonesia memiliki potensi seba-gai penghasil bahan obat-obatan. Sampai saat ini di ketahui yang baru bisa dimanfaatkan 5 ribu spesies saja.

Kegiatan bioteknologi kelautan bila dikelola dengan baik sebenarnya dapat mem-berikan kontribusi ekonomi yang cukup besar bagi bangsa. Besarnya potensi ekonomi yang bisa dihasilkan dari produk bioteknologi kelautan bisa dilihat dari keberhasilan Amerika. Negara ini dari industri bioteknologinya mampu menghasilkan sekitar US$ 40 miliar. Padahal kekayaan keanekaragaman hayati sumberdaya laut negeri ini tidak sebesar Indonesia. Kemampuan negeri ini dalam bidang bioteknologi yang cukup maju telah membuktikan bahwa industri ini memang mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi sebuah negara.

Amerika mampu mengekspor hasil produksi bioteknologi kelautannya ke berbagai negara dengan nilai sekitar US$ 4 miliar per tahun. Padahal banyak bahan baku yang digunakan industri biteknologi kelautan yang ada di negeri ini di dapat dari negara lain termasuk Indonesia. Tidak hanya Amerika, negara-negara industri maju yang ada di benua Eropa sudah menjadikan bioteknologi sebagai kegiatan industri yang amat penting di negerinya. (Demersal Maret 2007).

Ke depan, pemerintah, peneliti/pakar, perguruan tinggi, dan investor perlu memantapkan rencana aksi terpadu pengembangan industri biotek kelautan. Dalam rangka menarik investasi, para investor diberi pengertian bahwa mengembangkan industri bioteknologi di negeri ini cukup menguntungkan. Sumberdaya berlimpah, kemampuan pasar untuk menyerap produk bioteknologi juga cukup besar. Jumlah penduduk Indonesia yang cukup banyak sekitar 220 juta jiwa merupakan potensi pasar yang tidak dapat diabaikan begitu saja.

Perkembangan bioteknologi di Indonesia yaitu industri Bioteknologi di Indonesia umumnya merupakan industri generasi I. Pada pelita VI, bioteknologi ditetapkan menjadi prioritas pembangunan di bidang iptek, baru pada tahap penelitian di kalangan universitas dan lembaga penelitian pemerintah.

Bioteknologi kelautan dapat didayagunakan untuk mengendalikan pencemaran/ polusi di perairan, salah satunya kita pernah mendengar cara mengatasi tumpahan minyak dengan mikroba dan kemudian mikroba tersebut mati setelah memakan minyak tersebut. Hasil dari pengolahan biota laut menjadi obat-obatan dan bahan farmasi juga merupakan salah satu aplikasi dari bioteknologi kelautan.

Produk bioteknologi yang memiliki nilai tinggi, karena itu perkembangan industri bioteknologi di Indonesi akan mendukung perbaikan ekonomi untuk kemakmuran

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional10masyarakatnya, maka sudah seharusnya riset pengembangan produk bioteknologi ini perlu lebih mendapat perhatian pemerintah. Insentif bagi instansi riset dan peneliti yang mampu mengkomersilkan hasil risetnya diduga akan mampu meningkatkan kinerja institusi riset. Alokasi dana perlu diperbesar, mengingat riset bioteknologi perlu sumberdaya yang relatif besar.

Kegiatan riset bioteknologi kelautan meliputi :

Produk bahan alami dari Laut yaitu eksplorasi senyawa bioaktif dari biota laut (invertebrata laut, rumput laut dan ikan-ikan jenis tertentu) untuk produk biofarmasi. Budidaya perikanan yaitu rekayasa genetika untuk mendapatkan jenis unggul (udang, ikan, rumput laut) Eksplorasi mikroorganisme dan bahan aktif untuk penanggulangan penyakit udang / ikan (probiotik, vaksin, elisa kit) Perbaikan nutrisi untuk meningkatkan pertumbuhan dan kualitas hasil budidaya (enzim, probiotik) Pengendalian pencemaran yaitu bioremediasi untuk mengurangi beban limbah.

Berikut ini permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh industri bioteknologi kelautan antara lain :

Terbatasnya informasi ilmiah sebagai landasan pengelolaan antara lain kurangnya pengetahuan tentang nilai dan manfaat ekosistem pesisir dan laut, ekosistem yang kompleks sehingga memerlukan kajian yang mendalam serta intensitas pertukaran informasi antara peneliti, stakeholder dan pengambil kebijakan masih rendah.

Konflik antara kepentingan konservasi dan pembangunan ekonomi

Kesenjangan dan tumpang tindih yurisdiksi.

Masih kurangnya kemampuan SDM dalam mengembangkan Bioteknologi sebagai dasar untuk mengembangkan bioindustri dalam negeri. Terbatasnya dukungan sarana laboratorium litbang yang memadai dalam mengembangkan bioteknologi khususnya yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan bioindustri. Hasil-hasil penelitian pada umumnya belum dapat diterapkan dalam skala industri (skala komersil).

Tidak adanya insentif yang menarik bagi peneliti yang terjun dalam bidang pengembangan bioteknologi. Kurangnya informasi dan sosialisasi mengenai perkembangan dan manfaat bioteknologi kepada masyarakat dan dunia usaha. Belum terbentuknya kemitraan antar lembaga riset dengan dunia usaha dalam mengembangkan bioteknologi untuk dapat diaplikasikan menjadi bioindustri.

Belum adanya asosiasi atau kelembagaan mengenai bioteknologi yang mampu menampung ide-ide maupun rencana pengembangan bioteknologi ke depan.

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional11Kurangnya bahan pendukung dibidang bioindustri, seperti industri enzim yang ditujukan untuk mendukung pengolahan bioindustri. Sedangkan tantangan yang dihadapi oleh industri bioteknologi kelautan adalah:

Semakin berkembangnya pemanfaatan bioteknologi sebagai sumber pengembangan bioindustri yang ramah lingkungan. Banyak negara-negara maju maupuan negara berkembang yang sudah men-dorong pengembangan bioteknologi dalam rangka mendukung pengembangan bioindustri dengan memberikan insentif antara lain tax holiday.

Tuntutan masyarakat terhadap produk yang dihaslkan melalui pemanfaatan bioteknologi semakin besar karena lebih ramah lingkungan. Indonesia merupakan negara penghasil sumber daya alam yang melimpah dengan berbagai macam ragam hayati yang bermanfaat bagi kehidupan manusia sehingga perlu untuk mengembangkan produk bioteknologi agak tidak ketinggalam dari negara-negara pesaing.

Pasar produk bioindustri masih terbuka luas baik di dalam maupun di luar negeri.

Barang Muatan Kapal Tenggelam

Barang Muatan Kapal Tenggelam dikenal pula sebagai harta karun, sebenarnya telah lama memiliki daya magis ekonomi yang cukup besar. Wajar saja karena didalamnya terkandung nilai sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan, disamping nilai ekonomis itu sendiri.

Barang Muatan Kapal Tenggelam adalah, benda yang berasal dari semua kapal yang tenggelam di wilayah perairan territorial Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dan Landas Kontinen Indonesia yang mempunyai umur sekurang-kurangnya 50 (limapuluh) tahun. Diperkirakan ratusan hingga ribuan kapal karam di berbagai wilayah perairan Indonesia sebagian di antaranya bermuatan benda-benda berharga yang dikenal sebagai Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam (BMKT) berupa keramik, logam mulia (emas perak) batuan berharga dan benda lain.

Banyak negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dewasa ini menyadari nilai dari BMKT yang ada di dasar laut perairan yurisdiksi mereka. Tidak hanya dalam konteks nilai moneternya saja tapi juga konteks arkeologis dan kesejarahannya. Mereka membuka diri untuk upaya-upaya operasi pengangkatan BMKT. Mempersilahkan para investor dan atau perusahaan pengangkat yang berminat untuk melakukan operasi pengangkatan. Betapa tidak? pemerintah (baca: negara) tidak perlu menguras dana untuk penyelenggaraan operasi pengangkatan BMKT. Seluruh dana operasi dikeluarkan oleh pihak perusahaan pengangkat. Negara hanya menerbitkan ijin survei, pengangkatan dan pemanfaatannya serta syarat-syarat tata cara pelaksanaannya, melakukan pengawasan dan pengamanan dan ujungnya

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional12memperoleh data arkeologis/sejarah kelautan dan menerima persentase dari hasil penjualan sebagai PNBP.Memang benar bahwa Pemerintah Indonesia hingga kini belum rnemiliki data aktual dan lengkap mengenai persebaran keberadaan BMKT yang ada di wilayah perairan Indonesia. Pengertian lengkap disini ialah, bahwa data dan informasinya menggambarkan beberapa hal seperti: asal kapal, bentuk, muatan, jenis kapal, tujuan dari dan ke, serta tahun dan lokasi tenggelamnya.

Tabel1.

Persebaran dan Lokasi BMKT

No.Daerah

Lokasi

1Selat Bangka

7

2Belitung

9

3Selat Gaspar, Sumatera Selatan

5

4Selat Karimata

35Perairan riau

176Selat Malaka

37

7Kepulauan Seribu

18

8Perairan Jawa Tengah

99Karimun Jawa, Jepara

14

10Selat Madura

511NTB/NTT

8

12Pelabuhan Ratu

13413Selat Makassar

8

14Perairan Cilacap, Jawa Tengah

51

15Perairan Arafuru, Maluku

5716Perairan Ambon, Buru

1317Perairan Halmahera, Tidore

16

18Perairan Morotai

7

19Teluk Tomini, Sulawesi Utara

320Irian Jaya

32

21Kepulauan Enggano

11

Sumber : Ditjen P2SDKP

Melihat data sebagaimana tampilan pada tabel Persebaran dan Lokasi BMKT di atas, tentu saja semakin membuka mata hati, betapa harta karun yang berada di wilayah perairan Indonesia masih demikian banyak. Ini artinya, tantangan dan tugas kepengawasan juga masih memerlukan energi yang cukup banyak. Sarana dan

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional13prasarana misalnya, juga harus lebih dipersiapkan agar memadai, disamping perlunya koordinasi yang lebih sinergis antar instansi terkait. Tak kalah pentingnya adalah aspek kebijakan regulasi dan pengawasan pengelolaan BMKT agar menjadi titik penting untuk terus dilaksanakan secara baik. Faktor ini menjadi teramat penting manakala berbicara mengenai manfaat BMKT yang tentu saja sangat terkait dengan sejarah, ilmu pengetahuan, arkeologi, ekonomi serta budaya.

Bagaimanapun, aspek kebijakan regulasi dan pengawasan dan pengendalian pengelolaan BMKT oleh negara perlu terus dilaksanakan demi kepentingan sejarah dan penerimaan devisa negara, dari pada dinikmati oleh sekelompok orang para pem-buru harta karun, yang mungkin saja saat ini sedang melakukan operasi pengangkatan secara ilegal serta rnengabaikan serta memusnahkan nilai intangible sejarah kelautan Indonesia.

Benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam sebagai salah satu sumberdaya yang terdapat di laut di dalam pengelolaan terhadap beberapa permasalahan dan tantangan yang perlu mendapatkan perhatian dari berbagai sektor terkait, seperti:Belum adanya pemahaman, harmonisasi dan sinkronisasi berbagai peraturan perundang-undangan serta payung hukum yang secara kuat mengatur pengelolaan BMKT. Belum adanya pendataan kapal tenggelam yang berpotensi BMKT serta pembaruan data potensi itu sendiri di perairan Indonesia. Belum terlaksananya perawatan BMKT pasca pengangkatan yang sesuai dengan kaidah-kaidah arkeologis terutama di gudang-gudang penyimpanan. Belum adanya standarisasi prosedur dokumen dan inventarisasi dalam kegiatan pengelolaan BMKT. Masih adanya kontroversi dalam hal legal aspek status hasil penjualan BMKT bagian pemerintah apakah sebagian PNBP atau pajak. Belum adanya museum maritim yang mewadahi semua aspek kemaritiman khususnya benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam pada level nasional maupun daerah. Masih sangat terbatas kualitas dan kuantitas SDM yang handal dalam penangkapan dan pengelolaan BMKT di lautan di darat sesuai akidah arkeologis.

Belum adanya lembaga yang professional dan estabilise/permanent secara dalam penanganan BMKT ke depan. Masih adanya peraturan perundang-undangan dalam hal penjualan lembaga-lembaga Internasional.

Disamping permasalahan diatas, juga terjadi kendala pada BMKT adalah Pertama, tidak adanya jaminan asuransi kecelakaan, baik bagi pengawas maupun bagi penyelam yang melakukan kegiatan pengangkatan; Kedua, tidak adanya tenaga medis di kapal pengangkat, padahal lokasi pengangkatan BMKT jauh dari pemukiman penduduk. Dikhawatirkan, apabila terjadi kecelakaan di lapangan, tidak

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional14dapat segera mendapat pertolongan; Ketiga, dalam hal perawatan BMKT yang lelah diangkat, perawatannya dapat dikatakan kurang memadai karena tidak ada staf khusus yang menangani BMKT sehingga perawatannya kurang maksimal.

Pertambangan di Laut

Energi

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan sekitar 75 persen wilayahnya terdiri dari laut mengandung potensi pertambangan laut yang cukup besar, dan mempunyai sumber energi yang cukup menjanjikan yang dapat diolah dan dikelola untuk kebutuhan pembangunan nasional.

Disamping itu Indonesia juga mempunyai sumber energi alternatif yang berasal dari laut dengan jumlah yang cukup, berkualitas, yang dapat memenuhi kebutuhan sendiri.

Energi Kelautan merupakan energi non-konvensional dan termasuk sumber daya kelautan nonhayati yang dapat diperbaharui yang memiliki potensi untuk di kembangkan di kawasan pesisir dan lautan Indonesia. Keberadaan sumber daya ini di masa yang akan datang semakin signifikan manakala energi yang bersumber dari BBM (bahan bakar minyak) semakin menipis. Jenis energi kelautan yang berpeluang dikembangkan adalah Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), energi kinetik dari gelombang, pasang surut dan arus, konversi energi dari perbedaan salinitas. Perairan Indonesia merupakan suatu wilayah perairan yang sangat ideal untuk mengembangkan sumber energi OTEC.

Hal ini dimungkinkan karena OTEC didasari pada perbedaan suhu air laut permukaan dengan suhu air pada kedalaman 1 km minimal 20 derajat celcius. Keadaan ini terlihat dari banyak laut, teluk serta selat yang cukup dalam di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar bagi pengembangan OTEC.

Energi kelautan adalah energi yang dihasilkan dari hasil konversi gaya mekanik, gaya potensial, perbedaan temperatur air laut. Energi kelautan dapat digolongkan menjadi empat jenis yaitu energi panas laut (ocean thermal), energi pasang surut (tidal energy), energi gelombang (wind wave energy) dan energi arus laut (current energy).

Energi panas (thermal) laut adalah memanfaatkan beda temperatur air laut di permukaan dengan temperatur air laut pada kedalaman tertentu, dengan selisih minimal 20oC pada kedalaman 1 km. Energi gelombang adalah energi yang kinetik dari pemanfaatan beda ketinggian pasang surut laut. Termasuk dalam energi pasang surut adalah energi arus laut. Energi arus laut adalah energi kinetik dari pemanfaatan kecepatan arus laut. Disamping itu energi kelautan juga dapat dihasilkan dari pengolahan sumberdaya alam hayati, seperti alga hijau.

Sebagai negara kepulauan, potensi energi kelautan (ocean energy) di Indonesia cukup potensial, baik energi gelombang, arus, pasang surut, dan perbedaan temperatur air laut (ocean thermal). Walaupun letak potensinya yang tersebar tidak merata, namun jika dimanfaatkan dapat memberikan kontribusi energi pada masyarakat pulau-pulau

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional15kecil dan terpencil serta masyarakat pantai. Energi kelautan merupakan jenis energi alternatif dan energi terbarukan, sehingga dalam program jangka panjang tidak tergantung pada ketersediaan cadangan.Walaupun kontribusi energi kelautan ini tidak cukup signifikan untuk memberikan kontribusi terhadap pemenuhan energi nasional, namun secara bertahap akan meningkatkan target pemenuhan energi mix (5% dari kebutuhan energi nasional).Kegiatan penelitian dan pengembangan energi kelautan ini masih bersifat riset murni dan dilakukan oleh berbagai institusi yang berkaitan dengan pengembangan energi, seperti perguruan tinggi (potensi sumber daya), institusi litbang (kajian prototipe), lembaga penelitian sub sektor kelistrikan (mini pilot plant), dan belum sampai pada tahapan pembuatan pilot plant apalagi skala komersial.

Permasalahan dalam pemanfaatan energi kelautan ini umumnya menyangkut kebijakan pemerintah yang masih bertumpu kepada pemanfaatan energi pembakaran fosil fuel yang bersubsidi sehingga energi kelautan ini belum dapat bersaing dari segi tarif dan kualitasnya.

Yang menjadi pokok permasalahan adalah belum terdapatnya kebijakan-kebijakan yang menunjang pemberdayaan sumber daya energi dan mineral serta kemampuan SDM, dan belum termanfaatkannya potensi sumber daya energi dan mineral khususnya yang berasal dari laut.

Saat ini kebijakan energi nasional masih mengarah pada pemanfaatan batu bara sebagai bahan bakar, dengan mengurangi pemanfaatan minyak bumi dari 70% menjadi 35% pada tahun 2025. Namun demikian pemanfaatan batu bara untuk pembangkit listrik masih terkendala oleh konsekuensi sebagai pemrakarsa Kyoto Protokol, yaitu pegurangan emisi gas buang CO2. Oleh sebab itu, upaya diversifikasi energi yang memanfaatkan energi bara, energi terbarukan, dan energi alternatif menjadi prioritas untuk dikembangkan pada kebijakan energi mix nasional di masa yang akan datang.

Salah satu energi alternatifdan energi terbarukan yang berpotensi untuk di kembangkan adalah energi kelautan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meman-faatkan sumber daya energi kelautan ini, namun mengingat biaya pembangkitannya lebih inalial dibanding tarif kelistrikan nasional, maka hingga saat ini belum dapat diusahakan menjadi skala komersial.

Salah satu alasan untuk mengembangkan pemanfaatan energi kelautan adalah dalam rangka meningkatkan rasio elektrifikasi, terutama di pulau-pulau terpencil. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah adalah mendistribusikan pembangkit-pembangkit listrik skala mikro seperti energi angin dan energi matahari yang telah diimplementasikan pada daerah terpencil, sedangkan energi kelutan masih masih dalam tahapan penjajagan yang disesuaikan dengan potensi sumber daya energi kelautan setempat. Target pemerintah sesuai dengan road Map Kebijakan Energi Nasional (KEN-2005) adalah peningkatan elektrifikasi rasio kelistrikan hingga mencapai 90% pada tahun 2025. Hal ini merupakan tantangan yang sulit dicapai,

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional16karena daerah-daerah yang belum terjangkau listrik terletak jauh dari jaringan dan berada pada pulau-pulau terpencil. Oleh sebab itulah, salah satu kebijakan jangka pendek adalah memanfaatkan sumber-sumber energi kelautan menjadi pembangkit listrik dalam skala keen dan mikro.

Kebijakan Energi Nasional (2005) mencanangkan bahwa energi terbarukan dan energi alternatif, termasuk energi kelautan diharapkan sudah memberikan kontribusi pada energi mix sebesar 5% dari kebutuhan energi nasional. Saat ini energi kelautan masih dalam tahapan penelitian dan pengembangan, pembuatan prototype dan mini pilot plant sehingga belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada energi mix.

Potensi energi kelautan di Indonesia dinilai cukup potensial untuk dikembangkan walaupun lokasinya tersebar tidak merata. Namun demikian, karena investasi pembangunan pembangkit energi kelautan secara ekonomis masih jauh lebih tinggi dibandingkan pembangkit konvensional lainnya, maka pelu ditunjang oleh kebijakan khusus untuk memberlakukan jenis energi ini sebagai infrastruktur masyarakat terpencil dan bukan sebagai komoditi energi.

Dengan demikian, diperlukan subsidi pemerintah, insentif investasi serta kemudahan-kemudahan perijinan dalam pengusahaannya, agar energi kelautan sebagai energi alternatif dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat di daerah terpencil.

Teknologi pemanfaatan thermal laut dikenal sebagai energi OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion). Potensi OTEC di lautan wilayah Indonesia mencapai 2.5 x 1023 joule dengan efisiensi konversi energi panas laut sebesar 3 (tiga) persen, maka dapat menghasilkan daya sekitar 240.000MW.

Potensi energi panas laut yang cukup menjanjikan terletak pada daerah antara 6-9o lintang selatan dan 104 109obujur timur. Di daerah ini umumnya ditemukan perbedaan suhu laut di permukaan laut dan suhu pada kedalaman 650 1000 meter antara 20oC 28oC.

Energi pasang surut

Saat ini potensi energi pasang surut di seluruh samudera di dunia mencapai 3.106 MW, diantaranya dimanfaatkan di Prancis, Rusia,Canada dan Australia. Perairan Indonesia yang berpotensi untuk pemanfaatan energi pasang surut adalah sebagian pantai Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Papua dan pantai selatan Pulau Jawa yang memiliki beda pasang surut sekitar 5 (lima) meter.

Potensi energi pasang surut dan arus laut yang cukup besar di kawasan Indonesia Timur ( KIT) adalah Laut Aru, yaitu antara Kepulauan Aru hingga Papua bagian selatan (Muara Sungai Digul dan Pulau Dolak) dimana kisaran pasang surut sekitar 4 sampai 6 meter. Pengembangan sumber energi pasang surut di Indonesia telah dimulai dengan dibangunnya dua pilot project yaitu di Bagan Siapi-api dan Merauke yang memiliki beda pasang dan surut sekitar 6 meter.

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional17Energi gelombang

Hasil gelombang konversi gelombang laut di pantai Selandia Baru dengan tinggi rata-rata 1 meter dan periode 9 detik mempunyai daya sebesar 4,3 kW per meter panjang gelombang. Sedangkan deretan gelombang dengan tinggi 2 meter dan 3 meter dapat membangkitkan daya sebesar 39 kW per meter panjang gelombang. Negara-negara lain yang telah memanfaatkan energi gelombang untuk pembangkit tenaga listrik adalah Funlay (Kanada), Shanghai (RRC), Rangoon (Myanmar), Abijan (Afrika Barat), Seoul (Korea Selatan), jalur Magellan (Amerika Serikat) dan Bristol (Inggris).

Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan energi kelautan antara lain : rasio elektrifikasi masih rendah, keterbatasan PLN untuk melistriki wilayah terpencil dan isu lingkungan (energi bersih)

Pertimbangan untuk mengembangkan energi kelautan ini adalah melonjaknya harga minyak bumi (crude oil US$>92.0). Selain itu meningkatnya isu lingkungan seperti penerapan Kyoto Protokol, merupakan upaya untuk lebih memberikan prioritas bagi pemanfaatan energi baru dan terbarukan termasuk energi kelautan.

Potensi pengembangan sumber energi pasang surut di Indonesia paling tidak terdapat di dua lokasi, yaitu Bagan Siapi-api dan Merauke, karena di kedua lokasi ini kisaran pasang surutnya mencapai 4- meter. Potensi pengembangan pembangkit listrik tenaga gelombang laut diantaranya di pantai Baron, Yogyakarta dan pantai padang. Potensi pengembangan pembangit listrik arus laut diantaranya terdapat di Selat Lombok. Potensi pengembangan pembangkit listrik dengan teknologi OTEC dapat ditemukan di pantai-pantai dengan ciri morfologi dasar laut yang curam.

Dalam upaya pemanfaatan energi kelautan ini, pemerintah melalui ESDM dan BPPT telah mempelopori berbagai penelitian dan pembuatan prototipe pembangkit listrik dengan menggunakan energi kelautan. Hasil kajian secara teknis memperlihatkan bahwa pembangkit-pembangkit listrik ini telah mampu melakukan konversi energi, walaupaun dalam efisiensi yang relatif kecil.

Deep Ocean Water

Ternyata kekayaan laut tidak ada duanya di dunia ini. Namun, untuk saat ini orang belum memanfaatkan secara maksimal potensi laut. Salah satunya adalah Air Laut Dalam. Bahkan, air laut dalam ini kini sudah digunakan oleh beberapa hasil industri. Dan, satu-satunya alat yang efektif untuk menurunkan kadar emisi gas karbon dioksida secara global adalah penggunaan produk yang ramah lingkungan.

Industri Air Laut Dalam sangat potensial dikembangkan di Indonesia, air laut yang berada pada kedalaman lebih dari 500 meter memiliki manfaat yang bernilai ekonomi tinggi. Air laut dalam sangat bersih dan sehat sehingga bisa dimanfaatkan untuk air minum, kosmetik serta bagus untuk budidaya ikan,.

Hampir seluruh wilayah di Indonesia memiliki laut dalam yang airnya bisa

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional18dimanfaatkan namun hanya beberapa wilayah yang layak dan potensial untuk dikembangkan berdasarkan studi kelayakan, seperti Pelabuhan Ratu di Jawa Barat, Gondol dan July di Bali, Bima dan Dompu di Sumbawa, Kupang, dan Ujungpandang. Lokasi lokasi tersebut hanya mewakili sebagian kecil Baja dari keseluruhan potensi yang dimiliki Indonesia.

Air Laut Dalam adalah air yang dikandung oleh lautan dan samudera luas dunia pada kedalaman lebih dari 500 meter. Selama ribuan tahun, air tersebut mengelilingi dunia bersama dengan aliran arus Great Conveyor Belt yaitu arus laut dalam yang bergerak sangat lambat.

Air laut dalam sudah lama diakui sebagai sumber energi laut yang sangat berharga. Selama 20 tahun terakhir ini, riset dan eksperimen mengenai air laut dalam atau yang biasa disebut deep seawater (DSW) terus dilakukan, terutama untuk konversi energi thermalnya dan untuk pengembangan budidaya perikanan laut dalam.Kandungan yang dimiliki DSW sangat superior karena berbagai kelebihan yang dikandungnya. Bagi negara seperti Jepang dan negara-negara perairan lainnya, DSW merupakan sumber daya lokal yang sangat berguna dan juga potensial. Selain fungsinya dalam berbagai produk makanan, sumber daya alam ini mempunyai potensi terpendam lainnya yang bisa dikembangkan secara komersial, termasuk aplikasi di pertanian, pembiakan, dan perawatan dengan memanfaatkan kandungan mineralnya dan temperaturnya yang rendah.

Air dalam aliran arus tersebut sangat jarang naik kepermukaan. Sepanjang perjalanan-nya, air dikedalaman ini menjadi matang dengan tempaan tekanan 500 atm dalam jangka waktu tak terbatas. Air ini juga mengalami berbagai kondisi dan kejadian vulkanis yang memberinya kekayaan unsur hara dan mineral. Dibandingkan dengan air permukaan, kandungan nitratnya 200 kali lebih besar dan fosfatnya sekitar 20 kali lipat. Berada di luar jangkauan sinar matahari membuatnya dingin, bebas bakteri/ patogen dan relatif stabil pada temperatur rendah.

Dengan mempelajari parameter-parameter yang ada. dapat disimpulkan bahwa Indonesia siap untuk memanfaatkan Air Laut Dalam demi peningkat antara hidup masyarakat pesisir serta bagi kepentingan masyarakat luas untuk dapat menikmati kemurnian, kekayaan, dan kematangan air ini. Potensi penggunaannya industri makanan dan minuman, air mineral kemasan, kosmetik serta produk kesehatan akan membuat perbedaan besar dalam hidup manusia. Bahkan kemungkinannya menjadi sumber energi alternatif lingkungan ramah memberi harapan baru bagi kelestarian alam.

Target pasar air laut dalam memang bervariasi, tetapi industri air mineral kemasan sebagai bagian besar mungkin dapat dijadikan contoh. AQUA, produsen yang memimpin pasar dilndonesia, misalnya, memproduksi dan menjual 9 milyar liter air. Dengan asumsi 1% - nya digantikan air laut dalam, berarti AQUA mengkonsumsi 2.465 ton / hari-jumlah yang lebih dari 50% targetproduksi Marine Techno Part.

Berdasarkan perhitungan investasi sederhana, modal awal yang sebesar USD 48.5 juta dapat kembali dalam enam tahun. Net present value positif, yaitu USD 69,5 juta

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional19dan internal rate of ini return 30 %. Dapat disimpulkan bahwa dari sudut pandang investasi, proyek ini layak dilaksanakan. Diperkirakan jumlah laba bersih tahunan yang dapat dihasilkan proyek ini mencapai rata-rata USD 19,6 juta.

Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan industri Deep Ocean Water adalah kebutuhan modal yang besar, seperti yang dijelaskan bahwa modal awal mencapai USD 48,5 juta. Pembiayaan dari luar pastilah diperlukan. Para investor harus dapat diyakinkan bahwa keuntungan yang ditawarkan sangat besar dan balik pokok pasti tercapai, resiko besar seimbang dengan peluang besar. Para investor juga perlu menyadari besarnya resiko mengatasi kekuatan alam yang sangat berpengaruh dan dapat menjadi ancaman bagi instalasi lepas pantai dan air laut dalam itu sendiri, dan tak kalah pentingnya permasalahan akan Pasar yang sangat kompetitif. Pasar telah membuktikan bahwa akan selalau muncul pemain baru dan produk substitusi yang lebih murah atau bahkan lebih baik. Tetapi, dalam hal ini potensi air laut dalam tidak bias disangka adalah sangat besar, serta penyiapan peraturan-peraturan pemerintah pusat dan daerah termasuk peraturan tentang Otonomi Daerah yang dapat mengakomodasi munculnya industri-industri DOW terkait dengan hak rakyat.

Seabed Mineral Resources

Kepulauan Indonesia sangat unik karena terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama yaitu: Lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Pertemuan lempeng-lempeng tersebut telah menyebabkan membentuk laut dalam di kawasan perairan Indonesia, pada kedalaman 2000 m sampai 6000 m yang bersifat samudera (oceanic basins) seperti laut Banda, laut Maluku, laut Sulawesi, laut Flores dan palung-palung samudera dalam seperti palung sunda, dan laut dangkal yang berada pada landas kontinen seperti laut jawa, laut china selatan (paparan sunda), dan laut Arafuru (paparan sahul).

Berkaitan dengan Seabed Mineral Resources ini perlu dilihat potensi sektor energi terutama minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia yang berada di daerah laut yakni pada saat ini 70 persen diantaranya terdapat di cekungan-cekungan tersier lepas pantai dan lebih dari separuhnya terletak di laut dalam. Pada tahun 2004 menurut data Badan Litbang Depatemen ESDM telah beroperasi lebih dari 36 perusahaan minyak di wilayah kerja (WK) lepas pantai dari keseluruhan 153 WK yang melaksanakan eksplorasi dan ekloitasi di lepas pantai.

Mengacu pada pendapatan negara dari sektor migas, sekitar 34 persen hasil minyak dan gas bumi dihasilkan dari ladang-ladang minyak di lepas pantai. Saat ini terindikasi 66 cekungan migas di seluruh Indonesia, sebagian besar berada di darat dan laut dangkal perairan territorial dan hanya beberapa cekungan yang berada pada landas kontinen (cekungan busur muka), 16 cekungan sudah berproduksi, 8 cekungan berpotensi, dan 42 cekungan belum dieksplorasi.

Penelitan cekungan yang dilakukan Pusat Penelitan Pengembangan Geologi Kelautan

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional20(PPPGL) Departemen ESDM jumlah cekungan migas terakhir ditahun 2007 peta cekungan migas akan menjadi 67 cekungan.Sedangkan total potensi minyak bumi yang telah terukur pada seluruh cekungan-cekungan hidrokarbon termasuk cekungan Blok Ambalat Timur yang masih dalam status quo pada 2005 ini mencapai 86,9 milyar barrel yang terbukti. Total cadangan gas bumi terukur mencapai 384,7 triliun kaki kubik (TCF), sedangkan yang terbukti baru ditemukan 90 TCF. Beberapa penelitian potensi hidrokarbon laut dalam khususnya di cekungan busur muka baratdaya Indonesia telah dilakukan, baik kerjasama dengan institusi asing ataupun survey terintergrasi institusi dalam negeri. Cekungan minyak dan gas bumi, yang diperkirakan dapat menghasilkan 84,48 miliar barrel minyak. Dari jumlah cekungan itu, 40 cekungan terdapat di lepas pantai dan 14 cekungan lagi ada di pesisir.

Meski cadangan minyak dan gas bumi Indonesia tergolong besar, dimana cadangan ini tersebar pada lokasi perairan yang terpencil. Saat ini, masih ada sekitar 22 cekungan yang belum diteliti atau dieksplorasi kandungannya. Untuk menjawab semua itu, lembaga riset di Indonesia melaksanakan serangkaian ekspedisi geologi kelautan dengan melibatkan peneliti asing. Di antaranya yang paling akhir adalah dua ekspedisi yang diberi nama Bandamin dan IASSHA. Tujuan penelitian itu, menemukan gunung-gunung api bawah laut dan dikaitkan dengan potensi mineral logam hidrotermal di dasar laut.

Terkait dengan potensi Sumber daya mineral pada landas kontinen Indonesia yang berkaitan dengan Seabed Mineral Resouces secara mendasar yang perlu dilihat yakni Indonesia perlu mengenali betul tentang potensi sumber daya kelautan yang dimiliki, mulai dari petanya yang masih sangat terbatas. Indonesia memiliki peta besar, tetapi untuk peta-peta yang lebih detail yang bisa melihat potensi-potensi yang ada belum dimiliki termasuk pulau-pulau kecil yang saat ini penamaannya belum selesai seluruhnya. Di samping itu permasalahan saat ini masih banyak sumber daya alam yang belum dikenal di dasar laut, tetapi hanya terbatas di pulau-pulau, bukan hanya sumber daya alam yang ada di perairan internasional, perairan nasional pun secara geologi belum melakukan eksplorasi dasar laut. Terkait dengan Ocean Policy apakah batas landas kontinen telah diatur. sampai batas waktu 2009 Indonesia belum menetapkan national comitment pada batas landas kontinen, sehingga permasalahan ini perlu menjadi perhatian bersama Indonesia yaitu mengenali betul dengan menetapkan batas landas kontinen dan perlu adanya rekomendasi tentang legalitas aspek dan teknologinya, yang terkait dengan maritime surveillance system baik on the survey maupun under water.

Menurut data terakhir dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (BRKP-DKP) mengungkapkan batas landas kontinen Indonesia akan bertambah seluas 3.915 km2. dari hasil survai Batas Landas Kontinen atau Indonesia Outer 0f Continental Shelf (IOCS) di sejumlah wilayah. IOCS tersebut yakni IOCS I meliputi Sumatera, IOCS II yakni Jawa dan Nusa Tenggara serta

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional21IOCS III di kawasan Papua. ZEE yang diakui PBB yakni 200 mil dari pantai terluar dan ternyata dari hasil survei Indonesia bisa mengklaim hingga 350 mil laut apabila Indonesia bisa membuktikannya, dari hasil survei tersebut, Indonesia siap melaporkan ke PBB adanya penambahan batas landas kontinen seluas 3.915 km2 di barat Sumatera, jika nanti usulan penambahan batas landas kontinen tersebut diterima PBB, maka luas Indonesia akan bertambah dari sebelumnya 5,8 juta km2.

Mineral dasar laut (seabead mineral) berdasarkan komoditi dan kemanfaatannya dapat digolongkan menjadi empat (4) jenis yaitu bintil fosfor (phosporite nodules dan pellets): bintil mangan (manganese nodules); kerak kobalt-mangan (cobalt-manganese crust) dan endapan mineral hidroternal (hydrothermal mineral deposits). penjelasan dari tiap kelompok seperti diuaraikan di bawah ini :

Phosporite nodules dan pellets dasar laut adalah mineral-mineral yang merupakan percampuran antara fosfat dan karbonat, bagian dari varian apatite yang disebut juga mineral earbonate flourapatite atau francolite. mineral ini kerap hadir berupa endapan dalam bentuk bintik (nodule) dan pellet (lembaran). mineral tersebut umumnya dijumpai pada kisaran kedalaman laut hingga 1000 meter pada bagian dari ZEE. secara lokal keterdapatan mineral ini dapat juga hadir pada gunung bawah laut (seamount) yang berasosiasi dengan material gampingan (calcareous) dan batuan volkanik

Manganese nodules dasar laut adalah endapan beberapa mineral oksida, seperti mangan dan besi selain itu mengandung unsur logam yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi (nikel, tembaga dan kobalt). umumnya terdapat di laut dalam pada daerah pematang tengah samudera (di luar zona ZEE) yang terjadi akibat proses percampuran antara larutan hidrotermal dengan air laut (hydrogenous supply).

Cobalt-rich manganese crust adalah mineral-mineral yang umumnya terdapat di sekitar gunung bawah laut dan rangkaian kepulauan. mineral-mineral yang masuk dalam kelompok ini, umumnya sama dengan kelompok manganese nodules ditambah timbal, seng dan molibdenum.

Hydrothermal mineral deposits dasar laut adalah mineral-mineral yang terdapat di dasar laut terbentuk karena proses hidrotermal, seperti misalnya mineral polimetalik sulfid (emas) dan berasosiasi dengan metaliferous sediment hasil aktivitas volkanik bawah laut.

Riset untuk identifikasi potensi manganese nodules, polymetallic sulphides, metal rich seamount crusts, methane gas hydrate, telah dimulai sejak era 90an, seperti dalam program Geobanda, merupakan kerjasama Indonesia-Perancis pada 1994-1996 di laut Banda. kemudian kerjasama antara Indonesia-Jerman (2001-2003) di perairan flores dan Indonesia dengan Australia pada periode tahun 2001-2003 di teluk Tomini, selat Sunda dan perairan barat Sangihe (Sulawesi).

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional22Kegiatan explorasi dan exploitasi di kawasan offshore seperti minyak dan gas bumi selain penghasil devisa terbesar tetapi kegiatan pertambangan tidak dapat terlepas dari masalah pengotoran lingkungan. saat ini ada 435 offshore platform di laut Jawa, laut Natuna, dan selat Makassar, diantaranya sudah tidak dioperasikan : yaitu 8 di laut Jawa dan 3 di laut Natuna. selama 30 tahun offshore platform tersebut menjadi pembuangan berbagai chemicals. hanya kontrak PSC yang baru mengharuskan adanya abandonment cost.

Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan kelautan yang dilakukan peneliti Indonesia telah berlangsung sejak era 1970, walaupun demikian hasilnya tidak terlalu signifikan dan tidak fokus. permasalahan yang dihadapi diantaranya : Sering berubahnya kebijakan mengakibatkan kegiatan survei kelautan terhenti sehingga hasil penelitian tidak optimal.

Tantangan dalam bidang pemanfaatan mineral dasar laut dalam antara lain adalah :

Pembuktian ilmiah tentang potensi sumberdaya mineral sumberdaya mineral dasar laut dalam di kawasan perairan Indonesia dan diluar kawasan ZEE. Tenaga ahli kelautan dituntut untuk dapat membuktikan kemampuannya dalam pemanfaatan sumberdaya masa depan yang masih tersimpan di dasar samudera.

Indonesia perlu segera terlibat dalam penelitian atau survei mineral dasar laut dalam karena penguasaan informasi tersebut memiliki implikasi geopolitik dan geostrategi Untuk penelitian kerjasama asing seyogyanya perlu adanya kesamaan topik kerjasama, tidak jelasnya penanggung jawab, masalah sahring data, hambatan dalam penulisan karya ilmiah baik di dalam dan di luar negeri. Untuk sinergi penelitian kelautan antar institusi dan penghematan anggaran guna memperoleh hasil yang optimal perlu adanya semacam panitia yang mempunyai tupoksi untuk koordinasi, mencari isu/ tema penelitian, seleksi proposal sampai pada penentuan anggaran yang akan dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh keluaran yang optimal serta menghindari adanya tumpang tindih penelitian antar institusi.

Perhubungan Laut (pelayaran)

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki wilayah laut luas, seharusnya bangsa Indonesia unggul dari segi pelayaran, tetapi nyatanya saat ini perkembangan transportasi laut Indonesia cukup memprihatinkan, karena terbukti terus mengalami penurunan pangsa muatan dan jumlah armada. Disamping itu, ada kondisi dimana pelayaran nasional dikategorikan sebagai beresiko tinggi dalam bisnis industri pelayaran. Dari pangsa muatan angkutan dalam negeri, pelayaran nasional hanya dapat mengangkut muatan sebanyak 50,15%. Sedangkan dari pangsa muatan angkutan luar negeri, pelayaran nasional hanya mampu mengangkut muatan sekitar 4,79%. Bila dibandingkan dengan pelayaran asing untuk keperluan angkutan luar negeri, nampak sekali ketertinggalan yang

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional23dihadapi pelayaran dalam negeri. Sampai tahun 1999, pelayaran asing berhasil mengangkut pangsa muatan hingga mencapai 95,21% dengan tujuan ke luar negeri.Kecilnya kontribusi angkutan laut nasional terhadap perekonomian, salah satunya dapat dilihat dari perkembangan bisnis pelayaran yang tidak menggembirakan. Kinerja transportasi laut yang tertinggal itu disebabkan oleh citra Indonesia dalam kancah bisnis transportasi laut dunia yang masih dikategorikan sebagai transportasi laut yang beresiko tinggi, berkenaan dengan keselamatan pelayaran. Disinyalir bahwa selain faktor risiko pelayaran, kondisi pelayaran nasional juga diperburuk oleh semakin menurunnya pangsa angkutan (muatan) dalam negeri maupun luar negeri. Pangsa angkutan laut internasional yang semula mencapai 37%, kini hanya tinggal 3% (Ditjenla, 2000).

Hal demikian merupakan pertanda bahwa kemampuan daya saing perusahaan pelayaran nasional semakin turun, sementara kepemilikan kapal perusahaan pelayaran nasional relatif kecil. Sebagian besar perusahaan pelayaran nasional itu bertindak sebagai agen dari perusahaan asing. Pelayaran nasional mayoritas menjadi feeder dari Pelabuhan Singapura. Bahkan, Indonesia nyaris dijadikan binterland (kawasan belakang) Singapura. Kondisi demikian diperburuk oleh tingkat keselamatan yang masih sangat rendah. International Maritime Organisation (IMO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan tingkat kecelakaan dan di rampokan di laut cukup tinggi (bight risk countri). Untuk memecahkan masalah itu, perlu perhatian semua pihak, termasuk di perlukan sinergi antara industri maritim dan instrumen pendukungnya.

Dari sisi persaingan usaha, kemerosotan pelayaran nasional untuk angkutan barang keluar negeri juga disebabkan karena selama ini angkutan barang itu masih dikuasai oleh kapal-kapal niaga asing. Dengan demikian, pilihan yang mungkin kita lakukan untuk menggenjot perkembangan pelayaran nasional adalah dengan meningkatkan kemampuan daya saing kapal-kapal pelayaran domestik terhadap kapal-kapal asing. Sekedar data, sebelumnya kemampuan angkutan kapal dalam negeri hanya berkisar 16.236.366 ton barang, atau 4,79%, yang diangkut keluar negeri meningkat menjadi 5% (Dephubtel, 2001). Hal seperti ini harus terus di upayakan agar proporsinya semakin meningkat.

Kenyataan lain, keberadaan kapal-kapal niaga dalam negeri untuk angkutan lokal juga masih kecil, sehingga perlu ada perhatian dari pemerintah untuk meningkatkannya agar domestic cargo bisa seluruhnya dikuasai oleh armada kapal niaga nasional. Idealnya, 95% angkutan domestic cargo ditangani oleh pelayaran nasional, namun realitasnya sampai sejauh ini baru sekitar 55%.

Berkenaan dengan kebutuhan akan kapal-kapal perintis, seharusnya pemerintah mem-prioritaskan pengadaannya. Artinya, pihak Departemen Perhubungan perlu segera me-realisasikan kapal perintis itu. Berhubungan dengan angkutan barang dari satu pulau ke pulau lain di wilayah Indonesia, keberadaan kapal-kapal yang sifatnya pelayaran rakyat masih sangat penting saat ini, karena biasanya kapal rakyat memiliki daya jelajah yang sangat tinggi, sehingga bisa mencapai lokasi-lokasi yang tidak bisa ditangani oleh kapal-kapal reguler.

Berangkat dari gambaran perkembangan transportasi laut diatas, harus diupayakan pengembangan transportasi laut Indonesia yang diarahkan pada pencapaian visi dan

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional24misi transportasi laut dengan mewujudkan penyediaan pelayanan dan jasa transportasi laut yang andal (service excellence) sebagai urat nadi kehidupan dan sarana pemersatu Negara Kepulauan Indonesia.Pelayanan jasa transportasi, khususnya pada sub sektor Perhubungan Laut, tidak akan terlepas dari aspek keselamatan pelayaran. hal tersebut bersifat mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. jaminan akan keselamatan pelayaran merupakan hal yang harus diimplementasikan melalui peningkatan standar keselamatan pelayaran dan pengawasan dengan menitiberatkan pada terciptanya pelayanan jasa transportasi laut yang handal.

Sistem transportasi laut terdiri dari 3 (tiga) subsistem, yaitu :

Subsistem Lalu Lintas dan Angkutan Laut (Sea Traffic/ shipping)

Subsistem Kepelabuhanan (Port)

Keselamatan dan keamanan Pelayaran (Safety & Security)

Ketiga sub sistem tersebut merupakan instrumen pokok dalam penyelenggaraan sistem transportasi laut nasional.Isu mengenai keselamatan pelayaran bukan hanya merupakan isu nasional, tapi labih bersifat global. hal tersebut direalisasikan dengan adanya organisasi internasional yaitu Internatioanl Maritime Organization (IMO). sehingga Indonesia sebagai negara anggota harus taat pada ketentuan yang telah diratfikasi sebagai acuan yang menjadi dasar pelaksanaan dan penyelenggaraan transportasi laut nasional.

Untuk mendukung upaya peningkatan keselamatan dan keamanan serta keandalan pelayaran/ transportasi laut, maka diperlukan kebijakan sebagai berikut :Peningkatan Kapasitas Pelayanan Transportasi Laut Nasional

Peningkatan keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan transportasi laut nasional Peningkatan kecepatan arus transportasi laut dan aksesbilitas masyarakat di daerah terpencil Peningkatan pembinaan pengusahaan transportasi laut

Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia serta Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi di bidang transportasi laut Peningkatan pemeliharaan dan kualitas lingkungan hidup serta penghematan energi di bidang transportasi laut Peningkatan pentediaan dana pembangunan transportasi laut

Peningkatan kualitas administrasi negara pada sub sektor transportasi laut

Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan transportasi laut nasional yang efektif dan efisien sebagai infrastruktur dan tulang punggung kehidupan berbangsa dan bernegara, maka diperlukan :Menyediakan pelayanan transportasi laut nasional yang handal dan berkemampuan tinggi serta memenuhi standar nasional dan internasional

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional25Meningkatkan daya saing industri transportasi laut nasional di pasar global yang dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional Melaksanakan konsolidasi peran serta masyarakat, dunia usaha dan pemerintah melalui retrukturisasi dan reformasi peraturan dan kelembagaan di bidang transportasi laut

Meningkatkan peran transportasi laut dalam mempercepat laju pertumbuhan pembangunan nasional Meningkatkan aksesbilitas masyarakat terhadap pelayanan jasa transportasi laut

Permasalahan yang dihadapi oleh jasa angkutan laut dalam perkembangannya dewasa ini antara lain:Sifat usahanya yang lambat pertumbuhannya dan membutuhkan dana investasi yang sangat besar (capital intensive slow yielding) dibandingkan dengan unit ekonomi lainnya.

Perkembangan armada niaga di negara maju dan beberapa negara berkembang memperolch inducement berupa proteksi dan subsidi (subsidi atas biaya operasi, subsidi atas harga kapal, subsidi atas suku bunga bank .dan lain-lain), hal ini bclum diperoleh sebagaimana mestinya oleh pelayaran niaga Indonesia.

Sebagai akibat dari depresi yang dialami oleh perusahaan-perusahaan pelayaran dalam beberapa tahun ini (1980 - 1987) maka keuangan perusahaan pelayaran berada dalam kondisi memprihatinkan. Keengganan para lembaga finansial untuk membiayai proyek perkapalan.

Tingkat harga kapal di pasaran internasional maupun dalam negeri saat ini re1atif tinggi dihubungkan dengan uang tambang. Tingkat suku bunga Bank di Indonesia:Untuk investasi pengadaan kapal sebesar 18 - 21 % penyertaan modal sendiri sebesar 35% colateral 150 %. Di beberapa negara maju tingkat suku bunga 4 - 6 % dengan equity 0 - 15 %. Keamanan global dan regional isu keamanan global dan regional serta ketentuan internasional yang mengharuskan peningkatan keamanan pada kapal serta fasilitas pelabuhan ISPS Code (International Ships and Port Facility Security) Tingkat kecukupan serta keandalan sarana dan prasarana keselamatan pelayaran masih rendah karena kurangnya fasilitas keselamatan pelayaran sehingga tingkat kerawanan berlayar masih tinggi.

Kurangnya investasi dalam pembangunan transportasi laut masih terbatasnya dana pemerintah dalam investasi pembangunan transportasi laut dan masih kurangnya investasi serta partisipasi pihak swasta (Privat Sector Participation) hal ini menyebab-kan terjadinya kesenjangan infrastruktur yang semakin lama semakin besar pada sub sektor transportasi laut

Road map to Zero Accident acuan dalam penyelenggaraan jasa transportasi menuju pada kondisi 0 (nol) kecelakaan dengan menitikberatkan pada standar keselamatan transportasi tingkat keselamatan pelayaran masih rendah.

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional26Kualitas SDM dalam bidang pelayaran kemampuan nakhoda & anak buah kapal (ABK) terkait dengan gerak kapal, navigasi, dll. masih rendah. Kelalaian dalam melaksanakan tugas (pelasingan atau pengikatan muatan kapal, dll) Pemanfaatan dan penguasaan teknologi modern sarana dan prasarana yang mendukung keselamatan pelayaran perlu memperhatikan perkembangqn teknologi guna menjamin keselamatan dan efektivitas kegiatan transportasi laut, misalnya teknologi telekomunikasi pelayaran (saran radio operasional pantai/ SROP)

Pengelolaan jasa pelayaran peran serta pemerintah daerah terbatas di luar kewenangan pemerintah pusat dalam hal keselamatan pelayaran (sebagaimana PP nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/ kota) Penegasan fungsi operator dan regulator dalam bidang jasa transportasi laut

Pemahaman dan harmonisasi peraturan perundang-undangan terjadi dualisme kewenangan misalnya dengan adanya syahbandar di pelabuhan perikanan (sesuai dengan UU 31 tahun 2004 tentang perikanan) sehingga aparat di lapangan mengalami kesulitan dalam menerapkan aturan

Isu internasional bidang keselamatan dan keamanan maritime kapal internasional tidak singgah di pelabuhan Indonesia. kewajiban masing-masing negara anggota IMO untuk melakukan sistem monitoring bagi kapal internasional

Pulau-pulau terluar dan daerah terpencil serta daerah yang mempunyai potensi ekonomi keterbatasan penyediaan sarana dan prasarana pelayaran aksesbilitas ke pulau-pulau berpotensi tidak memadai. Masih terbatasnya dana pemerintah dalam investasi pembangunan transportasi laut dan masih kurangnya investasi dan partisipasi pihak swasta (Private sector participation) hal ini mengakibatkan terjadinya back-log infrastruktur yang semakin lama semakin besar pada sub sektor transportasi laut.

Pariwisata Bahari

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi dan kekayaan alam yang berlimpah. Indonesia memiliki wilayah seluas 7,7 juta Km2, melihat pada kondisi geografik dan hidrometeorologi serta musim, maka potensi wisata bahari di Indonesia sangat besar, dimana 2/3 wilayah nusantara terdiri dari perairan serta memiliki kurang lebih 17.480 pulau dan berjuta hektar taman laut sehingga prospek pengembangan wisata bahari dikemudian hari sangat cerah.

Indonesia terkenal sebagai negara yang sangat kaya dengan obyek pariwisata bahari, adanya pengakuan tiga titik yang berlokasi di Indonesia yaitu di Tulamben (Bali), likuan 2 (Manado), dan Pulau Tomia (Wakatobi) dari 50 titik wisata bahari dunia yang bertaraf internasional menjadikan Indonesia dapat menjadi salah satu kawasan tujuan wisata terkemuka di dunia.

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional27Beberapa pulau dikawasan Indonesia Timur memiliki ciri khas alam fauna dan flora tersendiri yang jarang ditemukan di daerah lain bahkan juga di negara lain seperti pulau koral dan pulau gunung api yang berpasir putih, taman kerang mutiara, lilia dan hebras laut dan lain-lain. Sifat dan kondisi daerah yang diuraikan diatas didukung oleh keadaan hidrometeorologi dan musim yang ada merupakan potensi pariwisata bahari/potensi yang beroperasi ke laut dan diwujudkan ke dalam bentuk obyek wisata laut seperti :

Teluk-teluk yang tenang ataupun bergelombang yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan olah raga perairan. Taman laut yang penuh aneka ragam biota laut, lilia dan hebras laut.

Pantai-pantai berpasir putih.

Jenis-jenis tumbuhan dan ikan laut.

Di tiap obyek wisata laut dapat diadakan kegiatan wisata sesuai kondisi dan sifat obyek wisata tersebut. Usaha wisata bahari yang makin berkembang akan memberikan dampak dalam pengembangan daerah serta meningkatkan pula penyerapan tenaga kerja dan merangsang kegiatan usaha masyarakat pantai. Pcngembangan wisata bahari diarahkan sejalan dengan kemajuan teknologi dengan menghilangkan dampak negatifnya.

Pengembangan pariwisata bahari diyakini dapat mempunyai efek berganda (multiplier effect) yang dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, men-datangkan devisa bagi negara, dan dapat mendorong konservasi lingkungan. Selain itu pengembangan pariwisata bahari sebenarnya mempunyai dampak positif untuk tumbuh-bangkitnya jiwa dan budaya bahari yang dengan itu dapat memberikan efek berganda dalam mendorong terwujudnya negara maritim yang tangguh. Namun demikian hingga saat ini pariwisata kelautan nasional belum berkembang yang ditunjukan oleh kontribusi terhadap PDB masih sangat kecil, yaitu sebesar 2,16 % (2002). Rangkaian/calendar event dan object (kawasan tujuan) pariwisata bahari nusantara belum terbangun. industri hulu-hilir pariwisata bahari termasuk multimoda transportasi dan jasa hospitality juga belum berkembang.

Wisatawan baik dari manca negara maupun nusantara beberapa tahun terakhir ini terus meningkat. Untuk menghadapi arus wisatawan mancanegara yang semakin deras itu dan dalam rangka peningkatan iklim usaha wisata maka pemerintah telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan seperti :

Inpres 7/87 tentang Penyederhanaan Perijinan dan Restribusi di bidang Pariwisata,

Keputusan Menteri Parpostel Nomor KM. 97/KK.103/-87 tentang Ketentuan Usaha Wisata Tirta. Keputusan Dirjen Pariwisata Nomor Kcp. 17/U/11/88 sebagai Juklak Usaha Wisata Tirta. Keputusan Menteri Parpostel Nomor KM. 85/UM.209/MPPT-88 tentang Ketentuan Usaha Kapal Pesiar. Keputusan Menteri Parpostel Nomor KM. 86/UM/MPPT -88 tentang Ketentuan Kunjungan Kapal Wisata Asing dan Kapal Pesiar Asing.

Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional28Beberapa obyek wisata laut sudah mulai dikenal oleh wisatawan mancanegara disamping Pulau Bali yang sudah sangat terkenal itu seperti Pulau Batam dan Pulau Bintan di Riau, Kepulauan Seribu, Bunaken dan Tanjung Pisok di Sulawesi, Utara, Bandanaira di Maluku, Maumere di NTT, Senggigi; Gili Air, Tanjung Aan di NTB Kegiatan wisata bahari yang saat ini berkembang di obyek wisata adalah :

Kegiatan Marina.

Kegiatan hotel dan restoran terapung.

Kegiatan selam.

Kegiatan Kapal Wisata Indonesia/Asing,

Kegiatan Kapal Layar (Yachting).

Kegiatan pengelolaan Pulau.

Dalam kegiatan pariwisata terdapat beberapa komponen yang saling menunjang adalah:

Obyek wisata

Angkutan.

Akomodasi.

Konsumsi.

Pramuwisata.

Pemasaran dan paket wisata.

Hiburan dan rekreasi.

Cenderamata

Keimigrasian.

Upaya pengembangan pariwisata tidak akan terlepas dari persaingan dengan kegiatan pariwisata negara lain. Untuk menghadapi persaingan tersebut dan meningkatkan citra dunia pariwisata Indonesia, maka permasalahan yang terdapat dalam setiap komponen tersebut diatas harus dapat diatasi. Permasalahan itu antara lain:

Belum mantapnya pembinaan dan pengaturan wisata bahari, antara lain disebabkan karena belum adanya undang-undang pariwisata. Sebagian besar obyek wisata bahari belum dikelola secara berdaya guna, berhasil guna dan profesional. Masih rendahnya kadar sadar wisata masyarakat terutama masyarakat bahari yang mengakibatkan kecilnya partisipasi mercka dalam pengembangan wisata bahari. Masih rendahnya kesadaran wawasan lingkungan baik pengelola obyek wisata, wisatawan maupun masyarakat pantai. Faktor kebersihan, mutu pelayanan, kelancaran, keamanan dan pemberian informasi dilaksanakan belum optimal. Masalah perhubungan ke daerah-daerah wisata yang belum menunjang (aksesibilitas).

Masih belum berke


Recommended