BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anestesi Umum
A.1 Definisi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh
Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.1
Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna
menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko
yang tidak diinginkan dari pasien. 1
A.2 Tanda Klinis
Anestesi umum meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi yang ideal
terdiri dari : (1) hipnotik (2) analgesia (3) relaksasi otot. Obat anestesi yang masuk
ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama
terpengaruh oleh obat anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti
otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan
sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium
anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah
terjadinya kelebihan dosis. Tanda-tanda klinis anestesia umum (menggunakan zat
anestesi yang mudah menguap, terutama diethyleter):2
Stadium I : analgesia dari mulainya induksi anestesi hingga hilangnya
kesadaran.
Stadium II : excitement, dari hilangnya kesadaran hingga mulainya
respirasi teratur, mungkin terdapat batuk, kegelisahan atau muntah.
Stadium III : dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi.
Dibagi 4 plane:
Plane 1 : dari timbulnya pernafasan teratur hingga berhentinya
pergerakan bola mata.
Plane 2 : dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga mulainya
paralisis interkostal.
Plane 3 : dari mulainya paralisis interkostal hingga total paralisis
interkostal.
Plane 4 : dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis diafragma.
Stadium IV : overdosis, dari timbulnya paralysis diafragma hingga
cardiac arrest
A.3 Evaluasi Preoperatif
Tujuan dari evaluasi preoperatif adalah:3
1. Mengetahui riwayat medis dan pemeriksaan fisik pasien.
Termasuk data lengkap mengenai semua obat-obatan yang pernah
digunakan oleh pasien sebelumnya, riwayat alergi, respon dan reaksi
terhadap tindakan anestesi sebelumnya. Sebagai tambahan, evaluasi ini
termasuk setiap tes diagnostik yang diindikasikan, prosedur pencitraan,
atau konsultasi dengan dokter lain.
2. Inform consent.
Tujuan lain dari evaluasi preoperatif adalah memberikan pasien
informasi mengenai risiko dari tindakan anestesi dan memberikan
dukungan secara psikologis.
3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA.
Menurut konvensi, dokter di banyak negara menggunakan klasifikasi
American Society of Anesthesiologists’ (ASA) untuk menentukan risiko
relatif.
A.4 Premedikasi
Premedikasi sendiri ialah pemberian obat ½ - 1 jam sebelum induksi
anestesia dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia,
menghilangkan rasa khawatir,membuat amnesia, memberikan analgesia dan
mencegah muntah, menekan refleks yang tidak diharapkan, mengurasi sekresi
saliva dan saluran napas.4
Obat – obat premedikasi yang bisa diberikan antara lain :
Gol. Antikolinergik
Atropin.Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah, antimual
dan muntah, melemaskan tonus otot polos organ – organ dan menurunkan
spasme gastrointestinal. Dosis 0,4 – 0,6 mg IM bekerja setelah 10 – 15 menit.
Gol. Hipnotik – sedatif
Barbiturat (Pentobarbital dan Sekobarbital).Diberikan untuk sedasi dan
mengurangi kekhawatiran sebelum operasi.Obat ini dapat diberikan secara oral
atau IM.Dosis dewasa 100 – 200 mg, pada bayi dan anak 3 – 5
mg/kgBB.Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan efek
depresannya yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang
menyebabkan mual dan muntah.
Gol. Analgetik narkotik
Morfin.Diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan menjelang
operasi.Dosis premedikasi dewasa 10 – 20 mg. Kerugian penggunaan morfin
ialah pulih pasca bedah lebih lama, penyempitan bronkus pada pasien asma,
mual dan muntah pasca bedah ada.
Pethidin.Dosis premedikasi dewasa 25 – 100 mg IV.Diberikan untuk
menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos.Pethidin
juga berguna mencegah dan mengobati menggigil pasca bedah.
Gol. Transquilizer
Diazepam (Valium).Merupakan golongan benzodiazepine.Pemberian dosis
rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik.Dosis premedikasi
dewasa 0,2 mg/kgBB IM.
A.5 Induksi Anestesi
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat
dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien
tidur akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia
sampai tindakan pembedahan selesai.3
Induksi intravena
o Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena dikerjakan
dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi
bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi
anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan
selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
o Obat-obat induksi intravena:
Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg atau 1000 mg
Sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai
kepekatan 2,5% ( 1ml = 25mg). hanya boleh digunakan untuk
intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan perlahan-lahan
dihabiskan dalam 30-60 detik.
Bergantung dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan
menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hypnosis,
anestesia atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran darah
otak, tekanan likuor, tekanan intracranial dan diguda dapat
melindungi otak akibat kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat anti-
analgesi.
Propofol (diprivan, recofol)
Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan
intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.
Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk
anestesia intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk
perawatan intensif 0.2 mg/kg. pengenceran hanya boleh dengan
dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada
wanita hamil.
Ketamin (ketalar)
Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia,
hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat
menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.
Sebelum pemberian sebaiknya diberikan sedasi midazolam
(dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis0,1 mg/kg
intravena dan untuk mengurangi salvias diberikan sulfas atropin
0,01 mg/kg.
Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg.
ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml =
10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1ml = 100 mg).
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)
Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular,
sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelianan
jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis 20-50
mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.
A.6 Pemeliharaan
1. HALOTAN
Halotan berbentuk cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah
terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen, tidak
iritatif dan mudah rusak bila terkena cahaya, tetapi stabil disimpan memakai
botol warna gelap. 5,6,7
Dosis
Dosis untuk induksi inhalasi adalah 2-4%, dosis untuk induksi anak 1.5
– 2%. Pada induksi inhalasi kedalaman yang cukup terjadi setelah 10 menit.
Dosis untuk pemeliharaan adalah 1 – 2%, dan dapat dikurangi bila digunakan
juga N2O atau narkotik. Pemeliharaan pada anak 0.5 – 2%. Waktu pulih sadar
sekitar 10 menit setelah obat dihentikan. 5,6,7
Efek Farmakologi
Terhadap SSP
Menimbulkan depresi pada SSP di semua komponen otak. Depresi pusat
kesadaran menimbulkan hipnotik, depresi pada pusat sensorik menimbulkan
khasiat analgesia dan depresi pada pusat motorik menimbulkan kelemahan
otot. Tingkat depresinya bergantung pada dosis yang diberikan.
Terhadap pembuluh darah otak menyebabkan vasodilatasi, sehingga
aliran darah otak meningkat, oleh karena itu tidak dipilih untuk anestesi pada
kraniotomi. Peningkatan tekanan intracranial dapat diturunkan dengan
hiperventilasi. 5,6,7
Terhadap sistem Kardiovaskular
Pada system kardiovaskular tergantung dosis, tekanan darah menurun
akibat depresi pada otot jantung, makin tinggi dosisnya depresi makin berat.
Pada bayi, halotan menurunkan curah jantung karena turunnya kontraktilitas
miokardium dan menurunnya laju jantung.
Halotan dapat menyebabkan Ventrikel Ekstra Sistole (VES), Ventrikel
Takikardia (VT) dan Ventrikel Fibrilasi (VF). 5,6,7
Terhadap sistem respirasi
Pada konsentrasi tinggi, menimbulkan depresi pusat nafas, sehingga pola
nafas menjadi cepat dan dangkal, volume tidal dan volume nafas semenit
menurun dan menyebabkan dilatasi bronkus5,6,7
Terhadap ginjal
Halotan pada dosis lazim secara langsung akan menurunkan aliran darah
ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus, tetapi efek ini hanya bersifat sementara
dan tidak mempengaruhi autoregulasi aliran darah ginjal. 5,6,7
Terhadap hati
Pada konsentrasi 1,5 vol%, halotan akan menurunkan aliran darah pada
lobules sentral hati sampai 25-30%. Penurunan aliran darah pada lobulus
sentral ini menimbulkan nekrosis sel pada sentral hati yang diduga sebagai
penyebab dari “hepatitis post-halothane”. Kejadian ini akan lebih bermanifes,
apabila diberikan halotan berulang dalam waktu yang relatif singkat.
Penggunaan Klinik
Halotan digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam
pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, halotan juga
mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan
anak-anak yang tidak kooperatif, halotan digunakan untuk induksi bersama-
sama dengan N2O secara inhalasi.
Untuk mengubah cairan halotan menjadi uap, diperlukan alat penguap
(vaporizer) khusus halotan, misalnya fluotec, halomix, copper kettle, dragger
dan lain-lainnya. 5,6,7
2. ENFLURAN
Enfluran adalah obat anestesi inhalasi yang bebentuk cair, tidak mudah
terbakar, tidak berwarna, tidak iritatif, lebih stabil dibandingkan halotan,
induksi lebih cepat dibanding halotan, tidak terpengaruh cahaya dan tidak
bereaksi dengan logam. 5,6,7
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah
2-3% bersama dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya
berkisar antara 1- 2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara
0,5-1%.
Efek Farmakologik
Terhadap SSP
Pada dosis tinggi menimbulkan “twitching” (tonik-klonik) pada otot
muka dan anggota gerak. Hal ini terutama dapat terjadi bila pasien mengalami
hipokapnia. Kejadian ini bisa dihindari dengan mengurangi dosis obat dan
mencegah terjadinya hipokapnia. Obat ini tidak dianjurkan pemakaiannya
pada pasien yang mempunyai riwayat epilepsy walaupun pada penelitian
terbukti bahwa enfluran tidak menimbulkan bangkitan epilepsi. Walaupun
menimbulkan vasodilatasi serebral, tetapi pada dosis kecil dapat dipergunakan
untuk operasi intrakranial karena tidak menimbulkan peningkatan tekanan
intracranial. 5,6,7
Terhadap system Kardiovaskular
Enfluran menimbulkan depresi kontraktilitas miokard, disritmia jarang
terjadi, tidak meningkatkan sensitifitas miokard terhadap katekolamin.
Hipotensi dapat terjadi akibat menurunnya curah jantung. 5,6,7
Terhadap respirasi
Pada system respirasi tidak meningkatkan sekresi bronchial dan ludah,
tidak meningkatkan iritabilitas faring dan laring. Frekuensi nafas meningkat
tetapi ventilasi semenit berkurang karena volume tidal yang menurun. 5,6,7
Terhadap ginjal
Enfluran menurunkan aliran darah ginjal, menurunkan laju filtrasi
glomerolus dan akhirnya menurunkan diuresis. Harus berhati-hati
menggunakan enfluran pada pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal. 5,6,7
Terhadap hati
Terjadi gangguan fungsi hati yang ringan setelah pemakaian enfluran
yang sifatnya reversible. 5,6,7
Terhadap uterus
Menimbulkan depresi tonus otot uterus, namun respon uterus terhadap
oksitosin tetap baik selama dosis enfluran rendah. 5,6,7
Terhadap otot
Meningkatkan relaksasi, tapi untuk laparotomi masih perlu penambahan
pelumpuh otot. 5,6,7
3. ISOFLURAN
Isofluran adalah obat anestesi isomer dari enfluran, merupakan cairan
tidak berwarna dan berbau tajam, menimbulkan iritasi jalan nafas jika dipakai
dengan konsentrasi tinggi menggunakan sungkup muka. Tidak mudah
terbakar, tidak terpengaruh cahaya dan proses induksi dan pemulihannya
relatif cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada
saat ini tapi masih lebih lambat dibandingkan dengan sevofluran. 5,6,7
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah
2-3% bersamasama dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan konsentrasinya
berkisar antara 1-2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara
0,5-1%.2,3,7
Pada pasien yang mendapat anestesi isofluran kurang dari 1 jam akan
sadar kembali sekitar 7 menit setelah obat dihentikan. Sedangkan pada
tindakan 5-6jam, kembali sadar sekitar 11 menit setelah obat dihentikan. 5,6,7
Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis yang diberikan.
Isofluran tidak menimbulkan kelainan EEG seperti yang ditimbulkan oleh
enfluran. Pada dosis anestesi tidak menimbulkan vasodilatasi dan perubahan
sirkulasi serebrum serta mekanisme autoregulasi aliran darah otak tetap stabil.
Kelebihan lain yang dimiliki oleh isofluran adalah penurunan konsumsi
oksigen otak. Sehingga dengan demikian isofluran merupakan obat pilihan
untuk anestesi pada kraniotomi, karena tidak berperngaruh pada tekanan
intrakranial, mempunyai efek proteksi serebral dan efek metaboliknya yang
menguntungkan pada tekhnik hipotensi kendali. 5,6,7
Terhadap sistem kardiovaskular
Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan
dibanding dengan obat anesetesi volatil yang lain. Tekanan darah dan denyut
nadi relatif stabil selama anestesi. Dengan demikian isofluran merupakan obat
pilihan untuk obat anestesi pasien yang menderita kelainan kardiovaskuler. 5,6,7
Terhadap sistem respirasi
Isofluran juga menimbulkan depresi pernafasan yang derajatnya
sebanding dengan dosis yang diberikan. 5,6,7
Terhadap otot rangka
Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik
pada serebrum, sehingga dengan demikian berpotensiasi dengan obat
pelumpuh otot non depolarisasi. Walaupun demikian, masih diperlukan obat
pelumpuh otot untuk mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal
terutama pada operasai laparatomi. 5,6,7
Terhadap ginjal
Pada dosis anestesi, isofluran menurunkan aliran darah ginjal dan laju
fitrasi glomerulus sehingga produksi urin berkurang, akan tetapi masih dalam
batas normal. Toksisitas pada ginjal tidak terjadi. 5,6,7
4. SEVOFLURAN
Sevofluran dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak
eksplosif, tidak berbau, stabil di tempat biasa (tidak perlu tempat gelap), dan
tidak terlihat adanya degradasi sevofluran dengan asam kuat atau panas. Obat
ini tidak bersifat iritatif terhadap jalan nafas sehingga baik untuk induksi
inhalasi. Proses induksi dan pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan
obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini. 5,6,7
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah
3,0-5,0% bersama-sama dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya
berkisar antara 2,0-3,0%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar
antara 0,5-1%.
Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan isofluran. Aliran darah
otak sedikit meningkat sehingga sedikit meningkatkan tekanan intrakranial.
Laju metabolisme otak menurun cukup bermakna sama dengan isofluran.
Tidak pernah dilaporkan kejadian kejang akibat sevofluran. 5,6,7
Terhadap sistem kardiovaskuler
Sevofluran relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia. Tahanan
vaskuler dan curah jantung sedikit menurun, sehingga tekanan darah sedikit
menurun. Pada 1,2-2 MAC sevofluran menyebabkan penurunan tahanan
vaskuler sistemik kira-kira 20% dan tekanan darah arteri kira-kira 20%-40%.
Curah jantung akan menurun 20% pada pemakaian sevofluran lebih dari 2
MAC. Dibandingkan dengan isofluran, sevofluran menyebabkan penurunan
tekanan darah lebih sedikit.
Sevofluran tidak atau sedikit meyebabkan perubahan pada aliran darah
koroner. Sevofluran menyebabkan penurunan laju jantung. Penelitian-
penelitian menyebutkan bahwa penurunan laju jantung tidak sampai
menyebabkan bradikardi. 5,6,7
Terhadap sistem respirasi
Menimbulkan depresi pernapasan dan dapat memicu bronkhospasme.
Terhadap otot rangka
Efeknya terhadap otot rangka lebih lemah dibandingkan dengan
isofluran. Relaksasi otot dapat terjadi pada anestesi yang cukup dalam dengan
sevofluran. Proses induksi, laringoskopi dan intubasi dapat dikerjakan tanpa
bantuan obat pelemas otot. 5,6,7
Terhadap hepar dan ginjal
Sevofluran menurunkan aliran darah ke hepar paling kecil dibandingkan
dengan enfluran dan halotan. Ada beberapa bukti, sevofluran menurunkan
aliran darah ke ginjal, tetapi tidak ada bukti hal ini menyebabkan gangguan
fungsi ginjal pada manusia. 5,6,7
5. DESFLURAN
Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek
klinisnya sama dengan isofluran. Desfluran sangat mudah menguap
dibandingkan dengan agen volatile yang lain. Memerlukan alat penguap
khusus (TEC-6). 5,6,7
Dosis
Untuk induksi, disesuaikan dengan kebutuhan.
Efek Farmakologi
Terhadap system Kardiovaskular
Menurunkan resistensi vascular sistemik, menyebabkan turunnya
tekanan darah. Peningkatan konsentrasi desfluran dengan cepat menyebabkan
peningkatan tekanan darah, laju jantung, dan katekolamin. Keadaan ini bisa
dikurangi dengan memberikan klonidin, fentanil, atau esmolol. Desfluran
tidak meningkatkan aliran darah koroner. 5,6,7
Terhadap sistem respirasi
Menyebabkan menurunnya volume tidal dan meningkatnya frekuensi
nafas sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan CO2. Desfluran bersifat
iritatif, sehingga tidak ideal untuk induksi. 5,6,7
Penggunaan Klinik
Desfluran digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam
pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, desfluran juga
mempunyai efek analgetik yang ringan dan relaksasi otot ringan. 5,6,7
6. N2O (NITROGEN OKSIDA)
N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan konsentrasi besar
(lebih dari 65%) agar efektif. Paling sedikit 20%atau 30% oksigen harus
diberikan sebagai campuran, karena konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80%
dapat menyebabkan hipoksia. N2O tidak dapat menghasilkan anestesia yang
adekuat kecuali dikombinasikan dengan zat anestesi yang lain, meskipun
demikian, karakteristik tertentu membuatnya menjadi zat anestesi yang
menarik, yaitu koefisien partisi darah / gas yang rendah, efek anagesi pada
konsentrasi subanestetik, kecilnya efek kardiovaskuler yang bermakna klinis,
toksisitasnya minimal dan tidak mengiritasi jalan napas sehingga ditoleransi
baik untuk induksi dengan masker.
Efek anestesi N2O dan zat anestesi lain bersifat additif, sehingga
pemberian N2O dapat secara substansial mengurangi jumlah zat anestesi lain
yang seharusnya digunakan. Pemberian N2O akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi alveolar dari zat anestesi lain dengan cepat, oleh karana sifat “efek
gas kedua” dan “efek konsentrasi” dari N2O. Efek konsentrasi terjadi saat gas
diberikan dengan konsentrasi tinggi. Semakin tinggi konsentrasi gas
diinhalasi, maka semakin cepat peningkatan tekanan arterial gas tersebut. 5,6,7
Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Berkhasiat analgesia dan tidak mempunyai khasiat hipnotik. Khasiat
analgesianya relatif lemah akibat kombinasinya dengan oksigen. Pada
konsentrasi 25% N2O menyebabkan sedasi ringan. Peningkatan konsentrasi
menyebabkan penurunan sensasi perasaan khusus seperti ketajaman,
penglihatan, pendengaran, rasa, bau dan diikuti penurunan respon sensasi
somatik seperti sentuhan, temperatur, tekanan dan nyeri. Penurunan perasaan
membuat agen ini cocok untuk induksi sebelum pemberian agen lain yang
lebih iritatif. N2O menghasilkan analgesi sesuai besarrnya dosis. N2O 50%
efek analgesinya sama dengan morfin 10 mg. Bukti menunjukkan bahwa N2O
memiliki efek agonis pada reseptor opioid atau mengaktifkan sistem opioid
endogen. Area pusat muntah pada medula tidak dipengaruhi oleh N2O kecuali
jika terdapat hipoksia.
Nitrous oksida tidak mengikuti klasifikasi stadium anestesi dari guedel
dalam kombinasinya dengan oksigen dan sangat tidak mungkin mencoba
memakai nitrous oksigen tanpa oksigen hanya karena ingin tahu gambaran
stadium anestesi dari guedel. Efeknya terhadap tekanan intrakranial sangat
kecil bila dibandingkan dengan obat anestesi yang lain.
Dalam konsentrasi lebih dari 60%, N2Odapat menyebabkan amnesia,
walaupun masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut.
Terhadap susunan saraf otonom, nitrous oksida merangsang reseptor alfa
saraf simpatis, tetapi tahanan perifer pembuluh darah tidak mengalami
perubahan. 5,6,7
Terhadap sitem kardiovaskuler
Depresi ringan kontraktilitas miokard terjadi pada rasio N2O : O2 =
80% : 20%. N2O tidak menyebabkan perubahan laju jantung dan curah jantung
secara langsung. Tekanan darah tetap stabil dengan sedikit penurunan yang
tidak bermakna.
Terhadap sistem respirasi
Pengaruh terhadap sistem pernapasan minimal. N2O tidak mengiritasi
epitel paru sehingga dapat diberikan pada pasien dengan asma tanpa
meningkatkan resiko terjadinya spasme bronkus. Perubahan laju dan
kedalaman pernapasan (menjadi lebih lambat dan dalam) lebih disebabkan
karena efek sedasi dan hilangnya ketegangan.
Terhadap sistem gastrointestinal
N2O tidak mempengaruhi tonus dan motilitas saluran cerna. Distensi
dapat terjadi akibat masuknya N2O ke dalam lumen usus. Pada gangguan
fungsi hepar, N2O tetap dapat digunakan.
Terhadap ginjal
N2O tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada ginjal maupun
pada komposisi urin.
Penggunaan Klinik
Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari
anestesia umum inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan
perbandingan N2O : O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien
yang memerlukan tunjangan oksigen yang lebih banyak), atau 50 : 50 (untuk
pasien yangberesiko tinggi). Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia lemah,
maka dalam penggunaannya selalu dikombinasikan degnan obat lain yang
berkhasiat sesuai dengan target “trias anestesia” yang ingin dicapai. 5,6,7
A.7 Cara memberikan anestesi
Pemberian anestesi dimulai dengan induksi yaitu memberikan obat sehingga
penderita tidur. Tergantung lama operasinya, untuk operasi yang waktunya
pendek mungkin cukup dengan induksi saja. Tetapi untuk operasi yang lama,
kedalaman anestesi perlu dipertahankan dengan memberikan obat terus menerus
dengan dosis tertentu, hal ini disebut maintenance atau pemeliharaan.8
Kedaaan ini dapat diatasi dengan cara mendalamkan anestesi. Pada operasi-
operasi yang memerlukan relaksasi otot, bila relaksasinya kurang maka ahli bedah
akan mengeluh karena tidak bisa bekerja dengan baik, untuk operasi yang
membuka abdomen maka usus akan bergerak dan menyembul keluar, operasi
yang memerlukan penarikan otot juga sukar dilakukan. Keadaan relaksasi bisa
terjadi pada anestesi yang dalam, sehingga bila kurang relaksasi salah satu usaha
untuk membuat lebih relaksasi adalah dengan mendalamkan anestesi, yaitu
dengan cara menambah dosis obat. 8
Pada umumnya keadaan relaksasi dapat tercapai setelah dosis obat anestesi
yang diberikan sedemikian tinggi, sehingga menimbulkan gangguan pada organ
vital. Dengan demikian keadaan ini akan mengancam jiwa penderita, lebih-lebih
pada penderita yang sensitif atau memang sudah ada gangguan pada organ vital
sebelumnya. Untuk mengatasi hal ini maka ada tehnik tertentu agar tercapai trias
anestesi pada kedalaman yang ringan, yaitu penderita dibuat tidur dengan obat
hipnotik, analgesinya menggunakan analgetik kuat, relaksasinya menggunakan
pelemas otot (muscle relaxant) tehnik ini disebut balance anestesi. 8
Pada balance anestesi karena menggunakan muscle relaxant, maka otot
mengalami relaksasi, jadi tidak bisa berkontraksi atau mengalami kelumpuhan,
termasuk otot respirasi, jadi penderita tidak dapat bernafas. Karena itu harus
dilakukan nafas buatan (dipompa), tanpa dilakukan nafas buatan, penderita akan
mengalami kematian, karena hipoksia. Jadi nafas penderita sepenuhnya
tergantung dari pengendalian pelaksana anestesi, karena itu balance anestesi juga
disebut dengan tehnik respirasi kendali atau control respiration. 8
Untuk mempermudah respirasi kendali penderita harus dalam keadaan
terintubasi. Dengan menggunakan balance anestesi maka ada beberapa
keuntungan antara lain: 8
1. Dosis obatnya minimal, sehingga gangguan pada organ vital dapat
dikurangi. Polusi kamar operasi yang ditimbulkan obat anestesi inhalasi
dapat dikurangi. Selesai operasi penderita cepat bangun sehingga
mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh penderita yang tidak sadar.
2. Dengan dapat diaturnya pernafasan maka dengan mudah kita bisa
melakukan hiperventilasi, untuk menurunkan kadar CO2 dalam darah
sampai pada titik tertentu misalnya pada operasi otak. Dengan
hiperventilasi kita juga dapat menurunkan tekanan darah untuk operasi
yang memerlukan tehnik hipotensi kendali.
3. Karena pernafasan bisa dilumpuhkan secara total maka mempermudah
tindakan operasi pada rongga dada (thoracotomy) tanpa terganggu oleh
gerakan pernafasan. Kita juga dapat mengembangkan dan mengempiskan
paru dengan sekehendak kita tergantung keperluan. Dengan demikian
berdasar respirasinya, anestesi umum dibedakan dalam 3 macam yaitu:
a. Respirasi spontan yaitu penderita bernafas sendiri secara spontan.
b. Respirasi kendali/respirasi terkontrol /balance anestesi:
pernafasanpenderita sepenuhnya tergantung bantuan kita.
c. Assisted Respirasi: penderita bernafas spontan tetapi masih kita
berikan sedikit bantuan.
Berdasar sistim aliran udara pernapasan dalam rangkaian alat anestesi,
anestesi dibedakan menjadi 4 sistem, yaitu : Open, semi open, closed, dan semi
closed. 8
1. Sistem open adalah sistem yang paling sederhana. Di sini tidak ada
hubungan fisik secara langsung antara jalan napas penderita dengan alat
anestesi. Karena itu tidak menimbulkan peningkatan tahanan respirasi. Di
sini udara ekspirasi babas keluar menuju udara bebas. Kekurangan sistem
ini adalah boros obat anestesi, menimbulkan polusi obat anestesi di kamar
operasi, bila memakai obat yang mudah terbakar maka akan meningkatkan
resiko terjadinya kebakaran di kamar operasi, hilangnya kelembaban
respirasi, kedalaman anestesi tidak stabil dan tidak dapat dilakukan
respirasi kendali.
2. Dalam system semi open alat anestesi dilengkapi dengan reservoir bag
selain reservoir bag, ada pula yang masih ditambah dengan klep 1 arah,
yang mengarahkan udara ekspirasi keluar, klep ini disebut non rebreating
valve. Dalam sistem ini tingkat keborosan dan polusi kamar operasi lebih
rendah dibanding system open.
3. Dalam sistem semi closed, udara ekspirasi yang mengandung gas anestesi
dan oksigen lebih sedikit dibanding udara inspirasi, tetapi mengandung
CO2 yang lebih tinggi, dialirkan menuju tabung yang berisi sodalime,
disini CO2 akan diikat oleh sodalime. Selanjutnya udara ini digabungkan
dengan campuran gas anestesi dan oksigen dari sumber gas ( FGF /Fresh
Gas Flow) untuk diinspirasi kembali. Kelebihan aliran gas dikeluarkan
melalui klep over flow. Karena udara ekspirasi diinspirasi lagi, maka
pemakaian obat anestesi dan oksigen dapat dihemat dan kurang
menimbulkan polusi kamar operasi.
4. Dalam system closed prinsip sama dengan semi closed, tetapi disini tidak
ada udara yang keluar dari sistem anestesi menuju udara bebas.
Penambahan oksigen dan gas anestesi harus diperhitungkan, agar tidak
kurang sehingga menimbulkan hipoksia dan anestesi kurang adekuat,
tetapi juga tidak berlebihan, karena pemberian yang berlebihan bisa
berakibat tekanan makin meninggi sehingga. menimbulkan pecahnya
alveoli paru. Sistem ini adalah sistem yang paling hemat obat anestesi dan
tidak menimbulkan polusi. Pada system closed dan semiclosed juga
disebut system rebreathing, karena udara ekspirasi diinspirasi kembali,
sistem ini juga perlu sodalime untuk membersihkan CO2. Pada system
open dan semi open juga disebut system nonrebreathing karena tidak ada
udara ekspirasi yang diinspirasi kembali, system ini tidak perlu sodalime.
Untuk menjaga agar pada system semi open tidak terjadi rebreathing,
aliran campuran gas anestesi dan oksigen harus cepat, biasanya diberikan
antara 2 – 3 kali menit volume respirasi penderita.
System Rebreathing Reservoir bag
Sodalime Tingkat polusi kamar operasi
Tingkat keborosan
obat
Open - - - ++++ +++
Semi open
- + + +++ ++
Semi closed
+ + + ++ +
Closed + + + + -
Bila obat anestesi seluruhnya menggunakan obat intravena, maka disebut
anestesi intravena total (total intravenous anesthesia/TIVA). Bila induksi dan
maintenance anestesi menggunakan obat inhalasi maka disebut VIMA (Volatile
Inhalation and Maintenance Anesthesia) 8
A.8 Intubasi Endotrakeal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan
nafas bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan. Intubasi trakea bertujuan
untuk :9
Mempermudah pemberian anestesi.
Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.
Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
Pemakaian ventilasi yang lama.
Mengatasi obstruksi laring akut.
Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan ‘STATICS’:
S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringo-Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.
Lampu harus cukup terang.
T : Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed)
dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).
A : Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien
tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel)
yang mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan.
C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S : Suction penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
A.9 Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati
jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan
untuk :
Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang
selama operasi.
Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang
diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
a. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti
pada ileus obstriktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan
cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap
kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
b. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan
cairan pada dewasa untuk operasi :
Ringan= 4 ml/kgBB/jam.
Sedang= 6 ml / kgBB/jam
Berat = 8 ml / kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang
dari 10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid
sebanyak 3 kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih
dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid /
dekstran dengan dosis 1-2 kali darah yang hilang.
c. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit
cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien1.
A.10 Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan
anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu
ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar merupakan
batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan
perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi
dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh
anestesinya.1,9
B. Perubahan Fisiologis Akibat Penuaan
1. Sistem Kardiovaskular
Dalam hal fungsi jantung, pasien geriatri mengalami penurunan respon
beta-adrenergik dan mengalami peningkatan insiden gangguan konduksi,
bradiaritmia dan hipertensi. Curah jantung menurun sebesar 1% per tahun dan
bertanggung jawab untuk penundaan absorpsi, onset aksi dan eliminasi obat.
Proporsi sel pacemaker jantung menurun dari 50% pada usia anak lanjut
menjadi kurang dari 10% pada usia 75 tahun, sehingga berkontribusi terhadap
peningkatan insiden blok jantung derajat satu dan dua, sick sinus syndrom dan
fibrilasi atrium pada usia lanjut. 10,11,12
Disfungsi diastolik merupakan penyumbang utama penyakit
kardiovaskular pada populasi usia lanjut dan diperparah oleh beberapa
penyakit penyerta.6 Karena disfungsi diastolik dan penurunan penyesuaian
pembuluh darah, pasien usia lanjut mengkompensasi hipovolemia dengan
buruk. Demikian pula, transfusi berlebihan juga tidak dapat ditoleransi dengan
baik.5 Dengan sedikit penurunan pada preload (perdarahan, penurunan asupan
PO = per oral) memiliki efek yang bermakna pada cardiac output.11,12,13
Perubahan fisiologis normal dari sistem vaskular meliputi aterosklerosis
(yang mengarah ke kekakuan arteri, berkurangnya compliance pembuluh
darah, dan pelebaran tekanan nadi), peningkatan ketebalan dinding arteri dan
penurunan vasodilatasi yang dimediasi oleh β2 adrenoseptor.Impedansi
vaskular meningkat, yang akhirnya meningkatkan stres dan konsumsi oksigen
dinding miokard.11
2. Sistem Respirasi
Pada pasien usia lanjut, elastisitas paru-paru, pengembangan paru-paru
dan dinding dada, total lung capacity / kapasitas paru total (TLC), forced vital
capacity / kapasitas vital paksa (FVC), forced expiratory volume in one
second / volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1), vital capacity /
kapasitas vital (VC) dan inspiratory reserve volume / volume cadangan
inspirasi (IRV) semuanya mengalami penurunan yang disertai dengan
peningkatan volume residu. Meskipun functional residual capacity / kapasitas
residual fungsional (FRC) tidak berubah. PaO2 juga menurun seiring dengan
pertambahan usia (PaO2 = 13.3-umur/30 kPa, atau Pao2 = 100-umur/4mmHg)
meskipun PaCO2 tetap konstan.14
Penurunan elastisitas paru-paru diakibatkan oleh penurunan sebesar 15%
dari fungsi alveolar pada usia 70 tahun, sehingga keadaan ini tampak seperti
pada emfisema. Kehilangan fungsi alveoli pada daerah lapangan paru tertentu
menyebabkan peningkatan volume dead space yang meningkatkan
ketidaksesuaian ventilasi-perfusi (V / Q ).Hal ini meningkatkan gradien O2
alveoli-arterial dan mengurangi PaO2 istirahat.11,15
Penurunan pengembangan dinding dada meningkatkan kerja pernapasan
dan mengurangi ventilasi maksimal permenit. Kehilangan massa otot skelet
dinding dada lebih memperburuk proses ini. Karena penurunan recoil elastis
paru-paru, volume akhir respirasi meningkat sedemikian rupa sehingga
melebihi kapasitas residual fungsional pada usia > 65 tahun.11,15
Respon pernapasan terhadap hipoksia menurun seiring dengan
pertambahan usia. Selain itu, fungsi silia dan refleks batuk juga menurun.
Sehingga sensasi faring, pita suara dan fungsi motorik yang diperlukan untuk
menelan berkurang pada pasien usia lanjut sehingga aspirasi lebih mungkin
terjadi.11,15
Nyeri pasca operasi, posisi telentang, golongan narkotika, serta operasi
dada dan perut bagian atas dapat mengganggu fungsi paru-paru, menyebabkan
atelektasis, embolisme, infeksi paru-paru serta depresi pernapasan. Aktivitas
mukosiliar yang efektif diperburuk oleh kebiasaan merokok sehingga
meningkatkan risiko komplikasi.14.15
3. Sistem Saraf Pusat
Massa otak mengalami penurunan seiring pertambahan usia, kehilangan
sel-sel neuron yang paling menonjol di temukan pada korteks serebral
khususnya di lobus frontalis. Aliran darah otak juga menurun sekitar 10-20%
yang sesuai dengan penurunan sejumlah sel-sel neuron. Sel-sel neuron
mengalami penurunan dalam hal ukuran dan kehilangan beberapa
kompleksitas cabang dendritik dan sejumlah sinapsis. Sintesis dari beberapa
neurotransmiter, seperti dopamin, dan sejumlah reseptornya mengalami
penurunan. Tempat pengikatan serotonergik, adrenergik, dan asam γ-
aminobutirat(GABA) juga berkurang. Jumlah astrosit dan sel-sel mikroglial
meningkat. Degenerasi sel-sel saraf perifer menyebabkan perlambatan
kecepatan konduksi dan atrofi otot rangka. 3,10,11,13
Proses penuaan dikaitkan dengan peningkatan ambang batas untuk
hampir semua modalitas sensorik termasuk sentuhan, sensasi suhu,
proprioseptif, pendengaran, dan penglihatan. Perubahan dalam persepsi nyeri
sangat kompleks dan kurang dapat dipahami, mekanismenya mungkin
diakibatkan oleh perubahan proses nyeri sentral dan perifer. Tanpa penyakit
penyerta, penurunan fungsi kognitif biasanya sederhana tetapi jenisnya
bervariasi. Memori jangka pendek tampaknya yang paling terpengaruh.
Aktivitas fisik dan intelektual yang kontinyu memberikan efek positif pada
pelestarian fungsi kognitif. Pasien usia lanjut sering membutuhkan lebih
banyak waktu untuk sembuh sepenuhnya dari efek anestesi umum terhadap
sistem saraf pusat, terutama jika mereka mengalami penurunan kesadaran atau
disorientasi sebelum operasi. 3
Delirium pasca operasi dan disfungsi kognitif lebih tinggi pada pasien
usia lanjut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa post-operative cognitive
disorder / disfungsi kognitif pasca operasi (POCD) dapat ditemukan pada 10-
15% pasien yang berusia diatas 60 tahun dalam 3 bulan setelah operasi besar.
Penelitian oleh Anwer dkk, 200810 menemukan bahwa fungsi kognitif pasien
usia lanjut yang mendapat anestesia regional vertebralis pasca operasi hari
pertama dan ketiga tidak berubah secara signifikan dibandingkan sebelum
operasi. Namun pada pasien usia lanjut yang mendapatkan anestesi umum
mengalami penurunan fungsi kognitif yang signifikan pada pasca operasi hari
pertama. Fungsi kognitif ini secara signifikan membaik pada pasca operasi
hari ketiga, tetapi masih jauh lebih rendah daripada tingkat fungsi kognitif
sebelum operasi.3,13,16
Etiologi POCD kemungkinan multifaktorial, termasuk efek obat, nyeri,
gangguan kognitif sebelumnya, hipotermia, status gizi buruk, usia lanjut, dan
gangguan metabolik. Rendahnya kadar neurotransmiter tertentu seperti
asetilkolin mungkin ikut berperan. Pasien usia lanjut sangat sensitif teradap
obat-obatan antikolinergik kerja sentral seperti skopolamin dan
atropin.Beberapa pasien mengalami POCD yang berkepanjangan atau
permanen setelah tindakan operasi dan anestesi. Beberapa metode sederhana
untuk mengevaluasi fungsi kognitif usia lanjut seperti tes Folstein Mini
Mental atau three item recall test.3,10
4. Sistem Renal
Fungsi ginjal menurun seiring bertambahnya usia. Proses penuaan pada
ginjal mengakibatkan perubahan struktural dan fungsional yang mengurangi
cadangan fungsional. Hal ini menciptakan keterbatasan homeostatik pada
kemampuan ginjal untuk merespon dengan benar terhadap kelebihan atau pun
defisit volume. Perubahan fisiologis ginjal yang menyertai proses penuaan
antara lain: Penurunan massa ginjal (usia 25 sampai 85 tahun) yang dibuktikan
oleh penurunan jumlah glomeruli dan nefron sebesar hampir 40%. Aliran
darah ginjal menurun sekitar 10% per dekade setelah usia 50 tahun. Aliran
darah ginjal berkurang akibat penurunan curah jantung. Penurunan laju filtrasi
glomerulus / glomerular filteration rate ((GFR) sebesar 45% pada usia 80
tahun) mencerminkan penurunan bersihan kreatinin sebesar 0,75 ml / menit /
tahun. Meskipun kadar kreatinin tidak terpengaruh karena pada pasien usia
lanjut juga terjadi penurunan massa otot.10,15,12,17
Penurunan aliran darah ginal dikaitkan dengan kondisi medis seperti
hipertensi, penyakit pembuluh darah, diabetes, dan penyakit jantung yang
dapat memperburuk efek dari kelainan ginjal. Penurunan aliran darah ini
dihubungkan dengan penurunan respon terhadap stimulus vasodilatasi,
sehingga ginjal pada usia lanjut sangat rentan terhadap efek berbahaya dari
penurunan curah jantung, hipotensi, hipovolemia, dan perdarahan. Stres akibat
tindakan anestesi dan pembedahan, nyeri, stimulasi simpatik, dan obat-obatan
vasokonstriksi ginjal dapat berkontribusi untuk terjadinya disfungsi ginjal
perioperatif. 15
Pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, ginjal pada usia lanjut
ditandai dengan peningkatan jumlah jaringan fibrosis, atrofi tubulus, dan
arteriosklerosis. Adanya kelainan pembuluh darah kecil pada usia lanjut tanpa
disertai penyakit ginjal atau hipertensi, menunjukkan bahwa pada usia lanjut
yang sehat pun terdapat perubahan ginjal yang mungkin diakibatkan oleh
penyakit vaskuler dan respon vaskuler yang berubah. 15
Penurunan GFR yang terkait dengan proses penuaan dianggap sebagai
perubahan farmakokinetik yang paling penting pada usia usia lanjut. GFR
yang normalnya sekitar 125 mL / menit pada orang dewasa muda, menurun
menjadi sekitar 80 mL / menit pada usia 60 tahun, dan sekitar 60 mL / menit
pada usia80 tahun. 15
Karena penurunan GFR lebih rendah dari pada aliran darah ginjal, fraksi
filtrasi meningkat menjadi keadaan hiperfiltrasi. Hal ini merupakan
kompensasi terhadap penurunan jumlah glomeruli fungsional sampai batas
tertentu. Akibatnya tekanan dalam glomerulus meningkat sehingga dapat
mempercepat glomerulosklerosis. 15
Pada usia lanjut, obat yang bergantung pada fungsi ginjal untuk
pembersihan dapat terakumulasi, yang mungkin diperberat oleh penyakit
ginjal yang telah ada sebelumnya. Selain itu usia lanjut cenderung mengalami
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit serta gagal ginjal yang diinduksi
oleh obat-obatan.15
Penelitian menunjukkan bahwa fungsi tubulus umumnya menurun pada
usia lanjut, yang membatasi sejauh mana urin dapat terkonsentrasi dalam
menanggapi defisit air. Demikian pula, jumlah beban garam yang dapat
diekskresikan menjadi lebih terganggu akibat penuaan. Selain itu, seseorang
yang berusia lanjut tidak dapat menekan sekresi hormon antidiuretik secara
maksimal ketika osmolaritas serum berkurang. Hal ini bersamaan dengan
penurunan efisiensi sistem renin-angiotensin, menunjukkan bahwa kegagalan
pasien usia lanjut untuk mempertahankan natrium secara efektif dalam kondisi
kontraksi volume plasma tidak semata-mata disebabkan oleh penurunan GFR. 15
Kapasitas konsentrasi merupakan indikator tambahan yang sensitif untuk
fungsi ginjal. Ketika jumlah cairan dibatasi, pasien yang berusia lanjut
menunjukkan penurunan kemampuan untuk memekatkan urinnya. Aktivitas
sistem renin-angiotensin menurun seiring dengan pertambahan dengan usia,
dan pada usia diatas 40 tahun terjadi penurunan aktivitas renin aldosteron
plasma, serta penurunan kemampuan ginjal untuk mempertahankan jumlah
garam dengan pembatasan asupan.15
Pada usia lanjut, ginjal dapat mempertahankan keseimbangan asam-basa
jika berfungsi di bawah kondisi dasar. Namun dengan adanya gangguan fungsi
tubular ginjal untuk mengekskresikan sejumlah asam dibandingkan dengan
pasien yang lebih muda berkontribusi terhadap insiden yang lebih tinggi untuk
terjadinya asidosis metabolik pada usia lanjut. Pada pasien bedah yang berusia
lanjut, gagal ginjal akut bertanggung jawab untuk seperlima dari semua
kematian operasi. Penyebab gagal ginjal yang mengarah ke dialisis belum
dipahami secara jelas. Namun, sebagian besar kasus disebabkan nekrosis
tubular akut. 10,15
Respon ginjal terhadap tindakan pembedahan dan anestesi tampaknya
tidak smengalami perubahan yang signifikan dengan pertambahan usia. Telah
diketahui bahwa GFR secara langsung mengalami penurunan pada tindakan
anestesi umum, namun, secara klinis hal ini tidak terlalu siginfikan. Penurunan
curah jantung dan tekanan darah, sering disebabkan oleh defisit intravaskular
dan hipotermia pada saat operasi, hal ini akan menurunkan aliran darah ginjal. 18
Penilaian yang tepat dan mempertahankan volume intravaskular
memiliki dampak paling besar pada fungsi ginjal pada periode perioperatif.
Pengenalan dan penanganan hipovolemia berpotensi untuk mengurangi
kejadian disfungsi organ, morbiditas dan mortalitas pasca operasi. Pasien usia
lanjut yang berisiko lebih tinggi terkena gagal ginjal akut karena kurangnya
cadangan fungsional ginjal. Insiden gagal ginjal pasca operasi dapat berkisar
antara 0,1% sampai 50% setelah operasi berisiko tinggi seperti trauma,
intervensi rongga dada, atau kardiovaskular yang sangat tergantung pada
lokasi operasi. 18
5. Sistem Hepatobilier
Hepar juga dapat dipengaruhi oleh proses penuaan. Karena beberapa
obat anestesi dan nyeri seperti opioid dan tranquilizer disaring dari plasma
oleh hepar, sehingga durasi efek obat tersebut dapat memanjang pada pasien
geriatri.Obat yang tergantung pada hepatosit seperti warfarin, dapat
menghasilkan efek berlebihan karena terjadi peningkatan sensitivitas sel.
Dilaporkan peningkatan insiden kolelitiasis pada pasien yang berusia di atas
90 tahun. 10
Perubahan makroskopis hepar akibat proses penuaan diantaranya
gambaran "atrofi cokelat." Perubahan warna ini dikaitkan dengan akumulasi
pigmen lipofusin pada hepatosit, tetapi tidak jelas apakah perubahan
morfologi ini berhubungan dengan perubahan dalam fungsi hepar. 15
Aliran darah hepar menurun seiring dengan pertambahan usia. Sebagian
besar penurunan ini dikaitkan dengan penurunan 35% massa hepar. Penurunan
aliran darah hepar mungkin sedikit lebih besar daripada penurunan massa
hepar, yang mengakibatkan penurunan aliran darah sebesar 10% per unit
massa hepar. Namun pada usia lanjut, ukuran hepar yang cukup besar
memberikan cadangan fungsional yang besar pula sehingga fungsi
pemeliharaan relatif baik.15
6. Sistem Endokrin dan Metabolik
Terdapat penurunan konsumsi oksigen basal dan maksimal akibat
penuaan. Pada usia sekitar 60 tahun, kebanyakan pria dan wanita mulai
mengalami penurunan berat badan. Pria dan wanita yang berusia lanjut rata-
rata memiliki berat yang lebih rendah dari pada orang yang berusia lebih
muda. Penurunan produksi panas, peningkatkan kehilangan panas, dan
pengaturan suhu pada hipotalamus mungkin diatur pada tingkat yang lebih
rendah. Peningkatan resistensi insulin menyebabkan penurunan secara
progresif dalam hal kemampuan untuk menghadapi beban glukosa. Insiden
diabetes meningkat pada orang tua sampai dengan 25% pada pasien yang
berusia lebih dari 80 tahun. Penderita diabetes sering memiliki gangguan
kardiovaskular, ginjal, neurologis dan visual, sehingga memerlukan kontrol
kadar glukosa darah selama periode perioperatif. Pada pasien usia lanjut yang
sehat, respon neuroendokrin terhadap stres tampaknya tidak berubah atau
sedikit menurun. Proses penuaan berhubungan dengan penurunan respon
terhadap obat-obatan adrenergik ("blok endogen"). Jumlah norepinefrin yang
beredar dilaporkan meningkat pada pasien usia lanjut. 3
7. Sistem Muskuloskeletal
Massa otot berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Gambaran
mikroskopis menunjukkan penebalan neuromuscular junction. Tampak pula
penyebaran extrajunctional dari beberapa reseptor asetilkolin. Dengan etiologi
yang belum diketahui, sebagian besar kehilangan protein tubuh yang berkaitan
dengan penuaan dikaitkan dengan penurunan 20% dari massa otot rangka
yang dikenal dengan istilah sarcopenia. Hal ini terjadi bahkan pada orang
dewasa sehat dan berhubungan dengan hilangnya kekuatan.
Pada dekade kedua, seseorang memiliki massa otot 60% dari massa
tubuh, namun pada usia 70 tahun menurun hingga kurang dari 40%. Meskipun
penurunan jaringan otot dimulai sekitar usia 50 tahun, namun hal
inimeningkat setelah usia 60 tahun. Penurunan ini sebagian dapat
dikembalikan dengan latihan beban. Meskipun demikian, tidak terdapat
perbedaan dalam sensitivitas terhadap pelumpuh otot pada usia lanjut.
Farmakokinetik obat-obatan tersebut ditandai dengan penurunan eliminasi.
Pemberian dosis awal obat tersebut mungkin tidak harus dikurangi, tetapi
pemberian dosis total umumnya dikurangi. Namun, karena terdapat penurunan
eliminasi, maka efek obat-obatn ini harus hati-hati dipantau menggunakan
komponen fungsi neuromuskuler seperti train-of-four tests. 3,15
Kulit mengalami atrofi dan rentan terhadap trauma akibat plester
perekat, bantalan elektrokauter, dan elektroda elektrokardiografi. Dinding
vena sering menjadi rapuh dan mudah ruptur pada saat infus intravena. Atritis
sendi dapat mengganggu pengaturan posisi pasien (misalnya, litotomi) atau
anestesi regional (misalnya, blok subaraknoid). Penyakit degeneratif servikal
dapat membatasi ekstensi leher yang berpotensi membuat intubasi menjadi
sulit.3
C. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE ) / Ekstraksi Katarak
Ekstra Kapsuler ( EKEK )
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa
yang menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering
dijumpai pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh
dunia. Penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga
factor lain yang mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik
(mis; diabetes), merokok, dan herediter. Kata katarak berasal dari Yunani
“katarraktes” yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak sendiri
sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi, denaturasi protein,
dan proses penuaan.sehingga memberikan gambaran area berawan atau putih.8,9
Kekeuruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina,
sehingga penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek
terlihat kabur. Mereka mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah
mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah
lensanya.19,20
Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi
secara instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita
terganggu secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular
dari satu mata ke mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara
bersamaan.10,20
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasen
mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan
pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaii ketajaman penglihtan
pada > 90% kasus.sisanya mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami
penyulit pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang
menghambat pemulihan daya pandang.19,20
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa
dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada
pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular
posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan
dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps
badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat
mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi,
untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti
prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder.
Sebuah ekstraksi katarak ekstrakapsular konvensional membutuhkan waktu
kurang dari satu jam untuk dilakukan. Setelah daerah sekitar mata telah
dibersihkan dengan antiseptik, kain steril digunakan untuk menutupi sebagian
wajah pasien. Pasien diberikan baik anestesi lokal untuk membuat mati rasa
jaringan di sekitar mata atau anestesi topikal untuk membuat mati rasa mata itu
sendiri. Eyelid holder digunakan untuk membuat mata tetap terbuka selama
prosedur. Jika pasien sangat gelisah, dokter mungkin dapat menggunakan obat
penenang secara intravena.
Setelah anestesi telah diberlakukan, ahli bedah membuat sayatan di kornea
pada titik di mana sklera dan kornea bertemu. Meskipun panjang khas sayatan
EKEK standar adalah 10-12 mm pada 1970-an, perkembangan IOLs akrilik yang
dapat dilipat telah memungkinkan ahli bedah banyak untuk bekerja dengan
sayatan yang hanya 5-6 mm. Variasi ini kadang-kadang disebut sebagai EKEK
sayatan kecil (small-insision / SICS). Setelah sayatan dibuat, ahli bedah membuat
robekan sirkular di depan kapsul lensa, teknik ini dikenal sebagai
capsulorrhexis. Ahli bedah kemudian dengan hati-hati membuka kapsul lensa dan
membuang nukleus lensa dengan memberikan tekanan dengan instrumen
khusus. Setelah nucleus dikeluarkan, ahli bedah menggunakan suction untuk
menghisap sisa korteks lensa. Suatu bahan viskoelastik khusus disuntikkan ke
dalam kapsul lensa kosong untuk membantu mempertahankan bentuk sementara
ahli bedah memasukkan IOL. Setelah lensa intraokular telah ditempatkan dalam
posisi yang benar, substansi viskoelastik akan dibuang dan sayatan ditutup dengan
dua atau tiga jahitan.21
Recommended