0
LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN
PROSPEK PENERAPAN JARWO TRANSPLANTER
Oleh
Sumaryanto
M. Suryadi Chairul Muslim
Adreng Purwoto
PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
2014
1
KATA PENGANTAR
Upaya peningkatan beras dihadapan banyak kendala. Selain alih fungsi
lahan sawah, tenaga kerja pertanian juga mengalami penuaan (aging farmer).
Fenomena yang terjadi di lapangan adalah meningkatnya kelangkaan tenaga
kerja untuk pengolahan tanah, tanam, dan panen.
Dalam upaya mengatasi kelangkaan tenaga kerja tersebut, khususnya
pada saat tanam, Badan Litbang Pertanian melalui BB Mektan telah melakukan
inovasi alat dan mesin pertanian yaitu Jarwo Transplanter. Alat ini selain
dimaksudkan untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja penanaman padi juga
dimaksudkan untuk memfasiliatsi penerapan teknik penanaman jajar legowo
(jarwo).
Laporan ini menyajikan analisis kebijakan tentang prospek penerapan alat
tanam tersebut di atas. Dalam analisis, data dan informasi yang digunakan
berasal dari pengamatan langsung di lapangan dan dari hasil-hasil penelitian
sebelumnya.
Tim menyadari laporan ini belum sempurna, dan karena itu itu masukan
dan saran konstruktif dari semua pihak dalam upaya mempertajam laporan ini
sangat diharapkan. Kepada semua tim yang telah bekerja keras mulai dari proses
penyiapan dan penyelesaian laporan ini diucapkan terima kasih.
Bogor, Desember 2014
2
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Beras merupakan bahan pangan pokok utama bagi masyarakat Indonesia,
sehingga komoditas beras memiliki arti strategis baik dari sisi ekonomi,
lingkungan hidup, sosial maupun politik. Dengan melihat peran strategis tersebut,
berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk meningkatkan ketersediaan dan
produksi beras dalam negeri. Namun, fakta di lapangan menunjukkan berbagai
upaya peningkatan produksi padi/beras menghadapi berbagai kendala. Kendala-
kendala tersebut antara lain adalah: tingginya alih fungsi lahan sawah, iklim yang
semakin tidak kondusif, menurunnya kualitas sumberdaya lahan, terbatasnya
tenaga kerja pertanian, dan masih rendahnya insentif usahatani padi.
Bertolak dari kondisi tersebut, maka kehadiran teknologi peningkatan
produksi padi yang mampu mengatasi berbagai persoalan mendasar usahatani
padi sangat diperlukan. Artinya, teknologi yang akan diintroduksikan tidak hanya
mampu meningkatkan produksi padi, namun teknologi tersebut juga telah
mempertimbangkan berbagai kendala usahatani padi lainnya. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), mempunyai peran besar dalam
menghasilkan berbagai teknologi ini, antara lain penciptaan VUB, perbaikan
teknologi pengelolaan usaha tani padi, perbaikan sistem pengelolaan air, dan
mekanisasi pertanian. Pada tataran teori dan uji laboratorium, inovasi dan
teknologi tersebut dipercaya mampu memberikan dampak yang besar bagi
peningkatan produksi dan kesejahteraan petani. Namun, kondisi di lapangan
menunjukkan tidak semua inovasi dan teknologi yang dihasilkan tersebut diadopsi
dan dimanfaatkan dengan baik di masyarakat.
Salah satu teknologi unggulan untuk meningkatkan produksi padi yang
telah dihasilkan oleh Balitbangtan adalah teknologi transplanter padi, yaitu Indo
Jarwo Transplanter. Indo Jarwo Transplanter merupakan mesin/alat pindah tanam
padi, dimana secara prinsip alat ini ditujukan untuk mengatasi kendala
keterbatasan tenaga kerja tanam dan pada saat yang sama petani mampu
menerapkan sistem penanaman padi “Jajar Legowo” sebagai salah satu teknologi
tanam unggulan Balitbangtan. Sistem pertanaman Jajar Legowo dipercaya
3
mampu menaikkan produktivitas padi karena mampu meningkatkan populasi dan
optimalisasi proses fotosintesis.
Sampai saat ini dari fakta empiris di lapang maupun dari sejumlah hasil
penelitian diketahui bahwa adopsi teknologi jarwo transplanter berlangsung
lambat. Secara teoritis seharusnya alat ini potensial untuk diadopsi dengan cepat
karena mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani. Mengacu
pada fakta ini muncul pertanyaan apa masalah dan kendala yang terjadi di
lapangan sehingga adopsi berjalan lambat. Identifikasi permasalahan dan kendala
sosial ekonomi dalam penerapan teknologi tersebut menjadi penting dilakukan
dalam rangka menyempurnakan kebijakan dan program peningkatan produksi
padi.
1.2. Tujuan Kajian
Analisis kebijakan ini ditujukan untuk: (1) Memahami permasalahan dan
kendala yang dihadapi petani dalam penerapan Jarwo transplanter (2)
Menganalisisi faktor-faktor sosial ekonomi yang menghambat penerapan teknologi
Jarwo transplanter; dan (3) Merumuskan kebijakan yang tepat untuk
mempercepat adopsi teknologi Jarwo transplanter.
1.3. Keluaran Kajian
Luaran yang diperoleh dari kegiatan ini adalah: (1) Data dan infromasi
tentang permasalahan dan kendala yang dihadapi petani dalam penerapan Jarwo
transplanter; (2) Faktor-faktor sosial ekonomi yang menghambat penerapan
Jarwo transplanter; dan (3) Rumusan alternatif kebijakan yang kondusif untuk
mempercepat adopsi teknologi Jarwo transplanter.
1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam
merancang sistem diseminasi dan perancangan program pengembangan
penerapan penerapan jarwo transplanter dalam sistem penanaman padi.
Dampaknya adalah teratasinya kelangkaan tenaga kerja tanam, meningkatnya
produktivitas usahatani padi, dan meningkatnya produksi padi nasional.
4
II. METODOLOGI
Untuk mengkaji prospek penerapan maka analisis kebijakan ini melihat
potensi, permasalahan dan kendala dalam penerapan Jarwo Transplanter.
Pendekatan yang dipakai dalam kajian adalah analisis diskriptif kualitatif dan
kuantitatif. Kajian menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder
antara lain berupa data kinerja produksi padi, perkembangan alat dan mesin
pertanian, jumlah tenaga kerja pertanian, dan lain-lain. Data primer antara lain
berupa data usahatani padi tingkat kelompok, spesifikasi alat dan mesin pertanian
yang digunakan, persepsi para pelaksana kegiatan dan petani terhadap
penggunaan Jarwo transplanter.
Analisis yang dipakai dalam kajian antara lain adalah analisis deskriptif,
analisis biaya dan manfaat, dan sintesis atas hasil-hasil kajian terdahulu. Analisis
deskriptif kualitatif lebih difokuskan pada aspek-aspek kelembagaan petani dalam
mengakselerasi adopsi jarwo transplanter. Dalam analisis Manfaat dan Biaya,
manfaat didefinisikan sebagai seluruh pendapatan yang diperoleh dengan
penggunaan Jarwo Transplanter. Sedangkan biaya didefinisikan sebagai seluruh
biaya yang harus dikeluarkan dalam menggunakan jarwo transplanter. Sintesis
atas hasil-hasil kajian terdahulu dilakukan melalui pemanfaatan studi pustaka.
Sampel lokasi kajian dilakukan di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur.
Pertimbangan pemilihan lokasi kajian, adalah sentra produksi padi nasional,
potensi terjadinya kelangkaan tenaga pertanian besar, serta keberagaman tingkat
adopsi jarwo transplanter.
5
III. PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN JARWO TRANSPLANTER
3.1. Sistem Tanam Jarwo Untuk Mendukung Peningkatan Produktivitas
Salah satu cara meningkatkan produksi padi adalah dengan menambah
populasi tanaman per satuan luas. Peningkatan populasi tanaman dapat dilakukan
dengan mengatur jarak tanam. Semakin rapat, semakin tinggi populasi tanaman
akan tetapi hubungannya dengan produktivitas tidak linier. Jika kerapatan optimal
telah dicapai maka peningkatan populasi justru menyebabkan produksi malai per
tanaman menurun.
Pada mulanya, jarak tanam yang diterapkan petani tidak teratur. Ternyata
jarak tanam yang tidak teratur ternyata menyebabkan petani mengalami kesulitan
dalam pengendalian gulma karena tidak dapat menggunakan “sosrok” atau
“landak”. Belajar dari pengalaman itu maka diperkenalkan jarak tanam teratur
dengan jarak yang seragam sehingga membentuk pola bujur atau tegel. Dalam
praktek, terdapat variasi ada yang menggunakan 25 x 25 atau 30 x 30 cm,
tergantung kesuburan tanah dan kondisi pengairan setempat serta kebiasaan
petani setempat.
Pola tanam tegel tersebut berlangsung selama bertahun-tahun bahkan
sejak sebelum kemerdekaan dan masih diterapkan sebagian besar petani sampai
sekarang. Untuk mempermudah penanaman dengan sistem tegel tersebut
biasanya petani membuat semacam “blak”, dengan bantuan peralatan kayu dan
tali. Namun demikian untuk tenaga buruh tanam yang telah berpengalaman
seringkali tidak memerlukannya. Dengan “tacit knowledge” mereka dengan
terampil dapat mempraktekkan sistem tanam tegel secara cepat.
Sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
populasi tanaman padi. Tekniknya adalah dengan pola beberapa barisan
tanaman, kemudian diselingi oleh satu barisan kosong. Keuntungan lain dari
teknik ini adalah terciptanya populasi tanam pinggir yang lebih banyak sehingga
lebih banyak populasi tanaman yang memperoleh energi matahari untuk
fotosintesis.
Selain kedua hal tersebut di atas, dengan teknik jajar legowo juga ada
keuntungan (advantage) lainnya antara lain: (i) pemupukan lebih mudah, efektif,
6
dan efisien, (ii) memudahkan pemberian air irigasi, (iii) memudahkan proses
pemeliharaan (pengendalian OPT dan gulma), dan (iii) kondusif untuk penerapan
pola pengusahaan mina padi.
Jika dibandingkan dengan sistem penanaman yang selama ini diterapkan
petani yaitu sistem „tegel‟ (jarak tanam bujur sangkar), kelemahan dari penerapan
sistem jajar legowo adalah: (i) memerlukan persediaan benih yang lebih banyak,
(ii) membutuhkan tenaga kerja lebih banyaki. Akibatnya biaya untuk pembenihan
dan biaya tanam menjadi lebih tinggi. Di sisi lain, tenaga kerja buruh tani
cendrung makin langka, dan dalam rangka menyesuaikan dengan jadwal
pemberian air irigasi maka tanam serempak dalam satu blok irigasi adalah suatu
keharusan yang sulit dihindari. Untuk itu dibutuhkan adanya terobosan yang
memungkinkan untuk mengatasi masalah kelangkaan tenaga kerja tersebut.
Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini jawabannya adalah
perlu adanya mesin tanam jarwo yang mampu menggantikan tenaga kerja
manusia dan hemat biaya tanam. Badan Litbang Pertanian melalui Balai Besar
Pengembangan Mekanisasi di Serpong mampu menghasilkan prototipe Indo-
Jarwo Transplanter. Alat ini sudah dilaunching oleh Bapak Menteri Pertanian, Dr.
Suswono, pada tanggal 8 November 2013 di Jakarta.
3.2. Peluang dan Kendala Penerapan Jarwo Transplanter
Jarwo Transplanter adalah sebutan untuk mesin penanam padi dengan
sistem jajar legowo. Alat ini dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian dan tujuan utamanya adalah untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja
dalam kegiatan penanaman padi yang selama ini dialami oleh petani. Sasarannya
adalah untuk meningkatkan produktivitas usahatani padi dan meningkatkan
pendapatan petani padi. Majalah Sains Indonesia (2012) menunjukkan bahwa
Sistem tanam jajar legowo (Si Jarwo) terbukti mampu meningkatkan produktivitas
padi hingga mencapai 7,3 ton per hektar (dengan sistem tanam biasa
produktivitas padi hanya sekitar 3 – 5 ton per ha).
Sistem tanam jajar legowo merupakan cara tanam padi sawah dengan pola
beberapa barisan tanaman, kemudian diselingi oleh satu barisan kosong.
Prinsipnya adalah memodifikasi jarak tanam yang memungkinkan terjadinya
7
peningkatan populasi tanaman secara total dan populasi tanaman yang berada di
pinggir. Dengan sistem tanam jajar legowo maka diperoleh beberapa keuntungan
yaitu: (i) meningkatnya populasi tanaman, (ii) pemupukan menjadi lebih mudah,
efektif, dan efisien dalam pengguaan tenaga kerja, (iii) memaksimalkan
tangkapan sinar matahari secara langsung sehingga energi untuk fotosintesis
yang dapat dimanfaatkan tanaman meningkat, (iv) memudahkan pemberian air
irigasi, (v) memudahkan pelaksanaan kegiatan pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) maupun gulma, (vi) kondusif untuk mendukung
penerapan pola pengusahaan mina-padi. Dengan sejumlah keunggulan itu maka
sistem jarwo berpengaruh positif terhadap upaya peningkatan produktivitas
(Kariyasa, dkk,2013).
Penerapan sistem tanam Jajar legowo di lapangan mengalami banyak
modifikasi menyesuaikan kondisi lahan pertanian yang ada. Ishaq dkk. (2013)
menunjukkan bahwa tingkat kesuburan lahan dan ketinggian tempat sangat
menentukan sistem jajar legowo yang diterapkan. Semakin subur tanah, maka
jarak tanam yang diterapkan semakin lebar. Demikian pula dengan ketinggian
tempat, semakin tinggi tempat maka jarak tanam yang diterapkan semakin lebar.
3.3. Manfaat Pengaruh Penggunaan Jarwo Transplanter Untuk Mengatasi Kelangkaan Tenaga Kerja
Salah satu yang menjadi masalah dalam pengembangan pertanian di
Indonesia adalah kurangnya minat generasi muda untuk bekerja di sektor
pertanian. Ini tampak dari komposisi kepala rumah tangga pertanian menurut
kelompok umur sebagaimana tertera pada Tabel 1.
Alasan yang dikemukakan bahwa angkatan kerja usia muda tidak tertarik
bekerja di pertanian antara lain adalah: (i) pendapatan yang diperoleh rendah, (ii)
sifatnya musiman, (iii) membutuhkan kekuatan fisik yang besar dan kurang
nyaman, dan (iv) kurang sesuai untuk mengembangkan wawasan bagi kelompok
usia muda. Kondisi ini menyebabkan ketersediaan tenaga kerja khususnya pada
tahapan kegiatan yang membutuhkan tenaga kerja cukup banyak dan durasi
tahapan tersebut pendek. Termasuk dalam kategori kegiatan ini terutama
kegiatan menanam dan panen padi. Semula, kegiatan pengolahan tanah juga
8
termasuk kategori mengalami kelangkaan tenaga kerja tetapi selama ini telah
teratasi dengan meluasnya penggunaan traktor.
Tabel 1. Komposisi kepala rumah tangga petani di 7 provinsi di Indonesia *)
Kelompok umur kk jumlah observasi persen % kumulatif
< 35 tahun 212 13.0 13.0 35 - 44 tahun 427 26.2 39.3 45 - 54 tahun 489 30.0 69.3
55 - 65 tahun 417 25.6 94.9 > 65 tahun 83 5.1 100.0
Total 1628 100.0 *) Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Kalimantan Selatan, NTB, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Sumber: Sumaryanto (2014).
Penanaman dengan sistem jajar legowo dipandang lebih rumit dan butuh
tenaga kerja yang lebih banyak, yang pada akhirnya perlu penyediaan biaya
tanam lebih banyak dari sistem tanam konvensioanl (tegel). Oleh karena itu,
kehadiran indo-jarwo tranplanter diharapkan mampu menghemat penggunaan
tenaga kerja.
Menurut hasil laporan Direktorat Alat dan Mesin Pertanian-Ditjen PSP
(2013), dengan menggunakan jarwo transplanter maka tenaga kerja yang
dibutuhkan hanya 3 orang per hektar dengan jam kerja sekitar 4 jam. Sementara
menanam padi sistem jarwo secara manual memerlukan tenaga kerja sebanyak
20 orang dan bekerja sekitar 8 jam atau 160 jam/ha (Tabel 2). Dengan demikian,
penggunaan transplanter mampu menghemat penggunaan tenaga kerja setara
jam kerja sekitar 92,50%. Dengan kata lain, penggunaan transplanter hanya
membutuhkan tenaga kerja sekitar 7,5% dari total jam kerja yang dibutuhkan
sistem tanam jarwo konvensional, dengan perhitungan sebagai berikut:
Kebutuhan tenaga kerja (setara jam kerja) secara manual: 20 orang x 8
jam/orang = 160 jam
Kebutuhan tenaga kerja (setera jam kerja) dengan transplanter: 3 orang x
4 jam/orang = 12 jam
Penghematan jam kerja (160-12) = 148 jam atau (148/160)x 100% =
92,5% atau hanya dibutuhkan jam kerja (100% - 92,5%) = 7,5%
Selain terjadi penghematan penggunaan tenaga kerja, laporan Direktorat
Alat dan Mesin Pertanian-Ditjen PSP (2013) juga menyebutkan bahwa
9
penggunaan transplanter hanya membutuhkan biaya tanam sekitar Rp 600
ribu/ha, sementara secara manual butuh biaya tanam Rp 900 ribu/ha. Dengan
demikian, penggunaan transplanter berpotensi mengurangi biaya tanam
mencapai 33,33% (300/900 x 100%).
Tabel 2. Perbandingan Jumlah Tenaga Kerja dan Biaya Tanam dengan Cara Manual dan Menggunakan Transplanter, 2013 (per hektar).
Sumber: Direktorat Alat dan Mesin Pertanian-Ditjen PSP, 2013
Hasil serupa juga ditemukan pada kajian tim BB Mektan Pertanian (2013)
dimana jarwo transplanter hasil inovasi Badan Litbang hanya dioperasikan oleh
lima (1 operator , 2 penyulam dan 2 orang cabut dan angkut bibit) mampu
menggantikan 22 tenaga kerja tanam manual (20 orang tanam dan 2 pembantu),
(Tabel 2). Dengan demikian penggunaan transplanter mampu menghemat
penggunaan tenaga kerja sekitar 17 orang, atau 77,78%. Dengan asumsi
transplanter hanya kerja 4 jam/ha dan dengan cara manual 8 jam/ha, maka
effisiensi penggunaan tenaga kerja setara jam akan lebih baik lagi, yaitu
mencapai 84%. Artinya dengan cara transplanter hanya membutuhkan tenaga
kerja sekitar 16% dari cara manual, dengan perhitungan sebagai berikut:
Kebutuhan tenaga kerja (setara jam kerja) secara manual: 22 orang x 8
jam/orang = 176 jam
Kebutuhan tenaga kerja (setera jam kerja) dengan transplanter: (3 orang x
4 jam/orang) + ( 2 orang x 8 jam) = 28 jam
10
Penghematan jam kerja (176-28) = 148 jam atau (148/176)x 100% =
84% atau hanya dibutuhkan jam kerja (100% - 84%) = 16%.
Tabel 2. Perbandingan Penggunaan Tenaga Kerja dan Biaya Tanam antara Cara Manual dan Menggunakan Transplanter, 2013
Sumber: BB Mektan Pertanian, 2013
Hasil kajian ini juga menemukan bahwa biaya tanam pada sistem tanam
jarwo dengan menggunakan tranplanter hanya sekitar Rp 905 ribu, sementara
dengan sistem manual membutuhkan biaya tanam mencapai Rp 2 juta. Dengan
demikian transplanter mampu menghemat biaya tanam sampai 50%.
Evaluasi kinerja transplanter juga dilakukan BB Padi pada tahun 2012.
Hasil kajiannya menunjukkan bahwa penggunaan transplanter mampu
menghemat penggunaan tenaga kerja sekitar 15 orang atau 75%. Dengan kata
lain, penggunaan transplanter hanya butuh tenaga tanam sekitar 25% dari jumlah
yang dibutuhkan jika menanam padi dilakukan secara manual. Menanam padi
11
dengan transplanter membutuhkan tenaga kerja sebanyak 5 orang, sementara
dengan cara manual mencapai 20%.
Dari hasil hasil-hasil kajian di atas menunjukkan bahwa penggunaan
transplanter mampu menghemat penggunaan tenaga kerja secara signifikan
dibandingkan cara manual. Oleh karena itu, pengembangan alat ini mempunyai
potensi besar dalam mengatasi kelangkaan tenaga kerja yang terjadi saat ini.
Selain itu, alat ini diperkirakan akan mudah diterima masyarakat karena juga
mampu mengurangi biaya tanam. Namun demikian, sosialisasi dan pembuktian di
tingkat lapangan perlu terus dilakukan dalam upaya membuktikan kepada petani
luas bahwa alat ini memberikan workable dan memberikan manfaat yang nyata
kepada petani.
3.4. Pengaruh Penerapan Sistem Tanam Jarwo Terhadap Peningkatan Produktivitas Usahatani Padi
Hasil kajian di 2 lokasi yaitu di Kabupaten Indramayu (Jawa Barat) dan di
Kabupaten Malang (Jawa Timur) menunjukkan bahwa penerapan sistem tanam
jajar legowo memang dapat meningkatkan produktivitas. Sebagaimana tampak
pada Tabel 3, penerapan jajar legowo di Kabupaten Indramayu yang dilakukan
oleh Kelompok Tani yang diobservasi ternyata mampu meningkatkan
produktivitas dari 5.4 menjadi 6.3 Ton/Hektar yang berarti meningkat sekitar 17
persen. Sedangkan pada Kelompok Tani yang diobservasi di Kabupaten Malang
meningkat dari 5.5 menjadi 6.2 Ton/Hektar yang berarti meningkat sekitar 13
persen.
Tabel 3. Perbedaan Produktivitas Padi antara Sistem Tegel dan Jarwo
di Kelompok Tani Lokasi Kajian, 2014
Lokasi kajian Sistem Tegel Sistem Jarwo Perubahan
Ton/Ha Persen
Indramayu (Jawa Barat) 5.4 6.3 0.9 16.7
Malang (Jawa Timur) 5.5 6.2 0.7 12.7
Sumber: Kelompok Tani di lokasi kajian (diolah)
Selain menunjukkan adanya kenaikan, temuan tersebut juga
mengindikasikan adanya variasi antar wilayah. Terkait dengan variasi ini, hasil
kajian lainnya menyebutkan bahwa di beberapa tempat sistem jarwo juga belum
12
mampu meningkatkan produktivitas secara signifikan. Hal ini diduga kuat karena
ketidak hati-hatian dalam memilih varietas, atau mungkin adanya ketidak tepatan
dalam dosis pemupukan. Menurut hasil kajian Karim Makarim (Puslitbangtan,
2014), tidak semua varietas cocok untuk ditanam sistem jarwo, sehingga
meniadakan keunggulannya. Oleh karena itu, ketepatan dalam memilih varietas
menjadi sangat penting. Ada beberapa varietas justru produktivitasnya menurun
ketika ditanam secara rapat, karena kenaikan jumlah populasi tidak mampu
mengurangi jumlah malai.
3.5. Dampak Pengembangan Sistem Tanam Jarwo Melalui Jarwo Transplanter Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani
Dengan memanfaatkan beberapa data hasil kajian sebelumnya dan diolah
kembali, keragaan hasil analisa usahatani padi dengan sistem tanam tegel, jarwo
manual, dan jarwo tranplanter disajikan pada Tabel 4. Hasil kajian menunjukkan
bahwa produktivitas padi yang ditanam dengan sistem tegel hanya sekitar 5.44
ton per ha, sementara yang ditanam dengan sistem jarwo baik manual dan
tranplanster adalah sama, yaitu 6.21 ton per ha. Hal ini menunjukkan bahwa
tanaman padi yang ditanam dengan sistem jarwo mampu menghasilkan padi
sekitar 15% lebih tinggi dari sistem tegel. Namun demikian, tidak ada perbedaan
hasil antara padi yang ditanam dengan sistem jarwo secara manual dengan
transplanter. Perbedaannya hanya terjadi pada biaya tanam.
Tabel 4. Analisa Usahatani Padi dengan Sistem Tanam Tegel, Jarwo Manual,
dan Jarwo Tranplanter, 2014.
Keterangan Sistem tanam Tegel Sistem Tanam Jarwo
Manual Transplanter
I. Biaya Produksi (Rp/ha) 7 436 700 7 928 756 7 642 056
a. Pengolahan lahan 1 050 000 1 010 000 1 010 000
b. Benih 340 000 380 000 380 000
c. Pupuk 1 099 500 1 101 500 1 114 500
Urea 540 000 540 000 550 000
SP-36 197 000 198 500 199 500
NPK 362 500 363 000 365 000
d. Tanam 810 000 920 000 600 000
e. Menyiang 450 000 450 000 450 000
f. Pengairan 125 000 125 000 125 000
g. Menyemprot 370 000 370 000 350 000
13
h. Panen 2 822 000 3 221 956 3 221 956
i. Biaya lainnya 370 200 350 300 390 600
II. Produksi (kg/ha) 5 440 6 211 6 211
Iii. Penerimaan (Rp/ha) 21 651 200 24 719 780 24 719 780
Iv. Keuntungan (rp/ha) 14 214 500 16 791 024 17 077 724 Keterangan: * Peningkatan keuntungan terhadap sistem tanam tegel
** Peningkatan keuntungan terhadap sistem tanam jarwo secara manual Sumber data: untuk produksi dari Tabel 3, sementara biaya produksi dari berbagai sumber.
Tanam padi yang ditanam dengan sistem jarwo dengan menggunakan
transpalanter hanya butuh biaya tanam sekitar 65% dari sistem jarwo secara
manual. Tampak bahwa sistem tanam jarwo manual membutuhkan biaya tanam
lebih tinggi dari sistem tegel, yaitu sekitar 14%.
Tabel 4 lebih lanjut menginformasikan bahwa tanaman padi yang ditanam
dengan sistem jarwo dengan menggunakan transplanter mampu memberikan
keuntungan yang paling tinggi dibandingan yang lainnya. Pada usahatani dengan
sistem tanam tegel keuntungan per hektar adalah sekitar Rp. 14.2 juta,
sedangkan dengan jarwo dan jarwo transplanter masing-masing mampu
memberikan keuntungan Rp. 16.8 dan Rp. 17.1 juta per hektar. Fenomena
tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya pemanfaatan sistem tanam jajar
legowo, apalagi jika cara penanamannya dengan menggunakan transplanter akan
memberikan keuntungan yang lebih tinggi daripada cara yang selama ini
dipergunakan secara tradisional yakni sistem tegel tanpa transplanter.
3.6. Kendala Teknis Pemanfaatan Jarwo Transplanter
Potensi keuntungan dari penerapan jarwo transplanter telah dibahas di
atas. Pertanyaannya adalah: mengapa sampai saat ini perluasan penerapannya
berjalan lambat? Jawaban atas pertanyaan ini perlu mempertimbangkan faktor-
faktor teknis dan sosial ekonomi secara cermat.
Secara teknis, berbagai informasi di lapangan menunjukkan bahwa alsin ini
(jarwo transplanter) menunjukkan sejumlah alasan berikut:
(1) Sampai saat ini peralatan tersebut belum banyak tersedia di pasaran,
(2) Peralatan masih sangat sensitif terhadap permukaan lahan sawah yang
tidak rata sehingga ditemukan beberapa bibit padi yang tidak menancap
sempurna dan hal ini mengakibatkan “bogang”,
14
(3) Petani belum serempak mau memanfaatkannya, sementara itu
pengangkutannya antar petak tidak mudah karena galengan pada
umumnya sempit-sempit,
(4) Untuk petani yang luas garapannya sangat kecil maka dalam rangka
mengejar waktu seringkali tidak sabar menunggu giliran memperoleh
pelayanan jarwo transplanter,
(5) Sejumlah petani belum terampil mempersiapkan bibit padi yang sesuai
dengan aplikasi optimal jarwo transplanter,
(6) Oleh karena sistem pengairan adalah mengalir dari petak ke petak maka
sulit untuk mengkondisikan agar sawahnya berada dalam kondisi macak-
macak; sementara itu jika terendam air maka tidak mudah diketahui
apakah permukaan tanah sawah tersebut rata ataukah tidak rata,
(7) Jarwo transplanter tidak sesuai untuk diterapkan pada lokasi pesawahan di
daerah pegunungan (berlereng) karena memindahkannya dari satu petak
ke petak lain sangat berat, sedangkan petakan-petakan sawah di likasi
seperti itu pada umumnya sempit-sempit,
(8) Secara umum masih sangat sedikit tenaga terampil yang mampu
memanfaatkan jarwo transplanter secara optimal
(9) Belum tersedianya suku cadang yang mudah didapatkan pada saat
peralatan tersebut membutuhkan perbaikan.
3.7. Peran Strategis Kelompok Tani dan UPJA Jarwo Transplanter
Masa depan pengembangan penerapan jarwo transplanter sangat
tergantung pada kinerja Kelompok Tani. Hal ini didasarkan atas fakta bahwa
kinerja jarwo transplanter sangat dipengaruhi oleh beberapa faktos berikut:
(1) Hasil hitungan secara sederhana menunjukkan bahwa kelayakan finansial
penerapan jarwo transplanter membutuhkan luas layanan setidaknya 35
hektar per musim. Mengingat bahwa sebagian besar petani padi luas
garapannya sempit-sempit maka peranan Kelompok Tani dalam
mengkondisikan terjadinya konsolidasi pengusahaan tanaman sehamparan
sangat diperlukan.
15
(2) Penerapan jarwo transplanter akan optimal jika petani-petani pemilik lahan
pada hamparan yang sama terkonsolidasikan dengan baik dalam sistem
pengairan dan sepakat untuk melakukan penanaman padi secara
serempak.
(3) Biaya operasi dan pemeliharaan jarwo transplanter tidak murah sehingga
beban biaya tersebut hanya akan layak ditanggung oleh petani pemilik
lahan luas (di atas 10 hektar) atau oleh Kelompok Tani, atau oleh
Pengusaha Jasa Alsintan (UPJA) yang mampu memperoleh areal layanan
setidaknya 35 hektar.
(4) Penerapan jarwo transplanter akan optimal di wilayah yang jadwal tanam
sesuai dengan jadwal irigasi dan sistem irigasi maupun drainasenya baik.
Untuk itu amalgamasi Kelompok Tani dengan Asosiasi Petani Pemakai Air
Irigasi (P3A) sangat diperlukan.
(5) Penerapan jarwo transplanter akan optimal jika sistem pembibitan benih
padi dilakukan dengan cara yang sesuai tuntutan teknis pengoperasian
alsin tersebut dan petani tepat dalam memilih varietas tanaman padi yang
paling sesuai untuk penanaman dengan sistem jajar legowo.
(6) Dalam jangka panjang, disamping terus membina Kelompok Tani maka
pemerintah perlu pula mengkondisikan agar peranan UPJA alsintan dalam
bidang pengolahan tanah (traktor), penanaman (transplanter), maupun
pemanenan (harvester) dapat berkembang.
16
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
(1) Salah satu cara yang layak ditempuh untuk meningkatkan produktivitas
dan pendapatan per luas garapan usahatani padi adalah melalui penerapan
sistem tanam Jajar Legowo.
(2) Mengingat penerapan sistem tanam Jajar Legowo membutuhkan tenaga
kerja tanam yang lebih banyak sedangkan ketersediaan tenaga kerja untuk
kegiatan tanam serempak makin terbatas maka dibutuhkan adanya
peralatan tanam yang secara tekni dapat dioperasikan, secara finansial
layak, dan secara sosial budaya dapat diterima komunitas petani.
(3) Atas tantangan tersebut Badan Litbang Pertanian telah berhasil
menciptakan peralatan yang dimaksud yaitu jarwo transplanter. Uji coba
dan uji lapang atas kinerja peralatan ini telah dilakukan dan potensial
untuk dikembangkan penerapannya.
(4) Hasil kajian menunjukkan bahwa penerapan jarwo transplanter mampu
meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani padi namun
bervariasi antar lokasi. Sumber variasi terletak pada kondisi teknis
hamparan lahan sawah dan kemampuan petani dalam memilih varietas
yang paling sesuai untuk ditanam dengan teknik jajar legowo.
(5) Prospek penerapan jarwo transplanter sangat ditentukan oleh kinerja
Kelompok Tani dalam mengkondisikan terjadinya konsolidasi pengelolaan
irigasi, penentuan jadwal tanam, penentuan jenis komoditas pangan yang
diusahakan, dan dalam pembiayaan operasi dan pemeliharaan peralatan
mekanis tersebut.
(6) Seraya mengkondisikan agar kinerja Kelompok Tani makin membaik,
penyempurnaan kinerja teknis jarwo transplanter yang diorientasikan pada
aspek kepraktisan pengoperasiannya perlu terus dilakukan.
(7) Implementasi program pengembangan penerapan jarwo transplanter
seyogyanya tidak hanya terfokus pada Kelompok Tani. Pemerintah perlu
pula mendorong partisipasi Usaha Pelayanan Jasa (UPJA) transplanter
swasta karena secara obyektif tidaklah mungkin mengandalkan sistem
pengembangannya hanya melalui kelembagaan kelompok tani.
17
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2013. Indo Jarwo Transplanter dan Indo Combine Harvester Mendukung Swasembada Beras Berkelanjutan.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Peluang Dan Tantangan Penerapan
Paddy Transplanter Dan Paddy Combine Harvester Pada Tanam Jajar Legowo. . Makalah Disampaikan Pada Acara Temu Teknis Balai Besar
Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong, 5 Agustus 2013 . Serpong.
BBP2TP. 2013. Perkembangan Aplikasi Inovasi Jajar Legowo Di Indonesia
(Aplikasi, Provitas, Dan Permasalahan). Makalah Disampaikan Pada Raker Khusus Badan Litbang Pertanian , 23-25 Agustus 2013 Di Bogor.
Direktorat Alat dan Mesin Pertanian - Ditjen PSP. 2013. Kebijakan,
Implementasi Dan Evaluasi Pengadaan Rice Transplanter. Makalah Disampaikan Pada Acara Temu Teknis Balai Besar Pengembangan
Mekanisasi Pertanian Serpong, 5 Agustus 2013 . Serpong.
BB Mektan. 2013. Mesin Tanam Padi Indo Jarwo Transplanter.
Iskandar Ishaq. 2012. Jajar Legowo (Jarwo) Komponen Teknologi Penciri Ptt Penunjang Peningkatan Hasil Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat.
Majalah Sains Indonesia, 2012. Berkat Si Jarwo, Panen Padi Berlimpah Ruah. Edisi 12,Desember 2012, h. 39-45.
Majalah Sains Indonesia. 2014. Indo Jarwo Transplanter, Cara Cepat Dan Hemat Tanam Padi. Edisi Khusus 40 Tahun Balitbangtan. Jakarta.
Unadi, A. dan Suparlan. 2011. Dukungan Teknologi Pertanian untuk Industrialisasi
Agribisnis Pedesaan. Makalah Seminar Nasional Penyuluhan Pertanian pada Kegiatan Soropadan Agro Expo tanggal 2 Juli 2011. Balai Besar
Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Bogor.