1
LAPORAN AKHIR
PENGEMBANGAN MODEL PELAYANAN KESEHATAN
UMRAH DI INDONESIA
OLEH:
RUSTIKA, DKK
PUSLITBANG UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
JL. PERCETAKAN NEGARA NO.29 JAKARTA
2016
2
SUSUNAN TIM PENELITI
Ketua Pelaksana : DR. Rustika, SKM., M.Si
Konsultan : 1. Drg. Agus Suprapto, M.Kes
2. DR. Dede Anwar Musadad, SKM., M.Kes
3. DR. dr. Muchtarrudin, Sp.KJ
4. dr. Soesanto
5. DR. dr. Fidiansyah Sp.KJ
6. dr. Wan Al Kadri, MPH
7. dr. Yusharmen, M.Sc
Anggota Peneliti : 1. DR. dr. Dwi Tyas Astuti
2. Drs. Zaenal., M.Si
3. DR. Ali Rohkmat., M.Ag
4. DR. Hj. Kustini, M.Si
5. DR. dr. Zamhir
6. DR. Hermawan Saputra, MARS
7. DR. dr. Eka Jusuf Singka, M.Sc
8. dr. Tjetjep Ali Akbar
9. DR. Ekowati Raharjeng, SKM, M.Kes
10. Abdul Hafiz, SKM., M.Kes
11. Drs. M. Hasyimi, M.Kes
12. M. Arfi, Lc
13. Zolaiha, SKM., M.Kes
14. Siti Husmiati, SKM., M.Kes
15. Ratih Oemiati, AFM, S.Pd
16. Asep Kusnali, SH
Sekretariat : 1. Muawiatul Laisity, SKM
2. Sri Mulyati, SKM
3. Hj. Liliek Oendarwati, SKM
4. Hj. Sugini
5. Zubaidah, SKM
6. Wardana, A.Md
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karuniaNya, penyusunan laporan akhir penelitian Pengembangan Model
Pelayanan Kesehatan Umrah Di Indonesia dapat diselesaikan.
Hasil penelitian ini merupakan pengembangan model pelayanan kesehatan
bagi jamaah umroh yang diharapkan dapat menjadi acuan teknis bagi petugas
kesehatan pada institusi terkait penyelenggaraan umroh dalam menerapkan
pelayanan kesehatan bagi jamaah.
Dengan tersusunnya laporan ini, diharapkan model pelaksanaan pelayanan
kesehatan pada jamaah umroh dapat diterapkan dengan tepat dan
berkesinambungan. Demikian, semoga laporan ini bermanfaat untuk masyarakat
khususnya instansi yang terkait dengan penyelenggaraan umroh.
Jakarta, Nopember 2016
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Humaniora dan Manajemen Kesehatan
Dr. Dede Anwar Musadad, SKM, M.Kes
4
RINGKASAN EKSEKUTIF
PENGEMBANGAN MODEL PELAYANAN KESEHATAN UMRAH
DI INDONESIA
Peningkatan jumlah Jemaah Umrah setiap tahun yang disertai dengan belum
adanya sistem pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan ibadah umrah dapat
menimbulkan masalah kesehatan yang serius jika tidak ditangani sejak dini.
Kajian Rustika (2015) menyebutkan jumlah jemaah umrah bulan Januari sampai
Juni 2015 dari data penerbangan sebanyak 471.250 orang tidak terlaporkan data
jemaah yang sakit maupun meninggal selama penerbangan. Jumlah jemaah umrah
berdasarkan penggunaan vaksin meningitis sampai dengan bulan juni 2015
sebanyak 329.141 orang, jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
Jemaah yang berangkat ke Arab Saudi. Menurut pantauan Kementerian Agama
sepanjang tahun 2014 hingga Februari 2015 terdapat 11 jemaah yang sakit
dengan 4 orang meninggal di negara transit Dubai dan Bangkok. Pola penyakit
Jemaah umrah yang paling mendominasi hingga tahun 2015 adalah penyakit
kardiovaskuler, penyakit saluran pernafasan, defisiensi nutrisi, gejala klinik dan
laboratorium abnormal serta serta penyakit infeksi.
Berdasarkan hal tersebut diperlukan adanya suatu model pelayanan kesehatan
bagi Jemaah umrah yang menekankan pada aspek pelayanan kesehatan,
pembinaan dan perlindungan sehingga dapat dijadikan pedoman bagi
Kementerian Kesehatan, Penyelenggara Pelayanan Ibadah Umrah (PPIU),
Kementerian Agama, masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakteristik, pola penyakit dan
perilaku jemaah umrah; mengetahui sistem pembinaan, pelayanan dan
pelindungan jemaah umrah sebelum berangkat, selama diperjalanan, di Arab
Saudi dan setelah kembali ke Indonesia; dan mengembangkan model pelayanan
kesehatan umrah yang terukur dan mampu laksana ditanah air dan di Arab Saudi.
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan
jenis penelitian adalah riset operasional. Pengumpulan data kualitatif melalui
Indept interview pada PPIU, Dinkes, KKP, Kanwil Kemenag dan Puskesmas di
DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Aceh, Kaltim, Kalbar, Kalsel, Sulsel,
5
NTB. Wawancara juga dilakukan pada Jemaah Umrah di Arab Saudi pada bulan
Juli tahun 2016. Data kuantitatif diambil dari Calon jemaah Umrah yang
berangkat pada periode Agustus sd Oktober tahun 2016, sampel sebanyak 166
calon jemaah Umrah (Efisiensi Anggaran).
Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden yang dapat diwawancarai
hanya sebanyak 166 orang dari 440 sampel yang direncanakan, di karenakan
efisiensi anggaran. Gambaran karakteristik responden terbanyak adalah berjenis
kelamin perempuan, kelompok umur 46-65 tahun, tingkat pendidikan tamat
perguruan tinggi, pekerjaan wiraswasta, kawin dan penghasilan pada kuantil 3
(berkisar antara 5-7 juta) . Jemaah umrah yang mempunyai asuransi kesehatan
sebanyak 56,6%. Penyakit yang mendominasi adalah hipertensi, diabetes mellitus
dan asma. Jemaah yang divaksinasi sebanyak 76.5% dengan waktu vaksinasi ≥1
bulan (lebih dari sama dengan satu bulan) sebanyak 74.1%, serta jemaah yang
membawa obat pribadi sebanyak 52.4%. Perilaku jemaah umrah berhubungan
dengan factor risiko PTM adalah merokok setiap hari sebanyak 12%, aktifitas
fisik berat sebanyak 18,7% ,aktifitas fisik sedang sebanyak 80.7%, kebiasaan
mengonsumsi buah dan sayur sebagian besar setiap hari dalam satu minggu (7
hari), kebiasaan mengkonsumsi makanan manis, asin, berlemak dan minum kopi
rata-rata 1-6 kali perminggu, sedangkan bumbu penyedap ≥1 kali perhari serta
jemaah yang menggunakan masker sebanyak 18.7%.
Belum adanya payung hukum yang jelas dalam penanganan kesehatan bagi
Jemaah umrah dilihat dari aspek pembinaan, pelayanan dan perlindungan.
Kewajiban penyediaan tenaga kesehatan oleh PPIU berdasarkan Peraturan
Menteri Agama No. 18 Tahun 2015 sebagian besar tidak dilaksanakan karena
mempengaruhi aspek bisnis PPIU. Hal ini perlu adanya tindak lanjut pengaturan
oleh Kementerian Kesehatan yang berwenang mengatur dalam bidang kesehatan.
Demikian halnya dengan pelayanan asuransi, yang masih cukup beragam di
kalangan Jemaah Umrah, namun sebagian besar tidak di-cover oleh asuransi
selama penyelenggaraan umrah.
Dalam menghadapi situasi dan kondisi selama perjalanan dan di Arab Saudi
tidak ada pembekalan maupun persiapan khusus terkait kesehatan bagi Jemaah
umrah baik dari pemerintah daerah maupun PPIU. Dalam hal Jemaah umrah yang
6
sakit dan memerlukan perawatan saat di Arab Saudi, beberapa Jemaah didampingi
pihak PPIU diantar ke rumah sakit milik Pemerintah Arab Saudi, namun tidak
sedikit yang terlantar. Kondisi ini juga berlaku jika Jemaah yang sakit selama di
negara transit. Pelayanan kesehatan bagi Jemaah umrah saat ini hanya terbatas
pada pelayanan vaksinasi yang dilaksanakan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan
(KKP) Kementerian Kesehatan. Namun pelayanan vaksinasi pun masih terkendala
dengan maraknya International Certificate of Vaccination (ICV) yang dipalsukan.
Pembinaan kesehatan bagi Jemaah Umrah belum ada. Pelayanan kesehatan yang
ada dilaksanakan oleh KKP hanya sebatas pemberian vaksin bagi calon Jemaah
Umrah. Pelayanan kesehatan di Arab Saudi masih sangat terbatas dimana jika ada
Jemaah yang sakit PPIU akan mengirim ke rumah sakit Pemerintah Arab Saudi
yang diberikan secara cuma-cuma. Namun dalam pelaksanannya masih ada PPIU
yang tidak memberikan pendampingan terhadap Jemaah umrah. Ada PPIU yang
menyerahkan sepenuhnya kepada pihak asuransi yang menjadi fasilitas Jemaah
Umrah namun hal ini masih sangat terbatas. Pelayanan kesehatan Jemaah Umrah
dan kejadian kesakitan di Arab Saudi tidak dilaporkan PPIU baik ke Kementerian
Agama maupun ke Dinas Kesehatan. Perlindungan yang di berikan PPIU pada
Jemaah baru sebatas perlindungan vaksinasi dan asuransi kesehatan masih sedikit,
yang ada hanya asuransi perjalanan saja.
Kesimpulan yang diperoleh yaitu bahwa karakteristik responden terbanyak
adalah berjenis kelamin perempuan, kelompok umur 46-65 tahun, tingkat
pendidikan tamat perguruan tinggi, pekerjaan wiraswasta, kawin dan penghasilan
pada kuantil 3 (berkisar antara 5-7 juta), mempunyai asuransi, penyakit yang
diderita adalah hipertensi, diabetes mellitus dan asma, pada umumnya di
vaksinasi, membawa obat pribadi, merokok,,aktifitas fisik sedang, kebiasaan
mengonsumsi buah dan sayur i makanan manis, asin, berlemak dan minum kopi
rata-rata 1-6 kali perminggu, sedangkan bumbu penyedap ≥1 kali perhari serta
jemaah yang menggunakan masker sebanyak 18.7%.
Pembinaan, pelayanan dan pelindungan kesehatan jemaah umrah sebelum
berangkat, selama diperjalanan, di Arab Saudi dan setelah kembali ke Indonesia
belum dilakukan secara maksimal, yang ada hanya hanya pelayanan vaksinasi
7
meningitis saja. Kewajiban penyediaan tenaga kesehatan oleh PPIU berdasarkan
Peraturan Menteri Agama No. 18 Tahun 2015 belum terlaksana.
Hasiul penelitian ini telah menghasilkan draft model pelayanan kesehatan
umrah (Lihat Gambar 4). Rekomendasi yang dapat disampaikan berdasarkan
penelitian ini adalah diperlukan uji coba draf model yang telah di buat supaya
dapat di terapkan dan mampu laksana, selanjutnya dibuat aturan SKB dua
menteri (Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama) yang mengatur
penyelenggaraan kesehatan jemaah umrah terkait pelayanan kesehatan umrah;
perlu dibuat regulasi standar pelayanan Minimal Kesehatan bagi jamaah
umrah,sebagai tindak lanjut dari peraturan menteri maka disusun Pedoman
Penyelenggara pelayanan Kesehatan Umrah, juklak/juknis, SOP terkait pelayanan
kesehatan umrah; adanya penguatan peran pembinaan kanwil Kemenak, dinkes
provinsi/kab/kota dalam skrining pelayanan kesehatan jemaah umrah dan
Penguatan peran KKP dalam cegah tangkal penyakit berisiko bagi jemaah umrah;
dan adanya peningkatan koordinasi lintas sektor di tanah air dilakukan antara
pemerintah (Kemenkes, Kemenag, Kemenlu, Kemendagri) dan masyarakat
(asosiasi/penyelenggara perjalanan ibadah umrah). Koordinasi lintas program
pada unit eselon I Kementrian Kesehatan.
8
ABSTRAK
Latar belakang: Peningkatan jumlah Jemaah Umrah setiap tahun yang disertai
dengan belum adanya sistem pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan ibadah
umrah dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius jika tidak ditangani
sejak dini. Jumlah jemaah umrah bulan Januari sampai Juni 2015 dari data
penerbangan sebanyak 471.250 orang tidak terdapat laporan data jemaah sakit
maupun meninggal selama penerbangan. Selain itu, jumlah jemaah umrah
berdasarkan penggunaan vaksin meningitis sampai dengan bulan juni 2015
sebanyak 329.141 orang, jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
Jemaah yang berangkat ke Arab Saudi. Tujuan penelitian ini untuk
mengembangkan model pelayanan kesehatan umrah yang terukur dan mampu
laksana ditanah air dan di Arab Saudi. Metode penelitian adalah cross sectional
dengan jenis penelitian adalah riset operasional. Pengumpulan data kualitatif
melalui Indept interview pada PPIU, Dinkes, KKP, Kanwil Kemenag dan
Puskesmas di DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Aceh, Kaltim, Kalbar,
Kalsel, Sulsel, NTB serta Jemaah Umrah di Arab Saudi pada bulan Juli tahun
2016 dan 166 calon jemaah umrah. Hasil penelitian menunjukkan penyakit yang
mendominasi jemaah umrah adalah hipertensi, diabetes mellitus dan asma.
Jemaah yang divaksinasi sebanyak 76.5% dengan waktu vaksinasi ≥1 bulan (lebih
dari sama dengan satu bulan) sebanyak 74.1%, serta jemaah yang membawa obat
pribadi sebanyak 52.4%. Selain itu belum adanya payung hukum yang jelas dalam
penanganan kesehatan bagi Jemaah umrah dilihat dari aspek pembinaan,
pelayanan dan perlindungan jemaah umrah. Kesimpulan: karakteristik responden
terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan, kelompok umur 46-65 tahun,
tingkat pendidikan tamat perguruan tinggi, pekerjaan wiraswasta, kawin dan
penghasilan pada kuantil 3 (berkisar antara 5-7 juta), mempunyai asuransi,
penyakit yang diderita adalah hipertensi, diabetes mellitus dan asma, pada
umumnya di vaksinasi, membawa obat pribadi, merokok,,aktifitas fisik sedang,
kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur i makanan manis, asin, berlemak dan
minum kopi rata-rata 1-6 kali perminggu, sedangkan bumbu penyedap ≥1 kali
perhari serta jemaah yang menggunakan masker sebanyak 18.7%. Draft model
pelayanan kesehatan umrah yang telah di buat agar dapat diterapkan dan mampu
dilaksanakan dan selanjutnya dibuat peraturan pelaksananya.
9
DAFTAR ISI
Hal
SUSUNAN TIM PENELITI ………………………………………………... 2
KATA PENGANTAR ..................................................................................... 3
RINGKASAN EKSEKUTIF ………………………………………………... 4
ABSTRAK ………………………………………………………………….. 8
DAFTAR ISI ................................................................................................... 9
DAFTAR TABEL ........................................................................................... 11
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... 12
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………... 13
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 14
A. Latar Belakang ......................................................................................... 14
B. Perumusan Masalah Penelitian ................................................................ 15
C. Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 16
D. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 16
E. Manfaat Penelitian ................................................................................... 16
BAB II. METODE PENELITIAN .................................................................. 17
A. Kerangka Teori ......................................................................................... 17
B. Kerangka Konsep ..................................................................................... 18
C. Desain Penelitian ...................................................................................... 20
D. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 20
E. Jenis penelitian ......................................................................................... 20
F. Populasi dan Sampel ................................................................................. 20
G. Variabel .................................................................................................... 21
H. Definisi Operasional ................................................................................. 21
10
I. Instrumen ……………………………...................................................... 22
J. Cara Pengumpulan data ............................................................................ 23
K. Pengawasan Kualitas Data ....................................................................... 24
L. Teknik Pengolahan Data ........................................................................... 25
M. Langkah-langkah Penelitian ..................................................................... 26
N. Pertimbangan Etik Penelitian ................................................................... 26
BAB III. HASIL PENELITIAN ...................................................................... 27
A. Karakteristik Daerah dan Responden Penelitian ……………………....... 27
B Gambaran Karakteristik dan Pola Penyakit jemaah Umrah ..................... 27
C Sistem Pembinaan, Pelayanan Dan Pelindungan Jemaah Umrah
Sebelum Berangkat, Selama Diperjalanan, Di Arab Saudi Dan Setelah
Kembali Ke Indonesia …………………………………………………..
33
D Model Pembinaan, Pelayanan dan Perlindungan Kesehatan Jemaah
Umrah Indonesia ………………………………………………………..
56
E Masalah Yang Ditemui Dalam Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan
Jemaah Umrah di Indonesia …………………………………………….
69
BAB IV. PENUTUP ........................................................................................ 73
A. Kesimpulan ......................................................................................... 73
B. Rekomendasi ......................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 76
LAMPIRAN-LAMPIRAN ….………………………………………………. 77
11
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Jemaah Umroh tahun 2016 28
Tabel 2 Penyakit Tidak Menular (PTM) Jemaah Umroh 2016 29
Tabel 3 Penyakit lain yang Berkaitan dengan Jemaah Umroh 2016 30
Tabel 4 Distribusi pemberian vaksin dan status obat 30
Tabel 5 Perilaku Merokok Calon Jemaah Umrah 31
Tabel 6 Aktivitas Fisik Calon Jemaah Umrah 31
Tabel 7 Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur, Makanan Berisiko, Serta
Pemakaian Masker Calon Jemaah umrah
32
Tabel 8 Jumlah PPIU di Wilayah Penelitian Tahun 2016 33
Tabel 9 Karakteristik Responden Jemaah Umrah yang Sedang dan Telah
Melaksanakan Ibadah Umrah
34
Tabel 10 Hasil Wawancara Mengenai Kebijakan dan Aspek Hukum
Pelayanan Kesehatan Umrah
35
Tabel 11 Hasil Wawancara Pemangku Kepentingan Mengenai
Pemeriksaan Kesehatan Umrah
37
Tabel 12 Hasil Wawancara Jemaah Umrah terkait Pemeriksaan Kesehatan 39
Tabel 13 Hasil Wawancara Mengenai Imunisasi Bagi Jemaah Umrah 40
Tabel 14 Hasil Wawancara Mengenai Pembinaan Kesehatan Jemaah
Umrah
42
Tabel 15 Hasil Wawancara Mengenai Layanan Kesehatan Jemaah Umrah
di Arab Saudi
43
Tabel 16 Hasil Wawancara Mengenai Masalah Kesehatan Jemaah Umrah
di Arab Saudi
44
Tabel 17 Masalah Kesehatan Jemaah Umrah di Arab Saudi 45
Tabel 18 Hasil Wawancara Mengenai Masalah Kesehatan Jemaah Umrah
di Negara Transit
46
Tabel 19 Hasil Wawancara Mengenai Peran Pemerintah dalam Pelayanan
Kesehatan Umrah
47
Tabel 20 Hasil Wawancara Mengenai Bimbingan Kesehatan Jemaah
Umrah
48
Tabel 21 Hasil Wawancara Mengenai Pemeriksaan Kesehatan Kembali di
Tanah Air
50
Tabel 22 Hasil Wawancara Mengenai Asuransi bagi Jemaah Umrah 51
Tabel 23 Hasil Wawancara Mengenai Masalah Kesehatan Jemaah Umrah
di Tanah Air
52
Tabel 24 Hasil Wawancara Mengenai Model Pelayanan Kesehatan Umrah 53
Tabel 25 Matriks Model Pelayanan Kesehatan Umroh Di Indonesia 57
Tabel 26 Pilar Pelayanan Kesehatan Jemaah Umrah Dikaitkan dengan
Hasil Wawancara
70
12
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Modifikasi Teori Model Pelayanan Kesehatan Umrah 17
Gambar 2 Konsep Model Pelayanan Kesehatan Umroh Di Indonesia 18
Gambar 3 Alur Model Pelayanan Kesehatan Umrah 1 62
Gambar 4 Model Pelayanan Kesehatan Umrah Sebelum
Keberangkatan
64
Gambar 5 Model Pelayanan Kesehatan Jamaah Umrah Sakit Saat
Perjalanan, di Negara Transit dan Arab Saudi
65
Gambar 6 Model Pelayanan Kesehatan Jamaah Umrah Sakit Saat
Kedatangan di Tanah Air
66
Gambar 7 Alur Model Pelayanan Kesehatan Umrah 2 67
13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Matriks Pengumpulan Data 77
Lampiran 2 Matriks Model Pelayanan Kesehatan Jamaah Umroh
Berdasarkan Pelayanan, Pembinaan Dan Perlindungan
87
Lampiran 3 Resume Pengumpulan Data Sistem Pelayanan
Kesehatan Umrah
94
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara epidemiologi, jumlah jemaah umrah mencapai jutaan orang
merupakan population at risk yang bisa memicu terjadinya epidemi. Pada saat
pelaksanaan ibadah umrah, jemaah umrah berdatangan dari seluruh belahan dunia.
Kemungkinan terjadinya wabah penyakit menular menjadi sangat besar.
Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji bertujuan untuk memberikan bimbingan,
pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat. Hal ini dilaksanakan untuk
mencapai penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang sebaik baiknya, sehingga
pelaksanaan ibadah haji dan umrah berjalan dengan aman, tertib, lancar dan
nyaman.
Namun pada kenyataanya, masyarakat dan penyelenggara umrah belum
secara serius menjaga status kesehatannya pada saat melaksanakan ibadah umrah.
Beberapa masalah kesehatan yang ada antara lain. Pengurus travel belum
memahami atau peduli tentang kesehatan calon jemaah umrah. Travel hanya fokus
menjadi pengumpul calon jemaah umrah saja. Banyak calon jemaah umrah yang
terlambat divaksinasi (<10 hari pra keberangkatan), atau tidak vaksinasi namun
menggunakan kartu ICV palsu, dan tidak memiliki Health Alert Card (HAC).
Penyelenggara umrah yang kurang profesional akan berdampak juga pada
pemulangan jemaah umrah ke tanah air. Laporan dari Kemenag 2014
menyebutkan terdapat jemaah yang jatuh sakit ditinggalkan oleh travel di rumah
sakit Arab Saudi dan atau di negara transit, maupun di negara tujuan wisata
mereka. Akibatnya kementrian luar negeri yang akan menanggung akibatnya
dengan membayar biaya rawat inap, dan mengurus jenazahnya jika meninggal
(Ali Rachmat,2014).
Berdasarkan hasil penelitian Rustika tahun 2014 menunjukkan bahwa
karakteristik jemaah umrah Indonesia pada umumnya; berisiko tinggi, kelompok
usia tua, terbanyak berjenis kelamin perempuan, berpendidikan rendah, dengan
beragam latar belakang budaya, bahasa dan etnis serta kondisi awal fisik dan
15
mental jemaah yang kurang memadai. Perbedaan iklim antara Indonesia dan Arab
Saudi (iklim yang ekstrim) merupakan tantangan tersendiri dalam pelaksanaan
ibadah umrah, oleh karena itu di perlukan penyelenggaraan pelayanan ibadah
umrah dan pelayanan kesehatan yang optimal (Rustika, 2014)
Beberapa masalah pelayanan kesehatan pada jemaah umrah yang
teridentifikasi meliputi penyebab kematian jemaah yang belum ada datanya, baik
jumlah dan jenis penyakit; sistem pelayanan kesehatan jemaah umrah yang belum
ada; data status kesehatan jemaah umrah tidak tersedia; belum dilakukannya
pembinaan, pemeriksaan/pelayanan kesehatan dan perlindungan (hanya vaksinasi
meningitis). Hal lain adanya permintaan vaksinasi yang tinggi menyebabkan
timbulnya masalah ikutannya, seperti: jumlah vaksin yang dibutuhkan, harga
vaksinasi yang bervariasi, tempat pelayanan vaksinasi yang masih terbatas di
KKP, pengetahuan jemaah mengenai pentingnya vaksinasi, dan penyalahgunaan
kartu kuning (International Certificate of Vaccination/ICV). Masalah vaksinasi
hanya untuk mendapatkan visa semata.
Belum tersedia payung hukum untuk pelayanan kesehatan umrah sangat
krusial. Akibatnya kebijakan pelayanan kesehatan umrah belum ditangani secara
optimal; belum terkoordinasinya jaringan kemitraan antara pemerintah, swasta,
dan masyarakat; belum adanya pola pemantauan kesehatan umrah; belum
tersedianya sistem surveillance pelayanan kesehatan jemaah umrah. Berdasarkan
permasalahan diatas, untuk perlu dilakukannya penelitian pengembangan model
pelayanan kesehatan umrah di Indonesia yang mampu laksana baik saat jemaah
ada di Indonesia maupun di Arab Saudi.
B. Perumusan Masalah Penelitian
Peningkatan jamaah umrah dari tahun ke tahun yang jumlahnya lebih
besar dari jemaah haji akan menimbulkan masalah kesehatan yang serius jika
tidak ditangani secara dini. Sampai saat ini belum ada model pelayanan kesehatan
jamaah umroh secara khusus yang meliputi pembinaaan, pelayanan dan
perlindungan kesehatan bagi jamaah umrah, yang ada hanya pelayanan vaksinasi
meningitis saja.
16
C. Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana gambaran karakteristik, pola penyakit dan perilaku jemaah
umrah?
b. Bagaimana sistem pembinaan, pelayanan dan pelindungan jemaah umrah
sebelum berangkat, selama diperjalanan, di Arab Saudi dan setelah
kembali ke Indonesia?
c. Bagaimana model pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang terukur
dan mampu dilaksanakan ditanah air dan di Arab Saudi?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengembangkan model pelayanan kesehatan umrah
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui karakteristik, pola penyakit dan perilaku jemaah umrah.
b. Mengetahui sistem pembinaan, pelayanan dan pelindungan jemaah
umrah sebelum berangkat, selama diperjalanan, di Arab Saudi dan
setelah kembali ke Indonesia.
c. Mengembangkan model pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang
terukur dan mampu laksana ditanah air dan di Arab Saudi.
E. Manfaat Penelitian
1. Model Pelayanan kesehatan jemaah umrah yang dapat digunakan sebagai
pedoman program pelayanan kesehatan umrah yang akan di manfaatkan
oleh Pusat Kesehatan Haji, Kementerian Kesehatan.
2. Model pelayanan kesehatan jemaah umrah dalam pengendalian faktor
risiko dan penyakit, dapat menjadikan masukan program Pengendalian
Penyakit sehingga angka morbiditas dan mortalitas dapat ditekan
serendah mungkin.
3. Model kemandirian jemaah umrah dalam pengendalian faktor risiko dan
penyakit, dapat menjadikan masukkan program PPIU (Penyelenggara
Pelayanan Ibadah Umrah) dalam pembinaan jemaah umrah.
4. Model pelayanan kesehatan jemaah umrah dapat menjadikan masukan
untuk Direktorat Haji dan Umrah, Kementerian Agama.
17
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Teori
Gambar 1.Modifikasi teori model pelayanan kesehatan umrah
Keterangan :
Status kesehatan jemaah umrah dipengaruhi oleh variabel kesehatan matra
penerbangan, faktor risiko penyakit tidak menular dan transmisi penyakit menular
yang mungkin akan mengenai jemaah umrah. Kesehatan matra penerbangan
antara lain, hamil, Hb < 8, suspect Tb paru, kardiovaskuler yang tidak terkontrol,
dll. Faktor risiko PTM misalnya gangguan jiwa, demensia, dsb. Transmisi
penyakit menular misalnya meningitis, ebola, Mers Cov, dsb.
1. Jemaah dengan status kesehatan baik dapat dilakukan skrining kesehatan
misalnya general chek up dasar (tekanan darah, pemeriksaan gula darah,
kolesterol, Hb, foto thorax) dan imunisasi meningitis. Hasil skrining dapat
kondisi kesehatan
jemaah umroh
Penapisan
Kesehatan dan
Pembinaan
Model Pelayanan
Kesehatan Umroh
Pelayanan kesehatan
Pembinaaan
Pelayanan
Perlindungan
18
dijadikan sebagai bahan dasar dalam melakukan pembinaan atau pelayanan
kesehatan.
2. Jika hasil pemeriksaan dinyatakan sehat maka jemaah dapat masuk dalam
model pelayanan kesehatan umrah. Pada jemaah yang ditemukan indikasi
penyakit, untuk sementara tidak diperbolehkan untuk berangkat dan masuk ke
Arab Saudi. Jemaah menjalani pengobatan terlebih dulu di fasilitas pelayanan
kesehatan sampai dinyatakan layak berangkat dan tidak ada penyakit yang
membahayakan untuk beribadah maka jemaah masuk ke dalam model
pelayanan kesehatan umrah.
B. Kerangka Konsep
Gambar 2. Konsep Model Pelayanan Kesehatan Umroh Di Indonesia
• Karakterisktik
demografi
• Pengetahuan Jamaah
• Deteksi faktor risiko
PTM
• Anamnesa riwayat PM
• Pengukuran TB,BB,LP
• Pemeriksaan TD, Gula
FAKTOR
JAMAAH
STATUS KESEHATAN JAMAAH UMROH
MODEL PELAYANAN KESEHATAN UMROH (REGULASI) PROMOTIF PERLINDUNGAN KHUSUS KURATIVE (PGDT, RI) SURVEILANCE
Iklim,
Geografis
Aktivitas Ibadah
di Arab Saudi
FAKTOR
FAKTOR PELAYANAN JEMAAH UMROH DI INDONESIA (KEMENAG, KEMENLU, KEMENKES)
19
Tujuan pada model pelayanan kesehatan umrah adalah jemaah sehat dan
mandiri saat beribadah. Hal tersebut akan dapat dicapai jika jemaah memenuhi
prasyarat yaitu sehat (atau sakit yang terkontrol) sebelum berangkat, saat dalam
perjalanan pergi dan pulang, saat beribadah, dan saat kembali ke tanah air. Oleh
karena itu perlu pemodelan pelayanan kesehatan umrah sebagaimana pelayanan
kesehatan haji yang telah masuk ke dalam sistem pelayanan kesehatan di
Indonesia. Model pelayanan kesehatan umrah ini berbasis pada tiga pilar yaitu
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan baik pada ranah kementerian kesehatan,
kementrian luar negeri dan kementrian agama. Pada bidang kesehatan peran
pembinaan berkaitan dengan penyuluhan, penerangan, dan pembimbingan.
Pembinaan jemaah umrah secara promotif dan preventif terhadap seluruh
penyakit, kesehatan umrah dan matra. Pelayanan adalah pemeriksaan, perawatan,
dan pemeliharaan. Perlindungan terkait dengan keselamatan dan keamanan
jemaah sebelum berangkat dan setelah kepulangan ke tanah air. Di dalam model
pelayanan mencakup aspek promotif, preventif, kuratif dan surveilans.
Pada ranah kementerian agama ada pembinaan untuk PPIU, pelayanan ibadah
umrah terlaksana dengan baik sesuai dengan syariat Islam, dan perlindungan pada
jemaah dari travel atau pelaksnaan ibadah jemaah umrah. Domain dari
kementrian luar negeri adalah pembinaan untuk jemaah umrah agar memahami
tatacara melakukan perjalanan keluar negeri secara aman dan baik melaui PPIU,
pelayanan jemaah umrah saat mereka berada di luar negeri dan membutuhkan
pertolongan dan perlindungan jemaah sebagai warga negara Indonesia yang
sedang melakukan perjalanan di luar negeri. Pada penelitian ini tiga pilar yang
akan dilihat hanya pada ranah kesehatan saja.
Status kesehatan jemaah umrah tersebut akan dipengaruhi oleh faktor internal
(faktor sosial demografi, dll) dan faktor eksternal saat mereka melakukan ibadah
umrah yaitu iklim Arab Saudi, aktivitas ibadah yang membutuhkan ketahanan
fisik dan mental yang kuat, dll.
20
C. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan penerapan model
pelayanan kesehatan jemaah umrah dan pemberdayaan masyarakat.
D. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah),
KKP, Dinas Kesehatan, Kanwil Kemenag pada 11 Ibu kota provinsi atau kota
besar di Indonesia yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur,
Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat
dan Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat serta evaluasi selama perjalanan
umrah.
E. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan riset operasional
F. Populasi dan Sampel
Populasi adalah jemaah umrah yang telah terdaftar dan akan diberangkatkan
tahun 2016 di 11 provinsi. Pemilihan 11 provinsi dipilih berdasarkan laporan
Kesatuan Travel Haji dan Umrah Republik Indonesia (KESTHURI) yang
menyatakan bahwa 11 provinsi tersebut memiliki banyak PPIU dan jemaah
umrah. Sampel adalah kelompok terpilih jemaah umrah dan PPIU pada ibukota
provinsi atau kota besar terpilih yang meliputi; Jakarta, Semarang, Surabaya,
Bandung, Banjarmasin, Aceh, Medan, Balikpapan, Pontianak, Makasar, dan
Lombok. Pemilihan kelompok jemaah umrah dilakukan secara random sampling
sederhana.
Besar sampel di gunakan rumus besar sampel untuk estimasi proporsi p
dengan presisi Mutlak d (0,05) p=0,50 dan derajat kepercayaan 95%, sehingga
jumlah sampel didapatkan 440 orang. Sampel di ambil secara random dari 11
provinsi dan ditentukan juga 40 sampel untuk wawancara (kualitatif).
Kriteria inklusi adalah semua jemaah umrah pada kloter terpilih yang bisa
diwawancarai mandiri dan bisa dilakukan pengukuran. Kriteria ekslusi adalah
jamaah umrah yang usianya > 65 tahun dan tidak bisa diwawancarai/diukur.
21
G. Variabel
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Pembinaan adalah penyuluhan, penerangan, dan pembimbingan. Pembinaan
juga dilakukan untuk pembinaan jemaah umrah secara promotif dan preventif
terhadap seluruh penyakit, kesehatan umrah dan matra. Fokus masalah yang
akan dilihat adalah:
a. Preventif dan promotif PTM dan faktor risikonya serta penyakit lain terkait
perjalanan umrah (Tb paru, Meningitis, Flu)
b. Perilaku pemakaian masker saat melakukan perjalanan umrah.
c. Evaluasi terhadap indikator penyediaan makanan yang sesuai dengan
kebutuhan Jemaah dan kelayakan fasilitas ruang inap/istirahat selama di
Arab Saudi, yaitu, kondisi pondokan, akses dekat dengan masjid, aman,
nyaman dan tidak menimbulkan masalah kesehatan. Makanan dengan gizi
seimbang disesuaikan dengan cuaca dan waktu. Penambahan energi
dilakukan sebesar 5% (200-250 kkal) dari kebutuhan energi.
2. Pelayanan kesehatan umrah adalah pelayanan administratif, pelayanan medis,
dan pelayanan obat. Pelayanan administrasi adalah tersedianya data status
kesehatan jemaah umrah. Pelayanan medis adalah pemeriksaan kesehatan
deteksi dini faktor risiko PTM dan penyakit lain terkait perjalanan umrah (Tb
paru, Meningitis, Flu). Pelayanan obat adalah kesiapan jemaah umrah terhadap
ketersediaan obat sesuai dengan penyakitnya selama perjalanan umrah
3. Perlindungan terkait dengan keselamatan dan keamanan jemaah sebelum
berangkat dan setelah kepulangan ke tanah air. Fokus yang akan dilihat adalah
kepemilikan asuransi kesehatan dan perlindungan terhadap sistem pelayanan
kesehatan yang ada (sistem pelayanan kesehatan untuk rawat jalan, rawat inap,
dan rujukan di Arab Saudi dan negara transit saat mereka berwisata sebelum
atau sesudah umrah).
H. Definisi Operasional :
1. Pembinaan adalah penyuluhan, penerangan dan pembimbingan meliputi
kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan dalam melakukan ibadah umrah
22
(thawaf dan sa’i, serta wisata jiarah) dan kondisi kesehatan calon jemaah
umrah sehingga mereka tahu, mampu untuk mengikuti pedoman yang
diberikan. Metode pengambilan data melalui wawancara langsung, focus group
discussion, konsultasi dan konseling kesehatan umrah, termasuk pemakaian
masker selama mereka beribadah umrah.
2. Pelayanan kesehatan adalah pemeriksaan, deteksi dini faktor risiko, perawatan,
dan pemeliharaan.
a. Karakterisktik sosiodemografi responden
b. Antropometri
c. Pengukuran tekanan darah
d. Pemeriksaan gula darah dan kolestrol total
e. Gangguan mental emosional dengan kuesioner SRQ,
f. Faktor risiko PTM
g. Pengetahuan jemaah terhadap status kesehatannya
h. Sistem pelayanan kesehatan umrah di setiap provinsi (deteksi dini,
immunisasi, aklimatisasi, perawatan pasien umrah, dsb.) yang telah
dilakukan selama ini.
i. Penyakit Tb paru, meningitis, dan flu)
j. Vaksinasi meningitis, dan vaksinasi lainnya.
k. Kesiapan jemaah untuk membawa obat-obatan selama umrah
3. Perlindungan adalah keselamatan dan keamanan jemaah adalah kepemilikan
asuransi kesehatan selama perjalanan umrah. Pengetahuan tentang sistem
pelayanan kesehatan yang ada (sistem pelayanan kesehatan untuk rawat jalan,
rawat inap, dan rujukan di Arab Saudi dan negara tujuan wisata sebelum atau
sesudah ibadah umrah).
I. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian terdiri dari:
a. Kuesioner terstruktur untuk responden yang berisi:
1) Data sosio demografi responden
2) Faktor risiko PTM
3) Pengetahuan penyakit menular (Tb paru, meningitis, dan flu)
23
4) Pengetahuan tentang status kesehatan responden
5) Asuransi
b. Panduan Round Table Discussion (RTD) untuk PPIU, Kemenkes (Puskeshaji,
Yanfar), Dinas Kesehatan, Kemenag, Kemenlu, dan KKP
1) Pengetahuan sistem rawat jalan di Arab Saudi
2) Pengetahuan sistem rawat inap di Arab Saudi
3) Pengetahuan sistem rujukan di Arab Saudi
4) Kendala yang dihadapi saat pelaksanaan umrah
c. Indepth interview untuk dinas kesehatan, Kemenag (Kanwil Provinsi)
meliputi:
1) Pembinaan kesehatan jemaah umrah (promosi, preventif)
2) Pelayanan kesehatan jika mereka sakit sesudah ibadah umrah
3) Perlindungan yang diberikan untuk jemaah umrah
d. Pemeriksaan responden
1) Antropometri
2) Pengukuran tekanan darah
3) Pemeriksaan gula darah dan kolestrol total
4) Gangguan mental emosional dengan kuesioner SRQ
J. Cara Pengumpulan data
Pengumpulan data akan dilakukan dengan cara:
1. Round Table Discussion (RTD)
RTD dilakukan untuk memperoleh data mengenai permasalahan mengenai
kebijakan dan program yang berhubungan dengan pembinaan (promotive dan
preventif), pelayanan (deteksi dini, rujukan dan surveilans) serta perlindungan
(vaksinasi dan asuransi) Jemaah Umrah dan jejaringnya baik sebelum, saat
diperjalanan dan setelah ibadah umrah. RTD dilaksanakan di tingkat pusat dan
daerah penelitian. Di tingkat pusat peserta RTD terdiri dari stakeholder dari
masing-masing 2 (dua) orang penanggung jawab program pada Pusat Kesehatan
Haji Kementerian Kesehatan, Pusat Pelayanan Farmasi Kementerian Kesehatan,
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Sokarno Hatta, Direktorat Haji dan Umrah
Kementerian Agama, dan Kementerian Luar Negeri. RTD di daerah penelitian
24
terdiri dari peserta dari masing-masing 2 (dua) orang penangyng jawab pada
PPIU, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kanwil Kementerian Agama dan KKP
yang berada di provinsi penelitian. RTD akan menggunakan pedoman RTD dan
disediakan alat perekan (tape recorder).
2. Wawancara Mendalam (Indepth Interview) kepada Stakeholders
Wawancara mendalam pada penanggung jawab program pada Dinas
Kesehatan dan Kanwil Kemenag. Wawancara akan dilakukan menggunakan
pedoman wawancara dan disediakan alat perekan (tape recorder).
3. Wawancara Mendalam (Indepth Interview) kepada Responden Jemaah Umrah
Wawancara dilakukan di PPIU sebelum dilaksanakan umrah atau pada saat
manasik untuk memperoleh informasi penyakit tidak menular yaitu, Diabetes
Melitus (DM), jantung koroner (PJK), stroke, hipertensi, dan penyakit lain yang
berkaitan dalam pelaksanaan umrah. Selain itu untuk memperoleh informasi
kesehatan mental, faktor kesehatan merokok, aktifitas fisik dan konsumsi sayur.
4. Pemeriksaan Antropometri
Pemeriksaan antropometri akan dilaksanakan di PPIU sebelum dilaksanakan
perjalanan umrah atau pada saat manasik, terdiri dari:
a. Pemeriksaan Berat Badan: Penimbangan berat badan dilakukan dengan
menggunakan timbangan injak digital merek Uniscal dengan ketelitian 0,1 kg.
b. Pengukuran Tinggi Badan: Tinggi badan diukur menggunakan alat ukur
microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.
c. Pemeriksaan Laboratorium: Dilakukan untuk mengetahui informasi kolesterol
total dan gula darah. Pemeriksaan akan dilakukan menggunakan rapid test.
K. Pengawasan Kualitas Data
Kualitas data akan di buat melalui;
1. Validasi dan standarisasi instrument dan pewawancara
2. Supervisi dan monitoring
3. Verifikasi data, edit data dan pembersihan data
25
L. Teknik Pengolahan Data
1. Pengolahan Data Kuantitatif
Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengolahan data dengan tahapan
sebagai berikut :
a. Editing
Merupakan kegiatan memeriksa kembali kelengkapan data, yang telah
diambil pada saat pengumpulan data.Apakah jawaban yang dikumpulkan sudah
tepat, baik, dapat dibaca, dan sesuai dengan keinginan peneliti.
b. Coding
Coding merupakan kegiatan untuk merubah data dalam bentuk huruf menjadi
data dalam bentuk angka atau bilangan yang lebih singkat.Kegunaan dari coding
adalah untuk mempermudah peneliti pada saat mengolah data menggunakan
komputer.
c. Entry Data
Kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan dan data diberi kode,
dengan mengelompokkan variabel-variabel yang akan di teliti ke dalam bentuk
SPSS.
d. Cleaning
Setelah data dimasukan dalam komputer, kemudian dilakukan cleaning atau
pembersihan data yang merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah
dimasukan.Apakah ada kesalahan pada saat memasukan data atau tidak.
2. Pengolahan data kualitatif
Dibuat matrik untuk setiap variabel dan dibuat konstruk (kesimpulan) dari
setiap variable yang dianalisis
3. Analisis Data
Analisa data yang akan dilakukan sebagai berikut:
1) Analisa Univariat bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi
masing-masing variabel yang diukur, baik variabel dependen maupun
26
independen. Variabel Independen untuk data kuantitatif: status kesehatan
jemaah umrah yang sehat dan mandiri.
2) Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dan dependen yaitu karakteristik responden, faktor risiko PTM
perilaku penggunaan masker. Uji statistik tabel silang dari masing-masing
variabel dengan chi – square.
3) Analisis tri angulasi untuk data kualitatif
M. Langkah-langkah Penelitian
Tahapan penelitian dilaksanakan sebagai berikut:
1) Pengembangan protokol penelitian dan penyususnan model , kuisioner untuk
responden, pandunan FGD dan Indept Interview oleh peneliti Badan
Litbangkes, Pusat Haji,PPIU , Dinas Kesahatan, Kemenag, dan
Puskesmas/klinik
2) Pengurusan etik dan izin penelitian
3) Persiapan penelitian dan Pembuatan sampling cluster (PPIUterpilih) dan
pemilihan sampel baseline studi.
4) Uji coba kuestioner
5) Sosialisasi tujuan dan manfaat penelitian kepada PPIU dan jemaah umrah.
6) Pengumpulan, pengolahan, dan analisis data
7) Penyusunan laporan dan Policy brief
8) Deseminasi
N. Pertimbangan Etik Penelitian
Surat izin penelitian diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan sedangkan etik penelitian diperoleh dari Komisi Etik penelitian dengan
mengeluarkan Ethical Clearence (EC).
27
BAB III
HASIL PENELITIAN
PENGEMBANGAN MODEL PELAYANAN KESEHATAN UMRAH
A. Karakteristik Daerah dan Responden Penelitian
Pada penelitian ini, pelaksanaan dan pengambilan data diperoleh di 11
(sebelas) ibu kota provinsi atau kota besar di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Banda Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan
Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara dan NTB.
Berdasarkan laporan Kesatuan Travel Haji dan Umrah Republik Indonesia
(KESTHURI) yang menyatakan bahwa ke-11 provinsi di atas memiliki jumlah
Perusahaan Penyelenggara Ibadah Umrah (PPIU) serta jumlah jemaah umrah
terbanyak di Indonesia. Banyaknya jumlah Jemaah umrah di daerah penelitian
sebanding dengan semakin banyaknya jumlah waiting list calon Jemaah haji,
sehingga umrah merupakan alternatif beribadah ke Tanah Suci.
B. Gambaran Karakteristik, Pola Penyakit dan Perilaku Jemaah Umrah
Pada penelitian ini, data kuantitatif terkait jemaah umroh diperoleh di 3 (tiga)
ibu kota provinsi dari total 11 propinsi, hal ini terjadi karena ada efisiensi
pemotongan dana penelitian sebanyak 50%, responden diambil dari tiga provinsi
terbanyak yaitu sebanyak 166 dari 440 responden yang ditentukan sesuai dengan
besar sampel. Dimana distribusi frekuensi karakteristik, pola penyakit dan
perilaku jemaah umrah dijelaskan dalam tabel berikut.
28
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Jemaah Umroh tahun 2016
Variabel N %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 79 47.6
Perempuan 87 52.4
Kelompok Umur
< 25 Th 6 3.6
25-45 Th 61 36.7
46 – 65 Th 86 51.8
> 65 Th 13 7.8
Pendidikan
Tidak Sekolah 3 1.8
Tamat SD 17 10.2
Tamat SLTP 13 7.8
Tamat SLTA 55 33.1
Tamat PT 78 47.0
Pekerjaan
Tidak Bekerja 40 23.1
PNS/ABRI 30 18.1
Karyawan Swasta 20 12.0
Wiraswasta 61 36.7
Pensiunan 15 9.0
Status perkawinan
Belum kawin 10 6.0
Kawin 145 87.3
Cerai Mati 6 3.6
Penghasilan
Kuintil 1 3 1.8
Kuintil 2 60 36.1
Kuintil 3 70 42.2
Kuintil 4 7 4.2
Kuintil 5 26 15.7
Kepemilikan
asuransi
Ya 94 56.6
Tidak 72 43.3
Suku
Jawa 73 44
Sunda 49 29.5
Melayu 26 15.7
Batak 16 10.8
Tabel 1 diatas menjelaskan distribusi frekuensi jemaah umrah yang meliputi
Jenis kelamin jemaah umrah terbanyak terdapat pada perempuan yaitu 78 orang
(52.4%), kelompok umur terbanyak terdapat pada kelompok umur 46-65 tahun
29
dengan jumlah 86 orang (51.8%), tingkat pendidikan terbanyak terdapat pada
tamat perguruan tinggi yaitu 78 orang (47.0%), dan latar belakang pekerjaan
terbanyak terdapat pada wiraswasta yaitu 61 orang (36.7%). Jemaah umrah yang
dilihat dari status perkawinan lebih banyak yang kawin yaitu 145 orang (87.3 %),
pengahasilan jemaah umrah sebagian besar terdapat pada kuantil 3 yang berkisar
antara 5-7 juta. Jumlah Jemaah umrah yang mempunyai asuransi kesehatan lebih
banyak yaitu 94 orang (56.6%), serta suku terbanyak jemaah umrah berasal dari
suku jawa yaitu 73 orang (44%).
Tabel 2.
Penyakit Tidak Menular (PTM) Jemaah Umroh 2016
Variabel N %
DM
Ya 15 9.0
Tidak 151 91.0
PJK
Ya 4 2.4
Tidak 162 97.6
Stroke
Ya 4 2.4
Tidak 162 97.6
Hipertensi
Ya 37 22.3
Tidak 129 77.7
Kanker
Ya 1 0.6
Tidak 165 99.4
PPOK
Ya 1 0.6
Tidak 165 99.4
Asma
Ya 8 4.8
Tidak 158 95.2
Ginjal kronik
Ya - -
Tidak 166 100.0
Tabel 2 menjelaskan tentang distribusi penyakit tidak menular jamaah umroh.
Dari total 166 responden, penyakit yang mendominasi adalah hipertensi yaitu
sebanyak 37 (22,3%) orang, diabetes mellitus sebanyak 15 (9%) dan asma
sebanyak 8 (4,8%). Sedangkan untuk penyakit tidak menular lainnya, hanya
berkisar pada 1 sampai 4 penderita.
30
Tabel 3.
Penyakit lain yang Berkaitan dengan Jemaah Umroh 2016
Variabel N %
Disabilitas
Ya 6 3.6
Tidak 160 96.4
TB paru
Ya 4 2.4
Tidak 162 97.6
Hepatittis
Ya - -
Tidak 166 100.0
Jemaah yang
mengalami sakit di
AS
Ya 71 42.8
Tidak 95 57.2
Kesehatan Mental
Terganggu
Tidak Terganggu
3
163
1.8
98.2
Tabel 3 menguraikan penyakit lain yang berkaitan dengan jemaah umrah.
Jemaah umrah yang mengidap disabilitas sebanyak 6 orang (3.6%), TB paru
sebanyak 4 orang (2.4%), dan kesehatan mental sebanyak 3 orang (1.8%).
Tabel 4.
Distribusi pemberian vaksin dan status obat
Variabel N %
Vaksin
Ya 127 76.5
Tidak 39 23.5
Waktu Vaksin
≥1 bulan 123 74.1
<1 bulan 43 25.9
Bawa obat
Ya 87 52.4
Tidak 79 47.6
Tabel 4 diatas terlihat bahwa jumlah jemaah yang divaksinasi sebanyak 172
orang (76.5%) dari 166 jumlah responden, waktu vaksin lebih banyak yaitu ≥1
31
bulan (lebih dari sama dengan satu bulan) sebanyak 123 orang (74.1%), serta
jemaah yang membawa obat pribadi untuk dirinya sendiri 87 orang (52.4%).
Tabel 5
Perilaku Merokok Calon Jemaah Umrah
Variabel N %
Ya, setiap hari 20 12
Ya, kadang-kadang 14 8.4
Tidak, tapi sebelumnya pernah 14 8.4
Tidak, kadang-kadang 8 4.8
Tidak pernah sama sekali 110 66.3
Jemaah umrah yang setiap hari merokok sebanyak 20 orang (12%), jemaah
yang kadang-kadang merokok dan sebelumnya pernah merokok sebanyak 14
orang (8.4%). jemaah umrah yang tidak merokok namun kadang-kadang sebanyak
8 orang (4.8), serta jemaah yang tidak pernah sama sekali merokok yaitu 110
orang (66.3%).
Tabel 6
Aktivitas Fisik Calon Jemaah Umrah
Variabel N %
Aktivitas Berat
Ya 31 18.7
Tidak 135 81.3
Aktivitas Sedang
Ya 134 80.7
Tidak 32 19.3
Pada tabel 6 menguraikan bahwa jemaah umrah yang melakukan aktifitas
fisik berat sebanyak 31 orang (18,7%) dan yang tidak melakukan aktifitas berat
sebanyak 135 orang (81,3%). Sedangkan jemaah umrah yang melakukan aktifitas
fisik sedang sebanyak 134 orang (80.7) dan jemaah yang tidak melakukan
aktifitas fisik sedang yaitu 32 orang (19.3%).
32
Tabel 7
Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur, Makanan Berisiko,
Serta Pemakaian Masker Calon Jemaah umrah
Variabel N %
Konsumsi buah dan sayur
7 hari 89 53.6
<7 hari 77 46.4
Makanan berisiko
Makanan manis
≥1kali per hari 60 36.1
1-6kali per minggu 78 47.0
<3kali per bulan 23 13.9
Tidak pernah 5 3.0
Makanan asin
≥1kali per hari 48 28.9
1-6kali per miggu 60 36.1
<3kali per bulan 51 30.7
Tidak pernah 7 4.2
Makanan Berlemak
≥1kali per hari 52 31.3
1-6kali per miggu 78 47.0
<3kali per bulan 29 17.5
Tidak pernah 7 4.2
Minum kopi
≥1kali per hari 41 24.7
1-6kali per miggu 50 30.1
<3kali per bulan 30 18.1
Tidak pernah 45 27.1
Bumbu penyedap
≥1kali per hari 68 41.0
1-6kali per miggu 27 16.3
<3kali per bulan 50 30.1
Tidak pernah 21 12.7
Pemakaian masker
Ya 31 18.7
Tidak 135 81.3
Penjelasan tabel diatas, terlihat bahwa perilaku calon jemaah umrah dalam
mengonsumsi buah dan sayur sebagian besar setiap hari dalam satu minggu (7
hari). Calon jemaah umrah yang mengkonsumsi makanan manis, asin, berlemak
dan minum kopi rata-rata 1-6 kali perminggu, sedangkan bumbu penyedap ≥1
kali perhari. Untuk pemakaian masker, lebih banyak jemaah yang tidak
33
menggunakana masker yaitu 135 orang (81.3%) dibandingkan jemaah yang
menggunakan masker yaitu 31 orang (18.7%).
C. Sistem Pembinaan, Pelayanan Dan Pelindungan Jemaah Umrah
Sebelum Berangkat, Selama Diperjalanan, Di Arab Saudi Dan Setelah
Kembali Ke Indonesia.
Informan utama yang diambil dalam penelitian ini adalah PPIU serta
pemangku kebijakan dalam penyelenggaraan kesehatan umrah antara lain, Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP), Dinas Kesehatan Provinsi, serta Kementerian
Agama pada kantor wilayah provinsi. Repsonden terpilih di PPIU yaitu pemilik
dan/atau pengelola, di Dinas kesehatan provinsi yaitu kepala dinas kesehatan
provinsi dan/atau pelaksana program kesehatan haji, di KKP yaitu kepala KKP
dan/atau bagian Usaha Kesehatan Lintas Wilayah (UKLW), dan di Kantor
wilayah (Kanwil) Kementerian Agama yaitu kepala kanwil dan/atau pelaksana
program penyelenggaraan haji dan umrah.
Tabel 8
Jumlah PPIU di Wilayah Penelitian Tahun 2016
No Provinsi Jumlah
PPIU
1 DKI Jakarta NA
2 Jawa Barat 84
3 Jawa Tengah 8
4 Jawa Timur 23
5 NTB NA
6 Sulawesi Utara NA
7 Kalimantan Barat 4
8 Kalimantan Timur 6
9 Kalimantan Selatan 10
10 Sumatera Utara 7
11 Banda Aceh 4
Selanjutnya terhadap Jemaah Umrah yang sedang dan telah melaksanakan
ibadah umrah dilakukan wawancara mendalam dan observasi sebagai bentuk
penerapan triangulasi metode. Jemaah umrah yang diwawancara sebagai berikut,
34
Tabel 9
Karakteristik Responden Jemaah Umrah yang Sedang dan Telah
Melaksanakan Ibadah Umrah
No Kode Alamat Umur Jenis Kelamin PPIU
1 WJ1 Jambi 64 P Jakarta
2 WJ2 Jambi 60 P Jakarta
3 WJ3 Medan 71 P Jakarta
4 WJ4 Medan 64 P Jakarta
5 WJ5 Surabaya 36 P Surabaya
6 WJ6 Surabaya 51 L Surabaya
7 WJ7 Jakarta 51 L Jakarta
8 WJ8 Jakarta 45 L Jakarta
9 WJ9 Jakarta 40 P Jakarta
10 WJ10 Jakarta 40 P Jakarta
11 WJ11 Jakarta 43 L Jakarta
12 WJ12 Samarinda 49 P Samarinda
13 WJ13 Samarinda 16 P Samarinda
14 WJ14 Makasar 60 P Makasar
15 WJ15 Bekasi 40 L Jakarta
16 WJ16 Bogor 50 P Bogor
17 WJ17 Jakarta 35 P Jakarta
18 WJ18 Medan 51 L Medan
19 WJ19 Malang 70 L Jakarta
20 WJ20 Jakarta 58 L Jakarta
21 WJ21 Jakarta 36 L Back Packer
22 WJ22 Makasar 66 P Makasar
23 WJ23 Malang 40 P Malang
24 WJ24 Malang 40 P Malang
25 WJ25 Serang 50 P Jakarta
26 WJ26 Serang 50 P Jakarta
27 WJ27 Serang 52 P Jakarta
28 WJ28 Surabaya 45 P Surabaya
29 WJ29 Surabaya 60 P Surabaya
30 WJ30 Bandung 35 P Bandung
31 WJ31 Bandung 25 P Bandung
Dari ketigapuluh satu responden yang diwawancarai terdapat 9 jemaah umrah
laki-laki dan Jemaah perempuan berjumlah 22 orang. Rata-rata usia responden
diatas 40 tahun dan memilih PPIU yang berada di Jakarta sebanyak 16 responden,
sedangkan sisanya berada di domisili masing-masing Jemaah Umrah.
35
C.1 Kebijakan dan Aspek Hukum Pelayanan Kesehaan Umrah
Informan di KKP, PPIU, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kanwil Kemenag
mengatakan bahwa belum ada payung hukum yang jelas mengenai pelayanan
kesehatan umrah. Belum ada legalitas formal untuk pelayanan kesehatan umrah.
Seperti informasi hasil wawancara mendalam sebagai berikut:
Tabel 10
Hasil Wawancara Mengenai Kebijakan dan Aspek Hukum
Pelayanan Kesehatan Umrah
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil Kemenag
Dibutuhkan
payung hukum
(permenkes)
tentang pelayanan
kesehatan umrah
yang mencakup
pemberian
vaksinasi bagi
Jemaah umrah
agar jelas siapa
yang bertanggung
jawab dari
terhadap
pengadaan vaksin,
pemberian dan
PNBP. Selain itu
perlu dibuat MoU
antara Kemenag,
KKP dan dinkes
yang berkaitan
dengan vaksinasi.
Sebagian besar
mengatakan belum
ada sosialisasi
PMA No. 18
Tahun 2015.
Selain itu, proses
perijinan PPIU
hanya berlaku
selama 3 tahun,
jika sudah habis
jemaah pada PPIU
tersebut
menumpang pada
PPIU lain.
Beberapa PPIU
ada yang sudah
berijin selama 5
tahun namun
belum melakukan
perpanjangan
Belum ada
payung hukum
untuk pelayanan
kesehatan umrah,
perlu ada payung
hukum berupa
kepmen yang baru
yang mengatur
tentang kesehatan
umrah.
PMA No. 18
Tahun 2015 dari
Kemenag, namun
regulasi terkait
pelayanan
kesehatan umrah
belum jelas.
Belum ada
legalitas formal
(NSPK) untuk
umroh sekalipun
sudah ada PMA
75 namun tidak
punya gigi.
Dari hasil penggalian informasi dari informan di atas, pemangku kepentingan
di KKP mengharapkan adanya payung hukum yang jelas untuk pelayanan
kesehatan umrah karena selama ini KKP hanya menjalankan tugas pokok dan
fungsinya yaitu memberikan vaksin meningitis dan penerbitan International
Certificate of Vaccine (ICV) kepada calon Jemaah umrah. Berkaitan dengan
pemberian vaksinasi kepada Jemaah umrah yang semakin meningkat jumlahnya,
sehingga diperlukannya suatu kerjasama melalui MoU antara KKP, Dinas
Kesehatan dan Kementerian Agama dalam pemberian vaksin. Berdasarkan hal
36
tersebut, maka aspek hukum yang ada di KKP saat ini hanya berkaitan dengan
pemberian vaksin dan penerbitan ICV saja, sedangkan pemeriksaan kesehatan
bagi calon Jemaah umrah tidak dapat dilaksanakan karena bukan kewenangan dari
KKP.
Informasi tentang pengaturan kesehatan umrahpada dasarnya telah diatur
dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Perjalanan Ibadah Umrah, namun seluruh responden dari PPIU tidak pernah
mendapatkan sosialisasi terkait pelayanan kesehatan umrah berdasarkan regulasi
tersebut. Aspek hukum pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan perjalanan
umrah tersebut sifatnya wajib yang meliputi penyediaan petugas kesehatan, obat-
obatan dan pengurusan Jemaah umrah yang sakit selama di perjalanan dan di Arab
Saudi. Selain itu aspek penting lainnya yaitu fasilitasi vaksinasi bagi Jemaah
umrah dan asuransi kesehatan. PPIU sebatas mengetahui aspek perijinan dalam
penyelenggaraan perjalanan umrah, namun itupun terdapat celah pelanggaran
untuk tidak melaksanakan perpanjangan perijinannya manakala habis jangka
waktu usaha penyelenggaraan perjalanan umrah.
Bagi Dinas Kesehatan, sebagian besar berpendapat bahawa pelayanan
kesehatan umrah juga dapat dilaksanakan di bawah program Dinas Kesehatan,
namun karena belum ada payung hukum yang jelas untuk melaksanakannya.
Peraturan yang disarankan yaitu dalam kewenangan Kementerian Kesehatan dan
bekerja sama dengan Kementerian Agama. Walaupun PMA No. 18 Tahun 2015
mengatur kewajiban PPIU untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi
Jemaah umrah namun kewenangan selanjutnya ada pada Kementerian Kesehatan.
Sebagaimana telah didinformasikan responden dari Kanwil Kemenag, bahwa
pelayanan kesehatan umrah masih perlu dibuatkan Norma, Standar, Prosedur dan
Kriteria (NSPK) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.
C.2 Pemeriksaan Kesehatan Umrah
Sebagian responden yang diwawancarai mengatakan bahwa tidak ada
pemeriksaan kesehatan Jemaah Umrah sebelum dilaksanakannya ibadah umrah.
Kalaupun ada pemeriksaan hanya sebatas inisiatif dari responden sebagian kecil
37
KKP yang melaksanakan pelayanan kesehatan terbatas. Berikut ikhtisar hasil
wawancara dengan responden,
Tabel 11
Hasil Wawancara Pemangku Kepentingan Mengenai
Pemeriksaan Kesehatan Umrah
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil
Kemenag
Pemeriksaan
kesehatan bagi
jemaah umrah
sebagian besar
provinsi
mengatakan hanya
terbatas pada
pemberian vaksin
dan ICV saja,
namun ada sedikit
KKP yang
melakukan
pemeriksaan
kesehatan
sederhana sebelum
diberi vaksin dan
ICV.Selain itu
perlu dibuatMoU
dengan Dinkes
agar dilakukan
pemeriksaan
kesehatanjemaah
umrahdi
KKPTemuan lain
di KKP NTB
melakukan
terobosan dengan
adanya kebijakan
untuk
menempatkan
pelayanan
vaksinasi lebih
dekat dengan
masyarakat
melalui MoU
dengan Dinas
Kab/Kota.
Sebagian
mengatakan tidak
ada pemeriksaan
kesehatan, namun
ada dokter
pendamping, dan
obat-obatan yang
dibawa pemilik
travel. Ada juga
travel yang
melakukan
pemeriksaan
kesehatanpada
jemaah satu
minggu sebelum
keberangkatan.
Disarankan KKP
melaksanakan
pemeriksaan rutin
dan pemeriksaan
kehamilan untuk
jemaah umrah,
Pemeriksaan
kesehatan
dilakukan
bersamaan dengan
vaksin di KKP, bila
dinyatakan sakit
maka tidak bisa
diberangkatkan,
harus diobati dulu
sampai dinyatakan
sembuh. Yang
lainnya mengatakan
bahwa sudah ada
PMK dari
Kemenag, namun
tidak ada standar
Tidak ada, secara
umum
dikoordinasikan
oleh KKP, Dinkes
dan (AKHI)
Tidak ada
koordinasi
(kecuali Jabar
sdh ada
koordinasi antara
kemenag dan
dinkes)
antara dinkes
dan kemenag
tentang umroh.
Ada yang
mengatakan
tidak ada, bukan
tupoksi, serta
perlu dapat
dilakukan
sesudah
vaksinasi di
poliklinik.
38
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil
Kemenag
resmi dari daerah
yang ada hanya
himbauan dari
kanwil kemenag
yaitu travel hanya
boleh
memberangkatkan
jemaah dengan
biaya perjalanan
semurah-murahnya
20 juta,
sertaPMA.18 tahun
2015. Belum ada
aturan untuk
operasional di
daerah.
Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh KKP hanya sebatas pemberian
vaksin bagi calon Jemaah Umrah. Sebagian besar menyarankan adanya
pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan oleh KKP dan dapat berkoordinasi
dengan Dinas Kesehatan di wilayah kerja KKP atau dengan dibuatnya pelayanan
vaksinasi yang mendekati masyarakat (secara mobile) seperti yang telah dilakukan
oleh KKP di NTB yang telah bekerjasama dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat. Beberapa PPIU menyarankan agar pemeriksaan
kesehatan dapat dilaksanakan oleh KKP secara terintegrasi dengan pelayanan
vaksinasi untuk memudahkan akses calon Jemaah Umrah. Sebagian kecil PPIU
telah melaksanakan pemeriksaan kesehatan secara mandiri satu minggu sebelum
keberangkatan, hal ini dilakukan karena berdasarkan pengalaman
memberangkatkan Jemaah Umrah yang sakit dapat menyulitkan PPIU dan bahkan
Jemaah Umrah yang beribadah. Diharapkan KKP atau instansi terkait dapat
memberikan keputusan berangkat atau tidaknya atas kesehatan Jemaah Umrah
berdasarkan kewenangannya.
Bagi Dinas Kesehatan, pemeriksaan kesehatan bagi Jemaah Umrah biasanya
dapat diketahui setalah kepulangan Jemaah Umrah di tanah air yang sakit. Dari
hasil konsultasi baru dapat diketahui bahwa yang bersangkutan sakit setelah
kepualangannya dari Arab Saudi. Dengan kejadian tersebut, Dinas Kesehatan
39
berharap adanya informasi atau database kesehatan Jemaah Umrah untuk
memudahkan dalam peningkatan derajat kesehatan di dalam negeri.
Informasi dari Kanwil Kemenag dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pada
dasarnya, pemeriksaan kesehatan bukan wilayah kerja dari Kementerian Agama,
walaupun PMA No. 18 Tahun 2015 mengatur kewajiban PPIU memberikan
pelayanan kesehatan umrah, namun secara teknis seharusnya dilaksanakan oleh
Kementerian yang melaksanakan tugas dibidang kesehatan. Pelaksanaan
pemeriksaan kesehatan sudah diinisiasi atas kerjasama antara Kementerian Agama
dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
Informasi tentang pemeriksaan kesehatan sebelum berangkat ke Arab Saudi
dijelaskan oleh informan Jemaah Umrah sebagai triangulasi sumber dan metode,
Tabel 12
Hasil Wawancara Jemaah Umrah terkait Pemeriksaan Kesehatan
No Komponen Kesimpulan
1 Persiapan keberangkatan Mayoritas responden menjawab tidak ada
persiapan khusus untuk menjaga kesehatan
sebelum keberangkatan ke Arab Saudi, hanya
sebagian kecil melaksanakan latihan
kebugaran dengan jalan pagi dan minum
vitamin secara rutin.
2 Pemeriksaan Kesehatan Mayoritas responden tidak melakukan
pemeriksaan kesehatan sebelum pergi ke
Arab Saudi, hanya sebagian kecil yang
memeriksakan kesehatannya ke dokter
praktek mandiri atau poliklinik umum.
3 Jenis Pemeriksaan
Kesehatan
Sebagian kecil responden yang diperiksa
kesehatannya di dokter praktek mandiri
maupun klinik umum diperiksa tensi dan
kolesterol danada satu jemaah yang
memeriksakan jantungnya secara rutin karena
dipasang ring pada jantungnya.
C.3 Imunisasi
Seluruh responden menyatakan bahwa vaksinasi merupakan kewajiban bagi
calon Jemaah Umrah dan telah dilaksanakan oleh KKP sebagai intitusi yang
40
berwenang menerbitkan ICV. Secara keseluruhan PPIU mendampingi calon
Jemaah Umrah pada saat proses vaksinasi di KKP.
Tabel 13
Hasil Wawancara Mengenai Imunisasi Bagi Jemaah Umrah
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil Kemenag
Imunisasi berupa
pemberian vaksin
pada jemaah
umrah,selain itu
perlu MoU dengan
embarkasi untuk
mengadakan
tempat pelayanan
imunisasiyang
dapat dijangkau
masyarakat, selain
itu jumlah jemaah
yang divaksinasi
lebih sedikit
dibanding jumlah
jemaah yang
berangkat.
Mewajibkan
jemaah umrah
untuk
mendapatkan
vaksin meningitis
secara legal (kartu
kuning harus asli)
dan di dampingi
oleh KKP, jemaah
umrah yang akan
di vaksin di
lakukan
pemeriksaan
kesehatan terlebih
dahulu ke KKP,
jika jemaah
mempunyai
riwayat penyakit
sebelumnya harus
membawa surat
rekomendasi dari
dokter yang
merawat dan
kelayakan
penerbangan.
Akan tetapi tidak
diharuskan untuk
memeriksakan
kesehatan di KKP,
ICV hanya sebagai
syarat untuk
mendapatkan visa.
Selain itu,
sebagian
mengatakan sudah
melakukan
kerjasama dengan
AKHI dan
puskesmas.
Imunisasi
dikoordinasi
langsung oleh
KKP. Ada Mou
oleh KKP dengan
masing-masing
Dinkes Kab/Kota
agar mudah di
jangkau oleh
masyarakat,
sebagai
perpanjangan
tangan dari KKP
Tidak ada laporan
KKP tentang
Jemaah yang
diimunisasi, juga
tidak ada laporan
PPIU tentang
jemaah yang
berangkat. Ada
yang mengatakan
bukan tupoksi,
jemaah disuntik
atau divaksinasi
untuk
perlindungan di
KKP.
41
Menurut informasi dari KKP, untuk menjangkau kebutuhan masyarakat
dalam pelayanan vaksinasi, pelaksanaannya perlu kerjasama dengan embarkasi
setempat. Selain itu, data Jemaah Umrah yang divaksin sangat berbeda jauh
dengan data Jemaah Umrah yang berangkat. Hal ini patut menjadi perhatian
kedepan dalam manajemen vaksinasi Jemaah Umrah. Beberapa informasi dari
KKP, kerap ditemukannya ICV palsu, sehingga KKP harus memperketat
pelaksanaan pemeriksaan ICV di embarkasi.
Masukan sebagian PPIU bahwa perlunya pendampingan dalam pelayanan
vaksinasi bagi calon Jemaah Umrah di KKP dan perlunya pemeriksaan kesehatan
dan rekomendasi laik terbang bagi Jemaah Umrah. Agar masyarakat mudah
mendapatkan pelayanan vaksinasi, Dinas Kesehatan mengharapkan adanya kerja
sama dengan Puskesmas atau melalui Dinas Kesehatan sebagai perpanjangan
tangan KKP. Beberapa Dinas Kesehatan menyarankan agar adanya base data yang
terintegrasi antara KKP, Dinas Kesehatan dan Kementerian Agama. Adapun
Informasi responden di Kanwil Kemenag, tidak ada koordinasi maupun data
terkait Jumlah Jemaah Umrah dan Jemaah Umrah yang telah divaksinasi. Hal ini
dikarenakan Kementerian Agama hanya sebatas memberikan perijinan bagi PPIU.
Informasi yang diperoleh dari Jemaah Umrah, sebagian besar memperoleh
vaksinasi yang dilakukan seminggu sampai tiga minggu sebelum keberangkatan
di KKP dimana responden berdomisili. Namun, masih terdapat responden yang
tidak di vaksinasi.
C.4 Pembinaan Kesehatan Jemaah Umrah
Seluruh responden menyebutkan bahwa pembinaan kesehatan bagi Jemaah
Umrah belum ada. Pembinaan yang dilaksanakan hanya sebatas pembinaan
ibadah umrah yang dilakukan oleh Kementerian Agama.
42
Tabel 14
Hasil Wawancara Mengenai Pembinaan Kesehatan Jemaah Umrah
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil Kemenag
Pembinaan
jemaah umrah
sebagian besar
tidak ada, hanya
pelaksanaan
kegiatan
pemberian
vaksinasi saja.
Namun ada
sedikit yang
melakukan
pembinaan
kepada jemaah
umrah, tetapi
masih sebatas
pada sosialisasi
untuk mencegah
meningitis yang
tidak dilakukan
secara rutin,
tergantung
anggaran yang
ada serta
melakukan upaya
pendekatan pada
biro-biro
perjalanan pada
saat jemaah
manasik ibadah
haji.
Sebagian
mengatakan tidak
ada pembinaan
jemaah umrah
baik dari travel
maupun dinkes,
ada yang
mengatakan tidak
ada pembinaan
oleh Kemenag.
Kalaupun ada
koordinasi lebih
formalitas
administratif saja.
Ada juga yang
mengatakan ada
pembinaan
keagamaan, serta
ada yang
mengatakan
pembinaan jemaah
umrah dilakukan
di KKP sebagai
syarat untuk
mendapatkan visa.
Sebagian
mengatakan belum
ada pembinaan
jemaah umrah.
Ada yang
mengatakan bukan
tupoksi. Secara
informal
pembinaan
dilakukan oleh
AKHI. Ada SE
dari P2PL
yangmemantau
kepulangan jemaah
umroh.
Bimbingan teknis
dilakukan
berdasarkan
regulasi.
Pembinaan pada
jemaah umroh
hanya sebatas
perizinan pada
pihak travel yang
mengharuskan
menjadi biro
perjalanan wisata.
setelah 2 tahun
baru boleh
mendapat izin
travel umroh,
dengan disertai
akte notaries jika
merupakan cabang
dari Pusat.Selain
itu ada koordinasi
dan turun lapangan
untuk cek
kesesuaian
ketentuan dan
kesiapan PPIU,
serta bekerjasama
dengan AKHI.
Pembinaan yang dilaksanakan KKP sebagian besar terbatas pada pemberian
himbauan kepada calon Jemaah Umrah untuk vaksinasi meningitis, bahkan
beberapa KKP telah melakukan pendekatan kepada biro-biro perjalanan, namun
tidak dilaksanakan secara rutin karena keterbatasan anggaran. Begitupula menurut
responden PPIU, pembinaan kesehatan sama sekali tidak pernah dilaksanakan
baik oleh Dinas Kesehatan maupun KKP.
Dinas Kesehatan masih memerlukan payung hukum dalam pelaksanaan
pembinaan kesehatan bahi Jemaah Umrah, namun secara khsusus ada Surat
43
Edaran dari Dirjen P2PL yang melaksanakan pemantauan kepulangan Jemaah
Umrah.
Kementerian Agama memberikan pembinaan hanya dalam rangka kegiatan
atau teknin umrah. Berdasarkan peraturan yang ada pembinaan hanya dalam
rangka perijinan bagi biro perjalanan yang akan menjadi PPIU serta peninjauan
lokasi.
Informasi pembinaan kesehatan, seluruh responden menyebutkan tidak ada,
yang ada hanya pembinaan ibadah yang dilakukan pada saat manasik.
C.5 Layanan Kesehatan di Arab Saudi
Sebagian besar PPIU maupun Kanwil Kemenag, telah memahami prosedur
pelayanan kesehatan di Arab Saudi yang dilaksanakan di rumah sakit Pemerintah
Arab Saudi yang diberikan secara Cuma-cuma. Namun dalam pelaksanannya
masih ada PPIU yang tidak memberikan pendampingan terhadap Jemaah Umrah
yang harus mendapatkan perawatan di rumah sakit dan diserahkan sepenuhnya
kepada pihak asuransi yang menjadi fasilitas Jemaah Umrah dari PPIU itu.
Tabel 15
Hasil Wawancara Mengenai Layanan Kesehatan Jemaah Umrah
di Arab Saudi
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil Kemenag
Layananan
kesehatan di Arab
Saudi sebagian
besar tidak ada.
Hanya sedikit
yang mengatakan
tidak tahu dan
bukan tupoksi,
serta belum ada
sistem, kecuali
ada laporan dari
maskapai bila ada
kasus di daerah
transit.
Jemaah yang sakit
akan dirujuk ke
RS Pemerintah
Arab Saudi untuk
mendapatkan
pelayanan
kesehatan gratis,
jika hanya sebatas
sakit ringan
ditangani melalui
pemberian obat-
obatan oleh pihak
travel.
Sebagian besar
mengatkaan tidak
tahu. ada yang
mengatakan tidak
ada unit khusus,
dan Umroh
pastinya lebih
sedikit dilayani
dibandingkan
dengan layanan
jemaah haji.
Dilaksanakan oleh
Pemerintah Arab
Saudi. ada yang
mengatakan Tidak
tahu, tidak pernah
ada laporan,
semua travel
mengcover
asuransi jemaah
umrohnya, bila
sakit ditangani
mereka sendiri,
serta Tidak
terjangkau
kemenag.
Pelayanan kesehatan di Arab Saudi saat ini menjadi tanggung jawab
sepenuhnya PPIU, namun belum semua memberikan pendampingan karena
44
beberapa kendala seperti pihak rumah sakit melarang pendamping Jemaah Umrah
untuk masuk ke rumah sakit. Selain itu, PPIU telah menyediakan obat-obatan
bagi Jemaah Umrah yang sakit ringan. Sebagian besar responden PPIU
mengatakan menghindari perawatan di rumah sakit karena ini akan berdampak
pada proses berjalannya ibadah, yang kerap sekali Jemaah Umrah sakit yang
tertinggal di Arab Saudi. Pelayanan kesehatan Jemaah Umrah dan kejadian
kesakitan di Arab Saudi tidak dilaporkan PPIU baik ke Kementerian Agama
maupun ke Dinas Kesehatan.
C.6 Masalah Kesehatan di Arab Saudi
Seluruh responden mengatakan bahwa tidak ada mekanisme pelaporan
terhadap masalah kesehatan di Arab Saudi. Beberapa kasus penelantaran Jemaah
Umrah yang sakit ditindaklanjuti oleh Kementerian Luar Negeri hingga
kepulangannya sampai ke tanah air.
Tabel 16
Hasil Wawancara Mengenai Masalah Kesehatan Jemaah Umrah
di Arab Saudi
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil Kemenag
Sebagian besar
tidak tahu masalah
kesehatan di Arab
Saudi, sebagian
mengatakan tidak
ada laporan dan
bukan tupoksi.
Masalah kesehatan di
Arab Saudi ditangani
petugas Rumah Sakit
pemerintah Arab
Saudi. Jika sakit
ringan, bisa di tangani
oleh petugas
kesehatan yang
mendampingi.Semua
pelayanan kesehatan
di rumah sakit di Arab
Saudi gratis. Jika
jemaah umroh
meninggal pihak
travel lapor ke
muassasah, dan dinas
kesehatan Arab Saudi
akan mengurus
semuanya. Travel
mengurus COD nya
untuk asuransi.
Tidak ada laporan
mengenai masalah
kesehatan di Saudi
Arabia, ada yang
mengatakan tidak
tahu.
Tidak ada laporan
masalah kesehatan
pada jemaah
umroh. Lainnya
mengatakan tidak
tahu.Sesuai dengan
PMA No. 18 Tahun
2015 pelayanan
kesehatan di Arab
Saudi berdasarkan
peraturan
Pemerintah Arab
Saudi, adapun yang
mengatakan
ditemukan masalah
kesehatan jemaah
umrah di Saudi
Arabia maka
diurus oleh
kedutaan seluruh
biayanya sampai
pemulangan.
45
Masalah kesehatan yang berakibat pada meninggalnya Jemaah Umrah
sebagian besar sudah dipahami prosedurnya oleh PPIU berdasarkan peraturan
Pemerintah Arab Saudi. Adapun informasi masalah kesehatan Jemaah Umrah di
Arab Saudi sebagaimana dalam tabel berikut,
Tabel 17
Masalah Kesehatan Jemaah Umrah di Arab Saudi
No Komponen Kesimpulan
1 Riwayat penyakit Mayoritas responden menyebutkan tidak
memiliki riwayat penyakit khusus, namun obat-
obatan selalu tersedia baik yang di bawa sendiri
maupun dari pihak travel. Namun ada satu
orang yang memiliki riwayat penyempitan
pembuluh darah dan dipasang ring pada
jantungnya. Selain itu, sebagian kecil memiliki
riwayat hipertensi.
2 Pengalaman sakit Mayoritas responden tidak mengalami sakit
saat melaksanakan ibadah umrah. Responden
yang memiliki riwayat penyempitan pembuluh
darah mengalami sakit selama 3 hari dan tidak
mau di bawa ke rumah sakit di Arab Saudi,
pengobatan dilakukan sendiri karena membawa
obat-obatan dari tanah air. Sebagian kecil
responden mengalami sakit batuk, pilek dan
pegal-pegal.
3 Ketersediaan tenaga kesehatan Seluruh responden menjawab tidak ada tenaga
kesehatan yang disediakan pihak travel,
kalaupun ada adalah tenaga kesehatan yang
melaksanakan ibadah umrah, namun secara
sukarela seringkali membantu Jemaah lain
yang mengalami sakit.
4 Masalah lingkungan Secara umum, Jemaah umrah dapat
menyesuaikan kondisi lingkungan di Arab
Saudi, walaupun keluhan cuaca masih ada
karena sangat panas hingga 40 derajat celcius.
5 Keluhan Keluhan penyakit tidak dialami oleh seluruh
responden, kecuali responden berpenyakit
jantung.
46
C.7 Masalah Kesehatan di Negara Transit
Sebagian besar responden tidak mengetahui mekanisme penyelesaian masalah
kesehatan di negara transit.
Tabel 18
Hasil Wawancara Mengenai Masalah Kesehatan Jemaah Umrah
di Negara Transit
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil Kemenag
Masalah
kesehatan di
transit. Sebagian
mengatakan tidak
ada laporan,
belum ada laporan
kasus yang
ditemukan serta
bukan tupoksi.
Sebagian besar
mengatakan bahwa
untuk masalah
kesehatan di transit
belum pernah ada
kasus. Jika ada
jemaah yang sakit
ditangani langsung
oleh RS Arab
Saudi, pihak travel
mengurus semua
transportasinya.
Ada yang
mengatakan ada
masalah yang
ditangani melalui
dana asuransi.
Ada juga yang
mengatakan saat
jemaah transit di
Singapore
(sebelum terbang
langsung ke Saudi
Arabia), dilakukan
pemeriksaan
kesehatan di
bandara.
Tidak ada
masalah kesehatan
di transit. Ada
yang mengatakan
tidak tahu, dan
tidak ada
komunikasi antara
KKP dan kanwil
dengan Dinkes
provinsi.
Tidak terlaporkan
mengenai masalah
kesehatan di
transit, dan yang
lainnya
mengatakan
bukan tupoksi,
tidak tahu, dan
tidak terjangkau
Kemenag.
Responden PPIU belum pernah mengalami permasalahan kesehatan di negara
transit, namun pernah terjadi kejadian meninggal Jemaah dan diselesaikan oleh
pihak kedutaan besar Indonesia di negara transit dan memulangkannya ke tanah
air. Laporan masalah kesehatan di negara transit belum ada. Biasanya laporan
47
datang dari Kementerian Luar Negeri ke kementerian atau lembaga Pemerintah
terkait.
C.8 Peran Pemerintah dalam Pelayanan Kesehatan Umrah
Menurut informasi responden sebagian besar berpendapat, Pemerintah harus
menyediakan pelayanan kesehatan bagi calon Jemaah Umrah.
Tabel 19
Hasil Wawancara Mengenai Peran Pemerintah dalam
Pelayanan Kesehatan Umrah
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil Kemenag
Peran pemerintah
dalam umrah KKP
berharap memiliki
kewenangan yang
diatur dalam
regulasi terkait
pemeriksaan
jemaah haji. KKP
siap melakukan
pemberian
vaksinasi jemaah
umrah, namun ada
kendala tempat
pelayanan jemaah
yang terlalu
sempit sehingga
butuh perhatian
status klinik di
KKP.
Pemeriksaan
kesehatan
dilaksanakan
sangat ketat
dengan termal
scanner sehingga
dapat terdeteksi
jika ada suspect
Mers-COV.
Pemerintah harus
menyediakan
pelayanan
kesehatan Umrah,
pihak travel hanya
bisa memfasilitasi
melalui asuransi.
Selain itu
pemerintah
memberi
kemudahan dalam
perijinan dan
vaksinasi. Adanya
wacana untuk
melakukan
pelayanan
kesehatan umrah
yang
dilaksanakan oleh
pemerintah.
Adanya peran
KBRI Jeddah
dalam penanganan
jemaah umrah
yang meninggal.
Dinkes perlu
payung hukum
untuk
melaksanakan
tugas pelayanan
kesehatan jemaah
umrah. Selain itu
perlu monitoring
dan evaluasi,
koordinasi antara
asosiasi travel
umroh untuk
membina ke
daerah mengenai
jemaah umroh,
serta. Selain itu
perlu menghimpun
sistem data
informasi
kesehatan jemaah
umrah
Kanwil secara
internal saja
memberikan
rekomendasi
untuk mengurus
perijinan di
kemenag, serta
MoU dengan
kepolisian, untuk
menjaring travel
tanpa izin. PMA
No. 18/2015 juga
merupakan bentuk
pengawasan dan
pembinaan untuk
memudahkan
penertiban PPIU
di wilayah kerja.
Hasil wawancara dengan responden KKP, sebagian besar menyebutkan peran
Pemerintah dalam pelayanan kesehatan umrah dapat mengikuti tata cara
48
pelayanan kesehatan haji. Dalam hal pelayanan kesehatan dilakukan di KKP,
maka harus memperhatikan status klinik dalam KKP yang masih memberikan
pelayanan kesehatan terbatas. Saat ini pemeriksaan kesehatan di debarkasi saat
kepulangan Jemaah Umrah dilaksanakan melalui penggunaan thermal scanner.
Selanjutnya, PPIU berpendapat bahwa pihaknya hanya dapat memfasilitasi
melalui asuransi dengan konsekuensi biaya perjalanan umrah akan bertambah.
Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan dapat berperan dalam pelayanan
kesehatan umrah, namun perlu didukung payung hukum pelaksanaan pelayanan
kesehatan umrah. Dengan adanya payung hukum yang jelas akan memudahkan
Dinas Kesehatan dalam monitoring, evaluasi dan koordinasi dengan pihak PPIU.
Sangat penting juga untuk disediakan sistem informasi penyelenggaraan umrah
yang didalamnya memuat informasi tentang kesehatan bagi Jemaah Umrah.
Kanwil Kementerian Agama dalam hal ini hanya berperan selaku pemberi
rekomendasi bagi PPIU yang akan memperpanjang atau membuka cabang baru.
Dilaksanakannya MoU antara Kanwil Kementerian Agama dengan Bareskrim
Polri akan dapat memudahkan PPIU dalam pengawasan biro perjalanan nakal
sebagai bentuk perlindungan Jemaah Umrah.
C.9 Bimbingan Kesehatan Jemaah Umrah
Sebagian responden menginformasikan bahwa, bimbingan kesehatan Jemaah
Umrah belum dilaksanakan karena belum ada payung hukumnya.
Tabel 20
Hasil Wawancara Mengenai Bimbingan Kesehatan
Jemaah Umrah
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil Kemenag
Sebagaian besar
mengatakan
bimbingan jemaah
umrah belum
maksimal
diserahkan ke
KKP. Ada yang
mengatakan
bukan tupoksi dan
ada yang
Tidak ada, kecuali
saat manasik dan
di Arab Saudi.
Lebih banyak
dikerjakan mandiri
oleh jemaah dan
bekerjasama
dengan provider.
Bimbingan
melalui manasik
Sebagian besar
mengatakan
bahwa bimbingan
jemaah umrah
bukan tupoksi.
Ada yang
mengatakan tidak
ada (dilakukan
sendiri-sendiri).
Bimbingan jemaah
umrah menjadi
urusan pihak
travel, selain itu
ada yang
mengatakan
melaksanakan
sesuai tupoksi,
menyediakan
pembimbing dan
49
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil Kemenag
mengatakan
belum pernah
dilakukan
bimbingan jemaah
umrah, sehingga
perlu diadakan
sosialisasi
mengenai keadaan
Arab Saudi terkait
hal-hal yang perlu
dihindari.
dan pertemuan
(silaturahmi)
setiap tahun untuk
evaluasi dan 5
tahun sekali untuk
pertemuan akbar
(jemaah umrah
dan haji).
manasik kesehatan
bekerjasama
dengan dinkes dan
AKHI.
Lainnya
mengatakan belum
ada hanyasebatas
sosialisasi
perizinan travel
umroh, dan
mendorong untuk
membuka sendiri
travel bukan
cabang dari Pusat.
KKP dalam tugas dan fungsinya tidak dapat memberikan bimbingan
kesehatan bagi Jemaah Umrah, kecuali terkait vaksinasi yang merupakan tugas
dan fungsi pokok KKP dalam pelaksanaan cegah dan tangkal penyakit. Masukan
yang diberikan perlunya sosialisasi yang berkaitan dengan penyakit menular yang
berpotensi wabah. Bagi PPIU, bimbingan kepada Jemaah Umrah hanya
dilaksanakan saat manasik haji atau pada saat pertemuan akbar yang fungsinya
pengikat silaturahmi baik bagi Jemaah Umrah maupun Jemaah Haji. Bimbingan
tersebut tidak jarang melibatkan Pihak Kementerian Agama yang bekerjasama
dengan AKHI dan Dinas Kesehatan. Namun, Dinas Kesehatan secara mandiri
tidak dapat melaksanakan bimbingan kesehatan pada Jemaah Umrah karena
belum ada payung hukumnya.
C.10 Pemeriksaan Kesehatan Kembali di Tanah Air
Berdasarkan informasi seluruh responden, tidak ada pemeriksaan kembali
Jemaah Umrah yang kembali ke tanah air. Pemeriksaan sebatas pantauan thermo
scanner di debarkasi untuk mendeteksi suatu penyakit yang dibawa dari luar
negeri, dalam hal ini dari Arab Saudi sebagai suspek Mers-CoV.
50
Tabel 21
Hasil Wawancara Mengenai Pemeriksaan Kesehatan
Kembali di Tanah Air
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil Kemenag
Sebagian besar
mengatakan ada
pemeriksaan
kesehatan jika
padaPemantauan
suhu tubuh dengan
thermos scanner
dan visual langsung
di Bandara
menunjukkan suhu
yang tinggi
Sebagian besar
mengatakan tidak
ada pemeriksaan.
Pendamping
kesehatan ada jika
jumlah jemaah
lebih dari 100
orang. Bimbingan
kesehatan
diberikan oleh
dokter yang
bekerjasama
dengan travel dan
dinas kesehatan,
tetapi belum
melibatkan KKP.
Belum ada
payung hukum,
kecuali ada
jemaah sakit
secara mandiri
datang ke
puskesmas atau
rumah sakit, yang
lain mengatakan
tergantung ada
atau tidaknya
keluhan. Ada juga
yang bersifat
himbauan dari
P2P untuk
melakukan
perubahan
reemerdiseas bila
menemukan
jemaah baru
pulang umroh.
Belum ada
Pemeriksaan
kembali ke tanah
air, lainnya
mengatakan
Bukan tupoksi,
belum tahu, dan
tidak terjangkau
ke Kemenag.
Sebagian kecil PPIU menyediakan pendamping kesehatan jika jumlahnya
melebihi 100 Jemaah Umrah. Tenaga kesehatan pendamping tersebut yaitu dokter
bekerjasama dengan PPIU dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat.
Pemeriksaan Jemaah Umrah di tanah air akan terdeteksi di Puskesmas ketika
Jemaah mengalami sakit. Upaya Pemerintah salah satunya melalui Surat Edaran
P2P telah memberikan himbauan kepada KKP, Dinas Kesehatan Provinsi dan RS
rujukan vertical untuk melakukan pengawasan terhadap penumpang dari negara
terjangkit, dengan melakukan penilaian risiko penyebaran MERS-CoV secara
berkala, peningkatan kegiatan pemantauan di pintu masuk negara, diantaranya
melalui penyebaran health alert card, pemasangan leaflet dan banner di bandara
dan pelabuhan.
51
C.11 Asuransi
Seluruh responden dalam wawancara mengatakan bahwa asuransi kesehatan
belum diterapkan dalam perjalanan ibadah umrah.
Tabel 22
Hasil Wawancara Mengenai Asuransi
bagi Jemaah Umrah
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil Kemenag
Sebagian besar
tidak tahu asuransi
(kesehatan,
perjalanan, dan
kecelakaan),
namun ada yang
mengatakan
bahwa itu
merupakan
kerjasama antara
travel dengan
penerbangan.
Sebagain
mengatakan tidak
ada asuransi, ada
yang mengatakan
ada asuransi untuk
all risk, ada yang
tidak tahu, yang
penting semuanya
terjamin dan
tertangani, serta
Opsi diserahkan
kepada Jemaah,
Harga umrah tidak
termasuk asuransi.
Tidak tahu
asuransinya.
Belum ada
asuransi, lainnya
mengatakan
Sesuai dengan
PMA No.
18/2015, dan Ada
kerjasama travel
dengan asuransi.
Perlindungan Jemaah Umrah melalui asuransi sebagaimana diatur dalam
PMA No. 18 Tahun 2015 belum tersosialisasi di PPIU dan Kanwil Kementerian
Agama sendiri. Sebagian PPIU memehami asuransi untuk all risk untuk menjamin
Jemaah Umrah dan dibebankan dalam biaya umrah. Namun, itupun sifatnya
adalah penawaran. Jika Jemaah tidak bersedia membayar premi asuransi maka
perjalanan ibadahnya tidak ter-cover asuransi.
Informasi dari seluruh responden Jemaah Umrah menyebutkan bahwa tidak
ada asuransi yang meng-cover apabila Jemaah sakit di Arab Saudi karena
berdasarkan pemahamannya, perawatan di rumah sakit Pemerintah Arab Saudi
adalah gratis.
52
C.12 Masalah Kesehatan Jemaah Umrah di Tanah Air
Informasi masalah kesehatan dari Responden cukup beragam, namun secara
keseluruhan tidak ada mekanisme pelaporan masalah kesehatan Jemaah Umrah di
tanah air.
Tabel 23
Hasil Wawancara Mengenai Masalah Kesehatan Jemaah Umrah
di Tanah Air
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil Kemenag
Masalah kesehatan
jemaah di tanah air
sebagian besar
langsung dirujuk
ke RS terkait. Ada
yang melaporkan
ke Dinas
Kesehatan
Kab/Kota sesuai
wilayah masing-
masing, Temuan
yang ada pada
tahun 2015-2016
suspect Mers-Cov
3 orang yang
berasal dari data
penerbangan,
namun tidak semua
me lapokan.
Belum pernah ada
kasus dan tidak ada
laporan.
Belum pernah ada
kasus, tidak ada
laporan serta ada
yang mengatakan
pernah ada kasus,
tapi lupa.
Masalah kesehatan
jamaah di tanah air
tidak terjangkau
oleh kemenag,
tidak pernah
dilaporkan,
lainnya
mengatakan bukan
tupoksi, dan tidak
tahu.
KKP sebagai penjaga pintu masuk negara, temuan penyakit yang dibawa
Jemaah Umrah dari Arab Saudi akan langsung dirujuk ke RS terkait. Bagi Dinas
Kesehatan, informasi penyakit yang dibawa dari luar negeri tidak memperoleh
laporan dari pihak manapun. Secara keseluruhan informasi masalah kesehatan
Jemaah umrah tidak mengetahuinya. Kanwil Kementerian Agama menyebutkan
bahwa itu adalah kewenangan dari Kementerian Kesehatan dalam
pengelolaannya.
53
C.13 Usulan Model Pelayanan Kesehatan Umrah
Usulan model pelayanan kesehatan bagi Jemaah Umrah dari para responden
cukup beragam tergantung dari tupoksinya.
Tabel 24
Hasil Wawancara Mengenai Model Pelayanan
Kesehatan Umrah
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil Kemenag
Usulan untuk
model pelayanan
umrah, KKP
perlu payung
hukum dan
penambahan
SDM dalam
pelayanan
kesehatan. Setiap
embarkasi
memiliki
poliklinik selain
pelayanan
kesehatan juga
sebagai
pendamping ICV
yang menjadi
tanggung jawab
KKP. selain itu
sebaiknya dibuat
evidence base
yang lengkap dan
sama antara data
pemberian vaksin
di KKP dengan
data jumlah
jemaah di Kanwil
Agama dan perlu
sosialisasi yang
kuat dalam
pemeriksaan
kesehatan jemaah
umrah tentang
pentingnya ICV.
Perlu aturan untuk
mendukung
adanya pelayanan
kesehatan di PPIU.
Perlu aturan yang
bisa menskrining
travel yang tidak
berijin. Pihak
travel harusnya
hanya bisa
menyediakan
asuransi kesehatan
saja, pelayanan
kesehatan umrah
harus ditata.
Sebaiknya
dilakukan
pemeriksaan
kesehatan sama
dengan jemaah
haji. Payung
hukum harus di
buat dari pusat,
perizinan
sebaiknya dari
pusat, namun jika
membuat cabang
di daerah
seharusnya
mengikuti
peraturan
didaerah, sehingga
bisa lebih diawasi
tidak menunggu
Vaksinasi perlu
melibatkan
Dinkes/tingkat
kabupaten. Siap
untuk memberikan
pelayanan
kesehatan seperti
penanganan
kesehatan haji,
diperkuat dengan
payung hukum.
Integrasi sistem
informasi
kesehatan jemaah
umroh melalui
bridging system.
selain itu
Disesuaikan
dengan model
pelayanan
kesehatan haji,
Perlu ada eviden
based reemerging
diseases angka
kesakitan dan
kematian sehingga
dapat diantisipasi
program apa yang
dibutuhkan,
Dinkes dilibatkan
sejak awal untuk
mendapatkan
laporan jumlah
jemaah dsb baik
Ada berbagai
macam usulan
untuk model
layanan umrah,
yaitu
memaksimalkan
pembinaan dengan
penyediaan posko
di bandara. Perlu
adanya tembusan
laporan
pelaksanaan umrah
dari PPIU yang
selama ini
langsung ke Dirjen
Pusat haji dan
Umrah. Perlu
ditertibkan
pemberian ICV
berkaitan dengan
kasus ICV palsu,
Adanya koordinasi
travel dengan
kanwil kemenag,
koordinasi
pemerintah daerah,
izin pusat
ditembuskan ke
provinsi, dan KKP.
Perlu
dikembangkan
pemantauan travel-
travel liar, serta
adanya integrasi
54
KKP PPIU Dinkes Provinsi Kanwil Kemenag
laporan
masyarakat.
Pihak Kemenag
seharusnya
membuka inisiatif
untuk membuka
posko yang
mengakomodir
keluhan
masyarakat
mengenai layanan
umroh.
Peranan
ASOSIASI
harusnya sampai
di tingkat kab/kota
sehingga dapat
melakukan
pembinaan.
Kementrian
kesehatan perlu
ada regulasi
pemeriksaan
kesehatan jamaah
umroh mulai dari
puskesmas sampai
tingkat kabupaten
agar travel tidak
repot.
dari KKP maupun
PPIU, serta
harusnya
peraturan yang
menyebutkan
tidak boleh
menerima jamaah
umroh kalo tidak
ada rekomendasi
dari kabupaten.
sistem informasi
jemaah umrah.
Informasi sebagian besar KKP, dalam hal pelayanan kesehatan dilaksanakan
di KKP maka perlu adanya beberapa hal sebagai berikut,
1. Setiap embarkasi memiliki poliklinik selain pelayanan kesehatan juga sebagai
pendamping ICV yang menjadi tanggung jawab KKP
1. Sebaiknya dibuat system informasi yang lengkap dan akurat sehingga data
pemberian vaksin di KKP dengan data jumlah jemaah di Kanwil Agama sama
jumlahnya
2. Perlu sosialisasi yang komprehensif dalam pemeriksaan kesehatan jemaah
umrah tentang pentingnya ICV.
3. Perlu mekanisme tertulis hubungan antara KKP dan PPIU.
55
Bagi PPIU, pada dasarnya tidak ada permasalahan terkait kewajiban
melaksanakan pelayanan kesehatan, model pelayanan kesehatan Jemaah umrah
yang diusulkan dari responden PPIU mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Perlu aturan untuk mendukung adanya pelayanan kesehatan di PPIU
2. Perlu aturan yang bisa mencegah dan mengawasi travel yang tidak berijin
3. Pihak travel harusnya hanya bisa menyediakan asuransi saja
4. Pelayanan kesehatan umrah harus ditata
5. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan kesehatan jemaah umroh sama dengan
jemaah haji.
6. Payung hukum harus di buat dari Pusat
7. Perizinan sebaiknya dari pusat, namun jika membuat cabang di daerah
seharusnya mengikuti peraturan di daerah
8. Pihak Kemenag seharusnya membuka inisiatif untuk membuka posko yang
melayani keluhan masyarakat mengenai layanan umroh.
9. Peranan ASOSIASI harusnya juga sampai di daerah sehingga dapat
melakukan pembinaan langsung
10. Kementrian kesehatan perlu ada regulasi pemeriksaan kesehatan jamaah
umroh mulai dari puskesmas sampai tingkat kabupaten
Dalam hal pelayanan kesehatan umrah melibatkan Dinas Kesehatan, maka
model yang diharapkan bagi Dinas Kesehatan antara lain
Perlu ada evidence basedreemerging diseases angka kesakitan dan kematian
sehingga dapat diantisipasi program apa yang dibutuhkan :
1. Dinkes dilibatkan sejak awal untuk mendapatkan laporan jumlah jemaah baik
dari KKP maupun PPIU
2. Adanya peraturan yang menyebutkan tidak boleh menerima jamaah umroh
kalo tidak ada rekomendasi dari kabupaten.
3. Dinkes siap memfasilitasi pelayanan umroh jika ada aturan yang sudah
tersusun.
Kementerian Agama sebagai lembaga kementerian yang berwenang mengatur
perjalanan umrah perlu berintegrasi dengan Kementerian Kesehatan dalam hal
pelayanan kesehatan bagi Jemaah Umrah. Beberapa poin penting yang dapat
diterapkan dalam model pelayanan kesehatan Jemaah Umrah meliputi,
56
1. Memaksimalkan pembinaan dengan penyediaan posko di bandara
2. Perlu adanya tembusan laporan pelaksanaan umrah dari PPIU yang selama ini
langsung ke Dirjen Pusat
3. Perlu ditertibkan pemberian ICV berkaitan dengan kasus ICV palsu
4. Adanya koordinasi travel dengan kanwil kemenag dan pemerintah daerah
5. Izin pusat (kementrian) ditembuskan ke provinsi dan KKP
6. Perlu dikembangkan pemantauan travel-travel liar
7. Adanya integrasi sistem informasi jemaah umrah
D. Model Pembinaan, Pelayanan dan Perlindungan Kesehatan Jemaah
Umrah Indonesia
Terdapat dua draft model pelayanan kesehatan umrah dalam penelitian ini,
yang didasarkan pada matriks model pelayanan kesehatan umrah di Indonesia di
bawah (Tabel 25).
57
Tabel 25
Matriks Model Pelayanan Kesehatan Umroh Indonesia
No Alur
Jamaah
Ket Lokasi SDM Pembiayaan Kegiatan/ Pelayanan Peraturan
Pendukung
1. PPIU Puskesmas/
Klinik Pratama
Dokter
dan
Nakes
Lain
Mandiri - Pembinaan secara promotif (komunikasi,
informasi, edukasi) mengenai:
� Asupan Gizi
Stadarisasi pembinaan asupan gizi
(nutrient), Penyuluhan gizi oleh ahli gizi
di Puskesmas/ klinikpratama.
Tips tetap sehat :
Tetap minum walaupun tidak haus,
perbanyak makan buah, makan dengan
porsi kecil dan sering, makan dahulu
sebelum aktivitas, hindari makanan pedas
dan asam, pilih makanan sesuai dengan
diet yang disarankan oleh dokter dan ahli
gizi.
PP 28/2004
PMK 14/2014
PMK 75/2013
� Kebugaran
Standarisasi pembinaan kebugaran dan
aklimatisasi Penilaian dengan
mempergunakan tes rockpot dan Harvard
UU 13/2008
PP 79/2013
PMK 15/2016
� PHBS PP 66/2014
58
No Alur
Jamaah
Ket Lokasi SDM Pembiayaan Kegiatan/ Pelayanan Peraturan
Pendukung
Standarisasi PHBS:
Menggunakan air bersih, mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun, makan buah
dan sayur setiap hari, tidak merokok
selama perjalanan umroh, menggunakan
jamban sehat selama perjalanan umroh,
membuang sampah pada tempatnya
� Kesehatan Penerbangan
Pembinaan tentang penjagaan kesehatan
selama penerbangan dikarenakan
terjadinya ketidaknyamanan selama
penerbangan yang disebabkan penurunan
kelembaban dan tekanan yang disesuaikan
dengan kondisi udara di luar pesawat.
Ketidaknyamanan yang terjadi
diantaranya dehidrasi, nyeri hidung dan
tenggorokan , serta penyempitan
pembuluh darah akibat duduk terlalu
lama.
� Sanitasi lingkungan
Pembinaan mengenai penyehatan
lingkungan yang berkaitan dengan
perilaku jamaah dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan arab yang berbeda
dengan Indonesia misalnya pada
PMK 3/2014
59
No Alur
Jamaah
Ket Lokasi SDM Pembiayaan Kegiatan/ Pelayanan Peraturan
Pendukung
pemakaian shower, bath up, penggunaan
toilet, tombol-tombol indikator dan lain-
lain.
- Pemeriksaan dasar (screening)
Pemeriksaan kesehatan jemaah umroh
menggunakan protokol standar pelayanan
kesehatan meliputi:
1) Anamnesis
2) Pemeriksaanfisik
3) Pemeriksaanpenunjang
a) laboratoriumklinik
b) radiologi
c) EKG
4) PenilaianKemandirian
5) TesKebugaran
6) PenilaianKesehatanJiwa
- Hasil pemeriksaan dicatat dalam resume medik
dokter penanggung jawab pemeriksaan
- Selanjutnya akan disalin keBuku Kesehatan
Jemaah Umrah (BKJU)
- Tindak lanjut hasil pemeriksaan, perlu kuratif
atau bisa lanjut ke embarkasi
UU 13/2008
PP 79/2013
PMK 15/2016
PMK 58/2013
PMK 29/2013
PMK 61/2013
2. Embarkasi KKP Dokter Mandiri - Pemberian vaksinasi sesuai standar
- KKP Mengeluarkan International Certificate of
Vaccination (ICV) bagi jemaah yang sudah
melakukan pemeriksaan dasar dan vaksinasi.
UU Karantina
tahun 1962
IHR 2005
KMK
60
No Alur
Jamaah
Ket Lokasi SDM Pembiayaan Kegiatan/ Pelayanan Peraturan
Pendukung
- ICV diberikan kepada Jemaah umroh yang
terdaftar berangkat pada tahun berjalan.
- Kepala kesehatan pelabuhan bertanggungjawab
atas penetapan kelaikan terbang Jemaah umroh
berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan.
2348/2011
PMK 58/2013
KMK 26/2014 KMK 425/2007
3. Negara
Transit
Nakes
PPIU
Mandiri,
Asuransi
Luar Negeri
- Pelayanan rawat inap dan jalan bagi jamaah yang
sakit ketika berada di negara transit
menggunakan asuransi internasional yang telah
dibayar di indonesia
- Pelayaan kesehatan penerbangan jika ada wabah
di KKP setempat.
-
4. Negara
Tujuan
(Arab
Saudi)
Pelayanan
Kesehatan Arab
Saudi
Dokter
dan
Nakes
Mandiri,
Asuransi
Luar Negeri
- Pelayanan rawat inap dan jalan menggunakan
asuransi internasional.
-
5. Debarkasi KKP Nakes Mandiri - Pemeriksaan kesehatan saat kepulangan jamaah
6. Komunitas Dinkes/
Puskesmas
Nakes Mandiri - Jemaah umroh yang sakit wajib lapor ke tempat
pelayanan kesehatan setempat
61
Berdasarkan matriks di atas prosedur pelayanan kesehatan umrah terdiri dari
enam alur, pertama di mulai dari PPIU yang berkewajiban menyediakan tenaga
kesehatan dan penyediaan obat-obatan selama pelaksanaan umrah, berkoordinasi
dengan puskesmas atau klinik pratama untuk dilakukan screening sebelum
keberangkatan ke Arab Saudi. Kegiatan lain yang dilaksanakan dalam alur ini
setelah dilakukan screening dan dinnayatakan laik terbang maka dilakukan
pembinaan secara promotif (komunikasi, informasi dan edukasi). Tahap kedua, di
embarkasi, KKP akan berperan dalam pemberian vaksin kepada calon jemaah
umrah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang kemudian diterbitkan
ICV sebagai bukti jemaah umrah telah divaksin untuk melindungi dari penyakit
meningitis yang telah menjadi endemis di Arab Saudi.
Pada tahap ketiga di negara transit, pelayanan kesehatan umrah dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan yang disediakan oleh PPIU. Dalam hal terjadi kesakitan di
negara transit maka tenaga kesehatan pendamping akan merujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan di negera setempat. Pembiayaan kesehatan dilakukan secara
mandiri melalui asuransi yang telah dibayarkan oleh jemaah umrah sebelumnya.
Selain itu pelayanan kesehatan selama penerbangan dapat dikoordinasikan antara
tenaga kesehatan pendamping dan tenaga kesehatan penerbangan dari maskapai.
Tahap keempat, pelayanan kesehatan di Arab Saudi dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan pendamping dalam hal jemaah umrah mengalami kesakitan yang
memerlukan rawat jalan. Apabila diperlukan rawat inap, maka dapat dirujuk di
rumah sakit Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Selanjutnya tahap kelima,
pelayanan kesehatan di tanah air saat kedatangan, pemeriksaan kesehatan akan
dilaksanakan oleh KKP sebagai point of entry untuk mencegah datangnya
penyakit yang berpotensi wabah melalui jemaah umrah. Selain melalui
pengamatan visual, KKP akan melaksanakan pemeriksaan suhu tubuh jemaah
umrah yang baru sampai menggunakan thermo scanner. Adapau tahap terakhir,
dalam hal jemaah umrah yang mengalami sakit setelah kepulangan dari Arab
Sadui dapat dilayani di puskesmas terdekat.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan alur model pelayanan
kesehatan umrah, sebagai berikut:
62
Gambar 3: Alur Model Pelayanan Kesehatan Umrah 1
63
Dalam Gambar 3 di atas, calon Jemaah umrah yang telah terdaftar di PPIU
harus memeriksakan kesehatan dirinya (screening) di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) yang telah ditunjuk yaitu di puskesmas atau klinik pratama
dengan pembiayaan menggunakan BPJS Kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini
dilaksanakan untuk mengetahui kondisi kesehatan calon Jemaah umrah yang akan
berangkat ke tanah suci di Arab Saudi dan akan dicatat dalam sebuah Buku
Kesehatan Jemaah Umrah (BKJU) yang akan diterbitkan FKTP tersebut dan
sebagai dasar bahwa Jemaah umrah akan dilakukan pembinaan apabila dalam
kondisi sehat atau diperoleh faktor risiko dalam kesehatannya.
Namun, apabila hasil pemeriksaan calon Jemaah umrah dinyatakan sakit
atau tidak dimungkinkan untuk berangkat maka akan diberikan rujukan untuk
diperiksa lebih lanjut di rumah sakit. Hasil pemeriksaan di rumah sakit tersebut
akan dilakukan pengobatan dan apabila dinyatakan dapat berangkat ke Arab Saudi
dengan didampingi pengobatan maka dapat dilakukan pembinaan terhadap calon
Jemaah tersebut. Pembinaan dilakukan oleh FKTP yang memeriksa kesehatan
calon Jemaah umrah saat pertama kali.
Selanjutnya kepada calon Jemaah umrah yang saat pemeriksaan pertamakali
dinyatakan sehat atau terdapat faktor risiko maka dapat dikaukan vaksinasi di
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), sebagai dasar penerbitan visa ke Arab Saudi.
Sebagai bukti telah dilakukannya vaksinasi maka KKP akan menerbitkan ICV
(International Certificate of Vaccination) dan Health Alert Card (HAC).
Paket perjalanan umrah PPIU cukup beragam. Ada beberapa PPIU yang
menawarkan paket wisata baik sebelum dan setelah melaksanakan ibadah umrah.
Sehingga, dalam perjalanan baik menuju maupun dari Arab Saudi perlu dilakukan
persiapan pelayanan kesehatan bagi Jemaah umrah yang tiba-tiba sakit dalam
perjalanan di negara transit. Berdasarkan PMA No. 18 Tahun 2015, menjadi
kewajiban PPIU untuk menyediakan tenaga kesehatan dan obat-obatan dalam
mendampingi jemaah umrah selama melaksanakan ibadah umrah. Demikian pula
ketika di Arab Saudi, tenaga kesehatan yang disediakan oleh PPIU adalah dalam
rangka mendampingi jemaah umrah apabila terjadi kesakitan. Namun, jika jemaah
umrah memerlukan perawatan selama perjalanan maka hal ini dapat di-cover oleh
asuransi yang sebelumnya telah dibayarkan calon jemaah umroh melalui PPIU
64
atau secara mandiri. Sehingga hal ini dapat melindungi jemaah umrah terhadap
kesehatannya selama perjalanan.
Setibanya jemaah umrah di tanah air, maka KKP berperan dalam
melaksanakan cegah tangkal melalui pemeriksaan jemaah umrah yang baru datang
dari Arab Saudi di debarkasi. Apabila ditemukan penyakit yang dapat
menimbulkan wabah maka dilanjutkan dengan proses karantina kesehatan oleh
KKP sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apabila ada jemaah umrah
yang sakit yang tidak menumbulkan wabah maka dapat dilanjutkan di FKTP
untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Berdasarkan draft model di atas maka dapat diuraikan lebih lanjut model
pelayanan kesehatan per lokasi pelayanan kesehatan, yaitu pelayanan kesehatan
sebelum keberangkatan, pelayanan kesehatan jemaah umrah sakit saat perjalanan,
di negara transit dan Arab Saudi serta pelayanan kesehatan jemaah umrah sakit
saat kedatangan di tanah air.
Gambar 4 Model Pelayanan Kesehatan Umrah Sebelum Keberangkatan
No Prosedur CJU PPIU FKTP FKRTL KKP
1 Pendaftaran calon jemaah umrah
2 PPIU menyarankan agar CJU
melakukan pemeriksaan kesehatan,
vaksinasi dan mengikuti pembinaan
kesehatan
3 Pemeriksaan kesehatan dasar
(screening) dan pencatatan dalam
BKJU
4 Tindak lanjut pemeriksaan kesehatan
5 Vaksinasi dan penerbitan
International Certificate of
Vaccination (ICV)
6 Manasik dan pembinaan kesehatan
(promotif): manasik kesehatan,
senam, dll
7 Berangkat ke Arab Saudi
Penyakit
Sehat
Faktor Risiko
Sehat
Pengobatan
Laik terbang
Pembinaan
bekerjasama dengan
organisasi kesehatan
haji
65
Model pelayanan kesehatan umrah sebelum keberangkatan dibagi dalam 7
(tujuh) tahapan dasar yang dilaksanakan oleh PPIU, Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama baik oleh puskesmas maupun klinik prtama, Fasilitas
Pelayanan Kesehatan tingkat Lanjut yang dilaksanakan oleh rumah sakit serta
KKP.
Selanjutnya model pelayanan kesehatan jemaah umrah sakit saat perjalanan,
di Negara transit dan Arab Saudi, berdasarkan gambar berikut,
Gambar 5 Model Pelayanan Kesehatan Jamaah Umrah Sakit Saat
Perjalanan, di Negara Transit dan Arab Saudi
No Prosedur CJU PPIU
RS Negara
Transit /
Arab Saudi
KUH /
Konjen RI
Ke/dari/di
Arab Saudi
1 Jemaah umrah sakit
2 Pemeriksaan oleh
petugas kesehatan
3 Pencatatan kesehatan
oleh petugas kesehatan
selama perjalanan
4 Laporan PPIU ke
Kantor Urusan Haji
(KUH)/ Konjen RI
5 Pendampingan
kesehatan oleh petugas
kesehatan selama
perjalanan dan di Arab
Saudi
Dari Gambar 5 di atas, terdapat 5 (lima) prosedur yang harus dilalui dalam
pelayanan kesehatan umrah dengan melibatkan PPIU, RS di Negara transit, serta
Kantor Urusan Haji atau Konjen RI.
Terakhir model pelayanan kesehatan jemaah umrah sakit saat kedatangan di
tanah air, seperti dalam gambar berikut,
Tidak dapat melanjutkan
perjalanan / meninggal
Rawat
Inap
Rawat Jalan
66
Gambar 6 Model Pelayanan Kesehatan Jamaah Umrah Sakit Saat
Kedatangan di Tanah Air
No Prosedur Jemaah
Umrah KKP
RS +
Karantina
1 Jemaah umrah sakit
2 Pemeriksaan oleh petugas
kesehatan
3 Pendampingan kesehatan
selama perjalanan
Gambar 6 diatas terdapat 3 (tiga) prosedur dalam pelayanan kesehatan
umrah saat kedatangan di tanah air dengan melibatkan KKP dan Rumah Sakit di
tanah air.
Adapun draft model pelayanan kesehatan umrah di Indonesia yang kedua
seperti tergambar di bawah ini,
Penyakit menular
potensi wabah
Penyakit
menular
67
Gambar 7: Alur Model Pelayanan Kesehatan Umrah 2
68
Berdasarkan alur model pelayanan kesehatan umrah pada gambar 4 di atas,
maka dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:
Calon Jemaah umrah yang telah terdaftar di PPIU harus memeriksakan
kesehatan dirinya (screening) di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
(FKRTL) yaitu di RSUD yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan setempat.
Pemeriksaan kesehatan ini dilaksanakan untuk mengetahui kondisi kesehatan
calon Jemaah umrah yang akan berangkat ke tanah suci di Arab Saudi dan akan
dicatat dalam sebuah Buku Kesehatan Jemaah Umrah (BKJU) yang akan
diterbitkan FKRTL tersebut dan sebagai dasar bahwa Jemaah umrah akan
dilakukan pembinaan apabila dalam kondisi sehat atau diperoleh faktor risiko
dalam kesehatannya.
Apabila hasil pemeriksaan calon Jemaah umrah dinyatakan sakit atau tidak
dimungkinkan untuk berangkat maka akan diberikan rujukan untuk diperiksa lebih
lanjut di rumah sakit berdasarkan surat rujukan dari FKTP. Pemeriksaan
kesehatan tersebut dapat menggunakan BPJS Kesehatan. Hasil pemeriksaan di
FKTP atau rumah sakit tersebut dapat dilakukan pengobatan dan apabila
dinyatakan dapat berangkat ke Arab Saudi maka dapat dilakukan pembinaan
terhadap calon Jemaah tersebut. Pembinaan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
setempat berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku di daerah tersebut.
Selain melaksanakan screening pada calon jemaah umrah, RSUD pun dapat
memberikan pelayanan vaksinasi terhadap calon jemaah yang dinyatakan sehat
atau dengan faktor risiko. Namun, ICV dan HAC tetap diterbitkan oleh pihak
berwenang yaitu KKP berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. ICV
merupakan kartu sebagai dasar diterbitkannya visa calon jemaah umrah ke Arab
Saudi.
Paket perjalanan umrah PPIU cukup beragam. Ada beberapa PPIU yang
menawarkan paket wisata baik sebelum dan setelah melaksanakan ibadah umrah.
Sehingga, dalam perjalanan baik menuju maupun dari Arab Saudi perlu dilakukan
persiapan pelayanan kesehatan bagi Jemaah umrah yang tiba-tiba sakit dalam
perjalanan di negara transit. Berdasarkan PMA No. 18 Tahun 2015, menjadi
kewajiban PPIU untuk menyediakan tenaga kesehatan dan obat-obatan dalam
mendampingi jemaah umrah selama melaksanakan ibadah umrah. Demikian pula
69
ketika di Arab Saudi, tenaga kesehatan yang disediakan oleh PPIU adalah dalam
rangka mendampingi jemaah umrah apabila terjadi kesakitan. Namun, jika jemaah
umrah memerlukan perawatan selama perjalanan maka hal ini dapat di-cover oleh
asuransi yang sebelumnya telah dibayarkan calon jemaah umroh melalui PPIU
atau secara mandiri. Sehingga hal ini dapat melindungi jemaah umrah terhadap
kesehatannya selama perjalanan.
Setibanya jemaah umrah di tanah air, maka KKP berperan dalam
melaksanakan cegah tangkal melalui pemeriksaan jemaah umrah yang baru datang
dari Arab Saudi di debarkasi. Apabila ditemukan penyakit yang dapat
menimbulkan wabah maka dilanjutkan dengan proses karantina kesehatan oleh
KKP sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apabila ada jemaah umrah
yang sakit yang tidak menumbulkan wabah maka dapat dilanjutkan di FKTP
untuk pemeriksaan lebih lanjut dengan pembiayaan dari BPJS Kesehatan atau
secara mandiri.
E. Masalah Yang Ditemui Dalam Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan
Jemaah Umrah di Indonesia
Pelayanan kesehatan umrah sebagaimana telah diuraikan di muka akan
tercapai jika jemaah umrah memenuhi prasyarat yaitu sehat (atau sakit yang
terkontrol) sebelum berangkat ke Saudi Arabia, saat dalam perjalanan pergi dan
pulang, saat beribadah, dan saat kembali ke tanah air. Berdasarkan hal tersebut,
maka pelayanan kesehatan Jemaah Umrah perlu diatur dan dibuat model
pelayanan kesehatan ke dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.
Model pelayanan kesehatan umrah ini berbasis pada tiga pilar yaitu
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan baik pada ranah kementerian kesehatan,
kementrian luar negeri dan kementrian agama. Berdasarkan hasil wawancara di
atas maka komponen-komponen hasil wawancara di atas dapat dikategorikan
kedalam pilar-pilar pelayanan kesehatan Jemaah Umrah sehingga dapat terlihat
permasalahan-permasalahan yang perlu dipecahkan sebagai berikut,
70
Tabel 26
Pilar Pelayanan Kesehatan Jemaah Umrah Dikaitkan dengan Hasil
Wawancara
No. Aspek/Fase Kesimpulan
1. Aturan/legal
Aspek yang
sdh ada
Secara khusus belum ada aspek hukum pelayanan
kesehatan umrah. PMA No.18 Tahun 2015 belum
menjabarkan secara rinci pelayanan kesehatan umrah hal
ini dikarenakan kewemangan pengaturan pelayanan
kesehatan umrah berada pada Kementerian Kesehatan.
Agar berlaku efektif, PMA No. 18 Tahun 2015 perlu
ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya peraturan Menteri
Kesehatan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
umrah.
Pembinaan
2. Pembinaan
jemaah
umrah dan
bimbingan
jamaah
umroh
Seperti halnya penyelenggaraan pelayanan kesehatan
Jemaah Haji, pembinaan dan bimbingan dalam kesehatan
Jemaah Umrah belum dapat dilaksanakan karena belum
adanya payung hukum yang jelas, berkaitan dengan
kewenangan dan penatalaksanaannya, baik di tingkat
PPIU, KKP, Dinas Kesehatan, dan Kementerian
Kesehatan.
Pelayanan
3. Layanan
dan masalah
di Arab
Saudi dan
negara
transit
Pelayanan kesehatan jemaah umrah di Arab Saudi
dilakukan di Rumah Sakit Arab Saudi, masalah kesehatan
di Arab Saudi ditangani oleh petugas Rumah Sakit
pemerintah Arab Saudi. Jika sakit ringan, bisa ditangani
oleh petugas kesehatanyang bertindak sebagai
petugaspendamping. Untuk masalah kesehatan di negara
transit belum ada mekanisme laporan serta SOP-nya.
Perlindungan
4. Pemeriksaan
kesehatan
dan masalah
Pemeriksaan kesehatan jemaah umroh belum maksimal,
hanya sebatas pemberian vaksin dan ICV. Untuk
71
No. Aspek/Fase Kesimpulan
di tanah air,
imunisasi
dan asuransi
imunisasi, jumlah jemaah yang divaksinasi lebih sedikit
dibanding jumlah jemaah yang berangkat, namun di
Kemenag tidak ada laporan KKP tentang jemaah yang
diimunisasi, juga tidak ada laporan PPIU tentang jemaah
yang diimunisasi. Namun ada yang mengatakan bahwa
jemaah disuntik atau divaksinasi untuk perlindungan
kesehatan yang dilakukan di KKP. Pemeriksaan kembali
ke tanah air di PPIU dan Kemenag tidak dilakukan, namun
di KKP dilakukan pemantauan melalui thermos scanner,
dan visual langsung di bandara. Dinkes mengatakan
bahwa pemeriksaankesehatan saat jemaah kembaliketanah
airbelum ada payung hukum, kecuali jika ada jemaah sakit
yang secara mandiri datang ke puskesmas atau rumah sakit
untuk dilayani. Untuk asuransi kesehatan (dalam dan luar
negeri) pada jemaah umroh belum ada. Masalah kesehatan
jamaah di tanah air di PPIU dan Dinkes belum pernah ada
kasus karena tidak ada laporan. Di KKP masalah
kesehatan jemaah di tanah air sebagian besar langsung
dirujuk ke RS terkait, dan di Kemenag masalah kesehatan
jamaah di tanah air tidak terjangkau kemenag, tidak
pernah dilaporkan.
5. Peran
Pemerintah
Peran pemerintah dalam umroh di PPIU yaitu harus
menyediakan pelayanan kesehatan Umrah, pihak travel
hanya bisa memfasilitasi melalui asuransi kesehatan saja.
Selain itu pemerintah memberi kemudahan dalam
perijinan dan vaksinasi. Ada wacana pelayanan kesehatan
umrah akan dilaksanakanoleh pemerintah(seperti haji).
Adanya peran KBRI Jeddah dalam penanganan jemaah
umrah yang meninggal. Ada juga yang mengatakan saat
jemaah transit di Singapore dilakukan pemeriksaan
kesehatan di bandara sebelum akhirnya terbang langsung
72
No. Aspek/Fase Kesimpulan
ke Arab Saudi. KKP berharap memiliki kewenangan yang
diatur dalam regulasi terkait pemeriksaan jemaah haji.
KKP siap dengan pemberian vaksinasi jemaah umrah,
namun ada kendala yaitu tempat pelayanan kesehatan
jemaah yang terlalu sempit sehingga butuh peningkatan
status klinik di KKP. Kanwil Kemenag secara internal saja
memberikan rekomendasi untuk mengurus perijinan
umrah di kementrian, serta MoU dengan kepolisian untuk
menjaring travel tanpa izin. PMA No. 18/2015perlu
adanya pengawasanselain sebagai pembinaan untuk
memudahkan penertiban PPIU di wilayah kerja. Dinkes
perlu payunng hukum untuk melaksanakan tugas
pelayanan kesehatan jemaah umrah. Selain itu perlu
monitoring dan evaluasi, koordinasi antara asosiasi travel
umroh untuk membina ke daerah mengenai jemaah umroh,
serta Perlu mengakomodasi data kesehatan jemaah umrah.
73
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, maka dirancang sebuah model
pelayanan kesehatan bagi jamaah umroh yang berbasis pada alur pelaksanaan
umroh mulai dari sebelum keberangkatan sampai kembali ke tanah air. Model
pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan pada instansi-instansi terkait yang
disajikan dalam bentuk matriks model pelayanan.
Kesimpulan yang dapat kami sampaikan, sebagai berikut
1. Karakteristik responden terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan,
kelompok umur 46-65 tahun, tingkat pendidikan tamat perguruan tinggi,
pekerjaan wiraswasta, kawin dan penghasilan pada kuantil 3 ( berkisar antara
5-7 juta), mempunyai asuransi, penyakit yang diderita adalah hipertensi,
diabetes mellitus dan asma, pada umumnya di vaksinasi, membawa obat
pribadi, merokok,,aktifitas fisik sedang, kebiasaan mengonsumsi buah dan
sayur, makanan manis, asin, berlemak dan minum kopi rata-rata 1-6 kali
perminggu, sedangkan bumbu penyedap ≥1 kali perhari serta jemaah yang
menggunakan masker sebanyak 18.7%.
2. Pembinaan, pelayanan dan pelindungan kesehatan jemaah umrah sebelum
berangkat, selama diperjalanan, di Arab Saudi dan setelah kembali ke
Indonesia belum dilakukan secara maksimal, yang ada hanya hanya pelayanan
vaksinasi meningitis saja. Kewajiban penyediaan tenaga kesehatan oleh PPIU
berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 18 Tahun 2015 belum terlaksana.
3. Telah di buat draft model pelayanan kesehatan Jemaah umrah meliputi
pembinaan, pelayanan dan perlindungan.
B. Rekomendasi
1. Pembinaan
Selama ini manasik yang dilakukan oleh jemaah umrah hanya manasik
umrah semata, sebaiknya ada kolaborasi antara Kementerian Agama dengan
Pusat Kesehatan Haji (dan Umrah) untuk menyusun materi manasik
74
kesehatan bersama dengan program kesehatan terkait sehingga ada standar
manasik kesehatan yang disusun kemenkes.
2. Pelayanan
a. Himbauan kepada jemaah umrah ikut asuransi perjalanan dan kematian
Beradasarkan temuan yang ada maka sudah selayaknya setiap jemaah
umrah memiliki asuransi perjalanan dan asuransi kematian sehingga setiap
risiko yang timbul dari perjalanan ibadah umrah terlindungi
b. PPIU menyampaikan skema pelayanan kesehatan, jangka panjang sesuai
PMA
Profesionalisme PPIU perlu ditingkatkan sehingga setiap PPIU dapat
menyampaikan skema pelayanan kesehatan yang diberikan kepada jemaah
umrah yang dilayani baik jangka panjang maupun jangka pendek
c. Pembicaraan dengan pemerintah Arab Saudi terkait Taklimatul Umah
Sudah saatnya dibuat MoUantara pemerintah Arab Saudi dan Indonesia
menyangkut Taklimatul umah
3. Perlindungan
a. KKP melakukan pemeriksaan ICV di embarkasi.
Untuk pengawasan yang lebih efektif Kartu ICV yang ada agar discan
di bandara keberangkatan sehingga jemaah terlindungi dari ICV palsu
b. Himbauan kepada jemaah umrah ikut BPJS dan asuransi luar negeri
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah kesehatan jemaah umrah
sangat krusial, maka setiap jemaah umrah wajib ikut asuransi kesehatan
luar negeri yang bisadigunakan di negara-negara transit saat perjalanan
umrah
4. Pengawasan
a. Penerapan aturan wajib lapor PPIU ke KUH saat pergi dan pulang
Setiap PPIU wajib melaporkan jemaah umrah ke KUH sehingga jumlah
jemaah dan PPIU yang melayani dapat terdokumentasi secara akurat
saat pergi dan saat kedatangan.
b. Dibuat sistem online pelayanan umrah
75
Sistem pelaporan PPIU ke KUH sebaiknya secara online sehingga
aspek transparansi dapat terpenuhi dan system surveillance dapat
dilakukan secara mudah dan akurat
c. KUH memberi rekomendasi
Berdasarkan audit PPIU dan system pelaporan PPIU yang baik maka
KUH dapat merekomendasi ke masyarakat PPIU mana yang
akreditasinya baik
d. PPIU wajib serahkan bank garansi
Kewajiban PPIU menyerahkan bank garansi ke KUH agar jika terjadi
sesuatu terhadap jemaah umrah yang dilayani maka dana tersebut dapat
digunakan.
e. PPIU mewajibkan asuransi kesehatan/ perjalanan dan kematian
jemaahnya
PPIU agar mewajibkan jemaahnya untuk ikut asuransi kesehatan BPJS
untuk dalam negeri dan asuransi kesehatan luar negeri pada negara-
negara transit selama perjalanan umrah. Asuransi perjalanan jika terjadi
sesuatu saat perjalanan ibadah umrah dan asuransi kematian jika terjadi
kematian keluarga jemaah tidak dibuat repot.
f. Pemerintah menerapkan sanski untuk PPIU
Sudah saatnya sanksi tegas diterapkan kepada PPIU yang tidak patuh
aturan dan merugikan jemaahnya. Peran pemerintah dalam melindungi
warga negaranya sangat penting, disamping itu kredibilitas PPIU
mencerminkan kredibilitas Indonesia di mata pemerintah Arab Saudi
dalam hal pelaksanaan jemaah umrah
g. Pemerintah menerapkan audit PPIU
Untuk menjaga profesionalitas PPIU sudah saatnya dilakukan audit
PPIU sehingga masyarakat juga ikut mengawasi keberdaan PPIU dan
memilih PPIU yang terakreditasi baik.
76
DAFTAR PUSTAKA
Ratih Oemiati dan Qomariah Alwi, Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji di
Embarkasi dan Debarkasi, Jakarta; Infomedika, 2013.
Departemen Kesehatan, Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji, 2009.
Kementerian Kesehatan RI. Pusat Kesehatan Haji, Pedoman Teknis Pemeriksaan
Kesehatan Jamaah Haji, Jakarta, 2011.
Bonita R et al. Surveillance of risk factors for non-communicable diseases: The
WHO STEPwise approach. Summary.Geneva World Health Organization,
2001
Syah, B. Non-communicable Disease Surveillance and Prevention in South-East
Asia Region, 2002
Departemen Kesehatan, Riset Kesehatan Dasar 2007, Jakarta, 2008
CDC. State – Specific Trend in Self Report 3d Blood Pressure Screening and High
Blood Pressure – United States, 1991 – 1999. 2002. MMWR, 51 (21) : 456.
CDC. State-Specific Mortality from Stroke and Distribution of Place of Death
United States, 2002. MMWR, 51 (20), : 429
Iwan Ariawan, Besar dan metode pada penelitian kesehatan. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.Jurusan Biostatistik dan Kependudukan
FKMUI, tahun 2000
Kementrian Kesehatan, Petunjuk Teknis Deteksi Dini Faktor Risiko PTM pada
Jamaah Haji, Jakarta; Kementrian Kesehatan, 2013.
Kementerian Kesehatan, Petunjuk teknis pelayanan kesehatan jemaah Haji,
Jakarta,2009
Rustika,dkk. Laporan Analisis kebijakan Umrah di Indonesia, 2014
Rustika,dkk. Laporan Analisis data kebijakan Penyelenggaraan pelayanan dan
perlindungan Kesehatan umrah selama perjalanan, di arab Saudi dan
perjalanan pulang. 2015
77
LAMPIRAN 1
MATRIKS PENGUMPULAN DATA
Dari beberapa propinsi yang telah diteliti, yaitu: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,Medan, NTB, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Aceh, Jawa Timur dan Makassar, didapatkan hasil kesimpulan dari beberapa pertanyaan seperti yang dijelaskan
pada tabel berikut:
Pertanyaan Kesimpulan
KKP PPIU Dinkes Kanwil Kemenag
Aturan/legal Aspek
yang sdh ada
Aturan/legal aspek pada
tiap Provinsi yang
dibutuhkan yaitu payung
hukum berupa Permenkes
tentang pelayanan
kesehatan umrah untuk
pemberian vaksinasi
berdasarkan tupoksi, selain
itu perlu ditambahkan
MoU dengan Kemenag
dan Dinkes
Kabupaten/Kota.
Sebagian besar Belum ada
sosialisasi PMA No. 18
Tahun 2015. Selain itu,
Proses perijinan PPIU,
sebelumnya selama 3 tahun
terakhir menumpang pada
PPIU lain, dan ada yang
Sudah berijin selama 5
tahun.
Belum ada payung hukum,
sehingga perlu ada payung
hukum berupa kepmen
yang baru yang mengatur
tentang kesehatan umrah.
PMA No. 18 Tahun 2015
dari Kemenag, namun
Regulasi terkait
pelayanan kesehatan
umrah belum jelas.
Belum ada legalitas
formal untuk umroh
sekalipun sudah ada
PMA 75 namun tidak
punya gigi.
Pemeriksaan
kesehatan umroh
Pemeriksaan kesehatan
untuk jemaah umrah
sebagian besar provinsi
hanya sebatas pemberian
vaksin dan ICV , hanya
sedkit yang sebelum di
Sebagian mengatakan tidak
ada pemeriksaan kesehatan,
namun ada dokter
pendamping, dan obat-
obatan dibawa pemilik
travelpada Jemaah satu
Tidak ada, secara umum
dikoordinasikan oleh KKP,
Dinkes dan AkHI.
Tidak ada koordinasi
(kecuali Jabar sdh ada
koordinasi antara
kemenag dan dinkes)
Antara dinkes dan
kemenag tentang umroh.
78
Pertanyaan Kesimpulan
KKP PPIU Dinkes Kanwil Kemenag
beri vaksin dan ICV
dilakukan lerlebih dahulu
pemeriksaan kesehatan
sederhana , selain itu
dtambahkan MoU dengan
Kemenag dilakukan di
KKP untuk mendukung
pemeriksaan kesehatan
jemaah umrah. KKP NTB
melakukan terobosan
dengan kebijakan
menempatkan pelayanan
lebih dekat dengan
masyarakat melalui MoU
dengan Dinas Kab/Kota.
minggu sebelum
keberangkatan, selain itu
Disarankan KKP
melaksanakan pemeriksaan
rutin dan pemeriksaan
kehamilan untuk jemaah
umrah,Pemeriksaan
kesehatan dilakukan
bersamaan dengan vaksin di
KKP, bila dinyatakan sakit
maka tidak bisa
diberangkatkan, harus
diobati dulu sampai
dinyatakan sembuh. Yang
lainnya mengatakan bahwa
sudah ada PMK dari
Kemenag, namun tidak ada
standar resmi dari daerah
yang ada hanya himbauan
dari kanwil kemenag yaitu
travel hanya boleh
memberangkatkan jemaah
dengan biaya perjalanan
semurah-murahnya 20 juta,
sertaPMA.18 tahun 2015.
Belum di oprasional di
daerah.
ada yang mengatakan
tidak ada, bukan tupoksi ,
serta Perlu dapat
dilakukan sesudah
vaksinasi di poliklinik.
79
Pertanyaan Kesimpulan
KKP PPIU Dinkes Kanwil Kemenag
Imunisasi Imunisasi berupa
pemberian vaksin
diberikan untuk jemaah
umrah,selain itu demi
keterjangkauan pelayanan
imunisasi untuk jemaah
umrah yang jauh dari
lokasi imunisasi, selain itu
jumlah jemaah yang
divaksinasi lebih sedikit
dibanding jumlah jemaah
yang berangkat.
Mewajibkan jemaah umrah
untuk mendapatkan vaksin
meningitis secara legal
(kartu kuning harus asli) dan
di dampingi oleh KKP,
jemaah umrah yang akan di
vaksin di lakukan
pemeriksaan kesehatan
terlebih daluhu ke KKP, jika
jemaah mempunyai riwayat
penyakit sebelumnya harus
membawa surat
rekomendasi dari dokter
yang merawat dan
kelayakan penerbangan.
Akan tetapi tidak
diharuskan untuk
memeriksakan kesehatan di
KKP, hanya sebagai syarat
untuk mendapatkan visa.
Selain itu, sebagian
mengatkaan sudah
melakukan kerjasama
dengan AKHI dan
puskesmas.
Imunisasi dikoordinasi
langsung oleh KKP. Ada
Mou Oleh KKP Dengan
Masing-Masing Dinkes
Kab/Kota agar mudah di
jangkau oleh masyarakat,
sebagai perpanjangan
tangan dari KKP
Tidak ada laporan KKP
tentang Jemaah yang
diimunisasi, juga tidak
ada laporan PPIU tentang
jemaahnya. Ada yang
mengatakan bukan
tupoksi, jemaah disuntik
atau divaksinasi untuk
perlindungan di KKP.
Pembinaan Jamaah
Umroh
Pembinaan jemaah umrah
sebagian besar tidak ada,
Sebagian mengatakan Tidak
ada pembinaan jemaah
Sebagian mengatakan
belum ada pembinaan
Bimbingan teknis
berdasarkan regulasi.
80
Pertanyaan Kesimpulan
KKP PPIU Dinkes Kanwil Kemenag
hanya pelaksanaan
kegiatan pemberian
vaksinasi saja. hanya
sedikit yang melakukan
pembinaan kepada jemaah
umrah, akan tetapi masih
sebatas sosialisasi untuk
mencegah miningitis dan
tidak dilakukan secara
rutin, tergantung anggaran
yang ada serta melakukan
upaya pendekatan pada
biro-biro perjalanan pada
saat jemaah manasik
ibadah haji.
umrah baik dari travel
maupun dinkes, ada yang
mengatakan tidak ada
pembinaan oleh Kemenag,
Kalaupun ada koordinasi
lebih formalitas
administrative saja. Adapun
yang mengatakan ada
pembinaan keagamaan,
serta ada yang mengatakan
pembinaan jemaah umrah
dilakukan di KKP sebagai
syarat untuk mndapatkan
visa.
jemaah umrah. Ada yang
mengatakan bukan tupoksi,
secara informal dilakukan
di AKHI. ada SE dari
P2PL yang memantau
kepulangan jemaah umroh.
Pembinaan pada jemaah
umroh hanya sebatas
perizinan pada pihak
travelyang mengharuskan
menjadi Biro perjalanan
wisata. setelah 2 tahun
baru boleh mendapat izin
travel umroh, dengan
disertai akte notaries jika
merupakan cabang dari
Pusat. selain itu
Koordinasi dan turun
lapangan untuk cek
kesesuaian ketentuan dan
kesiapan PPIU, serta
bekerjasama dengan
AKHI.
Layanan kesehatan
di Saudi Arabia
Layananan kesehatan di
Saudi Arabiah sebagian
besar tidak ada . Hanya
sedikit yang mengatakan
tidak tahu dan bukan
tupoksi, serta Belum ada
system, Kecuali ada
laporan dari Maskapai bila
Jemaah yang sakit akan
dirujuk ke RS Pemerintah
Arab Saudi untuk
mendapatkan pelayanan
kesehatan gratis, jika hanya
sebatas sakit ringan
ditangani melalui pemberian
obat-obatan oleh pihak
Sebagian besar
mengatkaan tidak tahu. ada
yang mengatakan tidak ada
unit khusus, dan Umroh
pastinya lebih sedikit
dilayani dibandingkan
dengan layanan jemaah
haji.
Dilaksanakan oleh
Pemerintah Arab Saudi.
ada yang mengatakan
Tidak tahu, tidak pernah
ada laporan, semua travel
mengcover asuransi
jemaah umrohnya, bila
sakit ditangani mereka
81
Pertanyaan Kesimpulan
KKP PPIU Dinkes Kanwil Kemenag
ada kasus di daerah transit. travel. sendiri, serta Tidak
terjangkau kemenag.
Masalah kesehatan
di Saudi Arabia
Sebagian besar tidak tahu
Masalah kesehatan di
Saudi Arabia, sebagian
mengatakan tidak ada
laporan dan bukan tupoksi.
Masalah kesehatan di saudi
arabia ditangani petugas
Rumah Sakit pemerintah
arab saudi. Jika sakit ringan,
bisa di tangani oleh petugas
kesehatanyang
mendampingi.Semua
pelayanan kesehatan di
layani gratis oleh Rumah
Sakit pemerintah arab saudi.
Jemaah umroh yang
meninggal pihak travel
lapor ke muassasah, dan
dinas kesehatan arab Saudi
akan mengurus semuanya.
Travel mengurus COD nya
untuk asuransi .
Tidak ada laporan
mengenai masalah
kesehtan di Saudi Arabia,
ada yang mengatakan tidak
tahu.
Tidak ada laporan
masalah kesehatan pada
jemaah umroh. Lainnya
mengatakan tidak tahu,
serta Sesuai dengan PMA
No. 18 Tahun 2015
pelayanan kesehatan di
Arab Saudi berdasarkan
peraturan Pemerintah
Arab Saudi, adapun yang
mengatakan ditemukan
masalah kesehatan
jemaah umrah di Saudi
Arabia maka diurus oleh
kedutaan seluruh
biayanya sampai
pemulangan.
Masalah kesehatan
di transit
Masalah kesehatan di
transit. Sebagian
mengatakan tidak ada
laporan, belum ada laporan
kasus yang ditemukan
serta bukan tupoksi.
Sebagain besar mengatakan
bahwa untuk masalah
kesehatan di transit Belum
pernah ada kasus. Jika ada
jemaah yang sakit ditangani
langsung oleh RS Arab
Saudi, pihak travel
mengurus semua
Tidak ada masalah
kesehatan di transit. ada
yang mengatakan tidak
tahu, dan Tidak ada
komunikasi antara KKP
dan kanwil dengan Dinkes
provinsi.
Tidak terlaporkan
mengenai masalah
kesehatan di transit, dan
yang lainnya mengatkaan
bukan tupoksi, tidak
tahu, dan tidak
terjangkau Kemenag.
82
Pertanyaan Kesimpulan
KKP PPIU Dinkes Kanwil Kemenag
transportasinya. Ada yang
mengatakan ada, masalah
tersebut ditangani melalui
dana asuransi.
Peran pemerintah
dalam umroh
Peran pemerintah dalam
umrah ini KKP berharap
memiliki kewenangan
yang diatur dalam regulasi
terkait pemeriksaan
jemaah haji. KKP Siap
dengan pemberian
vaksinasi jemaah umrah,
namun ada kendala tempat
pelayanan jemaah yang
terlalu sempit sehingga
butuh perhatian status
klinik di KKP . Salah
satu KKP NTB melakukan
terobosan dengan
kebijakan menempatkan
pelayanan lebih dekat
dengan masyarakat
melalui MoU dengan
Dinas Kab/Kota.
Seharusnya pemerintah
memberlakukan
pemeriksaan kesehatan
Pemerintah harus
menyediakan pelayanan
kesehatan Umrah, pihak
travel hanya bisa
memfasilitasi melalui
asuransi. Selain itu
pemerintah memberi
kemudahan dalam perijinan
dan vaksinasi. ada peraturan
untuk kesehatan umrah akan
siap dilaksanakan
pemerintah. Adanya peran
KBRI Jeddah dalam
penanganan jemaah umrah
yang meninggal. Adapun
yang mengatakan saat
jemaah transit di singapore
sebelum akhirnya
diterbangkan langsung ke
Saudi Arabiah, di lakukan
pemeriksaan di bandara.
Pemeriksaan tersebut
sangat ketat dengan termal
Dinkes perlu payunng
hukum
untukmelaksanakantugasp
elayanankesehatanjemaahu
mrah. Selain itu perlu
Monitoring dan evaluasi,
koordinasi antara asosiasi
travel umroh untuk
membina ke daerah
mengenai jemaah umroh,
serta Perlumengakomodasi
data
kesehatanJemaahumrah
Kanwil secara internal
saja memberikan
rekomendasi untuk
mengurus perijinan di
kemenag, serta MoU
dengan kepolisian, untuk
menjaring travel tanpa
izin. PMA No.
18/2015perlu menjadi
pengawas selain sebagai
pembinaan juga perlu
untuk memudahkan
penertiban PPIU di
wilayah kerja.
83
Pertanyaan Kesimpulan
KKP PPIU Dinkes Kanwil Kemenag
jemaah umrah sama
dengan haji reguler.
scanner sehingga dapat
terdeteksi jika ada suspect
Mers-COV.
Bimbingan jamaah
umroh
Sebagaian besar
mengatakan Bimbingan
jemaah umrah belum
maksimal diserahkan ke
AKHI. Ada yang
mengatakan bukan tupoksi
dan ada yang mengatakan
belum pernah dilakukan
bimbingan jemaah umrah,
sehingga perlu diadakan
sosialisasi mengenai
keadaan Arab Saudi terkait
hal-hal yang perlu
dihindari.
Tidak ada, kecuali saat
manasik dan di Arab Saudi.
Banyak dikerjakan mandiri
dan bekerjasama dengan
provier. Bimbingan melalui
manasik dan pertemuan
(silaturahmi) setiap tahun
untuk evaluasi dan 5 tahun
sekali untuk pertemuan
akbar (jemaah umrah dan
haji).
Bimbingan jemaah umrah
Sebagian besar
mengatakan bukan tupoksi.
ada yang mengatakan
Tidak ada (dilakukan
sendiri-sendiri).
Bimbingan jemaah
umrah mnjadi urusan
pihak travel , selain itu
Melaksanakan sesuai
tuposki, menyediakan
pembimbing dan
manasik kesehatan
bekerjasama dengan
Dinkes dan akhi,
Lainnya mengatakan
belum ada, sebatas
sosialisasi perizinan
travel umroh, dan
mendorong untuk
membuka sendiri bukan
cabang dari Pusat.
Pemeriksaan
kembali ke tanah air
Pemeriksaan kembali ke
tanah air sebagian besar
yaitu pemeriksaan khusus
berupa Pemantauan
melalui thermos scanner,
dan visual langsung di
Bandara.
Sebagian besar mengatakan
tidak ada pemeriksaan.
Pendampingadajika Jemaah
melebihi 100 orang.
Bimbingan kesehatan
diberikan oleh dokter yang
bekerjasama dengan travel
dan dinas kesehatan, tetapi
Belum ada payung hukum,
kecuali jika ada jemaah
sakit secara mandiri datang
ke puskesmas atau rumah
sakit. lainnya mengatakan
Tergantung ada atau
tidaknya keluhan, dan ada
yang bersifat himbauan
Belum ada Pemeriksaan
kembali ke tanah air,
lainnya mengatakan
Bukan tupoksi, belum
tahu, dan tidak
terjangkau ke Kemenag.
84
Pertanyaan Kesimpulan
KKP PPIU Dinkes Kanwil Kemenag
belum melibatkan KKP. dari P2P untuk melakukan
perubahan reemerdiseas
bila menemukan jemaah
baru pulang umroh.
Asuransi (kesehatan,
perjalanan,
kecelakaan)
Sebagian besar tidak tahu
asuransi (kesehatan,
perjalanan, dan
kecelakaan), namun ada
yang mengatakan bahwa
itu merupakan kerjasama
antara travel dengan
penerbangan.
Sebagain mengatakan tidak
ada asuransi, ada yang
mengatakan ada asuransi
untuk all risk, ada yang
tidak tahu, yang penting
semuanya terjamin dan
tertangani, serta Opsi
diserahkan kepada Jemaah,
Harga umrah tidak termasuk
asuransi. Selain itu, ada
Asuransi Yang dicover
untuk kecelakaan dan
kesehatan 1 bulan setelah
pulang umroh.
Tidak tahu asuransinya. Belum ada asuransi,
lainnya mengatakan
Sesuai dengan PMA No.
18/2015, dan Ada
kerjasama travel dengan
asuransi.
Masalah kesehatan
jamaah di tanah air
Masalah kesehatan jemaah
di tanah air sebagian besar
langsung dirujuk ke RS
terkait. Ada yang
melaporkan ke Dinas
Kesehatan Kab/Kota
sesuai wilayah masing-
masing, ada yang pada
tahun 2015-2016
Belum pernah ada kasus dan
tidak ada laporan.
Belum pernah ada kasus,
tidak ada laporan serta ada
yang mengatakan Pernah
ada kasus, tapi lupa.
Masalah kesehatan
jamaah di tanah airTidak
terjangkau kemenag,
tidak pernah dilaporkan.
lainnya mengatakan
bukan tupoksi, dan tidak
tahu.
85
Pertanyaan Kesimpulan
KKP PPIU Dinkes Kanwil Kemenag
menemukan suspect Mers-
Cov 3 orang yang berasal
dari penerbangan, serta
ada yang tidak ada
laporan.
Usulan untuk model
layanan umroh
Usulan untuk model
pelayanan umrah, KKP
perlu payung hukum dan
penambahan SDM dalam
pelayanan kesehatan.
Setiap embarkasi memiliki
poliklinik selain pelayanan
kesehatan juga sebagai
pendamping ICV yang
menjadi tanggung jawab
KKP . selain itu sebaiknya
dibuat evidence base yang
lengkap dan sama antara
data pemberian vaksin di
KKP dengan data jumlah
jemaah di Kanwil Agama
dan perlu sosialisasi yang
kuat dalam pemeriksaan
kesehatan jemaah umrah
tentang pentingnya ICV.
Perlu aturan untuk
mendukung adanya
pelayanan kesehatan di
PPIU, Perlu aturan yang
bisa menjegal travel yang
tidak berijin, Pihak travel
harusnya hanya bisa
menyediakan asuransi saja,
pelayanan kesehatan umrah
harus ditata.
Sebaiknya dilakukan
pemeriksaan sama dengan
jemaah haji. Payung hukum
harus di buat dari Pusat,
perizinan sebaiknya dari
pusat, namun jika membuat
cabang di daerah seharusnya
mengikuti peraturan
didaerah, sehingga bisa
lebih diawasi tidak
menunggu laporan
masyarakat.
Vaksinasi perlu melibatkan
Dinkes/tingkat kabupaten .
Siap untuk memberikan
pelayanan kesehatan
seperti penanganan
kesehatan haji, diperkuat
dengan payung hukum.
Integrasi sistem informasi
kesehatan jemaah umroh
melalui bridging system.
selain itu
Disesuaikandengan model
pelayanankesehatan haji,
Perluadaeviden based
reemerging diseases
angkakesakitandankematia
nsehinggadapatdiantisipasi
program apa yang
dibutuhkan, Dinkes
dilibatkan sejak awal untuk
mendapatkan laporan
jumlah jemaah dsb baik
Ada berbagai macam
usulan untuk model
layanan umrah, yaitu
Memaksimalkan
pembinaan dengan
penyediaan posko di
bandara, Perlu adanya
tembusan laporan
pelaksanaan umrah dari
PPIU yang selama ini
langsung ke Dirjen Pusat,
Perlu ditertibkan
pemberian ICV berkaitan
dengan kasus ICV palsu,
Adanya koordinasi travel
dengan kanwil kemenag,
Koordinasi pemerintah
daerah, izin pusat
tembuskan ke provinsi,
KKP. Perlu
dikembangkan
pemantauan travel-travel
86
Pertanyaan Kesimpulan
KKP PPIU Dinkes Kanwil Kemenag
Pihak Kemenag seharusnya
membuka inisiatif untuk
membuka keluhan
masyarakat menganai
layanan umroh.
Peranan ASOSIASI
harusnya juga ada didaerah
sehingga dapat melakukan
pembinaan, serta
Kementrian kesehatan perlu
adanya regulasi
pemeriksaan kesehatan
jamaah umroh mulai dari
puskesmas sampai tingkat
kabupaten agar travel tidak
repot.
dari KKP maupun PPIU,
serta harusnya peraturan
yang menyebutkan tidak
boleh menerima jamaah
umroh kalo tidak ada
rekomendasi dari
kabupaten.
liar, serta adanya
integrasi sistem
informasi jemaah umrah.
-
87
LAMPIRAN 2
MATRIKS MODEL PELAYANAN KESEHATAN JAMAAH UMROH BERDASARKAN
PELAYANAN, PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN
1. ASPEK PELAYANAN MODEL KESEHATAN UMROH
Alur Jamaah Promotif Preventif Kuratif Rehabilitatif Ket Lokasi
PPIU - Komunikasi
- Informasi
- Edukasi
- Pemeriksaan dasar
- Tindak lanjut hasil pemeriksaan,
perlu kuratif atau bisa lanjut ke
embarkasi
Keputusan Risiko tinggi atau
tidak
- Puskesmas
Klinik
Pratama
Embarkasi - Komunikasi
- Informasi
Edukasi
- Mengeluarkan International
Certificate of Vaccination (ICV)
bagi jemaah yang sudah melakukan
pemeriksaan dasar dan vaksinasi.
- ICV diberikan kepada Jemaah
umroh yang terdaftar berangkat
pada tahun berjalan.
- Kepala kesehatan pelabuhan
bertanggungjawab atas penetapan
kelaikan terbang Jemaah umroh
berdasarkan hasil pemeriksaan
kesehatan.
Kegiatan rujukan bagi jemaah
umroh yang mempunyai RISTI,
PTM terkontrol, pelayanan
kesehatan Penyakit Menular
(PM)
- KKP
Negara
Transit
- - -Pelayanan rawat inap dan jalan
menggunakan asuransi
internasional yang telah
dibayar di indonesia
- Pelayaan kesehatan
- Nakes PPIU
88
Alur Jamaah Promotif Preventif Kuratif Rehabilitatif Ket Lokasi
penerbangan jika ada wabah
di KKP setempat.
Negara
Tujuan (Arab
Saudi)
- - - Pelayanan rawat inap dan
jalan menggunakan asuransi
internasional.
- Pelayanan
Kesehatan
Arab Saudi
Debarkasi - - - KKP
Komunitas - - - Jemaah umroh yang sakit
wajib lapor ke tempat
pelayanan kesehatan setempat
- Dinkes/
Puskesmas
89
2. ASPEK PEMBINAAN MODEL KESEHATAN UMROH
Kemenke
s/ Dinkes/
Puskesma
s
Kemenag/
Kanwil
Kemenkes/
KKP
PPIU Masyarakat Kemenlu/ KBRI Arab Saudi/
Dubes
Harmonisasi
Regulasi,
bedah
regulasi,
contoh
antara PMK
dan PMA
PMK
15/2016
PMA 18/2015 - UU no
2/1962
- PM
K tentang
Vaksinasi
Izin
PMA 18/2015
pasal 5
UU 13/2008
haji umroh
UU No. 39 /1999
Tentang
HAM (TKI mekanisme
perlindungan warga
NKRI)
Persyaratan
visa diatur
dalam PMA
18/2015 pasal
18 ayat 3
Implementa
si Program
Istitha’ah
kesehatan
Penyelenggaraa
n Perjalanan
Ibadah Umrah
tentang
pembinaan
pada pasal 23 :
a. Pembinaan
dilakukan
oleh direktur
jendral dan
kepala
kanwil
b. Pembinaan
meliputi
- Karantina
Udara
- Pemberian
Sertifikat
Vaksinasi
Internasion
al (ICV)
Izin
operasional
sebagai PPIU
:
1. pemilik
dalam akta
perusahaan,
Warga
Negara
Indonesia
yang
beragama
Islam dan
tidak
sebagai
Penyelenggaraa
n ibadah haji
dan umrahpasal
29 :
a. Mekanisme
dan prosedur
Pembinaan
Ibadah Haji
b. Pedoman
pembinaan,
tuntunan
manasik, dan
panduan
perjalanan
Ibadah Haji.
perlindungan HAM
termasukbidangkesehat
an
1. Memiliki
izin
operasional
yang masih
berlaku;
2. Memiliki
kontrak kerja
sama yang
telah
ditandatangani
oleh pimpinan
perusahaan
layanan umrah
di Arab Saudi
dan PPIU
90
Kemenke
s/ Dinkes/
Puskesma
s
Kemenag/
Kanwil
Kemenkes/
KKP
PPIU Masyarakat Kemenlu/ KBRI Arab Saudi/
Dubes
kebijakan
penyelengga
raan umrah
dan
akreditasi
c. pembinaan
meliputi
penyuluhan
dan
bimbingan
teknis
operasional
PPIU
pemilik
PPIU lain.
2. memiki izin
usaha biro
perjalanan
wisata dari
dinas
pariwisata
setempat
yang sudah
beroperasi
paling
singkat 2
(dua) tahun.
3. memiliki
surat
keterangan
domisili
perusahaan
dari
pemerintah
daerah
setempat
yang masih
berlaku.
yang telah
disahkan oleh
notaris
3. Memiliki
sertifikat
International
Air Transport
Association
(IATA)
4. Memiliki
rekomendasi
dari Asosiasi
Penyelenggara
Umrah
5. Memiliki
kemampuan
finansial yang
dibuktikan
dengan
laporan
keuangan
yang telah di
audit oleh
akuntan publik
6. Memiliki
91
Kemenke
s/ Dinkes/
Puskesma
s
Kemenag/
Kanwil
Kemenkes/
KKP
PPIU Masyarakat Kemenlu/ KBRI Arab Saudi/
Dubes
4. memiliki
surat
rekomenda
si asli dari
instansi
pemerintah
daerah
provinsi
dan/atau
kabupaten/
kota
setempat
yang
membidan
gi
pariwisata
yang masih
berlaku.
5. menyerahk
an jaminan
dalam
bentuk
bank
garansi atas
nama Biro
komitmen
mentaati
peraturan
perundang-
undangan
yang
dibuktikan
dengan surat
pernyataan/pa
kta integritas.
92
Kemenke
s/ Dinkes/
Puskesma
s
Kemenag/
Kanwil
Kemenkes/
KKP
PPIU Masyarakat Kemenlu/ KBRI Arab Saudi/
Dubes
Perjalanan
Wisata,
yang
diterbitkan
oleh Bank
Syariah
dan/atau
Bank
Umum
Nasional
disertai
surat kuasa
pencairan
yang
ditujukan
dan
ditetapkan
oleh
Direktur
Jenderal.
93
3. ASPEK PERLINDUNGAN MODEL KESEHATAN UMROH
Alur
Jamaah
Kemenkes/
Dinkes/
Puskesmas
Kemenag/ Kanwil Kemenkes/
KKP
PPIU Masyarakat Nakes Kemenlu/
KBRI
Arab
Saudi/
Dubes
Kendali
Individu dari individu
terkait asuransi
asuransi jiwa,
kesehatan, dan
kecelakaan
asuransi
jiwa,
kesehatan,
dan
kecelakaan
Institusi maksudnya
kewenangan
institusi ini
terhadap
perlindungan
jamaah itu apa
PPIU : pengurusan
dokumen Jemaah
yang hilang selama
perjalanan ibadah
dan pengurusan
Jemaah yang
meninggal sebelum
tiba kembali di
tempat domisili.
Sistem umroh ini harus
diendorse pada
level kebijakan
apa, apakah
PM, atau
perpres
Pelayanan
perlindungan
Jemaah Umrah dan
petugas umrah
yang diatur dalam
PMA 18/2015
94
LAMPIRAN 3
RESUME PENGUMPULAN DATA SISTEM PELAYANAN KESEHATAN UMRAH
PROGRAM/
KEGIATAN
TEMUAN
REKOMENDASI Fakta Regulasi/NSPK
Tempat
layanan SDM Biaya
1. PERLINDUNGAN
a. Vaksinasi meningitis • Banyak Jemaah
umrah yg tidak
divaksinasi
• Kartu ICV tdk
diperiksa, baik di
embarkasi maupun
di debarkasi
• Permenkes No.58/2013; kewajiban
vaksinasi untuk setiap orang yang
akan melakukan perjalanan
internasional dari dan kenegara
terjangkit dan/atau endemis
penyakit menular tertentu dan/atau
atas permintaan Negara tujuan,
dilakukan di KKP
• PMA No.18/2015, jamaah umrah
wajib vaksinasi
• Di KKP/
Embarkasi
• Dokter KKP • Rp. 305.000
langsungdibayar
jamaah
• KKP melakukan
pemeriksaan ICV di
embarkasi
b. Asuransi kesehatan,
kecelakaan, kematian • Sebagian besar
jemaah umrah tidak
punya asuransi
• PPIU tidak
mengasuransi-
kanjamaah
• PMA No.18/2015, PPIU wajib
member perlindungan jamaah dlm
hal asuransi jiwa, kesehatan dan
kecelakaan, pengurusan dokumen
hilang dan Jemaah yang
meninggal
• Dokter KKP • Rp. 305.000
langsungdibayarj
amaah
• Anjuran kepada
Jemaah umrah
untuk ikut asuransi
atau BPJS
2. PEMBINAAN KES
a. Pemeriksaan
kesehatan di tanah air,
sebagai upaya deteksi
• PPIU tdk
mewajibkan jemaah
utk lakukan
• Anjuran kepada
Jemaah umrah
untuk ikut asuransi
95
PROGRAM/
KEGIATAN
TEMUAN
REKOMENDASI Fakta Regulasi/NSPK
Tempat
layanan SDM Biaya
dini/skrining factor
risiko kesehatan
pemeriksaan
• PPIU tdk
memfasilitasi dan
melakukan
pemeriksaan
kesehatan
• Beberapa jemaah
umrah melakukan
pemeriksaan
kesehatan sesuai
penyakit yang
dideriita
• PPIU
hanyamenganjurkan
msg2
jemaahbawaobat
masing2.
atau BPJS
b. Penyiapan kesehatan
jemaah • PPIU tdk melakukan
pembinaan
kesehatan
• Informasi/ promkes
hanya sedikit yg
diselipkan pada saat
manasik
• Kemenkes
menyusun materi
manasik kesehatan
atau
memasukkanmateri
kesehatan dalam
manasik haji/umrah
1. PELAYANAN KES
a. Pelayanan kesehatan • PPIU tdk • PMA No.18/2015, PPIU wajib
96
PROGRAM/
KEGIATAN
TEMUAN
REKOMENDASI Fakta Regulasi/NSPK
Tempat
layanan SDM Biaya
di perjalanan (pesawat
udara)
memberikan yankes
di perjalanan
• Hanya sedikit sekali
PPIU yang sediakan
tenaga kes.
menyediakan petugas kesehatan
dan obat-obatan
b. Pelayanan kesehatan
di Arab Saudi (AS) • PPIU ada yg
menyediakan tenaga
kes
• PPIU ada yg
mendayagunakan
jemaah yg kebetulan
nakes
• PPIU ada yg
bekerjasama dg
yankes di AS
• PPIU berpendapat
pelayanankes di AS
tanggungjawabmu’a
sasah
• PMA No.18/2015, PPIU wajib
menyediakan petugas kesehatan
dan obat-obatan
• Taklimatul haj/ umrah
• Di
rombongan
/
pemondok
an
• RS Arab
Saudi
• Direkrut oleh
PPIU
• Pemanfaatan
Jemaah
• Ditangani
muthowif
• Dokter RS
Arab Saudi
• Include BPU
• Masing-masing
• Informasi dari
KUH, jemaah
yang
terlantardan
dirawat di
RSAS,
jemaahwajib
membayar
tinggi
• Dalam jangka
pendek, PPIU
menyampaikan
skema pelayanan
kesehatan
jemaahnya kepada
pemerintah, dan
jangka panjang
sesuai dengan PMA
• Pembicaraandengan
Arab Saudi terkait
taklimatul
haj/umrah
c. Pelayanan kesehatan
di negara transit • Adanya Jemaah
umrah yang terlantar
dan dirawat di
negara transit
• PMA No.18/2015, PPIU wajib
sediakan petugas kesehatan dan
obat-obatan
• Asuransi
kesehatan/kematian
bagi Jemaah umrah
3. PENGAWASAN
a. Ketersediaan data
PPIU dan jemaah • KUH tdk
mempunyai data
• PMA No.18/2015, PPIU wajib
membuat laporan penyelenggaraan
• Penerapan aturan
wajib lapor PPIU
97
PROGRAM/
KEGIATAN
TEMUAN
REKOMENDASI Fakta Regulasi/NSPK
Tempat
layanan SDM Biaya
umrah PPIU dan jemaah
umrah
• Konjen negara lain
juga tdk mempunyai
data PPIU dan
jemaah
• Data jemaah
diperoleh dari Arab
Saudi berdasarkan
visa yg dikeluarkan
perjalanan umrah, meliputi
rencana perjalanan,
pemberangkatan dan pemulangan
kepemerintahmelalu
i KUH
• Dibuat system
online yang
memudahkanpendat
aan Jemaah umrah
b. Pelaporan jemaah
sakit/ meninggal ke
KUH di Arab Saudi
(AS)
• PPIU sedikit sekali
yang melapor ke
KUH
• PPIU tidak
memberikan bank
garansi ke KUH
• Banyaknya kasus
jemaah umrah
terlantar sakit dan
meninggal yang
ditinggal PPIU
• PMA No.18/2015, PPIU wajib
membuat laporan penyelengga-
raan perjalanan umrah, meliputi
rencana perjalanan, pemberangkat-
an dan pemulangan
• Jemaah
dirawat di
RS Arab
Saudi
• Tidak ada
tenagadari
PPIU yang
memantau
• Dibebankan
kepada jemaah,
yang pada
akhirnyamenjadi
beban
pemerintah
• Wajib lapor PPIU
ke KUH pada saat
dating dan pulang
• KUH memberikan
rekomendasimutho
wwif yang bias
direkrut PPIU
• PPIU wajib
serahkan bank
garansi ke KUH
• PPIU asuransi-kan
jemaahnya
c. Pengawasan dan
pengendalian PPIU
yang menelantarkan
Jemaah sakit di Arab
• Belum ada
mekanisme
pengawasan dan
pengendalian PPIU
• PMA No.18/2015, DirjenPHU
melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap rencana
perjalanan, operasional pelayanan
• Tenaga
terbatas, tidak
ada
tenagakhusus
• Pemerintah
menerapkan sanksi
tegas kepada PPIU
yang menelantarkan
98
PROGRAM/
KEGIATAN
TEMUAN
REKOMENDASI Fakta Regulasi/NSPK
Tempat
layanan SDM Biaya
Saudi secara jelas
• Belum ada sanksi
tegas terhadap PPIU
yang ‘nakal’
• PPIU tidak
memberikan
pelaporan, termasuk
Jemaah sakit atau
meninggal
Jemaah dan ketaatan terhadap
perraturan perundangan
Jemaah umrah