Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 1
MODUL I
PREPARASI SAMPEL
1.1 Mounting
1.1.1 Tujuan
Proses ini bertujuan untuk menempatkan sampel pada suatu media, yang
berguna untuk memudahkan penanganan sampel yang berukuran kecil dan tidak
beraturan tanpa harus merusak sampel.
1.1.2 Dasar Teori
Mounting adalah teknik untuk mengubah dimensi sampel dengan cara
menanamnya pada suatu polimer. Sampel yang perlu di-mounting adalah yang
berukuran kecil atau yang tidak mampu berdiri tegak, jadi mounting bertujuan
memudahkan penanganan selama preparasi maupun pengamatan dalam uji
metalografi [2]
.
Untuk jenis spesimen yang ukurannya relatif kecil dan tidak beraturan
biasanya akan sulit untuk ditangani, terutama saat dilakukan proses pengamplasan
dan pemolesan akhir. Contohnya ialah spesimen yang berupa kawat, spesimen
lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dan lainnya. Sehingga untuk
memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus
ditempatkan pada suatu media, yang disebut dengan media mounting.
Dengan mounting keamanan metallographer lebih terjamin terutama bila
menangani sampel yang kecil dan runcing, selain itu kerusakan kertas gerinda
maupun kain poles dapat dihindari. Secara umum syarat-syarat yang harus
dimiliki bahan mounting adalah : Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material
maupun zat etsa), sifat eksoterimis rendah, viskositas rendah, penyusutan linier
rendah, sifat adhesi baik, memiliki kekerasan yang sama dengan sampel,
flowabilitas baik yang dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan
yang terdapat pada sampel dan khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM,
bahan mounting harus konduktif.
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 2
Gambar 1 Cold Sample Mounting
Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis
reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan
material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang
dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah
dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak
diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak
memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-
material yang keras.
Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting
resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang
tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat
khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan panas (149
0C) pada
mold saat mounting. Proses Mounting yang mengaplikasikan tekanan sering
menimbulkan berbagai permasalahan. Berikut permasalahan yang sering timbul
dan solusi untuk mengatasinya :
1. Adanya Gelembung yang relative besar pada resin Acrylic
Penyebab
Tekanan Mounting tidak cukup
Solusi
Meningkatkan tekanan mounting atau menurunkan temperature
2. Permukaan yang halus pada cetakan
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 3
Penyebab
Mount tidak sempurna terpolimerisasi karena polimer tidak
kompatibel dengan mold release atau minyak di permukaan
specimen
Solusi
Bersihkan specimen dan mesin mounting untuk menghilangkan
incompatible coating. Gunakan mold release yang lebih
kompatibel.
3. Void / cracks
Penyebab
Tegangan internal yang tinggi akibat pendinginan yang sangat
cepat
Solusi
Dinginkan mount lebih lambat dan lama
4. Bentuk tidak beraturan (haze) disekitar specimen (pada cetakan acrylic)
Penyebab
Spesimen mengandung uap, atau specimen mengandung tembaga
atau beberapa paduan yang menghambat polimerisasi.
Solusi
Gunakan desicator atau oven temperature rendah untuk
mengeringkan specimen. Lapisi specimen dengan pernis yang tepat
sebelum mounting.
5. Cetakan Phenolic terlepas keluar akibat peningkatan jumlah alcohol
Penyebab
Temperatur mounting tidak mencukupi
Solusi
Tingkatkan temperature mounting atau periksa elemen pemanas.
6. Distorsi atau cracking pada specimen
Penyebab
Tekanan terlalu besar
Solusi
Kurangi tekanan mounting atau gunakan castable resin
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 4
1.1.3 Prosedur Percobaan
1.1.3.1 Alat dan Bahan
Peralatan
1. Cetakan
2. Alat khusus untuk compression mounting
Bahan
1. Sampel untuk pengujian,
2. Resin, Hardener (castable mounting),
3. Bubuk bakelit ( compression mounting)
1.1.3.2 Flowchart Proses
a. Castable Mounting
Persiapan Cetakan
Peletakan Sampel
Siapkan Resin 1/3
bagian cetakan
Campurkan resin dengan 15
tetes hardener
Tuangkan hasil campuran
ke dalam cetakan
Tunggu 25-30 menit hingga
resin mengeras
Keluarkan hasil mounting
dari cetakan
Start
Finish
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 5
b. Compression Mounting
1.1.4 Daftar Pustaka
[1] Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium Metalografi
dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI
[2] http://www.batan.go.id/ptbn/php/pdf-publikasi/Pranata2007/9
Agus%20sunarto.pdf diakses pada tanggal 22 Februari 2013 pukul 03.15 WIB
Persiapan Permukaan
sampel
Letakan piston hingga
naik ke bagian atas
silinder
Letakan permukaan sampel
hingga menempel pada
permukaan piston
Kurangi tekanan hingga
piston turun
Tuangkan secukupnya bubuk
bakelit ke dalam silinder
Tutup bagian atas silinder
dengan dies penutup
Pasang pemanas pada
tempatnya
Tambahkan tekanan
berdasarkan standar
Aktifkan Pemanas
Pertahankan tekanan sesuai
standar
Tunggu 5 menit, lepaskan
pemanas, dan pasang blok
pendingin
Pasang pemanas pada
tempatnya
Start
Finish
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 6
1.2 Pengamplasan / Grinding
1.2.1 Tujuan
Meratakan dan menghaluskan permukaan sampel dengan cara
menggosokkan sampel pada kain abrasif atau amplas
Gambar 2. Kain abrasif
1.2.2 Dasar Teori
Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi
memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar
pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan
menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan
mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah
(hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran
grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman
kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Lihat tabel berikut :
Jenis alat potong Ukuran kertas amplas (grit) untuk
pengamplasan pertama
Gergaji pita 60 – 120
Gergaji abrasif 120 – 240
Gergaji kawat / intan kecepatan
rendah
320 – 400
Tabel 1. Ukuran grit pada pengamplasan pertama dengan alat potong berbeda
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 7
Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian
air. Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas
yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa
pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika
melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau
900 terhadap arah sebelumnya.
Ada beberapa Abrasif yang umum digunakan dalam proses grinding
metalografi, diantaranya sebagai berikut [2]
:
Silicon Carbide (SiC)
Abrasif SiC diproduksi oleh reaksi temperatur tinggi antara silika
dan karbon. Material ini memiliki struktur kristal heksagonal-
rhombohedral dan memiliki kekerasan hingga mendekati 2500 HV.
Material ini merupakan abraif yang ideal untuk cutting dan grinding
karena kekerasan dan sangat mudah memproduksi bentuk ujung yang
tajam. Untuk preparasi metalografi, SiC digunakan di pisau abrasi bdan
untuk melapis kertas ginding abrasif (amplas) dalam rentang bervariasi,
dari sangat kasar 60 grit hingga sangat halus 1200 grit
Alumina
Alumina merupakan material yang terbentuk secara alami (dari
bauksit). Kekerasannya dapat mencapai 2000 HV, atau ( dalam skala
mohs). Abrasif Alumina terutama sering digunakan sebagai tahapan akhir
dalam pemolesan dikarenakan kekerasan dan ketangguhannya yang
tinggi. Tidak seperti Sic, Alumina terpecah lebih mudah kedalam ukuran
submicron atau partikel colloidal (Abrasif Halus).
Diamond
Merupakan material yang paling keras yang diketahi manusia.
Kekerasannya sekitar 8000 HV dan 10 dalam skala Mohs. Memiliki
struktur kristal kubik, dan tersedia dalam bentuk alami maupun buatan.
Meskipun diamong ideal untuk grinding kasar, namun harganya yang
relatif mahal membuat proses tersebut menjadi tidak lagi efisien.
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 8
Suatu proses grinding yang sukses ditentukan oleh parameter parameter
sebagai berikut :
Tekanan Grinding
Kecepatan relatif
Arah Grinding
1.2.3 Prosedur Percobaan
1.2.3.1 Alat dan Bahan
Peralatan
1. Mesin amplas
Bahan
1. Sampel pengujian
2. Kertas amplas berbagai jenis grit
3. Air
1.2.3.2. Flowchart Proses
Potong kertas amplas (120#) membentuk lingkaran
Pasang kertas pada mesinnya
Nyalakan mesin dengan kecepatan rendah, kemudian
tuangkan air paada permukaan kertas secara kontinu
Pegang dan lertakan sampel pada permukaan kertas
amplas
Ubah arah pengamplasan 45o atau 90
o terhadap arah
sebelumnya
Ganti kertas amplas dengan grit yang lebih tinggi,
hingga diperoleh permukaan yang rata
Finish
Start
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 9
1.2.4 Daftar Pustaka
[1] Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium Metalografi
dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI
[2] http://www.metallographic.com/Technical/Basics.pdf diakses pada tanggal 22
Februari 2013 pukul 03.45 WIB
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 10
1.3 Poles
1.3.1 Tujuan
Tujuan dilakukan pemolesan adalah untuk mendapatkan permukaan
sampel yang halus dan mengkilat seperti kaca tanpa gores.
1.3.2 Dasar Teori
Proses pemolesan dilakukan setelah sampel diamplas sehingga diperoleh
permukaan yang halus dan datar. Pemolesan bertujuan untuk memperoleh
permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin.
Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata.
Jika permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur
mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop
dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Hal ini dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
Gambar 3. Permukaan Halus Gambar 4. Permukaan kasar
Pemolesan diklasifikasikan menjadi pemolesan kasar dan halus.
Pemolesan kasar dilakukan dengan tangan, dan arah pemolesan tegak lurus
terhadap arah pengamplasan terakhir. Sedangkan pemolesan halus dilakukan
dengan tangan atau dengan pemoles otomatis. Spesimen metalografi terbaik
didapatkan dengan menggunakan alat poles otomatis. Ada 3 metode pemolesan
antara lain yaitu sebagai berikut :
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 11
1. Polesan Elektrolit Kimia
Polesan elektrolit kimia merupakan pemolesan dengan
menggunakan arus listrik dan dilakukan dalam suatu larutan kimia yang
sesuai dimana terdapat hubungan rapat arus & tegangan bervariasi untuk
larutan elektrolit dan material yang berbeda dimana untuk tegangan,
terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang
lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi
proses pemolesan. Proses Elektrokimia sehingga terjadi reaksi reduksi dan
oksidasi, yaitu reduksi pada katoda dan oksidasi pada anoda.
Keuntungan poles elektrolit :
Kehalusan logam bebas goresan, sulit dicapai secara
mekanik
Dapat dilakukan pada logam yang amat lunak atau amat
keras
Waktu yang dibutuhkan lebih efisien dibandingkan dengan
poles mekanik
Kelemahan poles elektrolit :
Larutan elektrolit bersifat korosif dan eksplosif
Tidak dapat digunakan pada logam yang memiliki 2 fasa
karena,
terdapat 2 potensial yang berbeda.
Bagian pinggir mounting lebih cepat terserang daripada
bagian
tengah.
Sampel yang dimounting harus dilubangi agar konduktif.
2. Pemolesan Kimia Mekanis
Pemolesan jenis ini merupakan kombinasi antara etsa kimia dan
pemolesan mekanis yang dilakukan serentak di atas piringan halus.
Hasilnya adalah suatu permukaan yang dietsa dan bebas dari suatu lapisan
yang dapat mengganggu. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses
poles mekanik yaitu :
Gerakan cuplikan
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 12
Tekanan poles
Pencucian dan pengeringan
Penyimpanan
3. Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher)
Proses ini merupakan kombinasi dari pemolesan elektrolit dan
mekanis pada piring pemoles tidak sebagai katoda yang dilapisi dengan
suatu kain sejenis.
Kain yang digunakan untuk memoles bervariasi tergantung dimensi dari
seratnya, dan tingkat kekakuan atau kelentingan dari serat kain tersebut.
Umumnya serat dengan bulu – bulu halus dipermukaan kain dan tingkat kekakuan
yang tinggi digunakan untuk pemolesan kasar. Bantalan pemolesan dapat terdiri
dari dua jenis yaitu pressure sensitive adhesive (PS ) atau magnetic backing. [2]
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 13
1.3.3 Prosedur Percobaan
1.3.3.1 Alat dan Bahan
Peralatan
1. Mesin poles
Bahan
1. Kain poles
2. Sampel pengujian
3. Alumina
1.3.3.2 Flowchart Proses
1.3.4 Daftar Pustaka
[1] Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium Metalografi
dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI
[2] http://www.metallographic.com/Technical/Basics.pdf diakses pada tanggal 22
Februari 2013 pukul 04.00 WIB
Pasang kain poles
pada mesin poles
Tuangkan sedikit alumina ke
permukaan kain poles
Nyalakan mesin dengan
kecepatan rendah
Letakan sampel pada
permukaan kain poles
Lakukan pemolesan dengan
memutar sampel pada
porosnya secara kontinu
dan perlahan
Tambahkan alumina
jika perlu
Lakukan pemolesan hingga
diperoleh permukaan yang
mengkilat
Finish
Start
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 14
1.4 Etsa
1.4.1 Tujuan
1. Mengamati dan mengidentifikasikan detil struktur logam dengan bantuan
mikroskop optik setelah terlebih dahulu dilakukan proses etsa pada
sampel.
2. Mengetahui perbedaan antara etsa kimia dengan elektro etsa serta
aplikasinya.
3. Dapat melakukan preparasi sampel metalografi secara baik dan benar.
1.4.2 Dasar Teori
Etsa merupakan suatu proses penyerangan atau pengikisan batas butir
secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik
menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur
yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa jenis
material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu
pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat pula. Ada dua jenis
penggolongan etsa yang biasa digunakan, yaitu :
Etsa Kimia
Etsa kimia merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan
larutan kimia dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik
tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan
diamati. Contohnya antara lain:
1. Nitrid acid / nital
asam nitrit + alkohol 95%, khusus untuk baja karbon yang
bertujuan untuk mendapatkan perlit, ferrit, dan ferrit dari
martensite.
2. Picral
asam picric + alkohol, khusus untuk baja yang bertujuan
untuk mendapatkan perlit, ferrit, dan ferrit dari martensite.
3. Ferric Chloride
Ferric chloride + HCl + air untuk melihat sturktur pada SS,
nikel austenitic, dan paduan tembaga.
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 15
4. Hydroflouric Acid
Hidroflouric acid + air untuk mengamati struktur pada
alumunium dan paduannya.
Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan terlalu lama (umumnya sekitar 4
– 30 detik). Setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu
dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan alat pengering.
Elektro Etsa (Etsa Elektrolitik)
Etsa elektrolitik sering digunakan untuk etsa selektif, untuk
struktur tertentu atau batas butir. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk
stainless steel karena dengan etsa kimia susah untuk medapatkan detil
strukturnya. Ada larutan pengetsa yang tidak mengikis secara selektif,
tapi pada umumnya larutan tersebut mengikis secara selektif sehingga
amat berguna dalam identifikasi fasa [2]
. Gambar berikut menunjukkan
daerah etsa dan poles material :
Gambar 5. Skema peralatan elektro etsa standar
Kurva di atas terbagi menjadi beberapa daerah karakteristik, antara lain
:
Daerah A – B : daerah proses etsa, dimana ion logam sebagai
anoda, larut dalam larutan elektrolit.
Daerah B – C : daerah tidak stabil, karena permukaan logam
merupakan gabungan dari daerah pasif dan aktif yang disebabkan
oleh perbedaan energi bebas antara butir dan batas butir.
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 16
Daerah C – D : daerah poles, terjadi kestabilan arus, meskipun
tegangan ditambahkan. Hal ini disebabkan oleh stabilnya larutan.
Meskipun pada daerah ini logam berubah menjadi logam oksida,
tetapi oleh larutan elektrolit logam itu dilarutkan kembali.
Daerah D – E : terjadi evolusi oksigen pada anoda, dimana
gelembung gas melekat dan menetap pada permukaan anoda
untuk waktu yang lama, sehingga menyebabkan pitting.
1.4.3 Prosedur Percobaan
1.4.3.1 Alat dan Bahan
Peralatan
1. Blower
2. Cawan gelas dan pipet
3. Alat elektro etsa (rectifier, amperemeter, penjepit sampel konduktif
Bahan :
1. Zat etsa : FeCl3, Nital 2%, HF 0.5%, dan asam oksalat (H2CO4) 15
g/100 ml
2. Air, Alkohol, dan Tissue
1.4.3.2 Flowchart Proses
1.4.3.2.1 Etsa Kimia
Bersihkan sampel yang telah dipoles dengan air dan alkohol
Teteskan zat etsa selama beberapa detik
Lakukan pemolesan hingga diperoleh
permukaan yang mengkilat
Finish
Start
Baja : nital 2 % (5-10
detik)
Al : Hidrofloric acid (< 5
Detik)
Paduan Cu : FeCL3 )10-
15 detik
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 17
1.4.3.2.2 Etsa Elektrolitik
1.4.4 Daftar Pustaka
[1] Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium Metalografi
dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI
[2] http://www.metallographic.com/Technical/Basics.pdf diakses pada tanggal 22
Februari 2013 pukul 04.15 WIB
Susun alat dan bahan sesuai
skema
Tentukan daerah yang
akan di etsa
Atur besar arus yang
akan digunakan
Stelah selesai, bilas dengan
air dan HNO3, lalu
keringkan dengan Hair
dryer
Start
Finish
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 18
MODUL II
PEMBUATAN FOTO DAN ANALISIS STRUKTUR MAKRO DAN
MIKRO
2.1 Pengamatan Struktur Mikro
2.1.1 Tujuan
1. Mengetahui proses pengambilan foto mikrostruktur
2. Mengetahui bentuk-bentuk perpatahan pada sampel mikro
3. Menganalisa struktur mikro dan sifat-sifatnya
4. Menganalisa fasa-fasa dalam struktur mikro
2.1.2 Dasar Teori
Metalografi adalah disiplin ilmu yang mempelajari karakteristik
mikrostruktur suatu logam dan paduannya serta hubungan dengan sifat-sifatnya.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu mikroskop (optik maupun
elektron), difraksi (sinar-X, elektron, atau neutron), analisis (X-ray flouresence,
elektron mikroprobe) dan juga stereometric metalografi. Pengamatan metalografi
dengan mikroskop dapat dibagi dua, yaitu :
1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur pembesaran 10 – 100
kali,
2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur pembesaran di atas
100 kali.
Berikut ini akan dijelaskan mikrostruktur beberapa logam:
Mikrostruktur Baja Karbon
Baja karbon, merupakan material ferrous dengan < 2.14% C. Terbagi atas
2 jenis, yaitu baja hypoeutectoid (< 0.8%C) dan hypereutectoid (> 0.8%C). Pada
kadar 0.8%C terbentuk fasa perlit (cementit 6.67%C + ferit 0.02%C). Fasa dan
kandungan karbon pada baja direpresentasikan dalam diagram berikut :
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 19
Meskipun diagram fasa diatas pada dasarnya merupakan hasil pada
kondisi kesetimbangan, namun dapat pula diaplikasikan untuk memprediksikan
sifat pada baja yang sedikit mengalami proses pelunakan atau yang didinginkan
pada pendinginan yang sangat lambat. Terlihat pada diagram bahwasannya
peningkatan temperatur pada baja akan menghasilkan fasa austenit yang disebut
juga dengan besi gamma yang memiliki struktur FCC. Jika pendinginan pada fasa
ini dilakukan dengan tidak kontinyu, maka dapat didaptkan fasa metastabil seperti
martensit ataupun bainit yang idak terlihat pada diagram normal.
Mikrostrktur Besi Tuang
Besi tuang, yaitu material ferrous dengan kadar karbon 2.14% - 6.67% . Besi
tuang komersial 2.5 – 4%C, karena kadar C yang terlalu tinggi membuat besi
tuang rapuh. Secara metalografi besi tuang dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan
kadar karbon, impurities, paduan, serta proses perlakuan panas, yaitu :
- Besi tuang putih: merupakan besi tuang dimana semua kadar
karbonnya terpadu dalam bentuk sementit
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 20
- Besi tuang melleable: dimana hampir semua karbonnya dalam
bentuk partikel tak beraturan yang dikenal dengan karbon temper.
Besi tuang melleable diperoleh dengan memberikan perlakuan
panas pada besi tuang.
- Besi tuang kelabu: dimana semua atau hampir semua karbonnya
dalam bentuk flake.
- Besi tuang nodular: dimana semua atau hampir semua karbonnya
dalam bentuk spheroidal. Bentuk spheroidal ini terjadi akibat
adanya penambahan elemen paduan khusus yang dikenal
nodulizer.
- Mikrostruktur Baja karbon pada heat & surface treatment
Baja karbon pada heat & surface treatment, dimana dasarnya adalah
transformasi fasa dan dekomposisi austenite. Proses perlakuan panas antara lain
annealing, spheroidisasi, normalisasi, tempering & quenching. Dasarnya adalah
diagram TTT dan CCT, dimana perlakuan panas ini akan menyebabkan
pembentukan fasa martensit dan bainite.
Mikrostruktur Baja Perkakas
Baja perkakas, adalah baja dengan kualitas tinggi yang digunakan sebagai
perkakas.Tingginya kualitas baja perkakas diperoleh melalui penambahan paduan
Cr, W, dan Mo, dan perlakuan khusus. Umumnya mikrostrukturnya berupa
matriks martensite dengan partikel karbida, grafit dan presipitat.
Mikrostruktur Paduan Aluminium
Aluminium alloys, terdiri atas kristal utama padatan aluminium (dendritik)
ditambah produk hasil reaksi dengan paduan. Elemen paduan yang tidak berada
dalam keadaan padat biasanya membentuk fasa campuran pada eutektik, kecuali
silikon yang muncul sebagai produk utama. Pada paduan aluminim silikon ,
eutektik terjadi pada sekitar 12% Si.
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 21
Mikrustruktur Paduan Tembaga
Copper alloys, umumnya dengan elemen dasar seng. Contohnya adalah
kuningan (paduan tembaga seng dengan timbal, timah dan aluminium). Pada
diagram fasa Cu-Zn, kelarutan seng dalam larutan padatan fasa α meningkat dari
3,25% pada temperatur 903 °C ke 39% pada temperatur454 °C. Fasa α berbentuk
FCC, sementara fasa β berbentuk BCC
Mikrostruktur Material Hasil Lasan
Hasil proses pengelasan pada suatu material akan mempengaruhi struktur
asli dari material tersebut. Pada baja, akan terbentuk austenit hingga tingkat
kedalaman tertentu. Semakin dekat dengan daerah fusi, temperatur baja semakin
tinggi, kecepatan pendinginan akan semaki tinggi. Berikut gambar yang
menjelaskan daerah daerah yang terbentuk setelah proses pengelasan :
Pada Logam las terbentuk beberapa area, diantaranya :
a. Area Fusi (Fusion Zone), daerah dimana logam filler yang cair bercampur
dengan logam induk yang dipanaskan sampai temperatur cair. Bentuknya
butir columbar dan widmanstatten, yaitu bentuk memanjang karena logam
cair mendapat pendinginan yang amat cepat, seperti struktur produk cor.
b. Daerah Pertumbuhan butir, dimana logam induk yang tidak mencair
butirnya tumbuh membesar karena pemanasan yang amat tinggi akibat
proses pengelasan.
c. Daerah rekristalisasi/penghalusan butir, karena temperatur sedikit lebih
rendah dari daerah b, austenit mengalami rekristalisasi, pembentukan butir
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 22
baru yang lebih halus, pada pendinginan akan terjadi ferit dan perlit yang
lebih halus.
d. Daerah transisi, ketika proses welding sebagian fasa austenit masih
menjadi ferit, jadi waktu pendinginan, terdapat campuran ferit baru dan
ferit yang ada sebelumnya. Daerah b, c, dan e disebut daerah terpengaruh
panas (HAZ)
Daerah tak terpengaruh panas, fasa logam induk yang tidak berubah fasa karena
tidak terkena panas pada pengelasan
2.1.3 Prosedur Percobaan
2.1.3.1 Alat dan Bahan
2.1.3.1.1 Identifikasi dan Foto Mikrostruktur
Bahan
1. Sampel representatif
2. Lilin
Alat
1. Preparat
2. Mikroskop optik kamera
2.1.3.1.2 Pengambilan Foto Mikro
Bahan
1. Sampel representatif
Alat
1. Preparat
2. Mikroskop kamera
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 23
2.1.3.2 Flowchart Proses
Identifikasi
foto mikro
Pengambilan foto mikro
2.1.4 Daftar Pustaka
Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium
Metalografi dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI
Letakan sampel pada preparat
Beri lilin pada bawah sampel
Ratakan peletakan sampel
(dengan alat penekan)
Nyalakan lampu mikroskop
Tentukan perbesaran
mikroskop (dari kecil ke
besar) dan atur lensa obyektif
Atur focus dengan mengatur
lensa
Amati dan gambar
mikrostruktur
Letakan sampel di bawah lensa
obyektif
Tentukan fokus
Tentukan diafragma dan
pencahayaan
Pengambilan foto
Ambil sample dari meja
objektif dan matikan
mikroskop
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 24
2.2 Metalografi Kuantitatif
2.2.1 Tujuan Percobaan
Untuk penentuan jumlah fasa dan ukuran butir.
2.2.2 Dasar Teori
Ada tiga metode yang direkomendasikan ASTM, yaitu :
Metode Perbandingan
Foto mikrostruktur bahan dengan perbesaran 100x dapat dibandingkan
dengan grafik ASTM E112-63, dapat ditentukan besar butir. Nomor besar
butir ditentukan dengan rumus :
N = 2G-1
Dimana N adalah jumlah butir per inch2 dengan perbesaran 100x. G
adalah ASTM grain size number. Metode ini cocok untuk sampel dengan
butir beraturan.
Metode Intercept (Heyne)
Plastik transparan dengan grid (bergaris kotak-kotak) diletakkan di atas
foto atau sampel. Kemudian dihitung semua butir yang berpotongan pada
akhir garis dianggap setengah. Perhitungan dilakukan pada tiga daerah
agar mewakili. Nilai diameter rata-rata ditentukan dengan membagi
jumlah butir yang berpotongan dengan panjang garis. Metode ini cocok
untuk butir yang tidak beraturan.
Metode Planimetri (Jeffries)
Metode ini menggunakan lingkaran yang umumnya memiliki 5000 mm2.
perbesaran dipilih sedemikian sehingga ada sedikitnya 75 butir yang
berada di dalam lingkaran. Kemudian hitung jumlah total semua butir
dalam lingkaran ditambah setengah dari jumlah butir yang berpotongan
dengan lingkaran. Besar butir dihitung dengan mengalikan jumlah butir
dengan pengali Jeffries (f). Perlu diperhatikan bahwa ketiga mode di atas
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 25
hanya merupakan besar butir pendekatan, sebab butir memiliki 3 dimensi
bukan dua dimensi.
2.2.3 Prosedur Percobaan
2.2.3.1 Alat dan Bahan
Bahan
1. Sampel representatif
Alat
1. Preparat
2. Mikroskop optik kamera
2.2.3.2 Flowchart Proses
Penghitungan besar butir
2.2.4 Daftar Pustaka
Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium
Metalografi dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI
Tentukan metode yang dipilih
Gunakan perbesaran 100x
Siapkan tabel
Hitung besar butir
Catat hasil yang
didapat
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 26
2.3 Pengamatan Struktur Makro
2.3.1 Tujuan
Mengetahui bentuk – bentuk perpatahan pada sampel makro.
2.3.2 Dasar Teori
Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan
perpatahan seperti yang ditunjukkan pada gambar:
Perpatahan ulet memberikan karakteristik berserabut (fibrous) dan gelap
(dull), sementara perpatahan getas ditandai dengan permukaan patahan berbutir
(granular) dan terang. Perpatahan ulet umumnyalebih disukai karen bahan ulet
umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum
terjadinya kerusakan. Pengamatan kedua tampilan perpatahan itu bisa diamati
dengan mata telanjang ataupun menggunakan SEM. Berikut ciri-ciri perpatahan
ulet dan getas:
a. Perpatahan ulet
1. Dapat terlihat jelas deformasi plastis yang terjadi
2. Karakteristik berserabut (fibrous) dan gelap (dull)
b. Perpatahan getas
1. Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi pada material
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 27
2. Retak/perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang kristalin
membelah atom-atom material (transgranular)
3. Pada material lunak denga butir kasa (coarse grain) maka dapat dilihat
pola-pola yang dinamakan chevrons or fan-like pattern yang
berkembang keluar dan dareah awal kegagalan.
4. Material amorphous (seperti gelas) memiliki permukaan patahan yang
bercahaya dan mulus.
2.3.3 Prosedur Percobaan
2.3.3.1 Alat dan Bahan
2.3.3.1.1 Identifikasi dan Foto Makrostruktur
Bahan
1. Sampel representatif
2. Lilin
Alat
1. Preparat
2. Mikroskop optik kamera
2.3.3.1.2 Pengambilan Foto Makro
Bahan
1. Sampel representatif
Alat
1. Preparat
2. Mikroskop kamera
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 28
2.3.3.2 Flowchart Proses
Identifikasi
foto makro
Pengambilan foto makro
2.3.4 Daftar Pustaka
Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium
Metalografi dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI
Letakan sampel pada preparat
Beri lilin pada bawah sampel
Ratakan peletakan sampel
(dengan alat penekan)
Nyalakan lampu mikroskop
Tentukan perbesaran
mikroskop (dari kecil ke
besar) dan atur lensa obyektif
Atur focus dengan mengatur
lensa
Amati dan gambar
mikrostruktur
Letakan sampel di bawah lensa
obyektif
Tentukan fokus
Tentukan diafragma dan
pencahayaan
Pengambilan foto
Ambil sample dari meja
objektif dan matikan
mikroskop
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 29
MODUL III
PERCOBAAN JOMINY
3.1. Tujuan
1. Mendapatkan hubungan antara jarak permukaan pada pendinginan
langsung dengan sifat kemampukerasan bahan.
2. Mendapatkan hubungan antara kecepatan pendinginan dengan fasa yang
terbentuk serta mendapatkan sifat kekerasan dari fasa tersebut.
3.2. Dasar teori
Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan mengubah
struktur mikro dan sifat mekanis logam disebut dengan perlakuan panas (heat
treatment). Logam yang didinginkan dengan kecepatan dan media pendingin
berbeda akan memberikan perubahan struktur mikro yang berbeda pula. Setiap
struktur mikro yang terbentuk (martensit, bainit, ferit dan perlit) merupakan hasil
dari transformasi fasa austenit. Masing-masing fasa tersebut terjadi melalui proses
pendinginan yang berbeda yang dapat dilihat dari CCT dan TTT diagram. Pada
baja, pendinginan cepat dari dari fasa austenite manghasilkan fasa martensite yang
tinggi kekerasannya. Kemampuan suatu baja untuk menghasilkan fasa martensite
disebut sebagai kemampukerasan baja. Semakin besar persentase martensite yang
terbentuk pada baja, maka semakin besar kemampukerasan pada baja tersebut.
Pengujian yang sangat luas dipakai untuk menentukan kemampukerasan
suatu baja adalah jominy test. Hasil dari jominy test dipresentasikan pada CCT
diagram. Penggunaan kurva jominy yaitu untuk memprediksi distribusi kekerasan
yang diharapkan untuk muncul pada baja pada dimensi yang berbeda dengan
media pendinginan yang berbeda-beda. Tiap fasa memiliki nilai kekerasan yang
berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Dengan pengujian Jominy (jominy test)
dapat dibuktikan bahwa laju pendinginan yang berbeda-beda akan menghasilkan
kekerasan bahan yang berbeda juga.
Cara sederhana untuk mendapatkan kemampukerasan material adalah
dengan percobaan Jominy. Pengukur kemampukerasan didapat dengan mengukur
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 30
kekerasan sepanjang batang sampel. Nilai kekerasan diukur mulai dari ujung
batang yang dekat dengan media pendingin yang akan didapat 100% martensit,
pada ujung sebaliknya didapat 0 % martensit dan terdapat fasa campuran ferit dan
pearlit, dan diantaranya didapat gabungan antara martensit, ferit dan pearlit.
Untuk pendinginan lambat, akan mendapatkan struktur :
Bainit bawah, sturuktur seperti jarum ( mirip martensit )
Bainit atas, stuktur seperti pearlit dengan lapisan yang lebih halus
Perlit halus, struktur perlit yang halus dengan lapisan ferit dan
sementit
Perlit kasar, struktur sama dengan perlit halus tetapi, lamel lebih
kasar dan kekerasan rendah.
Semakin lambat laju pendinginan yang dilakukan, maka akan makin
banyak matriks perlit yang terdapat pada material sehingga kekerasan material
tersebut makin turun. Penambahan kadar karbon atau paduan atau bertambahnya
besar ukuran butir akan menyebabkan pembentukan struktur martensit.
Nilai kekerasan suatu material berbanding lurus dengan jarak dari tempat
berakhirnya quenced. Kita dapat menghitung kekerasan dengan mengunakan
rumus kekerasan Brinell ;
Dimana;
P = Beban yang digunakan (Kg)
D = Diameter bola (mm)
d = Diameter indentasi (mm)
)d - D - D)(D(
2P BHN
22
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 31
Gambar 9. CCT diagram dari jominy test
3.3. Prosedur Percobaan
3.3.1. Peralatan dan Bahan
Alat
1. Oven Muffle temperatur max. 1100C.
2. Kran air dengan tekanan cukup.
3. Alat penguji kekerasan Brinell.
4. Mikroskop pengukur jejak.
Bahan
1. Batang baja sebagai benda uji, dengan d = 2.5 cm, L = 10 cm.
2. Amplas.
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 32
3.3.2. Flowchart Proses
3.4. Daftar Pustaka
Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium
Metalografi dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI
Siapkan batang
benda uji
Pre-heating pada 3500C
selama 15 menit.
Heating pada 9000 C selama
30 menit.
Keluarkan batang dari
dalam oven dengan cepat
Bersihkan bagian
permukaan dengan amplas
untuk penjejakan brinell
Lakukan penjejakan
brinell pada 15 titik yang
berjarak sama
Ukur besar diameter yang
di dapat dengan
menggunakan mikroskop
pengukur jejak
Finish
Start
Letakan batang pada alat tungku
jominy, semprot bagian bawah
dengan air dan biarkan sampai
dingin
Hitung kekerasan di setiap
titik dengan rumus
perhitunhan kekerasan
brinell
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2
Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 33
DAFTAR PUSTAKA
Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium
Metalografi dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI
http://www.batan.go.id/ptbn/php/pdfpublikasi/Pranata2007/9Agus%20sun
arto.pdf diakses pada tanggal 22 Februari 2013 pukul 03.15 WIB
http://www.metallographic.com/Technical/Basics.pdf diakses pada tanggal
22 Februari 2013 pukul 04.15 WIB
Ir. Myrna Ariati. Slide kuliah HST. Kemempukerasan.ppt
Ir. Myrna Ariati. Slide kuliah HST. Perlakuan Panas Baja Perkakas.ppt
Ir. Myrna Ariati. Slide kuliah HST. TTT-CCT Diagram-Anil.ppt