LAPORAN PROYEK PASCA PANEN
PENGGUNAAN KMnO4 UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN JAMUR TIRAM
Kelompok D2:
Rizal Ali Akbar A24100005Siti Nur Apriyani A24100099Kresna Harimurti A24100146Qoniurrochmatulloh F14100086
Dosen:
Juang Gema Kartika, SP. MSi
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURAFAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2013
PENDAHULUAN
Latar belakang
Budidaya jamur tiram memiliki prospek ekonomi yang baik. Pasar jamur
tiram yang telah jelas serta permintaan pasar yang selalu tinggi memudahkan para
pembudidaya memasarkan hasil produksi jamur tiram. Jamur tiram merupakan
salah satu produk komersial dan dapat dikembangkan dengan teknik yang
sederhana. Peluang pasar produk jamur saat ini cukup tinggi, kebutuhan pasar
lokal sekitar 35% dan pasar luar negeri 65%. Setiap tahun permintaan akan jamur
dalam negeri maupun luar negeri mengalami kenaikan antara 10−20%.
Perkembangan nilai dan volume ekspor jamur sejak tahun 2000, untuk jamur
segar volumenya 2.475.222 kg dengan nilai US $ 3.665.646. Jamur olahan
26.175.000 kg dengan nilai US $ 31.214.530 (Kholis 2007).
Pengembangan budidaya jamur tiram dapat menghasilkan ekonomi yang
tinggi, daya serap pasar yang masih sangat tinggi dan potensial, kebutuhan skill
yang tidak begitu tinggi, biaya investasi yang relatif rendah. Selain karena
memiliki cita rasa yang khas, jamur tiram juga memiliki nilai gizi yang tinggi.
Jamur tiram mengandung protein sebanyak 19%-35% dari berat kering jamur, dan
karbohidratsebanyak 46.6% – 81.8%. Selain itu jamur tiram mengandung vitamin
atau vit. B1, riboflavin atau vit. B2, niasin, biotin serta beberapa garam mineral
dari unsur-unsur Ca, P, Fe, Na, dan K dalam komposisi yang seimbang. Bila
dibandingkan dengan daging ayam yang kandungan proteinnya 18.2 g, lemaknya
25 g, namun karbohidratnya 0 g, maka kandungan gizi jamur masih lebih lengkap
sehingga tidak salah apabila dikatakan jamur merupakan bahan pangan masa
depan.
Produk holtikultura seperti buah dan sayur adalah produk yang masih
melakukan aktivitas metabolisme setelah dipanen. Aktivitas metabolism,
berhubungan dengan laju respirasi yang berlangsung pada produk holtikultura.
Laju respirasi merupakan proses yang menggunakan bahan organik yang
tersimpan kemudian dirombak menjadi produk yang lebih sederhana dengan
menghasilkan energi. Laju respirasi dapat digunakan sebagai indikator untuk
mengetahui masa simpan produk dengan mengukur oksigen yang dikonsumsi atau
karbondioksida yang dikeluarkan, sehingga dapat diketahui kapan produk berada
dalam masa optimal serta melakukan penanganan sebelum terjadinya penurunan
mutu yang menyebabkan kerusakan pada produk. Selain aktivitas metabolisme,
kerusakan produk holikultura dapat juga disebabkan oleh kontaminasi mikroba,
pengaruh suhu dan udara, kadar air (Santoso 2006).
Salah satu produk holtikultura yang rentan mengalami kerusakan adalah
jamur. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus L.) adalah salah satu sayuran segar,
nonpestisida, higienes, dan berkhasiat bagi kesehatan. Jamur tiram sangat diminati
baik oleh para konsumen maupun pelaku usaha. Akan tetapi jamur tiram memiliki
umur simpan yang pendek atau cepat mengalami kerusakan. Menurut Winarno
(2000), kerusakan jamur kayu akibat panen dan pascapanen mencapai 6—60%
dan di negara tropis kerusakan dan kehilangan pascapanen jamur sangat tinggi
mencapai 80—100%. Jamur tiram putih merupakan produk sayuran yang sangat
mudah rusak karena kadar air tinggi dan rapuh (Winarno 2000), berupa jaringan
muda, sakulen, dan tidak berklorofil (Maulana 2002). Hal ini menjadi
permasalahan pada penyediaan jamur tiram segar dengan kondisi yang masih
bagus.
Pengemasan adalah salah satu cara yang banyak digunakan di kalangan
masyarakat dalam menjaga mutu kesegaran dan umur simpan produk makanan.
Penggunaan bahan pengikat seperti batu bata dan tanah liat dengan penambahan
KMnO4 diduga dapat memperpanjang daya simpan dan menghambat penurunan
mutu buah dan sayur. Oleh sebab itu diperlukan percobaan untuk mengetahui
efektifitas yang paling baik.
TUJUAN
Tujuan dilakukan proyek ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penggunaan
KMnO4 untuk memperpanjang masa simpan jamur tiram.
METODE PRAKTIKUM
Tempat dan Waktu
Praktikum dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Agronomi dan
Holtikultura, Institut Pertanian Bogor. Praktikum dilaksanakan pada tanggal 17
sampai 28 Nopember 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum proyek ini yaitu jamur tiram, batu
bata, tanah liat, KMnO4, aquades, kain kasa, plastik, sterofoam, wrap, label, dan
solatip. Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu oven, nampan almunium,
saringan, tumbukan, dan timbangan digital.
Metode Pelaksanaan
1. Menyiapkan batu bata dan tanah liat lalu dihaluskan dengan menumbuknya
hingga halus.
2. Mengoven batu bata dan tanah liat pada oven dengan suhu 105 ºC selama 24
jam.
3. Mengeluarkan bahan yang telah dioven, pastikan bahan tersebut sudah benar-
benar halus bila masih ada yang kasar dihaluskan kembali.
4. Membuat larutan dengan memberi aquades pada 10% KMnO4 untuk dicampur
dengan batu bata dan tanah liat, lalu dioven kembali selama 24 jam.
5. Mengelurkan bahan tersebut dari oven, kemudian ditimbang sebanyak 20 g dan
membuat 4 bungkus untuk masing-masing bahan batu bata dan tanah liat.
6. Membungkus bahan tersebut dengan kain kasa lalu melipat dan merekatkan
dengan solatip agar bahan pengikat tidak keluar.
7. Menimbang jamur tiram sebanyak ±100 g sebanyak 12 kali untuk 6 perlakuan
dan 2 ulangan.
8. Memasukan jamur tiram pada kemasan plastik dan sterofoam dengan diwrap
masing-masing diberi perlakuan kontrol, batu bata dan tanah liat yang sudah
dibungkus kain kasa.
9. Menimbang bobot kemasan dan jamur sebagai data pengamatan awal,
pengamatan juga dilakukan pada penampilan warna, aroma dan hama penyakit.
10. Menyimpan kemasan pada rak dengan suhu kamar, pengamatan dilakukan
setiap hari hingga hari ke 7 sampai jamur tiram terlihat membusuk.
TINJAUAN PUSTAKA
Pasca Panen Jamur Tiram
Jamur kontinyu berespirasi setelah panen dan laju respirasi jamur relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan produk segar lainnya. Laju respirasi jamur tiram
tiga kali lebih besar daripada buah-buahan. Laju respirasi merupakan indikator
dari penyimpanan dan hasil respirasi berpengaruh terhadap perubahan tekstur
jamur. Pembusukan selama penyimpanan dapat disebabkan oleh bakteri dan jamur
dalam jamur tiram. Bakteri dan enzim terus meningkat selama dingin
penyimpanan. Hal ini menyebabkan kerusakan yang cepat ketika jamur dilepas
dari cold storage. Air di dalam jamur menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri.
Banyak jamur berwarna putih ke abu-abu dalam warna saat tumbuh.
Namun dalam keadaan penyimpanan tertentu, enzim bereaksi dengan oksigen dan
membentuk pigmen coklat. Perubahan warna tersebut secara serius mengurangi
kualitas jamur. Jamur terdiri dari 85-95% air. Kehilangan air dalam jamur setelah
panen dipengaruhi oleh status jamur, kelembaban, udara segar dan tekanan
atmosfer. Ketika jamur layu dan mengerut, kualitas jamur segar diturunkan. Jamur
segar memiliki umur simpan pendek. Oleh karena itu, jamur tiram harus segera
dipasarkan setelah pemanenan atau diawetkan dengan perawatan khusus seperti
dalam cold storage atau penyimpanan lingkungan yang terkendali lainnya.
Etilen
Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar
berbentuk gas. Etilen dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman hidup pada waktu-
waktu tertentu. Senyawa ini menyebabkan perubahan-perubahan penting dalam
proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen (C2H4)
diproduksi dari methionin melalui jalur yang termasuk zat antara S-adenosyl-
methionine (SAM) dan 1- amino –cyclopropane- 1 carboxylic acid (ACC).
Pembentukan etilen dari ACC dipengaruhi oleh enzim EFE (Ethylene Forming
Enzime). Etilen bekerja dengan cara menempel pada tempat mengikat (binding
site), kemudian menstimulasi pembawa pesan kedua (second messenger) yang
menginstruksikan DNA inti umtuk membuat mRNA yang spesifik untuk efek
etilen. Molekul mRNA ditranslasikan menjadi protein oleh ribosoma. Protein
yang terbentuk ialah enzim yang menyebabkan respon sebenarnya dari etilen
(Kader 1992). Etilen memegang peranan penting dalam fisiologi pasca panen
produk hortikultura. Etilen akan menguntungkan ketika meningkatkan kualitas
buah dan sayuran melalui percepatan dan penyeragaman pematangan sebelum
dipasarkan, namun etilen memberikan efek yang merugikan dengan meningkatkan
laju senesence. Etilen dapat menghilangkan warna hijau pada buah mentah dan
sayuran daun, mempercepat pematangan buah selama penanganan pasca panen
dan penyimpanan, serta mempersingkat masa simpan dan mempengaruhi kualitas
buah, bunga, dan sayur setelah panen (Santoso dan Purwoko 1995). Keberadaan
etilen dalam lingkungan sekitar produk hortkultura harus diikat atau diubah
menjadi bentuk yang tidak aktif agar kerusakan produk dapat ditekan sekecil
mungkin (Sjaifullah dan Dondy 1991).
Kalium Permanganat
KMnO4 (Kalium Permanganat) dalam bidang pertanian khususnya pasca
panen komoditas pertanian digunakan untuk menangkap gas etilen. Pemasakan
buah dapat ditunda dengan menggunakan beberapa macam bahan kimia, salah
satunya adalah kalium permanganat (KMnO4). Etilen dapat dioksidasi oleh
KMnO4 dan diubah dalam bentuk etilen glikol dan mangan oksida (Ables, 1973).
Reaksi yang terjadi dalam pembentukan etilen glikol dan mangan oksida dapat
dilihat dalam persamaan berikut :
CH2 = CH2 + KMnO4 → CH2OH + MnO2
Penambahan kalium permanganat dapat menghambat pematangan lebih
lanjut dengan mempertahankan etilen pada kadar rendah untuk waktu yang lebih
lama sehingga umur simpan buah lebih panjang (Tranggono dan Sutardi 1990).
Umumnya kalium permanganat digunakan sebagai penutup kantong buah-buahan
yang tertutup rapat sehingga dapat menghambat pematangan. Hal ini dapat terjadi
karena atmosfer mengandung karbondioksida tinggi dan oksigen rendah. Sholihati
(2004), dalam penelitiannya menyimpulkan penggunaan pellet dari arang yang
telah direndam dalam KMnO4 memberikan pengaruh terhadap penghambatan
pematangan, dengan cara menekan produksi etilen dan mempertahankan warna
hijau, tekstur, serta aroma pisang raja. Kontak langsung antara KMnO4 dengan
produk tidak dianjurkan, karena bentuk KMnO4 yang cair. Oleh karena itu,
diperlukan bahan penyerap KMnO4 agar dapat digunakan sebagai penyerap
etilen. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan penyerap KMnO4 antara lain
arang aktif, zeolit, batu apung, oasis dan serutan gergaji kayu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Hasil pengamatan susut bobot pada jamur tiram
Perlakuan Ulangan H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
Plastik
Kontrol
I 104,14 103,63 103,39 103,12 102,86 102,45 102,02 101,75II 104,07 103,95 103,72 103,04 102,88 102,76 102,34 102,02
Rataan susut bobot (%)
0,00 0,30 0,53 0,98 1,19 1,44 1,85 2,13
Batu Bata
I 124,44 123,93 123,61 123,45 122,96 122,64 122,28 121,73II 124,25 123,73 123,45 123,16 122,73 122,42 121,96 121,36
Rataan susut bobot (%)
0,00 0,41 0,66 0,84 1,21 1,46 1,79 2,25
Tanah Liat
I 124,27 123,73 123,41 123,15 122,69 122,21 122,02 121,87II 124,87 124,24 123,98 123,64 122,48 122,04 121,95 121,56
Rataan susut bobot (%)
0,00 0,47 0,70 0,94 1,59 1,96 2,08 2,29
Sterofoam
Kontrol
I 103,08 97,54 93,16 89,36 84,06 81,09 72,15 68,24II 102,2 96,08 91,92 88,05 81,96 75,88 66,54 62,84
Rataan susut bobot (%)
0,00 5,68 9,84 13,58 19,13 23,53 32,44 36,15
Batu Bata
I 123,02 116,96 112,78 109,88 105,07 102,56 99,48 96,79II 123,01 117,17 112,54 108,41 103,83 99,97 96,39 92,14
Rataan susut bobot (%)
0,00 4,84 8,42 11,28 15,09 17,68 20,39 23,21
Tanah Liat
I 122,18 116,25 111,24 107,74 103,23 99,52 97,08 94,86II 122,29 116,43 111,67 108,22 103,71 99,87 98,8 95,91
Rataan susut bobot (%)
0,00 4,82 8,82 11,66 15,35 18,44 19,88 21,97
Rumus Menghitung Susut Bobot
Susut Bobot ( %) = ( Bobot i -Bobot awal)
Bobot awal×100%
Grafik 1. laju susut bobot pada jamur tiram
0 1 2 3 4 5 6 7 8 90.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00Grafik Laju Susut Bobot
Plastik KontrolPlastik Batu BaraPlastik Tanah LiatSterofoam KontrolSterofoam Batu BaraSterofoam Tanah Liat
Hari ke-
Nila
i Sus
ut B
obot
(%)
Pembahasan
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa secara umum laju susut bobot
untuk plastik LDPE memiliki laju susut bobot yang lebih besar dari pada dengan
stretch film. Hal ini dikarenakan laju respirasi jamur tiram yang disimpan dengan
LDPE lebih besar dari stretch film. Hal tersebut dikarenakan laju respirasi dan
transpirasi sampel dengan bahan kemasan white stretch film cukup besar
dibanding kemasan bahan plastic LPDE.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi bisa berasal dari dalam maupun
dari luar. Pengaruh dari dalam meliputi tingkat perkembangan organ, susunan
kimiawi jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan
faktor dari luar ialah suhu, etilen, oksigen yang tersedia, karbondioksida, dan
kerusakan buah dan sayuran (Phan et al.,1986).
Permeabilitas dari plastik yang digunakan juga mempengaruhi laju respirasi
tersebut. Penggunaan kemasan permeabel sendiri bertujuan untuk menekan laju
transpirasi dan respirasi pada bahan. Jika permeabilitas dari bahan kemasan cukup
tinggi, akan memperbesar laju respirasi dan trasnpirasi bahan yang disimpan.
Dengan semakin besarnya laju respirasi dan transpirasi, akan semakin cepat
kehilangan air pada jamur tiram dan akan memperbesar susut bobot. Itulah
mengapa laju susut bobot perlakuan plastik LDPE lebih rendah dari white stretch
film.
Menurut Beadry et al. (1992) dalam Rusmono (1999) palstik HDPE pada suhu
25 oC memiliki permeabilitas O2 sebesar 68.81 x 10-14 mol.m/m2.kPa.det dan CO2
sebesar 302.81 x 10-14 mol.m/m2.kPa.det. Sedangkan untuk white stretch film 25 oC menurut Hasbullah et al. (1998) pada Rusmono (1999), permeabilitas O2
sebesar 117.14 x 10-14 mol.m/m2.kPa.det dan CO2 sebesar 471.85 x 10-14
mol.m/m2.kPa.det.
Pada grafik laju susut bobot dari tiga grafik perlakuan dengan white stretch
film, yang paling terlihat sangat berbeda adalah white stretch film kontrol. Hal
tersebut dikarenakan perlakuan kontrol tidak diberi KMnO4. Dengan tidak
diberikannya zat tersebut, maka etilen dari jamur tidak akan terhambat dan akan
mempercepat respirasi dan transpirasi jamur tiram. Sehingga jamur tiram
mengalami susut bobot yang lebih besar dari perlakuan kemasan white stretch
film yang lain. Sedangkan laju susut bobot antar perlakuan plastik LDPE tidak
terlalu terlihat signifikan perbedaannya.
Sampai hari ke-2, semua sampel jamur masih terlihat putih seperti normal.
Pada hari ke-3, semua sampel mulai terlihat berubah warna menandakan sudah
terjadi perubahan kandungan kimiawi dari jamur. Namun, hanya jamur dengan
perlakuan dengan kemasan white stretch film saja yang mengalami kerusakan
yaitu berubah warna menjadi putih kecoklatan seiring tumbuhnya cendawan. Saat
tersebutlah jamur mulai mengeluarkan aroma tidak enak. Dengan berubahnya
warna jamur menjadi putih kecoklatan dan aroma yang tidak enak, jamur sudah
tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Hari-hari berikutnya kondisi sampel jamur
semakin buruk.
Jamur tiram dengan perlakuan kemasan plastik LDPE berubah warna menjadi
putih kusam pada hari ke-3 dan tidak terjadi perubahan aroma sampai satu hari
pengamatan. Pada hari ke-4 baru terjadi perubahan aroma jamur menjadi tidak
enak. Pada saat itulah jamur dapat dikategorikan tidak layak dikonsumsi karena
rusak. Kemudian hari berikutnya terlihat lendir dan cendawan ditemukan pada
sampel. Hari-hari pengamatan berikutnya sampel jamur semakin buruk.
KESIMPULAN
Perlakuan yang paling baik untuk penyimpanan jamur tiram adalah pggunaan
kemasan plastik LDPE dengan masa simpan tiga hari dan tidak layak konsumsi
pada hari ke-4.
DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulus CJ, Mims CW, and Blackwell M. 1996. Introductory mycology. Fourth edition. John Wiley dan Sons, Inc. USA : 32-50; 501-508.
Beaudry, R.M., A.C. Cameron, A. Shirazi, dan D. L.Dostal-lange. 1992. Modified atmosphere packaging of blueberry fruit: Aflect of temperature on package O2 and C02. J. Amer. Hort. Sci. 1 17(3) : 436-441.
Djarijah NM. 2001. Budidaya jamur tiram. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Hasbullah, R., Gardjito, dan A. M. Syarief. 1998.Pengaruh Suhu Terhadap Sifat Pemeabilitas Gas Pada film.PIastik. Laporan Hasil Penelitian. IPB, Bogor.
Kader, A. A. 1992. Postharvest biology and technology. p. 15-20 In A. A. Kader (Ed.). Postharvest Technology of Horticulture Crops. Agriculture and Natural Resources Publication, Univ. of California. Barkeley
Kholis D. 2007. Jamur Multi Manfaat Pasar Makin Luas. Terhubung berkala: http://ikm.depperin. go.id/. Diunduh pada tanggal 8 Desember 2013
Maulana, E. 2002. Budidaya Jamur Tiram Putih (Oyster Mushroom). Makalah Pelatihan Jamur Tiram Putih. Kerjasama Diperindakop dan Politeknik Pertanian Negeri Bandar Lampung.
Phan, C. T., E. B. Pantastico, K.Ogata, dan K. Chachin. 1989. Respirasi dan Puncak Respirasi, p. 136-159. DaIam Er. B. Pantastico (ed.).Fisiologi Pasca Panen, Penangan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-tropika. (Terjemahan Kamariyani). Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Rusmono M. 1999. Pengembangan Model Simulasi Penyimpanan Buah Terolah Minimal Berpelapis Edibel dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi [Skripsi] Program Sarjana. Bogor (ID): Institut Pertanain Bogor.
Santoso, B dan B. S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura Indonesia. Indonesia Australia Easteren Universities Project. Hlm 187
Sholihati. 2004. Kajian Penggunaan Bahan Penyerap Etilen Kalium Permanganat untuk memperpanjang Umur Simpan Pisang raja (Musa paradisiacal var.sapientum L.). [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor. Hlm 117
Sjaifullah dan Dony A. S. B. 1991. Formulasi penggunaan kalium permanganate dan bahan penyerapnya untuk Pembuatan pellet pengikat etilen J.Hort (3):23- 26
Winarno, F.G. 2000. Teknologi Pascapanen Jamur, Pengawetan dan Pengolahan-nya. Makalah Pelatihan Budidaya Jamur Kayu. Kerjasama Mbrio Food
Laboratory dengan Pusbangtepa LPM IPB. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
1. Hasil pengamatan H0 pada tanggal 21 Nopember 2013
Gambar 1. Bahan pengikat Gambar 2. Penyimpanan pada sterofoam
Gambar 3. Penyimpanan pada plastik Gambar 4. Tempat penyimpanan
2. Hasil pengamatan H1 pada tanggal 22 Nopember 2013
Gambar 5. Pengamatan H1 penyimpanan dalam plastik masih terlihat segar
Gambar 6. Pengamatan H1 Penyimpanan pada sterofoam masih terlihat segar
3. Hasil Pengamatan H3 pada tanggal 24 Nopember 2013
Gambar 7. Pengamatan H3 penyimpanan pada plastik sudah terlihat perubahan warna dari putih menjadi putih kusam
Gambar 8. Pengamatan H3 penyimpanan pada sterofoam sudah terlihat perubahan warna dari putih menjadi putih kecoklatan
Gambar 9. Pada pengamatan H3 sudah terdapat cendawan pada kemasan sterofoam
4. Hasil Pengamatan H5 pada tanggal 26 Nopember 2013
Gambar 10. Hasil pengamatan penyimpanan jamur tiram pada
plastik dan sterofoam sudah berwarna kuning kecoklatan
5. Hasil Pengamatan H6 pada tanggal
27 Nopember 2013
Gambar 11. Hasil pengamatan penyimpanan jamur tiram pada plastik dan sterofoam sudah berwarna coklat dan terdapat lendir pada kemasan sterofoam
Tabel 1. Hasil Pengukuran Bobot Kemasan Jamur Tiram
PerlakuanUlanga
nH0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
Plastik
Kontrol
I104.1
4103.6
3103.3
9103.12 102.86 102.45 102.02 101.75
II104.0
7103.9
5103.7
2103.04 102.88 102.76 102.34 102.02
Batu Bata
I124.4
4123.9
3123.6
1123.45 122.96 122.64 122.28 121.73
II124.2
5123.7
3123.4
5123.16 122.73 122.42 121.96 121.36
Tanah Liat
I124.2
7123.7
3123.4
1123.15 122.69 122.21 122.02 121.87
II124.8
7124.2
4123.9
8123.64 122.48 122.04 121.95 121.56
Sterofoam
Kontrol
I103.0
897.54 93.16 89.36 84.06 81.09 72.15 68.24
II 102.2 96.08 91.92 88.05 81.96 75.88 66.54 62.84
Batu Bata
I123.0
2116.9
6112.7
8109.88 105.07 102.56 99.48 96.79
II123.0
1117.1
7112.5
4108.41 103.83 99.97 96.39 92.14
Tanah Liat
I122.1
8116.2
5111.2
4107.74 103.23 99.52 97.08 94.86
II122.2
9116.4
3111.6
7108.22 103.71 99.87 98.8 95.91
Tabel 2. Hasil Pengamatan Aroma Pada Jamur tiram
Perlakuan Ulangan H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7Plastik Kontro
lI 1 1 1 1 2 3 3 4II 1 1 1 1 2 3 3 4 Ket :
Batu Bata
I 1 1 1 1 2 3 3 4 4 : Sangat bau
II 1 1 1 1 2 3 3 4 3 : Cukup Bau
Tanah Liat
I 1 1 1 1 2 3 3 4 2 : Agak bauII 1 1 1 1 2 3 3 4 1 : Bau
Sterofoam
Kontrol
I 1 1 2 2 3 3 3 3II 1 1 1 1 3 3 3 3
Batu Bata
I 1 1 2 2 3 3 3 3II 1 1 2 2 3 3 3 3
Tanah Liat
I 1 1 2 2 3 3 3 3II 1 1 2 2 3 3 3 3
Tabel 3. Hasil pengamatan warna pada jamur tiram
PerlakuanUlanga
nH0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
Plastik
Kontrol
I Putih Putih Putih Putih kusam Putih kusam putih kecoklatan kuning kuningII Putih Putih Putih Putih kusam Putih kusam putih kekuningan kuning kuning
Batu Bata
I Putih Putih Putih Putih kusam Putih kusam putih kekuningankuning
kecoklatankuning
kecoklatan
II Putih Putih Putih Putih kusam Putih kusam putih kecoklatankuning
kecoklatankuning
kecoklatan
Tanah Liat
I Putih Putih Putih Putih kusam Putih kusamkuning
kecoklatankuning
kecoklatankuning
kecoklatan
II Putih Putih Putih Putih kusam Putih kusamkuning
kecoklatankuning
kecoklatankuning
kecoklatanSterofoa
m Kontrol
I Putih Putih Putihputih
kecoklatanputih
kecoklatancoklat
kuning kecoklatan
kuning kecoklatan
II Putih Putih Putihputih
kecoklatanputih
kecoklatancoklat muda
kuning kecoklatan
kuning kecoklatan
Batu Bata
I Putih Putih Putih putih kecoklatan
putih kecoklatan
putih kecoklatan coklat kehitaman
coklat kehitaman
II Putih Putih Putihputih
kecoklatanputih
kecoklatancoklat kehijauan
coklat hijau kuning
coklat hijau kuning
Tanah Liat
I Putih Putih Putihputih
kecoklatanputih
kecoklatancoklat kehijauan
coklat kehijauan
coklat kehijauan
II Putih Putih Putihputih
kecoklatanputih
kecoklatancoklat kehijauan
coklat kehijauan
coklat kehijauan
Tabel 4. Hasil Pengamatan Hama Penyakit Pada Jamur Tiram
PerlakuanUlanga
nH0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
Plastik
Kontrol
I - - - - - Lendir Lendir Banyak LendirII - - - - - Lendir Lendir Banyak Lendir
Batu Bata
I - - - - - Lendir Lendir Banyak LendirII - - - - - Lendir Lendir Banyak Lendir
Tanah Liat
I - - - - - Lendir Lendir Banyak LendirII - - - - - Cendawan Lendir Banyak Lendir
Sterofoam
Kontrol
I - -Cendawa
nCendawan Cendawan
Cendawan + lendir
Cendawan+lendir
Cendawan+lendir
II - -Cendawa
nCendawan Cendawan
Cendawan + lendir
Cendawan+lendir
Lendir
Batu Bata
I - -Cendawa
nCendawan Cendawan
Cendawan + lendir
Cendawan+lendir
Lendir
II - -Cendawa
nCendawan Cendawan
Cendawan+ Serangga
Cendawan+lendir
Cendawan+lendir
Tanah I - - Cendawa Cendawan Cendawan Cendawan Cendawan+lendi Cendawan+lendir
Liatn r
II - -Cendawa
nCendawan Cendawan Cendawan
Cendawan+lendir
Cendawan+lendir