Download doc - LAPORAN KULTUR JARINGAN

Transcript
Page 1: LAPORAN KULTUR JARINGAN

ACARA I

PEMBUATAN LARUTAN STOCK, PEMBUATAN MEDIA TANAM,

DAN STERILISASINYA

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bioteknologi di bidang pertanian telah berkembang pesat, salah satu contohnya

adalah kultur jaringan. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik

menumbuhkembangkan bagian tanaman, baik berupa sel jaringan atau organ tanaman

dalam kondisi aseptis secara in vitro. Ciri teknik ini adalah kondisi kultur yang aseptis,

penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap, dan kondisi

lingkungan kultur yang sesuai. Lingkungan yang sesuai dapat dipenuhi dengan

menentukan media tumbuh yang sesuai dan penempatan pada kondisi yang terkendali

berkaitan dengan intensitas dan periodisitas, cahaya, temperatur, dan kelembaban serta

keharusan sterilisasi.

Sterilisasi alat merupakan hal mutlak yang harus dilakukan dalam kultur jaringan.

Ha ini untuk menciptakan kondisi aseptis perlu dilakukan proses pensterilan atau

sterilisasi untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Sterilisasi alat (petridish, pinset,

gunting, dll) biasanya dilakukan dengan pemanasan secara langsung diatas api atau

dibakar atau dengan pemasan menggunakan autoklaf selama 30 menit pada suhu 115ºC -

135ºC.

Media kultur jaringan merupakan faktor penting penentu keberhasilan

perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah

diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang

dikulturkan. Media kultur fisiknya dapat berbentuk padat atau cair. Media berbentuk

padat menggunakan pemadat media seperti agar. Media kultur yang memenuhi syarat

1

Page 2: LAPORAN KULTUR JARINGAN

adalah yang mengandung nutrient makro dan mikro dalam kadar dan perbandingan

tertentu, sumber energi (sukrosa), serta mengandung berbagai macam vitamin dan ZPT.

Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif.

Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian

tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam

media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah

tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan

bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah

perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan

media buatan yang dilakukan di tempat steril.

Larutan stock merupakan larutan bahan-bahan komponen media yang besarnya

telah dikalikan menjadi beberapa konsentrasi sehingga larutan stock ini berfungsi sebagai

salah satu cara untuk memudahkan penimbangan dan menghindari kesalahan

penimbangan bahan-bahan yang diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil. Bahan-bahan

kimia komponen media dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil, oleh karena itu

bahan-bahan tersebut disediakan dalam bentuk larutan stock. Untuk itulah tahapan

pembuatan larutan stock merupakan tahapan yang sangat penting dalam metode kultur

jaringan agar tidak terjadi kesalahan dalam penimbangan bahan-bahan kimia yang akan

digunakan.

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.

Media sebagai tempat pertumbuhan aksplan yang akan dikulturkan sehingga pembuatan

media harus dilakukan dalam tahapan perbantakan tanaman secara kultur jaringan.

Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan

diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan

hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat

pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun

jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang

sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan

juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.

2

Page 3: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di

tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa kondisi yang aseptic merupakan syarat yang

mutlak dalam tahapan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Oleh karena itu

tahapan sterilisasi harus dilaksanakan dalam praktikum kali ini. Sterilisasi juga dilakukan

terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada

peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.

2. Tujuan

Tujuan praktikum acara yang pertama ini adalah :

1. Mengetahui prosedur pembuatan larutan stock.

2. Mengetahui langkah-langkah dalam pembuatan media kultur jaringan.

3. Mengetahui prosedur sterilisasi alat dan media kultur.

3. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum acara pertama ini berjudul pembuatan larutan stock, media tanam, dan

sterilisasi dilaksanakan pada :

Waktu praktikum : Senin, 13 Oktober 2008

Tempat : Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pembuatan Larutan Stock

Bahan-bahan kimia komponen media dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil,

oleh karena itu bahan-bahan tersebut disediakan dalam bentuk larutan yang disebut

sebagai larutan stock. Larutan stock merupakan larutan bahan-bahan komponen media

yang besarnya telah dikalikan menjadi beberapa konsentrasi. Sehingga larutan stock ini

berfungsi untuk memudahkan penimbangan dan menghindari kesalahan penimbangan

3

Page 4: LAPORAN KULTUR JARINGAN

bahan-bahan yang diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil. (Yuniastuti, Endang. 2008:

4)

Seperti diungkapkan oleh Lydiane Kyte dan John Klein dalam Plant for Test Tubes

“Stock solutions are concentrated solutions of groups of media chemicals that are

preparated ahead of time and used to make several batches of media. They may be made

in liter quantities of 10 to 100 times the concentration required in the final formula.

Having stock solutions eliminates the need to weigh so many different chemicals every

time you want to make a batch of medium. Also, the quantities will be more accurate

because they are on larger scale than would be required for a single batch of medium, and

thus minor inaccuracies have less impact”.

Larutan stock merupakan sekelompok larutan media kimia berkonsentrasi yang

disiapkan di awal dan digunakan untuk membuat beberapa kumpulan media. Larutan

stock dibuat dalam satuan jumlah liter pada 10 sampai 100 kali konsentrasi yang

dibutuhkan pada formula akhir. Pembuatan larutan stock mengurangi resiko perbedaan

berat kimiawi yang besar setiap kali kita ingin membuat kumpulan media. Juga, jumlah

akan lebih akurat sebab larutan stock dibuat dalam skala yang lebih besar daripada jika

kita membuat medium tunggal, dan berkurangnya ketidakakuratan ini akan mengurangi

dampak yang buruk bagi kultur jaringan. ( Lydiane Kyte & John Kleyn. 1996: 76)

Beberapa komposisi akan mengendap (membentuk komponen padat) jika

dicampurkan bersama dalam bentuk konsentrasi yang sama, jadi tiap kelompok kimiawi

dibuat dalam bentuk kimia yang biasanya tidak mengendap pada konsentrasi larutan

stock. Sebelum menambahkan bahan kimia apapun pada pembuatan larutan stock, harus

ada air dalam labu, sehingga pengendapan sulit untuk terjadi.

Tidak ada kesepakatan umum mengenai kombinasi komposisi larutan stock, juga

tentang bagaimana larutan stock dibuat dan berapa lama larutan tersebut dapat disimpan

sebagai larutan stock. Sebagian besar larutan stock dapat disimpan untuk watu yang

terbatas tanpa reaksi yang berlawanan atau berkebalikan. Apabila larutan stock tersebut

memiliki daur hidup yang pendek, seperti pada material organic, kemudian komposisi

kimianya akan stabil dalam waktu yang lama apabila larutan stock tersebut disimpan

dalam refrigerator, hormone cenderung memiliki waktu hidup yang pendek yang

4

Page 5: LAPORAN KULTUR JARINGAN

menyebabkannya harus dibuat dalam jumlah yang kecil sekitar 25 mg dalam 250 ml air.

Apabila komposisi larutan stock memiliki daur hidup yang lebih panjang, seperti pada

garam anorganik, larutan-larutan tersebut dapat disimpan pada cup atau wadah-wadah

kecil, namun larutan-larutan tersebut beresiko tinggi untuk tumbuhnya kontaminan

karena temperatur yang lebih tinggi. Dengan kata lain, jika larutan garam mendekati

proses pengendapan, larutan-larutan tersebut akan mengendap pada suhu dingin di

refrigerator sebab kelarutan suatu larutan akan menurun dengan menurunnya

temperature. Apabila larutan membentuk endapan, larutan-larutan tersebut dapat dibawa

pada suhu ruang, atau sedikit dipanaskan, kemudian digunakan, untuk menghilangkan

endapan. Bila larutan stock tidak mudah untuk mengendap, memanaskan larutan tersebut

pada hot plate atau stirer akan menjadi solusi permasalahan ini. (Bernice M. Martin.

1994: 39).

Pembuatan media pada prinsipnya dilakukan dengan melarutkan semua komponen

media dalam air sesuai dengan konsentrasinya pada formulasi yang diinginkan. Namun,

penimbangan satu persatu komponen media untuk setiap pembuatan media kultur adalah

tidak praktis dan hanya dapat dilakukan jika jumlah zatnya cukup besar. Masalah tersebut

dapat diatasi dengan pembuatan larutan stok. Larutan stok adalah larutan berisi satu atau

lebih komponen media yang konsentrasinya lebih besar dari konsentrasi komponen

tersebut dalam formulasi media akan dibuat (Hemawan dan Na”em, 2006).

Penggunaan larutan stok mengurangi pekerjaan yang rumit dalam persiapan media,

sehingga risiko human error dalam percobaan dapat dikurangi. Lebih dari itu,

penimbangan langsung komponen media, misalnya mikronutrien dan hormon yang

dibutuhkan hanya dalam ukuran milligram atau microgram dalam formulasi akhir tidak

dapat dilakukan dengan cukup akurat untuk pekerjaan kultur jaringan (Rahardja, 1995).

2. Pembuatan Media

Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan

tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan

untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan.

Contohnya komposisi Knudson C (1946), Heller (1953), Nitsch dan Nitsch (1972),

5

Page 6: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Gamborg dkk B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan Skoog MS

(1962) serta woody plant medium-WPM (Lloyd dan Mc Known, 1980). Komponen

media kultur yang lengkap sebagai berikut :

Air distilata (akuades) atau air bebas ion sebagai pelarut atau solven.

Hara-hara makro dan mikro.

Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energy.

Vitamin, asam amino dan bahan organic lain.

Zat pengatur tumbuh.

Suplemen berupa bahan-bahan alami, jika diperlukan.

Agar-agar atau gelrite sebagai pemadat media.

( Endang Yuniastuti. 2008: 5)

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.

Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan

diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan

hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat

pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun

jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang

sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan

juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf. (http: www.iptek.

net.id/ ind/?ch=isti&id=221)

Dalam teknik kultur jaringan dikenal berbagai macam media dasar yang

penamaannya berdasarkan nama penemunya atau peneliti yang menggunakan pertama

kali dan memperoleh hasil yang berarti. Beberapa media dasar yang banyak digunakan

antara lain media dasar Murashige dan Skoog (1962) yang dapat digunakan untuk hampir

semua jenis kultur, media dasar B5 untuk kultur sel kedelai dan legume lainnya, media

dasar White (1934) sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat, media dasar Vacin

dan Went (1949) digunakan untuk kultur jaringan anggrek, media dasar Nitsch dan

Nitsch (1969) digunakan dalam kultur tepung sari (pollen) dan kultur sel, media dasar

Schenk dan Hildebrandt (1972) untuk kultur jaringan tanaman monokotil, media dasar

6

Page 7: LAPORAN KULTUR JARINGAN

WPM (Woody Plant Medium, 1981) khusus untuk tanaman berkayu, media dasar N6

(1975) untuk serealia terutama padi.

Dari sekian banyak media dasar di atas, yang paling banyak digunakan adalah

media Murashige dan Skoog (MS). Media kultur terdiri dari beberapa atau seluruh

komponen berikut: garam-garam anorganik, vitamin, gula, asam amino, persenyawaan

kompleks alamiah, buffer, arang aktif, zat pengatur tumbuh (hormon), dan bahan

pemadat media yaitu agar.

Kombinasi Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) pada kultur jaringan sangat menentukan

keberhasilan kultur. Penelitian pada berbagai macam jenis tanaman, baik tanaman

sayuran, buah-buahan ataupun tanaman perkebunan menggunakan metode Mohr untuk

pemakaian ZPT, yaitu penggunaan kombinasi ZPT antara kelompok sitokinin dan

kelompok auksin. (http://www.sinarharapan.com)

Formula dasar untuk media kultur jaringan telah ditetapkan oleh berbagai

penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Media kultur jaringan dibuat

untuk menyediakan nutrisi dan mengatur pertumbuhan yang optimal untuk tanaman yang

spesifik. Formulasi media yang dikembangkan oleh Toshio Murashige dan rekan

kerjanya , sering dikenal dengan media MS (Murashige dan Skoog’s), mungkin

merupakan media yang terbaik dari beberapa media yang telah diketahui, dan digunakan

sebagian besar pada tanaman herba. Woody plant medium (WPM), dikembangkan oleh

Brent Mc Cown dan Greg Lloyd, didesign sesuai dengan nama yang cocok yaitu optimal

untuk kultur jaringan tanaman berkayu.

Tabel di bawah ini menunjukkan berat atomic dari elemen kimia yang pada umumnya

digunakan dalam teknik kultur jaringan yaitu :

Elemen Simbol Berat Atomic

Boron B 10.811

Kalsium Ca 40.08

Karbon C 12.01115

Klor Cl 35.453

Kobalt Co 58.9332

7

Page 8: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Tembaga Cu 63.54

Hidrogen H 1.00797

Iod I 126.9044

Besi Fe 55.847

Magnesium Mg 24.312

Mangan Mn 54.938

Molibdenum Mo 95.94

Nitrogen N 14.0067

Oksigen O 15.9994

Potassium P 30.9738

Kalium K 39.102

Natrium Na 22.9898

Belerang S 32.064

Seng Zn 65.37

(Lydiane Kyte & John Kleyn. 1996: 62-64)

Untuk perbanyakan klonal, pada umumnya dipakai media dasar Murashige dan Skoog. Media tersebut mempunyai konsentrasi garam anorganik yang tinggi dibandingkan medium lainnya terutama ion NH4 dan NO3. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa pengurangan komponen senyawa penyusun media berpengaruh baik terhadap pertumbuhan biakan tanaman dalam botol (Husni, 1997).

Di bawah ini merupakan tabel komposisi salah satu media yang paling umum

digunakan yaitu Murashige and Skoog’s (Media MS).

Komponen Komposisi

Unsur makro

NH4NO3 1.650

KNO3 1.900

CaCl2.2H2O 440

8

Page 9: LAPORAN KULTUR JARINGAN

MgSO4.2H2O 370

KH2PO4

Unsur mikro

KI 0,830

H3BO3 6,200

MnSO4.4H2O 22,300

ZnSO4.7H2O 8,600

Na2SO4.2H2O 0,250

CuSO4.5H2O 0,025

CoCl2.6H2O 0,025

Na2EDTA 37,200

FeSO4.7H2O 27,800

Vitamin dan Asam amino

Thiamin 1,000

Asam nikotinat 0,500

Pyridoxin HCl 0,500

Glycine 2,000

Asam sistein 50,000

Asam pantotenat 3,000

Myo-inositol 100,000

Sukrosa 30,000

Agar 70,000

( Buletin Teknik Pertanian Vol 9 , Nomor 1, 2004)

3. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan suatu proses untuk mematikan semua organisme yang

terdapat pada atau di dalam suatu benda. Sterilisasi basah dapat digunakan untuk

mensterilkan bahan apa saja yang dapat tembus uap air dan tidak rusak bila dipanaskan

9

Page 10: LAPORAN KULTUR JARINGAN

dengan suhu yang berkisar antara 110-1210C. Sterilisasi yang umum dilakukan dapat

berupa:

a. Sterilisasi secara fisik (pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat

dilakukan selama senyawa kimia yang akan disterilkan tidak akan berubah atau terurai

akibat temperatur atau tekanan tinggi). Dengan udara panas, dipergunakan alat

“bejana/ruang panas” (oven dengan temperatur 170o – 180oC dan waktu yang

digunakan adalah 2 jam yang umumnya untuk peralatan gelas).

b. Sterilisasi secara kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan, larutan alkohol,

larutan formalin).

c. Sterilisasi secara mekanik, digunakan untuk beberapa bahan yang akibat pemanasan

tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan, misalnya adalah dengan

saringan/filter. Sistem kerja filter, seperti pada saringan lain adalah melakukan seleksi

terhadap partikel-partikel yang lewat (dalam hal ini adalah mikroba).

(http://elearning.unram.ac.id/KulJar/BAB%20IV%20STERILISASI/IV2%20Sterilisasi

%20Alat.ht)

Sterilisasi dengan autoklaf adalah salah satu metode sterilisasi dengan uap air dibawah tekanan. Kapas penyumbat, kasa, perlatan laboratorium, plastik penutup, peralatan gelas, penyaring, air, dan media nutrisi dapat disterilisasi dengan autoklaf. Hampir semua mikroba mati bial terkena uap yang sangat panas dari autoklaf selama 10-15 menit/ semua obyek hendaknya disterilisasi pada suhu 121ºC dan tekanan 15 Psi selama 15-20 menit (Torres, 1989).

Etil alcohol (70-90%) sangat berguna untuk mengusap permukaan tempat pelaksanaan, membilas tangan, dan mencelupkan peralatan dengan atau tanpa pembakaran. Alcohol mudah terbakar, sehingga harus sangat hati-hati saat menggunakannya diatas api. Kalsium atau Natrium hipoklorit digunakan sebagai sterilisasi peralatan dan sebagai desinfektan bagi jaringan tanaman tanpa melukainya (Afriastini, 2004).

Alat sterilisasi baik media maupun peralatan yang digunakan untuk proses isolasi

dan penanaman eksplan yang sering digunakan adalah autoklaf. Tipe autoklaf yang

dapat digunakan untuk sterilisasi ada bermacam-macam, mulai dari yang sederhana

sampai digital (terprogram). Autoklaf yang sederhana menggunakan sumber uap dari

10

Page 11: LAPORAN KULTUR JARINGAN

pemanasan air yang ditambahkan ke dalam autoklaf. Pemanasan air dapat menggunakan

kompor atau api Bunsen. Dengan autoklaf sederhana ini, tekanan dan temperatur diatur

dengan jumlah panas dari api.

Kelemahan autoklaf ini adalah bahwa perlu penjagaan dan pengaturan panas

secara manual, selama masa sterilisasi dilakukan. Tetapi autoklaf ini mempunyai

keuntungan: sederhana, harga relatif murah, tidak tergantung dari aliran listrik yang

sering merupakan problema untuk negara-negara yang sedang berkembang, serta lebih

cepat dari autoklaf listrik yang seukuran dan setaraf.

Autoklaf yang lebih komplit menggunakan sumber energi dari listrik. Alatnya

dilengkapi dengan timer dan thermostat. Bila pengatur automatis ini berjalan dengan

baik. Maka autoklaf dapat dijalankan sambil mengerjakan pekerjaan lain. Kelemahannya

adalah bila salah satu pengatur tidak bekerja, maka pekerjaan persiapan media menjadi

sia-sia dan kemungkinan menyebabkan kerusakkan total pada autoklaf. Sebagai sumber

uap, juga berasal dari air yang ditambahkan ke dalam autoklaf dan didihkan.

Untuk laboratorium komersial, diperlukan autoklaf dengan kapasitas besar dan

sumber uap biasanya dari boiler yang terpisah. Autoklaf ini sangat cepat dan dapat

diprogam waktu sterilisasi, serta waktu pendinginan. Setelah sterilisasi bahan atau alat

selesai, temperatur dan tekanan autoklaf diturunkan secara perlahan-lahan dalam waktu

15-20 menit. Pada autoklaf yang programmable, panas ini diatur secara atomatis. Tetapi

pada autoklaf yang sederhana hal ini harus diatur secara manual.

Pada prinsipnya, sterilisasi autoclave menggunakan panas dan tekanan dari uap air.

Temperature sterilasi biasanya 121o C, tekanan yang biasa digunakan antara 15-17,5 psi

(pound per square inci) atau 1 atm.Lamanya sterilisasi tergantung dari volume dan jenis.

Alat-alat dan air disterilkan selama 1 jam, tetapi media antara 20-40 menit tergantung

dari volume bahan yang disterilkan. Sterilisasi media yang terlalu lama menyebabkan :

1.      Penguraian gula.

2.      Degradasi vitamin dan asam-asam amino.

3.      Inaktifasi sitokinin zeatin riboside.

4.      Perubahan pH yang berakibatkan depolimerisasi agar. 

( Lydiane Kyte & John Kleyn. 1996 : 169)

11

Page 12: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Autoklaf gas atau listrik portable pada umumnya mempergunakan sumber uap dari

pemanasan air yang ditambahkan ke dalam autoklaf, sedangkan autoklaf besar pada

laboratorium komersil pada umumnya menggunakan uap dari boiler sentral.

Bagian-bagian autoklaf :

1.      Panci luar.

2.      Panci dalam tempat meletakkan botol dengan alur tempat saluran uap.

3.      Tutup beserta penunjuk tekanan dan saluran uap.

4.      Katup pengeluaran uap.

5.      Pengunci atau klem.

Dalam sterilisasi aquadest, lebih efektif bila digunakan wadah yang mempunyai

volume antara 300 – 500 ml. Isi wadah tersebut sampai 80% volume, dan tutup dengan

kertas, serta kencangkan dengan karet gelang.

Media disterilkan dalam autoklaf. Untuk aquadest sebaiknya dimasukkan dalam

wadah kecil misalnya erlemeyer 250 ml dengan isi maksimum 100 ml, agar sterilisasi

lebih efektif. Waktu sterilisasi sama dengan waktu untuk sterilisasi alat-alat waktu 30

menit pada tekanan 15 psi. atau 1 atm.

Untuk media kultur yang tidak mengandung bahan-bahan yang Heat-labile,

sterilisasi dilakukan dengan autoklaf pada temperatur 121oC, tekanan antara 15 psi atau 1

atm dengan waktu antara 20-25 menit tergantung dari volume wadah dan volume media.

Untuk 15-50 ml media dalam tabung reaksi atau botol kecil berukuran 50-100 ml,

sterilisasi dilakukan pada tekanan 15 psi dengan waktu 20 menit. Untuk 20 botol volume

1 liter  membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 34 menit, 10 botol volume 2 liter

memerlukan waktu 37 menit, 5 botol 4 liter waktu yang digunakan 52 menit. Dengan

waktu yang lebih lama. Dalam sterilisasi aquadest dan media, setelah waktu sterilisasi

yang diinginkan sudah tercapai, autoklaf tidak boleh diturunkan tekanannya secara

mendadak. Bila tekanan diturunkan mendadak, cairan didalamnya mendidih dan meluap

(bubbled up).

Untuk bahan-bahan yang heat-labile dalam bentuk larutan, sterilisasi dilakukan

dengan menyaring larutan melalui filter yang mempunyai ukuran pori 0.20-0.22 um.

Diameter filter yang bermacam-macam tergantung dari volume larutan yang ingin

12

Page 13: LAPORAN KULTUR JARINGAN

disterilkan. Untuk volume larutan 10 ml, dipergunakan filter yang dipasang di ujung

jarum suntik. Bahan yang heat labile antara lain : GA3, Thiamin-HCL, Ca-panthothenate,

Antibiotik: carbenocilin.  

Botol-botol/tabung reaksi/erlenmeyer yang dipergunakan sebagai wadah, biasanya

disterilkan dalam oven. Botol-botol yang sudah dicuci bersih, dimasukkan ke dalam oven

dan dipanaskan selama 4 jam pada temperatur 160o C. Setelah disterilkan dapat langsung

digunakan. Bila botol akan disimpan untuk beberapa lama, maka sewaktu sterilisasi,

mulut botol harus ditutup dengan alumunium foil.

(http://www.iptek.net)

C. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA

1. Alat

a. Pembuatan Larutan Stock

Timbangan analitik

Sendok

Erlenmeyer

b. Pembuatan Media Tanam

Timbangan analitik

Botol-botol kultur

Magnetik stirrer

pH meter

Gelas piala

Pipet

Plastik pp 0,3 mm

Karet gelang

Kertas label

c. Sterilisasi

Autoklaf

2. Bahan

a. Pembuatan Larutan Stock

13

Page 14: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Bahan-bahan kimia untuk nutrisi, vitamin, FeEDTA, ZPT

Aquadest

b. Pembuatan Media Tanam

Aquadest

Larutan stock, terdiri atas hara makro dan mikro, vitamin, serta ZPT

Agar-agar

Gula

NaOH 1N dan HCl 1 N

3. Cara Kerja

a. Pembuatan Larutan Stock

1. Larutan Stock Media

Bahan-bahan kimia komponen media dibutuhkan dalam jumlah yang

relative kecil, oleh karena itu bahan-bahan tersebut disediakan dalam bentuk

larutan yang disebut sebagai larutan stock.

Larutan stock merupakan larutaaan bahan-bahan komponen media yang

besarnya telah dikalikan menjadi beberapa konsentrasi. Sehingga larutan stock ini

berfungsi untuk memudahkan penimbangan dan menghindari kesalahan

penimbangan bahan-bahan yang diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil.

Langkah-langkah pembuatan larutan stock meliputi :

(1). Menimbang bahan-bahan kimia yang telah dikalikan menjadi beberapa kali

konsentrasi, misalnya untuk unsure hara makro dikalikan 20 dan unsur hara

mikro dikalikan 100 kali konsentrasi.

(2). Melarutkan bahan-bahan kimia tersebut ke dalam aquadest dengan volume

tertentu, misalnya 500 ml.

(3). Memasukkan masing-masing larutan ke dalam botol dan menyimpan ke

dalam refrigerator.

2. Larutan Stock Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Zat pengatur tumbuh hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit sekali.

Biasanya zat pengatur tumbuh ini dibuat dengan kepekatan 1-10 mg/ml . Cara

membuat larutan stock masing-masing ZPT adalah sebagai berikut :

14

Page 15: LAPORAN KULTUR JARINGAN

(1). Menghitung kebutuhan bahan BAP 100 ppm sebanyak 300 ml adalah sebagai

berikut :

100 ppm = 100 mg/l

= 30 mg/0,3 l

= 30 mg/300 ml

(2). Menghitung kebutuhan bahan IBA 100 ppm sebanyak 100 ml adalah sebagai

berikut :

100 ppm = 100 mg/l

= 10 mg/0,1 l

= 10 mg/100 ml

(3). Melarutkan bahan dengan Alkohol atau NaOH 1 N kemudian ditambah

dengan aquadest sampai 300 ml untuk BAP dan 100 ml untuk IBA.

(4). Memasukkan masing-masing larutan tersebut ke dalam botol dan

menyimpannya ke dalam refrigerator.

b. Pembuatan Media Kultur

Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan

tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan

untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan.

Contohnya komposisi Knudson C (1946), Heller (1953), Nitsch dan Nitsch (1972),

Gamborg dkk B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan Skoog MS

(1962) serta woody plant medium-WPM (Lloyd dan Mc Known, 1980). Komponen

media kultur yang lengkap sebagai berikut :

Air distilata (akuades) atau air bebas ion sebagai pelarut atau solven.

Hara-hara makro dan mikro.

Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energy.

Vitamin, asam amino dan bahan organic lain.

Zat pengatur tumbuh.

Suplemen berupa bahan-bahan alami, jika diperlukan.

Agar-agar atau gelrite sebagai pemadat media.

15

Page 16: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Dalam praktikum kali ini, media yang digunakan adalah media Murashige dan

Skoog’s (MS) yang dimodifikasi dengan penambahan ZPT BAP 2 ppm dan IAA 0,5

ppm. Media tersebut digunakan untuk penanaman masing-masing eksplan yang

masing-masing eksplan diulang sebanyak 2 kali untuk tiap mahasiswa.

Langkah-langkah pembuatan media (1 liter) adalah sebagai berikut :

(1). Mengambil masing-masing larutan stock sesuai dengan ukuran yang telah

ditentukan dan memasukkannya ke dalam gelas piala.

(2). Mengambil larutan stock ZPT sesuai dengan perlakuan, misalnya :

Untuk membuat media 1 L dengan konsentrasi BAP 2 ppm, maka volume

larutan stock yang diambil adalah :

V1 x M1 = V2 x M2

V1 X 100 ppm = 1000 ml x 0,5 ppm

V1 = 20 ml/L

Untuk membuat media 1 L dengan konsentrasi IAA 0,5 ppm, maka volume

larutan stock yang diambil adalah :

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 100 ppm = 1000 ml x 0,5 ppm

V1 = 5 ml/L

Ket : V1 : volume larutan stock yang diambil

V2 : volume media yang akan dibuat

M1 : dosis larutan stock yang tersedia

M2 : dosis media yang akan dibuat

Menambah aquadest sampai 1000 ml

Menambah gula sebanyak 30 gr

Mengatur pH dalam kisaran 5,8- 6,3 dengan menambahkan beberapa tetes

NaOH untuk menaikkan pH atau HCl untuk menurunkan pH. Pada saat

pengukuran pH, larutan media diaduk dengan magnetic stirrer.

Menambahkan agar-agar 8 gr kemudian dididihkan.

Menuangkan larutan media ke dalam botol-botol kultur kurang lebih 25 ml

tiap botol.

16

Page 17: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Menutup botol berisi larutan media dengan plastik.

c. Sterilisasi Alat dan Media Kultur

Sterilisasi alat dan media kultur jaringan dilakukan secara bersamaan

menggunakan autoklaf. Langkah-langkah sterilisasi alat dan media kultur jaringan :

Membungkus alat-alat kultur seperti petridish, pisau scalpel dan pinset dengan

kertas koran.

Memasukkan botol-botol berisi media dan alat-alat kultur yang telah dibungkus

kertas koran ke dalam autoklaf untuk proses sterilisasi pada suhu 121° C, tekanan

1,5 kg/cm2 selama 45 menit.

Menyimpan alat-alat kultur dalam oven.

Menyimpan media pada rak penyimpan media yang bertujuan untuk

mengantisipasi ada tidaknya kontaminasi pada media sehingga dapat dicegah

penggunaan media yang telah terkontaminasi pada saat penanaman.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pembuatan Media Tanam

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.

Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan tergantung pada jenis tanaman

yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,

vitamin, dan hormone. Selain itu perlu ditambahkan bahan tambahan seperti agar, gula,

dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi baik jenis maupun

jumlahnya, tergantung dengan kultur jaringan yang akan dilakukan. Pada percobaan kali

ini media yang dibuat adalah media Murashige and Skoog’s dengan komposisi :

Komponen Komposisi

Unsur makro

NH4NO3 1.650

KNO3 1.900

CaCl2.2H2O 440

MgSO4.2H2O 37017

Page 18: LAPORAN KULTUR JARINGAN

KH2PO4

Unsur mikro

KI 0,830

H3BO3 6,200

MnSO4.4H2O 22,300

ZnSO4.7H2O 8,600

Na2SO4.2H2O 0,250

CuSO4.5H2O 0,025

CoCl2.6H2O 0,025

Na2EDTA 37,200

FeSO4.7H2O 27,800

Vitamin dan Asam amino

Thiamin 1,000

Asam nikotinat 0,500

Pyridoxin HCl 0,500

Glycine 2,000

Asam sistein 50,000

Asam pantotenat 3,000

Myo-inositol 100,000

Sukrosa 30,000

Agar 70,000

Pemilihan jenis media kultur yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan dan

perkembangan eksplan sesuai yang diinginkan. Media kultur dibedakan menjadi dua

yaitu media dasar yang terdiri dari garam-garam organik (makro dan mikro), senyawa

sumber karbon, asam amino, dan vitamin. Media yang kedua adalah media perlakuan

18

Page 19: LAPORAN KULTUR JARINGAN

yaitu media dasar yang ditambahkan dengan penambahan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh)

atau hormone. Jenis media kultur yang paling banyak digunakan adalah media Murashige

and Skoog (MS) cocok untuk hamper semua jenis tanaman terutama monokotil. Selain

itu, terdapat banyak jenis media yang lain seperti woody plant medium (WPM) yang

cocok untuk kultur tanaman keras atau tanaman berkayu, media Gamborg dan White

untuk kultur akar.

Pada praktikum kali ini hanya digunakan media dasar berupa media Murashige

Skoog. Sebelumnya telah dibuat larutan stock media, yaitu larutan pekat senyawa-

senyawa kimia penyusun media. Larutan stock ini berfungsi untuk memudahkan

pengukuran berat dan konsentrasi senyawa dalam meia, sehingga memastikan bahwa

jumlah/ volume masing-masing komponen media yang diberikan dalam jumlah tepat.

Sebab, kalau tidak dibuat larutan stocknya akan menyulitkan dalam penimbangan

komponen media, karena berat yang dibutuhkan sangat sedikit seperti yang tertera dalam

table komposisi di atas dan penimbangan seringkali tidak akurat. Larutan stok dibuat

dalam konsentrasi pekat (10 atau 100 kali konsentrasi akhir yang dibutuhkan untuk

media.

Komponen-komponen media MS yaitu :

Garam-garam anorganik terdiri dari makronutrient (C, H, O, N, S, P, K, Ca, Mg). N

didapatkan dari NO3- atau NH4

+ atau asam amino. Mg dan S didapatkan dari

MgSO4.7H2O. P didapat dari NaH2PO4.H2O dan KH2PO4. K didapat dari KCl, K2NO3

atau KH2PO4. K didapatkan dari KCl, K2NO3 atau KH2PO4. Ca didapatkan dari

CaCl2.2H2O atau Ca(NO3)2. Dan Cl dari KCl atau CaCl2. Selain itu dibutuhkan juga

mikronutrient yang terdiri dari Cu, Zn, FeEDTA, B, Mo, Co, dan I.

Sumber karbon yang digunakan adalah sukrosa, sebagai sumber energy. Konsentrasi

sukrosa yang digunakan adalah 20.000- 45.000 mg/L.

Asam amino merupakan sumber N organik. Asam amino yang sering digunakan

adalah glutamine, asparagin, sistein, dan glisin.

Vitamin berfungsi sebagai katalisator dalam system enzim dan diperlukan dalam

jumlah kecil. Vitamin yang dibutuhkan pada sebagian besar kultur jaringan tumbuhan

19

Page 20: LAPORAN KULTUR JARINGAN

adalah thiamin, yang diberikan dalam bentuk Thiamin-HCl. Vitamin lain yang biasa

digunakan adalah asam nikotinat dan piridoksin HCl (vitamin B6).

Pada praktikum kali ini, untuk hara makro kecuali CaCl2.2H2O dibuat larutan

stocknya, untuk CaCl2.2H2O dibuat larutan stock tersendiri karena apabila di campur zat

ini akan mengendap.

Pada pembuatan media harus diperhatikan pH- nya yaitu harus dijaga pada pH 5,8

sampai 6,3 dengan penambahan KOH atau NaOH untuk menaikkan pH dan dan HCl

untuk menurunkan pH. pH harus dijaga pada 5,8 sampai 6,3 sebab pada kawasan pH ini

merupakan pH yang optimum untuk penyerapan hara oleh tanaman. Pada praktikum kali

ini dilakukan penambahan HCl sebanyak kurang lebih 5 tetes karena campuran media

yang didapat terlalu basa dan setelah dilakukan penambahan HCl dilakukan pula

penambahan NaOH sebanyak 2 tetes karena pH yang didapat terlalu asam. Media yang

terlalu asam menyebabkan media sukar mengendap. Namun harus juga dihindari

penambahan HCl dan NaOH secara berlebihan karena akan mengurangi tingkat

keberhasilan pembuatan media. Setelah media masak dan dituang di botol-botol kultur

serta ditutup plastik, media dimasukkan dalam autoklaf untuk disterilisasi.

2. Sterilisasi Media Tanam, Alat-alat Penanaman, dan Eksplan Tanaman.

Syarat utama keberhasilan kultur in vitro adalah menghindari kontaminasi yang

dapat terjadi pada setiap saat dalam masa kultur . Kontaminasi umumnya disebabkan oleh

sterilisasi media yang kurang sempurna, lingkungan kerja dan pelaksanaan atau cara kerja

saat penanaman (kecerobohan pelaksana), eksplan, molekul-molekul atau benda-benda

asing berukuran kecil yang jatuh atau masuk ke dalam botol kultur setelah penanaman

dan ketika diletakkan di ruang kultur. Agar kontaminasi tidak terjadi maka faktor-faktor

tersebut harus berada dalam kondisi aseptik. Kondisi aseptik dapat dicapai dengan

metode sterilisasi. Secara umum, metode sterilisasi dikelompokkan dalam metode

sterilisasi pemanasan kering menggunakan oven, metode sterilisasi pemanasan basah

menggunakan autoklaf, metode ultrafiltrasi dengan menggunakan filter milipore

(digunakan untuk hormone dan ZPT), metode sterilisasi dengan bahan kimia bisa

20

Page 21: LAPORAN KULTUR JARINGAN

menggunakan alkohol 70 % atau 80 %, metode sterilisasi laminar air flow cabinet

menggunakan sinar UV.

Pada praktikum kali ini, untuk mensterilisasi media dan alat-alat untuk penanaman

eksplan menggunakan metode sterilisasi pemanasan basah dengan menggunakan

autoklaf. Autoklaf merupakan alat yang dilengkapi dengan klep pengatur tekanan yang

berasal dari air yang diuapkan. Uap air panas inilah yang akan membunuh

mikroorganisme dan mensterilkan alat atau media yang akan digunakan. Untuk sterilisasi

media dilakukan selama 15-20 menit sedangkan untuk sterilisasi alat dan aquades

dilakukan selama kurang lebih 1 jam. Sebelum dinyalakan, harus dipastikan bahwa

semua kunci harus menutup agar tekanan yang timbul tidak bocor keluar, apabila hal itu

terjadi proses sterilisasi tidak akan berhasil. Setelah proses sterilisasi selesai dan autoklaf

mati, autoklaf tidak boleh langsung dibuka melainkan ditunggu hingga semua air yang

berada di dalam autoklaf keluar (kunci dibuka dulu) dan tekanan di dalam autoklaf

menurun, apabila langsung dibuka dapat menimbulkan ledakan dan dapat merusak klep

pengatur tekanan pada autoklaf sehingga kerja alat akan terganggu untuk pemakaian

selanjutnya. Sebelum dimasukkan petridish, pisau scalpel, pinset, dan alat-alat yang lain

terlebih dahulu dibungkus dengan kertas agar tidak kontak langsung dengan uap air

autoklaf. Petridish akan mudah rusak (pecah) jika mengalami kontak langsung dengan

uap air yang panas. Sedangkan alat-alat seperti pisau scalpel dan pinset akan mudah

berkarat jika berkontak langsung dengan uap air. Bagian yang ada tulisan dari kertas

pembungkus harus diletakkan di bagian luar agar tinta yang larut nanti tidak mengotori

alat yang ada di dalamnya.

Sedangkan eksplan yang akan dikulturkan pada praktikum ini disterilkan secara

kimiawi yaitu dengan merendam eksplan dalam larutan Dithane M-45 3 mg/l yaitu

sebagai fungisida yang berfungsi untuk mencegah timbulnya jamur. Setelah itu

dilanjutkan dengan merendam eksplan dalam larutan Chlorox 5,25 % (Sunclin 100 %)

selama kurang lebih 2 menit.

21

Page 22: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Dalam proses sterilisasi memungkinkan dapat terjadi kegagalan sterilisasi seperti :

Ketidakberhasilan sterilisasi akibat adanya salah satu atau beberapa kunci pada

autoklaf yang tidak menutup dengan sempurna sehingga tekanan yang timbul dari

autoklaf bocor ke luar.

Kegagalan sterilisasi akibat sebelum tekanan dalam autoklaf menurun dan semua air

yang ada di autoklaf belum habis autoklaf sudah terbuka sehingga dapat

menimbulkan ledakan atau kerusakan klep pengatur tekanan pada autoklaf.

Kegagalan sterilisasi dapat dihindari dengan jalan mengikuti semua ketentuan dan

prosedur pelaksanaan sterilisasi meliputi penggunaan alat dan pelaksanaan prosedur

sterilisasi.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Bahan-bahan kimia komponen media dibutuhkan dalam jumlah yang relatif

kecil, oleh karena itu bahan-bahan tersebut disediakan dalam bentuk larutan yang disebut

sebagai larutan stock. Larutan stock merupakan larutan bahan-bahan komponen media

yang besarnya telah dikalikan menjadi beberapa konsentrasi. Sehingga larutan stock ini

berfungsi untuk memudahkan penimbangan dan menghindari kesalahan penimbangan

bahan-bahan yang diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil.

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.

Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan

diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan

hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat

pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun

jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.

Syarat utama keberhasilan kultur in vitro adalah menghindari kontaminasi yang

dapat terjadi pada setiap saat dalam masa kultur . Kontaminasi umumnya disebabkan oleh

sterilisasi media yang kurang sempurna, lingkungan kerja dan pelaksanaan atau cara kerja

saat penanaman (kecerobohan pelaksana), eksplan, molekul-molekul atau benda-benda

22

Page 23: LAPORAN KULTUR JARINGAN

asing berukuran kecil yang jatuh atau masuk ke dalam botol kultur setelah penanaman

dan ketika diletakkan di ruang kultur. Agar kontaminasi tidak terjadi maka faktor-faktor

tersebut harus berada dalam kondisi aseptik. Kondisi aseptik dapat dicapai dengan

metode sterilisasi. Secara umum, metode sterilisasi dikelompokkan dalam metode

sterilisasi pemanasan kering menggunakan oven, metode sterilisasi pemanasan basah

menggunakan autoklaf, metode ultrafiltrasi dengan menggunakan filter milipore

(digunakan untuk hormone dan ZPT), metode sterilisasi dengan bahan kimia bisa

menggunakan alkohol 70 % atau 80 %, metode sterilisasi laminar air flow cabinet

menggunakan sinar UV.

Saran

Dari pembahasan dan kesimpuan yang telah ditarik, saran yang dapat penulis

sampaikan untuk praktikum-praktikum yang akan dating tentang pembuatan larutan

stock, media tanam, dan sterilisasi yaitu antara lain :

1. Larutan stok sebaiknya dibuat untuk menghindari terjadinya kesalahan penimbangan

sebab bahan-bahan kimia untuk membuat media diperlukan dalam jumlah yang

sedikit.

2. Pada pembuatan media harus diperhatikan jenis eksplan yang akan dikulturkan

sehingga dapat memilih dan menentukan media yang tepat yang akan digunakan.

3. Pada tahap sterilisasi harus diperhatikan betul tahapan-tahapan dan prosedur

sterilisasi agar dapat meminimalisir kegagalan sterilisasi.

23

Page 24: LAPORAN KULTUR JARINGAN

DAFTAR PUSTAKA

Afriastini, F. 2004. Perbanyakan Vegetatif : Kultur Jaringan. http://www.wikipedia.id.org/ teknik/veg. Diakses 15 Desember 2007

Bernice, M. Martin.1994. Tissue Culture Technique. USA : Boston University

Buletin Teknik Pertanian Vol. 9, Nomor 1, 2004

Herawan, T dan M. Na’iem. 2006. Pengaruh Jenis Media dan Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Perakaran pada Kultur Jaringan Cendana (Santalum album Linn.). Jurnal Agrosains 19(2) : 103-109.

Husni, A. 1997. Perbanyakan dan Penyimpanan Tanaman Inggu melalui Kultur Jaringan. Buletin Plasma Nuftah II(1) : 9.

Kyte, Lydiane & John Kleyn. 1996. Plants from Test Tubes. USA: Timber Press

Rahardja, P.C. 1995. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Penebar Swadaya. Jakarta.

Torres, K.C. 1989. Tissue Culture techniques for Horticultural Crops. Von Hostrand Reinheld. New York.

Yuniastuti, Endang.2008. Buku Petunjuk Praktikum Kultur Jaringan. Surakarta : UNS Press

http://www.iptek.net.id/ind/?ch=isti&id=211

http://www.sinarharapan.com

http://elearning.unram.ac.id/KulJar/BAB%20IV%20STERILISASI/IV2%20Sterilisasi %20Alat.ht

24

Page 25: LAPORAN KULTUR JARINGAN

ACARA II

KULTUR JARINGAN MAWAR (Rosa sp)

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Mawar (Rosa sp.) merupakan tanaman bunga hias berupa herba dengan batang

berduri. Mawar berasal dari dataran Cina, Timur Tengah dan Eropa Timur. Dalam

perkembangannya, menyebar luas dari daerah-daerah beriklim dingin (subtropis) dan

panas (tropis).

Beberapa komoditas bunga potong yang menjadi andalan di Indonesia saat ini

antara lain: Mawar, Krisan, Anggrek, Gladiol, Lily, Sedap malam dan Anthurium. Di

Indonesia yang merupakan salah satu wilayah pemasok konsumen tanaman hias secara

Nasional adalah Jawa Tengah dan Jawa Barat serta Jawa Timur. Permintaan bunga

potong Mawar, Gladiol dan Lily masing-masing menduduki peringkat 1, 5 dan 9.

Bunga potong sebagai salah satu komoditas pertanian yang mempunyai nilai

ekonomi cukup tinggi, telah diusahakan secara komersial sejak lama dalam upaya

memenuhi permintaan yang semakin meningkat. Permintaan nasional akan tanaman hias

dan bunga potong meningkat tidak kurang dari 10% setiap tahunnya. Meningkatnya

permintaan ini sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang

memberikan peluang besar untuk pengembangan usahatani dan pemasaran tanaman hias

serta bunga potong.

Permintaan bunga potong semakin meningkat pada saat menjelang Idul Fitri, Hari

Natal, Tahun Baru dan hari-hari besar lainnya (Hasyim, 1989 dalam Effendie, 1994).

Mengingat manfaat bunga yang demikian besar, sudah saatnya memproduksi

bunga yang berkualitas. Indikasi ini terlihat dari permintaan konsumen terhadap bunga

potong bukan saja terjadi pada hari-hari besar tetapi kini bunga potong dibutuhkan

hampir setiap hari (Sanjaya, 1996). Permintaan pasar sangat ditentukan oleh kualitas dan

kuantitas komoditas yang dihasilkan petani. Konsumen akan cenderung memilih produk

yang mempunyai kualitas lebih tinggi, yang tersedia di pasar, hal ini akan merugikan 25

Page 26: LAPORAN KULTUR JARINGAN

petani apabila ketersediaan varietas unggul di tingkat petani tidak disediakan dan

terdesak oleh komoditas import.

Salah satu kendala yang dihadapi petani bunga potong antara lain ketersediaan

bibit yang bermutu. Bibit yang bermutu adalah bibit yang mempunyai sifat unggul dan

seragam. Metode perbanyakan bunga potong yang dilakukan oleh petani saat ini masih

menggunakan teknologi pebanyakan melalui benih, umbi, stek dan sambungan mata

tempel. Perbanyakan menggunakan benih akan menghasilkan tanaman dengan

keragaman yang tinggi, sedangkan perbanyakan menggunakan umbi, stek, dan mata

tempel akan menghasilkan tanaman yang mempunyai sifat sama dengan induknya tetapi

bibit yang dihasilkan relatif sedikit dan memerlukan waktuyang lama. Teknologi

tersebut ternyata belum mampu menjawab tantangan untuk mengantisipasi

berkembangnya agribisnis bunga potong. Salah satu alternatif yang mampu menjawab

tantangan tersebut adalah dengan menggunakan teknologi perbanyakan secara kultur

jaringan (in vitro).

Mawar merupakan komoditas hortikultura yang bernilai tinggi, yang banyak

diminati konsumen dan dapat dibudidayakan secara komersial. Permintaan mawar

sebagai bunga potong meningkat pada hari raya dan keagamaan dan tahun baru.

Pengembangan bunga potong, terutama mawar di Indonesia tergolong lambat karena

adanya kendala dalam penyediaan bibit. Selain itu, kegiatan penelitian tanaman hias

yang semakin berkembang belum diimbangi dengan kegiatan pengelolaan atau

konservasi plasma nutfah yang memadai.

Mawar (Rosa hybrida L.) biasa diperbanyak secara vegetatif, sedangkan secara

generatif hanya ditujukan untuk pemuliaan. Perbanyakan mawar bunga potong

umumnya diperbanyak secara okulasi, okulasi mata tunas atau okulasi mata berkayu.

Okulasi mata tunas dilakukan pada saat kulit batang bawah mudah dikelupas. Pada saat

tersebut sel-sel tanaman dan sel-sel kambium tersebut sedang dalam keadaan

aktif.Pelaksanaan dari teknik okulasi mata berkayu hampir sama dengan okulasi mata

tunas, hanya pada okulasi mata berkayu tidak harus menunggu batang bawah mudah

dikelupas. Dengan cara ini okulasi dapat dilakukan pada stek batang bawah yang belum

berakar ataupun yang sudah berakar. Namun demikian sebaiknya okulasi mata tunas

26

Page 27: LAPORAN KULTUR JARINGAN

dilakukan setelah batang bawah berumur lebih dari satu bulan.Salah satu cara

perbanyakan yang lebih efisien, yang sekarang banyak dilakukan pengusaha benih/bibit

mawar di luar negeri adalah stenting. Cara ini merupakan gabungan dari penyetekan dan

penyambungan (grafting) yang dilakukan pada saat yang bersamaan.

Perbanyakan mawar dengan teknik kultur jaringan merupakan salah satu alternatif

unggul perbanyakan tanaman yang dapat menyediakan bibit tanaman dalam jumlah yang

banyak dan dalam waktu yang cepat. Selain itu, tidak memerlukan ruangan yang luas

dan mencegah penularan penyakit sistemik.

Eksplan yang akan digunakan pada praktikum kali ini adalah mawar (Rosa sp)

yaitu bagian batangnya. Eksplan yang digunakan ini merupakan jaringan tipis.

Pada kultur jaringan mawar (Rosa sp.) digunakan bahan tanam berupa ruas-ruas

batang muda tanaman mawar. Hal ini mengacu pada salah satu konsep dasar kultur

jaringan yaitu organ yang digunakan dalam kultur jaringan harus mempunyai sifat

totipotensi. Penggunaan ruas batang muda mawar bertujuan untuk mendapatkan organ

yang masih juvenile sehingga bersifat meristematik, artinya organ tersebut masih aktif

membelah. Organ tersebut akan berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan sel

yang yang aktif membelah dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot.

2. Tujuan

Praktikum acara kedua ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui teknik perkembangbiakan atau mengembangbiakkan mawar secara

teknik kultur jaringan (in vitro).

b. Mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan perkembangan

eksplan mawar.

27

Page 28: LAPORAN KULTUR JARINGAN

3. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum acara II yang berjudul Kultur Jaringan Mawar (Rosa sp) ini

dilaksanakan pada :

Waktu : Senin, 20 Oktober 2008

Tempat : Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Suarakarta

B. TINJAUAN PUSTAKA

Pembentukan tunas adventitif secara langsung menggunakan eksplan potongan

batang muda yang memiliki calon tunas samping. Dengan adanya sitokinin di dalam

medium menyebabkan tunas mengandakan diri secara terus menerus membentuk tunas-

tunas baru dalam jumlah ribuan bahkan jutaan tunas, selanjutnya diakarkan menjadi planlet.

Proses ini disebut organogenesis atau dikena juga dengan istilah mikropropagasi.

Perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan memeiliki beberapa keuntungan, yaitu

diperolehnya bibit yang seragam dalam jumlah besar. Teknik ini sangat bermanfaat untuk

tanaman-tanaman yang diperbanyak secara vegatatif. Adapun tanaman yang telah berhasil

diperbanyak antara lain tanaman hias (misal: anggrek dan mawar) (Anonim, 2008a).

Mawar adalah tanaman semak dari genus Rosa sekaligus nama bunga yang dihasilkan

tanaman ini. Mawar liar yang terdiri lebih dari 100 spesies kebanyakan tumbuh di belahan

bumi utara yang berudara sejuk. Spesies mawar umumnya merupakan tanaman semak yang

berduri atau tanaman memanjat yang tingginya bisa mencapai 2 sampai 5 meter. Walaupun

jarang ditemui, tinggi tanaman mawar yang merambat di tanaman lain bisa mencapai 20

meter (Anonim, 2008b).

Dalam taksonomi, mawar diklasifikasikan sebagai berikut;

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Rosales

28

Page 29: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Famili : Rosaceae

Genus : Rosa

Spesies : Rosa sp

(Gembong Tjitrosoepomo,1990)

Mawar berasal dari daerah subtropik pada belahan bumi utara. Jenis mawar hibrida

sebagian besar menyukai teampat yang sejuk (cocok untuk pegunungan). Di daerah sejuk,

ukuran bunga, warna, bentuk dan baunya berkembangbiak (Ashari, 1995).

Mawar (Rosa sp) merupakan komoditas holtikultura yang bernilai ekonomi tinggi,

banyak diminati konsumen, serta dapat dibudidayakan secara komersial dan terencana sesuai

permintaan. (Sartika, 1996)

Mawar (Rosa sp) biasa diperbanyak secara vegetatif, sedangkan secara generatif hanya

ditujukan untuk pemuliaan. Perbanyakan mawar bunga potong umumnya diperbanyak secara

okulasi, okulasi mata tunas atau okulasi mata berkayu. Okulasi mata tunas dilakukan pada

saat kulit batang bawah mudah dikelupas. Pada saat tersebut sel-sel tanaman dan sel-sel

kambium tersebut sedang dalam keadaan aktif.Pelaksanaan dari teknik okulasi mata berkayu

hampir sama dengan okulasi mata tunas, hanya pada okulasi mata berkayu tidak harus

menunggu batang bawah mudah dikelupas. Dengan cara ini okulasi dapat dilakukan pada

stek batang bawah yang belum berakar ataupun yang sudah berakar. Namun demikian

sebaiknya okulasi mata tunas dilakukan setelah batang bawah berumur lebih dari satu

bulan.Salah satu cara perbanyakan yang lebih efisien, yang sekarang banyak dilakukan

pengusaha benih/bibit mawar di luar negeri adalah stenting. Cara ini merupakan gabungan

dari penyetekan dan penyambungan (grafting) yang dilakukan pada saat yang

bersamaan.Beberapa keuntungan dari teknik stenting ialah perbanyakan lebih cepat, karena

saat penyambungan tidak menunggu batang bawah berakar terlebih dahulu; bahan tanaman

yang digunakan lebih sedikit (satu mata tunas + daun dari batang atas dan satu ruas batang

bawah tanpa daun), sehingga pada saat tanaman ditanam di lapang tidak tumbuh tunas liar

dari batang bawah, yang akhirnya akan meringankan biaya pemeliharaan.Penggunaan mata

berdaun pada teknik stenting ini memerlukan penanganan khusus untuk menghindari

kelayuan sampai bertautnya kambium serta tum- buhnya akar dan tunas. Untuk menjamin

keperluan tersebut, maka disekeliling daun harus dipertahankan agar selalu dalam keadaan

29

Page 30: LAPORAN KULTUR JARINGAN

lembab. Cara yang banyak dilakukan untuk mempertinggi kelembaban ini yaitu dengan

pengkabutan secara periodik (intermitten misting). Teknik ini memberikan lapisan air pada

permukaan daun dan batang, merendahkan suhu dan meningkatkan kelembaban sekitar daun,

sehingga akan mengurangi laju respirasi dan transpirasi.Keberhasilan penyambungan

sebagian besar disebabkan hubungan kambium yang rapat dari kedua tanaman (batang bawah

dan batang atas) yang disambungkan atau terjadinya pertautan/jalinan meristematik antara

keduanya. (http://holtikultura.litbang.deptan.go.id.Katalog teknologi unggulan holtikultura).

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan

dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian

menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung

dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Kultur mata tunas merupakan

salah satu teknik in-vitro yang digunakan untuk perbanyakan tanaman dengan merangsang

munculnya tunas-tunas aksilar dari mata tunas yang dikulturkan. Seperti halnya kultur

pucuk, eksplan yang digunakan dalam kultur mata tunas dapat berasal dari tunas lateral,

tunas samping atau bagian dari batang yang mengandung satu atau lebih mata tunas (Allen,

1978).

Perubahan sifat genetik yang diekspresikan pada perubahan kelopak dan warna bunga

dapat dilihat mulai dari biakan dalam botol. Setelah diaklimatisasi dan diperbanyak secara

konvensional, perubahan warna tetap dipertahankan. Terjadinya perubahan pada kelopak

dan warna bunga dapat terjadi karena adanya mutasi pada kumpulan sel somatik dan dapat

terekspresi pada sel meristem dan akan membentuk suatu sektor yang stabil (Boertjes dan

Van Harten 1978).

Medium MS dan modifikasi konsentrasi persenyawaan dengan penambahan auksin

dan sitokinin merupakan komposisi media tumbuh yang biasa digunakan untuk inisiasi

kalus Keberhasilan perbanyakan massal secara invitro sangat bergantung pada komposisi

media tumbuh dan pemilihan bahan eksplan yang tepat tetapi kebutuhan optimal unsur hara

dan zat pengatur tumbuh bervariasi antar setiap fase pertumbuhan dan perbanyakan antar

varietas dan klon. (Prihardini, et al, 2003).

Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur

hara makro, mikro, dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman. Percobaan ini bertujuan untuk

30

Page 31: LAPORAN KULTUR JARINGAN

mengetahui pengaruh kombinasi media dan zat penghambat tumbuh terhadap umur simpan

dan ketahanan planlet untuk konservasi tanaman mawar Komposisi media yang digunakan

dalam kultur jaringan dapat berbeda jenis bahan kimia atau konsentrasinya. Perbedaan

komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan

yang ditumbuhkan secara in vitro. (Marlina, 2004).

Pembentukan kultivar mawar baru melalui persilangan memerlukan persiapan seperti

suhu yang konstan pada siang dan malam hari yaitu 18ºc dan kelembaban udara sekitar 70%.

Untuk saat ini, kondisi tersebut sulit dicapai karena memerlukan kondisi rumah kaca yang

terkontrol. Salah satu teknologi alternatif untuk mendapatkan genotipe-genotipe baru yaitu

melalui kultur jaringan (Handayati, et al., 2001).

Teknik kultur jaringan merupakan salah satu alternatif untuk menyediakan bahan tanam

secara massal dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara konvensional.

Kelebihan teknik tersebut, dapat menghasilkan tanaman secara kesinambungan atau berkala

(Hoesen, 2001).

Bentuk kontaminasi yang paling umum terjadi adalah bakteri dan jamur. Bentuk

kontaminasi ini biasanya terjadi melalui udara dan dapat disebabkan sterilisasi yang kurang

tepat, penyimpanan yang kurang baik serta teknik aseptic yang kurang memadai (Martin,

1994).

C. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA

1. Alat

a. LAFC lengkap dengan lampu Bunsen

b. Petridsh dan botol-botol kultur

c. Peralatan diseksi, seperti pinset besar/kecil dan pisau pemes

2. Bahan

a. Eksplan : mawar (Rosa sp.)

b. Media kultur

c. Alkohol 96 %

d. Aquadest steril

31

Page 32: LAPORAN KULTUR JARINGAN

e. Spirtus

f. Chlorox (sunclin)

g. Agrept dan Dithane

3. Cara Kerja

a. Persiapan eksplan

b. Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC)

Merendam eksplan kedalam larutan Dithane M-45 3 mg/l selama kira-kira 12

jam, dilanjutkan dengan chlorox 5,25 % (sunclin 100%) selama kira-kira 3 menit

Membilas eksplan dengan aquadest steril

c. Penanaman eksplan

Membuka plastik penutup botol media kultur

Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset. Setelah

digunakan, pinset selalu dibakar diatas api

Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk

menghindari kontaminasi

d. Pemeliharaan

Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur

Lingkungan diluar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya

Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali untuk

mencegah kontaminasi

e. Pengamatan selama 5 minggu, meliputi

Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari

Jumlah akar, tunas dan daun, diamati 1 minggu sekali

Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir pengamatan

f. Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan.

32

Page 33: LAPORAN KULTUR JARINGAN

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Saat Muncul Akar

Tabel 2.1 Saat Muncul Akar Tanaman Mawar

Macam Eksplan Ulangan Saat Muncul Akar

Mawar

12345678910

----------

Sumber : Laporan Sementara

Kultur jaringan tanaman akan berhasil apabila lingkungan mendukung. Syarat-

syarat tersebut meliputi: pemilihan eksplan, penggunaan media yang sesuai, keadaan

yang aseptik dan pengaturan lingkungan tempat tumbuh yang sesuai. Komposisi media

yang tepat dan proses sterilisasi mempengaruhi keberhasilan dari kultur jaringan. Dalam

praktikum ini media yang digunakan adalah Mushage and Skoog (MS).

Pada praktikum kali ini eksplan yang digunakan adalah mawar (Rosa sp) yaitu

bagian batangnya. Eksplan yang digunakan ini merupakan jaringan tipis. Pada kultur

jaringan mawar (Rosa sp.) digunakan bahan tanam berupa ruas-ruas batang muda

tanaman mawar. Hal ini mengacu pada salah satu konsep dasar kultur jaringan yaitu

organ yang digunakan dalam kultur jaringan harus mempunyai sifat totipotensi.

Penggunaan ruas batang muda mawar bertujuan untuk mendapatkan organ yang masih

juvenile sehingga bersifat meristematik, artinya organ tersebut masih aktif membelah.

Organ tersebut akan berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan sel yang yang aktif

membelah dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot.

Sebelum penanaman terlebih dulu eksplan disterilisasi, yaitu dengan memotong-

motong eksplan dan merendam eksplan dalam larutan campuran antara Dithane M-45

dan Agrept sebanyak 0,3 gram dalam 100 ml aquadest. Dithane M-45 dan Agrept

33

Page 34: LAPORAN KULTUR JARINGAN

merupakan fungisida yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi dari bakteri selama

proses penanaman dan pengembangan kultur mawar. Setelah di rendam selama 15

sampai 30 menit eksplan diangkat dan dibilas dengan aquades sebanyak tiga kali.

Setelah itu eksplan kembali direndam dalam Chlorox 20 % selama 3 menit dan dibilas

dengan aquades sebanyak tiga kali. Setelah disterilisasi dengan Chlorox bagian dari

eksplan yang bersentuhan atau berkontak langsung dengan Chlorox harus dihilangkan

karena bagian-bagian yang berkontak langsung dengan Chlorox sel-selnya akan mati

dan tidak akan tumbuh jika dikulturkan.

Dalam media untuk menumbuhkan eksplan mawar terlebih dahulu ditambahkan

ZPT yaitu IBA dan BAP. IBA (Indol Buteric Acid) merupakan hormon pengatur tumbuh

yang masuk dalam kategori hormon auksin. Fungsi dari IBA dalam aktivitas kultur

jaringan yaitu sebagai hormon yang mampu menginduksi terjadinya kalus, mendorong

proses morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, mendorong proses embriogenesis

dan mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman dalam hal ini IBA berpengaruh dalam

pembentukan akar. Sedangkan BAP (6-benzylaminopurine). Dalam aktivitas kultur

jaringan, BAP berperan dalam pembentukan tunas, menstimulir terjadinya pembelahan

sel, proliferasi kalus, mendorong proliferasi meristem ujung, serta mendorong

pembentukan klorofil pada kalus.

Berdasarkan hasil pengamatan pada kultur jaringan mawar diperoleh bahwa

eksplan belum mampu membentuk akar, tunas, maupun kalus. Kalus adalah sekumpulan

sel yang belum terdeferensiasi menjadi akar atau batang. Hal ini terjadi karena terjadinya

kontaminasi. Kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis

kontaminannya dan penyebab adanya bagian yang terkontaminasi bisa berasal dari media

atau eksplan. Kontaminan terutama cendawan dan bakteri akan tumbuh secara cepat pada

media yang mengandung gula, vitamin, dan mineral.

34

Page 35: LAPORAN KULTUR JARINGAN

2. Saat muncul tunas tanaman mawar

Tabel 2.2 Saat muncul tunas tanaman mawar

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul

Tunas

Mawar

12345678910

--- -------

Sumber : Laporan Sementara

Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan tunas. Pada media ditumbuhi

jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta

terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada

eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya

warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan

perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum

terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan

tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang

beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

Dalam media ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. Fungsi dari IBA yaitu

berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP berperan dalam pembentukan

tunas. Dalam praktikum kali ini tidak terbentuk tunas karena eksplan mengalami

kontaminasi.

35

Page 36: LAPORAN KULTUR JARINGAN

3. Saat muncul daun tanaman mawar

Tabel 2.3 Saat muncul daun tanaman mawar

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul

Daun

Mawar

12345678910

--- -------

Sumber : Laporan Sementara

Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan daun. Pada media ditumbuhi

jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta

terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada

eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya

warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan

perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum

terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan

tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang

beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

36

Page 37: LAPORAN KULTUR JARINGAN

4. Saat muncul kalus tanaman mawar

Tabel 2.4 Saat muncul kalus tanaman mawar

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul

Kalus

Mawar

12345678910

--- -------

Sumber : Laporan Sementara

Kalus merupakan sekumpulan sel yang masih aktif membelah dan belum

terdeferensiasi membentuk tunas maupun akar. Kalus juga dapat diartikan sebagai

sekumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan awal yang membelah diri

secara terus menerus.

Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan kalus. Hal ini terjadi karena

adanya kontaminasi baik oleh jamur maupun bakteri. Pada media ditumbuhi jamur

ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta terdapat

bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada eksplan

terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna

coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan

eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum terjadi kegiatan

kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan tanaman yang

digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang beragam,

penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

37

Page 38: LAPORAN KULTUR JARINGAN

5. Presentase Keberhasilan

Tabel 2.5 Persentase Keberhasilan Kultur Mawar

Macam Eksplan

Jumlah Eksplan

Persentase Keberhasilan

(%)Hidup Mati

Mawar 0 10Sumber : Laporan Sementara

Berdasarkan data diatas eksplan mawar memiliki persentase keberhasilan sebesar 0

%. Hal ini disebabkan seluruh eksplan yang mati baik karena mengalami browning

maupun terkontaminasi oleh jamur. Kontaminasi ini disebabkan karena faktor dari luar

(lingkungan) yaitu pada saat pembuatan media sampai pada pemeliharaan eksplan. Oleh

karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya eksplan yaitu dengan cara

menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar tetap steril serta saat penanaman dan

pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan berulang-ulang menggunkan spirtus. Hal ini

dimaksudkan agar mengurangi resiko terkontaminasi eksplan terhadap jamur dan bakteri

yang dapat menyebabkan kematian pada eksplan.

Praktikum acara kultur jaringan mawar ini menggunakan eksplan berupa batang. Media

kultur yang digunakan adalah media MS dengan tambahan ZPT berupa BAP dan IBA.

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada eksplan mawar tidak ada akar, tunas,

daun, dan kalus yang muncul. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya;

a. Media yang telah terkontaminasi jamur. Hal ini ditunjukkan

pada bentuk media yang telah berubah warna dari sebelumnya putih menjadi hitam

kecoklatan. Disamping itu, terdapat koloni jamur yang ditandai dengan adanya bulu-bulu

halus (spora) jamur pada media.

b. Eksplan yang terkontaminasi. Hal ini dapat dikarenakan

pada saat sterilisasi perlatan maupu tangan tidak steril. Seringnya tangan keluar dari

LAFC mengakibatkan eksplan dan media dapat terkontaminasi. Eksplan yang terkena

jamur berubah warna dari yang sebelumnya hijau menjadi hitam kecoklatan dan akhirnya

membusuk.

38

Page 39: LAPORAN KULTUR JARINGAN

c. Peralatan dan ruangan yang kurang steril. Peralatan –

peralatan seperti pinset, botol kultur sebelum dan selama memakai harus sering dilakukan

pensterilan. Pensterilan alat dapat dilakukan dengan mencelupkannya pada alkohol atau

memanaskannya diatas api.

Keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan juga ditentukan beberapa

hal diantaranya komposisi media dan eksplan. Dalam praktikum ini, komponen media yang

paling mempengaruhi adalah zat pengatur tumbuh (ZPT) berupa BAP dan IBA. BAP

merupakan ZPT golongan sitokinin yang berfungsi untuk menumbuhkan dan menggandakan

tunas adventif. Sedangkan IBA berfungsi untuk mendorong terbentuknya kalus. Setelah

eksplan ditanam, botol-botol kultur diletakkan pada rak-rak kultur yang dijaga suhu, cahaya

dan kelembabannya.

Selain ZPT, faktor penting lain yang mempengaruhi yaitu kondisi eksplan dipengaruhi

oleh umur fisiologis, umur ontogenik, ukuran eksplan, dan bagian tanaman yang diambil.

Umumnya yang sering digunakan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Hal ini

karena jaringan muda mempunyai daya regenerasi tinggi, sel-selnya masih aktif membelah,

dan relatif sedikit mengandung kontaminan. Umur ontogenik yaitu masa transisi anatar fase

pertumbuhan remaja (juvenil) menuju fase dewasa. Pada fase juvenil, pemungaan tidak

terjadi dan tidak dapat dirangsang dengan perlakuan rangsangan pembungan. Sedangakan

pada fase dewasa tanaman sudah mampu berbunga. Ukuran tanaman yang besar

memungkinkan terjadinya kontaminan daripada ukuran yang lebih kecil. Hal ini berkaitan

dengan teknik sterilisasi eksplan. Jaringan yang umumnya digunakan adalah meristem, yaitu

dapat berupa ujung akar, tunas atau daun muda.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara II adalah :

a. Eksplan dan media terkontaminasi dengan ditandai

adanya jamur dan bakteri.

b. Penggunaan media yang sesuai dan keadaan yang

aseptik mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan.

39

Page 40: LAPORAN KULTUR JARINGAN

c. Faktor yang penyebab kontaminasi adalah sterilisasi

yang kurang sempurna dari media atau eksplan dan kecerobohan manusia.

d. Dalam media ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP.

e. Fungsi dari IBA yaitu berpengaruh dalam

pembentukan akar. Sedangkan BAP berperan dalam pembentukan tunas.

f. Kematian eksplan disebabkan karena media dan eksplan

yang terkontaminasi serta peralatan yang kurang steril.

g. Pada akhir pengamatan tidak terbentuk akar, tunas,

daun, dan kalus.

Saran

o Harus diperhatikan prosedur pelaksanaan sterilisasi baik alat maupun bahan yang

digunakan harus disterilisasi sehingga benar-benar steril.

o Pemeliharaan eksplan harus diperhatikan dengan benar.

o Sebaiknya bahan eksplan yang digunakan dipilih dari jaringan tanaman yang masih

muda (meristem) yang masih aktif membelah.

40

Page 41: LAPORAN KULTUR JARINGAN

DAFTAR PUSTAKA

Allen, D. E. 1978. How To Growth Roses. Lane Magazine and Book Company. California. USA.

Anonim. 2008a. Mawar. http://id.kuljar.org/wiki/Mawar. Diakses tanggal 18 Desember 2008.

---------. Anonim. 2008b. Biologi Sel dan Jaringan. http://www.biogenonline.com. Diakses

tanggal, 18 Desember 2008.

Anonim. 2004. Mawr Hias. http://warintek.progressio. Or. Id : diakses tanggal 15 Desember

2007

Ashari, Sumeru. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Indonesia University Press. Jakarta.

Boertjes, C. and A.M. Van Harten. 1978. Applied Mutation Breeding for Vegetatively Propagated

Crops. Elsevier, Nedherland. 345 p.

Handayati, W, Darliah, I. Mariska dan R. Purnamaningsih. 2001. Peningkatan Keragaman

Genetik Mawar Mini Melalui Kultur In Vitro dan Iradiasi Sinar Gamma. Jurnal Ilmiah :

Berita Biologi. 5(4) : 365-371.

Hoesen, D. S. H. 2001. Perbanyakan dan penyimpanan Kultur Sambung Nyawa(Gynura

procumbers) dengan Teknik In Vitro. J. Ilmiah : Berita biologi. 5(4) 279-285.

Marlina, N. 2004. Teknik Modifikasi Media Murashige dan Skoog (MS) untuk konservasi in

vitro mawar (Rossa sp). Buletin Teknik Pertanian Vol 9 No. 1.

Marlina, Nina. 2004. Teknik Modifikasi Media Murashige dan Skoog (MS) untuk Konservasi In

Vitro Mawar (Rosa sp.). http://www.pustaka -deptan.go.id. diakses tanggal 15 Desember

2007.

Martin, B. M. 1994. Tissue Culture Techniques : An Introduction. Birkhavser Inc. Boston.

Prihardini, P.E.R., T. Sudaryono dan S. Purnomo. 2003. Komposisi Media dan Eksplan Untuk

Inisiasi Poliferasi Salak Secara Invitro. Jurnal Penelitian Hortikultura. Vol 5(2):15-24.

Tjitrosoepomo,Gembong.1949.Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta.Yogyakarta : UGM Press

http://holtikultura.litbang.deptan.go.id.Katalog teknologi unggulan holtikultura

41

Page 42: LAPORAN KULTUR JARINGAN

ACARA III

KULTUR JARINGAN WORTEL (Daucus carota)

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Wortel merupakan tanaman subtropis yang memerlukan suhu dingin (22-24° C),

lembap, dan cukup sinar matahari. Di Indonesia kondisi seperti itu biasanya terdapat di

daerah berketinggian antara 1.200-1.500 m dpl. Sekarang wortel sudah dapat ditanam di

daerah berketinggian 600 m dpl. Dianjurkan untuk menanam wortel pada tanah yang

subur, gembur dan kaya humus dengan pH antara 5,5-6,5. Tanah yang kurang subur

masih dapat ditanami wortel asalkan dilakukan pemupukan intensif. Kebanyakan tanah

dataran tinggi di Indonesia mempunyai pH rendah. Bila demikian, tanah perlu dikapur,

karena tanah yang asam menghambat perkembangan umbi.

Wortel (Daucus carota) merupakan tanaman sayuran dataran tinggi yang telah lama

dikenal petani di Indonesia selain bawang putih, kubis, sawi , labu siam, lobak dan tomat.

Berdasarkan ciri fisiknya diduga benih wortel tergolong  sebagai   benih rekalsitran

dengan karakteristik kadar airnya tinggi sehingga mudah terkontaminasi mikroba dan

lebih cepat mengalami kemunduran.  Umumnya benih rekalsitran tidak  mempunyai  

masa dormansi proses metabolisme  perkecambahan berjalan terus (Copeland dan

McDonald  1995) bahkan benih wortel dapat berkecambah ketika masih di pohon

(perkecambahan dini) atau bersifat vivipary.  Wortel tidak tahan disimpan sebagai  benih

lebih dari satu bulan sejak   berkecambah    di pohon karena  tidak memiliki masa

dormansi sehingga diduga wortel termasuk dalam rekalsitran tinggi (highly rekalsitran).  

Perbanyakan tanaman wortel selama ini dilakukan secara generatif dengan

penanaman umbi akar yang matang dan telah berkecambah.  Buah yang dipakai sebagai

benih merupakan panenan pertama, terletak pada batang utama, mempunyai ciri-ciri fisik

yang baik, dan kotiledon dalam keadaaan sehat. 

42

Page 43: LAPORAN KULTUR JARINGAN

  Perbanyakan tanaman dengan cara vegetatif adalah dengan stek yang telah berakar

sempurna yang diperoleh dari batang yang muda  namun cara ini jarang dilakukan karena

produksi dan produktivitas buahnya rendah. Benih yang baik  dihasilkan dari pohon

induk yang baik. yakni  tanaman tumbuh subur normal, berbuah lebat stabil, umur

tanaman cukup dan keadaan tanaman sehat tidak berpenyakit atau terserang hama.  Benih

yang akan dijadikan bibit harus dipilih benih yang baik, bermutu, buah berumur tua, dan

bentuknya normal, terletak di bagian tengah batang atau pada batang pokok, ukuran benih

seragam, benih tidak diserang hama dan penyakit.

Selama ini benih wortel dikembang biakkan dalam bentuk umbi yang sudah

berkecambah dan sehat pada umur 42 hari setelah anthesis (HSA), buah telah berakar dan

berkecambah sepanjang 2-4 cm dengan daun sepasang.  Benih wortel yang digunakan

untuk perbanyakan tanaman beratnya rata-rata 300-400 gram dengan kondisi  voluminous

dan resiko kerusakan yang tinggi.  Transportasi benih dari daerah pertanaman wortel

yang menyebar ke seluruh wilayah Indonesia merupakan hal yang sulit.  

 Penelitian mengenai kandungan gizi kegunaan dan jumlah species wortel telah

banyak dilakukan di Luar Negeri seperti di Negara Amerika Tengah.  Masih banyak

permasalahan yang belum diketahui pada benih  wortel khususnya mengenai fenomena

vivipary wortel varietas lokal daerah Cipanas yang merupakan daerah sentra wortel.

Untuk memenuhi permintaan pasar yang banyak dapat dilakukan perbanyakan

dengan kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan salah satu alternatif perbanyakan

tanaman secara vegetatif yang memiliki keunggulan antara lain; dapat menyediakan bibit

dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat.

Dalam praktikum kultur jaringan wortel ini, eksplan yang digunakan untuk kultur

jaringan adalah umbi akarnya, dan lebih baik jika memakai jaringan cambium, jaringan

floem dan sekitarnya.umbi wortel yang di ambil langsung dari lapangan jauh lebih baik

dari pada yang dibeli dari pasar.

2. Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah :

a. Mengetahui teknik kultur jaringan wortel.

43

Page 44: LAPORAN KULTUR JARINGAN

b. Mengetahui pengaruh IBA dan BAP terhadap pertumbuhan dan perkembangan

eksplan wortel.

3. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum acara kedua ini yaitu Kultur jaringan wortel dilaksanakan pada :

Waktu : Senin, 20 Oktober 2008.

Tempat : Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi yang biasanya berwarna

jingga atau putih dengan tekstur serupa kayu. Bagian yang dapat dimakan dari wortel adalah

bagian umbi atau akarnya. Wortel adalah tumbuhan biennial (siklus hidup 12 - 24 bulan)

yang menyimpan karbohidrat dalam jumlah besar untuk tumbuhan tersebut berbunga pada

tahun kedua. Batang bunga tumbuh setinggi sekitar 1 m, dengan bunga berwarna putih.

Kerajaan: Plantae

Divisi: Magnoliophyta

Kelas: Magnoliopsida

Ordo: Apiales

Famili: Apiaceae

Genus: Daucus

Spesies: Daucus carota

(Anonim,2008.a)

Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun.

Terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih

pada ketinggian 1200 ineter di atas permukaan laut. Tumbuhan wortel mernbutuhkan sinar

matahari dan dapat turnbuh pada sernua musim. Wortel mempunyai batang daun basah yang

berupa sekumpulan pelepah (tangkai daun) yang muncul dari pangkal buah bagian atas (umbi

akar), mirip daun seledri. Wortel menyukai tanah yang gembur dan subur. Menurut para

botanis, wortel (Daucus carota) dapat dibedakan atas beberapa jenis, di antaranya: WORTEL

44

Page 45: LAPORAN KULTUR JARINGAN

(Daucus carota, Linn.) - jenis imperator, yakni wortel yang memiliki umbi akar berukuran

panjang dengan ujung meruncing dan rasanya kurang manis. - jenis chantenang, yakni wortel

yang memiliki umbi akar berbentuk bulat panjang dan rasanya manis. - jenis mantes, yakni

wortel hasil kornbinasi dari jenis wortel imperator dan chantenang. Umbi akar wortel

berwarna khas oranye. (Anonim,2008.b)

Sayuran ini sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia dan populer sebagai sumber vit.

A karena memiliki kadar karotena (provitamin A). Selain itu, wortel juga mengandung vit. B,

vit. C, sedikit vit. G, serta zat-zat lain yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Sosok

tanamannya berupa rumput dan menyimpan cadangan makanannya di dalam umbi.

Mempunyai batang pendek, berakar tunggang yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi

umbi bulat dan memanjang. Umbi berwarna kuning kemerah-merahan, berkulit tipis, dan jika

dimakan mentah terasa renyah dan agak manis. (Anonim,2008.c)

Wortel berumbi sedang memiliki tiga bentuk, memanjang seperti kerucut dengan

ujung umbi bertipe imperator (meruncing), chantenay yang tumpul, memanjang seperti

silinder dengan ujung umbi bertipe nantes. Wortel berumbi panjang berbentuk kerucut

dengan ujung bertipe imperator atau meruncing. Organogenesis adalah proses yang

menginduksi pembentukan jaringan, sel atau kalus menjadi tunas dan tanaman sempurna.

Proses ini diawali oleh hormon pertumbuhan. Bensil adenin dan sitokinin, baik sendiri

maupun dalam kombinasi dengan asam naftalenasetat atau asam indolasetat dan kadang

dengan asam giberelat, menyebabkan diferensiasi dan pembentukan tunas

(Moore, 1990).

Sifat TOTIPOTENSIAL tanaman, dapat diterapkan untuk kultur jaringan. Kultur

jaringan (sel) adalah mengkultur/membiakkan jaringan (sel) untuk memperoleh individu

baru. Penemu F.C. Steward menggunakan jaringan floem akar wortel. (Anonim.2008.d)

Kultur jaringan tanaman pertama kali berhasil dilakukan ole White pada thaun 1934.

Pada tahun 1939, Whiter melaporkan keberhasilannya dalam membuat kultur kalus dari

wortel (link to kultur kalus wortel) dan tembakau. Pada tahun 1957, tulisan penting Skoog

dan Miller dipublikasikan dimana mereka menyatakan bahwa interkasi kuantitatif antara

auksin dan sitokinin menentukan tipe pertumbuhan dan morfogenik yang akan terjadi.

Penelitian mereka pada tembakau mengindikasikan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin

45

Page 46: LAPORAN KULTUR JARINGAN

yang tinggi akan menginduksi pengakaran, sedangkan rasio sebaliknya akan menginduksi

pembentukan tunas. Akan tetapi pola respon ini tidak berlaku universal. (Lydiane

Kyte,1996 : 128)

Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap disebut sterilisasi panas lembab atau

sterilisasi basah. Bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi

kering. Dari pihak lain, sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas atau

radiasi atau bahan kimiawi. Pemilihan metode didasarkan pada sifat bahan yang akan

disterilkan. Yang umum digunakan secara rutin di laboratorium adalah menggunakan panas

(Hadioetomo, 1990).

Media tumbuh untuk kultur in vitro diusahakan mempunyai kondisi lingkungan yang

terkontrol. Sebagian besar kultur aseptik tidak mampu melakukan fotosintesis sehingga

diperlukan sumber karbon dalam bentuk sukrosa atau glukosa, serta hara mineral, air, bahan

organik, vitamin, alkohol dan hormon (Widiastuti dan Anggraini, 1994).

Dalam aktivitas kultur jaringan, auksin sangat dikenal sebagai hormon yang mampu

berperan menginduksi terjadinya kalus, menghambat kerja sitokinin, membentuk klorofil

dalam kalus, mendorong morfogenesis kalus, membentuk akar atau tunas, mendorong proses

embryogenesis, serta dapat mempengaruhi kestabilan genetic tanaman (Wetter and Corstabel,

1982).

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan

dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian

menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung

dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Kultur mata tunas merupakan

salah satu teknik in-vitro yang digunakan untuk perbanyakan tanaman dengan merangsang

munculnya tunas-tunas aksilar dari mata tunas yang dikulturkan. Seperti halnya kultur

pucuk, eksplan yang digunakan dalam kultur mata tunas dapat berasal dari tunas lateral,

tunas samping atau bagian dari batang yang mengandung satu atau lebih mata tunas (Allen,

1978).

Perubahan sifat genetik yang diekspresikan pada perubahan kelopak dan warna bunga

dapat dilihat mulai dari biakan dalam botol. Setelah diaklimatisasi dan diperbanyak secara

konvensional, perubahan warna tetap dipertahankan. Terjadinya perubahan pada kelopak

46

Page 47: LAPORAN KULTUR JARINGAN

dan warna bunga dapat terjadi karena adanya mutasi pada kumpulan sel somatik dan dapat

terekspresi pada sel meristem dan akan membentuk suatu sektor yang stabil (Boertjes dan

Van Harten 1978).

Medium MS dan modifikasi konsentrasi persenyawaan dengan penambahan auksin

dan sitokinin merupakan komposisi media tumbuh yang biasa digunakan untuk inisiasi

kalus Keberhasilan perbanyakan massal secara invitro sangat bergantung pada komposisi

media tumbuh dan pemilihan bahan eksplan yang tepat tetapi kebutuhan optimal unsur hara

dan zat pengatur tumbuh bervariasi antar setiap fase pertumbuhan dan perbanyakan antar

varietas dan klon. (Prihardini, et al, 2003).

Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur

hara makro, mikro, dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman. Percobaan ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh kombinasi media dan zat penghambat tumbuh terhadap umur simpan

dan ketahanan planlet untuk konservasi tanaman mawar Komposisi media yang digunakan

dalam kultur jaringan dapat berbeda jenis bahan kimia atau konsentrasinya. Perbedaan

komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan

yang ditumbuhkan secara in vitro. (Marlina, 2004).

C. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA

1. Alat

a. LAFC lengkap dengan lampu bunsen

b. Petridsh dan botol-botol kultur

c. Peralatan diseksi, seperti pinset besar/kecil dan pisau pemes.

2. Bahan

a. Eksplan : nanas (Ananas comosus ) dan wortel (Daucus carota)

b. Media kultur

c. Alkohol 96 %

d. Aquadest steril

e. Spirtus

f. Chlorox (sunclin)

47

Page 48: LAPORAN KULTUR JARINGAN

g. Agrept dan Dithane

3. Cara Kerja

a. Persiapan eksplan

b. Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC)

Merendam eksplan kedalam larutan Dithane M-45 3 mg/l selama kira-kira 12 jam,

dilanjutkan dengan chlorox 5,25 % (sunclin 100%) selama kira-kira 2 menit

Membilas eksplan dengan aquadest steril

c. Penanaman eksplan

Membuka plastik penutup botol media kultur.

Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset. Setelah

digunakan, pinset harus selalu dibakar diatas api.

Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk menghindari

kontaminasi.

d. Pemeliharaan

Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur.

Lingkungan diluar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya.

Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali untuk

mencegah kontaminasi.

e. Pengamatan selama 5 minggu, meliputi

Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari

Jumlah akar, tunas dan daun, diamati 1 minggu sekali

Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir pengamatan

f. Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan.

48

Page 49: LAPORAN KULTUR JARINGAN

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Saat Muncul Akar

Tabel 3.1 Saat Muncul Akar Tanaman Wortel

Macam Eksplan Ulangan Saat Muncul Akar

Wortel

12345678910

----------

Sumber : Laporan Sementara

Kultur jaringan tanaman akan berhasil apabila lingkungan mendukung. Syarat-

syarat tersebut meliputi: pemilihan eksplan, penggunaan media yang sesuai, keadaan

yang aseptik dan pengaturan lingkungan tempat tumbuh yang sesuai. Komposisi media

yang tepat dan proses sterilisasi mempengaruhi keberhasilan dari kultur jaringan. Dalam

praktikum ini media yang digunakan adalah Murashige and Skoog (MS).

Pada praktikum kali ini eksplan yang digunakan adalah wortel (Daucus carota)

yaitu bagian umbi akarnya. Eksplan yang digunakan ini merupakan jaringan floem dan

cambium di sekitarnya. Pada kultur jaringan wortel (Daucus carota) digunakan bahan

tanam berupa bagian tengah dari umbi akarnya yang berwarna kuning. Hal ini mengacu

pada salah satu konsep dasar kultur jaringan yaitu organ yang digunakan dalam kultur

jaringan harus mempunyai sifat totipotensi. Penggunaan bagian tengah dari umbi akar

wortel yang berwarna kuning oranye ini bertujuan untuk mendapatkan organ yang

masih juvenile sehingga bersifat meristematik, artinya organ tersebut masih aktif

49

Page 50: LAPORAN KULTUR JARINGAN

membelah. Organ tersebut akan berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan sel

yang yang aktif membelah dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot.

Sebelum penanaman terlebih dulu eksplan disterilisasi, yaitu dengan memotong-

motong eksplan dan merendam eksplan dalam larutan campuran antara Dithane M-45

dan Agrept sebanyak 0,3 gram dalam 100 ml aquadest. Dithane M-45 dan Agrept

merupakan fungisida yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi dari bakteri selama

proses penanaman dan pengembangan kultur wortel. Setelah di rendam selama 15

sampai 30 menit eksplan diangkat dan dibilas dengan aquades sebanyak tiga kali.

Setelah itu eksplan kembali direndam dalam Chlorox 20 % selama 3 menit dan dibilas

dengan aquades sebanyak tiga kali. Setelah disterilisasi dengan Chlorox bagian dari

eksplan yang bersentuhan atau berkontak langsung dengan Chlorox harus dihilangkan

karena bagian-bagian yang berkontak langsung dengan Chlorox sel-selnya akan mati

dan tidak akan tumbuh jika dikulturkan.

Dalam media untuk menumbuhkan eksplan wortel terlebih dahulu ditambahkan

ZPT yaitu IBA dan BAP. IBA (Indol Buteric Acid) merupakan hormon pengatur tumbuh

yang masuk dalam kategori hormon auksin. Fungsi dari IBA dalam aktivitas kultur

jaringan yaitu sebagai hormon yang mampu menginduksi terjadinya kalus, mendorong

proses morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, mendorong proses embriogenesis

dan mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman dalam hal ini IBA berpengaruh dalam

pembentukan akar. Sedangkan BAP (6-benzylaminopurine). Dalam aktivitas kultur

jaringan, BAP berperan dalam pembentukan tunas, menstimulir terjadinya pembelahan

sel, proliferasi kalus, mendorong proliferasi meristem ujung, serta mendorong

pembentukan klorofil pada kalus.

Berdasarkan hasil pengamatan pada kultur jaringan wortel diperoleh bahwa

eksplan belum mampu membentuk akar, tunas, maupun kalus. Kalus adalah sekumpulan

sel yang belum terdeferensiasi menjadi akar atau batang. Hal ini terjadi karena terjadinya

kontaminasi. Kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis

kontaminannya dan penyebab adanya bagian yang terkontaminasi bisa berasal dari media

atau eksplan. Kontaminan terutama cendawan dan bakteri akan tumbuh secara cepat pada

media yang mengandung gula, vitamin, dan mineral.

50

Page 51: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Pada penanaman eksplan wortel semua eksplan terkontaminasi oleh jamur dan

ada eksplan terkontaminasi oleh bakteri. Jamur yang mengkontaminasi mempunyai hifa

berwarna coklat, hitam, dan putih. Hifa-hifa itu memenuhi seluruh botol kultur.

Jamur/cendawan dan jamur tersebut tumbuh secara cepat karena pada media mengandung

gula, vitamin, dan mineral.

Pada penanaman eksplan wortel tidak ada yang membentuk akar, tunas, daun,

maupun kalus. Oleh karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya kontaminasi

eksplan dan media yaitu dengan cara menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar

tetap steril serta saat penanaman dan pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan

berulang-ulang menggunkan spirtus. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi resiko

terkontaminasi eksplan terhadap jamur dan bakteri yang dapat menyebabkan kematian

pada eksplan.

2. Saat Muncul Tunas

Tabel 3.2 Saat muncul tunas tanaman wortel

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul

Tunas

Wortel

12345678910

--- -------

Sumber : Laporan Sementara

Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan tunas. Pada media ditumbuhi

jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta

terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada

eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya

warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan

perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum

51

Page 52: LAPORAN KULTUR JARINGAN

terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan

tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang

beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

Dalam media ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. Fungsi dari IBA yaitu

berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP berperan dalam pembentukan

tunas. Dalam praktikum kali ini tidak terbentuk tunas karena eksplan mengalami

kontaminasi.

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis

eksplan dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil

penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi

tergantung dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip

ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi

pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur,

dll. Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan

yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur

jaringan yang digunakan sama.

3. Saat muncul daun

Tabel 3.3 Saat muncul daun tanaman wortel

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul

Daun

Wortel

12345678910

--- -------

Sumber : Laporan Sementara

Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan daun. Pada media ditumbuhi

jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta

52

Page 53: LAPORAN KULTUR JARINGAN

terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada

eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya

warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan

perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum

terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan

tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang

beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

4. Saat muncul kalus

Tabel 3.4 Saat muncul kalus tanaman wortel

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul

Kalus

Wortel

12345678910

--- -------

Sumber : Laporan Sementara

Kalus merupakan sekumpulan sel yang masih aktif membelah dan belum

terdeferensiasi membentuk tunas maupun akar. Kalus juga dapat diartikan sebagai

sekumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan awal yang membelah diri

secara terus menerus.

Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan kalus. Hal ini terjadi karena

adanya kontaminasi baik oleh jamur maupun bakteri. Pada media ditumbuhi jamur

ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta terdapat

bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada eksplan

terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna

coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan

53

Page 54: LAPORAN KULTUR JARINGAN

eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum terjadi kegiatan

kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan tanaman yang

digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang beragam,

penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

5. Presentase keberhasilan

Tabel 3.5 Persentase Keberhasilan Kultur Wortel

Macam Eksplan

Jumlah Eksplan

Persentase Keberhasilan

(%)Hidup Mati

Wortel 0 10Sumber : Laporan Sementara

Berdasarkan data diatas eksplan wortel memiliki persentase keberhasilan sebesar 0

%. Hal ini disebabkan seluruh eksplan yang mati baik karena mengalami browning

maupun terkontaminasi oleh jamur. Kontaminasi ini disebabkan karena faktor dari luar

(lingkungan) yaitu pada saat pembuatan media sampai pada pemeliharaan eksplan. Oleh

karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya eksplan yaitu dengan cara

menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar tetap steril serta saat penanaman dan

pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan berulang-ulang menggunkan spirtus. Hal ini

dimaksudkan agar mengurangi resiko terkontaminasi eksplan terhadap jamur dan bakteri

yang dapat menyebabkan kematian pada eksplan.

Praktikum acara kultur jaringan wortel ini menggunakan eksplan berupa bagian tengah

atau jaringan floem dari umbi akar. Media kultur yang digunakan adalah media MS dengan

tambahan ZPT berupa BAP dan IBA.

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada eksplan wortel tidak ada akar, tunas, daun,

dan kalus yang muncul. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya;

d. Media yang telah terkontaminasi jamur. Hal ini ditunjukkan

pada bentuk media yang telah berubah warna dari sebelumnya putih menjadi hitam

kecoklatan. Disamping itu, terdapat koloni jamur yang ditandai dengan adanya bulu-bulu

halus (spora) jamur pada media.

54

Page 55: LAPORAN KULTUR JARINGAN

e. Eksplan yang terkontaminasi. Hal ini dapat dikarenakan

pada saat sterilisasi perlatan maupu tangan tidak steril. Seringnya tangan keluar dari

LAFC mengakibatkan eksplan dan media dapat terkontaminasi. Eksplan yang terkena

jamur berubah warna dari yang sebelumnya hijau menjadi hitam kecoklatan dan akhirnya

membusuk.

f. Peralatan dan ruangan yang kurang steril. Peralatan –

peralatan seperti pinset, botol kultur sebelum dan selama memakai harus sering dilakukan

pensterilan. Pensterilan alat dapat dilakukan dengan mencelupkannya pada alkohol atau

memanaskannya diatas api.

Keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan juga ditentukan beberapa

hal diantaranya komposisi media dan eksplan. Dalam praktikum ini, komponen media yang

paling mempengaruhi adalah zat pengatur tumbuh (ZPT) berupa BAP dan IBA. BAP

merupakan ZPT golongan sitokinin yang berfungsi untuk menumbuhkan dan menggandakan

tunas adventif. Sedangkan IBA berfungsi untuk mendorong terbentuknya kalus. Setelah

eksplan ditanam, botol-botol kultur diletakkan pada rak-rak kultur yang dijaga suhu, cahaya

dan kelembabannya.

Selain ZPT, faktor penting lain yang mempengaruhi yaitu kondisi eksplan dipengaruhi

oleh umur fisiologis, umur ontogenik, ukuran eksplan, dan bagian tanaman yang diambil.

Umumnya yang sering digunakan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Hal ini

karena jaringan muda mempunyai daya regenerasi tinggi, sel-selnya masih aktif membelah,

dan relatif sedikit mengandung kontaminan. Umur ontogenik yaitu masa transisi anatar fase

pertumbuhan remaja (juvenil) menuju fase dewasa. Pada fase juvenil, pemungaan tidak

terjadi dan tidak dapat dirangsang dengan perlakuan rangsangan pembungan. Sedangakan

pada fase dewasa tanaman sudah mampu berbunga. Ukuran tanaman yang besar

memungkinkan terjadinya kontaminan daripada ukuran yang lebih kecil. Hal ini berkaitan

dengan teknik sterilisasi eksplan. Jaringan yang umumnya digunakan adalah meristem, yaitu

dapat berupa ujung akar, tunas atau daun muda.

Aliran udara yang berasal dari pernafasan dan pembicaraan, debu atau partikel lain

yang terhambur dari tubuh praktikan, atau bahan steril yang tersentuh oleh praktikan dapat

mengakibatkan kontaminasi.

55

Page 56: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan

dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian

menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung

dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya

berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan,

seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur, dll. Oleh karena itu,

komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh

masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan

sama

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari praktikum kultur jaringan wortel yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

a. Pada kultur jaringan wortel, dari 10 eksplan yang ditanam tidak ada yang berhasil

tumbuh. 3 ulangan terdapat jamur, 2 ulangan terdapat bakteri dan 2 ulangan,

medianya berwarna kuning.

b. Eksplan yang terkontaminasi disebabkan oleh kurang sterilnya media, bahan

tanam maupun karena faktor lingkungan sekitar saat penanaman.

c. Eksplan yang terkontaminasi oleh jamur ditandai dengan adanya hifa pada

permukaan media kultur yang berwarna cokelat, putih maupun berwarna kehitaman

sedangkan bila eksplan terkontaminasi bakteri akan terlihat adanya lendir di sekitar

eksplan.

d. Untuk mencegah dan menghindari terjadinya kontaminasi dapat dilakukan

sterilisasi pada alat, media dan bahan eksplan yang digunakan serta melakukan

penyemprotan dengan spirtus saat kontak langsung dengan eksplan.

e. Persentase keberhasilan dari kultur jaringan wortel adalah 0 %

Saran

56

Page 57: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Untuk meningkatkan presentase keberhasilan, sebaiknya bagi praktikan harus lebih

memperhatikan untuk menjaga kesterilan, baik untuk peralatan maupun media itu sendiri,

sehingga terjadinya kontaminasi dapat dihindari atau ditekan seminimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, D. E. 1978. How To Growth Roses. Lane Magazine and Book Company. California. USA.

Anonim.2008.Wortel.http://en.wikipedia.org/wiki/wortel

Anonim.2008.Perbanyakan tanaman wortel. http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat /view.php?

mnu=2&id=150

Anonim.2008.Teknik Perbanyakan tanaman Wortel.http://plantasia.cybermediaclips.com

Boertjes, C. and A.M. Van Harten. 1978. Applied Mutation Breeding for Vegetatively Propagated

Crops. Elsevier, Nedherland. 345 p.

Hadioetomo, P.S. 1990. Mikrobia Dasar Dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar

Laboratorium. Gramedia. Jakarta.

Hardiati, S., S. Purnomo, Y. Meldia, I. Sukmayadi, dan Kartono. 2003. Karakterisasi dan

Evaluasi Beberapa Aksesi Nanas. J. Hort 13(3) : 157-168.

Marlina, N. 2004. Teknik Modifikasi Media Murashige dan Skoog (MS) untuk konservasi in

vitro mawar (Rossa sp). Buletin Teknik Pertanian Vol 9 No. 1.

Moore, T.C. 1990. Biochemistry and Physiology of Plant Hormone. Springer-Verlag. Berlin.

Prihardini, P.E.R., T. Sudaryono dan S. Purnomo. 2003. Komposisi Media dan Eksplan Untuk

Inisiasi Poliferasi Salak Secara Invitro. Jurnal Penelitian Hortikultura. Vol 5(2):15-24.

Wetter, L. R and F. Corstabel. 1982. Plant Tissue Culture Methods. The Prairie Regional

Laboratory of The National Research.

Widiastuti, D dan Anggraini, S. 1994. Pengaruh Air Kelapa Terhadap Pembentukan Protocorm

Like Bodies (PLBS) dari Anggrek Vanda dalam Medium Cair. Jurnal Hortikultura. Vol

4(2):71-73.

57

Page 58: LAPORAN KULTUR JARINGAN

http://holtikultura.litbang.deptan.go.id.Katalog teknologi unggulan holtikultura

ACARA IV

KULTUR JARINGAN NANAS (Ananas comosus)

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Nenas (Ananas comosus L. Merr.) merupakan salah satu tanaman buah yang

memiliki rasa dan aroma yang khas.  Untuk skala industri, perbanyakan secara

konvensional kurang efektif karena jumlah bibit yang dihasilkan sangat terbatas dan

membutuhkan waktu yang relatif lama.  Perbanyakan melalui kultur jaringan merupakan

metode alternatif untuk memecahkan masalah tersebut.  Salah satu komponen yang

mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman dalam kultur jaringan adalah keadaan

media secara fisik, yaitu media padat, media cair, atau modifikasi antara keduanya.

Nanas merupakan salah satu tanaman buah yang memiliki rasa dan aroma yang

khas. Untuk skala industri, perbanyakan secara konvensional kurang efektif karena

jumlah bibit yang dihasilkan sangat terbatas dan membutuhkan waktu yang relatife lama.

Perbanyakan melalui kultur jaringan merupakan metode alternatife untuk memecahkan

masalah tersebut.

Buah nanas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan

dan minuman, seperti selai, buah dalam sirop dan lain-lain. Rasa buah nanas manis

sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas.

Salah satu komoditas yang dikembangkan adalah nenas, karena nenas (Ananas

comusus (L.) Merr.) merupakan salah satu dari tiga buah terpenting dari wilayah tropika.

Peran Indonesia dalam pasar global nenas belum berarti, padahal sebagai negara yang

58

Page 59: LAPORAN KULTUR JARINGAN

berada di wilayah tropik, ketersediaan varietas lokal yang potensial untuk komersialisasi,

potensi agroklimat dan luasan lahan yang tersedia sangat memadai. Apabila potensi

tersebut dapat dimanfaatkan secara optimum maka nenas dapat dijadikan buah-buahan

andalan, baik untuk ekspor, maupun konsumsi dalam negeri, sehingga meningkatkan

pendapatan devisa negara dan selanjutnya akan berkait dengan peningkatan pendapatan

pelaku-pelaku agribisnis tanaman nenas.

Permasalahan yang dihadapi agribisnis tanaman nenas antara lain:

1. Varietas nenas yang ada saat ini umumnya belum dapat memenuhi standar mutu yang

disyaratkan dalam pengembangan skala industri, terutama untuk konsumsi segar. Hal

ini karena kegiatan pengembangan varietas dalam pengertian pemuliaan tanaman belum

banyak dilakukan, oleh karena adanya keengganan para peneliti melakukannya, yang

disebabkan perlunya waktu yang relatif lama untuk memperoleh hibrida unggul hasil

persilangan, dan material genetik untuk keperluan pemuliaan tanaman masih belum

tersedia.

2. Belum tersedianya teknologi pembibitan yang cepat dan menjamin keseragaman dan

kestabilan hasil dan kualitas hasil, padahal tanaman nenas Executive Summary Nenas

mengalami penurunan produktivitas setelah tiga generasi bibit, sehingga memerlukan

peremajaan secara teratur dan dukungan teknologi perbanyakan bibit yang mampu

menjamin keseragaman dalam waktu yang cepat.

3. Belum tersedianya paket teknologi produksi dan pasca panen bagi optimasi

produktivitas, penjaminan mutu hasil dan upaya mempertahan-kan mutu dalam jangka

waktu lebih panjang. Pada saat ini masih dihadapi masalah ketidakseragaman ukuran

dan ketidaksesuaian bentuk buah dan waktu panen sehingga proses pengolahan nenas,

terutama pengalengan, menjadi tidak efisien. Terbatasnya teknik budidaya yang

diterapkan oleh petani nenas juga menyebabkan kualitas nenas menjadi tidak baik,

padahal untuk menghasilkan nenas dengan mutu yang baik diperlukan kawalan

teknologi, termasuk untuk memperpanjang daya simpan (shelf life).

4. Masih rendahnya penerimaan konsumen terhadap nenas yang disebabkan oleh tingginya

kadar Ca-oksalat yang memberikan rasa gatal yang tidak nyaman dan mitos bahwa

nenas tidak baik bagi wanita dan dapat menyebabkan keguguran.

59

Page 60: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Dalam praktikum kultur jaringan nanas ini, eksplan yang digunakan adalah bagian

atas dari bonggol nanas yang berwarna putih yang merupakan bagian dari ibu tangkai

bunga nanas. Jenis jaringan yang digunakan adalah jaringan meristem yang masih terus

aktif membelah.

2. Tujuan

Tujuan dari praktikum kultur jaringan nanas (Ananas comosus) ini adalah :

a. Mengetahui teknik kultur jaringan nanas dan wortel.

b. Mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan

perkembangan eksplan nanas dan wortel.

3. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum acara kedua ini yaitu kultur jaringan (Ananas comosus) dilaksanakan pada :

Waktu : Senin, 20 Oktober 2008

Tempat : Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Varietas cultivar nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayene

dan Queen. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerte Rico,

Mexico dan Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia. Dewasa ini ragam

varietas/cultivar nanas yang dikategorikan unggul adalah nanas Bogor, Subang dan

Palembang (Anonim, 2008a).

Nanas (Ananas comosus (L) Merr. merupakan salah satu komoditas buah tropis yang

penting bila dilihat dari kegunaan dan nilai ekonomis serta mempunyai kontribusi 8% dari

produksi segar dunia, dan Indonesia merupakan negara penghasil nanas olahan dan segar

terbesar ketiga setelah Thailand dan Philipina (Hardiati et al., 2003).

60

Page 61: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas

comosus. Memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh (Sumatera). Dalam bahasa

Inggris disebut pineapple dan orang-orang Spanyol menyebutnya pina. Nanas berasal dari

Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi disana sebelum masa Colombus. Pada

abad ke-16 orang Spanyol membawa nanas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia,

masuk ke Indonesia pada abad ke-15, (1599). Di Indonesia pada mulanya hanya sebagai

tanaman pekarangan, dan meluas dikebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah

nusantara. Tanaman ini kini dipelihara di daerah tropik dan sub tropik.

Klasifikasi tanaman nanas adalah:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Kelas : Angiospermae (berbiji tertutup)

Ordo : Farinosae (Bromeliales)

Famili : Bromiliaceae

Genus : Ananas

Species : Ananas comosus (L) Merr

(Anonim.2008.c)

Herba yang mempunyai batang semu dengan tinggi 30 - 50 cm mempunyai batang

dalam bentuk roset dengan pangkal yang melebar dan menjadi pelepah. Daun tunggal

bentuk pedang, ujung lancip tepi berduri kecil dan tajam. Bunganya majemuk, bentuk

malai terdapat di ujung batang berwarna ungu kemerahan. Buah berbentuk menyilinder,

permukaan buah seperti sisik atau genting kecil yang tersusun rapi, warna hijau kekuningan

sampai jingga. Daging buah berwarna putih kekuningan mengandung banyak cairan yang

rasanya manis, asam, harum dan tidak berbiji. (Anonim.2008.c)

Nenas merupakan salah satu komoditas penting unggulan Indonesia dilihat dari

kegunaan dan nilai ekonominya serta mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Indonesia

mempunyai peluang yang sangat baik untuk memposisikan diri sebagai salah satu produsen

dan eksportir utama produk nenas.

Perbanyakan tanaman nenas secara umum dapat dilakukan secara vegetatif

menggunakan: 1) tunas akar, 2) tunas batang, 3) tunas tangkai buah, 4) tunas dasar buah, 5)

61

Page 62: LAPORAN KULTUR JARINGAN

mahkota buah, dan 6) stek batang. Selain itu perbanyakan nenas dapat dilakukan melalui

kultur jaringan. Dari beberapa metode perbanyakan yang ada, biasanya petani

menggunakan bibit yang berasal dari anakan yang tidak diketahui kesehatannya dan tidak

seragam. Ketersediaan bibit anakan juga sangat terbatas, yaitu dua anakan per tanaman per

tahun. Alternatif yang dapat dilakukan adalah melalui cara teknik kultur jaringan in vitro

dan cara stek daun. Kedua teknik ini memungkinkan untuk menyediakan bibit nenas dalam

jumlah banyak, seragam, dan lebih mudah untuk pengangkutannya. (Naibaho, Naekman.

2008).

Keunggulan pengembangan tanaman nanas dengan metode kultur jaringan atau

secara in vitro yaitu :

Dapat menyediakan bibit secara cepat dan massal dalam waktu relatif singkat.

Bibit yang dihasilkan relatif seragam.

Bibit yang dihasilkan sehat.

Transportasi pengiriman mudah.

Sedangkan kelemahan pengembangan tanaman nanas dengan metode kultur jaringan

yaitu :

Kemungkinan terjadinya variasi somaklonal

Proses produksi bibit memerlukan investasi relatif besar

Membutuhkan keahlian khusus, sehingga belum dapat ditransfer ke pada kalangan

petani biasa

Tahap-tahap perbanyakan bibit secara kultur jaringan adalah :

Pemilihan pohon induk

Persiapan bahan perbanyakan

Inisiasi

Multiplikasi (regenerasi)

Aklimatisasi

Pembesaran di nursery/pembibitan

Penanaman di lapangan

62

Page 63: LAPORAN KULTUR JARINGAN

(Darma,Kusuma.2008)

Kendala yang dihadapi dalam pengembangan agroindustri nenas antara lain adalah

belum tersedianya varietas yang sesuai dengan permintaan industri pengolahan, keinginan

konsumen dan eksportir buah segar. Masalah dalam pengembangan nenas adalah

penyediaan bibit dalam jumlah banyak secara cepat, karena melalui perbanyakan vegetatif

konvensional lajunya sangat lambat. Kendala produksi di lapangan adalah belum

tersedianya teknologi bagi pengendalian pertumbuhan vegetatif maupun reproduktif agar

produktivitas dan kualitas hasil tinggi, yang pada gilirannya perlu ditunjang dengan

penanganan pasca panen yang tepat (Anonim, 2008b).

Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap disebut sterilisasi panas lembab

atau sterilisasi basah. Bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau

sterilisasi kering. Dari pihak lain, sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan

gas atau radiasi atau bahan kimiawi. Pemilihan metode didasarkan pada sifat bahan yang

akan disterilkan. Yang umum digunakan secara rutin di laboratorium adalah menggunakan

panas (Hadioetomo, 1990).

Media tumbuh untuk kultur in vitro diusahakan mempunyai kondisi lingkungan yang

terkontrol. Sebagian besar kultur aseptik tidak mampu melakukan fotosintesis sehingga

diperlukan sumber karbon dalam bentuk sukrosa atau glukosa, serta hara mineral, air,

bahan organik, vitamin, alkohol dan hormon (Widiastuti dan Anggraini, 1994).

63

Page 64: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Dalam aktivitas kultur jaringan, auksin sangat dikenal sebagai hormon yang mampu

berperan menginduksi terjadinya kalus, menghambat kerja sitokinin, membentuk klorofil

dalam kalus, mendorong morfogenesis kalus, membentuk akar atau tunas, mendorong

proses embryogenesis, serta dapat mempengaruhi kestabilan genetic tanaman (Wetter and

Corstabel, 1982).

C. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA

1. Alat

a. LAFC lengkap dengan lampu bunsen

b. Petridish dan botol-botol kultur

c. Peralatan diseksi, seperti pinset besar/kecil dan pisau pemes.

2. Bahan

a. Eksplan : nanas (Ananas comosus )

b. Media kultur

c. Alkohol 96 %

d. Aquadest steril

e. Spirtus

f. Chlorox (sunclin)

g. Agrept dan Dithane

3. Cara Kerja

a. Persiapan eksplan

b. Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC)

Merendam eksplan kedalam larutan Dithane M-45 3 mg/l selama kira-kira 12 jam,

dilanjutkan dengan chlorox 5,25 % (sunclin 100%) selama kira-kira 2 menit

Membilas eksplan dengan aquadest steril

c. Penanaman eksplan

Membuka plastik penutup botol media kultur.

Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset. Setelah

digunakan, pinset harus selalu dibakar diatas api.

64

Page 65: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk menghindari

kontaminasi.

d. Pemeliharaan

Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur.

Lingkungan diluar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya.

Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali untuk

mencegah kontaminasi.

e. Pengamatan selama 5 minggu, meliputi

Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari

Jumlah akar, tunas dan daun, diamati 1 minggu sekali

Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir pengamatan

f. Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Saat Muncul Akar

Tabel 4.1 Saat Muncul Akar Tanaman Nanas

Macam Eksplan Ulangan Saat Muncul Akar

Nanas

12345678910

----------

Sumber : Laporan Sementara

Kultur jaringan tanaman akan berhasil apabila lingkungan mendukung. Syarat-

syarat tersebut meliputi: pemilihan eksplan, penggunaan media yang sesuai, keadaan

65

Page 66: LAPORAN KULTUR JARINGAN

yang aseptik dan pengaturan lingkungan tempat tumbuh yang sesuai. Komposisi media

yang tepat dan proses sterilisasi mempengaruhi keberhasilan dari kultur jaringan. Dalam

praktikum ini media yang digunakan adalah Murashige and Skoog (MS).

Pada praktikum kali ini eksplan yang digunakan adalah nanas (Ananas comosus)

yaitu bagian dari bonggol yang berwarna putih yang merupakan ibu dari tangkai bunga

sedangkan jaringannya merupakan jaringan meristem yang masih aktif membelah. Hal

ini mengacu pada salah satu konsep dasar kultur jaringan yaitu organ yang digunakan

dalam kultur jaringan harus mempunyai sifat totipotensi. Penggunaan bagian berwarna

putih dari bonggol nanas yang berwarna putih ini bertujuan untuk mendapatkan organ

yang masih juvenile sehingga bersifat meristematik, artinya organ tersebut masih aktif

membelah. Organ tersebut akan berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan sel

yang yang aktif membelah dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot.

Sebelum penanaman terlebih dulu eksplan disterilisasi, yaitu dengan memotong-

motong eksplan dan merendam eksplan dalam larutan campuran antara Dithane M-45

dan Agrept sebanyak 0,3 gram dalam 100 ml aquadest. Dithane M-45 dan Agrept

merupakan fungisida yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi dari bakteri selama

proses penanaman dan pengembangan kultur nanas. Setelah di rendam selama 15 sampai

30 menit eksplan diangkat dan dibilas dengan aquades sebanyak tiga kali. Setelah itu

eksplan kembali direndam dalam Chlorox 20 % selama 3 menit dan dibilas dengan

aquades sebanyak tiga kali. Setelah disterilisasi dengan Chlorox bagian dari eksplan

yang bersentuhan atau berkontak langsung dengan Chlorox harus dihilangkan karena

bagian-bagian yang berkontak langsung dengan Chlorox sel-selnya akan mati dan tidak

akan tumbuh jika dikulturkan.

Dalam media untuk menumbuhkan eksplan nanas terlebih dahulu ditambahkan

ZPT yaitu IBA dan BAP. IBA (Indol Buteric Acid) merupakan hormon pengatur tumbuh

yang masuk dalam kategori hormon auksin. Fungsi dari IBA dalam aktivitas kultur

jaringan yaitu sebagai hormon yang mampu menginduksi terjadinya kalus, mendorong

proses morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, mendorong proses embriogenesis

dan mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman dalam hal ini IBA berpengaruh dalam

pembentukan akar. Sedangkan BAP (6-benzylaminopurine). Dalam aktivitas kultur

66

Page 67: LAPORAN KULTUR JARINGAN

jaringan, BAP berperan dalam pembentukan tunas, menstimulir terjadinya pembelahan

sel, proliferasi kalus, mendorong proliferasi meristem ujung, serta mendorong

pembentukan klorofil pada kalus.

Berdasarkan hasil pengamatan pada kultur jaringan nanas diperoleh bahwa

eksplan belum mampu membentuk akar, tunas, maupun kalus. Kalus adalah sekumpulan

sel yang belum terdeferensiasi menjadi akar atau batang. Hal ini terjadi karena terjadinya

kontaminasi. Kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis

kontaminannya dan penyebab adanya bagian yang terkontaminasi bisa berasal dari media

atau eksplan. Kontaminan terutama cendawan dan bakteri akan tumbuh secara cepat pada

media yang mengandung gula, vitamin, dan mineral.

Pada penanaman eksplan nanas semua eksplan terkontaminasi oleh jamur dan ada

eksplan terkontaminasi oleh bakteri. Jamur yang mengkontaminasi mempunyai hifa

berwarna coklat, hitam, dan putih. Hifa-hifa itu memenuhi seluruh botol kultur.

Jamur/cendawan dan jamur tersebut tumbuh secara cepat karena pada media mengandung

gula, vitamin, dan mineral.

Pada penanaman eksplan nanas tidak ada yang membentuk akar, tunas, daun,

maupun kalus. Oleh karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya kontaminasi

eksplan dan media yaitu dengan cara menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar

tetap steril serta saat penanaman dan pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan

berulang-ulang menggunkan spirtus. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi resiko

terkontaminasi eksplan terhadap jamur dan bakteri yang dapat menyebabkan kematian

pada eksplan.

67

Page 68: LAPORAN KULTUR JARINGAN

2. Saat Muncul Tunas

Tabel 4.2 Saat muncul tunas tanaman Nanas

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul

Tunas

Nanas

12345678910

--- -------

Sumber : Laporan Sementara

Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan tunas. Pada media ditumbuhi

jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta

terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada

eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya

warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan

perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum

terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan

tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang

beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

Dalam media ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. Fungsi dari IBA yaitu

berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP berperan dalam pembentukan

tunas. Dalam praktikum kali ini tidak terbentuk tunas karena eksplan mengalami

kontaminasi.

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis

eksplan dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil

penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi

tergantung dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip

ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi

pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur,

68

Page 69: LAPORAN KULTUR JARINGAN

dll. Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan

yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur

jaringan yang digunakan sama.

3. Saat Muncul Daun

Tabel 4.3 Saat muncul daun tanaman Nanas

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul

Daun

Nanas

12345678910

--- -------

Sumber : Laporan Sementara

Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan daun. Pada media ditumbuhi

jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta

terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada

eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya

warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan

perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum

terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan

tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang

beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

69

Page 70: LAPORAN KULTUR JARINGAN

4. Saat Muncul Kalus

Tabel 4.4 Saat muncul kalus tanaman nanas

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul

Kalus

nanas

12345678910

--- -------

Sumber : Laporan Sementara

Kalus merupakan sekumpulan sel yang masih aktif membelah dan belum

terdeferensiasi membentuk tunas maupun akar. Kalus juga dapat diartikan sebagai

sekumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan awal yang membelah diri

secara terus menerus.

Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan kalus. Hal ini terjadi karena

adanya kontaminasi baik oleh jamur maupun bakteri. Pada media ditumbuhi jamur

ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta terdapat

bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada eksplan

terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna

coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan

eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum terjadi kegiatan

kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan tanaman yang

digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang beragam,

penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

70

Page 71: LAPORAN KULTUR JARINGAN

5. Presentase keberhasilan

Tabel 4.5 Persentase Keberhasilan Kultur Nanas

Macam Eksplan

Jumlah Eksplan

Persentase Keberhasilan

(%)Hidup Mati

Nanas 0 10Sumber : Laporan Sementara

Berdasarkan data diatas eksplan nanas memiliki persentase keberhasilan sebesar 0

%. Hal ini disebabkan seluruh eksplan yang mati baik karena mengalami browning

maupun terkontaminasi oleh jamur. Kontaminasi ini disebabkan karena faktor dari luar

(lingkungan) yaitu pada saat pembuatan media sampai pada pemeliharaan eksplan. Oleh

karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya eksplan yaitu dengan cara

menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar tetap steril serta saat penanaman dan

pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan berulang-ulang menggunkan spirtus. Hal ini

dimaksudkan agar mengurangi resiko terkontaminasi eksplan terhadap jamur dan bakteri

yang dapat menyebabkan kematian pada eksplan.

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada eksplan nanas tidak ada akar, tunas, daun,

dan kalus yang muncul. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya;

a. Media yang telah terkontaminasi jamur. Hal ini ditunjukkan pada bentuk media yang

telah berubah warna dari sebelumnya putih menjadi hitam kecoklatan. Disamping itu,

terdapat koloni jamur yang ditandai dengan adanya bulu-bulu halus (spora) jamur pada

media.

b. Eksplan yang terkontaminasi. Hal ini dapat dikarenakan pada saat sterilisasi perlatan

maupu tangan tidak steril. Seringnya tangan keluar dari LAFC mengakibatkan eksplan

dan media dapat terkontaminasi. Eksplan yang terkena jamur berubah warna dari yang

sebelumnya hijau menjadi hitam kecoklatan dan akhirnya membusuk.

c. Peralatan dan ruangan yang kurang steril. Peralatan –peralatan seperti pinset, botol kultur

sebelum dan selama memakai harus sering dilakukan pensterilan. Pensterilan alat dapat

dilakukan dengan mencelupkannya pada alkohol atau memanaskannya diatas api.

71

Page 72: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan juga ditentukan beberapa

hal diantaranya komposisi media dan eksplan. Dalam praktikum ini, komponen media yang

paling mempengaruhi adalah zat pengatur tumbuh (ZPT) berupa BAP dan IBA. BAP

merupakan ZPT golongan sitokinin yang berfungsi untuk menumbuhkan dan menggandakan

tunas adventif. Sedangkan IBA berfungsi untuk mendorong terbentuknya kalus. Setelah

eksplan ditanam, botol-botol kultur diletakkan pada rak-rak kultur yang dijaga suhu, cahaya

dan kelembabannya.

Selain ZPT, faktor penting lain yang mempengaruhi yaitu kondisi eksplan dipengaruhi

oleh umur fisiologis, umur ontogenik, ukuran eksplan, dan bagian tanaman yang diambil.

Umumnya yang sering digunakan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Hal ini

karena jaringan muda mempunyai daya regenerasi tinggi, sel-selnya masih aktif membelah,

dan relatif sedikit mengandung kontaminan. Umur ontogenik yaitu masa transisi anatar fase

pertumbuhan remaja (juvenil) menuju fase dewasa. Pada fase juvenil, pemungaan tidak

terjadi dan tidak dapat dirangsang dengan perlakuan rangsangan pembungan. Sedangakan

pada fase dewasa tanaman sudah mampu berbunga. Ukuran tanaman yang besar

memungkinkan terjadinya kontaminan daripada ukuran yang lebih kecil. Hal ini berkaitan

dengan teknik sterilisasi eksplan. Jaringan yang umumnya digunakan adalah meristem, yaitu

dapat berupa ujung akar, tunas atau daun muda.

Aliran udara yang berasal dari pernafasan dan pembicaraan, debu atau partikel lain

yang terhambur dari tubuh praktikan, atau bahan steril yang tersentuh oleh praktikan dapat

mengakibatkan kontaminasi.

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan

dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian

menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung

dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya

berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan,

seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur, dll. Oleh karena itu,

komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh

masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan

sama.

72

Page 73: LAPORAN KULTUR JARINGAN

E. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari praktikum kultur jaringan nanas yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

Pada kultur jaringan nanas, dari 10 eksplan yang ditanam tidak ada yang

berhasil tumbuh. 3 ulangan terdapat jamur, 2 ulangan terdapat bakteri dan 2

ulangan, medianya berwarna kuning.

Eksplan yang terkontaminasi disebabkan oleh kurang sterilnya media, bahan

tanam maupun karena faktor lingkungan sekitar saat penanaman.

Eksplan yang terkontaminasi oleh jamur ditandai dengan adanya hifa pada

permukaan media kultur yang berwarna cokelat, putih maupun berwarna

kehitaman sedangkan bila eksplan terkontaminasi bakteri akan terlihat adanya

lendir di sekitar eksplan.

Untuk mencegah dan menghindari terjadinya kontaminasi dapat dilakukan

sterilisasi pada alat, media dan bahan eksplan yang digunakan serta

melakukan penyemprotan dengan spirtus saat kontak langsung dengan

eksplan.

Persentase keberhasilan dari kultur jaringan nanas adalah 0%

2. Saran

Untuk meningkatkan presentase keberhasilan, sebaiknya bagi praktikan harus lebih

memperhatikan untuk menjaga kesterilan, baik untuk peralatan maupun media itu

sendiri, sehingga terjadinya kontaminasi dapat dihindari atau ditekan seminimal

73

Page 74: LAPORAN KULTUR JARINGAN

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008a. Nanas (Ananas comosus). http://www.warintek.ristek.go.id. Diakses tanggal 18

Desember 2008.

Anonim. 2008b. http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=2&doc=2a17. Diakses

tanggal 20 Desember 2008.

----------. 2008b. Executive Summary Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia

Komoditas Nenas. http://www.rusnasbuah.or.id. Diakses tanggal 18 Desember 2008.

Darma, Kusuma. 2008. Perbanyakan Massal Nanas secara In Vitro. Jakarta : Litbang

Departemen Pertanian

Hadioetomo, P.S. 1990. Mikrobia Dasar Dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar

Laboratorium. Gramedia. Jakarta.

Hardiati, S., S. Purnomo, Y. Meldia, I. Sukmayadi, dan Kartono. 2003. Karakterisasi dan

Evaluasi Beberapa Aksesi Nanas. J. Hort 13(3) : 157-168.

Moore, T.C. 1990. Biochemistry and Physiology of Plant Hormone. Springer-Verlag. Berlin.

Naibaho, Naekman. 2008. Perbanyakan Massal Nanas dengan Stek Daun. Jakarta: Litbang

Departemen Pertanian

Wetter, L. R and F. Corstabel. 1982. Plant Tissue Culture Methods. The Prairie Regional

Laboratory of The National Research.

Widiastuti, D dan Anggraini, S. 1994. Pengaruh Air Kelapa Terhadap Pembentukan Protocorm

Like Bodies (PLBS) dari Anggrek Vanda dalam Medium Cair. Jurnal Hortikultura. Vol

4(2):71-73.

74

Page 75: LAPORAN KULTUR JARINGAN

ACARA V

KULTUR JARINGAN SANSIVIERIA

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Di Indonesia, nama sansivieria lebih dikenal dengan sebutan lidah mertua (mother

in-laws-tongue). Ada juga yang menjulukinya snake plant (tanaman ular) mungkin

karena corak beberapa jenis tanaman in mirip dengan corak ular.

Kebutuhan masyarakat akan tanaman hias semakin hari semakin meningkat.

Tanaman hias bagi masyarakat bermanfaat sebagai pengindah rumah atau pekarangan,

sumber penghasilan, menyerap polusi sehingga menimbulkan kepuasan tersendiri bagi

pemiliknya.

Salah satu tanaman hias yang banyak digemari masyarakat saat ini adalah

sanseviera. Sanseviera merupakan tanaman yang unik yang mempunyai sifat berbeda

dengan tanaman lain yaitu apabila tanaman ini distek akan menghasilkan tanaman yang

berbeda dengan induknya berbeda tanaman kebanyakan yang bila diperbanyak dengan

stek maka keturunannya akan sama dengan induk. Selain itu, suatu penelitian juga

menunjukkan bahwa tanaman sansiveira dapat bermanfaat untuk menyerap polusi.

Sansivieria termasuk tanaman yang sangat mudah perbanyakannya. Perbanyakan

tanaman dapat dilakukan secara generatif dengan biji ataupun secara vegetatif dengan

setek, pemisahan anakan, cabut pucuk, dan kultur jaringan (cloning).

Perbanyakan secara generatif dilakukan menggunakan biji. Keunggulan

perbanyakan tanaman menggunakan biji antara lain dapat diperoleh tanaman dalam

jumlah banyak dan seragam serta tidak merusak tanaman induk. Selain itu, sifat biji

sansivieria umumnya diploid sehingga menyebabkan minimal dua keragaman dalam satu

biji.

75

Page 76: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Kelemahan cara generatif ini adalah memerlukan waktu yang lama. Selain itu,

tidak semua spesies mampu menghasilkan bunga dan biji. Cara ini biasanya digunakan

oleh para breeder untuk memperoleh hibrida baru.

Perbanyakan secara vegetative dari sansivieria dapat diperbanyak menggunakan

setek, pemisahan anakan, teknik cabut pucuk, dan kultur jaringan.

Dengan semakin meningkatnya permintaan akan tanaman sansiveira, tetapi usaha

perbanyakan belum cukup memadai maka diperlukan suatu teknik perbanyakan yang

lebih efektif yang mampu menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak dan dalam waktu

yang relatif singkat. Teknik perbanyakan yang sesuai untuk mencapai tujuan tersebut

adalah perbanyakan dengan kultur jaringan. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik

menumbuhkembangkan bagian tanaman, baik berupa sel jaringan atau organ tanaman

dalam kondisi aseptis secara in vitro.

Sansevieria (Sansevieria trifasciata) termasuk tanaman hias yang mempunyai

penggemar di berbagai masyarakat dunia.  Di Indonesia, sejak tahun 2000 permintaan

tanaman ini meningkat pesat dan terus meningkat hingga kini.  Jenis yang mendominasi

adalah pedang-pedangan dan kodok-kodokan.  Meningkatnya permintaan tersebut masih

belum dapat terpenuhi akibat petani masih menggunakan perbanyakan secara

konvesional yang memerlukan waktu dan bahan tanam dalam jumlah yang banyak. 

Teknik yang mungkin digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah secara in

vitro.

Pada praktikum ini eksplan yang digunakan adalah tanaman Sansivieria trifasciata

yaitu bagian daun tapi pada bagian bawah yang merupakan jaringan tebal yang

meristematis yaitu jaringan yang masih aktif mengalami pembelahan.

2. Tujuan

Praktikum acara kelima yaitu kultur jaringan sansivieria ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui teknik kultur jaringan sansivieria.

b. Mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan

perkembangan eksplan sansivieria.

76

Page 77: LAPORAN KULTUR JARINGAN

3. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum acara kelima yaitu kultur jaringan sansivieria ini dilakukan pada :

Waktu : Senin, 20 Oktober 2008

Tempat : Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Di Indonesia tanaman ini dikenal dengan nama Lidah Mertua. Selain sebagai tanaman

hias, Sanseviera kerap ditaruh di sudut dapur atau kamar mandi untuk meredam bau.

Sansevieria memang termasuk tanaman hias yang sering disimpan di dalam rumah karena

tanaman ini dapat tumbuh dalam kondisi dengan sedikit air dan cahaya matahari. Sekitar 40

persen air saja yang diperlukan tanaman yang berkembang biak melalui umbi lapis ini untuk

tumbuh. (Anonim.2008a)

Sansevieria termasuk tanaman tropis yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan di

Indonesia. Biasanya sansevieria banyak ditanam sebagai pagar rumah, atau sebagai

penyekat jalan. Jenis sanseviera yang banyak ditanam adalah Sanseviera trifasciata atau

dikenal dengan nama “lidah mertua”. Sekarang ini, banyak ditemukan ratusan species

sanseviera lain yang bentuk dan warna daunnya beragam.(Anonim.2008b)

Dibanding tumbuhan lain, Sanseviera memiliki keistimewaan menyerap bahan

beracun, seperti karbondioksida, benzene, formaldehyde, dan trichloroethylene.

Sansevieria dibagi menjadi dua jenis, yaitu jenis yang tumbuh memanjang ke atas

dengan ukuran 50-75 cm dan jenis berdaun pendek melingkar dalam bentuk roset dengan

panjang 8 cm dan lebar 3-6 cm. Kelompok panjang memiliki daun meruncing seperti mata

pedang, dan karena ini ada yang menyebut Sansevieria sebagai tanaman pedang-pedangan.

Tumbuhan ini berdaun tebal dan memiliki kandungan air sukulen, sehingga tahan

kekeringan. Namun dalam kondisi lembap atau basah, sansiviera bisa tumbuh subur.

Warna daun Sansevieria beragam, mulai hijau tua, hijau muda, hijau abu-abu, perak,

dan warna kombinasi putih kuning atau hijau kuning. Motif alur atau garis-garis yang

terdapat pada helai daun juga bervariasi, ada yang mengikuti arah serat daun, tidak

beraturan, dan ada juga yang zig-zag.

77

Page 78: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Keistimewaan lidah mertua adalah memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

lingkungan. Penelitian NASA bekerja sama dengan ALCA telah menemukan bukti-bukti

bahwa tanaman ini secara alami mampu mengurangi polusi tersebut.

Ditinjau berdasarkan jenisnya sansevieria ada dua jenis yakni yang pertama yaitu

sansevieria keturunan asli/spesies sedangkan yang kedua adalah jenis hasil

persilangan/hibridasi yang bisa disebut dengan jenis sansevieria hibrid.

Dari bentuk hibrid inilah sansevieria akan tercipta dengan karakter dan fisik yang

berbeda dari induknya atau yang sering disebut dengan spesies hibrid atau sansevieria

hibrid. Mutasi sansevieria juga dapat terjadi dari perbanyakan melalui stek daun.

(Anonim.2008d)

Klasifikasi ilmiah dari sansiviera yaitu :

Regnum: Plantae

Divisio: Magnoliophyta

Kelas: Liliopsida

Ordo: Asparagales

Familia: Ruscaceae

Genus: Sansevieria

Secara morfologi, tanaman sansivieria dicirikan dengan daun yang tebal karena

kandungan airnya yang tinggi. Pada beberapa jenis sansivieria, daun berkedudukan

seperti roset mengelilingi batang semu. Disebut batang semu karena sesungguhnya

sansivieria tidak mempunyai batang. Pada jenis yang lain, daun berbentuk silinder. Jenis

yang lain lagi mempunyai helaian daun kaku seperti pedang. (W.Purwanto, Arie.2006)

Sanseviera sering dikenal dengan dengan nama lidah mertua “Mother in Law Tongue”.

Namun ada juga yang menyebutnya dengan tanaman ular dan pedang-pedangan karena

bentuk tanaman ini yang berbentuk seperti ular dan pedang-pedangan (Anonim, 2007).

Sebagai teknik kultur jaringan dapat dipahami perkembangannya karena didukung oleh

marak dan berkembangnya studi tentang sel, kimia dan biokimia nutrisi, biomolekul dan

78

Page 79: LAPORAN KULTUR JARINGAN

fisiologi sel. Pada perkembangan sekarang teknik ini justru banyak membantu lahirnya

konsep-konsep baru berbagai cabang ilmu itu sehingga keberadaannya saling menopang

dalam perkembangannya (Santoso dan Nursandi, 2001).

Kemampuan regenerasi jaringan tidak hanya tergantung pada umur fisiologinya, tetapi

sampai ke tingkat karakterisasi atau kualitas selnya. Jaringan muda umumnya mempunyai

kemampuan berdiferensiasi lebih baik. Sedang ukuran eksplan, suhu, cahaya, waktu

inokulasi dan jenis media mempengaruhi pertumbuhan eksplan (Irawati, 2005).

Berhasilnya pertumbuhan tunas terutama tergantung pada sumber jaringan, kadar

medium, hara, dan jenis serta kadar hormon pertumbuhan yang digunakan. Hal tersebut

mempunyai pengaruh yang cukup besar (Wetter and Corstabel, 1982).

Zat pengatur tubuh sitokinin lebih banyak berperan dibandingkan dengan auksin pada

tahap multiplikadi prodiferasi akar, maka akan lebih banyak ditekankan penggunaan ZPT

auksin (Supriati, et al., 2005).

Perbanyakan sansiviera secara kultur jaringan (tissue culture) bertujuan untuk

mendapatkan tanaman dalam jumlah besar dan seragam pertumbuhannya. Seiring dengan

permintaan bibit sansivieria yang semakin meningkat, cara perbanyakan secara

konvensional menggunakan stek, anakan, dan cabut pucuk tidak lagi bisa mencukupi. Satu-

satunya cara perbanyakan yang sanggup memenuhi kebutuhan permintaan bibit dalam

jumlah besar itu hanyalah kultur jaringan.

Jaringan tanaman sansivieria yang dikulturkan dipilih dari jaringan yang masih muda

(meristematis). Jaringan meristematis ini selanjutnya ditanam di dalam botol yang berisi

media buatan, dalam lingkungan steril. (Chahinian,B Juan.1986)

C. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA

1. Alat

a. LAFC lengkap dengan lampu bunsen

b. Petridish dan botol-botol kultur

c. Peralatan diseksi, seperti pinset besar/kecil dan pisau pemes.

2. Bahan

79

Page 80: LAPORAN KULTUR JARINGAN

a. Eksplan : Sansiviera (Sansivieria trifasciata )

b. Media kultur

c. Alkohol 96 %

d. Aquadest steril

e. Spirtus

f. Chlorox (sunclin)

g. Agrept dan Dithane

3. Cara Kerja

a. Persiapan eksplan

b. Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC)

Merendam eksplan kedalam larutan Dithane M-45 3 mg/l selama kira-kira 12 jam,

dilanjutkan dengan chlorox 5,25 % (sunclin 100%) selama kira-kira 2 menit

Membilas eksplan dengan aquadest steril

c. Penanaman eksplan

Membuka plastik penutup botol media kultur.

Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset. Setelah

digunakan, pinset harus selalu dibakar diatas api.

Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk menghindari

kontaminasi.

d. Pemeliharaan

Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur.

Lingkungan diluar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya.

Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali untuk

mencegah kontaminasi.

e. Pengamatan selama 5 minggu, meliputi

Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari

Jumlah akar, tunas dan daun, diamati 1 minggu sekali

Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir pengamatan

f. Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan.

80

Page 81: LAPORAN KULTUR JARINGAN

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Saat Muncul Akar

Tabel 5.1 Saat Muncul Akar Tanaman Sansiviera

Macam Eksplan Ulangan Saat Muncul Akar

Sansiviera

12345678910

----------

Sumber : Laporan Sementara

Kultur jaringan tanaman akan berhasil apabila lingkungan mendukung. Syarat-

syarat tersebut meliputi: pemilihan eksplan, penggunaan media yang sesuai, keadaan

yang aseptik dan pengaturan lingkungan tempat tumbuh yang sesuai. Komposisi media

yang tepat dan proses sterilisasi mempengaruhi keberhasilan dari kultur jaringan. Dalam

praktikum ini media yang digunakan adalah Murashige and Skoog (MS).

Pada praktikum kali ini eksplan yang digunakan adalah sansiviera (Sansiviera

trifasciata) yaitu bagian dari daun yang masih muda yaitu bagian bawah yang

merupakan jaringan meristematik atau jaringan yang masih terus aktif membelah. Hal

ini mengacu pada salah satu konsep dasar kultur jaringan yaitu organ yang digunakan

dalam kultur jaringan harus mempunyai sifat totipotensi. Penggunaan bagian bawah dari

daun yang masi muda ini bertujuan untuk mendapatkan organ yang masih juvenile

sehingga bersifat meristematik, artinya organ tersebut masih aktif membelah. Organ

tersebut akan berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan sel yang yang aktif

membelah dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot.

Sebelum penanaman terlebih dulu eksplan disterilisasi, yaitu dengan memotong-

motong eksplan dan merendam eksplan dalam larutan campuran antara Dithane M-45

dan Agrept sebanyak 0,3 gram dalam 100 ml aquadest. Dithane M-45 dan Agrept

merupakan fungisida yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi dari bakteri selama

81

Page 82: LAPORAN KULTUR JARINGAN

proses penanaman dan pengembangan kultur sansivieria. Setelah di rendam selama 15

sampai 30 menit eksplan diangkat dan dibilas dengan aquades sebanyak tiga kali.

Setelah itu eksplan kembali direndam dalam Chlorox 20 % selama 3 menit dan dibilas

dengan aquades sebanyak tiga kali. Setelah disterilisasi dengan Chlorox bagian dari

eksplan yang bersentuhan atau berkontak langsung dengan Chlorox harus dihilangkan

karena bagian-bagian yang berkontak langsung dengan Chlorox sel-selnya akan mati

dan tidak akan tumbuh jika dikulturkan.

Dalam media untuk menumbuhkan eksplan sansivieria terlebih dahulu

ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. IBA (Indol Buteric Acid) merupakan hormon

pengatur tumbuh yang masuk dalam kategori hormon auksin. Fungsi dari IBA dalam

aktivitas kultur jaringan yaitu sebagai hormon yang mampu menginduksi terjadinya

kalus, mendorong proses morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, mendorong

proses embriogenesis dan mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman dalam hal ini

IBA berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP (6-benzylaminopurine).

Dalam aktivitas kultur jaringan, BAP berperan dalam pembentukan tunas, menstimulir

terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, mendorong proliferasi meristem ujung, serta

mendorong pembentukan klorofil pada kalus.

Berdasarkan hasil pengamatan pada kultur jaringan sansivieria diperoleh bahwa

eksplan belum mampu membentuk akar, tunas, maupun kalus. Kalus adalah sekumpulan

sel yang belum terdeferensiasi menjadi akar atau batang. Hal ini terjadi karena terjadinya

kontaminasi. Kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis

kontaminannya dan penyebab adanya bagian yang terkontaminasi bisa berasal dari media

atau eksplan. Kontaminan terutama cendawan dan bakteri akan tumbuh secara cepat pada

media yang mengandung gula, vitamin, dan mineral.

Pada penanaman eksplan sansivieria semua eksplan terkontaminasi oleh jamur

dan ada eksplan terkontaminasi oleh bakteri. Jamur yang mengkontaminasi mempunyai

hifa berwarna coklat, hitam, dan putih. Hifa-hifa itu memenuhi seluruh botol kultur.

Jamur/cendawan dan jamur tersebut tumbuh secara cepat karena pada media mengandung

gula, vitamin, dan mineral.

82

Page 83: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Pada penanaman eksplan sansivieria tidak ada yang membentuk akar, tunas, daun,

maupun kalus. Oleh karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya kontaminasi

eksplan dan media yaitu dengan cara menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar

tetap steril serta saat penanaman dan pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan

berulang-ulang menggunkan spirtus. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi resiko

terkontaminasi eksplan terhadap jamur dan bakteri yang dapat menyebabkan kematian

pada eksplan

2. Saat Muncul Tunas

Tabel 5.2 Saat muncul tunas tanaman Sansivieria

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul

Tunas

Sansivieria

12345678910

--- -------

Sumber : Laporan Sementara

Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan tunas. Pada media ditumbuhi

jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta

terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada

eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya

warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan

perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum

terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan

tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang

beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

83

Page 84: LAPORAN KULTUR JARINGAN

Dalam media ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. Fungsi dari IBA yaitu

berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP berperan dalam pembentukan

tunas. Dalam praktikum kali ini tidak terbentuk tunas karena eksplan mengalami

kontaminasi.

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis

eksplan dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil

penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi

tergantung dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip

ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi

pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur,

dll. Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan

yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur

jaringan yang digunakan sama.

3. Saat Muncul Daun

Tabel 4.3 Saat muncul daun tanaman sansivieria

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul

Daun

sansivieria

12345678910

--- -------

Sumber : Laporan Sementara

Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan daun. Pada media ditumbuhi

jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta

terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada

eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya

warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan

84

Page 85: LAPORAN KULTUR JARINGAN

perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum

terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan

tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang

beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

4. Saat Muncul Kalus

Tabel 5.4 Saat muncul kalus tanaman sansivieria

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul

Kalus

sansivieria

12345678910

--- -------

Sumber : Laporan Sementara

Kalus merupakan sekumpulan sel yang masih aktif membelah dan belum

terdeferensiasi membentuk tunas maupun akar. Kalus juga dapat diartikan sebagai

sekumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan awal yang membelah diri

secara terus menerus.

Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan kalus. Hal ini terjadi karena

adanya kontaminasi baik oleh jamur maupun bakteri. Pada media ditumbuhi jamur

ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta terdapat

bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada eksplan

terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna

coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan

eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum terjadi kegiatan

kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan tanaman yang

85

Page 86: LAPORAN KULTUR JARINGAN

digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang beragam,

penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

5. Presentase keberhasilan

Tabel 4.5 Persentase Keberhasilan Kultur Sansivieria

Macam Eksplan

Jumlah Eksplan

Persentase Keberhasilan

(%)Hidup Mati

Sansivieria 0 10Sumber : Laporan Sementara

Berdasarkan data diatas eksplan sansivieria memiliki persentase keberhasilan

sebesar 0 %. Hal ini disebabkan seluruh eksplan yang mati baik karena mengalami

browning maupun terkontaminasi oleh jamur. Kontaminasi ini disebabkan karena faktor

dari luar (lingkungan) yaitu pada saat pembuatan media sampai pada pemeliharaan

eksplan. Oleh karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya eksplan yaitu

dengan cara menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar tetap steril serta saat

penanaman dan pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan berulang-ulang

menggunkan spirtus. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi resiko terkontaminasi

eksplan terhadap jamur dan bakteri yang dapat menyebabkan kematian pada eksplan.

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada eksplan sansivieria tidak ada akar, tunas,

daun, dan kalus yang muncul. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya;

d. Media yang telah terkontaminasi jamur. Hal ini ditunjukkan pada bentuk media yang

telah berubah warna dari sebelumnya putih menjadi hitam kecoklatan. Disamping itu,

terdapat koloni jamur yang ditandai dengan adanya bulu-bulu halus (spora) jamur pada

media.

e. Eksplan yang terkontaminasi. Hal ini dapat dikarenakan pada saat sterilisasi perlatan

maupu tangan tidak steril. Seringnya tangan keluar dari LAFC mengakibatkan eksplan

dan media dapat terkontaminasi. Eksplan yang terkena jamur berubah warna dari yang

sebelumnya hijau menjadi hitam kecoklatan dan akhirnya membusuk.

86

Page 87: LAPORAN KULTUR JARINGAN

f. Peralatan dan ruangan yang kurang steril. Peralatan –peralatan seperti pinset, botol kultur

sebelum dan selama memakai harus sering dilakukan pensterilan. Pensterilan alat dapat

dilakukan dengan mencelupkannya pada alkohol atau memanaskannya diatas api.

Keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan juga ditentukan beberapa

hal diantaranya komposisi media dan eksplan. Dalam praktikum ini, komponen media yang

paling mempengaruhi adalah zat pengatur tumbuh (ZPT) berupa BAP dan IBA. BAP

merupakan ZPT golongan sitokinin yang berfungsi untuk menumbuhkan dan menggandakan

tunas adventif. Sedangkan IBA berfungsi untuk mendorong terbentuknya kalus. Setelah

eksplan ditanam, botol-botol kultur diletakkan pada rak-rak kultur yang dijaga suhu, cahaya

dan kelembabannya.

Selain ZPT, faktor penting lain yang mempengaruhi yaitu kondisi eksplan dipengaruhi

oleh umur fisiologis, umur ontogenik, ukuran eksplan, dan bagian tanaman yang diambil.

Umumnya yang sering digunakan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Hal ini

karena jaringan muda mempunyai daya regenerasi tinggi, sel-selnya masih aktif membelah,

dan relatif sedikit mengandung kontaminan. Umur ontogenik yaitu masa transisi anatar fase

pertumbuhan remaja (juvenil) menuju fase dewasa. Pada fase juvenil, pemungaan tidak

terjadi dan tidak dapat dirangsang dengan perlakuan rangsangan pembungan. Sedangakan

pada fase dewasa tanaman sudah mampu berbunga. Ukuran tanaman yang besar

memungkinkan terjadinya kontaminan daripada ukuran yang lebih kecil. Hal ini berkaitan

dengan teknik sterilisasi eksplan. Jaringan yang umumnya digunakan adalah meristem, yaitu

dapat berupa ujung akar, tunas atau daun muda.

Aliran udara yang berasal dari pernafasan dan pembicaraan, debu atau partikel lain

yang terhambur dari tubuh praktikan, atau bahan steril yang tersentuh oleh praktikan dapat

mengakibatkan kontaminasi.

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan

dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian

menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung

dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya

berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan,

seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur, dll. Oleh karena itu,

87

Page 88: LAPORAN KULTUR JARINGAN

komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh

masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan

sama

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pada kultur jaringan sansivieria, dari 10 eksplan yang telah ditanam tidak ada yang

tumbuh baik akar, tunas, daun, maupun kalus. Semua eksplan terkontaminasi baik

oleh jamur maupun bakteri.

2. Eksplan yang terkontaminasi disebabkan oleh kurang sterilnya media, bahan tanam

maupun karena faktor lingkungan sekitar saat penanaman.

3. Eksplan yang terkontaminasi oleh jamur ditandai dengan adanya hifa pada permukaan

media kultur yang berwarna cokelat, putih maupun berwarna kehitaman sedangkan

bila eksplan terkontaminasi bakteri akan terlihat adanya lendir di sekitar eksplan.

4. Untuk mencegah dan menghindari terjadinya kontaminasi dapat dilakukan sterilisasi

pada alat, media dan bahan eksplan yang digunakan serta melakukan penyemprotan

dengan spirtus saat kontak langsung dengan eksplan.

5. Persentase keberhasilan dari kultur jaringan sansivieria adalah 0 %.

Saran

Untuk menghindari kegagalan dalam penanaman kultur sansivieria, sebaiknya bagi

praktikan harus lebih memperhatikan untuk menjaga kesterilan, baik untuk peralatan

maupun media itu sendiri, sehingga terjadinya kontaminasi dapat dihindari atau ditekan

seminimal mungkin.

a. Sebaiknya alat maupun bahan yang digunakan harus disterilisasi sehingga benar-

benar steril.

b. Pemeliharaan eksplan harus diperhatikan dengan benar.

c. Sebaiknya bahan eksplan yang digunakan dipilih dari jaringan tanaman yang masih

muda (meristem) yang masih aktif membelah.

88

Page 89: LAPORAN KULTUR JARINGAN

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Kultur Jaringan. www.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 27 Desember 2007.

Anonim.2008.Sansivieria si tajam Anti Poluai.http://www.iptek.net.id

Anonim.2008.Kultur Jaringan Sansivieria.http://sensasp.wordpress.com/2007/12/13/httpwwwta bloidnovacomartic lesaspid11386/

Chahinian, B. Juan.1986. Sansivieria trifasciata Varieties Succulent Edition of Huntington Book. Florida

Irawati. 2005. Pembentukan Kalus dan Embriogenesis Kultur Pelepah daun Caladium hibrida.

J. Ilmiah. 7(5):257-260.

Santoso, Untung dan F. Nursandi. 2001. Kultur Jaringan Tanaman. Unibraw Press. Malang.

Supriati Y. I. Mariska dan S. Hutami. 2005. Mikropropagasi Sukun (Artocarpus communis

Forst.) Tanaman Sumber Karbohidrat Alternaria. J. Ilmiah : Berita Biologi.7(4):207-214.

Wetter, L. R. and Corstabel. 1982. Plant Tissue Culture Methods. The Prairie Regional

Laboratory of The National ResearchCouncil of Canada. Canada.

W. Purwanto,Arie.2006. Sansivieria. Flora Cantik Penyerap Racun. Jakarta: Kanisius

89