BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pemicu
Seorang bayi laki-laki berusia 6 bulan dibawa ibunya ke dokter karena belum
bisa tengkurap. Ia bahkan belum dapat mengangkat kepala. Pasien lahir cukup bulan,
berat lahir 2300g. Kenaikan berat badan selama ini cukup baik, lingkar kepala 39 cm
(mikrosefali). Pada pemeriksaan mata didapatkan khorioretinitis. Titer antibodi
terhadap toksoplasma positif. Selama hamil ibu senang makan makanan yang
dimasak tidak sempurna seperti lalapan dan sate.
1.2. Klarifikasi dan Definisi
a. Mikrosefali : Pengecilan kepala yang abnormal biasanya disertai dengan
retardasi mental.
b. Khorioretinitis: Radang koroid dan retina, akan terlihat infiltrasi berwarna
putih pada koroid disertai proliferasi pigmen perifer lesi, perdarahan retina dan
subkoroid dan bila terjadi atrofi akan terlihat jaringan sklera yang berwarna
putih.
c. Toxoplasma : Penyakit yang disebabkan oleh infeksi dengan parasit obligat
intraselluler Toxoplasma gondii.
d. Titer : Jumlah substansi yang berhubungan dengan substansi lain
1.3. Keyword
a. Bayi laki-laki 6 bulan
b. BBLR
c. Mikrosefali
d. Khorioretinitis
e. Tidak bisa tengurap dan mengangkat kepala
f. Lahir cukup bulan
g. Ibu makan masakan tak sempurna
1.4. Rumusan Masalah
Bayi laki-laki berusia 6 bulan, mikrosefali, khorioretinitis, titer antibodi
toxoplasma positif, bayi belum bisa tengkurap dan mengangkat kepala.
1
1.5. Analisis Masalah
1.6. Hipotesis
Bayi tersebut mengalami toxoplasmosis kongenital sehingga bayi mengalami
keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan.
1.7. Pertanyaan Diskusi
1. Jelaskan pertumbuhan dan perkembangan normal bayi usia 0-6 bulan!
2. Jelaskan cara pengukuran parameter pertumbuhan dan perkembangan!
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan?
4. Bagaimana upaya pencegahan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak?
2
Bayi Laki-Laki 6 Bulan
Belum bisa tengkurap, belum bisa mengangkat
kepala
Mikrosefali, Khorioretinitis, Toxoplasma (+)
Toxoplasma Kongenital
Tatalaksana
Tumbuh Kembang normal bayi usia 0-6
bulan
Infeksi Toxoplasma Gondii
Ibu makan masakan tidak sempurna
5. Jelaskan neurologi bayi usia 0-6 bulan!
6. Sebutkan makanan tambahan yang tepat untuk bayi usia 6 bulan!
7. Jelaskan tentang toxoplasmosis!
a. Etiologi
b. Patofisiologi
c. Manifestasi Klinis
d. Pemeriksaan penunjang
e. Tata laksana
f. Siklus Hidup T. Gondii
8. Jelaskan secara singkat tentang khorioretinitis!
9. Jelaskan secara singkat tentang mikrosefali!
10. Bagaimana pengaruh toxoplasmosis, korioretinitis, mikrosefali terhadap tumbuh
kembang anak?
11. Jelaskan secara singkat imunologi pada bayi!
12. Jelaskan secara singkat tentang infeksi intrauterin!
13. Jelaskan faktor yang mempengaruhi BBLR!
14. Infeksi Intrauterin apa saja yang bisa menyebabkan khorioretinitis dan
mikrosefali secara bersamaan?
15. Jelaskan tentang perkembangan penglihatan bayi normal!
16. Apa pengaruh toxoplasmosis terhadap perkembangan bayi?
17. Jelaskan pemeriksaan serologis toxoplasma!
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi usia 0-6 bulan
2.1.1. Parameter tumbuh anak usia 0-6 bulan1
Panjang badan bayi normal :
Usia (bulan) Perempuan (cm) Laki-laki (cm)
1 47-54 47-55
2 48-55 48,5-56
3 49-56 49,5-57
4 49,5-57,5 50,5-58
5 50-58 51,5-59
6 51-59 52-60
Berat badan bayi normal :
Usia (bulan) Perempuan (kg) Laki-laki (kg)
1 2,5-4,4 2,6-4,6
2 2,6-4,7 2,7-4,9
3 2,9-5 3,1-5,3
4 3,1-5,4 3,3-5,7
5 3,3-5,7 3,6-6
6 3,5-6 3,8-6,3
Lingkar kepala bayi normal :
Usia (bulan) Perempuan (cm) Laki-laki (cm)
1 34-39 35-39,5
2 36-40,5 36,5-41,5
3 37-42 38-43
4 38-43 39,5-44
5 39-44 40-45
6 39,5-45 41-46
4
2.1.2. Perkembangan Fungsi (Gerakan, Perilaku, Bicara, Emosi dan Sosial)2
a. Usia 0-3 Bulan
1. Belajar mengangkat kepala
2. Belajar mengikuti objek dengan matanya
3. Dapat mengenali ibunya dengan penglihatan
4. Bereaksi terhadap suara
5. Menggerakkan kepala dari kiri/kanan ke tengah
6. Menahan barang yang dipegangnya
7. Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh
8. Membalas tersenyum ketika diajak bicara/tersenyum
b. Usia 3-6 Bulan
1. Mampu mencari benda atau mainan yang hilang
2. Mampu merespon dengan tertawa, menangis atau gembira ketika
diajak bermain, mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau
memekik
3. Jarak pandangnya semakin luas
4. Mengulum atau meletakkan benda- benda di mulut
5. Dapat mengangkat dada, bertopang dengan tangan dan mengangkat
kepala 90 derajat
6. Meraih benda yang ada dalam jangkauannya
7. Tersenyum ketika melihat mainan/gambar yang menarik saat
bermain sendiri
2.1.3. Perkembangan perilaku pada anak4
1. Usia 0 bulan anak mengisap
2. Usia 1 bulan anak bisa tersenyum
3. usia 2 bulan anak dapat bersuara
4. usia 3 bulan anak dapat mengontrol kepala
5. usia 4 bulan anak dapat mengontrol tangan
6. usia 5 bulan anak dapat berguling
7. usia 6 bulan anak dapat duduk sebentar.
2.1.4. Perkembangan motorik kasar pada bayi4
Motorik kasar Usia pencapaian dalam bulan
5
Kemantapan kepala pada saat duduk 2 bulan
Menarik untuk duduk, kepala tidak
tertinggal (no head lag)
3 bulan
Tangan bersama dalam garis tengah 3 bulan
Reflex tonus leher asimetri hilang 4 bulan
Duduk tanpa bantuan 6 bulan
2.1.5. Perkembangan motorik halus pada bayi4
Motorik halus Usia pencapaian dalam bulan
Memegang mainan 3,5 bulan
Mencapai objek 4 bulan
Palmar graps hilang 4 bulan
Memindahkan objek dari tangan ke
tangan lainnya
5,5 bulan
2.1.6. Perkembangan komunikasi dan bahasa4
Komunikasi dan bahasa Usia pencapaian dalam bulan
Respon tersenyum terhadap wajah dan
suara
1,5 bulan
Mengoceh satu suku kata 6 bulan
2.1.7. Perkembangan kemampuan kognitif bayi 4
Kognitif Pencapaian usia dalam bulan
Menatap sebentar pada titik kemana
objek menghilang (misal bola,
kentang jatuh)
2 bulan
Menatap pada tangannya sendiri 4 bulan
6
2.2. Cara pengukuran parameter pertumbuhan dan perkembangan5
Penilaian pertumbuhan dan perkembangan dapat dilakukan sedini
mungkin sejak anak dilahirkan. Deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang
dilaksanakan secara komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh
kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko pada balita, yang disebut
juga anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh
kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi,
penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas pada
masa-masa kritis proses tumbuh kembang. Upaya-upaya tersebut diberikan
sesuai dengan umur perkembangan anak, dengan demikian dapat tercapai
kondisi tumbuh kembang yang optimal.
Penilaian pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu
penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian perkembangan. Masing-masing
penilaian tersebut mempunyai parameter dan alat ukur tersendiri.
Dasar utama dalam menilai pertumbuhan fisik anak adalah penilaian
menggunakan alat baku (standar). Untuk menjamin ketepatan dan keakuratan
penilaian harus dilakukan dengan teliti dan rinci. Pengukuran perlu dilakukan
dalam kurun waktu tertentu untuk menilai kecepatan pertumbuhan.
Parameter ukuran antropometrik yang dipakai dalam penilaian
pertumbuhan fisik adalah tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lipatan
kulit, lingkar lengan atas, panjang lengan, proporsi tubuh, dan panjang tungkai.
Menurut Narendra dalam Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita
macam - macam penilaian pertumbuhan fisik yang dapat digunakan adalah:
1. Pengukuran Berat Badan (BB)
Pengukuran ini dilakukan secara teratur untuk memantau pertumbuhan dan
keadaan gizi balita. Balita ditimbang setiap bulan dan dicatat dalam Kartu
Menuju Sehat Balita (KMS Balita) sehingga dapat dilihat grafik
pertumbuhannya dan dilakukan interfensi jika terjadi penyimpangan.
2. Pengukuran Tinggi Badan (TB)
Pengukuran tinggi badan pada anak sampai usia 2 tahun dilakukan dengan
berbaring., sedangkan di atas umur 2 tahun dilakukan dengan berdiri. Hasil
pengukuran setiap bulan dapat dicatat pada dalam KMS yang mempunyai
grafik pertumbuhan tinggi badan.
3. Pengukuran Lingkar Kepala Anak (PLKA)
7
PLKA adalah cara yang biasa dipakai untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan otak anak. Biasanya ukuran pertumbuhan tengkorak
mengikuti perkembangan otak, sehingga bila ada hambatan pada
pertumbuhan tengkorak maka perkembangan otak anak juga terhambat.
Pengukuran dilakukan pada diameter occipitofrontal dengan mengambil
rerata 3 kali pengukuran sebagai standar.
Untuk menilai perkembangan anak banyak instrumen yang dapat
digunakan. Salah satu instrumen skrining yang dipakai secara internasional
untuk menilai perkembangan anak adalah DDST II (Denver Development
Screening Test). DDST II merupakan alat untuk menemukan secara dini
masalah penyimpangan perkembangan anak umur 0 s/d < 6 tahun. Instrumen ini
merupakan revisi dari DDST yang pertama kali dipublikasikan tahun 1967
untuk tujuan yang sama.
Pemeriksaan yang dihasilkan DDST II bukan merupakan pengganti
evaluasi diagnostik, namun lebih ke arah membandingkan kemampuan
perkembangan seorang anak dengan anak lain yang seumur. DDST II
digunakan untuk menilai tingkat perkembangan anak sesuai umurnya pada anak
yang mempunyai tanda-tanda keterlambatan perkembangan maupun anak sehat.
DDST II bukan merupakan tes IQ dan bukan merupakan peramal kemampuan
intelektual anak di masa mendatang. Tes ini tidak dibuat untuk menghasilkan
diagnosis, namun lebih ke arah untuk membandingkan kemampuan
perkembangan seorang anak dengan kemampuan anak lain yang seumur.
Menurut Pedoman Pemantauan Perkembangan Denver II, formulir tes
DDST II berisi 125 item yg terdiri dari 4 sektor, yaitu: personal sosial, motorik
halus-adaptif, bahasa, serta motorik kasar. Sektor personal sosial meliputi
komponen penilaian yang berkaitan dengan kemampuan penyesuaian diri anak
di masyarakat dan kemampuan memenuhi kebutuhan pribadi anak. Sektor
motorik halus-adaptif berisi kemampuan anak dalam hal koordinasi mata-
tangan, memainkan dan menggunakan benda-benda kecil serta pemecahan
masalah.
8
2.3. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak6
2.3.1. Faktor Internal
a. Perbedaan ras/etnik atau bangsa
Bila seseorang dilahirkan sebagai ras orang Eropa maka tidak
mungkin ia memiliki factor herediter ras orang Indonesia atau
sebaliknya. Tinggi badan tiap bangsa berlainan, pada umumnya ras
orang kulit putih mempunyai ukuran tungkai yang lebih panjang
daripada ras orang Mongol.
b. Keluarga
Ada kecenderungan keluarga yang tinggi-tinggi da nada keluarga
yang gemuk-gemuk.
c. Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal,
tahun pertama kehidupan dan masa remaja.
d. Jenis kelamin
Wanita lebih cepat dewasa dibanding anak laki-laki. Pada masa
pubertas wanita umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki
dan kemudian setelah melewati masa pubertas laki-laki akan lebih
cepat.
e. Kelainan genetic
Sebagai salah satu contoh : Archondroplasia yang menyebabkan
dwarfisme, sedangkan sindroma Marfan terdapat pertumbuhan
tinggi badan yang berlebihan.
f. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan
pertumbuhan seperti pada sindroma Down’s dan sindroma
Turner’s.
2.3.2. Faktor Eksternal
2.3.2.1. Faktor Prenatal
a. Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan
akan mempengaruhi pertumbuhan janin.
9
b. Mekanis
Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan
kongenital seperti club foot.
c. Toksin/zat kimia
Aminopterin dan obat kontrasepsi dapat menyebabkan kelainan
kongenital seperti palatoskisis
.
d. Endokrin
Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia,
kardiomegali, hyperplasia adrenal.
e. Radiasi
Paparan radium dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan
kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi
mental dan deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata,
kelainan jantung.
f. Infeksi
Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH
(Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks),
PMS (Penyakit Menular Seksual) serta penyakit virus lainnya
dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu
tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung
kongenital.
g. Kelainan imunologi
Eritoblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan
darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibody
terhadap sel darah merah janin; kemudian melalui plasenta
masuk ke daam peredaran darah janin dan akan menyebabkan
hemolysis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia
dan kem icterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan
otak.
h. Anoksia embrio
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta
menyebabkan pertumbuhan terganggu.
10
i. Psikologis ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan
mental pada ibu hamil dan lain-lain.
2.3.2.2. Faktor Persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan asfiksia
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.
2.3.2.3. Faktor Pascanatal
a. Gizi
Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang
adekuat.
b. Penyakit kronis/kelainan kongenitak
Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan
retardasi pertumbuhan jasmani.
c. Lingkungan fisis dan kimia
Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar
matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb,
Mercuri, rokok, dan lain-lain) mempunyai dampak yang
negative terhadap pertumbuhan anak.
d. Psikologis
Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang
tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu
merasa tertekan akan mengalami hambatan di dalam
pertumbuhan dan perkembangannya.
e. Endokrin
Gangguan hormone misalnya pada penyakit hipotiroid akan
menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.
Defisisnesi hormone pertumbuhan akan menyebabkan anak
menjadi kerdil.
f. Sosio-ekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan,
kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan
menghambat pertumbuhan anak.
11
g. Lingkungan pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat
mempengaruhi tumbuh kembang anak.
h. Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya
dalam keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi
anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap
kegiatan anak, perlakuan ibu terhadap perilaku anak.
i. Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat
pertumbuhan, demikian halnya dengan saraf pusat yang
menyebabkan terhambatnya produksi hormone pertumbuhan.
2.4. Upaya pencegahan pertumbuhan dan perkembangan anak7
Untuk mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal
diperlukan :
1. Mendapat ASI yang cukup
2. Makanan yang bergizi
3. Imunisasi sesuai yang dianjurkan
4. Diawasi dengan hati-hati jangan sampai jatuh, tenggelam, dan
sejenisnya
5. Penggunaan obat bila sakit harus dengan resep dokter
6. Jika sakit tidak membaik > 2 hari segera bawa ke RS untuk
mencegah penyakit yang berat seperti meningitis
7. Pantau terus lingkar kepala anak (2 cm tiap 3 bulan pertama, 1 cm
tiap 3 bulan
kedua, dan 0,5 cm tiap 6 bulan berikutnya)
8. Komunikasi dan kehangatan interaksi anak
9. Pengasuh anak sebaiknya sehat dan terlatih
12
2.5. Pertumbuhan dan perkembangan neurologis pada bayi usia 0-12 bulan8
Tahapan – Tahapan Pertumbuhan Perkembangan Otak
Fase perkembangan otak
3-4 minggu Pembentukan tabung saraf
5-10 minggu Fase prosencephalic, pembentukan hemisfer
8-18 minggu Proliferasi neuronal
12-24 minggu Migrasi
>25 minggu Pembentukan sel pendukung
Arborisasi neuron
Sinaptogenesis
Apoptosis
40 minggu Myelinisasi
2.5.1. Pembentukan Tabung Saraf
2.5.1.1. Neurulisasi Primer dan Sekunder
Neurulisasi adalah fase pembentukan otak dan medula spinalis
yang dimulai dari bagian dorsal embrio. Proses tersebut dibagi
menjadi 2 yaitu pembentukan otak dan pembentukan medula
spinalis.
a) Neurulisasi Primer
Neurulisasi primer dimulai dengan terbentuknya tabung saraf
pada usia 3-4 minggu kehamilan. Susunan saraf pusat dibentuk
pertama dari bagian dorsal embrio yang mempunyai bentuk berupa
lempeng jaringan yang kemudian mengalami diferensiasi di bagian
tengah lapisan ektoderm. Bagian dasar notochord dan chordal
mesoderm akan membentuk lempeng saraf pada usia kehamilan 18
hari yang dilanjutkan dengan bagian lateral lempeng saraf
mengalami invaginasi dan bagian dorsal menutup hingga
membentuk tabung saraf. Selama fase penutupan, cikal bakal sel
neuron mulai diproduksi, dan sel-sel tersebut akan menjadi ganglia
radix dorsalis, ganglia sensoris nervi cranialis, ganglia autonomik,
sel Schwann dan sel pia dan arachnoid (dikenal sebagai malanosit,
13
sel medulla adrenal dan elemen tulang tertentu dari kepala dan
wajah). Tabung saraf akan menjadi susunan saraf pusat. Fusi
pertama dari lempeng saraf terjadi pada bagian medulla bagian
bawah pada usia kehamilan 22 hari. Ujung anterior tabung saraf
akan menutup paling lambat pada usia 24 hari kehamilan, dan bagian
ujung posterior menutup pada usia 26 hari kehamilan. Pada bagian
posterior, penutupan tabung paling bawah berada pada ketinggian
lumbosacral, dan segmen saraf yang lebih bawah akan dibentuk
melalui proses diferensasi perkembangan selanjutnya. Interaksi
antara tabung saraf dengan jaringan mesoderm sekitarnya akan
membentuk dura dan tulang axial misalnya tulang tengkorak dan
vertebrae.
Perubahan bentuk lempeng saraf menjadi tabung saraf diatur
oleh mekanisme seluler dan molekuler. Mekanisme seluler yang
terpenting adalah fungsi jaringan sitoskeletal mikrotubulus dan
mikrofilamen. Dibawah pengaruh kecenderungan pertumbuhan
vertikal mikrotubulus, sel-sel lempeng saraf yang sedang
berkembang akan memanjang dan bagian basal akan melebar.
Dibawah pengaruh mikrofilamen, terjadi kecenderungan arah
pertumbuhan secara pararel pada permukaan apikal, bagian apikal
sel akan menyempit. Perubahan tersebut akan menekan permukaan
lempeng saraf dan membuat bentukan lipatan saraf yang pada
akhirnya akan berubah menjadi tabung saraf.
Pada mekanisme molekuler, pentingnya peranan permukaan
glikoprotein, terutama sel molekul adesi, yang mempengaruhi
identifikasi sel-sel dan menyebabkan terjadinya interaksi melalui
mekanisme adhesi pada matrix ekstraseluler, hal tersebut akan
menyebabkan adhesi dari tepi yang berlawanan dari lipatan saraf.
b) Neurulisasi sekunder (pembentukan tabung saraf caudal)
Pembentukan tabung saraf bagian caudal misalnya segmen
sakral bagian bawah dan coxygeus, terjadi melalui proses setelah
terjadinya proses kanalisasi dan diferensiasi retrogresif. Kejadian
tersebut dikenal dengan neurulisasi tabung saraf sekunder yang
14
terjadi lebih lambat dari neurulisasi tabung saraf primer dan
merupakan hasil perkembangan dari tabung saraf yang terakhir. Pada
usia 28 hingga 32 hari kehamilan, terjadi fusi sel-sel yang belum
mengalami diferensiasi pada bagian kaudal tabung saraf menjadi
vakuola. Vakuola-vakuola tersebut akan menyatu, membesar dan
berhubungan dengan kanalis sentralis yang merupakan bagian dari
tabung saraf yang terbentuk dalam proses neurulisasi primer. Proses
kanalisasi akan berlanjut hingga usia 7 minggu kehamilan dan
dilanjutkan dengan proses diferensiasi retrogresif. Selama proses
diferensiasi retrogresif sejak usia 7 minggu kehamilan hingga
beberapa waktu setelah lahir, terjadi regresi beberapa massa sel
kaudal. Mengingat strukturnya adalah ventrikulus terminalis, lokasi
terutama di konus medularis dan filum terminalis.
2.5.2. Perkembangan Prosenchepalic
Perkembangan prosensefalic terjadi dari mesoderm prekordal. Waktu
puncak adalah bulan ke dua dan ketiga kehamilan, dengan fase prominen
dini pada minggu ke 5 dan 6 kehamilan. Interaksi utama yang terjadi
adalah antara mesoderm notokhord-prekhordal dan otak depan. Interaksi
tersebut terjadi didepan ujung rostral embrio; jadi istilah induksi ventral
sering digunakan. Interaksi tersebut mempengaruhi pembentukan
permukaan otak depan, adanya gangguan pada fase perkembangan otak
ini sering menyebabkan anomali fasialis. Perkembangan proensefalon
terdiri dari 3 hal yang terjadinya berurutan; pembentukan prosensefalic,
pembentukan celah prosensefalic (cleavage) dan perkembangan garis
tengah prosencephalic. Pembentukan prosencephalic dimulai pada ujung
rostral tabung saraf pada akhir bulan pertama kehamilan dan berlanjut
hingga bulan ke dua, segera setelah penutupan bagian anterior tabung
saraf. Pembentukan celah prosencephalic mulai aktif terjadi pada minggu
ke 5 dan 6 kehamilan dan meliputi 3 prinsip dasar : (1) horizontal hingga
membentuk sepasang vesikel optikus, bulbus olfaktorius dan tractus (2)
transversal untuk memisahkan telecephalon dari diencephalon dan (3)
sagital untuk membentuk bagian dari telencephalon sepasang cerebral
15
hemisphere, ventrikel lateralis dan basal ganglia. Perkembangan garis
tengah prosencephalic terjadi sejak pertengahan bulan ke 2 kehamilan
hingga bulan ke 3 dengan terjadinya penebalan 3 lempeng jaringan yang
penting; dari dorsal ke ventral, merupakan komisura, chiasma dan
lempeng hipothalamus. Dilanjutkan dengan berturut-turut corpus calosum
dan septum pelucidum, nervus optikus dan chiasma dan hipothalamus.
Dari bentukan tersebut yang paling menonjol adalah pembentukan corpus
calosum yang mulai tampak pada usia 9 minggu; pada usia 12 minggu
bentukan corpus calosum dapat diidentifikasi secara jelas. Dengan
pertumbuhan 2 arah yang dimulai dengan pertemuan genu dan corpus,
keseluruhan corpus calosum berkembang (yang pertama genu, diikuti
oleh corpus, splenium dan rostrum) yang sempurna pada usia 20 minggu
kehamilan.
Perkembangan struktur internal susunan saraf pusat yang kompleks
terjadi secara menakjupkan dan evolusi dimulai setelah bentuk eksternal
yang esensial selesai, terdiri dari proliferasi seluruh komplemen neuron,
migrasi neuron menuju tempat yang spesifik di dalam SSP, proses
organisasi untuk menghasilkan sirkuit yang rumit yang berupakan
karakteristik otak manusia dan akhirnya peningkatan kualitas sirkuit
dengan pembentukan membran spesifik sistim neural atau myelin.
Peristiwa diatas terjadi mulai dari bulan kedua kehamilan hingga usia
dewasa. Penyimpangan perkembangan neural akan membawa
konsekuensi yang penting.
2.5.3. Proliferasi Neuoral
Hal penting pada fase proliferasi dimulai dari bulan ke 2 dan 4
kehamilan, dengan waktu puncak secara kuantitatif pada bulan ke 3 dan 4
seluruh neuron dan glia dibuat di zona ventrikuler dan subventrikuler
yang ada pada lokasi subependimal disetiap tingkatan perkembangan
susunan saraf. Pengetahuan yang sangat penting sehubungan dengan
proliferasi seluler diperoleh dari penelitian mengenai deposisi DNA otak,
16
dimana DNA merupakan bahan kimia yang berhubungan dengan jumlah
sel. Dua fase yang terjadi pada fase proliferasi adalah: 1. pada usia 2
hingga 4 bulan kehamilan, bersamaan secara primer dengan proliferasi
neuronal dan radial glia secara umum; 2. pada usia 5 bulan kehamilan
hingga >1 tahun post natal, secara primer berkaitan dengan multiplikasi
glia. Walaupun proliferasi neuronal mendominasi fase pertama,
pembentukan sebagian sel glia juga sering terjadi selama periode awal.
Proliferasi prekusor glia akan meningkatkan jumlah sel glia secara cepat,
pada akhirnya akan berpengaruh pada proses migrasi neuronal. Tetapi
juga dijumpai pembentukan beberapa neuronal yang terjadi pada usia
lebih dari 4 bulan kehamilan, terutama sel granula cerebelar eksternal.
Pada tahap akhir, terjadi proliferasi percabangan vaskuler, sistim arterial
terbentuk lebih dahulu daripada sistim vena, proliferasi tersebut terutama
aktif selama fase proliferasi neuronal. Dimulai dengan terbentuknya
pleksus leptomeningeal pembuluh darah; yang terjadi pada bulan ke 3
kehamilan dengan arah perkembangan secara radial, pada saat terbentuk
tidak bercabang, pada bulan ke 4 kehamilan dan usia selanjutnya akan
terbentuk percabangan arah horisontal.
Aspek yang mendasar dari proliferasi sel sepanjang dinding tabung
saraf dideskripsikan pertama kali oleh Sauer, 1935. Sel-sel ditepi zona
ventrikuler yang menunjukkan aktivitas replikasi DNA, mengadakan
migrasi kearah permukaan lumen dan membagi diri; 2 sel yang pertama
akan migrasi kembali ke tepi zona ventrikuler. Migrasi dari dan kearah
yang sama atau migrasi interkinetik nuklear berulang selama terjadi
replikasi DNA dan mitosis sering terjadi di zona ventrikuler. Pada
beberapa bagian otak, sel-sel di zona subventrikuler dapat diidentifikasi.
Sel-sel tersebut membelah tanpa berpindah kembali ke permukaan lumen.
Penelitian yang dilakukan oleh Rakic dkk, zona ventrikuler pertama kali
dibentuk pada saat pembentukan neuron pertama, dan zona
subventrikuler merupakan titik awal dari neuron-neuron yang terbentuk
selanjutnya dan glia. Pada saat sel dihasilkan dari siktus mitosis dan
aktivitas proliferasinya terhenti, mereka akan mengadakan migrasi masuk
17
ke zona intermediate dalam rangka membentuk lempeng cortikal. Dapat
disimpulkan, pada fase awal proliferasi, sel stem membelah secara
simetris menjadi 2 dengan cara tersebut unit proliferasi sel stem neuronal-
glia berkembang. Proses-proses diatas menentukan jumlah unit proliferasi
dalam zona ventrikuler-subventrikuler. Pada usia kehamilan selanjutnya,
jika dibandingkan dengan pertengahan bulan ke dua kehamilan, jumlah
unit proliferasi relatif stabil seperti pada saat sel stem membelah secara
asimetris. Pembelahan secara asimetris menentukan ukuran dari setiap
unit proliferasi. Pada fase proliferasi akan didapatkan perbandingan
produksi jumlah sel neronal post mitotik lebih banyak dibanding dengan
sel stem. Rakic menyimpulkan bahwa neuron-neuron yang dihasilkan
dari unit proliferasi mengadakan migrasi bersama dalam lorong untuk
membentuk kolumna neuronal korteks cerebri. Rakic menunjukkan
gambaran yang berbeda kinetika proliferasi neuronal pada primata
dibanding dengan spesies dengan neokortikal yang lebih kecil, primata
mempunyai durasi siklus sel yang lebih panjang dan terutama
mempunyai periode perkembangan proliferasi neuronal yang lebih
panjang. Hal tersebut karena jumlah unit proliferasi yang dibentuk lebih
banyak.
2.5.4. Migrasi Neuronal
Migrasi neuronal adalah peristiwa yang terjadi secara berkelanjutan
dimana jutaan sel saraf berpindah dari tempat asal di zona ventrikel-
subventrikuler ke tempat yang spesifik di SSP dan sel-sel tersebut akan
menetap sepanjang hidup. Periode puncak migrasi terjadi pada usia 3
hingga 5 bulan kehamilan, walaupun migrasi neuronal sudah dapat
dideteksi, pada area tertentu di cerebrum paling awal terjadi pada bulan
ke 2 dan segera setelah bulan ke 5 kehamilan.
18
Pengaturan waktu dan arah migrasi yang simultan harus diatur secara
ketat, tetapi pemahaman yang mendalam mengenai mekanisme kontrol
migrasi baru saja dapat dijelaskan.
2.5.4.1. Dua proses dasar migrasi neuronal
Pola utama migrasi sel primata didefinisikan pertama kali oleh
Sidman dan Rakic. Dua pola dasar migrasi neuronal berupa migrasi
kearah radial dan tangensial. Didalam cerebrum, migrasi radial dari
sel-sel yang berasal dari zona ventrikuler dan subventrikuler
merupakan mekanisme utama dalam pembentukan korteks dan
struktur nukleus profundus. Didalam cerebelum, migrasi radial
menyebabkan terbentuknya sel purkinje, nukleus dentatus dan
nukleus bagian atas yang lainnya. Migrasi tangensial sel-sel yang
berasal dari zona germinal dalam regio rhombic lip dan migrasi
melalui permukaan cerebellum akan membentuk lapisan granular
eksternal. Sel-sel tersebut mengadakan migrasi secara radial kearah
dalam dengan tujuan membentuk lapisan sel granular internal dari
korteks cerebellum. Jadi dalam perjalanannya dari tempat asal sel,
sel granuler akan mengalami migrasi baik radial maupun tangensial.
Migrasi tangensial merupakan perpindahan sel menuju
permukaan pial, juga berlangsung dalam zona ventrikuler dan
subventrikel untuk membentu korteks cerebri. Migrasi ke lateral
pararel dengan permukaan pial sering terjadi setelah periode migrasi
radial dalam upaya membentuk kelompok neuronal dalam batang
otak dan medula spinalis.
2.5.4.2. Migrasi korteks cerebri
Pada stadium dini, sebelum migrasi sel dapat membentuk
lempeng kortikal, sel glia radial akan menyebar dari permukaan
ventrikuler sampai permukaan glia dimana ujung penyebaran akan
membatasi pembentukan membran glia pada permukaan pial.
Kelompok sel primitif pertama akan mengadakan migrasi pertama
untuk membentuk bakal lempeng. Lapisan neuron yang terbentuk
19
sesudahnya terpisah oleh neuron lempeng kortikal yang masuk ke
lapisan superfisial terdekat dengan permukaan pial, dimana akan
memproduksi Cajal-Retzius dan berhubungan dengan neuron-neuron
di zona marginal, dan lapisan yang paling dalam, yang akan menjadi
neuron subplate. Pembentukan Neuron preplate, Cajal-Retzius dan
neuron subplate merupakan fase yang penting untuk progresi migrasi
neuronal.
Setelah fase penting pertama penyebaran glial secara radial dan
pembentukan preplate yang merupakan prekusor pembentukan
neuron-neuron di zona marginal dan subplate, proses migrasi neuron
untuk membentuk lempeng kortikal dimulai. Diawali dengan sel
yang diproduksi di zona ventrikuler akan bergerak kearah dan
kembali (interkinetik nuklear) dan mengadakan migrasi secara cepat
dan bersamaan sepanjang zona intermediate untuk membentuk
lempeng kortikal. Pada stadium selanjutnya, neuron-neuron yang
diproduksi di zona subventrikuler akan bermigrasi kearah zona
intermediate tanpa mengadakan hubungan dengan permukaan
ventrikuler. Rakic menunjukkan bahwa sel yang pertama kali
bermigrasi akan berada pada posisi terbawah dalam korteks,
sedangkan yang bermigrasi selanjutnya akan berada pada posisi
yang lebih atas. Pada usia kehamilan 20 hingga 24 minggu korteks
cerebri sudah mempunyai komplemen neuron secara penuh.
Bagaimana sel yang bermigarsi mengetahui cara untuk mencapai
tempatnya masing-masing, sel glial radial akan memberi tuntunan
untuk migrasi sel neuron yang lebih muda dari tempat asalnya
hingga mencapai lempeng kortikal.
2.5.5. Sinaptogenesis
Pembentukan sinaps berbeda untuk tiap regio di otak. Jumlah ujung-
ujung dendrit yang merupakan tempat kontak sinaptik, didalam medula
retikuler akan meningkat hingga mencapai puncak pada usia 34-36
20
minggu kehamilan dan menurun secara cepat setelah lahir. Pada
cerebrum, sinaptik pertama sudah dijumpai pada neuron subplate dan
neuron pada zona marginal, misalnya neuron dari primitif preplate. Pada
hipokampus, sinaps didalam regio ini mulai meningkat pada usia
kehamilan 15 dan 16,5 minggu. Penelitian mendapatkan progresi
perkembangan ujung dendrit pada kortex manusia dari bulan ke 5
kehamilan.
Pada awalnya dendrit tampak seperti bentukan tipis, hanya memiliki
percabangan minimal. Dalam proses perkembangan selanjutnya terdapat
peningkatan jumlah dalam skala besar dengan peningkatan macam
bentuk ujung dendrit. Pada korteks visual, sinaptogenesis akan berjalan
cepat antara usia 2 hingga 4 bulan setelah lahir, yang merupakan waktu
terpenting untuk perkembangan fungsi visual. Densitas maksimal dicapai
dengan jumlah 40% sinaps. Pada korteks frontal, perjalanan dari fase
pembentukan hingga eliminasi berbeda dari korteks visual; densitas
maksimal akan dicapai pada usia 15 hingga 24 bulan, dan eliminasi
sinaps akan mencapai 40% tetapi membutuhkan waktu eliminasi yang
lebih bertahap. Pada korteks prefrontal, eliminasi sinaps terjadi hingga
pertengahan usia dewasa.
Pada masa bayi, sel-sel otak (neuron) berhubungan satu dan lainnya
dengan perantaraan 50 triliun sinaps, sedangkan pada usia dewasa,
densitas sinaps meningkat 10 kali lipat hingga mencapai jumlah 500
triliun. Pada usia 3 tahun, jumlah hubungan sinaps akan mencapai 1000
triliun, lebih banyak dari jumlah sinaps pada usia dewasa. Jumlah sinaps
yang besar tersebut merupakan hal yang penting untuk menunjang
21
mempertajam kemampuan otak melalui berbagai pengalaman yang
didapatnya.
Faktor-faktor yang menstimulasi pembentukan dan perkembangan
sinaps pada otak yang sedang berkembang adalah pertama, hal-hal yang
tidak bergantung dari aktivitas misalnya mekanisme molekuler yang
meliputi penentuan target (targeting), kedua, kejadian yang tergantung
dari aktivitas yang sering terjadi setelah perkembangan reseptor pada
neuron target dan pembentukan aktivitas elektrik.
2.5.6. Myelinisasi
Myelinisasi adalah suatu proses pembentukana membran myelin
sepanjang axon. Periode myelinisasi terjadi dalam waktu yang panjang,
dimulai pada trimester II dan berlanjut hingga usia dewasa. Myelinisasi
pada belahan otak merupakan proses yang sangat cepat yang terjadi
setelah lahir. Proses myelinisasi dimulai dengan proliferasi
oligodendroglia yang akan memanjang sesuai dengan tepi axon.
Membran plasma oligodendroglia akan berubah menjadi membran
myelin SSP. Proses myelinisasi terdiri dari 2 fase: pertama proliferasi
oligodendroglia dan diferensiasi, dan kedua terjadi penumpukan myelin
sepanjang axon.
2.5.6.1. Perkembangan oligodendroglia
Perkembangan oligodendroglia terdiri dari 4 stadium dasar,
pertama, progenitor oligodendroglia akan berubah menjadi
preoligodendrosit, oligodendrosit imatur lalu menjadi
oligodendrosit matur. Progentor berasal dari zona ventrikuler-
22
subventriculer yang mengalami proliferasi dan progenitor berupa
sel bipolar, yang merupakan sel migrans yang mengalami mitosis
aktif yang dikenal oleh antibodi monoklonal A2B5 dan NG2.
Progenitor A2B5 diproduksi pada beberapa bulan terakhir
kehamilan dan pada periode postnatal dini. Proses diferensiasi
oligodendroglia menjadi preoligodendrosit, yang merupakan sel
multipolar dikenali oleh antibodi monoklonal untuk sulfatide (O4).
Gelombang migrasi sel-sel tersebut secara anatomi berhubungan
dengan periventrikuler yang tampak dengan pemeriksaan MRI
pada bayi prematur. O4 preoligodendrosit kemudian
berdiferensiasi menjadi oligodendrosit imatur post mitotik yang
merupakan sel multipolar yang dikenali oleh antibodi monoklonal
terhadap galaktocebroside (O1). Pada trimester ke 3 kehamilan sel-
sel tersebut dapat diamati perkembangannya yang tampak berupa
garis tegas yang meluas menyelimuti sepanjang axon.
Proses tersebut diikuti dengan diferensiasi menjadi
oligodendrosit matur, yang merupakan sel multipolar dengan
membran dan dikenali dengan antibodi untuk myelin basic protein
dan protein proteolipid.
Determinan molekuler pada proses ini adalah berbagai faktor
pertumbuhan, hormon dan sitokin. Molekul tersebut termasuk
basic fibroblast growth factors (bFGF), neurotropin-3 (NT3),
platelet-derived growth factors (PDGF), insulin-like growth factor
(IGF-1), neuregulin, anggota IL-6 dan hormone tyroid.
Program kematian sel merupakan gambaran yang penting
dalam perkembangan oligodendroglia, seperti pada neuron. Data
penelitian menunjukkan apoptosis oligodendroglia mencapai 50%
dalam proses perkembangannya.
2.5.6.2. Myelinisasi pada regio otak manusia
Myelinisasi dimulai dari sistem saraf perifer, dimana sistim
saraf motorik mengalami myelinisasi sebelum sistim saraf sensoris.
Segera kelahiran, myelin tampak pada batang otak dan cerebelum
dimana komponen terbesarnya menyelimuti sistim sensoris dan
23
motoris. Sedangkan myelinisasi pada SSP mempunyai tendensi
untuk mendahulukan sistim saraf motorik. Myelinisasi pada
hemisfer cerebral, terutama pada regio yang mengatur fungsi luhur
dan perbedaan sensoris, sering sudah siap segera setelah lahir dan
berlanjut pada dekade berikutnya.
Empat aturan utama yang secara umum mengatur myelinisasi
pada manusia: 1. jalur proximal mengalami myelinisasi sebelum
jalur distal 2. jalur saraf sensoris mengalami myelinisasi sebelum
jalur motorik 3. jalur proyeksi mengalami myelinisasi sebelum
jalur yang berhubungan dengan cerebral 4. lokasi sentral cerebral
mengalami myelinisasi sebelum ujung cerebral 5. kutub oksipital
mengalami myelinisasi sebelum bagian frontotemporal. Secara
umum perubahan cepat dalam myelinisasi terjadi pada 8 bulan
pertama post natal.
2.6. Makanan tambahan yang tepat untuk bayi usia 6 bulan9
Antara usia 6 – 24 bulan, anak tumbuh dengan cepat dan kebutuhan
energi, vitamin dan mineralnya meningkat, namun ukuran perut mereka masih
kecil (30ml/kg berat badan – seukuran 1 buah cangkir), sehingga mereka
membutuhkan makanan yang kaya gizi dan mampu memenuhi kebutuhan
nutrisi mereka walaupun dalam porsi yang kecil. Setelah 6 bulan, biasanya bayi
membutuhkan lebih banyak zat besi dan seng daripada yang tersedia didalam
ASI – pada titik inilah, nutrisi tambahan bisa diperoleh dari sedikit porsi
makanan padat.
Saat ini yang dipakai adalah konsep makanan sehat seimbang seperti
yang dituangkan dalam piramida makanan. Segitiga makanan ini akan
membantu kita cara memfokuskan dan menseleksi makanan. Porsi terbesar
makanan kita adalah yang tertera di paling bawah piramida makanan, yaitu
beras dan sereal sedangkan makanan yang kebutuhannya sangat sedikit adalah
yang di puncak piramida yaitu lemak dan gula.
Untuk bayi usia 6-8 bulan, tekstur makanan Semi-cair (dihaluskan atau
puree), secara bertahap kurangi campuran air sehingga menjadi semi-padat.
24
Frekuensi pemberian untuk makanan utama 1-2 kali per hari dan untuk camilan
cukup 1 kali per hari.
Makanan pertama sebaiknya adalah golongan beras dan sereal karena
berdaya alergi rendah. Beras dan sereal disangrai dan dihaluskan menjadi
tepung, tim dengan air secukupnya sampai matang, kemudian campurkan
dengan ASI atau air matang untuk membentuk tekstur semi cair.
Secara berangsur-angsur perkenalkan sayuran yang dikukus dan
dihaluskan dan kemudian buah yang dihaluskan, kecuali pisang dan alpukat
matang, jangan berikan buah/sayuran mentah.
Setelah bayi dapat mentolerir beras/sereal, sayur dan buah dengan baik,
berikan sumber protein (tahu, tempe, daging ayam, hati ayam & daging sapi)
yang dikukus dan dihaluskan.
Setelah bayi mampu mengkoordinasikan lidahnya degan lebih baik,
secara bertahap bubur dibuat lebih kental (kurangi campuran air), kemudian
menjadi lebih kasar (disaring kemudian cincang halus), lalu menjadi kasar
(cincang kasar) dan akhirnya bayi siap menerima makanan padat yang
dikonsumsi keluarga.
2.7. Toxoplasmosis
2.7.1. Etiologi10
Penyakit ini disebabkan oleh T.gondii yang merupakan parasit
obligat intraselluler (protozoa) dari ordo Coccidia yang dapat
menimbulkan infeksi pada burung dan mamalia. Toxoplasma gondii ada
dalam 3 bentuk di alam :
a. Ookista adalah bentuk yang resisten di alam
b. Trofozoid adalah bentuk vegetatif dan proliferatif
c. Kista bentuk yang resisten di dalam tubuh
Ada 2 aspek yang berbeda pada siklus kehidupan T.gondii, yakni :
a. Bentuk proliferatif (aseksual) terjadi pada penjamu perantara
seperti: burung, mamalia, manusia, disebut juga siklus
nonfeline.
25
b. Bentuk reproduktif (seksual), terjadi pada usus kucing
sebagai penjamu definitif, dosebut juga siklus feline (feline
= kucing ).
T.gondii dapat tumbuh dalam semua sel mamalia kecuali sel darah
merah yang bisa dimasuki tapi tanpa terjadi pembelahan. Selama infeksi
akut, parasit dapat ditemukan dalam banyak organ tubuh.
Begitu melekat pada sel penjamu dan sel secara aktif mengadakan
penetrasi ke dalamnya, parasit akan membentuk vakuola parasitoforus
dan mengadakan pembelahan. Waktu pembelahan sekitar 6 – 8 jam untuk
strain yang virulen. Bila jumlah parasit dalam sel mendekati masa kritis
( ± 64 – 128 dalam kultur ), sel tersebut akan ruptur dengan melepaskan
takizoit dan menginfeksi sel didekatnya. Dengan cara ini organ yang
terinfeksi segera memperlihatkan bukti adanya proses sitopatik.
Sebagian besar takizoit akan dieliminasi dengan bantuan respon
imun dari penjamu, baik humoral maupun seluler. Sekitar 7 -10 hari
sesudah infeksi sistemik oleh takizoit terbentuklah kista di dalam
jaringan yang berisi bradizoit. Kista jaringan ini terdapat dalam sejumlah
organ tubuh, tetapi pada prinsipnya di dalam SSP dan otot parasit
tersebut berada sepanjang siklus penjamu.
Kalau kista tersebut termakan ( misalnya manusia memakan
produk daging yang tidak dimasak sampai matang ) membrane kista akan
segera dicerna dengan adanya sekresi asam lambung yang pHnya rendah.
Pada penjamu nonfeline, bradizoit yang termakan akan memasuki
epithelium usus halus dan mengadakan transformasi menjadi takizoit
yang membelah dengan cepat, terjadilah infeksi takizoit sistemik akut, ini
diikuti oleh pembentukan kista jaringan yang mengandung bradizoit yang
mengadakan replikasi lambat, terjadilah stadium kronik, ini melengkapi
siklus nonfeline. Infeksi akut yang terjadi pada penjamu dengan daya
imun lemah paling besar kemungkinannya disebabkan oleh pelepasan
spontan parasit yang tebungkus dalam kista dan mengalami transformasi
cepat menjadi takizoit dalam SSP.
Siklus kehidupan yang penting dari parasit tersebut terdapat dalam
tubuh kucing ( penjamu definitif ). Siklus kehidupan seksual parasit
ditentukan oleh pembentukan ookista di dalam penjamu feline. Siklus
26
entero epithelial ini dimulai dengan termaknnya kista jaringan yang
menjadi bradizoit dan akan memuncak setelah melalui beberapa stadium
antara dalam proses produksi mikrogamet. Mikrogamet mempunyai
flagella yang memungkinkan parasit ini mencari mikrogamet.
Penyatuan gamet akan menghasilkan zigot yang membungkus diri
dengan dinding yang kaku. Zigot ini disekresikan dalam feses sebagai
ookista tanpa sporulasi. Setelah 2 -3 hari terkena udara pada suhu
sekitarnya, ookista yang non infeksius mengalami sporulasi untuk
menghasilkan sporozoit. Ookista yang mengadakan sporulasi tersebut
dapat termakan oleh penjamu antara, seperti wanita hamil yang
membersihkan kotoran kucing, babi yang mencari makan di sekitar
peternakan, ataupun termakan mencit. Setelah dibebaskan dari ookista
melalui proses pencernakan, sporozoit yang terlepas akan menginfeksi
epithelium intestinal penjamu nonfeline dan memproduksi takizoit
aseksual yang tumbuh dengan cepat dan membentuk bradizoit.
2.7.2. Patogenesis Toxoplasmosis27,28,29,30
Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
dengan parasit obligat intraselluler Toxoplasma gondii. Beberapa macam
Infeksi toxoplasma
1. Infeksi Toxoplasma akut : infeksi yang didapat sesudah
bayi dilahirkan, biasanya asimptomatik.
2. Usus merupakan lokasi infeksi T. gondii yang pertama.
Infeksi yang berat akibat menelan oosista akan
mengakibatkan lesi pada usus sampai terjadi kematian
pada anak kucing atau hewan lain, sedangkan pada
manusia biasanya terjadi pembengkakan limfoglandula
(lgl) mesenterika dan terjadi degenerasi sel pada
parenkim hati. Selama stadium akut parasit (takizoit)
akan mengalami replikasi dengan cepat dan siap
mengadakan invasi serta melisiskan sel inang . Takizoit
yang telah menginfeksi sel, hidup dalam suatu vakuola
parasitoforus yang mengalami suatu modifikasi sehingga
tidak dapat fusi dengan kompartemen intrasel misalnya
lisosom dan menyebabkan parasit mampu bertahan hidup
27
serta berkembang untuk jangka waktu lama di dalam sel.
Semua sel berinti memiliki potensi terinfeksi takizoit.
Pada manusia gejala klinis infeksi akut adalah: nyeri,
pembengkakan pada beberapa limpoglandula (lgl.
cervikal, lgl. supra clavicular, lgl. inguinal), panas, sakit
kepala, nyeri otot, anemia, dan kadang-kadang
komplikasi pada paru-paru. Gejala-gejala tersebut dapat
dikelirukan dengan gejala sakit flu . Toksoplasmosis akut
dapat menyebabkan kematian pada pasien
immunocompromised seperti pada penderita AIDS,
karena ensefalitis.
3. Infeksi toxoplasma sub akut : bentuk sub akut merupakan
kelanjutan infeksi yang bersifat akut, dan merupakan
infeksi yang lebih nyata akibat kerusakan sistem saraf
pusat serta jaringan. Takizoit secara terusmenerus akan
merusak sel sehingga menyebabkan kerusakan secara
ekstensif pada paru-paru, hati, jantung, otak, mata, dan
diperkirakan kerusakan juga terjadi di sistem saraf pusat
karena sistem kekebalan pada jaringan ini rendah.
4. Infeksi toxoplasma kronik : terjadinya persistensi kista
dalam jaringan yang berisi parasit pada individu yang
secara klinis asiptomatik.
5. Infeksi kronis terjadi ketika sistem imun berkembang dan
menghambat proliferasi takizoit sehingga terbentuk sista
yang berisi bradizoit. Terbentuknya sista tersebut diduga
karena adanya kekebalan humoral yang memicu terjadi
sista jaringan di dalam otak dengan disertai respons
kekebalan seluler yang mengontrol pembentukan sista
jaringan tersebut. Pembentukan sista jaringan hanya
mengakibatkan sedikit perubahan pada sel inang tanpa
memperlihatkan gejala klinis yang nyata sehingga
biasanya infeksi ini bersifat asimtomatik. Sista yang
pecah akan menimbulkan reaksi peradangan,
terbentuknya nodul dan menyebabkan ensefalitis kronik,
28
miokarditis serta pneumonia. Bradizoit yang dibebaskan
dari sistacyang pecah selama infeksi kronis akan
menginfeksi sel-sel baru dan dapat terjadi dalam periode
yang lama.
6. Infeksi Toxoplasmosis akut maupun kronik : suatu
keadaan saat parasit menjadi penyebab terjadinya gejala
dan tanda klinis ( antara lain : ensefalitis, miokarditis,
pneumonia ).
7. Infeksi Toxoplasmosis congenital : infeksi pada bayi
baru lahir yang terjadi akibat penularan parasit secara
transplasental dari ibu yang terinfeksi terhadap
janinnya.Bayi ini biasanya asiptomatik pada saat
dilahirkan tapi di kemudian hari akan timbul manifestasi
berupa gejala dan tanda dengan kisaran yang luas seperti:
korioretinitis, strabismus, epilepsi dan retardasi
psikomotor.
Toxoplasma gondii yang diperoleh oleh anak-anak dan orang
dewasa dari menelan makanan yang mengandung kista atau yang
terkontaminasi dengan ookista biasanya dari kucing yang terinfeksi akut.
Ookista juga dapat diangkut ke makanan oleh lalat dan kecoak. Ketika
organisme yang tertelan, bradyzoites dilepaskan dari kista atau sporozoit
dari ookista. Organisme memasuki sel pencernaan di mana mereka
berkembang biak, sel-sel pecah, menginfeksi sel yang bersebelahan,
masuk ke limfatik, dan menyebarkan hemategeneous ke seluruh tubuh.
Takizoit berkembang biak, menghasilkan Bintil-bintil dikelilingi oleh
reaksi seluler. Dengan pengembangan respon imun normal yang bersifat
humoral dan cell-mediated, takizoit menghilang dari jaringan. Pada orang
dengan sistem kekebalan dan juga beberapa orang tampaknya
imunokompeten, infeksi akut berlangsung dan dapat menyebabkan
penyakit yang berpotensi mematikan, termasuk pneumonitis, miokarditis,
atau ensefalitis.
Perubahan populasi limfosit-T selama infeksi akut T. gondii pada
umumnya meliputi limfositosis, peningkatan jumlah CD8, penurunan
29
rasio jumlah CD4 : CD8 . Penurunan sel CD4 pada pasien dengan AIDS
dapat menyebabkan manifestasi parah pada toksoplasmosis.
Karakteristik bening perubahan simpul termasuk hiperplasia reaktif
folikel dengan cluster teratur histiosit epithelioid yang melanggar batas
dan margin blur pusat germinal, dan distensi fokus sinus dengan sel
monocytoid.
Kista terbentuk 7 hari setelah infeksi dan tetap untuk kehidupan
inang. Selama infeksi laten mereka menghasilkan sedikit atau tidak ada
respon inflamasi tetapi dapat menyebabkan penyakit yg timbul pada
orang yang memiliki sistem imun yang lemah. Hal tersebut akan
menimbulkan chorioretinitis pada anak-anak dengan infeksi postnatal
tetapi lebih sering pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa
dengan infeksi kongenital
Toxoplasmosis pada penjamu dengan daya imun yang baik akan
mengalami perjalanan penyakit sebagai berikut :
a. Akan sembuh sendiri
b. Lama sakit yang singkat
c. Menjadi toxoplasmosis kronik
Pada umumnya ketiga proses tersebut bersifat asimptomatik,
tetapi bila suatu saat daya imun seseorang yang telah terinfeksi tersebut
menurun, dapat timbul tanda dan gejala klinis kembali.
2.7.3. Manifestasi Klinis11
Lesi pada susunan saraf pusat dan mata biasanya lebih berat dan
permanen, oleh karena jaringan ini tidak mempunyai kemampuan untuk
beregenerasi. Kelainan pada susunan saraf pusat berupa nekrosis yang
disertai dengan kalsifikasi. Penyumbatan akuaduktus Sylvii oleh karena
ependimitis mengakibatkan hidrosefalus pada bayi. Pada infeksi akut di
retina ditemukan reaksi peradangan fokal dengan edema dan infiltrasi
leukosit yang dapat menyebabkan kerusakan total dan pada proses
penyembuhan menjadi parut (sikatriks) dengan atrofi retina dan koroid,
30
disertai pigmentasi. Di otot jantung dan otot bergaris dapat ditemukan
T.gondii tanpa menimbulkan peradangan. Di alat tubuh lainnya, seperti
limpa dan hati, parasite ini lebih jarang ditemukan
2.7.4. Pemeriksaan Penunjang11
Tes serologi dapat menunjang diagnosis toksoplasmosis. Tes yang
dapat dipakai adalah tes warna Sabin Feldman (“Sabin-Feldman dye tes”)
dan tes hemaglutinasi tidak langsung (IHA) untuk deteksi antibody IgG,
tes zat anti fluoresen tidak langsung (IFA) dan tes ELISA untuk deteksi
antibody IgG dan IgM.
Prinsip tes warna adalah sebagai berikut: Toxoplasma yang hidup
(dari cairan peritoneum tikus) bila dicampur dengan serum normal mudah
diwarnai dengan biru metilen. Tetapi bila dicampur dengan serum kebal,
parasite tidak dapat mengambil warna lagi. Titer tes warna ialah
pengenceran tertinggi dengan 50% dari jumlah Toxoplasma tidak
diwarnai. Titer zat anti IgG cepat naik dan tetaap tinggi selama setahun
atau lebih pada tes warna maupun tes IHA, IFA dan ELISA. Pada tes
warna diperlukan parasite Toxoplasmayang hidup, maka tes ini sekarang
jarang dipakai.
Pada tes IFA dan ELISA tidak diperlukan parasite yang hidup dan
kedua tes ini juga digunakan untuk deteksi zat anati IgM Toxoplasma.
Adanya zat anti IgM pada neonatus menunjukkan bahwa zat anti ini
dibuat oleh janin yang terinfeksi dalam uterus, karena zat anti IgM dari
ibu yang berukuran lebih besar tidak dapat melalui plasenta, tidak seperti
halnya zat anti IgG. Maka bila ditemukan zat anti IgM Toxoplasma pada
neonatus, diagnosis toksoplasmosis kongenital sudah dapat dipastikan.
Untuk memastikan diagnosis toksoplasmosis akuisita, tidak cukup
bila hanya sekali menemukan titer zat anti IgG T.gondii yang tinggi,
karena titer zat anti yang ditemukan dengan tes-tes tersebut di atas dapat
ditemukan bertahun-tahun dalam tubuh seseorang. Diagnosis
toksoplasmosis akut dapat dibuat, bila titer IgG meninggi secara
bermakna pada pemeriksaan kedua kali dengan jangka waktu 3 minggu
31
atau lebih, atau bila ada konversi dari negative ke positif. Diagnosis juga
dapat dipastikan bila ditemukan zat anti IgM, di samping adanya titer tes
warna atau tes IFA yang tinggi.
Akhir-akhir ini dikembangkan PCR (Polymerase Chain Reaction)
untuk deteksi DNA parasite. Dengan teknik ini dapat dibuat diagnosis
dini yang cepat dan tepat untuk toksoplasmosis kongenital prenatal dan
postnatal dan infeksi toksoplasmosis akut pada wanita hamil dan
penderita imunokompromais.
2.7.5. Penatalaksanaan11
Obat-obat yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh bentuk
takizoit T.gondii dan tidak membasmi bentuk kistanya, sehingga obat-
obat ini dapat memberantas infeksi akut, tetapi tidak dapat
menghilangkan infeksi menahun, yang dapat menjadi aktif kembali.
Pirimetamin dan sulfonamid bekerja secara sinergistik, maka
dipakai sevagai kombinasi selama 3 minggu atau sebulan. Pirimetamin
menekan hemopoiesis dan dapat menyebabkan trombositopenia dan
leukopenia. Untuk mencegah efek sampingan ini, dapat ditambahkan
asam folinik atau ragi. Pirimetamin bersifat teratogenik, maka obat ini
tidak dianjurkan untuk wanita hamil. Sulfonamid dapat menyebabkan
trombositopenia dan hematuria.
Spiramisin adalah antibiotika macrolide, yang tidak menembus
plasenta, tetapi ditemukan dengan konsentrasi tinggi di plasenta. Obat ini
dapat diberikan pada wanita hamil yang mendapat infeksi primer, sebagai
obat profilaktik untuk mencegah transmisi T.gondii ke janin dalam
kandungannya.
Klindamisin efektif untuk pengobatan toksoplasmosis, tetapi dapat
menyebabkan colitis pseudomembranosa atau colitis ulserativa, maka
tidak dianjurkan untuk pengobatan rutin pada bayi dan wanita hamil.
Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi peradangan pada mata,
tetapi tidak dapat diberikan sebagai obat tunggal.
32
Obat macrolide lain yang efektif terhadap T.gondii adalah
klaritomisin dan azitromisin yang diberikan bersama pirimetamin pada
penderita AIDS dengan ensefelitis toksoplasmik. Obat yang baru adalah
hidroksinaftokuinon (atovaquone) yang bila dikombinasi dengan
sulfadiazine atau obat lain yang aktif terhadap T.gondii, dapat membunuh
kista jaringan pada mencit. Tetapi hasil penelitian pada manusia masih
ditunggu.
Toksoplasmosis akuisita yang asimtomatik tidak perlu diberi
pengobatan. Seorang ibu yang hamil dengan infeksi primer harus
diberikan pengobatan profilaktik. Toksoplasmosis kongenital harus
diberikan pengobatan selama sedikitnya 1 tahun. Penderita
imunokompromais (AIDS, keganasan) yang terjangkit toksoplasmosis
akut harus diberi pengobatan.
2.7.6. Siklus Hidup Toxoplasma gondii34
33
Hospes definitif dari Toxoplasma gondii adalah kucing dan famili
Felidae lain. Ookista yang belum tersporulasi diekskresikan oleh kucing
di dalam tinja. Walaupun ookista ini hanya diekresikan selama kurang
lebih 1-2 minggu, akan tetapi jumlah yang diekresikan sangatlah banyak.
Ookista membutuhkan waktu kurang lebih 1-5 hari untuk membentuk
spora dan kemudian berkembang menjadi fase infektif. Hospes
intermediet seperti burung dan binatang pengerat (rodentia) menjadi
terinfeksi setelah menelan tanah, air atau tanaman yang telah
terkontaminasi oleh ookista. Ookista kemudian berkembang menjadi
takizoit tidak lama setelah tertelan. Takizoit ini menetap di jaringan saraf
dan otot, dan berkembang menjadi jaringan kista yang berisi bradizoit.
Kucing terinfeksi setelah mengkonsumsi hospes intermediet yang
membawa jaringan kista. Kucing juga dapat terinfeksi langsung bila
menelan ookista yang tersporulasi. Binatang yang diternakkan oleh
manusia untuk di konsumsi dan untuk pertandingan dapat juga menjadi
terinfeksi dengan jaringan kista setelah menelan ookista yang telah
tersporulasi di lingkungan. Manusia dapat terinfeksi melalui berbagai
cara yaitu:
a. Memakan daging yang dimasak tidak matang dan
terdapat jaringan kista.
34
b. Mengkonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi tinja kucing atau terkontaminasi dari
sampel lingkungan seperti tanah yang terkontaminasi
tinja kucing atau mengganti tempat pembuangan dari
kucing peliharaan.
c. Transfusi darah atau tranplantasi organ
d. Dari ibu ke janin melalui plasenta
Di dalam tubuh manusia, parasit ini membentuk jaringan kista,
umumnya terdapat pada otot rangka, otot jantung (miokardium), otak dan
mata. Kista ini dapat bertahan lama di dalam tubuh hospes selama hospes
tersebut hidup. Diagnosis biasanya didapatkan melalui uji serologi,
walaupun terkadang jaringan kista dapat diamati dalam spesimen biopsi
yang telah diwarnai. Diagnosis untuk infeksi kongenital bisa didapatkan
melalui deteksi DNA Toxoplasma gondii di dalam cairan amnion melalui
tes PCR.
2.8. Khorioretinitis12,13
2.8.1. Definisi
Korioretinitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan
traktus uvealis bagian posterior, yaitu koroid. Istilah chorioretinitis sering
di sama artikan dengan uveitis posterior. Pada uveitis posterior, retina
juga hampir selalu terinfeksi secara sekunder. Ini dikenal dengan
Korioretinitis.
Gambar
Uveitis Posterior
2.8.2. Etiologi
Uveitis Posterior (Korioretinitis) dapat disebabkan oleh:
35
a. Penyakit Infeksi
2. Virus CMV, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola,
HIV, virus epstein barr, virus coxsackie, nekrosis retina akut
3. Bakteri Mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis
sporadic dan endemic, nocardia, neisseria meningitidis,
mycobacterium aviumintracellulare, yersinia, dan borrelia
(penyebab penyakit Lyme).
4. Fungus Candidia, histoplasma, cryptococcus, dan aspergillus.
5. Parasit Toxoplasma, toxocara, cysticercus, dan onchoherca.
b. Penyakit Non Infeksi
1. Autoimun
Penyakit Behcet, syndrome vogt-koyanagi-harada, poliarteritis
nodosa, oftalmia simpatis, vaskulitis retina
2. Keganasan
Sarcoma sel reticulum, melanoma maligna, leukemia, lesi
metastatik
3. Etiologi tak diketahui
Sarkoidosis, koroiditis geografik, epitellopati pigment plakoid
multifokal akut, retinopati “birdshot”, epitellopati pigment
retina
2.9. Mikrosefali14
2.9.1. Definisi
Mikrosefali merupakan kelainan dimana lingkar kepala berukuran
lebih dari 3 SD dibawah rata-rata dibawah usia dan jenis kelamin.
2.9.2. Etiologi
Penyebab mikrosefali terbagi menjadi dua, yaitu mikrosefali primer
(genetika) dan mikrosefali sekunder (non-genetika). Mikrosefali primer
merujuk pada kelompok keadaan yang biasanya tidak memiliki
malformasi lain dan mengikuti pola pewarisan mendelian atau terkait
dengan sindrom tertentu dimana bayi-bayi ini biasanya dikenal saat lahir
karena kecilnya lingkar kepala. Mikrosefali sekunder akibat sejumlah
besar agen berbahaya yang dapat mengenai janin dalam uterus atau bayi
selama masa pertumbuhan otak.
36
2.9.3. Manifestasi klinik
Riwayat keluarga menyeluruh harus diperhatikan, mencari kasus
mikrosefali tambahan atau gangguan yang mengenai sistem saraf.
Penting mengukur lingkar kepala, lingkar kepala yang sangat kecil
menunjukkan suatu proses yang dimulai pada awal perkembangan
embrional atau janin. Gangguan otak yang terjadi pada kehidupan akhir,
terutama usia lebih dari 2 tahun, kurang mungkin mengakibatkan
mikrosefali berat. Pengukuran lingkar kepala berulang lebih berarti
terutama saat kelainan minimal dengan lingkar kepala orang tua dan
saudara dicatat.
2.9.4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium ditentukan melalui riwayat dan
pemeriksaan fisik. Jika penyebab tidak ketahui, kadar fenilalanin serum
ibu harus diukur. Kadar fenilalanin serum ibu yang tinggi pada ibu yang
tidak bergejala dapat mengakibatkan cedera otak yang nyata pada bayi
non-fenilketonuria yang lainnya normal. Kariotipe diperiksa jika sindrom
kromosom dicurigai atau jika anak memiliki wajah abnormal, perawakan
pendek dan anomali kongenital tambahan.
Skrining CT/MRI dapat berguna dalam mengenali kelainan
struktural otak atau kalsifikasi intraserebrum. Penelitian tambahan
meliputi analisis asam amino plasma dan urin puasa, amonium serum,
titer toksoplasmosis, rubella, sitomegalo virus, herpes simplex (TORCH)
ibu dan anak serta sampel urin untuk biakan sitomegalo virus.
2.9.5. Terapi
Bila penyebab telah ditegakkan, dokter harus memberikan nasehat
keluarga yang tepat dan pendukung genetik, karena banyak anak dengan
mikrosefali juga akan mengalami retardasi mental, dokter harus
membantu dengan penempatan pada program yang tepat yang akan
memberikan perkembangan anak maksimum.
37
2.10. Pengaruh toxoplasmosis, korioretinitis, mikrosefali terhadap tumbuh kembang
anak10,14
Toxsoplasma gondii, suatu protozoa intraseluler obligiat, di dapay per
oral, secara transplasental, atau jarang, secara parental pada kecelakaan
laboraturium, melalui transfusi, atau dari oragan yang di transplantasi. Pada
anak dengan imunologis normal, infeksi akut didapat, mungkin tidak bergejala,
menyebabkan limfadenopati, atau kerusakan hamper tiap organ. Sekali terkena,
organism berkista laten menetap selama seumur hidup hospes. Pada bayi atau
anak dengan gangguan imun, perolehan akut atau rekrudesens organism laten
paling sering menyebabkan tanda-tanda atau gejala-gejala yang di hubungkan
dengan system saraf pusat (SSP). Infeksi yang diperoleh secara kongenital, jika
tidak diobati, hampir selalu menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala pada
masa perinatal atau pada kehidupan dikemudian. Tanda-tanda yang paling
sering adalah karena korioretinitis dan lesi SSP. Namun, manifestasi lain,
seperti retardasi intrauterin, demam, limfadenopati, ruam, kehilagan
pendengaran, pneumonitis, hepatitis dan trombositopenia, juga terjadi.
Kelainan pada susunan saraf pusat berupa nekrosis yang disertai dengan
kalsifikasi. Penyumbatan akuaduktus Sylvii oleh karena ependimitis
mengakibatkan hidrosefalus pada bayi. Pada infeksi akut di retina ditemukan
reaksi peradangan fokal dengan edema dan infiltrasi leukosit yang dapat
menyebabkan kerusakan total dan pada proses penyembuhan menjadi parut
(sikatriks) dengan atrofi retina dan koroid, disertai pigmentasi.
Mikrosefali biasanya menggambarkan kerusakan otak yang berat, tetapi
beberapa anak dengan mikrosefali karena toksoplasmosis congenital, yang telah
diobati, tampak berfungsi secara normal pada umur tahun-tahun pertama.
Toksoplasmosis kongenital yang tidak diobati yang bergejala pada umur 1
tahun, dapat menyebabkan pengurangan banyak fungsi kognitif dan
keterlambatan perkembangan. Gangguan intelektual juga terjadi pada beberapa
anak dengan infeksi subklinis walaupun dilakukan pengobatan dengan
perimintamin dan sulfonamide selama 1 bulan. Kejang-kejang dan cacat
motorik fokal dapat menjadi nyata setelah masa neonates, walaupun infeksi
pada saat lahir subklinis.
38
2.11. Imunologi pada bayi3
Neonatus mewarisi banyak imunitas dari ibu karena banyak antibodi
protein berdifusi dari darah ibu melalui plasenta ke fetus. Akan tetapi,
neonatus tidak membentuk antibodinya sendiri sampai beberapa waktu
lamanya. Pada akhir bulan pertama, gamma globulin bayi, yang mengandung
antibodi, mengalami penurunan sampai kurang dari setengah kadar aslinya,
yang diikuti dengan penurunan imunitas. Setelah itu, system imunisasi bayi
sendiri mulai membentuk antibodi, dan konsentrasi gamma globulin pada
dasarnya kembali ke tingkat normal pada usia 12 sampai 20 bulan.
Walaupun penurunan gamma globulin terjadi segera setelah lahir,
antibodi yang diwariskan dari ibu melindungi bayi sampai sekitar 6 bulan
terhadap penyakit infeksi anak-anak yang paling utama, termasuk difteri,
campak dan polio. Oleh karena itu, imunisasi terhadap penyakit ini biasanya
tidak diperlukan sampai usia 6 bulan. Sebaliknya, antibodi terhadap batuk
rejan biasanya tidak mencukupi untuk melindungi neonates. Oleh karena itu,
untuk perlindungan yang sempurna, bayi membutuhkan imunisasi terhadap
penyakit ini dalam bulan pertama kehidupan atau selanjutnya.
2.12. Infeksi Intrauterin
Infeksi intrauterin yang sering sekali menyebabkan cacat bawaan ialah
TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex).2
2.12.1. Toxoplasmosis15
Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
dengan parasit obligat intraselluler Toxoplasma gondii.
2.12.2. Rubella6
Rubella ialah penyakit infeksi akut dan jinak yang disebabkan oleh
togavirus dan paling sering menyerang anak-anak dan dewasa muda yang
tidak kebal. Virus memasuki saluran napas melalui nuklei droplet dan
menyebar ke sistem limfatik. Penyakit ini ditandai dengan selesma
ringan, radang tenggorokan dan demam diikuti dengan pembesaran
kelenjar getah bening leher serta munculnya ruam halus berwarna merah
mudah yang dimulai di kepala dan menyebar perlahan menjadi bentuk
generalisata. Infeksi transplasenta ke janin akibat terinfeksinya ibu pada
trimester pertama kehamilan dapat menyebabkan kematian hasil
39
pembuahan atau kelainan perkembangan yang berat pada bayi baru lahir.
Dikenal dengan Congenital Rubella Syndrome.
2.12.3. Cytomegalovirus6
Cytomegalvirus ialah setiap virus dari subfamili
Betaherpesvirinae, virus yang sangat spesifik meninfeksi manusia, kera,
atau hewan pengerat dengan menghasilkan sel-sel besar yang unik yang
menghasilkan inklusi intranukleus. Cytomegalovirus ini dapat
menyebabkan berbagai sindrom klinis tergantung pada usia dan status
kekebalan pejamu yang semuanya dikenali sebagai penyakit inklusi
sitomegalik.
2.12.4. Herpes Simplex6
Herpes simplex ialah sekelompok infeksi akut yang disebabkan
oleh virus herpes manusia ditandai oleh satu atau lebih vesikel berisi air
dengan dasar yang meninggi dan kemerahan pada kulit atau selaput
lendir dan terjadi karena infeksi primer atau reaktivasi infeksi laten.
Faktor pencetus termasuk demam, terpajan suhu dingin atau sinar ultra
violet, sengatan matahari, abrasi mukosa atau kulit, stress emosi atau
cedera saraf.
2.13. Faktor yang Mempengaruhi BBLR19
Faktor-faktor penentu Berat Badan Lahir meliputi:
1. Faktor intrinsik yaitu jenis kelamin, genetika, suku bangsa, dan
pertumbuhan placenta.
2. Faktor ibu yang meliputi
a. Faktor biologi, yaitu: umur, paritas, tinggi badan, berat badan pra
hamil, pertambahan berat badan selama kehamilan, LILA
b. Faktor lingkungan, yaitu: taraf sosial ekonomi, jarak antar kehamilan,
penyakit infeksi, kegiatan fisik, perawatan kesehatan, pendidikan,
kebiasaan merokok, atau minum alkohol, dan ketinggian tempat
tinggal.
Gizi ibu pada waktu hamil sangat penting untuk pertumbuhan janin yang
dikandungnya. Angka kejadian BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) lebih tinggi
di negara-negara yang sedang berkembang daripada di negara-negara yang
40
sudah maju. Hal ini disebabkan oleh keadaan social ekonomi yang rendah
mempengaruhi diet ibu.
Pada umumnya, pada ibu-ibu yang hamil dengan kondisi kesehatan yang
baik, dengan sistem reproduksi yang normal, tidak sering menderita sakit, dan
tidak ada gangguan gizi pada masa pra-hamil, akan menghasilkan bayi yang
lebih besar dan lebih sehat daripada ibu-ibu yang kondisisnya tidak seperti itu.
Kurang gizi yang kronis pada masa anak-anak dengan/tanpa sakit yang
berulang, akan menyebabkan bentuk tubuh yang “stunting/kuntet” pada masa
dewasa. Ibu-ibu yang kondisinya seperti ini sering melahirkan bari BBLR,
vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, lebih-lebih bila ibu tadi juga
menderita anemia. Terdapat hubungan antara bentuk tubuh ibu, sistem
reproduksi dan social-ekonomi terhadap pertumbuhan janin.
Berat badan lahir (BBL) bayi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain
selama kehamilan, misalnya sakit berat, komplikasi kehamilan, kurang gizi,
keadaan stress pada ibu hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin melalui
efek buruk yang menimpa ibunya, atau pertumbuhan plasenta dan transport zat-
zat gizi ke janin.
Ada 2 faktor yang perlu diperhatikan pada wanita hamil di negara
berkembang, yaitu:
1. Perkawinan pada masyarakat di pedesaan sering terjadi pada usia muda,
yaitu sekitar usia “menarche”. “Menarche” adalah pembentukan atau
permulaan fungsi menstruasi. Risiko untuk melahirkan BBLR sekitar dua
kali lipat dalam 2 tahun setelah “menarche”. Disamping itu akan terjadi
kompetisi makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa
pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama
kehamilan, semua ini akan menyebabkan kebanyakan wanita di negara
berkembang mempunyai tinggi badan yang pendek.
2. Pada masyarakat tradisional, wanita mempunyai status yang lebih rendah
dibandingkan laki-laki, sehingga kurang energy protein (KEP) pada wanita
lebih tinggi dengan akibat tingginya angka kematian bayi.
41
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi
dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain:
1. Gangguan perkembangan, salah satunya gangguan perkembangan
motorik
2. Gangguan pertumbuhan
3. Gangguan penglihatan (Retinopati)
4. Gangguan pendengaran
5. Penyakit paru kronis
6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
7. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan
2.14. Infeksi Intrauterin yang Bisa Menyebabkan Khorioretinitis dan Mikrosefali
secara Bersamaan20
Salah satu penyebab mikrosefali sekunder akibat dari sejumlah besar
agen berbahaya yang dapat mengenai janin dalam uterus atau bayi selama masa
pertumbuhan otak cepat, terutama pada usia 2 tahun pertama adalah infeksi
kongenital seperti:
1. Sitomegalovirusa
Temuan-temuan khas:
Kecil menurut usia kehamilan, ruam petekie, hepatosplenomegali,
korioretinitis, tuli, retardasi mental, dan kejang-kejang
Kalsifikasi SSS dan mikrogiria
2. Rubella
Temuan-temuan khas:
Retardasi pertumbuhan, purpura, trombositopenia,
hepatosplenomegali, penyakit jantung congenital, korioretinitis,
katarak, dan tuli
Daerah nekrosis perivaskular, polimikrogiria, heterotopia, peronggaan
subependima
3. Toksoplasmosis
Temuan-temuan khas:
Purpura, hepatosplenomegali, ikterus, konvulsi, hidrosefalus,
42
koreoretinitis, dan kalsifikasi otak
2.15. Perkembangan Penglihatan Bayi Normal21,22,23,24
Perkembangan fungsi penglihatan pada anak merupakan faktor penting
yang perlu mendapat perhatian khusus. Bila terdapat gangguan pada
perkembangan fungsi penglihatan anak akan mengakibatkan gangguan
penglihatan anak tersebut untuk selanjutnya. Untuk mencegah terjadinya hal ini,
orang tua dan guru perlu mengetahui gejala gangguan perkembangan fungsi
penglihatan anak dan segera mendapatkan penanggulangan yang tepat.
Perkembangan fungsi penglihatan normal pada anak adalah sbb.:
1. Pada bayi berumur 0 – 4 minggu, anak baru dapat membedakan terang dan
gelap. Hal ini tampak jelas bila mata anak terkena sinar akan mengedip.
2. Pada bayi berumur 1 – 3 bulan, anak mulai dapat mengikuti gerakan benda-
benda didekatnya. Kedua mata mulai berfungsi bersamaan.
3. Pada bayi berumur 3 – 6 bulan, anak mulai memperhatikan benda-benda
dalam jarak jangkauannya dan berusaha menyentuh benda tersebut.
4. Pada bayi berumur 6 bulan – 2 tahun, perkembangan fungsi penglihatan
anak makin pesat dan tajam penglihatan anak menuju ke tajam penglihatan
optimal.
Untuk mencapai perkembangan fungsi penglihatan normal dibutuhkan
persyaratan khusus selain perkembangan fisik/ anatomis mata anak yang
normal. Persyaratan tersebut adalah dibutuhkan rangsangan visual yang terus
menerus pada daerah selaput jala mata (retina) tepatnya daerah makula lutea
agar fungsi penglihatan mencapai fungsi yang normal dan optimal. Bila
persyaratan ini terganggu dan tidak segera diatasi maka anak tidak akan pernah
mencapai fungsi penglihatan yang normal seumur hidupnya.
2.16. Pengaruh Toxoplasmosis terhadap Perkembangan Bayi25,26
Bila wanita mendapat infeksi selama kehamilan, organisme dapat
menyebar secara hematogen ke plasenta. Bila hal ini terjadi, infeksi dapat
ditularkan pada janin secara parenteral atau selama persalinan pervaginam.
Kurang lebih terdapat satu sampai dengan lima dari 1000 kehamilan mengalami
komplikasi toksoplasmosis akut. Toksoplasma gondii dapat menginfeksi
43
plasenta dan menyebabkan infeksi pada fetus. Hal ini dapat menyebabkan
abortus, still birth, dan cacat kongenital.
Jika infeksi didapat oleh wanita pada trimester pertama dan tidak diobati,
sekitar 17% janin terinfeksi, dan penyakit pada bayi biasanya berat. Jika infeksi
didapat oleh wanita pada trimester ketiga dan tidak diobati, sekitar 65% janin
terinfeksi dan keterlibatannya ringan atau tidak tampak pada saat lahir. Total
transmisi maternal-fetal adalah 30%, namun bervariasi dari 6% pada minggu
ke-13 menjadi 72% pada minggu ke-36. Hal ini menunjukkan risiko infeksi
pada fetus meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Namun,
gejala klinis berat pada bayi lebih sering ditemukan pada wanita yang terinfeksi
di awal kehamilan. Perbedaan frekuensi penularan ini paling mungkin akibat
aliran darah plasenta, virulensi dan jumlah T gondii yang didapat, dan
kemampuan imunologis wanita membatasi parasitemia. Hampir semua individu
dengan infeksi kongenital mempunyai tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi,
seperti khorioretinitis pada remaja jika mereka tidak diobati pada masa
neonatus.
2.17. Pemeriksaan serologis31,32,33
Metode pemeriksaan IgM dan IgG anti-toksoplasma dapat
menggunakan Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Enzyme-
linked immunosorbent assay untuk mendeteksi antibodi memiliki prinsip
pemeriksaan mereaksikan antibodi dalam sampel dengan antigen.
Kompleks ini akan dideteksi dengan menggunakan antibodi yang dilabel
enzim. Kompleks antigen-antibodi yang terbentuk kemudian dipisahkan
dari antigen dan antibodi bebas, lalu diinkubasi dengan substrat
kromogenik yang semula tidak berwarna, tetapi kemudian menjadi
berwarna bila dihidrolisis oleh enzim. Intensitas warna yang terbentuk
dapat diukur dan merupakan parameter untuk antibodi yang diuji.
Pemeriksaan IgM anti-toksoplasma umumnya menggunakan prinsip
capture immunoassay. Imunoglobulin M yang terdapat dalam serum
penderita akan ditangkap oleh antibodi anti-IgM. Untuk mendeteksi IgM
spesifik T. gondii, ke dalam reaksi tersebut dimasukkan antigen
44
toksoplasma yang telah dilabel dengan enzim, sehingga terjadi ikatan
antar antibodi anti-IgM, IgM anti-toksoplasma, dan antigen toksoplasma
yang berlabel. Penambahan substrat akan menyebabkan enzim bekerja
dan menghasilkan perubahan warna yang dapat dideteksi dengan
fotometer. Pemeriksaan IgG anti-toksoplasma umumnya menggunakan
prinsip sandwich immunoassay. Serum penderita yang mengandung IgG
anti-toksoplasma direaksikan dengan antigen toksoplasma yang terikat
pada fase padat membentuk kompleks antigen-antibodi. Kemudian ke
dalam reaksi tersebut dimasukkan antigen toksoplasma yang telah dilabel
dengan enzim. Penambahan substrat akan menyebabkan enzim bekerja
dan menghasilkan perubahan warna yang dapat dideteksi dengan
fotometer.31
Pola Hasil Pemeriksaan Interpretasi Komentar Saran IgG – IgM - Rentan infeksi akut Rentan infeksi
akut Pencegahan dan pemeriksaan berkala
IgG + IgM - Infeksi lama Tidak ada risiko infeksi kongenital
Bila terjadi pada trimester pertama dan kedua umumnya mengindikasikan infeksi akut sebelum konsepsi
IgG – IgM + a. Infeksi akut b. Antibodi alami c. Positif palsu
a. Berisiko infeksi kongenital
b-c. Tidak ada risiko infeksi kongenital
Lakukan tes konfirmasi
IgG + IgM + a. Infeksi akut atau lama b. Postif palsu
a.Berisiko infeksi kongenital b. Tidak ada risiko infeksi kongenital
Perhatikan usia kandungan, lakukan tes konfirmasi
Dikutip dari: Montoya JG32 dan Sensini A33
45
Bila hasil pemeriksaan IgG positif dan IgM negatif, hal ini
menunjukkan adanya infeksi lama, umumnya lebih dari 6 bulan. Bila
terjadi pada usia kehamilan <18 minggu menunjukkan infeksi terjadi
sebelum kehamilan, tidak ada risiko infeksi kongenital kecuali pada
keadaan imunokompromais. Bila terjadi pada usia kehamilan ≥18
minggu maka sulit untuk menetukan apakah infeksi terjadi selama atau
sebelum kehamilan. Pada keadaan ini hasil laboratorim serologi
sebelumnya termasuk sebelum kehamilan diperlukan untuk menegakkan
diagnosis.
Hasil pemeriksaan dengan IgM dan IgG positif harus dikirim ke
laboratorium rujukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan. Hasil IgM
positif dapat terjadi karena adanya infeksi akut, adanya infeksi lama, dan
hasil positif palsu. Hal ini disebabkan karena IgM dapat terdeteksi lama
setelah infeksi akut. Pemeriksaan aviditas IgG direkomendasikan sebagai
pemeriksaan konfirmasi pada wanita dengan IgM dan IgG positif. Bila
didapatkan hasil aviditas IgG tinggi, maka infeksi akut dapat
disingkirkan. Bila didapatkan hasil aviditas IgG rendah kemungkinan
terjadi infeksi akut selama kehamilan belum dapat disingkirkan. Pada
keaadaan ini janin berisiko mengalami toksoplasmosis kongenital, wanita
hamil dianjurkan untuk memulai pengobatan dan pemeriksaan
dilanjutkan untuk mengetahui risiko pada janin dengan pemeriksaan PCR
cairan amnion dan ultrasound, alur pemeriksaan.
46
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hipotesis diterima. Hipotesis dalam diskusi kami ialah Bayi tersebut mengalami
toxoplasmosis kongenital sehingga bayi mengalami keterlambatan dalam
pertumbuhan dan perkembangan.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Kurva Pertumbuhan WHO.
idai.or.id/professional-resource/growth-chart/kurva-pertumbuhan-who.html; 2013
diakses tanggal 22 September 2013.
2. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak: Tumbuh-Kembang Anak. Jakarta: EGC.
1995. h. 1-34
3. Guyton, John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta :
EGC. h. 1104
4. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Growth, development and
behaviour. In: Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed. Philadelphia: Elsevier;
2008.
5. Matondang, C.S., Wahidiyat I., Sastroasmoro, S. Diagnosis Fisis Pada Anak
Edisi ke 2: Beberapa Cara Pengukuran. Jakarta: PT. Sagung Seto; 2007. h. 173-
82.
6. Tanuwidjaya, Suganda. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. In: Narendra,
Moersintowarti B, dkk. (eds.) Buku Ajar I Tumbuh Kembang Anak dan Remaja.
Jakarta : Sagung Seto; 2002. p. 8-11.
7. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak: Upaya Peningkatan Kualitas Tumbuh
Kembang Anak. Jakarta: EGC; 1995. h. 127-39
8. Sadler TW. Langman's Medical Embryology, 9th edition. New York:Williams &
Wilkins; 2007. p 433-43.
9. Suhardjo. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak: Makanan Tambahan Untuk
Bayi dan Anak. Yogyakarta: Kanisius; 2010. h 80-91.
10. Ernawati. Toxoplasmosis, Terapi dan Pencegahannya. Jurnal Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Vol. Edisi Khusus Desember 2011.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya; 2011. h.
2-3
11. Gandahusada,S. dkk. Parasitologi Kedokteran edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FK UI; 2004. 156-160.
12. Ilyas, Sidarta. Korioretinitis dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ketiga.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. h. 144-45.
13. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata. Radang Uvea dalam Ilmu Penyakit Mata,
Edisi kedua. Jakarta: CV. Agung Seto; 2002. h. 159-75.
48
14. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Edisi 15 Volume 3. Jakarta: EGC; 2000. h. 2048-49
15. Dorland. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: EGC; 2010. h. 2263
16. Dorland. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: EGC; 2010. h. 1926
17. Dorland. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: EGC; 2010. hal 559
18. Dorland. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: EGC; 2010. h. 1001
19. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak: Nutrisi Ibu Hamil dan Pertumbuhan
Janin. Jakarta: EGC; 1995. h. 95-96.
20. Haslam, Robert HA. The Nervous System. In: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB. (eds.) Nelson TextBook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia:
Saunders An Imprint of Elsevier Science; 2004. 2451-2.
21. NCCLS. Clinical Use and Intrepretation of Serologic Tests for Toxoplasma
gondii; Approved Guideline. NCCLS document M36-A [ISBN 1-56238-523-2].
NCCLS, 940 West Valley Road, Suite 1400, Wayne, PA 19087-1898 USA, 2004.
22. Wilson M, Jones JL, McAuley JM. Toxoplasma. In: Murray PR, Baron EJ,
Pfaller MA, Jorgensen JH, Yolken RH, editors. Manual of Clinical Microbiology.
8th ed. Washington, D.C.: American Society for Microbiology; 2003. p. 1970-
1980.
23. Remington JS, McLeod R, Thulliez P, Desmonts G. Toxoplasmosis. In:
Remington JS, Klein JO, editors. Infectious Diseases of the Fetus and Newborn
Infant. 5th ed. Philadelphia, PA: The WB Saunders Co.; 2001. p. 205-346.
24. Subekti, D.T. dan Kusumaningtyas. Perbandingan uji serologi toksoplasmosis
dengan Uji Cepat Imunostik, ELISA dan Aglutinasi Lateks. JITV 16(3); 2001. p.
224-33.
25. Schwartzman JD. Toxoplasmosis. In: Gillespie SH, Pearson RD, editor.
Principles and practice of clinical parasitology. Chichester: John Wiley and Sons
Ltd.; 2001. p. 113-38.
26. Stanley J. Essentials of Immunology and Serology. Australia: Delmar Thomson
Learning; 2002. p 406-16.
27. Barbara, H. Congenital Toxoplasmosis.
http://www.kidshealth.org.parent/infections/parasitic/toxoplasmosis; 2005
diakses tanggal 24 September 2013.
28. Kasper Lloyd. Infeksi Toxoplasma dan Toxoplasmosis. In: Prinsip-prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 13. Editor: Ahmad H. Jakarta: EGC; 1999. p. 1021-1027.
49
29. Saddler TW. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi ke 7. Editor: Ronardy Devi.
Jakarta: EGC; 2000. h. 358-67.
30. Prof. Dr. drh. Sri Hartati, S.U. Toksoplasmosis Pada Kucing Dan Implikasinya
Terhadap Kesehatan Masyarakat. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 2011. pp 8-9
31. Stanley J. Essentials of immunology and serology. Australia: Delmar Thomson
Learning; 2002. h. 406-16.
32. Montoya JG, Remington JS. Management of Toxoplasma gondii Infection during
Pregnancy. Clinical Infectious Diseases; 2008; 47:554–66.
33. Sensini A. Toxoplasma gondii infection in pregnancy: opportunities and pitfalls
of serological diagnosis. Clin Microbiol Infect; 2006; 12:504-12.
34. Center For Disease Control and Prevention. Parasite – Toxoplasmosis
(Toxoplasma infection): Biology.
http://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/biology.html; 2013 diakses tanggal
24 September 2013.
50