6
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIK KIDNEY DESEASE (CKD) DENGAN HIPERTENSI
A. Pengertian
Chronic Kidney Deseases (CKD) adalah penurunan
faal/fungsi ginjal yang menahun yang umumnya
irreversible dan cukup lanjut (Suparman, 1990).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap
akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
(Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung
beberapa tahun.
B. Klasifikasi
Klasifikasi CKD berdasarkan tingkat LFG, yaitu :
a. Stadium I
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria
persisten dan LFG nya yang masih normal yaitu > 90
ml/menit/1,72 m3
b. Stadium II
Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan
LFG antara 60-89 ml/menit/1,73 m3
c. Stadium III
Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
ml/menit/1,73 m3
d. Stadium IV
Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29
ml/menit/1,73 m3
e. Stadium V
7
Kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m3
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT
(Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan
rumus :
Clearance creatinin (ml/menit) = (140-umur)x berat badan(kg)
72 x creatinin serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
C. Kriteria CKD
a.Kerusakan ginjal > 3 bulan, berupa kelainan struktural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan LFG,
dengan manifestasi :
1)Kelainan patologis
2)Terdapat tanda kelainan ginjal (komposisi darah atau
urin atau kelainan dalam tes pencitraan)
b.LFG < 60 ml/mnt/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal
D. Etiologi
Salah satu penyebab dari penyakit cronic kidney
desease adalah tekanan darah tinggi/hipertensi.
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan
tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg (Smith Tom, 1995).
E. Tanda Dan Gejala
a.Hematologik
Anemia, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia,
gangguan leukosit.
b.Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, vomiting, gastritis erosive
c.Syaraf dan otot
Miopati, ensefalopati metabolic, kelemahan otot.
8
d.Kulit
Berwarna pucat, gatal-gatal dengan ekssoriasi,
echymosis, urea frost, bekas garukan karena gatal.
e.Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama
jantung, edema.
f.Endokrin
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolism lemak,
fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki,
gangguan metabolisme vitamin D.
F. Hubungan hipertensi Dengan kejadian Cronic Kidney
Deseases (CKD)
Hipertensi dapat menyebabkan penyakit
ginjal. Hipertensi dalam jangka waktu yang lama dapat
mengganggu ginjal. Beratnya pengaruh hipertensi
terhadap ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan
lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darah
dalam waktu lama makin berat komplikasi yang mungkin
ditimbulkan. Hipertensi merupakan penyebab gagal ginjal
kronik kedua terbesar setelah diabetes militus. Adanya
peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan nantinya akan
merusak pembuluh darah pada daerah di sebagian besar tubuh.
Ginjal memiliki jutaan pembuluh darah kecil dan nefron yang
memiliki fungsi untuk menyaring adanya produksi darah. Ketika
pembuluh darah pada ginjal rusak dapat menyebabkan aliran
darah akan menghentikan pembuangan limbah serta cairan ekstra
dari tubuh.
Hubungan antara CKD dan hipertensi dapat
dijelaskan oleh beberapa faktor. CKD dapat menyebabkan
retensi garam dan volume overload berikutnya. Hal ini
mungkin atau tidak disertai dengan pembengkakan
(edema) bersama dengan peningkatan tekanan darah.
9
Selain itu, gagal ginjal muncul untuk memicu
peningkatan aktivitas dari sistem saraf simpatik,
menyebabkan sesuatu seperti gelombang adrenalin.
Mekanisme hormonal juga memainkan peran penting
dalam hubungan antara CKD dan hipertensi, terutama
melalui sistem renin-angiotensin. Hormon ini bisa
dilepaskan sebagai respons terhadap kerusakan kronis
dan jaringan parut pada ginjal, dan dapat memberikan
kontribusi untuk hipertensi pasien dengan merangsang
baik retensi garam, serta penyempitan pembuluh darah.
Hormon lain yang dapat meningkatkan tekanan darah dan
telah meningkatkan jumlah dengan CKD memajukan adalah
hormon paratiroid (PTH). PTH ini menimbulkan kalsium
dalam darah, yang juga dapat menyebabkan penyempitan
pembuluh darah, mengakibatkan hipertensi.
Sebuah kondisi yang dapat menyebabkan CKD dan
hipertensi arteri stenosis ginjal (penyempitan
pembuluh darah yang mendukung ginjal). Ketika
penyempitan menjadi cukup parah, kurangnya aliran
darah dapat menyebabkan hilangnya fungsi ginjal. Jika
suplai darah ke kedua ginjal dipengaruhi, atau aliran
darah ke ginjal berfungsi tunggal, seperti setelah
penghapusan ginjal akibat kanker, terganggu, pasien
akan mengembangkan CKD. Penurunan aliran darah memicu
sistem renin angiotensin, menyebabkan hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat
mengakibatkan perubahan struktur pada arteriol di
seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi dinding pembuluh darah. Organ sasaran
utama adalah jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada
ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi lama
menyebabkan nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan
akibat langsung iskemia karena penyempitan lumen
10
pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan
arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan
atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak.
Terjadilah gagal ginjal kronik.
Gagal ginjal kronik sendiri sering menimbulkan
hipertensi. Sekitar 90% hipertensi bergantung pada
volume dan berkaitan dengan retensi air dan natrium,
sementara < 10% bergantung pada renin.
Tekanan darah adalah hasil perkalian dari curah
jantung dengan tahanan perifer. Pada gagal ginjal,
volum cairan tubuh meningkat sehingga meningkatkan
curah jantung. Keadaan ini meningkatkan tekanan darah.
Selain itu, kerusakan nefron akan memacu sekresi renin
yang akan mempengaruhi tahanan perifer sehingga
semakin meningkat.
Hipertensi pada penyakit ginjal dapat
terjadi pada penyakit ginjal akut maupun penyakit
ginjal kronik, baik pada kelainan glumerolus maupun
pada kelainan vaskular. Hipertensi pada penyakit ginjal
dapat dikelompokkan dalam :
1. Penyakit glumerolus akut Hipertensi
terjadi karena adanya retensi natrium yang
menyebabkan hipervolemik. Retensi natrium terjadi
karena adanya peningkatan reabsorbsi natrium di duktus
koligentes. Peningkatan ini dimungkankan abibat
adanya retensi relatif terhadap Hormon Natriuretik
Peptida dan peningkatan aktivitas pompa Na – K
– ATPase di duktus koligentes.
2. P e n y a k i t v a s k u l e r Pada keadaan ini terjadi
iskemi yang kemudian merangsang sistem rennin
angiotensin aldosteron.
3. G a g a l g i n j a l k r o n i k Hipertensi yang terjadi
karena adanya retensi natrium, peningkatan system
4. Renin Angiotensinogen Aldosteron
11
Akibat iskemi relatif karena kerusakan
regional,aktifitas saraf simpatik yang meningkat
akibat kerusakan ginjal, hiperparatiroidit sekunder,
dan pemberian eritropoetin.
5. Penyakit glumerolus kronik Sistem
Renin-Angiotensinogen-Aldoteron (RAA) merupakan satu
system hormonal enzimatik yang bersifat
multikompleks dan berperan dalm naiknya tekanan
darah, pangaturan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit
Dengan terjadinya kegagalan ginjal berpengaruh
terhadap nefron-nefron. Sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang
lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh akan mengalami hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat dan disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang
harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi sehingga berakibat diuresis osmotik
disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah
nefron yang rusak bertambah banyak maka oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-
kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian, nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah dari itu. (Barbara C Long, 1996)
Dengan menurunnya fungsi renal, maka produk akhir
metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah, sehingga Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
12
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Suddarth, 2001).
G. Komplikasi
a. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis
metabolik, katabolisme dan masukan diit berlebih.
b. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung
akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak
adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta
malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan
rentang usia sel darah merah.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi
fosfat, kadar kalsium serum rendah, metabolisme
vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
f. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis,
Neuropati perifer, Hiperuremia
H. Manifestasi Klinis
13
Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan
fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah
tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual
disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas
baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang
disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi
mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 :
1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -
angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif
dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial
oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah,
dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah
sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat
perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung
akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung
dan edema.
b. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum
kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan
dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan
pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
14
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga
selalu digerakan), burning feet syndrom (rasa
kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki),
tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot –
otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning –
kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal
akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi
menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan
metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan
vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam
dan basa biasanya retensi garam dan air tetapi
dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi anemia yang disebabkan karena
berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang
berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa
hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat
juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi (foto polos abdomen): besar ginjal;
apakah ada batu ginjal atau obstruksi.
b. Pielografi intravena (PIV) : menilai sitem
pelviokalises
c. Ultrasonografi (USG): menilai besar, bentuk ginjal,
kandung kemih, serta prostat.
15
d. Renogram: menilai fungsi ginjal kiri dan kanan.
e. Pemeriksaan radiologi jantung : mencari apakah ada
kardiomegali, efusi pericardial.
f. Pemeriksaan radiologi tulang : mencari
oesteodistrofi, metastasik
g. Pemeriksaan radiologi paru : mencari uremik lung
h. Pemeriksaan pielografi retergrad : bila dicurigai
obstruksi yang reversible
i. Elektrokardiograf : untuk melihat hipertrofi
ventrikel kiri
j. Biopsy ginjal
k. Pemeriksaan lab, LED, anemia, ureum dan kreatinin
meningkat, hemoglobin, hiponatremia, hiperkalemia,
hipokalsemia, hiperfosfatemia, peningkatan gula
darah, asidosis metabolok, HCo2 menurun, BE
menurun, dan PaCo2 menurun.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS & KEPERAWATAN
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.
Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea,
asam urat dan asam organik merupakan hasil pemecahan
protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah
jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein
yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk susu,
telur, daging) di mana makanan tersebut dapat
16
mensuplai asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan
sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam.
Kalori untuk mencegah kelemahan dari KH dan lemak.
Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis
mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah
sewaktu dialisa.
Hipertensi ditangani dengan medikasi anti
hipertensi kontrol volume intravaskule. Gagal jantung
kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan,
diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau
dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada
pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu
penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada
dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
Anemia pada CKD ditangani dengan epogen
(erytropoitin manusia rekombinan). Anemia pada pasaien
(Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti
malaise, keletihan umum dan penurunan toleransi
aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat terjadi
seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau
aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari kejang.
Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga
tahap :
Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet
protein, kalium, natrium, cairan
Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi,
obat-obat local & sistemik, anti hipertensi
Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi
a. Penatalaksanaan Medis
Dilakukan tindakan CAPD dengan insersi
catheter dengan peritoneuscope yaitu;
1) Persiapan: dipuasakan 4 jam, H-1 operasi pasien
harus defekasi dan bila obstipasi diberi
dulcolax, pagi hari sebelum operasi dipasang iv,
17
pasien di cukur rambutnya di kulit abdomen, dan
sebelum berangkat ke ruangan tindakan pasien
harus mengosongkan kandung kemih atau dipasang
folley catheter.
2) Prosedur operasi
Posisi trendelenberg
Buat marker di abdomen, desinfeksi dinding
abdomen, anetesi daerah insisi dengan
lidocaine 1%, kemudian insisi kulit sepanjang
3 cm.
Jaringan lemak dibuka tumpul sampai terlihat
fascia external, sambil pasien menahan nafas
masukan quill guide assembly posisi 30 derajat
kearah coccyx sampai menembus peritoneum
Tarik trocar, masukan air menggunakan syrine,
cek meniscus dan pergerakan air sesuai nafas
Hubungkan dengan selang insuflaor, masukan
udara sebanyak 1000-1500 ke dalam abdomen
Setelah insuflator dilepas masukan scope lewat
canula, arahkan ke rongga pelvic pastikan ada
space dan tidak ada adhesi pada pelvic,
pertahankan posisi quill dengan clem artei.
Canula dilepas dengan gerakan pelan berputar,
masukan dilator kecil dan besar setelah
sebelumnya dilubrikasi dengan lignocain gel.
Buat gerakan maju mundur, dilator besar
dipertahankan sambil mempersiapkan teckoff
catheter dimasukan lewat stylet
Catheter dilepas, pasang cuff implanter.
Pasien menahan adinding abdomen dan implanter
di dorong sampai cuff menembus fascia. Stylet
dan quill ditarik.
Kateter di test. Dibuat marker tempat exite
site, dilakukan anestesi sepanjang daerah
18
tunnel, tunneler dimasukan dan exite site
menuju daerah insisi lalu kateter disambungkan
menuju tunneler. Kateter dan tunneler ditarik
melewati exite site dan disambung dengan
extension catheter, posisi exite site 2 cm
dari kulit
Luka insisi di jahit
Operasi selesai
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Tentukan tatalaksana terhadap penyebab CKD
2) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan
dan garam
3) Diet tinggi kalori rendah protein
4) Kendalikan hipertensi
5) Jaga keseimbangan elektrolit
6) Mencega dan tatalaksana penyakit tulang akibat
CKD
7) Deteksi dini terhadap komplikasi
8) Kolaborasi dalam tindakan CAPD
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada
usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi
pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
b. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing,
gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas
berbau (ureum), gatal pada kulit.
c. Riwayat penyakit
1) Sekarang
19
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi
anafilaksis, renjatan kardiogenik.
2) Dahulu
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi
saluran kemih, payah jantung, hipertensi,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign
Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
3) Keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
d. Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan
lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam
(Kussmaul), dyspnea.
e. Pemeriksaan Fisik :
1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala:
Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal,
batuk dengan/tanpa sputum, kental dan banyak.
Tanda:
Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk
produktif dengan / tanpa sputum.
2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala:
Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi
nyeri dada atau angina dan sesak nafas, gangguan
irama jantung, edema.
Tanda
Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum,
piting pada kaki, telapak tangan, Disritmia
jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik,
friction rub perikardial, pucat, kulit coklat
kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.
3) Persyarafan (B 3 : Brain)
20
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis,
letargi, somnolent sampai koma.
4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Gejala:
Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit
(kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua
dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria
(gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau
konstipasi.
Tanda:
Perubahan warna urine, (pekat, merah,
coklat, berawan) oliguria atau anuria.
5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor
uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare
6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala:
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot,
nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), kulit
gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda:
Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur
tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit,
jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
f. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi
perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal
ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang
negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk
21
tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan
yang lama, oleh karena itu perlu adanya
penjelasan yang benar dan mudah dimengerti
pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit
pada rongga mulut, intake minum yang kurang. dan
mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan
berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu
hati, mual muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan
diuretic, Gangguan status mental, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut
tipis, kuku rapuh.
3) Pola Eliminasi
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari),
warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat
kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria,
anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung,
diare atau konstipasi, Perubahan warna urine,
(pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau
anuria.
4) Pola tidur dan Istirahat
Gelisah, cemas, gangguan tidur.
5) Pola Aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas
menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan
otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
6) Pola hubungan dan peran
22
Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu
bekerja, mempertahankan fungsi peran).
7) Pola sensori dan kognitif
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung
mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien
mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak,
klien mengalami disorientasi/ tidak.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh
akan menyebabkan penderita mengalami gangguan
pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem).
9) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem
pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme. Penurunan libido,
amenorea, infertilitas.
10) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan
penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan
tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan,
mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan klien tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada
harapan, tak ada kekuatan. Menolak, ansietas,
23
takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik
dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah
maupun mempengaruhi pola ibadah klien
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000),
diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD
adalah:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban
jantung yang meningkat
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan
tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan
hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui
alkalosis respiratorik
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
pruritis
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi
jaringan yang tidak adekuat, keletihan
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi
informasi.
3. Intervensi Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban
jantung yang meningkat
Tujuan:
24
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan
kriteria hasil : mempertahankan curah jantung
dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung
dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak
teratur
Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan
pada sistem aldosteron-renin-angiotensin
(disebabkan oleh disfungsi ginjal)
Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi,
rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap
aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan
tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa
kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada
edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
Kaji status cairan dengan menimbang BB
perhari, keseimbangan masukan dan haluaran,
turgor kulit tanda-tanda vital. Batasi masukan
cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal,
haluaran urin, dan respon terhadap terapi
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
pembatasan cairan
25
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan
keluarga dalam pembatasan cairan
Anjurkan pasien/ajari pasien untuk mencatat
penggunaan cairan terutama pemasukan dan
haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan
output
c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang
adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB
stabil
Intervensi:
Awasi konsumsi makanan/cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin
endogen yang dapat mengubah atau menurunkan
pemasukan dan memerlukan intervensi
Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan
masukan makanan
Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat
selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan
aspek social
Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral
dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat
mempengaruhi masukan makanan
d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan
hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui
alkalosis respiratorik
26
1) Tujuan: Pola nafas kembali normal/stabil
2) Intervensi:
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan secret
Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan
aliran O2
Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah
terjadinya sesak atau hipoksia
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
pruritis
1) Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan
kriteria hasil :
Mempertahankan kulit utuh
Menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah
kerusakan kulit
2) Intervensi:
Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,
turgor, vaskuler, perhatikan kadanya
kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau
kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan
dekubitus/infeksi.
Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan
membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi
berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan
integritas jaringan
Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak/robek
Ubah posisi sesering mungkin
27
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan
dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko
kerusakan kulit
28
PATOFISIOLOGI NURSING PATHWAY
sekresi eritropoitis turun
produksi Hb turunsuplai nutrisi dalam darah turun
Resiko gangguan nutrisi
gangguan nutrisioksihemoglobin turun
suplai O2 kasar turunGangguan perfusi
jaringan
perfusi jaringan
intoleransi aktivitas
retensi Na
total CES naik
tek. kapiler naik
vol. interstisial naik
edema
(kelebihan volume cairan)preload naik
beban jantung naik
hipertrofi ventrikel kiri
payah jantung kiri bendungan atrium kiri naik
tek. vena pulmonalis
kapiler paru naik
edema paru
gang. pertukaran gas
COP turun
aliran darah ginjal turun
RAA turun
retensi Na & H2O naik
kelebihan vol. cairan
suplai O2 jaringan turun
metab. anaerob
timb. as. laktat naik
- fatigue
- nyeri sendi
intoleransi aktivitas
suplai O2 ke otak turun
syncope
(kehilangan kesadaran)
sekresi protein terganggu
sindrom uremia
perpospatemia
pruritis
Gangguan integritas kulit
integritas kulit
gang. keseimbangan asam - basa
prod. asam naik
as. lambung naik
urokrom tertimbun di kulit
perubahan warna kulit
resiko gangguan nutrisi
nausea, vomitus iritasi lambung
infeksi perdarahan
gastritis
mual, muntah
- hematemesis
- melenaanemia
Seluruh nefron rusak
GGK
Gangguan vaskuler (HT)
arteriosklerosis
Gangguan dalam menyaring produksi limbah (hiperfiltrasi)
suplai darah ginjal turun
Kerusakan pembuluh darah ginjal