LAPORAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN
TRIWULAN III TAHUN 2019
DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, FARMASI, DAN TEKSTIL
OKTOBER 2019
i
KATA PENGANTAR
Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan merupakan wujud kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pencapaian misi dan tujuan instansi pemerintah dalam rangka perwujudan penyelenggaraan tugas umum pemerintah dan pembangunan secara baik dan benar (good governance).
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, diinstruksikan agar setiap instansi pemerintah setiap tahun anggaran menyampaikan Laporan Triwulanan yang bertujuan untuk meningkatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pemerintahan yang lebih berdaya guna, bersih, dan bertanggung jawab dalam rangka pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi.
Dengan berakhirnya triwulan III tahun 2019, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Ditjen IKFT) menyusun Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Triwulan III Tahun 2019 yang mencakup Tugas Pokok dan Fungsi, Program/Kegiatan, Sasaran dan Indikator Kinerja, serta Analisis Capaian Kinerja yang menggambarkan tugas pokok dan fungsi dalam rangka pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan. Disamping itu, Laporan ini disusun sebagai bahan masukan bagi Ditjen IKFT guna meningkatkan kinerja di masa mendatang.
Jakarta , Oktober 2019 Plt. Direktur Jenderal
Ttd.
Abdul Rochim
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................................................. ii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 1.1 Tugas Pokok dan Fungsi .................................................................................. 1 1.2 Latar Belakang Program .................................................................................. 5 1.3 Struktur Organisasi ............................................................................................ 8
II. RENCANA PROGRAM/KEGIATAN ........................................................................ 10 2.1 Program/Kegiatan Tahun Anggaran 2019 ............................................... 10 2.2 Sasaran dan Indikator Kinerja ....................................................................... 13
III. PELAKSANAAN KEGIATAN ...................................................................................... 18 3.1 Hasil yang Telah Dicapai .................................................................................. 18 3.2 Analisis Capaian Kinerja .................................................................................. 19 3.3 Hambatan dan Kendala Pelaksana ............................................................... 32 3.4 Langkah Tindak Lanjut ..................................................................................... 32
IV. PENUTUP ......................................................................................................................... 33
1
BAB I
P E N D A H U L U A N
1.1. Tugas Pokok dan Fungsi
Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2018
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2015 tentang
Kementerian Perindustrian, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan
Tekstil (Ditjen IKFT) mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri,
peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa
industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri
strategis dan industri hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam
negeri pada industri kimia hulu, industri kimia hilir, industri farmasi, industri
semen, industri keramik, dan industri pengolahan bahan galian nonlogam,
serta industri tekstil, industri kulit dan industri alas kaki. Dalam melaksanakan
tugas tersebut, Ditjen IKFT menyelenggarakan fungsi:
1. perumusan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur
industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi
industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri,
pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan
penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri
kimia hilir, industri farmasi, industri semen, industri keramik, dan
industri pengolahan bahan galian nonlogam, serta industri tekstil,
industri kulit, dan industri alas kaki;
2. pelaksanaan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur
industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi
industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri,
pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan
penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri
kimia hilir, industri farmasi, industri semen, industri keramik, dan
industri pengolahan bahan galian nonlogam, serta industri tekstil,
industri kulit, dan industri alas kaki;
2
3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing,
pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri,
standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri
strategis dan industri hdau, serta peningkatan penggunaan produk dalam
negeri pada industri kimia hulu, industri kimia hilir, industri farmasi,
industri semen, industri keramik, dan industri pengolahan bahan galian
nonlogam, serta industri tekstil, industri kulit, dan industri alas kaki;
4. pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan
kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri,
peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri
dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri,
pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan
penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri
kimia hilir, industri farmasi, industri semen, industri keramik, dan
industri pengolahan bahan galian nonlogam, serta industri tekstil,
industri kulit, dan industri alas kaki;
5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pendalaman dan
penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan
iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri,
teknologi induski, pengembangan industri strategis dan industri hijau,
serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia
hulu, industri kimia hilir, industri farmasi, industri semen, industri
keramik, dan industri pengolahan bahan galian nonlogam, serta industri
tekstil, industri kulit, dan industri alas kaki;
6. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi,
dan Tekstil; dan
7. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil memiliki 5
(lima) unit kerja, yaitu Direktorat Industri Kimia Hulu, Direktorat Industri
Kimia Hilir dan Farmasi, Direktorat Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki,
3
Direktorat Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam, serta
Sekretariat Direktorat Jenderal. Masing-masing direktorat tersebut
mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Direktorat Industri Kimia Hulu (Dit. IKHU)
Tugas : melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk
pembangunan industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran
industri, pembangunan sumber daya industri, pembangunan sarana dan
prasarana industri, pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan
industri, perizinan industri, penanaman modal dan fasilitas industri, serta
kebijakan teknis pengembangan industri di bidang industri kimia hulu.
Dit. IKHU memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis
komoditas dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :
a. Sub Direktorat Industri Kimia Organik
b. Sub Direktorat Industri Kimia Anorganik
c. Sub Direktorat Industri Kimia Hulu Lainnya
d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Kimia Hulu
e. Sub Bagian Tata Usaha
2. Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi (Dit. IKHF)
Tugas : Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi mempunyai tugas
melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk pembangunan
industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran industri,
pembangunan sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana
industri, pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri,
perizinan industri, penanaman modal dan fasilitas industri serta kebijakan
teknis pengembangan industri di bidang industri kimia hilir dan farmasi.
Dit. IKHF memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis
komoditas dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :
a. Sub Direktorat Industri Plastik dan Karet Hilir
b. Sub Direktorat Industri Farmasi dan Kosmetik
c. Sub Direktorat Industri Kimia Hilir Lainnya
4
d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Kimia Hilir dan
Farmasi
e. Sub Bagian Tata Usaha
3. Direktorat Industri Teksil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka (Dit. ITKAA)
Tugas : melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk
pembangunan industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran
industri, pembangunan sumber daya industri, pembangunan sarana dan
prasarana industri, pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan
industri, perizinan industri, penanaman modal dan fasilitas industri, serta
kebijakan teknis pengembangan industri di bidang industri tekstil, kulit,
alas kaki, dan aneka.
Dit. ITKAA memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis
komoditas dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :
a. Sub Direktorat Industri Tekstil
b. Sub Direktorat Industri Pakaian Jadi dan Produk Tekstil Lainnya
c. Sub Direktorat Industri Kulit, Alas Kaki dan Aneka
d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Teksil, Kulit, Alas
Kaki dan Aneka
e. Sub Bagian Tata Usaha
4. Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian
Nonlogam (Dit. ISKBGNL)
Tugas : Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian
Nonlogam mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan
rencana induk pembangunan industri nasional, kebijakan industri
nasional, penyebaran industri, pembangunan sumber daya industri,
pembangunan sarana dan prasarana industri, pemberdayaan,
pengamanan dan penyelamatan industri, perizinan industri, penanaman
modal dan fasilitas industri serta kebijakan teknis pengembangan industri
di bidang industri semen, keramik, dan pengolahan bahan galian
nonlogam.
5
Dit. ISKBGNL memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis
komoditas dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :
a. Sub Direktorat Industri Semen dan Barang Dari Semen
b. Sub Direktorat Industri Keramik dan Kaca
c. Sub Direktorat Industri Pengolahan Bahan Galian Nonlogam lainnya
d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Semen, Keramik, dan
Pengolahan Bahan Galian Nonlogam
e. Sub Bagian Tata Usaha
5. Sekretariat Direktorat Jenderal (Setditjen)
Tugas : melaksanakan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh
satuan organisasi di lingkungan organisasi Ditjen IKFT.
Setditjen memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan
fungsinya, yaitu sebagai berikut :
a. Bagian Program, Evaluasi, dan Pelaporan
b. Bagian Hukum dan Kerjasama
c. Bagian Keuangan
d. Bagian Kepegawaian dan Umum
1.2. Latar Belakang Program
Saat ini pengembangan industri dihadapkan pada masalah internal
sektor dan eksternal ekonomi. Masalah internal pertama adalah populasi
usaha industri dimana postur populasi industri kurang kuat karena industri
berskala besar dan sedang kurang dari 1 persen, padahal usaha industri inilah
yang berpotensi mampu memberikan kesejahteraan hidup bagi pelaku dan
tenaga kerjanya, serta memberikan kontribusi (share) Produk Domestik Bruto
(PDB) yang besar. Masalah kedua menyangkut struktur industri nasional yang
belum kokoh dilihat dari (1) penguasaan usaha/pasar; (2) keterkaitan antara
industri besar dengan industri kecil dan menegah (IKM); dan (3) keterkaitan
hulu-hilir. Masalah ketiga menyangkut produktivitas, yaitu besarnya nilai
tambah yang diciptakan oleh setiap tenaga kerja industri yang masih rendah.
6
Sementara itu, permasalahan eksternal industri mencakup (1) ketersediaan
dan kualitas infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik,
pasokan gas) yang belum memadai; (2) pengawasan barang-barang impor
yang belum mampu menghentikan peredaran barang impor ilegal di pasar
domestik; (3) hubungan industrial dalam perburuhan belum terbangun
dengan baik; (4) masalah kepastian hukum; dan (5) suku bunga perbankan
yang masih tinggi.
Pemanfaatan potensi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil
tahun 2015 – 2019 dapat dilihat dari berbagai aspek terutama permasalahan
regulasi, yaitu aspek dinamika sektor industri, perjanjian kerjasama ekonomi
dengan Negara lain dan kebijakan otonomi daerah. Dinamika sektor industri
mencakup perubahan jumlah dan penduduk, serta peningkatan kesejahteraan
penduduk mendorong sektor industri untuk dapat tumbuh lebih tinggi dari
pertumbuhan PDB Nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
akses pasar, dan potensi energi Sumber Daya Alam. Sementara itu, kerjasama
dengan para stakeholder bermanfaat untuk memperluas akses pasar bagi
produk industri nasional.
Dalam rangka menanggulangi berbagai tantangan pengembangan
industri, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun
2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dimana arah pembangunan industri
ditujukan untuk :
1. Menciptakan kesempatan kerja dalam jumlah besar
Seluruh upaya pembangunan industri diorientasikan untuk membangun
daya saing dan pengembangan industri guna menciptakan lapangan kerja
yang sebesar-besarnya.
2. Melanjutkan program revitalisasi, konsolidasi, dan restrukturisasi industri
Memulihkan industri yang terkena dampak krisis dengan prioritas pada
industri dengan periode pemulihan cepat melalui program revitalisasi,
konsolidasi, dan restrukturisasi industri.
3. Mengoptimalkan pasar dalam negeri dan mendayagunakan potensi dalam
negeri
7
Merupakan sebuah upaya integral yang dimotori oleh pemerintah untuk
membangkitkan nasionalisme konsumsi produksi dalam negeri agar dalam
jangka panjang mampu membangun dan memperkuat basis produksi dan
kemampuan ekspor.
4. Meningkatkan daya saing
Menggalakkan program efisiensi biaya produksi di semua komponen biaya,
baik yang langsung maupun tak langsung, serta menerapkan standarisasi.
Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Ditjen IKFT)
merupakan salah satu satuan kerja unit Eselon I dalam struktur organisasi
Kementerian Perindustrian. Ditjen IKFT saat ini membina sektor industri
kimia dasar (petrokimia, batubara, garam), industri kimia hilir dan farmasi
(karet, semen, keramik, kosmetik, plastik, farmasi), industri tekstil dan produk
tekstil (pakaian jadi, alas kaki, barang kulit). Industri Kimia, Farmasi, dan
Tekstil merupakan sektor industri yang bercirikan padat modal, padat
teknologi, padat karya, memiliki keterkaitan tinggi mulai dari hulu hingga hilir,
dan menjadi komoditas ekspor penghasil devisa negara.
Untuk membangun daya saing industri yang berkelanjutan, Ditjen IKFT
telah menetapkan program jangka menengah dengan tema utama
“Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil”. Untuk
itu, Ditjen IKFT memprioritaskan pendekatan restrukturisasi, pengembangan
sektor industri dan kawasan, serta peningkatan SDM industri. Selanjutnya
fungsi pelaksanaan kebijakan diimplementasikan melalui pembinaan baik
langsung maupun tidak langsung terhadap para pelaku industri melalui
berbagai bantuan dibidang standarisasi, mutu, teknologi, iklim usaha
(kebijakan dan perlindungan kepada pelaku pasar), pengembangan sistem dan
jaringan informasi ekspor, serta perluasan pasar. Program kegiatan tersebut
mencakup pengembangan industri yang berdaya saing global dan berbasis
sumberdaya alam lokal, serta pengembangan ekspor yang diarahkan pada
peningkatan ekspor non migas dalam upaya memenuhi kebutuhan devisa.
Seluruh program kegiatan diatas bersifat aspiratif, fasilitatif, dan
akomodatif yang dilaksanakan sepanjang periode jangka menengah tahun
8
2015 - 2019 dengan berpedoman pada dokumen-dokumen perencanaan dan
evaluasi. Untuk memantau capaian sasaran dan tujuannya, Ditjen IKFT
melaporkan realisasi anggaran dan kinerjanya melalui dokumen Laporan
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan sebagaimana
diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
Dokumen tersebut memuat sasaran dan target kinerja beserta program
kegiatan sebagaimana dituangkan dalam dokumen Perjanjian Kinerja.
1.3. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan
Tekstil masih menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
35 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian,
yakni struktur organisasi satuan kerja unit Eselon II yang terdiri dari :
1. Direktorat Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki;
2. Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi;
3. Direktorat Industri Kimia Hulu;
4. Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian
Nonlogam;
5. Sekretariat Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil.
9
Gambar 1.1
BAGAN ORGANISASI DITJEN IKFT
10
BAB II
RENCANA PROGRAM/KEGIATAN
2.1. Program/Kegiatan Tahun Anggaran 2019
Pada tahun anggaran 2019 Ditjen IKFT melaksanakan Program Penumbuhan
dan Pengembangan Industri Kimia, Tekstil dan Aneka. Untuk mencapai kinerja
tersebut, Ditjen IKFT memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp. 123.079.282.000,-
(Seratus dua puluh tiga miliar tujuh puluh sembilan juta dua ratus delapan puluh dua
ribu rupiah) yang dialokasikan untuk 9 (sembilan) kegiatan yaitu:
1. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki sebesar
Rp. 5.558.044.000,- (Lima miliar lima ratus lima puluh delapan juta empat puluh
empat ribu rupiah);
2. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hilir dan Farmasi sebesar Rp.
9.140.713.000,- (Sembilan miliar seratus empat puluh juta tujuh ratus tiga belas
ribu rupiah);
3. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hulu sebesar Rp.
14.116.971.000,- (Empat belas miliar seratus enam belas juta Sembilan ratus
tujuh puluh satu ribu rupiah);
4. Penyusunan dan Evaluasi Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri
Kimia, Farmasi dan Tekstil sebesar Rp. 32.537.098.000,- (Tiga puluh dua miliar
lima ratus tiga puluh tujuh juta sembilan puluh delapan ribu rupiah).
5. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Semen, Keramik dan Pengolahan
Bahan Galian Nonlogam sebesar Rp. 8.373.656.000,- (Delapan miliar tiga ratus
tujuh puluh tiga juta enam ratus lima puluh enam ribu rupiah)
6. Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hilir dan Farmasi sebesar Rp.
26.261.702.000,- (Dua puluh enam miliar dua ratus enam puluh satu juta tujuh
ratus dua ribu rupiah)
7. Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hulu sebesar Rp. 300.000.000,-
(Tiga ratus juta rupiah)
8. Peningkatan Kompetensi SDM Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan
Galian Nonlogam sebesar Rp. 352.800.000,- (Tiga ratus lima puluh dua juta
delapan ratus ribu rupiah)
11
9. Peningkatan Kompetensi SDM Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki sebesar Rp.
26.438.298.000,- (Dua puluh enam miliar empat ratus tiga puluh delapan juta
dua ratus Sembilan puluh delapan ribu rupiah)
Anggaran Ditjen IKFT tersebut digunakan untuk melaksanakan 5 (lima)
output Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki
sebesar; 5 (lima) output Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hilir dan
Farmasi; 8 (delapan) output Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hulu; 4
(empat) output Penyusunan dan Evaluasi Program Penumbuhan dan Pengembangan
Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil; 8 (delapan) output Penumbuhan dan
Pengembangan Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam; 3
(tiga) output Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hilir dan Farmasi; 1 (satu)
output Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hulu; 1 (satu) output
Peningkatan Kompetensi SDM Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan
Galian Nonlogam; dan 3 (lima) output Peningkatan Kompetensi SDM Industri Tekstil,
Kulit, dan Alas Kaki.
Secara rinci, output dan komponen tahun 2019 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Kegiatan, Output dan Anggaran Tahun 2019
KODE OUTPUT / RINCIAN AKUN PAGU
6 Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil
123.079.282.000
1875 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki
5.558.044.000
1875.019 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Mendorong Iklim Investasi
Industri Tekstil, Kulit Dan Alas Kaki
500.000.000
1875.023 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Mendorong Peningkatan
Daya Saing Industri Tekstil, Kulit Dan Alas Kaki
500.000.000
1875.024 Rancangan Standar Nasional Indonesia (rsni) Industri Tekstil, Kulit
Dan Alas Kaki
2.505.363.000
1875.038 Branding Produk Garmen, Fashion Dan Alas Kaki 1.252.681.000
1875.039 Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan Dan Tata Usaha 800.000.000
1876 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hilir dan
Farmasi
9.140.713.000
12
1876.015 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Mendorong Iklim Investasi
Industri Kimia Hilir
1.560.381.000
1876.019 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Dan
Produktivitas Industri Kimia Hilir
1.492.300.000
1876.020 Rancangan Standar Nasional Indonesia Industri Kimia Hilir 1.703.647.000
1876.032 Branding Produk Industri Kimia Hilir 1.377.950.000
1876.034 Perusahaan Industri Obat Tradisional Yang Direvitalisasi 3.006.435.000
1877 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hulu 14.116.971.000
1877.026 Otoritas Nasional Senjata Kimia (prioritas Nasional) 1.503.218.000
1877.030 Rancangan Standar Nasional Indonesia Sektor Industri Kimia Hulu
(prioritas Nasional)
551.180.000
1877.031 Regulasi Sni Wajib Sektor Industri Kimia Hulu (prioritas Nasional) 100.215.000
1877.041 Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Pupuk Dan Pestisida
(prioritas Nasional)
1.027.199.000
1877.042 Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Garam Industri (prioritas
Nasional)
751.609.000
1877.043 Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Bahan Baku Obat
(prioritas Nasional)
1.252.681.000
1877.044 Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Petrokimia (prioritas
Nasional)
351.179.000
1877.045 Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan Dan Tata Usaha 8.579.690.000
1879 Penyusunan dan Evaluasi Program Penumbuhan dan
Pengembangan Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil
32.537.098.000
1879.012 Strategi Penumbuhan Dan Pengembangan Daya Saing Sektor Ikft 1.503.218.000
1879.950 Layanan Dukungan Manajemen Eselon I 8.171.534.000
1879.951 Layanan Sarana Dan Prasarana Internal 533.860.000
1879.994 Layanan Perkantoran 22.328.486.000
4910 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hilir dan Farmasi 26.261.702.000
4910.001 Sdm Industri Kimia Hilir Dan Farmasi Yang Dilatih 13.761.702.000
4910.002 Bimbingan Teknis Cpotb, Cpob Dan Cpkb Kepada Industri Obat,
Kosmetik Dan Obat Tradisional
2.500.000.000
4910.003 Pilot Project Industri 4.0 Di Sektor Industri Kimia Hilir Dan Farmasi 10.000.000.000
4911 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hulu 300.000.000
4911.001 Fasilitasi Penyusunan Rskkni Industri Kimia Hulu 300.000.000
4912 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Semen, Keramik dan
Pengolahan Bahan Galian Nonlogam
352.800.000
4912.001 Fasilitasi Penyusunan Rskkni Industri Semen, Keramik, Dan
Pengolahan Bahan Galian Nonlogam
352.800.000
13
4913 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Tekstil, Kulit, dan Alas
Kaki
26.438.298.000
4913.001 Implementasi Making Indonesia 4.0 Sektor Tekstil Dan Busana 10.000.000.000
4913.002 Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (rskkni)
Industri Tekstil, Kulit Dan Alas Kaki
1.240.000.000
4913.003 Sdm Industri Tekstil, Kulit Dan Alas Kaki Yang Mengikuti Diklat 15.198.298.000
5881 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Semen, Keramik dan
Pengolahan Bahan Galian Nonlogam
8.373.656.000
5881.001 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Mendorong Iklim Investasi
Industri Bahan Galian Nonlogam
857.032.000
5881.004 Pilot Project Industri Bahan Galian Non Logam (prioritas Nasional) 800.000.000
5881.005 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Dan
Produktifitas Industri Bahan Galian Nonlogam (prioritas Nasional)
1.748.380.000
5881.006 Rancangan Standar Nasional Indonesia Industri Bahan Galian
Nonlogam
1.296.714.000
5881.007 Sni Wajib Industri Bahan Galian Nonlogam 493.500.000
5881.008 Perusahaan Industri Bahan Galian Nonlogam Yang Menerapkan
Standar Mutu
894.588.000
5881.009 Perusahaan Industri Bahan Galian Nonlogam Yang Diawasi Dalam
Rangka Penerapan Sni Wajib
463.992.000
5881.951 Layanan Internal (overhead) 1.819.450.000
T O T A L 123.079.282.000
2.2. Sasaran Kegiatan dan Indikator Kinerja Kegiatan
Dalam rangka pencapaian misi, visi, tujuan dan sasaran Ditjen IKFT, maka
dalam kebijakan Ditjen IKFT disusun 4 (lima) sasaran strategis menurut
perspektif pemangku kepentingan dan perspektif proses internal yang akan
dicapai dengan Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS), sebagaimana yang
diuraikan berikut:
14
1. Perspektif Pemangku Kepentingan
a. Sasaran Strategis 1 : Meningkatnya populasi dan persebaran industri
Meningkatnya populasi dan persebaran industri kimia, farmasi,
dan tekstil diindikasikan dengan peningkatan jumlah unit industri kimia,
farmasi, dan tekstil serta nilai investasi di sektor industri kimia, farmasi,
dan tekstil. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran
strategis ini adalah:
1). Unit industri kimia, farmasi, dan tekstil besar sedang yang tumbuh.
2). Nilai investasi di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil.
b. Sasaran Strategis 2 : Meningkatnya daya saing dan
produktivitas sektor industri
Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri
dimaksudkan untuk meningkatkan penjualan produk dalam negeri
dibandingkan dengan seluruh pangsa pasar baik dalam negeri maupun
luar negeri. Peningkatan daya saing dan produktivitas dilakukan melalui
pengembangan inovasi dan penguasaan teknologi industri yang bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing dan
kemandirian industri nasional. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS)
dari sasaran strategis ini adalah:
1). Kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan tekstil
terhadap ekspor nasional.
2). Produktivitas SDM industri kimia, tekstil dan aneka.
Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dalam perspektif pemangku
kepentingan merupakan Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal
Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil.
15
2. Perspektif Proses Internal
a. Sasaran Strategis 1 : Tersedianya kebijakan pembangunan industri
kimia, farmasi, dan tekstil yang efektif
Sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian, peran pemerintah dalam mendorong kemajuan sektor
industri ke depan dilakukan secara terencana serta disusun secara
sistematis dalam suatu dokumen perencanaan dan kebijakan-kebijakan
yang mendukung tercapainya rencana tersebut. Indikator kinerja sasaran
strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah:
1). Peraturan perundangan yang diselesaikan di lingkungan Ditjen IKFT
b. Sasaran Strategis 2 : Terselenggaranya urusan pemerintahan di
bidang perindustrian yang adil, berdaya saing dan berkelanjutan
Standardisasi industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing
industri dan produktivitas dalam rangka penguasaan pasar dalam negeri
maupun ekspor.
Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah:
1). Infrastruktur kompetensi yang terbentuk.
2). Infrastruktur standar produk yang terbentuk
Rencana Strategis Ditjen IKFT Tahun 2015 – 2019, target capaian sasaran
strategis adalah sebagai berikut:
16
Tabel 2.1
Sasaran Strategis Tahun 2019 di Rencana Strategis 2015-2019
Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja
Satuan Target
2015 2016 2017 2018 2019
(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Meningkatnya populasi industri kimia, tekstil dan aneka
- Jumlah unit industri kimia, tekstil, dan aneka
Unit 576 752 753 922 1001
- Nilai investasi PMDN dan PMA sektor industri kimia, tekstil, dan aneka
Rp triliun 93,41 105,51 109,72 135,61 166,60
Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri kimia, tekstil dan aneka
- Kontribusi ekspor produk industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap ekspor nasional
Persen 23,74 25,79 25,87 26,19 26,31
- Produktivitas dan kemampuan SDM industri
Juta Rupiah/
orang per tahun
286,3 308,4 336,8 372,9 409,8
Berdasarkan sasaran strategis diatas, Ditjen IKFT menyusun Rencana
Kinerja Tahun 2019 yang disusun dalam rangka pencapaian target jangka
menengah disertai beberapa penyesuaian. Hal ini dikarenakan pada
perkembangannya Rencana Strategis Ditjen IKFT mengalami beberapa review
yang dipengaruhi oleh kondisi iklim bisnis. Rencana Kinerja Ditjen IKFT Tahun
2019 memuat beberapa indikator kinerja yang ditetapkan berdasarkan perspektif
pemangku kepentingan dan pelaksanaan tupoksi. Rencana kinerja tersebut adalah
sebagai berikut:
17
Tabel 2.2
Rencana Kinerja Ditjen IKFT Tahun 2018
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target
Perspektif Pemangku Kepentingan / Stakeholder (S)
1 Meningkatnya populasi industri
Jumlah unit industri kimia, tekstil, dan aneka
Unit 768
Nilai investasi PMDN dan PMA sektor industri kimia, tekstil, dan aneka
Rp triliun 150,7 – 160,3
2 Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri
Kontribusi ekspor produk industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap ekspor nasional
Persen 26,15 – 26,19
Produktivitas dan kemampuan SDM industri
Juta Rupiah/ orang per tahun
372,5
3 Tersedianya kebijakan pembangunan industri yang efektif
Jumlah Peraturan Perundangan
Perpres/ PP/ Permen/ Perdirjen
7
4 Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang adil, berdaya saing dan berkelanjutan
Produk industri yang tersertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)
Sertifikat 350
Infrastruktur kompetensi yang terbentuk
RSKKNI 4
Dalam rangka mewujudkan Rencana Kinerja Ditjen IKFT Tahun 2019, maka
Ditjen IKFT menyusun Perjanjian Kinerja Tahun 2019 sebagai acuan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi. Perjanjian Kinerja Ditjen IKFT Tahun 2019
disajikan dalam tabel berikut:
18
Tabel 2.3
Perjanjian Kinerja Ditjen IKFT Tahun 2019
No. Sasaran Strategis
(SS) Indikator Kinerja Utama
(IKU) Target Satuan
Perspektif Pemangku Kepentingan
1. Meningkatnya populasi dan persebaran industri
1. Unit industri kimia, farmasi, dan tekstil besar sedang yang tumbuh
447 - 491
Unit
2. Nilai investasi di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil
149,70 Rp Triliun
2. Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri
1. Kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan tekstil terhadap ekspor nasional
23,20 Persen
2. Produktivitas dan kemampuan SDM industri kimia, farmasi, dan tekstil
219,00 Rp. Juta
Perspektif Proses Bisnis Internal
1. Tersedianya kebijakan pembangunan industri kimia, tekstil, dan aneka yang efektif
1. Peraturan perundangan yang diselesaikan di lingkungan Ditjen IKFT
2 PP/ Perpres/ Permen
2. Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan
1. Infrastruktur kompetensi yang terbentuk
4 RSKKNI
2. Infrastruktur standar produk yang terbentuk
34 RRegulasi SNI/ SNI
Wajib
Dokumen Perjanjian Kinerja diatas merupakan pernyataan komitmen
pimpinan Ditjen IKFT untuk menghasilkan kinerja pengembangan sektor Industri
Kimia, Tekstil, dan Aneka sesuai target yang ditetapkan. Oleh karena itu,
pencapaiannya perlu dilaporkan dalam Laporan Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan secara triwulanan.
19
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1. Hasil Yang Telah Dicapai
Pencapaian dari masing-masing kegiatan sesuai dengan perjanjian
kinerja tahun 2019 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1
Realisasi Perjanjian Kinerja Ditjen IKFT Triwulan II Tahun 2019
No Sasaran Strategis
(SS) Indikator Kinerja Utama
(IKU) Satuan Target Realisasi
Perspektif Pemangku Kepentingan
1. Meningkatnya populasi dan persebaran industri
1. Unit industri kimia, farmasi, dan tekstil besar sedang yang tumbuh
Unit 447 - 491
345
2. Nilai investasi di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil
Rp Triliun 149,70 54,39
2. Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri
1. Kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan tekstil terhadap ekspor nasional
Persen 23,20 19,56
2. Produktivitas dan kemampuan SDM industri kimia, farmasi, dan tekstil
Rp. Juta 219,00 250,9
Perspektif Proses Bisnis Internal
1. Tersedianya kebijakan pembangunan industri kimia, farmasi, dan tekstil yang efektif
1. Peraturan perundangan yang diselesaikan di lingkungan Ditjen IKFT
PP/ Perpres/ Permen
2 -
2.
Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan
1. Infrastruktur kompetensi yang terbentuk
RSKKNI 4 -
2. Infrastruktur standar produk yang terbentuk
RRegulasi SNI/ SNI
Wajib
34 29
20
3.2. Analisis Capaian Kinerja
Penilaian atas pelaksanaan tugas Ditjen IKFT dilakukan melalui
pengukuran kinerja yang sebelumnya telah ditetapkan dengan Perjanjian
Kinerja 2019. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan
atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan
sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi
dan misi Pembangunan Industri Nasional.
Analisis dan evaluasi akuntabilitas akan menjabarkan hasil evaluasi
capaian indikator-indikator kinerja Ditjen IKFT menurut sasaran yang
tertuang dalam Penetapan Kinerja secara lebih terperinci dalam
menggambarkan perkembangan setiap sasaran dan indikator-indikatornya
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel. 3.2
Sasaran I : Meningkatnya populasi dan persebaran industri
No. Sasaran
Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama
(IKU) Satuan Target Realisasi
Perspektif Pemangku Kepentingan
1. Meningkatnya populasi dan persebaran industri
1. Unit industri kimia, farmasi, dan tekstil besar sedang yang tumbuh
Unit 447 - 491
345
2. Nilai investasi di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil
Rp Triliun 149,70 54,39
Sasaran ini merupakan turunan dari RPJMN Tahun 2015 - 2019
dimana target industri yang tumbuh selama lima tahun adalah 9000 industri.
Target tersebut bila di-cascade tiap tahunnya dan untuk tiga direktorat
jenderal teknis di Kementerian Perindustrian maka target Ditjen IKFT tahun
2019 adalah 447 - 491 unit. Realisasi sampai dengan triwulan ini sebesar
345 unit, namun angka ini merupakan prognosa hasil perhitungan tenaga
ahli. Unit industri yang tumbuh ini besar pengaruhnya terhadap
pertumbuhan industri tersebut. Meski dampak dari perlambatan ekonomi
dunia masih terasa mempengaruhi pertumbuhan industri, namun perkiraan
21
industri yang telah terbangun di triwulan III Tahun 2019 cukup baik. Rincian
realisasi sebagai berikut, industri tekstil, kulit, dan alas kaki tumbuh 97 unit
industri; Industri kimia hilir dan farmasi tumbuh 141 unit industri; industri
semen, keramik dan pengolahan bahan galian nonlogam tumbuh 49 unit
industri; dan industri kimia hulu tumbuh 58 unit industri.
Salah satu faktor tumbuhnya industri ialah adanya investasi baru
ataupun perluasan pada industri tersebut. Investasi dibagi menjadi dua
yakni penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Data
investasi yang dimiliki Ditjen IKFT berasal dari Laporan Kegiatan
Penanaman Modal (LKPM) dari BKPM, LKPM cenderung pada investasi yang
telah terrealisasi dan memiliki data yang linier, namun untuk triwulan III
masih merupakan hasil prognosa. Hasil prognosa dari Tenaga ahli data
Ditjen IKFT untuk investasi triwulan III di sektor IKFT sebesar 54,39 Triliun
rupiah. Investasi masih jauh lebih tinggi yang berasal dari asing
dibandingkan dengan penanaman modal dalam negeri. Untuk mendukung
tercapainya sasaran tersebut, Ditjen IKFT melakukan upaya sebagai berikut:
a. Fasilitasi Investor Dalam Rangka Penumbuhan dan Pengembangan
Industri Petrokimia di Teluk Bintuni
Pengembangan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni diharapkan
mendapatkan beberapa manfataa, antara lain:
Memperkuat struktur industri Petrokimia sebagai salah satu pilar
industri Nasional
Kontribusi terhadap daerah :
o Percepatan Pembangunan di Papua Barat
o Penciptaan lapangan kerja baru 5,000 0rang
o Peningkatan APBD daerah
Investasi baru sebesar US$ 6.4 billion
Mengurangi ketergantungan impor produk petrokimia
Perolehan devisa negara
22
Skema Pembangunan menggunakan skema KPBU. Saat ini sedang dalam
tahap studi pendahuluan paralel dengan persiapan OBC. Terdapat
beberapa hal yang masih menjadi Bottleneck, meliputi:
Gap harga gas.
On-stream gas pada Q4 2021, sementara paling cepat financial close
dilakukan oktober 2019, sementara EPC 3 tahun.
Penyediaan infrastruktur kawasan industri
Selain adanya bottlenenk, saat ini masih terdapat hambatan atau
kendala seperti pembangunan industri petrokimia hulu membutuhkan
investasi yang besar sehingga perlu ada jaminan pasokan gas jangka
panjang minimal 25 tahun selain itu promosi investasi melalui berbagai
kebijakan insentif dalam pengembangan industri di Papua sebagai
bagian dari NKRI.
Kebutuhan gas bumi sebesar 382 mmscfd untuk pengembangan industri
petrokimia di Teluk Bintuni sudah dipetakan oleh SKK Migas dan akan
dipenuhi dari KKKS BP Berau Ltd sebesar 180 mmscfd (industri pupuk)
dan KKKS Genting Oil sebesar 202 mmscfd (industri petrokimia). Alokasi
gas untuk industri pupuk sudah dijamin ketersediaannya melalui Surat
Menteri ESDM kepada Kepala SKSP MIGAS Nomor
8115/10/MEM.M/2012 tanggal 23 November 2012, sedangkan untuk
industri petrokimia belum mendapat jaminan dari Kementerian ESDM.
Calon investor yang berminat untuk berinvestasi di Teluk Bintuni
diantaranya:
PT. Pupuk Indonesia (Persero), berminat untuk berinvestasi di
industri ammonia dan pupuk dengan nilai investasi ± US$ 2 miliar
Ferostaal AG, berminat untuk berinvestasi di industri methanol dan
olefin dengan nilai investasi ± US$ 1,9 miliar
PT. LG, berminat untuk berinvestasi di industri methanol
Sojitz, KNI, berminat untuk berinvestasi di industri methanol
Investor yang sampai saat ini berminat melakukan investasi industri
petrokimia secara intensif adalah Ferrostaal AG dan akan diprioritaskan
23
untuk mendapat alokasi gas pada pembangunan tahap I. Untuk tahap
berikutnya akan dialokasikan untuk investor lainnya.
Sesuai peraturan Kepala SKKMIGAS atau atas permintaan KKKS, alokasi
gas untuk perusahaan swasta ditempuh melalui proses tender sehingga
kondisi ini berakibat gas akan langsung diekspor (tidak ada investasi di
dalam negeri yang memanfaatkan gas tersebut).
Pembangunan industri petrokimia di Teluk Bintuni melibatkan
kewenangan berbagai Kementerian/Lembaga (KL) terkait. Di pihak lain,
KL telah menyusun RPJP tahun 2005-2025, sesuai amanat UU No. 17
Tahun 2007 Tentang Rencana Pembagunan Jangka Panjang Nasional
2005-2007, dan dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Nasional periode 5 (lima) tahunan, yaitu RPJM
Nasional I (2005-2009), II (2010-2014), III (2015-2019) dan RPJM
Nasional IV (2020-2024) serta Renstra yang berpedoman kepada RPJM.
b. Revitalisasi Industri Pupuk
Program revitalisasi industri pupuk dimaksudkan untuk mengganti
pabrik pupuk yang sudah tua dengan pabrik berteknologi maju yang
lebih hemat tingkat konsumsi bahan baku maupun energi serta ramah
lingkungan. Guna mewujudkan hal ini, beberapa langkah telah diambil
diantaranya dengan melakukan fasilitasi pembangunan revitalisasi 5
pabrik pupuk. Program revitalisasi meliputi penggantian 4 pabrik urea
berusia tua yaitu: 2 (dua) pabrik PUSRI yaitu pabrik PUSRI II menjadi
IIB, dan pablik PUSRI III & IV menjadi IIIB, satu pabrik pupuk Kaltim
yaitu pabrik Kaltim 1 menjadi Kaltim V dan satu pabrik pupuk Kujang
yaitu Kujang IA menjadi IC, serta pembangunan satu pabrik urea baru
PT. Petrokimia Gresik (Amonia Urea II).
Hasil capaian target UKP4 untuk Revitalisasi Industri Pupuk adalah:
Telah diresmikannya Pabrik Kaltim V
Pelaksanaan pekerjaan pembangunan pabrik Pusri IIB saat ini
sudah mencapai 67%.
Pembangunan pabrik Ammoniak-Urea II PT. Petrokimia Gresik
24
Penandatanganan EPC Contract belum dapat dilaksanakan karena
masih menunggu proses masa sanggah dari para peserta lelang. Saat
ini masih dilaksanakan klarifikasi atas evaluasi komersil tender
project. Mengingat estimasi onstream gas Husky-CNOOC Madura
Limited (HCML) berubah menjadi akhir 2018 atau Januari 2018,
diharapkan hal ini tidak mengganggu pembangunan pabrik yang
bersamaan dengan onstream gas Husky. Saat ini sedang dilakukan
pembahasan Gas Sales Agreement (GSA) dengan konsep titik serah
di wellhead.
Pembangunan pabrik Kujang IC PT. Pupuk Kujang Cikampek
Pembahasan HoA masih belum dapat disepakati karena belum ada
kesepakatan harga gas antara PKC dengan Pertamina EP Cepu.
PEP-C menawarkan harga US$ 8/mmbtu dengan eskalasi 3% per
tahun terhitung mulai tahun 2012 sementara PKC menawarkan
harga US$ 7/mmbtu dengan eskalasi 2% per tahun sejak gas mulai
digunakan untuk operasi Kujang IC.
Oleh karena hal tersebut diatas maka sesuai dengan butir keempat
Inpres No. 2 Tahun 2010 tentang Revitalisasi Industri Pupuk, Menteri
Perindustrian telah mengirimkan surat kepada Menko Perekonomian
untuk mengkoordinasi kesepakatan harga gas Kujang IC untuk
ditetapkan oleh Menteri ESDM.
Keterlambatan penandatanganan HoA akan berakibat pada
keterlambatan pembangunan pabrik Kujang IC. Sampai saat ini target
pelaksanaan submit proposal teknis project Kujang IC belum dapat
dilaksanakan
c. Fasilitasi Koordinasi Pengamanan Pasokan Bahan Baku Gas Bumi Untuk
Industri Pupuk.
Pelaksanaan revitalisasi industri pupuk urea sangat tergantung pada
ketersediaan pasokan gas bumi dalam jangka panjang. Pengalaman yang
terjadi selama ini adalah adanya keterbatasan pasokan gas bumi untuk
industri pupuk urea, sehingga pabrik tidak dapat beroperasi secara
25
optimal. Namun demikian mengingat kapasitas produksi saat ini masih
cukup, maka keterbatasan produksi tersebut belum berdampak
signifikain terhadap upaya pemenuhan kebutuhan urea di dalam negeri.
Kebutuhan gas bumi untuk industri pupuk urea saat ini adalah sebesar
813 MMSCFD dan setelah revitalisasi 3 pabrik urea beroperasi pada
tahun 2013, maka kebutuhan gas bumi menjadi sebesar 989 MMSCFD
dan meningkat menjadi 1.080 MMSCFD setelah revitalisasi pabrik Pusri
IIB beroperasi pada tahun 2014. Alokasi pasokan gas bumi untuk
revitalisasi pabrik urea yang sudah tersedia pada saat ini adalah untuk
pabrik Kaltim-5 sebesar 80 MMSCFD. Alokasi ini jauh lebih rendah dari
kebutuhan, sehingga kekurangan gas bumi tersebut akan diganti dengan
menggunakan batubara untuk pembangkit energi/boiler. Sedangkan
alokasipasokan gas bumi untuk revitalisasi 3 pabrik lagi belum ada
kepastian sampai saat ini. Kebutuhan gas bumi tersebut dengan
mempertimbangkan bahwa pabrik tua tidak lagi memperoleh alokasi
pasokan gas bumi, sehingga pabrik dimatikan.
Selain itu, kegiatan ini juga merupakan sarana fasilitasi dan koordinasi
antara produsen pupuk nasional dan pemilik bahan baku diluar negeri
dalam rangka pengadaan bahan baku pabrik pupuk NPK, terutama KCl
dan phosphate (phosphoric acid, DAP dan atau rock phosphate)
sehingga terjamin keberlanjutannya. Pada tahun 2013 melalui beberapa
rapat kordinasi disepakati akan dibangun pabrik pupuk NPK dengan
kapasitas 100.000 ton/tahun di Aceh dengan pertimbangan pabrik ini
akan memasok kebutuhan NPK untuk wilayah Sumatera yang selama ini
dipasok dari PT. Petrokimia Gresik. Akan tetapi hal ini perlu dibahas
lebih lanjut mengingat pemenuhan kebutuhan urea sebagai bahan baku
pupuk NPK tidak dapat disupply oleh PT. Pupuk Iskandar Muda
(keterbatasan pasokan gas bumi untuk PT. Pupuk Iskandar Muda).
Adapun perkembangan kegiatan pengamanan pasokan bahan baku
untuk industri pupuk untuk tahun 2018 adalah sebagai berikut:
26
Sudah ada Nota Kesepahaman terkait dengan perpanjangan PJBG
antara PKC dengan Pertamina EP untuk periode pasokan 2018-
2022.
Menteri Perindustrian telah menyampaikan surat kepada Menteri
ESDM perihal usulan harga gas bumi sebagai bahan baku dan energi
bagi industri.
SKK Migas sudah menginstruksikan pengaliran gas dari wilayah
kerja offshore North West Jawa
d. Melakukan Bimbingan Teksnis kepada Perusahaan industri obat,
kosmetik dan obat tradisional dan sertifikasi CPOTB, CPOB dan CPKB
Mengingat pentingnya penerapan standar mutu pada industri obat,
kosmetik dan obat tradisional, Direktorat Industri Kimia Hilir dan
Farmasi memfasilitasi industri tersebut untuk dapat menerapkan CPOB,
CPOTB dan CPKB secara terus menerus kepada 100 unit usaha obat
tradisional. Sertifikasi yang juga diakui oleh dunia internasional ini juga
terus menerus dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga
kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
Bimtek ini dilaksanakan untuk menyiapkan industri obat tradisional
dalam proses pemenuhan persyaratan sertifikasi CPOTB.
e. Pengembangan Sektor Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan
Galian Nonlogam
1. Pengembangan industri semen di Timika, Papua
Lokasi pabrik semen nasional terkonsentrasi di wilayah Barat
Indonesia (Sumatera dan Jawa) sebesar 90% dari kapasitas
produksi nasional dan sisanya di wilayah Timur Indonesia
(Sulawesi, NTT, dan Papua Barat). Kebutuhan semen untuk wilayah
Timur Indonesia saat ini dipasok dari Tonasa, Makasar, Gresik,
Jakarta dan Papua Barat. Besarnya biaya transportasi menyebabkan
harga semen di Papua menjadi sangat mahal.
27
Papua dan Papua Barat memiliki potensi bahan baku semen yang
besar, selain itu pasar di daerah ini akan berkembang sejalan
dengan program pembangunan infrastruktur di Papua seperti jalan
trans Papua dan pembangunan industri petrokimia serta produk
turunannya. Saat ini terdapat 1 (satu) pabrik semen terintegrasi di
Manokwari, Papua Barat sedangkan di Papua belum ada pabrik
semen. Mengingat luas daerah yang cukup besar dan potensi pasar
dimasa depan maka pendirian pabrik penggilingan semen di Timika,
Papua perlu didorong agar investor dapat membangun industri
semen di daerah tersebut. Peluang untuk membangun pabrik semen
maupun unit pendukungnya sangat potensial baik dari skala teknis
maupun ekonomis. Dit, ISKBGNL telah menyusun kajian kelayakan
pembangunan pabik semen di Timika, Papua. Hasil dari kajian
tersebut adalah pabrik semen di Timika tidak terkendala bahan
baku serta secara keekonomian akan menguntungkan untuk pasar
Timika dan sekitarnya. Namun, terkendala pembebasan/
penggunaan lahan adat. Oleh karena itu, sejauh ini hasil kajian
merekomendasikan agar pabrik semen di Timika didirikan setelah
mendapat kepastian pembebasan lahan.
2. Pengembangan industry calcined dolomite
Indonesia memiliki potensi cadangan dolomite yang cukup besar,
yaitu sebesar 1,6 Milyar Ton yang tersebar di Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera Barat, dan Jawa Tengah. Sejauh ini dolomite
local mayoritas hanya digunakan untuk industry pupuk dan industry
besi/baja. Padahal dolomite memiliki potensi peningkatan nilai
tambah dari dolomite yang bernilai USD 4 per Ton menjadi calcined
dolomite yang bernilai USD 225 per Ton, bahkan hingga menjadi
magnesium alloy yang bernilai USD 5500 per Ton. Berdasarkan
kondisi tersebut, Dit. ISKBGNL berupaya mengembangkan calcined
dolomite agar hilirisasi bahan galian nonlogam lainnya dapat
28
dimulai bertahap untuk selanjutnya menuju substitusi bahan baku
impor.
3. Pengembangan industry soda ash
Soda ash merupakan bahan baku penting pada industry kaca dan
keramik, yaitu sebagai katalis peleburan adonan kaca/keramik. Saat
ini Indonesia belum bisa memproduksi soda ash sehingga harus
diimpor dari Amerika Serikat, China, dan Turki (negara asal impor
terbesar). Mengingat kebutuhan soda ash di Indonesia sangat besar,
yaitu lebih dari 300 Ribu Ton dengan harga sekitar USD 240 per
Ton. Indonesia memiliki potensi bahan baku untuk memproduksi
soda ash, yaitu limestone (batu gamping) dan ammonia. Oleh karena
itu, Dit. ISKBGNL menyusun Detail Engineering Design industry soda
ash sebagai bahan promosi investasi.
4. Pengembangan pasir kuarsa sebagai pengganti pasir Ottawa
Pasir Ottawa yang diimpor dari Kanada digunakan untuk pengujian
kualitas semen. Saat ini kebutuhan pasir Ottawa untuk pengujian
semen adalah sebanyak 150 Ton per Tahun. Namun, pasir Ottawa
merupakan salah satu produk yang terdampak pembatasan kuota
ekspor oleh Negara eksportirnya (Kanada). Oleh karena itu,
mengingat saat ini Indonesia sedang gencar meningkatkan
pembangunan insfrastruktur sehingga terjadi peningkatan kapasitas
industry semen sebanyak 107,9 Juta Ton, maka kebutuhan pasir
Ottawa untuk pengujian semen local tidak dapat dipenuhi. Oleh
karena itu, Dit. ISKBGNL mengembangkan substitusi pasir Ottawa
melalui pengolahan pasir Sidrap
f. Fasilitasi Penyelesaian Permasalahan pada industri
Dalam rangka mengatasi permasalahan yang dihadapi industri di sektor
IKFT maka dilakukan berbagai upaya untuk membantu meringkankan
beban industri. Beberapa kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan
antara lain :
29
1. Mengembalikan desain kapasitas Pabrik Aromatis PT Trans Pasific
Petrochemical Indotama (TPPI) Tuban agar memproduksi BTX
(Benzene Toluene Xylene) sebagai bahan baku obat dan farmasi,
deterjen, serat ban, tekstil dan bahan kimia khusus lainnya (FOAM
untuk furnitur, plastik).
2. Fasilitasi penyelesaian permasalahan untuk industri Kimia Hilir,
meliputi:
Peningkatan kapasitas perusahaan pelayaran internasional untuk
mengatasi terkait ketepatan waktu pengiriman barang karena
kurangnya armada pelayaran
Membuka akses hambatan non tarif di negara tujuan ekspor
Insentif BMDTP untuk industri ban dan bahan baku kimia
pembersih
3. Fasilitasi penyelesaian permasalahan untuk industri Kimia Hulu,
meliputi:
Restrukturisasi mesin/peralatan terutama pada industri alas kaki
melalui insentif Pemerintah dengan memberikan potongan harga
10%
Pembebasan PPN bahan baku lokal untuk keperluan ekspor
langsung diberikan tanpa mekanisme restitusi
Percepatan proses impor bahan baku, bahan penolong dan
sampel produk di semua instansi terkait, terutama untuk
perusahaan yang berorientasi ekspor
Pengembangan industri kain mesh/bahan sepatu olahraga di
dalam negeri
Percepatan FTA dengan EU (IEU CEPA) dan FTA/PTA dengan AS
30
Tabel. 3.4
Sasaran II : Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri
No. Sasaran
Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama
(IKU) Satuan Target Realisasi
Perspektif Pemangku Kepentingan
2. Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri
1. Kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan tekstil terhadap ekspor nasional
Persen 23,20 19,56
2. Produktivitas dan kemampuan SDM industri kimia, farmasi, dan tekstil
Rp. Juta 219,00 250,9
Peningkatan penguasaan pasar di dalam dan luar negeri dapat dilihat
dari indikator berupa kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan
tekstil terhadap industri nasional yang hingga 19,56 persen. Terbukanya
keran impor dengan adanya kerjasama dengan negara ASEAN, sedikit
banyak menjadi ancaman bagi industri dalam negeri.
Kinerja Ekspor di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil bervariasi
dengan sebagian besar mengalami tren peningkatan dari bulan Januari
hingga bulan September 2019. Hanya Industri Farmasi, Produk Obat Kimia
dan Obat Tradisonal serta Industri Karet, barang Karet dan Plastik yang
mengalami tren menurun.
Sementara itu produktivitas tenaga kerja Industri Kimia, Farmasi dan
Tekstil Rp. 250,9 juta didapatkan dari nilai tambah dibandingkan oleh
pekerja di bidang Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil hingga Triwulan III
tahun 2019. Data yang disajikan masih merupakan prognosa dari tenaga ahli
Ditjen IKFT. Untuk mengupayakan tercapainya sasaran tersebut, Ditjen IKFT
melakukan upaya sebagai berikut:
31
a. Pemberlakuan SNI Wajib serta perumusan RSNI
Seiring dengan perkembangan jaman dan liberalisasi perdagangan
seperti tantangan Masyarakat Ekonomi Asean, maka peta perdagangan
tekstil dan aneka sebagai salah satu komoditas di bawah binaan
Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil semakin
terbuka luas dengan tingkat persaingan yang semakin ketat. Negara-
negara maju akan berusaha memproteksi diri melalui penerapan-
penerapan Non-Tariff Barrier (isu sosial, ingkungan, dumping, tenaga
kerja, dll). Pemerintah terus berupaya sekuat tenaga dalam rangka
menghadapi persaingan global yang semakin ketat. Dalam rangka
pengamanan industri domestik terhadap masuknya produk impor, maka
diperlukan SNI sebagai non tarif barier dalam rangka perlindungan
konsumen, produk dan industrinya sendiri. Sebelum terbentuknya SNI,
perlu dilakukan Rancangan SNI (RSNI). Tujuan standardisasi adalah
meningkatkan kepastian dan efisiensi transaksi perdagangan,
memberikan acuan bagi pelaku usaha dan membentuk persaingan pasar
yang transparan, melindungi kepentingan konsumen dalam aspek
kesehatan, keselamatan dan keamanan masyarakat, dan perlindungan
kelestarian fungsi lingkungan serta meningkatkan efisiensi pasar dalam
kelancaran perdagangan internasional.
Pada tahun 2019 ditargetkan 34 (tiga puluh empat) RRegulasi SNI/ SNI
Wajib yang disusun oleh Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi,
dan Tekstil pada Tahun 2019. Hingga Triwulan III tahun 2019 beberapa
penyusunan RRegulasi SNI/ SNI Wajib telah mencapai tahap konsensus
dan akan dilanjutkan ke BSN untuk ditetapkan, sementara saat ini sudah
terdapat 29 RSNI/SNI Wajib yang telah disusun oleh Ditjen IKFT yang
meliputi :
1. RSNI – Sajadah
2. RSNI – Mukena
3. RSNI – Geotekstil nirtenun poliester dan polipropilena untuk
perkuatan tanah
32
4. RSNI – Analisis kimia kuantitatif Bagian 4
5. RSNI – Analisis kimia kuantitatif Bagian 7
6. RSNI – Analisis kimia kuantitatif Bagian 11
7. RSNI – Cara uji amina aromatik tertentu turunan dari zat warna azo
Bagian 1
8. RSNI – Cara uji amina aromatik tertentu turunan dari zat warna azo
Bagian 3
9. RSNI – Ukuran Rok Wanita
10. RSNI – Ukuran Gaun Wanita
11. RSNI – Penentuan Ukuran Pakaian Bagian 1 : Definisi Antropometrik
untuk Pengukuran Tubuh
12. RSNI – Penentuan Ukuran Pakaian Bagian 2 : Indikator Dimensi
Primer dan Sekunder
13. RSNI – Personal Protective Equipment – Safety Footwear
14. RSNI – Uji Kualitas Kekuatan Sandal
15. RSNI – Syarat Mutu dan Metode Uji – Flat Shoes
16. RSNI – Istilah dan Definisi Kulit dan Cara Pengolahannya
17. RSNI – Sampo
18. RSNI – Pasta gigi
19. RSNI – Sabun cuci batangan
20. RSNI – Cat dan pernis – Perlindungan struktur baja dari korosi
dengan sistem cat protektif - Bagian 5: Sistem cat protektif
21. RSNI – Sistem Pengecatan Ulang Kendaraan Bagian 4: Base Coat
22. RSNI – Cat dan pernis - Perlindungan struktur baja dari korosi
dengan sistem cat protektif - Bagian 6 : Metode pengujian secara
laboratorium
23. RSNI – Cat dasar dan cat akhir berbahan resin alkid sebagai
pelindung baja dari korosi
24. RSNI - Mortar siap pakai bagian 1
25. RSNI - Semen Masonry
26. RSNI - Kaca Keramik
27. RSNI - Ampul Gelas Obat Suntik
33
28. RSNI - Vial Gelas Obat Suntik
29. RSNI - Kaca Pengaman Lokomotif Kereta Api
b. Peningkatan SDM Industri
Ditjen IKFT berperan aktif dan ikut serta melaksanakan Pembinaan dan
Pengembangan SMK Berbasis Kompetensi yang Link and Match Dengan
Industri berkoordinasi dengan Badan Pengembangan SDM Industri di
Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Kegiatan vokasi di Ditjen IKFT ini merupakan kegaitan pendukung
program BSDMI Kemenperin yang menjadi Prioritas Nasional, maka
dalam pelaksanaannya terdapat kendala dalam pengganggaran di
beberapa Direktorat, karena anggaran untuk kegiatan lain menjadi
berkurang, dan diperlukan sumber daya serta pengalihan kepada
kegiatan ini.
Selain itu, dalam rangka peningkatan SDM Industri di sektor IKFT, Dit.
Industri Tekstil, kulit, dan Alas Kaki menargetkan pada tahun 2019 akan
dilaksanakan Diklat sebanyak 1.000 orang hingga Tw III telah dilakukan
diklat untuk 1.425 orang peserta. Sementara di Dit. Industri Kimia Hilir
dan Farmasi ditargetkan pada tahun 2019 akan melatih sebanyak 880
orang hingga saat ini telah melakukan Diklat sebanyak 36 angkatan atau
720 orang peserta.
c. Penyusunan Regulasi Pendukung Kebijakan
Dalam pelaksanaan kegiatan di Direktorat Jenderal Industri Kimia,
Farmasi, dan Tekstil dibutuhkan kebijakan atau peraturan yaang
medukung kegiatan tersebut. Saat ini telah ditetapkan Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2014, dalam pelaksanaannya diperlukan peraturan
turunan dari Undang-undang tersebut, maka ditargetkan 2 (dua)
peraturan pendukung yang disusun oleh Direktorat Jenderal Industri
Kimia, Farmasi, dan Tekstil pada Tahun 2019. Namun sampai dengan
akhir triwulan III Tahun 2019 ini masih dalam tahap penyusunan maka
belum ada realisasi peraturan perundangan.
34
d. Penyusunan RSKKNI SDM Industri
Perubahan dunia kerja yang terjadi dalam era perdagangan bebas, akan
berpengaruh terhadap kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan oleh
masyarakat industri. Kualitas tenaga kerja yang dimaksud adalah
memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan industri, yaitu memiliki
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan standar
kompetensi kerja yang dipersyaratan serta senantiasa berupaya untuk
mengembangkan kompetensinya sesuai perkembangan teknologi untuk
memperoleh peningkatan produktivitasnya. Dalam kondisi yang
demikian hanya tenaga kerja yang berkualitas yang mampu bersaing
dalam menghadapi setiap sendi kehidupan. Salah satu upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui standardisasi dan
sertifikasi kompetensi. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI) adalah uraian kemampuan yang mencakup pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja minimal yang harus dimilki seseorang
untuk menduduki jabatan tertentu yang berlaku secara Nasional.
Pada tahun 2019 ditargetkan 4 (empat) RSKKNI yang disusun oleh
Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil pada Tahun
2019. Pada Tw III tahun 2019 penyusunan RSKKNI terkendala
penganggaran bahkan ada direktorat teknis yang tidak menganggarkan
RSKKNI karena telah dilimpahkan ke BPSDMI Kementerian
Perindustrian.
3.3. Hambatan dan Kendala Pelaksanaan
Kendala yang dihadapi Ditjen IKFT dalam pelaksanaan program dan kegiatan
pada Triwulan III ini antara lain masih terdapat beberapa anggaran yang
masih terblokir sebanyak 13,82% dari total pagu anggaran Ditjen IKFT.
Besarnya blokir dikarenakan adanya anggaran yang termasuk tagging
pendidikan sehingga perlu adanya pembahasan secara khusus antara
Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian
PPN/Bappenas. Selain itu hambatan yang dihadapi sehingga terdapat
beberapa Indikator yang belum tercapai antara lain:
35
Peraturan perundangan yang diselesaikan di lingkungan Ditjen IKFT
dalam bentuk PP/Perpres/Permen masih belum tercapai hal ini
dikarenakan masih dalam proses koordinasi dengan stakeholder terkait
ditagetkan akan selesai pada triwulan IV Tahun 2019.
Infrastruktur kompetensi yang terbentuk terkait tersusunnya RSKKNI
juga belum tercapai, hal ini dikarenakan penyusunan RSKKNI
terkendala penganggaran bahkan ada direktorat teknis yang tidak
menganggarkan RSKKNI karena telah dilimpahkan ke BPSDMI
Kementerian Perindustrian. Selain itu, penyusunan RSKKNI
memerlukan proses yang panjang serta melibatkan stakeholder terkait
lainnya.
Infrastruktur standar produk yang terbentuk terkait tersusunya RSNI /
SNI Wajib juga belum tercapau, hal ini dikarenakan masih dalam proses
Rapat Pembahasan yang melibatkan stakeholder terkait lainnya. Setelah
dilakukan Rapat Pembahasan langkah selanjutnya akan dilakukan
Verifikasi secara Internal dan Eksternal dan ditargetkan Rapat
Konvensi akan terlaksana pada Triwulan IV Tahun 2019.
3.4. Langkah Tindak Lanjut
Langkah tindak lanjut yang dilakukan untuk mengatasi hambatan adalah
dengan melakukan hal – hal sebagai berikut:
1. Berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Anggaran dalam hal
pembukaan blokir anggaran.
2. Melaksanakan kegiatan lainnya yang belum dilakukan dengan persiapan
dan perencanaan yang baik sehingga menghasilkan dampak yang
optimal.
3. Percepatan pelaksanaan kegiatan sehingga indikator yang belum tercapai
dapat segera dicapai, utamanya terkait Peraturan perundangan yang
diselesaikan di lingkungan Ditjen IKFT; Infrastruktur kompetensi yang
terbentuk; dan Infrastruktur standar produk yang terbentuk.
36
BAB IV
P E N U T U P
Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Penumbuhan dan
Pengembangan Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Triwulan III Tahun 2019
dengan realisasi anggaran kegiatan sebesar 48,30 persen.
Diharapkan kendala yang terjadi pada triwulan III Tahun 2019 dapat dilakukan
perbaikan pada triwulan berikutnya. Untuk mencapai sasaran yang lebih tinggi
pada triwulan selanjutnya, akan diupayakan langkah-langkah lebih strategis dan
meningkatkan kerjasama dengan semua pihak terkait.
Demikian laporan ini disusun untuk dijadikan bahan evaluasi bagi Direktorat
Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil terhadap pelaksanaan seluruh
kegiatan dan pencapaian keluaran serta bahan pertimbangan bagi pelaksanaan
realisasi anggaran untuk triwulan selanjutnya.
---------- II ----------
LAMPIRAN
---------- II ----------
FORMULIR B
Unit Organisasi : DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, FARMASI DAN TEKSTIL
Nomor Surat Pengesahan DIPA
Nomor Kode dan Nama Program : 06. Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil
Indikator Hasil :
No. Loan PHLN RM Total S R Narasi Satuan (Unit) S (%) R (%)
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1875 Penumbuhan dan Pengembangan Industri
Tekstil, Kulit,dan Alas Kaki
- 5,558,044 5,558,044 71.90 45.63 72.53 76.75 DKI JAKARTA
1876 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia
Hilir dan Farmasi
- 8,557,419 8,557,419 41.79 39.78 73.37 73.23 DKI JAKARTA
1877 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia
Hulu
- 14,116,971 14,116,971 51.86 29.89 81.66 38.10 DKI JAKARTA
1879 Penyusunan dan Evaluasi Program
Penumbuhan dan Pengembangan Industri
Kimia, Farmasi dan Tekstil
- 32,537,098 32,537,098 72.19 70.43 74.74 61.07 DKI JAKARTA
4910 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia
Hilir dan Farmasi
- 26,261,702 26,261,702 26.01 28.77 54.06 54.19 DKI JAKARTA
4911 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia
Hulu
- 300,000 300,000 69.00 14.88 63.50 21.50 DKI JAKARTA
4912 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Semen,
Keramik dan Pengolahan Bahan Galian
Nonlogam
- 213,250 213,250 96.59 46.88 80.72 76.50 DKI JAKARTA
4913 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Tekstil,
Kulit, dan Alas Kaki
- 26,438,298 26,438,298 61.74 45.86 82.82 71.46 DKI JAKARTA
5881 Penumbuhan dan Pengembangan Industri
Semen, Keramik Dan Pengolahan Bahan Galian
Nonlogam
- 7,557,096 7,557,096 89.17 33.31 86.13 79.31 DKI JAKARTA
- 121,539,878 121,539,878 56.51 45.59 73.33 61.81
1
Jumlah
LAPORAN KONSOLIDASI KEGIATAN PER PROGRAM
TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2019
: SP DIPA- 019.03.1.247982/2019
Nomor Kode dan Nama KegiatanAnggaran (Rp. 000) Penyerapan (%) Indikator Kinerja Keluaran (Output)
Lokasi
No. Kendala Tindak Lanjut yang DiperlukanPihak yang Diharapkan Dapat Membantu
Penyelesaian Masalah
- - TIDAK ADA KENDALA - -
Jakarta Selatan, Oktober 2019
Plt. Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil
Ir. Abdul Rochim, M.Si
KENDALA DAN LANGKAH TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
Kegiatan