PENGUKURAN KETEBALAN CURAH HUJAN DAN INTENSITRAS
HUJAN
Laporan Praktikum
Oleh:
Eryalfan Setyo PrakosoNIM 111710201028
J U R U S A N T E K N I K P E R T A N I A N
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam siklus hidrologi dikenal berbagai istilah mengenai pergerakan
siklus air, salah satunya adalah presipitasi. Presipitasi bisa berbentuk air, salju,
atau es tergantuk dari iklim wilayah tersebut. Wilayah indonesia sendiri yang
beriklim tropis presipitasinya berupa air atau yang biasa disebut hujan. Hujan
merupakan suatu kejadian alam yang sering terjadi di daerah yang mempunyai
iklim tropis seperti Indonesia. Hujan meempunyai pengaruh yang besar bagi
kehidupan manusia dapat bermanfaat dan dapat juga merugikan. Hujan dapat
bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dan makhluk hidup lainya
dan dapat dijadikan pengisi air tanah. Sedangkan hujan dapat juga merugikan
karena dapat menyebebkan erosi pada tanah.
Jumlah air hujan yang turun pada setiap tempat berbeda-beda, jumlah air
hujan yang turun pada kurun waktu tertentu disebut curah hujan. Perhitungan
curah hujan sangat dibutuhkan untuk perencanaan kebutuhan air tanaman,
pembanguanan jembatan, irigasi dan drainase. Oleh karena perbedaan jumlah air
hujan yang turun pada tiap tempat berbeda maka pengukuran curah hujan perlu
dilakukan ditiap wilayah. Karena sangat pentingnya melakukan perhitungan curah
hujan, oleh karena itu praktikan perlu melakukan praktikum mengenai
perhitungan curah hujan dengan menggunakan alat pengukur curah hujan manual
dan otomatis agar dapat membandingkan antara kedua alat tersebut.
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
Tujuan dari laporan ini adalah
1. Untuk mengetahui definisi hujan, curah hujan dan intensitas hujan.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan
3. Untuk mengetahui bagaimana hujan dapat terbentuk
4. Untuk mengetahui nama dan cara kerja alat-alat pengukur ketebalan
dan intensitas curah hujan.
1.2.2 Manfaat
Manfaat dari laporan ini adalah
1. Dapat mengetahui konsep dasar mengenai hujan dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
2. Dapat mengetahui mengenai terbentuknya hujan
3. Dapat mengetahui mengenai nama dan cara kerja alat yang digunakan
dalam mengukur ketebalan dan intensitas hujan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Curah Hujan dan Intensitas Hujan
Presipitasi atau Hujan adalah peristiwa jatuhnya air/es dari atmosfer ke
permukaan bumi dan atau laut dalam bentuk yang berbeda. Hujan di daerah tropis
(termasuk Indonesia) umumnya dalam bentuk air dan sesekali dalam bentuk es
pada suatu kejadian ekstrim, sedangkan di daerah subtropis dan kutub hutan dapat
berupa air atau salju/es.
Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam
waktu tertentu. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu
areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau
untuk masa tertentu seperti perhari, perbulan, permusim atau pertahun
(Sastrodarsono et al, 1999).
Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu
tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini
sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek
negatif terhadap tanaman (Anonim., 2010).
2.2 Faktor-Faktor Curah Hujan
Faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan antara lain (Anonim,
2012):
1. Bentuk medan/topografi. Relief daratan Indonesia tidak homogen. Adanya
medan yang berbukit-bukit dan bergunung-gunung akan menyebabkan
angin yang membawa uap air naik. Makin ke atas suhunya makin turun
sehingga terjadi kondensasi dan menimbulkan hujan orografis.
2. Arah lereng medan. Faktor ini sebenarnya berkaitan dengan faktor bentuk
medan. Pada lereng pegunungan yang menghadap ke arah angin banyak
terjadi hujan, sebaliknya pada lereng pegunungan yang membelakangi
arah angin merupakan daerah bayang-bayang hujan. Itulah sebabnya kota
Bandung dan Palu memiliki curah hujan yang sedikit, karena kedua kota
tersebut terletak di daerah bayang-bayang hujan.
3. Arah angin yang sejajar dengan garis pantai. Faktor ini menyebabkan
suhu yang konstan sehingga curah hujan sedikit/rendah. Contoh: Pantai
Utara Pulau Jawa, Pulau Madura, Pantai Barat Pulau Bali.
4. Jarak perjalanan angin di atas medan datar. Angin yang berasal dari
daerah perairan menuju ke daratan pada umumnya dapat menimbulkan
hujan. Jika dataran yang dilewati angin itu lebar, sedangkan sifat
permukaannya tidak berubah maka pada kawasan sekitar pantai
kemungkinan akan terjadi hujan, tetapi di daerah pedalama tidak tidak
terjadi hujan. Kemungkinan hujan akan turun lagi apabila medannya mulai
naik. Sebaliknya, jika uap air yang dibawa angin dari daerah perairan
belum cukup menimbulkan hujan di kawasan pantai maka di daerah
pedalaman kemungkinan akan terjadi hujan. Peristiwa demikian sering
terjadi pada kawasan Jakarta, Cibinong, dan Bogor. Pada bulan Januari-
Februari hujan turun di Jakarta dan Bogor, sedangkan di Cibinong udara
ceras. Sebaliknya, pada bulan April-Mei Jakarta dan Bogor cerah, tetapi di
Cibinong terjadi hujan.
2.3 Proses Terjadinya Hujan
Pembentukan hujan merupakan proses fisika awan Sejumlah proses fisik
terdapat dalam proses terjadiinya hujan, dan proses tersebut memiliki hubungan
dengan kualitas lingkungan sampai perubahan iklim.
a. Terbentuknya awan
Awan terbentuk ketika udara menjadi sangat jenuh (supersaturated),
dimana ketika teknan uap aktual mencapai atau melebihi tekanan uap jenuh:
Supersaturation terjadi melalui pengembangan dan pendinginan kolom udara
yang menyebabkan uap air terkondensasi pada partikel atmosfir. Proses ini
disebut nukleasi (nucleation). Aeroso; atmosfir yang merupakan suspensipadat
atau bahan cair dengan kecepatan jatuh kecil memegang peranan penting dalam
permulaan kondensasi dengan memfasilitasi tempat proses nukleasi bagi uap air.
Dua tipe awan dapat dibedakan atas awan dingin (cold clouds) dan awan panas
(warm clouds). Awan dengan suhu di atas 0oC disebut awan dingin (Anonim,.
2011:3).
b. Struktur Awan
Droplet atau butiran hujan bertumbuh pada awan yang suhunya lebih
tinggi (warm clouds) melalui proses kondensasi, kollisi (collision), dan koalesens
(coalescence). Umumnya awan yang terbentuk di wilayah tropis adalah awan
dengan suhu diatas 0oC. Jenis awan ini mencairkan partikel kristal yang terbentuk
di wilayah atmosfir dengan suhu di bawah 0oC. Proses ini juga mengecilkan
kristal hujan dan membentuk butiran hujan (Anonim, 2011:3).
c. Mekanisme Jatuhnya Air Hujan
Mekanisme jatuhnya air hujan secara umum terjadi karena proses konveksi
dan pembentukan awan berlapis (stratiform). Kedua mekanisme ini berbeda
dalam proses pembentukan dan pembesaran ukuran dan berat butiran hujan yang
menyebabkan pergerakan vertikal udara yang berasosiasi dengan awan pembentuk
hujan.
Pada mekanisme stratiform, gerakan vertikal udara lemah, partikel hujan
diinisiasi dekat permukaan atas awan hingga proses terjadinya pengembangan
hujan cukup lama (berjam-jam). Untuk mekanisme konvektif, gerakan udara
vertikal sangat cepat sehingga pembesaran partikel butiran hujan diinisiasi dengan
cepat saat terbentuknya awan. Hal ini menyebabkan proses jatuhnya butiran hujan
sangat cepat (sekitar 45 menit).
Mekanisme lain dalam proses hujan adalah kombinasi konvektif dan
stratiform yang merupakan proses pengangkatan massa udara dan uap air secara
orografis melalui pegungungan dan perbukitan
Ada enam kelas sistem kejadian hujan secara umum yang diuraikan seperti
berikut (Anonim, 2011:4-8):
a. Siklon Extratropis
Sirkulasi udara yang terdiri dari massa udara (streams) yang bergerak
secara normal dan stabil mengikuti pola gerakan di atas permukaan bumi. Suhu
dan kelembaban udara sangat tergantung pada asal gerakan udara; masssa udara
kontinental kutub dingin dan kering; massa udara laut tropis panas dan lembab.
Wilayah disekitar daerah tropis sangat berbeda sehingga dua airan udara paralel
dengan suhu berbeda sehingga memicu ketidak stabilan di lapisan antara
keduanya yang cenderung menyebabkan terjadinya siklon.
Kejadian siklon ekstratropis dapat mencapai ribuan kilometer.
Pengangkatan vertiakal dalam siklon ekstratropis diasosiasikan dengan posisi
kurva dengan kecepatan kurng dari 0.1 km/jam. Kebanyakan hujan pada siklon ini
didominasi oleh mekanisme stratiform yang dimicu oleh kejadian konvektif.
b. Midlatitude Thunderstorms
Seperti halnya siklon ekstratropis yang merupakan contoh hujan
stratiform, maka midlatitude thunderstorms merupakan contoh hujan konveksi.
Massa udara thunderstorms terbentuk dari massa udara tak stabil secara konveksi
dalam jumlah yang relatif besar dari kandungan uap rendah dan gesekan angin
kecil. Struktur spasial hujan ditentukan dengan pola acak pada thunderstorm.
Studi pada akhir 1940an memberikan hasil proses kejadian hujan thunderstorm
yang memiliki karakterisrik siklus,
(1) membetuk awan cumulus yang 26 membentuk partikel hujan di awan
tapi tidak mencapai bumi karena proses pengangkatan udara yang kuat,
(2) tahap pematangan dimana gesekan partikel hujan menyebabkan gerak
ke bumi sehingga butiran hujan jatuh, dan
(3) tahap dissipasi dimana butiran hujan kecil terus jatuh. Umumnya
thunderstorms tidak menghasilkan curah hujan yang tinggi pada wilayah yang
luas. Kejadian thunderstorms dalam skala sedang (mesoscale convective systems,
MCS) merupakan penyebab utama terjadinya banjir di berbagai tempat.
c. Kluster Awan Tropis (Tropical Cloud Clusters)
Secara global curah hujan rata-rata tahunan di wilayah tropis merupakan
yang terbesar. Curah hujan yang maksimum tersebut berasosiasi dengan kluster
awan yang terjadi pada zona putaran angin yang memusat. Kluster awan, seperti
halnya pada sistem awan tropis, konveksi merupakan pemicu awal kejadian hujan.
Meskipun sistem awan tropis meliputi jangkauan skala yang luas, kebanyakan
hujan karena proses kluster awan jatuh pada luas wilayah yang dapat mencapai
50.000 km2. Hujan tropis memainkan peranan penting dalam sirkulasi global dan
berkaitan erat dengan anomali sirkulasi atmosfir seperti El-Nino.
d. Hujan Monsoon ( Monsoon Rainfall)
Akumulasi hujan terbesar selama periode lebih dari 24 jam berasosiasi
dengan Asian monsoon. India dan Asia Tenggara adalah lokasi utama kejadian
hujan monsoon selama musim panas di Asia. Indonesia dan Malaysia sering
mengalami hujan monsoon ekstrim selama periode Winter di Asia. Istilah
monsoon diadopt dari bahasa arab yang berarti musim. Karakteristik umum iklim
monsoon ditandai oleh arah angin yang berlawanan pada dua musim. Misalnya di
Indonesia dikenal dengan Musim Angin Timur (banyak hujan) dan Musim Angin
Barat (kurang hujan).
e. Hujan Badai (hurricanes)
Badai umumnya dikenal di wilayah pasifik yang menyebabkan hujan
ektrim di wilayah pesisir pantai sepanjang Samudra Atlantik dan Pasifik. Kejadian
hujan badai merupakan proses ektrim dari konveksi dan stratiform. Kejadian
badai masih merupakan proses yang diperdebatkan.
f. Hujan Orografi
Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik
kemudian mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat
jatuh sebagai hujan. Bagian lereng yang menghadap angina hujannya akan lebih
lebat dari pada bagian lereng yang ada dibelakangnya. Curah hujannya berbeda
menurut ketinggian, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat yang
lebih tinggi sampai suatu ketinggian tertentu.
2.4 Alat-Alat Pengukur Curah Hujan
Alat-alat yang digunakan dalam mengukur hujan adalah (Hendayana,
2011:2-3) :
a. Penakar Hujan Otomatis Type Hellmann
Alat ini berfungsi untuk mengukur intensitas, jumlah, dan waktu
terjadinya hujan, dipasang dengan ketinggian 120 cm dari permukaan tanah
sampai ke corong penakar dan luas penampang corong 200 cm2. Pada alat ini
terdapat sebuah silinder jam sebagai tempat pemasangan pias, sehingga akan
dapat diketahui curah hujan maksimum dan minimum serta waktu terjadinya.
Prinsip kerja alat ini yaitu air hujan masuk melalui corong kemudian akan
terkumpul dalam tabung. Dalam tabung ini terdapat pelampung yang dihubungkan
dengan tangkai pena, sehingga air yang masuk kedalam tabung akan menekan
pelampung, maka pelampung akan naik dan tangkai pena turut bergerak keatas.
Gerakan pena tersebut akan mencatat pada pias yang dipasang pada
silinder jam, jika gerakan pena mencapai skala 10 mm pada pias maka secara
otomatis air akan turun melalui pipa siphon dan jatuh kedalam bejana plastik. Air
dalam tabung terkuras habis sehingga tangkai pena turut bergerak turun sampai
pena menunjuk skala nol, jika hujan masih turun pena akan naik lagi, demikian
seterusnya.
Waktu pengamatan : pengamatan dilakukan selama 24 jam dan
penggantian pias dilakukan pada jam 07.00 WIB.
b. Penakar Hujan Otomatis Type Typping Bucket.
Berfungsi untuk mengukur jumlah curah hujan pada periode waktu
tertentu, dipasang dengan ketinggian 140 cm dari permukaan tanah dan luas
penampang corong 400 cm2. Alat ini terdiri dari sensor yang berupa bucket
(semacam timbangan) dan dihubungkan dengan menggunakan kabel ke
recorder/pencatat yang ditempatkan dalam ruangan observasi, kerja alat ini
memerlukan arus AC yang diubah menjadi DC 7,5 – 9,0 Volt. Prinsip kerja alat
ini yaitu air yang masuk melalui corong akan jatuh kedalam alat semacam
timbangan, dimana satu jungkitan pada alat ini akan direspon oleh recorder
sehingga akan terbentuk lukisan satu anak tangga pada pias dan angka counter
bertambah satu. Perubahan satu angka counter menunjukkan lukisan satu anak
tangga pada pias dan satu jungkitan pada sensor nilainya akan setara dengan 0,5
mm curah hujan.
c. Penakar Hujan Manual Type Observatorium
Berfungsi untuk mengukur jumlah curah hujan. Alat ini dipasang diatas
tonggak kayu yang dibeton dengan ketinggian 120 cm dari permukaan tanah
sampai mulut corong penaka r, luas penampang corong yaitu 100 cm2 dengan
kapasitas menampung curah hujan ± 5 liter, dan ditengah corong penakar
dipasang kran. Jumlah curah hujan yang tertampung akan dituangka melalui kran
dan ditakar dengan gelas ukur yang berskala sampai dengan 20 mm.
Waktu pengamatan : pengamatan dilakukan jam 07.00 WS dengan
membuka kran dan menampung air hujan dalam gelas penakar kemudian dibaca
skala yang menunjukkan jumlah curah hujan yang terjadi selama 24 jam.
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum yang dilakukan untuk mengukur ketebalan dan intensitas curah
hujan dilakukan pada:
Waktu : Pukul 13.00 WIB
Tanggal : 10 Oktober 2012
Tempat : Laboratorium Teknik Pengendalian dan Konservasi
Lingkungan, Workshop Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum mengukur ketebalan dan intensitas
curah sebagai berikut:
a. Jangka sorong
b. Rainfall Simulator
c. Ombrometer
d. Papan aluminium
e. Stopwatch
f. Gelas Ukur
g. Papan penutup ombrometer (triplek)
h. Timba plastik
Bahan yang digunakan dalam praktikum mengukur ketebalan dan
intensitas curah adalah:
a. Air
3.3 Langkah Kerja Praktikum
Langkah kerja praktikum pengukuran ketebalan dan intensitas curah
hujan:
1. Menyiapakn alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum.
2. Melakukan penginstalan alat rainfall simulator dengan cara:
a. Mengisi bak air rainfall simulator hingga penuh.
b. Mengatur sudut lubang cakram dengan tiga kondisi yakni 15o, 25o
dan 35o kemudian diputar knob pengunci agar sudut cakram tidak
berubah-ubah.
c. Membuka kran pengukur debit air agar air dapat mengalir dari bak
ke rangkaian penyemprot.
d. Menghidupkan pompa dengan menekan switch control pompa,
kemudian mengatur kecepatan putaran cakram sebesar 80
putaran/menit.
e. Mengatur debit air melalui tombol pengaturan debit air sebesar 60
liter/menit.
3. Mengukur diameter dalam ombrometer dengan menggunakan jangka
sorong.
4. Menempatkan ombrometer diatas papan aluminium lalu atasnya ditutup
papan triplek agar air tidak masuk ke ombrometer saat rainfall simulator
pertama kali dihidupkan atau saat penyetelan rainfall simulator.
5. Menghidupkan rainfall simulator lalu dilakukan penyetelan ulang
seperti mengatur debit air dan kecepatan putaran cakram.
6. Setelah penyetelan selesai, buka penutup ombrometer dan menjalankan
stopwatch untuk mengatur waktu hingga 10 menit setiap praktikum
pada tiga kondisi sudut cakram.
7. Setelah 10 menit, mengukur volume air pada ombrometer dengan
menggunakan gelas ukur.
8. Mencatat dan menghitung ketebalan dan intensitas hujan dengan
menggunakan rumus:
a. Ketebalan curah hujan : I = vA
Dengan, I = Ketebalan curah hujan (mm)
V = Volume tampungan air hujan (cm3)
A = Luas mulut ombrometer (cm2)
b. Intensitas Hujan : I = QAt
x 600
Dengan, I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
Q = volume air di tiap container (ml)
A = Luas mulut ombrometer (cm3)
T = Waktu Pengumpulan hujan (menit)
BAB 4. PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan Perhitungan
Tabel pengamatan 1. Pengukuran Ketebalan Curah Hujan
NomorOmbrometer
Volume (ml)Luas Mulut Ombrometer
(cm2)
Ketebalan Curah Hujan (mm)
15o 25o 35o 15o 25o 35o
1 810 1170 1940 124.4289 65.097 94.0296 155.9122 1070 1450 2320 122.4601 87.375 118.406 189.4493 940 1340 1880 125.0226 75.186 107.181 150.3734 790 1280 2260 125.2208 63.089 102.219 180.4815 1300 1430 1800 124.0338 104.81 115.291 145.1226 760 1190 1790 125.0226 60.789 95.1828 143.1747 1080 1340 2500 125.2208 86.248 107.011 199.6478 820 1390 2300 123.2457 66.534 112.783 186.6199 740 1180 1470 124.0338 59.661 95.1353 118.516
Pembahasan Tabel 1.
Pengukuran ketebalan curah hujan:
Awal langkah pengukuran dilakukan dengan mengukur diameter dalam
mulut ombrometer dengan menggunakan jangka sorong sebanyak tiga kali,
sehingga akan didapat data hasil pengukuran sebanyak 3 data setiap ombrometer
kemudian di rerata untuk mendapat diameter optimum. Pengukuran diameter
ombrometer dilakukan tiga kali untuk menghindari kesalahan-kesalahan
pengukuran dan menambah keakuratan dalam pengukuran. Sehingga didapat data
hasil pengukuran rerata sebesar:
D1 = 12,59 cm D2 = 12,49 cm D3 = 12,62 cm D4 = 12,63 cm
D5 = 12,57 cm D6 = 12,62 cm D7 = 12,63 cm D8 = 12,53 cm
D9 = 12,57 cm
Data diameter diatas, dapat digunakan untuk mencari luas ombrometer
dengan menggunakan rumus luas lingkaran yakni L = x ( D2
)2
, dengan π bernilai
sebesar 3,14. Sehingga di dapat data luas mulut ombrometer:
A1= 3,14 x ( 12,592
)2
=124,4289 cm2
A2= 3,14 x ( 12,492
)2
=122,4601 cm2
A3= 3,14 x ( 12,622
)2
=125,0226 cm2
A4= 3,14 x ( 12,632
)2
=125,2208 cm2
A5= 3,14 x ( 12,572
)2
=124,0338 cm2
A6= 3,14 x ( 12,622
)2
=125,0226 cm2
A7= 3,14 x ( 12,632 )
2
=125,2208 cm2
A8= 3,14 x ( 12,532 )
2
=123,2457 cm2
A9= 3,14 x ( 12,572
)2
=124,0338 cm2
Langkah pengukuran berikutnya adalah mengukur volume air yang berada
dalam ombrometer. Volume air ini didapat dari pengamatan ombrometer yang
telah diletakkan dibawah rainfall simulator dengan sudut lubang cakram berbeda
yakni 15o, 25o dan 35o dalam waktu 10 menit, debit air sebesar 60 liter/menit dan
kecepatan putaran cakram sebesar 80 putaran/menit. Kemudian air dari setiap
ombrometer diukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur dengan satuan
milliliter (ml) atau setara dengan cm3. Sehingga didapat data sebesar
- Pada sudut lubang cakram sebesar 15o
V1 = 810 ml V2 = 1070 ml V3 = 940 ml V4 = 790 ml
V5 = 1300 ml V6 = 760 ml V7 = 1080 ml V8 = 820 ml
V9 = 740 ml
- Pada sudut lubang cakram sebesar 25o
V1 = 1170 ml V2 = 1450 ml V3 = 1340 ml V4 = 1280 ml
V5 = 1430 ml V6 = 1190 ml V7 = 1340 ml V8 = 1390 ml
V9 = 1180 ml
- Pada sudut lubang cakram sebesar 35o
V1 = 1940 ml V2 = 2320 ml V3 = 1880 ml V4 = 2260 ml
V5 = 1800 ml V6 = 1790 ml V7 = 2500 ml V8 = 2300 ml
V9 = 1470 ml
Dari data diatas dapat diketahui bahwa semakin tinggi elevasi atau sudut
lubang cakram maka volume air hujan yang keluar akan semakin besar. Hal ini
dikarenakan semakin besar lubang sudut cakram maka semakin banyak air yang
keluar dari lubang cakram pada saluran penyemprot di rainfall simulator.
Setelah mengukur dari diameter dalam ombrometer untuk mencari luas
mulut ombrometer dan mengukur volume air yang tertampung pada tiap
ombrometer, maka daari data tersebut dapat digunakan untuk mencari ketebalan
curah hujan dengan menggunakan rumus I¿VA
, dengan I = ketebalan curah hujan
(mm), V = volume tampungan air hujan (cm3) dan A = luas mulut ombrometer
(cm2) sehingga didapat data:
- Pada sudut lubang cakram sebesar 15o
I1¿810
124,4289=6,5097 cm = 65,097 mm
I2¿1070
122,4601=8,7375 cm = 87,375 mm
I3¿940
125,0226=7,5186 cm = 75,186 mm
I4¿790
125,2208=6,3089 cm = 63,089 mm
I5¿1300
124,0338=10,481 cm = 104,81 mm
I6¿760
125,0226=6,0789 cm = 60,789 mm
I7¿1080
125,2208=8,6248 cm = 86,248 mm
I8¿820
123,2457=6,6534 cm = 66,534 mm
I9¿740
124,0338=5,9661 cm = 59,661 mm
- Pada sudut lubang cakram sebesar 25o
I1¿1170
124,4289=9,40296 cm = 94,0296 mm
I2¿1450
122,4601=11,8406 cm = 118,406 mm
I3¿1340
125,0226=10,7181 cm = 107,181 mm
I4¿1280
125,2208=10,2219 cm = 102,219 mm
I5¿1430
124,0338=11,5291 cm = 115,291 mm
I6¿1190
125,0226=9,51828 cm = 95,1828 mm
I7¿1340
125,2208=10,7011 cm = 107,011 mm
I8¿1390
123,2457=11,2783 cm = 112,783 mm
I9¿1180
124,0338=9,51353 cm = 95,1353 mm
- Pada sudut lubang cakram sebesar 35o
I1¿1940
124,4289=15,5912 cm = 155,912 mm
I2¿2320
122,4601=18,9449 cm = 189,449 mm
I3¿1880
125,0226=15,0373 cm = 150,373 mm
I4¿2260
125,2208=18,0481 cm = 180,481 mm
I5¿1800
124,0338=14,5122 cm = 145,122 mm
I6¿1790
125,0226=14,3174 cm = 143,174 mm
I7¿2500
125,2208=19,9647 cm = 199,647 mm
I8¿2300
123,2457=18,6619 cm = 186,619 mm
I9¿1470
124,0338=11,8516 cm = 118,516 mm
Dari data diatas dapat disimpulkan bahawa ketebalan curah hujan setiap
wadah ombrometer berbeda-beda hal ini dapat dikarenakan letak ombrometer
yang tidak sepenuhnya berada ditengah saluran penyemprot rainfall simulator dan
besar sudut lubang cakram yang semakin besar.
Tabel Pengamatan 2. Pengukuran Intensitas Curah Hujan
Waktu pengumpulan hujan: 10 menit
Luas Mulut Ombromete
r (cm2)
Volume terkumpul (ml)
Intensitas Hujan (mm/jam)
Sudut lubang cakram (o)
15o 25o 35o 15o 25o 35o
Ombrometer 1 124.4289 810 1170 1940 390.585 564.178 935.474Ombrometer 2 122.4601 1070 1450 2320 524.252 710.436 1136.7Ombrometer 3 125.0226 940 1340 1880 451.119 643.084 902.237Ombrometer 4 125.2208 790 1280 2260 378.531 613.317 1082.89Ombrometer 5 124.0338 1300 1430 1800 628.861 691.747 870.73Ombrometer 6 125.0226 760 1190 1790 364.734 571.097 859.045Ombrometer 7 125.2208 1080 1340 2500 517.486 642.066 1197.88Ombrometer 8 123.2457 820 1390 2300 399.203 676.697 1119.71Ombrometer 9 124.0338 740 1180 1470 357.967 570.812 711.096
Volume Total (ml) 8310 11770 18260Intensitas rerata (mm/jam) 445.86 631.493 979.53
Pembahasan Tabel 2
Pengukuran intensitas hujan
Langkah-langkah pengukuran yang dilakukan sama dengan langkah-
langkah pengukuran ketebalan curah hujan yakni pertama mengukur diameter
dalam ombrometer kemudian dihitung luas mulut ombrometer dan didapat data
luas mulut ombroneter. Langkah kedua adalah mengukur volume yang berada
dalam ombrometer setelah dilakukan pengamatan dan didapat data volume air
yang ditampung ombrometer. Setelah pengukuran-pengukuran terhadap
diameter dalam ombrometer dan volume air yang ditampung, langkah akhir
untuk mengukur intensitas adalah dengan menghitungnya dengan rumus
I = QAt
x 600, dengan I = intensitas curah hujan (mm/jam), Q = volume air di
tiap container (ml), A = luas mulut ombrometer (cm2) dan T = waktu
pengumpulan hujan (menit).
- Pada sudut lubang cakram sebesar 15o
I1¿810
124,4289 x 10x 600 = 390.585 mm/jam
I2¿1070
122,4601 x 10x600= 524.252 mm/jam
I3¿940
125,0226 x 10x 600 = 451.119 mm/jam
I4¿790
125,2208 x 10x 600 = 378.531 mm/jam
I5¿1300
124,0338x 10x 600 = 628.861 mm/jam
I6¿760
125,0226 x 10x 600 = 364.734 mm/jam
I7¿1080
125,2208x 10x 600 = 517.486 mm/jam
I8¿820
123,2457 x 10x 600 = 399.203 mm/jam
I9¿740
124,0338x 10x 600 = 357.967 mm/jam
- Pada sudut lubang cakram sebesar 25o
I1¿1170
124,4289 x 10x 600 = 564.178 mm/jam
I2¿1450
122,4601 x 10x600 = 710.436 mm/jam
I3¿1340
125,0226 x 10x 600 = 643.084 mm/jam
I4¿1280
125,2208 x 10x 600 = 613.317 mm/jam
I5¿1430
124,0338x 10x 600 = 691.747 mm/jam
I6¿1190
125,0226 x 10x 600 = 571.097 mm/jam
I7¿1340
125,2208x 10x 600 = 642.066 mm/jam
I8¿1390
123,2457 x 10x 600 = 676.697 mm/jam
I9¿1180
124,0338x 10x 600 = 570.812 mm/jam
- Pada sudut lubang cakram sebesar 35o
I1¿1940
124,4289 x 10x 600 = 935.474 mm/jam
I2¿2320
122,4601 x 10x600 = 1136.7 mm/jam
I3¿1880
125,0226 x 10x 600 = 902.237 mm/jam
I4¿2260
125,2208x 10x 600 = 1082.89 mm/jam
I5¿1800
124,0338 x 10x 600 = 870.73 mm/jam
I6¿1790
125,0226 x 10x 600 = 859.045 mm/jam
I7¿2500
125,2208 x 10x 600 = 1197.88 mm/jam
I8¿2300
123,2457 x 10x 600 = 1119.71 mm/jam
I9¿1470
124,0338 x 10x 600 = 711.096 mm/jam
Dari data diatas merupakan intensitas hujan dari setiap ombrometer tiap
tiga kondisi sudut. Setelah itu dicari intensitas rerata tiap tiga kondisi sudut yakni
15o, 25o dan 35o dengan menjumlahkan semua intensitas setiap tiga kondisi sudut
lalu dibagi jumlah ombrometer.
Intensitas rerata sudut 15o = (390,585+52,252+451,119+378,531+628,861+
364,734+517,486+399,203+357,967)/9
= 445.86 mm/jam
Intensitas rerata sudut 25o= (564,178+710,436+643,084+613,317+691,747+
571,097+642,066+676,697+570,812)/9
= 631.493 mm/jam
Intensitas rerata sudut 35o= (935,474+1136,7+902,237+1082,89+870,73+859,045
1197,88+1119,71+711,096)/9
= 979.53 mm/jam
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa intensitas hujan setiap sudut
memiliki ukuran yang berbeda-beda meskipun dilakukan pada waktu yang sama
hal ini dikarenakan sudut yang semakin besar membuat jumlah air yang keluar
semakin besar pula.
4.2 Perbedaan Intensitas dan Curah Hujan
Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan dalam jangka
waktu tertentu. Curah hujan adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam
tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Dari
pengertian diatas dapat diambil perbedaan bahwa curah hujan merupakan
ketinggian air hujan pada suatu tempat tertentu tanpa dipengaruhi wkatu
sedangakn intensitas adalah banyaknya hujan dalam suatu waktu tertentu.
Perbedaan lainnya adalah satuan curah hujan adalah mm (millimeter) sedangkan
intensitas hujan memiliki satuan mm/jam atau mm/menit.
4.3 Bentuk Ombrometer
Ombrometer merupakan alat pengukur curah hujan. Bentuk ombrometer
memiliki fungsi yang membantu dalam cara kerjanya untuk mengukur intensitas
mauapun ketebalan curah hujan.
Bagian atas ombrometer berbentuk corong kedalam hal ini berfungsi saat
air masuk ke ombrometer air langsung masuk kedalam ombrometer dan juga
meminimalkan tetesan air yang jatuh keluar dari ombrometer dan juga berfungsis
ebagai penutup tabung luar ombrometer.
Bagian dalam ombrometer terdapat sebuah tabung kecil dari aluminium
yang berfungsi untuk menampung air hujan yang jatuh dari corong dan juga
tabung ini mempunyai ukuran 100 ml sehingga memudahkan pembaca untuk
membaca volume air hujan yang masuk.
Bagian tabung besar tempat menampungnya tabung aluminium kecil.
Bagian ini berfungsi sebagai wadah air yang tumpah dari tabung kecil yang
berada didalamnya, sehingga air tidak tumpah keluar.
Bentuk ombrometer berbentuk silinder agar lebih ergonomis saat dipegang
oleh pengguna.
BAB 5. KESIMPULAN
Kesimpulan dari laporan ini adalah
1. Hujan adalah peristiwa jatuhnya air/es dari atmosfer ke permukaan bumi dan
atau laut dalam bentuk yang berbeda. Curah hujan adalah ketinggian air hujan
yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan
tidak mengalir. Intensitas hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada
suatu daerah dalam waktu tertentu.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan dan intensitas hujan adalah
bentuk medan/topografi, arah lereng medan, arah angin yang sejajar dengan
garis pantai dan jarak perjalanan angin di atas medan datar.
3. Mekanisme jatuhnya air hujan secara umum terjadi karena proses konveksi
dan pembentukan awan berlapis (stratiform). Kedua mekanisme ini berbeda
dalam proses pembentukan dan pembesaran ukuran dan berat butiran hujan
yang menyebabkan pergerakan vertikal udara yang berasosiasi dengan awan
pembentuk hujan.
4. Alat-alat yang digunakan adalah ombrometer, penakar hujan otomatis type
hellmann, penakar hujan otomatis type typping bucket dan penakar hujan
manual type observatorium
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Hujan. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=pengertian
curah hujan dan intensitas hujan&source=web. (11 Oktober 2012)
Anonim. 2011. Prespitasi. Semarang: Universitas Dipenogoro.
www.unhas.ac.id/lkpp/tani/3%20PRESIPITASI.pdf (16 Oktober 2012)
Anonim. 2012. Pengertian Curah Hujan
http://www.infogue.com/viewstory/2012/03/28/mengenal_pengertian_cura
h_hujan/?url=http://afghanaus.com/pengertian-curah-hujan/ (16 Oktober
2012)
Hendayana, D. 2011. Mengenal Nama dan Fungsi Alat‐alat Pemantau Cuaca dan
Iklim. Bandung.
Sastrodarsono, Suyono dan Kensaku Takeda. 1999, Hidrologi untuk Pengairan.
Pradnya Pramita. Bandung.
Recommended