BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada ilmu mikrobiologi ini kita mempelajari banyak tentang jasad-jasad renik
yangg disebut juga dengan microbe atau protista, di mana adanya, ciri-cirinya,
kekerabatan antara sesamanya seperti juga dengan kelompok organisme lainnya,
pengaruh dan peranannya dalam kesehatan serta kesejahteraan kita.
Mikroorganisme sangat erat kaitannya dengan kehidupan kita, beberapa di
antaranya bermanfaat dan yang lain merugikan. Banyak di antaranya menjadi
penghuni dalam tubuh manusia. Beberapa mikroorganisme menyebabkan penyakit
dan yang lain terlibat dalam kegiatan manusia sehari-hari seperti misalnya
pembuatan anggur, keju, yogurt, produksi penicillin, serta proses-proses perlakuan
yang berkaitan dengan pembuangan limbah.
Sensitifitas menyatakan bahwa uji sentifitas bakteri merupakan suatu metode
untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk
mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Metode Uji
sensitivitas bakteri adalah metode cara bagaimana mengetahui dan mendapatkan
produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada
konsentrasi yang rendah.
Oleh sebab itu praktikum mengenai uji sensitivitas perlu dilakukan agar dapat
mengetahui zona hambat dari setiap antibiotik dan seberapa besar resistensi,
intermediet, dan sensitive suatu bakteri Staphylococcus aureus terhadap beberapa
antibiotik.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan tersebut yaitu:
1. Praktikan mengetahui zona hambat dari setiap antibiotik
2. Praktikan memahami tingkat resistensi, intermediet, dan sensitive bakteri
terhadap beberapa antibiotik
C. Manfaat
Adapun manfaat dari pratikum ini yaitu:
1. Setelah melaksanakan praktikum ini, maka diharapkan praktikan dapat
mengetahui zona hambat dari setiap antibiotik
2. Praktikan dapat mengetahui tingkat resistensi suatu bakteri terhadap
antibiotic. Dengan mengetahui tingkat resistensi, intermediet, dan sensitive
suatu bakteri terhadap antibiotic, hal ini dapat bermanfaat dalam bidang
kesehatan atau kedokteran contohnya mengetahui antibiotik yang baik
digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri S. aureus merupakan bakteri kokus Gram positif, tidak bergerak, tidak
berspora. Diameter antara 0,8-1,0 m. Pada sediaan langsung yang berasal dari nanah
dapat terlihat sendiri, berpasangan, menggerombol bahkan tersusun seperti rantai
pendek. Susunan gerombolan yang tidak teratur biasanya ditemukan pada sediaan
yang dibuat dari perbenihan padat, sedangkan dari perbenihan kaldu biasanya
ditemukan tersendiri atau tersusun sebagai rantai pendek. Staphylococcus mudah
tumbuh pada berbagai media bakteriologik dibawah suasana aerobik atau
mikroaerobik. Staphylococcus tumbuh paling cepat pada suhu kamar 370C, akan
tetapi untuk pembentukan pigmen yang terbaik pada suhu kamar (20-350C) dan pada
media dengan pH 7,2-7,4. Pada media padat, koloni berbentuk bulat, lembut dan
mengkilat. Dalam keadaan kering pada benang, kertas, kain dan dalam nanah,
staphylococcus dapat hidup selama 6-14 minggu. S. aureus merupakan bakteri Gram
positif yang mempunyai struktur dinding sel terdiri dari lapisan peptidoglikan dan
asam teikoat. Dinding sel bakteri merupakan struktur kompleks dan berfungsi sebagai
selubung untuk melindungi protoplasma dan memberi bentuk karakteristik bakteri.
Setiap jaringan tubuh dapat diinfeksi oleh S. aureus dan menyebabkan timbulnya
penyakit dengan tanda-tanda khas, yaitu peradangan nekrosis dan pembentukan
abses. S. aureus dapat menyebabkan pneumonia, meningitis, endokarditis, dan infeksi
kulit. Staphylococcus dapat menyebabkan penyakit melalui kemampuannya
memperbanyak diri dan menyebar secara luas di dalam jaringan.
Toxic shock syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh racun-racun
yang dikeluarkan bakteri-bakteri S.aureus yang tumbuh dibawah kondisi-kondisi
dimana ada sedikit atau tidak ada oksigen. Toxic shock syndrome dikarakteristikan
oleh penimbulan tiba-tiba dari demam yang tinggi, muntah, diare, dan nyeri-nyeri
otot, diikuti okeh tekanan darah rendah (hipotensi), yang dapat menjurus pada
guncangan (shock) dan kematian.
Pangan harus didinginkan sampai dikonsumsi dan dibiarkan pada suhu kamar
selama lebih dari dua jam. Selain memproduksi koagulase, S. aureus juga dapat
memproduksi berbagai toksin, diantaranya :
1. Eksotoksin-a yang sangat beracun
2. Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang dapat
menyebabkan lisis pada sel darah merah.
3. Toksin F dan S, yang merupakan protein eksoseluler dan bersifat leukistik.
4. Hialuronidase, yaitu suatu enzim yang dapat memecah asam hyaluronat di dalam
tenunan sehingga mempermudah penyebaran bakteri ke seluruh tubuh.
5. Grup enterotoksin yang terdiri dari protein sederhana
Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran
pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan
tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin (Anonim, 2009).
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman-kuman
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Para peneliti diseluruh dunia
memperoleh banyak zat lain dengan khasiat antibiotik namun berhubung dengan
adanya sifat toksis bagi manusia, hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan
sebagai obat diantaranya adalah streptomycin
vial injeksi, Tetrasiklin kapsul,
Kanamicin kapsul, Erytromicin kapsul, Colistin
tablet, Cefadroxil tablet dan
Rifampisin kapsul (Djide, 2003).
Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman
atau juga untuk prevensis infeksi, msalnya pada pembedahan besar. Secara
provilaktis juga diberikan pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga
sebelum cabut gigi. Jumlah antibiotika yang beredar dipasaran sekarang ini semakin
banyak macamnya dan melonjak tinggi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.
Antibiotika dalam penggunaannya membutuhkan waktu yang lama baik dalam
penyimpanan dan peredarannya. Hal ini dapat menyebabkan potensi dari antibiotika
menurun dan bahkan bisa hilang (Jawelz, 1995).
Uji sensitivitas bakteri terhadap beberapa antibiotika di luar negeri sudah
lazim dilakukan sebagai pemeriksaan rutin terhadap isolat bakteri berasal dari
material klinis. Disamping itu telah banyak dilakukan penelitian tentang sensitivitas
dan resistensi bakteri terhadap bermacam-macam antibiotika telah banyak dilakukan
(Corcoran dan Shulman, 1994).
Bakteri dapat menjadi resisten terhadap antibiotika karena bakteri dapat
menghasilkan suatu enzim yang dapat menghancurkan antibiotika itu. Beberapa
enzim yang dihasilkan adalah -laktamase dan asetilase. Bakteri mutan yang
menghasilkan enzim ini dapat hidup tanpa gangguan. Selain enzim yang dihasilkan
oleh bakteri yang mutasi, dapat juga timbul enzim yang sama akibat kontak sel
dengan obat, yang dikenal sebagai adaptif (induksi) (Sartono dan Mubarak, 1984).
Resistensi terhadap antibiotika dapat juga dipindahkan dari organisme yang
resisten kepada organisme yang sensitif. Jika organisme yang resisten obat dicampur
dengan organisme yang rentan, maka semua organisme akan menjadi resistensi
terhadap obat yang sama. Resistensi obat biasanya ditransfer secara bebas dari
kromosom bakteri inang. Faktor ini disebut faktor pemindah resisten. Banyak
bakteri Gram negatif mengandung faktor resisten ini dan memindahkannya kebakteri
Gram negatif lain (Volk dan Wheeler, 1988).
Faktor pemindah resisten mencakup semua gen yang bertanggung jawab
terhadap pemindahan faktor resisten dari satu sel ke sel lain yang pada umumnya
berlangsung secara konjugasi. Faktor R ini bersifat infektif, faktor ini juga dapat
dipindahkan antara beberapa spesies bakteri yang berbeda, pemindahan faktor R
disertai dengan pemindahan gen kromosom yang mobilisasi oleh faktor R (Schelegel
dan Schmidt, 1994).
Menurut Gan (1981) mekanisme resistensi timbul terhadap antimikroba dapat
terjadi berdasarkan mekanisme sebagai berikut;
1). Mikroba mensistensi suatu enzim penghancur antimikroba.
2). Mikroba meningkatkan sintesis metabolit yang bersifat antagonis-kompetitif
terhadap antimikroba, sehingga dapat mempertahankan metabolisme untuk
keperluan hidupnya, misalnya pada peningkatkan sintensi PABA (para
aminobenzoid acid);
3). Mikroba membentuk jalan metabolisme yang baru dengan menghindari reaksi
metabolisme yang dihambat oleh antimikroba;
4). Permeabilitas dinding atau membran sel mikroba menurun untuk antimikroba.
Akibat peristiwa ini, antimikroba sulit untuk menembus masuk kedalam
mikroba, karena terjadinya perubahan struktur kimia dinding/membran sel dari
mikroba; dan
5). Perubahan struktur atau komposisi ribosom sel mikroba dengan akibat ribosom
kurang dapat mengikat antimikroba.
BAB III
METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada:
Hari/ tanggal : Sabtu, 14 April 2012
Waktu : 13.00 WITA Selesai
Tempat : Laboratorium Biodiversity Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Tadulako
B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan tersebut
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Cawan petri
c. Swab
d. Rak tabung
e. Korek api
2. Bahan
a. Alkohol 70%
b. Lilin
c. Media MHA
d. Media BHIB
e. Sampel bakteri Staphylococcus aureus
f. Antibiotik Chloromphenicol (C), Cephalexin (CL), Sulphamethoxazole
trimethoprim (SXT), Cloxacillin (OB), Novobiocin (NV), Tetraciline
(TE), Fosfonycin (FOS), Ampicillin (AMP), Cefadroxil (CFR),
Ofloxacin (OFX), Norfloxacin (NOR), dan Amikacin (AK).
C. Prosedur kerja
Adapun prosedur kerja untuk percobaan tersebut yaitu:
1. Mengambil 1 jarum ose koloni bakteri dari media BHIB sampai batas
kekeruhannya standard
2. Mensterilkan media MHA dan swab menggunakan api lilin sebelum dan
sesudah digunakan
3. Kedalam suspensi bakteri yang sudah distandarisasi kekeruhannya
dicelupkan swab steril, tunggu sebentar saat agar cairan dapat meresap ke
dalam swab kemudian swab diangkat dan diperas dengan menekankan
pada dinding tabung bagian dalam sambil diputar-putar
4. Menggoreskan swab secara zig-zag kedalam media MHA
5. Menempelkan disc obat pada permukaan media MHA
6. Membungkus media tersebut kemudian mengingkubasi selama 24 jam
pada suhu 37%
7. Mengukur zona daya hambat yang ada pada medium MHA tersebut
8. Hasil pengukuran zona daya hambat tersebut dicocokan dengan table disc
(R/I/S)
.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
No Jenis Antibiotik Gambar
Zona hambat
diameter (mm) Sebelum Sesudah
1.
1. Ampicillin (AMP)
2. Cloxacillin (DB)
1. 10 (sensitiv)
2. 5 (sensitiv)
2.
1. Novabiocin (NV)
2. Amikacin (AK)
1. 30 (resisten)
2. 40 (resisten)
3. 1. Cefadroxil (CFR)
2. Ofloxacin (OFX)
3. Norfloxacin (NOR)
1.35 (resisten)
2. 35 (resisten)
3. 40 (resisten)
4. 1. Cephalexin (CL)
2. Tetracyline (TE)
3. Fosfonycin (FOS)
1. 25 (resisten)
2. 20 (resisten)
3. 35 (resisten)
5. 1. Cloramphenicol (C)
2. Sulphamethoxazole
trimetropim (SXT)
1. 45 (resisten)
2. 30 (resisten)
B. Pembahasan
Metode uji sensitivitas bakteri adalah metode cara bagaimana mengetahui
dan mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta
mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri
pada konsentrasi yang rendah.
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman-kuman
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil.
Zona hambat adalah zona dimana menunjukan aktif dan resisten tidaknya
suatu bakteri terhadap suatu senyawa atau zat. Dimana zona hambat merupakan
senyawa metabolisme sekunder yang dikeluarkan oleh bakteri untuk bertahan hidup.
Resistensi adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikribo oleh anti
mikroba.
Uji sensitivitas tersebut dilakukan agar praktikan dapat mengetahui tingkat
resistensi , intermediet, dan sensitive dari bakteri Staphylococcus aureus terhadap
antibiotic dan pratikan bisa mengetahui zona hambat dari setiap antibiotik. Pada
praktikum kali ini antibiotik yang digunakan berjumlah 12 buah yaitu:
Chloromphenicol (C), Cephalexin (CL), Sulphamethoxazole trimethoprim (SXT),
Cloxacillin (OB), Novobiocin (NV), Tetraciline (TE), Fosfonycin (FOS),
Ampicillin (AMP), Cefadroxil (CFR), Ofloxacin (OFX), Norfloxacin (NOR), dan
Amikacin (AK).
Dalam percobaan tersebut menggunakan media MHA untuk penanaman
bakteri yang berfungsi sebagai nutrisi untuk pertumbuhan bakteri serta digunakan
khusus untuk sensitivitas dan media BHIB yang berfungsi sebagai media
pemupukan pada bakteri yang akan diujikan yaitu Staphylococcsc aureus. Pada
pengamatan yang dilakukan, terlebih dahulu melakukan fiksasi alat-alat yang akan
digunakan pada praktikum. Fiksasi berfungsi agar tidak terdapat mikroba yang
menempel. Bakteri Staphylococcus aureus dimasukkan dalam media BHIB (Brain
Heart Infusion Broth) yang berfungsi membantu pertumbuhan bakteri tersebut.
Selanjutnya menggoreskan swap secara zig zag pada cawan petri yang
berisikan medium MHA (Mueller Hinton Agar) yang juga merupakan tempat hidup
dan berkembangbiakanya suatu bakteri. Langkah selanjutnya, memasukkan
antibiotik pada masing-masing cawan petri dengan jarak yang tidak terlalu dekat,
agar nantinya dapat diketahui mana antibiotik yang resisten dan sensitif terhadap
bakteri. Menginkubasi media tersebut selama 24 jam. Dalam masa inkubasi yang
lebih lama, dapat terjadi perubahan dalam kondisi tersebut, yaitu bisa menunjukan
terbentuknya zona hambat secara penuh, atau tidak terbentuknya zona hambat dan
namun pada umumnya bekas zona hambat terlihat. Hal tersebut tergantung dengan
daya tahan bakteri terhadap antibiotik.
Apabila diameter zona hambat antibiotik < 11 mm ini artinya bakteri
tersebut resisten terhadap antibiotik yang digunakan dan apabila diameter zona
hambat antibiotik 11-12 mm maka dikatakan intermediet. Sedangkan jika zona
hambat antibiotik memiliki diameter > 19 mm artinya bakteri tersebut sensitive
terhadap antibiotik yang digunakan.
Dari hasil pengamatan diperoleh antiboitik Ampicillin (AMP) memiliki
daerah hambat dengan diameter 10 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
artinya bakteri tersebut resisten terhadap antibiotik tersebut. Bakteri dapat resisten
bisa dikarenakan antibiotik gagal menghambat sintesis dinding sel dan kurang peka
terhadap enzim b-laktamase yang diproduksi oleh beberapa bakteri seperti Staph.
Aureus.
Untuk antibiotik Cloxacillin (DB) memiliki zona hambat dengan diameter 5
mm. Artinya bakteri Staphylococcus aureus resisten terhadap antibiotik tersebut.
Bakteri tersebut dapat resisten karena penururnan permeabilitas selaput sel mikroba
yang menyebabkan Cloxacillin tidak dapt menembus dinding sel bakteri.
Pada jenis antibiotik Novobiocin (NV) memiliki zona hambat dengan
diameter 30 mm, ini artinya bakteri sensitive terhadap antibiotik tersebut ini
dikarenakan antibiotik Novobiocin bekerja melalui penghambatan sintesis asam
nukleat yaitu mengganggu sintesa DNA.
Kemudian antibiotic Amikacin (AK) memiliki daerah hambat dengan
diameter 40 mm. Amikacin adalah golongan Aminoglikosida merupakan
penghambat sintesis protein irreversible, namun mekanisme pasti bakteriosidnya
tidak jelas. Begitu memasuki sel, ia akan mengikat protein subunit-30S yang
spesifik (untuk streptomycin S12). Menghambat sintesis protein dengan 3 cara,
pertama agen-agen ini mengganggu kompleks awal pembentukan peptide, kedua
gen-agen ini menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan penggabungan
asam amino yang salah ke dalam peptide, sehingga menyebabkan suatu keadaan
nonfungsi atau toksik protein, dan terakhir gen-agen ini menyebabkan terjadinya
pemecahan polisom menjadi monosom non-fungsional. Mekanisme Resistensi
Amikacin yaitu mikroorganisme memproduksi suatu enzim transferase atau enzim-
enzim yang menyebabkan inaktivitas aminoglikosid, melalui adenilasi, asetilasi,
atau fosforilasi, kemudian menghalangi masuknya aminoglikosida ke dalam sel
protein reseptor sub unit ribosom 30S kemungkinan hilang atau berubah sebagai
akibat dari mutasi.
Sedangkan pada jenis antibiotik Cefadroxil (CFR) memiliki daerah hambat
dengan diameter 35 mm, ini menandakan bahwa bakteri sensitive terhadap
antibiotic. Hal tersebut dikarenakan Cefadroxil adalah antibiotika semisintetik
golongan sefalosforin bersifat bakterisid dengan jalan menghambat sintesa dinding
sel bakteri. Cefadroxil aktif terhadap Streptococcus beta-hemolytic, Staphylococcus
aureus (termasuk penghasil enzim penisilinase), Streptococcus pneumoniae,
Escherichia coli, Proteus mirabilis, Klebsiella sp, Moraxella catarrhalis.
Pada antibiotik Ofloxacin (OFX) memiliki daerah hambat dengan diameter 35
mm, ini artinya bakteri Staphylococcus aureus sensitive terhadap antibiotic ini. Hal
ini dapat disebabkan karena Ofloxacin merupakan senyawa antibakteri sintetik dari
golongan kuinolon dan bersifat bakterisida. Ofloxacin aktif terhadap bakteri aerobik
gram positif termasuk penghasil penisilinase dan bukan penghasil penisilinase,
terhadap sebagian besar bakteri aerobik gram negatif termasuk Staphylococcus yang
resisten terhadap metisilina. Aktivitas antibakteri Ofloxacin dengan jalan
menghambat DNA girase, suatu enzim essensial yang merupakan katalis penting
dalam duplikasi dan transkripsi DNA bakteri.
Untuk antibiotik Norfloxacin (NOR) memiliki daerah hambat dengan diameter
40 mm. Ini menunjukkan bahwa bakteri Staphylococcus aureus sensitive terhadap
antibiotic Norfloxacin ini dikarenakan Norfloxacin merupakan generasi pertama dari
fluoroquinolones yang mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri
dengan menghambat topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV.
Penghambatan DNA gyrase mencegah relaksasi supercoiled DNA yang diperlukan
dalam transkripsi dan replikasi normal.
Untuk antibiotic jenis Cephalexin (CL) zona hambat yang diketahui yaitu 25
mm, ini berarti bakteri Staphylococcus aureus sensitive terhadap antibiotic ini, hal ini
dikarenakan Sefaleksina merupakan antibiotik semi sintetik yang merupakan generasi
pertama antibiotika golongan sefalosporin. Aktivitas antibakteri Sefaleksina dengan
jalan menghambat pembentukan dinding sel bakteri, terutama dengan asilasi enzim
transpeptidase. Reaksi ini mencegah cross-linkage rantai peptidoglikan yang
diperlukan untuk kekuatan dan rigiditas dinding sel bakteri. Sefaleksina efektif
terhadap bakteri gram-positif termasuk Staphylococcus yang memproduksi enzim
penisilinase serta beberapa bakteri anaerob.
Pada antibiotic Tetraciline (TE) memiliki daerah hambat dengan diameter 20
mm, Tetracycline merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan dengan subunit
ribosomal 16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-tRNA dari situs A pada
ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translasi protein.
Untuk antibiotic Fosfonycin (FOS) memiliki zona hambat dengan diameter 35
mm, yang berarti bakteri Staphylococcus aureus sensitive terhadap antibiotic ini. Hal
ini dikarenakan Fosfomycin merupakan antibiotic bakterisidal dengan spektrum yang
agak luas. Efek bacterisidal ini melalui penghambatan enzim enolpyruviltransferase
yang terlibat dalam sintesis dinding sel bakteri. Fosfomycin aktif melawan mikro-
organisme gram-positif dan gram-negatif .
Dan untuk jenis antibiotik Chloromphenicol (C) dengan zona hambat yang
dimilikinya yaitu 45 mmri . Ini menandakan bakteri Staphylococcus aureus sensitive
terhadap antibiotic jenis ini, Hal ini terjadi karena Chloramphenicol merupakan
antibiotik yang melkat pada sub limit 50 S ribosom bakteri sehingga meghalangi
enzim peptidiltransferase. Enzim inilah yang melaksanakan tiga langkah dengan
membentuk ikatan petida antara asam amino baru yang masih melekat pada tRNA-
nya, dan asam amino terakhir peptida yang sedang berkembang. Hal iru
menyebabkan sintesis protein terhenti seketika.
Serta antibiotik jenis Sulphamethoxazole trimethoprim (SXT) yang memiliki
zona hambat 30 mm, juga menandakan bahwa bakteri Staphylococcus aureus
sensitive terhadap antibiotic jenis ini, Hal ini dapat terjadi karena Sulphamethoxazole
menghambat masuknya molekul PABA (p-amibobenzoic acid) ke dalam molekul
asam folat dan juga menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis
asam dihidrofolat, mencegah resistensi serta bekerja sinergis.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari percobaan uji sensitivitas tersebut dapat ditarik kesimpulan:
1. Antiboitik Ampicillin (AMP) dan antibiotik Cloxacillin (DB) memiliki zona
hambat < 11. Apabila diameter zona hambat antibiotik < 11 mm ini artinya
bakteri tersebut resisten terhadap antibiotik yang digunakan.
2. Pada jenis antibiotik Novobiocin (NV), Amikacin (AK), Cefadroxil (CFR),
Ofloxacin (OFX), Norfloxacin (NOR, Cephalexin (CL), Tetraciline (TE),
Fosfonycin (FOS), Chloromphenicol (C), dan Sulphamethoxazole
trimethoprim (SXT) memiliki zona hambat > 19 mm. Jika zona hambat
antibiotik memiliki diameter > 19 mm artinya bakteri tersebut sensitive
terhadap antibiotik yang digunakan.
3. Emakin besar zona daya hambat maka semakin besar pula tingkat resistensi
dari antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009, http://wwwmicrobiologyonline.blogspot.com/ , diakses pada 17 April
2012, Pukul 19.00 Wita.
Anonim, 2009, http://id.shvoong.com/tags/faktor-antibiotik-resisten-terhadap-
bakteri, diakses pada 17 April 2012, Pukul 19.00 Wita.
Anonim, 2009, http://mawarmawar.wordpress.com/, diakses pada 17 April 2012,
Pukul 19.00 Wita.
Anonim, 2012, http://id.wikipedia.org/wiki/, diakses pada 17 April 2012, Pukul
19.00 Wita.
Anonim, 2009, http://translate.google, diakses pada 17 April 2012, Pukul 19.00
Wita.
Anonim, 2009, http://etd.eprints.ums.ac.id/15360/2/bab_1.pdf, diakses pada 17 April
2012, Pukul 19.00 Wita.
Corcoran, J.W. and S.T. Shulman, (1994), Biologi Molekuler Sensitivitas dan
Resistensi Terhadap Agen Antimikroba. Dalam: Dasar Biologis dan Klinis
Penyakit Infeksi. Edisi keempat, Shuman, Phair dan Sommers, Diterjemahkan
oleh Wahab, A.S. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Djide, M. N. 2003, Mikrobiologi Farmasi, Jurusan Farmasi UNHAS, Makassar.
Jawelz, M. A. 1995, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) Edisi 20,
EGC, Jakarta.
Sartono, K.R. dan Z. Mubarak, (1984), Mikrobiologi Umum, Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.
Volk, W.A. and M.F. Wheeler, (1988), Mikrobiologi Dasar, Edisi kelima.
Diterjemahkan oleh Adisoemarto, S, Universitas Airlangga, Surabaya.
LEMBAR ASISTENSI
Nama : Dias Tuti
Stambuk : G 601 11 046
Kelompok : IV
Asisten : Mochammad Syahrir S. Si.
No Hari / Tanggal Perbaikan Paraf
LAPORAN SEMENTARA
Percobaan 5
A. Judul Percobaan : Uji Sensitivitas
B. Tujuan Percobaan : Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
3. Praktikan mengetahui zona hambat dari setiap
antibiotik
4. Praktikan memahami tingkat resistensi,
intermediet, dan sensitive bakteri terhadap
beberapa antibiotik
C. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu :
3. Alat
f. Tabung reaksi
g. Cawan petri
h. Swab
i. Rak tabung
j. Korek api
4. Bahan
g. Alkohol 70%
h. Lilin
i. Media MHA
j. Media BHIB
k. Sampel bakteri Staphylococcus aureus
l. Antibiotik Chloromphenicol (C), Cephalexin (CL), Sulphamethoxazole
trimethoprim (SXT), Cloxacillin (OB), Novobiocin (NV), Tetraciline
(TE), Fosfonycin (FOS), Ampicillin (AMP), Cefadroxil (CFR),
Ofloxacin (OFX), Norfloxacin (NOR), dan Amikacin (AK).
D. Hasil Pengamatan
No Jenis Antibiotik Gambar
Zona hambat
diameter (mm) Sebelum Sesudah
1.
3. Ampicillin (AMP)
4. Cloxacillin (DB)
3. 10 (sensitiv)
4. 5 (sensitiv)
2.
3. Novabiocin (NV)
4. Amikacin (AK)
3. 30 (resisten)
4. 40 (resisten)
3. 4. Cefadroxil (CFR)
5. Ofloxacin (OFX)
6. Norfloxacin (NOR)
1.35 (resisten)
2. 35 (resisten)
3. 40 (resisten)
4. 4. Cephalexin (CL)
5. Tetracyline (TE)
6. Fosfonycin (FOS)
4. 25 (resisten)
5. 20 (resisten)
6. 35 (resisten)
5. 3. Cloramphenicol (C)
4. Sulphamethoxazole
trimetropim (SXT)
3. 45 (resisten)
4. 30 (resisten)
Kelompok IV
Dias Tuti (G 601 11 046)
Melvina Manita F. (G 601 11 049)
Yuditha Apriliana W(G 601 11 053)
Moh.Fachrin (G 601 11 056)
Magfirah (G 601 11 067)
Masrida (G 601 11 068)
Pertiwi (G 601 11 078)
Moh.Ardiyansyah (G 601 11 079)
Asisten
Pembimbing
Mochammad Syahrir S.Si.