7/23/2019 LTA Rifka
1/44
PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER)
ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN
DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY
PEKANBARU
Laporan Tugas Akhir
OLEH:
RIFKA ULYA
NBP.1201373033
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH
PAYAKUMBUH
2015
7/23/2019 LTA Rifka
2/44
PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER)
ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN
DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY
PEKANBARU
Laporan Tugas Akhir
OLEH:
RIFKA ULYA
NBP.1201373033
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH
PAYAKUMBUH
2015
7/23/2019 LTA Rifka
3/44
Laporan Tugas Akhir
PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER)ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN
DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY
PEKANBARU
Disusun oleh:
RIFKA ULYA
NBP.1201373033
Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md)
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH
PAYAKUMBUH
2015
7/23/2019 LTA Rifka
4/44
Laporan Tugas Akhir
PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER)ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN
DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY
PEKANBARU
Disusun oleh:
RIFKA ULYA
NBP.1201373033
Menyetujui :
Mengetahui,
Direktur Politeknik Pertanian
Negeri Payakumbuh
Ir. Gusmalini, M.Si
NIP. 195711101987032001
Ketua Jurusan
Budidaya Tanaman Pangan
Ir. Setya Dharma, M.Si
NIP. 196010061987031003
Dosen Pembimbing
Nilawati, S.Pt, MP
NIP. 197007071995122001
7/23/2019 LTA Rifka
5/44
Laporan Tugas Akhir
PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER)ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN
DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY
PEKANBARU
Disusun oleh:
RIFKA ULYA
NBP.1201373033
Telah diuji dan dipertahankan di depan Tim Penguji
Laporan Tugas Akhir Program Studi Peternakan
Jurusan Budidaya Tanaman Pangan
Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh
Pada tanggal 29 Juni 2015
TIM PENGUJI
No Nama Jabatan TandaTangan
1 Drh. Prima Silvia Noor, M.Si Ketua
2 Ir. Nelzi Fati, MP Anggota
3 Nilawati, S.Pt, MP Anggota
7/23/2019 LTA Rifka
6/44
PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER)
ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN
DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY
PEKANBARUOleh: Rifka Ulya
Dibimbing oleh
Nilawati, S.Pt, MP
Program Studi Peternakan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh
RINGKASAN
Unggas ras petelur penghasil telur konsumsi merupakan wadah untukmenghasilkan telur konsumsi yang digemari masyarakat. Peternak lebih
cenderung memelihara ayam ras petelur dalam jumlah yang besar, karena ini
merupakan investasi yang sangat menguntungkan pada saat sekarang ini. Oleh
sebab itu, permintaan akan bibit ayam ras petelur yang berkualitas dan
berkuantitas sangat tinggi.
PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Hatchery Pekan Baru merupakan salah
satu perusahaan penetasan yang memproduksi DOC layer. Sedangkan, HE untuk
menghasilkan DOC tersebut berasal dari farm 1 Medan yang menghasilkan 2
strain yaitu Isa Browndan Lohmandan menghasilkan 3 gradeyang sama yaitu
A1, A2 dan A3 dengan berat masing-masing yaitu 50-53,9 gram, 54- 59,9 gram
dan 60 gram ke atas. Perusahaan Hatchery ini tidak mengetahui dari strain dangrade mana yang menghasilkan DOC betina dan jantan yang paling banyak.
Sedangkan yang diharapkan adalah DOC betina lebih banyak dari jantan.
Metode yang digunakan adalah dengan melihat perbandingan persentase
produksi DOC jantan dan betina pada saat pullchick. Adapun yang dibandingkan
adalah DOC dari Strain Isa Brown dan Lohman, dengan masing-masing strain
mempunyai grade yang sama yaitu A1 A2 dan A3. Masing-masing strain
mendapatkan perlakuan yang sama. Adapun dan yang diambil dari saat sebelum
transfer dan saat setelahtransferatau pada saatpullchick.
Dari saat sebelum transferHE (Hatching Egg) yang paling banyak infertil
yaitu Lohman A1 12,56%, explode terbanyak yaitu Lohman A1 0,45%, loss
terbanyak yaitu Lohman A2 0,22%, Sedangkan dari saat setelah transferDISterbanyak yaitu Lohman A2 8,44%, dan yang terbanyak ditetaskan yaitu Isa
Brown A1 88,83%, yang terbanyak culling yaitu Lohman A1 2,39%, paling
banyak betina yaitu Isa Brown A1 49,31%, paling banyak jantan yaitu Lohman
A1 49,18%.
Ternyata dari saat sebelum transfer data HE yang infertil, explode, loss,
DIS sampai saat ditetaskan di mesin hatcher, strain Isa Brown dari grade A1
dengan berat telur berkisar antara 50-53,9 gram paling baik. Kemudian, dari saat
setelah transferatau saatpullchickyang paling banyak menghasilkan DOC betina
juga dari strain Isa Brown grade A1. Sedangkan yang terbanyak jantan adalah
strain Lohman gradeA1 49,18%.
Kata kunci: telur tetas, Isa Brown, Lohman, DOC jantan dan betina.
7/23/2019 LTA Rifka
7/44
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
dan menyusun Laporan Tugas Akhir (LTA) dengan judul Perbandingan Hasil
Penetasan (Doc Layer) Antara Strain Isa Brown Dan Lohman di PT. Charoen
Pokphand Jaya Farm Hatchery Pekanbaruini dengan baik. Penyusunan laporan
tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan pendidikan
diploma III di Program Studi Peternakan Politeknik Pertanian Negeri
Payakumbuh.
Laporan ini dapat diselesaikan berkat adanya bimbingan, bantuan sertadoa, untuk itu diucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan berupa moril
maupun materil.
2. Ibu Ir. Gusmalini, M.Si, selaku Direktur Politani Pertanian Negeri
Payakumbuh.
3. Bapak Ir. Setya Dharma, M.Si, selaku Ketua Jurusan Budidaya Tanaman
Pangang Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh.
4. Ibu Muthia Dewi, S.Pt, M.Sc, selaku Ketua Program Studi Peternakan.
5. Ibu Nilawati, S.Pt, MP, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
6. Ibu dan Bapak Dosen yang telah memberi ilmu pengetahuan dalam
penyusunan laporan ini.
7.
Bapak Rosetya Agung Nugroho selaku Menejer di PT. Charoen Pokphand
Hatchery Pekan Baru.
8.
Bapak Isminardi selaku Supervisor Holding, Bapak Agustinus Indra selaku
Supervisor Setter dan Hatcher dan Bapak Aidil Maarif selaku Supervisor
Pullchick beserta semua karyawan, karyawati PT. Charoen Pokphand
Hatchery Pekan Baru.
9. Semua pihak yang telah terlibat dan ikut serta dalam membantu penyusunan
Laporan Tugas Akhir ini.
7/23/2019 LTA Rifka
8/44
Disadari bahwa laporan ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh sebab
itu dharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
penulisan laporan ini. Diharapkan semoga laporan ini bermanfaat bagi semua
pihak.
Akhir kata, diucapkan Terima Kasih.
Tanjung Pati, Agustus 2015
Rifka Ulya
7/23/2019 LTA Rifka
9/44
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN............................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL..................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. vi
I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Tujuan .............................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 5
2.1. Sejarah Perkembangan Ayam Ras Petelur ...................................... 5
2.2. Hatchery .......................................................................................... 6
2.3. Telur Tetas ....................................................................................... 8
2.4. Parent Stock ..................................................................................... 9
2.5. Strain Ayam Ras Petelur ................................................................ 10
2.5.1. Strain Isa Brown ................................................................... 12
2.5.2. Strain Lohman ...................................................................... 13
2.6. Proses Penetasan .............................................................................. 13
III. METODE PELAKSANAAN............................................................. 15
3.1. Waktu dan Tempat .......................................................................... 15
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................ 15
3.3. Metode Pelaksanaan ........................................................................ 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 20
4.1. Hasil ................................................................................................. 20
4.2. Pembahasan ..................................................................................... 21
V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 29
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 29
5.2. Saran ................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 30
LAMPIRAN............................................................................................... 31
7/23/2019 LTA Rifka
10/44
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Daya tetas telur berbagai kondisi ............................................................ 9
2. Temperatur dan humidity holding room ................................................. 18
3. Rata-rata total presentase telur infertil, explode, loss, DIS dan hatch .... 20
4. Rata-rata total persentase DOC culling, female dan male ...................... 20
7/23/2019 LTA Rifka
11/44
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Dokumentasi ........................................................................................... 31
2.Daily report hatchability strain isa brown............................................. 35
3.Daily report hatchability strain isa brown............................................. 36
4.Daily report hatchability strain lohman................................................. 37
5.Daily report hatchability strain lohman................................................. 38
6. Denah ruang di dalamHatchery............................................................. 39
7. Sejarah perusahaan .................................................................................. 40
8. Strukstur organisasi perusahaan .............................................................. 41
7/23/2019 LTA Rifka
12/44
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Unggas adalah hewan yang termasuk di dalam kelas Aves yang telah
didomestikasikan dan dikembangbiakkan serta cara hidupnya diatur oleh manusia
agar memberikan nilai ekonomis dalam bentuk barang dan jasa. Sebagai sumber
protein hewani asal ternak, unggas merupakan produsen daging yang paling cepat
dan ekonomis dibandingkan dengan ternak lain selain babi. Daging unggas
termasuk salah makanan bergizi tinggi yang paling dapat diterima oleh setiap
orang karena kandungan lemaknya relatif rendah dibandingkan dengan daging
ternak ruminansia sehingga digunakan sebagai makanan dietetik.
Di samping penghasil daging, unggas juga berperan sebagai penghasil
telur, yang merupakan sumber pangan bagi manusia. Seperti halnya daging
unggas, telur adalah makanan bergizi tinggi. Harga daging unggas dan telur relatif
murah sehingga dapat terjangkau oleh segala lapisan masyarakat. Oleh karena
keluwesannya maka unggas merupakan sumber protein hewani yang paling
potensial bagi masyarakat (Yuwanta, 2004).
Industri perunggasan di Indonesia semakin gencar melakukan peningkatan
hasil produksinya baik secara kualitas maupun kuantitas. Usaha peningkatan
produk peternakan unggas dimulai dari peningkatan kualitas ayam bibit atau
Parent Stock sebagai penghasil ayam Final Stock. Manajemen bibit perlu
ditingkatkan untuk menghasilkan DOC (Day Old Chick) yang berkualitas baik.
Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pembibitan ayam petelur adalah
7/23/2019 LTA Rifka
13/44
PT. Charoen Pokhpand Jaya Farm khususnya yaitu Hatchery PT Charoen
Pokhpand Jaya Farm Pekan Baru.
Usaha penetasan merupakan parameter dari suatu usaha peternakan
pembibitan dalam menghasilkan telur tetas yang berkualitas dan merupakan
langkah awal dari suatu usaha peternakan baik komersial maupun pembibitan
(breeding). Seleksi yang ketat terhadap ayam bibitparent stockharus dilakukan
oleh perusahaan pembibitan yang bersangkutan untuk dapat memperoleh anak
ayam (Final Stock) yang mempunyai sifat-sifat yang unggul seperti yang dimiliki
oleh tetuanya (Parent Stock) yang dalam hal ini adalah produktivitas dan nilai
ekonomisnya yang tinggi (Ardiansyah, Tantalo dan Nova, 2012).
Ayam ras petelurstrain Isa Brownialah jenis ayam hibrida unggulan hasil
persilangan dari ayam jenis Rhode Island Red dan White Leghorns, yang
diciptakan di Inggris pada tahun 1978 oleh perusahaan breeder ISA. Ciri khasnya
adalah bulu dan telurnya berwarna cokelat. AyamIsa Brown memiliki empat fase
pertumbuhan, yaitu starter (umur 0-4 minggu), grower (umur 5-10 minggu),
developer (umur 11-16 minggu) dan layer(umur >16 minggu) (Sahlan, 2013).
Ditambahkan oleh Sahlan (2013) Lohman adalah ayam tipe petelur yang
populer untuk pasar komersial, ayam ini merupakan ayam hibrida dan selektif
dibiakkan khusus untuk menghasilkan telur, diambil dari jenis Rhode Island Red
yang dikembangkan oleh perusahaan asal Jerman pada tahun 1972 bernama
LohmannTierzuch. Kebanyakan ayam ini memiliki bulu berwarna coklat seperti
caramel, dengan bulu putih di sekitar leher dan di ujung ekor (Anonim, 2011).
Ayam ini mulai dapat bertelur pada umur 18 minggu, menghasilkan 1 butir telur
per hari, dapat bertelur sampai 300 butir pertahun dan biasanya bertelur pada saat
7/23/2019 LTA Rifka
14/44
pagi atau sore hari. Kebanyakan orang akan memelihara ayam ini pada fase
groweratau fase dimana ayam ini akan mulai berproduksi (Anonim, 2011).
Unggas ras petelur penghasil telur konsumsi merupakan wadah untuk
menghasilkan telur konsumsi yang digemari masyarakat. Peternak lebih
cenderung memelihara ayam ras petelur dalam jumlah yang besar, karena ini
merupakan investasi yang sangat menguntungkan pada saat sekarang ini. Oleh
sebab itu, permintaan akan bibit ayam ras petelur yang berkualitas dan
berkuantitas sangat tinggi.
PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Hatchery Pekan Baru merupakan salah
satu perusahaan penetasan yang memproduksi DOC layer. Sedangkan, HE untuk
menghasilkan DOC tersebut berasal dari farm 1 Medan yang menghasilkan 2
strain yaitu Isa Brown dan Lohmandan menghasilkan 3 grade yang sama yaitu
A1, A2 dan A3 dengan berat masing-masing yaitu 50-53,9 gram, 54-59,9 gram
dan 60 gram ke atas.
Perusahaan Hatchery ini tidak mengetahui dari strain dan grade mana
yang menghasilkan DOC betina dan jantan yang paling banyak. Sedangkan yang
diharapkan adalah DOC betina lebih banyak dari jantan. Pembedaan telur bibit
dari beberapa strain dan grade diperlukan untuk melihat perbedaan presentase
hasil DOC betina dengan DOC jantan pada layer. Dalam hal ini diharapkan akan
menghasilkan DOC betina yang lebih banyak dari DOC jantan, maka akan dilihat
dari strain mana yang menghasilkan DOC betina yang lebih banyak dari DOC
jantan dan dari strain yang menghasilkan DOC terbanyak tersebut dari grade
mana pula yang menghasilkan DOC betina yang paling banyak, apakah dari grade
A3, A2 atau A1. Apabila dari DOC yang dihasilkan terbukti betina lebih banyak
7/23/2019 LTA Rifka
15/44
dari jantan dari salah satu strain dan grade tertentu maka hal itu perlu
dikembangkan.
1.2.Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui dari
straindangrademana yang menghasilkan persentase DOC jantan dan betina.
7/23/2019 LTA Rifka
16/44
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Perkembangan Ayam Ras Petelur
Menurut Suharno (2012), usaha pembibitan adalah usaha peternakan yang
menghasilkan ternak untuk dipelihara dan bukan yaitu dikonsumsi. Ada empat
usaha pembibitan, yaitu sebagai berikut.
1. Pembibitan untuk menghasilkan PL (pure line) atau ayam galur murni.
2. Pembibitan untuk menghasilkan GGPS (great grand parent stock) atau ayam
bibit buyut.
3. Pembibitan yang menghasilkan GPS (grand parent stock) ayam bibit nenek.
4.
Pembibitan untuk menghasilkan PS (parent stock) atau ayam induk. Keturunan
parent stock ini disebutfinal stock. Jenis bibit terakhir ini yang disebut sebagai
ayam niaga dan DOC-nya dipelihara peternak untuk dibudidayakan.
Berdasarkan (Ditjennak, 2005)perkembangan populasi ayam ras petelur
sejak tahap perintisan hingga tahap landasan masih sangat lambat, tapi sejak tahun
1971 terjadi lonjakan populasi dan lonjakan tertinggi terjadi antara tahun 1979
(7.007 ribu ekor) dengan tahun 1981 (24.568 ribu ekor) mencapai 350 kali.
Setelah tahun 1981 kenaikan populasi tidak begitu mencolok lagi. Kenaikkan
populasi ayam petelur dari tahun 1993-1994 tidak terlalu drastis lagi, tetapi relatif
konstan. Lain halnya dengan ternak ayam pedaging yang sejak tahun 1981, saat
mulai masuk hingga tahun 1994, terus mengalami peningkatan yang cukup tajam.
Hal ini mungkin sejalan dengan berhasilnya proyek pembangunan nasional.
Ayam ras di Indonesia sebagian besar masih diimpor terutama untuk
Grand Parent Stock(GPS) karena pusat pembibitan masih belum banyak bahkan
7/23/2019 LTA Rifka
17/44
mungkin belum ada. Sampai tahun 1992, jumlah galur ayam ras yang pernah
diimpor tercatat ada 50 macam galur ayam petelur dan 45 macam galur ayam
pedaging. Dari jumlah galur yang begitu banyak, yang dapat bertahan sampai
tahun 1992, tercatat ada 11 galur ayam petelur dan 13 galur ayam pedaging.
Persaingan yang terjadi diantara galur yang dipasarkan cukup tajam. Galur
yang paling baik (mutu ayam, mutu pelayanan) akan dapat bertahan dan
sebaliknya yang kurang baik akan disingkirkan dari pasaran. Pada tahan perintisan
hingga tahap landasan tahun (1971), galur yang diimpor adalah dalam bentuk
DOC final stock(FS). Mengikuti perkembangan perundangan di Indonesia maka
pada tahap pertumbuhan (1980) maka bibit yang diimpor adalah DOC parent
stock (PS) penghasil FS. Pada masa akhir tahap pertumbuhan (1980) maka bibit
yang diimpor grand parent stock (GPS), penghasil PS. Hal inilah yang
mendorong para investor menjadikan usaha ternak unggas sebagai industri
(Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).
2.2. Hatchery
Menurut Riyanto (2001) untuk memperoleh bibit ayam petelur maupun
broiler komersial, para peternak umumnya membeli anak ayam dari perusahaan
pembibitan (Hatchery). Penetasan telur pada perusahaan pembibitan biasanya
menggunakan mesin tetas modern dengan kapasitas yang banyak. Cara penetasan
seperti ini disebut penetasan secara buatan. Berbeda dengan penetasan ayam buras
yang dilakukan oleh para peternak kecil, biasanya menggunakan induknya sendiri
dan penetasan seperti ini disebut penetasan secara alami.
Penetasan merupakan suatu usaha untuk menghasilkan seekor anak ayam
umur sehari (day old chick) dari sebutir telur tetas. Awal mulanya penetasan
7/23/2019 LTA Rifka
18/44
dilakukan secara alami oleh induk ayam, namun dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan ditemukanlah sebuah teknologi tepat guna yang efisien yaitu mesin
tetas. Cara kerja mesin tetas pada prinsipnya hampir sama dengan penetasan alami
oleh induk ayam, namun yang menjadi efisien adalah jumlah telur yang dapat
ditetaskan dapat lebih banyak dengan waktu yang sama (Riyanto, 2001).
Daya tetas telur yang dihasilkan pada proses penetasan secara alami
umumnya lebih rendah dibandingkan dengan penetasan secara buatan. Namun,
penggunaan mesin tetas tanpa mengikuti petunjuk penggunaan yang benar dapat
menyebabkan terjadinya kegagalan penetasan. Daya tetas yang rendah disertai
angka kematian yang tinggi karena kesalahan operasional penetasan, masih sering
terjadi. Mesin tetas yang digunakan pada tiap perusahaan pembibitan memang
berbeda-beda, tetapi mempunyai prinsip dasar yang sama. Perbedaan pada mesin
tetas ini terletak pada bentuk dan cara penggunaannya (Kartasudjana dan
Suprijatna, 2010).
Semakin meningkatnya kebutuhan konsumen akan produk daging dan
telur asal unggas, maka dibutuhkan bibit atau DOC dalam jumlah yang besar
secara kontiniu, berdasarkan itulah didirikan sebuah Hatchery. Hatchery
merupakan suatu unit usaha yang menangani proses penetasan telur tetas
(hatching egg) dari breeder farm menjadi produk utama berupa DOC dengan
kualitas tetas yang terjamin, tentunya hal itu tidak terlepas dari penggunaan mesin
dengan teknologi canggih dan peranan manusia terlatih (Paimin, 2011).
7/23/2019 LTA Rifka
19/44
2.3. Telur Tetas
Ayam yang dipelihara sebagai penghasil telur konsumsi umumnya tidak
memakai pejantan dalam kandangnya karena telur konsumsi tidak perlu dibuahi.
Berbeda dengan ayam petelur yang dipelihara untuk tujuan penghasil telur tetas,
di dalam ruangan kandang perlu ada pejantan. Hal ini dimaksudkan agar telur
yang dihasilkan dapat dibuahi atau fertil, sebab telur yang steril tidak akan
menetas. Namun, dalam kenyataannya sering dijumpai telur tersebut tidak fertil
seluruhnya (Rasyaf, 1991).
Ditambahkan oleh Rasyaf (1991) seleksi telur merupakan aktifitas awal
yang sangat menentukan keberhasilan penetasan. Telur tetas harus berasal dari
induk (pembibit) yang sehat dan produktivitasnya tinggi dengan sex ratio yang
baik, umur telur tidak boleh lebih dari satu minggu, kualitas fisik telur diantaranya
bentuk telur tidak terlalu lonjong atau terlalu bulat, berat atau besar dan warna
kulit telur harus seragam, permukaan kulit telur harus halus, tidak kotor dan tidak
retak. Ayam pembibit petelur adalah ayam dengan ciri produksi tinggi karena
sudah terseleksi dengan baik, tidak mempunyai sifat mengeram, mempunyai
bentuk tubuh langsing, jengger dan pial besar.
Daya tetas dipengaruhi oleh kondisi telur, menurut Kartasudjana dan
Suprijatna (2010) yang disadur dari North (1984), di bawah ini adalah tabel daya
tetas telur pada berbagai kondisi.
7/23/2019 LTA Rifka
20/44
Tabel 1. Daya tetas telur pada berbagai kondisi.
Kondisi telur
Daya tetas (%)
Fertilitas Berdasarkan
telur fertil
Berdasarkan
semua telur
Telur normal 82,3 87,2 71,7Telur retak 74,6 53,2 39,7
Telur berbentuk tidak normal 69,1 48,9 33,8
Telur berkerabang tipis 72,5 47,3 34,3
Telur tanpa rongga udara 72,3 32,4 23,4
Rongga udara tidak normal
letaknya
81,1 68,1 53,2
Bercak darah besar 78,7 71,5 56,3
Sumber: North (1984)
Daya tetas adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya kemampuan
telur untuk menetas. Daya tetas ini dapat dihitung dengan dua cara, yaitu pertama
membandingkan jumlah telur yang dieramkan, dan kedua membandingkan jumlah
telur yang menetas dengan jumlah telur yang fertil (dibuahi).
2.4. Parent Stock
Menurut Sudaryani dan Santosa (2002), untuk mendapatkan sejumlah
anak ayam petelur dan anak ayam pedaging, maka peternak pembibit harus
memikirkan jumlah ayam betina dara/bertelur yang dimiliki pada saat-saat
tersebut. Dengan memperkirakan jumlah telur tetas yang yang dihasilkan serta
daya tetasnya dan memperhitungkan tingkat kematian ayam induk, maka peternak
akan melakukan pemesanan anak ayam indukparent stockbetina kepada peternak
grandparent stock. Harus diperhitungkan juga bahwa di antara anak ayam
komersial yang dihasilkan, terdapat ayam jantan dengan perbandingan jantan :
betina kurang lebih 50% : 50%.
Anak ayam indukparent stockjantan biasanya tidak diperhitungkan dalam
pemesanan sebab peternak grandparent stock selalu menyertakan sejumlah 15%
dari total pemesanan anak ayam induk betina. Standar jumlah telur tetas yang
7/23/2019 LTA Rifka
21/44
dihasilkan, daya tetas, maupun tingkat kematian parent stock tergantung pada
strain ayam parent stock yang dipelihara atau yang akan diberikan oleh peternak
grandparent stock (Sudaryani dan Santosa, 2002).
2.5. StrainAyam Ras Petelur (Layer)
Menurut Yuwanta (2004), untuk mendapatkan tipe ayam petelur, ada
beberapa sifat/karakteristik yang harus diperhatikan pada tipe ayam petelur
tersebut. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe ayam petelur adalah sebagai
berikut:
1. Cepat mencapai dewasa kelamin (18-20 minggu).
2. Ukuran telur normal (60-65 gram).
3. Kualitas telur baik, kuat dan seragam.
4. Produksi telur per tahun tinggi (250-300 butir).
5.
Bebas dari sifat mengeram.
6.
Daya hidup tinggi (90%) dengan tingkat kematian rendah.
7. Bebas dari sifat kanibalisme dan sifat mematuk bulu.
8. Mudah beradaptasi dengan lingkungan.
9.Nilai afkir ayam tinggi (2,3-2,5 kg).
10. Konversi pakan rendah.
11.
Pertumbuhan anak ayam relatif cepat.
12. Harga DOC bersaing.
Dari sifat-sifat di atas, bangsa/kelas ayam yang cocok untuk
dikembangkan sebagai ayam petelur adalah ayam yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
7/23/2019 LTA Rifka
22/44
1. Bentuk tubuh lonjong (memanjang).
2. Bobot badan relatif ringan.
3.
Tulang ringan.
4. Shankpipih dan melebar ke samping.
5. Sayap kuat dan dapat terbang.
6.
Gerakan lincah, temperamental, dan peka terhadap perubaha cuaca.
7. Pertumbuhan bulu cepat (pada umur empat bulan bulu sudah sempurna).
8. Jengger tumbuh cepat dan masak kelamin pada umur 4,5-5 bulan.
9. Produksi telur tinggi (250-300 butir/tahun) dan berat telur rata-rata 62
gram/butir sampai pada umur afkir (72 minggu).
10. Bebas dari sifat mengeram.
11. Jarak antara tulang sternum dan kloaka 4-5 jari dan jarak antara tulang pubis
minimal 3-4 jari.
Ayam jantan tipe medium mempunyai potensi untuk digunakan sebagai
penghasil daging. Ayam jantan tipe medium mempunyai bentuk tubuh dan kadar
lemak yang menyerupai ayam kampung, sehingga dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumen yang mempunyai kebiasaan lebih menyukai
ayam yang kadar lemaknya seperti ayam kampung. Pertumbuhan ayam
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik 30% dan lingkungan 70 %. Salah satu
faktor genetik yang mempengaruhi adalahstrain, dan dari faktor lingkungan yang
memberikan pengaruh paling besar adalah ransum. Pemilihan strain merupakan
salah satu langkah awal yang harus ditentukan agar pemeliharaannya berhasil
(Ardiansyah dkk, 2012).
7/23/2019 LTA Rifka
23/44
2.5.1. Strain I sa Brown
Menurut PT Charoen Pokphand Jaya Farm Indonesia (2006), kelebihan
strain Isa Brownadalah produktivitas tinggi (selain produksi telur juga produksi
daging), konversi ransum rendah, kekebalan dan daya tahan hidup tinggi, dan
pertumbuhan yang baik (Ardiansyah dkk, 2012).
Ayam ras petelurstrain Isa Brownialah jenis ayam hibrida unggulan hasil
persilangan dari ayam jenis Rhode Island Red dan White Leghorns, yang
diciptakan di Inggris pada tahun 1978 oleh perusahaan breeder ISA. Ciri khasnya
adalah bulu dan telurnya berwarna cokelat. AyamIsa Brown memiliki empat fase
pertumbuhan, yaitu starter (umur 0-4 minggu), grower (umur 5-10 minggu),
developer (umur 11-16 minggu) dan layer(umur >16 minggu) (Sahlan, 2013).
Periode produksi telur ayam Isa Brown mulai dari minggu ke 18 sampai
90 dan memiliki daya hidup sebesar 94%. Pada umur 144 hari tingkat produksi
telur adalah 50%, pada puncak produksi mencapai 96%. Setiap ekor ayam dalam
sekali masa pemeliharaan dapat memproduksi telur sebanyak 409 butir dengan
berat rata-rata 62,9 gram. Jumlah pakan yang dikonsumsi rata-rata 111 gram,
dengan nilai perbandingan konversi pakan atau Feed Conversion Ratio (FCR)
rata-rata sebesar 2,15 (Ardiansyah, dkk ,2012).
2.4.2. Strain Lohman
Menurut Sahlan (2013), Lohmann Brown adalah ayam tipe petelur yang
populer untuk pasar komersial, ayam ini merupakan ayam hibrida dan selektif
dibiakkan khusus untuk menghasilkan telur, diambil dari jenis Rhode Island Red
yang dikembangkan oleh perusahaan asal Jerman bernama Lohmann Tierzuch.
Kebanyakan ayam ini memiliki bulu berwarna coklat seperti caramel, dengan bulu
7/23/2019 LTA Rifka
24/44
putih di sekitar leher dan di ujung ekor (Anonim, 2011). Ayam ini mulai dapat
bertelur pada umur 18 minggu, menghasilkan 1 butir telur per hari, dapat bertelur
sampai 300 butir pertahun dan biasanya bertelur pada saat pagi atau sore hari.
Kebanyakan orang akan memelihara ayam ini pada fase groweratau fase dimana
ayam ini akan mulai berproduksi (Anonim, 2011).
Ayam betina strain Lohman memiliki umur awal produksi pada 19-20
minggu dan pada umur 22 minggu produksi telur mencapai 50 %. Selain itu juga
strain Lohmanpada umur 20 minggu sekitar 1,6-1,7 kg dan akhir produksi 1,9-2,1
kg. Puncak produksistrain Lohmanmencapai 92-93%, dengan FCR sebesar 2,3-
2,4, serta tingkat kematian sampai dengan 2-6% (Ardiansyah dkk, 2012).
2.6. Proses Penetasan
Tata laksana penetasan merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai
dari penerimaan telur tetas, penanganan telur tetas baik seleksi, grading, fumigasi,
candlingdan penyimpanan telur tetas, persiapan mesin tetas, pemasukan telur ke
dalam mesin tetas, pengeraman di mesin Setter, pemutaran (turning) telur tetas,
transfer ke mesin Hatcher, penanganan pasca penetasan meliputi Pullchick
(pengambilan DOC), Grading dan Sexing, Debeaking (pemotongan paruh),
vaksinasi pengemasan dan pendistribusian DOC, kegiatan rutin selama penetasan
sampai pada pembersihan mesin tetas setelah menetas. Usaha menetaskan telur
ayam artinya mengeramkan telur supaya menetas, yaitu pecah dan terbuka
kulitnya, sehingga benih yang berkembang di dalamnya menjadi anak ayam hidup
(Sarwono, 2002). Penetasan dengan mesin tetas, telur diletakkan dengan bagian
ujung tumpul di bagian atas, tidak berarti harus vertical.
7/23/2019 LTA Rifka
25/44
III. METODE PELAKSANAAN
3.1. Waktu dan Tempat
Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) penulis laksanakan di Unit
HatcheryPT. Charoen Pokphand Jaya Farm Pekan Baru yang beralamat di Jln.
Siak II Km 16, Desa Umban Sari, Kecamatan Rumbai, Kota Pekan Baru, Provinsi
Riau. Kegiatan magang dimulai pada tanggal 16 Maret s/d 31 Mei 2015.
3.2. Alat dan Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah telur tetas (hatching egg) ayam layer
strainIsa BrowndanstrainLohman. Jumlah telur tetas yang digunakan sebanyak
25.920 butir atau sebanyak 4 kereta Jamesway strainIsa Browndan 25.920 butir
atau sebanyak 4 kereta JameswaystrainLohman. Telur tetas dibagi dalam 6 buah
kelompok diantaranya:
Telur tetas grade A1strain Isa Brownsebanyak 25.920 butir atau 4 kereta
Jamesway.
Telur tetas grade A2strain Isa Brown sebanyak 25.920 butir atau 4 kereta
Jamesway.
Telur tetas grade A3strain Isa Brownsebanyak 25.920 butir atau 4 kereta
Jamesway.
Telur tetas grade A1 strain Lohman sebanyak 25.920 butir atau 4 kereta
Jamesway.
Telur tetas grade A2 strain Lohman sebanyak 25.920 butir atau 4 kereta
Jamesway.
7/23/2019 LTA Rifka
26/44
Telur tetas grade A3 strain Lohman sebanyak 25.920 butir atau 4 kereta
Jamesway.
Mesin yang digunakan dalam penetasan adalah mesin tetas otomatis skala
besar milik perusahaan dengan merk Jamesway yang terbagi 2 inkubator yaitu
inkubator setter dan inkubator hatcher. Sementara itu alat pendukung lain yang
diperlukan adalah meja grading, lampu 45 watt sebanyak 3 buah masing-masing
meja, box kertas, box plastik.
3.3. Metode Pelaksanaan
Metode yang dilakukan yaitu dengan cara mengikuti semua kegiatan di
HatcheryPT. Charoen Pokphand Jaya Farm Pekanbaru, adapun data diambil pada
saat candlingHEdan pada saatpullchickyaitu pada saatsexingsebagai berikut:
1. Candling HE
Infertil
Infertil merupakan telur yang tidak dibuahi oleh pejantan. Sedangkan
fertilitas merupakan persentase telur yang telah dibuahi dibandingkan telur yang
dierami. Adapun persentase telur tetas infertil di Hatchery Pekan Baru dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Persentase Infertil = total telur infertil 100%
total telur yang di setting
Explode
Telur explode adalah telur tetas yang mengalami kebusukan dan pada
akhirnya meledak. Adapun persentase telur tetas explodedi HatcheryPekan Baru
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Persentase telur Explode = total telur explode 100%
total telur yang di setting
7/23/2019 LTA Rifka
27/44
Loss
Telur loss merupakan telur tetas yang hilang, ditaksir ada kesalahan saat
menghitung explode dan ada yang diambil pada saat sweeping di setter. Adapun
persentase telur tetas loss di HatcheryPekan Baru dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut.
Persentase Telur Loss = total telur loss 100%
total telur yang di setting
HElayak
HE layak merupakan telur tetas yang layak dimasukkan ke dalam mesin
hatcher. AdapunHElayak diHatcheryPekan Baru dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut.
HE layak = HE DIS + HE yang menetas (hatch)
2. Sexing(pemisahan jantan dan betina)
Sexingmerupakan proses pemisahan antara jantan dan betina layer. Sexing
hanya dilakukan pada DOC ayam layer, yaitu dengan menggunakan metode
warna bulu. DOC betina memiliki warna bulu cokelat keemasan. Sementara itu
DOC pejantan memiliki warna bulu kuning keemasan.
Sexing adalah memisahkan/memilih antara ayam jantan dan
betina. Biasanya dilakukan dengan metode buka kloaka, perbedaan warna bulu,
dan perbedaan panjang bulu sayap (Suprijatna dan Kartasudjana, 2005). Sexing
dengan melihat perbedaan warna bulu disebabkan adanya sifat-sifat tertentu yang
terkait dengan kromosom yang berhubungan dengan jenis kelamin. Sexing dengan
perbedaan bulu sayap biasanya dilakukan pada ayam yang pertumbuhan bulunya
7/23/2019 LTA Rifka
28/44
cepat dengan melihat bulu sayap runcing pada ayam betina dan pada jantan bulu
sayap tidak runcing.
Adapun kegiatan saatsexingadalah sebagai berikut.
DIS
Death in sheel merupakan telur tetas fertil tetapi telah mengalami
kematian embrio sebelum masa menetas. Adapun persentase telur tetas DIS di
Hatchery Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Persentase Telur DIS = total telur DIS 100%total telur yang layak
Hatch
Telur hatch merupakan telur tetas yang menetas setelah proses transfer.
Adapun persentase telur tetas hatch di Hatchery Pekan Baru dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut.
Persentase Telur di Hatch = total telur hatch 100%
total telur yang layak
Culling
DOCcullingmerupakan DOC yang tidak layak untuk dijual termasuk juga
HE yang tidak jadi menetas. Adapun persentase telur tetas culling di Hatchery
Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Persentase Telur di culling = total telur culling 100%
total telur yang di hatch
7/23/2019 LTA Rifka
29/44
Female
Adapun persentase telur tetas betina di Hatchery Pekan Baru dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Persentase Female = total telur female 100%
total telur yang di hatch
Male
Adapun persentase telur tetas jantan di Hatchery Pekan Baru dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Persentase Male = total telur male 100%
total telur yang di hatch
Berdasarkan SOP Hatchery 2015, standar bobot telur berdasarkan grade
untuk HE layer adalah grade A1 yaitu 50-53,9 gram, grade A2 yaitu 54-59,9 gram
sedangkan untuk grade A3 yaitu 60 gram ke atas.
7/23/2019 LTA Rifka
30/44
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Dari saat sebelum transfer
I nferti l, explodedanloss
Semua HE layer yang ditetaskan di Hatchery Pekan Baru berasal dari
Farm 1 Medan. Adapun data telur tetas infertil, explode dan loss di Hatchery
Pekan Baru dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Rata-rata total dan persentase telurinfertil, explode dan loss
Srain Grade TotalSett
Infertil Explode Loss HElayak
Jml Jml Jml Jml %
IsaBrown
A3 6.480 532 8,21 15 0,23 7 0,11 926 85,94
A2 6.480 533 8,23 14 0,22 6 0,09 927 86,65
A1 6.480 402 6,20 14 0,22 5 0,08 059 88,83Lohman A3 6.480 697 10,76 20 0,31 7 0,11 756 81,53
A2 6.480 788 12,16 25 0,39 14 0,22 653 78,80
A1 6.480 814 12,56 29 0,45 8 0,12 623 78,83
ket: HE layak merupakan jumlah antara hatch dengan HE DIS
4.1.2. Dari saat setelah transfer
Cull ing, female danmale
Adapun data DOC culling, female dan male di Hatchery Pekan Baru
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Rata-rata total dan persentase DOC hatch, DIS, culling, female
danmaleStrain Grade Hatch DIS Culling Female Male
Jml Jml % Jml % Jml % Jml %Isa
Brown
A3 5569 93,98 357 6,02 115 2,07 2735 49,11 2719 48,82
A2 5615 94,74 312 5,26 105 1,87 2766 49,26 2744 48,87
A1 5756 95,00 303 5,00 105 1,82 2838 49,31 2813 48,87Lohman A3 5283 91,78 473 8,22 118 2,23 2588 48,99 2577 48,78
A2 5106 90,32 547 9,68 120 2,35 2493 48,82 2493 48,82
A1 5108 90,84 521 9,27 122 2,39 2474 48,43 2512 49,18
7/23/2019 LTA Rifka
31/44
4.2. Pembahasan
4.2.1. Dari saat sebelum transfer
a. Infertil
Infertil merupakan telur yang tidak dibuahi oleh pejantan. Sedangkan
fertilitas merupakan persentase telur yang telah dibuahi dibandingkan telur yang
dierami. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata presentase telur tetas yang
infertil yang di candlingpada saat transferyaitu untukstrain Isa Brown gradeA3
adalah 8,21%,strain Isa Brown gradeA2 adalah 8,23%, strain Isa Brown grade
A1 adalah 6,20%. Sedangkan untuk strain Lohman grade A3 adalah 10,76%,
strain Lohman grade A2 adalah 12,16%, dan strain Lohman grade A1 adalah
12,56%.
Telur yang ditetaskan yang mempunyai infertil tertinggi adalah strain
Lohman grade A1 yaitu 12,56% dan paling rendah adalah Isa Brown A1 yaitu
6,20%, hal ini disebabkan oleh penanganan dan manajemen parent stock yang
menghasilkan telur tetas tersebut selama di Breeding Farm. Fertilitas telur tetas
dipengaruhi oleh ada tidaknya pejantan dan betina melakukan perkawinan. Jika
betina dikawini oleh pejantan maka telur yang dihasilkan itufertil, sebaliknya jika
betina tidak sempat dikawini oleh pejantan maka telur yang dihasilkan infertildan
tidak akan menghasilkan bibit.
Fertilitas diartikan sebagai presentase jumlah telur fertil berdasarkan
jumlah telur yang dierami. Secara alami, fertilisasi terjadi di infundibulum sekitar
15 menit sebelum ovulasi. Sperma bergerak sepanjang oviduct selama 30 menit
untuk mencapai infundibulum, apabila belum ada telur yang terbentuk. Gerakan
sperma dibantu oleh cilia dari oviduct,antiperistaltik otot, dan mortilitas sperma.
7/23/2019 LTA Rifka
32/44
Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2010), faktor-faktor yang
mempengaruhi fertilitas adalah yang pertama mortilitas sperma. Dalam satu hari,
pejantan akan memproduksi sperma normal selama 12 jam. Mortilitas berkurang
bila pejantan terlalu sering mengawini betina. Selanjutnya umur, fertilitas yang
baik untuk jantan maupun betina terjadi pada produksi tahun pertama dan
menurun setelah tahun tersebut. Pejantan digunakan saat berumur 6 bulan sampai
2 tahun. Setelah itu Produksi sperma, sperma yang mengandung persentase
sperma abnormal yang tinggi, fertilitasnya menjadi rendah. Adapun faktor lain
yang mempengaruhi fertilitas adalah ransum, hormon, lama penyinaran,
preferential mating(memilih pasangan), musim,peck order, perbandingan jumlah
jantan dan betina, dan lamanya jantan dalam kandang.
b. Explode(HEyang busuk)
Adapun data rata-rata persentase telur tetas yang mengalami kebusukan
(explode) didapat pada proses transferdapat pada Tabel 3. Padastrain Isa Brown
gradeA3 yaitu 0,23%,strain Isa Brown gradeA2 yaitu 0,22%,strain Isa Brown
grade A1 yaitu 0,22%. Sedangkan pada strain Lohman grade A3 yaitu 0,31%,
strain Lohman grade A2 yaitu 0,39%, danstrain Lohman gradeA1 0,45%.
Dilihat dari data di atas telur tetas yang mengalami kebusukan adalah pada
strain Lohman gradeA1 yaitu 0,45% dan yang paling rendah adalah Isa Brown
A2 dan A1 yaitu 0,22%. Telur explode adalah telur tetas yang mengalami
kebusukan dan pada akhirnya meledak. Telur explode disebabkan oleh
penanganan telur tetas yang kurang baik mulai dari penerimaan telur tetas sampai
manajemen disetter. Adapun faktor yang paling mendasar adalah telur tetas yang
kurang bersih sehingga menyebabkan mudahnya bakteri masuk melalui pori-pori
7/23/2019 LTA Rifka
33/44
telur. Selanjutnya faktor penanganan di holding room sampai saat preheat,
preheat harus dilakukan dengan metode yang tepat. Apabila preheat tidak
maksimal dan tidak dilakukan dengan temperatur dan kelembapan yang tepat,
maka telur tetas akan mudah mengembun dan menyebabkan telur busuk.
Jika telur tetas akan dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan akan
dimasukkan ke dalam mesin tetas maka telur tersebut harus bebas dari kondensasi
atau pengembunan pada permukaan kulitnya. Kondensasi terjadi karena kelebaban
yang tinggi dan temperatur yang rendah selama penyimpanan. Titik-titik air ini
perlu dihilangkan karena kemungkinan mengandung bakteri di dalamnya yang
dapat menyebabkan rusaknya telur dan menurunkan daya tetasnya. Kondensasi
dapat dihilangkan dengan cara, mengurangi kelembapan penyimpanan sesaat
sebelum telur dikeluarkan dan meningkatkan temperatur ruangan penyimpanan
agar menguap dengan cepat (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).
c. Loss(HEyang hilang)
Dilihat pada Tabel 3 rata-rata persentase telur tetas yang hilang (loss) yang
dihitung pada saat transferyaitu untukstrain Isa Brown gradeA3 adalah 0,11%,
strain Isa Brown grade A2 adalah 0,09%, strain Isa Brown grade A1 adalah
0,08%. Sedangkan untuk strain Lohman gradeA3 adalah 0,11%, strain Lohman
gradeA2 adalah 0,22%,strain Lohman gradeA1 adalah 0,12%.
Dari data di atas dapat dlihat bahwa telur tetas yang paling banyak hilang
adalah LohmanA2 yaitu 0,22% dan paling sedikit adalah A2 dan A1 Isa Brown
yaitu 0,08%. Hal ini tidak berpengaruh besar bagi hasil penetasan karena dalam
jumlah sedikit. Hanya saja kehilangan telur ini disebabkan karena telur yang
busuk telah disisir pada saat di dalam mesinsettersaat prosessweeping. Sweeping
7/23/2019 LTA Rifka
34/44
dilakukan supaya telur yang busuk tidak pecah di dalam mesin setter. Apabila
telur tersebut sempat meledak akan berpengaruh terhadap telur yang lain dan
menyebabkan mesin kotor.
c. HEyang layak
Dilihat pada Tabel 3HEyang layak yang dihitung pada saattransferyaitu
untuk strain Isa Brown grade A3 adalah 85,94%, strain Isa Brown grade A2
adalah 86,65%, strain Isa Brown grade A1 adalah 88,83%. Sedangkan untuk
strain Lohman gradeA3 adalah 81,53%,strain Lohman grade A2 adalah 78,80%,
strain Lohman gradeA1 adalah 78,83%.
Dari data di atas dapat dlihat bahwa telur tetas yang layak ditetaskan
adalah Isa BrownA1 yaitu 88,83% dan paling sedikit adalah A2Lohman yaitu
78,80%. Semakin banyak HE yang layak untuk ditetaskan maka semakin baik
pula produksi yang dihasilkan pada saat pullchick. Sebaliknya, semakin sedikit
HEyang layak ditetaskan semakin tidak efektif pula hasil penetasan tersebut.
4.2.2. Dari saat setelah transfer
a. DI S (Death In Sheel)
Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase telur tetas yang DIS (Death In
Sheel)yang dihitung pada saat pullchickyaitu untuk strain Isa Brown grade A3
adalah 6,02%,strain Isa Brown gradeA2 adalah 5,26%, strain Isa Brown grade
A1 adalah 5,00%. Sedangkan untukstrain Lohman gradeA3 adalah 8,22%,strain
Lohman gradeA2 adalah 9,68%,strain Lohman gradeA1 adalah 9,27%.
Dari data di atas dapat dilihat bahwa telur tetas yang banyak mengalami
kematian dalam kerabang adalah strain Lohman gradeA2 yaitu 9,68% dan yang
terendah adalah Isa BrownA1 yaitu 5,00%. Hal ini disebabkan oleh penanganan
7/23/2019 LTA Rifka
35/44
dalam proses penetasan yang kurang tepat. Suhu dan kelembaban pada saat
pengeraman di mesin setter sangat berpengaruh bagi kelangsungan penetasan
yang baik. Apabila suhu terlalu tinggi maka kemungkinan akan matinya embrio
itu sangat tinggi. Begitu juga dengan kelembapan yang rendah maka embrioakan
mengalami dehidration.
Temperatur inkubasi merupakan salah satu faktor yang sangat penting.
Temperatur yang tidak tepat akan menyebabkan rendahnya daya tetas. Dalam
mesin tetas tipe forced draft incubator, antara hari ke-1 sampai hari ke-18,
temperatur yang baik yaitu 99-100 F. Setelah hari ke-18, temperatur diturunkan
2-3 F (97-99 F). Bila inkubator akan dipergunakan, temperatur harus benar-
benar konstan. Kelembapan yang baik dalam mesin tetas antara hari ke-1 sampai
hari ke-18 yaitu 50-60%, setelah hari ke-18 kelembaban dinaikkan menjadi 75%
(Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).
b. Hatch(HEyang menetas)
Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase telur tetas yang menetas dihitung
pada saat pullchick yaitu untuk A3 adalah 93,98%, strain Isa Brown grade A2
adalah 94,74%, strain Isa Brown grade A1 adalah 95,00%. Sedangkan untuk
strain Lohman grade A3 adalah 91,78%,strain Lohman gradeA2 adalah 90,32%,
strain Lohman gradeA1 adalah 90,84%.
Dilihat dari data di atas data HEyang menetas pada saat pullchick yang
paling tinggi adalah dari strain Isa Brown grade A1 yaitu 95,00% dan paling
rendah adalah dari strain Lohman grade A2 yaitu 90,32%. HE yang menetas
bergantung pada jumlah HEyang infertil, explode, loss danDIS, semakin banyak
jumlahHEyang tidak layak tetas maka makin sedikit HEyang menetas pada saat
7/23/2019 LTA Rifka
36/44
pullchick, sebaliknya jika sedikit jumlah HE yang tidak layak maka HE yang
menetas dalam saatpullchickakan semakin banyak.
Keadaan fisik telur mempengaruhi daya tetas. Untuk mempertahankan
daya tetas telur maka keadaan fisik telur harus diseleksi sebelum ditetaskan.
Bentuk telur dipengaruhi oleh faktor keturunan (Kartasudjana dan Suprijatna,
2010).
c. Culling
Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase DOC yang diculling yang
dihitung pada saat pullchick dan dihitung dari total hatch(yang ditetaskan setelah
transfer) yaitu untuk strain Isa Brown gradeA3 adalah 2,07%, strain Isa Brown
grade A2 adalah 1,87%, strain Isa Brown grade A1 adalah 1,82%. Sedangkan
untuk strain Lohman grade A3 adalah 2,23%, strain Lohman grade A2 adalah
2,35%,strain Lohman gradeA1 adalah 2,39%.
Dari data di atas DOC yang paling banyak di culling adalah dari strain
Lohman grade A1 yaitu 2,39% dan yang paling rendah adalah strain Lohman
gradeA2 dan A1 yaitu 1,82%. Menurut SOP Hatchery, DOC cullingdisebabkan
oleh suhu dan kelembaban dalam mesin tetas. Kemudian disebabkan juga oleh
kesalahan turning pada mesin. Adapun kesalahan turning (pemutaran telur)
diantaranya posisi turning yang tidak tepat, biasanya standar SOP Hatchery45,
turning harus dilakukan sitiap 1 jam sekali. Kereta yang macet atau tidak bisa
turning juga berakibat terhadap DOC yang ditetaskan. Selanjutnya kesalahan pada
sistem listrik. Adapun jenis-jenis DOC culling di Hatchery Pekan Baru sebagai
berikut. Kulit telur, string navel, black navel, cacat, lumpuh, wetneck, sticky,
dehidration, small under grade, yellow navel, blody.
7/23/2019 LTA Rifka
37/44
d. Female
Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase DOC betina yang dihitung pada
saatpullchickdan dihitung dari total ditetaskan setelah transferyaitu untukstrain
Isa Brown grade A3 adalah 49,11%, strain Isa Brown gradeA2 adalah 49,29%,
strain Isa Brown grade A1 adalah 49,31%. Sedangkan untuk strain Lohman
grade A3 adalah 48,99%,strain Lohman gradeA2 adalah 48,82%,strain Lohman
gradeA1 adalah 48,43%.
Dari data di atas tingkat persentase telur tetas yang menghasilkan DOC
layer betina paling banyak adalah strain Isa Brown grade A1 yaitu 49,31% dan
yang paling rendah adalah strain Lohman grade A1 yaitu 48,43%. Persentase
jantan dan betina yang dihasilkan oleh suatu penetasan bergantung padastraindan
grade dari telur yang ditetaskan. Hal ini berawal dari pemeliharan dan
pengelolaan dari peternak parent stock. Faktor genetik dan pakan juga
menentukan dari hasil produksi DOC. DOC betina sebaiknya lebih banyak dari
DOC jantan, karena hanya DOC betina yang bisa menghasilkan telur komsumsi.
DOC betina banyak dipelihara oleh peternak dibanding DOC jantan, karena lebih
menguntungkan. Salah satu faktor genetik yang mempengaruhi adalah strain, dan
dari faktor lingkungan yang memberikan pengaruh paling besar adalah ransum.
Pemilihan strain merupakan salah satu langkah awal yang harus ditentukan agar
pemeliharaannya berhasil (Ardiansyah dkk, 2012).
e. Male
Dilihat pada Tabel 4 persentase DOC jantan yang dihitung pada saat
pullchick dan dihitung dari total hatch (yang ditetaskan setelah transfer) yaitu
untuk strain Isa Brown grade A3 adalah 48,82%, strain Isa Brown grade A2
7/23/2019 LTA Rifka
38/44
adalah 48,87%, strain Isa Brown grade A1 adalah 48,87%. Sedangkan untuk
strain Lohman gradeA3 adalah 48,78%,strain Lohman gradeA2 adalah 48,82%,
strain Lohman gradeA1 adalah 49,18%.
Dari data di atas yang paling banyak mengahsilkan DOC jantan adalah
dari strain Lohman grade A1 yaitu 49,18% dan yang paling rendah adalah
Lohman grade A2 dan Isa Brown A3 yaitu 48,82%. Seperti yang dijelaskan di
atas produksi DOC dipengaruhi oleh ransum dan lingkungan. Ada beberapa
peternak yang memelihara DOC jantan karena harga bibit yang murah serta
konversi ransum rendah, tetapi pertumbuhan lambat. Pada saat sekarang ini harga
pasaran DOC layer jantan adalah Rp. 1.400,- sedangkan harga DOC layer betina
adalah Rp. 4.900,- (SOP Hatchery, 2015).
7/23/2019 LTA Rifka
39/44
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Ternyata dari saat sebelum transferdataHEyang infertil, explode, loss,sampai
saat ditetaskan di mesin hatcher,strain Isa Brown darigradeA1 dengan berat
telur berkisar antara 50-53,9 gram paling baik.
2. Ternyata dari saat setelah transfer atau saat pullchick yang paling banyak
menghasilkan DOC betina juga daristrain Isa Brown gradeA1 yaitu 49,31%.
Sedangkan yang terbanyak jantan adalah strain Lohman grade A1 yaitu
49,18%.
5.2. Saran
Seandainya perusahaan ingin mendapatkan produksi DOC betina layer
dengan jumlah yang lebih banyak, maka telur yang paling banyak ditetaskan
sebaiknya daristrain Isa Brown gradeA1.
7/23/2019 LTA Rifka
40/44
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, dkk. 2012. Perbandingan performa dua strain ayam jantan tipe
medium yang diberi ramsum kmersial broiler.http://download.portalgaruda.org/article.php?article=97062&val=401
7(Diunggah tanggal 16 Juni 2015).
Direktorat Jenderal Peternakan, 1982. Syarat-syarat teknis pada perusahaan
peternakan ayam bibit. Departement Pertanian. Jakarta
Kartasudjatna, R, Suprijatna. 2010. Manajemen ternak unggas. Penebar Swadaya,
Jakarta. 124 hal.
Paimin, B. Farry. 2011. Mesin tetas. Penebar Swadaya, Jakarta. 164 hal.
Rasyaf, M. 1991. Pengelolaan penetasan. Cetakan ke-2. Kanisius, Yogyakarta.
, M. 1995. Pengelolaan usaha peternakan ayam pedaging. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Riyanto, A. 2001. Sukses menetaskan telur ayam. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sahlan, B.Pengaruh berat badan ayam ras petelur fase grower terhadap produksi
telur fase produksi.
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4729
(Diunggah tanggal 22 Juni 2015)
Sarwono, B. 2002. Beternak ayam buras. Penebar Swadaya, Jakarta.
Standar Operasional (SOP) Hatchery. 2015. Unit Hatchery PT. Charoen Pokphand
Jaya Farm. Pekanbaru, Provinsi Riau.
Sudaryani, T. 2003. Kualitas telur. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudaryani, T, Santosa. 2002. Pembibitan ayam ras. Penebar Swadaya, Jakarta.
159 hal.
Suharno, B. 2012. Agribisnis ayam ras. Penebar Swadaya, Jakarta. 92 hal.
Suprijatna, Kartasudjana. 2005. Ilmu dasar ternak unggas. Penebar swadaya,
Jakarta.
Yuwanta, T. 2004. Dasar ternak unggas. Kanisius, Yogyakarta. 151 hal.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=97062&val=4017http://download.portalgaruda.org/article.php?article=97062&val=4017http://download.portalgaruda.org/article.php?article=97062&val=4017http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4729http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4729http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4729http://download.portalgaruda.org/article.php?article=97062&val=4017http://download.portalgaruda.org/article.php?article=97062&val=40177/23/2019 LTA Rifka
41/44
Lampiran 1. Dokumentasi
Ruang penerimaanHE Candling HE
Isa Brown A3 Isa Brown A2
Isa Brown A1 Lohman A3
7/23/2019 LTA Rifka
42/44
Lohman A2 Lohman A1
Sett HE Setting HE
Transfer HE Break Out
7/23/2019 LTA Rifka
43/44
Grading dan Sexing Debeaking
Vaksin Inject Vaksin spray
Box DOC Jantan Layer Box DOC Betina Layer
7/23/2019 LTA Rifka
44/44
DOC betina DOC Culling
Holding room Setter
Hatcher Ruangpullchick