BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Berbagai macam kendala
yang sering kita hadapi dalam mensukseskan kerukunan antar umat beragama,
dari luar maupun dalam negeri kita sendiri. Namun dengan kendala tersebut warga
Indonesia selalu optimis, bahwa dengan banyaknya agama yang ada di Indonesia,
maka banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala tersebut.
Dari berbagai pihak telah sepakat untuk mencapai tujuan kerukunan antar
umat beragama di Indonesia seperti masyarakat dari berbagai golongan,
pemerintah, dan organisasi-organisasi agama yang banyak berperan aktif dalam
masyarakat. Keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut agama
adalah tujuan dari kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat yang bebas
dari ancaman, kekerasan hingga konflik agama.
Agama Islam mengakui keberagaman agama yang dianut oleh manusia,
karena itu agama Islam tidak hanya mengajarkan tata cara hubungan sesama umat
Islam, tetapi juga hubungan dengan umat beragama lain.
Kerukunan antar umat beragama ialah mengupayakan agar terciptanya
suatu keadaan yang tidak ada pertentangan intern dalam masing-masing umat
beragama, antar golongan-golongan agama yang berbeda satu sama lain, antara
pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang lainnya, antara umat-umat
beragama dengan pemerintah.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. .Apa pengertian dari kerukunan ?
2. Bagaimana pandangan islam terhadap agama lain ?
3. Apa faktor dari ketidakharmonisan antar umat beragama?
4. Bagaimana cara menciptakan kerukunan antar umat beragama ?
5. Bagaimana pluralisme agama sebagai suatu keniscayaan social ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui pengertian kerukunan
2. Mengetahui pandangan islam terhadap agama lain
3. Mengetahui berbagai factor yang menyebabkan ketidakharmonisan antar
umat beragama
4. Mengetahui cara menciptakan kerukunan antar umat beragama
5. Mengetahui pluralisme agama sebagai keniscayaan social
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kerukunan
Kerukunan dalam Islam diberi istilah “tasamuh” atau toleransi. Sehingga
yang dimaksud toleransi adalah kerukunan sosial kemasyarakatan, bukan dalam
hal akidah Islamiyah (keimanan), karena akidah telah digariskan secara jelas dan
tegas dalam Alqur’an dan Hadits (Ahmad,1994).
Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan
“damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan
“bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud,
1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan”
adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia. Kerukunan
[dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-tiang yang menopang rumah;
penopang yang memberi kedamain dan kesejahteraan kepada penghuninya] secara
luas bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antar semua orang
walaupun mereka berbeda secara suku, agama, ras, dan golongan (imarah,1999).
Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena
sebelumnya ada ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup
berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram. Langkah-langkah untuk
mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses waktu serta dialog, saling
terbuka, menerima dan menghargai sesama, serta cinta-kasih. Kerukunan
antarumat beragama bermakna rukun dan damainya dinamika kehidupan umat
beragama dalam segala aspek kehidupan, seperti aspek ibadah, toleransi, dan kerja
sama antarumat beragama (Ahmad,1994).
Kerukunan Antar Umat Beragama Menurut Islam
Kerukunan umat Islam dengan penganut agama lainnya telah jelas
disebutkan dalam Alqur’an dan Al-hadits. Hal yang tidak diperbolehkan adalah
dalam masalah akidah dan ibadah, seperti pelaksanaan sosial, puasa dan haji, tidak
dibenarkan adanya toleransi, sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al Kafirun: 6,
yang artinya: “Bagimu agamamu, bagiku agamaku.”
3
Pada era globalisasi sekarang ini, umat beragama dihadapkan kepada
serangkaian tantangan baru yang tidak terlalu berbeda dengan yang pernah
dialami sebelumnya. Pluralitas merupakan hukum alam (sunnatulah) yang mesti
terjadi dan tidak mungkin terelakkan. Hal itu sudah merupakan kodrat di dalam
kehidupan dalam QS. Al Hujarat: 13, Allah menggambarkan adanya indikasi yang
cukup kuat tentang pluralitas tersebut (Wahyuddin,1994).
”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Namun, pluralitas tidak semata menunjukkan pada kenyataan adanya
kemajemukan, tetapi lebih dari itu adanya keterlibatan aktif terhadap kenyataan
adanya pluralitas tersebut. Pluralitas agama dapat kita jumpai dimana-mana,
seperti di dalam masyarakat tertentu, di kantor tempat bekerja dan di perguruan
tinggi tempat belajar dll. Seseorang baru dikatakan memiliki sikap keterlibatan
aktif dalam pluralitas apabila dia dapat berinteraksi secara positif dalam
lingkungan kemajemukan. Pemahaman pluralitas agama menuntut sikap pemeluk
agama untuk tidak hanya mengakui keberadaan dan hak agama lain,tetapi juga
harus terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan guna mencapai
kerukunaan dan kebersamaan (Wahyuddin,1994).
Bila dilihat, eksistensi manusia dalam kerukunaan dan kebersamaan ini,
diperoleh pengertian bahwa arti sesungguhnya dari manusia bukan terletak pada
akunya, tetapi pada kitanya atau pada kebersamaannya. Kerukunan dan
kebersamaan ini bukan hanya harus tercipta intern seagama tetapi yang lebih
penting adalah ” antar umat beragama didunia ” (pluralitas Agama).
Kerukunan dan kebersamaan yang didambakan dalam islam bukanlah
yang bersifat semu, tetapi yang dapat memberikan rasa aman pada jiwa setiap
manusia. Oleh karena itu langkah pertama yang harus dilakukan adalah
mewujudkannya dalam setiap diri individu, setelah itu melangkah pada keluarga,
4
kemudian masyarakat luas pada seluruh bangsa di dunia ini dengan demikian pada
akhirnya dapat tercipta kerukunan, kebersamaan dan perdamaian dunia.
Itulah konsep ajaran Islam tetang “Kerukunaan Antar Umat Beragama” ,
kalaupun kenyataannya berbeda dengan realita, bukan berarti konsep ajarannya
yang salah, akan tetapi pelaku atau manusianya yang perlu dipersalahkan dan
selanjutnya diingatkan dengan cara-cara yang hasanah dan hikmah (Daud,1998).
2.2 Pandangan Islam Tehadap Pemeluk Agama Lain
1. Darul Harbi (daerah yang wajib diperangi)
Islam merupakan agama rahmatan lil-‘alamin yang memberikan makna
bahwa perilaku Islam terhadap nonmuslim dituntut untuk kasih sayang dengan
memberikan hak dan kewajiban yang sama seperti halnya penganut Islam sendiri
dan tidak saling mengganggu dalam hal kepercayaan. Islam membagi daerah
(wilayah) berdasarkan agamanya atas Darul Muslim dan Darul Harbi . Darul
Muslim adalah suatu daerah yang didiami oleh masyarakat muslim dan
diberlakukan hukum Islam. Sedangkan Darul Harbi adalah suatu wilayah yang
penduduknya memusuhi Islam. Penduduk Darul Harbi selalu mengganggu
penduduk Darul Muslim, menghalangi dakwah Islam, bahkan melakukan
penyerangan terhadap Darul Muslim.
Menghadapi penduduk Darul Harbi yang demikian, umat Islam wajib
melakukan jihad melawannya, seperti difirmankan dalam Alqur’an surat Al
Mumtahanah: 90 yang artinya: “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu
menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama
dan mengusir kamu dari negarimu, dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim”.
2. Kufur Zimmy
Dalam suatu perintah Islam, tidaklah akan memaksa masyarakat untuk
memeluk Islam dan Islam hanya disampaikan melalui dakwah (seruan) yang
5
merupakan kewajiban bagi setiap muslim berdasarkan pemikiran wahyu yang
menyatakan : “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam” 1 [3] .
Kufur Zimmy adalah sekelompok individu bukan Islam, akan tetapi mereka
tidak membenci Islam, tidak membuat kerusakan, dan tidak menghalangi dakwah
Islam. Mereka harus dihormati oleh pemerintah Islam dan diperlakukan seperti
umat Islam dalam pemerintahan serta berhak diangkat sebagai tentara dalam
melindungi daerah Darul Muslim. Adapun agama dan keyakinan Kufur Zimmy
adalah diserahkan kepada mereka sendiri dan umat Islam tidak diperbolehkan
mengganggu keyakinan mereka. Adapaun pemikiran Alqur’an mengenai Kufur
Zimmy seperti dalam surat Al Muntahanah: 8 yang artinya: “Allah tiada
melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
3. Kufur Musta’man
Kufur Musta’man adalah pemeluk agama lain yang meminta perlindungan
keselamatan dan keamanan terhadap diri dan hartanya. Kepada mereka
pemerintah Islam tidak memberlakukan hak dan hukum negara. Diri dan harta
kaum musta’man harus dilindungi dari segala kerusakan dan kebinasaan serta
bahaya lainya, selama mereka di bawah perlindungan pemerintah Islam.
4. Kufur Mu’ahadah
Kufur Mu’ahadah adalah negara bukan Negara Islam yang membuat
perjanjian damai dengan pemerintah Islam, baik disertai perjanjian tolong-
menolong dan bela-membela atau tidak.
(Wahyuddin,2009).
2.3 Faktor Penyebab Ketidakharmonisan Kerukunan Antar UmaT
Beragama
Terdapat delapan faktor utama penyebab timbulnya ketidak harmonisan di
bidang kerukunan hidup umat beragama ditilik dari dampak kegiatan keagamaan
antara lain:
a. Pendirian Tempat Ibadah.
1
6
Tempat ibadah yang didirikan tanpa mempertimbangkan situasi dan kondisi
lingkungan umat beragama setempat sering menciptakan ketidak-harmonisan
umat beragama yang dapat menimbulkan konflik antar umat beragama.
b. Penyiaran Agama.
Penyiaran agama, baik secara lisan, melalui media cetak seperti brosur,
pamflet, selebaran dsb, maupun media elektronika, serta media yang lain dapat
menimbulkan kerawanan di bidang kerukunan hidup umat beragama, lebih-lebih
yang ditujukan kepada orang yang telah memeluk agama lain.
c. Bantuan Luar Negeri.
Bantuan dari Luar negeri untuk pengembangan dan penyebaran suatu agama,
baik yang berupa bantuan materiil / finansial ataupun bantuan tenaga ahli
keagamaan, bila tidak mengikuti peraturan yang ada, dapat menimbulkan ketidak-
harmonisan dalam kerukunan hidup umat beragama, baik intern umat beragama
yang dibantu, maupun antar umat beragama.
d. Perkawinan Beda Agama.
Perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang berbeda agama, walaupun
pada mulanya bersifat pribadi dan konflik antar keluarga, sering mengganggu
keharmonisan dan mengganggu kerukunan hidup umat beragama, lebih-lebih
apabila sampai kepada akibat hukum dari perkawinan tersebut, atau terhadap harta
benda perkawinan, warisan, dsb.
e. Perayaan Hari Besar Keagamaan.
Penyelenggaraan perayaan Hari Besar Keagamaan yang kurang
mempertimbangkan kondisi dan situasi serta lokasi dimana perayaan tersebut
diselenggarakan dapat menyebabkan timbulnya kerawanan di bidang kerukunan
hidup umat beragama.
f. Penodaan Agama.
Perbuatan yang bersifat melecehkan atau menodai agama dan keyakinan suatu
agama tertentu yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, dapat
menyebabkan timbulnya kerawanan di bidang kerukunan hidup umat beragama.
7
g. Kegiatan Aliran Sempalan.
Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang
didasarkan pada keyakinan terhadap suatu agama tertentu secara menyimpang dari
ajaran agama yang bersangkutan dapat menimbulkan keresahan terhadap
kehidupan beragama, sehingga dapat pula menyebabkan timbulnya kerawanan di
bidang kerukunan hidup beragama.
h. Aspek Non Agama yang mempengaruhi.
Aspek-aspek non agama yang dapat mempengaruhi kerukunan hidup umat
beragama antara lain : kepadatan penduduk, kesenjangan sosial ekonomi,
pelaksanaan pendidikan, penyusupan ideologi dan politik berhaluan keras yang
berskala regional maupun internasional, yang masuk ke Indonesia melalui
kegiatan keagamaan.
Di tingkat budaya hukum masih terdapat isu-isu yang cenderung provokatif
yang terkadang berpengaruh pada sebagian masyarakat sehingga dapat
menimbulkan sikap saling curiga. Sementara itu, sikap memandang atau menilai
agama orang lain berdasarkan kriteria keyakinan agamnya sendiri, selain tidak
menghargai keyakinan orang lain, juga dapat memicu munculnya rasa kurang
senang atau bahkan antipati antar kelompok agama.
Pemberitaan pers kadang juga dipandang oleh sebagian masyarakat masih
mengeksploitasi permasalahan antar kelompok tanpa mempertimbangankan
dampak yang ditimbulkannya pada segi-segi keamanan dan keharmonisan
hubungan antar kelompok masyarakat.
Kebijakan Pemerintah yang dirasakan oleh sebagian masyarakat kurang
mencerminkan keadilan dan lemahnya penegakan hukum berpotensi terhadap
timbulnya ketidak harmonisan hubungan antar kelompok sosial dan umat
beragama, maupun hubungan antar umat beragama dengan pemerintah. Ketidak
adilan dan kesenjangan sosial, ekonomi, hukum dan politik sering menimbulkan
dan mempermudah elemen luar masuk sehingga dapat memicu terjadinya konflik
antar kelompok dalam masyarakat. Perebutan lahan antar pendatang dan
penduduk yang menetap lebih dulu merupakan potensi yang dapat berkembang
8
menjadi marjinalisasi kelompok-kelompok sosial yang dan kemudian dapat
berpotensi menjadi konflik antar kelompok-kelompok sosial yang mungkin saja
kebetulan juga mewakili kelompok-kelompok keagamaan. Otonomi daerah
menimbulkan wajah ganda; di satu sisi sangat bermanfaat bagi warga setempat
dalam upaya mengembangkan diri, namun di sisi lain juga berpeluang bagi
tumbuhnya sikap primordialisme dan ketertutupan.
Kurangnya komunikasi antar tokoh/ pemuka agama, dipandang dapat
berpengaruh terhadap ketidak harmonisan hubungan antar kelompok masyarakat
dan kurang dapat berfungsinya peran antisipasi pencegahan kesalahpahaman antar
kelompok, terutama di tingkat kecamatan dan pedesaan. Persoalan pendirian
rumah ibadah yang kurang memenuhi prosedur, penyiaran agama, dan aliran-
aliran sempalan di lingkungan internal kelompok agama masih dirasakan sebagian
masyarakat sebagai gangguan dalam membangun hubungan umat yang harmonis.
Budaya kekerasan dengan dalih agama kerap kali muncul karena
implementasi doktrin agama secara tidak proporsional. Sementara itu masih sering
muncul isu-isu yang kurang berdasar, seperti isu Islamisasi atau isu Kristenisasi.
Isu-isu seperti ini terkadang berpengaruh pada sebagian masyarakat sehingga
dapat menimbulkan sikap saling curiga. Sikap memandang atau menilai agama
orang lain berdasarkan kriteria keyakinan agamanya sendiri, selain tidak
menghargai keyakinan orang lain, juga dapat memicu munculnya rasa kurang
senang atau bahkan antipati antar kelompok agama.Secara kultural masyarakat
kadang masing belum menerima jika pendirian rumah ibadah memerlukan
pengaturan oleh pemerintah dalam rangka fungsi ketertiban. Banyak orang
beranggapan bahwa pendirian rumah ibadah tidak perlu diatur oleh pemerintah,
karena sejak nenek moyang membuat rumah ibadah tidak perlu ijin dari siapapun.
Padahal, Peraturan Bersama 2006, khususnya tentang pendirian rumah ibadah
tidak dimaksudkan membatasi ibadah. Harus dibedakan antara mengatur pendirian
rumah ibadah dan membatasi kebebasan beribadah. Semangat peraturan tersebut
adalah menertibkan pendirian rumah ibadah dan menghindari konflik horizontal
antar pemeluk agama
9
(Aziz,2007).
2.7 Solusi Atas Konflik Antar Umat Beragama Yang Terjadi Di
Indonesia
Berikut ada beberapa hal yang dapat dijadikan solusi atas pemasalahan tersebut:
a. Dialog Antar Agama
Seperti yang disebutkan diatas untuk mengatasi hubungan yang tidak
harmonis antar umat beragama ini dan untuk mencari jalan keluar bagi pemecahan
masalahnya, maka H.A. Mukti Ali2[5] melontarkan gagasan untuk dilakukannya
dialog agama. Dalam dialog kita tidak hanya saling beradu argumen dan
mempertahankan pendapat kita masing-masing yang dianggap benar. Karena pada
dasarnya dialog agama ini adalah suatu percakapan bebas,terus terang dan
bertanggung jawab yang didasari rasa saling pengertian dalam menanggulangi
masalah kehidupan bangsa baik berupa materil maupun spiritual. Diharapkan
dengan adanya dialog agama ini tidak terjadi kesalahpahaman yang nantinya
dapat memicu terjadinya konflik. Didalam artikel tersebut juga dikatakan bahwa
dialog antar umat beragama digunakan sebagai salah satu solusi untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi antara umat Muslim dan umat Protestan
b. Pendidikan Multikultural
Perlu ditanamkannya pemahaman mengenai pentingnya toleransi antar umat
beragama sejak dini. Hal ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Sebagai
Negara yang memiliki keanekaragaman kita harus saling menghormati dan
menghargai antar sesama. Apalagi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman
dalam hal adat-istiadat,suku,ras/etnis,bahasa dan agama. Perbedaan yang ada
tersebut jangan sampai membuat kita tercerai berai. Namun sebaliknya perbedaan
yang ada tersebut kita anggap sebagai kekayaan bangsa yang menjadi ciri khas
bangsa kita. Perlunya ditanamkannya rasa nasionalisme dan cinta tanah air dalam
diri generasi penerus bangsa sejak dapat membuat mereka semakin memahami
dan akhirnya dapat saling menghargai setiap perbedaan yang ada.
c. Menonjolkan segi-segi persamaan dalam agama,tidak memperdebatkan segi-
segi perbedaan dalam agama.
2
10
d. Melakukan kegiatan sosial yang melibatkan para pemeluk agama yang
berbeda.
e. Meningkatkan pembinaan individu yang mengarah pada terbentuknya pribadi
yang memiliki budi pekerti luhur dan akhlakul karimah
(Daud,1994).
2.5 Pluralisme Agama sebagai Suatu Keniscayaan Sosial
Pengertian pluralitas secara sederhana dapat dimaknai: Kemajemukan,
keragaman dan keberbedaan, baik yang prinsip maupun tidak, yang meliputi
keberbedaan keyakinan, kehendak, pilihan status, eksistensi maupun perbedaan
yang bersifat kodrati dan alami. Dengan demikian perbedaan bisa antar individu
dengan individu, antar individu dengan komunitas maupun antar komunitas
dengan komunitas. Sedangkan pluralisme agama adalah mengakui adanya
kemajemukan, keragaman dan keberbedaan, baik yang prinsip maupun tidak,
yang meliputi keberbedaan keyakinan atau agama.
a. Islam dan Pluralisme
Sejak kelahirannya, Islam sudah berada di tengah-tengah budaya dan
agama-agama lain. Kawasan Arabia pada waktu Nabi Muhammad SAW
menyiarkan Islam sudah mengenal banyak agama semisal Yahudi dan Kristen..
Dii dalam Al-Quran pun banyak dimuat rekaman kontak kaum muslimin dengan
komunitas keagamaan yang ada disana
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa teks yang mendukung sikap positif
terhadap keyakinan lain. Misalnya yang menyiratkan bahwa pada dasarnya ajaran
agama-agama kaum muslimin seharusnya tidak membedakan ajaran para Rasul.
Juga pada tempat-tempat ibadah dari agama yang berbeda-beda banyak disebut di
Al-Qur’an:
“Sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk
menyerukan, Sembahlah Allah dan jauhilah thagut (yakin setan atau apa saja
yang disembah selain Allah)” . (Q.S. An-Nahl (16):36).
Juga terdapat ayat-ayat yang bersifat netral semisal pernyataan bahwa
masing-masing akan berbuat sesuai dengan apa yang sesuai dengannya, bahwa
11
masing-masing mendapat balasan sesuai dengan agamanya dan bahwa bentuk
lahiriah agama Rasul-rasul Allah dapat berbeda-beda:
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang
terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu umat
saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap apa yang diberikanNya
kepadamu, maka berlomba-lombalah dalam membuat kebaikan”. (Q.S. Al-
Maidah (5):48). Dan masih banyak lagi ayat yang menerangkan tenang hal
seperti ini seperti dalam Al-Qur’an surat Al-Ira (17): 84, Ibrahim (14): 4, Al-
Kafirun (109): 6, dan Al Baqarah (2): 148.
(Wahyuudin,2009).
b. Pluralisme Agama di Dalam Masyarakat
Konsekuensi dari pluralitas agama bagi setiap umat beragama adalah
kewajiban untuk mengakui sekaligus menghormati agama lain, sehingga sikap
keagamaan yang perlu dibangun dalam menghadapi pluralitas agama adalah
prinsip kebebasan dalam memeluk suatu agama. Prinsip yang demikian antara
lain dibangun dari misi historis Islam bahwa “Tidak ada paksaan untuk memeluk
agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
sesat…” (Q.S. Al-Baqarah (2):256).
Kerukunan hidup umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua
golongan agama bisa hidup bersama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing
untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing hidup sebagai
pemeluk agama yang baik dalam keadaan rukun dan damai. Kerukunan hidup
umat beragama yang didasari oleh kesadaran akan keniscayaan pluralitas agama
hanya akan bisa tercapai apabila masing-masing golongan bersikap lapang dada
satu sama lain.
Sikap lapang dada dalam kehidupan beragama akan mempunyai makna
bagi kehiduipan dan kemajuan masyarakat plural, apabila ia diwujudkan dalam:
1) Sikap saling menahan diri terhadap ajaran, keyakinan dan kebiasaan
golongan agama lain yang berbeda, yang mungkin berlawanan dengan ajaran,
keyakinan dan kebiasaan sendiri
12
2) Sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut dengan
sungguh-sungguh ajaran agamanya
3) Sikap saling mempercayai atas itikad baik golongan agama lain
4) Usaha untuk memahami ajaran dan keyakinan agama orang lain.
5) Usaha untuk mengemukakan keyakinan agama sendiri dengan sebijaksana
mungkin untuk tidak menyinggung keyakinan agama lain
6) Untuk saling membantu dalam kegiatan-kegiatan sosial utnuk membatasi
keterbelakangan bersama
7) Usaha saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain sehingga
terjadi saling tukar pengalaman untuk mencapai kemajuan bersama.
Adanya informasi dan kesadaran akan pluralitas keagamaan yang
menjangkau konsep ajaran dan praktek ajarannya dapat menciptakan kerukunan
hidup beragama, saling memahami dan menghormati antar pemeluk agama
menuju keharmonisan hidup beragama.
c. Pluralisme Agama Untuk Membangun Perdamaian
Pluralitas merupakan realitas hidup manusia. Untuk membangun
perdamaian adanya kesadaran pluralisme agama merupakan hal yang mutlak.
Hal yang harus dilakukan untuk menebarkan kesadaran pluralisme agama di
masyarakat adalah:
a. Sosialisasi kesadaran pluralisme agama harus ditebarkan pada berbagai
elemen yang ada di masyarakat. Karena persoalan kurangnya kesadaran
pluralisme agama bisa terdapat pada siapa saja, maka tidak salah ketika
masyarakat umum mudah terprovokasi isu-isu yang bernuansa primordialisme3[7].
b. Melakukan penguatan kesadaran pluralisme agama tidak hanya dalam bentuk
formal yang dilembagakan seperti atas nama Lembaga Kajian, Forum Dialog dan
semacamnya, karena akan menyebabkan tidak longgar bahkan terbatas dalam
ruang-ruang tertutup. Tapi perlu membumi yang bersifat longgar dan dapat
berakses ke mana saja.
3
13
c. Membuat tema dan program pluralisme agama yang akrab dengan kehidupan
masyarakat dimana kita tinggal jangan bersifat melangit seperti seminar, diskusi
yang dikonsumsi oleh kalangan terbatas, masyarakat luas tidak ikut mengakses.
Ada hal yang perlu kita sadari dalam melakukan penyadaran pluralisme
agama, yaitu kuatnya belenggu wacana yang abstrak di antara aktivis tentang
pluralisme agama, secara tidak sadar telah terjadi berbagai pemahaman yang
distortif mengenai kesadaran pluralisme agama di masyarakat versi aktivis atau
akademisi, sehingga tidak bisa membedakan mana persoalan interpretasi
kesadaran pluralisme agama di masyarakat dan mana persoalan kemasyarakatan
yang sesungguhnya. Sehingga pemahaman pluralisme menjadi kering dan kaku
karena berada dalam tempurung formalisme.
Dengan penyadaran pluralisme agama, kita berupaya membebaskan
manusia dari keterasingan dan rasa kesendirian dalam hidup berkebangsaan serta
menghindari terjadinya berbagai konflik yang dapat terjadi di dalam
masyarakat. Penyadaran pluralisme agama penting dilakukan di Indonesia karena
masyarakatnya yang majemuk secara kepercayaan atau agama, dengan kesadaran
ini akan memberikan tempat yang sama bagi setiap individu maupun kelompok
masyarakat untuk mengembangkan potensi diri dan kreatifitasnya secara
maksimal melalui hidup yang bebas, jujur dan bertanggung jawab
(Wahyuddin,2009).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di
Tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk
hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan.
Agar terciptanya suatu kerukunan antar umat beragama maka setiap individu
harus memperhatikan dan melakukan hal-hal :
14
a) Sikap saling menahan diri terhadap keyakinan ajaran dan kebiasaan-
kebiasaan golongan arama lain yang berbeda atau mungkin berlawanan dengan
kayakinan, ajaran dan kebiasaan agamanya sendiri.
b) Sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut keyakinan
agamanya.
c) Sikap saling mempercayai niat baik golongan agama lain.
d) Usaha saling membantu dalam kegiatan-kegiatan social untuk mengatasi
keterbelakangan bersama.
e) Usaha untuk saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain
sehingga terjadi saling tukar pengalaman untuk mencapai kemajuan bersama.
f) Usaha untuk mengemukakan kepercayaan agama sendiri dengan
sebijaksana mungkin, dimaksudkan untuk tidak menyinggung kepercayaan agama
lain.
3.2 Saran
a) Jalinlah persaudaraan sesama umat beragama dan antarumat beragama, yang
merupakan salah satu cara bertakwa kepada Allah SWT.
b) Sebagai umat beragama, harus bisa memahami perbedaan untuk mencapai
kerukunan dan kebersamaan sebagai sesama manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Baharuddin.dkk.1994.Islam Dan Dialog Budaya.Jakarta: PT Penebar
Swadaya.
Aziz, Abdul.A.2007.Fikih Sosial : Tumtunan Dan Etika Hidup Di Masyarakat.
Jakarta: Qitshi Press.
Daud,Ali.1980. Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Beragama.Jakarta: Rajawalu
Press.
Imarah, Muhammad, 1999. Islam dan Pluralitas, Jakarta, Gema Insani.
15
Wahyuddin.dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta; PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
16