TAUHID
Disusun oleh :
1. Senja Arum ( A.102.09.049 )2. Ulfi binartawati ( A.102.09.060 )3. Ummi rohmatul J. ( A.102.09.061 )4. Vita anggita ( A.102.09.063 )
AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA
2013
TAUHID
A. PengertianTauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tawhidan yang artinya
menyatukan, mengEsakan, atau mengakui bahwa sesuatu itu satu. Yang dimaksud dengan makna harfiah diatas adalah mengEsakan atau mengakui dan meyakini aka keEsaan Allah SWT.
Lawan diameteral dari tauhid adalah syirik. Yakni menyekutukan atau membuat tandingan kepada Allah SWT. Dengan demikian tauhid adalah mengakui dan meyakini keEsaan Allah, dengan membersihkan keyakinan dan pengakuan tersebut dari segala kemusyrikan. Bertauhid kepada Allah artinya hanya mengakui hukum Allah yang memiliki kebenaran mutlak, dan hanya peraturan Allah yang mengikat manusia secara mutlak.
Dengan demikian, tauhid adalah esensi aqidah dan iman dalam islam. Tauhid merupakan landasan utama dan petama keyakinan islam dan implementasi ajaran – ajarannya. Tanpa tauhid tidak ada iman, tidak ada aqidah dan tidak ada islam dalam arti yang sebenarnya.
Makna tauhid yang paling tegas ditunjukkan oleh kalimat tawhid la ilaha illa Allah,yang arti harfiahnya adalah tidak ada sesembahan ( ilah ) selain Allah, tetapi makna yang tegas dan tepat adalah tiada sesembahan yang haq melainkan Allah.
B. Kedudukan dan fungsi TauhidTauhid mempunyai kedudukan dan fungsi sentral dalam kehidupan muslim.
Bagi seorang muslim tauhid menjadi dasar dalam aqidah, syariat, dan akhlak.
Sebagai dasar dalam aqidah maksudnya seorang muslim harus percaya bahwa
Allah yang Maha Esa telah menciptakan dan menghendaki semua yang terjadi di alam
ini. Allah lah yang menciptakan para malaikat, kitab-kitab para Rasul, hari qiamat,
Qodlo dan Qodar dan semua yang ada di alam ini. Sebagaimana disebutkan dalam al-
Qur’an :
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus
menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa
yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.
Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka
tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah
meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah
Maha Tinggi lagi Maha Besar(QS. al-Baqarah/2:255)
Sebagai dasar dalam syaiat maksudnya setiap orang muslim dalam menjalankan
syariat Allah ( ibadah dan muamalah ) harus dilakukan dengan niat yang ikhlas, tidak boleh
riya’. Sebagaiman tersebut didalam al-Qur’an :
1. Tahukan kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Maka itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. dan tidak mendorong memberi makan orang miskin,
4. Maka celakalah orang yang salat,
5. yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya,
6. yang berbuat riya,
7. (dan enggan (memberikan) bantuan.
Terakhir, sebagai dasar dalam akhlak maksudnya setiap orang muslim dalam berakhlak hendakanya berdasarkan Allah semata.
C. Kalimat tauhid ( La ilaha illa Allah )Dari kalimat tauhid tersebut ada dua prinsip yang harus dipegang oleh seorang
mukmin atau muwahhid, sebagai rukun kalimat tauhid, yakni adanya prinsip al-nafyu
dan prinsip al-itsbad.
1. Prinsip al-nafyu dan al-itsbad
Al-nafyu artinya peniadaan, yakni penengasan tentang tidak adanya
sesembahan yang haq selain Allah. Dengan prinsip ini seorang muwahid wajib
membatalkan segala macam bentuk syirik, dan wajib mengingkari segala praktek
berketuhanan selain kepada Allah SWT.
Al-itsbad artinya penetapan, yakni menegaskan bahwa hanya Allah lah
satu -satunya sesembahan yang haq. Dengan prinsip ini seorang muwahid wajib
megamalkan segala hal yang menjadi konsekuensi dai tauhid tersebut.
Makna dua rukun tersebut ditegaskan dalam banyak ayat Al-Qur’an seperti
firman Allah SWT :
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Qs.al-Baqarah/2:256).
Firman Allah “siapa yang mengingkari taghut” adalh makna dari “la ilaha
“atau prinsip al-nafyu sebagai rukun yang pertama . sedangkan firman Allah “dan
beriman kepada Allah ”merupakan makna dari rukun kedua ,yaitu “illa Allah
”sebagai prinsip al-itsbat.
Demikian juga firman Allah yang menggambarkan pernyatan Nabi
Ibrahim kepada kaumnya :
Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya:
“Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu
sembah(Qs.al-zukhruf/43:26).
Firman Allah SWT “sesungguhnya aku berlepas diri” di atas adalah makna
dari rukun pertama. Sedangkan perkataan “kecuali Allah menjadikanku”
merupakan makna al-itsbat yakni penetapan dan penegasan.
2. Syarat – syarat Kalimat Tauhid “La ilaha illa Allah”Menyatakan tauhid atau mengucapkan kalimat tauhid harus dengan syarat.
Tanpa syarat – syarat tersebut maka kalimat tauhid yang diucapkan tidak akan
berarti. Karena dengan syarat- syarat itulah seseorang yang telah mengucapkan
kalimat tawgid benas – benar menghidupkan tauhid dalam jiwanya dan
memamcarkannya kepada lingkugannya, baik lingkungan seseama manusia
maupun lingkugan makhluk Allah pada umumnya.
Secara umum syarat itu ada tujuh, yaitu :
a. Al-‘IIm, yang menafikan al-jahl ( kebodohan )
Artinya memeahami makna dan maksud dan kalimat tauhid. Memahami
apa yang ditiadakan ( dinafikan ) dan apa yang ditetapkan ( diitsbatkan ),
yang semua itu menafikan ketidaktahuannya atas makna dan maksud
tersebut. Sebagaimana firman Allah SWT :
Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat
memberi syafaat; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafaat ialah) orang
yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini
(nya)(Qs.al-zukruf/43:86).
Makna dari ayat ini adalatepkannya, h orang yang bersaksi dengan kalimat
tauhid ( syahadat tauhid ) dan memahami dengan fikiran dan nuraninya apa yang
diikrarkan oleh lisannya. Seadainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti
apa maksud dan maknanya, maka persaksiannya itu menjadi tidak sah atau tidak
berarti.
b. Al - Yaqi, yang menafikan al – syak ( keraguan )
Orang yang mengikrarkan alimat tauhid harus meyakini kandungan
kalimat tersebut. Manakala meragukannya maka sia – sia belaka kalimat
tauhid yang diikrarkannya itu. Allah berfirman :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka
berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-
orang yang benar ( QS. Al-Hujurat / 49 :15 ).
c. Al – Qabul ( menerima ),yang menafikan al – radd ( penolakan )
yakni menerima kandungan konsekuensi dari syahadat tauhid yang
diucapkan, meyembah Allah semata dan meninggalkan penyembahan kepada
selain-Nya.
Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha
illallah” (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka
menyombongkan diri (Qs.al-shaffat/37:35).
Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan
sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?”( Qs.al-shaffat/37:36)
Ini seperti halnya para penyembah kuburan dan orang yang
mengkultuskan orang – orang yang dianggap suci dewasa ini . mereka selalu
mengokrarkan, la ilaha illa Allah, tapi mereka tidak mau menunggalkan
penyembahan-nya kepada kuburan dan kultus kepada para wali. Dengan
demikian mereka itu belum menerima makna la ilaha illa Allah.
d. Al-Inqiyad ( patuh ), yang menafikan al-tark ( meninggalkan )
Yakni tunduk dan patuh kepada makna dan kandungan la ilaha illa
Allah, yang berarti me-musatkan ketundukan dan kepatuhan hanya kepada
Allah dank arena-Nya. Sebagaiman firman Allah:
Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang
yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul
tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan(Qs.al-
luqman/31:22)
Al-Urwat al-wutsqa (tali yang kokoh) adalah la ilaha illa Allah, dan maka
yuslim wajhahu (menyerahkan diri kepada Allah) adalah al-inqiyad, yakni
tunduk dan patuh hanya kepada Allah.
e. Al-ikhlas (bersih, suci), yang menafikan syirik dalam amal.
Yaitu membersihkan amalan dari segala debu-debu syirik, dengan jalan
membersihkan niat semata lillah, bebas dari sum’ah (memperdengarkan amal
kepada orang lain agar dipuji) dan riya’ (memperlihatkan amal kepada orang
lain agar dipuji) atau sebab-sebab keduniaan lainnya.
f. Al-Shidqu (jujur),yang menafikan al-kidzbu (dusta)
Yakni orag yang mengucapkan kalimat taiqid dan hatinya
membenarkannya. Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya
mendustakan maka adlah munafik dan pendusta agama.
Allah mengisyaratkan kemuafikan dan ke-dustaan agama dalam
firman-Nya:
Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari
kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman(Qs.al-Baqarah/2:8)
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka
hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar(Qs.al-Baqarah/2:9).
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi
mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta(Qs.al-Baqarah/2:10)
g. Mahabbah (kecintaan) yang menafikan baghdla’ (kebencian)
Yakni cinta kepada mengucapkan kalimat tersebut dan mencintai isi
kandungannya, serta mencintai orang-orang yang mengamalkan dan komsekwen
terhadap kandunga kalimat tawhid.
Orang-orang yang bertauhad memusatkan cinta yang sesungguhnya hanya
kedapa Allah, sedangkan orang-orang musyrik menduakan cinta kepada Allah
dan kepada makhluk-Nya. Ahli tawhid mencintai makhluk Allah kaena cintanya
kepada Allah. Dengan demikian cinta kepada Allah adalah cinta pertama dan
utama, yang menjadi landasan bagi cinta kepada makhluk-Nya, seperti cinta
kepada ibu bapak , keluarga dan sebagainya.
D. Macam – macam tauhid
Tauhid merupakan bagian terbesar dan terpenting dalam aqidah islam yang
bersumber dari AL-Qur’an dan al-Sunnah, maka seharusnya umat islam
memahaminya dengan sesempurna mungkin, sehingga jelas akan makna – maknanya
dan dalil – dalil penunjuknya.
Dengan pemahaman yang utuh, seseorang akan menyatu dalam satu arah,
antara perkataan, pemahaman, dan perbuatannya. Hal tersebut akan dicapai bila
memperhatikan dua hal peenting berikut ini :
Pertama, menguatakan pemahaman teoritik yang bersumber dari dalil – dalil
al-Qur’an dan al-Sunnah, serta akal yang seht=at dan benar.
Kedua, relasi tauhid sebagai praktek kehidupan yang jelas dan nyata beka –
bekasnya dalam sikap dan perilaku shalih yang dimiliki oleh para hamba Allah.
Secar teoritik Qura’ni, sebagaiman diuraikan oleh ibnu Taimiyah dan
Muhammad bin Abdul Wahhab, tawhid dibagi dalam tiga macam, yaitu : tawhid al-
rubu-biyyah, tawhid al-asma wa al-sifat dan tawhid al –uluhiyyah.
1. Tawhid al-Rububiyyah
Rububiyyah berasal dari salah satu nama Allah al-Rabb, yang memiliki
makna : Pengasuh, Penolong, Penguasa, Pendamai dan Pelindung.
Secara syar’I bermakan iman kepada Allah sebagai Pencipta, Penguasa,
Pengatur segal urusan yang ada di alam semesta, menghidupkan dan mematikan
dan hal – hal yang termasuk perkara takqdir, dan menetapkan hukum alam
( sunnatullah ).
Tawhid rububiyyah meliputi keimanan terhadpa hal – hal sebagai berikut :
a. Iman kepada perbuatan Allah secara umum: seperti mencipta,
member rezeki, menghidupkan dan mematikan, penguasa dan
sebagainya.
b. Iman kepada qadla dan qadar Allah.
c. Iman kepada keesaan Dzat-Nya.
Al-Qur’an menegaskan akan kepastian sifat rububiyyah Allah, yang
merupakan dasar akan wajibnya ber-tawhid rububiyyah kepada Allah.
Dengan pengertian seperti diatas, tawhid rububiyyah mungkin saja dimiliki
oleh orang – orang mukmin, dan mungkin saja oleh orang – orang kafir. Karena
tawhid rububiyyah sebenarnya, merupakan fitrah dasar ketuhanan bagi setiap
manusia. Meski seseorang menyatakan atheis ( tidak bertuhan ), Ia tetap akan
merasakan adanya Sanh Supra Natural yang berada diluar dirinya.
Mengenai ketidakmungkinan manusia untuk mengingkari tawhid
rububiyyah ini, Allah berfirman :
Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya
‘Arsy yang besar?”(QS.al-mu’min/23:86)
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” atakanlah: “Maka apakah kamu
tidak bertakwa?”(Qs.al-mu’min/23:87)
Bagi manusia, tauhid rububiyyah memiliki manfaat, yakni disamping
menumbuhakan keyakinan akan keagungan dan kebesaran Allah, juga mendorong
manusia untuk mempelajari kaidah – kaidah dan hukum – hukum rububiyyah
(penciptaan, pemeliharaan, dan pengaturan Allah atas segala makhluknya).
2. Tawhid al-Asma wa al-Sifat
Pengertian tawhid al-Asma wa al-Sifat adalah penetapan dan pengakuan
yang kokoh atas nama – nama dan sifat – sifat Allah yang luhur berdasar petunjuk
allah dalam al-Qur’an dan petunjuk Rasulullah SAW dalam sunnahnya.
Para ulama Salaf, yakni ulama yang kokoh dalam mengikuti Sunnah
Rasulullah, pandangan para sahabat dan tabiin yang shalih, menetapkan segala
nama dan sifat yang ditetapkan Allah untuk diri-Nya. Tanpa melakukan ta’thil
( penolakan ), tahrif (perubahan dan penyimpangan lafaz dan makna), tamtsil
( penyerupaan ), dan takyif (menanya terlalu jauh tentang sifat Allah).
Sebagaimana firman Allah :
(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan
(pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu
pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat(Qs.al-syura/42:11)
Bagian pertama dari ayat ini laiysa kamitslihi sya’i mununjukan penolakan
kepada kelompok yang melakukan tamtsil ( penyerupaan nama dan sifat Allah )
dengan nama dan sifat makhluk-Nya, dan takyif ( mempertanyakan terlalu jauh
tentang hal – hal yang berkaitan dengan sifat Allah ). Sedangkan bagian kedua
ayat tersebut wahuwassami’ulbashrir menunujukkan penolakan kepada golongan
yang melakukan ta’thil ( yakni penolakan atas sebagian atau keselururhan sifat
Allah ), dan tahrif ( penyimpangan lafaz dan makna atas nama – nama dan sifat
Allah ).
Imam Ahmad ibnu Hanbal dan Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa Allah
tidak boleh disifati kecuali dengan apa yang ditetapkan oleh Allah bagi diri-nya
dan sifat – sifat yang ditetapkan oleh Rasulullah bagi Allah, serta tidak melampaui
batas –batas yang ditetapkan al-Qur’an dan al-Sunnah.
a. Al-Asma al-Husna ( Nama – nama Allah yang baik )Allah berfiman :
Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan
menyebut asmaaulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang
dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat
balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan(Qs.al-a’raf/7:180)
Ayat – ayat diatas mengandung isyarat akan hal – hal sebagai berikut :
1) Menetapkan nama – nama (asma) untuk Allah, sehingga barang siapa yang
menfikannya berarti ia telah menafikan apa yang telah ditetapkan oleh
Allah, yang berarti juga menentang ( kafir ) kepada ketetapan Allah SWT.
2) Bahwasanya semua nama – nama Allah seluruhnya adalah Husna, yakni
sangat baik, karena ia mengandung makna dan sifat –sifat yang sempyrna,
tanpa kekuranga, tanpa cacat sedikitpun. Bukan sekedara nama – nama
kosong tanpa makna.
3) Sesungguhnya Allah memrintah para hamba-Nya untuk berdoa kepada
Allah dengan bertawasulkepada nama – nama-Nya tersebut. Maka ini
menunjukkan keagungan dan keistimewaan Allah kepada doa yang disertai
dengan menyebut nama – nama-Nya.
4) Bahwasannya Allah mengancan orang – orang yang ilhad ( menyompang
dari kebenaran ) dalam nama nama-Nya dan Dia akan membalas perbuatan
mereka sesuai dengan kualitas perbuatannya.
b. Sifat – sifat Allah
Dalam al-Qur’an sangat banyak disebutkan sifat – sifat Allah, sehingga
tidak dapat ditentukan jumlahnya. Kalau dalam beberapa Kitab Iman dan
Kitab Ilmu Kalam disebutkan sifat – sifat wajib bagi Allah ada13 macam atau
ada yang menyebutkan 20 sifat, maka hal itu hanya hasil ihtihaj para ulama
untuk memudahkan umat islam untuk memahaminya. Nanum jumlah tersebut
tidak bersifat pasti.
Sifat-sifat Allah yang banyak jumlahnya itu terbagi menjadi dua
bagian, yaitu sifat dzatiyah dan sifat fi`liyyah.
sifat dzatiyah yaitu sifat yang senantiasa melekat pada Dzat-Nya,
tidak terpisah dari Dzat-Nya, seperti al-`ilm (ilmu), al-qudrah (kuasa), al-
sam`u (mendengar), al-bashr (melihat), al-izzah (kemulia), al-hokmah
(hikmah), al-`azhamah (keagungan), al-ma`iyyah (kebersamaan), al-hubb
(cinta), al-ridha dan sebagainya.
Sebagai contoh ayat ayat tentang sifat dzatiyah adalah:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat(Qs.al-nisa/4:58)
Pendengaran Allah dapat menangkap semua suara, baik keras maupun
pelan, bahkan mampu mendengar suara hati. Pendengarannya mampu menangkap
dan mampu mengklasifikasi seluruh suara yang terbahasakan dan tak
terbahasakan. Tidak ada yang mampu mengganggu ketajaman pendengarannya.
Begitu juga penglihatannya. Tiada yang dapat mengganggu dan menutupi
penglihatannya.
Ilmu yang meliputi yang ghaib, yaitu segala sesuatu yangf tidak
diketahui langsung oleh manusia, tetapi Allah mengetahuinya. Juga meliputi yang
syahadah (nyata), yakni segala sesuatu yang dapat disaksikan secara langsung
oleh manusia (empiris,rasional, dan eksperimental).
Sedangkan sifat fi'liyyah, yaitu sifat yang diperbuat Allah jika Ia
berkehendak. Seperti bersemayam di Arsy, turun ke langit dunia di sepertiga
akhir malam. Untuk menjawab doa-doa orang yang melakuka shalat dimalam dan
datang pada hari kiamat.
Diantara ayat-ayat yang mengandung sifat-sifat fi’liyyah Allah adalah :
(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy
(Qs.Thaha/20:5)
Dengan diulangnya lafaz isytawa di tujuh tempat diatas menunjukan bahwa
isytawa harus dimaknao sebagai makna hakiikinya. Menurut Ibnu Qayyim Al-
jauziyyah,isytawa memiliki empat makna,yaitu Irtifa (tinggi),’uluw (luhur),
shu’ud (naik)istiqrar (menetap dan bertahta).
Sedangkan arsy secara lughawi artinya singgasana untuk raja. Sedangkan
yang dimaksud arsy pada ayat-ayat tersebut adalah singgasana Allah yang
mempunyai beberapa kaki yang dipikul oleh malaikat , ia merpakan atap bagi
semua mahluk . bersemayamnya Allah diatas Arsy –Nya sesuai dengan
keagungan dan kesempurnaan-Nya . kita tidak mengetahui dan mempertanyakan
kaifiyyah (cara)-Nya , sebagai kaifiyyah sifat-sifat-Nya yang lainya .
Namun kita hanya meyakini dan menetapkannya sebagaimana ditunjukan
oleh al-Quran dan al Sunah.
3. Tawhid Uluhiyyah
Uluhiyyah bersal dari kata al-llah yang artinya sesuatau yang disembah
(sesembahan)dan sesuatu yang ditaati secara mutlak. Dan kata llah ini
diperuntukan bagi sebuatan sesembahan yang benar (haqq),misalnya firman Allah
taala :
Allah tiada ilah (sesembahan yang benar)melainkan Dia yang maha hidup
dan maha mandiri”. Juga diperuntukan bagi sesembahan yang batil ,sebagaiman
firman Allah :
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup
kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya(Qs.al-Imran /3:2)
Kemudian makna ilah lebih dominan sesembahan yang haq ,yakni Allah
SWT. Tauhid uluhiyyah mengandung makna pokok yakni al-ibadah
(penyembahan) an thaat (ketaatan) hanya kepada Allah .
Makna tersebut berarti memusatkan penyembahan dan ketaatan hanya
kepada Allah . yakni mentauhidkan Allah dengan seluruh perbuatan,seperti
shalat,puasa,zakat,haji,kurban(menyembelih binatamg ),nadzar,rasa takut ,rasa
berharap,cinta,dengan makna bahwa kita mengerjakan semuanya sebagai ketaatan
kepada Allah , dan mencari ridho-Nya . kita tunduk kepada Allah dengan
menjalankan perbuatan yang diperintahkan dan meninggalkan perbuatan yang
dilarang.
Tawhid uluhiyyah tidak akan wujud kecuali dengan dua dasar sebagai berikut :
a. Menjalankan semua macam ibadah h Tanya kepada Allah bukan kepada yang
lain.
b. Ibjalan yang dijalankan harus sesuai dengan perintah dan larangan Allah .
Dua dasar itu dilaksanakan dengan ikhlas ,dan terus menerus sebaga
konmsekwensi logis dari kalimat syahadat :Asyahadu anla ilaha illa Allah wa
anna Muhammadan Rasulullah.
Tidak ada ibadah dan ketaatan melainkan kepada Allah, dan tiada jalan
untuk itu melainkan Rasulullah SAW . dan jalan yang dilalui selain jalan
Rasulullah ,tidak akan mengantarkannya kepada sesuatu yang dituju.
Tawhid uluhiyyah merupakan tema pokok dan inti dakwah para rasul
Allah ,sejak Adam AS hingga Muhammad SAW ,Allah berfirman :
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)(Qs.al-nahl/26:36)
Dalam islam tawhid uluhiyyah merupakan prasarat setiap orang yang
akan memeluknya . dan kandungan tawhid uluhiyyah ini ter Dapat pada dua
kalimat syahadat yang menjadi tanda seseorang menjadi muslim .
Dengan logika diatas ,maka tawhid uluhiyyah merupakan bagian yang
terbesar ,terpenting dan tertinggi dari berbagai macam tawhid yang ada (tawhid
rububiyyah ,alau tawhid utawhid asma wasifat dan tawhid uluhiyyah)
Kalau tawhid al-rububiyyah lebih terkait dengan af’aldan prinsip
tadlamuniyyah.
al-llah (prbuatan tuhan ),seperti mencipta ,memelihara,mengatur segal
mehluk-Nya ,dan bagi para hamba dituntut untuk meyakini-Nya ,dan menggali
kaidah-kaidah dan hukum penciptaan ,pemeliharan dan pengaturan alam
tersebut,untuk keperluan hidupnya di dunia. Sedangkan al-asma wa al sifat untuk
membangun keyakinan dan pemahaman yang terkait dengan komunikasi T uhan
dengan hambanya ,juga membangun kedekatan hamba dengan
Tuhannnay ,dengan jalan memanggil Allah dengan nama-nama-nya yang
indah ,dan tumbuh rasa selalau bersama danm diawasi,diasuh dan dibimbingoleh
allh SWT.
Adapun tawhid al-uluhiyyah adalah yang terkait dengan af’al-al-ibad
(perbuatan hamba)sebagai realisasi tegaknya tawhid rububiyyah dan al-asma wa
al- sifat dalam peri kehidupan hamba,baik dalam iman,ibadah,mu’amalah
maupun ahlak ,yang sesuai denagan ketetapan Allah dan Rasullullah dalam al-
Quran dan al-sunnah.
Dari pemikiran diatas dapat sdisimpukan bahwa tawhid al-rububiyyah
menuntut adanya tawhid al-asmawa alsifat dan tawhid al-uluhiyyah .tauhid al-
uluhiyyah pun harus dilandasi oleh tauhid al-rububiyyah dan tauhid alasma wa al-
sifat.inilah yang disebut dengan prnsip talazumiyyah
Prinsip talazumiyyah (kelaziman dan keharusan)mengatakan bahwa
tauhid al-rububiyyah dan tauhid al-asma wa al-sifat mengharuskan adanya tauhid
al-uluhiyyah sebagai manifestasi dan realisasi tawhid dalam perikehidupan
sedangkan prinsip tadlamuniyyah (keterkandungan dan ketercakupan )
mengatakan bahwa tegaknya tauhid al-uluhiyyah harus didasari dan diisi oleh
tauhid al-rububiyyah dan tauhid al-asma wa al-sifat