MAKALAH
PROSES INDUSTRI BIODIESEL
DISUSUN OLEH:
INDRA GUGUN GUNAWAN (21110020)
NASRULLAH (21110008)
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SERANG RAYA
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, bahan baakr fosil terus dieksplorasi besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan energi nasional bahkan dunia. Tapi, bahan bakar fosil tidak dapat diperbaharui dan suatu saat pasti akan habis. Oleh karena itu, diperlukan bahan bakar alternatif untuk menggantikan atau minimal menyeimbangkan konsumsi bahan bakar fosil agar persediaannya di bumi tidak cepat berkurang dengan drastis.
Biofuel atau dalam hal iini adalah biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, karena tidak menimbulkan banyak emisi dalam penggunaannya sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Penggunaannya yang dicampur dengan bahan bakar fosil (khususnya minyak diesel/solar), akan mengurangi kadar emisi yang dikeluarkan dari sisa pembakaran.
Produksi biodiesel dirasa tepat karena negeri kita adalah negeri agraris yang mempunyai tanah amat subur, sehingga hampir semua bahan baku yang dibutuhkan untuk pembuatan biodiesel bisa ditanam di Indonesia sperti jarak pagar, kakao, biji bunga matahari dan tentunya minyak kelapa sawit yang notabene menjadi komoditas ekspor terbesar indonesia di bidang pertanian.
Agar tidak menggangu persediaan minyak kelapa sawit, maka sangat tepat bila yang dijadikan bahan baku bagi pembuatan biodiesel adalah minyak goreng bekas (minyak jelantah) melalui proses transesterifikasi.
1.2 Tinjauan Pustaka
Pengertian Biodiesel
Biodiesel secara definisi adalah senyawa metil-ester dari proses esterifikasi/transesterifikasi minyak nabati atau lemak hewani. Definisi ini akan membedakan biodiesel dengan minyak hayati yang juga dipergunakan sebagai pengganti minyak solar yang selama ini sring disalahpahamkan sebagai biodiesel.
Biodiesel memiliki sifat fisis yang sama dengan minyak solar sehingga bisa dipergunakan sebagai bahan bakar pengganti kendaraan bermesin diesel. Selain itu, biodiesel juga bisa dipergunakan sebagai minyak bakar karena memiliki nilai kalor minimal 37 MJ/Kg. Sebagai perbandingan, bahan bakar fosil memiliki nilai kalor mnimal 42,7 Mjdikit /Kg.
Secara komposisi kimia, biodiesel berbeda dengan solar. Pada umumnya minyak solar terdiri atas 30-35% senyawa hidrokarbonaromatik dan 65-70% parafin disertai sedikit olefin. Sementara biodiesel sebagian besar terdiri atas C16-C18 fatty acid methyl ester dengan 1-3 ikatan rangkap untuk setiap molekulnya. Karakteristik yang mjadi kelebihan biodiesel bila dibandingkan dengan minyak solar adalh pada emisi gas buang, kadar sulfur, angka setana, keteruaraian dan stabilitas, serta pelumasan dan pembersihan mesin.
1. Emisi gas buang
Karena biodiesel merupakan senyawa oxygenated fuel, maka biodiesel meliki emisi yang lebih baik dari pada minyak solar karena oksigen yang terkandung di dalamnya. Pencampuran solar dengan biodiesel (misal 30% yang dikenal sebagai B30) apat mengurangi emisi secara signifikan.
Penurunan emisi regulasi B30
Emisi regulasi Penurunan emisi rata-rata (%)CO (g/km) 25,35NOx + THC (g/km) 10,28Partikulat (g/km) 42,02Opasitas (%) 23,5
Sumber: BPPT 2005 dari hasil road test sejauh 20000 km.
Emisi senyawa aromatik dengan minyak solar dan B30
Parameter (µg/gram)
Jarak 0 km Jarak 20000 kmSolar B30 ▲ % Solar B30 ▲ %
Benzene 113 99 -12 186 168 -10Toluene 83 56 -33 274 260 -5Xylene 31 19 -39 113 96 -15Ethyl benzene 22 13 -14 86 73 -15
2. Kadar sulfur
Kadar sulfur biodiesel lebih rendah dibandingkan minyak solar. Kadar sulfur berpengaruh Angka Setana.
Angka setana merupakan ukuran kualitas pembakaran bahan bakar. Angka setana lebih tinggi menghasilkan pembakaran lebih baik.
3. Keteruraian dan stabilitas
Biodiesel terurai 4 kali lebih cepat dibandingkan dengan minyak solar atau minyak diesel. Pencampuran biodiesel dengan minyak solar akan mempercepet keteruraian campuran tersebut dibandingkan dengan minyak solar murni. Untuk B20 2 kali lebih cepat keteruraiannya dibanding dengan minyak solar murni.
4. Pelumasan dan pembersihan mesin
Biodiesel secara alami lebih kental dibandingkan dengan minyak solar sehingga sifat pelumasan (lubrikasi) terhadap mesin lebih baik dari pada minyak solar. Selain itu, biodiesel yang mempunyai nama kimia fatty acid methyl ester (FAME) merupakan pelarut yang memiliki kemampuan untuk membersihkan ruang pembakaran. Meskipun demikian, komponen mesin yang terbuat dari karet alam atau karet nitril dapat bereaksi dengan biodiesel sehingga dapat memperpendek komponen tersebut.
Bahan baku biodiesel
Bahan baku biodiesel berupa tanaman yang diambil ekstrak minyaknya. Terdapat lebih dari 40 jenis tanaman di indonesia yang dapat digunakan sebagai sumber minyak nabati.
Proses Transesterifikasi
Proses mereaksikan trigliserida dan alkohol dengan katalis basa
1.3 Tujuan Makalah- Untuk mengetahui proses yang terjadi pada industri biodiesel- Untuk dijadikan bahan pembelajaran bagi penulis agar lebih memahami proses dari
awal sampai akhir di industri kimia1.4 Manfaat
- Penulis dapat negetahui secara rinci proses pembbuatan biodiesel- Penulis dapat belajar bagaimana suatu pabrik kimia beroperasi- Penulis mempunyai gambaran untuk pra rancangan sebuah pabrik kimia
BAB 2
ISI
2.1 Bahan Baku Biodiesel
Bahan baku biodiesel berupa minyak nabati yang diperoleh dari tumbuhan yang dapat diekstrak minyaknya. Berikut tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai bahan baku biodiesel:
Nama Tanaman Sumber minyak Kadar minyak (%-b kr) P/NPJarak pagar Inti biji 40-60 NPKelapa sawit Sabut + daging buah 45-70 + 46-54 PKapok/randu Biji 24-40 NPKelapa Daging buah 60-70 PKecipir Biji 15-20 PKelor Biji 30-49 PKusambi Daging biji 55-70 NPNimba Daging biji 40-50 NPSaga utan Inti biji 14-28 PAkar kepayang Biji Setara 65 PGetap pait Biji Setra 35 NPKepoh Inti biji 45-55 NPKetiau Inti biji 50-57 PNyamplung Inti biji 40-73 NPRandu alas Biji 18-26 NPSeminal Inti biji 50-57 PSiur(-siur) Biji 35-40 PTengkawang terindak Inti biji 45-70 PBidaro Inti biji 49-61 NPBintaro Biji 43-64 NPBulangan Biji - NPCerakin/kroton Inti biji 50-60 NPKampis Biji - NPKemiri cina Inti biji - NPNagasari (gede) Biji 35-50 NPSirsak Inti biji 20-30 NPSrikaya Biji 15-20 NP
KET: kr = kering; P = minyak/lemak pangan (edible fat/oil); NP = minyak/lemak non pangan (nonedible oil) sumber: Soerawidjaja 2005
Perbandingan minyak sawit dan jarak pagar
No Deskripsi Sawit Jarak pagar1 Produktivitas lahan 20 ton tbs/ha/th ~ 3.5 ton
minyak/ha/th (terbukti)0,4-12 ton biji/ha/th
2 Perkebunan siap 5 jt ha (potensi 17,5 jt ton) Baru mulai dikembangkan3 Kontinuitas pasokan Terbukti stabil Belum terbukti4 Harga $350-400/ton minyak Harga masih sangat
berfluktuasi
5 Komoditi makanan Edible Non-edible6 Sensitivitas harga pasar Rentan terhadap fluktuasi
pasar minyak nabati duniaTidak tergantung harga pasar dunia
7 CFPP Relatif tinggi (12oC) Relatif rendah (-1oC)
2.2 Prospek Pasar Biodiesel
1. Pasar eceranSebagai bahan bakar kendaraan atau genset
2. Pasar kulakanTipe pasar dalam jumlah besar (ribuan liter atau lebih) untuk dicampur dengan minyak solar dan dijual kembali kepasa end-user.
Penjualan biodiesel murni telah dijual di beberapa negara seperti jerman dan australia karena aturan perpajakan yang lebih menguntungkan untuk B100.
2.3 Proyeksi Konsumsi Biodiesel
Transportasi
B10, B15, B20
Industri
Tidak ada batasan kadar biodiesel.
2.4 Penentuan Lokasi Pabrik
Sebaiknya dekat dengan lokasi bahan baku, misalkan untuk bahan baku minyak goreng bekas (minyak jelantah), sebaiknya berdekatan dengan keramaian aktifitas menggoreng. Hal ini dilakukan untuk menghemat biaya transportasi. Namun minyak jelantah hanya mungkin digunakan pada pembuatan biodiesel dengan sekala kecil, misalkan 150 lt/batch (satu kali operasi).
Baiklah, kita masuk saja ke pabrik biodiesel skala kecil. Karena penggunaan biodiesel murni belum tterlalu digunakan di Indonesia. Pabrik ini menggunakan bahan baku minyak goreng bekas dan kapasitas 150 lt/ batch. Untuk kapasitas lebih besar, bisa disesuaikan dengan merujuk kapasitas kecil ini.
2.5 Proses Transesterifikasi Untuk Membuat Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas
Proses ini dilakukan karena kandungan minyak goreng bekas adalah trigliserida. Pada proses ini, trigliserida direaksikan dengan alkool melalui bantuan katalis (biasanya NaOH dan KOH). Dewasa ini pembuatan biodiesel dengan transesterifikasi trigliserida didapatkan dengan mereaksikan trigliserida dengan metanol untuk mendapatkan metil ester dan gliserin.
2.6 Proses transesterifikasi dengan penghilangan FFA (asam lemak bebas)3. Proses deguming, yaitu proses menghilangkan gum yang terkandung dalam minyak
nabarti yang mengandung FFA ≤ 5% dengan menambahkan larutan H3PO4 85%.4. Filtering, yaitu untuk menyaring bentonit dan gum yang terserap pada bentonit
tersebut beserta kotoran-kotoran lainnya agar doperoleh minyak nabati dengan kandungan FFA < 5% serta kadar fosfor < 20 ppm.
5. Deodorization, proses penghilangan FFA yang menimbulkan bau (odor) pada minyak nabati tersebut dengan proses steam stripping sistem vacuum sehingga diperoleh minyak nabati dengan kandungan FFA < 0,5 w/o.
6. Reaction, yaitu mereaksikan minyak dan metanol dengan katalis NaOH sehingga menghasilkan methyl ester / biodiesel dan gliserin.
7. Washing, yaitu proses pencucian biodiesel agar bebas dari metanol yang tersisa, gliserol, maupun katalis NaOH. Prosesnya berupa mixing dan settling. Hasilnya diperoleh fase atas berupa biodiesel yang siap untuk proses drying dan fase bawah berupa larutan metanol yang siap untuk proses distilasi.
8. Drying, pengeringan biodiesel dengan sistem vakuum untuk menghilangkan air yang terkandung dalam biodiesel hingga kadar airnya menjadi < 0,04 w/o.
9. Filtering, penyaringan biodiesel dengan fine filter hingga diperoleh kadar kotoran <0,01 w/o
10. Distillation, pemurnian larutan metanol 60% sisa reaksi dan washing menjadi produk atas berupa metanol 95% dan hasil bawah berupa crude glycerine.
Gambar: transesterifikasi dengan penghilangan FFA secara fisika
2.7 Proses taransesterifikasi dengan penghilangan FFA melalui reaksi penyabunan
1. Degumiming, menghilangkan gum yang terkandung dalam minyak nabati dengan kandungan FFA ≤ 5% dengan menambahkan H3PO4 85%.
2. Filtering, yaitu untuk menyaring bentonit dan gum yang terserap pada bentonit tersebut beserta kotoran-kotoran lainnya agar doperoleh minyak nabati dengan kandungan FFA < 5% serta kadar fosfor < 20 ppm.
3. Reaction, yaitu mereaksikan minyak dan metanol dengan katalis NaOH sehingga menghasilkan methyl ester / biodiesel dan gliserin. Sekaligus mereaksikan FFA dengan NaOH sehingga membentuk sabun.
4. Washing, yaitu proses pencucian biodiesel agar bebas dari metanol yang tersisa, gliserol, maupun katalis NaOH. Prosesnya berupa mixing dan settling. Hasilnya diperoleh fase atas berupa biodiesel yang siap untuk proses drying dan fase bawah berupa larutan metanol yang siap untuk proses distilasi.
5. Drying, pengeringan biodiesel dengan sistem vakuum untuk menghilangkan air yang terkandung dalam biodiesel hingga kadar airnya menjadi < 0,04 w/o.
6. Filtering, penyaringan biodiesel dengan fine filter hingga diperoleh kadar kotoran <0,01 w/o.
7. Neutralization, proses penetralan NaOH yang tersisa dengan menggunakan H3PO4
sehingga menghasilkan H3PO4 dan air, sekaligu mereaksikan sabun yang terbentuk sehingga menghasilkan H3PO4 dan diperoleh FFA kembali.
8. Settling, pemisahan fase agar terbentuk fase atas berupa FFA dan fase campuran antara H3PO4, air, dan metanol.
9. Filtering, untuk menyaring H3PO4 dan kotoran lainnya dengan press filter sehingga diperoleh larutan metanol, air dan gliserin.
10. Distillation, pemurnian larutan metanol 60% sisa reaksi dan washing menjadi produk atas berupa metanol 95% dan hasil bawah berupa crude glycerine.
Gambar: taransesterifikasi dengan penghilangan FFA melalui reaksi penyabunan
2.8 Kombinasi proses esterifikasi dan transesterifikasi
Reaksi pertama adalah reaksi esterifikasi FFA yang terkandung dalam bahan baki menjadi biodiesel dilanjutkan dengan reaksi kedua berupa transestrifikasi trigliserida menjadi biodiesel.
1. Degumiming, menghilangkan gum yang terkandung dalam minyak nabati dengan kandungan FFA ≤ 5% dengan menambahkan H3PO4 85%.
2. Filtering, yaitu untuk menyaring bentonit dan gum yang terserap pada bentonit tersebut beserta kotoran-kotoran lainnya agar doperoleh minyak nabati dengan kandungan FFA < 5% serta kadar fosfor < 20 ppm.
3. Reaction 1 dan 2, terjadi 2 tahap reaksi, yakni reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Pada reaksi esterifikasi, FFA direaksikan dengan metanol membentuk methyl ester dan air dengan kualitas H2SO4 98%. Pada reaksi transesterifikasi, trigliserida bereaksi dengan metanol dengan menggunakan katalis NaOH 98% sebanyak 1w/o minyak nabati sehingga menghasilkan methyl ester/biodiesel dan gliserin.
4. Washing, yaitu proses pencucian biodiesel agar bebas dari metanol yang tersisa, gliserol, maupun katalis NaOH. Prosesnya berupa mixing dan settling. Hasilnya diperoleh fase atas berupa biodiesel yang siap untuk proses drying dan fase bawah berupa larutan metanol yang siap untuk proses distilasi.
5. Drying, pengeringan biodiesel dengan sistem vakuum untuk menghilangkan air yang terkandung dalam biodiesel hingga kadar airnya menjadi < 0,04 w/o.
6. Filtering, penyaringan biodiesel dengan fine filter hingga diperoleh kadar kotoran <0,01 w/o
7. Distillation, pemurnian larutan metanol 60% sisa reaksi dan washing menjadi produk atas berupa metanol 95% dan hasil bawah berupa crude glycerine.
Gambar: Kombinasi proses esterifikasi dan transesterifikasi
Proses produksi dengan bahan baku minyak gorenga bekas tidak memerlukan proses deguming, reaction 1, dan washing 1.
Transesterifikasi berkatalis basa dari minyak yang sudah diolah (refind oil) dapat menghasilkan biodiesel berkualitas tinggi efisiensi mencapai 99%. Berikut contoh tipikal input dan output dari transesterifikasi CPO dengan kadar FFA 5%.
Aliran masuk (input)
. CPO : 1.000 Kg
. metanol 95% : 100 Kg
. NaOH : 5 Kg
Aliran keluar (output)
. biodiesel : 950 Kg
. gliserin : 100 Kg
. sabun : 50 Kg
. NaOH : 5 Kg
2.9 Diagram alir proses
- Kapasitas 150 lt/batch- Bahan baku minyak goreng bekas- Minyak nabati kasar (CPO dan CJO)- Proses yang digunakan adalah transesterifikasi dengan pemisahan FFA secara
penyabunan- Kelebihan metanol dalam proses akan dikonversi sebagian- FFA yang terbawa dalam air limbah proses pencucian (washing) biodiesel tidak akan
dikonversi.1. Pesiapan awal (pretreatment) minyak goreng bekas yang berada dalam tangki minyak
kotor adalah dengan melakukan penyaringan, yaitu dipompa dan dilewatkan pada sebuah filter tekan (press filter). Hasil penyaringan disimpan dalam tangki minnyak bersih. Jika bahan baku yang digunakan adalah minyak nabati kasar, seperti CPO dan CJO, maka persiapan awalnya adalah melalui proses degumming dengan cara mencampurkan CPO dengan bentonit dan asam fosfat di dalam tangki degumming.. asam fosfat akan mengikat fosfor gum/getah yang terkandung dalam CPO. Ikatan asam fosfat dan gum ini kemudian ditangkap oleh bentonit. Proses ini dilakukan dalam tangki minyak kotor yand didesain mampu melakkan proses degumming. Kemudian disaring dengan melakukan filter tekan. Minyak nabati kasar yang telah bersih (degummed vegetable oil) ini kemudian ditampung dalam tangki minyak bersih dan siap untuk direaksikan di dalam reaktor.
2. Katalis NaOH dilarutkan dengan metanol di dalam tangki pencampuran katalis (catalist mixing tank) dengan cara diaduk dan disirkulasikan dengan bantuan pompa. Pencampuran katalis tidak langsung dilakukan di dalam reaktor karena NaOH yang berbentuk serpihan tidak akan larut dalam bahan baku minya. Karena prosesnya reversible, maka jumlah metanolnya dibuat berlebih dari kebutuhan agar reaksi dapat terus berlangsung ke arah kanan (pembentukkan biodiesel).
3. Bahan baku minyak bersih direaksikan dengan capuran NaOh danmetanol dengan cara diaduk dan disirkulasikan dengan bantuan pompa sambil dipanaskan pada temperatur sekitar 70oC di dalam reaktor. Reaksi ini akan menghasilkan biodiesel (fatty acid methyl ester), gliserin dan sedikit sabun. Setelah itu, terdapat sisa metanol yang tidak bereaksi (exess methanol) karena jumlah metanol adalam reaktor sengaja dibuat berlebih. Setelah pengadukan, campuran dalam reaktor didiamkan (settling) selama beberapa saat sampai terbentuk beberapa lapisan cairan dalam reaktor. Lapisan yang paling dominan jumlahnya adalah biodiesel yang terletak di bagian paling atas, kmudian diikuti oleh gliserin di paling bawah reator. Selain itu terdapat lapisan sabun di antara biodiesel dan glisering. Lapisan paling bawah (gliserin bercampur metanol) dimasukkan ke dalam evaporator 1, sedangkan lapisan paling atas (yaitu biodiesel) dialirkan ke evaporator 2. Setelah reaktor dikosongkan, bisa diisi lagi dengan bahan baku untuk proses batch berikutnya.
4. Larutan gliserin dan metanol kemudian dipanaskan dengan menggunakan uap air di dalam evaporator 1 sehingga excess metanol yang masih tercampur akan teruapkan untuk kemudian dikondensasikan dalam kondensor dan dialirkan kembali ke mixing
catalyst tank untuk proses batch berikutnya. Sementara larutan gliserin bercampur sedikit sabun yang tidak teruapkan ditampung di dalam tangki gliserin (crude glycerine tank) sebagai produk samping.
5. Bersamaan dengan proses no 4, kemudian biodiesel yang juga msih tercampur dengan excess metanol dipanaskan di dalam evaporator 2 untuk dpisahkan dari metanol. Biodiesel ini kemudian dipompakan ke tangki pencuci (washuing tank).
6. Wasing biodiesel dilakukan dengan air anas yang berasal dari tangki air panas. Biodiesel diaduk dengan air kemudian didiamkan (settling) selama beebrapa saat sehingga akhirnya terbentuk dua lapisan cairan di dalam tangki. Lapisan atas adalah biodiesel yang relatif bersihm sedangkan lapisan bawah campuran antara air dengan sisa-sisa metanol, gliserin dan sabun. Lapisan atas kemudian dialirkan ke unit pengolahan limbah (waste water treatment), sedangkan biodiesel dialirkan ke tangki pengering vakum (vacuum dryer tank).
7. Biodiesel dipanaskan sambil disirkulasikan di dalam vacuum dryer tank yang secara kintinyu divacuum dengan mempergunakan pompa vacuum. Tujuannya yaitu untuk menguapkan air sisa ppencucian yang masih tercampur dengan biodiesel. Uap air sisa pencucian ini dibuang keluar dengan pompa vakum.
8. Biodoesel daru vacuum dryer tank dipompakan melewati flter biodiesel untuk menghilangkan partikel-partikel fisik yan mungkin masih tersisia sehingga diperoleh biodiesel yang benar-benar bersih.
9. Biodiesel bersih kemudian ditamping dalam tangki penyimpanan (storage tank).
2.10 Alat yang diperlukan untuk proses;
Tangki minyak kotor, tangki pencampuran katalis dengan metanol, reaktor, press filter, kondensor metanol, dua buah evaporator, tangki pencuci, tangki pengering vakum, filter biodiesel da pompa-pompa.
2.11 Utilitas
Sumber listrik, bisa dari PLN atau generator sendiri. Tapi lebih bagus jika menggunkan genarator sensiri.
Air, bisa berasal dari ledeng, air tanah, sungai atau sumber lainnya. Tapi lebih baik tidak menggunakan air tanah agar tidak mengurangi pasokan air tanah secara besar-besaran.
Boiler untuk memproduksi uap air.
2.12 Sistem kontrol
Berupa kontrol on-off dan kontrol modulasi. Kontrol on-off menghgasilkan keadaan-keadaan
diskret, sperti menghidupkan dan mematikan lampu. Sementara modulating control bersifat
kontinyu sesuai kondisi yang diinginkan, sperti pengaturan bukaan katup secara kontinyu
untuk pengaturan ketinggian cairan dalam suatu tangki.
Pabrik moderen dengan skala besar biasanya sudah menggunakan sistem kontrol untuk
efisiensi proses serta meminimalisir human error. Namun, untuk pabrik kecil, saat ini sistem
kontrol manual sudah memadai. Karena sistem kontrol otomatis akan memerlukan investasi
yang sangat besar, maka untuk pabrik skala kecil, cukup dengan kontrol on-off yang
dioprasikan langsung oleh operator melalui sebuak panel kontrol.
2.12 Pabrik Biodiesel di Indonesia
Program pengembangan biodiesel sebagai substitusi minyak solar, merupakan langkah yang
berani, tetapi sangat tepat mengingat sumberdaya minyak bumi Indonesia yang sangat
terbatas dan impor minyak solar yang sangat tinggi. BPPT telah mendisain dan membangun
pabrik biodiesel dengan kapasitas 1,5 ton per hari.
Selain dari prototipe tersebut, Tim BPPT juga telah mendirikan pabrik biodiesel dengan
kapasitas 8 ton per hari tipe bach bekerja sama dengan Pemda Provinsi Riau. Pada tahun
2006 didirikan pabrik (pilot plant) Biodiesel skala 3 ton/hari tipe kontinyu berlokasi di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi (Puspiptek) Serpong. Pada tahun 2007 akan
diselesaikan detail disain dari pabrik Biodiesel skala komersial 30.000 ton per tahun atau 80
ton per hari.
Gambar: Pabrik Biodiesel (1,5 T/hari)
BAB 3
KESIMPULAN
1. Proses transesterifikasi merupakan proses utama pembuatan biodiesel karena disini
kunci terbentuk methyl oleat yang disebut sebagai biodiesel. Pada tahapan proses
harus ditentukan pereaksi dan katalis yang akan digunakan, untuk bahan baku CPO
maka sebaiknya pereaksi yang digunakan methanol dengan katalis NaOH atau KOH.
2. Minyak nabati merupakan campuran trigliserida dengan Asam Lemak Bebas (ALB),
komposisi minyak nabati tergantung pada tanaman penghasil minyak tersebut.
Kandungan ALB akan mempengaruhi proses produksi biodiesel dan bahan bakar
yang dihasilkan.
3. CPO merupakan bahan baku yang layak untuk pembuatan biodiesel karena kadar
ALB kurang dari 1 %, sehingga tidak memerlukan proses pendahuluan untuk
mengolah minyak nabati tersebut seperti proses degumming dan refined. Namun bila
kandungan ALB dan air terlalu tinggi, mengakibatkan terjadinya penyabunan
(saponifikasi) dan akan menimbulkan masalah pada pemisahan gliserol sebagai
produk sampingan sehingga kedua proses tersebut diperlukan.
4. Dalam pendirian suatu pabrik biodiesel perlu dilakukan kajian beberapa teknologi
agar mendapat hasil yang optimum dari biodiesel dengan memperhatikan spesifikasi
minyak nabati yang digunakan, kapasitas produksi, daur ulang pemakaian alkohol
dan katalis. Faktor yang sangat dominant dalam pendirian pabrik biodiesel adalah
harga bahan baku dengan biaya kapital. Oleh karena sebelum dilakukan kajian
kelayakan pendirian pabrik biodiesel perlu dilakukan kajian dari hasil kajian pabrik
biodiesel skala kecil.
5. Peluang dan potensi pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan baku pembuatan
biodiesel akan mendorong perkembangan industri sawit nasional dan dapat
meningkatkan usaha perkebunan kelapa sawit terutama dalam mengangkat
keterpurukan perekonomian secara nasional, khususnya masyarakat petani kelapa
sawit.
Daftar Pustaka:
Tim penulis BRDST, Membangun Pabrik Biodiesel Skala kecil, 2009, Penebar Swadaya, jakarta
www.geocities.ws/markal_bppt/publish/biofbbm/biraha.pdf
http://sumarsih07.files.wordpress.com/2008/07/proses-pembuatan-biodiesel-minyak-jelantah.pdf