Download docx - Makalah Bs Abadi

Transcript
Page 1: Makalah Bs Abadi

MAKALAH

MYELOPATHY & RADYCULOPATHY

Pembimbing:

dr. Ahmad Brata

Disusun oleh:

Benjamin Sihite 100100072

Meutia Ayudila 100100154

Dian Maulisa Fitriani 100100250

Irwin Lamtota 100100325

Andrio Gultom 100100337

DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

MEDAN

2015

Page 2: Makalah Bs Abadi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini, penulis menyajikan makalah mengenai Myelopathy dan

Radyculopathy. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

kepaniteraan klinik senior Departemen Ilmu Bedah Saraf Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan pula terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada dr. Ahmad Brata atas kesediaan beliau sebagai pembimbing dalam makalah

ini. Besar harapan, melalui makalah ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai

Myelopathy dan Radyculopathy semakin bertambah.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, baik dari

segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Atas

bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis

ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan.

Medan, Agustus 2015

Penulis

DAFTAR ISI

i

Page 3: Makalah Bs Abadi

KATA PENGANTAR.................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1

1.1.........................................................................................................Latar Belakang

................................................................................................................................1

1.2.......................................................................................................................Tujuan

................................................................................................................................2

1.3.....................................................................................................................Manfaat

................................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 3

2.1.

2.2.

BAB III KESIMPULAN.............................................................................................. 63

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 64

ii

Page 4: Makalah Bs Abadi

iii

Page 5: Makalah Bs Abadi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Myelopathy merupakan gangguan fungsi atau struktur dari medula spinalis oleh

adanya lesi komplit atau inkomplit. Myelophati seringkali disebabkan kompresi medulla

spinalis akibat penyakit-penyakit degeneratif pada tulang belakang, tetapi tumor maupun

massa juga dapat menyebabkan myelopathy. Tumor-tumor intraspinal dapat berasal dari

substansi medulla spinalis itu sendiri (intrameduler) atau menekan medulla spinalis dari luar

(ekstrameduler). Tumor ekstrameduler dapat berada di dalam dura (intradural) atau di luar

dura (ekstradural). Walaupun perjalanan penyakit dapat memberikan petunjuk diagnostik

patologis suatu tumor, massa tumor seringkali menimbulkan kompresi yang memberikan

gejala myelopathy.

Tumor medulla spinalis pervalensinya lebih sedikit dibandingkan tumor intrakranial,

dengan rasio 1:4. Sedangkan tumor primer di medulla spinalis sangat jarang, insidensinya

hanya 1,3 per 100000 populasi. Terutama ditemukan pada dewasa muda atau usia

pertengahan dan jarang pada usia anak atau usia tua. Berbeda dengan tumor intrakranial,

umumnya tumor spinal adalah jinak dan gejala yang timbul teruatama akibat efek penekanan

pada medulla spinalis bukan akibat invasi tumornya. Oleh karena itu sebagian tumor

intraspinal dapat dilakukan tindakan eksisi sehingga deteksi dini adanya tumor dapat

mencegah defisit neurologis yang lebih berat.

Radyculopathy merupakan keadaan terjadinya gangguan pada radiks/serabut saraf,

yang sesuai dengan distribusi serabut sarafnya dan menyebabkan nyeri radikuler, dapat

disertai dengan paresthesia dan rasa raba yang berkurang, gangguan motorik (kram, atropi

twiching dan refleks fisiologi yang menurun) serta nyeri pada vertebra.

Radyculopathy dapat terjadi pada semua bagian radiks medula spinalis dan yang

banyak dilaporkan adalah ruptur/herniasi pada diskus intervertebralis pada segemen

cervikalis atau lumbalis, sedang pada segmen/radiks thorakalis jarang yang dilaporkan.

Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya radyculopathy terutama pada

segmen/radiks thorakalis, antara lain tumor medula spinalis, ruptur/herniasi diskus

thorakalis, arakhnoiditis, trauma, spondilitis, radiokulopati diabetika thorakis, herpes zoster.

1

Page 6: Makalah Bs Abadi

Manifestasi klinik dari radyculopathy thorakalis sering terdiagnosa penyakit pulmonal atau

abdominal, sehingga penting mengetahui gejala dan perjalan penyakitnya.

1.2 Tujuan

1. Memahami definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,

penatalaksanaan, serta prognosis myelopathy dan radyculopathy.

2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah di bidang kedokteran.

3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program Pendidikan Profesi Dokter

(P3D) di Departeman Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3 Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca

khususnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai myelopathy

dan radyculopathy.

2

Page 7: Makalah Bs Abadi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MYELOPATHY

2.1.1. DEFINISI

Merupakan gangguan fungsi atau struktur dari medula spinalis oleh adanya lesi

komplit atau inkomplit.

Myelopathy adalah istilah yang berarti bahwa ada sesuatu yang salah dengan saraf

tulang belakang itu sendiri. Ini biasanya merupakan tahap berikutnya penyakit tulang

belakang leher, dan sering pertama terdeteksi sebagai kesulitan berjalan karena kelemahan

umum atau masalah dengan keseimbangan dan koordinasi.

2.1.2. ETIOLOGI

1. Vaskuler

2. Obat-obatan

3. Radiasi

4. Degenerasi

5. Demienilisasi

6. Trauma

7. Tumor

2.1.3. KLASIFIKASI

Tingkatan Myelopathy berdasarkan Nurick

System Nurick myelopathy grade dari 0-5, dengan 5 menjadi yang paling berat.perubahan

karakteristik terjadi pada masing- masing tingkatan sebagai berikut:

– Grade 0: signs and symptoms of root involvement but without evidence of spinal cord

disease.

– Grade 1: signs of spinal cord disease but no difficulty in walking.

– Grade 2: slight difficulty in walking but does not prevent full-time employment.

3

Page 8: Makalah Bs Abadi

– Grade 3: severe difficulty in walking that requires assistance and prevents full-time

employment and avocation.

– Grade 4: ability to walk only with assistance or with the aid of a frame.

– Grade 5: chairbound or bedridden.

Myelopathy Dengan Skala klasifikasi Frankel

– Grade A: complete motor and sensory involvement.

– Grade B: complete motor involvement, some sensory sparing including sacral sparing.

– Grade C: functionally useless motor sparing.

– Grade D: functional motor sparing.

– Grade E: no neurologic involvement.

Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan

ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi

Tabel. Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan inkomplet

Karakteristik Lesi Komplet Lesi Inkomplet

Motorik Hilang di bawah lesi Sering (+)

Protopatik (nyeri, suhu) Hilang di bawah lesi Sering (+)

Propioseptik(joint position, vibrasi) Hilang di bawah lesi Sering (+)

Sacral sparing negatif positif  

Ro. Vertebra Sering fraktur, luksasi,

atau listesis

Sering normal

MRI (Ramon, 1997, data 55 pasien

cedera medula spinalis; 28 komplet,

27 inkomplet)

Hemoragi (54%),

Kompresi (25%),

Kontusi (11%)

Edema (62%),

Kontusi (26%),

normal (15%)

4

Page 9: Makalah Bs Abadi

Pemeriksaan Tabel 3. Rekomendasi AISA untuk pemeriksaan neurologi lokal

Otot (asal inervasi) Fungsi

M. deltoideus dan biceps brachii (C5) Abduksi bahu dan fleksi siku

M. extensor carpi radialis longus dan

brevis (C6)

Ekstensi pergelangan tangan

M. flexor carpi radialis (C7) Fleksi pergelangan tangan

M. flexor digitorum superfisialis dan

profunda (C8)

Fleksi jari-jari tangan

M. interosseus palmaris (T1) Abduksi jari-jari tangan

M. illiopsoas (L2) Fleksi panggul

M. quadricep femoris (L3) Ekstensi lutut

M. tibialis anterior (L4) Dorsofleksi kaki

M. extensor hallucis longus (L5) Ekstensi ibu jari kaki

M. gastrocnemius-soleus (S1) Plantarfleksi kaki

Sensoris Dermatom

5

Page 10: Makalah Bs Abadi

Tabel 2. Komparasi Karakteristik Klinik Sindrom Cedera Medula Spinali

Karakteristik

Klinik

Central Cord

Syndrome

Anterior Cord

Syndrome

Brown Sequard

Syndrome

Posterior Cord

Syndrome

Kejadian Sering Jarang Jarang Sangat Jarang

Biomekanika Hiperekstensi Hiperfleksi Penetrasi Hiperekstensi

Motorik Gangguan

bervariasi ;

jarang paralisis

komplet

Sering paralisis

komplet(ggn

tractus

desenden);

biasanya

bilateral

Kelemahan

anggota

gerak ipsilateral

lesi; ggn traktus

desenden (+)

Gangguan

bervariasi,

ggn tractus

descenden

ringan

Protopatik

Gangguan

bervariasi

tidak khas

Sering hilang

total(ggn tractus

ascenden);bilateral

Sering hilang

total (ggn tractus

ascenden)

Kontralateral

Gangguan

bervariasi

biasanya

ringan

Propioseptik Jarang sekali

terganggu

Biasanya utuh Hilang total

ipsilateral; ggn

tractus ascenden

Terganggu

6

Page 11: Makalah Bs Abadi

Perbaikan Sering nyata

dan

cepat; khas

kelemahan

tangan dan jari

menetap

Paling buruk

diantara

Lainnya

Fungsi buruk,

namun

independensi

paling

Baik

NA

2.1.4. PATOFISIOLOGI

Trauma Medula Spinalis

Proses trauma pada medula spinalis dapat melalui :

- Dari dorsal mendorong vertebra ke ventral ® kerusakan fokal pada vertebra ( fraktur

kolumna vertebra )

- Kranio kaudal

- Fraktur kompresi torako-lumbal (jatuh duduk)

- Fleksi / ekstensi yang hebat (terutama didaerah cervical)

- Kerusakan lamina dan ligamen disekitar vertebra

- Edema medula spinalis dan gangguan sirkulasi setelah trauma

Manifestasi Klinik

Komosio

- Gangguan fisiologis saja

- Sembuh sempurna beberapa jam/hari

Kontusio

- Gangguan fisiologis disertai keruskan anatomik

- Gangguan sensibilitas (+), gangguan motorik (-)

- Nyeri segmental (++)

Perdarahan epidural/subdural/hematomieli

- Hilangnya fungsi medula spinalis ® flaccid

- Gambaran khas hematomieli (perdarahan substansia Grisea) :

- Paralisis flaccid & atrofi otot ® setinggi lesi

7

Page 12: Makalah Bs Abadi

- Paresis spastik, sensasi nyeri & suhu ® dibawah lesi

Lesi Transversa komplit

- Lesi tractus piramidalis

- Paraplegi ® awal flaccid ® spastik

- Pada fase akut : arefleksia

- Gangguan sensibilitas dibawah lesi

- Pada perbatasan lesi terdapat hiperpati

- Gangguan pada semua kualitas sensibilitas

- Gangguan SSO dibawah lesi

- Bladder, rectum

- Spinal Syok

- Refleks pada segmen bawah lesi (-)

- Dalam 3-6 minggu menghilang

Lesi Transversa inkomplit Brown Sequard Syndrome

- Kelumpuhan LMN ipsilateral® setinggi lesi

- Gangguan sensibilitas raba, diperbatasan terdapat hiperpati, pada sisi ipsilateral setinggi lesi

- Sisi kontralateral terdapat gangguan tractus spinotalamikus lateralis : gangguan sensibilitas

suhu dan nyeri

- Sisi homolateral terdapatgangguan tractus kortokpspinalis (motoris) adalah kelainan UMN

ipsilateral dibawah lesi.

Terapi

Prinsip :

- Imobilisasi dan diagnosa secara dini

- Stabilisasi tulang yang trauma ( cervical collar )

- Pencegahan progresivitas kerusakan

- Rehabilitasi dini

Operasi bila :

- Traksi dan manipulasi gagal

8

Page 13: Makalah Bs Abadi

- Fraktur servikal dan lesi medula spinalis

- Trauma akut dan terjadi blok

- Bila permulaan baik setelah beberapa hari keadaan menjadi buruk.

- Tumor Medula Spinalis

- Berdasarkan lokasinya :

- Tumor intrameduller : 14% (ependimoma, glioma)

- Tumor intradural-ekstrameduller :

- Extradural : 10% (sarcoma/ca vertebrae, fibroma, lipoma, neurimoma, metastasis Ca, TBC)

- Intradural : 65% (meningioma, neurinoma, ependimoma, neurofibroma)

- Tumor intravertebral : 5% (metastase Ca vertebrae, osteoma)

- Tumor ekstraspinal : 1%

(sarcoma, ganglioneuromata)

Gejala klinis :

- Nyeri

- Nyeri radikuler (paling sering) ® terjadi proses di luar mielum, penekanan tulang (linu

tanpa lokalisasi yang jelas)

- Parestesi sesuai dengan distribusi radiks (ex : tu. extradural, tu. intradural-extramedular)

- Kelemahan otot (gangguan pada traktus piramidalis)

- Gangguan miksi & impotensi (pada tumor cauda)

Beda Klinis Tumor Intramedular & Extramedular

Klinis Tergantung letak lesi :

- Pemeriksaan likuor :

Jumlah sel meningkat, kadar protein meningkat, ditemukan sel penyebab (coccus,TPHA)

Diagnosa banding

- Defisiensi B12

- Siringomielia

- ALS

Terapi

- Simptomatik

9

Page 14: Makalah Bs Abadi

- Terapi sesuai penyebab

Meningioma Spinalis

- Banyak pada orang tua

- Sering tumbuh di regio thorax & hampir selalu intradural

- Jinak

- Pertumbuhan lambat sehingga gejala timbul lambat, myelographi : tidak khas

dapat diambil secara legkap dengan operasi

Poliomyelitis (Acute Anterior Poliomyelitis)

- Adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi virus polio dan mengakibatkan

keruskana pada sel motorik kornu anterior batang otak dan area motoik korteks serebri.

- Etiologi : virus polio RNA golongan enterovirus

- Patogenesis ( inkubasi 4-17 hari), masuk lewat oral-fekal ® orofaring ® multiphroasi di

payer path/tonsil ® retrogard, lewat saraf tepi

Penatalaksanaan :

- Bedrest : aktivitas dapat meningkatkan paralisis

- Simptomatik

- Fisioterapi : 2 hari setelah demam menurun

Diagnosa Banding : GBS

- Lesi simetris

- Sub akut

- Menyerang otot – otot proksimal

Mielitis Acute Transversa

- Usia 10-20tahun / > 40tahun

Etiologi :

- Pasca infeksi/para infeksi (varicella, variola, mumps)

- Pasca vaksinasi (DPT, Polio, anti rabies)

- Proses degeneratif

- AIDS

10

Page 15: Makalah Bs Abadi

Gejala :

- Demam mendadak

- Nyeri kepala

- Gangguan sensibilitas (nyeri & raba) yang tidak komplit, batas tidak tajam. Awalnya

parestesis tungkai

- Gangguan motorik : awalnya flaccid ® spastik

- Gangguan otonom : gangguan miksi

- Memburuk dalam 24 jam dan menjadi transverse lession

- Sering mengenai thorakal T2 – T6

- Autoimun

ALS (Amyotropic Lateral Sclerosis)

- Adalah Penyakit degeneratif pada motor neuron (UMN & LMN) di tractus kortikospinalis,

batang Otak dan medula spinalis

Pembagian :

- Progressive Muscular Atrophy

- Gangguan kornu anterior

- Duchene

- Gangguan kornu anterior + tractus piramidalis

- Charcot

- Gangguan kornu anterior + tractus piramidalis + medula oblongata

- Defisiensi Nutrisi

Subacute Combined Degeneration

Etiologi

- Defisiensi Vitamin B12 ® anemia pernisiosa

- -mengganggu kolumna posterior ® tractus kortikospinalis

Gejala :

- Kesemutan di tangan dan tungkai

11

Page 16: Makalah Bs Abadi

- “Deep Sensibility” : jika jalan, telapak terasa tebal

- Gait terganggu

- Motorik : parese spastik

- Otonom : impotensia, gangguan bladder

- Kadang gangguan mental

- Kongenital

Siringomielia

- Adalah penyakit dimana terjadi pembentukan Kiste

disekitar kanalis sentralis mielum. Disekitar kiste

terjadi proliferasi jaringan glia.

Etiologi :

- Kelainan kongenital ® kanalis sentralis tidak menutup ® tumbuh glia ® kiste

2.1.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Pemeriksaan laboratorium darah

• Pemeriksaan radiologis.

– Dianjurkan melakukan pemeriksaan posisi standar (anteroposterior, lateral)

untuk vertebra servikal, dan posisi ap dan lateral untuk vertebra thorakal dan

lumbal.

• Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, pemeriksaan

lanjutan dengan ct scan dan mri sangat dianjurkan. Magnetic resonance imaging

merupakan alat diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medula spinalis

akibat cedera/trauma

2.1.6. TATALAKSANA

12

Page 17: Makalah Bs Abadi

• Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan

mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cedera medula spinalis

komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal.

• Namun demikian penggunaannya sebagai terapi utama cedera medula spinalis

traumatika masih dikritisi banyak pihak dan belum digunakan sebagai standar terapi

• Kajian oleh Braken dalam Cochrane Library menunjukkan bahwa metilprednisolon

dosis tinggi merupakan satu-satunya terapi farmakologik yang terbukti efektif pada

uji klinik tahap 3 sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera medula

spinalis traumatika.

• Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien cedera

medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training pada pasien ini

dikerjakan seawal mungkin.

• Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan ROM (Range of Movement)

dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada.

• Lesi medula spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam

pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk.

• Cedera medula spinalis tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik.

Apabila fungsi sensoris di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali

berjalan adalah lebih dari 50%

• Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera

medula spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of Health

di Amerika serikat.

• Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi

ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-hari/ activities

of daily living (ADL).

• Penelitian prospektif selama 3 tahun menunjukkan bahwa suatu program rehabilitasi

yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan gangguan

13

Page 18: Makalah Bs Abadi

kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai status

fungsional pada penderita cedera medula spinalis

2.1.7. PROGNOSIS

• Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata harapan

hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal.

Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera. Penyebab

kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu : pneumonia,

septikemia, dan gagal ginjal

• Penelitian Muslumanoglu dkk terhadap 55 pasien cedera medula spinalis traumatik

(37 pasien dengan lesi inkomplet) selama 12 bulan menunjukkan bahwa pasien

dengan cedera medula spinalis inkomplet akan mendapatkan perbaikan motorik,

sensorik, dan fungsional yang bermakna dalam 12 bulan pertama.

2.2. RADYCULOPATHY

2.2.1. Definisi

Radyculopathy adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan

struktur radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf

dengan pola gangguan bersifat dermatomal.

14

Page 19: Makalah Bs Abadi

Gambar 2. Struktur Medulla Spinalis

Gambar 3. Dermatom

15

Page 20: Makalah Bs Abadi

Hal ini berguna untuk mengingat bahwa :

- Struktur wajah dan cranium anterior berada di daerah bidang saraf trigeminal

- Belakang kepala, servikal ke-2

- Leher, servikal ke-3

- Area diatas pundak, servikal ke-4

- Area deltoid, servikal ke-5

- Lengan bawah radial dan ibu jari, servikal ke-6

- Telunjuk dan jari tengah , servikal ke-7

- Jari kelingking dan tepi ulnar dari tangan dan lengan bawah, servikal ke-8 dan torakik ke-

1

- Puting, torakik ke-5

- Umbilicus, torakik ke-10

- Selangkangan, lumbal ke-1

- Sisi medial lutut, lumbal ke-3

- Jari kaki besar, lumbal ke-5

- Jari kaki kecil (kelingking), sakrum ke-1

- Belakang paha, sakrum ke-2

- Area genitor-anal, sakrum ke-3, 4, dan 5

2.2.2. Etiologi

Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radyculopathy, yaitu proses kompresif,

proses inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi terjadinya proses

patologis.

1. Proses Kompresif

Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radyculopathy

adalah :

a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus

b. Dislokasi traumatik

c. Fraktur kompresif

16

Page 21: Makalah Bs Abadi

d. Skoliosis

e. Tumor medulla spinalis

f. Neoplasma tulang

g. Spondilosis

h. Spondilolistesis dan Spondilolisis

i. Stenosis spinal

j. Spondilitis tuberkulosis

k. Spondilosis servikal

2. Proses Inflamasi

Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radyculopathy adalah :

a. Guillain–Barré syndrome

b. Herpes Zoster

3. Proses Degeneratif

Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radyculopathy adalah

Diabetes Mellitus.

2.2.3. Tipe-tipe Radyculopathy

1. Radyculopathy Lumbal

Radyculopathy lumbal merupakan bentuk radyculopathy pada daerah lumbar yang

disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radyculopathy lumbar sering

juga disebut siatika. Pada radyculopathy lumbar, keluhan nyeri punggung bawah (low back

pain) sering didapatkan.

2. Radyculopathy Servikal

Radyculopathy servikal umumnya dikenal dengan “saraf terjepit” merupakan

kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radyculopathy servikal

seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.

3. Radyculopathy Torakal

Radyculopathy torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf pada

punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok seperti pada daerah

17

Page 22: Makalah Bs Abadi

lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih jarang menyebabkan sakit pada

spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes

zoster.

2.2.4. Patofisiologi

1. Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis

Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih sering

terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar untuk menahan

bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan lunaknya lebih besar

dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti

pada masa remaja dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti protusi atau

ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke posterior,

medial, atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan nukleus fibrosus.

Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radiks. Protusi

diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan riwayat trauma

sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara progresif dapat terbentuk osteofit.

Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi

penebalan dari ligamentum flavum.

Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang vertebra

lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan membentuk “trefoil

axial shape”. Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses penuaan. Stenosis

kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia tua.

Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami perubahan

degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.

a. Herniated Nnucleus Pulposus (HNP) atau Herniasi Diskus

Herniated nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed atau

protruded disc, diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain dan nyeri tungkai berulang.

Herniasi nukleus merupakan tonjolan yang lunak, tetapi suatu waktu mengalami perubahan

menjadi fibrokartilago, akhirnya menjadi tonjolan kalsifikasi. HNP kebanyakan terjadi

18

Page 23: Makalah Bs Abadi

diantara vertebra L5-S1, jarang terjadi pada L4-L5, L3-L4, L2-L3, L1-L2, dan vertebra

torakal. Frekuensi yang sering juga terjadi pada vertebra C5-C6 dan C6-C7. Penyebabnya

biasanya ialah trauma fleksi, tetapi pada beberapa kasus bias juga tanpa adanya trauma.

Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi diskus intervertebralis, yang mana

meningkat sesuai dengan peningkatan umur, dapat mengenai daerah servikal dan lumbal

pada penderita yang sama.

Kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 20-64 tahun dan kejadian tersering ialah

pada usia 30-39 tahun. Setelah umur 40 tahun, frekuensinya menurun. Laki-laki memiliki

dua kali lipat kemungkinan untuk menderita HNP dibandingkan wanita. Nukleus pulposus

yang menonjol melalui annulus fibrosus yang robek biasanya terjadi pada satu sisi

dorsolateral atau sisi lainnya (terkadang pada bagian dorsomedial) akan menyebabkan

penekanan pada satu atau lebih radiks saraf.

b. Dislokasi Traumatik

Pada trauma yang menimbulkan dislokasi dari sendi faset vertebra akan menimbulkan

nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan menyebabkan penyempitan foramen

intervertebral, sehingga radiks dan jaringan yang berdekatan mengalami iritasi dan kompresi

di dalam kanalnya dengan gejala-gejala radikuler.

c. Fraktur Kompresif

Pada fraktur yang bersifat kompresif, bila terjadi penekanan pada radiks atau

penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf

akan menimbulkan defisit neurologi.

d. Skoliosis

Skoliosis umumnya terjadi pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri

punggung. Keadaan ini sering berhubungan dengan lengkungan lumbal dan torakolumbal.

Nyeri tersebut disebabkan oleh adanya proses degeneratif pada sendi faset lengkungan itu

sendiri.

e. Tumor Medulla Spinalis

Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda ekuina.

Tumor yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari sel-sel ependim yang

19

Page 24: Makalah Bs Abadi

terdapat pada konus medularis dan filum terminale. Tumor ini timbulnya lambat, hanya

sebagian kecil yang berasal dari konus, sebagian besarnya ialah berasal dari filum terminale

yang kemudian mengenai radiks saraf.

Selain ependioma, terdapat tumor primer intraspinal yang sering ditemukan yang

terdiri dari sel-sel Schwann atau disebut dengan schwannoma. Schwannoma merupakan

tumor ekstramedular intradural dan dapat muncul dari saraf spinal pada setiap level.

Tersering muncul dari radiks posterior dengan keluhan-keluhan nyeri radikuler.

Pertumbuhannya lambat sebelum diagnosis diketahui dengan benar.

f. Neoplasma Tulang

Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder hasil

metastase dari tempat lain, seperti kelenjar mammae, paru-paru, prostat, tiroid, ginjal,

lambung, dan uterus.

Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang

menyerang dan merusak tulang terutama pada laki-laki dewasa tua berusia 40 tahun. Dapat

menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama ialah nyeri punggung.

Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat merupakan tumor

osteoblastik (metastasis dari kelenjar mammae) atau osteolitik yang dapat berasal dari

kelenjar mammae, paru-paru, ginjal, dan tiroid. Tumor tersebut menyebabkan destruksi

tulang dengan akibat “wedge shape” atau kolaps pada vertebra yang terkena, satu atau

beberapa radiks akan ikut terlibat.

g. Spondilosis

Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang. Bila usia

bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang terdiri dari

dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua arah dari annulus fibrosus.

Annulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir tulang korpus

vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji. Dengan penyempitan rongga intervertebra,

sendi intervertebra dapat mengalami subluksasi dan menyempitkan foramina intervertebra,

yang dapat juga ditimbulkan oleh osteofit.

20

Page 25: Makalah Bs Abadi

Nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Disestesia tanpa nyeri dapat

timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat disertai kelumpuhan otot dan

gangguan refleks. Terjadi pembentukan osteofit pada bagian yang lebih sentral dari korpus

vertebra yang menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena kompresi pada daerah

lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa sindrom kauda ekuina dengan

paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai, serta hilangnya kontrol sfingter. Sindrom

pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik) dapat terjadi dimana pasien mengeluh nyeri

pinggang dan tungkai saat berdiri atau berjalan, dan akan menghilang bila berbaring.

h. Spondilolitesis dan Spondilolisis

Spondilolistesis adalah pergeseran ke arah depan dari satu korpus vertebra terhadap

korpus vertebra dibawahnya. Hal ini paling sering terjadi pada spondilolisis, yaitu suatu

kondisi dimana bagian posterior unit vertebra menjadi terpisah, menyebabkan hilangnya

kontinuitas antara prosesus artikularis superior dan inferior. Spondilolistesis diduga

disebabkan oleh fraktur arkus neural segera setelah lahir, walaupun ini jarang simtomatis

sampai dewasa; usia rata-rata pasien yang mencari pengobatan adalah 35 tahun. Lokasi yang

paling sering dari keterlibatan adalah L5, yang mengalami subluksasi terhadap sakrum. Yang

lebih jarang ialah terjadi akibat penyakit degeneratif tulang belakang, ini biasanya meliputi

L5 atau L4.

Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah, biasanya dimulai pada usia yang

lebih dini dan perlahan-lahan memburuk, yang diperkuat oleh gerakan ekstensi. Tetapi, nyeri

dapat timbul mendadak bila ada cedera. Nyeri tungkai akibat kompresi radiks saraf kurang

sering ditemukan. Bila deformitas berat maka kauda ekuina dapat terkena kompresi.

i. Stenosis Spinal

Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang mungkin terjadi

secara kongenital atau menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi sendi faset, atau

ligamen longitudinal posterior yang tebal atau mengeras, sehingga menekan saraf yang

mengandung beberapa radiks.

Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena

kongenital, lamina dan sendi faset yang tebal, kurva skoliosis, dan lordotik. Kebanyakan

kasus merupakan idiopatik dan sering terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.

21

Page 26: Makalah Bs Abadi

2. Proses Kompresif pada Torakal dan Lumbal Spinalis

Spondilitis Tuberkulosa

Spondilitis tuberkulosa sering terjadi pada vertebra torakal dan lumbal. Vertebra yang

sering terinfeksi adalah torakolumbal T8-L3. Bagian anterior vertebra lebih sering terinfeksi

dibandingkan bagian posterior dengan gejala awal berupa nyeri radikuler yang dikenal

sebagai nyeri interkostalis.

Perjalanan infeksi pada vertebra dimulai setelah terjadinya fase hematogen atau

reaktivasi kuman dorman. Basil masuk ke korpus vertebra melalui jalur arteri dan

penyebaran berlangsung secara sistemik sepanjang arteri ke perifer termasuk ke dalam

korpus vertebra yang berasal dari arteri segmentalis interkostal. Di dalam korpus, arteri ini

berakhir sebagai “end artery” (tanpa anastomosis), sehingga perluasan infeksi korpus

vertebra sering dimulai pada daerah paradiskal.

Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, suatu anyaman vena epidural dan

peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson pada perivertebral. Vena

dari korpus keluar melalui bagian posterior. Pleksus ini beranastomosis dengan vena dasar

otak, dinding dada, interkostal, lumbal, dan vena pelvis. Aliran retrograde yang dapat terjadi

akibat perubahan tekanan dinding dada dan abdomen dapat menyebabkan basil menyebar

dari infeksi tuberkulosa yang berasal dari organ di daerah aliran vena tersebut.

Jalur ketiga adalah dari abses paravertebral yang telah terbentuk dan menyebar

sepanjang ligamentum longitudinal anterior dan posterior ke korpus vertebra yang

berdekatan. Infeksi pada korpus vertebra berlanjut menjadi nekrosis dan destruksi sehingga

pada bentuk sentral dapat terjadi kompresi spontan akibat trauma, sedangkan pada bentuk

paradiskus akan menimbulkan kompresi, iskemi, dan nekrosis diskus. Pada bentuk anterior,

terjadi destruksi dari korpus di bagian anterior sehingga korpus vertebra menjadi bentuk baji

dan pada pasien terlihat adanya “gibbus formation” apabila proses ini telah berjalan lama.

Gangguan neurologis yang terjadi pada fase awal adalah akibat penekanan oleh pus,

perkejuan atau jaringan granulasi dengan nyeri sebagai keluhan pertama yang muncul. Nyeri

dapat dirasakan terlokalisir di sekitar lesi atau berupa nyeri menjalar sesuai saraf yang

terkena.

22

Page 27: Makalah Bs Abadi

3. Proses Kompresif pada Servikal

a. Spondilosis Servikal

Seiring dengan bertambahnya usia terjadi pula perubahan degeneratif pada tulang

punggung, seperti dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus, serta penonjolan annulus fibrosus

ke segala arah. Annulus menjadi kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir

korpus vertebral seperti osteofit, dengan penyempitan rongga intervertebral. Dapat mengenai

satu atau beberapa radiks, unilateral atau bilateral, namun keluhannya tidak sehebat herniasi

diskus.

b. Herniated nucleus pulposus (HNP)

Mekanisme herniasi diskus di servikal sama seperti pada bagian lumbal. Namun

insidensinya 15 kali lebih jarang dibandingkan HNP di daerah lumbar. Nyeri yang terasa

menjalar sepanjang lengan, yang dinamakan brakialgia, akibat lesi iritatif di radiks posterior

C4-T1.

c. Proses Inflamasi

1. Guillain – Barré syndrome

Guillain-Barré syndrome (GBS) merupakan kelainan sistem imun tubuh yang mana

menyerang bagian dari system saraf perifer. Gejala pertama dari kelainan ini derajatnya

bervariasi meliputi kelemahan atau sensasi kesemutan pada kedua tungkai kaki. Dalam

banyak kasus kelemahan simetris dan sensasi abnormal menyebar ke lengan dan tubuh

bagian atas. Gejala ini dapat meningkatkan intensitas sampai otot-otot tertentu tidak dapat

digunakan sama sekali dan, bila berat, pasien GBS hampir mengalami lumpuh total. Dalam

kasus-kasus gangguan yang mengancam kehidupan, berpotensi mengganggu pernapasan dan

pada saat yang bersamaan, dengan gangguan tekanan darah atau denyut jantung, dapat

dianggap sebagai kegawatdaruratan medis. Pasien GBS sering memakai ventilator untuk

membantu pernapasan dan diawasi dengan ketat untuk masalah seperti detak jantung yang

tidak normal, infeksi, pembekuan darah, dan tekanan darah tinggi atau rendah.

Guillain-Barré dapat mempengaruhi siapa pun. Hal ini bisa menyerang pada usia

berapa pun dan kedua jenis kelamin sama-sama rentan terhadap gangguan tersebut. Sindrom

ini jarang terjadi, namun, hanya menyerang sekitar satu orang dalam 100.000 populasi.

23

Page 28: Makalah Bs Abadi

Biasanya Guillain-Barré terjadi beberapa hari atau minggu setelah pasien memiliki gejala

infeksi virus pernapasan atau pencernaan. Kadang-kadang operasi akan memicu sindrom.

Dalam kasus yang jarang vaksinasi dapat meningkatkan risiko GBS.

Setelah manifestasi klinis pertama dari penyakit, gejala dapat berkembang selama

beberapa jam, hari, atau minggu. Kebanyakan pasien GBS mencapai tahap kelemahan

terbesar dalam 2 minggu pertama setelah gejala muncul. Gejala-gejala yang dapat timbul

pada pasien GBS adalah kehilangan sensitivitas, seperti kesemutan, kebas (mati rasa), rasa

terbakar, atau nyeri, dengan pola persebaran yang tidak teratur dan dapat berubah-ubah.

Kelumpuhan pada pasien GBS biasanya terjadi dari bagian tubuh bawah ke atas atau dari luar

ke dalam secara bertahap, namun dalam waktu yang bervariasi. Pada pasien GBS parah,

kerusakan dapat berdampak pada paru-paru dan melemahkan otot-otot pernapasan sehingga

diperlukan ventilator untuk menjaga pasien agar tetap bertahan. Kondisi pasien dapat

bertambah parah karena kemungkin terjadi infeksi di dalam paru-paru akibat berkurangnya

kemampuan pertukaran gas dan kemampuan membersihkan saluran pernapasan. Kematian

umumnya terjadi karena kegagalan pernapasan dan infeksi yang ditimbulkan.

Menurut penelitian, penyebab GBS ialah adanya sistem kekebalan tubuh yang

menyerang tubuh itu sendiri, yang dikenal sebagai penyakit autoimun. Biasanya sel-sel dari

sistem kekebalan tubuh menyerang hanya material asing dan organisme yang masuk tubuh

atau kita sebut sebagai antigen. Pada sindrom Guillain-Barré, sistem kekebalan tubuh mulai

menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson dari saraf perifer, atau bahkan

menyerang akson itu sendiri.

Pada penyakit di mana selubung mielin saraf perifer “yang injuri atau rusak”, saraf

tidak bisa mengirimkan sinyal secara efisien. Itulah sebabnya otot-otot mulai kehilangan

kemampuan mereka untuk merespon perintah otak, perintah yang harus dilakukan melalui

jaringan saraf. Otak juga menerima sinyal sensorik lebih sedikit dari seluruh tubuh, yang

mengakibatkan ketidakmampuan untuk merasakan tekstur, panas, nyeri, dan sensasi lainnya.

Secara bergantian, otak dapat menerima sinyal yang tidak tepat yang mengakibatkan

kesemutan, "crawling-skin" atau sensasi nyeri. Karena sinyal menuju dan dari lengan serta

kaki harus melakukan perjalanan jarak terpanjang mereka yang paling rentan terhadap

24

Page 29: Makalah Bs Abadi

gangguan, sehingga kelemahan otot dan sensasi kesemutan biasanya pertama kali muncul di

tangan dan kaki kemudian mulai dirasakan kebagian atas tubuh.

Ketika Guillain-Barré didahului oleh infeksi virus atau bakteri, maka kemungkinan

virus atau bakteri tersebut telah mengubah sifat sel dalam sistem saraf sehingga sistem

kekebalan tubuh memperlakukan mereka sebagai sel asing. Hal ini juga memungkinkan

bahwa virus membuat sistem kekebalan tubuh menjadi kurang mengenali sel myelin dan

akson sebagai sel tubuhnya sendiri , yang memungkinkan beberapa sel-sel kekebalan, seperti

beberapa jenis limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang

tersensitisasi bekerja sama dengan limfosit B untuk memproduksi antibodi terhadap

komponen selubung mielin dan dapat berkontribusi pada kerusakan myelin.

2. Herpes Zoster

Herpes zoster paling sering termanifestasi pada satu atau lebih ganglia vertebra

posterior atau ganglia sensoris kranial, kemungkinan karena partikel virus yang menetap

dalam ganglia ini dalam keadaan tidak aktif sejak episode awal varicella. Hal ini

menyebabkan rasa sakit dan temuan karakteristik kutaneus sepanjang dermatom sensoris

yang sesuai dari ganglia yang terlibat. Jarang melibatkan sel kornu anterior dan posterior,

leptomeninges, dan saraf perifer, jarang dengan adanya kelemahan otot atau kelumpuhan,

pleocytosis (terdapat 20-50 limfosit) cairan spinal, dan / atau kehilangan sensori. Jarang

terjadi myelitis, meningitis, atau ensefalitis, keterlibatan visceral mungkin juga terjadi.

3. Proses Degeneratif

a. Penyakit Diabetes Mellitus

Pasien DM merupakan predisposisi dari berbagai macam gangguan saraf perifer

berupa “peripheral neuropathy” yang cenderung progresif dan ireversibel. Keluhan pada

pasien DM terutama ialah polineuropati distal sensoris yang simetris.

Mekanisme biokimia yang berkontribusi penting dalam perkembangan bentuk-bentuk

simetris paling umum dari polineuropati diabetes kemungkin besar meliputi jalur poliol,

produk akhir glikasi lanjut, dan stres oksidatif.

Gejala Neuropati Diabetik adalah:

a. Gejala Sensoris

25

Page 30: Makalah Bs Abadi

Neuropati sensorik biasanya onsetnya perlahan dan menunjukkan distribusi stoking-

dan-sarung tangan (stocking-and-glove distribution) di ekstremitas distal. Gejala sensorik

mungkin negatif atau positif, fokal atau difus. Gejala sensorik negatif termasuk baal atau

mati rasa, yang mana pasien dapat menggambarkannya seperti mengenakan sarung tangan

atau kaus kaki. Kehilangan keseimbangan, terutama dengan mata tertutup, dan luka tanpa

rasa sakit akibat hilangnya sensasi yang umum. Gejala positif dapat digambarkan sebagai

rasa terbakar, nyeri seperti ditusuk-tusuk, kesemutan, perasaan seperti tersengat listrik, sakit,

adanya keketatan, atau hipersensitivitas terhadap sentuhan.

b. Gejala Motorik

Kelainan motorik meliputi kelemahan distal, proksimal, atau beberapa kelemahan

yang bersifat fokal. Pada ekstremitas atas, gejala motor distal meliputi gangguan koordinasi

halus pada tangan, seperti membuka tutup botol atau mengunci pintu. Kaki sering terpeleset

atau jatuh dan lecet kemungkinan merupakan gejala awal dari kelemahan kaki. Gejala

kelemahan anggota gerak bawah proksimal meliputi kesulitan menaiki atau meuruni tangga,

atau sulit bangun dari posisi duduk atau terlentang. Sedangkan gejala kelemahan anggota

gerak atas proksimal ialah kesulitan dalam mengangkat lengan atas.

2.2.5. Manifestasi Klinik Radyculopathy

Secara umum, manifestasi klinis radyculopathy adalah sebagai berikut :

a. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra

hingga kearah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal. Nyeri bersifat

tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.

b. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.

c. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang

distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.

d. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.

e. Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau

bahkan menghilang

26

Page 31: Makalah Bs Abadi

Gejala radyculopathy tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada

servikal, torakal, atau lumbar). Nyeri radikular yang muncul akibat lesi iritaif di radiks

posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.

Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai, dinamakan iskialgia,

karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan nervus iskiadikus dan lanjutannya ke perifer.

Radyculopathy setinggi segmen torakal jarang terjadi, karena segmen ini lebih rigid daripada

segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi radyculopathy setinggi segmen torakal, maka

akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.

1. Manifestasi Klinis Radyculopathy pada Daerah Servikal

a. Leher terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial skapula.

b. Gejala diperburuk dengan gerakan kepala dan leher, juga dengan regangan pada

lengan yang bersangkutan. Untuk mengurangi gejala tersebut, penderita seringkali

mengangkat dan memfleksikan lengannya di belakang kepala.

c. Lesi pada C5 ditandai dengan nyeri pada bahu dan daerah trapezius, berkurangnya

sensorik sesuai dengan pola dermatomal, kelemahan dan atrofi otot deltoid. Lesi

ini dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan abduksi dan eksorotasi

lengan.

d. Lesi pada C6 ditandai dengan nyeri pada trapezius, ujung bahu, dan menjalar

hingga lengan atas anterior, lengan bawah bagian radial, jari ke-1 dan bagian

lateral jari ke-2. Lesi ini mengakibatkan paresthesia ibu jari, menurunnya refleks

biseps, disertai kelemahan dan atrofi otot biseps.

e. Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri bahu, area pektoralis dan medial aksila,

posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan bawah, jari ke-2 dan ke-3, atau

seluruh jari. Lesi ini dapat mengakibatkan paresthesia jari ke-2, ke-3, dan juga jari

pertama, atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor tangan, dan otot pektoralis.

f. Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial lengan bawah. Lesi

ini akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan sensasi jari ke-4 dan 5

(seperti pada gangguan nervus ulnaris).

27

Page 32: Makalah Bs Abadi

Gambar 4. Representatif dermatom saraf cervical

2. Manifestasi Klinis Radyculopathy pada Daerah Lumbal

a. Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka yang menjalar hingga ke bokong, paha, betis,

dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava Maneuvers (seperti : batuk,

bersin, atau mengedan saat defekasi).

b. Pada rupture diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita

sedang duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan menjaga lututnya

dalam keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada bokong yang

berlawanan. Ketika akan berdiri, penderita menopang dirinya pada sisi yang

sehat, meletakkan tangannya di punggung, menekuk tungkai yang terkena

(Minor’s Sign). Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita

merasa nyaman dengan berbaring terlentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut,

serta bahu disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor

intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.

28

Page 33: Makalah Bs Abadi

Gambar 5. Minor’s Sign

c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan

berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot

punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis

torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang

sakit, dan panggung akan bungkuk ke depan dan kearah yang sakit untuk

menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat,

pasien akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada

jari kaki (karena dorsofleksi kaki menyebabkan stretching pada saraf, sehingga

memperburuk nyeri). Pasien membungkuk ke depan, berjalan dengan langkah

kecil dan semifleksi sendi lutut, disebut Neri’s Sign.

d. Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan

tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini merupakan

bukti keterlibatan radiks S1.

e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang nervus iskiadikus.

f. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,

paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang

terjadi.

g. HNP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang unilateral.

Tetapi, jika letak hernia agak besar dan sentral, dapat menyebabkan gejala pada

kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan berkemih dan buang air besar.

29

Page 34: Makalah Bs Abadi

Gambar 6. Dermatom Saraf Lumbal

30

Page 35: Makalah Bs Abadi

2.2.6. Diagnosis

A. Anamnesis Riwayat Penyakit

a. Radyculopathy Servikal

Mendapatkan riwayat penyakit yang rinci merupakan hal yang penting untuk

menegakkan diagnosis dari radyculopathy servikal. Pemeriksa harus mengajukan

pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

a. Pertama, apa keluhan utama pasien (misalnya : nyeri, mati rasa (baal), kelemahan

otot), dan lokasi dari gejala?

Skala analog visual dari 0-10 dapat digunakan untuk menentukan tingkat nyeri

yang dirasakan oleh pasien.

Gambar anatomi nyeri juga dapat membantu dokter dalam memberikan suatu

tinjauan singkat pola nyeri pada pasien.

b. Apakah aktivitas dan posisi kepala dapat memperparah atau meringankan

gejalanya? Informasi ini dapat membantu baik untuk mendiagnosis maupun

dalam penatalaksanaannya.

c. Apakah pasien pernah mengalami cedera diarea leher? Jika iya, kapan terjadinya,

seperti apa mekanisme terjadi cederanya, dan apa yang dilakukan pada saat itu?

d. Apakah pasien pernah mengalami episode gejala serupa sebelumnya atau nyeri

leher yang terlokalisir?

e. Apakah pasien memiliki gejala sugestif dari myelopathy servikal, seperti

perubahan gaya berjalan, disfungsi usus atau kandung kemih, atau perubahan

sensoris atau kelemahan pada ekstremitas bawah?Apa pengobatan sebelumnya

yang telah dicoba oleh pasien (baik berupa resep dokter atau mengobati sendiri):

• Penggunaan dari es dan/atau penghangat

• Obat-obatan (seperti : acetaminophen, aspirin, nonsteroidal anti-

inflammatory drugs [NSAIDs])

• Terapi fisik, traksi, atau manipulasi

• Suntikan

• Operasi

31

Page 36: Makalah Bs Abadi

f. Tanyakan riwayat sosial pasien, meliputi olahraga dan posisi pasien, pekerjaan,

dan penggunaan dari nikotin dan / atau alkohol.

g. Kekhasan pasien dengan radyculopathy servikal ialah datang dengan mengeluh

adanya ketidaknyamanan pada leher dan lengan. Ketidaknyamanan tersebut dapat

berupa sakit tumpul sampai nyeri hebat seperti rasa terbakar. Biasanya, nyerinya

ini menjalar menuju batas medial skapula, dan keluhan utama pasien ialah nyeri

bahu. Ketika radyculopathynya sedang berlangsung, nyeri tersebut menjalar

menuju lengan atas atau bawah dan menuju tangan, sepanjang distribusi sensori

dari radiks saraf yang terlibat.

h. Pasien yang lebih tua kemungkinan memiliki episode sakit leher sebelumnya atau

membeitahukan riwayat memiliki radang sendi tulang servikal atau leher.

i. Herniasi diskus akut dan penyempitan tiba-tiba foramen saraf juga dapat terjadi

pada cedera yang melibatkan ekstensi servikal, lateral bending, atau rotasi dan

pembebanan aksial. Pasien-pasien mengeluh peningkatan rasa sakit dengan posisi

leher yang menyebabkan penyempitan foraminal (misalnya, ekstensi, lateral

bending, atau rotasi menuju sisi yang bergejala).

j. Banyak pasien yang menceritakan bahwa mereka dapat mengurangi gejala

radikularnya dengan mengabduksikan bahunya dan menempatkan tangannya

dibelakang kepala. Manuver ini diduga untuk meringankan gejala dengan

mengurangi ketegangan pada radiks saraf.

k. Pasien mungkin mengeluhkan perubahan sensorik di sepanjang dermatom radiks

saraf yang terlibat, dapat berupa kesemutan, mati rasa (baal), atau hilangnya

sensasi.

l. Beberapa pasien mungkin mengeluh kelemahan motorik. Sebagian kecil pasien

akan datang dengan kelemahan otot saja, tanpa rasa sakit yang signifikan atau

keluhan sensorik.

b. Radyculopathy Lumbal

1. Timbulnya gejala pada pasien dengan radyculopathy lumbosakral sering tiba-tiba

dan berupa LBP (nyeri punggung bawah). Beberapa pasien menyatakan nyeri

punggung yang sudah ada sebelumnya menghilang ketika sakit pada kaki mulai

terasa.

32

Page 37: Makalah Bs Abadi

2. Duduk, batuk, atau bersin dapat memperburuk rasa sakit, yang berjalan dari

bokong turun ke tungkai kaki posterior atau posterolateral menuju pergelangan

kaki atau kaki.

3. Tanyakan penjalaran dari nyerinya, kelemahan otot, dan adanya perubahan postur

tubuh, cara duduk dan berdiri, kesulitan ketika berdiri setelah duduk atau

berbaring, dan perubahan dalam posisi berjalan.

4. Tanyakan apakah ada gangguan sensasi (seperti : kesemutan, baal, dan rasa

terbakar) dan gangguan dalam berkemih ataupun defekasi.

5. Ketika memperoleh riwayat pasien, waspadai setiap red flags (yaitu, indikator

kondisi medis yang biasanya tidak hilang dengan sendirinya tanpa manajemen).

Red flags tersebut dapat menyiratkan kondisi yang lebih rumit yang memerlukan

pemeriksaan lebih lanjut (misalnya, tumor, infeksi). Adanya demam, penurunan

berat badan, atau menggigil memerlukan evaluasi menyeluruh. Usia pasien juga

merupakan faktor ketika mencari kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala

pasien. Individu dengan usia kurang dari 20 tahun dan yang lebih dari 50 tahun

memiliki risiko keganasan lebih tinggi yang dapat menyebabkan nyeri (misalnya,

tumor, infeksi).

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting memperhatikan

abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan neurologis

harus diperhatikan :

Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan saraf

perifer dan segmental.

Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, dan spasme otot).

Perubahan refleks.

Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya

neoplasma dan infeksi di luar vertebra.

a. Pemeriksaan Fisik Radyculopathy Servikal

Pada pemeriksaan radyculopathy servikal, antara lain akan didapatkan :

33

Page 38: Makalah Bs Abadi

1. Terbatasnya “range of motion” leher.

2. Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan (terutama hiperekstensi).

3. Tes Lhermitte (Foramina Compression Test). Tes ini dilakukan dengan menekan

kepala pada posisi leher tegak lurus atau miring. Peningkatan dan radiasi nyeri ke

lengan setelah melakukan tes ini mengindikasikan adanya penyempitan foramen

intervertebralis servikal, sehingga berkas serabut sensorik di foramen

intervertebra yang diduga terjepit, secara faktual dapat dibuktikan.

Gambar 7. Lhermitte’s Test

4. Tes Distraksi

Tes ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikuler. Pembuktian

terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi penjepitan itu,

yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.

Gambar 8. Distraction Test

b. Pemeriksaan Fisik Radyculopathy Lumbal

34

Page 39: Makalah Bs Abadi

1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)

Pemeriksaan dilakukan dengan cara :

a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.

b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan (fleksi)

pada persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan agar tetap

ekstensi.

c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi).

d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan

stretching nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).

e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih sebelum

timbul rasa sakit dan tahanan.

f. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus sebelum

tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda Lasegue positif (pada

radyculopathy lumbal).

Gambar 9. Lasegue’s Sign (SLR’s Test)

35

Page 40: Makalah Bs Abadi

2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragard’s Sign, Sicard’s Sign, dan Spurling’s Sign)

Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge disertai

dengan dorsofleksi kaki (Bragard’s Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki (Sicard’s

Sign). Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial menjadi

meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragard’s sign dan Sicard’s sign disebut

Spurling’s sign.

Gambar

10.

Bragard’s sign Gambar 11. Spurling’s sign

3. Tes Lasegue Silang atau O’Conell Test

Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. Tes positif

bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut yang lebih besar

untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit).

4. Nerve Pressure Sign

Pemeriksaan dilakukan dengan cara :

a. Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri)

kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat.

b. Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa poplitea

hingga pasien mengeluh adanya nyeri.

c. Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau

sepanjang nervus iskiadikus.

5. Naffziger Tests

Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit. Tekanan

harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya. Kompresi vena

jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40 mmHg

36

Page 41: Makalah Bs Abadi

selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat mengakibatkan tekanan intrakranial

meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal, dapat menimbulkan nyeri

radikular pada pasien dengan space occupying lesion yang menekan radiks saraf. Pada pasien

ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada radiks saraf yang

bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan berbaring atau berdiri.

C. Pemeriksaan Penunjang Radyculopathy

1. Radiografi atau Foto Polos Roentgen

Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan

structural.

2. MRI dan CT-Scan

MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan

diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medulla spinalis

dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan

degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki keunggulan dibandingkan

dengan CT-Scan, yaitu adanya potongan sagital dan dapat memberikan gambaran

hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas,sehingga MRI merupakan

prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnose banding gangguan

structural pada medulla spinalis dan radiks saraf.

CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik,

dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun

demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi masih

kurang bila dibandingkan dengan MRI.

3. Myelography

Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen osseus

vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan penetrasi pada

ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai tes preoperative dan

seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan.

4. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)

37

Page 42: Makalah Bs Abadi

NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk

menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal. Selain

itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf. Namun bila

diagnosis radyculopathy sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan

elektrofisiologis tidak dianjurkan.

5. Laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase

alkali/asam, dan kalsium.

Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.

2.2.7. Diagnosis Banding

1. Radyculopathy Servikal

a. Cedera Pleksus Brakhialis

b. Rotator Cuff Injury

2. Radyculopathy Lumbal

a. Cedera Diskus Lumbosakral

b. Cedera Diskus Torakik

2.2.8. Penatalaksanaan

1. Terapi Non Farmakologi

a. Akut :

1. Imobilisasi

2. Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas

3. Modalitas termal (terapi panas dan dingin)

4. Pemijatan

5. Traksi (tergantung kasus)

6. Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)

b. Kronik

1. Terapi psikologis

2. Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)

38

Page 43: Makalah Bs Abadi

3. Latihan kondisi otot

4. Rehabilitasi vokasional

5. Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas

2. Terapi Farmakologi

a. NSAIDs

Contoh : Ibuprofen

Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara

menurunkan sintesis prostaglandin

Dosis dan penggunaan :

Dewasa : 300 – 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 – 800 mg IV

setiap 6 jam jika dibutuhkan

b. Tricyclic Antidepressants

Contoh : Amitriptyline

Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan /atau norepinefrin

oleh membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan konsentrasi sinaptik

dalam SSP. Berguna sebagai analgesik untuk nyeri kronis dan neuropatik

tertentu.

Dosis dan penggunaan :

Dewasa : 100 – 300 mg 1x1 hari pada malam hari

c. Muscle Relaxants

Contoh : Cyclobenzaprine

Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral dan

menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik somatic yang

mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun gamma.

Dosis :

Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)

d. Analgesik

Contoh : Tramadol (Ultram)

39

Page 44: Makalah Bs Abadi

Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah persepsi serta

respon terhadap nyeri, menghambat reuptake norepinefrin dan serotonin

Dosis :

Dewasa : 50 – 100 mg per oral setiap 4 – 6 jam (4x1 hari) jika diperlukan

e. Antikonvulsan

Contoh : Gabapentin (Neurontin)

Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari

penghambat neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA), yang mana

tidak menimbulkan efek pada reseptor GABA.

Dosis :

Dewasa : Neurontin

Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari

Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)

Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)

3. Invasif Non Bedah

Blok saraf dengan anestetik local

Injeksi steroid (metilprednisolone) pada epidural untuk mengurangi sehingga

menurunkan kompresi radiks saraf

4. Bedah (pada HNP)

Indikasi :

skiatika dengan terapi konservatif selama > 4 minggu : nyeri berat, menetap, dan

progresif

defisit neurologis memburuk

sindroma kauda

stenosis kanal (setelah terapi konservatif tidak berhasil)

terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologis dan

radiologi

2.2.9. Prognosis

40

Page 45: Makalah Bs Abadi

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

BAB III

41

Page 46: Makalah Bs Abadi

KESIMPULAN

Myelopathy merupakan gangguan fungsi atau struktur dari medula spinalis oleh

adanya lesi komplit atau inkomplit. Myelophati seringkali disebabkan kompresi medulla

spinalis akibat penyakit-penyakit degeneratif pada tulang belakang, tetapi tumor maupun

massa juga dapat menyebabkan myelopathy. Tumor-tumor intraspinal dapat berasal dari

substansi medulla spinalis itu sendiri (intrameduler) atau menekan medulla spinalis dari luar

(ekstrameduler). Tumor ekstrameduler dapat berada di dalam dura (intradural) atau di luar

dura (ekstradural). Walaupun perjalanan penyakit dapat memberikan petunjuk diagnostik

patologis suatu tumor, massa tumor seringkali menimbulkan kompresi yang memberikan

gejala myelopathy.

Radyculopathy merupakan keadaan terjadinya gangguan pada radiks/serabut saraf,

yang sesuai dengan distribusi serabut sarafnya dan menyebabkan nyeri radikuler, dapat

disertai dengan paresthesia dan rasa raba yang berkurang, gangguan motorik (kram, atropi

twiching dan refleks fisiologi yang menurun) serta nyeri pada vertebra.

Radyculopathy dapat terjadi pada semua bagian radiks medula spinalis dan yang

banyak dilaporkan adalah ruptur/herniasi pada diskus intervertebralis pada segemen

cervikalis atau lumbalis, sedang pada segmen/radiks thorakalis jarang yang dilaporkan.

Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya radyculopathy terutama pada

segmen/radiks thorakalis, antara lain tumor medula spinalis, ruptur/herniasi diskus

thorakalis, arakhnoiditis, trauma, spondilitis, radiokulopati diabetika thorakis, herpes zoster.

Manifestasi klinik dari radyculopathy thorakalis sering terdiagnosa penyakit pulmonal atau

abdominal, sehingga penting mengetahui gejala dan perjalan penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

42

Page 47: Makalah Bs Abadi

1. Byrne TN, Waxman SG. Spinal Cord Compression. Diagnosis and Principles of

Management. Philadelphia, Davis Company; 1990:194-205

2.  Compression Myelopathies Diakses 30 Agustus 2015, pkl : 15.00 WIB

[http://www.neuroanatomy.wisc.edu/Sclinic/Myelo/Myelopathy.htm]

3.   McCormick PC. Spinal Tumors. In:Merrit’s Textbook of Neurology. Baltimore:Williams

& Wilkins, 1995:405-16

4.  Cohen ME. Primary and Secondary Tumors of The Nervous System. In:Bradley WG,

Darof RB, Fenichel GM, Marsden CD, ed. Neurology in Clinical Practice.

Boston:Buttenworth-Heinemann, 1991:1020-29

5.  Victor M, Ropper AH. Diseases of The Spinal Cord Tumors. In: Adam’s & Victor’s

Principles of Neurology. New York: McGraw Hill, 2001:1293-1341

6.  Koeller KK et al. Neoplasm of The Spinal Cord & Fillum Terminale:radiologic-

pathologic correlation. Radiographics 2000 Nov-Des;20(6):1721-49

7.  Dina TS, Ching HT. Imaging of Spinal Tumors. In: Wilkins RH, Rengachary SS, ed.

Neurosurgery. Vol-2. New York:McGraw Hill, 1996:1758-80

8.  Greenberg MS. Spine and Apinal Cord Tumors. In: Handbook of Neurosurgery. New

York:Thieme,2001:480-505

9.   Adams RD.Chronic Nontraumatic Diseases of The Spinal Cord. In: Woosley RM, Young

RR, ed. Neurologic Clinics, Disorder of The Spinal Cord. Philadelphia:

Saunders,1991:605-23

10.  Xu QW at al. Agresive Surgery for Intramedullary tumor of Cervical Spinal Cord Surg

Neurol 1996 Oct; 46(4):322-8

11. MR Imaging of Spinal Intramedullary Tumors. Acta Radiol 1991, Nov;32(6):505-13

12. Sipski ML, DeLisa JA. Rehabilitation of Patient eith Spinal Cord Disease. In: Woosley

RM, Young RR, ed. Neurologic Clinics, Disorder of The Spinal Cord. Philadelphia:

Saunders, 1991:705-25

13. Lindsay KW, Bone I. Neurology and Neurosurgery Illustrated. New York : Churcill

Livingstone, 1997:320-24

14. Flaherty AW. The Massachusset General Hospital Handbook of Neurology.

Philadelphia:Lippincoat, 2000:116

43

Page 48: Makalah Bs Abadi

15. Jallo GI. Intradural Spine Tumors Diakses 30 Agustus 2015, pkl : 15.00 WIB

[http://www.spineuniverse.com]

16. Institute for Neurology and Neurosurgery at Beth Israel Medical Center. Improved

Outlook for Treatment if Intramedullary Spinal Cord Tumors Diakses 30 Agustus 2015,

pkl : 18.00 WIB

[http://www.wehwealnewyork.org/professionals/publication/inn/spinaltreatment.html]

17. Harrop JS. Spinal Tumors Diakses 30 Agustus 2015, pkl : 15.00 WIB

[http://www.emedicine.com]

18. Adams and Victor’s. Principle of Neurology 8th Edition

19. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology 11th Edition

20. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga

21. Richard S. Snell. Clinical Neuroanatomy 6th Edition

22. Cervical Radiculopathy Clinical Presentation. Diakses 30 Agustus 2015, pkl : 18.00

WIB [http://emedicine.medscape.com/article/94118]

23.Lumbosacral Radiculopathy. Diakses 30 Agustus 2015, pkl: 18.15 WIB

[http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview]

24.American Chronic Pain Association (The ACPA). Diakses 30 Agustus pkl: 15.00 WIB

[http://www.theacpa.org/default.aspx]

25.Pain: MedlinePlus. Diakses 30 Agustus 2015, pkl: 15.10 WIB

[http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/pain.html#cat59]

44

Page 49: Makalah Bs Abadi

45


Recommended