BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inflasi merupakan dilema yang menghantui perekonomian setiap negara.
Perkembangannya yang terus meningkat memberikan hambatan pada pertumbuhan ekonomi
ke arah yang lebih baik. Banyak kajian membahas inflasi, tidak hanya cakupan regional,
nasional, namun juga internasional. Inflasi cenderung terjadi pada negara-negara berkembang
seperti halnya Indonesia dengan struktur perekonomian bercorak agraris. Kegagalan atau
guncangan dalam negeri akan menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik dan berakhir
dengan inflasi pada perekonomian (Baasir, 2003:265).
Krisis ekonomi yang dipicu oleh gejolak nilai tukar rupiah telah berdampak sangat
luas pada seluruh sendi perekonomian dan tatanan kehidupan (Anwar Nasution, 2001). Krisis
ekonomi yang telah terjadi, paling tidak dalam konteks ini, memberikan pelajaran yang
berharga akan pentingnya penciptaan kestabilan moneter (kestabilan nilai rupiah) sebagai
prasyarat bagi kelangsungan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (Achyar Ilyas,
1999).
Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang selalu menarik untuk dibahas terutama
berkaitan dengan dampaknya yang luas terhadap agregat makro ekonomi. Pertama, inflasi
domestik yang tinggi menyebabkan tingkat balas jasa riil terhadap aset finansial domestik
menjadi rendah (bahkan seringkali negatif), sehingga dapat mengganggu mobilisasi dana
domestik dan bahkan dapat mengurangi tabungan domestik yang menjadi sumber dana
investasi. Kedua, inflasi dapat menyebabkan daya saing barang ekspor berkurang dan dapat
menimbulkan defisit dalam transaksi berjalan dan sekaligus dapat meningkatkan utang luar
negeri. Ketiga, inflasi dapat memperburuk distribusi pendapatan dengan terjadinya transfer
sumber daya dari konsumen dan golongan berpenghasilan tetap kepada produsen. Keempat,
inflasi yang tinggi dapat mendorong terjadinya pelarian modal ke luar negeri. Kelima, inflasi
yang tinggi akan dapat menyebabkan kenaikan tingkat bunga nominal yang dapat
mengganggu tingkat investasi yang dibutuhkan untuk memacu tingkat pertumbuhan ekonomi
tertentu (Hera Susanti dkk, 1995).
Bank Indonesia, sebagai Bank Sentral, memiliki tujuan untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal yang dimaksud dengan kestabilan terhadap harga-
harga barang dan jasa yang tercermin pada tingkat inflasi. Peran kestabilan nilai tukar yang
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 1
tercermin pada tingkat inflasi sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem
keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk
mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada
level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan
kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti jumlah uang beredar
atau tingkat suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter
tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang
baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib
minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.
Inflasi menjadi perhatian utama Bank Indonesia. Berbagai kebijakan Bank Indonesia
diarahkan untuk mengurangi tekanan inflasi dalam jangka menengah panjang. Inflasi pada
akhir tahun 2008 tercatat mengalami penurunan. Penurunan laju inflasi tersebut terutama
disebabkan oleh menurunnya inflasi pada kelompok volatile food dan sumbangan deflasi dari
kelompok administered price. Inflasi kelompok volatile food adalah inflasi yang dominan
dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan
alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan internasional. Inflasi kelompok
administered price adalah inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa
kebijakan harga pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dan
lain-lain. Sementara itu, dari sisi fundamental, melambatnya permintaan domestik serta
berkurangnya tekanan dari imported inflation (inflasi yang bersumber dari kenaikan harga-
harga barang yang diimpor) menyebabkan tekanan pada inflasi inti cenderung menurun.
Meski demikian, Bank Indonesia masih mencermati tekanan inflasi yang berasal dari sisi
permintaan serta pertumbuhan kredit perbankan yang masih tinggi.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 2
Tabel 1.1
Tingkat di Inflasi Indonesia Periode 1993 - 2012
Sumber : Laporan Tahunan Bank Indonesia,2012
Krisis ekonomi menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi negara disertai
dengan peningkatan inflasi. Munculnya inflasi tahun 1997 di Indonesia menyebabkan
turunnya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan inflasi secara signifikan. Imbas dari pada
krisis ekonomi 1997 paling dirasakan dampaknya pada tahun 1998, dimana pertumbuhan
ekonomi mencapai kontraksi dengan pertumbuhan minus 13,3%, hyperinflasi juga terjadi di
Indonesia dengan tingkat inflasi 77, 63%. Selanjutnya pada tahun 1999, laju inflasi sudah
dapat dikendalikan seiring dengan membaiknya kondisi moneter di Indonesia menjadi
sebesar 2,01%. Memasuki tahun 2000 stabilitas moneter cukup terkendali dengan tingkat
inflasi sebesar 9,35% dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,8%. Dalam perkembangannya
setiap tahun inflasi terus berfluktuasi hingga mencapai angka tertinggi sebesar 17,11% pada
tahun 2005 dan tingkat pertumbuhan ekonomi 5,1%.
Pada tahun 2007/2008, telah terjadi krisis global di Amerika Serikat. Krisis ini
mempunyai dampak yang cukup besar khususnya bagi negara-negara yang mempunyai
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 3
Tahun Inflasi ( % ) Fluktuasi ( % )1993 9,77 -1994 9,24 -0,531995 8,64 -0,61996 6,47 -2,171997 11,05 4,581998 77,63 66,581999 2,01 -75,622000 9,35 7,342001 12,55 3,22002 10,03 -2,522003 5,06 -4,972004 6,4 1,342005 17,11 10,712006 6,60 -10,512007 6,59 0,012008 11,06 4,472009 2,78 -8,282010 6,96 4,182011 3,79 -3,172012 4,3 0,51
hubungan yang sangat erat dengan Amerika Serikat dalam hal ekonomi. Dalam hal ini,
Indonesia juga merasakan dampaknya meskipun tidak sebesar krisis moneter pada tahun
1997/1998. Krisis global ini membuat kembali naiknya inflasi pada tingkat 10,12% pada
tahun 2008 kuartal 2 dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil di angkat sekitar 5,3%.
Kenaikan tingkat inflasi ini juga diikuti dengan kenaikan pada nilai kurs rupiah terhadap
dolar, jumlah uang beredar, dan suku bunga SBI.
Tekanan inflasi pada tahun 2009 secara umum sangat minimal. Hal ini tidak terlepas
dari pengaruh kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah dalam memulihkan kepercayaan
pasar. Kondisi tersebut pada gilirannya dapat mendukung membaiknya ekspektasi inflasi
untuk kembali kepada targetnya, yaitu berkisar pada tingkat 6%. Pada tahun 2009 ini,
penurunan inflasi diikuti oleh penurunan kurs rupiah terhadap dolar dan suku bunga SBI.
Pada awal tahun 2010, tekanan inflasi semakin meningkat tiap kuartalnya sampai
dengan pertengahan tahun hingga akhirnya fluktuatif pada kisaran 6%. Inflasi yang baik
adalah inflasi yang stabil pada kisarannya, meskipun naik dan turun tetapi tetap pada
kisarannya. Pada tahun 2010, kenaikkan inflasi tidak diikuti dengan kenaikan kurs rupiah
terhadap dolar dan suku bunga SBI.
Melanjutkan perkembangan di akhir tahun 2010, selama triwulan I 2011 inflasi masih
berada di level yang tinggi, mendekati 7%, yang antara lain dipicu oleh tingginya inflasi
volatile food dan inflasi inti. Laju inflasi Indonesia sepanjang tahun 2011 tercatat sebesar
3,79 persen dimana perekonomian tumbuh sebesar 6,5%.
Tabel 1.2
Nilai Tukar Rupiah Terhadap U$$ Periode 1993 – 2012
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 4
(Sumber: Laporan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia,Bank Indonesia,2012)
Di sisi kurs valuta asing, Rupiah akan semakin terdepresiasi terhadap mata uang
asing, yang pada gilirannya akan menimbulkan masalah lain yang tidak kalah seriusnya,
seperti membengkaknya kewajiban pemerintah terhadap kreditur luar negeri. Menurut
Harvey (1988: 354) inflasi akan mempengaruhi kinerja perdagangan suatu negara yang
tercermin dalam neraca perdagangannya. Terakhir, inflasi yang tidak terkendali dapat
mendorong terjadinya capital outflow ke luar negeri. Pemilik modal akan lebih memilih
menginvestasikan dananya di negara yang lebih menguntungkan. Begitu pula akan terjadi
relokasi sektor manufaktur / riil ke negara yang memiliki cost production yang lebih rendah.
Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 dan dipicu oleh
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika telah mengarahkan pada diadopsinya
sistem nilai tukar mengambang atau free floating exchange rate (Suryanto, 2003). Indonesia
telah beberapa kali menerapkan kebijakan tentang nilai tukar rupiah dan terakhir pada 14
Agustus 1997, Indonesia menerapkan nilai tukar mengambang bebas ( free floating exchange
rate ) yang artinya nilai tukar Rupiah sepenuhnya ditentukan oleh interaksi permintaan dan
penawaran valas di pasar valas. Setelah melepaskan BI band intervensi pada Agustus 1997,
kurs rupiah terus terkoreksi dengan terdepresiasinya kurs rupiah hampir 100 persen terhadap
Dollar Amerika. Dalam rentang waktu satu dekade semenjak diberlakukanya free floating
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 5
Tahun Nilai Tukar ( Rp/U$$) Perkembangan ( % )1993 2.110 -1994 2.200 4,271995 2.308 4,911996 2.383 3,251997 4.650 95,131998 8.025 127,841999 7.100 -11,532000 9.595 35,142001 10.400 8,392002 8.940 -14,042003 8.465 -5,312004 9.290 9,752005 9.830 5,812006 9.020 -8,242007 9.419 4,422008 10.950 16,252009 9.400 -14,162010 8.991 -4,352011 9.068 0,862012 9.400 3,66
exchange rate posisi terendah (depresiasi rupiah) kurs rata-rata tahunan adalah pada tahun
2001, dengan rata-rata Rp 10.400,00/USD.
Tabel 1.4
Produk Domestik Bruto Berdasarkan Harga Konstan ( Tahun Dasar 2000 ) di Indonesia Periode 1993 – 2012 ( miliar rupiah )
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 6
Tahun PDB Perkembangan ( % )
1993 1151490,8 -
1994 1238312,9 7,54
1995 1340102,3 8,22
1996 1444874,0 7,82
1997 1512781,4 4,70
1998 1314202,7 -13,13
1999 1324599,7 0,79
2000 1389769,9 4,92
2001 1440405,7 3,64
2002 1505216,4 4,50
2003 1577171,3 4,78
2004 1656516,8 5,03
2005 1750815,2 5,69
2006 1847126,7 5,50
2007 1964327,3 6,35
2008 2082456,1 6,01
2009 2177741,7 4,58
2010 2310689,8 6,10
2011 2463242,8 6,60
2012 2618140,8 6,29
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012)
Perkembangan pertumbuhan ekonomi di Indonesia cenderung fuktuatif dari tahun
1993-1997.Pada tahun 1998 mengalami penurunan yang sangat tajam hingga mencapai -
13,13 hal tersebut dikarenakan adanya krisis moneter yang melanda Indonesia.Dampak krisis
moneter tahun 1998 masih terasa hingga tahun 1999.Pada tahun tahun berikutnya
perekonomian Indonesia berfluktuasi kembalai dari tahun 2000-2012.
Dilihat dari besaran PDB tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 2618140,8
sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 1993 sebesar 1151490,8. Jumlah PDB dari tahun
1993 hingga tahun 1997 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1998 mengalami
penurunan yang cukup besar dari yang semula 1512781,4 pada tahun 1997 menjadi
1314202,7 hal ini disebabkan karena terjadinya krisis moneter.Dampak krisis tahun 1998
hingga tahun 2000 terus setelah tahun 2000 hingga tahun 2012 PDB Indonesia terus
mengalami peningkatan yang cukup pesat
Tabel 1.3
Jumlah Uang Beredar di Indonesia Periode 1993 – 2012 (miliar rupiah)
Tahun M1 Perkembangan ( % ) M2 Perkembangan ( % )1993 37.036 - 145.599 -1994 45.374 22,51 174.512 19,861995 53.339 17,55 223.512 28,081996 64.089 20,14 288.631 29,131997 78.343 22,24 355.643 23,221998 101.197 29,17 577.381 62,35
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 7
1999 124.633 23,59 646.205 11,922000 162.185 30,13 747.072 15,612001 177.731 9,59 844.054 12,982002 191.939 7,99 883.903 4,722003 223.799 16,6 955.692 8,122004 245.946 9,9 1.033.877 8,182005 271.140 10,24 1.202.763 16,342006 347.013 27,98 1.382.493 14,942007 450.055 29,69 1.649.622 19,322008 456.787 1,5 1.895.838 14,932009 515.824 12,92 2.141.384 12,952010 601.378 16,59 2.469.399 15,322011 722.991 20,22 2.887.220 13,282012 801.403 10,85 3.205.129 29,79
(Sumber:Laporan Tahunan Bank Indonesia, 2012)
Jumlah uang beredar terus mengalami kenaikan pada tahun 1993-2012.Penyebab dari
hal ini merupakan efek dari sentimen global,dimana masyarakat lebih cenderung untuk
memegang uangnya sendiri atau menyimoannya di bank.Bank sudah menjadi perantara
keuangan yang yang semakin aktif karena semakin bertumbuhnya perekonomian di
Indonesia.Hal ini terlihat dari banyaknya tranksaksi yang dilakukan melalui bank,baik itu
berupa tranfer antara rekening maupun transfer antar bank.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah nilai tukar,jumlah uang beredar,dan PDB secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap tingkat inflasi di Indonesia periode tahun 1993 - 2012 ?
2. Bagaimana pengaruh nilai tukar,jumlah uang beredar,dan PDB secara parsial terhadap
tingkat inflasi di Indonesia periode tahun 1993 - 2012 ?
3. Yang manakah diantara nilai tukar,jumlah uang beredar,dan PDB berpengaruh paling
dominan terhadap tingkat inflasi di Indonesia periode tahun 1993 - 2012 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah nilai tukar,jumlah uang beredar,dan PDB secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia periode tahun 1993 - 2012.
2. Untuk mengetahui Bagaimana pengaruh nilai tukar,jumlah uang beredar,dan PDB secara
parsial terhadap tingkat inflasi di Indonesia periode tahun 1993 - 2012.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 8
3. Untuk mengetahui diantara nilai tukar,jumlah uang beredar,dan PDB berpengaruh paling
dominan terhadap tingkat inflasi di Indonesia periode tahun 1993 – 2012
1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui penyebab- penyebab tinggi rendahnya tingkat inflasi dan guncangan
(shock) yang terjadi sehingga diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dimasa yang akan
datang karena inflasi yang tinggi akn menyebabkan pendapatan rill masyarakat akan terus
turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua
orang,terutama orang miskin bertambah miskin.
2. Untuk mengetahui penyebab- penyebab tinggi rendahnya tingkat inflasi dan guncangan
(shock) yang terjadi sehingga diharapkan di masa yang akan datang akan dapat
menghindari inflasi yang tidak stabil karena akan menyebabkan ketidakpastian bagi
pelaku ekonomi dalam mengambil keputusn.
3. Untuk mengetahui penyebab -penyebab tinggi rendahnya tingkat inflasi dan guncangan
(shock) yang terjadi sehingga diharapkan di masa yang akan datang akan dapat mencegah
tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi di negara
tetangga yang akan memberikan nilai tekanan pada nilai rupiah.
4. Untuk dapat dimanfaatkan sebagai pustaka atau literatur bagi peneliti yang berhubungan
dengan kurs,jumlah uang beredar,dan PDB terhadap inflasi di Indonesia periode 1993-
2012 dengan alat analisis regresi berganda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Inflasi
Inflasi adalah suatu keadaan di mana terdapat kenaikan harga umum secara terus-
menerus. Jadi bukan harga satu atau dua macan barang saja, melainkan kenaikan harga dari
sebagian besar barang dan jasa, dan pula bukan hanya satu atau dua kali kenaikan harga,
melainkan kenaikan haraga secara terus-menerus.
2.1.2 Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Inflasi
1) Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan barang dan jasa
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 9
2) Tuntutan kenaikan upah dari pekerja.
3) Kenaikan harga barang impor
4) Penambahan penawaran uang dengan cara mencetak uang baru
5) Kekacauan politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1998.
akibatnya angka inflasi mencapai 70%.
2.1.3 Macam-macam Inflasi
1. Berdasarkan laju pertumbuhan Indeks Harga Konsumsi (IHK) atau menurut
berdasarkan parah tidaknya inflasi terbagi atas :
1. Inflasi ringan (kurang dari 10% per tahun)
2. Inflasi sedang (antara 10-30% per tahun)
3. Inflasi berat (antara 30-100% per tahun)
4. Inflasi Hyper (antara >100% per tahun)
Pembedaan inflasi atas parah tidaknya berguna untuk melihat dampak dari inflasi
yang bersangkutan. Apabila inflasi itu ringan, biasanya justru mempunyai pengaruh yang
positif dalam arti dapat mendorong perekonomian untuk berkembang lebih baik yaitu
meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang menjadi bergairah bekerja atau ada
insentif untuk bekerja, menabung, maupun mengadakan investasi.
Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah yaitu pada saat terjadi hiperinflasi,
keadaan perekonomian menjadi kacau balau. Dan perekonomian menjadi lesu, orang banyak
tidak bersemangat, menabung, maupun mengadakan investasi dan produksi. Tabungan akan
semakin lenyap, dan digantikan dengan hoarding, yaitu menyimpan dalam bentuk barang dan
bukan uang.
Sebagai akibat keseluruhan, jumlah barang dan jasa menjadi semakin langka dalam
perekonomian, sehingga harga tidak menjadi semakin reda kenaikannya, tetati justru akan
menjadi semakin cepat, dan perekonomian menjadi semakin parah keadaannya. Nilai uang
merosot terus, dank arena itu uang semakin tidak berharga sehingga begitu diterima terus
dibelanjakan lagi. Keadaan ini akan semakin memperparah perekonomian.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 10
2.1.4 Inflasi Berdasarkan Sifatnya
1. Inflasi permintaan (demand pull inflation) adalah inflasi yang disebabkan oleh adanya
tarikan permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga mendorong harga untuk
meningkat. Tarikan permintaan ini biasanya disebabkan oleh adanya pembelanjaan
defisit atau anggaran belanja pemerintah yang deficit (deficit financing).
2. Inflasi penawaran (cost push inflation) adalah inflasi yang ditimbulkan karena
desakan kenaikan biaya produksi, terutama kenaikan biaya tenaga kerja atau upah
buruh.
2.2 Definisi Kurs ( Nilai Tukar )
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 11
Grafik Demand Pull Inflation
Kurs (exchange rate) adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, yaitu
merupakan perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut, dalam hal ini
adalah dolar amerika dengan rupiah. Perbandingan nilai inilah sering disebut dengan kurs.
Nilai tukar biasanya berubah-ubah, perubahan kurs dapat berupadepresiasi dan apresiasi.
2.2.1 Jenis – jenis Sistem Nilai Tukar
a.) Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate)
Nilai tukar mata uang suatu negara ditetapkan berdasarkan nilai dari suatu
mata uang tertentu atau nilai dari kumpulan mata uang tertentu. Biasanya yang
dijadikan patokan adalah mata uang negara yang memiliki ekonomi kuat.
b.) Sistem nilai tukar mengambang (free floating exchange rate)
Nilai mata uang ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar.
c.) Sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating exchange rate)
Nilai tukar mata uang dibiarkan sesuai dengan mekanisme pasar tetapi di
pelihara di batas batas tertentu.
Kurs valuta asing dapat di klasifikasikan ke dalam kurs jual, kurs beli, dan kurs tengah.
Selisih dari penjualan dan pembelian merupakan pendapatan bagi pedagang valuta asing
sedangkan bila ditinjau dari waktu yang di butuhkan dalam menyerahkan valuta asing setelah
transaksi kurs dapat di klasifikasikan dalam kurs spot dan kurs berjalan (forward exchange).
Semua transaksi valuta asing yang belangsung seketika atau langsung, di mana kedua
belah pihak sepakat untuk saling membayar secepatnya saat itu juga atau paling lambat dua
hari setelah transaksi di sebut kurs spot (spot exchane rate) dan kesepakatan di sebut transaksi
spot.
Beberapa kesepakatan seringkali secara khusus menetapkan lebih dari dua hari, misalnya
30 hari ,90 hari, atau 180 hari, atau bahkan beberapa tahun. Kurs yang menjadi dasar bagi
transaksi semacam ini disebut kurs berjangka (forward exchange rate).
Untuk melihat pengertian dari kurs jual dan kurs beli maka lihatlah dari sudut pandang
bank. Kurs jual adalah harga yang ditetapkan saat bank menjual mata uang asing (masyarakat
membeli uang asing). Begitu pula sebaliknya dengan kurs beli. Kurs beli adalah harga yang
di tetapkan saat bank membeli uang asing (masyarakat menjual uang asing). Kurs tengah
adalah nilai rata-rata dari kurs jual dan kurs beli. Kurs tengah lebih bersifat netral karena
merupakan rata-rata dari kurs jual dan kurs beli.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 12
Titik awal untuk memahami bagaimana kurs ditentukan merupakan ide sederhana dari
apa yang disebut sebagai hukum satu harga: Jika dua negara menghasilkan barang yang sama,
dan biaya transportasi dan hambatan perdagangan sangat rendah, harga barang seharusnya
sama di seluruh dunia, tidak peduli negara mana yang menghasilkannya. (Mishkin, 2009:
112). Hukum satu harga yang diterapkan untuk pasar internasional disebut paritas daya beli
(purchasing-power parity). Purchasing Power Parity is a method of calculating exchange rates
that attempts to value currencies at rates such that each currency will buy an equal basket of
goods. (Colander, 2004: 780). Paritas daya beli memiliki dua implikasi penting. Pertama,
karena skedul ekspor neto berbentuk datar, maka perubahan tabungan atau investasi tidak
mempengaruhi kurs riil atau kurs nominal. Kedua, karena kurs riil tetap, maka seluruh
perubahan dalam kurs nominal berasal dari perubahan tingkat harga. (Mankiw, 2007: 138).
Doktrin paritas daya-beli memberikan alasan mengapa perubahan pada kurs riil akan
terbatas. Logika yang mendasari hal ini adalah sah: semakin jauh kurs riil bergeser dari
tingkat yang diprediksi oleh paritas daya-beli, semakin besar insentif untuk individu yang
terlibat dalam arbitrase barang-barang internasional. (Mankiw, 2007: 139).
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Mata Uang Suatu Negara Terhadap
Mata Uang Negara Lain :
a.) Tingkat inflasi
Peningkatan inflasi di suatu negara negatif terhadap negara lain akan menyebabkan
biaya produksi di negara tersebut menjadi mahal sehingga mendorong impor yang
menyebabkan kebutuhan mata uang negara lain meningkat yang akhirnya menurunkan nilai
tukar mata uang di negara tersebut.
b.) Tingkat suku bunga
Peningkatan suku bunga disuatu negara relatif terhadap negara lain akan
menyebabkan capital inflow ke negara tersebut sehinggga mendorong permintaan terhadap
mata uang negara tersebut dan akan meningkatkan nilai tukar lmata uang negara tersebut
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 13
c.) Tingkat pendapatan
Peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan impor yang berarti
meningkatkan kebutuhan mata uang negara lain,sehingga akan menurunkan nilai mata uang
negara tersebut.
d.) Ekspektasi pasar
Umumnya ekspektasi pasar didasarkan atas kemungkinan perubahan tingkat suku
bunga dan kondisi ekonomi disuatu negara di masa depan.Spekulator dapat memanfaatkan
hal ini untuk mengambil posisi yang berakibat langsung pada perubahan nilai tukar.
2.3 Definisi Jumlah Uang Beredar (JUB)
Ada sejumlah ahli yang mengklaifikasikan jumlah uang beredar menjadi dua,yaitu :
1. Jumlah uang beredar dalam arti sempit atau disebut “Narrow Money” (M1), yang
terdiri dari uang kartal dan uang giral (demand deposit); dan
2. Uang beredar dalam arti luas “Broad Money” (M2),yang terdiri dari M1 ditambah
dengan deposito berjangka (time deposit).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit adalah
seluruh uang kartal dan uang giral yang ada di tangan masyarakat. Sedangkan uang kartal
milik pemerintah (Bank Indonesia) yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral
itu sendiri, tidak dikelompokkan sebagai uang kartal.
Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari M1 (uang beredar dalam
arti sempit) dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near money adalah simpanan masyarakat
pada bank umum dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang
kuasi diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk simpanan
masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai
keperluan transaksi yang dilakukan.
Dalam sistem moneter di Indonesia, uang beredar dalam arti luas ini (M2) sering
disebut dengan likuiditas perekonomian.
2.3.1 Pengendalian Jumlah Uang Beredar
Pengendalian terhadap JUB,merupakan kebijakan yang sangat esensial berkaitan
dengan perekonomian suatu negara.Pemerintah,dalam hal ini bank Indonesia (BI) dan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 14
Departemen Keuangan,merupakan “aktor” utama yang bertanggung jawab terhadap JUB di
Indonesia.Namun demikian,kebijakan pemerintah dalam mengendalikan JUB ini tidak
terlepas dari pelaku-pelaku lain dalam proses penciptaan uang beredar , yaitu :
(Boediono,1993, hal:85).
a. Bank bank umum (atau sektor perbankan),dan
b. Masyarakat umum
Jumlah uang beredar,baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas,senantiasa
mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Ia bisa membesar (ekspansif) atau mengecil
(kontraktif),hal ini tergantung dari kebutuhan perekonomian.Tujuan pengendalian uang
beredar ini tidak lain adalah untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi nasional yang sifatnya
stabil dan tidak terlampau tinggi.
JUB yang terlalu besar, seperti yang terjadi pada tahun 80-an ,yaitu ketika pemerintah
mengeluarkan kebijakan deregulasi perbankan 1983 dan ditambah dengan kebijakan
deregulasi 1988 (Pakto 1988), dampaknya juga tidak baik terhadap perekonomian jangka
panjang. Kebijakan uang longggar (easy money) ketika itu, telah mengakibatkan aktivitas
ekonomi yang terlampau tinggi (overheated),yang cenderung mendorong laju inflasi. Untuk
mengurangi JUB ketuka itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dikenal dengan
“gebrakan Sumarlin”. Dalam rangka absorpsirupiah tersebut oleh Bank Indonesia,pemerintah
menaikan tingkat suku bunga deposito sampai 24% per tahun. Dan memang hal ini terbukti
ampuh dalam mengurangi JUB.
2.3.2 Faktor faktor yang Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar
Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa dasar terciptanya uang beredar adalah
karena adanya uang inti atau uang primer. Dengan demikian, besarnya uang beredar ini
sangat dipengaruhi oleh besarnya uang inti yang tersedia.Sedangkan besarnya uang inti ini
dipengaruhi oleh empat faktor ,yaitu : (Boediono,1993,hal:97).
1. Keadaan neraca pembayaran (surplus atau defiait);
Apabila neraca pembayaran mengalami surplus,berarti ada devisa yang masuk ke
dalam negara,hal ini berarti ada penambahan uang beredar. Demikian pula sebaliknya, jika
neraca pembayaran mengalami defisit,berarti ada pengurangan terhadap devisa negara.Hal ini
berarti ada pengangguran terhadap jumlah uang beredar.
2. Keadaan APBN (surplus atau defisit)
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 15
Apabila pemerintah mengalami defisit dalam APBN, maka pemerintah dapat
mencetak uang baru. Hal ini berarti ada penambahan dalam jumlah uang beredar. Demikian
sebaliknya, jika APBN negara mengalami surplus, maka sebagian uang beredar masuk ke
dalam kas negara. Sehingga jumlah uang beredar semakin kecil.
3. Perubahan kredit langsung Bank Indonesia
Sebagai penguasa moneter, Bank Indonesia tidak saja dapat memberikan kredit
kepada bank-bank umum, tetapi BI juga dapat memberikan kredit langsung kepada lembaga-
lembaga pemerintah yang lain seperti Pertamina, dan badan usaha milik negara (BUMN)
lainnya. Perubahan besarnya kredit langsung ini akan berpengaruh terhadap besar kecilnya
jumlah uang beredar.
4. Perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia.
Sebagai banker’s bank, BI dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank
umum. Sebagai contoh, ketika terjadi krisis ekonomi sejak tahun 1997 lalu, BI memberikan
kredit likuiditas dalam rangka mengatasi krisis likuiditas bank-bank umum, yang jumlahnya
mencapai ratusan trilyun rupiah. Hal ini berdampak pada melonjaknya jumlah uang beredar.
Di samping itu, adanya pinjaman luar negeri, kebijakan tarif pajak, juga dapat
mempengaruhi besar kecilnya jumlah uang beredar.
2.3.3 Berbagai Kebijakan Pemerintah dalam Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar
Secara garis besar terdapat dua jenis kebijakan yang dilakukan pemerintah (Bank
Indonesia dan Departemen Keuangan) dalam mengendalikan jumlah uang beredar, yaitu:
a. kebijakan moneter; dan
b. fiskal.
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yang
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Kebijakan moneter kuantitatif , yang meliputi:
a.) Poltik Pasar Terbuka
BI mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara jual beli surat-surat berharga. BI
mempunyai instrumen yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Apabila jumlah uang beredar
dalam masyarakat terlalu besar, maka BI dapat menjual SBI kepada masyarakat (bank-bank
umum). Apabila bank umum membeli SBI artinya ada uang yang tersedot ke pemerintah
(BI), yang berarti jumlah uang beredar berkurang.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 16
b.) Politk Diskonto dan bunga pinjaman.
BI dapat membeli surat-surat berharga bank-bank umum yang tingkat likuiditasnya
tinggi, dengan tingkat diskonto yang telah ditetapkan oleh BI. BI juga bisa memberikan
pinjaman kepada bank-bank umum, yang artinya terjadi penambahan jumlah uang beredar.
BI dapat juga menaikkan bunga pinjaman kepada bank-bank umum, maka bank umum akan
mengurangi jumlah pinjamannya dari bank Indonesia.
c.) Politik merubah cadangan minimal bank-bank umum pada BI
Setiap bank umum wajib mempunyai cadangan di BI dan jumlahnya ditetapkan oleh
BI. Istilahnya adalah reserve requirement. Apabila Bank Indonesia menaikkan tingkat
cadangan minimal bank-bank umum, katakanlah dari 10% menjadi 15%, maka hal ini akan
mengurangi jumlah uang beredar, karena semakin besarnya modal bank-bank umum yang
harus disimpan di BI.
2. Kebijakan moneter kualitatif, yang meliputi:
a.) Pengawasan pinjaman secara selektif
Bank sentral mengawasi pinjaman dan investasi yang dilakukan oleh bank-bank
umum, agar bank-bank umum selektif dalam memberikan kredit kepada debitur.
b.) Pembujukan moral
Bank sentral mengadakan pertemuan langsung dengan pimpinan bank-bank umum
untuk meminta langkah-langkah tertentu dalam rangka membantu kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah. Melalui pembujukan moral ini, bak\nk sentral
dapat meminta bank-bank umum untuk menambah atau mengurangi pinjaman di semua
sektor atau hanya di sektor-sektor tertentu saja. Ataupun membuat perubahan-perubahan
tingkat bunga yang mereka tetapkan.
·
Kebijakan Fiskal (Pajak)
Kebijakan ini juga dapat mempengaruhi jumlah uang beredar, yaitu melalui pajak.
Apabila pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan, memperluas objek pajak, berarti
akan lebih banyak uang yang tersedot ke pemerintah. Dalam hal ini berarti jumlah uang
beredar menjadi berkurang. Demikian pula misalnya ketika pemerintah menaikkan pajak
kendaraan bermotor pada tahun 1999 sebesar kurang lebih 100%, hal ini berarti terjadi
penyerapan (absorbsi) uang yang beredar.
2.4 Definisi Produk Domestik Bruto ( PDB )
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 17
PDB diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan
ekonomi suatu negara. Perhitungan pendapatan nasional ini mempunyai ukuran makro utama
tentang kondisi suatu negara. Pada umumnya perbandingan kondisi antar negara dapat dilihat
dari pendapatan nasionalnya sebagai gambaran, Bank Dunia menentukan apakah suatu negara
berada dalam kelompok negara maju atau berkembang melalui pengelompokan besarnya
PDB, dan PDB suatu negara sama dengan total pengeluaran atas barang dan jasa dalam
perekonomian (Herlambang,2001).
Menurut Samuelson (2002), PDB adalah jumlah output total yang dihasilkan dalam
batas wilayah suatu negara dalam satu tahun. PDB mengukur nilai barang dan jasa yang di
produksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu periode
waktu tertentu. Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya
tidak dimasukkan ke dalam PDB. Sebagai gambaran PDB Indonesia baik oleh warga negara
Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA) yang ada di Indonesia tetapi tidak
diikuti sertakan produk WNI di luar negeri (Herlambang, 2001). Sukirno (2002)
mendefinisikan PDB sebagai nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksi oleh
faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan warga negara asing. Sedangkan
Wijaya (1997) menyatakan bahwa PDB adalah nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua
barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam suatu periode
waktu tertentu biasanya satu tahun. Secara umum PDB dapat diartikan sebagai nilai akhir
barang-barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara selama periode tertentu
(biasanya satu tahun).
2.4.1 PDB Atas Harga Berlaku dan Harga Konstan
Pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan dua harga yang telah ditetapkan pasar.
1) PDB Harga Berlaku. Pendapatan nasional pada harga berlaku adalah nilai barang-barang
dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu menurut/berdasarkan harga
yang berlaku pada periode tersebut.
2) PDB Harga Konstan. Pendapatan nasional pada harga konstan adalah nilai barang-
barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu, berdasarkan harga
yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang dipakai dasar untuk dipergunakan seterusnya
dalam menilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan pada periode/tahun berikutnya.
Pendapatan nasional pada harga konstan = Pendapatan Nasional riil. Menurut
Mulyono dalam Hanton (2002),
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 18
2.4.2 Cara Menghitung Produk Domestik Bruto (PDB)
Menurut McEachern (2000:147) PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan,
yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan.
Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:
PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor – impor.
Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pendapatan adalah:
PDB = sewa + upah + bunga + laba
Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah
untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.
Menurut McEachern (2000:149) untuk memahami pendekatan pengeluaran pada
GDP, kita membagi pengeluaran agregat menjadi empat komponen, konsumsi, investasi,
pembelian pemerintah, dan ekspor netto.
1.) Konsumsi, atau secara lebih spesifik pengeluaran konsumsi perorangan, adalah
pembelian barang dan jasa akhir oleh rumah tangga selama satu tahun. Contohnya : dry
cleaning, potong rambut, perjalanan udara, dsb.
2.) Investasi, atau secara lebih spesifik investasi domestik swasta bruto, adalah belanja pada
barang kapital baru dan tambahan untuk persediaan.
Contohnya : bangunan dan mesin baru yang dibeli perusahaan untuk menghasilkan
barang dan jasa.
3.) Pembelian pemerintah, atau secara lebih spesifik konsumsi dan investasi bruto
pemerintah, mencakup semua belanja semua tingkat pemerintahan pada barang dan jasa,
dari pembersihan jalan sampai pembersihan ruang pengadilan, dari buku perpustakaan
sampai upah petugas perpustakaan. Di dalam pembelian pemerintah ini tidak mencakup
keamanan sosial, bantuan kesejahteraan, dan asuransi pengangguran. Karena
pembayaran tersebut mencerminkan bantuan pemerintah kepada penerimanya dan tidak
mencerminkan pembelian pemerintah.
4.) Ekspor netto, sama dengan nilai ekspor barang dan jasa suatu negara dikurangi dengan
impor barang dan jasa negara tersebut. Ekspor netto tidak hanya meliputi nilai
perdagangan barang tetapi juga jasa.
Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh positif terhadap inflasi seperti yang telah
dijelaskan penyebab inflasi dari sisi tarikan permintaan (demand pull inflation). Kenaikan
permintaan agregat (Agregat Demand/AD) yang tidak diimbangi dari sisi penawaran agregat
(Agregat Supply/AS) akan menimbulkan celah inflasi atau inflationary gap yang merupakan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 19
sumber dari inflasi. Menurut Teori Keynesian kenaikan PDB pada sisi pengeluaran akan
meningkatkan permintaan efektif masyarakat. Bila jumlah permintaan efektif terhadap
komoditas meningkat, pada tingkat harga berlaku, melebihi jumlah maksimum dari barang-
barang yang bisa dihasilkan oleh masyarakat, maka inflationary gap akan timbul dan
menimbulkan masalah inflasi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Sumber dan Jenis Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Jenis sumber
data ini adalah data sekunder yang diperoleh dari pihak lain atau secara tidak langsung. Data
sekunder yang diambil berbentuk data dokumentasi dan data laporan yang telah tersedia.
Adapun data yang digunakan adalah data inflasi, kurs, jumlah uang beredar dan PDB di
Indonesia periode 1993 – 2012 yang berupa data time series.
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel.
Variabel penelitian adalah suatu ukuran yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini
menggunakan variabel dependen inflasi. Adapun variabel independen dalam penelitian ini
adalah kurs, jumlah uang beredar dan PDB.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 20
a. Inflasi adalah suatu keadaan di mana terdapat kenaikan harga umum secara terus-
menerus. Jadi bukan harga satu atau dua macan barang saja, melainkan kenaikan
harga dari sebagian besar barang dan jasa, dan pula bukan hanya satu atau dua kali
kenaikan harga, melainkan kenaikan haraga secara terus-menerus.
b. Nilai tukar suatu mata uang adalah harga mata uang suatu negara terhadap negara
asing lainya, misalnya harga dari satu dollar Amerika saat ini Rp9.900,00 atau harga
satu dollar Hongkong (HKD) adalah Rp1.500,00 dan seterusnya
c. Jumlah Kurs (exchange rate) adalah pertukaran antara dua mata uang yang
berbeda,yaitu merupakan perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang
tersebut,dalam hal ini adalah dolar amerika dengan rupiah.Perbandingan nilai inilah
sering disebut dengan kurs.Nilai kurs biasanya berubah ubah,perubahan kurs dapat
berupa depresiasi dan apresiasi.
d. PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di
dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun
3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalan metode dokumentasi. Data
dokumentasi merupakan data yang berupa catatan, transkip, buku-buku, jurnal, dan literatur-
literatur yang terkait dengan penelitian. Data-data tersebut adalah:
1. Data inflasi di Indonesia Periode 1993 – 2012.
2. Data kurs rupiah terhadap U$$ Periode 1993 – 2012.
3. Data jumlah uang beredar di Indonesia Periode 1993 – 2012.
4. Data Produk domestik bruto berdasarkan harga konstan (Tahun Dasar 2000)
di Indonesia Periode 1993 – 2012.
3.4. Metode Analisis Data
Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan model Regresi linier berganda
dengan menggunakan software SPSS Statistic 20.0 untuk pengolahan data. Analisis yang
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 21
digunakan adalah analisis estimasi model ekonometrika dan statistika beserta analisis
ekonominya dilakukan melalui uji t berdasarkan output regresi. Adapun model ekonometrika
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
ln inflasi = β0 + β1 ln kurs + β2 ln JUB+ β3 ln PDB
dimana : ln inflasi = Tingkat inflasi
β0 = Konstanta
β1, β2, β3 = Koefisien regresi
ln kurs = Nilai tukar rupiah terhadap U$$
ln JUB = Jumlah uang beredar
ln PDB = Produk domestik bruto
BAB IV
PEMBAHASAN
Analisis Regresi Linear Berganda dengan Menggunakan Semi-Log
Penelitian ini menggunakan metode regresi linier berganda dengan semi log yang
menggunakan alat bantu SPSS 20. Teknik analisis data ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh Produk Domestik Bruto, nilai tukar dan jumlah uang beredar terhadap tingkat
inflasi di Indonesia periode 1993-2012. Tabel berikut menunjukkan rangkuman hasil output
SPSS 20.
Rangkuman Hasil Regresi Linier Berganda dengan Semi-Log Coeficcientsa
Model UnstandardizedCoeficcients StandardizedCoeficcients t Sig.
B Std.Errors Beta
(Constant) -6,329 6,627 -,955 ,354
LnPDB ,646 ,541 ,321 1,193 ,250
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 22
LnNilai
Tukar
,462 ,152 ,650 3,043 ,008
LnJUB -,509 ,112 -1,276 -4,532 ,000
Melalui tabel maka dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut:
Inflasi = -6,329 + 0,646LnPDB+ 0,462LnNilai Tukar – 0,509LnJUB
ȇ = ( 6,627 ) (0,541) ( 0,112)
t = (-0,955) (3,043) (-4,532)
sig = ( 0,250) (0,008) ( 0,000)
F = 8,911
Sig = 0,001
R2 = 0,626
Adjusted R Square = 0,555
Analisis Uji Signifikansi Secara Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi variabel bebas secara simultan
atau serempak terhadap variabel terikat. Hasil uji signifikansi secara simultan didapatkan
nilai 0,001. Tingkat signifikansi 0,001<0,005 menunjukkan bahwa PDB, nilai tukar dan
Jumlah Uang Beredar mempengaruhi tingkat inflasi secara simultan.
Analisis Uji Signifikansi Secara Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi PDB, nilai tukar dan Jumlah
Uang Beredar secara parsial terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
a. Pengujian Pengaruh Produk Domestik Bruto Terhadap Inflasi di Indonesia
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 23
Berdasarkan perhitungan diperoleh tingkat signifikansi sebesar 0,250. Karena
0,250>0,005 maka Produk Domestik Bruto tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
inflasi di Indonesia periode 1993-2012.
b. Pengujian Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia
Berdasarkan perhitungan diperoleh tingkat signifikansi untuk variable nilai tukar
adalah sebesar 0,008. Dikarenakan tingkat signifikansi sebesar 0,008<0,005 maka nilai tukar
berpengaruh secara signifikan. 2 sebesar 0,462 berarti ketika nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat naik sebesar seribu rupiah, maka inflasi akan naik sebesar 0,462
persen.
c. PengujianPengaruhJumlahUangBeredarTerhadap Tingkat Inflasi Di Indonesia
Berdasarkan perhitungan diperoleh tingkat signifikansi sebesar 0,000, namun
koefisien regresi jumlah uang (β3) yang diperoleh beredar sebesar -0,509 hal ini berarti β3< 0
dimana tidak ada pengaruh signifikan secara parsial antara jumlah uang beredar dengan
tingkat inflasi di Indonesia selama periode penelitian, yaitu periode tahun 1993-2012.
Analisis Standardized Coefficients Beta
Pengaruh dominan dari varibel- variable bebas terhadap variable terikat dapat
ditentukan dengan menganalisis koefisien beta yang telah distandarisasi. Berdasarkan
perhitungan diperoleh nilai StandardizedCoefficients Beta untuk PDB sebesar 0,321, nilai
tukar sebesar 0,650, JUB sebesar -1,276. Hal ini berarti bahwa variabel nilai tukar yang
berpengaruh paling dominan karena dengan nilai koefisien beta tertinggi.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 24
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Variabel Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat dan jumlah uang beredar berpengaruh signifikan secara simultan terhadap tingkat
inflasi di Indonesia periode 1993-2012. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa
variabel Produk Domestik Bruto (PDB) dan jumlah uang beredar tidak berpengaruh
sedangkan nilai tukar secara parsial berpengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat
inflasi di Indonesia untuk periode 1993 - 2012. Variabel nilai tukar diketahui sebagai variabel
yang berpengaruh paling dominan terhadap tingkat inflasi di Indonesia periode 1993 - 2012
jika dibandingkan dengan variabel Produk Domestik Bruto (PDB) dan jumlah uang beredar.
5.2 Saran
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 25
Meskipun pada penelitian ini ditemukan bahwa Produk Domestik Bruto tidak
berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Indonesia periode tahun 1993-2012, namun
pemerintah tetap perlu mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto melalui
pengembangan sektor-sektor ekonomi, terutama sektor-sektor yang belum dikelola secara
optimal. Pemerintah harus lebih jeli lagi melihat potensi sektor-sektor ekonomi yang dapat
dimanfaatkan di tiap-tiap provinsi di Indonesia, agar tiap –tiap provinsi dapat memberikan
konstribusi yang maksimal terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto.Sehingga melalui
pertumbuhan Produk Domestik Bruto dapat diperoleh tingkat inflasi yang stabil dan sesuai
dengan tingkat yang telah ditargetkan.Pemerintah melalui Otoritas Moneter harus mampu
menjaga kestabilan cadangan devisa negara demi menjaga stabilitas nilai tukar mata uang,
mengingat nilai tukar terbukti merupakan salah satu variabel yang berpengaruh terhadap
tingkat inflasi.Jumlah uang beredar pada periode penelitian ini tidak berpengaruh terhadap
tingkat inflasi, namunpemerintah sebaiknya tetap memperhatikan dan mengawasi peredaran
uang untuk dapat mengatasi fluktuasi naik turunnya tingkat inflasi.
DAFTAR PUSTAKA
Andrianus, Fery & Niko, Amelia. (2006). “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi
di Indonesia Periode 1997:7-2005:2”Junal ekonomi Pembangunan Vol.111 No.2
Gujarati, Damodar.(1999).Ekometrika Dasar.Penerbit Erlangga: Jakarta.
Nopirin, 1986. ”Ekonomi Moneter jilid I dan II”, Jogjakarta : BPFE UGM
Nugroho, Primawan Wisda dan Maruto Umar Basuki, 2012. Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Periode 2000.1-2011.4. Diponegoro Journal of
Economics. 1(1), pp:1-10.
Sarinastiti, Yuliati. 2011. Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Kurs, dan Produk
Domestik Bruto Terhadap Inflasi di Indonesia tahun 1967-2010 Pendekatan Error
Correction Model. Skripsi. Semarang. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 26
Fakultas Ekonomika dan Bisnis | Ekonomi Moneter II 27