MAKALAH
PERBANDINGAN KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN LEMBAGA LEGISLATIF DAN YUDIKATIF SEBELUM DAN
SESUDAH AMANDEMEN UUD
Di buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Perbandingan HTN
NUGROHO ARIWIBOWO
032087163
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA)
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hukum tata negara pada umumnya dipahami sebagai bidang ilmu hukum tersendiri yang
membahas mengenai struktur ketatanegaraan dalam keadaan diam atau statis, mekanisme
hubungan antara kelembagaan negara, dan hubungan antara negara dengan warga negara.
Dalam studi Hukum Tata Negara itu juga dikenal cabang ilmu khusus yang melakukan
perbandingan antar berbagai konstitusi, yaitu Hukum Tata Negara Perbandingan atau Ilmu
Perbandingan Hukum Tata Negara. Secara umum, bidang ilmu hukum ini bertujuan untuk
membandingkan dua atau lebih konstitusi-konstitusi berbagai negara guna menemukan
prinsip-prinsip pokok hukum tata Negara.
Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara juga berfungsi untuk membandingkan suatu
konstitusi dengan konstitusi lain untuk mendalami lebih mendalam konstitusi yang telah
ditelaah. Ini menjadi hal menarik karena di Indonesia sendiri telah terjadi beberapa kali
pergantian konstitusi mulai dari UUD 1945, UUD / Konstitusi RIS, UUDS 1950, dan terakhir
UUD 1945 yang telah diamandemen yang selanjutnya kita sebut sebagai UUD Negara
Republik Indonesia 1945. Dari perubahan – perubahan konstitusi yang pernah berlaku di
Indonesia tersebut, tentu berpengaruh pula pada sistem pemerintahan, kedudukan dan
kewenangan lembaga negara, serta hubungan diantara lembaga negara tersebut.
Lembaga negara adalah lembaga pemerintahan (Civilazated Organisation) yang dibuat
oleh, dari, dan untuk negara. Lembaga negara bertujuan untuk membangun negara itu sendiri.
Secara umum tugas lembaga negara antara lain menjaga stabilitas keamanan, politik, hukum,
HAM, dan budaya, menjadi bahan penghubung antara negara dan rakyatnya, serta yang
paling penting adalah membantu menjalankan roda pemerintahan Dari penjelasan tersebut
dapat dikatakan bahwa kedudukan dan kewenangan lembaga negara sangat berpengaruh pada
sistem pemerintahan dan konstitusi yang berlaku. Hal inilah yang melatar belakangi penulis
untuk melakukan suatu perbandingan mengenai lembaga legislatif dan yudikatif terkait
dengan konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia. Perbandingan yang dimaksud disini
hanya mencakup 2 konstitusi secara umum, yaitu UUD 1945 dan UUD Negara Republik
Indonesia 1945 (setelah amandemen). Hal ini dimaksudkan untuk memberikan penekanan
pada hasil amandemen serta seberapa besar perubahan konstitusi tersebut mempengaruhi
kedudukan dan kewenangan lembaga legislatif dan yudikatif di Indonesia.
BAB II
PERMASALAHAN
Seperti yang telah dikemukakan dalam halaman latar belakang, ada beberapa masalah
yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana kedudukan dan kewenangan lembaga legislatif sebelum amandemen UUD 1945?
2. Bagaimana perubahan kewenangan lembaga – lembaga legislatif sesudah amandemen UUD
1945 dan perbandingannya dengan UUD 1945 (sebelum amandemen.)?
3. Bagaimana kedudukan dan kewenangan lembaga yudikatif sebelum amandemen UUD 1945?
4. Bagaimana perbandingan kedudukan dan kewenangan lembaga yudikatif terutama setelah
dilakukannya amandemen UUD 1945?
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kedudukan dan Kewenangan Lembaga Legislatif Sebelum Amandemen UUD 1945
Sebelum membahas mengenai kedudukan lembaga legislatif, ada baiknya diketahui
terlebih dahulu pengertian lembaga legislatif serta lembaga apa saja yang dapat dikatakan
sebagai lembaga legislatif terutama yang tercantum dalam konstitusi negara Republik Indonesia.
Menurut kamus Wikipedia yang penulis akses pada tanggal 24 Oktober 2009, Lembaga legislatif
adalah badan deliberatif pemerintah dengan kuasa untuk membuat hukum yang dalam hal ini
disebut dengan peraturan perundang – undangan, menaikkan pajak, menerapkan budget
(anggaran) pengeluaran keuangan lainnya. Legislatif dikenal dengan beberapa nama, yakni
parlemen, kongres dan asembli nasional. Dalam system parlemen, legislatif sebagai badan
tertinggi dan menunjuk eksekutif. Sedangkan dalam system presidensiil, legislatif sebagai
cabang pemerintahan yang sama dan bebas dari eksekutif.
Kedudukan lembaga legislatif sebelum amandemen UUD 1945
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam susunan ketatanegaraan Republik Indonesia
pernah dikenal istilah lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara. Yang dimaksud
lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara adalah lembaga tertinggi negara dan
lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 (Daliyo, 1992 : 56). Lembaga yang disebut sebagai
lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara dalam UUD 1945 adalah :
1. Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Presiden
3. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
4. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6. Mahkamah Agung (MA)
Dari keenam lembaga negara tersebut, MPR merupakan lembaga tertinggi negara. MPR
mendistribusikan kekuasaannya kepada lima lembaga yang lain yang kedudukannya sejajar,
yakni sebagai lembaga tinggi negara. Dalam susunan ketatanegaraan RI pada waktu itu, yang
berperan sebagai lembaga legislatif adalah MPR dan DPR.
Kewenangan lembaga legislatif sebelum UUD 1945
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Sebelum amandemen UUD 1945, susunan anggota MPR terdiri dari anggota – anggota
DPR ditambah utusan daerah, golongan politik, dan golongan karya (Pasal 1 ayat 1 UU No. 16
Tahun 1969). Terkait dengan kedudukannya sebagai Lembaga Tertinggi Negara, MPR diberi
kekuasaan tak terbatas (super power) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang
berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Keanggotaan DPR sebagai lembaga tinggi negara terdiri dari golongan politik dan
golongan karya yang pengisiannya melalui pemilihan dan pengangkatan. Wewenang DPR
menurut UUD 1945 adalah :
1. Bersama presiden membentuk UU (Pasal 5 ayat 1 jo Pasal 20 ayat (1)) dengan kata lain bahwa
DPR berwenang untuk memberikan persetujuan RUU yang diajukan presiden disamping
mengajukan sendiri RUU tersebut. (Pasal 21 UUD 1945)
2. Bersama presiden menetapkan APBN (Pasal 23 ayat (1))
3. Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban
presiden.
Kedudukan dan Kewenangan Lembaga legislatif Sesudah Amandemen UUD 1945.
Perubahan Kedudukan dan Kewenangan lembaga legislatif pasca amandemen UUD 1945
Setelah adanya amandemen ke IV UUD 1945, (yang selanjutnya akan disebut UUD NRI 1945),
terdapat suatu perubahan yang cukup mendasar baik dalam sistem ketatanegaraan maupun
kelembagaan negara di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari dihapuskannya kedudukan MPR
sebagai lembaga tertinggi negara serta adanya beberapa lembaga negara baru yang dibentuk,
yaitu Dewan Perwakilan Daerah dan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, kedudukan seluruh
lembaga negara adalah sejajar sebagai lembaga tinggi negara. Adapun lembaga – lembaga yang
tercantum sebagai lembaga tinggi negara menurut UUD NRI 1945 adalah :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
4. Presiden
5. Mahkamah Agung (MA)
6. Mahkamah Konstitusi (MK)
7. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Adanya amandemen terhadap UUD 1945 telah menciptakan suatu sistem konstitusional
yang berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi
oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing. Selain itu penyempurnaan pada sisi
kedudukan dan kewenangan masing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan
negara demokrasi modern, yaitu salah satunya menegaskan sistem pemerintahan presidensial
dengan tetap mengambil unsur – unsur pemerintahan parlementer sebagai upaya untuk menutupi
kekurangan system pemerintahan presidensial.
Dalam hal kewenangan lembaga negara, UUD NRI 1945 menekankan adanya beberapa
perubahan pada kewenangan lembaga legislatif yaitu :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Hal yang paling menonjol mengenai MPR setelah adanya amandemen UUD adalah
dihilangkannya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Selain itu, perubahan –
perubahan yang terjadi di lembaga MPR baik mengenai susunan, kedudukan, tugas maupun
wewenangnya adalah :
a. MPR tidak lagi menetapkan GBHN
b. MPR tidak lagi mengangkat presiden. Hal ini dikarenakan presiden dipilih secara
langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. (Pasal 6A ayat (1) UUD NRI 1945). MPR
hanya bertugas untuk melantik presiden terpilih sesuai dengan hasil pemilu. (Pasal 3 ayat
2 Perubahan III UUD 1945).
c. Susunan keanggotaan MPR mengalami perubahan yaitu terdiri dari anggota DPR dan
DPD yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
d. MPR tetap berwenang mengubah dan menetapkan UUD (Pasal 3 ayat (1) UUD NRI
1945)
e. Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan atau/Wakil
Presiden dalam masa jabatannya, apabila atas usul DPR yang berpendapat bahwa
Presiden/Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden.
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Adanya amandemen terhadap UUD 1945, sangat mempengaruhi posisi dan kewenangan
DPR sebagai lembaga legislatif. Salah satunya adalah diberikannya kekuasaan kepada DPR
untuk membentuk UU, yang sebelumnya dipegang oleh presiden dan DPR hanya berhak
memberi persetujuaan saja. Perubahan ini juga mempengaruhi hubungan antara DPR sebagai
lembaga legislatif dan presiden sebagai lembaga eksekutif, yaitu dalam proses serta mekanisme
pembentukan UU. Selain itu, amandemen UUD 1945 juga mempertegas fungsi DPR, yaitu:
fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar
lembaga negara. (Pasal 20 A ayat (1) UUD NRI 1945)
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Sebagai lembaga negara yang baru dibentuk setelah amandemen UUD, DPD dibentuk
dengan tujuan untuk mengakomodasi kepentingan daerah sebagai wujud keterwakilan daerah
ditingkat nasional. Hal ini juga merupakan tindak lanjut peniadaan utusan daerah dan utusan
golongan sebagai anggota MPR. Sama halnya seperti anggota DPR, anggota DPD juga dipilih
secara langsung oleh rakyat melalui pemilu. (Pasal 22 C ayat (1) UUD NRI 1945). DPD
mempunyai kewenangan untuk mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
(Pasal 22 D ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945)
3.2 Kedudukan dan kewenangan lembaga yudikatif sebelum dan sesudah amandemen
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, dikenal beberapa istilah kelembagaan yaitu
lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Bahkan, dulu sebelum adanya amandemen UUD
dikenal pula istilah lembaga tertingi negara dan lembaga tinggi negara. Semua lembaga tersebut
memiliki tugas dan wewenang masing – masing yang diatur dalam konstitusi kita yaitu UUD
1945.
Pada pembahasan kali ini, hanya akan dibahas mengenai lembaga yudikatif. Meskipun
demikian, Karena berbicara mengenai kedudukan, maka paling tidak akan disinggung pula
mengenai lembaga – lembaga lain yang memiliki keterkaitan dan hubungan dengan lembaga
yudikatif. Jadi secara umum yang perlu dibahas mengenai lembaga yudikatif baik sebelum
maupun sesudah amandemen adalah kedudukan, kewenangan, serta lembaga apa saja yang
termasuk dalam lembaga yudikatif.
Seperti telah dikemukakan di atas, sebelum adanya amandemen UUD 1945, sistem
kelembagaan ketatanegaraan kita mengenal istilah lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi
negara. Yang dimaksud lembaga tertinggi negara adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), dan yang termasuk sebagai lembaga tinggi negara adalah :
1. Presiden
2. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
5. Mahkamah Agung (MA)
Berdasarkan kedudukan lembaga tersebut, maka Mahkamah Agung sebagai satu –
satunya lembaga tinggi yudikatif, termasuk dalam lembaga tinggi negara.
Sebagai lembaga tinggi negara, tugas dan kewenangan Mahkamah Agung sebagai
lembaga yudikatif sebelum amandemen UUD 1945 diatur dalam Pasal 24 UUD 1945.
Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara yang merupakan lembaga peradilan tertinggi di
Indonesia. Oleh karena itu MA bertugas mengawasi kegiatan – kegiatan lembaga peradilan lain
yang berada di bawahnya. Tugas MA tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD
1945 yang menetukan bahwa “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan lain – lain badan kehakiman menurut undang – Undang.”
Mahkamah Agung dan badan – badan kehakiman lain bertugas menegakkan tertib hukum
yang sudah digariskan oleh rakyat melalui wakil – wakilnya. Maka dalam menjalankan tugasnya,
lembaga – lembga tersebut bebas dari pengaruh lembaga – lembaga lain (termasuk pemerintah).
Dibebaskannya lembaga – lembaga penegak hukum tersebut dari pengaruh lembaga atau
kekuasaan lain adalah untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan tugasnya. Dengan
demikian diharapkan agar keputusan yang diambil melalui proses peradilan adalah keputusan
yang adil bagi semua pihak.
Kedudukan dan kewenangan lembaga yudikatif sesudah adanya amandemen UUD 1945.
Setelah adanya amandemen UUD 1945 terjadi banyak perubahan dalam sistem
ketatanegaraan di Indonesia. Hal yang paling menonjol adalah dihapuskannya kedudukan MPR
sebagai lembaga tertinggi negara serta adanya beberapa lembaga negara baru yang dibentuk,
yaitu Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Adapun lembaga –
lembaga yang tercantum sebagai lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 yang telah
diamandemen adalah :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Presiden
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
4. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6. Mahkamah Agung (MA)
7. Mahkamah Konstitusi (MK)
8. Komisi Yudisial (KY)
Kedelapan lembaga negara tersebut merupakan lembaga negara yang kedudukannya
sejajar satu sama lain. Dua lembaga yang baru dibentuk yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi
Yudisial merupakan lembaga yang masuk dalam lingkup lembaga yudikatif. Ini menandakan
bahwa amandemen UUD 1945 memberikan pengaruh besar dalam sistem kelembagaan
ketatanegaraan di Indonesia khususnya terhadap lembaga yudikatif. Selain itu, perubahan yang
dimaksud dan diamanatkan oleh amandemen UUD 1945 juga terjadi pada kewenangan
Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia.
Terkait dengan kewenangan lembaga tinggi negara khususnya lembaga yudikatif, ada
beberapa perubahan pada kewenangan lembaga negara UUD 1945 yang telah di amandemen
yaitu :
1. Mahkamah Agung (MA)
Menurut Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemen, Mahkamah Agung adalah
lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang
menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini diimplementasikan
dengan kewenangan untuk mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang. (Pasal
24 A ayat (1) Perubahan ke III UUD 1945). Selain itu, menurut Pasal 24 ayat (2) UUD 1945
yang telah diamandemen terdapat beberapa badan peradilan yang berada dibawah lingkup
Mahkamah Agung meliputi :
1. Peradilan umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
2. Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah konstitusi merupakan lembaga negara yang dibentuk setelah adanya amandemen
UUD 1945. Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of
the constitution). (Saiz, 2007) Tugas dan wewenang MK diatur dalam pasal 24 C ayat (1) dan (2)
UUD NRI 1945 yaitu :
a. Menguji UU terhadap UUD
b. Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara.
c. Memutus pembubaran partai politikmemutus sengketa hasil pemilu
d. Memberi putusan atas pendapat DPR mengenai pelanggaran oleh presiden dan / atau
Wakil presiden menurut UUD
Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung,
DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3
cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
2. Komisi Yudisial
Komisi yudisial yang lahir melalui amandemen ketiga UUD 1945 Pasal 24B, merupakan
lembaga negara yang mandiri serta mempunyai kewenangan untuk mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan wewenang lainnya dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan
keluhuran martabat serta perilaku hakim. Walalupun komisi yudisial bukanlah penyelenggara
kekuasaan kehakiman, namun KY memiliki peranan yang sangat penting dalam mewujudkan
kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari campur tangan penguasa.
Beberapa ketentuan yang menjadi dasar hukum Komisi Yudisial adalah :
1. Pasal 24A ayat (3) UUD 1945 yang telah diamandemen :
Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan
dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
2. Pasal 24B UUD 1945 :
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang mempunyai kewenangan untuk mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan wewenang lainnya dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim
3. UU No. 4 Tahun 2004 :
Pasal 34 ayat (1) : Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim agung
dilakukan oleh Komisi yudisial yang diatur dengan Undang – Undang.
Pasal 34 ayat (3) : Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim
agung dan hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dalam Udang –
Undang.
Berdasarkan dasar hukum tersebut, maka kewenangan Komisi Yudisial meliputi :
1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung.
2. Menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim.
3. Memberi penghargaan kepada hakim yang berprestasi
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Komisi Yudisial Indonesia. 2007, Booklet Komisi Yudisial Indonesia, Jakarta.
Komisi Yudisial Indonesia. 2007, Buku Saku Komisi Yudisial Indonesia, Jakarta.
Prodjohamidjojo, Martiman. 1984, Kekuasaan Kehakiman dan Wewenang untuk Mengadili,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan Perubahannya, Penabur Ilmu, Jakarta.
Konstitusi dan konstitusionalisme Indonesia 2010, Sinar Grafika, Jakarta.
Abdy Yuhana, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Bandung,
Fokusmedia, 2007