PRESENTASI KASUS
VERTIGO PERIFER
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Syaraf
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Diajukan kepada Yth:
dr. Ardiansyah Sp. S
Diajukan oleh:
Zheila Ayu C.
20100310188
BAGIAN ILMU SYARAF
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi Kasus
Vertigo Perifer
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Syaraf
di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh :
Pagela Pascarella R, S.ked
20100310166
Mengetahui
Dosen Penguji Klinik
dr. Ardiansyah Sp. S
BAB I
1. IDENTITAS
Nama : Ny. JW
Usia : 63 tahun
Alamat : Notoyudan, GT 1/ 194, Pringgokusuman, Gedongtengen,
Yogyakarta
2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Pusing berputar
b. Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang wanita usia 63 tahun datang ke Poli Saraf
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan keluhan pusing berputar. Keluhan ini
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Pusing berputar dirasakan tiba – tiba, tetapi tidak
dirasakan terus – menerus. Kira – kira dalam 1 bulan ini pasien mengeluh pusing
berputar sebanyak 4 kali. Sekali serangan berlangsung kurang lebih selama 1 jam.
Pasien juga mengatakan saat serangan sering merasa ingin terjatuh apabila melihat ke
atas, mual, rasa ingin muntah, telinga berdenging, sering mendengar suara gesekan -
gesekan halus di telinga, cepat merasa lelah, dan sulit berkonsentrasi. Keluhan terasa
ringan jika berbaring dan menutup mata, dan terasa berat jika badan berubah posisi.
Setelah serangan keluhan pasien menghilang sempurna, suatu ketika dapat muncul
lagi, diantara serangan pasien mengatakan bebas keluhan. Untuk mengurangi rasa
pusing pasien kadang mengkonsumsi obat warung yang berisi parasetamol, namun
keluhan tidak membaik.
Pasien mengakui adanya pendengaran berkurang pada telinga kiri, 1
tahun yang lalu pasien mengalami sakit telinga dan keluar cairan dari telinga
sebelah kiri yang hilang timbul dan saat ini pasien merasa pendengarannya
berkurang. Pasien menyangkal adanya penglihatan dobel dan kabur, telinga
berdenging, demam, kejang, nyeri kepala kelemahan anggota tubuh dan
kesemutan.
Dua tahun yang lalu pasien pernah mondok di RSUD Wirosaban karena
vertigo. Setelah itu pasien tidak mengeluh pusing berputar lagi sampai 1 bulan yang
lalu.
c. Riwayat Penyakit Dahulu : Keluhan serupa (+) 3 tahun yang lalu, Penyakit
jantung (+), Hipertensi (+), Diabetes Mellitus (-), Stroke (-), Asma (-), Riwayat trauma
(-).
d. Riwayat Penyakit Keluarga : Keluhan serupa (-), Hipertensi (+) ayah,
Penyakit jantung (+) ayah, Diabetes Mellitus (-), Asma (-).
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Lemah
Vital Sign : - TD : 130/85
- Nadi : 86 kpm
- RR : 18 kpm
Kepala/Leher :
- Mata : pupil isokor, refleks cahaya (+/+), nistagmus (+/+), konjungtiva pink,
ikterik (-/-)
- Mukosa bibir : basah
- Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran limfonodi (-)
- Telinga: tinitus (-)
Thorax : vesikuler normal, BJ I-II reguler
Abdomen : BU normal, super, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CTR <2 detik
GCS : E4 V5 M6
Pemeriksaan Neurologis :
- Refleks fisiologis : positif
- Refleks patologis : negatif
- Kekuatan otot : 5 5
5 5
- Test Romberg : saat menutup mata pasien kesulitan untuk berdiri tegak.
- Nistagmus : -
STATUS NEUROLOGIS
Sikap tubuh : normal
Gerakan abnormal : –
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
NERVUS KRANIALIS
N I (Olfaktorius) Kanan Kiri
Daya Penghidu N N
N II (Optikus)
Daya penglihatan N N
Pengenalan warna N N
Medan penglihatan N N
N III (Okulomotorius)
Ptosis – –
Gerakan bola mata ke
Superior N N
Inferior N N
Medial N N
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil bulat bulat
Reflek cahaya langsung + +
Reflek kornea + +
N IV (Troklearis)
Gerak bola mata ke lateral bawah N N
Diplopia – –
Strabismus – –
N V (Trigeminus)
Menggigit N N
Membuka mulut N N
N VI ( Abdusens)
Gerakan mata ke lateral N N
N VII (Facialis)
Kerutan kulit dahi N N
Kedipan mata N N
Mengerutkan dahi N N
Mengerutkan alis N N
Menutup mata N N
Lipatan nasolabial N N
Sudut mulut N N
Meringis N N
Menggembungkan pipi N N
Lakrimasi + +
N VIII (Akustikus)
Mendengar suara + <
Mendengar detik arloji + –
N IX (Glosofaringeus)
Tidak dilakukan
N X (Vagus)
Denyut nadi 86x/ menit 86x/menit
Bersuara + +
Menelan + +
N XI (Asesorius)
Memalingkan kepala + +
Sikap bahu N N
Mengangkat bahu N N
Trofi otot bahu eutrofi eutrofi
N XII (Hipoglosus)
Sikap lidah N N
Tremor lidah – –
Menjulurkan lidah + +
Trofi otot lidah eutrofi eutrofi
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Head CT-Scan tahun 2013
Kesan : Oedema Cerebri
E. DIAGNOSIS :
- Diagnosis Klinis : sinrom vertigo, mual
- Diagnosis Etiologi : vertigo vestibular perifer otogenik
- Diagnosis Topis : organ vestibularis
F. TERAPI :
- Flunarizine 1 x 5 mg
- Betahistin 8mg 3 x 1
BAB II
A. DEFINISI
Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi
(memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa berputar atau
badan yang berputar. Keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktek. Vertigo berasal
dari bahasa latin “vertere” yaitu memutar. Vertigo termasuk ke dalam gangguan
keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang
atau dunia seperti berjungkir balik. Vertigo paling sering ditemukan adalah Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). Menutur penelitian pasien yang datang dengan
keluhan pusing berputar/vertigo, sebanyak 20% memiliki BPPV, walaupun penyakit ini sering
disertai penyakit lainnya.1,2
B. EPIDEMIOLOGI
Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan prevalensi
sebesar 7%. Pada sebuah studi mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita
dibanding pria (2:1), sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren.
C. ETILOGI
Pada tingkat pusat, iskemik vertebra basiler merupakan penyebab yang sering dari
vertigo. Vertigo juga dapat disebabkan oleh lesi di cerebellum dan lobus temporalis. Keadaan
patologis yang merusak nervus akustikus dapat pula menyebabkan lesi di nervus vestibularis.
a. Gangguan Jenis Perifer :
- Neuritis Vestibular, ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal ini
berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirin terjadi dengan
kompleks gejala yang sama disertai dengan tinitus atau penurunan pendengaran.
- Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit
kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini akan mempengaruhi kanalis
posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi juga dapat mengenai kanalis anterior
dan horizontal. Otoli mengandung kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang
berasal dari utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari otolit distimulasi oleh
perubahan posisi dan menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus.
- Motion Sickness (Mabuk kendaraan)
- Trauma
- Obat-obatan : streptomisin
- Labirinitis
- Penyakit Meniere ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan keluhan
pendengaran. Gangguan pendengaran berupa tinitus, tuli sensori pada fluktuasi
frekuensi rendah, dan sensasi penuh pada telinga. Penyakit meniere terjadi karena
dilatasi dari membran labirin bersamaan dengan kanalis semisirkularis telinga
dalam dengan peningkatan volume endolimfatik. Hal ini dapat terjadi ideopatik,
akibat infeksi virus/bakteri, atau gangguan metabolik
- Tumor difossa posterior : neuroma akustik
- Keadaan patologis yang merusak nervus akustikus, dapat pula menyebabkan lesi di
nervus vestibular.
b. Gangguan Jenis Sentral :
- Stroke atau iskemik batang otak
- Migren basiler
- Trauma
- Perdarahan atau lesi di cerebellum
- Lesi lobus temporalis
- Neoplasma
c. Lain-lain :
- Toksik ( misal : antikolvusan fenitoin, sedatif)
- Infeksi
D. KLASIFIKASI
Vertigo dapat berasal dari kelainan sentral (batang otak, cerebellum atau otak) atau
diperifer (telinga dalam, atau saraf vestibular).
1. Vertigo Fisiologi, adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh stimulasi dari
sekitar penderita, dimana sistem vestibulum, mata, dan somatosensori berfungsi baik. Yang
termasuk dalam kelompok ini yaitu :
1.a. Mabuk Gerakan ( Motion Sickness)
Mabuk gerakan ini akan ditekan bila dari pandangan sekitar (visual
surround) berlawanan dengan gerakan tubuh yang sebenarnya. Mabuk gerakan
akan sangat bila sekitar individu bergerak searah dengan gerakan badan.
Gerakan yang dapat menyebabkan seperti ini adalah duduk di jok mobil
belakang atau membaca saat mobil bergerak.
1.b. Mabuk Ruang Angkasa ( Space Sickness)
Yaitu, fungsi dari keadaan tanpa berat (weightlessness). Pada keadaan
ini terdapat ketidakseimbangan antara kanalis semisirkularis dan otolit.
1. c. Vertigo Ketinggian (Height Vertigo)
Adalah suatu instabilitas subjektif dari keseimbangan postural dan lokomotor
oleh karena induksi visual, disertai rasa takut jatuh, dengan gejala-gejala
vegetatif.
2. Vertigo Fisiologi
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Sentral, diakibatkan oleh kelainan pada batang otak, cerebllum, atau
cerebral.
b. Perifer, disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus cranialis
vertibulocochlear (N. VIII)
c. medical vertigo, dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah, gula darah
yang rendah, atau gangguan metabolik karena pengobatan atau infeksi
sistemik.
Ciri-ciri Vertigo Perifer Vertigo Sentral
Lesi Sistem vestibuler (telinga
dalam, saraf perifer)
Sistem vertebrobasiler dan
gangguan vaskular (otak,
batang otak, cerebelum)
Penyebab Vertigo posisional
paroksismal jinak (BPPV),
penyakit meniere, neuronitis
vestibuler, labirinitis,
neuroakustik, trauma.
Iskemik batang otak,
vertebrobasiler insufisiensi,
neoplasma,, migren basiler.
Gejala gangguan SSP Tidak ada Diplopia, parastesia,
gangguan sensibilitas dan
fungsi motorik, disartria,
gangguan cerebral
Intensitas vertigo Berat Ringan
Telinga berdenging dan/atau
tuli
Kadang-kadang Tidak ada
Nistagmus spontan + -
Vertigo Sentral
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak atau di
cerebellum. Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah terdapat gejala lain yang
khas bagi gangguan di batang otak, misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan
fungsi motorik, rasa lemah.
Vertigo Perifer
Lamanya vertigo berlangsung, dibagi menjadi :
a. Episode serangan yang berlangsung beberapa detik. Paling sering disebabkan oleh vertigo
posisional benigna. Dapat dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Berlangsung beberapa
detik dan kemudian mereda. Paling sering penyebabnya idiopatik (tidak diketahui), namun
dapat juga diakibatkan oleh trauma kepala, pembedahan ditelinga, atau neuronitis
vestibular. Gejala dapat hilang secara spontan.
b. Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam. Dapat dijumpai penyakit
menier atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere mempunyai trias gejala yaitu,
ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo, dan tinitus.
c. Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Neuronitis
vestibular merupakan kelainan yang sering membawa seseorang untuk ke UGD. Penyakit
ini mulanya vertigo dan mual disertai muntah yang menyertainya mendadak, dan gejala ini
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Fungsi pendengaran pada neuritis
vestibular tidak terganggu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nistagmus.
Berdasarkan gejala klinis yang menonjol, vertigo dibagi 3 kelompok :
1. Vertigo Paroxismal
Ciri khas : serangan mendadak, berlangsung beberapa menit-hari, menghilang
sempurna, suatu ketika dapat muncul lagi, diantara serangan penderita bebas keluhan.
Berdaras gejala penyerta dibagi :
a. Dengan keluhan telinga, tuli, atau telinga berdenging : sindrom meniere, TIA
vertebrobasiler, tumor fossa posterior
b. Tanpa keluahn telinga : epilepsi, migrain, vertigo anak
c. Timbul dipengaruhi perubahan posisi : VPPB
2. Vertigo kronis
Ciri khas : vertigo menetap lama, keluhan konstan tidak membentuk serangan akut.
Berdasar gejala penyertanya dibagi :
a. Dengan keluahan telinga : OMC, meningitis TB, labirinitis kronis.
b. Tanpa keluhan telinga : kontusio cerebri, hipoglikemia, encephalitis kelainan
okuler, post traumatik sindrom, kelainan endokrin.
c. Timbulnya dipengaruhi oleh posisi : vertigo cervikal, hipotensi orthostatik.
3. Vertigo dengan serangan akut berangsur berkurang tanpa bebas keluhan
Berangsur-angsur berkurang tetapi tidak pernah bebas serangan. Berdasarkan gejala
dibagi menjadi :
a. Dengan keluhan telinga : neuritis N. VIII, trauma labirin, perdarahan labirin,
herpes zoster.
b. Tanpa keluahan telinga : neuritis vestibularis, sklerosis multiple, oklusi arteri
cerebeli inferior posterior, encefalitis vestibularis, sklerosis multiple, hematobulbi.
E. PATOGENESIS/PATOFISIOLOGI
Secara umum vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh ( informasi aferen) yang sebenarnya
dengan apa yang dipersepsikan oleh susunan saraf pusat ( pusat kesadaran). Susunan aferen
yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibular atau keseimbangan, yang secara
terus menerus menyampaikan impuls ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan
adalah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis
dengan nuklei N.III, IV, dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi
yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor verstibuler, visual, dan
proprioseptik; reseptor vestibular memberikan kontribusi paling besar yaitu 50% disusul
kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Pada vertigo post trauma dapat terjadi akibat kerusakan telinga dalam, N. VIII atau
hubungan vestibuler sentral atau adanya salah pilih antara input sensoris yang dibuituhkan
untuk keseimbangan yang sempurna. Mekanisme vertigo post trauma kepala adalah trauma
kepala penetrasi seperti luka tembak yang merupakan penyebab utamanya. 40% mengenai
tulang temporal dan pada pasien yang hidup kerusakan permanen fungsi kohlea dan
vestibular.
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian
tersebut :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis
semisirkularis sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual
dan muntah.
2. Teori konflik sensorik.
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor
sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan proprioceptif, atau
ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal dari sisi kiri dan kanan.
Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul
respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan
(gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori ini otak mempunyai
memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu saat dirasakan
gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari
susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan
terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi
gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya
hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin (Lucat) yang
masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam pengaruhi sistim saraf
otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori Sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai peranan neurotransmisi dan
perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat.
Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin
releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas
sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat meneangkan gejala penyerta yang sering timbul
berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang
menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas
susunan saraf parasimpatis.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis vertigo sentral dan perifer ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Vertigo bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan gejala
dari penyakit yang letak lesi dan penyebabnya berbeda-beda. Oleh karena itu, pada setiap
penderita vertigo harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang cermat dan terarah untuk
menentukan bentuk vertigo, letak lesi dan penyebabnya.
ANAMNESIS
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya, melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, rasa
naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya
vertigo. Perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan dan ketegangan. Profil wakti, apakah
timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksismal, kronikm progresif atau
membaik.
Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik. Apakah juga
ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau
n. vestibularis. Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria
dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti
anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan trauma
akustik.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik terdiri dari nistagmus; pemeriksaan neurologis dengan test romberg
yang dipertajam, post-pointing test, manuver nylen-berany atau dix hallpike, test kalori, saraf-
saraf cranial, fungsi saraf motorik dan sensorik. Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor
penyebab, baik kelainan sistemik, otologik atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat
berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan
fungsi serebelum. Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan
penyebab, apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat
(korteks serebrim serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik,
selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psiikologik/psikiatrik yang dapat mendasari
keluhan vertigo tersebut. Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi
jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam
menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi
dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi
simtomatik yang sesuai.
PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik, tekanan darah
diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri, bising karotis, irama (denyut jantung) dan
pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada :
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua
mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus
dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik
cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka
badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan
bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem gait.
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri
ganti berganti. Pada kelainan vestibuler, perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan
serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di tempat dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi
penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar
cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan
lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase
lambat ke arah lesi.
d. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany).
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan penderita disuruh mengangkat
lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal
ini dilakukan berulangulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan
terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah
ke belakang selama setengan menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan
berjalan dengan arah berbentuk bintang.
PEMERIKSAAN KHUSUS OTO-NEUROLOGI
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di
sentral atau perifer.
1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan kiri. Dari posisi duduk di atas
tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya
menggantung 45° di bawah garis horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke kanan
lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat
dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Perifer, vertigo dan nistagmus timbul setelah
periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau
menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral, tidak ada periode laten,
nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti
semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam
posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat
(44°C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang
timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal
90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri
atau ke kanan. Canal paresis adalah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah
rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika
abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal
paresis menunjukkan lesi perifer di labarin atau n.VIII, sedangkan directional preponderance
menunjukkan lesi sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata
pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. FUNGSI PENDENGARAN
a. Tes Garpu Tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne,
Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli
dan schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness Balance Test, SISI, Bekesy
Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus
visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran dan fungsi menelan. Juga fungsi
motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebelar
(tremor, gangguan cara berjalan)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory
Evoked Potential (BAEP).
4. Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging
(MRI).
Pada vertigo post trauma kebanyakan akibat trauma kepal, trauma leher, atau trauma
baro. Sindrom vertigo post trauma adalah vertigo posisional benign tipe paroksismal akibat
trauma kepala ringan, vertigo akibat momusio labyrin, sindrom neurologis, dan ataxia karena
kerusakan barang otak dan cerebelum. Gejala trauma kepala tumpul tanpa fraktur sering
didapat gangguan vestibular disertai tuli persepsi bilateral akibat komusio labyrin. Ada 2
sindrom labirin yang menonjol, yaitu :
a. Vertigo Posisional Benign tipe Parosismal merupakan sindrom terbanyak, penderita
mengalami serangan vertigo dan nistagmus yang mendadak, singkat yang dicetuskan
oleh perubahan psosisi kepala.
b. Vertigo post trauma akut apabila gangguan vestibular perifer: onset mendadak setelah
trauma kepala dengan gejala vertigo mual muntahyang akut dengan atau tanpa tuli
persepsi. Vertigo biasanya menghilang spontan dalam beberapa hari dan sembuh total
secara bertahap. Bila ada tuli biasanya bersifat permanen.
Gangguan vestibular perifer yang khas bila ditemukan nistagmus vestibular spontan ke arah
telinga yang sehat.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan vertigo terdiri dari :
1. Terapi kausal
- Methyprednisolon 32 mg/hari selama 10 hari diturunkan bertahap
- Hydrocortison 500mg/hari, diturunkan 100 mg setiap 2 hari
2. Terapi simptomatik : obat anti vertigo
- Ca-entry blocker : Flunarizin 5-10 mg 1x1, sinarisin 25 mg 3x1
Mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan melepas glutamate, menekan
aktivitas NMDA special channel, bekerja langsung sebagai depresor labirin.
- Antihistamin : prometasin 25-50 mg 3x1, dimenhidrinat 50 mg 3x1
Efek antikolinergik dan merangsang inhibitory-monoaminersik dengan akibat
inhibisi n. Vestibularis.
- Histaminik : Betahistin 8 mg 3x1
Inhibisi neuron polisinaptik pada n. Vestibularis lateralis.
- Phenotiazine : proklorperasin 3 mb 3x1, klorpromasin 25 mg 3x1
Pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di Medulla Oblongata.
- Benzodiazepine : diazepam 2-5 mg 3x1
Menurunkan resting activity neuron pada n. Vestibularis.
- Antiepileptik : karbamezepin 200 mg 3x1, fenitoin 100 mg 3x1
Bila ada kelainan epilepsi.
3. Terapi rehabilitasi
4. Neuroboransia
Vitamin B kompleks mengandung vitamin B1 (Thiamine mononitrat 100 mg)
yang berperan sebagai koenzim pada dikarboksilase asam keto dan bereperan
dalam metabolisme karbohidrat. Vitamin B6 (Phyridoxol hydrokloride 100 mg)
didalam tubuh diubah menjadi phyridoxal fosfat dan piridoksamin fosfat yang
berperan dalam metabolisme protein dan asam amino. Vitamin B12 (Kobalamin
5000 mcg) berperan dalam sintesis asam nukleat dan berpengaruh pada
kematangan sel dan memelihara integritas jaringan saraf.
Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi reseptor
semisirkularis. Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung, lalu tutup
kedua mata dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30 detik,
kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan cara yang sama ke
sisi lain, tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Latihan ini dilakukan
berulang (lima kali berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi.
Latihan lain yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular, berupa gerakan mata melirik ke
atas, bawah kiri dan kanan mengikuti gerak obyek yang makin lama makin cepat, kemudian
diikuti dengan gerakan fleksi-ekstensi kepala berulang dengan mata tertutup, yang makin
lama makin cepat. Terapi kausal tergantung pada penyebab yang ditemukan.
BAB III
KESIMPULAN
Vertigo merupakan keluhan yang dapat dijumpai dalam praktek, umumnya disebabkan
oleh kelainan/gangguan fungsi alat-alat keseimbangan, bisa alat dan saraf vestibuler,
koordinasi gerak bola mata (di batang otak) atau serebeler. Penatalaksanaan berupa anamnesis
yang teliti untuk mengungkapkan jenis vertigo dan kemungkinan penyebabnya, terapi dapat
menggunakan obat dan atau manuvermanuver tertentu untuk melatih alat vestibuler dan atau
menyingkirkan otoconia ke tempat yang stabil; selain pengobatan kausal jika penyebabnya
dapat ditemukan dan diobati.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [online] 2009 [cited 2009 May
30th]. Available from : URL:http://www.google.com/vertigo/cermin dunia
kedokteran .html
2. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2000. p.341-59
3. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar
N, Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9
4. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited
2009 May 20th]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview
5. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor.
Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New
York : Mc Graw Hill Companies. 2004. p 761-5
6. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam :
Arsyad E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher.
Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101
7. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H,
Santoso R, Editor : Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta :
EGC. 1997. h 39-45
8. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi
Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189
9. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009
May 20th]. Available from : http://www .dizziness-and-balance.com/bppv.htm
10. Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Penyakit
Menierre. Dalam : KApita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.
2001. Hal 93-94