DAFTAR ISI
Daftar Isi..................................................................................................... i
BAB I Landasan Teori..............................................................................1
I. Definisi............................................................................................1
Tabel Perbedaan Psikosis & Neurosis...........................................2
II. Klasifikasi Psikosis.........................................................................2
1. Psikosa Organik.........................................................................3
2. Psikosa Fungsional....................................................................3
III. Etiologi..........................................................................................11
IV. Asuhan Keperawatan...................................................................14
BAB II Analisis Kasus.............................................................................19
1. Sinopsis........................................................................................38
2. Pemeran dan Karakter.................................................................39
3. Analisis Film..................................................................................40
BAB III Penutup......................................................................................23
3.1 Kesimpulan...................................................................................43
3.2 Saran............................................................................................43
Daftar Pustaka........................................................................................44
Pertanyaan dan Jawaban ......................................................................45
i
BAB I
LANDASAN TEORI
I. DEFINISI
Menurut Singgih D. Gunarsa (1998:140), psikosis adalah gangguan jiwa yang
meliputi keseluruhan kepribadian, sehingga penderita tidak bisa menyesuaikan diri dalam
norma-norma hidup yang wajar dan berlaku umum.
Menurut W.F. Maramis (2005:180), psikosis adalah gangguan jiwa dengan
kehilangan rasa kenyataan (sense of reality). Kelainan seperti ini dapat diketahui
berdasarkan gangguan-gangguan pada perasaan, pikiran, kemauan, motorik, dst.
Sedemikian berat sehingga perilaku penderita tidak sesuai lagi dengan kenyataan.
Perilaku penderita psikosis tidak dapat dimengerti oleh orang normal sehingga orang
awam menyebut penderita sebagai orang gila.
Menurut Zakiah Daradjat (1993:56) menyatakan , seorang yanng diserang penyakit
jiwa (psikosis), kepribadiannya terganggu, dan selanjutnya menyebabkan kurang mampu
menyesuaikan diri dengan wajar dan tidak sanggup memahami problemnya. Seringkali
orang sakit jiwa tidak merasa bahwa dirinya sakit, sebaliknya ia menganggap dirinya
normal saja, bahkan lebih baik, lebih unggul, dan lebih penting dari orang lain.
Dari tiga pendapat tersebut dapat diperoleh gambaran tentang psikosis yang intinya
sebagai berikut :
1. Psikosis merupakan gangguan jiwa yang berat, atau tepatnya penyakit jiwa, yang
terjadi pada semua aspek kepribadian.
2. Bahwa penderita psikosis tidak dapat lagi berhubungan dengan realitas, penderita
hidup dalam dunianya sendiri.
3. Psikosis tidak dirasakan keberadaannya oleh penderita. Penderita tidak menyadari
bahwa dirinya sakit.
1
Tabel 1. Perbedaan Psikosis dan Neurosis
NO ASPEK PSIKOSIS NEUROSIS
1. Perilaku umum Gangguan terjadi pada
seluruh aspek
kepribadian, tidak ada
kontak dengan realitas.
Gangguan terjadi pada sebagian
kepribadian, kontak dengan realitas
masih ada.
2. Gejala-gejala Gejala bervariasi luas
dengan
waham, halusinasi,
kedangkalan emosi yang
terjadi secara terus
menerus.
Gejala psikologis dan somatik
bisa bervariasi, tetapi bersifat
temporer dan ringan.
3. Orientasi Penderita sering
mengalami disorientasi
(waktu, tempat, dan
orang-orang).
Penderita tidak atau jarang
mengalami disorientasi.
4. Pemahaman
(insight)
Penderita tidak
memahami bahwa dirinya
sakit.
Penderita memahami bahwa
dirinya mengalami gangguan
Jiwa.
5. Resiko sosial Perilaku penderita dapat
membahayakan orang
lain dan diri sendiri.
Perilaku penderita jarang atau tidak
membahayakan orang lain dan diri
sendiri.
6. Penyembuhan Penderita memerlukan
perawatan di rumah
sakit. Kesembuhan
seperti keadaan semula
dan permanen sulit
dicapai.
Tidak begitu memerlukan perawatan
di rumah sakit. Kesembuhan seperti
semula dan permanen sangat
mungkin untuk dicapai.
II. KLASIFIKASI
Secara garis besar klasifikasi psikosa menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa (PPDGJ) (Maramis, 2005: 150-155) adalah sebagai berikut:2
1. Psikosis Berhubungan dengan Sindroma Otak Organik
Psikosis organik adalah penyakit jiwa yang disebabkan oleh faktor-faktor fisik atau
organik, yaitu pada fungsi jaringan otak, sehingga penderita mengalami inkompeten
secara sosial, tidak mampu bertanggung jawab dan gagal dalam menyesuaikan diri
terhadap realitas. Psikosis organik dibedakan menjadi beberapa jenis dengan
sebutan atau nama mengacu pada faktor penyebab terjadinya. Jenis psikosis yang
tergolong psikosis organik adalah sebagai berikut:
a. Dementia Paralytica
Psikosis yang terjadi akibat infeksi syphilis yang kemudian menyebabkan
kerusakan sel-sel otak.
b. Psikosis alkoholik
Terjadi karena fungsi jaringan otak terganggu atau rusak akibat terlalu banyak
minum minuman keras.
c. Psikosis berhubungan dengan trauma
Psikosis yang terjadi akibat luka atau trauma pada kepala karena terkena pukulan,
tertembak, kecelakaan, dst.
d. Psikosis obat-obatan
psikosis akibat obat-obat terlarang (kokain, sabu-sabu)
2. Psikosis Fungsional
Psikosis fungsional merupakan penyakit jiwa secara fungsional yang bersifat
nonorganik, yang ditandai dengan disintegrasi kepribadian dan ketidakmampuan
dalam melakukan penyesuaian sosial. Psikosis jenis ini dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
a. Psikosis manik-depresif (Bipolar Disease)
Gangguan bipolar adalah penyakit jangka panjang yang episodik dan berulang.
Gangguan tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis berbeda, yaitu bipolar I dan
bipolar II. Episode mania yang bercampur dengan episode depresif tergolong bipolar
I, sedangkan gangguan depresif dengan hipomania tergolong bipolar II
(Livingstone,Churchill:2009). Psikosis mania-depresif merupakan kekalutan mental
yang berat, yang berbentuk gangguan emosi yang ekstrim, yaitu berubah-ubahnya
kegembiraan yang berlebihan (mania) menjadi kesedihan yang sangat mendalam
(depresi) dan sebaliknya dan seterusnya.
Gejala-gejala psikosis mania-depresif
a) Gejala-gejala mania antara lain:
3
euphoria (kegembiraan secara berlebihan) dan atau iritabilitas
waham kebesaran;
hiperaktivitas;
pikiran melayang
mudah beralih perhatian
perilaku bertentangan dengan nilai
tidur kurang
nafsu makan dan libido meningkat
flight of idea (topik pembicaraan meloncat-loncat)
pemikiran atau ide tidak terbatas
b) Gejala-gejala depresif antara lain :
waham (merasa tidak berguna, bersalah,nihilisme,dan tersiksa);
kadang halusinasi penglihatan dan pendengaran;
kecemasan;
pesimis;
hipoaktivitas;
insomnia;
anorexia.
Gambaran gangguan bipolar (Semiun,Yustinus:2010) :
serangan biasanya terjadi secara mendadak hanya dalam beberapa
kasus reaksi ini berkembang secara berangsur-angsur;
biasanya reaksi ini berhenti dengan sendirinya atau karena dirawat
sesudah jangka waktu 6 bulan;
reaksi ini akan terjadi berulang kali dengan jarak diantaranya mungkin
selama beberapa tahun;
tidak ada bukti deteriorsi intelektual atau emosional pada pasien
suasana hati yang berubah-ubah merupakan satu gejala yang sangat
menonjol;
ilusi,delusi, halusinasi mungkin ada tetatpi bukan merupakan gejala yang
khas.
Psikosis mania-depresif disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan
dua gejala utama penyakit ini, yaitu mania dan depresi. Aspek mania terjadi akibat
dari usaha untuk melupakan kesedihan dan kekecewaan hidup dalam bentuk
aktivitas-aktivitas yang sangat berlebihan. Sedangkan aspek depresinya terjadi
karena adanya penyesalan yang berlebihan.
4
b. Psikosis paranoid
Psikosis paranoid merupakan penyakit jiwa yang serius yang ditandai dengan banyak
delusi atau waham yang disistematisasikan dan ide-ide yang salah yang bersifat
menetap. Istilah paranoid dipergunakan pertama kali oleh Kahlbaum pada tahun
1863, untuk menunjukkan suatu kecurigaan dan kebesaran yang berlebihan (W. F.
Maramis, 2005 : 241).
Gejala-gejala psikosis paranoid
Sistem waham yang kaku, kukuh dan sistematis, terutama waham kejaran dan
kebesaran baik sendiri-sendiri maupun bercampur aduk
Pikirannya dikuasai ole hide-ide yang salah, kaku, dan paksaan..
Mudah timbul rasa curiga .
Faktor penyebab psikosis paranoid
Faktor-faktor yangdapat menyebabkan psikosis paranoid (Kartini Kartono, 1999 :
176), antara lain :
Kebiasaan berpikir yang salah;
Terlalu sensitif dan seringkali dihinggapi rasa curiga;
Adanya rasa percaya diri yang berlebihan (over confidence);
Adanya kompensasi terhadap kegagalan dan kompleks inferioritas.
c. Skizofrenia
Menurut Ann Isaacs (2004: 151- 153)
1. Definisi
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang memengaruhi berbagai
area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan
menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi, dan
berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial.
2. Kriteria DSM-IV
a) Gangguan berlangsung selama sedikitnya 6 bulan dan termasuk minimal 1
bulan gejala fase aktif yang melibatkan dua atau lebih hal-hal berikut :
waham, halusinasi, bicara tidak teratur, perilaku yang sangat kacau, dan
katatonik, gejala-gejala negatif (mis., afek datar, alogia, atau avolusi).
b) Kriteria lain
Terganggunya fungsi sosial dan okupasi
Gangguan skizoafektif dan gangguan mood dengan mengesampingkan
ciri-ciri psikotik.
5
Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek fisiologik dari suatu zat atau
kondisi medis umum.
3. Gejala umum skizofrenia
a) Gangguan isi pikiran (waham) : keyakinan keliru yang sangat kuat,
yang tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin aneh.
Misalnya mata saya adalah komputer yang dapat mengontrol dunia.
Dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang
jelas untuk mengoreksinya. Semakin akut psikosis, semakin sering
ditemui waham. Macam-macam waham :
Tabel 2. Macam-macam Waham
b) Gangguan persepsi : Halusinasi, persepsi sensori yang keliru dan
melibatkan panca indra.
Halusinasi dengar
6
Halusinasi ini paling sering dialami penderita gangguan mental.
Misalnya mendengar suara melengking, mendesir, bising, mungkin
juga dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Suara itu dirasakan
tertuju pada dirinya, sehingga sering penderita terlihat betengkar
atau berbicara (sendiri) dengan suara yang didengarnya. Sumber
suara dapat berasal dari bagian tubuhnya sendiri, dari sesuatu yang
jauh atau dekat. Kadnag berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan, menyuruh berbuat baik. Kadang berhubungan
dengan sesuatu yang mengancam, mencela, memaki. Sering juga
dirasakan sebagai suruhan meyakinkan, misalnya menyuruh
membunuh dan sebagainya.
Halusinasi lihat
Biasanya terjadi bersamaan dengan adanya penurunan kesadaran,
paling sering dijumpai pada penderita dengan penyakit otak yang
organis. Umumnya halusinasi lihat yang muncul adalah sesuatu
yang mengerikan atau menakutkan.
Halusinasi cium
Seolah-olah merasa mencium bau tertentu. Misalnya penderita
yang merasa tertekan oleh banyak masalah, ia merasakan bau-
bauan kemenyan, sampah, kotoran sperti mengikuti kemanapun dia
bergerak.
Halusinasi pengecap
Seolah-olah merasa mengecap sesuatu. Misalnya penderita yang
sangat ketakutan, ia merasakan lidahnya selalu pahit.
Halusinasi perabaan
Seolah-olah merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari atau ada
sesuatu yang bergerak di kulitnya (misalnya ulat)
Halusinasi kinestetik
Seolah-olah merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau
anggota badannya terus begerak tanpa henti.
Halusinasi visceral
Ada semacam perasaan tertentu dalam tubuhnya.
Halusinasi hipnagogik
Halusinasi yang biasanya terjadi pada orang normal, persepsi
sensorik bekerja secara salah tepat sebelum tidur.
7
Halusinasi hipnopompik
Halusinasi yang terjadi atau dialami tepat sebelum seseorang
terbangun dari tidur.
Halusinasi histerik
Timbul karena neurosa histerik karena konflik emosional.
Depersonalisasi
Perasaan aneh tentang dirinya atau perasaan bahwa pribadinya
sudah tidak seperti dulu lagi, tidak menurut kenyataan. Misalnya,
penderita merasa seperti diluar badannya (out of body experience –
OBE ) atau suatu bagian tubuhnya sudah bukan kepunyaannya lagi.
Derealisasi
Perasaan aneh tentang lingkungannya dan tidak menurut
kenyataan. Misalnya, segala sesuatu dialaminya seperti dalam
mimpi.
(Baihaqi, 2007)
c) Ilusi : Salah menginterpretasikan stimulus lingkungan
d) Gangguan emosi
Afek tumpul atau datar : tidak adanya respons emosional; afek juga
dapat digambarkan sebagai tumpul (respon datar) atau tidak tepat
(kebalikan dengan apa yang diharapkan dari suatu situasi).
Afek tidak serasi : afeknya mungkin kuat taetapi tidak sesuai
dengan pikiran dan pembicaraan pasien.
Afek labil : dalam jangka waktu pendek terjadi perubahan afek yang
jelas.
e) Alogia : berkurangnya pola bicara atau miskin kata-kata.
f) Avolisi : kurangnya motivasi untuk melanjutkan aktivitas yang
berorientasi pada tujuan.
g) Asosiasi Longgar (asosiasi derailment atau tangensial) : ide pasien
tidak saling berkaitan. Idenya dapat melompat dari satu topik ke topik
lain yang tidak berhubungan sehingga membingungkan pendengar.
Gangguan ini sering terjadi misalnya di pertengahan kalimat sehingga
pembicaraan sering inkoheren.
h) Neologisme : pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka
mungkin mengadung arti simbolik)
8
i) Bloking : pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan
kalimat) dan disambung kembali beberapa menit kemudian, biasanya
dengan topik yang lain. Pasien-pasien ini sangat mudah dialihkan
perhatiannya dan sangat sulit memusatkan perhatian.
j) Klanging : pasien memilih kata-kata dan tema berdasarkan bunyi kata-
kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikirannya. (misal,
“kemarin saya pergi ke toko” pasien melihat ke sekitarnya dan
kemudian mengatakan ,” saya kira saya lebih baik dari Eko”)
k) Ekolalia : pasien mengulang kata-kata atau kaliamat yang baru saja
diucapkan.
l) Konkritisasi : pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi tetapi
kemampuan berpikir abstraknya buruk.
4. Klasifikasi
Skizofrenia dapat digolongkan menjadi dua jenis, yakni positif dan negatif.
Kebanyakan klien mengalami campuran kedua jenis gejala.
a) Gejala positif meliputi halusinasi, waham, asosiasi longgar, dan perilaku
yang tidak teratur atau aneh.
b) Gejala negatif meliputi emosi tertahan (afek datar), anhedonia, avolisi,
alogia, dan menarik diri.
5. Tipe Skizofrenia
Menurut Linda Carman Copel (2007 : 119), skizofrenia dibedakan ke dalam
beberapa tipe, antara lain :
Tabel 3. Tipe skizofrenia
Tipe Gejala Umum
Paranoid Pikiran dipenuhi dengan waham sistematik, yang paling
umum adalah dengan waham kebesaran atau waham
kejar
Halusinasi pendengaran terfokus pada tema tunggal
sementara klien mempertahankan fungsi kognitif dan afek
yang serasi
Ansietas
Marah
Argumetatif
Hubungan interpersonal menguat
9
Berpotensi melakukan prilaku kekerasan pada diri sendiri
atau orang lain
Tak
terorganisasi
Perilaku kacau, menyebabkan gangguan yang berat
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
Kurang memiliki hubungan/pertalian
Kehilangan asosiasi
Bicara tidak teratur
Perilaku kacau, bingung, atau ganjil
Afek datar atau tidk sesuai
Gangguan kognitif
Katatonia Gangguan psikomotor, seperti stupor, negativisme,
rigiditas, gairah, postur aneh
Mutisme
Ekolalia (pengulangan kata atau kalimat yang baru
diucapkan orang lain)
Ekopraksia (meniru gerakan orang lain)
Tak terinci Waham
Halusinasi
Tidak koheren
Perilaku tidak terorganisasi yang tidak dapat digolongkan
ke tipe lain
Residual Minimal mengalami satu episode skizofrenik dengan
gejala psikotik yang menonjol, diikuti oleh episode lain
tanpa gejala psikotik
Emosi tumpul
Menarik diri dari realita
Keyakinan aneh
Pengalaman persepsi tidak biasa
Perilaku eksentrik
Pemikiran tidak logis
Kehilangan asosiasi
6. Fase Skizofrenia
a) Fase Prodromal
10
Kemunduran dalam waktu lama (6 sampai 12 tahun) dalam tingkat
fungsi perawatan diri, sosial, waktu luang, pekerjaan, atau akademik
Timbul gejala positif dan negatif
Periode kebingungan pada klien dan keluarga
b) Fase aktif
Permulaan intervensi asuhan kesehatan, khususnya hospitalisasi
Pengenalan pemberian obat dan modalitas terapeutik lainnya
Perawatan difokuskan pada rehabilitasi psikiatrik saat klien belajar untu\
k hidup dengan penyakit yang memengaruhi pikiran, perasaan, dan
perilaku.
c) Fase residual
Pengalaman sehari-hari dengan penanganan gejala
Pengurangan dan penguatan gejala
Adaptasi
Linda Carman Copel (2007 : 118).
III. ETIOLOGI
Menurut Ann Isaacs (2004: 155-156), penyebab pasti dari skizofrenia masih
belum jelas. Banyak faktor yang berpengaruh untuk timbulnya gangguan skizofrenia
baik dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
a) Faktor predisposisi
1) Biologis
Genetika
Meskipun genetika merupakan faktor risiko yang signifikan, belum ada
penanda genetika tunggal yang diidentifikasi. Kemungkinan melibatkan
berbagai gen.
Penelitian telah berfokus pada kromosom 6, 13, 18, dan 22. Risiko
terjangkit skizofrenia bila gangguan ini ada dalam adalah sebagai berikut:
- Satu orang tua yang terkena : risiko 12% sampai 15%
- Kedua orang tua terkena penyakit ini : risiko 35% sampai 39%
- Saudara sekandung yang terkena : risiko 8% sampai 10%
- Kembar dzigotik yang terkena : risiko 15%
- Kembar monozigotik yang terkena : risiko 50%
Abnormalitas perkembangan saraf
Penelitian menunjukkan bahwa malformasi janin minor yang terjadi pada
awal gestasi berperan dalam manifestasi akhir dari skizofrenia.
11
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi perkembangan saraf dan
diidentifikasi sebagai risiko yang terus bertambah meliputi :
- Individu yang ibunya terserang influenza pada trimester kedua
- Individu yang mengalami trauma atau cedera pada waktu dilahirkan
- Penganiayaan atau trauma di masa bayi atau masa kanak-kanak awal
Abnormalitas struktur otak
Pada beberapa subkelompok penderita skizofrenia, teknik pencitraan
otak (CT, MRI, PET) telah menunjukkan adanya abnormalitas pada struktur
otak yang meliputi :
- Pembesaran ventrikel; jaringan otak pasti lebih kecil dari normal
proses memburuknya atau berhentinya pertumbuhan jaringan otak
- Penurunan aliran darah kortikal, terutama di korteks prefontal
- Penurunan aktivitas metabolik di bagian-bagian otak-otak tertentu
- Atrofi serebri
Ketidakseimbangan neurokimia (neurotransmiter)
Dulu penelitian berfokus pada hipotesis dopamin, yang menyatakan
bahwa aktivitas dopamin yang berlebihan di bagian kortikal otak,
berdasarkan 3 penemuan utama, yaitu Aktivitas antipsikotik dari obat-obat
neuroleptik (misal : fenotiazine) bekerja memblokkade pada reseptor
dopamine pascasinaps (tipe D2), ada peningkatan jumlah reseptor D2 di
nukleus kaudatus , nukleus akumben, dan putamen pada penderita
skizofrenia, amfetamin melepaskan dopamine sentral dan memperburuk
skizofrenia.
Penelitian terbaru menunjukkan pentingnya neurotransmiter lain,
termasuk serotonin, norepinefrin, glautamat, dan GABA.
Homeostasis, atau hubungan antarneurotransmiter, mungkin lebih penting
dibanding jumlah relatif neurotransmiter tertentu.
Tempat reseptor untuk neurotransmiter tertentu juga penting. Perubahan
jumlah dan jenis reseptor dapat memengaruhi tingkat neurotransmiter.
Obat psikotropik dapat memengaruhi tempat reseptor dan neurotansmiter
itu sendiri.
2) Umur dan jenis kelamin
Skizofrenia mempunyai prevalensi yang hampir sama pada pria dan
wanita. Tetapi kedua jenis kelamin ini menunjukkan perbedaan permulaan
dan perjalanan penyakitnya. Laki-laki mempunyai permulaan skizofrenia yang
12
lebih cepat dapripada wanita. Umur puncak terjadinya skizofrenia pada laki-
laki antara 15- 25 tahun, sedang pada wanita 25-35 tahun.
3) Ahli teori
Teori perkembangan. Ahli teori seperti Freud, Sullivian, dan Erikson
mengemukakan bahwa kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih
sayang di tahun-tahun awal kehidupan berperan dalam menyebabkan
kurangnya identitas diri, salah interpretasi terhadap realitas, dan menarik diri
dari hubungan pada penderita skizofrenia.
Teori keluarga. Teori-teori yang berkaitan dengan peran keluarga dalam
munculnya skizofrenia belum divalidasi dengan penelitian. Bagian fungsi
keluarga yang diimplikasikan dalam peningkatan angka kekambuhan individu
dengan skizofrenia adalah sangat mengekspresikan emosi (high expressed
emotion). Keluarga dengan ciri ini dianggap terlalu ikut campur secara
emosional, kasar dan kritis.
b) Faktor presipitasi
1) Stresor psikososial
Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan
perubahan dalam hidup seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan
penyesuaian diri (adaptasi) untuk menanggulangi stesor (tekanan mental) yang
timbul. Namun tidak semua orang mampu menanggulangi sehingga timbul keluhan-
keluhan kejiwaan seperti skizofrenia.
Pada umumnya jenis stresor psikososial yang dimaksud dapat digolongkan
sebagai berikut :
Perkawinan; pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian salah satu
pasangan, ketidaksetiaan
Problem orangtua; tidak punya anak, kebanyakan anak, kenakalan anak, anak
sakit dan hubungan yang tidak baik antara mertua, ipar, besan, dsb.
Hubungan interpersonal (antar pribadi); konflik dengan kekasih, rekan kerja,
antara atasan dan bawahan.
Pekerjaan; di PHK, perusaan bangkrut, dll.
Lingkungan hidup; masalah perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran,
rawan kriminalitas
Keuangan; pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terbelit hutang,
soal warisan, dsb.
Hukum; tuntutan hukum, pengadilan, penjara.
13
Perkembangan baik fisik, maupun mental; masa remaja, masa dewasa,
menopause, usia lanjut, dll. yang tidak dilampaui dengan baik.
Penyakit fisik atau cedera; jantung, kanker, kecelakaan, operasi, aborsi, dll.
Keluarga; sikap orang tua yang tidak baik terhadap anak, penyiksaan,
penganiayaan terhadap anak.
Lain-lain; bencana alam, huru-hara, peperangan, kebakaran, perkosaan,
hamil di luar nikah, dll.
IV. ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
A. Identitas klien
Nama pasien :
Jenis kelamin :
Usia :
Tanggal masuk RS :
Alamat :
Status perkawinan :
Pendidikan :
Pekerjaan :
B. Alasan masuk RSJ :
C. Faktor predisposisi
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?
( ) ya, tahun___________ ( ) tidak
2. Pengobatan sebelumnya kemana __________________________________________
3. Trauma
Usia Pelaku Korban Saksi
Aniaya fisik _________ _________ __________ _________
Aniaya seksual _________ _________ __________ _________
Penolakan _________ _________ __________ _________
Kekerasan dalam keluarga_________ _________ __________ _________
Tindakan criminal _________ _________ __________ _________
Jelaskan : ____________________________________________________________
____________________________________________________________
14
4. Adakah keluarga yang mengalami gangguan jiwa ? ( ) ya ( ) tidak
a. Hubungan keluarga : ________________________________________________
b. Gejala : ___________________________________________________________
c. Riwayat pengobatan : ________________________________________________
5. Adakah pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan ?
(perceraian/perpisahan/konflik,dsb)
________________________________________________________________________
____________________________________________________________
D. Faktor presipitasi
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
_________________________________________________________
E. Persepsi klien dan harapan klien dan keluarga
1. Persepsi klien atas masalahnya
________________________________________________________________________
____________________________________________________________
2. Persepsi keluarga atas masalahnya
________________________________________________________________________
____________________________________________________________
3. Harapan klien sehubungan dengan pemecahan masalah
________________________________________________________________________
____________________________________________________________
4. Harapan keluarga sehubungan dengan pemecahan masalah
F. Koping dan harapan klien / keluarga
1. Koping klien terhadap masalah yang dihadapi
________________________________________________________________________
____________________________________________________________
2. Koping keluarga terhadap masalah klien
________________________________________________________________________
____________________________________________________________
G. Pemeriksaan fisik
15
1. TD ______ mmHg N _____ x/menit S _____ oC P ___ x/menit
2. Berat badan _________ kg Tinggi badan _________ cm
3. Keluhan fisik :
____________________________________________________________
H. Keluarga
Genogram
1. Pola pengambilan keputusan
________________________________________________________________________
____________________________________________________________
2. Persepsi peran dalam keluarga
________________________________________________________________________
____________________________________________________________
3. Persepsi kemampuan keluarga
________________________________________________________________________
____________________________________________________________
I. Status mental
1. Interaksi selama wawancara
( ) bermusuhan ( ) defensive ( ) curiga
( ) tidak kooperatif ( ) mudah tersinggung
Jelaskan ; ____________________________________________________________
2. Persepsi : halusinasi
( ) pengecapan ( ) pendengaran ( ) perabaan ( ) penglihatan
( ) penciuman
Jelaskan :
__________________________________________________________________
3. Isi pikir
( ) obsesi ( ) depersonalisasi ( ) pikiran magis
( ) phobia ( ) ide yang terkait ( ) hipokondria
16
Waham
( ) agama ( ) nihilistik ( ) curiga ( ) kontrol pikir
( ) somatik ( ) sisip pikir ( ) kebesaran ( ) siar pikir
Jelaskan :
______________________________________________________
4. Arus pikir
( ) sirkumstansial ( ) flight of idea ( ) perseverasi
( ) tangensial ( ) blocking ( ) kehilangan asosiasi
5. Tingkat kesadaran
( ) bingung ( ) stupor ( ) disorientasi orang
( ) sedasi ( ) blocking ( ) disorientasi tempat
Jelaskan :
____________________________________________________________
6. Memori
( ) gangguan daya ingat jangka panjang ( ) gangguan daya ingat saat ini
( ) gangguan daya ingat jangka pendek ( ) konfabulasi
Jelaskan :
____________________________________________________________
7. Tingkat konsentrasi dan berhitung
( ) mudah beralih ( ) tidak mampu berkonsentrasi
( ) tidak mampu berhitung
Jelaskan :
____________________________________________________________
8. Kemampuan penilaian
( ) gangguan ringan ( ) gangguan bermakna
Jelaskan :
____________________________________________________________
9. Daya tarik diri
( ) mengingkari penyakit yang diderita ( ) menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan :
____________________________________________________________
J. Kebutuhan perencanaan pulang
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
17
( ) makan ya __ tidak __ ( ) transportasi ya __ tidak ___
( ) keamanan ya __ tidak __ ( ) tempat tinggal ya __ tidak ___
( ) perawatan kesehatan ya __ tidak __ ( ) uang ya __ tidak ___
( ) pakaian ya __ tidak __
Jelaskan:
____________________________________________________________
2. Kegiatan hidup sehari-hari
a. Perawatan diri
Bantuan Total Bantuan Minimal
( ) mandi ___________ ______________
( ) kebersihan ___________ ______________
( ) makan ___________ ______________
( ) BAK/BAB ___________ ______________
( ) ganti pakaian ___________ ______________
Jelaskan:
_________________________________________________________
b. Nutrisi
Apakah anda puas dengan pola makan anda : ( ) ya ( ) tidak
Apakah anda makan memisahkan diri :
( ) ya,
jelaskan _____________________________________________________
( ) tidak
Frekuensi makan sehari __ x sehari frekuensi kudapan sehari : __x sehari
Nafsu makan : ( ) meningkat ( ) menurun ( ) berlebihan ( ) sedikit-sedikit
Berat badan: ( ) meningkat ( ) menurun
Berat badan terendah : ___ kg Berat badan tertinggi : ___ kg
Jelaskan :
_________________________________________________________
c. Tidur
Apakah ada masalah tidur _____________________
Apakah merasa segar setelah bangun tidur _______________
Apakah ada kebiasaan tidur siang _____________
Lama tidur siang _______ jam
18
Apa yang menolong tidur _______________
Tidur malam : __________ bangun jam : ________
Apakah ada gangguan tidur :
( ) sulit untuk tidur ( ) bangun terlalu pagi ( ) sonambulisme
( ) terbangun saat tidur ( ) gelisah saat tidur ( ) berbicara saat tidur
Jelaskan :
_________________________________________________________
3. Kemampuan klien dalam :
Mengantisipasi kebutuhan sendiri ( ) ya ( ) tidak
Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri ( ) ya ( ) tidak
Mengatur penggunaan obat ( ) ya ( ) tidak
Melakukan pemeriksaan kesehatan ( ) ya ( ) tidak
Jelaskan :
____________________________________________________________
4. Klien memiliki sistem pendukung
Keluarga : ( ) ya ( ) tidak
Terapis : ( ) ya ( ) tidak
Teman sejawat : ( ) ya ( ) tidak
Kelompok sosial : ( ) ya ( ) tidak
Jelaskan :
____________________________________________________________
5. Apakah klien menikmati saat bekerja, kegiatan produktif atau hobi ?
( ) ya ( ) tidak
Jelaskan :
____________________________________________________________
K. Pemeriksaan penunjang
1. CT-Scan: dapat menunjukkan struktur abnormalitas otak pada beberapa kasus
seperti schizofrenik (misalnya atrofi lobus temporal), pembesaran ventrikel
dengan rasio ventrikel-otak meningkat yang dapat dihubungkan dengan derajat
yang dapat dilihat
19
2. PET (Positron Emission Tomography) : mengukur aktivitas metabolik dari area
spesifik otak dan dapat menyatakan aktivitas metabolik yang rendah dari lobus
frontal. Terutama pada area prefrontal dari korteks serebral
3. MRI : memberi gambaran otak 3 dimensi, dapat memperlihatkan gambaran yang
lebih kecil dari lobus frontal rata-rata, atrofi lobus temporal (terutama hipokampus,
girus parahipokampus, dan girus temporal superior)
4. RCBF (Regional Cerebral Blood Flow) : memetakan aliran darah dan menyatakan
aktivitas pada daerah otak yang bervariasi
5. BEAM (Brain Electrical Activity Mapping) : menunjukkan respon gelombang otak
terhadap rangsangan yang bervariasi disertai dengan adanya respon yang
terhambat dan menurun, kadang-kadang dilobus temporal dan sistem limbic
6. ASI (Addiction Severity Index) : menentukan masalah-masalah ketergantungan
(ketergantungan zat), yang mungkin dikaitkan dengan penyakit mental, dan
mengindikasikan area pengobatan yang diperlukan
7. Skrining obat (termasuk alcohol) : mengidentifikasi jenis obat yang digunakan
8. Uji psikologis (misalnya MMPI) : menyatakan kerusakan pada satu area atau
lebih.
Catatan : tipe paranoid biasanya menunjukkan sedikit atau tidak adanya
kerusakan
L. Penatalaksanaan
PENATALAKSANAAN PSIKOTIK AKUT
Pertama, kita harus dapat memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
tentang psikotik akut berikut hak dan kewajibannya
1. Informasi yang perlu untuk pasien dan keluarga
Untuk lebih memahami dan memperjelas isi dan metode pemberian informasi
yang akan disampaikan saudara dapat dibaca lebih lengkap pada modul VI B
tentang asuhan keperawatan pasien halusinasi, waham, isolasi sosial. Beberapa
informasi yang perlu disampaikan pada pasien dan keluarga antara lain tentang :
Episode akut sering mempunyai prognosis yang baik, tetapi lama perjalanan
penyakit sukar diramalkan hanya dengan melihat dari satu episode akut saja
20
Agitasi yang membahayakan pasien, keluarga atau masyarakat, memerlukan
hospitalisasi atau pengawasan ketat di suatu tempat yang aman. Jika pasien
menolak pengobatan, mungkin diperlukan tindakan dengan bantuan perawat
kesehatan jiwa masyarakat dan perangkat desa serta keamanan setempat
2. Menjaga keamanan pasien dan individu yang merawatnya:
Keluarga atau teman harus mendampingi pasien
Kebutuhan dasar pasien terpenuhi (misalnya, makan, minum, eliminasi dan
kebersihan)
Hati-hati agar pasien tidak mengalami cedera
3. Konseling pasien dan keluarga
Bantu keluarga mengenal aspek hukum yang berkaitan dengan pengobatan
psikiatrik antara lain : hak pasien, kewajiban dan tanggung jawab keluarga
dalam pengobatan pasien
Dampingi pasien dan keluarga untuk mengurangi stress dan kontak dengan
stresor
Motivasi pasien agar melakukan aktivitas sehari-hari setelah gejala memba
4. Pengobatan
Program pengobatan untuk psikotik akut :
(1) Berikan obat antipsikotik untuk mengurangi gejala psikotik. Obat antipsikotik
berfungsi untuk menghambat reseptor dopamine subtipe D1 dan D2 atau jalur
serotonin dalam SSP. Obat-obat tersebut menghilangkan gejala positif,
namun efeknya terhadap gejala negatif lebih sedikit.
Haloperidol 1-5 mg PO, 1 sampai 3 kali sehari, Untuk psikosis akut. Juga
untuk anak-anak dengan problem perilaku yang berat yang bersifat
menyerang. Dipakai untuk menekan gejala-gejala putus obat akibat
narkotik dan untuk skizofrenia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obat
lain. Kemungkinan menimbulkan EPS. Mempunyai efek sedasi, hipotensi,
dan antikolinergik yang minimal.
Chlorpromazine 25 mg, 1 sampai 3 kali sehari, tingkatkan secara
bertahap. Efektif untuk psikosis akut. Efek samping sedasi kuat , dapat
menimbulkan hipotensi ortostatik.
Dosis harus diberikan serendah mungkin untuk mengurangi efek samping,
walaupun beberapa pasien mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi
21
(2) Obat antiansietas juga bisa digunakan bersama dengan neuroleptika untuk
mengendalikan agitasi akut (misalnya: lorazepam 1-2 mg, 1 sampai 3 kali
sehari). Ansietas ringan paling baik diobati tanpa obat dengan cara melatih
manajemen ansietas dan teknik relaksasi. Ansietas sedang hingga berat
dapat diatasi dengan gabungan teknik-teknik tersebut dan terapi obat
antidepresan atau antipsikotik dengan dosis yang sangat rendah misalnya
benzodiazepine dapat mengatasi ansietas akut.
(3) Lanjutkan obat antipsikotik selama sekurang-kurangnya 3 bulan sesudah
gejala hilang.
(4) monitoring penggunaan antipsikosis pada klien.
Jika penggunaan obat-obatan antipsikosis tidak kuat meskipun sudah
diberikan lebih dari satu jenis, maka gunakan satu jenis obat dengan
dosis adekuat dengan durasi yang lebih lama.
a. Diagnosis ulang (dan diagnosis penyakit lain)
b. Hilangkan kemungkinan psikosis yang disebabkan oleh alkohol
c. Memastikan kepatuhan terhadap pengobatan, mempertimbangkan
depo atau long-acting antipsikotik injeksi dengan maksud untuk
meningkatkan kepatuhan.
d. Pertimbangkan untuk meningkatkan pengobatan saat ini atau beralih
ke obat lain
e. Pertimbangkan antipsikotik generasi kedua (kecuali clozapine), jika
biaya dan ketersediaan bukan kendala, sebagai alternatif untuk
haloperidol dan klorpromazin
Jika efek ekstrapiramidal muncul (seperti parkinson dan dystonia), maka
lakukan :
a. Mengurangi dosis antipsikotik
b. Pertimbangkan untuk mengganti obat antipsikotik (misalnya dari
haloperidol ke klorpromazin)
c. Pertimbangkan obat antikolinergik untuk penggunaan jangka pendek
jika strategi-strategi ini gagal atau ekstrapiramidal efek samping yang
parah,akut, atau menonaktifkan. Obat antikolinergik :
Biperiden, harus dimulai pada 1 mg dua kali sehari, meningkat
menjadi 3-12 mg per hari, oral atau intravena. Efek samping
termasuk sedasi, kebingungan, dan gangguan memori, terutama
22
pada orang tua. Efek samping yang jarang berupa glaukoma sudut
tertutup, myasthenia gravis, gastrointestinal obstruksi.
Trihexyphenidyl (benzhexol), dapat digunakan sebagai alternatif
dengan dosis 4-12 mg per hari. Efek samping sama dengan
biperiden.
(5) Penghentian obat antipsikosis pada kasus efek samping berat (demam,
rigiditas, dan hipertensi).
Untuk psikosis akut, pengobatan dilanjutkan sampai 12 bulan setelah
remisi penuh
Untuk psikosis kronik, pertimbangkan penghentian pengobatan jika
pasien sudah stabil dalam jangka waktu beberapa tahun, peningkatan
resiko kekambuhan perlu dipertimbangkan sebagai akibat efek dari
pemutusan pemakaian obat, selama itu pasien dan keluarga harus
berkonsultasi.
Jika memungkinkan, rujuk ke spesialis setelah pemutusan pemakaian
obat.
(6) Apabila saudara menemukan pasien gangguan jiwa di rumah dengan perilaku
di bawah ini, lakukan kolaborasi dengan tim untuk mengatasinya.
Kekakuan otot (Distonia atau spasme akut), bisa ditanggulangi dengan
suntikan benzodiazepine atau obat antiparkinson
Kegelisahan motorik berat (Akatisia), bisa ditanggulangi dengan
pengurangan dosis terapi atau pemberian beta-bloker
Gejala parkinson (tremor/gemetar, akinesia), bisa ditanggulangi dengan
obat antiparkinson oral (misalnya, trihexyphenidil 2 mg 3 kali sehari)
5. Rujukan
Tindakan rujukan diperlukan bila terjadi kondisi-kondisi yang tidak dapat diatasi
melalui tindakan yang sudah dilakukan sebelumnya khususnya pada :
Kasus baru gangguan psikotik
Kasus dengan efek samping motorik yang berat atau timbulnya demam,
kekakuan, hipertensi, hentikan obat antipsikotik lalu rujuk
PENATALAKSANAAN PSIKOTIK KRONIK
Berikut ini akan diuraikan tentang penatalaksanaan pada pasien psikotik kronik
secara medik.
23
1. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga.
Tentang asuhan keperawatan pada pasien halusinasi, waham, isolasi sosial,
defisit perawatan diri. Beberapa informasi yang dapat saudara sampaikan pada
pasien dan keluarga antara lain :
Gejala penyakit jiwa (perilaku aneh dan agitasi)
Antisipasi kekambuhan
Penanganan psikosis akut
Pengobatan yang akan mengurangi gejala dan mencegah kekambuhan
Perlunya dukungan keluarga terhadap pengobatan dan rehabililtasi pasien
Perlunya organisasi kemasyarakatan sebagai dukungan yang berarti bagi
pasien dan keluarga
2. Konseling pasien dan keluarga
Beberapa topik yang dapat menjadi fokus konseling adalah :
Pengobatan dan dukungan keluarga terhadap pasien
Membantu pasien untuk berfungsi pada taraf yang optimal dalam pekerjaan
dan kegiatan sehari-hari
Kurangi stress dan kontak dengan stres
3. Pengobatan
Program pengobatan untuk psikotik kronik :
(1) Antipsikotik yang mengurangi gejala psikotik :
• Haloperidol 2-5 mg; 1 – 3 kali sehari
• Chlorpromazine 100-200 mg ; 1 – 3 kali sehari
Dosis harus serendah mungkin; hanya untuk menghilangkan gejala, walaupun
beberapa pasien mungkin membutuhkan dosis yang lebih tinggi
(2) Obat anti psikotik diberikan sekurang-kurangnya 3 bulan sesudah episode
pertama penyakitnya dan lebih lama sesudah episode berikutnya
(3) Obat antipsikotik mempunyai efek jangka panjang yang disuntikkan jika
pasien gagal untuk minum obat oral
(4) Berikan terapi untuk mengatasi efek samping yang mungkin timbul :
24
Kekakuan otot (distonis dan spasme akut), yang dapat diatasi dengan
obat anti parkinson atau benzodiazepine yang disuntikkan
Kegelisahan motorik yang berat (Akatisia) yang dapat diatasi dengan
pengurangan dosis terapi atau pemberian beta-bloker
Obat anti Parkinson yang dapat mengatasi gejala parkinson (antara lain
trihexyphenidil 2 mg sampai 3 kali sehari, ekstrak belladonna 10-20 mg 3x
sehari, diphenhydramine 50 mg 3 x sehari)
4. Rujukan
Beberapa kriteria perlunya rujukan kasus adalah :
Semua kasus baru dengan gangguan psikotik
Depresi atau mania dengan gejala psikotik.
Perlu kepastian diagnosis dan terapi yang paling sesuai pada kasus kronis
Keluarga merasakan terbebani dengan kondisi pasien dan memerlukan
konsultasi dengan pelayanan masyarakat yang sesuai
Pertimbangkan konsultasi untuk kasus dengan efek samping motorik yang
berat
II. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan proses pikir
2. Gangguan persepsi dan sensori : penglihatan, pendengaran
3. Hambatan komunikasi verbal
4. Ketidakefektifan koping individu
5. Harga diri rendah kronis
6. Isolasi sosial
7. Disfungsi seksual
8. Resiko membahayakan diri/orang lain
9. Defisit perawatan diri
III. Perencanaan
1. Gangguan proses pikir
Intervensi :
a. Kaji tingkat keparahan gangguan proses pikir klien, catat bentuk (dereistik,
autistic, simbolik, asosiasi konkret dan/atau kehilangan asosiasi, terhambat)
25
Rasional : identifikasi komunikasi/pikiran simbolik/primitive meningkatkan
pemahaman tentang proses pikir klien dan memungkinkan perencanaan
intervensi yang tepat
b. Menciptakan hubungan perawat-klien yang terapeutik
Rasional : menyediakan lingkungan emosi yang aman memungkinkan terjadinya
interaksi interpersonal dan menurunkan autisme
c. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengintervensi secara efektif
Rasional : komunikasi terapeutik akan menurunkan pikiran autistic karena bersifat
jelas, terbuka, konsisten, ringkas dan memerlukan partisipasi dari diri sendiri
d. Ekpresikan keinginan untuk memahami pikiran klien dengan mengklarifikasi apa
yang tidak jelas, pusatkan pada perasaan bukan isi, usahakan untuk mengerti
(tentang ketidakjelasan klien), mendengarkan dengan seksama, mengatur aliran
pikiran bila dibutuhkan
Rasional : klien sering tidak mampu mengorganisasikan pikiran (mudah
terdistraksi, tidak bisa berpegang pada konsep atau keutuhan) sehingga dengan
mendengar dan aktif mengidentifikasi pola pikir pasien akan mempermudah untuk
memahami pasien dan juga keinginan untuk mengerti pasien dengan
menunjukkan ekspresi dan perhatian meningkatkan perasaan makna-diri klien.
e. Berikan pikiran yang sesuai dan buat batasan (terapi kognitif) jika klien mencoba
untuk berespon secara impulsive terhadap perubahan pikiran.
f. Pantau program pengobatan, observasi dampak dan efek samping dari
pengobatan
Rasional : pencegahan efek samping dapat mencegah kerusakan permanen
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat seperti antipsikotik, obat anti-
parkinson
Rasional :
Pemberian obat seperto antipsikotik dapat mencegah kekambuhan pasien dan
mengurangi gejala psikotik yang dialami pasien
2. Gangguan persepsi dan sensori : penglihatan, pendengaran
a. Kaji adanya perubahan persepsi dan sensori klien, catat faktor penyebab/
peranan (misalnya ketergantungan obat, demam, trauma, atau penyakit/kondisi
organic lain)
26
Rasional : mengkaji adanya perubahan persepsi dan sensori klien dan juga
penyebab digunakan agar kita tahu selanjutnya intervensi apa yang akan
dilakukan
b. Sediakan waktu bersama klien, dengarkan dengan baik dan dukung setiap
perubahan yang klien lakukan
Rasional : dukungan/ penerimaan yang konsisten dapat mengurangi kecemasan
dan ketakutan serta mengajarkan klien untuk mengurangi persepsi yang
terganggu
c. Beri lingkungan yang aman yang tidak berargumen atau mengejek pasien
Rasional : perubahan persepsi sangatlah menakutkan klien dan menunjukkan
adanya kehilangan control. Karena kurang pengertian, klien melihat perubahan
persepsi sebagai suatu kenyataan dan berargumen hanya mengarah ke
pembelaan diri dan perlawanan regresif klien
d. Orientasikan kenyataan dengan komunikasi secara efektif, kuatkan kenyataan
tentang perubahan persepsi klien, dan klarifikasi waktu, tempat, dan orang
Rasional : orientasi realitas membimbing klien untuk menginterpretasikan secara
tepat rangsangan dalam lingkungan pergaulan
e. Buat batasan respon impulsif klien terhadap perubahan persepsi. Tetap bersama
klien dan berikan distraksi bila mungkin.
Rasional : klien yang mempersepsi lingkungan secara tidak tepat tidak memiliki
control internal untuk mencegah respon impulsif terhadap kesalahan persepsi.
Distraksi dapat juga mendukung klien untuk mengontrol respon terhadap
gangguan persepsi
f. Berikan control eksternal (ruangan yang sunyi, pengasingan, restrein), beri tahu
klien tujuan sentuhan, sesuai indikasi
Rasional : batasan eksternal dan control harus diberikan untuk melindungi klien
dan orang lain sampai klien dapat mengontrol secara internal dan mampu
menyangkal perubahan persepsi
3. Hambatan komunikasi verbal
a. Kaji tingkat keparahan hambatan verbal klien
Rasional : kerusakan/ hambatan komunikasi verbal klien dapat berdampak pada
kemampuan komunikasi klien untuk berinteraksi dengan petugas kesehatan dan
orang lain.
b. Tunjukkan sikap menyimak dalam hubungan perawat dengan klien
27
Rasional : memungkinkan perawat mendengar dengan cermat, mengobservasi
klien, dan mengantisipasi serta memperhatikan pola komunikasi klien yang
mungkin muncul
c. Akui kesulitan klien dalam berkomunikasi
Rasional : pengenalan kesulitan klien dalam mengekspresikan ide dan perasaan
menunjukkan empati, mengurangi kecemasan, dan memampukan klien untuk
berkonsentrasi dalam berkomunikasi
d. Beri lingkungan yang tidak mengancam/ aman untuk komunikasi klien
Rasional : situasi ketika seseorang merasa bebas untuk mengekspresikan diri
tanpa rasa takut dikritik, membantu memenuhi kebutuhan keamanan, rasa saling
percaya meningkat, memberikan jaminan toleransi, dan validasi komunikasi
negative yang sesuai
e. Terima penggunaan komunikasi alternatif, misalnya menggambar, menyanyi,
menari, atau pantomime.
Rasional : meningkatkan perasaan aman klien, menyediakan ruang untuk
mengekspresikan kebutuhan
f. Hindari sanggahan atau persetujuan pada komunikasi yang tidak akurat,
sederhanakan pemberian pandangan realita dengan gaya tidak menghakimi
Rasional : sanggahan merupakn tindakan non terapeutik dan dapat
menyebabkan klien menjadi defensive. Persetujuan dengan ekspresi komunikasi
klien yang tidak akurat akan memicu kesalahpahaman terhadap realita
g. Gunakan komunikasi terapeutik saat berkomunikasi dengan klien seperti
parafrase, refleksi, klarifikasi.
Rasional :alur komunikasi klien (terlalu cepat/lambat) membutuhkan pengaturan.
Teknik ini dibimbing dengan orientasi terhadap realita, untuk itumeminimalkan
kesalahan interpretasi dan mempermudah komunikasi yang akurat
h. Gunakan pendekatan yang mendukung klien dengan mengkomunikasikan
keinginan untuk mengerti (minta klien untuk membantu anda, begitu pula
sebaliknya)
Rasional : pengenalan tentang pengalaman masa lalu klien menimbulkan
ketidakpercayaan, menimbulkan upaya mempertahankan jarak dengan
pemberian pesan yang samar dan tidak jelas
4. Ketidakefektifan koping individu
a. Kaji seberapa parah tingkat kerusakan koping klien
28
Rasional : memberi informasi tentang kemampuan koping aktual dan yang
dirasakan, bagian kehidupan yang berubah, tingkat ansietas, stress, tingkat
perkembangan fungsi, penggunaan mekanisme pertahanan, dan kemampuan
pemecahan masalah
b. Bantu klien untuk mengidentifikasi/ mendiskusikan pikiran, perasaan, dan
persepsi
Rasional : klien mampu melihat bagaimana persepsi/pikiran/afek diproses dan
menguatkan realita dan keterampilan koping
c. Dorong klien untuk mengekspresikan kekhawatiran. Dukung menyusun tujuan
yang realistic dan belajar teknik pemecahan masalah yang tepat
Rasional : dalam hubungan saling dipercaya, klien dapat mulai belajar
keterampilan ini, tanpa takut merasa dihakimi
d. Bantu klien mengidentifikasi pencetus yang menimbulkan koping tidak efektif, jika
mungkin
Rasional : pengetahuan tentang stressor yang telah dicetuskan memperburuk
kemampuan koping klien untuk mengenal dan menghadapi faktor-faktor ini
sebelum masalah terjadi
e. Bantu klien mengenali dan mengembangkan keterampilan koping efektif/tepat
Rasional : pemecahan masalah/perilaku koping ynag meningkat/fleksibel
mencegah dekompensasi (kenyataan yang terganggu, sistem delusi)
5. Harga diri rendah kronis
a. Kaji derajat gangguan konsep diri klien
Rasional : mendokumentasikan persepsi diri dan orang lain, tujuan klien,
perubahan/kehilangan yang bermakna memberi dasar penentuan kebutuhan
terapi dan evaluasi perkembangannya
b. Sediakan waktu bersama klien, dengarkan dengan penerimaan yang positif dan
menghormati dengan tidak menghakimi
Rasional : menyampaikan empati, penerimaan, dukungan dapat meningkatkan
harga diri klien. Identitas personal dikuatkan ketika klien mengenalinya bersama
perawat dan mengalami perhatian terapeutik dalam hubungan perawat-klien
c. Bantu klien untuk mengungkapkan kekhawatiran/perasaannya
Rasional : harga diri diwujudkan dengan meningkatkan pengertian dan perasaan.
Pengertian dicapai saat klien mengatakan secara verbal /identifikasi perasaan
(misalnya rasa tidak berharga, penolakan, kesendirian)
29
d. Bantu klien mengidentifikasi bagaimana perasaan negative dapat menurunkan
harga diri
Rasional : perasaan negative dapat menimbulkan kecemasan berat dan/atau
kecurigaan. Kewaspadaan/persepsi tentang faktor-faktor penyebab dapat
membantu klien mengenali bagaimana perasaan negative menyebabkan
penyimpangan
e. Bantu klien untuk mengenali karakteristik positif yang terkait dengan diri klien
Rasional : mendiskusikan aspek positif harga diri, seperti keterampilan sosial,
kemampuan bekerja, pendidikan, bakat, penampilan, dapat menguatkan
perasaan layak/mampu klien
f. Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program/aktivitas latihan yang tepat
Rasional : meningkatkan kemampuan untuk hubungan interpersonal (berdua 1:1
dan dalam kelompok kecil). Aktivitas yang menggunakan pancaindra
meningkatkan perasaan diri sendiri dan latihan fisik memicu rasa sejahtera positif
g. Beri penguatan positif untuk usaha/kemampuan klien
Rasional : umpan balik positif dapat meningkatkan harga diri, memberi dorongan,
dan mengembangkan rasa diri terarah
h. Tentukan tingkat penampilan peran saat ini dan catat faktor penyebab/kontribusi
yang mempengaruhinya
Rasional :faktor-faktor seperti pengetahuan yang tidak adekuat, konflik peran,
perubahan persepsi peran diri/orang lain, dan perubahan pola tanggung jawab
yang biasa dapat memengaruhi kemampuan fisik dan psikologis klien untuk
penampilan peran yang efektif
i. Bantu klien beradaptasi terhadap perubahan penampilan peran dengan bekerja
bersama klien/orang terdekat untuk mengembangkan strategi menangani
gangguan peran dan meningkatkan koping secara efektif
Rasional : tingkat akhir penampilan klien mungkin memengaruhi dipengaruhi oleh
sistem pendukung yaitu memperhatikan dan responsif
j. Kaji identitas personal saat ini, dengan pertimbangkan jika klien menyatakan
keberadaan dirinya dan mengekspresikan perasaannya tentang ketidaksiapan
bertemu dengan orang lain/objek
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individu dan intervensi yang tepat.
Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi diri menimbulkan masalah utama yang
dapat mengganggu interaksi seseorang dengan orang lain
30
k. Analisis adanya/keparahan faktor-faktor yang dapat mengganggu identitas pribadi
(misalnya paranoid, afek tumpul)
Rasional : batasan ego disintegrasi dapat menyebabkan kelemahan perasaan
tentang diri. Klien sering mengekspresikan ketakutan tentang munculnya faktor-
faktor dan karenanya kehilangan identitas personal
l. Kolaborasi dengan ahli kejiwaan untuk melakukan uji yang tepat (misalnya minta
klien untuk menggambar figure diri, Body Image Aberration, Physical Anhedonia
Scale)
Rasional : uji ini menunjukkan pandangan klien, konsep diri klien, dan korelasi
klien dengan berbagai macam variabel
m. Rujuk ke ahli terapi okupasi/terapi pergerakan/Outdoor Education Program, dan
lain-lain
Rasional : memberi aktivitas yang memberikan harga diri dan pencapaian selama
keterlibatan dengan program hospitalisasi parsial. Hospitalisasi parsial dapat
memfasilitasi transisi dari lingkungan rumah sakit ke komunitas
6. Isolasi sosial
a. Kaji derajat keparahan isolasi yang dialami klien dengan mendengarkan
pandangan klien tentang kesendiriannya.
Rasional : perasaan tidak percaya dapat mengarah kek kesulitan dalam membina
hubungan, dan klien dapat menarik diri dari kontak tertutup dengan orang lain
b. Sediakan waktu bersama klien, buat interaksi yang singkat tetapi yang
mengomunikasikan minat, kekhawatiran, dan perhatian
Rasional : membina hubungan trust dengan klien dengan kontak yang jujur,
singkat, konsisten dengan perawat dapat membantu klien membina kembali
interaksi penuh percaya dengan orang lain
c. Rencanakan waktu yang tepat untuk aktivitas (dengan membatasi menarik diri,
menganekaragamkan rutinitas harian hanya yang ditoleransi)
Rasional : konsistensi dalam hubungan interpersonal 1:1 dan kesamaan
lingkungan dibutuhkan pada awal untuk memungkinkan klien menurunkan
perilaku menarik diri. Motivasi dirangsang dengan berbagi pengalaman.
d. Bantu klien berpartisipasi dalam aktivitas pengalih dan batasi/rencanakan situasi
intervensi dengan orang lain pada pertemuan kelompok/unit, dll.
Rasional : dengan toleransi hubungan interpersonal dan penguatan batasan ego,
klien dapat meningkatkan sosialisasi dan masuk ke situasi kelompok kecil.
31
Interaksi yang singkat dapat membantu klien merasa lebih nyaman diantara
orang lain dan memberikan kesempatan untuk mencoba keterampilan sosial baru
e. Identifikasi sistem pendukung yang tersedia untuk klien (misalnya keluarga,
teman, rekan sejawat)
Rasional : dukungan merupakan bagian penting dari rehabilitasi klien,
memberikan jaringan kerja untuk membimbing klien dalam pemulihan sosial
f. Kaji hubungan keluarga, pola komunikasi, pengetahuan tentang kondisi klien
Rasional : masalah dalam keluarga (keterampilan berhubungan/sosial yang
kurang, ekspresi emosi yang tinggi) dapat mengganggu perkembangan klien dan
menunjukkan perlunya terapi keluarga
g. Catat perasaan makna-diri klien dan keyakinan tentang identitas individu/peran
dalam pergaulan dan lingkungan
Rasional : ketika klien merasa dirinya lebih baik dan mempunyai makna, interaksi
keluarga dengan orang lain ditingkatkan.
7. Disfungsi seksual
a. Izinkan klien untuk menggambarkan persepsinya tentang fungsi
seksual/seksualitas
Rasional : ketika kekhawatiran dan persepsi sudah diungkapkan, ungkapan
tersebut memberikan kesempatan untuk memahami sudut pandang klien,
mengidentifikasikan kebutuhan individu, dan mengklarifikasi kesalahan konsep
b. Tentukan adanya/derajat faktor-faktor yang mengganggu fungsi
seksual/seksualitas
Rasional : disintegrasi batsan ego dapat menyebabkan perilaku regresif (menarik
diri) yang mengganggu pembentukan usaha dan menciptakan konfusi identitas
gender. Pengobatan antipsikotik dapat menyebabkan perubahan endokrin
(amenore, laktasi pada wanita dan impoten, hambatan ejakulasi, ginekomastia
pada pria)
c. Beri informasi mengenai obat-obatan, indikasi, dosis dan juga efeksampingnya,
dan lakukan konseling/penyuluhan tentang pemecahan masalah
Rasional : kurang pengetahuan mungkin sebagai faktor yang memperberat
difungsi
d. Anjurkan klien untuk mengidentifikasi/melaporkan setiap perubahan dalam fungsi
seksual/seksualitas
32
Rasional : intervensi pada suatu saat dapat mencegah disintegrasi batasan ego
yang akan dating dan efek samping pengobatan lebih lanjut
e. Lakukan konseling pada klien tentang pengaturan kehamilan, implikasi genetic
memiliki anak
Rasional : penyakit klien yang parah mengakibatkan kesulitan dalam
berhubungan dan tidak membuat pasangan atau orang tua menjadi lebih baik.
Konseling eugenic pra-nikah menjadi sangat penting
f. Identifikasi praktik “seks yang lebih aman” dan diskusikan resiko terkena Penyakit
Menular Seksual (PMS)
Rasional : kurangnya hambatan sosial (pasangan multipel, seks yang tidak aman)
menempatkan klien ini pada kemungkinan beresiko terkena penyakit menular
seksual, dan tingkat fungsi yang buruk dapat berakibat pada pengabaian
pengobatan
8. Resiko membahayakan diri/orang lain
a. Kaji adanya/derajat potensi membahayakan diri atau orang lain dengan
menggunakan skala 1-10. Tentukan keinginan untuk bunuh
diri/membunuh/indikasi kehilangan control perilaku (aktual atau dirasakan),
perilaku bermusuhan secara verbal/nonverbal, faktor resiko dan keterampilan
koping sebelumnya/sekarang.
Rasional : kaji adanya atau derajat potensi membahayakan diri sendir atau orang
lain dijadikan sebagai sumber informasi dan dasar untuk melakukan tindakan
intervensi selanjutnya.
b. Berikan lingkungan yang tenang dan aman, jauhkan benda-benda tajam dan
berbahaya yang dapat digunakan untuk melukai dirinya atau orang lain, katakana
pada klien “anda aman”.
Rasional : mempertahankan rangsangan lingkungan dengan minimal dan
pemberian keyakinan membantu mencegah agitasi
c. Hati-hati dalam memberi tempat bersandar/memberi pelukan,dll
Sentuhan mungkin dapat diartikan sebagai bahasa tubuh yang agresif
d. Anjurkan pengungkapan perasaan dan tingkatkan cara ekspresi verbal yang
diterima misalnya berteriak diruangan, atau memaki bantal
Rasional : pengungkapan perasaan dapat mengurangi perlunya tindakan fisik
e. Bantu klien mengidentifikasi situasi yang dapat memicu ansietas/perilaku agresif
33
Rasional : memberi pemahaman hubungan antara ansietas berat dan situasi
yang mengakibatkan perasaan dekstruktif yang menimbulkan tindakan agresif
f. Gali implikasi dan konsekuensi penanganan situasi ini dengan agresi
Rasional : membantu klien menyadari kemungkinan dan pentingnya
mempertimbangkan situasi sebelum melakukan tindakan
g. Bantu klien mendefinisikan alternative perilaku agresif. Awalnya libatkan dalam
aktivitas fisik sendiri, bukan dalam kelompok. Pantau aktivitas kompetitif, lakukan
dalam kewaspadaan.
Rasional : mengajarkan klien untuk belajar menangani situasi dengan cara yang
dapat diterima orang lain dan lingkungannya. Pengungkapan yang tepat dapat
menghilangkan rasa permusuhan. Ansietas dan ketakutan dapat meningkat
selama aktivitas ketika klien merasa dirinya berkompetisi dengan orang lain dan
dapat memicu terjadinya perilaku yang membahayakan
h. Atur batasan, nyatakan dengan jelas, spesifik, sikap yang tegas terhadap apa
yang dapat/tidak dapat diterima. Gunakan tuntutan hanya bila situasi
memerlukannya
Rasional : bersikap jelas dan tetap tenang meningkatkan kesempatan klien
bekerjasama dan mengurangi potensi kekerasan. Dengan memberlakukan
batasan yang sedikit tetapi penting akan meningkatkan kesempatan untuk
mengobservasi
i. Waspada terhadap tanda-tanda yang memunculkan perilaku kekerasan,
peningkatan aktivitas psikomotor, intensitas afek, pengungkapan pikiran delusi,
terutama ekspresi adanya ancaman, halusinasi ketakutan
Rasional : meningkatkan intervensi tepat waktu karena komuniksi terapeutik lebih
efektif sebelum perilaku menjadi berbahaya
j. Waspada terhadap respon diri sendiri pada perilaku klien (misalnya marah atau
takut)
Rasional : berespon secara defensive cenderung memperberat situasi.
k. Isolasi segera dengan cara tidak menghukum, dengan menggunakan bantuan
adekuat bila terjadi perilaku yang membahayakan. Pegang klien dan beritau klien
untuk MENGHENTIKAN perilakunya
Rasional : pemindahan klien ke lingkungan yang lebih tenang dapat mengurangi
rangsangan dan dapat membantu klien merasa lebih tenang. Sering memegang
klien da/atau berkata “berhenti” adalah cukup untuk membantu klien
mendapatkan kembali control atas dirinya
34
l. Kolaborasi untuk menempatkan dalam tempat isolasi, dan/atau gunakan restrain
sesuai petunjuk dan dokumentasikan alasan tindakan
Rasional : menempatkan dalam tempat isolasi atau menggunakan restrain
diperlukan sampai klien merasa mendapat pengendalian atas dirinya sendiri
m. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : digunakan untuk menurubkan gejala, mengurangi pikiran delusi, dan
bantu klien mencapai pengendalian diri
9. Defisit perawatan diri
a. Tentukan tingkat perawatan diri seperti makan, mandi/kebersihan,
berpakaian/berdandan, dan toileting
Rasional : mengidentifikasi potensi dan menetapkan derajat asuhan keperawatan
yang akan dilakukan
b. Kaji adanya/beratnya faktor yang memengaruhi kapasitas klien untuk merawat diri
(misalnya kemampuan kognitif/persepsi, disintegratif, status mobilisasi)
Rasional : gangguan pada area ini dapat mengubah kemampuan/kesiapan klien
untuk merawat diri
c. Diskusikan penampilan/dandanan individu dan anjurkan untuk berpakaian dengan
pakaian warna terang dan atraktif. Beri umpan balik positif untuk usaha klien
Rasional : penampilan memengaruhi bagaimana klien dapat melihat dirinya.
Penampilan yang tidak rapih, tidak cocok, memperlihatkan perasaan layak diri
yang rendah, karena penampilan yang atraktif dan serasi memperlihatkan
perasaan positif klien dan juga orang lain
d. Tingkatkan aktivitas hidup sehari-hari klien sesuai kemampuan klien
Rasional : latihan fisik adekuat meningkatkan tonus otot, sehingga mengajarkan
pasien untuk mampu bergerak dan memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri
e. Kolaborasi dengan keluarga untuk membantu klien dalam pemenuhan kebutuhan
dasarnya dirumah
Rasional : melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien dapat
membentuk koping keluarga menjadi lebih baik
35
BAB II
ANALISA KASUS
FILM “BEAUTIFUL MIND”
1. Sinopsis
Film Beautiful Mind menceritakan kisah tentang seorang ahli matematika genius yang
bernama John Forbes Nash yang mengidap schizophrenia hingga membuatnya hidup dalam
halusinasi dan selalu dibayangi ketakutan yang membuatnya harus berjuang keras untuk
sembuh dan meraih hadiah Nobel tahun 1994, kala ia memasuki usia senja.
Cerita berawal dengan Nash muda di tahun 1948 yang memulai hari-hari pertama
kuliahnya di universitas bergengsi, Princeton University. Nash lelaki sederhana yang
digambarkan sebagai pribadi penyendiri, pemalu, rendah diri, sekaligus aneh. Dia tidak
terlalu suka berhubungan dengan orang dan rasanya tak ada orang yang menyukainya, itu
anggapan dalam diri Nash dan selalu dia ucapkan pada hampir setiap orang yang baru dia
kenal. Di balik segala kekurangannya, Nash juga digambarkan sebagai laki-laki arogan yang
bangga akan kepandaiannya. Ini ditunjukkannnya dengan cara menolak mengikuti kuliah
yang dianggapnya hanya menghabiskan waktu dan membuat otak tumpul. Sebagai
gantinya, Nash lebih banyak meluangkan waktu di luar kelas demi mendapatkan ide orisinal
untuk meraih gelar doktornya dan diterima di pusat penelitian bergengsi, Wheeler Defense
Lab di MIT.
Saat Nash sedangberusahamencapaicita-citanyaitu, dia mendapat teman sekamar yang
sangat memakluminya, Charles Herman yang memiliki keponakan seorang gadis cilik
Marcee. Nash yang amat terobsesi dengan matematika-sampai-sampai menulis berbagai
rumus di kaca jendela kamar dan perpustakaan akhirnya secara tak sengaja berhasil
menemukan konsep baru yang bertentangan dengan teori bapak ekonomi modern dunia,
Adam Smith. Konsep inilah yang dinamakannya dengan teori keseimbangan, yang
mengantarkannya meraih gelar doktor. Mimpi Nash menjadi kenyataan. Tak hanya meraih
gelar doktor, ia berhasil diterima sebagai peneliti dan pengajar di MIT.
Kehidupan Nash mulai berubah ketika dia diminta Pentagon memecahkan kode rahasia
yang dikirim tentara Sovyet. Di sana, ia bertemu agen rahasia William Parcher. Dari agen
rahasia ini, ia diberi pekerjaan sebagai mata-mata. Pekerjaan barunya ini membuat Nash
terobsesi sampai ia lupa waktu dan hidup di dunianya sendiri.
36
Kemudian datanglah Alicia Larde, seorang mahasiswinya yang cantik, yang membuatnya
sadar bahwa ia juga membutuhkan cinta. Ketika pasangan ini menikah, Nash justru semakin
parah dan merasa terus berada dalam ancaman bahaya gara-gara pekerjaannya sebagai
agen rahasia. Nash semakin hari semakin terlihat aneh dan ketakutan, sampai akhirnya
ketika ia sedang membawakan makalahnya di sebuah seminar di Harvard, Dr Rosen
seorang ahli jiwa menangkap dan membawanya ke rumah sakit jiwa. Dari situlah terungkap,
Nash mengidap paranoid schizophrenia. Beberapa kejadian yang dialami Nash selama ini
hanya khayalan belaka. Tak pernah ada teman sekamar, Herman dan keponakannya yang
menggemaskan, Marcee ataupun Parcher dengan proyek rahasianya.
Untungnya, Alicia adalah seorang istri setia yang tidak pernah lelah memberi semangat
pada suaminya. Dengan dorongan semangat serta cinta kasih yang tak pernah habis dari
Alicia, Nash bangkit dan berjuang melawan penyakitnya.
2. Karakter Pribadi
John Nash : Pemalu, introvert, penyendiri, rendah diri (merasa dirinya tidak
disukai orang lain), kaku, tidak suka bergaul (tidak menyukai orang lain),
penarikan diri dari lingkungan sosial.
Alicia Larde : setia, cerdas, feminin, tegar , dan pantang menyerah.
Christopher Plummer sebagai Dr. Rosen : Dr. Rosen merupakan seorang ahli
kejiwaan yang merawat John Nash dan mengamati kesehatannya. Dia adalah
dokter yang bertanggung jawab atas pengobatan penyakit yang dialami John
Nash.
Ed Harris sebagai William Parcher : William Parcher adalah tokoh khayalan yang
diciptakan oleh John Nash. Tokoh ini adalah tokoh tidak nyata dan hanya dapat
dilihat oleh John Nash itu sendiri. Dalam film ini William diceritakan berperan
sebagai seorang agen rahasia yang berasal dari Pentagon. Keduanya bertemu
saat di Pentagon dan Parcher merekrut John Nash untuk ikut bergabung dalam
misi rahasia mereka yang melibatkan rahasia dua negara.KarakterParcherpada
film iniadalahsebagaiseseorang yang tegas, otoriter, danpenghasut.
Paul Bettany sebagai Charles Herman : Charles dalam film ini sama halnya
seperti William Parcher, keduanya merupakan tokoh halusinasi yang diciptakan
oleh John Nash. Charles merupakan teman sekamar John Nash sewaktu di
asrama saat ia masih kuliah di Princeton University.Karakter Charles dalam film
ini sebagai seorang teman yang diidamkan oleh John, selalu mendukung John,
ceria, friendly.
37
Josh Lucas sebagai Martin Hansen : Tokoh Martin pada film ini adalah teman
kuliah Nash, dia digambarkan sebagai tokoh yang pada awalnya menganggap
Nash adalah orang aneh, sehingga membuatnya ingin selalu mengganggunya.
Walaupun begitu Martin ini merupakan teman yang baik, terlihat setia ketika
sudah mengetahui bahwa Nash mengidap schizophrenia Ia tidak
meninggalkannya dan tetap membantunya memberi pekerjaan.
Vivien Cardone sebagai Marcee : Marcee adalah anak kecil yang merupakan
tokoh halusinasi ciptaan John Nash. Anak kecil ini merupakan keponakan dari
Charles yang juga tokoh imajinasi John Nash yang lucu dan menggemaskan.
3. Tanda gejala schizophrenia yang dialami John Nash :
a. Adanya delusi atau waham, yakni keyakinan palsu yang dipertahankan.Waham
yang terjadipada John Nash adalah :
Waham Kejar (delusion of persecution), yaitu keyakinan bahwa orang atau
kelompok tertentu sedang mengancam atau berencana membahayakan
dirinya, dalam film tersebut yaitu agen pemerintah dan mata – mata rusia.
Waham ini menjadikannya paranoid, yang selalu curiga akan segala hal dan
berada dalam ketakutan karena merasa diperhatikan, diikuti, serta diawasi.
Waham Kebesaran (delusion of grandeur), yaitu keyakinan bahwa dirinya
memiliki suatu kelebihan dan kekuatan serta menjadi orang penting. John
Nash menganggap dirinya adalah pemecah kode rahasia terbaik dan mata –
mata atau agen rahasia.
Waham Pengaruh (delusion of influence), adalah keyakinan bahwa kekuatan
dari luar sedang mencoba mengendalikan pikiran dan tindakannya. Adegan
yang menunjukkan waham ini yaitu ketika disuruh membunuh istrinya, ketika
disuruh menunjukkan bahwa dia jenius, dan ketika diyakinkan bahwa dia tidak
berarti oleh para teman halusinasinya.
b. Adanya halusinasi, yaitu persepsi palsu atau menganggap suatu hal ada dan
nyata padahal kenyataannya hal tersebut hanyalah khayalan. John Nash
mengalami halusinasi penglihatan dan pendengaran. John Nash bertemu dengan
tiga orang yang secara nyata tidak ada yaitu Charles Herman (teman
sekamarnya), William Parcher (agen pemerintah) dan Marcee (keponakan
Charles Herman). Ia dapat melihat dan mendengar apa yang dikatakan oleh
ketiga orang tersebut. Selain itu juga John Nash berhalusinasi mengenai
laboratorium rahasia, dan juga nomer kode yang dipasang pada tangannya.
38
c. Gejala motorik dapat dilihat dari ekpresi wajah yang aneh dan khas diikuti dengan
gerakan tangan, jari dan lengan yg aneh. Indikasi ini sangat jelas ketika John
Nash berkenalan dengan teman – temannya dan juga jika dilihat dari cara
berjalannya.
d. Adanya gangguan emosi, adegan yang paling jelas yaitu ketika John Nash
menggendong anaknya dengan tanpa emosi sedikitpun.
e. Social withdrawl (penarikan sosial), John Nash tidak bisa berinteraksi sosial
seperti orang – orang pada umumnya, dia tidak menyukai orang lain dan
menganggap orang lain tidak menyukai dirinya sehingga dia hanya memiliki
sedikit teman.
4. Faktor penyebab John Nash mengidap schizophrenia :
a. Predisposisi :
Genetik, kerusakan di kromosom 5 dan 6
Pola asuh yang salah dari orang tuanya saat kecil
b. Presipitasi :
Kalah bermain dari teman-temannya
Merasa gagal berprestasi untuk mendapatkan cita-citanya
Tidak mempunyai teman dekat
Dianggap aneh oleh teman-temannya
5. Menurut model keperawatan jiwa
Model psikoanalisis (Freud, Ericson), gangguan jiwa terjadi akibat
perkembangan diri, resolusi konflik, dan ego (akal) tidak dapat mengontrol id
(kehendak nafsu). Pada film Beautiful Mind, tokoh John Nash tidak dapat
menyeimbangkan antara ego dengan id. ObsesiJohn Nash yang besar untuk
menjadi matematikawan terbaik membuat ia kehilangan akalnya, seperti Ia lebih
focus pada penelitiannya dan tidak memperdulikan lingkungan (menutupdiri)
sehingga John Nash tidak mempunyai teman baik.
Model interpersonal (Sullivan, Peplau), gangguan jiwa timbul karena adanya
konflik saat berhubungan dengan orang lain sehingga muncul ancaman dan
menimbulkan kecemasan. Perasaan takut ditolak atau tidak diterima oleh orang
disekitarnya. Pada film Beautiful Mind, tokoh John Nash dianggap aneh karena
ambisinya pada matematika, membuatnya ditolak oleh teman-temannya
sehingga menimbulkan kecemasan yang tidak dapat diatasi oleh dirinya sendiri.
39
Model sosial (Caplan, Szasz), gangguan jiwa terjadi akibat adanya faktor
lingkungan yang memicu stress pada seseorang. Pada film Beautiful Mind, tokoh
John Nash mendapat stressor lingkungan dimana teman-temannya telah
mendapatkan judul untuk gelar doktornya, namun tidak demikian dengan dirinya.
40
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Psikosis merupakan suatu penyakit kejiwaan berat yang bisa menyerang
siapapun tidak mengenal jenis kelamin, ras, ataupun usia. Perbedaan psikosis dan
neurosis salah satunya adalah tidak adanya kontak dengan realitas. Gejala yang
muncul adalah halusinasi, delusi/waham, gangguan berpikir, mood swings, dan
perubahan perilaku. Psikosa terbagi menjadi 2 macam yakni psikosa organis yang
disebabkan oleh faktor fisik seperti alcoholic psychosis, psikosis akibat obat-obat
terlarang, traumatic psychosis, dan dementia paralytic. Satu lagi adalah psikosa
fungsional yang menyerang jiwa secara fungsional nonorganic seperti schizophrenia,
schizoaffective disorder, psikosis mania-depresif, dan psikosis paranoid.
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan adalah melalui pengamatan yang dalam
mengenai adanya tingkah laku yang berubah dan tes-tes psikiatrik. Pemeriksaan
penunjang lain seperti CTScan, PET, MRi bisa digunakan untuk mendeteksi
gambaran otak pasien. Kekinian penatalaksanaan penyakit ini meliputi terapi
konseling, keluarga yang dapat meningkatkan kesembuhan pasien selain daripada
pemberian pengobatan antipsikotik ataupun ECT. Prognosis pasien yang menderita
psikosis ini baik jika dilakukan pendeteksian dan pengobatan yang lebih awal untuk
mendapatkan kesembuhan total.
3.2 Saran
Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan
kepada penyusun agar dapat menjadi motivasi untuk makalah yang akan penyusun
buat selanjutnya. Dengan di buatnya makalah ini, penyusun berharap dapat
bermanfaat bagi pembaca dan penyusun khususnya.
41
Daftar Pustaka
Baihaqi, Sunardi, dkk. 2007. Psikiatri. Bandung: PT. Refika Aditama.
Brooker chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Brooker christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan ed-31. Jakarta: EGC.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Davies, Telfion. 2009. ABC Kesehatan Mental. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges Marilynn E. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Guze, Barry. 1997. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kee, Joyce.L. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Livingstonse, Churchill. 2009. Encyclopedia of Nursing. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Semiun, Yustinus. 2010. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius.
Tomb, David.A. 2004. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Townsend, Marry C. 2004. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri. Jakarta: EGC.
42
Soal kuis !
1. Apakah yang dimaksud dengan psikosis ?
2. Sebutkan klasifikasi dari psikosis dan berikan masing-masing satu contoh !
3. Apakah yang dimaksud dengan penyakit bipolar 1 !
4. Sebutkan 2 gambaran tentang penyakit bipolar !
5. Sebutkan 2 gejala mania dan 2 gejala depresif !
6. Sebutkan 3 gejala psikosis paranoid !
7. Sebutkan 5 manifesitasi skizofrenia !
8. Jelaskan cara kerja obat antipsikotik dan berikan contohnya !
9. Sebutkan 3 etiologi dari skizofrenia !
10. Sebutkan 3 diagnosa pada gangguan jiwa psikosis !
43
Recommended