MAKALAH
MENGENAL BUDAYA BATAK PADA MASA NIFAS
OLEH
ADELINA SITORUS (2012-52-001)
ANASTASIA CINTHIA ULY (2012-52-004)
FETRICIA MANIK (2012-52-018)
NOVTARINA SITANGGANG (2012-52-039)
RESTI HIA (2012-52-041)
RIAHDO IMELDA NAPITU (2012-52-043)
RISKA NITA Br. PURBA (2012-52-045)
ROSDIANA MARLINA MANIK (2012-52-046)
SEPTIKA CITRA CICILIA (2012-52-049)
VIVI MARIA SANTIKA (2012-52-055)
DIII KEBIDANAN SEMESTER 1
STIK SINT CAROLUS
JAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas bimbingan dan petunjuk serta kemudahan yang di berikan oleh-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas ini dengan baik dan lancar tanpa ada hambatan yang berarti.
Makalah berjudul mengenal budaya batak pada masa nifas ini disusun. Dengan tersebut kami bisa membuat tugas ilmu sosial dan budaya ini dengan baik dan lancar. Dalam makalah Ilmu Sosial dan Budaya bertema tentang “Mengenal Budaya Batak pada masa nifas” ini kami mendapat wawasan yang lebih luas untuk profesi kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami yaitu Ibu Mariana Theresiana, SKM yang telah memberikan tugas ini. Akhir kata, semoga makalah ilmu sosial dan budaya dasar yang ada dapat bermanfaat bagi para pembaca di mana pun berada. Kami selaku tim penyusun sangat mengharapkan saran, kritik, dan masukan dari semua pihak demi kesempurnaan tugas ini.
Jakarta, 21 November 2012
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di Indonesia terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa. Dari berbagai
keanekaragaman suku bangsa di Indonesia, dalam makalah ini kami membahas tentang suku Batak.
Batak merupakan sebuah tema kolektif untuk mengiidentifikasikan beberapa suku bangsa yang
bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatra Timur, di Sumatra Utara. Terbentuknya
masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya
migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra.
Masa bayi baru lahir (neonatal) adalah masa 28 hari pertama kehidupan manusia.
Pada masa ini terjadi proses penyesuaian sistem tubuh bayi dari kehidupan intra uteri ke kehidupan
ekstra uteri. Masa ini adalah masa yang perlu mendapatkan perhatian dan perawatan yang ekstra
karena pada masa ini terdapat mortalitas paling tinggi. Hari-hari sesudah bayi lahir sangat penting
karena menentukan perkembangan selanjutnya. Pada masa ini, organ bayimengalami penyesuaian
dengan keadaan di luar kandungan, ini diperlukan untuk kehidupan selanjutnya.
Beberapa masyarakat menjalankan strategi yang berbeda dalam menghadapi berbagai
masalah kesehatan termasuk untuk perawatan bayinya. Melalui seluruh potensi budayanya,
masyarakat mengembangkan perilaku kesehatan yang dianggap mampu mengatasi berbagai
masalah kesehatan yang mereka hadapi di lingkungannya.Berdasarkan fakta yang terjadi pada
masyarakat ada beberapa nilai kepercayaaan masyarakat yang berhubungan dengan perawatan bayi
baru lahir. Mengingat bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multikultural, maka
fenomena tersebut sangat wajar terjadi pengetahuan tentang aspek budaya merupakan hal penting
diketahui oleh pelayan kesehatan untuk memudahkan dalam melakukan pendekatan dan pelayanan
kesehatan, sebab tidak semua perawatan yang dilakukan dengan berpedoman pada warisan leluhur
tersebut bisa diterima sepenuhnya, bisa saja perawatan-perawatan yang dilakukan tersebut
memberikan dampak kesehatan yang kurang menguntungkan bagi ibu dan bayinya. Hal ini tentu
saja memerlukan perhatian khusus untuk mengatasinya.
Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi multietnis yaitu terdiri dari suku Batak,
suku Nias, dan suku Melayu sebagai penduduk asli wilayah ini dan suku Minangkabau , suku Aceh,
suku Jawa sebagai suku pendatang. Suku Batak terdiri dari Batak Karo, Batak Toba, Batak
Mandailing, Angkola, Simalungun, Pakpak. Masing-masing suku memiliki keunikan budaya
tersendiri, walaupun terdapat kesamaan pada beberapa hal Budaya suku Batak Toba memiliki
kebudayaan tersendiri dalam menjalani kehidupan. Segala perilaku-perilaku dipengaruhi oleh
budaya yang telah dianut secara turun-temurun. Dalam menangani masalah kesehatannya, suku
Batak Toba banyak menggunakan praktek budaya, begitu juga halnya dengan perawatan bayi baru
lahir. Budaya suku Batak Toba mempunyai tradisi-tradisi tertentu yang telah diterapkan secara
turun-temurun hingga sekarang. Menurut budaya Dukun juga memberikan kalung yang berwarna
merah, putih, hitam bersama dengan soit (sejenis tumbuhan dengan daun berduri) dan hurungan
tondi(penjaga roh/jiwa). Pada hari ke tujuh setelah bayi lahir bayi tersebut dibawa ke pancur
(sungai) dimandikan dan dalam acara inilah sekaligus pembuatan nama yang disebut dengan pesta
martutu-aek (upacara adat membawa seorang bayi ke Batak Toba untuk perawatan bayi baru lahir
berawal dari acara penyambutan bayi disebut manomu-nomu (menjemput orang dengan upacara,
mengelu-elukan), lalu kemudian mematok tali pusat bayi dengan sisik bambu yang tajam dengan
beralaskan buah ubi rambat dengan ukuran 3 jari dari bayi. Kemudian untuk ari-ari akan dilakukan
penanaman yaitu biasanya ditanam di tanah yang becek (sawah). Lalu si dukun memecahkan
kemiri dan mengunyahnya kemudian memberikannya kepada bayi dengan tujuan untuk
membersihkan kotoran yang dibawa bayi dari kandungan sekaligus membersihkan dalam perjalanan
pencernaan makanan yang pertama yang disebut tilan (kotoran pertama). sumber air sebagai
pendahuluan untuk pemberian nama) yang dipimpin oleh pimpinan agama yaitu ulu punguan
(kepala perkumpulan). Setelah bayi dimandikan biasanya dipupus.
Uraian di atas menunjukkan terdapat nilai budaya yang dianut suku Batak Toba
berhubungan dengan perawatan bayi baru lahir. Hal ini membuat peneliti merasa tertarik untuk
mengkaji lebih dalam tentang perawatan bayi baru lahir dalam aspek budaya, selain itu setelah
penulis melakukan tinjauan literatur, belum pernah ada penelitian yang khusus mempelajari dan
membahas perawatan bayi baru lahir menurut perspektif budaya suku Batak Toba, oleh karena itu
penelitian tentang perawatan bayi baru lahir menurut perspektif budaya suku Batak Toba
penting dilakukan.
1.2 Tujuan
Dalam makalah ini kami mendapat informasi mengenai budaya batak. Sehingga kami dapat
memahami budaya tersebut dan kami dapat memberi asuhan kebidanan yang baik bagi masyarakat.
Dengan demikian, kami dapat lebih mengetahui dan menggali lebih dalam perawatan ibu dan bayi
baru lahir menurut perspektif budaya suku Batak Toba.
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan praktek
kesehatan, pendidikan kesehatan, dan penelitian kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kepercayaan-Kepercayaan yang Terdapat dalam Budaya Batak
Dalam budaya batak dulu, terdapat kepercayaan-kepercayaan yang dianut dari nenek
moyang yang diturunkan secara turun temurun. Banyak sekali kepercayaan-kepercayaan yang ada
seperti kepercayan pada saat sebelum dan sesudah menikah, kepercayan pada saat ibu sedang hamil
(antenatal),kepercayan pada saat ibu melahirkan (pospartum), kepercayan saat ibu pasca
melahirkan (nifas), dan masih banyak lagi. Yang kami bahas pada saat ini adalah kepercayan pada
saat ibu pasca persalinan (nifas). Berikut adalah hal-hal yang dilakukan pada saat nifas:
a. Selama nifas ibu hamil memakai kaos kaki, baju hangat dan tudung kepala (topi) di kepala
supaya ibu tidak masuk angin dan merasa hangat. hal ini baik bagi ibu tetapi disesuaikan
dengan kondisi lingkungan, jika kondisi lingkungan si ibu dingin maka ibu disarankan
memakai memakai kaos kaki, baju hangat dan tudung kepala (topi) di kepala tetapi jika
kondisi lingkungan si ibu panas maka ibu disarankan tidak memakai perlengkapan tersebut.
Dengan demikian, hal tersebut dikarenakan ibu akan merasa panas, pengap dan selalu
berkeringat.
Secara medis: Ini baik untuk Ibu tetapi, disesuaikan dengan suhu badan ibu dan suhu
ruangan.
Tanggapan kami sebagai Bidan : Kami setuju, karena ada baiknya jika kondisi
lingkungan si Ibu dingin tetapi, jika kondisi lingkungan
si Ibu panas sebaiknya tidak dilakukan karena akan
membuat si Ibu merasa tidak nyaman.
b. Setelah melahirkan ada acara melek-melekan yang berarti keluarga besar datang ke rumah si
ibu bertujuan agar ibu terhindar dari roh-roh jahat.
c. Setelah 7 hari setelah melahirkan diadakan acara makan bersama (makaro ani), mereka
membuat makanan khas batak, lalu pada si bayi dikatakan “godang tu si anak kota” yang
artinya apa yang kita makan bayi itu juga makan makanan tersebut.
d. Ibu dikasih makan sop supaya sehat.
e. Disamping atau di bawah tempat tidur ibu ada bara api supaya si ibu hangat.
f. Setelah si ibu melahirkan si baso mematok tali pusat bayi dengan sisik bambu yang tajam
dengan beralaskan buah ubi rambat dengan ukuran 3 jari bayi. Kemudian penanaman ari-ari
bayi menurut orang Batak Toba biasa di tanam di tanah yang becek ( sawah).Ari-ari
dimasukkan dalam kantong kecil yang di anyam dari pandan bersama dengan 1 biji kemiri,
1 buah jeruk purut, dan 7 lembar daun sirih. Setelah bayi lahir si dukun memecahkan kemiri
dan mengunyahnya kemudian memberikannya kepada bayi dengan tujuan untuk
memersihkan kotoran yang di bawah bayi dengan konten sekaligus membersihkan
perjalanan percernaan makanan yang pertama yang disebut TILAN (kotoran pertama).
g. Si dukun memberikan si bayi kalung yang berwarna merah, putih,hitam bersama soit dan
hurungan tondi. Soit adalah sebuah anyuman kalung yang ada dari buah sebuah kayu.
Hurungan tondi adalah buah kayu yang bernama kayu hurungan tondi, buah kayu yang
bertuliskan tulisan batak. Kalung ini memiliki kegunaan agar jauh dari seluruh masalah,
tekanan angin, petir dan seluruh setan jahat.
h. Disaat setelah melahirkan si ibu diwajibkan meminum anggur hitam dicapur dengan telur
agar kotoran di dalam perut keluar semua.
Batak Karo dalam masa nifas
a. Didalam makanan ibu diberi bumbu lada hitam dan garam. Ini bertujuan untuk
memperlancar asi dan menguatkan perut ibu agar tidak mudah masuk angin.
b. Sesudah 40 hari dilakukan mandi uap atau Okup selama 4 malam secara berturut-turut.
Ini bertujuan untuk menyegarkan badan, memperlancar peredaran darah dan
mengeluarkan angin didalam tubuh.
c. Ibu memakai korset agar otot-ototnya tidak kendor dan kembali mengencang seperti
sebelum hamil.
d. Pada masa nifas ibu merebus daun sirih untuk membersihkan daerah kewanitaan.
1. Pada puting ibu yang berukuran kecil, si ibu akan memencetkan payudara sehingga
mengeluarkan air susu untuk di oleskan pada daerah puting agar puting susu ibu menjadi
berukuran besar.
2. Pada Ibu dikasih daun bangun-bangun (sayuran) supaya ASI banyak.