Transcript
Page 1: Makalah tentang illegal logging

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara agraris, yang mana terdiri dari daratan dan

perairan yang luas. Indonesia memiliki banyak sekali pulau-pulau yang

dipisahkan oleh lautan. Indonesia dari dulu terkenal merupakan daerah yang

subur (daratan). Banyak sekali daerah daratan daripada negara kita ini yang

dimanfaatkan sebagai daerah pertanian dan juga perkebunan, hal ini karena

daratan indonesia terkenal subur sehingga baik untuk dikembangkannya sektor

tersebut. Namun semakin hari keadaan negeri kita semakin banyak mengalami

perubahan. Seiring dengan perkembangan teknologi industri, banyak lahan-lahan

pertanian dan perkebuanan yang subur dibangun diatasnya pabrik-pabrik industri

dan juga perkotaan. Perkembangan zaman juga diikuti dengan semakin

banyaknya jumlah penduduk yang mendiami negeri kita tercinta ini. Akibatnya,

lahan pertanian dan perkebunan pun semakin sempait, yang mana dikarenakan

adanya pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan dan papan

kita. Selain itu juga banyaknya lahan-lahan yang mulai tercemar dengan limbah

dan tingginya kandungan bahan-bahan kimia yang ada di dalam tanah kita.

Banyak sekali lahan-lahan perkebunan yang dulunya masih hijau bisa dikatakan

vegetasi yang ada masih cukup sekarang menjadi daerah yang kering dan gundul.

Ini semua tidak lepas dari tindakan manusia itu sendiri yang kurang bertanggung

jawab. Pada dasarnya semua yang kita lakukan akan kembali kepada kita semua

kelak. Dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas, sudah pasti menjadi penyebab

mengapa banyak sekali terjadi bencana alam seperti halnya lonsor, banjir, dll.

Penebangan hutan yang tidak mengikuti prosedur tebang pilih menjadi hal yang

paling mendasar yang menyebabkan daerah hutan kita yang seharusnya lebat

dengan pepohonan menjadi kering kerontang. Dari hal tersebut, banyak sekali

yang merasakan danpaknya baik secara langsung maupun tidak. Banyak hewan-

hewan yang turun ke daerah pemukiman penduduk, hal ini karena mereka tidak

lagi memiliki tempat tinggal yang cocok untuk diri mereka. Mereka juga

kekurangan makanan, sehingga banyak dari mereka yang menyerang pertanian

1

Page 2: Makalah tentang illegal logging

kita. Jika kita sadar, manusia sering dirugikan karena akibat ulahnya sendiri.

Tidah hanya hewan yang dirugikan, namun di sini yang paling dirugikan adalah

alam semesta ini. Sehingga jangan heran jika banyak sekali benca banjir, longsor,

dll yang terjadi di daerah sekitar kita ini.

Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan

akibat langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya,

manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada

peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang

dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat

manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-

norma yang seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya

sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan ‘hati

nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah.

Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam seperti

lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas

alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah

yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia. Kiranya tidak salah jika

manusia dipandang sebagai kunci pokok dalam kelestarian maupun kerusakan

lingkungan hidup yang terjadi. Bahkan jika terjadi kerusakan dalam lingkungan

hidup tersebut, YB Mangunwijaya memandangnya sebagai oposisi atau konflik

antara manusia dan alam. Cara pandang dan sikap manusia terhadap lingkungan

hidupnya menyangkut mentalitas manusia itu sendiri yang mempertanyakan

eksistensinya di jaman modern ini dalam kaitannya dengan waktu, tujuan hidup,

arti materi dan yang ada ”di atas” materi. Dengan demikian masalah lingkungan

hidup tak lain adalah soal bagaimana mengembangkan falsafah hidup yang dapat

mengatur dan mengembangkan eksistensi manusia dalam hubungannya dengan

alam. Isu-isu kerusakan lingkungan menghadirkan persoalan etika yang rumit.

Karena meskipun pada dasarnya alam sendiri sudah diakui sungguh memiliki

nilai dan berharga, tetapi kenyataannya terus terjadi pencemaran dan perusakan.

Keadaan ini memunculkan banyak pertanyaan, perhatian kita pada isu

lingkungan ini juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana keterkaitan dan

relasi kita dengan generasi yang akan datang. Kita juga diajak berpikir kedepan.

2

Page 3: Makalah tentang illegal logging

Kita akan menyadari bahwa relasi kita dengan generasi akan datang, yang

memang tidak bisa timbal balik. Karenanya ada teori etika lingkungan yang

secara khusus memberi bobot pertimbangan pada kepentingan generasi

mendatang dalam membahas isu lingkungan ini. Para penganut utilitirianisme,

secara khusus, memandang generasi yang akan datang dipengaruhi oleh apa yang

kita lakukan sekarang. Apapun yang kita lakukan pada alam akan mempengaruhi

mereka. Pernyataan ini turut memunculkan beberapa pandangan tentang etika

lingkungan dalam pendekatannya terhadap alam dan lingkungan.

B. Pokok Permasalahan

1 Apa dampak Illegal Logging?

2 Bagaimana kaitannya antara Illegal Logging dengan etika

lingkungan?

C. Tujuan dan Manfaat

Sehubungan dengan adanya suatu hal yang melatarbelakangi masalah,

maka ada beberapa hal yang menjadi tujuan dalam penyusunan makalah ini,

yakni:

1. Mengetahui dampak Illegal Logging di Kalimantan.

2. Mengetahui kaitan antara Illegal Logging dengan etika lingkungan.

D. Landasan Teori

Penebangan liar atau disebut juga dengan illegal logging. Sedangkan

pengertian Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi lebat oleh pepohonan

dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-

wilayah yang luas di dunia. Dalam definisi lain disebutkan bahwa hutan adalah

bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan

baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun

daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun pegunungan, di pulau kecil

maupun di benua besar.

3

Page 4: Makalah tentang illegal logging

1. Fungsi Hutan

a. Sebagai penampung karbondioksida;

Dalam proses fotosintesis tumbuhan mengambil Karbondioksida

(Co2) dari atmosfer dikombinasi dengan air  dan dibantu dengan energi

cahaya memproduksi materi organik.

b. Habitat Hewan;

Hewan-hewan penghuni hutan seperti orang utan, harimau, singa, ular,

babi hutan, gajah, dan lainnya merupakan penghuni asli hutan. Habitat

mereka di hutan sehingga ketika hutan menjadi gundul hewan-hewan

tersebut akan keluar dari hutan dan mendatangi pemukiman penduduk

desa, serta memangsa hewan dan penduduk. Hal ini disebabkan

karena rantai makan mereka terputus dan menyebabkan hewan-hewan

buas tersebut mencari makan di luar hutan.

c. Modulator arus hidrologika

Hutan sebagai penyeimbang arus hidrologika, sebagai tempat

penyerapan air, penahan air sehingga menghindari erosi tanah.

d. Pelestari tanah

Tanah-tanah yang dibiarkan gundul maka akan kehilangan fungsinya

sebagai tanah. Tanah akan kurang berfungsi, sehingga tanah akan menjadi

tanah yang tandu, serta merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang

paling penting.

2. Penebangan Liar (Illegal Logging)

Pembalakan liar adalah kegiatan penebangan, pengangkutan, dan

penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat.

Pembalakan liar dilakukan oleh perusahaan-perusahaan atau pribadi-pribadi

yang membutuhkan. Pohon-pohon ditebang dengan seenaknya untuk

keperluan pribadi dan tanpa ijin, membuka hutan dan menguras habis isinya,

dan tanpa menanam kembali hutan untuk kelestarian selanjutnya.

4

Page 5: Makalah tentang illegal logging

BAB II

PEMBAHASAN

A. Illegal Logging

llegal logging atau dengan terjemahan sederhana pembalakan liar pada

dasarnya merupakan istilah yang tidak pernah disebutkan dalam peraturan

perundang-undangan manapun. Biasanya istilah ini mengacu untuk serangkaian

perbuatan pidana yang ada dalam Pasal 50 UU Kehutanan, mulai dari

penebangan ilegal, penguasaan, transportasi, hingga penjualan terhadap kayu

tersebut. Namun demikian, Pasal 50 tidak menyatakan kejahatan tersebut sebagai

rangkaian kejahatan. Kejahatan penebangan ilegal diatur tersendiri sebagaimana

pengangkutan dan penjualan kayu ilegal juga diatur terpisah dengan sanksi yang

berbeda pula. Penebangan liar misalnya diatur dalam huruf e Pasal 50:

“menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan

tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang;” Huruf h Pasal 50:

“mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi

bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;” huruf f Pasal 50:

“menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,

menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal

dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;”

Istilah illegal logging tampaknya cenderung kepada masalah penebangan

liar atau penebangan tanpa izin, sedangkan perambahan luput dari kategori illegal

logging. Akibatnya, kegiatan perambahan dilakukan secara terbuka / terang-

terangan tanpa takut sedikitpun dengan petugas, sedangkan illegal logging

dilakukan secara sembunyi-sembunyi, baik pada waktu siang hari ataupun pada

malam hari.

Dalam istilah kehutanan, logging adalah suatu aktivitas atau

kegiatanpenebangan kayu di dalam kawasan hutan yang dilakukan oleh

seseorang, kelompok ataupun atas nama perusahaan, berdasarkan izin yang

dikeluarkan oleh pemerintah atau instansi yang berwenang (kehutanan) sesuai

dengan prosedur tata cara penebangan yang diatur dalam peraturan perundangan

kehutanan. Dengan demikian, logging atau penebangan dapat dibenarkan

5

Page 6: Makalah tentang illegal logging

sepanjang, mempunyai izin, mengikuti prosedur penebangan yang benar

berdasarkan aspek kelestarian lingkungan, dan mengikuti prosedur pemanfaatan

dan peredaran hasil hutan berdasarkan ketentuan yang berlaku. (Keputusan

Menteri Kehutanan No. 127/Kpts-II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan;

sebagai pengganti Kep. Menteri Kehutanan No. 316/Kpts-II/1999 tentang Tata

Usaha Kayu/Hasil Hutan).

Sebaliknya ada peristilahan illegal logging yang merupakan antitesa dari

istilah logging. Illegal berarti tidak didasari dengan peraturan perundangan atau

dasar hukum positif yang telah ditentukan oleh pemerintah, dan berkonotasi

“liar” serta mengandung konsekuensi melanggar hukum, karena mengambil atau

memiliki sesuatu milik pihak lain, yang bukan haknya. Kepada pelanggar atau

pelaku dapat dikenakan sanksi hukum berdasarkan Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang HukumPidana

(KUHP). Dengan demikian ilog adalah penebangan liar atau penebangan tanpa

izin yang termasuk kejahatan ekonomi dan lingkungan karena menimbulkan

kerugian material bagi negara serta kerusakan lingkungan/ekosistem hutan dan

dapat dikenakan sanksi pidana dengan ancaman kurungan paling lama 10-15

tahun dan denda paling banyak Rp 5-10 miliar (UU No. 41 1999 tentang

Kehutanan, Pasal 78).

Masalah ilegal logging akan semakin menjadi luas pengertiannya, manakala

dihubungkan dengan kegiatan yang disebut dengan “perambahan hutan”. Dalam

permasalahan kehutanan, kedua kegiatan tersebut (ilegal logging dan

perambahan hutan) disebut sebagai “penjarahan hutan”.

B. Akar Masalah

Pada dasarnya masalah ilegal logging tidak terlepas dari masalah kajian

publik, yang sebenarnya berintikan masalah kebijakan (policy problem), sehingga

pemecahan masalahnya (problem solving) juga harus dimulai dengan kebijakan

publik (public policy) itu sendiri. Perlu kita kaji akar permasalahan ilegal

loggging tersebut secara saksama berdasarkan konsep kajian publik. Dari kajian

ini kita bisa mengetahui dan memahami bahwa akar permasalahan ilegal logging

sebenarnya adalah masalah kebijakan dan pemecahan masalah.

6

Page 7: Makalah tentang illegal logging

Masalah kebijakan dalam menangani ilegal logging sangat kompleks,

mencakup masalah kebijakan internal (kehutanan) dan masalah kebijakan

eksternal (di luar kehutanan). Kedua sumber masalah ini berinteraksi satu sama

lain. Akibatnya, hasil dari keduanya membuat suatu vector permasalahan. Makin

kuat vector permasalahan; maka makin sulit pula ilog diatasi. Indikator tersebut

tampak dari semakin maraknya ilog, baik dalam skala nasional maupun regional

atau provinsi, sehingga apabila kondisi ini tidak segera diatasi dengan

“komitmen” bersama, maka dapat dipastikan “pintu gerbang” kehancuran hutan

telah dekat dihadapan kita. Tidak berlebihan kiranya apabila dalam waktu 10-20

tahun mendatang hutan tropis/alam akan punah, sementara hutan tanaman belum

menampakkan hasil yang signifikan.

Untuk mengetahui apa sebenarnya masalah kebijakan internal dan apa

masalah kebijakan eksternal, perlu kita identifikasi masalah kebijakan tersebut

sebagai berikut:

1. Menyangkut masalah kebijakan internal dimulai dengan kelembagaan.

Banyak lembaga kehutanan yang menangani hutan, lebih-lebih dengan

adanya era otonomi daerah mulai dari pemerintah pusat yaitu Departemen

Kehutanan dengan unit-unit pelaksana teknis (UPT)-nya di daerah, sampai

tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kotamadya) dengan unit pelaksana

teknis daerah (UPTD)-nya.

2. Adanya lembaga atau instansi kehutanan ini tidak jelas tugas pokok dan

fungsinya masing-masing. Kadang terjadi tumpang tindih kewenangan, serta

dalam operasional tidak jelas tata hubungan kerjanya. Dengan kata lain, tidak

ada platform atau satuan pandang yang sama satu sama lain mengenai sistem

pengelolaan hutan yang lestari, meskipun untuk itu telah ada banyak panduan

tentang bagaimana konsep sistem pengelolaan hutan lestari itu dari

Departemen Kehutanan.

Ironisnya, kebijakan kelembagaan kehutanan antara pusat, provinsi dan

kabupaten/kota tidak merupakan kebijakan yang saling mendukung, bahkan

terkesan pusat (Departemen Kehutanan) menjaga jarak dengan daerah dalam hal

kewenangan, sehingga tidak lagi terlihat arah pembangunan kehutanan yang

jelas,Begitu kompleksnya masalah ilog sehingga apa sebenarnya akar

7

Page 8: Makalah tentang illegal logging

permasalahan hingga penanganan ilog menjadi begitu sulit dan bahkan

Departemen Kehutanan telah mengeluarkan 5 (lima) kebijakan pokok, di mana

masalah pemberantasan penebangan liar atau illegal logging menjadi kebijakan

pokok yang pertama, di samping kebijakan pokok yang lain, yaitu

penanggulangan kebakaran hutan, restrukturisasi sektor kehutanan, rehabilitasi

dan konservasi alam, dan desentralisasi sektor kehutanan (Kep. Menhut. no.

7501/ Kpts-II/2002).

Masalah lain, kebijakan pemerintah selama ini dengan menetapkan kawasan

hutan berdasarkan Keputusan Menhut, ternyata tidak banyak mendukung

prakondisi dalam pemantapan kawasan hutan. Sampai saat ini hampir 80%

kawasan hutan belum selesai penetapan/pengukuhannya oleh Menteri Kehutanan,

meskipun barangkali secara fisik sudah 100% kawasan hutan di tata bebas.

Belum mantapnya status kawasan hutan ini, juga mengundang permasalahan

sengketa, di mana dalam setiap penyelesaian masalah sengketa batas atau

kawasan hutan di pengadilan, pihak kehutanan selalu terpojok apabila sudah

menyangkut masalah bukti hukum status kawasan.

Hal ini sudah barang tentu juga dapat merupakan andil timbulnya sengketa-

sengketa kawasan baik karena penebangan liar (ilog), perambahan kawasan hutan

maupun sengketa lahan lainnya (land tenure). Perlu dipikirkan agar masalah

pengukuhan kawasan hutan ini ditingkatkan perundang undangannya menjadi

undang-undang pengukuhan hutan, atau setidak-tidaknya peraturan pemerintah

yang dalam pelaksanaan pengukuhan/penetapan kawasan hutan ditetapkan oleh

Presiden melalui Keppres, sehingga dengan demikian mengikat semua pihak dan

terjaminnya kepastian hukum kawasan hutan dari pada yang selama ini hanya

ditetapkan oleh Menteri Kehutanan (dengan Keputusan Menteri) saja.

Menyangkut masalah kebijakan Eksternal yaitu izinpendirian atau izin

penetapan kapasitas industri terpasang (industri perkayuan) selama ini, ada pada

kewenangan Depperindag, yang sebelumnya di Dephut. Dengan izin tersebut

berada di Depperindag maka seringkali timbul kesenjangan antara sumber bahan

baku yang ada di hutan dengan kapasitas industri terpasang yang ada di industri

perkayuan, sehingga akibatnya industri mengalami kekurangan bahan baku.

Untuk itu tidak jarang terjadi industri perkayuan cenderung “menampung” kayu-

8

Page 9: Makalah tentang illegal logging

kayu yang bermasalah; hal tersebut jelas mempunyai andil yang cukup kuat

timbulnya penebangan liar atau ilog.

Menyangkut ini diharapkan agar izin pendirian dan izin kapasitas industri

terpasang (hasil hutan) ditangani oleh satu atap di Dephut, agar tanggung jawab

publiknya jelas, dan tidak saling menyalahkan antara Dephut dengan

Depperindag (kembali seperti semula). Tentunya hal ini memerlukan kearifan

tersendiri dari pihak terkait. Yang penting jangan ada vested of interest dari

pihak-pihak yang berkepentingan (contohnya: industri kelapa sawit; dimana ijin

industri dan kapasitas terpasangnya tetap berada di Departemen Pertanian cq

Ditjen Perkebunan, dan bukan di Depperindag).

Praktek Illegal logging dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan

kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumberdaya hutan yang tidak ternilai

harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5

milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap

tahun.  Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman

hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumberdaya hutan.

Buruknya pola penanganan konvensional oleh pemerintah sangat

mempengaruhi efektivitas penegakan hukum. Pola penanganan yang hanya

mengandalkan 18 instansi sesuai ketentuan dalam Inpres No.4 Tahun 2005

tentang pemberantasan penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan

peredarannya di seluruh wilayah republik Republik Indonesia, dalam satu mata

rantai pemberantasan illegal logging turut menentukan proses penegakan hukum,

di samping adanya indikasi masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia

akibat dari sistem politik dan ekonomi yang korup.

Kekebalan para dalang/mastermind/aktor intelektual / backing / pemodal /

pelaku utama terhadap hukum disebabkan adanya keterlibatan oknum aparat

penegak hukum menjadi dinamisator maupun supervisor dan sebagian bahkan

menjadi ‘backing’ bisnis haram ini.  Besarnya uang yang beredar sekitar US$1.3

milyar (WWF/World Bank, 2005), serta banyaknya pihak yang turut menikmati

hasil bisnis ilegal ini, punya andil yang cukup besar untuk  mempengaruhi proses

kegagalan dalam penanganan kejahatan kehutanan seperti illegal logging.

9

Page 10: Makalah tentang illegal logging

C. Penerapan Undang Undang Lingkungan Hidup untuk Perlindungan Hutan

Indonesia

Undang-Undang Lingkungan Hidup diarahkan agar hutan dan semua

Sumber Daya Alam yang ada di bumi Indonesia dapat perlindungan dengan

segala aturan yang telah ada saat ini. Berbicara tentang hukum yang berlaku

untuk mengatasi segala permasalahan permasalahan, harus dilihat dari tiga sisi,

yakni sisi substansi hukum, aparatur hukum yang ada dalam setiap proses yang

ada serta budaya hukum yang hidup dalam masyarakat itu sendiri. Selanjutnya

apakah hukum itu telah diterapkan dengan baik atau tidak?. Artinya pada saat

salah satu dari ketiga hal itu tidak terpenuhi maka penerapan hukum yang

diharapkan tidaklah akan berjalan sesuai dengan harapan.

Sekian banyak penyimpangan fungsi hutan di Indonesia, dari hutan lindung

diubah fungsi hutannya menjadi hutan industri. Beberapa hutan lindung yang ada

di Indonesia telah rusak dan menjadi permasalahan lingkungan. Pengerusakan

hutan yang terjadi seringkali mengakibatkan efek sangat besar bagi kehidupan

sehari-hari masyarakat di lingkungan hutan tersebut. Mulai dari terjadinya

kekeringan, longsor, dan erosi dan paling parah masyarakat tidak dapat

melanjutkan kehidupan secara layak akibat kerusakan yang terjadi seperti

pertanian, perikanan darat, dan kehidupan sehari-hari yang terganggu.

Dari sekian banyak fakta nyata mengenai pengrusakan hutan yang terjadi di

Indonesia sering ditindak tidak sesuai dengan harapan masyarakat umum.

Masyarakat lebih mengharapkan fungsi hutan yang telah dirusak dikembalikan

daripada sekedar pemidanaan dan denda yang dikenakan terhadap pelaku

pengrusakan hutan. Ini karena masyarakat lebih membutuhkan air, tanah, hawa

sejuk, udara segar, tanah tidak longsor, dan keindahan alam seperti sebelum

pengerusakan lingkungan hutan. Artinya pemerintah harus dapat menghukum

para perusak hutan agar mengembalikan hutan sebagaimana mestinya dan

memberikan efek jera terhadapnya. Apabila sekedar pengembalian kerugian

negara dalam materi, tidaklah memberikan efek jera karena para pengusaha tidak

sulit untuk mengembalikan uang negara.

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 sanksi pidana dengan

penarikan izin usaha dan pidana penjara lebih dihindari para pengusaha atau

10

Page 11: Makalah tentang illegal logging

pelaku pengerusakan lingkungan. Memang dalam perudang-undangan yang ada

saat ini lebih mengedepankan denda yang besar daripada pengembalian fungsi

hutan dan lingkungan. Hal ini yang menyebabkan para pelaku usaha dari awal

mendapatkan izin langsung memaksimalkan produksi untuk mengumpulkan

keuntungan.

Apabila terjadi pengrusakan lingkungan yang tidak disengaja dapat diganti

rugi dengan sejumlah dana denda. Karena masalah hutan dan lingkungan saat ini

lebih didomonasi para pemegang izin yang melanggar atau tidak mematuhi

hukum yang diberlakukan atas dirinya berdasarkan izin tersebut. Artinya mereka

melakukan perbuatan yang tidak diatur dalam izin yang diberikan.

Hal yang sering terjadi, dengan gampangnya para pemberi izin dengan

merubah fungsi hutan, misalnya dari Hutan Lindung dan Hutan Taman Nasional

menjadi hutan industri, yang berakibat fatal dengan banyaknya hutan yang

seharusnya dipertahankan dan diatur dengan undang-undang untuk itu, dikelola

oleh pengusaha. Apabila tetap terjadi perubahan fungsi dan jenis hutan, tidaklah

menutup kemungkinan hutan yang ada di Indonesia saat ini akan habis.

D. Penanganan Ilegal Logging Di Hutan Indonesia

Untuk mengatasi ilegal loggigg dan sekaligus juga perambahan hutan,

kiranya pemerintah perlu melakukan restrukturisasi atas kelembagaan ini

sebagaimana yang diamanatkan dalam program ketiga Departemen Kehutanan

yaitu: restrukturisasi kelembagaan sektor kehutanan, dengan cara antara lain

perlu dibentuk unit-unit pengelolaan hutan untuk setiap unit kawasan hutan di

bawah satuan kerja yang telah ada dengan fasilitas yang memadai. Perlu

mendudukkan fungsi Dinas Kehutanan di provinsi sebagai regulator di samping

fungsinya sebagai koordinator lembaga/instansi kehutanan yang ada di provinsi/

kabupaten/kota; sehingga jelas tugas/fungsinya sebagai instansi pemerintah yang

melaksanakan tugas umum pemerintahan (melaksanakan kebijakan publik).

Selain itu, perlu mengembalikan fungsi Perhutani ke dalam fungsi BUMN murni

yang diberi tugas mencari/ mendapatkan keuntungan finansial bagi perusahaan

untuk mendukung pelaksanaan program pembangunan kehutanan dalam arti luas.

11

Page 12: Makalah tentang illegal logging

Pada dasarnya hubungan yang terjalin antara manusia dan alam dapat dibagi

menjadi hubungan manusia dengan alam yang merusak atau merugikan dan yang

menguntungkan atau dengan kata lain ada yang negatif dan positif. Ilegal logging atau

pembabatan hutan secara liar merupakan salah satu contoh hubungan yang merusak

lingkungan atau alam.

Penebangan Hutan secara ilegal (illegal logging) adalah persoalan klasik bagi

masyarakat Indonesia. Setiap hari, kegiatan tersebut marak dilakukan di sejumlah

kawasan hutan dengan diketahui petugas instansi berwenang, aparat dan masyarakat

setempat. Meskipun berkali-kali diberitakan bahwa penertiban terus diupayakan, namun

penebangan dan perusakan hutan semakin merajalela.

Di kabupaten Ketapang misalnya, sasaran penebangan liar adalah Taman Nasional

Gunung Palung ( TNGP ). Sudah sekitar 5 tahun penjarahan itu berlangsung. Sekitar 80

% dari 90.000 ha luas TNGP sudah dirambah para penebang dan mengalami rusak berat.

Para penebang yang dibayar untuk memotong pohon itu diperkirakan jumlahnya

sebanyak 2000 orang dengan menggunakan motor pemotong chainsaw.

Selain itu di hutan Kapuas Hulu, penebangan hutan liar juga tak kalah mengerikan.

Sasaran penebangan adalah pohon-pohon dengan jenis Kayu Ramin, Meranti, Klansau,

Mabang, Bedaru, dan jenis Kayu Tengkawang yang termasuk jenis kayu dilindungi.

Kayu-kayu gelondongan yang telah ditebang langsung diolah menjadi balok

dalam berbagai ukuran antara lain: 24 cm x 24 cm, 12 cm x 12 cm dengan

panjang rata-rata 6 meter. Setiap hari jumlah truk yang mengangkut kayu ini ke

wilayah Malaysia sekitar 50 –60 truk.

Dampak kerusakan terhadap ekologi lingkungan Penebangan hutan secara ilegal ini

juga menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi hutan itu sendiri maupun

lingkungan di sekelilingnya. Secara umum, dampak penebangan hutan menyebabkan:

1. Kerugian bidang Ekonomi

Berdasarkan pada perkiraan Prof. Dr. Herujono Hadisuprapto, MSc,

Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, setiap hari kayu ilegal

berbentuk balok yang diselundupkan dari Kal-Bar ke Serawak mencapai

10.000 m kubik. Kayu-kayu ini terbebas dari iuran resmi seperti dana

reboisasi, provisi sumber daya hutan, dan pajak ekspor. Diprediksi kerugian

negara mencapai Rp. 5,35 milyar per hari, atau sekitar Rp 160,5 milyar

perbulan. Maka sebenarnya sangat ironis jika kerugian ini dihubungkan

dengan usaha mati-matian dari pemerintah Indonesia untuk mencari

12

Page 13: Makalah tentang illegal logging

pinjaman dana dari IMF. Ketika pemerintah mengemis pada IMF dana

senilai 400 juta $ AS, sebenarnya pemerintah kehilangan pendapatan atas

pajak senilai 4 Milyar $ AS setiap tahunnya akibat penebangan hutan liar

sejak 1998.

2. Dampak kerusakan terhadap ekologi lingkungan

Penebangan hutan secara ilegal ini juga menimbulkan akibat yang

sangat merugikan bagi hutan itu sendiri maupun lingkungan di sekelilingnya.

Secara umum, dampak penebangan hutan menyebabkan: pertama, masalah

pemanasan global; kedua, masalah degradasi tanah; dan ketiga, mempercepat

kepunahan keanekaragaman hayati di dalamnya.

a. Masalah pemanasan global

Para ahli memperkirakan bahwa dampak dari pemanasan global

akan sangat meningkat bila kelestarian dan keutuhan hutan tidak

dipelihara. Ada beberapa akibat yang akan muncul akibat pemanasan

global ini, antara lain terjadinya perubahan iklim. Hal ini akan

mempercepat penguapan air sehingga berpengaruh pada curah hujan dan

distribusinya. Akibat selanjutnya adalah terjadinya banjir dan erosi di

daerah-daerah tertentu. Seperti kasus yang terjadi di Pontianak

( Kalimantan Barat ) dan Nias ( Sumatra Utara ) yang menelan korban

materi dan nyawa yang sangat besar. Musim kering yang berkepanjangan

juga akan melanda daerah-daerah yang areal hutannya digunduli, bahkan

dibakar. Sebagai contoh adalah kebakaran hutan Kalimantan Barat.

Resiko yang timbul kemudian adalah banyaknya lahan yang dibiarkan

kosong.

b. Masalah degradasi tanah

Penebangan hutan secara tak terkendali pasti juga menyebabkan

degradasi tanah dan berkurangnya kesuburan tanah. Data dari Biro Pusat

Statistik menyebutkan bahwa lahan produktif yang telah diolah di

Indonesia sebanyak 17.665.000 hektar. Sebesar 70 % dari lahan itu

adalah lahan kering. Sisanya adalah lahan basah. Akibat penebangan liar

yang terjadi banyak lahan kering yang tidak digarap. Akibatnya erosi

menjadi mudah terjadi dan tanah berkurang kesuburannya.

13

Page 14: Makalah tentang illegal logging

c. Masalah kepunahan keranekaragaman hayati

Masalah ini cukup mendapat perhatian penting saat ini. Berdasar

penelitian para ahli, dikatakan bahwa jumlah spesies binatang atau

spesies burung semakin berkurang, khususnya di Kalimantan Barat.

Akibat penebangan hutan yang dilakukan terus menerus, banyak hewan

yang menyingkir dan mencari habitat yang baru. Misalnya, harimau

Kalimantan semakin terjepit karena tempat tinggalnya semakin sempit

dan terus di babat. Bukan tidak mungkin bahwa tahun-tahun mendatang

spesies harimau akan punah. Para ahli memperkirakan bahwa pada tahun

2015 dengan penggundulan hutan tropis di Kalimantan akan

menyebabkan punahnya 4-8% spesies dan 17,35 % pada tahun 2040.

E. Kaitan antara Illegal Logging dengan Etika Lingkungan

Di Indonesia sendiri sebenarnya etika lingkungan bukanlah merupakan hal

yang baru. Jika dikaitkan dengan praktik bisnis, maka bisnis yang etis adalah

bisnis yang dapat memberi manfaat maksimal pada lingkungan, bukan

sebaliknya, menggerogoti keserasian lingkungan.

Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menata kelestarian lingkungan,

dituduh sebagai penyebab terjadinya krisis yang berkepanjangan. Krisis

lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini, berakar dari kesalahan perilaku manusia

yang berasal dari cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Masalah

lingkungan semakin terasa jauh terpinggirkan, bahkan sering hanya merupakan

embel-embel atau tempelan belaka dalam program pembangunan, kesadaran

masyarakat terhadap masalah lingkungan menurun. Padahal, berbagai bencana

akibat pengelolaan lingkungan yang tidak benar telah berulang kali terjadi, dan

merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat.

Menciptakan kesadaran masyarakat yang berwawasan lingkungan

merupakan fondasi untuk menjaga agar lingkungan terhindar dari berbagai

macam pengrusakan dan pencemaran. Karena pada dasarnya kerusakan

lingkungan dikarenakan oleh tangan-tangan manusia itu sendiri.

Etika lingkungan, dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang memberikan

pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih tindakan

14

Page 15: Makalah tentang illegal logging

yang baik dalam menghadapi dan menyikapi segala sesuatu sekaitan dengan

lingkungan sebagai kesatuan pendukung kelangsungan perikehidupan dan

kesejahteraan umat manusia serta mahluk hidup lainnya.

Etika lingkungan yang baik dapat menjadikan perilaku kita semakin arif dan

bijaksana terhadap lingkungan, sebaliknya etika yang salah akan menciptakan

malapetaka bagi kehidupan manusia, karena merusak etika lingkungan hidup

adalah pertimbangan filosofis dan biologis mengenai hubungan manusia dengan

tempat tinggalnya serta dengan semua mahluk non manusia. Dengan etika

lingkungan hidup, manusia dipaksa untuk me-review segala aktivitasnya yang

berhubungan dengan lingkungan hidup, mana yang benar, mana yang salah.

Kepedulian lingkungan yang dangkal menunjukkan perhatian kepada

kepentingan yang sering diabaikan dalam ekonomi tradisional. Pandangan ini

menganggap alam bernilai hanya sejauh ia bermanfaat bagi kepentingan manusia,

bukan karena bernilai pada dirinya sendiri. Kepedulian lingkungan yang dalam,

mempertimbangkan kepentingan generasi yang akan datang.

Dalam hal ini kita tentu tidak tinggal diam saja, sebagai penonton dalam hal

kerusakan yang terjadi di bumi ini maka dari itu untuk menanggulangi terjadinya

pemanasan global yang mana banyak dampak yang terjadi jika kita hanya tinggal

diam, sebagai  orang yang bijak khususnya mahasiswa kita harus kritis tentang

masalah yang terjadi ini maka perlu dibangun kesadaran yang tinggi tentang

lingkungan dengan di kenalkan kepada publik tentang etika lingkungan. Maka

dari itu kita harus mengetahui pengertian illegal logging, dampak yang

dihasilkan, dan solusi apa yang harus dilakukan.

15

Page 16: Makalah tentang illegal logging

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada dasarnya hubungan yang kurang baik antara manusia dengan alam

terjadi karena ada faktor keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

Namun, karena sifat dasar manusia yang tidak pernah merasa puas maka terjadi

eksploitasi-eksploitasi yang berlebihan yang nantinya berdampak pada kerusakan

alam. Adapun dampak dari pada kegiatan manusia yang merusak lingkungan

utamanya hutan banyak sekali, seperti banjir, longsor, adanya hewan-hewan liar

yang menyerang pemukiman yaitu areal pertanian karena sudah tidak ada lagi

makanan yang tersisa di hutan akibat pembalakan liar, dan masih banyak lagi

lainnya. Dari situ manusia nantinya juga akan merasa dirugikan oleh

perbuatannya sendiri. Sesuatu yang dilakukan oleh manusia akan kembali kepada

manusia itu sendiri.

Etika lingkungan sebagai dasar moralitas yang memberikan pedoman bagi

individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih tindakan yang baik

dalam menghadapi dan menyikapi segala sesuatu sekaitan dengan lingkungan

sebagai kesatuan pendukung kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

umat manusia serta mahluk hidup lainnya.

16

Page 17: Makalah tentang illegal logging

DAFTAR PUSTAKA

Azhari Samlawi, Etika Lingkungan dalam Pembangunan Berkelanjutan, Jakarta:

DIKTI, 1997.

Bertens, K. Etika, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997.

Keraf, A. Sonny. Etika Lingkungan, Jakarta: Kompas, 2002.

Haba, John. “Illegal Logging, Penyebab dan Dampaknya”. Jakarta: PMB-LIPI. 2005.

Soerjani, Mohamad, Pembangunan dan Lingkungan, Jakarta: Institut Pendidikan dan

Pengembangan Lingkungan (IPPL), 1996.

http://blawgerpoet.blogdetik.com/2011/02/14/pembalakan-liar-hutan-indonesia/

http://kpshk.org/index.php/berita/read/2011/02/11/1404/pencegahan-dan-

pemberantasan-pembalakan-liar.kpshk

http://impasb.wordpress.com/2008/02/27/penyebab-dan-dampak-rusaknya-hutan-

kita/

http://www.amiodo.blogspot.com/2012/08/104/download-makalah-tentang-illegal-

logging/php/

17


Recommended