MAKALAH KELOMPOK 3
TOKSIKOLOGI
TOKSIKOLOGI BAHAN TAMBAHAN MAKANAN
Disusun Oleh :
1. Rialita Lifiani (1001080)
2. Richa Afrianty Pratiwi (1001081)
3. Rico Juliardi (1001082)
4. Rinaldi Arhas (1001083)
5. Rita Astuti (1001084)
6. Rizka Alfitri (1001085)
7. Rizki Rindiana (1001086)
8. Sariyatna (1001088)
9. Sarjono (1001089)
10. Septaria (1001090)
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
PROGRAM STUDI S1
2012
Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Toksikologi Bahan Tambahan
Makanan”, tak lupa pula salawat beriring salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan pengetahuan dan
teknologi seperti yang kita rasakan ini.
Makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya untuk memenuhi kewajiban pada mata
kuliah Toksikologi. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini kedepannya sangat kami
harapkan. Akan tetapi kami berharab makalah yang kami buat ini juga dapat memberikan
tambahan informasi dan pengetahuan bagi pembacanya.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Pekanbaru, 18 November 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era globalisasi menuntut semua negara untuk memiliki motivasi baru yang menciptakan
terobosan-terobosan mutakhir baik dalam bentuk inovasi maupun discovery. Kemajuan-
kemajuan ini memang ada kalanya baik bagi manusia dan ada kalanya bersifat merusak. Baik
disini berarti dapat memberikan manfaat untuk kehidupan manusia dan lingkungannya.
Dikatakan merusak (destroy) apabila dapat berdampak negatif bagi kehidupan manusia beserta
lingkungannya.
Salah satu kemajuan yang memiliki dua dampak positif dan negatif adalah kemajuan di
bidang teknologi pangan instant (siap saji) baik dalam bentuk kalengan maupun dalam bentuk
botolan/juga sachetan. Dalam pangan ini biasanya digunakan berbagai bahan tambahan pangan
dengan tujuan untuk memperpanjang daya tahan, usia guna atau penampilan dari produk itu
sendiri.
Lingkup bahan tambahan (Food Additives), bahan ikutan (Food Adjuncts) dan bahan
cemaran (Food Contaminants) yang ada dalam bahan pangan, sangat luas. Dengan
perkembangan teknologi pengolahan bahan makanan yang sangat pesat, maka bahan-bahan
tambahan yang sengaja ditambahkan ke dalam bahan semakin banyak jumlahnya. Demikian juga
bahan ikutan yang secara alamiah telah ada dalam bahan tanpa dengan sengaja ditambahkan
makin lama makin banyak yang dapat diidentifikasikan dan dikenal secara kimiawi. Namun
demikian, sifat bahan ikutan masih harus berlaku yaitu kegunaannya sebagi zat gizi tidak ada
atau masih diragukan. Juga bahan cemaran yang masuk ke dalam bahan makanan umumnya
tidak disengaja dan tidak dikehendaki semakin banyak jenisnya. Dengan bertambah rumitnya
teknik pengolahan dan penggunaan peralatan yang semakin beragam, tingkat dan jenis
pencemaran bahan makanan juga semakin banyak.
Perhatian masyarakat dan industri terhadap bahan tambahan pangan berkaitan dengan
kemungkinan bahwa komponen bermutu rendah dimasukkan dengan curang ke dalam makanan
yang dipasarkan dan dengan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan oleh senyawa beracun
dalam makanan. Baru-baru ini kita menyadari bahwa banyak senyawa makanan alam mungkin
beracun. Karena itu, masalah bahan makanan pangan, harus ditinjau hanya sebagai satu segi saja,
yaitu dari keamanan makanan, dalam masalah yang lebih umum mengenai senyawa toksik dalam
makanan.
Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,
mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam
makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah
dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan
pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan.
Bahan tambahan pangan dibagi ke dalam dua golongan utama, bahan tambahan pangan
yang ditambahkan tidak sengaja dan bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja.
Undang-undang Amerika Serikat yang mengatur bahan tambahan dalam tahun 1958. Tujuan
penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi
dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta
mempermudah preparasi bahan pangan.
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa (atau campuran
berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat dalam proses
pengolahan, pengawasan dan atau penyimpanan, dan bukan merupakan bahan (ingredient)
utama. BTM dan produk-produk degradasinya, biasanya tetap di dalam makanan, tetapi ada
beberapa yang sengaja dipisahkan selama proses pengolahan. Sementara itu, pada Undang-
undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan khususnya pada Bab II (Keamanan Pangan) bahan
yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.
Warna, bau, dan konsistensi/tekstur suatu bahan pangan dapat berubah atau berkurang
akibat pengolahan dan penyimpanan. Hal ini dapat diperbaiki dengan penambahan BTM seperti
pewarna, senyawa pembentuk warna, penegas rasa, pengental, penstabil dan lain-lain.
Pembentukan bau yang menyimpang (off flavor) pada produk-produk berlemak dapat dicegah
dengan penambahan antioksidan. Tekstur makanan dapat diperbaiki dengan penambahan
mineral, pengemulsi, pengental.
BAB II
ISI
2.1 Toksikologi Bahan Tambahan Makanan
Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai disiplin
ilmu yang sudah ada seperti ilmu kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensik, Medicine dan
lain-lain. Sebagai contoh : menurut Ahli Kimia: TOKSIKOLOGI adalah ilmu yang
bersangkutan paut dengan efek-efek dan mekanisme kerja yang merugikan dari agent-
agent Kimia terhadap binatang dan manusia. Sedangkan dari para ahli FARMAKOLOGI:
TOKSIKOLOGI merupakan cabang FARMAKOLOGI yang berhubungan dengan efek
samping zat kimia didalam sistem biologik. Dari contoh definisi-definisi diatas, nyata
terlihat ada beberapa unsur didalam TOKSIKOLOGI yang saling berinteraksi untuk
menghasilkan unsur sentral yakni AMAN.
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
772/Menkes/Per/IX/88 No. 1168/Menkes/Per/X/1999 secara umum adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen
khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sebgaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan,
penyimpanan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan.
Toksikologi bahan tambahan makanan adalah ilmu yang mempelajari efek yang
tidak diinginkan dalam sistem biologis dari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari
suatu kegiatan penambahan bahan tambahan makanan dan menimbulkan efek bagi
kesehatan tubuh konsumen.
Secara umum toksikologi bahan tambahan makanan terdiri dari beberapa jenis,
tergantung pada penggunaan bahan tambahan makanan tersebut.
1. Toksikologi bahan pengawet
2. Toksikologi bahan pewarna
3. Toksikologi bahan pemanis
4. Toksikologi bahan penyedap rasa
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua
atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu
respons yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik
pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi
yang dikenal dengan hubungan dosis-respons.
2.1.1 Interaksi Bahan Kimia
Bila zat toksik ini masuk ke dalam tubuh, dan menimbulkan efek, maka hal ini
yang dikatakan sebagai keracunan atau dengan kata lain adalah keadaan tidak normal
akibat efek racun karena kecelakaan, bunuh diri, tindak kriminal. Efek keracunan yang
terjadi dapat bersifat akut, sub-akut, khronis, delayed. Hal ini ditentukan oleh waktu,
lokasi organ (lokal/sistemik). Kemampuan racun untuk menimbulkan kerusakan apabila
masuk kedalam tubuh dan lokasi organ yang rentan disebut toksisitas
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme seperti
perubahan dalam absorbsi , pengikatan protein, dan bio transformasi atau ekskresi dari
satu atau dua zat toksik yang berinteraksi. Efek dari dua bahan kimia yang diberikan
secara bersamaan akan menghasilakan suatu respon yang akan mungkin hanya sekedar
aditif dari respon invidual masing-masing atau mungkin lebih besar atau lebih kecil dari
yang diharapkan. Beberapa terminologi telah digunakan untuk menjelaskan interaksi
farmakologi dan toksikologi tersebut
2.1.2 Efek Toksik
Penggunaan bahan kimia oleh manusia terutama sebagai bahan baku didalam
industri makanan semakin hari semakin meningkat. Pemaparan bahan-bahan kimia
terhadap manusia bisa bersifat kronik atau akut. Pemaparan akut biasanya terjadi karena
suatu kecelakaan atau disengaja (pada kasus bunuh diri atau dibunuh), dan pemaparan
kronik biasanya dialami para pekerja terutama di lingkungan industri-industri kimia
Efek toksik dari bahan-bahan kimia sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran,
maupun mekanisme kerjanya. Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan cidera pada
tempat yang kena bahan tersebut (efek lokal), bisa juga efek sistematik setelah bahan
kimia diserap dan tersebar ke bagian organ lainnya. Efek toksik ini dapat bersifat
reversibel artinya dapat hilang dengan sendirinya atau irreversibel yaitu akan menetap
atau bertambah parah setelah pajanan toksikan dihentikan. Efek irreversibel (efek
Nirpulih) di antaranya karsinoma, mutasi, kerusakan syaraf, dan sirosis hati. Efek
toksikan reversibel (berpulih) bila tubuh terpajan dengan kadar yang rendah atau untuk
waktu yang singkat, sedangkan efek terpulih terjadi bila pajanan dengan kadar yang lebih
tinggi dan waktu yang lama (Rukaesih Achmad, 2004:170)
2.2 Toksikologi Bahan Pengawet
2.2.1 Natrium atau Asam Benzoat
Asam benzoat (C6H5COOH) dan natrium benzoat (C6H5COONa) memiliki
struktur kimia seperti pada Gambar 1. Bentuk asam (BM 122.1) dan garam natriumnya
(BM 144.1) telah banyak digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dalam
makanan. Asam benzoat juga disebut sebagai asam fenilformat atau asam
benzenkarboksilat (Chipley 2005). Kelarutan asam benzoat dalam air sangat rendah
(0.18, 0.27, dan 2.2 g larut dalam 100 ml air pada 4 oC , 18 oC , dan 75 oC ) (Chipley
2005). Asam benzoat termasuk asam lemah (konstanta disosiasi pada 25oC adalah 6.335
x 10-5 dan pKa 4.19), sangat larut dalam etanol dan sangat sedikit larut dalam benzene
dan aceton (WHO 2000).
Natrium benzoat berupa bubuk kristalin yang stabil, tidak berbau, berwarna putih
dengan rasa menyengat (astringent) yang manis. Natrium benzoat sangat larut dalam air
(62.8, 66.0, dan 74.2 gram larut dalam 100 ml air pada 0oC, 20oC, dan 100 oC),
higroskopik pada RH di atas 50 %, memiliki pH sekitar 7.5 pada konsentrasi 10 g/liter
air, larut dalam etanol, metanol, dan etilen glikol (WHO 2000; Chipley 2005). Karena
kelarutan natrium benzoate dalam air jauh lebih besar daripada asam benzoat, maka
natrium benzoat lebih banyak digunakan.
a. Mekanisme Natrium atau Asam Benzoat sebagai Pengawet
Asam benzoat aktif bersifat sebagai antimikroba pada pH rendah yaitu dalam keadaan
tidak terdisosiasi (Fardiaz et al. 1988). Semakin tinggi pH, persentase asam tidak
terdisosiasi makin kecil sehingga daya kerja benzoate akan semakin rendah
(Davidson dan Juneja 1990). Mekanismenya dimulai dengan penyerapan asam
benzoat ke dalam sel. Jika perubahan pH intraselular 5 atau lebih rendah, fermentasi
anaerobik glukosa melalui fosfofruktokinase ini mengalami penurunan sebesar 95%.
b. Farmakokinetika Natrium atau Asam Benzoat
Benzoat diabsorbsi dari usus halus dan diaktivasi melalui ikatan dengan CoA
untuk menghasilkan benzoyl coenzyme A. Selanjutnya benzoyl coenzyme A
berkonjugasi dengan glisin dalam hati untuk membentuk asam hipurat yang kemudian
dikeluarkan melalui urin (White et al. 1964 diacu dalam Chipley 2005). Tahap
pertama dikatalisis oleh enzim synthetase; tahap kedua dikalatalisis oleh enzim
acyltransferase. Mekanisme ini mampu mengeluarkan sekitar 66-95 % asam benzoat.
Sisa benzoat yang tidak dikeluarkan sebagai asam hipurat dapat didetoksifikasi
melalui konjugasi dengan asam glukuronat dan dapat dikeluarkan melalui urine.
c. Toksikokinetika Natrium atau Asam Benzoat
Toksisitas benzoat dalam larutan adalah hasil dari molekul benzoat yang tidak
terdisosiasi (Chipley 2005). Faktor pembatas dalam biosintesis asam hipurat adalah
ketersediaan glisin. Penggunaan glisin dalam detoksifikasi benzoat menyebabkan
penurunan kadar glisin dalam tubuh. Oleh karena itu, konsumsi asam benzoate atau
garamnya mempengaruhi fungsi tubuh atau proses metabolik yang melibatkan glisin,
sebagai contoh penurunan kreatinin, glutamin, urea, dan asam urat (WHO 2000).
Glisin merupakan salah satu asam amino relatif esensial yang terlibat dalam
biosintesis hemoglobin. Glisin diduga dapat memperbaiki absorbsi besi dalam tubuh
sehingga ketersediaan hayati besi dapat ditingkatkan.
Penurunan kadar glisin dalam tubuh menyebabkan Defisiensi besi adalah
kondisi dimana tidak adanya cadangan besi di dalam tubuh, yang pada akhirnya
merupakan manifestasi klinis anemia yang merupakan derajat berat dari defisiensi
besi.
Hal ini mungkin dikarenakan glisin merupakan asam amino yang terlibat
dalam biosintesis hemoglobin. Hemoglobin membentuk sekitar 95% dari protein
intrasel pada eritrosit, sehingga penurunan kadar glisin dapat menurunkan proses
produksi eritrosit. Glisin juga turut membentuk antioksidan glutation yang dapat
mempertahankan besi diet dalam bentuk fero, sehingga absorbsi besi dapat
ditingkatkan dan ketersediaan hayati besi dalam tubuh dapat ditingkatkan pula.
2.2.2 Nitrat dan Nitrit
Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari ammonia melalui proses
oksidasi katalitik. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen. Bentuk
pertengahan dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrat dan nitrit adalah komponen yang
mengandung nitrogen berikatan dengan atom oksigen, nitrat mengikat tiga atom oksigen
sedangkan nitrit mengikat dua atom oksigen. Di alam, nitrat sudah diubah menjadi bentuk
nitrit atau bentuk lainnya.
Struktur kimia dari nitrat
Berat molekul: 62.05
Struktur kimia dari nitrit
O == N -- O-
Berat molekul: 46.006
Pada kondisi yang normal, baik nitrit maupun nitrat adalah komponen yang stabil, Bentuk
garam dari nitrat dan nitrit tidak berwarna dan tidak berbau serta tidak berasa. Bersifat
higroskopis.
a. Mekanisme Nitrat dan Nitrit sebagai Bahan Pengawet
Nitrit dapat menghambat mikroorganisme dengan cara meniadakan katalisator
respirasi yang meniadakan heme. Peranan nitrat kadang tidak menentu. Suatu hasil
penelitian menyatakan bahwa NaNO3 pada konsentrasi 2,3-4,4 % dapat menghambat
pertumbuhan Clostridium botulinum, namun pada konsentrasi 0,06-0,39 % tidak
mengahambat pertumbuhan C. botulinum.
b. Farmakokinetik Nitrat dan Nitrit
Nitrat dan nitrit yang diberikan secara oral akan diabsorbsi oleh traktus
digestivus bagian atas dan dipindahkan ke dalam darah. Di dalam darah, nitrit
mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin yang kemudian teroksidasi menjadi
nitrat. Normalnya methemoglobin akan langsung diubah menjadi hemoglobin
kembali melalui proses enzimatik. Nitrat tidak diakumulasikan didalam tubuh. Nitrat
kemudian didistribusikan ke cairan-cairan tubuh seperti urin, air liur, asam lambung,
dan cairan usus. Sekitar 60% dari nitrat oral diekskresikan melalui urin. Sisanya
belum diketahui, tetapi metabolisme bakteri endogen mengeliminasi sisanya.
Apabila nitrat dan nitrit yang masuk bersamaan dengan makanan, maka
banyaknya zat makanan akan menghambat absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan
diabsorbsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini akan mengakibatkan mikroba
usus mengubah nitrat menjadi nitrit sebagai senyawa yang lebih berbahaya. Karena
itu, pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti klinis yang penting terhadap
keracunan. Nitrit dapat mengakibatkan vasodilatasi pada pembuluh darah, hal ini
mungkin diakibatkan karena adanya perubahan nitrit menjadi nitrit oksida (NO) atau
NO-yang mengandung molekul yang berperan dalam membuat relaksasi otot-otot
polos. Selain itu, nitrit di dalam perut akan berikatan dengan protein membentuk N-
nitroso, komponen ini juga dapat terbentuk bila daging yang mengandung nitrat atau
nitrit dimasak dengan panas yang tinggi.
c. Toksikokinetik Nitrat dan Nitrit
Toksisitas pada penggunaan senyawa nitrat dan nitrit sebagai pengawet dapat
pula terjadi secara akut, terutama jika kadarnya berlebihan. Apabila nitrit dan nitrat
masuk bersamaan dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat
absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan diabsorbsi di traktus digestivus bagian
bawah. Hal ini akan mengakibatkan mikroba usus mengubah nitrit sebagai senyawa
yang lebih berbahaya. Karena itu pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti
klinis yang penting terhadap keracunan. Kondisi tertentu di dalam saluran pencernaan
dapat menyebabkan terjadinya peningkatan konversi nitrat menjadi nitrit, terutama
jika kondisi pH cairan lambung cukup tinggi (>5), yang merupakan kondisi yang
mendukung pertumbuhan bakteri pereduksi nitrat. Kondisi ini umum dijumpai pada
bayi karena secara normal sistem pencernaannya mempunyai pH yang lebih tinggi
daripada orang dewasa.
Di dalam saluran pencernaan, senyawa nitrit dapat bereaksi dengan amina
yang terkandung dalam pangan membentuk senyawa nitrosamin. Selain dapat
membentuk nitrosamin yang bersifat karsinogenik, nitrit merupakan senyawa yang
berpotensi sebagai senyawa pengoksidasi. Di dalam darah, nitrit dapat bereaksi
dengan hemoglobin dengan cara mengoksidasi zat besi bentuk divalen menjadi
trivalen kemudian menghasilkan methemoglobin. Methemoglobin tidak dapat
mengikat oksigen, oleh karena itu terjadi penurunan kapasitas darah yang membawa
oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh serta menimbulkan kondisi yang disebut
methemoglobinemia.
Pada darah individu normal terkandung methemoglobin dalam kadar yang
rendah, yaitu 0,5-2%. Jika kadar methemoglobin meningkat hingga 10% maka akan
menimbulkan sianosis yang ditandai dengan munculnya warna kebiruan pada kulit
dan bibir; kadar di atas 25% dapat menyebabkan rasa lemah dan detak jantung cepat;
sedangkan kadar di atas 60% dapat menyebabkan ketidaksadaran, koma, bahkan
kematian. Nitrit dapat mengakibatkan vasodilatasi pada pembuluh darah sehingga
dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah, hal ini mungkin diakibatkan karena
adanya perubahan nitrit menjadi nitrit oksida (NO) atau NO-yang mengandung
molekul yang berperan dalam membuat relaksasi otot-otot polos.
2.2.3 Formaldehid
Formaldehid adalah larutan tak berwarna, mudah larutdalam air, mudah
menguap, dan mempunyai bau yang tajam. Formalin merupakan larutan komersial
dengan konsentrasi 10-40% dari formaldehid. Formalin termasuk golongan aldehida suku
pertama dengan rumus kimia ; H-CH=O.
a. Mekanisme Formalin sebagai Pengawet
Formalin yang umum dikenal sebagai zat pengawet sediaan biologi atau
mayat, banyak disalahgunakan untuk pengawet bahan makanan sehari-hari, seperti mi
basah, tahu, bakso, ikan asin, ayam potong, ikan laut dan beberapa makanan lainnya.
Beberapa jenis peralatan rumah tangga yang terbuat dari plastic atau melamin, seperti
mangkuk, pring dangelas juga menggunakan formalin. Peralatan itu hanya aman
digunakandalam kondisi dingin.
Sifat antimicrobial formalin merupakan hasil dari kemampuannya
menginaktivasi protein dengan cara mengkondensasi dengan amino bebas dalam
protein menjadi campuran lain. Kemampuan daeru formaldehid meningkat seiring
dengan peningkatan suhu (Lund, 1994). Mekanisme formalin sebagai pengawet
adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein sehingga membentuk rangkaian
antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut, protein mengeras dan
tidak larut (Standen, 1996 dalam Herdianti, 2003). Formaldehid mungkin
berkombinasi dengan asam amino bebas dari protein pada sel protoplasma, merusak
nucleus, dan mengkoagulasi protein (Fazier dan Weshoff, 1988).
b. Toksistas Formaldehid
Secara toksikologi, mekanisme aksi toksik formalin bersifat ekstra sel karena terjadi
secara tidak langsung yang artinya zat beracun ini pada awalnya beraksi di lingkungan luar sel
sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan fungsional pada sel itu sendiri. Pada kadar
toksikan yang berlebihan dapat mengakibatkan perubahan sturktural pada sel yang
sifatnya tidak terbalikkan. Selain tertelan, formalin dapat masuk lewat mulut karena
mengkonsumsi makanan yang diberi pengawet formalin.
Efek tak diinginkan dari formaldehid baik in vivo maupun in vitro berkaitan
dengan reaktifitasnya yang kuat terhadap senyawa amina. Interaksi formaldehid dengan
protein dan asam amino, khususnya RNA menghasilkan fiksasi jaringan dan denaturasi,
dan denaturasi dengan DNA merupakan reaksi yang irreversible.
Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi jadi asam format yang meningkatkan
keasaman darah, tarikan napas menjadi pendek dan sering, hipotermia, hingga koma. Jika
akumulasi formalin kandungan dalam tubuh tinggi, maka bereaksi dengan hampir semua zat di
dalam sel dan terikatnya DNA protein sehingga menyebabkan terganggunya ekspresi genetik
yang normal. Ini akibat sifat oksidator formalin terhadap sel hidup. Dampak yang dapat
terjadi tergantung pada berapa banyak kadar formalin yang terakumulasi dalam tubuh.
Semakin besar kadar yang terakumulasi, tentu semakin parah akibatnya. Mulai dari
terhambatnya fungsi sel hingga menyebabkan kematian sel yang berakibat lanjut berupa
kerusakan padaorgan tubuh. Di sisi lain dapat pula memicunya pertumbuhan sel-sel
yangtak wajar berupa sel-sel kanker. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing
pemberian formalin dalam dosis tertentu jangka panjang secara bermakna mengakibatkan
kanker saluran cerna seperti adeno carcinoma pylorus, preneoplastic hyperplasia pylorus
dan adeno carcinoma aduodenum.
2.3 Toksikologi Bahan Pewarna
a. Farmakokinetik Zat Pewarna
Senyawa-senyawa zat pewarna dibawa kedalam darah melalui berbagai bentuk
anatara lain :
1. Sebagai molekul yang tersebar bebas dan melarut didalam plasma
2. Sebagai molekul yang tersebar reversibel dengan protein dan konstituen
dalam serum
3. Sebagai molekul bebas atau terikat tanpa mengandung eritrosit dan unsur-
unsur lain dalam pembentukan darah.
Absorsi zat pewarna dalam tubuh diawali disaluran pencernaan dan sebagian
dapat mengalami metabolisme oleh mikroorganisme dalam usus dari saluran pencernaan
dibawah langsung kehati melalui vena vortal atau melalui vena kava superior. Dihati
senyawa dimetabolisme atau dikonjugasi kemudian ditransportasikan keginjal untuk
diekresikan bersama urin.( hardiansyah,2000)
Skema Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi Zat Pewarna
Dimana zat pewarna dimetabolismekan atau dikonjugasi dihati, ada juga yang ke
empedu melalui jalur enterohepatik. Zat pewarna AZO yang larut dalam air dikeluarakan
secara kuantitaf melalui emedu, sedangkan zat warna yang larut dalam serum diabsorbsi
tanpa dimetabolisme di usus melainkan didalam hati. senyawa-senyawa yang merupakan
metabolit polar lebih cepat dieliminasi melalui urine. (kisman,1994)
b. Toksikologi Bahan Pewarna
Dampak penggunaan zat warna dapat dilihat seperti diagram dibawah ini:
Hal-hal yang mungkin memberikan dampak negatif terseburt terjadi bila
1. Bahan pewarna sintetik dikomsumsi dalam jumlah kecil namun berulang
2. Bahan pewarna sintetik dikomsumsi dalm jangka waktu lama
3. Kelompok masayarakat luas dengan daya tahan berbeda-beda tergantung umur jenis
kelamin, dan sebagainya.
4. Penyimpanan hbahan peawarna sintetik oleh pedagang kimia yang tidak memenuhi
persyaratan.
c. Tartrazine
Ishidate et al. (1984) menggambarkan munculnya penyimpangan
kromosom dalam fibroblast dari tartrazin yang diberikan pada PigGuinea China.
Dalam suatu studi juga menggunakan fibroblast dari mamalia Muntiacus
muntijac, yang dikultivasi dengan 5, 10, dan 20 mg dari tartrazine selama 3 hari
diperoleh adanya penyimpangan kromosom fibroblasti (Patterson and Butler,
1982). Inhibisi respirasi mitokondria 16% dari sel-sel hati dan ginjal dari
tartrazine yang diberikan pada tikus tikus juga telah didemonstrasikan dalam
suatu studi oleh Reyes et al. (1996).
2.4 Toksikologi Bahan Pemanis
Sakarin adalah zat pemanis buatan dari garam natrium dari asam
sakarin berbentuk bubuk kristal putih, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini
mempunyai tingkat kemanisan 550 kali gula biasa. Oleh karena itu sangat populer
dipakaisebagai bahan pengganti gula.
a. Farmakokinetik Sakarin
Natrium sakarin yang terserap dalam tubuh manusia tidak akan mengalami
metabolisme, sehingga akan dieksresikan melalui urin tanpa perubahan kimiawi.
Selain itu sakarin juga dapat menimbulkan rasa pahit, ini disebabkan oleh adanya
ketidakmurnian bahan. Meskipun demikian rasa pahit ini dapat dikurangi dengan
sintesa sakarin dari asam antromilat atau benzhothiophene.
b. Toksikokinetik Sakarin
2.4.1 Toksikologi Bahan Penambah Rasa
Monosodium Glutamat
Glutamat secara alamiah terdapat pada kebanyakan makanan dalam bentuk
berikatan dengan kandungan protein makanan tersebut, seperti jamur, gandum, tomat,
kacang tanah, kacang polong, daging dan sebagian besar produk susu (Freeman, 2006).
Asam amino glutamat dan glutamine diubah menjadi glutamat di dalam tubuh. Asam
amino yang tadinya berikatan dengan protein makanan, perlahan-lahan dipecahkan dan
diabsorbsi. Proses ini menyebabkan glutamat dihasilkan secara bertahap, hanya glutamat
dalam bentuk bebas yang dapat membangkitkan rasa lezat (Gold, 1995).
a. Farmakokinetik MSG
MSG berbentuk tepung kristal putih yang bila dilarutkan ke dalam air atau saliva
akan cepat berdissosiasi menjadi garam bebas dan glutamat (bentuk anion dari asam
glutamat). Ion glutamat akan membuka gerbang Ca2+ pada kuncup perasa (taste bud)
sehingga menimbulkan depolarisasi reseptor yang berlanjut dengan potensial aksi yang
sampai ke otak dan diproyeksikan sebagai sensasi lezat (Gold, 1995; Sheerwood, 2004).
Rumus kimia dari MSG adalah C5H8NNaO4.
Asam amino glutamat dan glutamine diubah menjadi glutamat di dalam tubuh.
Asam amino yang tadinya berikatan dengan protein makanan, perlahan-lahan dipecahkan
dan diabsorbsi. Proses ini menyebabkan glutamat dihasilkan secara bertahap, hanya
glutamat dalam bentuk bebas yang dapat membangkitkan rasa lezat (Gold, 1995).
Pada MSG, glutamat tidak berikatan dengan protein, tetapi sudah dalam bentuk
bebas. Beberapa percobaan menunjukkan bahwa mengkonsumsi glutamat bebas akan
meningkatkan kadar glutamat di dalam plasma darah secara signifikan. Dan kelebihan
jumlah glutamat di dalam plasma, memudahkan glutamat merembes masuk melalui blood
brain barrier (Gold, 1995).
b. Toksikokinetik MSG
Glutamat merupakan neurotransmitter yang penting untuk proses komunikasi
antar sel-sel otak. Normalnya, bila terjadi kelebihan glutamat, glutamat akan dipompakan
kembali ke dalam sel-sel glia yang mengelilingi neuron. Sebab, bila neuron tepapar dengan
glutamat dalam jumlah besar, maka sel tersebut akan mati.
Glutamat membuka Ca2+ channel neuron sehingga Ca2+ dapat masuk ke dalam
sel. Sejumlah reaksi kimia terjadi di dalam sel yang sering kali memicu pelepasan bahan-
bahan kimia, menstimulasi neuron yang berhubungan dan seterusnya. Salah satu hasil dari
reaksi kimia di neuron adalah asam arachidonat. Asam arachidonat kemudian bereaksi
dengan 2 enzym yang berbeda, melepaskan radikal bebas seperti hydroxyl radical. Hydroxyl
radical inilah yang dapat membunuh sel-sel otak. Bila kadar glutamat menjadi berlebih,
Ca2+ channel akan tetap terbuka sehingga reaksi kimia yang terjadi juga akan semakin
meningkat mengawali pengrusakan sel tersebut dan sel-sel yang berdekatan yang memiliki
reseptor glutamat (Gold, 1995).
Secara normal, otak dilindungi oleh blood brain barrier yang mencegah
berlebihnya jumlah glutamat di otak. Namun ada beberapa tempat di otak yang tidak
dilindungi oleh blood brain barrier termasuk hipothalamus, organ circumventricular,
Efek yang terjadi terhadap testosteron darah maupun sel Leydig, kemungkinan
besar adalah efek tidak langsung dari MSG, dalam hal ini glutamat. Oleh karena glutamat
adalah neuro transmitter yang bekerja pada sel neuron, namun dapat mencederai neuron
jika terdapat dalam jumlah yang berlebihan, sehingga dikatakan glutamat dan juga
aspartat bersifat eksitotoksin. Penurunan kadar LH dan FSH dihubungkan dengan
kerusakan hipo talamus, tempat bio sintesis GnRH yang mengatur sekresi kedua hormon
tersebut. Apabila kadar LH turun, tentu stimulasi terhadap sel Leydig juga berkurang
sehingga dapat menurunkan fungsinya sebagai tempat bio sintesis testosteron.
BAB III
KESIMPULAN
1. Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai disiplin ilmu
yang sudah ada seperti ilmu kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensik, Medicine dan
lain-lain.
2. Toksikologi bahan tambahan makanan adalah ilmu yang mempelajari efek yang tidak
diinginkan dalam sistem biologis dari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu
kegiatan penambahan bahan tambahan makanan dan menimbulkan efek bagi
kesehatan tubuh konsumen.
3. Secara umum toksikologi bahan tambahan makanan terdiri dari beberapa jenis,
tergantung pada penggunaan bahan tambahan makanan tersebut.bahan
pengawet,bahan pewarna, bahan pemanis,Toksikologi bahan penyedap rasa.
4. Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme seperti perubahan
dalam absorbsi , pengikatan protein, dan bio transformasi atau ekskresi dari satu atau
dua zat toksik yang berinteraksi.
5. Efek toksik dari bahan-bahan kimia sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran,
maupun mekanisme kerjanya.
6. Toksisitas benzoat dalam larutan adalah hasil dari molekul benzoat yang tidak
terdisosiasi.
7. Toksisitas pada penggunaan senyawa nitrat dan nitrit sebagai pengawet dapat pula
terjadi secara akut, terutama jika kadarnya berlebihan. Apabila nitrit dan nitrat masuk
bersamaan dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat
absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan diabsorbsi di traktus digestivus bagian
bawah.
8. toksikokinetika sakarin mempelajari bagaimana cara senyawa tersebut masuk
kedalam tubuh dan apa yang terjadi terhadapnya setelah memasuki tubuh.
9. Glutamat merupakan neurotransmitter yang penting untuk proses komunikasi antar sel-
sel otak. Normalnya, bila terjadi kelebihan glutamat, glutamat akan dipompakan kembali
ke dalam sel-sel glia yang mengelilingi neuron. Sebab, bila neuron tepapar dengan
glutamat dalam jumlah besar, maka sel tersebut akan mati.
DAFTAR PUSTAKA
Hardiansyah rimbawan,2000. Analisis masalah dan pencegahan keracunan
makanan.perhimpunan ahli panagn indonesia (PATPI) dan IPB :Jakarta.
Kisman sardjono,1984.analisa zat warana dalam beberapa jenis makanan direktorat
jenderal pengawasan obat dan makanan: Jakarta.
Sudarmadji, Slamet. 1982. Bahan – Bahan Pemanis. Agritech, Yogyakarta.
Winaryo, F.G., 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.
Aurand, L. W., 2003. Food Composition and Analysis. Nostrand Reinhold : New
York.
Babu, S. and S. Shenolikar, 1995. Health and nutritional implications of food colours.
Ind. J. Med. Res., 102: 245-249.
Branen, A.L., Davidson P.M & Salminen S. 1990. Food Additives. New York and
Basel: Marcel dekker Inc
Benowitz, N.L. Nitrates and Nitrits in Poisoning and Drug Overdose. Fifth
edition. Olson, KR. (Eds.). McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2007
Recommended