BAB I
PENDAHULUAN
Transfusi darah secara universal dibutuhkan untuk menangani pasien anemia berat,
pasien dengan kelaian darah bawaan, pasien yang mengalami kecederaan parah, pasien yang
hendak menjalankan tindakan bedah operatif dan pasien yang mengalami penyakit liver
ataupun penyakit lainnya yang mengakibatkan tubuh pasien tidak dapat memproduksi darah
atau komponen darah sebagaimana mestinya. Pada negara berkembang, transfusi darah juga
diperlukan untuk menangani kegawatdaruratan melahirkan dan anak-anak malnutrisi yang
berujung pada anemia berat (WHO, 2007). Tanpa darah yang cukup, seseorang dapat
mengalami gangguan kesehatan bahkan kematian. Oleh karena itu, tranfusi darah yang
diberikan kepada pasien yang membutuhkannya sangat diperlukan untuk menyelamatkan
jiwa
Berdasarkan system antigen telah dikenakan lebih dari 20 golongan darah. Untuk
kepentingan klinik hanya dikenal 2 sistem penggolongan darah yaitu system ABO dan system
Rh. Sebagian besar pasien mempunyai system Rh + (85%) dan sisanya 15% Rh-.
Penggunaan darah membutuhkan pertimbangan yang cermat dan kewaspadaan untuk
mencegah kesalahan. Metode terbaru membatasi transfusi darah dari bank darah dengan
penggunaan yang minimal dengan pengecualian anemia yang moderate dengan menggunakan
terapi komponen darah, dengan menggunakan transfusi darah autologous atau dengan
substitusi produk darah lain yang sesuai
1
BAB II
PEMBAHASAN
TRANSFUSI DARAH
Transfusi darah adalah proses transfer darah dari satu orang ke sistem peredaran
darah orang lain. Transfusi darah dapat menyelamatkan jiwa dalam beberapa situasi, seperti
kehilangan darah besar karena trauma dan memerlukan suplai darah dari luar, atau dapat
digunakan untuk menggantikan darah yang hilang selama operasi.
Transfusi darah sering dilakukan baik dalam bidang pembedahan maupun non
pembedahan. Dalam bidan pembedahan tindakan transfusi bisa dilakukan pada periode pra
bedah, pada saat pembedahan dan pasca operasi. Sedangkan pada kasus non bedah bias
dilakukan setiap saat tergantung indikasi.
Volume darah manusia berbeda untuk setiap induvidu. Volume darah manusia
berbeda untuk setiap induvidu, bergantung dari jenis kelamin, usia, status fisik dan aktivitas
seseorang.
Umur Volume Darah
Neonatus Prematur 95ml/kg
Full term 85ml/kg
Infant 80ml/kg
Dewasa Laki-laki 75ml/kg
Perempuan 65ml/kg
Tabel 1. Perkiraan Volume Darah Rata-Rata (Average Blood Volumes)
GOLONGAN DARAH
Membran sel darah merah berisi sedikitnya 300 faktor penentu antigenic berbeda. Sedikitnya
20 antigen golongan darah terpisah dapat dikenal; tanda dari masing-masing adalah di bawah
control genetic dari chromosom loci. Kebetulan, hanya ABO dan Rh Sistem yang penting
pada transfusi darah. Setiap orang biasanya menghasilkan antibody ( alloantibodies).
2
Antibodi bertanggung jawab untuk reaksi-reaksi dari transfusi. Antibodi dapat menjadi
“alami” atau sebagai respon atas sensitisasi dari suatu kehamilan atau transfusi sebelumnya.
Sistem ABO
Kromosomal untuk sistem ABO ini menghasilkan dua alleles: A dan B. Masing-
masing merepresentasikan suatu enzim yang merupakan modifikasi dari suatu permukaan sel
glycoprotein, menghasilkan antigen yang berbeda. (Sebenarnya, ada berbagai varian A dan
B.) Hampir semua individu tidak mempunyai A atau B " natural" yang menghasilkan
antibody [sebagian besar immu-noglobulin M ( IgM)] melawan antigens di dalam tahun
pertama kehidupan. Antigen H adalah precursor dari system ABO tetapi diproduksi oleh
suatu chromosom tempat berbeda.
Tidak adanya antigen H( hh genotype, juga disebut Bombay pheno-type) mencegah
munculny gen A atau B; individu dengan kondisi sangat jarang ini akan mempunyai anti-A,
anti-B, dan anti-H antibodi.
Sistem Rh
Sistem Rh ditandai oleh dua gen yang menempati chromosome. Ada sekitar 46 Rh-
berhubungan dengan antigens, tetapi secara klinis, ada lima antigen utama ( D, C, c, E, dan e)
dan menyesuaikan dengan antibody .Biasanya, ada atau tidak allele yang paling
immunogenic dan umum, D antigen, dipertimbangkan.
Kira-Kira 80-85% tentang populasi orang kulit putih mempunyai antigen D. Individu
yang kekurangan allele ini disebut Rh-Negative dan biasanya antibodi akan melawan antigen
D hanya setelah terpapar oleh ( Rh-Positive) transfusi sebelumnya atau kehamilan ( seorang
Ibu Rh-Negative melahirkan bayi Rh-Positive).
Sistem Lain
Sistem lain ini meliputi antigen Lewis, P, li, MNS, Kidd, Kell, Duffy, Lutheran, Xg, Sid,
Cartright, YK, dan Chido Rodgers antigens. Kebetulan, dengan beberapa perkecualian ( Kell,
Kidd, Duffy, Dan), alloantibodi melawan sistem ini jarang menyebabkan reaksi hemolytic
serius.
3
TES KOMPATIBILITAS
Tujuan tes ini adalah untuk memprediksi dan untuk mencegah reaksi antigen-antibody
sebagai hasil transfusi sel darah merah. Donor dan penerima donor darah harus di periksa
adanya antibody yang tidak baik.
TIPE Adanya antibodi dalam serum Insidensi*
A anti– B 45%
B anti – A 8%
AB 4%
O anti A, anti–B 43%
Tabel 2 . Golongan darah ABO * angka rata-rata pada orang di Eropa
1. Tes ABO-Rh
Reaksi Transfusi yang paling berat adalah yang berhubungan dengan inkompatibilitas
ABO; antibody yang didapat secara alami dapat bereaksi melawan antigen dari transfusi
(asing), mengaktifkan komplemen, dan mengakibatkan hemolisis intravascular.
Sel darah merah pasien diuji dengan serum yang dikenal mempunyai antibodi
melawan A dan B untuk menentukan jenis darah. Oleh karena prevalensi secara umum
antibodi ABO alami, konfirmasi jenis darah kemudian dibuat dengan menguji serum pasien
melawan sel darah merah dengan antigen yang dikenal.
Sel darah merah pasien juga diuji dengan antibody anti-D untuk menentukan Rh. Jika
hasilnya adalah Rh-Negative, adanya antibodi anti-D d dapat diuji dengan mencampur serum
pasien dengan sel darah merah Rh (+).Kemungkinan berkembangnya antibodi anti-D setelah
paparan pertama pada antigen Rh adalah 50-70%.
2. Crossmatching
Suatu crossmatch transfusi: sel donor dicampur dengan serum penerima. Crossmatch
mempunyai tiga fungsi: ( 1) Konfirmasi jenis ABO dan Rh ( kurang dari 5 menit), ( 2)
mendeteksi antibodi pada golongan darah lain , dan ( 3) mendeteksi antibody dengan titer
rendah atau tidak terjadi aglutinasi mudah. Yang dua terakhir memerlukan sedikitnya 45
menit.
4
3. Screening Antibodi
Tujuan test ini adalah untuk mendeteksi dalam serum adanya antibodi yang biasanya
dihubungkan dengan reaksi hemolitik non-ABO. Test ini ( dikenal juga Coombs Tes tidak
langsung) memerlukan 45 menit dan dengan mencampur serum pasien dengan sel darah
merah dari antigen yang dikenal; jika ada antibodi spesifik, membran sel darah merah
dilapisi, dan penambahan dari suatu antibodi antiglobulin menghasilkan aglutinasi sel daraah.
Screening ini rutin dilakukan pada seluruh donor darah dan dilakukan untuk penerima donor
sebagai ganti dari crossmatch .
TRANSFUSI DALAM KEADAAN DARURAT
Ketika pasien sedang kritikal, kebutuhan transfusi terjadi sebelum penyelesaian suatu
crossmatch, penyaringan, atau bahkan identifikasi tipe darah. Jika jenis darah pasien sudah
dikenal, dilakukan crossmatch kurang dari 5 menit, akan mengkonfirmasikan kompatibilitas
ABO. Jika jenis darah penerima tidak dikenal dan transfusi harus dimulai sebelum penentuan,
jenis O Rh-Negative darah mungkin bisa digunakan.
JENIS TRANSFUSI DAN PENGGUANAANNYA
1. Darah Lengkap (Whole blood)
- Segar (<48 jam), baru (<6 hari) dan biasa (35 hari)
- Untuk perdarahan akut, syok hipovolemik, bedah mayor perdarahan >1500
- Pada orang dewasa, diberikan bila kehilangan darah lebih dari 15-20% volume
darahnya, sedangkan pada bayi lebih dari 10% volume darahnya.
2. Plasma biasa dan plasma segar beku (FFP, fresh frozen plasma)
- Satu unit plasma biasa berisi 200 ml diperoleh dari mengendapkan darah lengkap
selama 72 jam.
- Masing-Masing unit FFP biasanya meningkatkan faktor pembekuan 2-3% pada
orang dewasa. Pada umumnya dosis awal 10-15 mL/kg. Tujuannya adalah untuk
mencapai 30% dari konsentrasi faktor pembekuan yang normal.
5
- Diberikan pada pasien yang menderita deficit faktor pembekuan , misalnya pada
pasien yang mengalami perdarahan masif dan telah menerima transfusi darah
masif.
- Semua faktor pembekuan ada kecuali faktor V dan faktor VIII. Pada plasma segar
beku (FFP) faktor V dan faktor VIII tetap aktif.
- Plasma segar biasanya diberikan setelah transfusi darah masif, setelah terapi
warfarin dan koagulopati pada penyakit hepar.
3. Packed Red Cell (PRC)
- Satu unit packed red cell berisi 240-340 ml dengan Ht 75-80% dan Hb 24 gr/dl.
- Utuk menaikkan Hb 1 gr/dl diperlukan packed red cell 4 ml/ kg atau 1 unit dapat
menaikan kadar Ht 3-5%
- Packed red cell digunakan pada perdarahan lambat, anemia kronik atau pada
kelainan jantung, hati dan ginjal.
- Keuntungannya dapat menaikan daya angkut oksigen tanpa menambah beban
volume darah.
4. Sediaan trombosit (Platlet Concentrate)
- Diberikan pada pasien dengan trombositopenia yang berat disertai kegagalan
pembentukan trombosit.
- Pada pasien leukemia dan tumor ganas yang lain, pasien yang mendapatkan
pengobatan sitostatika dan radioterapi serta pasien yang menderita depresi system
hemolitik yang tidak diketahui sebabnya.
5. Transfusi faktor anti hemolitik (Cryoprecipitate)
- Diberikan pada pasien yang menderita hemifilia sebagai profilaksis dan terapi
perdarahan.
PENGAMBILAN DAN PENYIMPANAN DARAH
Darah diambila dari donor yang berusia Antara 18-65 tahun, sehat dan mempunyai
kadar Hb minimal 12,3g%. Darah donor sebelum disimpan untuk diberikan pada resipien
6
harus dibebaskan dari pelbagai macam penyakit yang mungkin dapat menulari resipien
seperti hepatitis B, hepatitis C, sifilis, malaria.
Syarat – Syarat Calon Donor Darah:
o Umur 17 – 60 tahun
o Berat badan 50 kg atau lebih
o Kadar Hemogblin 12,5 g/dl atau lebih
o Tekanan darah 120 – 140/80 – 100 mmHg
o Nadi 50 – 100/menit teratur
o Tidak berpenyakit jantung, hati, paru-paru, ginjal, kencing manis, penyakit
perdarahan, kejang, kanker, penyakit kulit kronis.
o Tidak hamil, menyusui, menstruasi (bagi wanita)
o Bagi donor tetap, penyumbangan 5 (lima) kali setahun.
o Kulit lengan donor sehat.
o Tidak menerima transfusi darah/komponen darah 6 bulan terakhir.
o Tidak menderita penyakit infeksi; malaria, hepatitis, HIV/AIDS. 12. Bukan
pencandu alkohol/narkoba
o Tidak mendapat imunisasi dalam 2 – 4 bulan terakhir.
o Beritahu Petugas bila makan aspirin dalam 3 hari terakhir.
Darah simpan supaya awet dan tidak membeku perlu disimpan dalam suatu tempat
dengan suhu sekitar 1-6 0C diberi pengawet.
Umumnya diberi:
Pengawet campuran sitrat untuk mengikat kalsium supaya tidak terjadi
pembekuan
Fosfat sebagai penyangga (buffer)
Dekstrosa sebagai sumber energy sel darah merah
Adenin membantu resintetis adenosintrifosfat dan menjaga supaya 2,3- DPG
tidak cepat rusak.
Campuran ini dikenal dengan pengawet:
7
ACD (acid citrate dextrose)
CPD (citrate phosphate dextrose)
CDPA (citrate phosphate dextrose adinine)
PERUBAHAN – PERUBAHAN YANG TERJADI PADA DARAH SIMPAN
Dengan bertambahnya waktu penyimpanan akan terjadi perubahan dalam komponen
darah simpan baik dalam komposisi maupun dalam fungsi.
Perubahan –perubahan yang terjadi adalah seperti berikut.
1. Kemungkinan hidup eritrosit menurun
Setelah penyimpaan selama 14 hari dalam larutan ACD, hamper sebahagian
besar eritrosit hidup normal dalam sirkulasi darah resipiens setelah ditransfusi,
sebagian kecil (kira-kira 10%) tidak befugsi lagi dalam 24 jam pertama. Kemudian
pada hari berikutnya akan berkurang 1% per hari.
2. Penurunan kadar 2-3 Difosfogliserat (2-3 DPG)
Darah simpan dalam larutan ACD akan kehilangan 90% 2-3 GPD sedangkan
dalam larutan CPD hanya kehilangan 20% setelah penyimpanan selama 2 minggu.
2-3 GPD merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perlepasan oksigen dari
eritrosit ke jaringan. Makin rendah kadarnya, pelepasan oksigen ke jaringan semakin
sukar sebalikanya pada kadar mendekati normal, pelepasan oksigen semakin mudah.
3. Perubahan keseimbangan asam basa
Setelah darah dicampur dengan antikoagulan ACD (pH: 5,0), pH darah akan
segera turun menjsdi 7. Kemudian terus menurun sampai menjsdi 6,5 setelah 21 hari
penyimpanan. Hal ini disebabkan karena adanya proses glikosis yang terus menerus
dan terbentuknya asam laktat serta piruvat oleh metabolisme eritrosit. Disamping itu
juga disebabkan oleh penumpukan CO2 yang terbentuk akibat proses metabolisme
eritrosit yang tidak dapat keluar dari kantog darah.
Dalam dua minggu penyimpanan darah ACD akan mengalami deficit basa 25-
30 mEq/L, tetapi keadaan ini akan kembali normal setelah transfuse dilakukan.
8
4. Perubahan keseimbangan elektrolit
Perubahan elektrolit yang terjadi pada darah simpan ini disebabkan oleh
adanya pergeseran kaliuma ke dalam sel dan natrium keluar sel akibat penurunan pH
darah atau asidosis. Kalium plasma meningkat secara progresif selama penyimpanan
dalam larutan ACD. Untuk masa simpan 7 hari kalium mencapai 12 mEq/L,
kemudian menjadi 32 mEq/L setelah 21 hari masa simpan.
5. Perubahan – perubahan faktor- faktor pembekuan.
Faktor-faktor pembekuan mempunyai tingkat stablilitas yang berbeda dalam darah
simpan.
- Trombosit hanya bertahan sampai beberapa jam dalam darah simpan
- Faktor V dan VII sangat labil, menghilang sampai 50% satelah 4 hari
penyimpanan
- Fibrinogen mengalami denaturasi selama penyimpanan.
INDIKASI TRANSFUSI DARAH
Transfusi Sel Darah Merah
Rekomendasi:
Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin (Hb)
<7 g/dl, terutama pada anemia akut.
Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki
terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima.
Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan
hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium.
Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada indikasi tertentu,
misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih tinggi
(contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat).
Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb ≤11 g/dL;
bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dL (seperti pada anemia
bayi prematur). Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang sedang
9
membutuhkan suplementasi oksigen batas untuk memberi transfusi adalah Hb ≤13
g/dL.
Transfusi satu unit darah lengkap (whole blood) atau sel darah merah pada pasien dewasa
berat badan 70 kg yang tidak mengalami perdarahan dapat meningkatkan hematokrit kira-kira
3% atau kadar Hb sebanyak 1 g/dl. Tetapi, kadar Hb bukan satu-satunya faktor penentu
untuk transfusi sel darah merah. Faktor lain yang harus menjadi pertimbangan adalah kondisi
pasien, tanda dan gejala hipoksia, kehilangan darah, risiko anemia karena penyakit yang
diderita oleh pasien dan risiko transfusi.2
Banyak transfusi sel darah merah dilakukan pada kehilangan darah ringan atau sedang,
padahal kehilangan darah itu sendiri tidak menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas perioperatif. Meniadakan transfusi tidak menyebabkan keluaran (outcome)
perioperatif yang lebih buruk.
Beberapa faktor spesifik yang perlu menjadi pertimbangan transfusi adalah:
o Pasien dengan riwayat menderita penyakit kardiopulmonal perlu transfusi pada batas
kadar Hb yang lebih tinggi.
o Volume darah yang hilang selama masa perioperatif baik pada operasi darurat
maupun elektif, dapat dinilai secara klinis dan dapat dikoreksi dengan penggantian
volume yang tepat.
o Konsumsi oksigen, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab antara lain
adalah demam, anestesia dan menggigil. Jika kebutuhan oksigen meningkat maka
kebutuhan untuk transfusi sel darah merah juga meningkat.
Pertimbangan untuk transfusi darah pada kadar Hb 7-10 g/dl adalah bila pasien akan
menjalani operasi yang menyebabkan banyak kehilangan darah serta adanya gejala dan tanda
klinis dari gangguan transportasi oksigen yang dapat diperberat oleh anemia. Kehilangan
darah akut sebanyak <25% volume darah total harus diatasi dengan penggantian volume
darah yang hilang. Hal ini lebih penting daripada menaikkan kadar Hb.
Pemberian cairan pengganti plasma (plasma subtitute) atau cairan pengembang plasma
(plasma expander) dapat mengembalikan volume sirkulasi sehingga mengurangi kebutuhan
transfusi, terutama bila perdarahan dapat diatasi. Pada perdarahan akut dan syok
hipovolemik, kadar Hb bukan satu-satunya pertimbangan dalam menentukan kebutuhan
10
transfusi sel darah merah. Setelah pasien mendapat koloid atau cairan pengganti lainnya,
kadar Hb atau hematokrit dapat digunakan sebagai indikator apakah transfusi sel darah merah
dibutuhkan atau tidak.
Sel darah merah diperlukan bila terjadi ketidakseimbangan transportasi oksigen, terutama
bila volume darah yang hilang >25% dan perdarahan belum dapat diatasi. Kehilangan volume
darah >40% dapat menyebabkan kematian. Sebaiknya hindari transfusi darah menggunakan
darah simpan lebih dari sepuluh hari karena tingginya potensi efek samping akibat
penyimpanan. Darah yang disimpan lebih dari 7 hari memiliki kadar kalium yang tinggi, pH
rendah, debris sel tinggi, usia eritrosit pendek dan kadar 2,3-diphosphoglycerate rendah.
Pertimbangan dalam memutuskan jumlah unit transfusi sel darah merah:
o Menghitung berdasarkan rumus umum sampai target Hb yang disesuaikan dengan
penilaian kasus per kasus.
o Menilai hasil/efek transfusi yang sudah diberikan kemudian menentukan
kebutuhan selanjutnya.
Pasien yang menjalani operasi dapat mengalami berbagai masalah yang menyebabkan 1)
peningkatan kebutuhan oksigen, seperti kenaikan katekolamin, kondisi yang tidak stabil,
nyeri; 2) penurunan penyediaan oksigen, seperti hipovolemia dan hipoksia. Tanda dan gejala
klasik anemia berat (dispnea, nyeri dada, letargi, hipotensi, pucat, takikardia, penurunan
kesadaran) sering timbul ketika Hb sangat rendah. Tanda dan gejala anemia serta pengukuran
transportasi oksigen ke jaringan merupakan alasan transfusi yang lebih rasional
Trombosit
Rekomendasi
Transfusi trombosit dapat digunakan untuk:
Profilaksis transfusi trombosit untuk pasien dengan hitung trombosit kurang dari
10.000-20.000/uL apabila keadaan klinis pasien baik, sedangkan untuk pasien
dengan hitung trombosit >50.000/uL transfusi trombosit tidak memberikan
keuntungan, bila terdapat perdarahan mikrovaskular difus batasnya menjadi
<100.000/uL. Pada kasus DHF dan DIC supaya merujuk pada penatalaksanaan
masing-masing.
11
Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit <50.000/uL pada pasien yang akan
menjalani operasi, prosedur invasif lainnya atau sesudah transfusi masif.
Pasien dengan kelainan fungsi trombosit yang mengalami perdarahan.
Transfusi platlet dapat membantu mengurangkan jumlah volume sel darah merah
yang perlu
Plasma Beku Segar (Fresh Frozen Plasma = FFP)
Rekomendasi:
Transfusi FFP digunakan untuk:
Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B) dan faktor inhibitor koagulasi baik yang
didapat atau bawaan bila tidak tersedia konsentrat faktor spesifik atau kombinasi.
Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang
mengancam nyawa.
Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah transfusi
masif atau operasi pintasan jantung atau pada pasien dengan penyakit hati.
Kriopresipitat
Rekomendasi:
Kriopresipitat digunakan untuk:
Profilaksis pada pasien dengan defisiensi fibrinogen yang akan menjalani prosedur
invasif dan terapi pada pasien yang mengalami perdarahan.
Pasien dengan hemofilia A dan penyakit von Willebrand yang mengalami perdarahan
atau yang tidak responsif terhadap pemberian desmopresin asetat atau akan menjalani
operasi.
PERKIRAAN TRANSFUSI DARAH PREOPERATIF
12
1. Perkiraan untuk menentukan jumlah darah yang dibutuhkan agar haemoglobin pasien
meningkat, dapat digunakan formula :
Volume darah yang diberikan =
Volume darah pasien x kenaikan Hb yang diinginkan / Hb yang diberikan.
2. Banyaknya transfusi juga dapat ditentukan dari hematokrit preoperatif dan dengan
perkiraan volume darah. Pasien dengan hematocrit normal biasanya ditransfusi hanya
setelah kehilangan darah >10-20% dari volume darah mereka. Sebenarnya tergantung
daripada kondisi pasien dan prosedur dari pembedahan . Perlu diketahui jumlah darah
yang hilang untuk penurunan hematocrit sampai 30%, dapat dihitung sebagai berikut:
Estimasi volume darah dari Tabel 1
Estimasi volume sel darah merah (RBCV) hematocrit preoperative (RBCV preop).
Estimasi RBCV pada hematocrit 30% ( RBCV30%), untuk menjaga volume darah
normal.
Memperkirakan volume sel darah merah yang hilang ketika hematocrit 30% adalah
RBCV lost = RBCV preop - RBCV 30%.
Perkiraan jumlah darah yang hilang = RBCV lost X 3
Contoh :
Seorang perempuan 85 kg mempunyai suatu hematocrit preoperatif 35%. Berapa
banyak jumah darah yang hilang untuk menurunkan hematocritnya sampai 30%?
Volume Darah yang diperkirakan = 65 mL/kg x 85 kg = 5525 ml.
RBCV 35 % = 5525 x 35 % = 1934 mL.
RBCV30% = 5525 x 30 % = 1658 mL
Kehilangan sel darah merah pada 30% = 1934 - 1658 = 276 mL.
Perkiraan jumlah darah yang hilang = 3 x 276 mL = 828 mL.
Oleh karena itu, transfusi harus dipertimbangkan hanya jika pasien kehilangan
darah melebihi 800 ml. Transfusi tidak direkomendasikan sampai terjadi penurunan
13
hematocrit hingga 24% (hemoglobin < 8.0 g/dL), tetapi ini diperlukan untuk
menghitung banyaknya darah yang hilang, contohnya pada penyakit jantung dimana
diberikan transfusi jika kehilangan darah 800 mL.
3. Petunjuk lain yang biasa digunakan sebagai berikut:
Satu unit sel darah merah sel akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dL dan hematocrit
2-3% (pada orang dewasa); dan 10mL/kg transfusi sel darah merah akan
meningkatkan hemoglobin 3g/dL dan hematocrit 10%.
TRANSFUSI PERIOPERATIF
Tindakan transfusi dalam bidang pembedahan dapat dilakukan pada pada periode
pembedahan, selama pembedahan maupun pasca bedah.
PREOPERATIF
Tujuan pemberian transfusi prabedah adalah untuk:
1. Meningkatkan kadar Hb prabedah
2. Mengoreksi defisit faktor pembekuan dan komponen darah yang lainnya
3. Mengisi volume sirkulasi.
Pada pasien yang direncanakan operasi elektif kadar Hb minimal harus 10g% sedangkan
untuk setiap operasi darurat tergantung indikasi operasi.
Bila dijumpai kasus pembedahan elektif dengan kadar Hb <10g% segera direncanakan untuk
transfuse darah prabedah. Jenis transfusi yang akan digunakan tergantung defisit yang terjadi.
Sebagai contoh adalah apabila pasien menderita anemia kronis, maka yang dapat diberikan
adalah PRC sahaja.
Indikasi transfusi prabedah elektif adalah bila:
1. Kadar Hb kurang dari 10g% atau Hematokrit kurang dari 30%
2. Terdapat defisiensi faktor pembekuan atau komponen darah yang lain.
OPERATIF
Tujuan pembedahan selama operasi adalah untuk:
14
1. Mengganti volume darah yang hilang semasa operasi
2. Koreksi terhadap faktor pembekuan
Penggantian ini diperlukan bila:
1. Volume darah yang tersisa dalam ruang vascular tidak mencukupi untuk mengisi
volume intravascular, artinya perdarahan yang terjadi lebih dari 20% (dewasa) atau
lebih dari 10% (bayi/anak) dari volume darah total.
2. Oksigenisasi jaringan tidak adekuat.
3. Terdapat defek faal hemostatik
Cara menentukan jumlah perdarah semasa operasi
Banyaknya darah yang hilang selama pembedahan dapat ditentukan dengan cara:
1. Jumlah darah yang tertampung pada botol isap.
2. Jumlah darah yang terdapat pada kasa luka operasi. Kasa pembersih yang digunakan
untuk membersihkan luka ditimbang sebelum dan sesudah dipakai sama dengan
jumlah darah yang dikandungnya, 1 gram setara dengan 1 ml darah.
3. Jumlah darah yang tercecer di lantai , meja dan kain penutup pasien, jumlahnya
diperkirakan sebesar 25% dari jumlah perdarahan yang diukur pada butir 1 dan 2
tersebut diatas.
PASCA BEDAH
Tujuan pemberian transfusi darah adalah:
1. Mengoreksi defisit komponen darah yang belum terpenuhi selama operasi
2. Mengisi volume sirkulasi
Pemberian transfusi pada periode pascabedah dianjurkan diberikan setelah pasien sadar untuk
mengetahui sedini mungkin reaksi transfusi yang mungkin timbul.
Pada periode pasca bedah terutama pasien yang sudah atau sedang memperoleh transfusi
darah, segera dilakukan evaluasi status hemoragik dan pemeriksaan faal hemostasis untuk
mengetahui sedini mungkin setiap kelainan terjadi.
15
KOMPLIKASI TRANSFUSI DARAH
A. Komplikasi Imun
Komplikasi imun setelah transfusi darah terutama berkaitan dengan sensitisasi donor ke sel
darah merah, lekosit, trombosit atau protein plasma.
1. Reaksi Hemolitik
Reaksi Hemolitik pada umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel darah merah yang
ditransfusikan oleh antibody resipien. Lebih sedikit biasanya, hemolysis sel darah merah
resipien terjadi sebagai hasil transfusi antibodi sel darah merah.
Trombosit konsentrat yang inkompatible, FFP, clotting faktor, atau cryoprecipitate berisi
sejumlah kecil plasma dengan anti-A atau anti-B ( atau kedua-duanya) alloantibodies.
Transfusi dalam jumlah besar dapat menyebabkan hemolisis intravascular.
Reaksi Hemolytic biasanya digolongkan akut ( intravascular) atau delayed ( extravascular).
1.1 Reaksi Hemolitik Akut
Hemolisis Intravaskular akut pada umumnya berhubungan dengan Inkompatibilitas ABO dan
frekwensi yang dilaporkan kira-kira 1:38,000 transfusi. Penyebab yang paling umum adalah
misidentifikasi suatu pasien, spesimen darah, atau unit transfusi. Reaksi ini adalah yang
terberat. Resiko suatu reaksi hemolitic fatal terjadi 1 dalam 100,000 transfusi.
Pada pasien yang sadar, gejala meliputi rasa dingin, demam, nausea, dan sakit dada. Pada
pasien yang dianestesi, manifestasi dari suatu reaksi hemolytic akut adalah suhu meningkat,
16
takikardia tak dapat dijelaskan , hipotensi, hemoglobinuria, dan oozing yang difus dari
lapangan operasi. Disseminated Intravascular Coagulation, shock, dan penurunan fungsi
ginjal dapat berkembang dengan cepat. Beratnya suatu reaksi seringkali tergantung pada
berapa banyak darah yang inkompatibel yang sudah diberikan.
Gejala yang berat dapat terjadi setelah infus 10 – 15 ml darah yang ABO inkompatibel.
Manajemen reaksi hemolitik dapat simpulkan sebagai berikut:
- Jika dicurigai suatu reaksi hemolytic, transfusi harus dihentikan dengan segera.
- Darah harus di cek ulang dengan slip darah dan identitas pasien.
- Kateter urin dipasang , dan urin harus dicek adanya hemoglobin.
- Osmotic diuresis harus diaktipkan dengan mannitol dan cairan kedalam pembuluh
darah.
- Jika ada perdarahan akut, indikasi pemberian platelets dan FFP
1.2 Reaksi hemolitik lambat
Suatu reaksi hemolitik lambat biasanya disebut hemolysis extravascular biasanya
ringan dan disebabkan oleh antibodi non D antigen Sistem Rh atau ke asing alleles di
system lain seperti Kell, Duffy, atau Kidd antigens. Berikut suatu transfusi ABO dan
Rh D-compatible, pasien mempunyai 1-1.6% kesempatan membentuk antibody untuk
melawan antigen asing. Pada saat itu
Sejumlah antibodi ini sudah terbentuk (beberapa minggu sampai beberapa bulan),
tranfusi sel darah telah dibersihkan dari sirkulasi. Lebih dari itu, titer antibody
menurun dan mungkin tidak terdeteksi. Terpapar kembali dengan antigen asing yang
sama selama transfusi sel darah, dapat mencetuskan respon antibody melawan antigen
asing. Peristiwa ini dilihat jelas dengan Sistem Kidd antigen.
Reaksi hemolitik pada tipe lambat terjadi 2-21 hari setelah transfusi, dan gejala
biasanya ringan, terdiri dari malaise, jaundice, dan demam. Hematocrit pasien tidak
meningkat setelah transfusi dan tidak adanya perdarahan. Serum bilirubin
unconjugated meningkat sebagai hasil pemecahan hemoglobin.
17
Diagnosa antibodi - reaksi hemolitik lambat mungkin difasilitasi oleh antiglobulin
(Coombs) Test. Coombs test mendeteksi adanya antibody di membrane sel darah.
Test ini tidak bisa membedakan antara membrane antibody resipien pada sel darah
merah dengan membrane antibody donor pada sel darah merah. Jadi, ini memerlukan
suatu pemeriksaan ulang yang lebih terperinci pretransfusi pada kedua spesimen :
pasien dan donor.
Penanganan reaksi hemolytic lambat adalah suportif. Frekwensi reaksi transfusi
hemolytic lambat diperkirakan kira-kira 1:12,000 transfusi. Kehamilan ( terpapar sel
darah merah janin) dapat juga menyebabkan pembentukan alloan-tibodies pada
seldarah merah.
2. Reaksi Imun Nonhemolitik
Reaksi imun Nonhemolytic adalah dalam kaitan dengan sensitisasi dari resipien ke donor
lekosit, platelets, atau protein plasma.
Reaksi Febrile
Sensitisasi lekosit atau Platelet secara khas manifestasinya adalah reaksi febrile.
Reaksi ini umumnya ( 1-3% tentang episode transfusi) dan ditandai oleh suatu
peningkatan temperatur tanpa adanya hemolysis.
Pasien dengan suatu riwayat febrile berulang harus menerima tranfusi lekosit saja.
Transfusi sarah merahh dapat dibuat leukositnya kurang dengan sentrifuge, filtration,
atau teknik freeze-thaw.
Reaksi Urtikaria
Reaksi Urtikaria pada umumnya ditandai oleh erythema, penyakit gatal bintik merah
dan bengkak, dan menimbulkan rasa gatal tanpa demam. Pada umumnya ( 1% tentang
transfusi) dan dipikirkan berkaitan dengan sensitisasi pasien ke transfusi protein
plasma.
Reaksi Urtikaria dapat diatasi dengan obat antihistamine ( H, dan mungkin H2
blockers) dan steroids.
18
Reaksi Anafilaksis
Reaksi anafilaksis jarang terjadi (kurang lebih 150,000 transfusi). Reaksi ini berat dan
terjadi setelah hanya beberapa mililiter darah ditranfusi, secara khas pada IgA- Pasien
dengan Defisiensi anti-IgA yang menerima tranfusi darah yang berisi IgA. Prevalensi
defisiensi IgA diperkirakan 1:600-800 pada populasi yang umum.
Reaksi ini diatasi dengan pemberian epinephrine, cairan, corticosteroids, dan H1, dan
H2 blockers. Pasien dengan defisiensi IgAperlu menerima Washed Packed Red Cells,
deglycerolized frozen red cells, atau IgA-Free blood Unit .
Edema Pulmonary Noncardiogenic
Sindrom acute lung injury (Transfusion-Related Acute Lung Injury [ TRALI])
merupakan komplikasi yang jarang terjadi(< 1:10,000). Ini berkaitan dengan transfusi
antileukocytic atau anti-HLA antibodi yang saling berhubungan dan menyebabkan sel
darah putih pasien teragregasi di sirkulasi pulmoner.Tranfusi sel darah putih dapat
berinteraksi dengan leukoaglutinin.
Perawatan Awal TRALI adalah sama dengan Acute Respiratory distress syndrome
( ARDS), tetapi dapat sembuh dalam 12-48 jam dengan therapy suportif.
Graft versus Host Disease
Reaksi jenis ini dapat dilihat pada pasien immune-compromised. Produk sel darah
berisi lymfosit mampu mengaktifkan respon imun.
Penggunaan filter leukosit khusus sendiri tidak dapat dipercaya mencegah penyakit
graft-versus-host; iradiasi ( 1500-3000 cGy) sel darah merah, granulocyte, dan
transfusi platelet secara efektif menginaktifasi lymfosit tanpa mengubah efikasi dari
transfusi.
Purpura Posttransfusi
19
Thrombocytopenia jarang terjadi setelah transfusi darah dan ini berkaitan dengan
berkembangnya alloantibodi trombosit. Karena alasan yang tidak jelas, antibodi
menghancurkan trombosit. Hitung trombosit secara jelas menurun 1 minggu setelah
tranfusi.
Plasmapheresis dalam hal ini dianjurkan.
Imun Supresi
Transfusi leukosit-merupakan produk darah dapat sebagai immunosupresi. Ini adalah
terlihat jelas pada penerima cangkok ginjal, di mana transfusi darah preoperatif
nampak untuk meningkatkan survival dari graft. Beberapa studi menyatakan bahwa
rekurensi dari pertumbuhan malignan mungkin lebih mirip pada pasien yang
menerima transfusi darah selamapembedahan.
Dari kejadian yang ada juga menyatakan bahwa tranfusi leukocyte allogenic dapat
mengaktifkan virus laten pada resipien. Pada akhirnya, transfusi darah dapat
meningkatkan timbulnya infeksi yang serius setelah pembedahan atau trauma.
B. Komplikasi Infeksi
1. Infeksi virus
a. Hepatitis
Sampai tes rutin untuk virus hepatitis telah diterapkan, insidensi timbulnya hepatitis
setelah transfusi darah 7-10%. Sedikitnya 90% tentang kasus ini adalah dalam kaitan
dengan hepatitis C virus. Timbulnya hepatitis posttransfusi antarab 1:63,000 dan
1:1,600,000; 75% tentang kasus ini adalah anicteric, dan sedikitnya 50%
berkembang;menjadi penyakit hati kronis. Lebih dari itu, tentang kelompok yang
terakhir ini, sedikitnya 10-20% berkembang menjadi cirrhosis.
b. Acquired Immunodeficiency Syndrome ( AIDS )
20
Virus yang bertanggung jawab untuk penyakit ini, HIV-1, ditularkan melalui transfusi
darah. Semua darah dites untuk mengetahui adanya anti-HIV-1 dan - 2 antibodi .
Dengan adanya FDA yang menguji asam nukleat memperkecil waktu kurang dari satu
minggu dan menurunkan resiko dari penularan HIV melalui tranfusi 1:1.900.000
tranfusi.
c. Infeksi Virus Lain
Cytomegalovirus (CMV) dan Epstein-Barr Virus umumnya menyebabkan penyakit
sistemik ringan atau asimptomatik.Yang kurang menguntungkan, pada beberapa
individu menjadi pembawa infeksi asimptomatik; lekosit dalam darah dari donor
dapat menularkan virus. Pasien immunosupresi dan Immunocompromise ( misalnya,
bayi prematur dan penerima transplantasi organ ) peka terhadap infeksi CMV berat
setelah tranfusi. Idealnya, . pasien- pasien menerima hanya CMV negative.
Bagaimanapun, studi terbaru menunjukkan bahwa resiko transmisi CMV dari
transfusi dari darah yang leukositnya berkurang sama dengan tes darah yang CMV
negative. Oleh karena itu, pemberian darah dengan leukosit yang dikurangi secara
klinis cocok diberikan pada pasien seperti itu. Human T sel virus lymphotropic I dan
II ( HTLV-1 dan HTLV-2) adalah leukemia dan lymphoma virus, kedua-duanya telah
dilaporkan ditularkan melalui transfusi darah; leukemia dihubungkan dengan
myelopathy.
Penularan Parvovirus telah dilaporkan setelah transfusi faktor pembekuan. dan dapat
mengakibatkan krisis transient aplastic pada pasient immunocompromised.
Penggunaan filter leukosit khusus nampaknya mengurangi tetapi tidak mengeliminasi
timbulnya komplikasi di atas.
2. Infeksi parasit
Penyakit parasit yang dapat ditularkan melalui transfusi seperti malaria, toxoplasmosis, dan
Penyakit Chagas'. Namun kasus-kasus tersebut jarang terjadi.
3. Infeksi Bakteri
Kontaminasi bakteri dalam adalah penyebab kedua kematian melalui transfusi. Prevalensi
kultur positif dari kantong darah berkisar dari 1/2000 trombosit sampai 1/7000 untuk pRBC.
21
Prevalensi sepsis oleh karena transfusi darah berkisar dari 1/25,000 tromobosit sampai
1/250,000 untuk pRBC. Angka-angka ini secara relatif besar dibandingkan ke resiko HIV
atau hepatitis, yang adalah di sekitar 1/1-2 juta. Baik bakteri gram-positive ( Staphylococus)
dan bakteri gram-negative ( Yersinia dan Citrobacter) jarang mencemari transfusi darah dan
menularkan penyakit. Untuk mencegah kemungkinan kontaminasi dari bakteri, darah harus
berikan dalam waktu kurang dari 4 jam. Penyakit bakteri yang ditularkan melalui transfusi
darah dari donor meliputi sifilis, brucellosis, salmonellosis, yersiniosis, dan berbagai macam
rickettsia.
C. Transfusi Darah Masif
Transfusi darah masif umumnya didefinisikan sebagai kebutuhan transfusi satu sampai dua
kali volume darah pasien. Pada kebanyakan pasien dewasa, equivalent dengan 10-20 unit.
Koagulopati
Penyebab utama perdarahan setelah transfusi darah masif adalah dilutional
thrombocytopenia. Secara klinis dilusi dari factor koagulasi tidak biasa terjadi pada pasien
normal. Studi Koagulasi dan hitung trombosit, jika tersedia, idealnya menjadi acuan transfusi
trombosit dan FFP. Analisa Viscoelastic dari pembekuan darah (thromboelastography dan
Sonoclot Analisa) juga bermanfaat.
Keracunan Sitrat
Kalsium berikatan dengan bahan pengawet sitrat secara teoritis dapat menjadi penting setelah
transfusi darah dalam jumlah besar. Secara klinis hypocalcemia penting, karena
menyebabkan depresi jantung, tidak terjadi pada pasien normal kecuali jika transfusi melebihi
1 U tiap-tiap 5 menit. Sebab metabolisme sitrat terutama di hepar, pasien dengan penyakit
atau disfungsi hepar ( dan kemungkinan pada pasien hipothermi) memerlukan infuse calcium
selama transfusi massif ).
Hypothermia
22
Transfusi Darah massif adalah merupakan indikasi mutlak untuk semua produk darah cairan
intravena hangat ke temperatur badan normal. Arhitmia Ventricular dapat menjadi
fibrilasi ,sering terjadi pada temperatur sekitar 30°C. Hypothermia dapat menghambat
resusitasi jantung. Penggunaan alat infus cepat dengan pemindahan panas yang efisien sangat
efisien telah sungguh mengurangi timbulnya insiden hypothermia yang terkait dengan
transfusi.
Keseimbangan asam basa
Walaupun darah yang disimpan adalah bersifat asam dalam kaitan dengan antikoagulan asam
sitrat dan akumulasi dari metabolit sel darah merahs (carbondioxida dan asam laktat),
berkenaan dengan metabolisme acidosis metabolik yang berkaitan dengan transfusi tidaklah
umum. Yang terbanyak dari kelainan asam basa setelah tranfusi darah massif adalah alkalosis
metabolic postoperative.Ketika perfusi normal diperbaiki, asidosis metabolic berakhir dan
alkalosis metabolic progresif terjadi, sitrat dan laktat yang ada dalam tranfusi dan cairan
resusitasi diubah menjadi bikarbonat oleh hepar.
Konsentrasi Kalium Serum Konsentrasi kalium Extracellular dalam darah yang disimpan
meningkat dengan waktu. Jumlah kalium extracellular yang transfusi pada unit masing-
msaing kurang dari 4 mEq perunit. Hyperkalemia dapat berkembang dengan mengabaikan
umur darah ketika transfusi melebihi 100 mL/min. Hypokalemia biasanya ditemui sesudah
operasi, terutama sekali dihubungkan dengan alkalosis metabolisme.
STRATEGI ALTERNATIF UNTUK PENAGANAN KEHILANGAN DARAH
SELAMA PEMBEDAHAN
Transfusi Autologous
Pasien yang mengalami prosedur pembedahan elektif dengan suatu kemungkinan tinggi
untuk transfusi dapat mendonorkan darah mereka sendiri untuk digunakan selama operasi.
Darah ini dapat dikumpulkan mulai 4-5 minggu sebelum operasi. Pasien diperbolehkan untuk
mendonorkan satu kantong darah sepanjang hematokrit kurang lebih 34% atau hemoglobin
sekitar 11 g/dl. Kebutuhan pemakaian darah minimum 72 jam antara mendonorkan darah dan
membuat volume plasma kembali normal. Dengan suplementasi besi dan terapi eritropoetin
23
rekombinan ( 400 U perminggu), sedikitnya tiga atau empat unit pada umumnya
dikumpulkan sebelum operasi. Beberapa studi menyatakan bahwa transfusi darah autologous
tidak mempunyai efek tambahan yang mempengaruhi survival pada pasien yang mengalami
operasi untuk kanker. Walaupun transfusi autologous mungkin mengurangi resiko infeksi dan
reaksi transfusi, mereka tidaklah dengan sepenuhnya bebas dari resiko. Resiko meliputi
reaksi immunologi yang berhubungan dengan n kesalahan pekerjaan karyawan dalam
pengumpulan dan label, pencemaran, dan gudang/penyimpanan yang tidak benar. Reaksi
alergi dapat terjadi dalam kaitan dengan allergen (misalnya, ethylen oksida), dapat masuk
kedalam darah dari tempat pengumpulan dan gudang/penyimpanan. Pengumpulan darah
preoperative autologous dilakukan dengan frekwensi berkurang.
Penyimpanan Darah dan Pemberian Cairan Melalui Infus Berulang
Teknik ini umumnya digunakan pada bedah jantung, vascular dan bedah tulang. Darah di
aspirasi intraoperatif bersama-sama dengan suatu pencegah pembekuan darah ( heparin) ke
dalam suatu reservoir. Setelah jumlah darah cukup dikumpulkan, sel darah yang merah di
konsentratkan dan dicuci untuk dimurnikan dari kotoran dan zat pembeku kemudian di
transfusikan kembali ke dalam pasien. Konsentrat darah tersebut umumnya mempunyai
hematocrits 50-60%. Untuk digunakan secara efektif, teknik ini memerlukan kehilangan
darah lebih besar dari 1000-1500 mL. Kontrainidikasi meliputi pencemaran dari luka yang
busuk dan tumor malignan, meskipun demikian kekhawatiran tentang kemungkinan reinfusi
sel malignan via teknik tills tidak dibenarkan. Sistem lebih modern dan sederhana
memungkinkan rein-fusion darah tanpa centrifugae.
Normovolemic Hemodilusi
Hemodilution normovolemic akut bergantung pada pendapat bahwa jika konsentrasi sel
darah merah dikurangi, total kehilangan sel darah merah dapat dikurangi apabila darah dalam
jumlah besar ditumpahkan; lebih dari itu, cardiac output tetap normal sebab volume
intravascuiar terkontrol. Darah umumnya dikeluarkan sebelum operasi melalui kateter
intravena yang besar dan digantikan dengan cairan kristaloid dan koloid, supaya pasien tetap
normovolemic tetapi dengan hematocrit 21-25%. Darah yang dikeluarkan disimpan dalam
kantong CPD pada suhu sampai 6 jam untuk menjaga fungsi dari trombosit; darah di
transfusikan kembali ke pasien setelah kehilangan darah atau lebih cepat jika diperlukan.
24
Donor - Transfusi Langsung
Pasien dapat meminta donor darah dari anggota keluarga atau teman yang mengandung
ABO kompatibilitas. Kebanyakan bank darah tidak menyarankan hal ini dan umumnya
memerlukan donor kurang lebih 7 hari sebelum operasi untuk memproses darah dan
mengkonfirmasikan kompatibilitas.
Studi yang membandingkan keamanan dari pendonor-langsung dengan donor secara
random tidak ada perbedaan, ataupun bank darah lebih aman.
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. The clinical use of blood: handbook. Geneva, 2002. Didapat dari URL:
http://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB/English/Han dbook.pdf.
2. McFarland JG. Perioperative blood transfusion: indications and options. Chest
1999;115:113S-21S.
3. Panitia Medik Transfusi RSUP Dr. Soetomo. Pedoman pelaksanaan transfusi darah dan
komponen darah. Edisi 3. Surabaya: RSUP Dr. Soetomo-Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga; 2001. h. 18-31.
4. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Perioperative blood transfusion for elective
surgery: a national clinical guideline. Skotlandia, Oktober 2001. Didapat dari URL:
http://www.sign.ac.uk
5. Busch O, Hop W, van Papendrecht MH, Marquet RL, Jeekel J. Blood transfusions and
prognosis in colorectal cancer. N Engl J Med 1993;19:1372-6.
6. Departemen Kesehatan RI. Buku pedoman pelayanan transfusi darah: skrining untuk
penyakit infeksi. Modul 2. Jakarta, April 2001:113-5, 25-6,27-33,36.
25
7. America’s Blood Centers. Indication for platelet transfusion therapy. Transfusion Medicine
Bulletin1999.Didapatdari:
URL:http://www.psbc.org/medical/transfusion/bulletins/bulletin_v2_n2.htm
26
Recommended