5
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
Yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama Lengkap : Egah Auviah Ambri Mas’ud
Tanggal Lahir : Sengkang, 10 Agustus 1998
Tahun Masuk : 2016
Peminatan : Kedokteran Komunitas
Nama Pembimbing Akademik : dr. Samsani
Nama Pembimbing Skripsi : dr. Yasser Ahmad Fananie, MHA
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam
penulisan skripsi saya yang berjudul :
“Karakteristik Pasien Kejang Demam di Poli Anak Rumah Sakit Pelamonia
Makassar Pada Tahun 2018”
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka
saya akan menerima sansksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya.
Makassar, 19 Februari 2020
Egah Auviah Ambri Mas’ud
NIM 105421101516
6
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Egah Auviah Ambri Mas’ud
Ayah : H. Ambo Emme
Ibu : Hj. Riska Yulita Mas’ud
Tempat, Tanggal Lahir : Sengkang, 10 Agustus 1998
Agama : Islam
Alamat : Perumahan Residence Alauddin Mas blok I/2
Nomor Telepon/HP : 082293093338
Email : [email protected]
7
RIWAYAT PENDIDIKAN
SDN 16 LAPONGKODA (2004-2005)
SDN 1 BUNGINTIMBE (2005-2008)
SDN 258 TEDDAOPU (2008-2010)
SMPN 1 SENGKANG (2010-2012)
SMAN 2 SENGKANG (2012-2012)
Madrasah Aliyah Al-Ikhlas Bone (2012-2013)
SMAN 5 PAREPARE (2013-2015)
Universitas Hasanuddin (2015-2016)
Universitas Muhammadiyah Makassar (2016-2020)
RIWAYAT ORGANISASI
Anggota Pramuka SMPN 1 Sengkang tahun 2011
Anggota MPK Pesantren Al-Ikhlas Bone tahun 2012
Anggota Divisi Bela Negara dan Olahraga OSIS SMAN 5 PAREPARE tahun
2014
Anggota Pramuka SMAN 5 PAREPARE tahun 2014
Anggota Komunitas Paskibra (KOMPAS) SMAN 5 PAREPARE tahun 2014
Anggota Purna Paskibraka Indonesia tahun 2014
Anggota Lembaga Dakwah Mahasiswa (LDM) Al-Aqsho UNHAS tahun 2015
Ketua Departemen Humas Muslimah Hapkido Archery Family (MUSHAF) tahun
2017
Anggota Bidang Tabligh PIKOM IMM FK Unismuh tahun 2017/2018
Anggota Divisi External Affair MARC FK Unismuh tahun 2017/2018
8
Sekretaris Umum Pimpinan Komisariat IMM FK Unismuh tahun 2018/2019
Koordinator Scientific Medical Ar-Razi Research Community FK Unismuh
tahun 2018/2019
9
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF MAKASSAR
Skripsi, 26 February 2020
1Egah Auviah Ambri Mas’ud, 2dr. Yasser Ahmad Fananie, MHA 1Students of the Faculty of Medicine and Health Sciences at the University of
Muhammadiyah Makassar in 2016 / email [email protected] 2Mentor
“CHARACTERISTICS OF FEBRILE SEIZURE IN PEDIATRIC CLINIC
PELAMONIA MAKASSAR HOSPITAL ON 2018”
ABSTRACT
BACKGROUND: Febrile seizures are seizures that occur at an increase in body
temperature (rectal temperature above 38oC) caused by extracranial processes.
Several demographic factors such as age and sex also form patterns of febrile
seizures. However, until now the incidence of febrile seizures is still quite high
but there is no data on the overall characteristics of febrile seizures.
OBJECTIVE: To determine the distribution of febrile seizures based on
characteristics of febrile seizure type, sex, age, ethnicity, religion of treatment and
length of treatment, through the use of medical records as research data.
METHOD: Quantitative descriptive with retrospective method. The sample of
the study was a febrile seizure sufferer at the Polyclinic Hospital of Pelamonia
Makassar II in 2018. The time of collection and data collection was carried out in
December 2019 - January 2020.
RESULTS: The most common types of febrile seizures were simple febrile
seizures (96%); Febrile seizures are most common at <<1 year of age (32%);
Febrile seizures are more common in men than women (2: 1); Most febrile
seizures in Makassar (82%); Febrile seizures most commonly occur in Muslim
patients (98%); The type of treatment most often used for febrile seizures patients
is diazepam rectal (82%); The most frequent duration of treatment for febrile
seizures is 4 days (26%).
Keywords: febrile convulsions, febrile seizures, sex, age, ethnicity, religion,
treatment, duration of treatment.
10
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Skripsi, 26 Februari 2020
1Egah Auviah Ambri Mas’ud, 2dr. Yasser Ahmad Fananie, MHA 1Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Makassar angkatan 2016/ email [email protected] 2Pembimbing
”KARAKTERISTIK PASIEN KEJANG DEMAM DI POLI ANAK RUMAH
SAKIT PELAMONIA MAKASSAR PADA TAHUN 2018”
ABSTRAK
LATAR BELAKANG: Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranial. Beberapa faktor demografi seperti usia dan jenis kelamin turut
membentuk pola terjadinya kejang demam. Namun, hingga kini angka kejadian
kejang demam masih cukup tinggi tapi belum ada data mengenai karakteristik
kejang demam secara keseluruhan.
TUJUAN: Untuk mengetahui distribusi penderita kejang demam berdasarkan
karakteristik tipe kejang demam, jenis kelamin, usia, suku, agama pengobatan dan
lama perawatan, melalui penggunaan rekam medis sebagai data penelitian.
METODE: Kuantitatif deskriptif dengan metode retrospektif. Sampel penelitian
adalah penderita kejang demam di Poli Anak Rumah Sakit tingkat II Pelamonia
Makassar pada tahun 2018. Waktu pengambilan dan pengumpulan data dilakukan
pada bulan Desember 2019 – Januari 2020.
HASIL: Tipe kejang demam yang paling banyak ditemui adalah kejang demam
sederhana (96%); Kejang demam paling banyak ditemui pada usia <=1 tahun
(32%); Kejang demam lebih sering ditemui pada laki-laki daripada perempuan
(2:1); Kejang demam paling banyak pada suku Makassar (82%); Kejang demam
paling banyak terjadi pada pasien beragama Islam (98%); Jenis pengobatan yang
paling sering digunakan untuk pasien kejang demam adalah diazepam rectal
(82%); Lama perawatan pasien kejang demam yang paling sering adalah 4 hari
(26%).
Kata kunci: kejang demam, tipe kejang demam, jenis kelamin, usia, suku, agama,
pengobatan, lama perawatan.
11
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada-
Nyalah bertasbih segala yang ada di langit dan bumi. Segala puji dan syukur
penulis hanturkan hanya kepada Allah swt atas segala nikmat yang diberikan-
Nya untuk menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, yang telah mengajak umatnya
mengenal Allah swt dan sebagai penuntun terbaik sehingga umatnya mampu
merasakan nikmatnya iman.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
Untaian rasa terima kasih saya haturkan terkhusus kepada orang tua saya,
ayah saya Ambo Emme dan ibu saya Riska Yulita Mas’ud, adik-adik saya Icyam
Audrian, Arfan Maufiq, Harsya Reyfand, Aqran Dzaky, dan Faqih Asfi, tante saya
dr. Herlina serta seluruh keluarga keluarga saya yang senantiasa memberikan
semangat dan kasih sayang yang tak terhingga, selalu memberikan dukungan dan
semangat serta do’a yang membuat saya bisa sampai ke titik ini untuk
menyelesaikan pendidikan preklinik saya dengan baik.
Saya menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik
tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk memperoleh ilmu pengetahuan di Universitas Muhammadiyah
Makassar.
12
2. dr. H. Mahmud Ghaznawie Ph.D, Sp. PA(K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. dr. Samsani selaku dosen pembimbing akademik saya.
4. dr. Yasser Ahmad Fannanie selaku dosen pembimbing saya yang telah meluangkan
waktu, dan pikiran untuk mengarahkan dan membantu saya dalam penyusunan
skripsi ini.
5. dr. Andi Weri Sompa, Sp.S selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan, nasehat, dan kritikan yang membangun dalam penyusunan skripsi ini.
6. Dr. M. Ilham Muchtar, Lc.MA selaku dosen pembimbing sekaligus penguji yang
telah memberikan masukan, nasehat, dan kritikan yang membangun dalam
penyusunan tinjauan keislaman skripsi ini.
7. Teman-teman Angkatan 2016 “Rauvolfia” yang selalu saling mengingatkan dan
menyemangati dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman kelompok dan seperjuangan skripsi saya yaitu Faisal Efendi, A.
Pratiwi Risky, Muliana Hijrah, dan Nirmawana yang telah bersama dan setia
menemani selama pembuatan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat saya yaitu Khintan Larasaty Bay, Dwi Astuti, dan Ida Wahyuni
Mapsan, yang senantiasa memberikan doa, dukungan, dorongan, dan semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung yang
telah memberikan semangat dan dukungan.
Akhir kata, semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.
Makassar, 16 Februari 2020
Egah Auviah AM
13
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………..…………..…...i
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………...……ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI…………………………………iii
PERNYATAAN PENGESAHAN………………………………….…………...iv
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT……………………………………………v
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………vi-viii
ABSTRACT……………………………………………………………………..ix
ABSTRAK……………………………………………………………………….x
KATA PENGANTAR………………………………….………………..…xi-xiii
DAFTAR ISI………………………………….…………………………...xiv-xvi
DAFTAR TABEL…………………………….……………………………….xvii
DAFTAR LAMPIRAN……………………….………………………………xviii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. LATAR BELAKANG MASALAH.......................................................1-3
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................3
C. TUJUAN PENELITIAN...........................................................................4
1. TUJUAN UMUM.................................................................................4
2. TUJUAN KHUSUS..............................................................................4
D. MANFAAT PENELTIAN.....................................................................4-5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6
A. DEFINISI……………………….........................………………..…….6-7
14
B. ETIOLOGI…………………………..………………………..………..8-9
C. EPIDEMIOLOGI.................................................................................9-12
D. PATOFISIOLOGI..............................................................................13-17
E. FAKTOR RISIKO..............................................................................17-19
F. KLASIFIKASI....................................................................................19-20
G. PENGOBATAN……………………..……………………..………..20-26
H. TINJAUAN KEISLAMAN................................................................26-29
I. KERANGKA TEORI..............................................................................30
BAB III KERANGKA KONSEP........................................................................31
A. KERANGKA KONSEP………………...................................................31
B. VARIABEL PENELITIAN...............................................................31-32
C. DEFINISI OPERASIONAL..............................................................32-35
BAB IV METODE PENELITIAN……………………………………….…....36
A. DESAIN PENELITIAN..........................................................................36
B. POPULASI DAN SAMPEL……………………………………………37
C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA……………………………….......37
D. METODE ANALISA DATA..................................................................38
E. ALUR PENELITIAN..………...……....……..……………….…….38-39
F. ETIKA PENELITIAN……………………………...………………..…39
BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………..…..…40
A. GAMBARAN UMUM POPULASI/SAMPEL……….……………40-41
B. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN……………….……..41
C. DESKRIPSI KARAKTERISTIK RESPONDEN…………..…......41-45
15
D. ANALISIS…………………………………………………..………..45-51
BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………...............52-59
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN………………..…………………..…60
A. KESIMPULAN…………………………………………….....................60
B. SARAN……………………………………………...………………..60-61
C. KETERBATASAN PENELITIAN…………………..………………...61
DAFTAR PUSTAKA……………………………………..………………....62-64
LAMPIRAN………………………………………...……………………….65-70
16
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Tipe Kejang Demam……….…...41
Tabel 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia……………………………....42
Tabel 5.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin…………………...42
Tabel 5.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Suku……………………………...43
Tabel 5.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Agama……………………………43
Tabel 5.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Pengobatan………………………44
Tabel 5.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Perawatan…………….44-45
17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1……………………………………………………………………65-67
Lampiran 2……………………………………………………………………68-70
18
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada
anak-anak, terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun.1
Dari penelitian didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami
kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Hampir 1,5 juta kejadian
kejang demam terjadi tiap tahunnya di USA, dan sebagian besar terjadi dalam
rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan puncak pada usia 18 bulan. Angka
kejadian KD bervariasi di berbagai negara. Daerah Eropa Barat dan Amerika
tercatat 2-4% angka kejadian KD per tahunnya. Sedangkan di India sebesar 5-
10% dan di Jepang 8,8%. Kejadian kejang demam di Asia lebih tinggi kira-kira
20% kasus merupakan kejang demam komplek.2
Faktor pemicu kejang demam yang utama adalah demam itu sendiri.
Demam yang dapat menimbulkan kejang bisa karena infeksi apa saja. Infeksi
saluran pernapasan atas paling sering dikaitkan dengan kejang demam. Penyebab
lain yaitu gastroenteritis, infeksi saluran kemih, otitis media akut, infeksi virus,
dan imunisasi.3
Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah
19
kejang yang terjadi dalam waktu kurang dari 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Sedangkan kejang
demam kompleks adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang, anak tidak sadar.
Kejang demam kompleks terjadi pada 8% kejang demam.3
Secara umum, 2 hingga 5 persen bayi dan anak yang sehat secara neurologis
telah mengalami, setidaknya satu (biasanya sampel) kejang. Dua hingga tujuh
persen anak-anak dengan kejang demam akan mendapatkan epilepsi di masa
depan. Studi yang dilakukan di berbagai negara mengenai kejang demam berbeda
dalam hal faktor ras, genetik, dan geografis. Sebagai contoh, beberapa
penyelidikan telah menyebutkan bahwa riwayat keluarga positif, jenis kejang,
suhu, dan usia kejadian adalah faktor risiko dari kejadian kejang. Beberapa yang
lain telah menyebutkan masalah pertumbuhan, pemeriksaan neurologis yang
abnormal, dan serangan berulang sebagai faktor yang terlibat dalam meningkatkan
kejadian epilepsi. Faktor-faktor ini, jika bertepatan, kadang-kadang menyebabkan
kemungkinan 50 persen peningkatan epilepsi dan kejang demam berulang. Karena
kecemasan sebagai konsekuensi dari serangan kejang demam dan efeknya
termasuk disartria, keterbelakangan mental, cerebral palsy, epilepsi, dan efek
samping dari obat yang diambil untuk prevalensi dan pengobatan penyakit, beban
sosial dan ekonomi yang besar dibebankan pada keluarga dan masyarakat.4
Dari beberapa sumber, usia 6 bulan sampai 5 tahun adalah masa keemasan
(golden age) bagi perkembangan otak manusia. Sementara beberapa penelitian
20
menyebutkan bahwa kejadian kejang demam paling sering ditemukan pada usia 6
bulan sampai 5 tahun. Dan seperti yang kita ketahui, bahwa anak-anak merupakan
generasi penerus yang harus diperhatikan kualitasnya agar dapat memberi manfaat
bagi agama, bangsa, negara dan lingkungan sekitarnya. Sebagaimana firman Allah
dalam Al-Quran surah An Nisaa ayat 9 :
افوا ا خ اف ية ضع م ذر ه ف ل ن خ كوا م ر و ت ين ل ذ يخش ال ل و
ا يد د ل س ولوا قو ق ل ي و وا الل ق ت ي ل م ف ه ي ل ع
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Karakteristik Pasien Kejang
Demam di Poli Anak Rumah Sakit Pelamonia Makassar.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu : “Bagaimana karakteristik pasien Kejang Demam di Poli
Anak Rumah Sakit Pelamonia Makassar, selama tahun 2018”?
21
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik pasien Kejang Demam
di Poli Anak Rumah Sakit Pelamonia Makassar, selama tahun 2018.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi pasien Kejang demam berdasarkan
sosiodermografi (umur, jenis kelamin, suku, agama)
b. Untuk mengetahui tipe kejang demam yang terjadi pada pasien anak yang
mengalami kejang demam.
c. Untuk mengetahui distribusi pasien Kejang demam berdasarkan waktu
berobat.
d. Untuk mengetahui distribusi pasien Kejang demam berdasarkan lama
perawatan.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Peneliti :
a. Data dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
karakteristik Kejang demam.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian
selanjutnya.
2. Bagi Rumah Sakit
a. Data hasil penelitian dapat menjadi informasi bagi rumah sakit.
22
3. Bagi Masyarakat
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai
karakteristik pasien Kejang demam dan menambah pengetahuan
masyarakat tentang Kejang demam.
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari
yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Demam
terjadi pada oral temperature >37,2°C. Demam biasanya disebabkan oleh infeksi
(bakteri, virus, jamur, atau parasit), penyakit autoimun, keganasan, ataupun obat-
obatan.5
Kejang demam adalah jenis kejang yang paling umum ditemukan pada
anak-anak. Prevalensinya di beberapa bagian dunia telah dilaporkan setinggi 10
persen. Namun, dalam sebagian besar studi angka yang dilaporkan telah 2-4
persen (1-2).4 Angka kejadian kejang demam di Swedia, Amerika Utara dan
Inggris sebesar 2-5%, terutama pada anak-anak berusia 3 bulan-5 tahun.14 Di
Indonesia, kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan hingga 5 tahun.
Penelitian di Jepang mendapatkan angka yang lebih tinggi yaitu 7% (Tsuboi,
1986) dan 9,7%. Prastiya Indra Gunawan (2012) mengemukakan bahwa kejang
demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan
perbandingan 2:1.2
Kejang demam berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38oC
yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat (SSP), tanpa adanya riwayat
kejang neonatal atau kejang tanpa sebab sebelumnya, dan tidak memenuhi kriteria
kejang simptomatik lainnya. Secara umum terdapat dua jenis kejang demam, yaitu
24
kejang demam sederhana (KDS), yang mencakup hampir 80% kasus dan kejang
demam kompleks (KDK). Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling
banyak terjadi pada anak, mengenai 2-5% anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun
dengan puncak onset antara usia 18-22 bulan.15
Kejang demam dipicu oleh proses infeksi ekstrakranium. Infeksi ini
menyebabkan naiknya suhu tubuh yang berlebihan (hiperpireksia) sehingga
timbul kejang. Kejang demam dikelompokkan menjadi kejang demam sederhana
dan kompleks berdasarkan manifestasi klinisnya yaitu lama kejang, frekuensi
kejang, dan sifat kejang. Klasifikasi ini berpengaruh pada pengobatan dan menjadi
salah satu faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari.14
Tingkat epilepsi pada anak-anak dengan kejang demam sederhana
mendekati tingkat keseluruhan pada populasi umum. Risiko yang lebih tinggi
(beberapa menghitungnya hingga 7% ada pada anak-anak dengan riwayat
keluarga epilepsi, mereka dengan CFS, anak-anak dengan kekambuhan kejang
demam sederhana di bawah usia 12 bulan (dan mungkin mereka yang lebih dari 3
tahun), dan mereka yang memiliki durasi singkat demam sebelum kejang.Yang
terakhir juga merupakan prediktor kekambuhan kejang demam. Efek jumlah fitur
kompleks dalam kejang demam pada pengembangan epilepsi lebih lanjut masih
kontroversial. Di dalam CFS, status epilepticus demam terkait dengan epilepsi.18
Kejang Demam adalah kejang pada anak sekitar usia 6 bulan sampai 6
tahun yang terjadi saat demam yang tidak terkait dengan kelainan intrakranial,
gangguan metabolik, atau riwayat kejang tanpa demam. Kejang demam biasanya
terjadi pada anak berusia < 2 tahun karena keadaan otak belum matang sehingga
25
ambang batas kejang lebih rendah dan mekanisme eksitasi lebih dominan
dibanding inhibisi. Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki daripada
anak perempuan dengan rasio 2:1. Genetik memiliki pengaruh yang kuat dalam
terjadinya kejang demam, hal ini terlihat dari insiden kejang demam pada orang
tua penderita kejang demam sebanyak 8-22% dan saudara kandung anatar 9-
17%.16
B. ETIOLOGI
Kejang demam adalah suatu kejang yang terjadi pada anak yang sedang
demam pada usia 3 sampai 60 bulan tanpa infeksi intrakranial, gangguan
metabolisme atau riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.5
Kejang demam (FS) adalah kejang atau kejang yang terjadi pada anak-
anak antara enam bulan dan enam tahun dan dipicu oleh demam. FS adalah jenis
kejang yang paling umum pada anak-anak. Prevalensinya sekitar 3% -4% pada
anak-anak kulit putih, 6% -9% pada anak-anak Jepang, dan 5% -10% pada anak-
anak India. Penyebab pasti FS masih belum diketahui, meskipun beberapa studi
menunjukkan kemungkinan hubungan dengan faktor lingkungan dan genetik.
Demam adalah respons normal terhadap infeksi, dan pelepasan sitokin dalam
kadar tinggi selama demam dapat mengubah aktivitas otak normal, memicu
kejang. Seperti yang ditunjukkan oleh penelitian sebelumnya, faktor-faktor risiko
untuk FS adalah jenis kelamin laki-laki, riwayat keluarga dengan FS, suhu puncak
tubuh yang meningkat, penyebab demam tertentu, komplikasi prenatal dan natal,
kalsium serum rendah, natrium atau gula darah, mikrositik hipokromik anemia,
26
dan defisiensi besi dan seng. Studi lain menunjukkan bahwa FS berhubungan
dengan pewarisan poligenetik, bahkan jika pola pewarisan autosom dominan dari
"sifat kerentanan kejang demam" telah diidentifikasi di beberapa keluarga.
Akhirnya, mutasi pada gen yang mengkode saluran natrium dan reseptor asam -
aminobutyric A dapat berperan dalam perkembangan FS. Infeksi yang paling
sering dikaitkan dengan FS pada anak-anak adalah cacar air, influenza, infeksi
telinga tengah, infeksi saluran napas atas dan bawah (seperti tonsilitis, pneumonia,
bronkitis dan sinusitis), infeksi gigi, dan gastroenteritis (terutama yang disebabkan
oleh rotavirus).6
C. EPIDEMIOLOGY
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam sangat tergantung kepada umur,
85% kejang pertama sebelum umur 4 tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan.
Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum umur 5-6 bulan
atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak
kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat megalami
sampai umur lebih dari 5-6 tahun.1
FS memiliki prevalensi 2% -5% pada anak-anak di Eropa Barat dan
Amerika Serikat, dan puncak usia onset adalah 18 bulan. Anak-anak berusia 12-
30 bulan mewakili 50% dari semua anak-anak dengan FS, sementara proporsi
anak-anak yang mengalami episode FS pertama setelah usia empat tahun rendah
27
(6% -15%). Anak-anak dari semua kelompok etnis dapat mengalami FS, tetapi
ada prevalensi yang lebih tinggi pada beberapa kelompok etnis, khususnya warga
Guyana (14%), Jepang (6% -9%), dan India (5% -10%).6
Menurut survei epidemiologi nasional, tingkat prevalensi tingkat FS telah
menurun dari masa kanak-kanak menjadi dewasa dalam uji coba komunitas. Hal
ini konsisten dengan temuan dalam penelitian ini, bahwa FS pada anak di bawah 2
tahun lebih tinggi daripada untuk 2- dan Usia 6 tahun, masing-masing 58,8% dan
41,2%. Kejang tonik-kolon angka prevalensi di antara jenis kejang umum lainnya
adalah 78,9% (95% CI: 68,8% -89,2%). Kejang umum diklasifikasikan ke dalam
beberapa kategori tergantung pada efek perilakunya. Kejang tonik-kolon paling
sering dikaitkan dengan epilepsi dan kejang pada umumnya. Pada anak-anak
antara usia 6 dan 60 bulan, FS sederhana adalah peristiwa yang jinak dan umum,
dan hampir semua anak memiliki prognosis yang sangat baik. Kejang umum lebih
terkait dengan kerentanan terhadap epilepsi. Karena epilepsi kemungkinan besar
disebabkan oleh kecenderungan genetik daripada kerusakan struktural pada otak
yang disebabkan oleh FS sederhana yang berulang, tidak ada bukti bahwa
pengobatan profilaksis anak-anak dengan FS sederhana akan mengurangi risiko.
Namun, belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa pengobatan FSs
sederhana yang berhasil dapat mencegah perkembangan epilepsi di kemudian
hari. Lebih lanjut, tidak ada bukti sampai saat ini bahwa kejang demam sederhana
dapat menyebabkan kerusakan struktural pada otak.7
FSs terjadi pada 2% hingga 5% anak-anak usia 6 bulan hingga 5 tahun.
Insiden puncak terjadi pada usia sekitar 18 bulan dan rendah sebelum 6 bulan atau
28
setelah usia 3 tahun. Secara umum, kejadian FS menurun secara nyata setelah usia
4 tahun (dan kondisi ini jarang terjadi pada anak-anak yang lebih tua dari 7 tahun.
FS terjadi lebih sering pada populasi Asia, mempengaruhi 3,4% -9,3% anak-anak
Jepang dan 5% - 10% anak-anak India, tetapi hanya 2% -5% anak-anak di
Amerika Serikat (AS) dan Eropa Barat. Prevalensi tertinggi adalah 14% di Guam.
Sayangnya, tidak ada studi epidemiologis pada anak-anak Korea.
Laki-laki secara konsisten muncul memiliki frekuensi FS yang lebih tinggi
(rasio laki-laki ke perempuan, 1,1: 1 hingga 2: 1). Namun, beberapa penelitian
besar tidak menunjukkan perbedaan gender yang signifikan.
Ada dua puncak musiman dalam kejadian FS: November-Januari, sesuai
dengan puncak infeksi saluran pernapasan atas virus, dan Juni-Agustus, ketika
penyakit virus gastrointestinal umum terjadi. Variasi dalam prevalensi terkait
dengan perbedaan dalam definisi kasus, metode penentuan, geografi, dan faktor
budaya.
Dalam sebuah studi anak-anak dengan FS pertama, sebagian besar kejang
adalah sederhana, dan setidaknya satu fitur kompleks tercatat pada sekitar 35%
kasus, termasuk fitur dari focality (16.1%), multiple seizure (13.8%), durasi yang
lama (> 15 menit, 9,3%) dan kejang demam berulang dalam 24 jam (16,2%);
6,5% menunjukkan dua fitur kompleks, dan 0,7% menunjukkan tiga fitur
kompleks. Status demam epileptikus, yaitu kejang yang berlangsung lebih dari 30
menit, hanya mewakili 5% FS, dan mewakili sekitar 25% dari semua episode
status anak epileptikus dengan lebih dari dua pertiga kasus terjadi pada usia 2
tahun. Hanya 21% anak-anak yang mengalami kejang sebelum atau dalam 1 jam
29
setelah demam; 57% mengalami kejang setelah 1 hingga 24 jam demam, dan 22%
mengalami kejang demam lebih dari 24 jam setelah timbulnya demam.
FS sebagian besar bersifat umum dan kejang, tetapi sekitar 5% dari kasus
FS memiliki fitur nonkonvulsif dengan ketidaksadaran, menatap, penyimpangan
mata, atonia, atau sianosis.8
FS sederhana memiliki rentang usia yang secara klasik digambarkan
sebagai 6 hingga 60 bulan. Insiden puncak biasanya pada tahun kedua kehidupan.
FS lazim di hingga 5% dari anak-anak, dengan kejadian keseluruhan diperkirakan
460 / 100.000 pada kelompok usia 0-4 tahun. Kebanyakan FS sederhana; namun,
hingga 30% mungkin memiliki beberapa fitur kompleks. Risiko kekambuhan FS
terkait dengan berbagai faktor, termasuk kelompok usia yang lebih muda, durasi
kejang yang berkepanjangan, tingkat demam, dan riwayat FS pribadi dan keluarga
yang positif. Faktanya, riwayat keluarga positif FS pada kerabat tingkat pertama
diamati pada hingga 40% pasien. Distribusi gender telah dipelajari dalam literatur.
Satu studi sebelumnya menemukan dominasi pria yang ringan, tetapi ini belum
didukung oleh ulasan literatur lainnya. Variasi musiman sehubungan dengan
insiden kejang belum sepenuhnya dipahami. Penelitian telah menunjukkan bahwa
FS cenderung lebih banyak terjadi pada bulan-bulan musim dingin dan lebih
sering terjadi pada malam hari. Penjelasan patofisiologis yang mendasari
pengamatan ini tetap tidak jelas.9
30
D. PATOFISIOLOGI
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium.23
Kejang demam merupakan kelainan neurologist yang paling sering
dijumpai pada anak, terutama pada anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir
3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. 23
Hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi dikaitkan faktor resiko
yang penting adalah demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan
atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Faktor
resiko lainnya adalah riwayat keluarga kejang demam, problem pada masa
neonatus, kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33%
anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% akan
mengalami 3X recurrent atau lebih. 23
Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane
sel neuron dapat dilalui dngan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui
oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan
diluar sel terdapat keadaan sebaliknya). Karena perbedaan jenis dan konsentrasi
didalam dan diluar sel, maka disebut potensial membrane. Untuk menjaga
31
keseimbangan potensail membaran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-
ATPase yang terdapat pada permukaan sel. 23
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat mempengaruhi keseimbangan dari membrane sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium dari
membrane tadi, dengan akibat lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini
demikan besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membrane sel
tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.23
Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, pada anak yang ambang
kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak
dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih.23
Kejang demam yang berlansung singkat tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari
15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
kontraksi otot skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnea,
asidosis lactate, hipotensi.23
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah kejang
berlangsung lama yang dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi
serangan epilepsy spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
mnenyebabkan kelainan anatomis diotak sehinggga terjadi epilepsy.23
32
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan
saraf. 23
Meskipun mekanisme terjadinya FS masih belum jelas, percobaan pada
hewan sangat informatif. Pertama, peningkatan suhu otak mengubah banyak
fungsi saraf, termasuk beberapa saluran ion yang sensitif terhadap suhu. Ini
memengaruhi penembakan neuron dan meningkatkan kemungkinan menghasilkan
aktivitas neuron masif, yaitu kejang. Juga, proses inflamasi termasuk sekresi
sitokin di pinggiran dan di otak dikenal sebagai bagian dari mekanisme. Kedua,
ditemukan bahwa demam dan hipertermia memiliki mekanisme yang sama dalam
memprovokasi kejang: pirogen interleukin-1β yang menyebabkan demam
berkontribusi pada pembentukan demam dan sebaliknya, demam mengarah pada
sintesis sitokin ini dalam hippocampus. Selain itu, interleukin-1β telah terbukti
meningkatkan rangsangan saraf, bertindak melalui glutamat dan GABA. In vivo,
aksi interleukin-1β ini meningkatkan aksi agen pemicu kejang. Pentingnya
interleukin-1β endogen dalam terjadinya FS didukung oleh penelitian pada tikus
yang tidak memiliki reseptor untuk sitokin ini. Demam etiologi infeksi spesifik,
khususnya human herpes virus 6 (HHV6), dapat memengaruhi kemungkinan
generasi FS. Ketiga, hiperventilasi dan alkalosis yang diinduksi hipertermia telah
diusulkan sebagai elemen penting generasi FS dalam hal alkalosis otak memicu
33
rangsangan neuron dan berkontribusi pada kejang patofisiologi. Namun, kondisi
manusia yang terkait dengan alkalosis parah, termasuk menangis berkepanjangan
dan stenosis pilorik bayi, tidak terkait dengan generasi kejang.8
Di masa lalu, teori yang paling umum dikaitkan dengan efek langsung
dari kompensasi hipertermia pada hiperventilasi. Ini diasumsikan menyebabkan
alkalosis otak ringan, menghasilkan peningkatan rangsangan saraf dan
perkembangan kejang klinis berikutnya. Namun, teori ini belum menjelaskan
mengapa beberapa anak lebih rentan untuk mengalami fenomena seperti itu
daripada yang lain. Saat ini kita tahu bahwa ada peran besar kerentanan genetik
berdasarkan sekelompok besar varian gen. Susunan genetik ini kemungkinan telah
menghasilkan kerentanan perkembangan saraf, dengan perubahan dalam ekspresi
saluran natrium, disregulasi hipotalamus, dan rangsangan kortikal dan
hippocampus. Pemicu lingkungan, termasuk penyebab non-demam, kemudian
kemungkinan terlibat melalui jalur neurotropisitas dan metabolik.9
Peningkatan temperatur dalam otak berpengaruh terhadap perubahan
letupan aktivitas neuronal. Perubahan temperatur tersebut menghasilkan sitokin
yang merupakan pirogen endogen, jumlah sitokin akan meningkat seiring kejadian
demam dan respons inflamasi akut. Respons terhadap demam biasanya
dihubungkan dengan interleukin-1 (IL-1) yang merupakan pirogen endogen atau
lipopolisakarida (LPS) dinding bakteri gram negatif sebagai pirogen eksogen. LPS
menstimulus makrofag yang akan memproduksi pro- dan anti-inflamasi sitokin
tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), IL-6, interleukin-1 receptor antagonist (IL-
1ra), dan prostaglandin E2 (PGE2). Reaksi sitokin ini mungkin melalui sel
34
endotelial circumventricular akan menstimulus enzim cyclooxygenase-2 (COX-2)
yang akan mengkatalis konversi asam arakidonat menjadi PGE2 yang kemudian
menstimulus pusat termoregulasi di hipotalamus, sehingga terjadi kenaikan suhu
tubuh. Demam juga akan meningkatkan sintesis sitokin di hipokampus. Pirogen
endogen, yakni interleukin 1ß, akan meningkatkan eksitabilitas neuronal
(glutamatergic) dan menghambat GABA- ergic, peningkatan eksitabilitas neuronal
ini yang menimbulkan kejang.10
E. FAKTOR RISIKO
Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Fuad dkk, 2010 bahwa faktor-
faktor yang berperan dalam risiko kejang demam yaitu:11
a. Faktor demam
Anak dengan demam lebih 39oC mempunyai risiko untuk mengalami
demam 4,5 kali lebih besar dibanding anak yang mengalami demam kurang 39oC
dan anak dengan lama demam kurang dari dua jam untuk terjadinya bangkitan
kejang demam 2,4 kali lebih besar dibanding anak yang mengalami demam lebih
dari dua jam.11
Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang
demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak
didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu.1
35
b. Usia
Anak dengan kejang usia kurang dari dua tahun mempunyai risiko
bangkitan kejang demam 3,4 kali lebih besar dibanding yang lebih dari dua
tahun.11
Resiko kejadian demam pada anak terhadap penyakit serius tergantung
pada usia anak. Pada neonatus yang terkena demam mempunyai resiko yang lebih
besar terkena penyakit serius dibandingkan dengan anak dengan umur yang lebih
tua. Hal ini dikarenakan infeksi pada neonatus yang berbeda dari infeksi pada
anak pada umumnya dan kemampuan sistem imun neonatus yang belum mampu
mengatasi infeksi.5
c. Riwayat keluarga
Persentase adanya riwayat kejang pada keluarga terdekat (first degree
relative) yaitu kedua orang tua ataupun saudara kandung. Anak dengan riwayat
kejang dalam keluarga terdekat (first degree relative) mempunyai risiko untuk
menderita bangkitan kejang demam 4,5 kali lebih besar dibanding yang tidak.11
Kejang demam dengan riwayat keluarga yang positif berisiko lebih tinggi.
Keluarga yang memiliki riwayat menderita kejang demam 25-40% dapat
diturunkan. Beberapa hasil dilaporkan bahwa kejang demam pada saudara
kandung berkisar dari 9% menjadi 22%. Studi pengelompokan keluarga
menunjukkan dua kali lipat lebih berisiko pada anak yang kedua orangtuanya
menderita dari pada salah satu dari orangtuanya.1
36
Faktor risiko berulangnya kejang demam, adalah riwayat kejang demam
dalam keluarga, usia kurang dari 18 bulan, temperatur suhu saat kejang makin
rendah temperatur saat kejang makin sering berulang dan lamanya demam.
Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari adalah adanya gangguan
perkembangan neurologis, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam
keluarga, dan lamanya demam. 12
Faktor risiko untuk kekambuhan FS termasuk kerabat tingkat pertama
dengan FS, usia di bawah 18 bulan saat kejang, suhu tinggi, dan durasi demam
yang lama setelah kejang.17
Riwayat kejang demam pada keluarga, problem disaat neonatus,
perkembangan terlambat, anak dalam perawatan khusus, kadar natrium serum
yang rendah, dan temperatur tubuh yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya
kejang demam. Bila ada 2 atau lebih faktor risiko, kemungkinan terjadinya kejang
demam sekitar 30%.19
F. KLASIFIKASI
Livingston et al. pertama kali memperkenalkan istilah "kejang demam
sederhana" dan "kejang epilepsi yang dipicu oleh demam" untuk menunjuk dua
kelompok berdasarkan usia onset, karakteristik kejang, temuan
electroencephalography (EEG), frekuensi kejang, dan faktor genetik.8
FS diklasifikasikan sebagai sederhana atau kompleks. FS sederhana
didefinisikan sebagai umum, berlangsung kurang dari 15 menit, terdiri dari
aktivitas tonik dan klonik umum tanpa komponen fokus, dan tanpa kekambuhan
37
dalam 24 jam atau dalam penyakit demam yang sama. FS kompleks atau rumit
didefinisikan sebagai satu atau lebih pada point berikut: (1) onset parsial; (2)
durasi lebih dari 15 menit; (3) kejang demam berulang dalam waktu 24 jam dari
episode pertama; dan (4) hubungan dengan kelainan neurologis postictal, seperti
yang dicontohkan oleh Todd paresis.8,18
Kejang demam dibagi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan
lamanya lebih dari 15 menit, kejang fokal / parsial atau fokal / persial menjadi
umum dan berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan kejang
demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umumnya berhenti
sendiri, bentuk kejang umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.19
G. PENGOBATAN
Pertolongan pertama yang dilakukan pada pasien kejang demam adalah
pemberian oksigenasi sebagai tindakan awal dalam mengatasi kejang merupakan
tindakan yang tepat, hal ini dikarenakan pada saat seorang anak sedang dalam
keadaan kejang maka suplai oksigen ke otak semakin berkurang. Pengobatan fase
akut pada waktu kejang dengan memiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau
muntahan dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin.
Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan
fungsi jantung.1
38
Pasien juga mendapatkan pengobatan stesolid suppositoria 5 mg berisi
diazepam 5 mg yang diberikan secara suppositoria sebagai tatalaksana awal untuk
menghentikan kejang merupakan tindakan tepat. Hal ini dimaksudkan agar kejang
dapat segera dihentikan. Dosis diazepam per rektal yang dapat digunakan adalah 5
mg untuk berat badan kurang dari 10 kg. Namun, seharusnya bila kejang telah
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam dan
faktor risikonya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks. Untuk
mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang menderita
kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk profilaksis
intermiten dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien
demam. Diazepam dapat juga diberikan secara intra rektal tiap 8 jam sebanyak 5
mg (berat badan dibawah 10 kg) dan 10 mg (berat badan diatas 10 kg) setiap
pasien menunjukan suhu lebih dari 38,5o
C. 1
Pemberian parasetamol sebagai antipiretik dengan dosis 10-15
mg/kgBB/kali dapat diulang 4 jam pada pasien ini sudah tepat karena salah satu
penyebab terjadinya kejang demam akibat adanya demam, maka tujuan utama
pengobatan adalah mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu
pemberian obat– obatan antipiretik sanagt diperlukan. Obat–obatan yang dapat
digunakan sebagai antipiretik adalah asetaminofen 10-15 mg/kgBB/hari setiap 4–
6 jam atau ibuprofen 5–10 mg/kgBB/hari setiap 4–6 jam. Pemberian antipiretik
tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan obat ini mengurangi resiko terjadinya
kejang demam (level I, rekomendasi E), namun para ahli di Indonesia sepakat
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III, rekomendasi B). Dosis
39
parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan dalam 4 kali
pemberian per hari dan tidak lebih dari 5 kali. 1
Pemberian injeksi ceftriakson 450 mg/12 jam sudah tepat. Dosis
ceftriakson yaitu 50 mg/kgBB/dosis diberikan tiap 12 atau 24 jam. Dengan beart
badan 8,9 kg, ceftriakson yang diberikan 445mg/12 jam. Ceftriakson merupakan
antibiotik sefalosoprin generasi ketiga dengan aktivitas yang lebih luas terhadap
bakteri gram negatif. Pada pasien ini hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan
kesan leukositosis (leukosit: 21.500 /ul). Infeksi virus dan bakteri salah satu
penyebab yang dianggap penting timbulnya kejang demam.
Ringkasan, telah
dilaporkan seorang anak laki-laki, usia 1 tahun dengan kejang demam sederhana
disertai leukositosis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan temperatur pada aksila
39o
C dan pada kedua ekstremitas teraba dingin. Pada pemeriksaan laboratorium
darah didapatkan Leukosit: 25.100/ul. Kesan: Leukositosis. Pasien juga memiliki
faktor risiko terjadinya kejang demam, yaitu riwayat kejang demam pada saudara
kandung dan infeksi bakteri. Kedua faktor yang terdapat pada pasien ini
merupakan penyumbang terbesar timbulnya kejang demam. Pada kasus ini
penderita telah mendapatkan terapi oksigenasi, antikonvulsan intermiten,
antipiretik, dan antibiotik yang sesuai dengan manajemen terapi kejang demam
berdasarkan standar WHO. Simpulan, faktor keturunan (genetik) merupakan salah
satu faktor risiko terbesar penyumbang terjadinya kejang demam sederhana pada
anak. 1
40
1) Tatalaksana saat kejang
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada
waktu pasien dating, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam
keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-
lahan dengan kecepatan 2mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma
kejang pada umumnya. 24
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital) adalah diazepam rectal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75
mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan dari 12 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg. 24
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila
setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah
sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. 24
Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epilepticus.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
indikasi terapi antikonvulsan profilaksis. 24
2) Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik
41
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10
mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.24
Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan
yang diberikan hanya pada saat demam.24
Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu
factor risiko di bawah ini : 24
Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
Usia <6 bulan
Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat celcius
Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau
rektal 0,5 mg/kg/kali, sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam
7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu
diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi. 24
42
Pemberian obat antikonvulsan rumat
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan
rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. 24
Indikasi pengobatan rumat :
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Keterangan :
Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan,
BUKAN merupakan indikasi pengobatan rumat.
Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai focus organic yang bersifat fokal.
Pada anak dengan kelainan neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk
pemberian terapi profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak
berhasil/orangtua khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat
Jenis antikonvulsan rumat untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproate setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat
pilihan saat ini adalah asam valproate. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
43
berumur kurang dari 2 tahun, asam valproate dapat menyebabkan gangguan
fungsi hati. Dosis asam valproate adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis,
dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis. 24
Lama pengobatan rumat
Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk
kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat anak
tidak sedang demam.24
H. TINJAUAN KEISLAMAN
Masa keemasan (golden age) seorang anak adalah merupakan masa paling
penting bagi pembentukan pengetahuan dan prilaku anak. Menurut beberapa
penelitian para ahli mereka sepakat bahwa otak manusia itu mengalami proses
perkembangan dari tingkat yang paling dahsyat sampai kemudian melemah.
Menurut catatan Gordon Dryden dan Jeannette Vos, seperti ditulis dalam bukunya
Learning Revolution (1999), para peneliti membuktikan bahwa 50% kemampuan
belajar anak ditentukan dalam 4 tahun pertamanya, dan 30%-nya sebelum usianya
mencapai 8 tahun. Tapi ini tidak berarti bahwa si anak menyerap 50%
pengetahuan, atau 50% kearifan, atau 50% kecerdasan pada usia ke empat.
Maksudnya adalah, dalam empat tahun pertama itu anak membentuk jalur-jalur
belajar utama di otaknya (koneksi dalam otak). Materi apapun yang ia pelajari
nanti akan berdiri di atas dasar jalur-jalur itu.20
44
Golden age adalah masa dimana jalur belajar anak tentang karakter, sikap,
intelek, emosi, dan moral manusia dibentuk. Semakin bagus kualitas
pengasuhannya, berarti semakin banyak dan bagus jalur belajar yang terbentuk di
otaknya. Phil Silva, Direktur Riset di Universitas Otago - New Zealand,
menyimpulkan bahwa anak yang pertumbuhan jalur belajarnya bermasalah pada
usia dini akan cenderung mengalamai masalah pada usia remaja.20
Dari beberapa sumber, usia 0 sampai 5 tahun adalah masa keemasan (golden
age) bagi perkembangan otak manusia. Sementara beberapa penelitian
menyebutkan bahwa kejadian kejang demam paling sering ditemukan pada usia 6
bulan sampai 5 tahun. Dan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa
anak-anak merupakan generasi penerus yang harus diperhatikan kualitasnya agar
dapat memberi manfaat bagi agama, bangsa, negara dan lingkungan sekitarnya.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 9 :
افوا ا خ اف ية ضع م ذر ه ف ل ن خ كوا م ر و ت ين ل ذ يخش ال ل و
ا يد د ل س ولوا قو ق ي ل و وا الل ق ت ي ل ه م ف ي ل ع
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Rasulullah SAW menganjurkan para orang tua untuk memberi bekal
kebaikan kepada anak sejak dini “minal mahdi ilal lahdi (dari buaian sampai liang
45
lahad)” dengan pola pendekatan melalui permainan yang menggembirakan, tidak
kasar, berdisiplin, dan diajarkan pengetahuan sesuai dengan tingkat usianya.20
Membangun generasi emas yang dicintai Allah SWT yang senantiasa
bersandar kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah keharusan setiap keluarga
yang beragama Islam. Hal ini guna menciptakan masyarakat yang aman, tenteram
dan damai, maka perlu diwujudkan terlebih dahulu manusianya yang memahami
agama secara menyeluruh (Islam kaaffah), bukan juz’iyah karena masyarakat
adalah kumpulan-kumpulan dari keluarga dan insya Allah generasi emas akan
tumbuh dari individu-individu yang Islami. 21
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surah Ath-Tahrim: 6,
والحجارة الناس وقودها نارا وأهليكم أنفسكم قوا آمنوا الذين أيها يا
يعصون ل شداد غلظ ملئكة عليها يؤمرون ما ويفعلون أمرهم ما الل
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.
Kewajiban orang tua adalah mendidik dan membesarkan anak menjadi
generasi yang berakhlakul karimah. Kewajiban sebagai seorang Muslim, adalah
menciptakan generasi emas berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw dan hal
itu dimulai dari keluarga masing-masing. Anak adalah titipan Allah dan bagi yang
dititipkan memiliki kewajiban menjadikan mereka generasi yang shalih dan
46
shalihah. Anak-anak di didik menjadi baik, penurut, sehat dan cerdas. Tumbuh
kembang anak yang terbesar adalah dari penglihatan dan pengamatan lingkungan
sekitar dan yang paling dekat dengan mereka adalah kedua orang tuanya, sehingga
orang tuanya diwajibkan memahami agama lebih jauh, secara syamil
(menyeluruh). 21
Maka dari itu, jika pada masa golden age atau masa keemasan anak-anak
terbina dan terjaga dengan baik maka kesehatan fisik dan psikis anak akan
terpantau dengan baik pula sehingga kejadian kejang demam dapat dihindari sejak
dini.
47
I. KERANGKA TEORI
Kejang demam adalah suatu kejang yang terjadi pada anak
yang sedang demam pada usia 3 sampai 60 bulan tanpa infeksi
intrakranial, gangguan metabolisme atau riwayat kejang tanpa
demam sebelumnya.
Epidemiology :
1. Umur 6 bulan – 5 tahun 2-5%
2. Jepang 3,4 – 9,3 %
India 5 – 10 %
AS & Eropa barat 2 – 5%
3. Laki-laki : Perempuan =
1,1-2 : 1
Faktor Risiko :
1. Faktor Demam
2. Usia
3. Riwayat Keluarga
Klasifikasi :
1. Kejang Demam Sederhana
2. Kejang Demam Kompleks
48
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep dari penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang
gambaran karakteristik pasien Kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia
Makassar adalah :
B. VARIABEL PENELITIAN
Variabel independen : Pasien Kejang demam
Pasien Kejang
demam
Karakteristik Pasien :
1. Tipe Kejang Demam
2. Usia
3. Jenis Kelamin
4. Suku
5. Agama
6. Jenis Pengobatan
7. Lama Perawatan
49
Variabel dependen : Penyakit kejang demam, tipe kejang demam, usia,
jenis kelamin, suku, agama, jenis pengobatan, lama
perawatan.
C. DEFINISI OPERASIONAL
1. Penyakit Kejang Demam
1) Definisi : Pasien yang menderita penyakit kejang demam di poli anak
RS Pelamonia pada tahun 2018.
2) Cara ukur : dengan mengumpulkan data melalui rekam medik
kemudian menyaring yang mana merupakan penyakit Kejang Demam.
2. Tipe Kejang Demam
1) Definisi : Ada dua tipe kejang demam yang sering terjadi pada anak-
anak yang akan diteliti yaitu kejang demam sederhana ; kejang kurang
dari 15 menit Pasien yang menderita penyakit kejang demam di poli
anak RS Pelamonia pada tahun 2018.
2) Cara ukur : dengan mengumpulkan data melalui rekam medik
kemudian menyaring yang mana merupakan penyakit Kejang Demam.
3) Hasil ukur :
a) Kejang Demam Sederhana
b) Kejang Demam Kompleks
50
3. Usia
1) Definisi : Usia pasien saat berobat di poli anak RS Pelamonia
Makassar
2) Cara Ukur : dengan mencatat variabel umur sesuai dengan yang
tercantum pada rekam medik.
3) Hasil ukur :
a) 0 tahun
b) 1 tahun
c) 2 tahun
d) 3 tahun
e) 4 tahun
f) 5 tahun
g) 6 tahun
h) 7 tahun
i) 8 tahun
4. Jenis Kelamin
1) Definisi : Perbedaan seksual yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
2) Cara ukur : dengan mencatat variabel jenis kelamin sesuai yang
tercantum pada rekam medik
3) Hasil ukur :
a) Laki-laki
b) Perempuan
51
5. Suku
1) Definisi : suku pasien kejang demam yang dirawat di poli anak RS
Pelamonia Makassar.
2) Cara Ukur : dengan mencatat variabel suku sesuai yang tercantum
dalam rekam medik
3) Hasil ukur :
a) Bugis
b) Makassar
c) Toraja
6. Agama
1) Definisi : keyakinan atau kepercayaan yang dianut oleh pasien Kejang
demam di poli anak RS Pelamonia Makassar.
2) Cara Ukur : dengan mencatat variabel suku sesuai yang tercantum
dalam rekam medik.
3) Hasil ukur :
a) Islam
b) Kristen
7. Pengobatan
1) Definisi : jenis pengobatan yang diberikan oleh dokter yang merawat
untuk mengobati kejang demam pasien.
2) Cara Ukur : dengan mencatat variabel jenis pengobatan sesuai yang
tercantum dalam rekam medik.
3) Hasil ukur :
52
a. Diazepam rektal
b. Diazepam oral
c. Diazepam intravena
8. Lama perawatan
1) Definisi : jangka waktu dimana pasien datang ke rumah sakit untuk
mendapatkan pengobatan hingga keluar dari rumah sakit
2) Cara Ukur : dengan mencatat variabel lama perawatan sesuai yang
tercantum dalam rekam medik.
3) Hasil ukur :
a) 1 hari f) 6 hari
b) 2 hari g) 7 hari
c) 3 hari h) 9 hari
d) 4 hari i) 10 hari
e) 5 hari
53
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. DESAIN PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan
metode retrospektif berdasarkan karakteristik penyakit Kejang demam
berdasarkan tipe kejang demam, jenis kelamin, usia, suku, agama
pengobatan dan lama perawatan, melalui penggunaan rekam medis
sebagai data penelitian.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poli Anak ruangan Dahlia Rumah Sakit
Tingkat II Pelamonia, Makassar. Pemilihan tempat ini dimaksudkan
karena Rumah Sakit Pelamonia merupakan pusat pelayanan kesehatan
pemerintah yang menjadi salah satu tempat rujukan di Makassar.
3. Waktu Penelitian
Waktu pengambilan dan pengumpulan data dilakukan pada bulan
Desember 2019 – Januari 2020.
54
B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah semua pasien yang didiagnosa dengan kejang
demam yang dirawat inap di Rumah Sakit Pelamonia, dari bulan Januari 2018
hingga Desember 2018.
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah semua pasien kejang demam yang dirawat inap di
Rumah Sakit Pelamonia Makassar. Teknik pengambilan sampel adalah dengan
menggunakan total sampling.
3. Kriteria Inklusi
Pasien dengan penyakit Kejang demam di Poli Anak yang memiliki rekam
medis di RS Tk. II Pelamonia Makassar.
4. Kriteria Ekslusi
1. Tidak terbacanya rekam medik.
2. Terdapat data yang tidak lengkap dari variabel yang dibutuhkan.
C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data sekunder yang
diperoleh dengan melihat semua pencatatan kartu status (rekam medis)
penderita Kejang demam, berasal dari rekam medis Rumah Sakit Pelamonia,
selama tahun 2018.
55
D. METOE ANALISA DATA
Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan program komputer
SPSS (Statistical Product and Service Solution) secara deskriptif dan hasil
ditampilkan dalam tabel bentuk distribusi.
Pengolahan data hasil penelitian ini diformasikan dengan menggunakan
langkah-langkah berikut :
1. Editing : untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi dan
kesesuaianantara kriteria yang diperlukan untuk menjawab tujuan
penelitian.
2. Coding : untuk mengkuantifikasi data kualitatif atau membedakan aneka
karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalamrangka
pengolahan data, baik secara manual maupun denganmenggunakan
komputer.
3. Entry : memasukkan data ke dalam program komputer program SPSS
(Statistical Product and Service Solution)
4. Cleaning : pemeriksaan data yang telah dimasukkan ke dalam program
komputer untuk menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.
E. ALUR PENELITIAN
Pengambilan data awal
Penetapan populasi
56
Pengumpulan data menggunakan rekam medik
Pengolahan data
Hasil dan pembahasan
Kesimpulan dan saran
F. ETIKA PENELITIAN
1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada Rumah Sakit
Pelamonia Makassar
2. Menjaga kerahasiaan data penderita yang terdapat pada rekam medik,
sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas
penelitian yang dilakukan.
57
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. GAMBARAN UMUM POPULASI/SAMPEL
Telah dilakukan penelitian tentang gambaran karakteristik pasien Kejang
demam di Poli anak Rumah Sakit Pelamonia Makassar tahun 2018. Penelitian
ini menggunakan rancangan penelitian cross-sectional dengan pendekatan
retrospektif berdasarkan data dari buku register dan rekam medis pasien kejang
demam selama tahun 2018. Pengambilan data untuk penelitian ini telah
dilakukan pada Desember 2019 – Januari 2020 di Poli anak Rumah Sakit
Pelamonia Makassar.
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data dari rekam medik di Poli
anak Rumah Sakit Pelamonia Makassar. Didapatkan 63 sampel, 13 sampel
termasuk dalam kriteria ekslusi disebabkan karena nama dan nomor register
pada rekam medik berbeda, dan 50 sampel termasuk dalam kriteria inklusi.
Maka sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 pasien. Dari keseluruhan
sampel yang diteliti adalah mengenai karakteristik penyakit Kejang demam
berdasarkan tipe kejang demam, usia, jenis kelamin, suku, agama, pengobatan
dan lama perawatan.
Data yang telah terkumpul selanjutnya disusun dalam suatu table induk
(master table) dengan menggunakan program komputerisasi. Dari tabel induk
tersebutlah kemudian data dipindahkan dan diolah menggunakan program
58
statistic spss seri 20 di perangkat komputer kemudian disajikan dalam bentuk
tabel frekuensi.
B. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Poli anak Rumah Sakit Pelamonia Makassar.
Secara demografi gambaran lokasi Rumah Sakit Pelamonia Makassar terletak di
Jl. Jend. Sudirman No.27, Pisang Utara, Kec. Ujung Pandang, Kota Makassar,
Sulawesi Selatan 90157. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit kelas tipe B.
C. DESKRIPSI KARAKTERISTIK RESPONDEN
Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 orang yang diambil
dengan menggunakan teknik total sampling. Karakteristik usia dari 50 sampel
yang diambil dapat dilihat dalam table disertai narasi sebagai penjelasan tabel
sebagai berikut.
Tabel 5.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Tipe Kejang Demam
Tipe Kejang Demam Frekuensi (n) Persentase (%)
Simple 48 96
Kompleks 2 4
Jumlah 50 100
Berdasarkan tabel 1 diketahui sampel dengan tipe kejang demam
sederhana/simple berjumlah 48 orang (96%) dan tipe kejang demam kompleks
berjumlah 2 orang (4%).
59
Tabel 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia
Usia (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)
≤1 16 32
2 9 18
3 8 16
4 6 12
5 7 14
6 1 2
7 2 4
8 1 3
Jumlah 50 100
Berdasarkan tabel 2 diketahui sampel dengan usia ≤1 tahun berjumlah 16
orang (32%), usia 2 tahun berjumlah 9 orang (18%), usia 3 tahun berjumlah 8
orang (16%), usia 4 tahun berjumlah 6 orang (12%), usia 5 tahun berjumlah 7
orang (14%), usia 6 tahun berjumlah 1 orang (2%), usia 7 tahun berjumlah 2
orang (4%), dan usia 8 tahun berjumlah 1 orang (2%).
Tabel 5.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
Laki-laki 33 66
Perempuan 17 34
Jumlah 50 100
60
Berdasarkan tabel 3 diketahui sampel dengan jenis kelamin laki-laki
berjumlah 33 orang (66%) sedangkan sampel dengan jenis kelamin perempuan
berjumlah 17 orang (34%).
Tabel 5.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Suku
Suku Frekuensi (n) Persentase (%)
Bugis 8 16
Makassar 41 82
Toraja 1 2
Jumlah 50 100
Berdasarkan tabel 4 diketahui sampel dengan suku Bugis berjumlah 8
orang (16%), suku Makassar berjumlah 41 orang (82%) dan suku Toraja
berjumlah 1 orang (2%).
Tabel 5.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Agama
Agama Frekuensi (n) Persentase (%)
Islam 49 98
Kristen 1 2
Jumlah 50 100
Berdasarkan tabel 5 diketahui sampel dengan agama Islam berjumlah 49
orang (98%) sedangkan sampel dengan agama Kristen berjumlah 1 orang (2%).
61
Tabel 5.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Pengobatan
Pengobatan Frekuensi (n) Persentase (%)
Diazepam IV 5 10
Diazepam Oral 3 6
Diazepam Rectal 41 82
Diazepam Rectal dan
Diazepam Oral
1 2
Jumlah 50 100
Berdasarkan tabel 6 diketahui sampel dengan pengobatan menggunakan
diazepam IV berjumlah 5 orang (10%), pengobatan menggunakan diazepam oral
berjumlah 3 orang (6%), pengobatan menggunakan diazepam rectal berjumlah 41
orang (82%), dan pengobatan menggunakan diazepam rectal + diazepam oral
berjumlah 1 orang (2%).
Tabel 5.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Perawatan
Lama Perawatan (hari) Frekuensi (n) Persentase (%)
1 1 2
2 4 8
3 8 16
4 13 26
5 12 24
6 4 8
7 4 8
9 3 6
62
10 1 2
Jumlah 50 100
Berdasarkan tabel 7 diketahui sampel dengan lama perawatan 1 hari
berjumlah 1 orang (2%), lama perawatan 2 hari berjumlah 4 orang (8%), lama
perawatan 3 hari berjumlah 8 orang (16%), lama perawatan 4 hari berjumlah 13
orang (26%), lama perawatan 5 hari berjumlah 12 orang (24%), lama perawatan 6
hari berjumlah 4 orang (8%), lama perawatan 7 hari berjumlah 4 orang (8%), lama
perawatan 9 hari berjumlah 3 orang (6%), dan lama perawatan 10 hari berjumlah
1 orang (2%).
D. ANALISIS
1. Analisis Univariat
Analisis univariat berfungsi untuk mengetahui gambaran data yang
dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
a. Tipe Kejang Demam
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 50 orang pasien yang
dikumpulkan dari data rekam medik, maka peneliti memperoleh gambaran
mengenai tipe kejang demam pada pasien kejang demam di Poli anak dahlia
Rumah Sakit Pelamonia Makassar.
Tabel 5.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Tipe Kejang Demam
Tipe Kejang Demam Frekuensi (n) Persentase (%)
Simple 48 96
Kompleks 2 4
63
Jumlah 50 100
Berdasarkan hasil penelitian tabel 1 di atas menunjukkan distribusi
tipe kejang demam pada pasien Kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia
Makassar dengan jumlah total sampel 50 orang. Fekuensi terbanyak pada
distribusi tipe kejang demam pada pasien kejang demam di Rumah Sakit
Pelamonia Makassar adalah tipe kejang demam sederhana yaitu sebanyak
48 pasien dengan presentasi 96%.
b. Usia
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 50 orang pasien yang
dikumpulkan dari data rekam medik, maka peneliti memperoleh gambaran
mengenai tipe kejang demam pada pasien kejang demam di Poli anak
dahlia Rumah Sakit Pelamonia Makassar.
Tabel 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia
Usia (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)
≤1 16 32
2 9 18
3 8 16
4 6 12
5 7 14
6 1 2
7 2 4
8 1 3
Jumlah 50 100
64
Berdasarkan hasil penelitian tabel 2 di atas menunjukkan distribusi
usia pada pasien Kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia Makassar
dengan jumlah total sampel 50 orang. Frekuensi terbanyak pada distribusi
usia pasien kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia Makassar adalah 1
tahun yaitu sebanyak 16 pasien dengan presentasi 32%. Rata-rata usia dari
keseluruhan sampel pasien kejang demam yaitu 2,9 tahun.
c. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 50 orang pasien yang
dikumpulkan dari data rekam medik, maka peneliti memperoleh gambaran
mengenai jenis kelamin pada pasien kejang demam di Poli anak dahlia
Rumah Sakit Pelamonia Makassar.
Tabel 5.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
Laki-laki 33 66
Perempuan 17 34
Jumlah 50 100
Berdasarkan hasil penelitian tabel 3 di atas menunjukkan distribusi
jenis kelamin pada pasien Kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia
Makassar dengan jumlah total sampel 50 orang. Frekuensi terbanyak pada
distribusi jenis kelamin pada pasien kejang demam di Rumah Sakit
65
Pelamonia Makassar adalah jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 33
pasien dengan presentasi 66%.
d. Suku
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 50 orang pasien yang
dikumpulkan dari data rekam medik, maka peneliti memperoleh gambaran
mengenai suku pada pasien kejang demam di Poli anak dahlia Rumah
Sakit Pelamonia Makassar.
Tabel 5.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Suku
Suku Frekuensi (n) Persentase (%)
Bugis 8 16
Makassar 41 82
Toraja 1 2
Jumlah 50 100
Berdasarkan hasil penelitian tabel 4 di atas menunjukkan distribusi
suku pada pasien Kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia Makassar
dengan jumlah total sampel 50 orang. Frekuensi terbanyak pada distribusi
suku pada pasien kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia Makassar
adalah suku Makassar yaitu sebanyak 41 pasien dengan presentasi 82%.
e. Agama
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 50 orang pasien yang
dikumpulkan dari data rekam medik, maka peneliti memperoleh gambaran
66
mengenai agama pada pasien kejang demam di Poli anak dahlia Rumah
Sakit Pelamonia Makassar.
Tabel 5.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Agama
Agama Frekuensi (n) Persentase (%)
Islam 49 98
Kristen 1 2
Jumlah 50 100
Berdasarkan hasil penelitian tabel 5 di atas menunjukkan distribusi
agama pada pasien Kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia Makassar
dengan jumlah total sampel 50 orang. Frekuensi terbanyak pada distribusi
agama pada pasien kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia Makassar
adalah Agama Islam yaitu sebanyak 49 pasien dengan presentasi 98%.
f. Pengobatan
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 50 orang pasien yang
dikumpulkan dari data rekam medik, maka peneliti memperoleh gambaran
mengenai pengobatan pada pasien kejang demam di Poli anak dahlia
Rumah Sakit Pelamonia Makassar.
Tabel 5.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Pengobatan
Pengobatan Frekuensi (n) Persentase (%)
Diazepam IV 5 10
Diazepam Oral 3 6
67
Diazepam Rectal 41 82
Diazepam Rectal dan
Diazepam Oral
1 2
Jumlah 50 100
Berdasarkan hasil penelitian tabel 6 di atas menunjukkan distribusi
pengobatan pada pasien Kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia
Makassar dengan jumlah total sampel 50 orang. Frekuensi terbanyak pada
distribusi pengobatan pada pasien kejang demam di Rumah Sakit
Pelamonia Makassar adalah Diazepam rectal yaitu sebanyak 41 pasien
dengan presentasi 82%.
g. Lama Perawatan
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 50 orang pasien yang
dikumpulkan dari data rekam medik, maka peneliti memperoleh gambaran
mengenai lama perawatan pada pasien kejang demam di Poli anak dahlia
Rumah Sakit Pelamonia Makassar.
Tabel 5.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Perawatan
Lama Perawatan (hari) Frekuensi (n) Persentase (%)
1 1 2
2 4 8
3 8 16
4 13 26
68
5 12 24
6 4 8
7 4 8
9 3 6
10 1 2
Jumlah 50 100
Berdasarkan hasil penelitian tabel 7 di atas menunjukkan distribusi
lama perawatan pada pasien Kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia
Makassar dengan jumlah total sampel 50 orang. Frekuensi terbanyak pada
distribusi lama perawatan pada pasien kejang demam di Rumah Sakit
Pelamonia Makassar adalah 4 hari yaitu sebanyak 13 pasien dengan
presentasi 26%. Rata-rata lama perawatan dari keseluruhan sampel pasien
kejang demam yaitu 4,68 hari.
69
BAB VI
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data yang telah dilakukan
pada pasien kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia Makassar, maka berikut
merupakan pembahasan tentang hasil penelitian yang didapatkan.
Pada pasien Kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia Makassar tahun
2018 didapatkan 50 total sampel. Pada table 5.1, diketahui bahwa tipe kejang
demam simple adalah yang terbanyak yaitu 48 orang (96%), sedangkan tipe
kejang demam kompleks adalah yang paling sedikit yaitu 2 orang (4%).
Hal ini sesuai dengan penelitian Eskandarifar A, dkk (2017) yang
dilakukan di Rumah Sakit Besat, kota Sanandj, Iran yang menemukan tipe kejang
demam simpleks dengan presentase 81%. Juga penelitian Han Na Jang, MD dan
Eun Hye Lee, MD, PhD (2018) yang dilakukan di Departemen Pediatric, Kyung-
Hee University Hospital, Soul, menemukan tipe kejang demam simpleks >
kompleks dengan ratio presentasi 84,7% : 15%. Dan penelitian Yunita vivit
erdina, dkk (2016) yang dilakukan di RS DR. M. Djamil, Padang yang
menemukan tipe kejang demam simpleks dengan presentase 60%.
Pada pasien Kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia Makassar tahun
2018 didapatkan 50 total sampel. Pada table 5.2, diketahui bahwa usia ≤1 tahun
adalah yang terbanyak yaitu 16 orang (32%), sedangkan usia 6 dan 8 tahun adalah
yang paling sedikit yaitu masing-masing 1 orang (2%).
70
Hal ini sesuai dengan penelitian Pratiya Indra Gunawan dan Darto Saharso
(2012) yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Soetomo, Surabaya yang menemukan
usia <12 bulan adalah sampel terbanyak yaitu 77,5%. Dan penelitian Wardhani
A.K (2013), di RS Abdul Moeloek, Lampung yang meneliti pasien kejang demam
sederhana berusia 1 tahun. Dan juga penelitian Nindela Rini, dkk (2014) di Poli
anak Bagian Anak RS Muhammad Hoesin Palembang yang menemukan usia 1-2
tahun adalah kasus terbanyak.
Hal ini dikaitkan dengan dengan perkembangan otak anak. Anak di bawah
usia satu tahun rentan terkena kejang demam karena pada usia ini otak anak
sangat rentan terhadap peningkatan suhu tubuh yang mendadak. Pada usia 5
tahun, sebagian besar anak telah dapat mengatasi kerentanannya terhadap kejang
demam.22
Hal ini pun sejalan dengan teori bahwa insiden terjadinya kejang demam
terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak
yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam
sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum umur 4 tahun,
terbanyak diantara 17-23 bulan.
Adapun pada penelitian ini ditemukan adanya pasien kejang demam yang
berumur lebih dari 5 tahun. Hal ini sesuai dengan teori bahwa hanya sedikit yang
mengalami kejang demam pertama sebelum umur 5-6 bulan atau setelah berumur
5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi,
walaupun pada beberapa pasien masih dapat megalami sampai umur lebih dari 5-8
tahun.1
71
Pada pasien Kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia Makassar tahun
2018 didapatkan 50 total sampel. Pada table 5.3, diketahui bahwa jenis kelamin
laki-laki adalah yang terbanyak yaitu 33 orang (66%), sedangkan jenis kelamin
perempuan adalah yang paling sedikit yaitu 17 orang (34%).
Hal ini sesuai dengan penelitian Nindela Rini (2014) yang dilakukan di
Poli anak Bagian Anak RS Muhammad Hoesin Palembang yang menemukan
bahwa ratio perbandingan terjadinya kejang demam pada laki-laki dan perempuan
yaitu 1,3 : 1. Dan penelitian Hardika Made & Mahalini Dewi (2019) di RSUP
Sanglah Denpasar, menemukan perbandingan penderita kejang demam pada laki-
laki > perempuan. Dan juga penelitian Rani Syafni (2012) di RSUD dr. Pirngadi
Medan, yang menemukan kasus kejang demam pada laki-laki sebanyak 57,5%
dengan ratio 1,3 : 1.
Pertumbuhan dan perkembangan anak perempuan sedikit lebih cepat
dibandingkan anak laki- laki, sehingga pada anak perempuan lebih rentan
terhadap kenaikan suhu lebih rendah dibandingkan anak laki-laki.22
Pada pasien Kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia Makassar tahun
2018 didapatkan 50 total sampel. Pada table 5.4, diketahui suku Makassar adalah
yang terbanyak yaitu 41 orang (82%), sedangkan suku Toraja adalah yang paling
sedikit yaitu 1 orang (2%). Hal ini kemungkinan disebabkan karena RS Pelamonia
Makassar merupakan salah satu Rumah Sakit rujukan tingkat 2 di Makassar jadi
memungkinkan pasiennya berasal dari berbagai daerah dan suku. Namun pada
penelitian ini, dominan pasien kejang demam bersuku Makassar, karena pasien
terbanyak adalah masyarakat domisili Makassar.
72
Adapun berdasarkan studi literatur peneliti, data tentang kejadian kejang
demam di suku-suku Sulawesi selatan belum peneliti dapatkan.
Pada pasien Kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia Makassar tahun
2018 didapatkan 50 total sampel. Pada table 5.5, diketahui agama Islam adalah
yang terbanyak yaitu 49 orang (98%), sedangkan agama Kristen adalah yang
paling sedikit yaitu 1 orang (2%). Hal ini kemungkinan disebabkan karena
Indonesia terutama di Sulawesi Selatan merupakan populasi penduduk dominan
beragama Islam. Adapun berdasarkan studi literatur peneliti, data tentang kejadian
kejang demam berdasarkan agama di Sulawesi selatan belum peneliti dapatkan.
Pada pasien Kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia Makassar tahun
2018 didapatkan 50 total sampel. Pada table 5.6, diketahui pengobatan dengan
Diazepam rectal adalah yang terbanyak yaitu 41 orang (82%), sedangkan
pengobatan dengan diazepam oral adalah yang paling sedikit yaitu 3 orang (6%).
Hal ini dikarenakan apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat
yang paling praktis dan mudah untuk menghentikan kejang adalah diazepam
rectal. Menurut teori, pada umumnya kejang berlangsung singkat dan pada waktu
pasien datang, kejang sudah berhenti. Dan saat terjadi kejang berulang diberikan
diazepam intravena.
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita
yang menderita kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk
profilaksis intermiten.
73
Pada penelitian ini, penggunaan diazepam terbanyak kedua adalah dengan
bolus diazepam per intravena, kemungkinan hal ini dikarenakan pasien datang
setelah bangkitan kejang telah selesai, sehingga saat terjadi kejang demam yang
berulang maka perawat atau dokter langsung memberikan bolus diazepam IV.
Pada pasien Kejang demam di Rumah Sakit Pelamonia Makassar tahun
2018 didapatkan 50 total sampel. Pada table 5.7, diketahui Lama Perawatan 4 hari
adalah yang terbanyak yaitu 13 orang (826%), sedangkan lama perwatan 1 hari
dan 10 hari adalah yang paling sedikit yaitu masing-masing 1 orang (2%).
Hal ini sesuai dengan penelitian Wardhani, A.K (2013) yang dilakukan di
Rumah Sakit Abdul Moeloek, Lampung yang juga menemukan lama perawatan
terbanyak adalah 4 hari.
Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, pada anak yang ambang
kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak
dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih.23
Kejang demam yang berlansung singkat tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari
15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
kontraksi otot skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnea,
asidosis lactate, hipotensi.23
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
74
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan
saraf. 23
Untuk menghindari berbagai risiko terjadinya kejang demam berulang,
maka suhu tubuh pasien harus di observasi selama beberapa jam-hari setelah
bangkitan pertama.
Adapun anak dengan lama perawatan hanya sehari, perlu diteliti kembali
apakah anak tersebut meninggal atau pihak keluarga meminta pulang setelah
bangkitan kejang selesai.
Masa keemasan (golden age) seorang anak adalah merupakan masa paling
penting bagi pembentukan pengetahuan dan prilaku anak. Menurut beberapa
penelitian para ahli mereka sepakat bahwa otak manusia itu mengalami proses
perkembangan dari tingkat yang paling dahsyat sampai kemudian melemah.
Menurut catatan Gordon Dryden dan Jeannette Vos, seperti ditulis dalam bukunya
Learning Revolution (1999), para peneliti membuktikan bahwa 50% kemampuan
belajar anak ditentukan dalam 4 tahun pertamanya, dan 30%-nya sebelum usianya
mencapai 8 tahun. Tapi ini tidak berarti bahwa si anak menyerap 50%
pengetahuan, atau 50% kearifan, atau 50% kecerdasan pada usia ke empat.
Maksudnya adalah, dalam empat tahun pertama itu anak membentuk jalur-jalur
belajar utama di otaknya (koneksi dalam otak). Materi apapun yang ia pelajari
nanti akan berdiri di atas dasar jalur-jalur itu.20
75
Golden age adalah masa dimana jalur belajar anak tentang karakter, sikap,
intelek, emosi, dan moral manusia dibentuk. Semakin bagus kualitas
pengasuhannya, berarti semakin banyak dan bagus jalur belajar yang terbentuk di
otaknya. Phil Silva, Direktur Riset di Universitas Otago - New Zealand,
menyimpulkan bahwa anak yang pertumbuhan jalur belajarnya bermasalah pada
usia dini akan cenderung mengalamai masalah pada usia remaja.20
Dari beberapa sumber, usia 0 sampai 5 tahun adalah masa keemasan (golden
age) bagi perkembangan otak manusia. Sementara beberapa penelitian
menyebutkan bahwa kejadian kejang demam paling sering ditemukan pada usia 6
bulan sampai 5 tahun. Dan seperti yang kita ketahui, bahwa anak-anak merupakan
generasi penerus yang harus diperhatikan kualitasnya agar dapat memberi manfaat
bagi agama, bangsa, negara dan lingkungan sekitarnya. Sebagaimana firman Allah
dalam surah An Nisaa ayat 9 :
افوا ا خ ية ضع اف م ذر ه ف ل ن خ كوا م ر و ت ين ل ذ يخش ال ل و
ا يد د ل س ولوا قو ق ي ل و وا الل ق ت ي ل م ف ه ي ل ع
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
76
Allah subhanahuwata’ala berfirman dalam Al-Quran Surah Ath-Tahrim: 6,
الناس وقودها نارا وأهليكم أنفسكم قوا آمنوا الذين أيها يا يعصون ل شداد غلظ ملئكة عليها والحجارة أمرهم ما الل
يؤمرون ما ويفعلون
Yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.
Kewajiban orang tua adalah mendidik dan membesarkan anak menjadi
generasi yang berakhlakul karimah. Kewajiban sebagai seorang Muslim, adalah
menciptakan generasi emas berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw dan hal
itu dimulai dari keluarga masing-masing. Anak adalah titipan Allah dan bagi yang
dititipkan memiliki kewajiban menjadikan mereka generasi yang shalih dan
shalihah. Anak-anak di didik menjadi baik, penurut, sehat dan cerdas. Tumbuh
kembang anak yang terbesar adalah dari penglihatan dan pengamatan lingkungan
sekitar dan yang paling dekat dengan mereka adalah kedua orang tuanya, sehingga
orang tuanya diwajibkan memahami agama lebih jauh, secara Syamil
(Menyeluruh). 21
Maka dari itu, jika pada masa golden age atau masa keemasan anak-anak
terbina dan terjaga dengan baik maka kejadian kejang demam dapat dihindari.
77
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Karakteristik pasien Kejang demam di Poli Anak Rumah Sakit Tingkat II
Pelamonia Makassar tahun 2018 sebagai berikut:
1. Tipe kejang demam yang paling banyak ditemui adalah kejang demam
sederhana (96%);
2. Kejang demam paling banyak ditemui pada usia <=1 tahun (32%);
3. Kejang demam lebih sering ditemui pada laki-laki daripada perempuan
dengan perbandingan 2:1;
4. Kejang demam paling banyak pada suku Makassar (82%);
5. Kejang demam paling banyak terjadi pada pasien beragama Islam
(98%);
6. Jenis pengobatan yang paling sering digunakan untuk pasien kejang
demam adalah diazepam rectal (82%);
7. Lama perawatan pasien Kejang demam yang paling sering adalah 4
hari (26%).
B. SARAN
Saran untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya penelitian lanjut
dapat dilakukan dengan menggunakan kuisioner sehingga dapat
mengeksplor variabel lain yang biasanya tidak terdapat di rekam medis
78
atau melakukan penelitian analitik. Juga dapat menggunakan metode
kohort prospektif sehingga dapat menilai kejadian kejang demam berulang
pada responden yang diteliti.
Saran bagi petugas pelayanan kesehatan di RS Pelamonia
Makassar, yaitu mengembangkan teknik pencatatan rekam medik
berdasarkan teknologi agar rekam medik pasien lebih aman dan lebih
mudah dicari saat dibutuhkan kembali untuk kepentingan tertentu.
C. KETERBATASAN PENELITIAN
1. Hanya menggunakan rekam medik sehingga hanya sedikit informasi
yang bisa didapatkan.
2. Pengambilan sampel hanya dilakukan satu kali sehigga minim
informasi yang bisa didapatkan oleh peneliti.
3. Penelitian ini hanya menggunakan factor risiko seperti jenis kelamin
dan usia sementara masih ada factor lain yang bisa diteliti seperti
riwayat penyakit keluaga, suhu, dan riwayat penyakit pasien
sebelumnya.
79
DAFTAR PUSTAKA
1. Wardhani, AK. Kejang Demam Sederhana pada Anak Usia Satu Tahun.
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2013; 1(1): 57-63.
2. Gunawan PI, Saharso D. Faktor Risiko Kejang Demam Berulang pada Anak.
Media Medika Indonesiana. 2012; 46(2): 76-79.
3. Fauzia NA. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu Mengenai Kejang demam
di Puskesmas Ciputat Timur 2012 [skripsi]. Jakarta : Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah; 2012.
4. Eskandarifar A, Fatolahpor A, Asadi G, Gaderi I. The Risk Factors in
Children with Simple and Complex Febrile Seizures: An Epidemiological
Study. International Journal Pediatri. 2017; 5 (42): 5138-5143.
5. Kastiano RFD. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Sikap Orang Tua
Dalam Penatalaksanaan Kejang Demam Pada Balita Usia 1-5 Tahun Di
Rumah Sakit Cito Karawang Tahun 2016.
6. Laino D, Mencaroni E, Esposito S. Management of Pediatric Febrile Seizure.
International Journal of Environmental Research and Public Health. 2018;
15(2232): 1-6.
7. Delpisheh A, Veisani Y, Sayehmiri K, Fayyazi A. Febrile Seizures: Etiology,
Prevalence, and Geographical Variation. Iran J Child Neurol. 2014; 8(3):30-
37.
8. Chung S. Ferbrile Seizures. Korean J Pediatr 2014;57(9):384-395.
80
9. Khair AM, Elmagrabi D. Febrile Seizures and Febrile Seizure Syndromes: An
Updated Overview of Old and Current Knowledge. Neurology Research
International. 2015 : 1-7.
10. Arief RF. Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta : RSI Cempaka Putih.
2015; 42(9): 658-661.
11. Fuadi, Bahtera T, Wijayahadi N. Faktor Risiko Bangkitan Kejang demam.
Sari Pediatri. 2010; 12(3): 142-148.
12. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati
ED, Yuliarti K. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia
Edisi II. IDAI; 2011.
13. Rahmawati P, Muldjoharjono H. Meaning of Illness dalam Perspektif
Komunikasi, Kesehatan dan Islam. Jurnal Komunikasi Islam. 2016; 06(2):
326-329.
14. Nindela Rini, dkk. Karakteristik Penderita Kejang Demam di Poli anak
Bagian Anak Rumah Sakit Muhammad Hoesin Palembang. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan. 2014; 1(1): 41-45.
15. Hardika, Made Sebastian Dwi Putra & Mahalini, Dewi Sutriani. Faktor-
Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kejang Demam Berulang pada
Anak di RSUP Sanglah Denpasar. E-Jurnal Medika. 2019; 8(4): 1-9.
16. Irawan, Melissa. Gambaran Deskriptif Penderita Anak dengan Kejang
Demam Sederhana di Rumah Sakit PHC Surabaya tahun 2013 [skripsi].
Surabaya : Prodi Pendidikan Dokter Universitas Katolik Widya Mandala;
2014.
81
17. Han Na Jang & Eun Hye Lee. Impact of Influenza Infection on Febrile
Seizures: Clinical Implication. J Korean Chlid Neurol Soc. 2018; 26(4): 221-
226.
18. Kimia, Amir A. et al. Febrile Seizures : Emergency Medicine Perspective.
Emergency and Critical Care Medicine. 2015; 27(3) : 292-297.
19. Ismet. Kejang Demam. J Kesehatan Melayu. 2017; 1(1): 41-44.
20. Voa-islam. 2009. Masa Keemasan Anak. Available from : https://www.voa-
islam.com/read/muslimah/2009/07/25/456/masa-keemasan-anak/ [Accesed
16 Feb 2020; 09.05 WITA].
21. Media Harapan. 2017. Menyiapkan Generasi Emas berdasarkan Al-Quran
dan Sunnah Available from : https://mediaharapan.com/menyiapkan-generasi-
emas-berdasarkan-al-quran-dan-sunnah/ [Accesed 16 Feb 2020; 09.35
WITA].
22. Yunita Vivit Erdina, et all. Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan
Timbulnya Kejang Demam Berulang pada Pasien yang berobat di Poliklinik
Anak RS DR. M Djamil Padang Periode Januari 2010 – Desember 2012.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(3): 705-709.
23. Purwanti, Okti Sri & Maliya, Arina. Kegawatdaruratan Kejang demam.
Berita Ilmu Keperawatan. 2008; 1(2): 97-100.
24. Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI. Rekomendasi Penatalaksanaan
Kejang Demam. 2016.
82
Lampiran 1
No No.
Register Nama Pasien
Karakteristik
Tipe
Kejang
Demam
Usia Jenis
Kelamin Suku Agama
Jenis
Pengobatan
Lama
Perawatan
1 25 01 88 Rizki Simple 5 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 6 hr
2 27 40 71 Saiyed Al
Ghazali simple 2 th L Makassar islam
Diazepam
rectal 6 hr
3 27 95 52 M. Rifki simple 5 th L Makassar islam Diazepam oral 4 hr
4 28 93 25 Risma Dwi simple 8 th P Makassar Islam Diazepam IV 2 hr
5 29 01 71 Raffi Al-Farth simple 3 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 7 hr
6 29 89 71 Asirah simple 7 th P Makassar Islam Diazepam
rectal 4 hr
7 30 43 01 Sarah Aulia simple 5 th P Makassar Islam Diazepam
rectal 5 hr
8 30 71 09 M. Ghaly Afaya simple 4 th L Makassar islam Diazepam
rectal 5 hr
9 31 65 01 Ratifah Kompleks 3 th P Bugis Islam Diazepam
rectal 4 hr
10 31 65 70 Nur azizah simple 3 th P Makassar Islam Diazepam
rectal 3 hr
11 32 00 84 M. Bagindo Simple 5 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 5 hr
12 32 56 02 Faiqah Z. Simple 1 th P Makassar Islam Diazepam
rectal 5 hr
13 59 34 65 Keyla Adriana Simple 4 th P Makassar Islam Diazepam
rectal 9 hr
14 59 80 58 Nur Aulia Suci Simple 1 th P Makassar Islam Diazepam
rectal 4 hr
15 59 81 59 Dzafira Talita Simple 3 th P Makassar Islam Diazepam IV 4 hr
83
16 60 00 39 M. Farid Simple 1 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 5 hr
17 60 20 59 Kiandra Zhafran Simple 1 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 3 hr
18 60 29 92 Alifa Ayudia Simple 2 th P Selayar Islam Diazepam
rectal 3 hr
19 61 48 21 M. Fairuz Simple 2 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 3 hr
20 61 50 58 Rahman Harun Simple 4 th L Bugis Islam Diazepam
rectal 1 hr
21 61 77 44 Abd. Rahman Simple 4 th L Bugis Islam Diazepam
rectal 5 hr
22 61 77 80 M. Aslam Simple 4 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 4 hr
23 61 90 57 M. Arsyad Simple 1 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 4 hr
24 61 93 49 M. Aditya Simple 2 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 5 hr
25 62 08 03 M. Arifin Coni Simple 1 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 6 hr
26 62 21 66 Reski Ramadhan Simple 5 th L Makassar Islam Diazepam IV 2 hr
27 62 26 40 M. Adnan Simple 2 bl L Makassar Islam Diazepam
rectal 5 hr
28 62 28 49 Yudhistira Simple 6 th L Makassar Islam Diazepam IV 2 hr
29 62 39 33 Abizar Faizar Simple 1 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 7 hr
30 62 41 15 Ibrohim Simple 3 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 3 hr
31 62 53 55 M. Raihan Simple 1 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 3 hr
32 62 53 69 Fauzan Simple 7 bl L Makassar Islam Diazepam oral 3 hr
33 62 58 99 M. Fahri Simple 5 th L Bugis Islam Diazepam
rectal 3 hr
84
34 62 68 13 M. Faisal Simple 9 bl L Makassar Islam Diazepam oral 2 hr
35 62 71 80 M. Nizam Simple 3 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 4 hr
36 62 86 67 Nur labibah Simple 1 th P Bugis Islam Diazepam
rectal 10 hr
37 62 95 56 Nur Aulia Putri Simple 2 th P Bugis Islam Diazepam
rectal 5 hr
38 62 99 79 Kayla Simple 2 th P Makassar Islam Diazepam IV 5 hr
39 63 12 95 Aiman simple 5 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 5 hr
40 63 27 22 M. Fathur
Rahman Simple 4 th L Bugis Islam
Diazepam
rectal &
Diazepam oral
5 hr
41 63 34 68 M. Arkam Simple 2 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 7 hr
42 63 35 28 Ghasia Hafizah Simple 9 bl P Makassar Islam Diazepam
rectal 4 hr
43 63 54 67 Dion Silis Pedro Simple 3 th L Toraja Kristen Diazepam
rectal 6 hr
44 63 60 01 Nurfadillah Simple 2 th P Makassar Islam Diazepam
rectal 4 hr
45 63 73 43 Aprilia Kompleks 7 th P Makassar Islam Diazepam
rectal 4 hr
46 63 73 44 Awal Simple 1 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 5 hr
47 63 93 42 M. Basira
Syaputra Simple 5 bl L Makassar Islam
Diazepam
rectal 6 hr
48 63 98 85 M. Farham Simple 1 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 7 hr
49 63 99 14 M. Al Fajrin Simple 3 th L Makassar Islam Diazepam
rectal 4 hr
50 64 04 18 Erlita Simple 11
bl P Makassar Islam
Diazepam
rectal 4 hr
85
Lampiran 2
Frequencies
Statistics
TKD Usia JK Suku Agama PO LP
N Valid 50 50 50 50 50 50 50
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 2.9000 4.6800
Median 2.5000 4.0000
Frequency Table
TKD
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kompleks 2 4.0 4.0 4.0
Simple 48 96.0 96.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 16 32.0 32.0 32.0
2.00 9 18.0 18.0 50.0
3.00 8 16.0 16.0 66.0
4.00 6 12.0 12.0 78.0
5.00 7 14.0 14.0 92.0
6.00 1 2.0 2.0 94.0
7.00 2 4.0 4.0 98.0
8.00 1 2.0 2.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
86
JK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid L 33 66.0 66.0 66.0
P 17 34.0 34.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Suku
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Bugis 8 16.0 16.0 16.0
Makassar 41 82.0 82.0 98.0
Toraja 1 2.0 2.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Agama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Islam 49 98.0 98.0 98.0
Kristen 1 2.0 2.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
PO
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Diazepam IV 5 10.0 10.0 10.0
Diazepam oral 3 6.0 6.0 16.0
Diazepam rectal 41 82.0 82.0 98.0
Diazepam rectal &
Diazepam oral
1 2.0 2.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
87
LP
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 1 2.0 2.0 2.0
2.00 4 8.0 8.0 10.0
3.00 8 16.0 16.0 26.0
4.00 13 26.0 26.0 52.0
5.00 12 24.0 24.0 76.0
6.00 4 8.0 8.0 84.0
7.00 4 8.0 8.0 92.0
9.00 3 6.0 6.0 98.0
10.00 1 2.0 2.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
88
89