MAKNA MATERIAL TRADISI PUPUTAN PADA MASYARAKAT JAWA DI
DUSUN IX KAMPUNG RUKTI HARJO
KECAMATAN SEPUTIH RAMAN
Skripsi
Oleh
Febrianti Putri
FALKUTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
MAKNA MATERIAL TRADISI PUPUTAN PADA MASYARAKAT JAWA DI
DUSUN IX KAMPUNG RUKTI HARJO
KECAMATAN SEPUTIH RAMAN
Oleh
Febrianti Putri
Salah satu tradisi setelah kelahiran yang hingga saat ini masih dilaksanakan oleh
masyarakat Jawa di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo yaitu Tradisi Puputan. Tradisi
Puputan dilaksanakan setelah putusnya tali pusar pada bayi, biasanya sebelum
seminggu bahkan lebih dari seminggu, namun apabila tali pusar sudah mengering
kemudian dibungkus dengan kain putih, lalu disimpan. Rumusan masalah penelitian
adalah apa makna tersirat dan tersurat material Tradisi Puputan? Tujuan penelitian
mengetahui makna tersirat dan tersurat material Tradisi Puputan. Metode
heurmenetika dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data wawancara,
observasi, dokumentasi dan kepustakaan. Teknik analisis data kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna material Tradisi Puputan yang terdapat
pada masyarakat Jawa mengenai kelahiran dapat dilihat melalui simbol-simbol yaitu
ketumbar simbol rahim wanita dan harapan agar menjadi perempuan yang memiliki
watak gemati, merica simbol benih laki-laki dan harapan agar menjadi laki-laki yang
bertanggung jawab, gedang rojo simbol doa ambeg adil paramarta berbudi bawa
leksana, widara, awar-awar girang simbol anti sawan, daun nanas simbol ular agar
anak selalu terlindungi, kemarung sebagai benteng, telur simbol embrio, jenang putih
simbol bibit ayah, jenang merah simbol bibit ibu, jenang barobaro simbol anak, sega
golong simbol tekad kang gumolong dadi sawiji, jajan pasar simbol kekayaan, urap
(kacang panjang simbol umur, bayam simbol ayem tentrem, kecambah simbol benih),
tumbak sewu, coreng hitam putih, lawe dan batu gilig simbol benteng.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu tali puasar bayi yang merupakan bagian dari
sedulur papat limo pancer ini wajib kita jaga untuk menyelaraskan diri kita
(mikrokosmos) sebagai bagian dari jagad besar (makrokosmos) dan sekaligus
pengendalian diri kita atas nafsu-nafsu yang tidak baik dengan cara melaksanakan
Tradisi Puputan dengan berbagai material yang digunakan.
Kata kunci: makna, material, tradisi puputan
MAKNA MATERIAL TRADISI PUPUTAN PADA MASYARAKAT JAWA DI
DUSUN IX KAMPUNG RUKTI HARJO
KECAMATAN SEPUTIH RAMAN
Oleh
Febrianti Putri
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Judul Skripsi : MAKNA MATERIAL TRADISI PUPUTAN
PADA MASYARAKAT JAWA DI DUSUN IX
KAMPUNG RUKTI HARJO KECAMATAN
SEPUTIH RAMAN
Nama Mahasiswa : Febrianti Putri
Nomor Pokok Mahasiswa : 1413033025
Program Studi : Pendidikan Sejarah
Jurusan : Pendidikan IPS
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Risma M. Sinaga, M.Hum. Muhammad Basri, S.Pd.,M.Pd.
NIP 19620411 198603 2 001 NIP19731120200501 1 001
2. Mengetahui
Ketua Jurusan Ketua Program Studi
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Pendidikan Sejarah
Drs. Zulkarnain, M.Si. Drs. Syaiful. M,Si.
NIP 19600111 198703 1 001 NIP 19610703 198503 1 004
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua :Dr. Risma M.Sinaga, M.Hum. ………….
Sekretaris : Muhammad Basri, S.Pd.,M.Pd. .................
Penguji
Bukan Pembimbing : Hendry Susanto, S.S, M.Hum. .................
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd
NIP 19620804 198905 1 001
Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 17 Desember 2018
PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA
Yang bertanda tangan dibawah ini:
nama : Febrianti Putri
NPM : 1413033025
jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
program studi : Pendidikan Sejarah
Menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang telah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Bandar Lampung,
Pemberi Pernyataan
Febrianti Putri
NPM 1413033025
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kampung Rukti Harjo Kecamatan Seputih
Raman Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 21 Januari 1996,
bertepatan. Penulis merupakan anak bungsu dari empat bersaudara,
buah hati dari pasangan Bapak Haryoto dan Ibu Nurmiwati.
Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 2 (SDN2) Rukti Harjo
Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2002. Pada
tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri
(SMPN) 1 Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah. Penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Kotagajah
pada tahun 2011 dan selesai pada tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis terdaftar
sebagai mahasiswa di Universitas Lampung pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan
Sejarah melalui jalur SNMPTN.
Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Selain itu
penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung Sidoarjo. Pada tahun
yang sama penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA N 2
Blambangan Umpu.
PERSEMBAHAN
Terucap Syukur kehadirat Allah SWT, kupersembahkan karya ini
Sebagai tanda cinta, kasih sayang dan baktiku kepada:
Bapak ku Haryoto, Ibu ku Nurmiwati
Kakakku Pragola Putra, Nurita Anggraini, dan Nurina Anggraini
Yang selalu mendukungku
Dalam menggapai cita-cita dan
Yang telah menjadi segala sumber dari semangatku
Para pendidik dan sahabat-sahabatku yang memberikan semangat
untukku serta almamaterku tercinta
MOTTO
Yakinlah, akan ada sesuatu yang menantimu selepas banyak kesabaran
(yang kau jalani), yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa
betapa pedihnya rasa sakit.
(Ali Bin Abi Thalib)
Harapan adalah tiang yang menyangga dunia.
(Pliny the Elder)
SANWACANA
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “MAKNA
MATERIAL TRADISI PUPUTAN PADA MASYARAKAT JAWA DI DUSUN
IX KAMPUNG RUKTI HARJO KECAMATAN SEPUTIH RAMAN”.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
yang selalu kita nantikan syafaat-Nya di hari akhir kelak.
Penulis menyadari akan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, sehingga
mendapat banyak bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam
kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Sunyono, M.Si., Wakil Dekan I Bidang Akademik dan Kerjasama
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd., Wakil Dekan II Bidang Umum dan Keuangan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
4. Bapak Dr. Riswanti Rini, M.Si., Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
6. Bapak Drs. Syaiful M, M. Si., Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah yang
telah membantu memberikan masukan, kritik dan saran selama proses
perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi. Terimakasih Pak.
7. Ibu Dr. Risma M.Sinaga, M.Hum., sebagai pembimbing utama yang telah sabar
membimbing dan memberi masukan serta saran yang sangat bermanfaat
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terimakasih Ibu.
8. Bapak Muhammad Basri, S.Pd.,M.Pd., pembimbing kedua dalam skripsi ini yang
telah memberikan bimbingan, sumbangan pikiran, kritik dan saran selama
perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi. Terimakasih Bapak.
9. Bapak Hendry Susanto, S.S, M.Hum. dosen pembahas yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran, serta nasihat dalam
proses perkuliahan dan proses penyelesaian skripsi. Terimakasih Pak.
10. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Drs. Maskun, M.H.,
Drs. Iskandar Syah, M.H., Drs. Ali Imron, M.Hum., Drs. Wakidi, M.Hum., Drs.
Tontowi, M.Si., Suparman Arif, S.Pd. M.Pd., Yustina Sri Ekwandari, S.Pd,
M.Hum., Cheri Saputra, S.Pd, M.Pd., Miristica Imanita, S.Pd, M.Pd., Marzius
Insani, S.Pd, M.Pd., Valensy Rachmedita, S.Pd, M.Pd., Sumargono S.Pd, M.Pd.,
Anisa Septianingrum S.Pd, M.Pd., dan para pendidik di Unila pada umumnya
yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi
mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah.
11. Masyarakat Jawa di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo yang telah bersedia
sebagai subjek dalam penelitian.
12. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Sejarah 2014 Yuni Lutfiani Latifa,
Rahmawati, Ririn Safitri, Tri Mulyani, Ade Prabowo, Muhammad Rinaldy, Yoga
Fernando Rizky, Carlos Hendrawan, Sulaiman Abdul Razak, Wayan Winda
Angel, Rudi Salam, Siti Halimah dan teman-temanku lainnya yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
13. Kakak tingkat yang selalu membantuku kak Retnia, kak Kadek dan kak Regiano.
14. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih.
Semoga ALLAH SWT membalas segala amal kebaikan kita. Penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Bandar Lampung, September 2018
Penulis
Febrianti Putri
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ......................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xvix
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2. Analisis Masalah ...................................................................... 4
1.3. Rumusan Masalah .................................................................... 5
1.4. Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian dan Ruang Lingkup .... 5
1.4.1. Tujuan Penelitian ............................................................. 5
1.4.2. Kegunaan Penelitian ........................................................ 5
1.4.3. Ruang Lingkup Penelitian ................................................ 6
REFERENSI
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka ..................................................................... 9
2.1.1 Konsep Masyarakat Jawa ................................................ 9
2.1.2 Konsep Kelahiran Bayi Pada Masyarakat Jawa .............. 10
2.1.3 Konsep Material ............................................................ 22
2.1.4 Konsep Tradisi Puputan ................................................. 24
2.1.5 Konsep Makna ............................................................... 25
2.2 Kerangka Pikir ....................................................................... 27
2.3 Paradigma .............................................................................. 28
REFERENSI
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ................................................................... 31
3.2 Lokasi Penelitian .................................................................... 32
3.3 Variabel Penelitian ................................................................. 32
3.4 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 33
3.5.1.Wawancara .................................................................... 33
3.5.1.1.Informan ............................................................ 34
3.5.2.Observasi ....................................................................... 36
3.5.3.Dokumentasi .................................................................. 36
3.5.4.Studi Pustaka ................................................................. 36
xiv
3.5 Teknik Analisis Data .............................................................. 37
3.6.1.Reduksi Data ................................................................. 37
3.6.2.Data Display (Penyajian Data) ....................................... 37
3.6.3.Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi............................ 38
REFERENSI
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian ...................................................................... 40
4.1.1.Gambaran Umum Daerah Penelitian ............................... 40
4.1.1.1.Sejarah Kampung Rukti Harjo ............................ 40
4.1.1.2.Letak dan Batas Administrasi .............................. 42
4.1.1.4.Struktur Pemerintahan Kampung Rukti Harjo ...... 43
4.2.1.Deskripsi Hasil Penelitian .............................................. 45
4.2.1.1 Tradisi Kelahiran di Dusun IX Kampung Rukti
Harjo ................................................................... 45
4.2.1.2 Tradisi Puputan di Dusun IX Kampung Rukti
Harjo ................................................................... 46
4.2.1.3 Waktu Pelaksanaan Tradisi Puputan ................... 48
4.2.1.4 Pihak-pihak yang Terlibat pada Tradisi Puputan . 50
4.2.1.5 Prosesi Tradisi Puputan ....................................... 50
4.2.1.7 Makna Tradisi Puputan ....................................... 56
4.2.1.8 Makna Material Tradisi Puputan .........................
........................ 63
1. Bagian Tumbuhan ......................................... 63
2. Makanan ........................................................ 78
3. Bumbu Dapur ................................................ 94
4. Pewarna ......................................................... 95
5. Benang .......................................................... 96
6. Batu ............................................................... 98
4.2.1.8.2 Makna Tersurat Material ..................... 100
1. Bagian Tumbuhan ......................................... 100
2. Makanan ........................................................ 104
3. Bumbu Dapur ................................................ 109
4. Pewarna ......................................................... 110
5. Benang .......................................................... 110
6. Batu ............................................................... 111
4.2. Pembahasan ........................................................................... 112
4.2.1.Analisis Kelahiran Bayi Pada Masyarakat Jawa .............112
4.2.2.Analisis Makna Material Tradisi Puputan ......................120
4.2.2.1 Analisis Makna Tersirat Pada Material Tradisi
Puputan ............................................................. 120
4.2.2.2 Analisis Makna Tersurat Pada Material Tradisi
Puputan ............................................................. 134
4.2.2.3 Makrokosmos dan Mikrokosmos Tradisi Puputan137
REFERENSI
63
4.2.1.8.1 Makna Tersirat Material
xv
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ........................................................................... 142 5.2. Saran .................................................................................... 144
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.1 Jumlah penduduk Kampung Rukti Harjo berdasarkan suku ........... 2
Tabel 4.1 Susunan Kepala Kampung di Kampung Rukti Harjo,
Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah ............. 41
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1. Foto bayi yang sudah lepas tali pusarnya .............................................. 51
4.2. Foto ketumbar ...................................................................................... 63
4.3. Foto merica .......................................................................................... 66
4.4. Foto pisang raja.................................................................................... 69
4.5. Foto daun widara, awar-awar, dan girang ............................................. 73
4.6. Foto daun nanas yang diolesi hitam dan putih ...................................... 76
4.7. Foto duri kemarung .............................................................................. 77
4.8. Foto telur ............................................................................................. 79
4.9. Foto jenang putih ................................................................................. 81
4.10. Foto jenang abang ............................................................................... 82
4.11. Foto jenang baro-baro .......................................................................... 85
4.12. Foto sega golong .................................................................................. 89
4.13. Foto jajan pasar .................................................................................... 90
4.14. Foto urap ............................................................................................. 91
4.15. Foto bumbu dapur ................................................................................ 94
4.16. Foto coreng-coreng hitam putih............................................................ 95
4.17. Foto benang lawe ................................................................................. 97
4.18. Foto batu gilig ...................................................................................... 98
4.19. Foto ketumbar ...................................................................................... 100
4.20. Foto merica .......................................................................................... 100
4.21. Foto pisang raja.................................................................................... 101
4.22. Foto daun widara, awar-awar, dan girang ............................................. 102
4.23. Foto daun nanas yang diolesi hitam dan putih ...................................... 103
4.24. Foto duri kemarung .............................................................................. 104
4.25. Foto telur ............................................................................................. 105
4.26. Foto jenang putih, abang, baro-baro ..................................................... 106
4.27. Foto sega golong .................................................................................. 107
4.28. Foto jajan pasar .................................................................................... 107
4.29. Foto urap ............................................................................................. 109
4.30. Foto tumbak sewu ................................................................................ 109
4.31. Foto coreng-coreng hitam putih............................................................ 110
4.32. Foto benang lawe ................................................................................. 111
4.33. Foto batu gilig ...................................................................................... 111
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Pedoman wawancara .................................................................................. 150
Tabulasi hasil wawancara ............................................................................ 152
Foto wawancara dengan informan ................................................................ 181
Rekapitulasi informan ................................................................................... 184
Surat tindak kajian judul ............................................................................... 186
Surat rekomendasi menjadi pembahas .......................................................... 187
Surat izin penelitian ...................................................................................... 188
Surat balasan kepala kampung ..................................................................... 189
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Daur hidup adalah peristiwa-peristiwa di sekitar hidup individu. Hal ini
dapat kita lihat pada masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa
dewasa, saat perkawinan, setelah perkawinan dan kematian.
Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan adanya peralihan-peralihan
dalam kehidupan manusia. Pada saat-saat peralihan ini diliputi oleh
kekhawatiran, karena si anak mengalami suatu perubahan, baik perubahan
fisik maupun perubahan mental. Biasanya anak tersebut mengalami
perubahan fisik berupa peningkatan suhu badan, gelisah, dan sering
menangis. Oleh karena itu, pada saat-saat peralihan diadakan tradisi
slamatan yang maksudnya untuk menangkal hal-hal yang tidak diinginkan.
Masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang masih menjunjung tinggi
nilai-nilai tradisi yang diwariskan oleh nenek moyangnya, mereka masih
melaksanakan tradisi-tradisi yang berkaitan dengan daur hidup manusia.
Berdasarkan pendapat Sutiyono (2013:43):
“Secara umum, tradisi slamatan pada masyarakat suku Jawa dibedakan
menjadi empat, slamatan siklus hidup manusia terdiri dari slamatan
kehamilan (Neloni, Mitoni, Procotan), slamatan kelahiran (Brokohan,
Puputan, Bubaran), slamatan perkawinan (Midodareni,
2
Sepasaran, Tingkeban), slamatan kematian (Surtanah, Telung dinane,
Patang puluh dinane, Satus dinane, Setahun, Rong tahun dan Nyewu).
Tradisi dalam slamatan kelahiran adalah Puputan, yang diperuntukan pada
seorang bayi untuk memohon keselamatan, selain itu juga berfungsi
menjaga kesehatan bayi karena pusar bayi harus bersih. Biasanya Tradisi
Puputan dilakukan setelah tali pusar lepas. Tali pusar yang sudah
mengering akan terlepas dengan sendirinya, kemudian dibungkus dengan
kain putih, lalu disimpan. Dalam beberapa kasus pada masyarakat tali pusar
tersebut direndam dalam segelas air dan diminum airnya bila si bayi sakit.
Tradisi Puputan tersebut dapat dijumpai di Kampung Rukti Harjo,
Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah. Berdasarkan
monografi, Kampung Rukti Harjo, Kecamatan Seputih Raman, memiliki
jumlah penduduk 6.013 jiwa yang terbagi dalam 1.824 Kepala Keluarga
(KK). Kampung Rukti Harjo, Kecamatan Seputih Raman secara wilayah
dibagi dalam 9 Dusun dengan mayoritas masyarakatnya bersuku Jawa.
Jumlah penduduk yang terdapat di Kampung Rukti Harjo, Kecamatan
Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah terbagi lagi menjadi beberapa
suku, diantaranya:
Tabel 1.1 Jumlah penduduk Kampung Rukti Harjo berdasarkan suku
No. Suku Jumlah (orang)
1. Jawa 5.123
2. Bali 556
3. Sunda 128
4. Padang 112
5. Lampung 69
6. Lainnya 25
3
Jumlah 6.013
Sumber: Monografi Kampung Rukti Harjo tahun 2017
Fenomena yang terjadi pada masyarakat Jawa di daerah tersebut yaitu
masyarakat percaya bahwa orangtua wajib melaksanakan tradisi puputan,
karena mereka percaya tradisi tersebut sakral dan bila tidak mengadakan
tradisi ini maka anak tersebut dapat terkena sawan selain itu masyarakat
juga percaya bahwa peringatan ini diadakan agar tercipta keseimbangan dan
keselerasan. Bagi masyarakat yang meyakininya, peringatan ini diadakan
untuk menjamin keselarasan atau keseimbangan tersebut.
Tradisi Puputan merupakan pengingat bahwa sang anak sudah bertambah
umur, yang berarti bahwa si anak mengalami suatu perubahan,baik
perubahan fisik maupun perubahan batin atau mental. Perubahan fisik
berupa peningkatan suhu badan, gelisah dan sering menangis. Meskipun
dianggap sebagai hal biasa dan tidak perlu dikhawatirkan, namun
masyarakat Jawa menganggap bahwa hal ini terkait dengan hal-hal gaib.
Orang Jawa melihat bahwa arus pertumbuhan ke arah kedewasaan itu
merupakan serangkaian babak yang semakin mengurangi kerawanan untuk
diserang oleh roh-roh jahat.
Seseorang yang secara psikologis kuat, akan mampu bertahan terhadap
serangan mereka. Tetapi daya tahan seorang anak atau bayi masih belum
berkembang, oleh sebab itu, masyarakat Jawa melaksanakan tradisi
Puputan sebagai bagian dari upaya untuk menghindarkan anak dan
keluarganya dari hal-hal yang dianggap dapat mengancam keselamatannya.
Tradisi Puputan hingga kini masih dilaksanakan oleh masyarakat Jawa,
4
salah satunya masyarakat Jawa yang ada di Kampung Rukti Harjo,
Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah, mereka
merupakan masyarakat transmigran yang banyak yang berasal dari daerah
Jawa. Tradisi Puputan juga memiliki makna-makna tersendiri, yang
membawa nilai-nilai moral dan sosial yang berguna bagi perjalanan
kehidupannya generasi penerusnya kelak. Masyarakat percaya bila
material-material Tradisi Puputan memiliki makna oleh sebab itu
masyarakat selalu mengadakan tradisi ini menggunakan material yang
lengkap, untuk memohon keselamatan bagi bayi dan orangtuanya. Jika
material tidak lengkap masyarakat percaya bahwa bayi tersebut tidak akan
dilindungi dengan baik oleh pemomongnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis bermaksud mengadakan penelitian
untuk mengetahui lebih jauh mengenai makna material pada Tradisi
Puputan di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo, Kecamatan Seputih Raman
sehingga masyarakat setempat lebih menghargai dan dapat melestarikan
tradisi ini.
1.2. Analisis Masalah
Fokus permasalahan penelitian ini adalah makna tersirat dan tersurat
material di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo, Kecamatan Seputih Raman.
5
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan analisis masalah, maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut, apa makna tersirat dan tersurat material Tradisi Puputan di Dusun
IX, Kampung Rukti Harjo, Kecamatan Seputih Raman?
1.4. Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna tersirat dan tersurat
material Tradisi Puputan di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo, Kecamatan
Seputih Raman.
1.4.2. Kegunaan Penelitian
Setiap penelitian tentunya mempunyai kegunaan pada pihak-pihak yang
membutuhkan, adapun kegunaan dalam penelitian ini antara lain:
1.4.2.1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan sumbangan
pengetahuan dalam rangka pengembangan ilmu pegetahuan
khususnya ilmu-ilmu sosial dan budaya mengenai makna tersirat
dan tersurat material Tradisi Puputan di Dusun IX, Kampung
Rukti Harjo, Kecamatan Seputih Raman.
6
1.4.2.2. Secara Praktis
a. Bagi Pembaca
Memberikan informasi kepada peminat kebudayaan yang ingin
mengetahui tentang makna tersirat dan tersurat material Tradisi
Puputan di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo, Kecamatan Seputih
Raman.
b. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan bagi peneliti mengenai makna tersirat dan tersurat
material Tradisi Puputan di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo,
Kecamatan Seputih Raman.
1.4.3. Ruang Lingkup Penelitian
Sasaran dan tujuan penulis mencakup:
1. Obyek Penelitian : Makna tersirat dan tersurat material meliputi
material yang dipakai pada pelaksanaan Tradisi Puputan di Dusun IX,
Kampung Rukti Harjo, Kecamatan Seputih Raman.
2. Subyek Penelitian : Masyarakat Jawa di Dusun IX, Kampung Rukti
Harjo, Kecamatan Seputih Raman.
3. Tempat Penelitian : Dusun IX, Kampung Rukti Harjo, Kecamatan
Seputih Raman.
7
4. Waktu penelitian : Tahun 2018
5. Disiplin Ilmu : Antropologi Budaya
8
REFERENSI
Buku Besar Monografi Kampung Rukti Harjo tahun 2017.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan
menjadi topik penelitian. Dimana dalam penelitian ini akan dicari konsep-
konsep yang dapat dijadikan landasan teori bagi penelitian yang akan
dilakukan. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian :
2.1.1. Konsep Masyarakat Jawa
Masyarakat Jawa adalah salah satu suku yang ada di Indonesia. Masyarakat
Jawa adalah penduduk terbanyak dibandingkan dengan penduduk pulau
lain, akan tetapi masyarakat Jawa menyebar keseluruh wilayah kepulauan
Indonesia. Menurut Koentjaraningrat (2009:116) istilah masyarakat sendiri
berasal dari kata Arab syaraka yang berarti “ikut serta, berpartisipasi”.
Koentjaranirat menjelaskan bahwa ikatan yang membuat suatu kesatuan
manusia menjadi suatu masyarakat adalah pola tingkah laku yang khas
mengenai semua faktor kehidupannya dalam batas kesatuan itu.
Koentjaraningrat menjelaskan bahwa, masyarakat Jawa yaitu sekumpulan
manusia Jawa yang saling berinteraksi menurut sistem adat istiadat tertentu
yang bersifat continu dan terikat oleh suatu identitas bersama. Masyarakat
Jawa menurut Suseno (1999:11) adalah orang yang bahasa ibunya adalah
bahasa Jawa yang sebenarnya itu. Jadi orang Jawa adalah penduduk asli
10
bagian tengah dan timur Pulau Jawa yang berbahasa Jawa. Di zaman
sekarang banyak orang Jawa hidup di pulau-pulau lain. Menurut pendapat
Sardjono (1995:13-14) masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat
yang ada di Indonesia, mereka hidup tinggal di pulau Jawa khususnya Jawa
Tengah dan Jawa Timur akan tetapi mereka juga hidup tersebar hampir di
seluruh kepulauan di Indonesia ini.
Berdasarkan pendapat tersebut, masyarakat Jawa merupakan sekelompok
orang dari suku Jawa yang tinggal bersama-sama disuatu tempat dengan
menggunakan bahasa Jawa yang terikat dengan aturan-aturan yang
disepakati bersama sebagai orang Jawa untuk melangsungkan hidupnya.
Jadi yang dimaksud masyarakat Jawa dalam penelitian ini adalah
masyarakat Jawa yang tinggal di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo,
Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah yang menjadi
subjek penelitian.
2.1.2. Konsep Kelahiran Bayi Masyarakat Jawa
Slametan seringkali ditemukan dalam masyarakat Jawa, salah satunya
yaitu terkait kelahiran bayi. Siklus kehidupan ini sangat dihormati dan
ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan suami istri. Ketika keluarga
dikaruniai jabang bayi, berbagai tradisipun akan diselenggarakan sebagai
wujud rasa syukur. Sebagian besar masyarakat Jawa beragama Islam, akan
tetapi mereka tetap menonjolkan kejawennya. Salah satu tradisi yang
paling populer di masyarakat Jawa adalah slametan yang dilaksanakan
setiap peristiwa penting dalam kehidupan seseorang. Hal ini didasarkan
11
pada keyakinan masyarakat Jawa, bahwa slametan merupakan sarana
spiritual yang dapat mengeluarkan dari segala bentuk krisis kehidupan
serta memberikan berkah. Kata ”slametan” berasal dari kata dasar
”slamet” yang dipinjam dari kata bahasa Arab yakni ”salamah” (salamat)
yang bermakna ”damai” atau ”selamat”. Selaras dengan pengertian
diatas, maka tujuan ”slametan” adalah untuk mengharapkan terciptanya
keadaan sejahtera, aman dan bebas dari gangguan makhluk yang nyata
dan juga makhluk halus. Menurut Purwadi (2012: 583) menjelaskan
bahwa upacara merupakan gotong royong tolong menolong yang
berhubungan dengan religi atau kepercayaan yang hidup dalam masyarakat
pada umumnya, berkaitan dengan kematian, bersih desa, selamatan,
kelahiran, perkawinan, dan sebagainya. Manusia menghadapi dunia gaib
dengan berbagai macam perasaan, perasaan tersebut mendorong manusia
untuk melakukan berbagai tindakan yang bertujuan untuk mencari
hubungan dengan dunia gaib, sehingga melakukan suatu perbuatan yang
sehubungan dengan keagamaan. Slametan bertujuan mencari hubungan
manusia dengan Tuhan, dewa-dewa atau makhluk halus yang mendiami
alam gaib. Dimana slametan terdiri dari : berdoa, bersujud, bersaji, makan
bersama. Menurut Herusatoto (1987: 27) dapat diperjelas bahwa setiap
upacara selalu menyajikan material disetiap penyelenggaraan upacara adat,
hal tersebut dimaksudkan supaya tidak terjadi hal yang diinginkan.
Kelahiran merupakan hasil reproduksi yang nyata atau bayi lahir hidup
dari seorang wanita atau sekelompok wanita, kelahiran juga salah satu
komponen pertumbuhan penduduk yang bersifat menambah jumlah
12
penduduk. Pertambahan jumlah penduduk ditandai dengan lahirnya bayi
hidup dari seseorang wanita, dimana hal tersebut dapat diketahui melalui
pendataan sensus penduduk. Dari beberapa pendapat diatas, dapat
dijelaskan bahwa upacara Kelahiran merupakan serangkaian upacara atau
kegiatan yang berkaitan dengan peristiwa penting dalam kehidupan orang
Jawa termasuk kelahiran seorang bayi dari seorang perempuan demi
mencapai ketenteraman hidup lahir batin seorang bayi dan terhindar
dari segala hal yang tidak baik dalam kehidupannya. Pelaksanaan upacara
kelahiran merupakan salah satu tradisi orang Jawa dan sudah dijadikan
sebagai adat, sehingga pelaksanaanya pun terikat. Keterikatan tersebutlah
yang menjadikan upacara kelahiran sebagai bentuk kearifan local.
Adapun tradisi slametan terkait kelahiran bayi (rites of passage) dalam
masyarakat Jawa, yakni:
1. Mitoni atau Tingkeban
Tradisi mitoni atau tingkeban merupakan slametan untuk memperingati
kehamilan pada usia tujuh bulan. Istilah mitoni diambil dari kata
”pitu” yang berarti bilangan tujuh. Disamping itu, kata ”pitu”
merupakan singkatan dari ”pitulong” yang bermakna meminta
pertolongan. Oleh karena itu, slametan mitoni diadakan dengan
tujuan meminta pertolongan kepada Tuhan YME agar si jabang bayi
lahir dengan selamat dan diberi kesehatan jasmani maupun rohani.
Slametan ini juga dikenal dengan ”tingkeban” yang artinya ”sudah
genap”. Maksudnya bayi sudah memasuki waktu yang bisa
13
dianggap wajar untuk lahir. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa usia
kandungan tujuh bulan, bentuk bayi sudah sempurna. Tradisi ini sebagai
sarana untuk memperkenalkan seorang wanita Jawa kepada
kehidupan sebagai ibu. Oleh karena itu, upacara mitoni
dilaksanakan untuk menyambut kehadiran anak pertama. Acara-acara
dalam slametan mitoni diawali dengan khataman al-Qur’an pada pagi
hari. Sementara malam harinya diisi dengan pembacaan beberapa kitab
al-maulid/manaqib. Serangkaian acara tersebut, bertujuan agar anak
yang akan lahir kelak selalu menggunakan al-Qur’an sebagai pedoman
hidup dan meneladani Rasulullah serta tokoh-tokoh ulama.
Sebagaimana firman Allah SWT.
Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari
padanya dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang
kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu
mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa
ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat,
keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya
seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak
yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang yang
bersyukur". (QS. Al-A’raf [7]: 189.
Masyarakat Jawa menonjolkan sisi kejawenannya pada setiap
tradisi, begitu juga dalam hal penyajian makanan sebagai ciri khas.
Dalam mitoni ada beberapa makanan khas yang hanya ditemui pada
tradisi ini. Adapun makanannya serta maknanya adalah sebagai berikut:
Sepiring nasi untuk setiap tamu dengan nasi putih diatas dan
nasi kuning dibawah. Nasi putih simbol kesucian, sementara nasi
kuning simbol cinta.
14
Nasi campur dengan kelapa parutan dan ayam irisan.
Dimaksudkan untuk menghormati Nabi Muhammad SAW maupun
untuk menjamin keselamatan semua peserta dan anak yang bakal
lahir.
Tujuh tumpeng kecil nasi putih, melambangkan tujuh bulan
kehamilan. Delapan (kadang-kadang sembilan) bola nasi putih
yang dibentuk dengan genggaman tangan untuk melambangkan
delapan atau sembilan wali (penyebar agama Islam di Indonesia).
Sebuah tumpeng nasi yang besar (tumpeng kuat) dibuat dari
beras ketan, sebagai simbol agar anak yang dalam kandungan itu
kuat.
Tiga jenis bubur: putih, merah (dibuat dengan menambahkan gula
kelapa), dan suatu campuran dari keduanya (putih diseputar
bagian luar, sedang yang merah ditengah piring). Bubur putih
melambangkan ”air” sang ibu, merah berarti ”air” ayah, dan
campuran keduanya (disebut bubur sengkala yang harfiah berarti
bubur malapetaka) dianggap sangat mujarab untuk mencegah
masuknya makhluk halus jenis apapun.
Rujak legi adalah suatu ramuan yang sedap dari berbagai buah-
buahan, cabai, bumbu-bumbu dan gula. Konon, bila rujak terasa
”pedas” atau ”sedap”, si ibu akan melahirkan anak perempuan,
begitupun sebaliknya.
Bagi para calon ibu ada beberapa pantangan, Tjakraningra (2008:
39) mengatakan Yen nggarbini (meteng 7 wulan) ora keno nganggo:
15
suweng, ali-ali, gelang, kalung lan kembang. Maksudnya, wanita yang
hamil tujuh bulan, tidak diperbolehkan memakai perhiasan dan
sejenisnya. Hal ini dikarenakan masyarakat Jawa yakin bahwa
perhiasan itu dapat mempengaruhi kepribadian si bayi kelak. Jika
hal ini dilanggar, tanpa disadari si ibu telah mengajarkan bayinya untuk
senang akan kemewahan dan bersikap sombong serta pikir dan perilaku
untuk senantiasa hidup sederhana dengan disimbolkan prosesi
menanggalkan perhiasan pada tubuh calon ibu.
2. Membumikan Ari-ari
Ketika dalam kandungan, bayi mendapatkan nutrisi makanan dan
oksigen dari ibu, melalui alat istimewa yang dikenal dengan ari-ari atau
placenta. Ari-ari berkembang dari selaput-selaput lipatan yang sama dari
tempat terbentuknya bayi. Bentuk ari-ari seperti sebuah cendawan
dengan tali yang panjang melekat di tengah-tengah, biasa dikenal
dengan tali pusar. Selain ari-ari, ada selaput-selaput lipatan yang serupa
sebagai pelindung bayi dari bahaya kuman-kuman. Selaput tersebut
menyelubungi janin dengan berisi cairan terang yang berfungsi untuk
melindungi bayi dari rudapaksa dan juga memberi kelonggaran baginya
agar bisa bergerak dengan leluasa di dalam cairan itu. Selubung
bayi tersebut, dikenal dengan ”kantung air” (Jawa: kawah atau
ketuban). Pecahnya kantung air merupakan tanda kalau bayi akan lahir.
Fungsi kantung air ketika proses kelahiran adalah sebagai pelicin dan
membuka jalan untuk mempermudah bayi keluar dari rahim. Ketika bayi
16
lahir ke dunia, dia akan ditemani dengan placenta yang sering dikenal
dengan saudara kembar bayi yang harus dirawat dan dijaga.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT:
”Allah-lah yang menciptakan kamu, Kemudian memberimu rizki,
Kemudian mematikanmu, Kemudian menghidupkanmu (kembali).
Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat
berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha sucilah dia dan
Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Ar-rum
[30]: 40.
Sholikhin (2010:37) mengatakan ketika bayi lahir, kawah (ketuban) dan
ari-ari akan mati, maka ruhnya kembali kepada allah SWT. Placenta
(ketuban dan ari-ari), darah dalam rahim sebagai ”ruh” kehidupan di
alam kandungan, dan penghubung pusar ibu dengan anak (tali rahim),
yang keempatnya merupakan perangkat kehidupan di alam kandungan
menemui ajalnya. Sementara jasad fisik yang mati tersebut akan
ditanam di bumi. Sebagaimana firman Allah SWT ” Allah berfirman:
"Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu
(pula) kamu akan dibangkitkan.” (QS. Al-A’raf [7]:25). Adapun tata
cara merawat ari-ari menurut adat Jawa yakni ari-ari dicuci bersih,
kemudian dimasukkan ke dalam priuk baru yang terbuat dari tanah liat
(kendhil). Tjakraningrat (2008: 40) mengatakan sebelumnya, kendhil
harus diberi alas daun, yang diatasnya diletakkan kembang,
minyak wangi, kunir bekas alas untuk memotong usus, welat (pisau
yang terbuat dari potongan bambu tipis) yang dipakai untuk memotong
usus, garam, jarum, benang, gereh pethek, gantal dua kenyok, kemiri
17
gepak jendul, tulisan huruf Jawa, tulisan huruf Arab, tulisan huruf latin,
dan uang logam. Kemudian disusul dengan ari-ari, setelah itu kendhil
ditutup dengan lemper yang masih baru dan dibungkus dengan kain
mori yang baru. Prosesi menanam ari-ari harus dilakukan oleh ayah
kandungnya sendiri, baik mulai mencangkul sampai dengan
menguburnya. Menanam ari-ari, hendaknya di depan ataupun di
samping rumah. Gundukan tanah tempat menanam ari-ari kemudian
ditaburi kembang setaman (bunga mawar, melati dan kenanga), dipagari
dan diberi lampu yang senantiasa dinyalakan setiap malam selama
selapan (35 hari).
3. Brokohan
Tradisi brokohan, berasal dari kata bahasa Arab ”barokah” yang
mengandung makna, mengharapkan berkah. Tradisi ini diselenggarakan
untuk menyambut kelahiran bayi sebagai ungkapan syukur. Secara
keseluruhan, tradisi ini bertujuan agar sejak saat lahir sampai dewasa
selalu mendapatkan keselamatan dan perlindungan dari Tuhan YME.
Muhaimin mengatakan (2001: 198) kegiatan-kegiatan dalam brokohan
didahului dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an, wirid dan dzikir, serta
dengan bacaan sebagian dari kitab mauled dan manaqib, dan di akhiri
dengan do’a. Do’a ini ditujukan agar bayi mendapat kesehatan dan
dijadikan anak yang sholih sholihah serta permohonan ampunan kepada
Allah SWT. Sesungguhnya do’a merupakan anjuran agama Islam,
bahkan di saat menghadapi sesuatu yang penting maupun mengerjakan
18
sesuatu yang bersifat teknis. Ketika dilaksanakan brokohan, orang yang
punya hajat menyajikan nasi urap dan telur rebus yang
diedarkan kepada sanak-keluarga untuk memberitahukan
kelahiran sang bayi. Urap yang dibuat pedas melambangkan kelahiran
seorang bayi laki-laki, sedangkan urap yang kurang pedas
melambangkan bayi perempuan. Bersama nasi urap dan telur rebus,
disajikan pula bubur merah-putih.
4. Puputan
Tradisi Puputan dilakukan ketika tali pusar yang menempel pada perut
bayi sudah putus. Pelaksanaan upacara ini biasanya berupa kenduri
memohon pada Tuhan Yang Maha Esa agar si anak yang telah puput
puser selalu diberkahi, diberi keselamatan dan kesehatan. Orang tua
zaman dahulu melaksanakan upacara puputan dengan menyediakan
berbagai macam sesaji.
5. Sepasaran
Sepasaran merupakan suatu upacara yang menandai bahwa bayi telah
berumur lima hari. Biasanya diselenggarakan secara sederhana dan
disertai pemberian nama bayi. Sepasaran di ambil dari sistem
penanggalan Jawa yang terdiri dari gabungan antara hari masehi (senin,
selasa, rabu, kamis, jum’at, sabtu dan minggu) dengan pasaran Jawa
(kliwon, legi, paing, pon, dan wage). Disebut pasaran, karena sistem ini
lazim dipakai untuk membagi hari buka pasar. Pembagian pasar yang
buka bergantian di lima tempat dalam suatu wilayah, bertujuan untuk
19
meratakan perekonomian rakyat dalam masyarakat Jawa asli. Istilah
pasaran juga bisa diambil dari hidangan khas dalam upacara sepasaran,
hidangan tersebut yaitu ”jajan pasar”. Maksudnya hidangan yang berupa
makanan ringan untuk teman berbincang-bincang (sekarang lebih
dikenal dengan snack), yang dibeli di pasar. Adapun tujuan dari
upacara ini adalah sebagai wujud rasa syukur dan memohon keselamatan
bagi bayi. Pada upacara ini, orang tua juga memberikan nama untuk
bayinya dengan nama-nama yang baik. Pemberian nama yang baik
menjadi suatu kewajiban orang tua kepada anak. Sebagaimana dalam
firman Allah SWT.
”Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu kami mengutus roh Kami kepadanya, Maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.”(QS. Maryam [19]: 17)
36
Adapun tujuan pemberian nama yang baik pada bayi adalah nama
tersebut menjadi do’a untuknya, mengingatkan sang anak pada sesuatu
yang berkaitan dengan namanya dan supaya dia meneladani tokoh yang
bernama seperti itu. Seiring dengan seringnya nama diucapkan orang,
maka makna yang tersirat dalam nama tersebut akan semakin
memberikan support kepada pemiliknya, agar ia mampu mewujudkan
makna baik serta berperilaku sesuai dengan makna yang disandangnya.
Dengan demikian, maka nama dapat memberikan kesan baik, sehingga
memunculkan rasa percaya diri pada pemiliknya dan nama yang buruk
menimbulkan rasa rendah diri pada pemiliknya. Bagi keluarga yang
mampu, juga disertai dengan pelaksanaan aqiqah untuk bayi tercinta.
20
Aqiqah umumnya dikaitkan dengan perayaan kelahiran bayi sebagai
wujud rasa syukur kepada Allah SWT. Pelaksanaan aqiqah dimulai
dengan menyembelih dua ekor kambing untuk anak laki-laki, sementara
untuk perempuan menyembelih satu ekor kambing. Selain itu, aqiqah
mengandung makna pendidikan pada si bayi. Adapun nilai-nilai
pendidikan yang terkandung dalam aqiqah adalah mengajarkan akan
kebiasaan bersyukur kepada Allah SWT atas seluruh nikmat yang telah
diberikan, sabar, ikhlas dan taat serta tawakkal kepada Allah SWT.
6. Selapanan
Selapanan merupakan tradisi orang Jawa untuk memperingati kelahiran
bayi yang telah berusia 35 hari. Pada penanggalan Jawa yang berjumlah
5 ( wage, pahing, pon, kliwon, legi) akan bertemu pada hari 35 dengan
hari di penanggalan masehi yang berjumlah 7. Logikanya, 35 hari dapat
diketahui dari kelipatan 5 dan 7. Pada saat selapan weton bayi akan
berulang, bisa dikatakan hari ulang tahun dalam versi penanggalan Jawa.
Terlepas dari itu semua, selapanan merupakan wujud rasa syukur kepada
Allah SWT yang telah mengkaruniai anak, dan harapan orang tua agar
anaknya dapat menjadi akan yang sholih sholihah. Serangkaian
selapanan ditandai dengan pemotongan rambut seluruhnya, dengan
tujuan membersihkan rambut bawaan dari lahir yang masih terkena air
ketuban. Disamping itu, agar rambut bayi dapat tumbuh bagus. Oleh
karena itu, rambut bayi paling tidak harus digundul sebanyak tigakali.
Namun ada beberapa orang yang hanya memotong sebagian rambut bayi
21
sebagai simbolisasi. Acara dilanjutkan dengan pemotongan kuku bayi,
disertai pembacaan do’a-do’a untuk keselamatan dan kebaikan bayi
beserta keluarganya. Upacara ini, dilaksanakan dengan sesederhana
mungkin dengan membuat bancaan yang dibagikan ke kerabat dan anak-
anak kecil disekitar tempat tinggalnya. Bancaan mengandung makna
agar si bayi terbiasa untuk membagi kebahagiaan kepada orang
sekitarnya. Makanan yang terdapat dalam paket bancaan, meliputi
nasi putih dan gundangan (tumpeng sayuran).
7. Mudhun Lemah
Tradisi mudhun lemah dilaksanakan ketika bayi sudah berumur 7 bulan
yang bertujuan menstimulus bayi agar dapat berdiri dan berjalan sendiri
dengan cara menginjakkan kakinya ke bumi. Sementara ritual ini
mengandung simbol dari harapan orang tua agar anaknya mampu berdiri
sendiri dalam menempuh kehidupan. Adapun sajian yang perlu
dipersiapkan, meliputi nasi tumpeng lengkap dengan sayur mayur,
bubur merah dan putih, tetel lima warna (merah, putih, hitam, hijau,
jingga), serta bunga setaman. Selain itu juga tidak ketinggalan,
tangga yang terbuat dari tebu merah hati, sangkar ayam yang dihiasi
jamur kuning atau kertas hias, padi, kapas, sekar telon (melati, mawar,
dan kenanga), beras kuning, uang kertas dan recehan, serta barang yang
bermanfaat (seperti buku, alat- alat tulis, adl-Qur’an, dsb) dimasukkan
kedalam sangkar. Mengawali pelaksanaan tradisi itu, bayinya
dimandikan air bunga setaman, kemudian anak dikenakan pakaian baru
22
yang bagus. Anak mulai dibimbing berjalan (ditatah) dengan kaki
menginjak lima ketan tetel. Hal itu, bertujuan agar anak selalu ingat
dengan tanah airnya. Kemudian dinaikkan ke tangga yang terbuat dari
tebu merah hati. Yang bermakna, agar anak selalu mendapatkan
kehidupan sukses dan dinamis setahap demi setahap. Selanjutnya, anak
dimasukkan ke dalam sangkar yang berisi benda-benda yang
bermanfaat. Benda yang pertama kali diambil sang bayi, melambangkan
kehidupan kelak. Selanjutnya menurut Tjakraningrat (2008:46) beras
kuning, uang kertas dan uang recehan ditebarkan ke undangan sebagai
simbol bagi-bagi rezeki.
2.1.3. Konsep Material
Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi
mengatakan bahwa menurut ilmu antropologi kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar.Koentjaraningrat (1983) membagi kebudayaan atas 7 unsur:
a. Bahasa
b. Sistem pengetahuan
c. Organisasi sosial
d. Sistem peralatan hidup dan teknologi
e. Sistem mata pencaharian hidup
f. Sistem religi
g. Kesenian.
23
Kesemua unsur kebudayaan tersebut mewujud ke dalam bentuk sistem
budaya/adat – istiadat (kompleks budaya, tema budaya, gagasan), sistem
sosial (aktivitas sosial, kompleks sosial, pola sosial, tindakan), dan unsur –
unsur kebudayaan fisik (benda kebudayaan) Sebaliknya budaya non-material
adalah unsur – unsur yang dimaksudkan dalam konsep norma-norma, nilai-
nilai, kepercayaan/keyakinan serta bahasa. Dalam kenyataan kehidupan
bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan
dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal
mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak)
manusia.
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua
komponen utama:
a. Kebudayaan material
Kebudayaan material adalah kebudayaan yang mengacu pada semua ciptaan
masyarakat yang nyata, konkret. Kebudayaan material juga mencakup
barang – barang maupun makanan.
b. Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan – ciptaan abstrak yang diwariskan
dari generasi ke generasi, misalnya dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau
tarian tradisional.
Hebding dan Glick (1992) bahwa kebudayaan dapat dilihat secara material
dan non-material. Kebudayaan material tampil dalam objek material yang
24
dihasilkan, kemudian digunakan manusia. Sebaliknya budaya non-material
adalah unsur – unsur yang dimaksudkan dalam konsep norma-norma, nilai-
nilai, kepercayaan/keyakinan serta bahasa.
Berdasarkan uraian tersebut material diartikan sebagai bahan digunakan
untuk tradisi puputan. Adapun material yang digunakan dalam Tradisi
Puputan ini terdiri dari duri, daun, tumbak sewu, ketumbar, merica, benang
lawe, sega golong, urap, jenang putih, jenang abang, jenang baro-baro,
jajan pasar, telor, pisang raja, coreng-coreng hitam dan putih, batu gilig.
Material yang terdapat dalam sesajen kelahiran adat Jawa masing-masing
memiliki makna sehingga digunakan untuk memohon keselamatan kepada
Sang Pencipta. Material-material yang digunakan dalam kelahiran adat Jawa
adalah bahan-bahan pilihan khusus yang dari zaman nenek moyang sudah
digunakan sebagai simbol untuk memohon do’a dan restu kepada Sang
Pencipta serta roh-roh para leluhur.
2.1.4. Konsep Tradisi Puputan
Tradisi Puputan adalah selamatan setelah lepasnya tali pusar, upacara ini
merupakan salah satu upacara setelah kelahiran pada masyarakat Jawa.
Menurut Sholikhin (2009:40) Tradisi Puputan merupakan selamatan setelah
sisa tali pusar lepas (jatuh). Menurut Sholikhin (2010:28) Tradisi Puputan
merupakan selamatan setelah sisa tali pusar lepas (jatuh), selanjutnya
menurut Hanum (1997:8) Tradisi Puputan adalah selamatan atas lepasnya
25
tali pusar bayi. Gunasasmita (2009:83) mengatakan Puputan berarti
lepasnya tali pusar, lepasnya tali pusar biasanya diadakan selamatan guna
memohon keselamatan bayi kepada Allah SWT. Tilaar (1999:80)
mengatakan bahwa Tradisi Puputan diselenggarakan setelah tali pusar bayi
putus, waktunya dilaksanakan setelah tali pusar bayi tersebut lepas atau
putus. Bagi setiap bayi saat tali pusarnya putus tidaklah sama waktunya,
dengan demikian untuk penyelenggaraan upacaranya tidak dapat ditentukan
dengan tepat. Sebab ada kalanya tali pusar putus saat bayi telah berumur
seminggu kadang lebih, oleh karena itu sepasaran dapat didahulukan.
Berdasarkan pendapat tersebut maka yang dimaksud Tradisi Puputan dalam
penelitian ini yaitu tradisi dalam slamatan kelahiran pada masyarakat Jawa
yang dilaksanakan setelah tali pusar lepas, bagi setiap bayi saat tali pusarnya
putus tidaklah sama waktunya dengan demikian untuk penyelenggaraan
upacaranya tidak dapat ditentukan dengan tepat.
2.1.5. Konsep Makna
Geertz secara jelas mendefinisikan “kebudayaan adalah suatu sistem makna
dan simbol yang disusun dalam pengertian di mana individu-individu
mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan
penilaian-penilaian, suatu pola makna yang ditransmisikan secara historis
diwujudkan di dalam bentuk-bentuk simbolik melalui sarana di mana orang-
orang mengkomunikasikan, mengabadikannya dan mengembangkan
pengetahuan dan sikap-sikap kearah kehidupan suatu kumpulan peralatan
26
simbolik untuk mengatur perilaku, karena kebudayaan merupakan suatu
sistem simbolik, maka proses budaya haruslah dibaca, diterjemahkan, dan
diinterpretasikan. Konsep kebudayaan simbolik yang dikemukakan oleh
Geertz diatas adala suatu pendekatan yang sifatnya hermeunetik. Suatu
pendekatan yang lazim dalam dunia semiotik. Pendekatan hermeunetik
inilah yang kemudian menginspirasikannya untuk melihat kebudayaan
sebagai teks-teks yang harus dibaca, ditranslasikan dan diinterpretasikan.
Geertz memfokuskan konsep kebudayaan kepada nilai-nilai budaya yang
menjadi pedoman masyarakat untuk bertindak dalam menghadapi berbagai
permasalahan hidupnya. Sehingga pada akhirnya konsep budaya lebih
merupakan sebagai pedoman penilaian terhadap gejala-gejala yang dipahami
oleh si pelaku kebudayaan tersebut. Makna berisi penilaian-penilaian pelaku
yang ada dalam kebudayaan tersebut. Dalam kebudayaan makna tidak
bersifat individual tetapi publik, ketika sistem makna kemudian menjadi
milik kolektif dari suatu kelompok. Kebudayaan menjadi suatu pola makna
yang diteruskan secara historis terwujud dalam simbol-simbol. Kebudayaan
juga menjadi suatu sistem konsep yang diwariskan yang terungkap dalam
bentuk-bentuk simbolik yang dengannya manusia berkomunikasi,
melestarikan dan memperkembangkan pengetahuan mereka tentang
kehidupan dan sikap-sikap terhadap kehidupan.
Geertz melakukan refleksi yang interpretatif melalui simbol-simbol yang
muncul dalam tindakan individual maupun kolektif terutama yang ia sebut
27
dengan natives point of view sebagai dasar kajian dalam antropologi
(Geertz, 2003:6). Di mana seorang peneliti mampu mengungkapkan realitas
yang diteliti melalui kata-kata setempat. Masyarakat berbagi dan terlibat
dengan pengalaman simbolik yang sama dalam dimensi ruang (space) dan
waktu (time) tertentu sehingga sudut pandang masyarakat terbagikan pada
peneliti. Dalam Tafsir Kebudayaan, Geertz melakukan pendekatan
kebudayaan melalui penafsiran sistem-sistem simbol secara mendalam dan
menyeluruh dari perspektif para pelaku kebudayaan itu sendiri. Melalui
pendekatan tersebut, pembaca mampu dituntun untuk menginterpretatifkan
kebudayaan. Menurut Geertz, kebudayaan adalah sesuatu yang semiotik
atau bersifat semiotis, yaitu hal-hal berhubungan dengan simbol yang
tersedia di depan umum dan dikenal serta diberlakukan oleh masyarakat
bersangkutan (Geertz terjemahan Susanto, 1992:5).
2.2. Kerangka Pikir
Tradisi Puputan merupakan tradisi dalam slamatan kelahiran yang
dilaksanakan setelah putusnya tali pusar pada bayi, biasanya sebelum
seminggu bahkan lebih dari seminggu, kemudian dibungkus dengan kain
putih, lalu disimpan, tradisi ini masih tetap dilaksanakan sampai saat ini.
Dalam tradisi tersebut terdapat makna yang terkandung pada material
Tradisi Puputan yang hendak disampaikan secara turun-temurun kepada
setiap generasi.
28
Pada saat ini masih dapat ditemui pada masyarakat Jawa di Dusun IX,
Kampung Rukti Harjo, Kecamatan Seputih Raman. Dimana daerah tersebut
merupakan daerah dengan mayoritas masyarakat bersuku Jawa. Berdasarkan
kepercayaan masyarakat setempat jika tidak dilaksanakan Tradisi Puputan
maka kelak anak tersebut akan terkena penyakit dan gangguan dari roh
nenek moyang/sawan sehingga masyarakat setempat selalu melaksanakan
tradisi ini dan meyakini akan makna material Tradisi Puputan.
2.3. Paradigma
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini yaitu makna material Tradisi
Puputan di RW IX, Kampung Rukti Harjo, Kecamatan Seputih Raman.
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut:
Keterangan:
: garis makna
: garis tujuan
Tradisi Puputan
Material
Makna tersurat Makna tersirat
Material
Makna
29
REFERENSI
Koentjaraningrat. 2009. Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Hlm 116.
Suseno, F.M. 1999. Etika Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hlm 11.
Sardjono, A.M. 1995. Paham Jawa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hlm 13-14.
Purwadi. 2012. Ensiklopedia Adat-Istiadat Budaya Jawa. Jogjakarta: Pura
Pustaka. Hlm 583.
Herusatoto, B.1987. Symbolisme Dalam Budaya Jawa. Jogjakarta: PT.Hanindita
Graha Widya. Hlm 27.
Sholikhin, M. 2010. Ritual dan Tradisi Islam Jawa. Yogyakart: Narasi. Hlm 37.
Tjakraningrat, H. 2008. Kitab Primbon Betaljemur Adammakna. Yogyakarta:
Soemodidjojo Mahadewa. Hlm 40.
Muhaimin, A.G. 2001. Islam dalam Bingkai Budaya Lokal: Potret Cirebon.
Jakarta: Logos, 2001. Hlm 198.
Tjakraningrat, H. 2008. Kitab Primbon Betaljemur Adammakna. Yogyakarta:
Soemodidjojo Mahadewa. Hlm 46
Sugono, D. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Segaonal. Hlm 846.
Sinaga, M. 2005. Upacara Adat Provinsi Gorontalo. Gorontalo: Departemen
Kebudayaan Dan Pariwisata. Hlm 84.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Hlm 349.
Sofwan, R. 1999. Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan. Semarang: Aneka
Ilmu. Hlm 70.
30
Sholikhin, M. 2009. Kanjeng Ratu Kidul Dalam Perspektif Islam Jawa.
Yogyakarta: Narasi. Hlm 40.
Sholikhin, M. 2010. Ritual dan Tradisi Islam Jawa.Yogyakarta: Narasi. Hlm 28.
Hanum, S.H. 1997. Perkawinan Usia Belia. Bengkulu. Pusat Penelitian
Kependudukan: Universitas Gajah Mada. Hlm 8.
Gunasasmita, R. 2009. Kitab Primbon Jawa Serbaguna. Yogyakarta: Narasi.
Hlm 83.
Tilaar, M. 1999. Kecantikan Perempuan Timur. Magelang: IndonesiaTera. Hlm
80.
Geertz, Clifford. 2003. Pengetahuan Lokal, judul asli Local Knowledge,
terjemahan
Vivi Mubaikah dan Apri Danarto. Yogyakarta: Merapi Rumah Penerbitan.
Geertz, Clifford. 1992. Tafsir Kebudayaan Terjemahan Budi Susanto.
Yogyakarta: . Kanisius.
31
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Menurut Sugiono (2008:2) metode penelitian pada dasarnya merupakan cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu,
kemudian, Maryaeni (2005:58) mengatakan metode merupakan cara yang
ditempuh peneliti dalam menemukan pemahaman jalan dengan fokus dan
tujuan yang ditetapkan. Penggunaan metode dimaksudkan agar kebenaran
yang diungkap dilengkapi dengan bukti ilmiah yang kuat. Di dalam
penelitian ini peneliti menggunakan metode hermeneutika, makna awal dari
hermeneutika adalah penafsiran atau interpretasi. Hermenutika kemudian
diartikan sebagai proses merubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi
mengerti. Secara etimologis kata hermeneutik berasal dari bahasa Yunani
hermeneue yang dalam bahasa inggris menjadi hermeneutics (to interpret)
yang berarti menginterpretasikan, menjelaskan, menafsirkan atau
menejermahkan. Pendekatan hermeunetik menginspirasi Geertz untuk
melihat kebudayaan sebagai teks-teks yang harus dibaca dan
diinterpretasikan. Menurut Raharjo (2008:29) hermeneutika adalah suatu
metode atau cara untuks menafsirkan simbol berupa teks atau sesuatu yang
diperlakukan sebagai teks untuk dicari arti dan maknanya, dimana metode
32
ini mensyaratkan adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang
tidak dialami kemudian dibawa kemasa sekarang, makna dicari,
dikonstruksi, dan direkonstruksi oleh penafsir sesuai konteks penafsir.
Peneliti berusaha untuk menafsirkan makna material Tradisi Puputan yang
kemudian dipaparkan kedalam bentuk teks atau tulisan untuk dicari
maknanya.
3.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo, Kecamatan Seputih
Raman, memiliki jumlah penduduk 6.013 jiwa yang terbagi daam 1.824
Kepala Keluarga (KK). Kampung Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman
secara wilayah dibagi dalam 9 Dusun.
Lokasi penelitian dilakukan di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo, Kecamatan
Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah. Adapun pemilihan lokasi
penelitian ini dikarenakan lokasi tersebut mayoritas masyarakatnya masih
memiliki adat yang kental dan sering melaksanakan Tradisi Puputan.
Dalam penelitian ini peneliti memilih lokasi Dusun IX, yang sesuai dengan
kriteria lokasi penelitian.
3.3. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini merupakan konsep dari gejala yang bervariasi yaitu
objek penelitian. Variabel diartikan sebagai konsep yang mempunyai
33
bermacam-macam nilai. Menurut Natsir (2005:122) variabel-variabel ilmu-
ilmu sosial berasal dari suatu konsep yang perlu diperjelas dan diubah
bentuknya sehingga dapat diukur dan dipergunakan secara operasional.
Berdasarkan pendapat diatas variabel penelitian adalah sesuatu yang
menjadi objek dalam penelitian. Jadi variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah variabel tunggal dengan fokus penelitian makna
material Tradisi Puputan di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo, Kecamatan
Seputih Raman.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah yang diteliti maka
teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu:
3.5.1. Wawancara
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik
wawancara. Wawancara atau interview adalah usaha untuk mengumpulkan
informasi dengan mengajukan pertanyaan lisan untuk dijawab secara lisan
juga serta kontak langsung dengan tatap muka antara si pencari informasi
dengan sumber informasi. Jadi dalam penelitian ini penulis menggunakan
wawancara terstruktur, dimana sebelumnya penulis sudah menyiapkan
daftar pertanyaan yang nantinya akan ditanyakan oleh narasumber namun
penulis memberi kebebasan dalam menjawab pertanyaan.
34
3.5.1.1. Informan
Informan adalah orang yang memberikan informasi. Informan
menurut Moleong (2004:90) adalah orang yang mempunyai
banyak pengetahuan tentang latarbelakang penelitian dan bersedia
untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar
belakang penelitian. Spradley dan Faisal (1990:57) mengatakan
agar lebih terbukti perolehan informasinya, ada beberapa kriteria
yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan informan, yaitu :
a. Subjek telah lama dan intensif dengan kegiatan atau
aktifitas yang menjadi sasaran.
b. Subjek masih terikat secara penuh dan aktif pada
lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran penelitian.
c. Subjek mempunyai banyak informasi dan banyak waktu
dalam memberikan keterangan.
Sampel informan dalam penelitian ini dipilih secara snowball
sampling atau teknik pengambilan sampel yang pada mulanya
kecil, tetapi makin lama makin banyak dan pengambilan data
baru berhenti sampai informasi yang didapatkan dinilai telah
cukup/sudah tidak terdapat variasi informasi. Teknik ini biasa
digunakan dalam penelitian kualitatif, dan tidak dipersoalkan
mengenai jumlah sampelnya. Misalnya, penelitian tentang
35
suatu suku dimasyarakat tertentu. Sampel yang pertama ditemui
adalah sesepuh adat, dari situ kita bisa bertanya siapa orang
yang bisa kita temui selanjutnya untuk dijadikan sampel
informan.
Berdasarkan kriteria yang telah disebutkan diatas, maka peneliti
menentukan informan, sebagai berikut:
1. Sesepuh adat yang mengetahui informasi mengenai makna
material Tradisi Puputan dalam adat istiadat suku Jawa di
Dusun IX, Kampung Rukti Harjo Kecamatan Seputih
Raman.
2. Dukun bayi yang pernah melaksanakan dan paham
mengenai makna material Tradisi Puputan di Dusun IX,
Kampung Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman.
3. Tokoh agama di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo
Kecamatan Seputih Raman.
4. Masyarakat yang pernah melaksanakan dan paham
mengenai makna material Tradisi Puputan di Dusun IX,
Kampung Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman.
36
3.5.2. Observasi
Observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data-data penelitian secara
langsung di lapangan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan
terhadap objek yang diteliti serta dapat juga melalui wawancara mendalam.
Dalam penelitian ini, observasi yang dilakukan yaitu dengan melakukan
pengamatan terhadap material Tradisi Puputan di Dusun IX, Kampung
Rukti Harjo, Kecamatan Seputih Raman.
3.5.3. Dokumentasi
Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, karya-karya dokumentasi, diri
seseorang dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah
kehidupan, cerita biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk
gambar, misalnya foto gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Dalam penelitian
ini peneliti akan mendokumentasikan foto sebagai salah satu langkah untuk
mengetahui material Tradisi Puputan dan melakukan pengumpulan data
melalui dokumen-dokumen yang berisi informasi mengenai makna material
yang digunakan pada Tradisi Puputan.
3.5.4. Kepustakaan
Kepustakaan juga dilakukan peneliti dengan cara pengumpulan data dan
informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat diruang
perpustakaan berkaitan dengan masalah yang diteliti.
37
3.6.Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis
data kualitatif. Langkah-langkah dalam menganalisa data dalam suatu
penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:
3.6.1. Reduksi Data
Data yang diperoleh kemudian dituangkan dalam bentuk laporan, fungsi dari
reduksi data ini adalah menajamkan, mengarahkan, membuang yang tidak
perlu dan mengorganisir sehingga interpretasi bisa ditarik. Data yang
direduksi akan memberikan gambaran mengenai hasil pengamatan yang
mempermudah penelitian.
Pada tahap reduksi data ini, peneliti akan melakukan pengumpulan data
mengenai makna material Tradisi Puputan, kemudian memilih jawaban yang
paling banyak dijawab masyarakat mengenai interpretasi atau penafsiran
mengenai makna material yang digunakan pada tradisi tersebut sehingga akan
mempermudah penelitian.
3.6.2. Data Display (Penyajian Data)
Pada penelitian ini data yang akan diperoleh dari hasil wawancara serta
observasi akan diolah sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu kesatuan
yang akan mengarah pada penarikan kesimpulan, kemudian hasil dari
pengolahan data tersebut akan disajikan dalam bentuk deskripsi dari semua
proses, hasil wawancara dan observasi serta menampilkan data-data
38
atau dokumen yang mendukung proses penelitian mengenai makna material
Tradisi Puputan.
3.6.3. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
Pada tahap ini penarikan kesimpulan dilakukan secara cermat dengan
melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan
sehingga data yang ada dapat teruji kebenarannya. Dalam analisis hasil
penelitian ini, penelitian melakukan penyimpulan dengan cara menjelaskan
setiap bagian-bagian penting dari setiap pembahasan pada hasil penelitian
yang ditemukan di lapangan mengenai makna material Tradisi Puputan.
39
REFERENSI
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta. Halaman 2
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Malang: PT Bumi Aksara.
Halaman 58
Raharjo, M. 2008. Dasar-Dasar Hermeneutika. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Halaman 29
Natzir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Hlm 122.
Suryabrata, S. 1983. Metedologi Penelitian. Rajawali. Jakarta. Hlm 83.
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. PT Bumi Aksara. Jakarta. Hlm
15.
Moleong, L.J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya. Hlm 90.
Spradley & Faisal. 1990. Format- Format Penelitian Sosial. Jakarta. Tiara
Wacana. Hlm 57.
142
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan
terkait makna material pada Tradisi Puputan di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo,
Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah yaitu:
1. Mayoritas masyarakat Jawa di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo, Kecamatan
Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah hingga saat ini masih
melaksanakan Tradisi Puputan.
2. Tradisi Puputan, pada masyarakat Jawa di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo
meliputi makna tersirat dan makna tersurat. Makna tersirat: ketumbar
memiliki makna kehidupan dimana bentuknya yang bulat menyimbolkan
rahim wanita dan rasanya yang hangat menunjukan watak gemati, merica
memiliki makna kehidupan dimana bentuknya bulat menyimbolkan benih
laki-laki, bentuknya yang padat dan keras menunjukkan tanggung jawab,
gedang rojo simbol permohonan terkabulnya doa ambeg adil paramarta
berbudi bawa leksana, daun widara/bidara, awar-awar dan girang ini adalah
daun anti sawan, daun nanas ini menyimbolkan ular, duri kemarung sebagai
benteng perlindungan, telur melambangkan embrio dan putih telur
melambangkan perilaku manusia yang baik atau suci, kuning telur
143
mengandung makna kepandaian, kebijaksanaan dan kewibawaan serta
kemuliaan, lapisan terdalam mengandung makna ketenangan, kesabaran, dan
kehidupan abadi, jenang putih sebagai lambang bibit dari ayah, jenang merah
adalah lambang ibu, jenangbarobaro sebagai kelahiran seorang anak, makna
sega golong yaitu tekad kang gumolong dadi sawiji. jajan pasar atau tukon
pasar melambangkan kekayaan, urap berasal dari kacang panjang memiliki
makna supaya dalam umur yang panjang, berfikir, bayam sebagai simbol
ayem tentrem, kecambah, sebagai simbol dari benih manusia, tumbak sewu
berbentuk seperti keris untuk mengusir pengaruh jahat, coreng hitam putih,
benang lawe dan batu gilig bermakna benteng pertahanan.
Makna tersurat: ketumbar mengandung antiseptic dan anti jamur, merica
mengandung capsaicin yang berkhasiat meringankan rasa nyeri, gedang
bermakna digawe kadang, yaitu dalam kehidupan ini manusia hendaklah
selalu berpijak pada rasa kekeluargaan dan ajur ajer, daun widara/bidara,
awar-awar, girang, dan nanas menunjukkan keselarasan hidup dengan alam,
duri kemarung yang tajam ini dianggap dapat menusuk atau melukai roh jahat,
telur melambangkan kebulatan tekat, jenang menyimbolkan lembut, halus,
dan mulus.
Diharapkan kehidupan bayi akan berlangsung manis, legit, dan mulus, sega
golong adalah menyatukan tujuh hari, tujuh malam, lima pasaran, tiga puluh
hari, dua belas bulan, empat minggu, tepatnya dihari itu minggu pon. Sega
golong bermakna kemajemukan waktu dan hari, jajan pasar maknanya kelak
saat sudah tumbuh dewasa anak tersebut akan menjadi seorang
144
pedagang/petani, urap maknanya menyeimbangkan keharmonian hidup
dengan alam, makhluk gaib tidak menyukai bawang dan cabai (tumbak sewu),
coreng hitam putih sebagai benteng srhingga makhluk halus tidak dapat
mendekat, benang lawe bermakna untuk mengikat roh halus, batu gilig untuk
mengecoh makhluk halus.
5.2.Saran
Berkaitan dengan penelitian yang telah dilaksanakan dengan judul makna
material pada Tradisi Puputan di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo, Kecamatan
Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah, ada beberapa saran yang ingin
peneliti sampaikan diantaranya:
1. Diharapkan pada masyarakat Jawa di Dusun IX, Kampung Rukti Harjo,
Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah walaupun di tengah-
tengah arus globalisasi, hendaknya tidak meninggalkan nilai-nilai tradisi yang
telah diwariskan leluhurnya sebagai identitas diri.
2. Adanya Tradisi Puputansetelah kelahiran bayi pada masyarakat Jawa
merupakan tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang kepada anak cucunya
berfungsi sebagai pengingat dan cara untuk memperkenalkan bahwa
masyarakat Jawa memiliki tradisi yang unik dan berbeda dengan masyarakat
lain.
3. Adanya nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhurbaik itu ide, gagasan
ataupun bentuk kebudayaan yang lain tujuannya tidak lain adalah sebagai
pedoman bagi masyarakat Jawa. Diharapkan masyarakat dapat terus
145
memahaminya dan menjadikannya pegangan hidup di tengah-tengah arus
individualisme sebagai akibat masuknya modernisasi di segala bidang.
146
DAFTAR PUSTAKA
Buku Besar Monografi Kampung Rukti Harjo tahun 2007.
Geertz, Clifford. 2003. Pengetahuan Lokal, judul asli Local Knowledge,
terjemahan
Vivi Mubaikah dan Apri Danarto. Yogyakarta: Merapi Rumah Penerbitan.
Geertz, Clifford. 1992. Tafsir Kebudayaan Terjemahan Budi Susanto.
Yogyakarta: . Kanisius.
Gunasasmita, R. 2009. Kitab Primbon Jawa Serbaguna. Yogyakarta: Narasi.
Hanum, S.H. 1997. Perkawinan Usia Belia. Bengkulu. Pusat Penelitian
Kependudukan: Universitas Gajah Mada.
Herusatoto, B.1987. Symbolisme Dalam Budaya Jawa. Jogjakarta: PT.Hanindita
Graha Widya.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 2009. Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Malang: PT Bumi Aksara.
Moleong, L.J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Natzir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Purwadi. 2012. Ensiklopedia Adat-Istiadat Budaya Jawa. Jogjakarta: Pura
Pustaka.
Raharjo, M. 2008. Dasar-Dasar Hermeneutika. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sardjono, A.M. 1995. Paham Jawa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Sholikhin, M. 2009. Kanjeng Ratu Kidul Dalam Perspektif Islam Jawa.
Yogyakarta: Narasi.
147
Sholikhin, M. 2010. Ritual dan Tradisi Islam Jawa. Yogyakart: Narasi.
Ibid. Hlm 28.
Sinaga, M. 2005. Upacara Adat. Gorontalo: Departemen Kebudayaan Dan
Pariwisata.
Sofwan, R. 1999. Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan. Semarang: Aneka
Ilmu.
Spradley & Faisal. 1990. Format- Format Penelitian Sosial. Jakarta. Tiara
Wacana.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sugono, D. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Segaonal.
Suryabrata, S. 1983. Metodelogi Penelitian. Jakarta: Rajawali.
Suseno, F.M. 1999. Etika Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tilaar, M. 1999. Kecantikan Perempuan Timur. Magelang: IndonesiaTera.
Tjakraningrat, H. 2008. Kitab Primbon Betaljemur Adammakna. Yogyakarta:
Soemodidjojo Mahadewa.
Wawancara:
B.S. 59 Tahun. Bandar Lampung. 17 September 2018. Senin. Pukul 10.00 WIB.
Bambang. 45 Tahun. Di Dusun IX Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah. 27 September 2017. Rabu. Pukul 17.15 WIB.
Diningrat, P.H. 25 Tahun. Di Dusun IX Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih
Raman Kabupaten Lampung Tengah. 27 September 2017. Rabu. Pukul 16.20
WIB.
Handoko. 57 Tahun.Di Dusun IX Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah. 27 September 2017. Rabu. Pukul 16.40 WIB.
Jarwo. 74 Tahun. Di Dusun IX Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah. 27 September 2017. Rabu. Pukul 15.30 WIB.
Joko. 19 Tahun. Di Dusun IX Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah. 27 September 2017. Rabu. Pukul 15.45 WIB.
148
Poniyem. 70 Tahun. Di Dusun IX Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah. 27 September 2017. Rabu. Pukul 15.15 WIB.
Priambodo, W. 18 Tahun. Di Dusun IX Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih
Raman Kabupaten Lampung Tengah. 27 September 2017. Rabu. Pukul 15.50
WIB.
Senen. 74 Tahun. Di Dusun IX Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah. 16 Februari 2018. Jumat. Pukul 15.00 WIB.
Soinem. 57 Tahun.Di Dusun IX Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah. 15 Februari 2018. Kamis. Pukul 15.00 WIB.
Sri Hartati. 47 Tahun. Di Dusun IX Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah. 18 Februari 2018. Minggu. Pukul 16.00 WIB.
Sukarmi. 45 Tahun. Di Dusun IX Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah. 17 Februari 2018. Sabtu. Pukul 15.00 WIB.
Sulastri. 47 Tahun. Di Dusun IX Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah. 27 September 2017. Rabu. Pukul 17.00 WIB.
Sumiatun. 70 Tahun. Di Dusun IX Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah. 13 Februari 2018. Selasa. Pukul 16.00 WIB.
Sutarni. 95 Tahun. Di Dusun IX Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah. 27 September 2017. Rabu. 15.00 WIB.
Wagimin. 19 Tahun. Di Dusun IX Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah. 27 September 2017. Rabu. Pukul 15.40 WIB.