Manfaat Tumbuhan atau Tanaman Ganja Bagi Manusia
Tuhan menciptakan segala sesuatu di bumi ini, tidak ada yang tidak bermanfaat bagi manusia. Oleh sebab itu sebagai manusia, sangat tidak bijaksana atau terlalu cepat untuk memandang sebagian karya Tuhan yang dikenal manusia sebagai tumbuh-tumbuhan, yang salah satunya disebut dalam bahasa latin (cannabis sativa, cannabis indica) atau lebih dikenal secara umum adalah ganja dari sisi yang negatif, tanpa terlebih dahulu menggunakan akal sehatnya untuk melihat tumbuhan atau tanaman tersebut secara nyata dari sisi yang sangat positif untuk kebutuhan hidup manusia itu sendiri. Diantaranya dapat digunakan untuk pengobatan, industri dan teknologi.
Saat ini di Indonesia tumbuhan atau tanaman ganja masih dipandang sebagai tanaman yang negatif atau tidak ada manfaatnya bagi manusia. Sehingga pemerintah Indonesia merasa perlu membuat undang-undang psikotropika untuk mencegah karya Tuhan yang satu ini tanpa melihat manfaat dan sisi positifnya secara luas untuk kebutuban manusia.
Bertempat di salah satu kawasan jakarta selatan, fsehat memperoleh kesempatan untuk mewawancarai Dhira Narayana selaku ketua LGN (Lingkar Ganja Nusantara) beliau menjelaskan tentang manfaat mengenai tumbuhan atau tanaman ganja bagi kelangsungan hidup manusia. LGN sendiri adalah berawal dari komunitas kecil anak bangsa yang sekarang ini menjelma sebagai organisasi rakyat yang berdiri pada bulan juli tahun 2010. Saat ini LGN memiliki relawan sebanyak seribu orang yang tersebar diseluruh Indonesia, antara lain terdapat di Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Kalimantan, Bali, Sumatera, dan Sulawesi. Terbentuknya LGN ini untuk mengusung visi dan misinya kepada pemerintah Indonesia dan masyarakat umum, agar dapat melihat tumbuhan atau tanaman ganja ini dari sisi yang positif. Sebagaimana negara-negara di dunia seperti Amerika, Inggris, Perancis, Russia, China, Uruguay dan masih banyak lagi negara-negara lain.
Pada kesempatan yang sama juga ketua LGN Dhira Narayana menyampaikan kepada fsehat sekelumit sejarah tentang tumbuhan atau atau tanaman ganja yang bermanfaat bagi manusia. Adalah seorang kaisar China yang bernama Shen Nung pada tahun 3000 sebelum masehi menemukan manfaat dari tumbuhan atau tanaman ganja ini melalui proses spiritual religius untuk pengobatan alternatif pada rakyatnya yang pada saat itu banyak mengalami penyakit malaria, cacing didalam tubuh manusia, pusing dan depresi. Sehingga kaisar Shen Nung dengan kesadaran penuh sebagai ungkapan syukurnya kepada Yang Maha Kuasa beliau membudidayakan beberapa tumbuhan atau tanaman sebagai obat alternatif diantaranya adalah ganja.
Kemudian dengan seiring berjalannya waktu dikawasan Arabia melakukan pengembangan-pengembangan terhadap tanaman ganja tersebut sebagai obat untuk mengatasi penyakit kanker, diabetes, glukoma, gangguan jiwa bipolar dan lainnya. Selanjutnya pada tahun 1980 secara mengejutkan ditemukan zat cannabinoids yang terdapat pada tumbuhan atau tanaman ganja. Ternyata kandungan zat tersebut secara alami terdapat dalam tubuh manusia yang memiliki fungsi sebagai penyeimbang energi atau transmisi untuk memaksimalkan saraf-saraf otak manusia, sehingga dapat melahirkan ide atau gagasan serta karya-karya yang positif bagi manusia dan alam semesta.O fsehat.com/os/andra
Penelitian terbaru menemukan bahwa ganja mengandung zat yg dapat membantu mengontrol gula darah. Selain ganja juga bisa meningkatkan nafsu makan, namun ternyata ganja juga bisa membantu seseorang untuk tetap langsing.
Tiga studi terakhir menunjukkan, para pengguna mariyuana mempunyai risiko lebih kecil mengalami kegemukan. Selain itu, mereka juga memiliki risikodiabetes lebih rendah dan nilai indeks massa tubuhnya lebih kecil. Ketiga manfaat tersebut didapatkan meski para pengguna ganja mengasup lebih banyak kalori.
Bagaimana hal tersebut terjadi? Salah satu alasannya adalah karena pengguna mariyuana memiliki metabolisme karbohidrat lebih baik.
"Level insulin puasa mereka juga lebih rendah dan mereka juga memiliki risiko lebih rendah mengalami resistensi insulin (kondisi yang memicu diabetes) akibat kemampuan tubuh mereka dalam menjaga kadar gula darah normal," kata Murray Mittleman, peneliti dari Harvard Medical School.
Penelitian yang dilakukan Mittleman itu meliputi 4.600 pria dan wanita yang berpartisipasi dalam National Health and Nutrition Examination Survey antara tahun 2005-2010.
Dari para responden tersebut, 48 persen pernah mengisap mariyuana paling tidak sekali dalam hidup mereka dan 12 persen masih mengisap sampai sekarang.
Para peneliti mengontrol faktor risiko lain yang berpengaruh pada risiko diabetes, seperti usia, jenis kelamin, penggunaan akohol, kebiasaan merokok, dan aktivitas fisik.
Kendati faktor-faktor risiko itu diperhitungkan, para pengguna mariyuana sampai sekarang memiliki level insulin puasa 16 persen lebih rendah dibanding orang yang tidak pernah mengisap atau sudah tidak mengisap lagi. Para pengisap ganja itu juga mendapatkan penurunan kadar resistensi insulin sekitar 17 persen.
Level insulin puasa dan juga kadar resistensi insulin terkait erat dengan terjadinya diabetes tipe dua serta obesitas.
Para pengguna mariyuana ternyata juga memiliki kadar kolesterol baik lebih tinggi, yang bisa melindungi tubuh dari penyakit jantung. Secara umum, mereka juga memiliki lingkar pinggang lebih kecil.
Para peneliti belum memahami dengan jelas kaitan tersebut karena penelitian ini bukanlah studi kontrol. Belum diketahui pula apakah mariyuana atau faktor gaya hidup lain yang dimiliki para responden yang menyebabkan mereka mendapat sejumlah keuntungan kesehatan tersebut.
Salah satu dugaan adalah pengaruh mariyuana pada reseptor tertentu di otak yang berkaitan dengan nafsu makan dan metabolisme.
Fakta-Fakta Manfaat Tanaman Ganja Dalam Ilmu Medis
31 Komentar
Ganja sebagai tanaman yang paling terkenal sepanjang sejarah manusia,
tidak bisa dipungkiri telah mengalami berbagai bentuk pemberitaan yang
tidak obyektif dan cenderung negatif. Dari sudut pandang kesehatan
manusia, tanaman Ganja (Cannabis sativa) adalah tanaman yang telah
memiliki sejarah panjang dalam literatur-literatur medis purba dari
berbagai kebudayaan dunia.
1. Kitab “Pen T’sao Ching” adalah kitab pengobatan herbal yang pertama
di dunia. Dikumpulkan dari catatan-catatan Kaisar Shen Nung pada tahun
2900-2700-an S.M. (Sebelum Masehi), kitab ini menyebutkan bahwa Ganja
memiliki khasiat menghilangkan sakit datang bulan, malaria, rematik,
gangguan kehamilan, gangguan pencernaan, dan penyakit lupa.
2. Tablet (potongan-potongan batu) yang ditemukan di reruntuhan
perpustakaan Ashurbanipal di Kouyunjik adalah kumpulan peninggalan
ilmu pengetahuan dari peradaban di daerah subur Mesopotamia. Raja
Ashurbanipal yang memerintah di kota Niniveh antara tahun 668 hingga
626 S.M. adalah simbol bagi kemajuan ilmu pengetahuan peradaban di
Mesopotamia. Keping-keping batu yang dipahat dengan huruf paku
(cuneiform) ini menyebutkan bahwa tanaman ganja memiliki manfaat
sebagai : insektisida, perangsang seksual, menyembuhkan impotensi,
neuralgia (penghilang rasa sakit saraf), tonik (penyegar), menyembuhkan
penyakit ginjal, penyumbatan paru-paru, kejang, depresi, kecemasan,
epilepsi, luka, dan memar pada kulit hingga menghilangkan sakit
menstruasi.
3. Berbagai kitab pengobatan dari India juga menyebutkan mengenai
beragam khasiat ganja dalam penyembuhan berbagai penyakit.
Kitab Susruta Samhita (yang ditulis sekitar 800-300 S.M.) menyebutkan
ganja berkhasiat dalam pengobatan radang pernafasan, diare, produksi
cairan yang berlebih, serta demam. Sementara kitab seperti
Rajanirghanta yang ditulis oleh Nahari Pandita pada tahun 300 masehi
menyebutkan khasiat ganja untuk merangsang nafsu makan,
memperbaiki ingatan, dan menghilangkan gas dalam sistem pencernaan.
Di beberapa negara tumbuhan ini tergolong narkotika, walau tidak
terbukti bahwa pemakainya menjadi kecanduan, berbeda dengan obat-
obatan terlarang jenis lain yang menggunakan bahan-bahan sintetik atau
semi sintetik dan merusak sel-sel otak, yang sudah sangat jelas
bahayanya bagi umat manusia. Di antara pengguna ganja, beragam efek
yang dihasilkan, terutama euforia (rasa gembira) yang berlebihan serta
hilangnya konsentrasi untuk berpikir di antara para pengguna tertentu.
Efek negatif secara umum adalah pengguna akan menjadi malas dan otak
akan lamban dalam berpikir. Namun, hal ini masih menjadi kontroversi,
karena tidak sepenuhnya disepakati oleh beberapa kelompok tertentu
yang mendukung medical marijuana dan marijuana pada umumnya.
Selain diklaim sebagai pereda rasa sakit, dan pengobatan untuk penyakit
tertentu (termasuk kanker), banyak juga pihak yang menyatakan adanya
lonjakan kreativitas dalam berpikir serta dalam berkarya (terutama pada
para seniman dan musisi).
Berdasarkan penelitian terakhir, hal ini (lonjakan kreativitas), juga
dipengaruhi oleh jenis ganja yang digunakan. Salah satu jenis ganja yang
dianggap membantu kreativitas adalah hasil silangan modern “Cannabis
indica” yang berasal dari India dengan “Cannabis sativa” dari Barat. Jenis
ganja silangan inilah yang tumbuh di Indonesia.
Efek yang dihasilkan juga beragam terhadap setiap individu. Segolongan
tertentu ada yang merasakan efek yang membuat mereka menjadi malas,
sementara ada kelompok yang menjadi aktif, terutama dalam berfikir
kreatif (bukan aktif secara fisik seperti efek yang dihasilkan
metamfetamin). Ganja, hingga detik ini, tidak pernah terbukti sebagai
penyebab kematian maupun kecanduan. Bahkan, di masa lalu dianggap
sebagai tanaman luar biasa, di mana hampir semua unsur yang ada
padanya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Hal ini sangat
bertolak belakang dan berbeda dengan efek yang dihasilkan oleh obat-
obatan terlarang dan alkohol, yang menyebabkan penggunanya menjadi
kecanduan hingga tersiksa secara fisik, dan bahkan berbuat kekerasan
maupun penipuan (aksi kriminal) untuk mendapatkan obat-obatan kimia
buatan manusia itu.
Dalam penelitian ilmiah dengan metode systematic review yang
membandingkan efektifitas ganja sebagai obat antiemetic didapatkan
hasil ganja memang efektif sebagai obat antiemetic dibanding
prochlorperazine, metoclopramide, chlorpromazine, thiethylperazine,
haloperidol, domperidone, atau alizapride, tetapi pengunaannya sangat
dibatasi dosisnya, karena sejumlah pasien mengalami gejala efek
psikotropika dari ganja yang sangat berbahaya seperti pusing, depresi,
halusinasi, paranoia, dan juga arterial hypotension.
Negeri Yunani sebagai salah satu lokasi asal penyebaran tonggak
kemajuan peradaban manusia melahirkan juga kumpulan pengetahuan
medisnya. Kitab “Materia Medica” yang ditulis oleh Dioscorides (1 S.M.)
pada masa setelah Romawi menguasai Yunani menjadi buku rujukan bagi
ilmuwan dari banyak bangsa selama 1500 tahun. Dalam “Materia
Medica”, Dioscorides mencatat ganja sebagai tanaman yang serat
batangnya bagus dan kuat untuk dibuat tali, sementara bijinya
bermanfaat untuk mengobati sakit telinga dan hilangnya gairah seksual
(Dioscorides 1968 – 3.165 – p.390). Dalam “de facultatibus alimentorum”,
Claudius Galen atau yang lebih terkenal dengan Galen (128-201 Masehi)
mencatat kalau masyarakat Yunani saat itu memakan kue dengan bahan
ganja yang dinamai cum aliis tragematis & quot untuk kegembiraan
dalam perjamuan.
Sementara sebagai obat, Galen mencatat kalau ganja dipakai untuk
menghilangkan rasa sakit dan menghilangkan gas dari saluran
pencernaan. Pemikir Yunani lain yang bernama Gaius Plinius Secundus
atau “Pliny si Tua” (23-79 M) mencatat kegunaan ganja dalam “Naturalis
Historia” sebagai jus untuk mengeluarkan cacing dan binatang2 kecil
yang masuk ke telinga, menghilangkan sakit perut, menyembuhkan
persendian yang kaku, rematik dan penyakit kulit.
Kumpulan pengetahuan medis dari bangsa Yunani ini kemudian
diteruskan perkembangannya oleh bangsa Arab. Bangsa Arab merupakan
bangsa yang memiliki kumpulan pengetahuan medis tentang ganja
dengan jumlah paling banyak dibandingkan bangsa-bangsa yang lain
sebelum abad ke-20. Catatan pertama manfaat medis ganja dalam
literatur Arab muncul dari tulisan dokter bernama Ibn-Masawayh (857 M)
yang menyebutkan kegunaannya sebagai obat sakit telinga. Pada abad
ke-10, bapak kedokteran Arab, Ibnu Sinna atau yang lebih terkenal di
dunia dengan Avicenna juga mencatat manfaat ganja untuk
mengeluarkan gas dari perut.
Epilepsi merupakan penyakit yang tercatat oleh bangsa Arab sebagai
penyakit yang dapat disembuhkan dengan ganja. Ibn al-Badri pada abad
ke-15 menyebutkan kalau ganja bisa menyembuhkan serangan epilepsi
dalam seketika (Lozano, 1989).
Pada awal abad ke-13 muncul larangan pertama di dunia Arab
berdasarkan ajaran agama Islam mengenai pemakaian ganja, tepatnya
pada masa kekuasaan raja al-Zahir baybars (Hamarneh, 1957). Tetapi
seorang dokter kerajaan yang bernama Yusuf ibn Rasul masih bersikeras
menggunakannya dalam praktek pengobatan untuk menyembuhkan sakit
kepala (Lewis et al. 1971).
Catatan kegunaan medis menarik tentang ganja yang baru muncul dari
bangsa Arab adalah khasiatnya menyembuhkan tumor. Ibn Buklari pada
abad ke-11 menyebutkan kalau jus dari daun ganja bisa menyembuhkan
‘abses’ di kepala, Ibn-al-Baytar seabad kemudian menyebutkan khasiat
minyak dari biji ganja untuk menghilangkan tumor yang sudah mengeras
(al-awram al-siya). Catatan lain datang dari Muhammad Riza Shirwani
pada abad ke-17 yang memakai biji ganja untuk pengobatan tumor pada
rahim (Mu’min, 1669).
Pemakaian ganja sebagai pengobatan
menyebar ke Eropa dan bahkan ke Amerika Selatan dari negeri Arab.
Bangsa Arab adalah yang memperkenalkan benua Eropa pertama kali
dengan salah satu penemuan terpenting umat manusia, yaitu kertas
(kebetulan bahan bakunya adalah serat batang ganja). Bangsa Arab juga
menjadi perantara penyebaran ilmu-ilmu kuno dari zaman keemasan
Yunani dan Romawi, salah satunya adalah ilmu medis atau pengobatan.
Dalam hal ini bangsa Arab memiliki kumpulan pengetahuan khasiat
pengobatan tanaman ganja yang terbanyak di seluruh dunia sebelum
abad ke-20. Berikut ini adalah daftar beberapa ahli pengobatan yang
tercatat dalam literatur pernah menyebutkan mengenai khasiat obat dari
ganja :
Ibn Masawayh (857 M) & Ishaq b. Sulayman (abad ke-10) – Minyak biji
ganja untuk menyembuhkan sakit di telinga.
Ibn al-Baytar (1291) – Minyak biji ganja untuk menyembuhkan gas
(‘rih’) pada telinga.
Al-Antaki (abad ke-16) – minyak biji ganja dapat membunuh cacing
dalam telinga & mengeluarkan benda-benda asing dan kotoran.
Al-Dima (abad ke-9) – Ganja untuk obat cacing perut.
Al-Firuzabadi (abad ke-14 – 15) – Obat cacing kremi / habb al-qar’.
Sabur ibn Sahl (abad ke-9) – Menghilangkan rasa sakit kronis, sakit
kepala, migrain, mencegah keguguran, gagal melahirkan, mengurangi
sakit pada rahim, & menjaga bayi tetap pada abdomen ibunya (kitab
“Al-Aqrabadhin Al-Saghir”).
Ibn Wafid al-Lajmi (abad ke-11) – Biji ganja untuk menambah produksi
air susu ibu & menyembuhkan sakit amenorrhea.
Avicenna/Ibnu Sinna (abad ke-10) – daun dan biji ganja u/ mengobati &
mengeluarkan gas dari perut.
Al-Biruni (abad ke-12) – Menyembuhkan rasa sakit kronis
Al-Masi (1877) – Daun ganja untuk mengeluarkan gas dari rahim, usus
& lambung.
Al-Mayusi (1877) – Daun ganja untuk menghilangkan dahak dari perut.
Ibn Habal (1362) – Biji ganja untuk mengeluarkan cairan empedu dan
dahak.
Ibn al-Baytar (1291) – Ganja untuk melancarkan buang air kecil.
Ishaq b. Sulayman (1986) – Ganja bisa menghangatkan badan.
Jabir ibn Hayyan (abad ke-8) – Ganja memiliki sifat psikoaktif (kitab al-
Sumum).
Umar Ibn Yusuf ibn Rasul (abad ke-13) – Ganja sebagai obat sakit
kepala.
Ibn al-Baytar (1291 AH) – Minyak biji ganja untuk mengurangi sakit
syaraf.
Al-Qazwini (1849) – Jus ganja untuk mengurangi rasa sakit pada
peradangan bola mata.
Tibbnama (1712) – Tumbukan batang dan daun ganja untuk mengobati
wasir.
Al-Masi (abad ke-10) – Ganja untuk pengobatan epilepsi.
Al-Badri (1464) – Ganja untuk mengobati epilepsi.
Abu Mansur ibn Muwaffak (abad ke-10) – Ganja untuk mengobati sakit
kepala (Kitab al-abniya ‘an haqa’iq al-adwiya).
Avicenna (1294) – Jus dari daun ganja untuk obat panu di kulit.
Al-Razi – Jus daun ganja untuk merangsang pertumbuhan rambut.
Ibn Buklari (abad ke-11) – Jus daun ganja untuk menyembuhkan abses
(tumor) di kepala.
Muhammad Riza Shirwani (abad ke-17) – Minyak biji ganja untuk
mengobati tumor pada rahim.
Berbagai catatan dari ahli-ahli pengobatan Arab ini masih
mencengangkan dunia medis modern. Mengherankan karena banyak di
antara khasiat ganja yang disebutkan di atas bahkan belum dikonfirmasi
atau dibuktikan oleh ilmu pengetahuan medis saat ini, namun sudah
dibuktikan dan dipercaya kemanjurannya oleh ilmuwan-ilmuwan dari
Arab.
Pada bulan November 1996 masyarakat California menyetujui proposisi
215, sebuah inisiatif yang dapat, membuat mariyuana tersedia secara
legal sebagai obat di Amerika Serikat untuk pertama kali setelah
bertahun-tahun. Dibawah undang-undang yang baru, pasien atau perawat
utama mereka yang memiliki atau menanam ganja untuk perawatan
medis yang telah direkomendasikan oleh seorang dokter akan dibebaskan
dari segala tuntutan kriminal. Pengobatannya dapat diperuntukkan bagi
“Kanker, anorexia, AIDS, rasa sakit kronis, kejang-kejang, galukoma,
arthritis, migrain, atau apapun penyakit lainnya yang dapat disembuhkan
oleh mariyuana.” Dokter tidak boleh dihukum dalam cara apapun karena
membuat rekomendasi, yang dapat ditulis maupun secara lisan.
Disahkannya hukum seperti ini hanyalah permulaan dari sebuah trend
yang akan menghadirkan tantangan baru bagi dokter, yang akan diminta
untuk mengambil tanggung jawab awal dimana banyak dari kita yang
belum siap. Semakin banyak pasien yang mendekati mereka dengan
pertanyaan mengenai mariyuana, mereka harus memberikan jawaban
dan membuat rekomendasi. Itu berarti bahwa mereka tidak hanya harus
mendengarkan dengan lebih cermat pasien-pasien mereka namun juga
mendidik mereka sendiri dan yang lain. Mereka harus mempelajari gejala
dan gangguan mana yang bisa diobati dengan lebih baik dengan ganja
daripada pengobatan yang konvensional, dan mereka mungkin perlu
untuk menjelaskan bagaimana menggunakan mariyuana.
Ganja sangatlah aman, praktis, dan obat-obatan yang potensinya
sangat murah. Ketika kami mengulas kegunaan medisnya pada
tahun 1993 setelah memeriksa banyak pasien dan sejarah kasus,
kami dapat menyebutkan daftar sebagai berikut : mual dan
muntah-muntah dalam kemoterapi kanker, sindroma hilangnya
berat badan pada AIDS, glaukoma, epilepsi, kejang otot dan rasa
sakit kronis pada multiple sclerosis, quadriplegia dan gangguan
kejang lainnya, migrain, prurits parah, depresi, dan
gangguan mood lainnya. Sejak itu kami telah mengidentifikasi
lebih dari selusin lainnya termasuk asma, insomnia, dystonia,
scleroderma, penyakit Crohn’s, diabetic gastroparesis, dan
penyakit terminal. Daftar ini pun masih panjang.
Sebagai contoh, ganja juga ditemukan bermanfaat dalam pengobatan dari
ostoarthritis. Aspirin dipercaya telah menyebabkan lebih dari 100
kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat. Lebih dari 7,600 kematian
setiap tahun dan 70,000 perawatan rumah sakit yang disebabkan oleh
non-steroidal antiinflamatory drugs (NSAIDs) telah dilaporkan. Komplikasi
gastrointestinal dari NSAIDs adalah efek samping serius yang paling
sering dilaporkan. Penggunaan acetaminophen jangka panjang dianggap
sebagai salah satu penyebab paling umum dari penyakit ginjal tahap
akhir. Ganja yang dihisap beberapa kali sehari sering lebih efektif dari
NSAIDs atau acetaminophen dalam osteoarthritis, dan belum pernah
ada laporan kematian akibat ganja.
Sering diperdebatkan bahwa bukti dari kegunaan medis marijuana,
walaupun kuat, hanyalah cerita belaka (anecdotal). Adalah benar bahwa
tidak ada studi yang memenuhi standard dari Food and Drug
Administration, terutama karena hambatan legal, birokratik dan finansial
terus-menerus diberikan. Situasinya adalah ironi, karena begitu banyak
penelitian telah dilakukan terhadap marijuana, sering dalam usaha yang
tidak sukses untuk menunjukkan bahaya kesehatan dan potensi adiktif,
yang kita tahu lebih banyak tentangnya daripada mengenai obat-obatan
resep. Dalam kasus apapun, penelitian yang terkontrol dapat
menyesatkan jika yang diteliti adalah pasien yang salah atau dosis yang
keliru digunakan, serta respon pengobatan yang umum (dianggap biasa
oleh pasien) dapat dikaburkan dalam eksperimen grup.
Bukti-bukti anekdotal adalah sumber dari kebanyakan pengetahuan kita
mengenai obat-obatan. Seperti yang ditunjukkan oleh Louis Lasagna,
eksperimen terkontrol tidak dibutuhkan untuk mengenali potensi
terapeutik daro chloral hydrate, barbiturate, aspirin, insulin atau penisilin.
Bukti-bukti anekdotal juga menunjukkan kegunaan dari propanolol dan
chlorothiazide untuk hipertensi, diazepam untuk status epilepticus, dan
imipramine untuk enuresis. Semua obat-obatan ini pada mulanya telah
disetujui untuk kegunaan yang lain.
Beberapa dokter dapat menganggap ini sebagai tidak bertanggung jawab
untuk didukung, lebih-lebih mengadvokasi penggunaan ganja
berdasarkan dari bukti-bukti anekdotal (kesaksian pribadi), yang terlihat
menghitung keberhasilan dan tidak menghiraukan kegagalan. Hal itu akan
menjadi masalah serius hanya jika ganja merupakan obat yang
berbahaya. Tahun-tahun dari usaha untuk membuktikan bahwa
mariyuana berbahaya secara berlebihan telah membuktikan
sebaliknya. Ia lebih aman, dengan lebih sedikit efek samping
serius, daripada kebanyakan obat-obatan resep, dan jauh lebih
tidak adiktif atau dapat disalahgunakan daripada banyak obat
yang sekarang digunakan sebagai pelemas otot, hypnotic dan
analgesic.
Karena itu dapat diperdebatkan bahwa jika hanya sedikit pasien yang bisa
mendapatkan penyembuhan dari ganja, maka ganja harus dibuat tersedia
karena resiko akan sangat kecil. Sebagai contoh, banyak pasien dengan
multiple sclerosis menemukan bahwa ganja mengurangi kejang otot
mereka dan rasa sakitnya. Seorang dokter mungkin tidak yakin bahwa
pasien tertentu akan mendapatkan penyembuhan yang lebih baik dari
ganja daripada obat seperti baclofen, dantrolene, dan dosis tinggi
diazepam yang telah dikonsumsi si pasien, namun satu hal yang pasti
adalah bahwa reaksi racun dari mariyuana sangatlah tidak mungkin,
karena itu pertimbangan rasio antara resiko dan manfaat membuatnya
sangat patut dicoba. Bagaimanapun, sebuah bentuk preparasi dan
intruksi mungkin diperlukan, baik untuk mecapai tujuan pengobatan dan
untuk menghindari reaksi yang tidak diinginkan. Efek psikoaktif, sebagai
contohnya, harus dijelaskan kepada pasien yang awam terhadap
mariyuana, yang mungkin akan mengalami kecemasan pada penggunaan
awal.
Pertimbangan legitimasi yang utama adalah efek dari merokok pada paru-
paru. Banyak dokter menemukan sulit untuk menyarankan obat yang
dirokok. Walau asap ganja mengandung lebih banyak tar dan materi
partikulat daripada asap tembakau, jumlah yang diperlukan oleh
kebanyakan pasien sangatlah terbatas. Lebih lanjut, ketika mariyuana
adalah obat yang dikenal secara terbuka, solusi bagi permasalahan ini
mungkin bisa ditemukan, mungkin dengan pengembangan dari teknik
untuk menghirup uap ganja. Bahkan sekarang, bahaya paling besar dari
menggunakan ganja untuk keperluan medis bukanlah ketidakmurnian
dalam asapnya namun ilegalitasnya, yang telah menempatkan
kecemasan dan pengorbanan besar pada orang-orang yang menderita.
Sebuah versi sintetis dari delta-9-tetrahydrocannabinol, zat aktif utama
pada ganja, telah tersedia dalam bentuk oral untuk keperluan terbatas
sebagai obat yang termasuk daftar “Schedule II” sejak tahun 1985. Obat
ini, dronabinol (Marinol), secara umum dianggap sebagai kurang efektif
daripada mariyuana yang dirokok. Pasien yang mengalami mual-mual
parah dan terus-menerus muntah, sebagai contoh, dapat menemukannya
sebagai hampir tidak mungkin untuk menyimpan pil atau kapsul. THC oral
secara acak dan lambat diserap ke dalam pembuluh darah; dosis dan
durasi dari efek mariyuana yang dihisap adalah lebih mudah untuk
dititrasi. Lebih lanjut, THC oral seringkali membuat banyak pasien menjadi
cemas dan tidak nyaman, kemungkinan karena cannabidiol, satu dari
banyak zat pada mariyuana, memiliki efek anxiolytic.
Selain tanggung jawab langsung terhadap pasien individual yang
berhubungan dengan mariyuana medis, dokter juga mempunyai
kewajiban yang bersifat sosial dan terutama politis. Jerome P. Kassirer
telah mengidentifikasinya dalam editorial New England Journal terbaru
yang berjudul “Federal Foolishness and Mariyuana.” Ia mendeskripsikan
kebijakan pemerintah pada mariyuana medis sebagai “munafik” dan
memprediksi bahwa dokter yang “memiliki keberanian untuk menentang
pelarangan mariyuana bagi orang sakit” pada akhirnya akan memaksa
pemerintah untuk mencapai sebuah bentuk akomodasi. Tugas penting
tersebut akhirnya akan jatuh pada generasi dokter yang lebih
muda, termasuk mahasiswa kedokteran saat ini dan di masa
depan.
Istilah mariyuana medis (medical mariyuana) mendapat
pengertian baru yang dramatis pada Februari tahun 2000, ketika
para peneliti di Madrid mengumumkan bahwa mereka telah
menghancurkan tumor otak yang tidak bisa disembuhkan pada
tikus dengan menyuntik mereka dengan THC, zat aktif pada
ganja.
Studi di Madrid menandai kesempatan kedua dimana THC telah diberikan
kepada hewan yang mengidap tumor; yang pertama adalah penyelidikan
Virginia 26 tahun yang lalu. Pada kedua studi, THC menyusutkan atau
menghancurkan tumor pada sebagian besar subyek tes.
Kebanyakan masyarakat Amerika tidak mengetahui apa-apa mengenai
penemuan Madrid. Hampir tidak ada Koran Amerika Serikat yang memuat
ceritanya (tidak heran, karena mereka berusaha menutup-nutupinya -
pen.), yang hanya diterbitkan sekali di jaringan berita AP dan UPI, pada
tanggal 29 februari 2000.
Bagian yang mengerikan adalah ini bukanlah pertama kalinya ilmuwan
telah menemukan bahwa THC bisa menyusutkan tumor. Pada tahun 1974
peneliti di Medical College of Virginia, yang telah didanai oleh National
Institute of Health untuk menemukan bukti bahwa mariyuana merusak
sistem kekebalan tubuh, malah menemukan bahwa THC
menghambat pertumbuhan tiga jenis kanker pada tikus – kanker
paru-paru dan payudara serta kanker darah (leukimia) yang
disebabkan oleh virus.
DEA dengan cepat menutup studi Virginia dan seluruh penelitian lebih
lanjut mengenai ganja dan tumor, menurut Jack Herer, yang melaporkan
pada peristiwa di bukunya, “The Emperor Wears No Clothes,” Pada
tahun 1976 Presiden Gerald Ford menghentikan seluruh
penelitian publik terkait dengan ganja dan memberikan hak
penelitian eksklusif kepada perusahaan-perusahaan farmasi,
yang merencanakan – namun gagal – untuk mengembangkan
bentuk sintetis dari THC yang dapat memberikan semua manfaat
medis tanpa efek “tinggi.”
Peneliti Madrid melaporkan pada terbitan Maret dari “Nature Medicine”
bahwa mereka menginjeksi otak dari 45 tikus-tikus dengan sel kanker,
menghasilkan tumor yang keberadaannya dikonfirmasi oleh MRI
(Magnetic Resonance Imaging). Pada hari ke-12 mereka menginjeksi 15
ekor tikus dengan THC dan 15 ekor dengan Win-55,212-2 sebuah senyawa
sintetis yang mirip dengan THC. “Semua tikus yang tidak diberi
pengobatan mati dalam waktu 12-18 hari setelah inokulasi sel glioma
(kanker otak) … Tikus yang diberikan cannabinoid (THC) bertahan hidup
jauh lebih lama daripada tikus yang menjadi pembanding (kontrol).
Pemberian THC tidaklah efektif pada tiga ekor tikus, yang mati pada hari
16-18. Sembilan dari tikus yang diobati dengan THC hidup sampai
melewati masa kematian dari tikus yang tidak diberikan apa-apa, dan
bertahan hidup hingga 19-35 hari. Selebihnya, tumor sepenuhnya
menghilang pada ketiga tikus yang diberi THC.” Tikus-tikus yang diobati
dengan Win-55,212-2 menunjukkan hasil yang sama.
Peneliti Spanyol, dipimpin oleh Dr. Manuel Guzman dari University of
Complutense, juga mencoba mengaliri otak tikus yang sehat dengan dosis
besar THC selama tujuh hari, untuk menguji efek biokimia yang
berbahaya atau efek neurologis. Mereka juga tidak menemukan apa-apa.
“Analisis MRI yang hati-hati dari seluruh tikus yang bebas dari tumor
menunjukkan tidak adanya tanda-tanda kerusakan yang berkaitan dengan
necrosis, edema, infeksi atau trauma … Kami juga meneliti potensi lain
dari efek pemberian cannabinoid. Pada kedua tikus, baik yang bebas dari
tumor maupun yang mengidap tumor, pemberian cannabinoid tidak
menyebabkan perubahan yang substansial sama sekali pada ukuran
perilaku seperti koordinasi motor dan aktifitas fisik. Konsumsi makanan
dan air, juga pertambahan berat badan tidak ditemukan selama dan
setelah pemberian cannabinoid. Begitu juga, profil hematologikal umum
dari tikus-tikus yang diobati dengan cannabinoid yang tampak normal.
Kemudian, baik ukuran biokima maupun penanda akan kerusakan
jaringan tidak menampakkan perubahan substansial selama pemberian 7
hari atau setidaknya selama 2 bulan setelah pengobatan dengan
cannabinoid berakhir.
Penelitian Guzman adalah penelitian satu-satunya sejak studi Virginia
1974 ketika THC diberikan kepada hewan yang mengidap tumor. Ilmuwan
Spanyol telah mengutip studi tahun 1998 dimana cannabinoid telah
menghambat penyebaran sel kanker payudara, namun penelitian tersebut
adalah penelitian dengan cawan Petri dan tidak melibatkan subyek yang
hidup.)
Dalam wawancara dengan email untuk cerita ini, ilmuwan dari Madrid
mengatakan bahwa ia telah mendengar mengenai studi Virginia, namun
tidak pernah berhasil menemukan literatur mengenainya. Bagaimanapun,
artikel dalam Nature Medicine menyebutkan bahwa studi yang baru
sebagai studi yang pertama dilakukan pada hewan pengidap tumor dan
tidak mengutip penelitian Virgina tahun 1974.
“Saya mengetahui keberadaan penelitian tersebut. Sebenarnya saya telah
berusaha mencoba beberapa kali untuk mendapatkan artikel jurnal dari
penelitian yang asli oleh orang-orang ini, namun terbukti tidak mungkin.”
Ujar Guzman.
Pada tahun 1983 pemerintahan Reagan/Bush mencoba untuk
membujuk universitas-universitas Amerika dan para peneliti
untuk menghancurkan seluruh hasil penelitian ganja dari 1966-
1967, termasuk compendium dalam perpustakaan, lapor Jack Herer, yang
menyebutkan, “Kami mengetahui bahwa sejumlah besar informasi sejak
itu telah menghilang.”
Guzman memberikan judul dari karyanya – “Antineoplastic Activity of
Cannabinoids,” sebuah artikel pada jurnal dari National Cancer Institute
tahun 1975 – dan penulis ini mendapatkan salinan dari fakultas
kedokteran University of California di Davis dan mem-fax-nya ke Madrid.
Ringkasan dari studi Virginia dimulai, “Pertumbuhan adenocarcinoma
paru-paru Lewis telah dihambat dengan pemberian secara oral dari
tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabinol (CBN)” – dua jenis dari
cannabinoid, sebuah keluarga dari komponen aktif di mariyuana. “Tikus
yang diobati selama 20 hari berturut-turut dengan THC dan CBN telah
berkurang ukuran tumor utamanya.
Pada artikel jurnal tahun 1975 tidak menyebutkan mengenai kanker
tumor payudara, yang hanya dimuat sebagai cerita koran satu-satunya
yang pernah muncul mengenai studi 1974 – pada bagian local dari
Washington Post pada 18 Agustus, 1974. Dibawah judul, “Penghambat
Kanker Tengah Dipelajari,” berikut sebagian dari isinya:
“Agen kimia aktif pada mariyuana yang menghambat pertumbuhan dari
tiga jenis kanker pada tikus dan juga mungkin menghambat reaksi
kekebalan yang menyebabkan penolakan transplantasi organ, telah
ditemukan oleh fakultas kedokteran dari Tim Virginia.” Ilmuwan,
“menemukan bahwa THC memperlambat pertumbuhan dari kanker paru-
paru, kanker payudara dan leukemia yang dipicu oleh virus pada tikus
laboratorium, serta memperpanjang hidup mereka sebanyak 36 persen.”
Guzman, menulis dari Madrid, dengan fasih dalam responnya setelah
penulis ini mengirimkan fax dari kliping Washington Post kepadanya
seperempat abad yang lalu. Dalam terjemahan, dia menulis :
“Ini sangat menarik bagi saya, harapan bahwa proyek ini terlihat sedang
bangkit pada saat ini, dan perkembangan menyedihkan dari peristiwa-
peristiwa selama tahun-tahun setelah penemuan ini, hingga saat ini kita
menutup kembali tabir akan kekuatan anti-tumor dari THC, dua puluh lima
tahun kemudian. Sayangnya, dunia terpantul-pantul antara momen
harapan dan periode panjang dari pengebirian intelektual.”
Liputan-liputan berita dari penemuan Madrid hampir-hampir tidak
ditemukan di negara ini. Berita ini diterbitkan diam-diam pada 29 Februari
tahun 2000 dengan cerita yang pernah dimuat sekali pada kawat UPI
tentang artikel Nature Medicine. Penulis ini menemukannya
pada link yang muncul sebentar pada halaman situs Drudge
Report. New York Times, Washington Post dan Los Angeles Times
semuanya menghiraukan saja cerita ini, walaupun pentingnya
berita ini tidak dapat dipungkiri : sebuah zat tidak berbahaya
yang terdapat di alam dan dapat menghancurkan tumor otak
yang mematikan.
Bila profesor Cheech dan Chong menerima bantuan universitas untuk
mengajarkan sejarah pengobatan dari subyek favorit mereka, tebal dari
paket kurikulumnya akan mengejutkan. Sejak 2737 SM (sebelum masehi),
kaisar yang mistis, Shen Nung dari Cina sudah meresepkan teh ganja
untuk mengatasi encok, rematik, malaria dan mungkin terdengar cukup
aneh, ingatan yang buruk. Popularitas ganja sebagai pengobatan
menyebar ke seluruh Asia, Timur Tengah lalu turun ke wilayah pantai
timur afrika, dan sekte-sekte Hindu tertentu di India menggunakan
mariyuana (ganja) untuk kepentingan relijius dan pengobatan stress.
Tabib dari zaman kuno juga memperingatkan akan penggunaan
berlebihan dari mariyuana (ganja), mereka mempercayai bahwa konsumsi
yang terlalu banyak dapat menyebabkan impotensi, kebutaan dan bisa
memunculkan kemampuan “melihat setan”.
Pada akhir abad ke-18, edisi awal dari jurnal kedokteran Amerika
merekomendasikan biji ganja dan akarnya untuk pengobatan kulit yang
terbakar (inflamasi), kesulitan pencernaan dan penyakit kelamin. Dokter
dari Irlandia, william O’Shaughnessy pertama kali mempopulerkan
penggunaan medis mariyuana (ganja) di Inggris dan Amerika. Sebagai
dokter yang bekerja untuk British East India Company, ia
menemukan bahwa ganja mengurangi sakit rematik dan bisa
membantu terhadap ketidaknyamanan dan mual pada kasus
rabies, kolera dan tetanus.
Perubahan sikap Amerika terhadap tanaman ganja muncul pada akhir dari
abad ke-19, ketika diantara dua sampai lima dari populasi Amerika Serikat
diketahui mengalami kecanduan terhadap morfin, sebuah resep rahasia
namun populer pada obat-obatan paten dengan nama yang beragam
seperti “The Peoples’s Healing Liniment for Man or Beast” dan “Dr
Fenner’s Golden Relief”. Untuk mencegah lebih banyak lagi masyarakat
yang disapu oleh kecanduan morfin-mengeluarkan Golden Relief,
pemerintah memperkenalkan Pure Food and Drug Act pada tahun 1906,
menciptakan Food and Drug Administration (FDA). Sementara ia tidak
mengatur mengenai mariyuana (ganja) dan hanya mengatur distribusi
dari opium dan morfin dibawah pengawasan dan kontrol dokter, regulasi
dari zat-zat kimia adalah pergeseran utama pada kebijakan obat-obatan di
Amerika.
Belum pernah sebelum tahun 1914 penggunaan obat didefinisikan
sebagai sebuah tindak kriminal, di bawah Harrison Act. Untuk
menghindari isu hak negara bagian, undang-undang menggunakan pajak
untuk meregulasi opium- dan obat-obatan turunan dari tanaman koka: UU
ini menghapus pajak terhadap penggunaan non-medis dari obat-obatan
yang jauh lebih tinggi dari harga obat itu sendiri, dan menghukum semua
yang menggunakan obat tanpa membayar pajak. Pada tahun 1937, dua
puluh tiga negara bagian telah melarang ganja : beberapa untuk
menghentikan pecandu morfin untuk memakai obat jenis baru, dan
beberapa sebagai tekanan terhadap imigran-imigran Meksiko yang baru
mulai berdatangan , terutama yang membawa obat ini (ganja) bersama
mereka.
Dengan pengecualian selama Perang Dunia ke-2, ketika pemerintah
menanam sejumlah besar ganja untuk mensuplai kebutuhan tali tambang
dari Angkatan Laut serta menggantikan suplai serat ganja dari Asia yang
sudah dikuasai oleh Jepang, mariyuana (ganja) dikriminalkan dan
hukuman yang lebih berat diterapkan. Pada tahun 1950-an Kongres
mengesahkan “Bogss Act” dan “Narcotic Control Act”, yag menjadi dasar
hukuman minimum bagi pelanggaran penggunaan obat, termask
kepemilikan dan distribusi mariyuana.
Terlepas dari undang-undang mariyuana pada tahun 1970-an,
pemerintahan Reagan juga menerapkan kebijakan terhadap obat-obatan
yang keras kepada mariyuana. Namun tetap, kecenderungan jangka
panjang adalah kepada relaksasi : Hari ini, dua belas negara bagian telah
menerapkan setidaknya sebuah bentuk dari dekriminalisasi mariyuana.
Betapa Keyakinan dan Paradigma, memang sangat menentukan
sekali dalam hidup dan kehidupan manusia, sehingga sesuatu
yang sesungguhnya memiliki nilai dan energi yang sangat
bermanfaat bagi manusia, bisa berubah fungsi menjadi sesuatu
yang merusak, membunuh dan menghancurkan diri manusia itu
sendiri oleh karena Keyakinan dan Paradigma manusia itu
sendiri. Sebagaimana manfaat dari pohon atau tanaman Ganja ini
yang sesungguhnya memiliki manfaat yang teramat sangat besar
dan memiliki nilai kemuliaan yang sangat tinggi, manfaat
tanaman ganja sebagai berikut : Mengaktifkan seluruh sistem sel,
menyehatkan jiwa dan raga, termasuk menyembuhkan segala
penyakit, mencerdaskan intelektual, emosional dan spiritual,
efektif untuk penggunaan otak kanan, sangat bermanfaat untuk
penelitian dan pengkajian IPTEK, bermanfaat untuk
membangkitkan energi alam bawah sadar, bermanfaat untuk
membuka rahasia kekuatan alam bawah sadar yang maha
dahsyat, bermanfaat untuk mengembalikan Jatidiri Kemanusiaan
yang sesungguhnya. Namun karena keyakinan dan paradigma
manusia negatif sehingga daun keabadian ini pun menjadi
diharamkan.
Ganja sebagai obat bukanlah hal yang baru di belahan dunia timur,
namun tidak demikian di belahan dunia barat. Dr. O’Shaughnessy
membawa dan mempopulerkan ganja sebagai obat dari India ke Inggris
pada tahun 1840.Tidak lama kemudian Dr. Sir Russel Reynolds, seorang
dokter pribadi dari Ratu Victoria dengan yakin memberikan resep ekstrak
ganja cair kepada sang Ratu. Sejak saat itu Ratu memakainya setiap
bulan untuk menghilangkan sakit datang bulan. Sebelumnya Ratu Victoria
menggunakan opium, kokain, anggur dan bahkan kloroform untuk
menghilangkan rasa sakit datang bulan yang ia alami.
Kemudian Dr Reynolds membuat pernyataan dalam edisi perdana salah
satu jurnal kedokteran tertua di Inggris, “The Lancet”, bahwa ganja “Bila
dalam keadaan murni dan diberikan dengan hati-hati, adalah salah satu
obat paling berharga yang kita miliki”.
Sementara “American Medical Association” (AMA), mengklaim bahwa
ganja tidak memiliki nilai medis, industri farmasi besar malah sibuk
mendapatkan paten untuk produk-produk berbasis marijuana (ganja).
Posisi pemerintah Amerika Serikat yang menolak riset dan penggunaan
medis marijuana adalah kebijakan publik yang irasional dan bobrok secara
moral. Mengenai poin ini, sedikit warga Amerika yang tidak setuju.
Mengenai pertanyaan “mengapa” pejabat-pejabat pemerintah federal
masih mempertahankan kebijakan yang tidak manusiawi dan tidak
fleksibel ini, adalah cerita yang lain.
Satu teori populer yang berusaha untuk menjelaskan pelarangan
pemerintah federal yang tampak tidak bisa dijelaskan terhadap ganja
sebagai obat medis berbunyi seperti ini : Baik pemerintah Amerika Serikat
maupun industri farmasi tidak akan mengizinkan penggunaan ganja
(marijuana) sebagai pengobatan medis karena mereka tidak bisa
mematenkannya atau mengambil keuntungan darinya.
Ini adalah teori yang menarik, namun saya telah menemukannya tidak
akurat maupun persuasif. Inilah kenapa;
Pertama, biarkan saya menyatakan hal yang jelas. Industri farmasi besar
sedang sibuk mendaftarkan – dan telah menerima – beragam paten untuk
khasiat pengobatan dari ganja. Ini adalah termasuk kepada turunan
sintetis dari ganja (seperti pil oral yang mengandung THC, Marinol),
agonis cannabinoid (agen sintetis yang mengikat kepada reseptor
endocannabinoid otak) seperti HU-210 dan antagonis ganja seperti
Rimonabant. Kecenderungan ini baru-baru saja diringkas dalam makalah
NIH (National Institute of Health) yang berjudul, “Sistem endocannabinoid
sebagai sasaran yang sedang berkembang dalam bidang farmakoterapi,”
yang menyimpulkan, “Minat yang terus bertumbuh terhadap ilmu
pengetahuan yang mendasari pengobatan ganja telah ditandingi oleh
pertumbuhan jumlah obat cannabinoid dalam perkembangan farmasi dari
2 pada tahun 1995 hingga 27 pada tahun 2004. “Dalam kata lain, pada
saat yang sama American Medical Association memproklamirkan bahwa
ganja tidak memiliki nilai medis, industri farmasi besar malah sedang
dalam kegilaan untuk mengeluarkan lusinan obat berbasis ganja baru ke
pasar.
Tidak juga semua obat-obatan ini akan berupa pil sintetis. Yang tercatat,
semprotan oral dari perusahaan GW Pharmaceutical, Sativex, adalah
ekstrak alamiah ganja dalam dosis yang telah dibuat standard. (Ekstrak
ini, terutama THC dan senyawa anxiolytic yang non-psikoaktif, CBD,
diambil langsung dari tanaman marijuana/ganja yang ditumbuhkan dalam
gudang perusahaan yang tertutup.)
Apakah minat yang mendadak berkembang dari industri farmasi besar
pada penelitian dan pengembangan obat-obatan berbasis ganja berarti
bahwa kalangan industri secara proaktif mendukung pelarangan
mariyuana/ganja? Tidak jika mereka tahu apa yang baik bagi mereka.
Biarkan saya menjelaskan.
Pertama, setiap dan semua obat-obatan berbasis ganja harus diberikan
persetujuan dari badan pengaturan federal seperti FDA (Food & Drug
Administration) Amerika Serikat – sebuah proses yang lebih didasari oleh
politik daripada kemajuan ilmiah. Kemungkinannya adalah bahwa
pemerintah yang masih bersikap negatif terhadap ganja tanpa alasan
yang masuk akal juga akan bersikap negatif terhadap memberikan
keputusan terhadap farmasi berbasis ganja.
Sebuah contoh dari ini dapat ditemukan pada penolakan terbaru
“Medicine and Health Products Regulatory Agency” (agen regulasi produk-
produk kesehatan) dari Sativex sebagai obat resep di Amerika Serikat dan
Inggris Raya. (Perusahaan ‘ayah’ Sativex, GW Parmaceuticals, bermarkas
di London.) Dalam tahun-tahun terakhir, politisi Inggris telah mengambil
garis keras terhadap penggunaan rekreasional dari mariyuana –
Memuncak pada deklarasi perdana menteri Gordon Brown bahwa ganja
hari ini memiliki “kualitas mematikan.” (tidak lama kemudian, parlemen
memutuskan untuk memerberat hukuman/penalti kriminal terhadap
kepemilikan dari obat dari mulai peringatan verbal hingga lima tahun
hukuman penjara.) Dalam lingkungan seperti ini tidaklah mengherankan
bahwa pembuat peraturan di Inggris telah dengan tegas menolak untuk
melegalisasi obat-obatan berdasar ganja, bahkan sebuah obat dengan
catatan keamanan yang sangat bersih seperti Sativex? Sebaliknya,
pembuat undang-undang Kanada – yang memiliki pandangan yang lebih
liberal terhadap penggunaan ganja alamiah dan melaksanakan
distribusinya kepada pasien yang berhak – akhir-akhir ini telah menyetujui
Sativex sebagai obat-obatan resep.
Tentunya, mendapatkan persetujuan perundang-undangan barulah
setengah dari pertempuran. Hambatan utama bagi industri farmasi besar
adalah menemukan konsumen untuk produknya. Disini lagi, sebuah
kebudayaan yang akrab dengan dan mendapat pengetahuan mengenai
kegunaan pengobatan ganja akan cenderung lebih terbuka terhadap
penggunaan obat-obatan berbasis ganja daripada populasi yang masih
tersangkut dalam cengkeraman film propaganda seperti “Reefer
Madness”. [baca : Konspirasi Ganja : Tanaman Multi Manfaat Yang
Dilarang]
Akankah pasien-pasien yang telah memiliki pengalaman langsung dengan
penggunaan medis ganja yang alami beralih ke obat-obatan farmasi
berbasis ganja jika suatu saat tersedia dengan legal? Mungkin tidak,
namun individu-individu ini hanya menyusun sebagian kecil dari populasi
Amerika Serikat. Tentunya banyak yang lain akan beralih – termasuk
banyak pasien-pasien berumur tua yang tidak pernah berminat untuk
mencoba atau mencari ganja yang alami. Intinya, terlepas dari apakah
ganja legal atau tidak, obat-obatan farmasi berbasis ganja tanpa ragu
akan memiliki daya tarik yang luas.
Tetapi tidakkah ketersediaan legal dari ganja akan mendorong
pasien untuk lebih sedikit menggunakan obat-obatan farmasi
secara keseluruhan? Mungkin, walau sangat kecil
kemungkinannya akan mempengaruhi “maksud utama” industri-
industri farmasi besar.
Yang pasti, kebanyakan individu di Belanda, Kanada dan Kalifornia – tiga
daerah dimana ganja untuk medis adalah legal dan juga mudah didapat
pada pasar terbuka – menggunakan obat-obatan resep, dan bukan ganja,
untuk mengobati penyakit mereka. Lebih lanjut, terlepas dari
ketersediaan sejumlah besar obat herbal dan tradisional seperti
Echinacea, Witch Hazel, dan Eastern hemlock, kebanyakan warga Amerika
terus berpaling kepada produk farmasi sebagai obat pilihan mereka.
Haruskah munculnya pengobatan alernatif dengan ganja yang legal akan
memicu atau membenarkan kriminalisasi dari pasien yang menemukan
penyembuhan yang lebih superior dari tanaman ganja alamiah? Tentunya
tidak. Namun, sebagaimana sektor swasta terus bergerak ke depan
dengan penelitian mengenai keamanan dan keberhasilan dari farmasi
berbasis ganja, akan menjadi lebih sulit bagi pemerintah dan penegak
hukum untuk mempertahankan kebijakan mereka yang absurd dan tidak
logis dari melarang ganja secara keseluruhan.
Tentunya, jika tidak karena advokat yang telah bekerja selama empat
dekade untuk melegalkan ganja untuk pengobatan medis, kecil
kemungkinan bahwa siapapun – terutama industri farmasi – akan
mengalihkan perhatian mereka kepada perkembangan dan pemasaran
dari obat-obatan yang berbasis ganja. Dalam kata lain, saya tidak akan
menahan nafas saya untuk menunggu akan datangnya cek royalti
apapun.
Oh ya, dan bagi mereka yang mengklaim bahwa pemerintah Amerika
Serikat tidak bisa mematenkan ganja untuk obat medis, bisa memeriksa
Paten US no. #6630507.
Paul Armentano adalah analis kebijakan senior di Yayasan NORML
(National Organization for the Reform of Marijuana Laws) , Washington,
DC.