Transcript
Page 1: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

8

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media dihasilkan dan

menyampaikan pesan kemasyarakat luas dan proses dimana pesan-pesan tersebut

diperlihatkan, digunakan, dimengerti, dan dipengaruhi oleh pemirsa. Pusat dari

studi komunikasi massa adalah media. Organisasi media menyebarkan pesan-pesan

yang mempengaruhi dan mencerminkan kebudayaan masyarakat dan mereka

memberikan informasi secara bersamaan ke penonton yang beragam secara luas,

membuat media bagian dari kekuatan institusional masyarakat.

"Media" tentu saja, menyiratkan "mediasi" karena mereka muncul diantara

pemirsa dan dunia. McQuail menyarankan beberapa kiasan untuk menangkap ide

ini. Media adalah jendela yang memungkinkan kita untuk melihat lingkungan diluar

kita, penafsir yang membantu kita memahami pengalaman, landasan atau operator

yang menyampaikan informasi, komunikasi interaktif yang meliputi umpan balik

pemirsa, papan arah yang disediakan dengan petunjuk dan arahan, penyaring yang

menyaring bagian-bagian pengalaman dan fokus pada yang lain, cermin yang

memantulkan diri kita kembali kepada kita, dan hambatan yang memblokir

kebenaran. Joshua Meyrowitz menambahkan tiga tambahan kiasan media sebagai

penyalur, media sebagai bahasa, dan media sebagai lingkungan (Littlejohn, Teories

Of Human Communication 2005: 324).

Page 2: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

9

Dari berbagai definisi di atas,bisa disimpulkan bahwa televisi adalah salah

satu media komunikasi massa yang menayangkan suatu peristiwa atau informasi

yang bisa di dengar dan dilihat melalui kabel atau melalui angkasa yang diharapkan

bisa mempengaruhi pemirsanya.Secara langsung maupun tidak langsung televisi

pasti memberikan pengaruh besar terhadap perubahan kehidupan masyarakat.

Massa dalam hal ini adalah masyarakat merupakan pihak yang berperan sebagai

komunikan sedangkan para insan pertelevisian berperan sebagai komunikator yang

memberikan pesan berupa informasi, hiburan edukasi maupun pesan - pesan

lainnya. Pesan yang disampaikan melalui televisi akan sampai ke khalayak dengan

cepat. Proses penghantaran pesan antara komunikator dan komunikan inilah yang

kita sebut sebagai arus informasi. Agar pesan bisa diterima baik oleh komunikan

dalam kasus ini yaitu masyarakat, maka diperlukan pengendalian arus informasi.

Menurut Cassata dan Asate (1979:12), bila arus komunikasi hanya dikendalikan

oleh komunikator, situasi akan menunjang persuasi yang efektif. Sebaliknya bila

khalayak dapat mengatur arus informasi, situasi komunikasi akan mendorong

belajar yang efektif.

Harold Lasswell (1948) mengidentifikasi tiga fungsi penting isi media dalam

melayani masyarakat:

1. Pemantau, isi berita adalah yang paling sesuai dengan fungsi pengawasan.

Wright (1986) menunjukkan bahwa berita menyediakan “peringatan”

tentang ancaman dan bahaya di dunia serta berguna untuk kehidupan

sehari-hari masyarakat seperti pasar saham, navigasi, dan lalu lintas udara.

Page 3: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

10

2. Korelasi, berkaitan dengan kegiatan propaganda. Isi korelatif mungkin

sebenarnya termasuk semua isi yang menafsirkan berita, walaupun hal ini

adalah yang paling sering dianggap komunikasi yang bermaksud mencoba

untuk membujuk. Lasswell memang tidak menyebutkan periklanan, namun

pertimbangan isi yg berhubung dengan periklanan dimana memungkinkan

konsumen untuk menghubungkan respon ataupun tanggapan pada

kebutuhan.

3. Transmisi, hampir semua bentuk isi mengirimkan yang dirasakan norma

masyarakat dalam beberapa acara. Hal ini dikarenakan hampir semua

media massa melakukan fungsi ini dalam beberapa acara mereka.

4. Hiburan, fungsi ini merupakan tambahan dari fungsi yang telah disebutkan

Lasswell dan dikemukakan oleh Wright (1986). Isi hiburan biasanya

berkaitan dengan apa yang memberikan kepuasan segera, relaksasi, dan

tangguh untuk audiens dan apa yang berada di bawah kontrol dari

produsen. Isi hiburan biasanya menghadirkan pengalaman manusia tetapi

hiburan tidak dirancang untuk menyampaikan peristiwa sebenarnya.

2.2.Pengertian Televisi

Menurut Cassirer (1987) dalam Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esai

tentang Manusia, televisi merupakan pengubahan dari dunia material, dunia sosial,

dan dunia simbolik yang menjadi lingkungan manusia. Sebagaimana dikemukakan

Kuntowijoyo (1987) dalam Budaya dan Masyarakat, halaman 66, bahwa televise

mengubah dan mentransformasikan “dunia manusia” ini menjadi realitas media

Page 4: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

11

(televisi). Media menentukan bagaimana suatu realitas diformat, dikemas dengan

trik-trik kamera dan editingyang membuat suatu “materi” tampil menarik,

membentuk ceritabaru tentang realitas: realitas televisi.Pemirsabebas memilih

acara - acara yang disukai dan dibutuhkannyamelalui beberapa stasiun yang ada.

Maka tidak heran jika disbandingkan dengan faktor lain, menurutFred Allen

dalamCross (1983), televisi adalah media komunikasi massa yang paling

menggairahkan/menggiurkan (the most seductive), paling meresap (most

pervasive), dan paling berpengaruh (the most influential). Televisi memang media

yang banyak digemari dan memberikan pengaruh yang kuat.Dewasa ini, televisi

boleh dikatakan telah mendominasi hampir semua waktu luang setiap orang.

Televisi memilikisejumlah kelebihan, terutama kemampuannya dalam meyatukan

antara fungsi audio dan fungsi visual, ditambah dengan kemampuannya dalam

memainkan warna. Selain itu televisi juga mampu mengatasi jarak dan waktu,

sehingga penonton yang tinggal di daerah terpencil dapat menikmati siaran televisi

(Mulyana, 2001).

Menurut Suangga (2004) televisi dianggap sebagai kotak ajaib yang

memiliki pengaruh besar dalam kehidupan manusia saat ini, menawarkan

kenikmatan yaitu mendapatkan hiburan dan informasi. Tetapi televisi juga

memberikan kehancuran atau kerusakan yang sangat fatal pada berbagai segi

kehidupan manusia, yaitu berubahnya nilai-nilai sosial masyarakat, moral, etika,

dan sebagainya. Selain itu, televisi memiliki posisi yang penting dalam kehidupan

manusia apabila benar-benar dimanfaatkan sebagaimana seharusnya. Televisi

menawarkan berbagai alternatif, sehingga dapat memilih informasi yang diinginkan

sesuai dengan kebutuhan. Dapat

Page 5: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

12

pula dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyampaikan ilmu, pendidikan,

pengetahuan, dan sebagainya.

2.3. Pengertian Nilai Moral Dan Sikap

Antara pengetahuan dan tindakan ternyata tidak selalu terjadi korelasi

positif. Proses pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan menu bentuk sikap

dan tingkah laku merupakan proses kewajiban yang bersifat musikal. Seorang

individu yang waktu tertentu melakukan perbuatan tercela ternyata tidak selalu

karena ia tidak mengetahui bahwa perbuatan itu tercela, atau tidak sesuai dengan

nilai dan norma sosial. Berbuat sesuatu secara fisik adalah bentuk tingkah laku yang

mudah di lihat dan diukur. Akan tetapi, didalamnya tercakup juga sikap mental

yang tidak selalu mudah ditanggapi, kecuali diduga dapat menggambarkan sikap

mental tersebut.

Nilai-nilai adalah patokan-patokan yang berlaku dalam kehidupan

masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan-

santun, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila adalah

nilai-nilai hidup yang menjadi pegangan seluruh warga negara indonesia. Jadi, nilai

adalah ukuran baik-buruk, benar-salah, boleh-tidak boleh, indah-tidak indah suatu

prilaku atau pernyataan yang berlaku dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat.

Oleh kerna itu, nilai mendasari sikap dan prilaku seseorang dalam kehidupan di

masyarakat.

Page 6: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

13

2.4. Pengertian Reality Show

Pengertian Reality show genre acara televisi yang menggambarkan Segmen

yang seakan-akan benar-benar berlangsung tanpa skenario, dengan pemain yang

umumnya khayalak biasa, acara realitas umumnya menampilkan kenyataan yang

dimodifikasi, seperti menaruh partisipan di lokasi -lokasi eksotis atau situasi-situasi

yang tidak lazim, memancing reaksi tertentu dari partisipan dan melalui

penyuntingan dan teknik - teknik pasca produksi lainnya. (Imelda Bancin, Motivasi

Konsumsi Terhadap Tanyangan Reality Show Dan Pemenuhan Kebutuhan

Informasinya, Jurnal Fakultas Ilmu Social Dan Politik Depertemen Ilmu

Komunikasi Universitas Sumetera Utara Medan).

Reality Show pertunjukkan yang asli (real), tidak di rekayasa dan tidak

dibuat-buat, kejadian diambil dari keseharian kehidupan masyarakat apa adanya

Reality show merupakan salah satu gaya atau aturan dalam pertelevisian yang

menampilkan “real life” seseorang,3reality show juga tidak mengekpos kehidupan

orang , tetapi juga menjadi ajang kompotisi atau bukan program yang menjahili

orang. (Nimas A.L, Pengaruh Reality Show “Jalan Dakwah Episode Lindungan

Alam” Di Trans7 Terhadap Ahklak Remaja, Jurnal: Institut Agama Islam Negri

Sunan Ampel Surabaya)

Menurut Sony Set, Reality Show adalah jenis tayangan yang menampilkan aktivitas

nyata dari pembawa acar dan segala aspek pendukung acara (talent, objek, lokasi,

situasi, dramatika). Walaupun berbasis kenyataan, Reality show membutuhkan

Page 7: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

14

penanganan tersendiri dari para kreatornya,memolesnya menjadi tayangan yang

menarik dan memasukkan beberapa unsure dramatis yang dikedepankan dapat

berupa rasa bahagia, takut dan senang. (Sony Set, 2008 : 185)

Menurut Morisan Program ini mencoba menyajikan sesuatu yang nyata (riil)

dengan cara yang sealamiah mungkin tanpa rekayasa. Sesuai dengan namanya,

maka program menyajikan suatu situasi seperti konflik, persaingan, atau hubungan

berdasarkan realitas yang sebenarnya.

Dari pendapat diatas dapatdisimpulkan bahwa reality show program yang

menayangkan suatu realita kehidupan sosial tanpa dibuat-buat danberdasarkan

kisah nyata yang mana dalam kehidupan sosial masyarakat memiliki perbedaan dari

status sosialnya dan di ambil dari masyarakat sehari-hari orang biasa atau orang

awam bukan selebriti.

Program tersebut juga dianggap mampu mengubah realitas publik dan

menggantinya dengan realitas yang ada dalam reality show tersebut. Sunardi dalam

Strinati (2007) mengatakan bahwa media dan konsumsi menggeser ikatan sosial

yang semula mementingkan aspek moral dan ikatan estetik. Dengan kehadiran

reality show seperti Katakan Putus dapat mengikis aspek moral yang dimiliki oleh

budaya timur. Salah satu dampak negatif tayangan-tayangan reality show ini dapat

dilihat pada tayangan reality show “Katakan Putus” yang merupakan besutan

stasiun televisi swasta Trans TV.

Tayangan ini kini menjadi fenomena baru reality show karena biasanya reality show

tidak akan mengekspos lebih jauh kehidupan orang atau privasinya namun pada

Page 8: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

15

acara ini penonton dapat menyaksikan dan mengikuti kisah-kisah yang bisa

dibilang sangat private yang menyangkut aib seseorang. Terbukanya aib seseorang

ini, sebetulnya bukan hanya keuntungan bagi si pelapor karena akan dibantu tim

reality show dibanding kasus yang tanpa “bumbu aib”, tetapi juga kerugian bagi

dirinya karena sebetulnya akan ada pihak-pihak lain selain pelapor yang akan

dirugikan, memang menjadi dilema bagi si pelapor kepada tim Katakan Putus di

Trans TV.

2.5.Budaya Dan Norma Moral

Dalam pandangan humanistik isi media dilihat sebagai bagian integral dari

budaya yang nyata, bukan sebagai sesuatu yang terpisah dari budaya itu. Budaya

dapat diaplikasikan dalam berbagai cara termasuk salah satunya dalam isi media.

Begitu juga dengan bangsa Indonesia yang pastinya memiliki perbedaan

budaya dengan bangsa lain di dunia ini, di Indonesia dikenal adanya norma yang

mengatur kehidupan bermasyarakat meskipun mungkin setiap orang memahami

norma secara berbeda-beda namun intinya tetap sama yaitu membuat manusia

menjadi manusia yang lebih baik. Dari asal katanya saja norm, yang artinya alat

tukang kayu untuk mengukur sudut atau siku-siku. Dari sinilah kita dapat

mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan. Jadi, norma adalah sesuatu

yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma

ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Norma adalah

aturan-aturan yang bersifat memerintah dan melarang.

Menurut Sony Keraf (1991), secara umum norma dikelompokkan menjadi dua yaitu

:

Page 9: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

16

a. Norma Khusus

Norma khusus adalah norma yang mengatur tingkah laku atau tindakan manusia

dalam kelompok atau bidang tertentu. Seperti etika medis, etika kedokteran, etika

lingkungan, aturan main catur, aturan main bola, dan lain-lain. Dimana aturan

tersebut hanya berlaku untuk bidang khusus dan tidak bisa mengatur semua bidang.

b. Norma umum

bersifat universal yang artinya berlaku luas tanpa membedakan kondisi atau situasi,

kelompok orang tertentu. Secara umum norma umum menjadi dua bagian, yaitu :

1. Norma sopan santun, norma ini menyangkut aturan pola tingkah laku dan

sikap lahiriah seperti makan, minum, tata cara bertamu, menerima tamu,

memberi sambutan, tata cara berpakaian, dan lain-lain. Norma ini lebih

berkaitan dengan tata cara lahiriah dalam pergaulan sehari-hari.

2. Norma hukum, norma ini sangat tegas dituntut oleh masyarakat. Alasan

ketegasan tuntutan ini karena demi kepentingan bersama. Dengan adanya

berbagai macam peraturan, masyarakat mengharapkan mendapatkan

keselamatan dan kesejahteraan bersama. Keberlakuan norma hukum

dibandingkan dengan norma sopan santun lebih tegas dan lebih pasti karena

disertai dengan jaminan, yakni hukuman terhadap orang yaitu yang

melanggar norma ini.

Page 10: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

17

2.6.Pedoman Perilaku Penyiaran

Pedoman prilaku penyiaran bisadikatan pedoman hidup seseorang yang bekerja

di duniamedia massa, khususnya televisi. “Pedoman Perilaku Penyiaran adalah

ketentuan-ketentuan bagi lembaga penyiaran yang ditetapkan oleh Komisi

Penyiaran Indonesia sebagai panduan tentang batasan perilaku penyelenggaraan

penyiaran dan pengawasan penyiaran nasional”.(Pasal 1Peraturan KPI tentang

Pedoman Perilaku Penyiaran (2012: 5). Tujuan dari pedomanperilaku penyiaran

dijelaskan dalam pasal 4 Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (2012:

89) Pedoman Perilaku Penyiaran memberi arah dan tujuan agar lembaga penyiaran:

a. Menjunjung tinggi dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan Negara

KesatuanRepublik Indonesia.

b. Meningkatkan kesadaran dan ketaatan terhadap hukum dan segenap

peraturanperundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

c. Menghormati dan menjunjung tinggi norma dan nilai agama dan budaya

bangsa yangmultkultural.

d. Menghormati dan menjunjung tinggi etika profesi yang diakui oleh

peraturanperundang-undangan.

e. Menghormati dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi.

f. Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

g. Menghormati dan menjunjung tinggi hak dan kepentingan public.

h. Menghormati dan menjunjung tinggi hak anak-anak dan remaja.

i. Menghormati dan menjunjung tinggi hak orang dan/atau kelompok

masyarakattertentu.

j. Menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik.

Page 11: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

18

2.7.Undang-Undang Penyiaran

Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, pada Bab IV

Pelaksanaan Siaran, Pasal 36 mengenai isi siaran, yang dikutip Syarief (2007),

menjelaskan bahwa:

1. Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat

untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan

bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai

agama dan budaya Indonesia.

2. Isi siaran dan jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga

Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib sekurang-

kurangnya menayangkan 60% mata acara yang berasal dari dalam negeri.

3. Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada

khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata

acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan

dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.

4. Isi siaran wajib dijaga netralisasinya dan tidak boleh mengutamakan

kepentingan golongan tertentu.

5. Isi siaran dilarang:

a. Memfitnah, menghasut, menyesatkan, dan/atau bohong;

b. Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan

narkotika dan obat terlarang, atau

c. Mempertentangkan suku, agama, ras, antar-golongan.

Page 12: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

19

2.8.Kekerasan

2.8.1 Pengertian Kekerasan

Kekerasan dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai sifat atau hal

yang keras, paksaan. Jadi, terlihat adanya unsur paksa dengan kekerasan yang

sangat dominan. Hadiwardoyo seperti dikutip Sudarsono, dalamMarliana (2006),

secara sederhana mengatakan bahwa kekerasan adalah tindakan yang memaksa

secara fisik dan psikis, sehingga dapat menimbulkan penderitaan terhadap banyak

orang yang tidak bersalah. Kekerasan disini ditekankan pada perilaku antar manusia

secara fisik dan psikis.

Menurut Surbakti (2008)kekerasan dapatlah dipahami sebagai tindakan

menyakiti, merendahkan, menghina, atau tindakan kekejaman yang bertujuan untuk

membuat obyek kekerasan tersebut menderita, baik secara psikologis maupun

fisiologis. Dengan demikian, dapat diduga bahwa tidak seorang pun manusia yang

hidup di dunia ini luput dari kekerasan. Setiap orang dalam perjalanan hidupnya

kemungkinan sekali pernah mengalami kekerasan. Bentuk kekerasan yang dialami

bermacam-macam dan intensitasnya pun berbeda-beda.

Menurut Galtung seperti dikutip Sudarsono, dalamMarliana (2006),

kekerasan terjadi ketika manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi

jasmani dan mental aktualnya berada di bawah realisasi potensialnya. Selain itu,

kekerasan juga terjadi ketika manusia terhambat potensinya sehingga tidak dapat

bertumbuh kembang secara optimal. Jadi, kekerasan tidak hanya dalam pengertian

sempit pada perlakuan fisik saja, namun juga pada mental yang terlihat maupun

tidak, yang berefek langsung maupun tidak langsung.Galtung seperti dikutip

Page 13: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

20

Sudarsono, dalamMarliana (2006), membagi kekerasan dalam dua bentuk. Pertama,

kekerasan personal dimana pada tindak kekerasan yang terjadi ditemukan secara

jelas ada subyek (pelaku) dan obyek (korban). Bentuk yang kedua adalah kekerasan

struktural, padabentuk ini tidak ditemukan ada pelaku kekerasan secara langsung

dan nyata. Kekerasan struktural terjadi akibat adanya struktur di masyarakat yang

menekan dan menghambat masyarakat untuk tumbuh kembang secara optimal.

Kekerasan juga dapat diartikan sebagaicara untuk mengendalikan dan menekan

yang dapat mencakup segi kekuatan emosi, sosial atau ekonomi, pemaksaan

ataupenekanan, selain agresi fisik. Kekerasan dapat dilakukan secara terbuka dalam

bentuk penyerangan fisik atau mengancam seseorang dengan senjata, dan bisa

secara tertutup melalui intimidasi, ancaman tuntutan, tipuan, dan bentuk- bentuk

lain tekanan psikologis maupun sosial. Penganiayaan merupakan penyalahgunaan

kekuasaan untuk si pelaku memperoleh kendali atau keuntungan dari korban,

dengan mengganggu secara fisik atau psikologis atau dengan memicu rasa takut

melalui gangguan tersebut. Penganiayaan menghambat seseorang untuk mengambil

keputusan yang bebas, serta memaksa mereka untuk bertindak melawan

kehendaknya sendiri (Monalisa, 2005).

Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran dijelaskan

mengenai kekerasan verbal pada pasal 24 yang berbunyi sebgai berikut:

Pasal 24

A. Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik

secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan

Page 14: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

21

menghina ataumerendahkan martabat manusia, memiliki makna

jorok/mesum/cabul/vulgar,dan/atau menghina agama dan Tuhan.

B. Kata-kata kasar dan makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di

atasmencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa

asing.

2.8.2. Bentuk-bentuk Kekerasan

Terdapat beberapa bentuk-bentuk kekerasan antara lain (Sunarto, 2009 :

137) :

a. Kekerasan fisik

Kekerasan fisik adalah kekerasan yang dilakukan oleh pelaku

terhadap korban dengan cara memukul, mendorong, menampar, mencekik,

menendang, melempar barang ketubuh, menginjak, melukai dengan

tangan kosong, atau dengan alat/senjata, menganiaya, menyisiksa,

membunuh serta perbuatan lain yang relevan.

b. Kekerasan Psikologis

Kekerasan psikologis adalah kekerasan yang dilakukan oleh

pelaku terhadap mental korban dengan cara membentak, menyumpah,

mengancam,

merendahkan, memerintah, melecehkan, menguntit dan memata-matai,

atau tindakan lain yang menimbulkan rasa takut (termaksuk yang

diarahkan kepada orang-orang dekat kornam, misalnya keluarga, anak,

suami, teman, atau orang tua).

Page 15: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

22

c. Kekerasan Finansial

Kekerasan finansial adalah tindakan mengambil, mencuri uang, merugikan

keuangan, tidak memberi pemenuhan kebutuhan finansial.

d. Kekerasan Fungsional

Kekerasan fungsional adalah memaksa melalukan sesuatu

yang tidak sesuai dengan keinginan, menghalangi atau menghambat

aktivitas ataupekerjaan tertentu, memaksa kehadiran tanpa

dikehendaki, membantu tanpa dikehendaki dan lain-lain yang

relevan

e. Kekerasan Relatioanal

Kekerasan relational adalah kekerasan yang berakibat negative

pada hubungan antar personal atau hubungan sosial di tengah

masyarakat, seperti menggunjingkan, mempermalukan, menyudutkan,

melainkan tanggung jawab, dan mengutamakan kepentingan diri

sendiri.

f. Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual adalah melakukan tindakan yang mengarah

ajakan/desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium dan atau

melakukan tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki, ucapan-

ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah pada

aspek jenis

Page 16: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

23

kelamin/seks korban, memaksa hubungan seks tanpa persetujuan

korban, memaksa melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak

disukai.

2.9. Teori Kekerasan Dalam Televisi

Program televisi yang mengandung kekerasan merupakan suatu kategori

konten media yang telah dipelajari secaa intensif. Konten semacam itu berbagi

karakter tertentu yang sama, misalnya tujuan, gaya, dan makna dengan cara

yang mirip dengan genre yang lebih dapat dikenali hingga tingkatan bermacam-

macam subgendre (misalnya perang, geng, humor, kartun, kejahatan sadis, dan

sebagainya). Tujuan utama di sini adalah untuk menunjukkan secara singkat

bagaimana karakter kunci dari kekerasan dealam televise (violent television)

telah diidentifikasi dan digambarka, utamanya dengan pandangan melindungi

anak-anak dari pengaruh yang berbahaya dan mendorong kampanye anti

kekerasan (McQuail,2011:128).

Wilson dan smith menjelaskan tentang penelitian AS yang lebih baru di

bawah dukungan National Television Violence Study telah berlangsung dengan

tradisi yang mirip dan karya tersebut memberikan sumber penggambaran tujuan

dan metode dalam tradisi arus utama. Studi ini menggambarkan kekerasan

sebagai penggambaran terbuka dari ancamaan kekerasan fisik yang nyata atau

penggunaan sesungguhnya dari kekerasan tersebut yang dimaksud untuk

menyakiti secara fisik kehidupan atau kelompok. Kekerasan juga termaksuk

Page 17: membuat media bagian dari kekuatan institusional ...eprints.umm.ac.id/53195/3/BAB II.pdfmasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan santun, adat kebiasaan,

24

penggambaran terbuka dari ancaman kekerasan fisik yang nyata atau

penggunaannya sesungguhnya dari kekerasan tersebut yang dimaksudkan untuk

menyakiti secara fisik dari kehidupan atau kelompok. Kekerasan juga termasuk

penggambaran tertemtu dari dampak yang secara fisik bahaya atas kehidupan

atau kelompok yang terjadi sebagai hasil tindak kekerasan yang tidak terlihat

(McQuail 2011:129).

Berdasarkan fenomena dan teori tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian analisi isi pesan dalam Reality Show Katakan Putus. Focus peneliti

adalah menganalisa pesan yang mengandung dimensi kekerasan. Metode yang

digunakan adalah analisis isi, yakni teknik yang digunakan untuk menarik

kesimpulan melalui usaha menemukan karekteristik pesan, dan dilakukan

secara obyektif dan sistematis. Dengan menggunakan metode penelitian analisa

isi deskriptif dengan pendekatan kuantitatif diharapkan dapat mengetahui

seberapa banyak frekuensi kekerasan yang ditayangkan dalam sebuah Reality

Show Katakan Putus.


Recommended