Download pdf - Menghitung Arah Kiblat

Transcript
Page 1: Menghitung Arah Kiblat

MENGHITUNG DAN MENGECEK ARAH KIBLAT DENGAN METODE SEGITIGA BOLA DAN INVERSE

GEODETIC PROBLEM

DISUSUN OLEH: HUSNUL HIDAYAT

3511201904

PROGRAM MAGISTER TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA 2012

Page 2: Menghitung Arah Kiblat

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sholat adalah ibadah terpenting bagi masyarakat muslim yang wajib dilakukan 5 kali dalam sehari. Pelaksanaan sholat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di dalam agama Islam. Salah satu dari ketentuan tersebut adalah sholat harus dilakukan dengan menghadapkan wajah ke arah Ka’bah yang terletak di Masjidil Haram, Makkah. Ketentuan ini berlaku di manapun dan kapanpun di muka Bumi selama menghadapkan wajah ke arah Ka’bah masih dapat dilakukan, kecuali dalam keadaan atau situasi yang tidak memungkinkan seperti di dalam kendaraan yang bergerak. Menghadapkan wajah ke arah Ka’bah adalah suatu perkara mudah jika Ka’bah terlihat secara langsung. Namun persoalan menjadi rumit ketika umat muslim berada pada belahan dunia lain yang tidak memungkinkan untuk “melihat” Ka’bah secara langsung. Untuk menyelesaikan masalah ini, dapat dilakukan pendekatan secara matematis untuk menentukan ke mana seorang muslim harus menghadap ketika shalat. Dari model bentuk Bumi ini, maka dapat ditentukan arah azimuth Ka’bah dari sembarang posisi manapun di muka Bumi. Penentuan arah ini dapat dilakukan dengan pendekatan segitiga bola maupun pendekatan Inverse Geodetic Problem. Masyarakat muslim melaksanakan shalat secara berjamaah di masjid atau mushola. Sehingga masjid atau mushola yang dibangun seharusnya menghadap ke arah Ka’bah. Namun dalam kenyataannya di Indonesia, kebanyakan masjid atau mushola yang dibangun menghadap ke arah barat, yang itupun belum pasti berapa arah azimuthnya. Tentunya hal ini bisa menyebabkan arah kiblat ketika sholat menjadi salah. Adalah hal yang menarik untuk mengecek kebenaran arah kiblat masjid/mushola tertentu, untuk dibandingkan dengan hasil perhitungan secara teoritis sehingga dapat diketahui apakah arah kiblat masjid/musola yang bersangkutan sudah benar atau tidak.

1.2 Tujuan 1. Menghitung arah kiblat masjid atau mushola dengan metode segitiga bola dan Inverse

Geodetic Problem. 2. Membandingkan hasil perhitungan arah kiblat dengan arah kiblat yang teramati pada

masjid atau mushola.

Page 3: Menghitung Arah Kiblat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Segitiga Bola

Segitiga bola adalah suatu bidang lengkung pada permukaan bola yang dibatasi oleh perpotongan tiga lingkaran konsentris yang pusatnya berimpit pada pusat bola. Segitiga bola memiliki 3 sudut dan 3 sisi, di mana semuanya dinyatakan dalam satuan sudut. Sisi segitiga bola merupakan bagian dari busur lingkaran terbesar yang dapat dibuat pada bidang bola.

Gambar 1. Segitiga Bola

Pada gambar 1, huruf besar menyatakan titik-titik sudut segitiga bola, sedangkan huruf kecil menyatakan sisi segitiga bola. Pada segitiga bola berlaku beberapa aturan yang menjelaskan hubungan matematis antara sisi-sisi dan sudut-sudut segitiga bola. Dari sekian banyak aturan tersebut, ada 2 aturan yang paling mendasar yaitu:

a. Aturan Cosinus:

b. Aturan Sinus:

2.2 Inverse Geodetic Problem dengan Metode Puissant Inverse Geodetic Problem, atau dalam istilah Indonesia dikenal sebagai Soal Pokok Geodesi (SPG) II adalah problem menentukan azimuth dan jarak dari satu titik (φ1,λ1) ke titik lain (φ2,λ2) pada permukaan Bumi, di mana koordinat geodetik kedua titik tersebut sudah diketahui. Pada pemecahan masalah ini digunakan model bentuk Bumi berupa ellipsoid. Sehingga dalam perhitungannya melibatkan parameter eksentrisitas (e) ellipsoid Bumi.

A

B C

c b

a

Page 4: Menghitung Arah Kiblat

Gambar 2. Inverse Geodetic Problem (http://surveying.wb.psu.edu/sur351/c6/inverse.htm)

Permasalahan ini dapat diselesaikan salah satunya dengan menggunakan metode Puissant yang memiliki alur sebagai berikut:

Misalkan:

dan

Dengan membagi x dengan y didapatkan:

di mana α adalah azimuth dari titik 1 ke titik 2, dan S adalah jarak geodetik dari titik 1 ke titik 2.

Untuk mendapatkan nilai x dan y, nilai koefisien A, B, C, D, dan E dihitung dengan cara berikut:

Page 5: Menghitung Arah Kiblat

nilai ρ adalah 206265.

Agar koefisien A, B, C, D, dan E dapat dihitung, maka jari-jari kelengkungan meridian dan jari-jari normal ellipsoid pada kedua titik harus dihitung dengan cara berikut:

Gambar 3. Jari-jari lengkung meridian (M) dan jari-jari normal elipsoid (N)

(http://surveying.wb.psu.edu/sur351/georef/ellip3.htm#CURVATURE OF THE ELLIPSOID)

Agar nilai M dan N dapat dihitung, maka perlu didefinisikan ellipsoid referensi yang digunakan.

Page 6: Menghitung Arah Kiblat

BAB III HASIL DAN ANALISIS

3.1 Lokasi Pengujian

Lokasi pengujian penentuan arah kiblat ini adalah Mushola Al Ishlah Komplek Perumahan ITS Blok U yang ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 4. Lokasi Pengujian

Penentuan koordinat mushola dilakukan menggunakan GPS navigasi dengan ketelitian 10 meter, dan pengukuran azimuth arah kiblat mushola dilakukan menggunakan kompas bidik. Dari hasil pengukuran, diketahui bahwa koordinat Mushola Al Ishlah adalah:

φ1 = -07°16’59.80” λ1 = 112°48’02.20”

Sedangkan dari bacaan kompas diketahui bahwa mushola yang terbangun menghadap ke arah azimuth 274°. Adapun ellipsoid referensi yang digunakan dalam perhitungan ini adalah WGS 1984 dengan parameter sebagai berikut:

a = 6378137 meter b= 6356752.314 meter f = 1/298.257223563

Sedangkan koordinat Ka’bah menurut salah satu sumber berada pada koordinat:

φ2 = 21°25’21.03” λ2 = 39°49’34.34”

3.2 Solusi dengan Metode Segitiga Bola

Permasalahan mencari arah kiblat ini dapat diselesaikan dengan metode segitiga bola. Pada metode ini, permukaan Bumi diasumsikan berbentuk bola sempurna. Berdasarkan gambaran segitiga bola, maka posisi mushola dan Ka’bah dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 7: Menghitung Arah Kiblat

Gambar 5. Posisi Ka’bah, mushola, dan Kutub Utara

Dengan menganalogikan Gambar 5 seperti gambar 2, maka didapatkan beberapa hal berikut: A= sudut KU = |λ1-λ2| = 112°48’02.20”- 39°49’34.34” = 72°58’27.86” b= 90° - φ2 = 90° - 21°25’21.03” = 68°34’38.97” c = 90° - φ1 =90° - ( -07°16’59.80”) = 97°16’59.80” Azimuth dari mushola ke Ka’bah adalah sudut luar segitiga bola pada titik B. Dengan demikian sudut yang dicari terlebih dahulu adalah sudut B. Menggunakan aturan kosinus dapat ditentukan nilai a:

cos a = 0.2240671979

a = 77°

Dari aturan kosinus kedua:

dapat disimpulkan hubungan:

Dengan memasukkan nilai a, b, dan c didapatkan:

KU

Mushola

Ka’bah

90-φ1 90-φ2

a

|λ1-λ2|

Page 8: Menghitung Arah Kiblat

B = 65°58’14.38”

Dari nilai B, maka azimuth dari mushola ke Ka’bah adalah 360° - B = 294°01’45.62”

3.3 Solusi dengan Inverse Geodetic Problem Metode Puissant Pada metode ini, penentuan azimut dilakukan menggunakan model permukaan elipsoid. Untuk pemecahan dengan metode Puissant, nilai jari-jari kelengkungan meridian (M) dan jari-jari normal (N) pada setiap titik dihitung terlebih dahulu berdasarkan nilai lintang dan parameter elipsiod WGS 1984 yang digunakan yaitu:

a = 6378137 meter b= 6356752.314 meter f = 1/298.257223563

Selanjutnya nilai M dan N dihitung sebagai berikut:

Adapun nilai M2 tidak perlu dihitung karena tidak digunakan dalam metode Puissant. Kemudian dihitung koefisien-koefisien berikut:

Page 9: Menghitung Arah Kiblat

Selanjutnya dihitung nilai x dan y:

Dari nilai x dan y diketahui sudut B seperti pada segitiga bola dengan hubungan:

α = 65°58’09.65”

Dengan demikian azimuth dari mushola ke Ka’bah adalah 294°01’50.35”. Sedangkan jarak dari mushola ke Ka’bah adalah:

S = 8302,497 kilometer

3.4 Perbandingan Hasil Hitungan dengan Arah Kiblat Mushola Dari hasil perhitungan diketahui bahwa arah kiblat mushola yang seharusnya adalah:

Berdasarkan metode segitiga bola α = 294°01’45.62”

Berdasarkan Inverse Geodetic Problem metode Puissant α = 294°01’50.35” Dari kedua metode tersebut, ternyata selisih arah kiblat yang dihitung hanya mencapai 00°00’04.73”. Jika dibandingkan dengan hasil bacaan kompas sebesar 274°, maka terjadi kesalahan arah kiblat sekitar 20 derajat. Meskipun bangunan mushola yang bersangkutan menghadap ke arah 274 derajat, pengurus mushola telah merubah posisi saf agar miring menyesuaikan arah kiblat. Penyesuaian arah kiblat ini menyebabkan jamaah akan menghadap ke arah azimut sekitar 283° ketika sholat, atau meleset sekitar 11° ke selatan dari arah kiblat yang seharusnya.

Page 10: Menghitung Arah Kiblat

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pada Mushola Al Ishlah yang terletak di Perumahan ITS Blok U, terjadi kesalahan arah kiblat pada bangunan mushola sekitar 20° ke selatan dari arah kiblat yang seharusnya. Oleh pengurus mushola, arah ini kemudian dikoreksi dengan memiringkan saf. Namun koreksi ini masih memberikan kesalahan arah kiblat sekitar 11° ke selatan dari arah kiblat yang seharusnya. Sehingga jika pengurus mushola hendak mengoreksi kembali arah kiblat, maka koreksi yang dapat diberikan adalah dengan memiringkan saf sekitar 11° ke utara.

REFERENSI Roy, A. E dan Clarke, D. Astronomy: Principles and Practice. Philadelphia: Adam Hilger http://en.wikipedia.org/wiki/World_Geodetic_System http://surveying.wb.psu.edu/sur351/c6/inverse.htm http://surveying.wb.psu.edu/sur351/c6/invex.htm#Puissant http://surveying.wb.psu.edu/sur351/georef/ellip3.htm#CURVATURE OF THE ELLIPSOID