Ushul Fiqh | 1
METODE LINGUISTIK DALAM PENEMUAN HUKUM ISLAM
(MAFHUM MUKHALAFAH, MUSYTARAK, ‘AM DAN KHAS)
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ushul Fiqh
Dosen Pengampu : Dr. H. Fakhruddin Aziz, Lc, MSI
Disusun oleh :
Lia Oktavia Nurhasanah (1504026073)
Muhammad Mulki ‘Aziz (1504026079)
Isyfina Nailatuz Zulfa (1504026082)
FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
Ushul Fiqh | 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Objek utama yang akan dibahas dalam Ushul Fiqh adalah Al-Quran dan
Sunnah Rasulullah. Untuk memahami teks-teks dua sumber yang berbahasa Arab
tersebut, para ulama telah menyusun semacam “Semantik” yang akan digunakan
dalam praktik penalaran Fiqh. Ayat-ayat Al-Quran dalam menunjukan pengertiannya
menggunakan berbagai cara, ada yang tegas, ada yang melalui arti bahasanya dan ada
pula yang melalui maksud hukumnya. Disamping itu di satu kali terdapat pula
perbenturan antara satu dalil dengan yang lain yang memerlukan penyelesaian. Ushul
Fiqh menyajikan berbagai cara dari berbagai aspeknya untuk menimba pesan-pesan
yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah. Salah satu metode yang
dapat digunakan untuk menarik hukum dari Al-Quran dan Sunnah yaitu dengan
metode istinbat. Berikut ini kami akan memaparkan beberapa metode linguistik dalam
penemuan hukum Islam (Mafhum Mukhalafah, Musytarak, Am dan Khas).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah maksud dari Mafhum Mukhalafah ?
2. Apakah maksuddari Musytarak ?
3. Apakah maksuddari ‘Am dan Khas ?
Ushul Fiqh | 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mafhum Mukhalafah
1. Pengertian, Macam-Macam dan contoh Mafhum Mukhalafah
.ونفياوهو ماكان المسكوت عنه مخالفا للمنطوق به اثباتا
“sesuatu yang tidak diucapkan itu bertentangan dengan apa yang
diucapkan, baik dalam itsbat (menetapkan) maupun nafinya (meniadakan).”
Macam-macam Mafhum Mukhalafah yaitu :
a. Mafhum Shifat
Adalah mempertalikan hukum sesuatu kepada salah satu sifat-sifatnya.
Misalnya firman Allah tentang kifarat membunuh:
.مؤمنةفتحرير رقبة
“maka dengan memerdekakan hamba yang mukmin.”(QS. An-Nisa’: 92)
Kalau hamba sahaya yang tidak mukmin dianggap tidak cukup.
b. Mafhum Illat
Adalah mempertalikan hukum dengan illat, seperti mengharamkan arak
karena memabukkan.
c. Mafhum ‘adad
Adalah mempertalikan hukum kepada bilangan (adad) yang tertentu.
Seperti firman Allah:
جلدوهم ثمانين جلدةوالذين يرمون المحصنت ثم لم يأتوا بأربعة شهداء فا
“orang-orang yang menuduh terhadap wanita-wanita yang baik (berbuat
zina) dan mereka tidak membawa empat orang saksi maka deralah mereka (yang
menuduh) delapan puluh kali dera.” (QS.an-Nur: 4)
Dari ayat ini dapat dipahami apabila orang yang menuduh zina itu
mendatangkan empat orang saksi, hukum had tidak dapat dijalankan.
d. Mafhum Ghoyah
Adalah lafal yang menunjukkan hukum sampai kepada ghoyah (batas).
Hukum yang terdapat sesudah adanya ghoyah ( lafal yang menunjukkan adanya
batas ) selalu berlawanan dengan hukum yang sebelumnya. Misalnya firman
Allah:
. اذاقمتم الى الصالة فاغسلواوجوحكم وايديكم الى المرافق
Ushul Fiqh | 4
“apabila kamu hendak sholat, cucilah muka kamu tangan-tangan kamu
sampai kedua siku”.(QS.al-Maidah: 6)
Dengan perkataan sampai kedua siku, berarti tidak perlu mencuci lebih
dari itu karena batas inilah yang Allah perintahkan. Juga tidak boleh kurang dari
siku karena kalau kurang tidak menurut perintah Allah.
e. Mafhum Hashr (pembatas/menyingkat)
Adalah mengkhususkan hukum dengan apa yang disebutkan dalam
perkataan yang dinyatakan, tidak mengenai selain yang tersebut dalam
perkataan itu dengan menggunakan innama atau illa sesudah nafi.
.انما أمرت بالوضوء اذا قمت الى الصال ة
“(tidak lain) aku diperintah berwudlu apabila aku hendak sholat” (HR.
An-Nisa’i)
Dari hadis tersebut dapat dipahami bahwa perintah berwudlu itu hanya
terbatas untuk sholat, tidak untuk lainnya.1
2. Pendapat para Ulama tentang Kehujjahan Mafhum Mukhalafah
a. Ulama Hanafiyah tidak memandang mafhum mukhalafah sebagai salah satu
metode penafsiran nash-nash syara’ dengan alasan :
Sesungguhnya banyak nash syara’ yang apabila diambil mafhum
mukhalafahnya akan rusak pengertiannya.
Sifat-sifat yang terdapat pada nash syara’ dalam banyak hal bukan
pembatasan hukum melainkan untuk targib dan tarhib.
Seandainya mafhum mukhalafahnya itu dapat dijadikan hujjah syara’ maka
suatu nash yang telah menyebut suatu sifat tidak perlu lagi disebut nash yang
menerangkan hukum kebalikan hukum dari sifat tersebut.
b. Menurut ulama jumhur Ushuliyyin, mafhum mukhalafah dapat dijadikan hujjah
syara’ dengan alasan :
Berdasarkan logika, setiap syarat atau sifat tidak mungkin dicantumkan tanpa
tujuan dan sebab. Sebabnya adalah untuk Qayid/pembatasan hukum selama
tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa dicantumkannya suatu sifat itu
untuk targib, tarhib, dan tanfir.
1Drs. Moh. Rifa’i, Ushul Fiqh, (Bandung: Al-Ma’arif, 1973), 87-92.
Ushul Fiqh | 5
Sikap Rasulullah yang tidak menyalahkan umar bin Khattab dalam
memahami mafhum mukhalafah.
c. Ulama yang memakai mafhum mukhalafah sebagai hujjah dengan syarat :
Mafhum mukhalafah itu tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat.
Qayid/pembatasan yang terdapat pada suatu nash tidak berfungsi.
Tidak ada dalil khusus yang membatalkan mafhum mukhalafah itu.2
B. Musytarok
1. Pengertian
Lafad Musytrok adalah lafad yang mempunyai dua arti atau lebih dengan
kegunaan yang banyak pula, juga dapat menunjukan arti secara bergantian.artinya
lafad tersebut bisa menunjukan lafad ini atau itu, seperti lafad al-‘ain yang menurut
bahasa bisa berarti mata,sumber air dan mata-mata.
Kata Musytarak adalah bentuk mashdar yang berasal dari kata kerja
ركاشت yang berarti bersekutu seperti dalam ungkapan اشترك القوم yang berarti “kaum
itu bersekutu”
Dari pengertian bahasa ini selanjutnya para ulama’ ushul merumuskan
pengertian musytarak menurut istilah. Adapun definisi yang diketengahkan o leh
para ulama’ ushul adalah antara lain:
Menurut Ibn Al-Hajib dalam kitab Syarah Al-Mufasshal :
ختلفين اواكثر داللة على السوأ عند اهل تلك اللغةاللفظ الواحد الدال على معنيين م
“ Satu lafadz (kata) yang menunjukkan lebih dari satu makna yang berbeda,
dengan penunjukan yang sama menurut orang ahli dalam bahasa tersebut ”
Menurut Muhammad Abu Zahrah dalam kitabnya Ushul Fiqh:
اول افرادا مختلفة الحدود على سبيل البدللفظ يتن
2 Dr. Rahmat Syafe’i, M.A, Ilmu Ushul Fiqih, (Puataka Setia: Bandung, 1999), hal.217-219
Ushul Fiqh | 6
“Satu lafadz yang menunjukkan lebih dari satu makna yang berbeda-beda
batasannya dengan jalan bergantian”. Maksudnya pergantian disini adalah kata
musytarak tidak dapat diartikan dengan semua makna yang terkandung da lam kata
tersebut secara bersamaan, akan tetapi harus diartikan dengan arti salah satunya.
Seperti kata قرءyang dalam pemakaian bahasa Arab dapat berarti masa suci
dan biasa pula masa haidl, lafadz عينbisa berarti mata, sumber mata air, dzat,
harga, orang yang memata-matai (jasus) dan emas, kata musytarak antara tanganيد
kanan dan kiri, kata سنةdapat berarti tahun untuk hijriyah, syamsiyah, bisa pula
tahun masehi.
2. Sebab-Sebab Terjadinya Lafadz Musytarak
Sebab-sebab terjadinya lafadz musytarak dalam bahasa Arab sangatl
banyak sekali, namun ulama’ ushul telah merumuskan sebab-sebab yang paling
mempengaruhi antara lain sebagai berikut :
1. Terjadinya perbedaan kabilah-kabilah Arab di dalam menggunakan suatu kata
untuk menunjukkan terhadap satu makna. Seperti perbedaan dalam pemakain
kata يد , dalam satu kabilah, kata ini digunakan menunjukkan arti hasta secara
sempurna(كلهذراع). Satu kabilah untuk menunjukkan (الساعدوالكف) Sedangkan
kabilah yang lain untuk menunjukkan khusus telapak tangan.
2. Terjadinya perkembangan perluasan makna satu lafadz dari makna asal, seperti
lafadz فتن yang asalnya bermakna المعدن فى النار(logam/barang tambang dalam
api) selanjutnya digunakan untuk menunjukkan arti االضطهاد فى الدين(penindasan
agama) kemudian bermakna الوقوع فى الضالل (terjerumus dalam kesesatan).
3. Terjadinya makna yang berkisar/keragu-raguaan تردد) ) antara makna hakiki dan
majaz.
4. Terjadinya makna yang berkisaran/keragu-raguaan تردد) ) antara makna hakiki
dan makna istilah urfi. Sehingga terjadi perubahan arti satu kata dari arti bahasa
kedalam arti istilah, seperti kata-kata yang digunakan dalam istilah syara’.
Seperti lafadz الصالةyang dalam arti bahasa bermakna do’a, kemudian dalam
istilah syara’ digunakan untuk menunjukkan ibadah tertentu yang telah kita
ma’lumi.
Ushul Fiqh | 7
3. Ketentuan Hukum Lafadz Musytarak
Apabila dalam nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah terdapat lafadz yang
musytarak, maka menurut kaidah yang telah dirumuskan oleh para ulama’ ushul
adalah sebagai berikut :
a. Apabila lafadz tersebut mengandung kebolehan terjadinya hanya musytarak
antara arti bahasa dan istilah syara’, maka yang ditetapkan adalah arti istilah
syara’, kecuali ada indikasi- indikasi yang menunjukkan bahwa yang dimaksud
adalah arti dalam istilah bahasa.
b. Apabila lafadz tersebut mengandung kebolehan terjadinya banyak arti, maka
yang ditetapkan adalah salah satu arti saja dengan dalil-dalil (qarinah) yang
menguatkan dan menunjukkan salah satu arti tersebut. Baik berupa qarinah
lafdziyah maupun qarinah haliyah. Yang dimaksud qarinah lafdziyah adalah
suatu kata yang menyertai nash. Sedangkan qarinah haliyah adalah
keadaan/kondisi tertentu masyarakat Arab pada saat turunnya nash tersebut.
c. Jika tidak ada qarinah yang dapat menguatkan salah satu arti lafadz lafadz
tersebut, menurut golongan hanafiyah harus dimauqufkan sampai adanya dalil
yang dapat menguatkan salah satu artinya. Menurut golongan malikiyah dan
syafi’iyah membolehkan menggunakan salah satu artinya.
4. Contoh-Contoh Lafadz Musytarak
1. Firman Allah swt. dalam Al-Baqarah : 229
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”.
Dalam ayat tersebut di atas lafadz al-thalaq harus diartikan dalam istilah
syara’ yaitu melepaskan tali ikatan hubungan suami istri yang sah, bukan
diartikan secara bahasa yang berarti melepaskan tali ikatan secara mutlaq.
“ Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat”.
Lafadz الصالةpada ayat tersebut dapat bisa mengandung arti dalam istilah
bahasa yaitu doa dan bisa pula berarti dalam istilah syara’ yaitu ibadah yang
mempunyai syarat-syarat dan rukun tertentu. Berikut ini contoh lafadz
Ushul Fiqh | 8
yang diartikan dengan makna istilah bahasa, yaitu dalam firman Allahالصالة
dalm QS. Al-ahzab : 56
“ Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk
Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Lafadz الصالةpada ayat tersebut bukan bermakna sholat dalam ibadah
tertentu, akan tetapi mempunyai makna dalam istilah bahasa yaitu doa. Karena
.dalam ayat tersebut dinisbatkan kepada Allah dan para malaikatالصالة
Sedangkan sholat dalam istilah syara’ hanya diwajibkan kepada manusia.
2. Firman Allah Al-Baqarah : 228
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru'.”
Lafadz Quru’ dalam pemakain bahasa Arab bisa berarti masa suci dan
bisa pula berarti masa haidl. Oleh karena itu, seorang mujtahid harus
mengerahkan segala kemampuannya untuk mengetaui makna yang
dimaksudkan oleh syari’ dalam ayat tersebut.
Para ulama’ berbeda pendapat dalam mengartikan lafadz quru’ tersebut
diatas. Sebagian ulama’ yaitu Imam Syafi’i mengartikannya dengan masa suci.
Alasan beliau antara lain adalah karena adanya indikasi tanda muannats pada
‘adad (kata bilangan : tsalatsah) yang menurut kaida bahasa Arab ma’dudnya
harus mudzakkar, yaitu lafadz al-thuhr (suci). Sedangkan Imam Abu Hanifah
mengartikannya dengan masa haidl. Dalam hal ini, beliau beralasan bahwa
lafadz tsalatsah adalah lafadz yang khas yang secara dzahir menunjukkan
sempurnanya masing-masing quru’ dan tidak ada pengurangan dan tambahan.
Hal ini hanya bisa terjadi jika quru’ diartikan haidl. Sebab jika lafadz quru’
diartikan suci, maka hanya ada dua quru’ (tidak sampai tiga.
3. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 222
Ushul Fiqh | 9
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu
adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari
wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka
suci. apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Lafadz المحيضdapat berarti masa/waktu haidl (zaman) dan bisa pula
berarti tempat keluarnya darah haidl (makan). Namun dalam ayat tersebut
menurut ulama’ diartikan tempat keluarnya darah haidl. Karena adanya qarinah
haliyah yaitu bahwa orang-orang Arab pada masa turunnya ayat tersebut tetap
menggauli istri- istrinya dalam waktu haidl. Sehinnga yang dimaksud lafadz
’diatas adalah bukanlah waktu haidl akan tetapi larangan untuk istimtaالمحيض
pada tempat keluarnya darah haidl (qubul).3
C. ‘Am dan Khas
1. ‘Am
‘Am adalah suatu lafadz yang sengaja dikehendaki oleh bahasa untuk
menunjukkan satu makna yang benar yang dapat mencakup seluruh satuan-satuan
yang tidak terbatas dalam jumlah tertentu.
Sighat yang digunakan untuk memberi faedah ‘Am sebagai berikut:
a. Lafadz كل (Setiap) dan جميع (Seluruhnya)
Contoh, sabda Rasulullah yang berbunyi:
رعيته كل ر اع مسؤ و ل عن
“Setiap pemimpin dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya.”
Contoh lain adalah firman Allah dalam Surat Al-Baqarah: 29
يعا هو الذي خلق لكم ما ف األرض ج“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu...
3http://okeymen.blogspot.co.id/2008/07/lafadz-musytarak.html. di unduhpada 25 mei 2016 11:00
Ushul Fiqh | 10
Lafadz كلdan جميع tersebut diatas, keduanya mencakup seluruh satuan
yang tidak terbatas jumlahnya.
b. Lafadz Jamak yang dima’rifatkan dengan idhafah atau dengan alif lam Jinsiyah.
Contohnya QS. An-Nisa’:11
ف أوالدكم يوصيكم الل“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu...
Lafadz اوالد (anak-anak) dalam ayat diatas adalah jama’ dan nakirah.
Namun ketika lafadz tersebut diidhafahkan kepada lafadz كم(kamu sekalian),
maka ia menjadi makrifah. Karena lafadz tersebut menunjukkan atas semua
satuan-satuan yang dapat dimasukkan kedalamnya.
c. Lafadz Isim Mufrad yang dimakrifahkan dengan alif lam jinsiyyah
Contohnya QS. Al-Baqarah: 275
الب يع وحرم الربا وأحل الل“padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...
Kedua lafadz البيع (jual beli) dan الربا (riba) adalah isim mufrod yang
dimakrifahkan dengan alif lam jinsiyyah. Oleh karena itu keduanya adalah lafadz
‘am yang mencakup semua satuan-satuan yang dapat dimasukkan ke dalamnya.
d. Lafadz Asma’ Al-Maushul , seperti ماdan الذين
Contohnya QS. An-Nisa’: 24
ل لكم ما وراء ذلك وأح ...Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian...
e. Asma’ al-Syarth seperti من (barangsiapa) dan ايما (yang mana saja)
Contohnya QS.Al-Baqarah : 272
وما ت نفقوا من خي فألن فسكم ..Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
pahalanya itu untuk kamu sendiri...4
4 Prof.Drs.H.A.Djazuli, Dr. I.Nurol Aen, M.A. Ushul Fiqh Metodologi Hukum Islam. (Jakarta: PT. Raja
Grafindo,2000) hlm.331-336
Ushul Fiqh | 11
Macam-macam ‘Am yaitu:
1. ‘Am yang secara pasti dimaksudkan untuk umum. Yaitu ‘am yang disertai
qarinah dapat meniadakan kemungkinan untuk ditakhsis. Contoh QS. Hud:6
وما من دابة ف األرض إال على الل رزق هاDan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezekinya...
Secara ayat tersebut berkaitan dengan sunah Allah yang menjelaskan
bahwa setiap binatang melata di muka bumi ini pasti diberi rizki. Ayat umum
tersebut adalah qath’i dhalaltnya dan meniadakan kemungkinan bahwa yang
dimaksud darinya adalah khusus.
2. ‘Am secara pasti dimaksudkan untuk khusus. Yaitu ‘am yang disertai qarinah
yang dapat menghilangkan arti umumnya. Contoh QS. Ali Imran:97
ولل على الناس حج الب يت ...mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah..
Lafadz النا س (manusia) dalam ayat tersebut adalah ‘am yaitu semua
manusia. Akan tetapi yang dimaksudkan khusus, yaitu orang-orang mukallaf
saja. Karena Allah tidak mewajibkan haji kepada orang-orang yang belum
dewasa dan belum sempurna akalnya. Akal tersebut yang menjadi qarinah
yang menghilangkan arti umumnya lafadz itu.
3. ‘Am yang khusus untuk ‘am (‘am mutlak). Maksudnya adalah ‘am yang tidak
disertai qarinah yang menghilangkan kemungkinan dikhususkan dan tidak
disertai pula qarinah yang menghilangkan keumumannya. Contoh QS.Al-
Baqarah :228
والمطلقات ي ت ربصن بأن فسهن ثالثة ق روء “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali suci...
Lafadz المطلقاث (wanita-wanita yang ditalak) adalah ‘am makhsus
karena tidak disertai qarinah yang menghilangkan kemungkinan kekhususan
Ushul Fiqh | 12
dan keumumannya. Ia tetap dalam keumumannya selama belum ada dalil yang
mengkhususkannya.
Pendapat para ulama tentang ‘am
Menurut Jumhur Ulama’, (Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambali)
berpendapat bahwa lafdz al-‘am itu dzanniy dalalatnya atas semua satuan-
satuan yang didalamnya. Demikian juga lafdz al-‘am setelah ditakhsis , sisa
satuan-satuannya juga dzanniy dalalahnya, hingga terkenal dikalangan mereka
suatu kaidah ushuliyyah yang berbunyi : مامن عام اال خصص) setiap dalil yang
‘am harus ditakhsis).
Sedangkan hanafiah berpendapat bahwa lafdz ‘am itu qath’iy
dalalahnya, selagi tidak ada dalil lain yang mentakhsisnya atas satuan-
satuannya. Karena lafdz ‘am dimaksudkan oleh bahasa untuk menunjuk atas
semua satuan yang ada didalamnya tanpa kecuali. 5
2. Khas
Khas adalah lafadz yang dipasangkan pada suatu arti yang sudah diketahui
(ma’lum) dan manunggal. Macam-macam lafadz khas , lafadz khas itu bentuknya
banyak, sesuai dengan keadaan dan sifat yang dipakai pada lafadz itu sendiri. 6
Kadang datang secara muthlaq, tanpa diikuti oleh suatu syarat apa pun,
kadang-kadang muqayyad, yaitu dibatasi dengan suatu syarat, kadang-kadang
datang dengan sighat (bentuk) al-amr, yaitu tuntutan untuk dilakukan suatu
perbuatan. Terkadang dengan shighat al-nahy yaitu melarang dengan
mengerjakan suatu perbuatan.7
Perbedaan pendapat akibat keqath’ian dilalah khas
Para ulama sepakat bahwa dilalah lafadz khas adalah qath’i. Namun
mereka berbeda pendapat dalam sifat keqath’iannya. Golongan hanafiyah
berpendapat bahwa lafadz khas sepanjang telah memiliki arti secara tersendiri
berarti sudah jelas dan tegas dengan ketentuan lafadz- lafadz sendiri. Jika lafadz
5Prof.Drs.H.A.Djazuli, Dr. I.Nurol Aen, M.A. Ushul Fiqh Metodologi Hukum Islam . (Jakarta: PT. Raja
Grafindo,2000) hlm. 339-340 6DR.H.Rachmat Syafe’i, M.A. Ilmu Ushul Fiqih. (Bandung : CV. Pustaka Setia,1999).hlm.192
7Prof.Drs.H.A.Djazuli, Dr. I.Nurol Aen, M.A. Ushul Fiqh Metodologi Hukum Islam . (Jakarta: PT. Raja
Grafindo,2000) hlm.343
Ushul Fiqh | 13
khas itu masih mempunyai kemungkinan perubahan dengan penjelasan lain, pasti
keadaan penjelasannya menetapkan yang sudah tetap atau menolak yang sudah
tertolak. Dengan demikian, jika tidak sama kekuatan dalalahnya , maka tidak bisa
diterima. Konsekuensinya lafadz khas yang qath’i tidak bisa dinasakh dengan
hadis ahad.
Golongan jumhur ulama, antara lain Syafi’iyah dan Malikiyah mengambil
pendapat yang menyatakan bahwa lafadz khas dilalahnya qath’i, mamun tetap
mempunyai kemungkinan perubahan makna soal wadha’nya(asal
pemasangannya) sehingga jika terdapat nash yang mengubah dilalah khas itu,
maka ia dipandang sebagai penjelasan terhadap lafadz khas itu. 8
Hukum Lafadz Khas
Lafadz yang terdapat pada nash syara’ menunjukkan satu makna tertentu
dengan pasti selama tidak ada dalil yang mengubah maknanya. Contohnya QS.
Al-baqarah :196
أيام ثالثة فمن ل يد فصيام
Ayat tersebut mengandung pengertian khas, yang tidak mungkin
mengandung arti kurang atau lebih dari makna yang dikehendaki oleh lafadz itu
sendiri yaitu tiga. Maka dilalah maknanya adalah qath’iyah. Sehingga
kehujjahannya terdapat pada arti yang diperuntukkan baginya yang bersifat
qath’iyah, karena tidak ada dalil yang memalingkan dari masalah haqiqinya.
8DR.H.Rachmat Syafe’i, M.A. Ilmu Usul Fiqih. (Bandung : CV. Pustaka Setia,1999).hlm.190
Ushul Fiqh | 14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mafhum Mukhalafah adalah sesuatu yang tidak diucapkan itu bertentangan
dengan apa yang diucapkan, baik dalam itsbat (menetapkan) maupun nafinya
(meniadakan). Ulama yang memakai mafhum mukhalafah sebagai hujjah dengan
syarat :
Mafhum mukhalafah itu tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat.
Qayid/pembatasan yang terdapat pada suatu nash tidak berfungsi.
Tidak ada dalil khusus yang membatalkan mafhum mukhalafah itu.
Musytrok adalah lafad yang mempunyai dua arti atau lebih dengan kegunaan
yang banyak pula, juga dapat menunjukan arti secara bergantian.artinya lafad tersebut
bisa menunjukan lafad ini atau itu, seperti lafad al-‘ain yang menurut bahasa bisa
berarti mata,sumber air dan mata-mata.
‘Am adalah suatu lafadz yang sengaja dikehendaki oleh bahasa untuk
menunjukkan satu makna yang benar yang dapat mencakup seluruh satuan-satuan
yang tidak terbatas dalam jumlah tertentu sedangkan Khas adalah lafadz yang
dipasangkan pada suatu arti yang sudah diketahui (ma’lum) dan manunggal.
Macam-macam lafadz khas , lafadz khas itu bentuknya banyak, sesuai dengan
keadaan dan sifat yang dipakai pada lafadz itu sendiri.
B. Kritik dan Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan.Kami sadar bahwa makalah
ini jauh dari kesempurnan.Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan
demi kesempurnaa makalah ini dan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua, amiiin…..
Ushul Fiqh | 15
DAFTAR PUSTAKA
Rifa’i,Moh. 1973. Ushul Fiqh. Bandung: Al-Ma’arif.
Syafe’i,Rahmat Syafe’i. 1999. Ilmu Ushul Fiqih. Pustaka Setia: Bandung.
Djazuli, A, Nurol Aen. 2000. Ushul Fiqh Metodologi Hukum Islam. Jakarta: PT.
Raja Grafindo.
http://okeymen.blogspot.co.id/2008/07/lafadz-musytarak.html. di unduh pada
25 mei 2016 11:00