BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-
tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati
urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu,
terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World
Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan
kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang sudah tidak
asing lagi di Indonesia. Setiap tahun insidensinya selalu meningkat seiring dengan
terjadinya pergantian musim dari musim kemarau ke musim penghujan. Hampir
di setiap daerah di Indonesia terdapat kasus DBD baru tak terkecuali dengan
Propinsi Jawa Tengah. Jumlah penderita DBD di Jateng.
Berdasarkan data Dinkes Jateng, yang termasuk lima besar sampai
September 2012 adalah Kota Surabaya dengan 960 penderita, Kediri 259
penderita, Gresik 259 penderita, Jombang 247 penderita dan Bojonegoro 212
penderita. Lima daerah tersebut hanya Kediri dan Bojonegoro yang berstatus
KLB. Kota Surabaya Gresik dan Jombang, masih belum memenuhi kriteria KLB.
Sedangkan berdasarkan data Dinkes Jatim sampai Juli 2012, terdapat 12 daerah
yang berstatus KLB. Mereka adalah Kediri 259 penderita, Sumenep 212
penderita, Bojonegoro 206 penderita, Lamongan 177 penderita, dan Jember 161
penderita. Lainnya adalah Kabupaten Madiun 120 penderita, Bondowoso 118
1
penderita, Kota Blitar 114 penderita, Tulungagung 107 penderita, Kabupaten
Mojokerto 57 penderita, Kota Madiun 38 penderita, dan Pamekasan 32 penderita1.
1.2 Pernyataan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang muncul adalah sebagai
berikut:
a. Bagaimanakah gambaran kasus DBD di Kota Salatiga
b. Jika terdapat kasus DBD di Kota Salatiga, khususnya di Kelurahan Noborejo
tindakan apa yang akan dilakukan agar kasusnya tidak semakin meluas.
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui gambaran kasus DBD di Kota Salatiga, khususnya di
Keluhan Noborejo.
b. Membantu mencegah meluasnya kasus DBD di Kelurahan Noborejo, Kota
Salatiga
1.4 Manfaat
a. Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD semakin meningkat,
sehingga mereka memiliki kesadaran untuk ikut serta dalam mencegah
terjadinya penyakit DBD.
b. Membantu pihak puskesmas dalam hal pendataan penyakit DBD di Kelurahan
Noborejo
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Etiologi2
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, diathesis
hemoragik dan perembesan plasma. Yang membedakan demam berdarah dengue
dengan demam dengue adalah ada tidaknya perembesan plasma yang ditandai
dengan hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Demam dengue dan demam berdarah dengue sama-sama disebabkan oleh
virus dengue yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae dengan
diameter sekitar 30 nanometer yang terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal
dengan berat molekul 4 x 10-6. Terdapat 4 serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe virus tersebut semuanya telah ditemukan
di Indonesia dengan serotipe terbanyak adalah DEN-3.
2.2 Epidemiologi2
3
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat,
dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran merata di
seluruh tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6-15 per 100.000 penduduk
(pada 1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam hingga 35 per 100.000
penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun
hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue melalui
vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan
kasus tiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat
perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana berisi air jernih (bak mandi, kaleng
bekas, dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
penularan virus dengue, yaitu: (1) Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan
menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke
tempat lain; (2) Pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi
dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; (3) Lingkungan: curah
hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
2.3 Patogenesis2
Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua perubahan
patofisiologis yang signifikan, yaitu:
Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya
plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian
4
unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan
rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam).
Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni
dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.
Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD. Kadar C3 dan
C5 rendah, sedangkan C3a serta C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen
tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD,
namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi
komplemen pada DBD belum terbukti.
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan
dengan DD dijelaskan dengan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam
makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infeksi dengue sebelumnya.
Namun demikian, terdapat bukti bahwa faktor virus serta respons imun cell-
mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD.
2.4 Manifestasi Klinis2
Manifestasi klinis infeksi virus Dengue pada manusia sangat bervariasi.
Spektrum variasinya begitu luas, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang
tidak spesifik, demam dengue, demam berdarah dengue, hingga yang paling berat
yaitu dengue shock syndrome (DSS). Diagnosis demam berdarah dengue
ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997, terdiri dari
kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk
mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).
5
Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama
2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan:
- Uji tourniquet positif
- Petekia, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena
Kriteria Laboratoris :
- Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml)
- Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit (Htc) > 20%)
Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi 4
derajat seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Klasifikasi Infeksi Dengue berdasarkan Derajat Penyakit
Kategori Derajat Gejala Laboratorium
DD
Demam diserai 2/lebih tanda: nyeri
kepala, nyeri retro-orbital, nyeri otot
dan nyeri sendi
- leukopenia
- trombositopenia ringan
- tidak ada tanda kebocoran
plasma
DBD I Gejala di atas + uji tourniquet positif - trombositopenia <100.000 /ml
6
- ada kebocoran plasma
DBD II Gejala di atas + perdarahan spontan- trombositopenia <100.000 /ml
- ada kebocoran plasma
DBD III
Gejala di atas + tanda-tanda pre-syok
(kulit dingin, lembab, dan gelisah,
nadi cepat, tekanan darah turun)
- trombositopenia <100.000 /ml
- ada kebocoran plasma
DBD IVSyok berat (nadi tidak teraba, tekanan
darah tidak terukur)
- trombositopenia <100.000 /ml
- ada kebocoran plasma
Adapun yang dimaksud tanda-tanda kebocoran plasma (plasma leakage)
antara lain:
- peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin
- penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya
- hipoproteinemia
- hiponatremia
- efusi pleura atau asites
2.5 Diagnosis2,3
Diagnosis DBD dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
maupun pemeriksaan penunjang. Adapun hal-hal yang menyangkut anamnesis
dan pemeriksaan fisik telah dibahas pada sub bab 2.4 mengenai manifestasi klinis
7
DBD. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis DBD antara lain:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang umum dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam berdarah dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb),
hematokrit (Htc), jumlah trombosit, dan hitung jenis leukosit untuk melihat ada
tidaknya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru (LPB).
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction). Namun karena teknik ini masih sulit
dilakukan dan biayanya mahal maka dapat digunakan juga uji serologis yang
dapat mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap virus dengue dengan
memeriksa kadar IgM dan IgG.
Parameter-parameter lainnya yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan
darah adalah:
Leukosit: dapat berupa leukositosis atau leukopenia, mulai hari ke-3 dapat
ditemukan limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai limfosit
plasma biru (> 15% dari total leukosit di mana pada fase syok akan
meningkat jumlahnya
Trombosit: terjadi trombositopenia pada hari ke-3 sampai hari ke-8
Hematokrit: terjadi peningkatan hematokrit >20% dari nilai hematokrit
awal, umumnya mulai terlihat padaa hari ke-3 demam
8
Hemostasis: dilakukan pemeriksaan waktu perdarahan, CT, PPT, aPTT
jika dicurigai adanya perdarahan ataupun kelainan pembekuan darah
Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia jika ada kebocoran plasma
Faal hati: dapat terjadi peningkatan enzim hati SGOT/SGPT
Faal ginjal: dapat terjadi peningkatan ureum, kreatinin terutama jika terjadi
syok
Imunoserologis: dapat terjadi peningkatan IgM antidengue mulai hari ke-3
sampai dengan minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari, serta
terjadi peningkatan IgG mulai hari ke-14 (infeksi primer) atau hari ke-2
(infeksi sekunder)
Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI): uji ini merupakan standar WHO untuk
kepentingan surveilans. Uji ini memerlukan minimal 2 sampel serum pada
fase akut dan fase konvalesens (penyembuhan) dengan interpretasi seperti
pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Interpretasi Hasil Uji Hemaglutinasi Inhibisi
Interval Serum I-II Kenaikan Titer Titer Serum II Kesimpulan≥ 7 hari ≥ 4 kali ≤ 1: 1280 Infeksi Primer
Berapapun ≥ 4 kali ≥ 1: 1560 Infeksi Sekunder
< 7 hari ≥ 4 kali ≤ 1: 1280 Infeksi primer atau infeksi sekunder
Berapapun tidak ada ≥ 1: 2560 Mungkin infeksi dengue
≥ 7 hari tidak ada ≤ 1: 1280 Bukan infeksi dengue
< 7 hari tidak ada ≤ 1: 1280 Tidak bisa disimpulkan
Hanya 1 serum ≤ 1: 1280 Tidak bisa disimpulkan
b. Pemeriksaan Radiologis
9
Pemeriksaan radiologis yang dilakukan untuk membantu mendeteksi
komplikasi dari DBD yaitu efusi pleura dan asites. Efusi pleura dapat dilihat pada
foto thorax PA dan lateral, sedangkan asites dapat ditemukan pada pemeriksaan
USG Abdomen.
2.6 Penatalaksanaan
a. Promotif
Kegiatan promotif untuk mencegah meluasnya kasus DBD di masyarakat
adalah melalui semboyan “3M plus” yaitu menguras bak mandi minimal
seminggu sekali, menutup tempat-tempat penampungan air, mengubur barang-
barang bekas yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti,
pemberian bubuk abate di tempat-tempat penampungan air atau ikanisasi tempat
penampungan air untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, serta melakukan
fogging atau pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa.
b. Preventif
Kegiatan preventif di sini dimaksudkan untuk mencegah gigitan nyamuk,
yaitu dengan cara mengoleskan lotion antinyamuk (repellent), menggunakan
insektisida antinyamuk (semprot, bakar, atau elektrik), memakai kaos kaki yang
panjang hingga ke lutut untuk anak-anak yang masih sekolah atau menggunakan
celana panjang maupun baju lengan panjang, serta tidur dengan menggunakan
kelambu.
10
c. Kuratif2
Tidak ada terapi yang spesifik untuk infeksi dengue, prinsip utama adalah
dengan terapi simtomatis. Dengan terapi simtomatis yang adekuat angka kematian
dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan
intravaskular merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan demam
berdarah dengue. Asupan cairan pasien harus dijaga terutama cairan oral. Apabila
asupan secara oral tidak dapat terpenuhi maka alternatifnya dapat diberikan cairan
secara parenteral untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan hemokonsentrasi
darah.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama
Divisi Tropik Infeksi dan Divisi Hematologi-Onkologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia telah menyusun penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:
Protokol 1: Penanganan Pasien Dewasa Tersangka DBD tanpa Syok
Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan
pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat serta
digunakan sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Adapun hal-hal
yang harus dilakukan seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
11Hb & Hematokrit
Meningkat
Trombosit Normal/Turun
Hb & Hematokrit Normal
Trombosit <100.000
Hb & Hematokrit Normal
Trombosit 100.000-150.000
Hb, Hematokrit, dan Trombosit Normal
Keluhan mengarah DBD
(Kriteria WHO 1997))
Protokol II: Pemberian Cairan pada Pasien Tersangka DBD di Ruang Rawat
Pasien tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok
di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus
berikut ini.
atau dapat juga dijabarkan dalam Rumus Holiday-Segar yang dapat pula
digunakan pada pasien anak-anak. Adapun perhitungannya seperti pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3. Tabel Perhitungan Kebutuhan Cairan Maintenance menurut Holiday-Segar
Berat Badan (kg) Kebutuhan Cairan
≤ 10 kg 100 cc/kgBB/hari
11 – 20 kg 50 cc/kgBB/hari
12
Gambar 1. Protokol I (Penanganan Pasien Tersangka DBD tanpa Syok)
1500 + {20 x (Berat Badan dalam Kg – 20)}
> 20 kg 20 cc/kgBB/hari
Misal:
Pasien anak-anak dengan berat badan 15 kg, maka perhitungannya adalah
(10 kg x 100 cc/kg/hari) + (5 kg x 50 cc/kg/hari) = 1000 cc/hari + 250
cc/hari = 1250 cc/hari
Pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, maka perhitungannya adalah (10
kg x 100 cc/kg/hari) + (10 kg x 50 cc/kg/hari) + (30 kg x 20 cc/kg/hari) =
1000 cc/hari + 500 cc/hari + 600 cc/hari = 2100 cc/hari
Alur penatalaksanaan pasien tersangka DBD tanpa perdarahan dan syok di
ruang rawat dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
13
Penanganan denganProtokol III
Hb, Hematokrit ↑ >20%Trombosit <100.000
Hb, Hematokrit ↑ 10-20%Trombosit < 100.000
Infus KristaloidPeriksa Hb, Htc, Trombo /24 jam
Hb, Hematokrit NormalTrombosit < 100.000
Infus KristaloidPeriksa Hb, Htc, Trombo /24 jam
Suspek DBDPerdarahan spontan & massif (-)
Tanda-tanda syok (-)
Gambar 2. Protokol II (Pemberian Cairan Tersangka DBD di Ruang Rawat)
Protokol III: Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%
Meningkatnya hematokrit > 20% menunjukkan adanya defisit cairan tubuh
sebanyak kurang lebih 5%. Penatalaksanaannya seperti yang terlihat pada bagan
berikut ini.
14
MEMBAIK
Penanganan dengan Protokol V
Tambah infus kristaloid15 cc/kgBB/jam
Terapi cairan dihentikan dalam 24-48 jam
Kurangi infus kristaloid3 cc/kgBB/Jam
TIDAK MEMBAIKMEMBAIK
Tanda Vital dan Hematokrit Memburuk
Tambah infus kristaloid10 cc/kgBB/jam
Kurangi infus kristaloid5 cc/kgBB/jam
TIDAK MEMBAIKHematokrit ↑, Nadi ↑
Tensi ↓ <20 mmHgDiuresis ↓
MEMBAIKHematokrit ↓
Nadi ↓, Tensi ↑Diuresis ↑ 2 cc/kgBB/Jam
Evaluasi 3-4 jam
Terapi awal cairan IV6-7 cc/kgBB/jam
Defisit Cairan 5%
TIDAK MEMBAIKTanda Syok (+)
MEMBAIK
Protokol IV: Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dapat berupa
epistaksis, hematemesis, melena, hematokezia, hematuria, perdarahan
intraserebral atau perdarahan tersembunyi lainnya. Pada keadaan seperti ini
pemberian cairan tetap sama seperti keadaan tanpa syok. Observasi tanda vital,
Hb, hematokrit, dan trombosit sebaiknya dilakukan setiap 4-6 jam sekali.
Pemberian heparin dilakukan bila secara klinis dan laboratoris ditemukan
tanda-tanda DIC (Disseminata Intravascular Coagulation). Tranfusi komponen
darah diberikan sesuai indikasi. Tranfusi PRC (Pack Red Cells) dilakukan bila Hb
< 10 g/dl, tranfusi TC (Trombocyte Concentrate) dilakukan bila trombosit <
50.000/mm3 disertai perdarahan masif dengan atau tanpa tanda-tanda DIC.
Sedangkan FFP diberikan bila terdapat tanda defisiensi faktor pembekuan (PT dan
aPTT memanjang).
15
Gambar 3. Protokol III (Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%)
DIC (-):Tranfusi komponen darah (k/p)
Observasi tanda vital, Hb, Htc, Trombo tiap 4-
DIC (+):Tranfusi komponen darah (k/p)
Heparinisasi 5000-10.000/hari drip
KASUS DBD:Perdarahan spontan masif
Tanda-tanda syok (-)
Pemeriksaan Hb, Hematokrit, Trombosit, Leukosit, Hemostasis,
Golongan Darah, Uji Cross-Match
Dalam memberikan transfusi komponen darah hendaknya disesuaikan
dengan kebutuhan pasien. Ada rumus yang dapat digunakan dalam menentukan
kebutuhan transfusi komponen darah. Untuk menentukan kebutuhan transfusi
PRC dapat digunakan rumus:
Sedangkan kebutuhan trombosit dapat dihitung dengan perkiraan bahwa 50 cc
suspensi trombosit dapat menaikkan kadar trombosit darah 7500-10.000/mm3
pada pasien dengan berat badan minimal 50 kg. Ada beberapa institusi yang
menyatakan bahwa untuk membantu meningkatkan kadar trombosit dapat juga
ditambahkan Dexamethason atau Metilprednisolon (parenteral). Namun
pemberian kortikosteroid ini harus lebih hati-hati pada pasien yang memiliki
riwayat diabetes mellitus dan hipertensi, karena steroid akan sangat mudah
menaikkan kadar glukosa darah dan tekanan darah.
Protokol V: Tatalaksana Dengue Shock Syndrome
16
DIC (-):Tranfusi komponen darah (k/p)
Observasi tanda vital, Hb, Htc, Trombo tiap 4-
DIC (+):Tranfusi komponen darah (k/p)
Heparinisasi 5000-10.000/hari drip
(Hb target – Hb pasien) x Berat Badan (kg) x 3
Protokol ini digunakan bila pasien sudah menunjukkan tanda-tanda syok
(DBD Derajat III dan IV) yang merupakan kegawatdaruratan pada penyakit ini.
Tatalaksana Dengue Shock Syndrome (DSS) dapat dilihat seperti pada bagan
berikut ini.
17
PERBAIKAN
Koreksi Gangguan Asam Basa, Elektrolit, Hipoglikemia,
Anemia, DIC, Infeksi sekunder
Kombinasi Koloid-Kristaloid
Perbaikan terhadap vasopressor
- Inotropik- Vasopressor
- After load
NORMOVOLEMIKKoreksi Gangguan Asam Basa,
Elektrolit, Hipoglikemia, Anemia, DIC, Infeksi sekunder
HIPOVOLEMIKKristaloid pantau tiap
10-15 menit
TIDAK MEMBAIKPasang PVC
MEMBAIKMenuju ke
TIDAK MEMBAIKKoloid 30 cc/kgBB/jam
MEMBAIKMenuju ke
Hematokrit ↓Transfusi WB 10 cc/kgBB
Dapat diulang sesuai kebutuhan
Hematokrit ↑Koloid tetes cepat
10-20 cc/kgBB/10-15 menit
Evaluasi 24-48 jam, jika tetap stabil berikan cairan
maintenance
MEMBAIKKristaloid 3 cc/kgBB/jam
MEMBURUKKembali Ke Awal
MEMBAIKKristaloid 5 cc/kgBB/jam
TIDAK MEMBAIKKristaloid 20-30 cc/kgBB/30 menit
MEMBAIKKristaloid 7 cc/kgBB/jam
Kristaloid 10-20 cc/kgBB/30 menitO2 2-4 liter/menit
Periksa Analis Gas Darah (AGD), Hb, Htc, Trombosit, Elektrolit, Ureum, Kreatinin,
Golongan Darah
BAB III. METODE
3.1 Jenis Metode
Kegiatan ini menggunakan metode penyuluhan langsung dengan
pendekatan kelompok. Dalam hal ini penyuluhan ditujukan kepada kader dan
warga RT 01 RW 06 kelurahan Noborejo kota Salatiga.
3.2 Sasaran
Sasaran pada kegiatan ini adalah kader dan warga RT 01 RW 06
Kelurahan Noborejo Salatiga.
3.3 Media
Media yang digunakan dalam kegiatan ini adalah slide (powerpoint) serta
leaflet.
3.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan penyuluhan dilaksanakan pada hari tanggal bertempat di
3.5 Cara Pelaksanaan Kegiatan
18
Gambar 5. Protokol V (Tatalaksana Dengue Shock Syndrome)
Untuk menurunkan angka morbiditas DBD di Kelurahan Noborejo Kota Salatiga,
kami melakukan berbagai kegiatan diantaranya :
1. Melakukan penyelidikan epidemiologi Demam Berdarah Dengue di RT 01
RW 06 Kel. Noborejo Kec. Tingkir Kota Salatiga pada tanggal 7 Februari
2015
2. Melakukan penyuluhan DBD pada pertemuan PKK RT 01 RW 06 tanggal
7 dan 18 Februari 2015
3. Melakukan kunjungan rumah di RT 01 RW 06 Kelurahan Noborejo
Salatiga
4. Melakukan pemberian bubuk abate pada rumah warga RT 01 RW 06 Kel.
Noborejo yang terdapat jentik nyamuk.
5. Melakukan implementasi dari penyuluhan DBD yang telah dilaksanakan.
6. Berperan aktif dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dengan kerja
bakti.
19
BAB IV. HASIL
4.1 Profil Komunitas Umum
Kecamatan Srengat merupakan bagian dari Kabupaten Blitar. Terletak
pada jalur segitiga Blitar, Tulungagung, dan Kediri. Kecamatan Srengat memiliki
wilayah yang tidak terlalu luas dengan jumlah penduduk yang cukup banyak.
Penduduknya rata-rata bekerja sebagai pedagang, petani, dan peternak ayam.
Fasilitas pendidikan yang tersedia di Kecamatan Srengat berupa 30 SD (27 negeri
dan 3 swasta), 6 SMP (3 negeri dan 3 swasta), dan 3 SMA (1 negeri dan 2
swasta). Mayoritas penduduk Srengat beragama Islam (52.435 orang) sisanya
menganut agama Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha4.
4.2 Data Geografis
Kecamatan Srengat memiliki luas sekitar 53,98 km2. Terdiri dari 4
kelurahan, 12 desa, 74 rukun warga (RW), dan 339 rukun tetangga (RT). Berada
pada ketinggian ±133 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata
19,18 mm/tahun4. Batas wilayah Kecamatan Srengat meliputi:
Utara : Kecamatan Ponggok
Selatan: Kabupaten Tulungagung
Timur : Kecamatan Sanan Kulon
Barat : Kecamatan Udanawu dan Kecamatan Wonodadi
20
4.3 Data Demografik
Menurut hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di
Kecamatan Srengat kurang lebih 62.071 jiwa. Kepadatan penduduk mencapai
1150 jiwa/km2 dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 0,93%4.
4.4 Sumber Daya Kesehatan yang Ada
Pada tahun 2010, jumlah tenaga kesehatan yang ada di Kecamatan Srengat
sebanyak 24 orang dengan rincian 1 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi, 7
orang perawat, 14 orang bidan dan 1 orang sanitarian4. Jumlah ini belum termasuk
dokter/dokter gigi praktek swasta, bidan praktek swasta, serta tenaga kesehatan
lain yang bekerja di RS swasta.
4.5 Sarana Pelayanan Kesehatan yang Ada
Dari hasil survey BPS tahun 2010 diketahui bahwa di Kecamatan Srengat
terdapat 1 rumah sakit umum, 1 puskesmas, 3 puskesmas pembantu, 12 buah
polindes, dan 75 posyandu4.
4.6 Data Kesehatan Masyarakat
Berdasarkan data yang masuk ke Puskesmas sejak Januari hingga Oktober
2012, jumlah penderita DBD di Kecamatan Srengat sebanyak 12 orang dengan
rincian seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 4. Jumlah Penderita DBD di Kecamatan Srengat
BULAN JUMLAH PENDERITA DBD TAHUN 2012 KETERANGAN
21
HIDUP MATI TOTAL
JANUARI 2 - 2
FEBRUARI 2 - 2
MARET - - -
APRIL - - -
MEI 1 - 1
JUNI - - -
JULI 1 - 1
AGUSTUS 1 - 1
SEPTEMBER 2 - 2
OKTOBER 3 - 3
NOPEMBER belum ada data belum ada data belum ada data
DESEMBER belum ada data belum ada data belum ada data
TOTAL 12 0 12
Secara keseluruhan pada tahun 2011, Angka Bebas Jentik (ABJ) di
Provinsi Jawa Timur baru mencapai 84%. Di Kecamatan Srengat sendiri ABJ
pada tahun 2011 juga baru mencapai 71,11%, seperti halnya yang terjadi di
Kelurahan Srengat di mana dari 135 rumah yang dipantau terdapat 39 rumah yang
positif terdapat jentik-jentik nyamuk5.
22
BAB V. PEMBAHASAN
Dari data yang dipaparkan pada Bab. IV terlihat bahwa hampir setiap
bulan pada tahun 2012 terdapat penderita DBD baru, kecuali bulan Maret, April
dan Juni. Hal ini disebabkan karena perubahan iklim dan cuaca yang tidak
menentu akhir-akhir ini. Menurut survey BPS tahun 2007-2008 di Kecamatan
Srengat terjadi peningkatan curah hujan pada bulan Januari hingga Juni dan pada
bulan Oktober hingga Desember. Pada tahun 2009, peningkatan curah hujan justru
terjadi pada bulan Januari hingga Juli dan bulan Oktober hingga Desember.
Sedangkan pada tahun 2010, terjadi peningkatan curah hujan setiap bulannya,
sehingga bisa dikatakan pada tahun 2010 Kecamatan Srengat diguyur hujan
sepanjang tahun4.
Mengenai ABJ, target Provinsi Jawa Timur harus mencapai 95%5. Untuk
itu Puskesmas Srengat sendiri telah memiliki beberapa program untuk mencegah
mewabahnya penyakit DBD, antara lain pemantauan jentik nyamuk oleh jumantik
(juru pemantau jentik) serta sosialisasi PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
dengan metode 3M Plus kepada masyarakat khususnya pelajar sekolah dasar.
Untuk membantu pencapaian target tersebut, penulis telah melakukan penyuluhan
mengenai DBD dan PSN 3M Plus kepada perwakilan siswa-siswi sekolah dasar
se-Kecamatan Srengat yang ditunjuk oleh pihak sekolah sebagai kader tiwisada
(dokter kecil) pada tanggal 20 November 2012, pukul 08.00. Dengan begitu
diharapkan para kader tiwisada dapat ikut serta secara aktif membantu petugas
puskesmas untuk mensosialisasikan materi tentang DBD dan PSN 3M Plus ini
23
kepada guru-guru dan teman-teman lainnya di sekolah serta kepada keluarga dan
tetangganya di rumah, sehingga pemahaman masyarakat tentang DBD dan PSN
3M Plus juga meningkat.
24
BAB VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
a. Kasus DBD di Kecamatan Srengat hingga Oktober 2012 telah mencapai 12
orang dan ABJ baru mencapai 71,11%. Meskipun belum dikatakan sebagai
KLB (Kejadian Luar Biasa) tetapi sudah mulai ada peningkatan insidensi DBD
dan Kecamatan Srengat belum mencapai target ABJ ≥ 95%.
b. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya ABJ serta tingginya kasus DBD
di Kecamatan Srengat antara lain faktor cuaca, kebersihan lingkungan, serta
pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD dan PSN 3M plus.
6.2 Saran
a. Sosialisasi mengenai penyakit DBD dan PSN 3M Plus hendaknya dilakukan
secara berkala agar masyarakat tetap ingat dan semakin paham mengenai
pencegahan DBD.
b. Puskesmas hendaknya mempersiapkan sarana dan prasarana serta sumberdaya
tenaga kesehatan di lingkungan Kecamatan Srengat agar tetap waspada jika
sewaktu-waktu terjadi KLB DBD di wilayah Kecamatan Srengat.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Umar Fahmi. 2010. Manajemen demam berdarah berbasis wilayah. Buletin Jendela Epidemiologi Vol. 2; Hal. 1-3.
2. Suhendro, Nainggolan, Chen, Pohan. 2006. “Demam Berdarah Dengue”.
Disunting oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan
Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Wiradharma, Danny. 1999. Diagnosis Cepat Demam Berdarah Dengue. J Kedokter Trisakti 18(1): 77-90
4. BPS dan Bappeda Kabupaten Blitar. 2011. Kabupaten Blitar dalam Angka 2011. Blitar: BPS Kabupaten Blitar
5. Seksi P2 Dinkes Provinsi Jatim. 2012. Program Pengendalian Penyakit Menular di Jawa Timur. http://dinkes.jatimprov.go.id/userimage/P2.pdf. Diakses 20 Oktober 2012.
26