BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mata merupakan merupakan indera penglihatan yang sangat
menunjang kehidupan manusia. Mata dapat memberikan berbagai macam
informasi yang kita butuhkan untuk beraktivitas sehari-hari. Informasi yang
kita dapatkan dari penglihatan mata menjadikan kita lebih optimal dalam
berkarya.
Dalam Al-Qur’an telah disebutkan:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl :78)
Undang-undang nomer 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan
bahwa upaya pembangunan Nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran,
kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan mata merupakan
syarat untuk mencapai keberhasilan pembangunan nasional yang optimal
karena kesehatan mata dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
1
2
Survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran 1993-1996,
menunjukkan bahwa angka kebutaan di Indonesia mencapai 15%. Penyebab
utama kebutaan yang paling sering dijumpai adalah kelainan refraksi. Angka
kejadian myopia telah dilaporkan terjadi 70-90% di asia(Wikipedia, 2007).
Untuk menangani kelainan refraksi tersebut, masyarakat kini lebih
memilih menggunakan lensa kontak dibanding kacamata. Namun ternyata
tidak semua masyarakat cocok menggunakan lensa kontak. Penggunaan lensa
kontak dalam jangka panjang dan penggunaannya yang tidak steril sering
menimbulkan iritasi mata (Tokoh, 2006). Wahid Abdullah(2008)
menunjukkan bahwa penggunaan lensa kontak yang tidak steril merupakan
faktor resiko terjadinya microbial keratitis. Selain itu, penggunaan lensa
kontak juga berpengaruh terhadap terjadinya Noda Kornea atau Supercial
Punctate Kertitis (SPK), Reaksi Alergi (Atopik), Blepharitis, Sindrom Mata
Kering (keratokonjungtivitis sicca), Corneal Edema, Infeksi, Infiltrates,
Vaskularisasi Kornea, Giant Papillary Conjunctivitis (GPC).
Terjadinya komplikasi diatas salah satunya diakibatkan karena
kandungan yang ada dalam berbagai jenis lensa kontak. Secara garis besar
lensa kontak dibagi menjadi hard lens, soft lens, dan rigid gas permeable lens
(RGP).
3
Hard lens merupakan generasi pertama lensa kontak, terbuat dari
silicon akrilat (akrilit), bentuknya kaku, tapi dalam pembuatannya belum
memperhitungkan pelumasan mata dan tidak mengakomodasi adanya
perputaran oksigen untuk kornea mata yang tertutup lensa. Resiko mata kering
dan iritasi sangat besar pada pengguna hard lens. Setelah itu, muncul generasi
soft lens, terbuat dari hidrogel. Softlens mengakomodasi kebutuhan oksigen
pada kornea. Bentuknya lebih tipis dan lebih fleksibel, tapi daya hantar
oksigennya masih kurang. Generasi ketiga adalah lensa rigid/ RGP (lensa
kaku namun tembus gas ) yang terbuat dari silicon akrilat namun
memungkinkan oksigen menembus lensa sehingga tidak khawatir permukaan
mata akan kekurangan oksigen. Selain itu, RGP membantu pelumasan mata,
sehingga membantu mata agar tidak iritasi. Kelebihan lensa RGP juga terletak
pada diameternya yang lebih dibandingkan kornea. Sehingga, lensa ini
memungkinkan lapisan air mata bekerja melumasi mata. (Bergenske P dkk,
2009)
Dari berbagai macam jenis lensa kontak tersebut, penulis mencoba
mengkaitkan jenis lensa kontak yang digunakan terhadap efek samping yang
diderita oleh pasien pengguna lensa tersebut.
B. Rumusan Masalah
4
Lensa kontak sebagai salah satu alat koreksi kelainan refraksi sekarang
sudah berkembang sebagai gaya hidup. Namun, lensa kontak yang terdiri dari
berbagai jenis dengan bahan penyusun yang berbeda-beda tersebut memiliki
berbagai macam komplikasi yang menyertainya. Dengan alasan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apa saja efek samping
penggunaan lensa kontak berdasar material pembentuknya dan apakah jenis
lensa kontak terbanyak yang digunakan oleh mahasiswa FKIK UMY?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian yaitu:
1. Tujuan umum yaitu untuk mengetahui efek samping penggunaan lensa
kontak berdasar material pembentuknya dan jenis lensa kontak terbanyak
yang digunakan mahasiswa FKIK UMY.
2. Tujuan khusus:
a. Untuk mengetahui komplikasi yang sering diderita oleh pengguna
jenis kontak lens terbanyak.
b. Untuk mengetahui gambaran distribusi pemakai lensa kontak jenis
terbaru/ RGP di fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
D. MANFAAT PENELITIAN
5
1. Ilmu kedokteran
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukkan dalam
mengembangkan ilmu kedokteran khususnya dibidang oftalmologi
mengenai lensa kontak yang selama ini sering menimbulkan komplikasi.
2. Bagi Responden
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukkan bagi
pengguna lensa kontak dalam hal memilih jenis lensa kontak yang
memiliki efek samping penggunaan terkecil.
3. Bagi Peneliti lain
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai tinjauan pustaka untuk
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis lensa kontak yang paling
aman digunakan oleh pengguna lensa kontak.
E. Keaslian Penelitian
6
Sepengetahuan penulis penelitian tentang “efek samping penggunaan
lensa kontak dikaitkan dengan material pembentuknya” di Universitas
Muhammadiyah Jogjakarta belum pernah dilakukan tetapi terdapat penelitian
pendukung yang dibuat oleh:
1. Louie A dkk (2011) melakukan penelitian eksperimental dengan jumlah
responden 91 orang. Uji statistic yang digunakan yaitu uji scanning
fluorometer pada pagi dan sore hari. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pemakaian lensa kontak yang permeable terhadap
gas dapat memperbaiki epitel mata lebih cepat dibanding lensa kontak
yang terbuat dari hidrogel (softlens).
2. Chung SH (2011) melakukan penelitian eksperimental dengan jumlah
responden 8 orang yang semuanya menderita penyakit persisten epithelial
defek. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kombinasi
penggunaan tetes mata dan lensa mata yang terbuat dari hidrogel dapat
secara efektif mengobati pasien penderita persisten epithelial defek.
BAB II
7
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Anatomi mata
Mata adalah bola berisi cairan yang teridiri dari lapisan luar dan
lapisan dalam. (Sherwood, 2001)
Gambar 1: Anatomi Mata
Lapisan sebelah luar terdiri dari 3 lapisan :
1. Sclera : Sebagian besar bola mata dilapisi oleh sebuah lapisan
jaringan ikat protektif yang kuat di sebelah luar, sclera, yang
membentuk bagian putih mata. Di anterior (kearah depan), lapisan
luar terdiri dari kornea transparan tempat lewatnya berkas-berkas
cahaya ke interior mata.
8
2. Lapisan tengah dibawah sclera adalah koroid yang sangat
berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk
member makan retina. Lapisan koroid disebelah anterior
mengalami spelisasi untuk membentuk badan (korpus) siliaris dan
iris.
3. Lapisan paling dalam di bawah koroid adalah retina, yang terdiri
dari sebuah lapisan berpigmen disebelah luar dan sebuah lapisan
jaringan saraf di sebelah dalam. Retina mengandung sel batang dan
sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energy cahaya menjadi
impuls syaraf. Pigmen di koroid dan retina menyerap cahaya
setelah cahaya mengenai retina untuk mencegah pemantulan atau
penghamburan cahaya di dalam mata. (Sherwood, 2001).
Bagian dalam mata terdiri dari dua rongga berisi cairan yang
dipisahkan oleh sebuah lensa, yang semuanya jernih untuk
memungkinkan cahaya lewat menembus mata dari kornea ke
retina. Rongga anterior (depan) antara kornea dan lensa
mengandung cairan encer jernih, aqueus humour yang
mengandung zat gizi untuk kornea dan lensa, sedangkan rongga di
posterior (belakang) yang lebih besar antara lensa dan retina
mengandung zat semicair mirip jel disebut vitreous humor yang
berfungsi untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.
9
2. Fisiologi Penglihatan
Proses penglihatan terdiri dari membelokkan sinar, memfokuskan
sinar, dan meneruskan rangsangan sinar yang membentuk bayangan sehingga
dapat dilihat (Ilyas, 2004). Pembelokkan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi
ketika berkas cahaya berpindah dari suatu medium dengan kepadatan tertentu
ke medium dengan kepadatan yang berbeda. Yang memegang peranan
penting dalam pembiasan sinar adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea,
struktur pertama yang dimasuki cahaya sewaktu masuk ke mata, yang
melengkung, berperan paling besar dalam kemampuan refraksi total mata
karena perbedaan densitas pertemuan udara-kornea jauh lebih besar daripada
perbedaan densitas antara lensa dengan cairan yang mengelilinginya.
(Sherwood, 2001)
Struktur- struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan
cahaya terfokus di retina agar penglihatan jelas. Setelah cahaya sampai di
fotoreseptor retina, energy cahaya diubah menjadi sinyal listrik untuk
diteruskan ke SSP. Kemudian SSP akan mengintepretasikan sensasi visual,
memfokuskan, mengatur cahaya yang masuk ke mata serta mengarahkan mata
ke objek yang akan dilihat. (Sherwood, 2001)
Jika disederhanakan, maka alur masuknya cahaya ke mata yaitu :
Kornea→ iris→ pupil→ lensa→ retina→ saraf penglihatan→ otak
10
3. Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada
retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya
daya akomodasi, benda dapat difokuskan pada retina atau macula lutea.
Dengan berakomodasi, maka benda dengan jarak yang berbeda-beda akan
terfokus pada retina. Akomodasi adalah kontraksi otot siliar sehingga
lensa memiliki kemampuan untuk mencembung. Kekuatan akomodasi
akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat
mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur
oleh reflek akomodasi. Reflek akomodasi akan bangkit bila mata melihat
kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat. (Illyass, 2006)
Dikenal ada 2 teori akomodasi yaitu teori akomodasi Hemholz dan
teori akomodasi Thsernig. Teori akomodasi Hemholz mengatakan bahwa
zonula Zinn kendor akibat kontraksi otot siliar sirkuler, mengakibatkan
lensa yang elastic menjadi cembung dan diameter akan mengecil.
Sedangkan teori akomodasi Thsernig mengatakan bahwa pada dasarnya
nucleus lensa tidak dapat berubah bentuk sedangkan yang dapat berubah
bentuk adalah bagian superfisialnya atau kortek lensa. Saat akomodasi,
Zonula Zinn menegang sehingga nucleus lensa terjepit dan bagian lensa
superficial didepan nucleus akan mencembung. (Illyass, 2006)
11
Rangsangan untuk terjadinya akomodasi ditimbulkan oleh aberasi
kromatik dan kesadaran terhadap benda-benda yang tampak kabur.
4. Kelainan refraksi
a. Definisi
Kelainan rafraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak
dibentuk pada retina (macula lutea atau bintik kuning). Pada kelainan
refraksi terjadi ketidakseimbangan system optic pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa
membelokkan sinar dan titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan
ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya
bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar tidak dibiaskan tepat pada bintik
kuning, akan tetapi dapat didepan atau dibelakang bintik kuning dan tidak
terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk
myopia, hipermetropia, dan astigmatisme. (Ilyass, 2004)
b. Klasifikasi kelainan refraksi
12
Terdapat beberapa faktor yang berperan sehingga sinar masuk
kedalam bola mata, seperti:
- Media penglihatan untuk membiaskan sinar seperti :
a. Kornea, merupakan tempat pembiasan sinar terkuat pada mata.
b. Lensa mempunyai daya bias lensa langsung pada retina
- Panjangnya bola mata
Bila salah satu dari faktor ini tidak sesuai maka sinar tidak akan
sampai tepat di retina. Panjangnya bola mata harus sesuai dengan
kekuatan pembiasan kornea dan lensa agar bayangan jatuh tepat
diretina. Kelainan yang terjadi jika panjang bola mata tidak sesuai
dengan kekuatan pembiasan kornea dan lensa yaitu:
a. Miopia (rabun jauh) : akibat dari kornea dan lensa berkekuatan
lebih atau bola mata terlalu panjang maka titik fokus sinar yang
dibiaskannya akan terletak di depan retina.
b. Hipermetropia (rabun dekat) : kekuatan yang tidak sesuai antara
panjangnya bola mata dan kekuatan pembiasan cornea dan lensa
mengakibatkan titik fokus sinar yang difokuskannya terletak di
belakang retina.
c. Astigmat: kornea dan lensa memiliki permukaan yang tidak
memberikan fokus pada satu titik api. (Ilyas, 2004)
c.Manifestasi klinis
13
Berbagai jenis kelainan refraksi diatas memiliki gajala yang
berbeda bagi penderitanya. Gejala tersebut antara lain :
a. Miopia : Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat jelas
bila dekat atau terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau
disebut rabun jauh. Pasien dengan myopia akan memberikan
keluhan sakit kepala , sering disertai dengan juling dan celah
kelopak yang sempit. Seseorang myopia mempunyai kebiasaan
mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau
untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).
b. Hipermetropia : Gejala yang ditemukan pada hipermetropia
adalah penglihatan dekat dan jauh kabur, sakit kepala, silau,
dan kadang rasa juling atau lihat ganda.
c. Astigmat: Pada pasien astigmat, terdapat gejala sakit kepala
pada bagian frontal, kemudian ada pengaburan sementara /
sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau berusaha
mengucek-ucek mata. (James, 2003)
14
d.koreksi refraksi
a. Kacamata
Kacamata merupakan lensa tipis bagi mata guna menormalkan
dan mempertajam penglihatan (Wikipedia, 2011). Kacamata dapat
mengoreksi sebagian besar kelainan refraksi. Lensa dapat dibuat untuk
mengoreksi penglihatan dekat, penglihatan jauh, dan astigmatisme.
Kacamata merupakan alat yang aman namun dapat hilang atau rusak.
Jenis lensa kacamata antara lain:
a. Lensa negatif (minus), berguna untuk membantu
melemahkan daya bias sinar masuk kedalam bola mata.
b. Lensa positif, berguna untuk membantu memperkuat daya
bias sinar masuk ke dalam bola mata pada bintik kuning.
c. Lensa silinder, merupakan lensa dengan bentuk seperti
potongan sebuah tabung silinder yang dipotong sejajar
dengan sumbunya. Berguna untuk memperbaiki kelainan
pembiasan mata yang disebut astigmat.
Pada pasien myopia, pengobatannya adalah dengan
memberikan kacamata sferis negative terkecil yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh, bila pasien
dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan
15
demikian juga bila diberi S-3.25, maka sebaiknya diberikan lensa
koreksi -3.0 untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah
dikoreksi.
Pada pasien hipermetropia, pengobannya adalah dengan
memberikan kacamata sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar
yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal. Bila pasien
dengan +3.0 ataupun dengan +3.25 memberikan ketajaman
penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata +3.25. Hal ini untuk
memberikan istirahat pada mata.
Pada pasien astigmat, pengobatannya dengan memberikan
lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau lensa kontak lembek
bila disebabkan infeksi, trauma, dan distrofi untuk memberikan efek
permukaan yang irregular. (Ilyas, 2006)
Beberapa orang memilih menggunakan lensa kontak dibanding
kacamata dengan alasan kosmetik. (James, 2003)
b. Lensa kontak
a. Definisi
16
Lensa kontak adalah alat bantu untuk mengoreksi kelainan
refraksi (pembiasan atau penyimpangan arah), atau kelainan
penglihatan yang disebabkan adanya ketidaksesuaian optic (system
pencahayaan pada mata). (Rahayu, 2011)
Lensa Kontak adalah sebuah cara untuk mengoreksi miopia
dan hiperopia, atau kesalahan refraksi lain dari penglihatan, yang
terdiri dari lensa plastik cembung yang ditempatkan di depan iris.
Mereka dirancang sehingga dapat mempertahankan kontak yang baik
dengan permukaan mata dan tetap berada di tempatnya.
(http://kamuskesehatan.com/arti/lensa-kontak/).
Diperkirakan ada 125 juta orang didunia menggunakan lensa
kontak (2% dari jumlah manusia) termasuk 28-38 juta di Amerika
Serikat dan 13 juta di Jepang (www. Jakartaeyecentre.com)
Lensa kontak dibagi dalam 2 jenis: lensa kaku dan lensa lunak.
(Daniel G, 2000 sit Rohayati 2006)
1. Lensa kaku (keras) :
17
a. Lensa keras standar : turunan langsung dari lensa Tuohy ini
dibuat dari polimetilmetacrylat (PMMA, perspex), tidak
dapat ditembus oksigen, sehingga mengandalkan resapan
air mata ke dalam celah antara lensa dan kornea sewaktu
berkedip untuk keperluan respirasi kornea. Lensa keras
dipakai untuk siang hari, medah dirawat, relative murah
dan mengoreksi penglihatan secara efisien, terutama jika
terdapat astigmatisme bermakna.
b. Lensa keras permeable gas (RGP) : adalah lensa keras yang
dibuat dari butyrate acetat cellulose, acrylat silicon, atau
silicon dikombinasi dengan polimetilmetacrylat.
Keuntungannya adalah mudah ditembus oksigen, jadi
memperbaiki metabolism kornea,dan lebih nyaman dengan
tetap memperhatikan sifat-sifat optic lensa keras.
2. Lensa lunak :
a. Lensa lunak kosmetik : lensa- lensa hidrogel, yang dibuat
dari hidroksimetil metacrylat (HEMA), dianggap lebih
18
nyaman dipakai daripada lensa keras namun bersifat
fleksibel sehingga bentuknya menyesuaikan diri dengan
permukaan kornea. Dalam perawatannya lensa lunak lebih
sulit dan lebih mahal dari lensa keras. Komplikasinya juga
lebih sering timbul, termasuk keratitis ulseratif.
b. Lensa lunak disposable : lensa yang baru-baru ini
dirancang untuk dibuang setelah dipakai selama 1 minggu,
sehingga tidak lagi memakai larutan lensa kontak dan
secara teoritis mengurangi resiko timbulnya keratitis
ulseratif dengan mengurangi trauma pda kornea akibat
manipulasi terhadap lensa dan dengan mengurangi
menempelnya bakteri pada lensa.
c. Lensa lunak terapetik : Lensa ini dapat membentuk barier
lunak antara kornea dan bagian luar, sehingga memberikan
perlindungan terhadap trikiasis atau penyakit di palpebra.
Lensa lunak juga terdiri dari kandungan air dengan kadar yang
beraneka ragam. Lensa lunak dengan kandungan air yang lebih tinggi
akan dapat dilalui gas lebih banyak, sehingga metabolism kornea dapat
tercukupi. Tetapi dengan makin tingginya kadar air pada lensa kontak
menyebabkan lensa tersebut lebih mudah ditimbuni deposit. Bila
deposit yang terjadi tidak dibersihkan dengan benar maka dapat
19
menyebabkan peradangan mata pemakai lensa kontak lunak tersebut.
(www. Jakartaeyecentre.com)
Selain sebagai pengganti fungsi kacamata, lensa kontak juga
digunakan dalam keadaan berikut:
1. Koreksi keratokonus
Keratokonus adalah kelainan kornea di mana bagian tengah
kornea menipis sehingga kornea berbentuk kerucut dan tidak teratur.
Pemakaian lensa kontak pada keratokonus berfungsi membentuk
permukaan baru yang lebih teratur, menahan perkembangan
keratonokonus dan mengoreksi kelainan refraksi yang ada.
2. Terapi bandage
Lensa kontak ada kalanya digunakan untuk aplikasi obat
dengan tujuan mempercepat proses penyembuhan luka dan juga
melindungi luka pada kornea.
3. Kosmetik
Lensa kontak berwarna dapat digunakan untuk menyamarkan
luka/ jaringan parut pada kornea maupun untuk merubah warna iris.
(www.klinikmatanusantara.com)
20
Alasan masyarakat lebih memilih memakai lensa kontak
dibanding kacamata antara lain :
1. Lensa kontak mempunyai lapang pandang yang luas jika
disbanding kacamata.
2. Tidak ada pengecilan bayangan ataupun pembesaran
bayangan.
3. Mata kita tidak terlihat membesar atau mengecil dengan
memakai lensa kontak.
4. Sangat cocok bagi orang yang mempunyai ukuran lensa
kacamata yang berbeda banyak antara mata kanan dan kiri
sehingga mengeluh pusing.
5. Alasan pekerjaan seperti public figure maupun pemain
sepak bola yang dituntut aktif dan menarik.
6. Kosmetik, alasan ini lebih kepada upaya untuk
memperbaiki penampilan.
Begitu banyak masyarakat yang menggunakan lensa kontak
namun mereka tidak mengetahui bahwa lensa kontak juga
memberikan banyak kerugian yang jika tidak ditanggulangi
21
akan berakibat kebutaan. Berikut adalah komplikasi dari
pemakaian lensa kontak:
1. Noda Kornea atau Supercial Punctate Kertitis (SPK).
Rusaknya permukaan kornea mata biasanya karena
memakai lensa yang terlalu ketat, sehingga mengakibatkan
mata kekurangan oksigen (hypoxia), alergi atau keracunan.
Gejalanya : Penderita merasa tidak nyaman, menjadi sangat
sensitif pada cahaya (photophobia) dan adanya noda di
kornea mata. pengobatan bisa dilakukan adalah dengan
mengurangi atau menghentikan pemakaian lensa kontak.
Gambar 2: Noda Kornea atau Superficial Punctate Keratitis (SPK)
2. Reaksi Alergi (Atopik)
22
Peradangan atau iritasi yang disebabkan masuknya
benda pembawa alergi (misalnya : debu, serbuk atau
makanan) ke dalam mata. Gejalanya : timbul rasa gatal,
mata merah, hingga pembengkakan dikelopak mata.
Umumnya , terjadi alergi musiman dan penderita memang
memiliki riwayat alergi. Pengobatannya dengan
menghindari penyebab alergi, menghilangkan bengkak di
mata dengan mengompres memakai air dingin, bila terjadi
peradangan beri obat anti radang, kemudian untuk
menghilangkan alergi beri obat alergi (antihistamine).
Gambar 3: Reaksi Alergi (Atopik)
3. Blepharitis
23
Belpharitis adalah peradangan pada kelopak mata
karena lensa tidak cocok. Gejalanya : timbul gatal-gatal,
kelopak mata seperti terbakar, timbul kerak disekitar
kelopak mata, pembuluh darah tampak jelas, kelopak saling
menempel dan biasanya diikuti oleh SPK. Pengobatannya
adalah dengan menghentikan pemakaian lensa,
mengompres bengkak dengan air hangat atau pemberian
salep antibiotika.
Gambar 4: Blepharitis
4. Sindrom Mata Kering (keratoconjunctivitis sicca)
24
Timbulnya noda (keratitis) kronis pada kornea inferior.
Komplikasi ini disebabkan oleh produk (sekresi)
air mata pemakai yang tidak cukup. Gejalanya : mata
seperti terbakar, air mata sering keluar dan cairan di mata
berlebihan. Pengobatan : memberi suplemen air mata,
salep, mengganti materi lensa, bila tak berhasil, hentikan
pemakaian lensa.
Gambar 5: Sindrom Mata Kering (keratoconjunctivitis sicca)
5. Corneal Edema
Berlebihannya cairan dalam kornea hingga
menimbulkan stress pada kornea. Biasanya karena mata
kekurangan oksigen. Gejalanya : Photophobia, penglihatan
berkabut, mata merah, kenyamanan berkurang saat lensa
dibuka, ada krista di kornea, pembuluh darah kelihatan dan
25
timbul SPK. Pengobatan : menambah oksigen pada mata,
mengurangi atau menghentikan pemakaian lensa kontak.
Gambar 6: Corneal Edema
6. Infeksi
Masuknya organisme berbahaya kedalam mata seperti
bakteri, jamur, protozoa dan virus hingga menimbulkan
infeksi pada mata. Gejala : mata merah, kelopak mata
lengket, air mata berlebihan, penglihatan berkurang dan
timbul noda di kornea. Pengobatan : mengompres
menggunakan air dingin, memberi air mata buatan dan
terapi antibiotik kalau perlu.
26
Gambar 7: Infeksi
7. Infiltrates
Peradangan pada jaringan mata akibat kurang bersihnya
lensa, oksigen yang kurang, reaksi alergi hingga
menimbulkan infeksi. Biasanya terlihat seperti sekelompok
sel berwarna putih (white internal cell clusters).
penglihatan berkurang, mata merah, photophobia dan
timbul noda putih di mata adalah gejala-gejala infiltrates.
Komplikasi ini bisa diatasi dengan menghindari pemakaian
lensa saat aktif, mempersering mengganti lensa,
memberikan antibiotik / steroid dan perhatikan cara
perawatan lensa.
27
Gambar 8: Infiltrates
8. Microbila Keratitis
Masuknya organisme berbahaya dalam kornea mata
seperti bakteri, jamur, protozoa dan virus hingga
mengakibatkan pembengkakan. Gejala yang timbul antara
lain rasa sakit di mata, photophobia, air mata berlebih, mata
merah dan penglihatan berkurang, Jika sudah parah, mata
akan mengeluarkan nanah. Untuk mengobatinya, bisa
dilakukan terapi antibiotik, mengganti lensa kontak,
pentingnya pengenalan dini untuk mencegah akibat lebih
fatal.
28
Gambar 9: Microbial Keratitis
9. Vaskularisasi Kornea
Pembentukan pembuluh darah dalam jaringan
avaskular (Kornea). Seringkali disebabkan kekurangan
oksigen oleh lensa yang terlampau ketat. Gejalanya antara
lain peglihatan berkurang, timbul pembuluh darah di
kornea. Pengobatan : mengurangi pemakaian lensa atau
mengganti lensa yang mendukung pemenuhan oksigen.
Gambar 10: Vaskularisasi Kornea
29
10. Giant Papillary Conjunctivitis (GPC)
Peradangan Papillary pada kelopak atas mata.
Penyebabnya masih belum diketahui pasti, walau ada
dugaan karena ketidakcocokan pemakaian lensa.
Gejalanya: gatal-gatal, penglihatan berkurang, gerakan
lensa berlebihan, tidak bisa memakai lensa biasa dan
kelopak bengkak. Pengobatannya : kurangi pemakaian
lensa, kompres dengan air dingin, hubungi dokter mata.
(www. Jakartaeyecentre.com).
Gambar 11: Giant Papillary Conjunctivitis (GPC)
B. Kerangka konsep
30
C. Hipotesis
Penggunaan lensa kontak
Kelainan refraksi
Kurangnya oksigen yang masuk mata dan lapisan air mata yang kurang memadai untuk melumasi mata
Hardlens Softlens RGP
Mata Kering Alergi Alergi
31
Hipotesis pada penelitian ini adalah efek samping penggunaan lensa
kontak terdiri dari: Noda kornea, Reaksi alergi, Blepharitis, Sindrom mata
kering, Corneal edema, Infeksi, Infiltrates, Microbial keratitis, Vaskularisasi
kornea. Lensa kontak jenis hardlens memiliki resiko terbanyak terkena
komplikasi mata kering karena belum ada penyediaan oksigen dan pelumasan
mata yang cukup, softlens memiliki resiko besar terserang alergi dikarenakan
bahan dan cairan perawatannya, sedangkan RGP memiliki kecenderungan
terserang alergi namun hal ini sangat minim. Softlens dengan kadar air 60%
lebih banyak digunakan.
BAB III
32
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional yang pengamatannya dilakukan
satu kali untuk setiap objek penelitian yang dilakukan pada satu waktu
tertentu.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Responden yang diteliti merupakan mahasiswa laki-laki dan
perempuan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta angkatan 2009-2011 yang menderita kelainan refraksi dan
menggunakan lensa kontak sebagai alat koreksi serta berusia 18-25
tahun. Teknik pengambilan sample yang digunakan dalam penelitian
ini adalah purposive sampling. Seluruh subjek yang memenuhi criteria
ditetapkan sebagai sample.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
33
Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta (UMY) pada mahasiswa laki- laki dan perempuan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan angkatan 2009-2011 yang
menggunakan lensa kontak serta berusia 18-25 tahun. Penelitian
dimulai setelah sidang proposal awal bulan mei hingga bulan
September kemudian dilanjutkan dengan analisis data.
D. Kriteria Inklusi dan Eklusi
Kriteria inklusi adalah karekteristik umum subjek penelitian
pada populasi target dan juga terjangkau.
Kriteria inklusi meliputi:
1. Mahasiswa yang menderita kelainan refraksi.
2. Mahasiswa yang menggunakan lensa kontak .
3. Usia antara 18-25 tahun.
4. Bersedia menjadi subjek penelitian
Kriteria eksklusi adalah sebagian subjek yang memenuhi
criteria inklusi harus dikeluarkan dari penelitian karena berbagai
sebab.
Kriteria eksklusi meliputi penderita yang telah melakukan
bedah refraksi.
34
E. Variable Penelitian
1. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penggunaan lensa kontak.
2. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
terjadinya komplikasi karena pemakaian lensa kontak.
3. Variabel luar:
a. Variabel terkendali : material pembentuk lensa kontak.
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Penggunaan lensa kontak
Penggunaan lensa kontak adalah penggunaan alat pengoreksi
kelainan refraksi yang bersentuhan langsung dengan bagian mata.
Lensa kontak bekerja dengan cara menghilangkan hampir semua
pembiasan yang terjadi dipermukaan anterior kornea sehingga
bayangan bisa jatuh tepat di retina (Guyton & Hall, 2007).
2. Komplikasi penggunaan lensa kontak
35
Komplikasi penggunaan lensa kontak adalah efek-efek
negative yang ditimbulkan dari penggunaan lensa kontak yang kurang
tepat. Komplikasi penggunakan lensa kontak antara lain : Noda
kornea, Reaksi alergi, Blepharitis, Sindrom mata kering, Corneal
edema, Infeksi, Infiltrates, Microbial keratitis, Vaskularisasi kornea,
Giant Pappilary Konjunctivitis.
3. Material pembentuk lensa kontak
Material pembentuk lensa kontak adalah bahan-bahan yang
menyusun lensa kontak seperti kandungan air pada lapisan air mata
ataupun jenis bahan pembuat lensanya (hidrogel atau silicon akrilat).
G. Instrumen Penelitian
1. Kuesioner
2. Senter: untuk pemeriksaan radiks segmen anterior bola mata.
3. Lup
H. Rencana Kerja
36
1. Sebelum penelitian dimulai, semua objek penelitian menandatangani surat
persetujuan untuk mengikuti penelitian.
2. Membagikan kuesioner kepada subjek dan meminta subjek untuk
mengisinya dan menjawab dengan sungguh-sungguh sesuai pertanyaan
yang telah ada.
3. Pengumpulan kuesioner.
4. Melakukan pemeriksaan segmen anterior mata.
5. Data diolah dan subjek yang memenuhi criteria inklusi digunakan sebagai
sample.
6. Data diolah dan dianalisis hingga ditemukan hasilnya.
37
I. Rancangan Penelitian
Penderita kelainan refraksi yang menggunakan lensa kontak
Sample
Penggunaan lensa kontak
Hardlens Softlens RGP
komplikasi Tanpa
Komplikasi
komplikasi Tanpa
Komplikasi
Tanpa
Komplikasi
komplikasi
Chi-Square Test
38
J. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara sttistik menggunakan
Chi-Square tests.
K. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memiliki beberapa prinsip dalam
perkembangan etik
(Nursalam,2003) :
1. Lembar penelitian diberikan kepada responden dengan maksud agar
responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Jika subjek bersedia
diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan, jika menolak
maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak responden.
2. Anonimity (tanpa nama) dengan tujuan menjaga kerahasiaan responden
39
Recommended