Pengertian Amanah dan Penerapannya dalam pendidikan agama islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amanah adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun
sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu. Secara syar’i,
amanah bermakna.Amanah merupakan salah satu mandat atau tanggung jawab yang dititipkan
kepada seseorang untuk menjalaninya dengan rasa tanggung jawab. amanah tidak melulu
menyangkut urusan material dan hal-hal yang bersifat fisik. Kata-kata adalah amanah.
Menunaikan hak Allah adalah amanah. Memperlakukan sesama insan secara baik adalah
amanah. Apapun yang diberikan Allah Swt adalah amanah yang akan menjadi beban diakhirat
nanti.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Amanah
2. Amanah dan Iman
3. Macam-Macam Amanah
4. Makna Amanah
5. Dalil-Dalil Syariat
6. Hubungan Amanah Dengan Keimanan
7. Jenis-Jenis Amanah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amanah
Rasulullah saw. bersabda, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan
tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)
Amanah adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun sesungguhnya
kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu. Secara syar’i, amanah
bermakna: menunaikan apa-apa yang dititipkan atau dipercayakan. Itulah makna yang
terkandung dalam firman Allah swt.: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk
menunaikan amanah-amanah kepada pemiliknya; dan apabila kalian menetapkan hukum di
antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” (An-Nisa: 58)
Ayat di atas menegaskan bahwa amanah tidak melulu menyangkut urusan material dan
hal-hal yang bersifat fisik. Kata-kata adalah amanah. Menunaikan hak Allah adalah amanah.
Memperlakukan sesama insan secara baik adalah amanah. Ini di perkuat dengan perintah-Nya:
“Dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum
dengan adil.” Dan keadilan dalam hukum itu merupakan salah satu amanah besar.
Itu juga di perjelas dengan sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin dan
karenanya akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir adalah pemimpin
dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki adalah pemimpin di tengah
keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang wanita adalah
pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban
tentangnya.
Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta
pertanggungjawaban tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang
kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Dan Allah SWT. berfirman: “Sesungguhnya Kami menawarkan amanah kepada langit, bumi,
dan gunung-gunung. Namun mereka menolak dan khawatir untuk memikulnya. Dan dipikullah
amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim lagi amat bodoh.” (Al-Ahzab
72)
Dari nash-nash Al-Qur’an dan sunnah di atas nyatalah bahwa amanah tidak hanya terkait
dengan harta dan titipan benda belaka. Amanah adalah urusan besar yang seluruh semesta
menolaknya dan hanya manusialah yang diberikan kesiapan untuk menerima dan memikulnya.
Jika demikian, pastilah amanah adalah urusan yang terkait dengan jiwa dan akal. Amanah besar
yang dapat kita rasakan dari ayat di atas adalah melaksanakan berbagai kewajiban dan
menunaikannya sebagaimana mestinya.
B. Amanah dan Iman
Amanah adalah tuntutan iman. Dan khianat adalah salah satu ciri kekafiran. Sabda Rasulullah
saw. sebagaimana disebutkan di atas menegaskan hal itu, “Tiada iman pada orang yang tidak
menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan
Ibnu Hibban)
Barang siapa yang hatinya kehilangan sifat amanah, maka ia akan menjadi orang yang mudah
berdusta dan khianat. Dan siapa yang mempunyai sifat dusta dan khianat, dia berada dalam
barisan orang-orang munafik. Disia-siakannya amanah disebutkan oleh Rasulullah saw. sebagai
salah satu ciri datangnya kiamat. Sebagaimana disampaikan Abu Hurairah –semoga Allah
meridhainya–, Rasulullah saw. bersabda, “Jika amanah diabaikan maka tunggulah kiamat.”
Sahabat bertanya, “Bagaimanakah amanah itu disia-siakan, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw.
menjawab, “Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah
kehancuran.” (Al-Bukhari)
C. Macam-macam Amanah
Pertama, amanah fitrah. Dalam fitrah ada amanah. Allah menjadikan fitrah manusia senantiasa
cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan. Karenanya, fitrah selaras betul dengan
aturan Allah yang berlaku di alam semesta. Allah swt. berfirman: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab,
“Betul, (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Al-A’raf: 172).
Akan tetapi adanya fitrah bukanlah jaminan bahwa setiap orang akan selalu berada dalam
kebenaran dan kebaikan. Sebab fitrah bisa saja terselimuti kepekatan hawa nafsu dan penyakit-
penyakit jiwa (hati). Untuk itulah manusia harus memperjuangkan amanah fitrah tersebut agar
fitrah tersebut tetap menjadi kekuatan dalam menegakkan kebenaran.
Kedua, amanah taklif syar’i (amanah yang diembankan oleh syari’at). Allah SWT. telah
menjad©ikan ketaatan terhadap syariatnya sebagai batu ujian kehambaan seseorang kepada-Nya.
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan fara-idh (kewajiban-
kewajiban), maka janganlah kalian mengabaikannya; menentukan batasan-batasan (hukum),
maka janganlah kalian melanggarnya; dan mendiamkan beberapa hal karena kasih sayang
kepada kalian dan bukan karena lupa.” (hadits shahih)
Ketiga, amanah menjadi bukti keindahan Islam. Setiap muslim mendapat amanah untuk
menampilkan kebaikan dan kebenaran Islam dalam dirinya. Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa yang menggariskan sunnah yang baik maka dia mendapatkan pahalanya dan
pahala orang-orang rang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.” (Hadits
shahih)
Keempat, amanah dakwah. Selain melaksanakan ajaran Islam, seorang muslim memikul amanah
untuk mendakwahkan (menyeru) manusia kepada Islam itu. Seorang muslim bukanlah orang
yang merasa puas dengan keshalihan dirinya sendiri.
Ia akan terus berusaha untuk menyebarkan hidayah Allah kepada segenap manusia. Amanah ini
tertuang dalam ayat-Nya: “Serulah ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasihat 0yang baik.”
(An-Nahl: 125)
Rasulullah saw. juga bersabda, “Jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan usaha
Anda, maka hal itu pahalanya bagi Anda lebih dibandingkan deng0an dunia dan segala isinya.”
(al-hadits)
Kelima, amanah untuk mengukuhkan kalimatullah di muka bumi. Tujuannya agar manusia
tunduk hanya kepada Allah swt. dalam segala aspek kehidupannya. Tentang amanah yang satu
ini, Allah swt. menegaskan: “Allah telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah
Kami wahyukan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian
berpecah-belah tentangnya.” (Asy-Syura: 13)
Keenam, amanah tafaqquh fiddin (mendalami agama). Untuk dapat menunaikan kewajiban,
seorang muslim haruslah memahami Islam. “Tidaklah sepatutnya bagi orang-orang yang
beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.” (At-
Taubah: 122)
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang shalih bahwa dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka
bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh
Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-
benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa.
mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.
Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik.” (An-Nur: 55)
D. MAKNA AMANAH
1. Secara Bahasa: Bermakna al-wafa’ (memenuhi) dan wadi’ah (titipan)
2. Secara Definisi: Seorang muslim memenuhi apa yang dititipkankan kepadanya.
Hal ini didasarkan pada firman ALLAH SWT: “Sesungguhnya ALLAH memerintahkan
kalian untuk mengembalikan titipan-titipan kepada yang memilikinya, dan jika menghukumi
diantara manusia agar menghukumi dengan adil…” (QS 4/58)
Maka yang termasuk amanah bukan hanya dalam hal materi atau hal yang berkaitan dengan
kebendaan saja, melainkan berkaitan dengan segala hal, seperti memenuhi tuntutan ALLAH
adalah amanah, bergaul dengan manusia dengan cara yang terbaik adalah amanah, demikian
seterusnya.
E. DALIL-DALIL SYARIAT
1. Al-Qur’an: Kedua firman ALLAH SWT di atas (QS 4/58; 33/72) dan QS 2/283; 8/27; 23/8;
70/32
2. As-Sunnah:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban
kelak di hari Kiamat, seorang pemimpin pemerintahan adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban tentang rakyatnya, suami adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban tentang anggota keluarganya, istri adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban tentang rumah tangga suaminya serta anak-anaknya, dan seorang pembantu
adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang harta benda majikannya,
ingatlah bahwa setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban kelak di
hari Kiamat.” (HR Muttafaq ‘alaih, dalam Lu’lu wal Marjan hadits no. 1199)
“Ada 4 perkara yang jika semuanya ada pada dirimu maka tidak berbahaya bagimu apa
yang terlepas darimu dalam dunia: Benar ketika berbicara, menjaga amanah, sempurna dalam
akhlaq, menjaga diri dari meminta.” (HR Ahmad dalam musnadnya 2/177; Hakim dalam al-
Mustadrak 4/314 dari Ibnu Umar ra; berkata Imam al-Mundziri ttg hadits ini: Telah
meriwayatkan Ahmad, Ibnu Abi Dunya, Thabrani, Baihaqi dengan sanad yang hasan, lih. At-
Targhib wa Tarhib 3/589)
F. HUBUNGAN AMANAH DENGAN KEIMANAN
1. Amanah Merupakan Tuntutan Iman, dan khianat merupakan tanda hilangnya keimanan dan
mulai merasuknya kekafiran dalam diri seseorang. Sabda nabi SAW: “Tidak ada iman pada
orang-orang yang tidak ada amanah dalam dirinya, dan tidak ada agama pada orang yang tidak
bisa dipegang janjinya.” (HR Ahmad 3/135, Ibnu Hibban dalam shahihnya Mawarid azh-
Zham’an-47, al-Bazzar dalam musnadnya Kasyful Astar-100, lih. Juga dalam Albani Shahih
Jami’ Shaghir-7056.
2. Hilangnya Amanah Merupakan Tanda Kiamat, yang salah satu cirinya adalah dipegangnya
amanah oleh yang orang-orang bukan ahlinya dalam masalah tersebut. Sabda nabi SAW: “Ketika
amanah telah disia-siakan maka tunggulah tibanya Kiamat.” Kata para sahabat ra: Bagaimanakah
disia-siakannya wahai rasuluLLAH? Jawab nabi SAW: “Ketika suatu urusan dipegang oleh yang
bukan ahlinya maka tunggulah tibanya Kiamat.’” (HR Bukhari dalam Fathul Bari’ hadits no. 59
dan 6496)
3. Hilangnya Amanah Terjadi Bertahap, sebagaimana sabda nabi SAW: “Seorang tertidur
maka hilanglah amanah dari hatinya bagaikan titik hitam, lalu ketika ia tertidur lagi maka
hilanglah amanah tersebut bagaikan bekas/jejak, demikianlah seterusnya sampai tidak ada lagi
amanah dihatinya, dan tidak ada lagi di hati manusia, sehingga mereka tidak menemukan lagi
orang yang amanah. Maka berkatalah sebagian mereka: Di tempat anu masih ada seorang yang
bisa dipercaya. Sampai dikatakan kepada seseorang: Ia tidak bisa dipegang, tidak berakal, tidak
ada dihati mereka sebesar biji sawi dari keimanan.” (HR Muslim dalam Mukhtashar Shahih
Muslim hadits no. 2035)
G. JENIS-JENIS AMANAH
Islam adalah agama yang sempurna, ia adalah sistem yang mencakup
IPOLEKSOSBUDHANKAM (Idiologi, POLitik, Ekonomi, SOSial BUDaya serta pertaHANan
dan KeAManan). Islam tidak hanya bicara aqidah atau ibadah saja melainkan ia adalah sebuah
sistem yang paripurna mencakup aqidah dan ibadah, agama dan negara, peradaban dan pedang.
Oleh karenanya maka amanah yang dibebankan ALLAH SWT atas seorang muslim adalah
mengarahkan semua sistem di atas agar sesuai dengan aturan ALLAH SWT, dan membebaskan
manusia dari penyembahan manusia atas manusia dalam seluruh aspek kehidupan menuju
penyembahan kepada ALLAH SWT saja, tiada sekutu bagi-NYA, untuk-NYA kita beramal dan
kepada-NYA kita akan kembali.
Oleh karena itu maka amanah yang diberikan kepada manusia adalah sebagai berikut:
1. Amanah Fithrah: Yaitu amanah yang diberikan oleh Sang Pencipta SWT sejak manusia
dalam rahim ibunya, bahkan jauh sejak dimasa alam azali, yaitu mengakui bahwa ALLAH
SWT sebagai RABB/Pencipta, Pemelihara dan Pembimbing (QS 7/172).
2. Amanah Syari’ah/Din: Yaitu untuk tunduk patuh pada aturan ALLAH SWT dan memenuhi
perintah-NYA dan menjauhi larangan-NYA, barangsiapa yang tidak mematuhi amanah ini
maka ia zhalim pada dirinya sendiri, dan bodoh terhadap dirinya, maka jika ia bodoh terhadap
dirinya maka ia akan bodoh terhadap RABB-nya (QS 33/72).
3. Amanah Hukum/Keadilan: Amanah ini merupakan amanah untuk menegakkan hukum
ALLAH SWT secara adil baik dalam kehidupan pribadi, masyarakat maupun bernegara (QS
4/58). Makna adil adalah jauh dari sifat ifrath (ekstrem/berlebihan) maupun tafrith
(longgar/berkurangan).
4. Amanah Ekonomi: Yaitu bermu’amalah dan menegakkan sistem ekonomi yang sesuai
dengan aturan syariat Islam, dan menggantikan ekonomi yang bertentangan dengan syariat
serta memperbaiki kurang sesuai dengan syariat (QS 2/283).
5. Amanah Sosial: Yaitu bergaul dengan menegakkan sistem kemasyarakatan yang Islami, jauh
dari tradisi yang bertentangan dengan nilai Islam, menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar,
menepati janji serta saling menasihati dalam kebenaran, kesabaran dan kasih-sayang (QS
23/8).
6. Amanah Pertahanan dan Kemanan: Yaitu membina fisik dan mental, dan mempersiapkan
kekuatan yang dimiliki agar bangsa, negara dan ummat tidak dijajah oleh imperialisme
kapitalis maupun komunis dan berbagai musuh Islam lainnya (QS 8/27).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Amanah adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun
sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu. Secara syar’i,
amanah bermakna: menunaikan apa-apa yang dititipkan atau dipercayakan.
Macam-macam amanah : amanah fitrah amanah Syariah.
Amanah Merupakan Tuntutan Iman, dan khianat merupakan tanda hilangnya keimanan dan
mulai merasuknya kekafiran dalam diri seseorang. Sabda nabi SAW: “Tidak ada iman pada
orang-orang yang tidak ada amanah dalam dirinya, dan tidak ada agama pada orang yang tidak
bisa dipegang janjinya.
Hilangnya Amanah Merupakan Tanda Kiamat, yang salah satu cirinya adalah dipegangnya
amanah oleh yang orang-orang bukan ahlinya dalam masalah tersebut. Sabda nabi SAW: “Ketika
amanah telah disia-siakan maka tunggulah tibanya Kiamat
Dalil-Dalil:
Al-Qur’an: Kedua firman ALLAH SWT di atas (QS 4/58; 33/72) dan QS 2/283; 8/27; 23/8;
70/32.
As-Sunnah :
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban kelak di
hari Kiamat
B. Saran
Amanah merupakan sesuatu kepercayaan yang diberikan kepada umat manusia dari
siapapun kepada siapapun dan harus dipertanggung jawabkan baik burukya dihadapan Allah swt
dikemudian hari.
DAFTAR PUSAKA
Abudin Nata, (2001). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Logos Wacana Ilmu. Daien, Amir. (1973). Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Freire, Paulo. (1985). Pendidikan Kaum Tertindas, LP3ES Yogyakarta: H. A. Yunus, Drs., S.H., MBA. (1999). Filsafat Pendidikan, CV. Citra Sarana Grafika.
Bandung. Jalaluddin. (2001). Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Nur Uhbiyati. (1998). Ilmu Pendidikan Islam., CV. Pustaka Setia., Bandung Rohimin, dkk, Hakekat Pendidikan, Makalah Program Pendidikan Umum Pasca Sarjana,
Universitas Pendidikan Indonesia. Tafsir, Ahmad. (2001). Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam., PT. Remaja
Rosdakarya., Bandung, Tafsir, Ahmad. (1991). Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam. PT Remaja Rosdakarya.
Bandung. William Mc Gucken, SJ, Philosophies Of Education. Amier Daien. Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional,1973), hal.10 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam. Paulo Freire.Pendidikan Kaum Tertindas,Yogyakarta: LP3ES 1985 Drs. H. A. Yunus, S.H., MBA. Filsafat Pendidikan, 165