JAWAB UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2019/2020
MATA KULIAH : FILSAFAT ILMU PROGRAM STUDI : Doktor Ilmu Manajemen KELAS : Malam HARI\TANGGAL : SABTU 25 JULI 2020 WAKTU : 13.00-17.00 FAKULTAS : EKONOMI DAN BISNIS SIFAT UJIAN : (Essay )
Nama : Dicky Tjahjadi, S.T., M.M NIM : 196639046 __________________________________________________________________
1. Jelaskan esensi filsafat dan apa manfaatnya calon ilmuwan belajar filsafat ! 2. Mengapa filsafat ilmu menjadi landasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan? 3. Jelaskan sejarah perkembangan filsafat dan apa maknanya jika ditinjau dari aspek
epistemology dalam hal ini aspek metodologi! 4. Jelaskan esensi yang terkandung dalam pengertian filsafat ilmu! 5. Mengapa calon ilmuwan wajib mengembangkan suara hati dan moralitas! 6. Dari aspek metodologi, apa perbedaan pendekatan kuantitatif dengan kualitatif dan
bagaimana konstribusinya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan ?
Jawab : 1. Esensi Filsafat dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pengertian kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu dari kata „Philos‟
dan „Shopia‟. Philos artinya cinta yang sangat mendalam, dan Sophia artinya
kearifan atau kebijakan. Jadi arti filsafat secara harafiah adalah cinta yang
sangat mendalam terhadap kearifan atau kebijakan.
Pengertian Filsafat menurut para ahli sebagai berikut :
1. Filsafat tidaklah lahir dari pengetahuan tentang segala yang ada (Plato)
2. Filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda (Aristoteles)
3. Filsafat merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada
sejauh mungkin bagi manusia (Al-Kindi)
4. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan
menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya (Al-Farabi)
5. Filsafat merupakan ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang di
dalamnya mencakup empat persoalan (Immanuel Kant), yaitu :
a) Apakah yang dapat kita ketahui ? (Metafisika)
b) Apakah yang boleh kita kerjakan (Etika)
c) Sampai dimanakah pengharapan kita ? (Agama)
d) Apakah yang dinamakan manusia ? (Anthroposlogi)
6. Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang
dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya
setelah mencapai pengetahuan itu (Hasbullah Bakry)
7. Filsafat adalah pikiran manusia yang radikal artinya dengan
mengesampingkan pendirian-pendirian dan pendapat-pendapat “yang
diterima saja” mencoba memperlihatkan pandangan yang merupakan akar
dari lain-lain pandangan dan sikap praktis (N Driyarkara S.J)
8. Filsafat adalah seni kehidupan (Cicero)
9. Filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan, dimana Tuhan, alam dan
manusia menjadi pokok penyelidikannya (Rene Descartes)
10. Filsafat merupakan induk agung dari ilmu-ilmu dan menangani semua
pengetahuan sebagai bidangnya (Francis Bacon)
11. Filsafat dipandang sebagai suatu pengungkapan mengenai perjuangan
manusia secara terus menerus dalam upaya melakukan penyesuaian
berbagai tradisi yang membentuk budi manusia terhadap kecenderungan-
kecenderungan ilmiah dan cita-cita politik baru dan tidak sejalan dengan
wewenang yang diakui (John Dewey)
12. Filsafat berarti proses berpikir yang mengandung 3 ciri yaitu radikal,
sistematis dan universal yaitu berpikir radikal berarti berpikir sampai ke akar-
akarnya, tidak tanggung tanggung sampai pada konsekuensi terakhir, berpikir
tidak separuh, tapi terus sampai ke ujungnya; berpikir sistematis artinya
berpikir logis yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh
kesadaran dengan urutan yang bertanggung jawab dan saling hubungan
yang teratur; berpikir universal artinya tidak berpikir khusus yang hanya
terbatas kepada bagian-bagian tertentu, melainkan mencakup keseluruhan
(Sidi Gazalba)
13. Hakekat Filsafat berpangkal pada pemikiran keseluruhan sarwa sekalian
secara radikal dan menurut system (Prof Dr. M.J. Langeveld)
14. Filsafat meliputi segala pengetahuan manusai serta segala sesuatu apa saja
yang ingin diketahui manusia (Louis Kattsoff)
15. Filsafat mencakup pertanyaan pertanyaan pokok mengenai kebenaran,
materi, budi, hubungan materi dan budi, ruang dan waktu, sebab,
kemerdekaan, monism lawan fluarlisme dan Tuhan (Dr. A.C. Ewing)
16. Menurut Ir. Proedjawijatna, Filsafat adalah ilmu yang berusaha untuk
menemukan penyebabnya deras untuk segala sesuatu dengan pikiran
belaka.
17. Menurut Notonagoro, Filsafat adalah ilmu yang meneliti dan menelaah hal-
hal yang menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam,
yang tetap dan yang tidak berubah; yang disebut hakikat.
18. Menurut Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, Filsafat adalah
suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala,
dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan
penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada
kesimpulan-kesimpulan yang universal.
19. Menurut Bertrand Russel, Filsafat sebagai kritik terhadap pengetahuan.
Filsafat memeriksa secara kritis azas-azas yang dipakai dalam ilmu
pengetahuan dan kehidupan sehari-hari, dan mencari suatu ketidakselarasan
yang dapat terkandung di dalam azas-azas itu. Filsafat adalah suatu yang
terletak antara theologia dan ilmu pengetahuan terletak di antara dogma-
dogma dan ilmu-ilmu eksakta.
20. Menurut D.C.Mulder, Filsafat ialah pemikiran teoritis tentang susunan
kenyataan sebagai keseluruhan. Ilmu filsafat itu mengabstraksi susunan
kenyataan dan membuat susunan itu menjadi sasaran pemikirannya.
Esensi Filsafat dari arti Cinta, esensi cinta adalah pengorbanan. Artinya
mengandung dua substansi yaitu diriku sebagai objek dan diriku juga
sekaligus sebagai subjek. Cinta mengandung makna mengobjektifikasi diriku.
Pusatnya bukan diriku namun diriku senantiasa didudukkan sebagai objek.
Objeknya adalah bijaksana yang disebut Shopia. Menjadi pribadi bijaksana
dalam pengertian sesungguhnya diriku diobjektifikasi menjadi pribadi yang
bijaksana.
Secara empiris menjadi pribadi yang bijaksana sangatlah sulit dan harus
diperjuangkan dengan penuh kesadaran. Mengucapkannya sangat mudah
dan melaksanakannya artinya menginternalisasi ke dalam diri kita nilai-nilai
dan praktek hidup sebagai pribadi bijaksana harus diperjuangkan secara
terus menerus berkesinambungan.
Menjadi pribadi bijaksana memiliki sekurang-kurangnya 5 kriteria integritas
sebagai sebuah komitmen yang sungguh untuk mengikatkan diri secara
personal, terinternalisasi nilai-nilai yang diyakini sebagai nilai luhur dan
mampu mewujudkannya secara sadar dan tulus, yaitu :
1. Memiliki integritas intelektual
2. Memiliki integritas moral
3. Memiliki integritas spiritual
4. Memiliki integritas kepribadian
5. Memiliki integritas religius
Manfaatnya calon ilmuwan belajar filsafat sebagai berikut :
1. Secara fundamental substantive adalah :
Melatih berpikir kritis dalam segala hal dan memikirkan suatu masalah secara
mendalam dan kritis
Membentuk argumen dalam bentuk lisan mau pun tulisan secara sistematis
dan kritis,
Mengkomunikasikan ide secara efektif, dan mampu berpikir secara logis
dalam menangani masalah-masalah kehidupan yang selalu tak terduga.
Dengan kita berfilsafat bisa melihat semua masalah dalam segala aspek,
sehingga mengajarkan kita untuk berfikir kritis dan logis tidak menerima
pendapat orang lain begitu saja terutama dalam masalah hoax. Banyak sekali
di berbagai media pada saat ini yang memberitakan berita-berita bohong
yang dapat mempengaruhi orang lain, jika kita tidak berfikir kritis dan logis
kita bias terpengaruh oleh orang lain.
Mendidik calon ilmuwan menjadi lebih baik secara rasional dan empiris
Mempermudah mengetahui ilmu-ilmu lainnya secara induktif dan deduktif
maupun secara ilmiah dan alamiah.
2. Secara fungsional normatif, manfaat calon ilmuwan mempelajari Filsafat
sebagai berikut :
Filsafat mengajarkan calon ilmuwan untuk lebih mengenal diri sendiri secara
totalitas, sehingga dengan pemahaman itu dapat dicapai hakikat manusia itu
sendiri dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya. Filsafat mengajarkan
calon ilmuwan untuk berpikir serius, berpikir secara radikal, mengkaji sesuatu
hingga ke akarnya. Berfilsafat adalah berusaha menemukan kebenaran tentang
segala sesuatu dengan menggunakan pemikiran secara serius. Kemampuan
berpikir serius itu, mendalam adalah satu cirinya, ini tidak akan dimiliki tanpa
melalui latihan. Belajar berfilsafat merupakan salah satu bentuk latihan untuk
memperoleh kemampuan berpikir serius. Kemampuan ini akan memberikan
bekal berharga dalam upaya memecahkan masalah secara serius, menemukan
akar persoalan yang mendalam.
Filsafat mengajarkan calon ilmuwan tentang hakikat alam semesta. Pada
dasarnya berpikir filsafat ialah berusaha untuk menyusun suatu sistem
pengetahuan yang rasional dalam rangka memahami sesuatu, termasuk diri
manusia itu sendiri. Setiap orang tidak perlu memahami isi filsafat, tetapi setiap
orang yang ingin berpartisipasi membangun dunia perlu mempelajari filsafat.
Mengapa? Hal itu dikarenakan dunia dibentuk oleh dua kekuatan; agama dan
atau filsafat. Barangsiapa yang ingin memahami dunia maka ia harus memahami
dunia atau filsafat yang mewarnai dunia tersebut. Berfilasat mampu menemukan
rumusan baru dalam menyelesaikan masalah-masalah dunia dan alam
sekitarnya. Mungkin itu berupa kritik, mungkin juga berupa usul. Apabila
argumentasinya kuat, maka kritik dan usul tersebut bisa menjadi suatu sistem
pemikiran.
Filsafat mengajarkan tentang hakikat Tuhan. Studi tentang filsafat seyogyanya
dapat membantu manusia untuk membangun spiritualitas keyakinan
keagamaannya secara matang berdasarkan intelektual, bukan hanya sekedar
mengikuti dogma yang ditanamkan padanya. Dengan pemahaman yang
mendalam dan dengan daya nalar yang tajam, maka manusia akan sampailah
kepada kekuasaan yang mutlak, yaitu Tuhan. Maka dengan filsafat, nash atau
ajaran-ajaran agama dapat dijadikan sebagai bukti untuk membenarkan akal.
Atau sebaliknya, dengan filsafat dapat dijadikan untuk membenarkan nash atau
ketentuan agama.
Menurut Asmoro Achmadi (2005) dengan mempelajari filsafat, calon ilmuwan
akan dibekali suatu kebijaksanaan yang di dalamnya memuat nilai-nilai
kehidupan yang sangat diperlukan oleh umat manusia.
Filsafat dapat menambah pengetahuan yang berwawasan luas bagi calon
ilmuwan, karena dengan bertambahnya ilmu pengetahuan akan bertambah pula
cakrawala pemikiran, cakrawala pandang/pola pikir yang semakin luas. Hal ini
mengandung implikasi, bahwa dengan memahami filsafat dapat membantu
penyelesaian masalah yang kita hadapi secara bijaksana.
3. Secara komprehensif obyektif, manfaat calon ilmuwan mempelajari filsafat
adalah :
Untuk memaknai makna hakikat hidup manusia, baik dalam lingkup pribadi
maupun sosial.
Dengan berfilsafat manusia selalu dilatih, dididik untuk berpikir secara
universal, multidimensional, komprehensif, dan mendalam. Sehingga akan
menjadikan seseorang cerdas, kritis, sistematis, dan objektif dalam melihat
dan memecahkan beragam problema kehidupan, sehingga mampu meraiih
kualitas, keunggulan dan kebahagiaan hidup.
Menggapai kebijakan dan nilai. Nilai diperoleh dengan berpikir mendalam.
Nilai itu penting untuk mengatur kehidupan.
Menggapai kebenaran. Filsafat adalah jalan menggapai kebenaran karena
proses berpikir mendalam itu pada dasarnya adalah menjelaskan apa yang
sebenarnya terjadi dan bagaimana hal itu bisa terjadi, terhadap suatu
kenyataan. Jika kita tak memahami kenyataan berdasarkan kenyataan, itu
adalah suatu kesalahan, dan ini biasanya terjadi saat orang tidak berfilsafat,
atau pada saat orang menilai sesuatu seenaknya saja.
Memahami diri sendiri dan masyarakatnya: menghilangkan egoisme,
meningkatkan kesadaran kolektif.
Filsafat untuk mengubah kehidupan. Artinya, dengan filsafat orang akan
terdorong untuk mengubah segala sesuatu yang ternyata telah jauh
menyimpang dari nilai-nilai kebenaran. Dalam hal ini, juga berarti bahwa
filsafat juga tak dapat dipisahkan dari kerja mengubah kehidupan.
4. Secara struktural aplikatif dalam kehidupan sehari hari banyak manfaat
yang bisa dipetik calon ilmuwan dalam mempelajari filsafat, antara lain :
Filsafat akan mengajarkan calon ilmuwan untuk melihat segala sesuatu
secara multi dimensi dan inter dimensi
Filsafat mengajarkan kepada calon ilmuwan untuk mengerti tentang diri
sendiri, masyarakat sekitarnya, lingkungan sekitarnya dan dunia
Mengasah hati dan pikiran untuk lebih kritis terhadap fenomena yang
berkembang dan paradigma yang terjadi
Filsafat dapat mengasah kemampuan kita dalam melakukan penalaran
secara rasional, ilmiah dan alamiah, empiris dan terintegrasi.
Calon ilmuwan dapat belajar dari para filsuf lewat karya karya besar mereka
Filsafat akan membuka cakrawala berpikir yang baru dan membantu untuk
dapat berpikir dengan lebih rasional dan obyektif.
Filsafat akan mengkondisikan akal untuk berpikir secara radikal
5. Secara ilmiah dan alamiah, Manfaat calon ilmuwan mempelajari filsafat dari
berbagai literatur, yaitu :
Menyadarkan seorang calon ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir
menara gading yakni hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa
mengaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya. Padahal setiap
aktivitas keilmuwan nyaris tidak dapat dilepaskan dalam konteks kehidupan
sosial kemasyarakatan. Jadi filsafat ilmu diperlukan kehadirannya di tengah
perkembangan IPTEK yang ditandai semakin menajamnya spesialisasi ilmu
pengetahuan. Sebab dengan mempelajari filsafat ilmu maka para ilmuwan
akan menyadari keterbatasan dirinya dan tidak terperangkap ke dalam sikap
arogansi intelektual. Hal yang diperlukan adalah sikap keterbukaan diri di
kalangan ilmuwan sehingga mereka dapat saling menyapa dan mengarahkan
seluruh potensi keilmuan yangdimilikinya untuk kepentingan umat manusia.
Mengembangkan ilmu, teknologi dan perindustrian dalam batasan nilai
ontologis. Selalui paradigma ontologis diharapkan dapat mendorong
pertumbuhan wawasan spiritual keilmuan yang mampu mengatasi bahaya
sekularisme segala ilmu.
Mengembangkan ilmu, teknologi dan pertindustrian dalam batasan nilai
epistemologis. Melalaui paradigma epistemologis diharapkan akan
mendorong pertumbuhan wawasan intelektual keilmuan yang mampu
membentuk sikap ilmiah.
Mengembangkan ilmu, teknologi dan perindustrian dalam batasan aksiologi.
selalui paradigma aksiologis diharapkan dapat menumbuhkembangkan nilai-
nilai etis, sertamendorong perilaku adil dan membentuk moral tanggung
jawab. Segala macam ilmu dan teknologi dipertanggung jawabkan bukan
unntuk kepentingan manusia, namun juga untuk kepentingan obyek semua
sebagai sumber kehidupan.
Menjadikan diri bersifat dinamis dan terbuka dalam menghadapi berbagai
problem.
Menyadari akan kedudukan manusia baik sebagai pribadimaupun dalam
hubungannya dengan orang lain, alam sekitar, dan Tuhan Yang Maha Esa.
Bermanfaat untuk menjelaskan keberadaan manusia di dalam
mengembangkanilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan alat untuk
membuat hidup menjadi lebih baik.
Memberikan kebiasaan dan kebijaksanaan untuk memandang dan
memecahkan persoalan persoalan dalam kehidupan sehari hari. Orang yang
hidup secara dangkal saja, tidak mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi
melihat pemecahannya.
Mengajak untuk berpikir secara radikal, holistik dan sistematis, hingga kita
tidak hanya ikut-ikutan saja, mengikuti pada pandangan umum, percaya akan
setiap semboyan. Dalam surat surat kabar, tetapi secara kritis menyelidiki
apa yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri, dengan cita cita
mencari kebenaran.
Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri terutama
dalam etika maupun untuk ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi,
ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.
Filsafat bermanfaat sebagai pembebas. Filsafat bukan hanya sekedar
mendobrak pintu penjara tradisi dan kebiasaan yang penuh dengan berbagai
mitos dan mite, melainkan juga merenggut manusia keluar dari penjara itu.
Filsafat ilmu membebaskan manusia dari belenggu cara berpikir yang mistis
dan dogma.
Filsafat membantu agar seseorang mampu membedakan persoalan yang
ilmiah denganyang tidak ilmiah.
Filsafat memberikan landasan historis-filosofis bagi setiap kajian disiplin ilmu
yang ditekuni.
Filsafat memberikan nilai dan orientasi yang jelas bagi setiap disiplin ilmu.
Filsafat memberikan petunjuk dengan metode pemikiran reflektif dan
penelitian penalaran supaya manusia dapat menyerasikan antara logika,
rasio, pengalaman, dan agama dalam usaha mereka dalam pemenuhan
kebutuhannya untuk mencapai hidup yang sejahtera.
Filsafat memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap
metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan
secara logis & rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara
umum..
Menghindarkan diri dari memutlakan kebenaran ilmiah, dan menganggap
bahwa ilmu sebagai satu-satunya cara memperoleh kebenaran.
Menghindarkan diri dari egoisme ilmiah, yakni tidak menghargai sudut
pandang lain di luar bidang ilmunya
2. Alasan filsafat ilmu menjadi landasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
yaitu sebagai berikut :
Pertama, secara substantif, filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran
ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan kelimuan secara ilmiah.
Seorang ilmuwan harus memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri,
sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap solipsistik, menganggap bahwa
hanya pendapatnya yang paling benar.
Kedua, secara normatif, filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji,
mengkritik asumsi dan metode keilmuwan. Kecenderungan yang terjadi
dikalangan para ilmuwan modern adalah menerapkan suatu metode ilmiah tanpa
memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan
di sini adalah menerapkan metode ilmiah yang sesuai atau cocok dengan
struktur ilmu pengetahuan untuk dapat dikembangkan sesuai filosofisnya, bukan
sebaliknya. Metode hanya sarana berpikir, bukan merupakan hakikat ilmu
pengetahuan.
Ketiga, secara obyektif, filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap
metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara logis-rasional, agar dapat dipahami dan
dipergunakan secara umum. Semakin luas penerimaan dan penggunaan metode
ilmiah, maka semakin valid metode tersebut, pembahasan dalam hal ini
dibicarakan dalam metodologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang cara-cara
untuk memperoleh kebenaran, yang setelah dilakukan pengkajian empiris dan
rasional yang mendalam akhirnya dapat mengembangkan ilmu yang berguna
secara umum bagi praktisi maupun masyarakat dan secara khusus berguna bagi
akademisi maupun pengembangan cabang ilmu tersebut.
Keempat, secara aplikatif, Filsafat ilmu menjelaskan tentang duduk perkara ilmu
atau science yang menjadi landasan asumsi logika (doktrin netralistik etik), hasil-
hasil empirik yang dicapai, serta batas-batas kemampuannya demi perbaikan
maupun pengembangan keilmuan secara obyektif dan realistis.
Kelima, secara konstruktif, Filsafat ilmu sebagai proses sarana berpikir secara
ilmiah dan kerangka berpikir yang merupakan model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi
sebagai hal yang penting jadi dengan demikian maka filsafat ilmu sebagai
kerangka berpikir keilmuan adalah sebuah pemahaman yang melandasi
pemahaman-pemahaman ilmu yang lainnya, sebuah pemahaman yang paling
mendasar dan menjadi kajian pondasi bagi setiap pemikiran keilmuan atau suatu
bentuk proses dari keseluruhan dari penelitian yang akan dilakukan.
Keenam, secara prosedural, Filsafat ilmu menekankan berpikir ilmiah sebagai
prosedur, cara dan teknik memperoleh ilmu pengetahuan, serta untuk
membuktikan benar salahnya suatu hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya.
Metode ilmiah dalam pengembangan ilmu ini adalah sebuah prosedur yang
digunakan para ilmuan dalam pencarian teori/kebenaran baru. Dilakukannya
dengan cara kerja sistematis terhadap pengetahuan baru, dan melakukan
peninjauan kembali kepada pengetahuanyang telah ada.
Ketujuh, secara struktural, Filsafat ilmu melandasi pengembangan keilmuan
dengan metodologi penelitian yang menjelaskan tentang upaya pengembangan
ilmu berdasarkan metode ilmiah, yang terdiri dari dua bagian, yaitu baik deduktif
maupun induktif. Demikian pula, tentang hasil-hasil yang dicapai, berbentuk
pengetahuan atau knowledge baik yang bersifat deskriptif (kualitatif dan
kuantitatif) maupun yang bersifat hubungan (proporsi tingkat rendah, proporsi
tingkat tinggi, dan hukum-hukum).
Kedelapan, secara proporsional, peran dan fungsi Filsafat ilmu yang mendukung
metodologi penelitian bersifat mengisi dan memperluas cakrawala kognitif (akal)
tentang apa yang disebut ilmu, yang diharapkan akan menimbulkan pengertian
untuk disiplin dalam berkarya ilmiah, sekaligus menigkatkan motivasi sebagai
ilmuwan untuk melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh.
Kesembilan, secara fungsional, peranan Filsafat ilmu menurut Beerling (1988)
adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara
untuk memperoleh pengetahuan. Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat ilmu
pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat
serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan
metodologi.
Kesepuluh, secara kontinuitas, kajian Filsafat ilmu menurut Koento Wibisono
(1988), sebagai kelanjutan dari perkembangan filsafat pengetahuan, adalah juga
merupakan cabang filsafat. Tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang
merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya. Komponen
tersebut adalah ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi menjelaskan
mengenai pertanyaan apa, epistemologi menjelaskan pertanyaan mengenai
bagaimana dan aksiologi menjelaskan pertanyaan untuk apa, dan ketiga
komponen landasan filsafat ilmu tersebut menjadi kajian esensi dasar dalam
pengembangan ilmu secara komprehensif, realistis dan berkesinambungan demi
peningkatan dan kemajuan ilmu.
Di sisi lain, Peranan Filsafat ilmu dalam kajian esensi dasar pengembangan ilmu
menurut pandangan M. Zaenuddin (2006) sebagai berikut :
1) Filsafat ilmu adalah perumusan world view yang konsisten dengan teori-teori
ilmiah yang penting. Menurut pandangan ini, adalah merupakan tugas filsuf
ilmu untuk mengelaborasi implikasi yang lebih luas dari ilmu.
2) Filsafat ilmu adalah eksposisi dari presupposition dan pre-disposition dari
para ilmuwan.
3) Filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang didalamnya terdapat konsep dan
teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan
4) Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua, filsafat ilmu menuntut
jawaban terhadap pertanyaan sebagai berikut:
a) Karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dan tipe
penyelidikan lain
b) Kondisi yang bagaimana yang patut diikuti oleh para ilmuwan dalam
penyelidikan alam.
c) Kondisi mana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar
menjadi benar
d) Status kognitif yang bagaimana dari prinsip dan hukum ilmiah.
3. Sejarah perkembangan filsafat dapat dijelaskan sebagai berikut :
Filsafat mulai beranjak sejak zaman purba yakni pada abad ke-6 sebelum
Masehi (600 < SM > 500 setelah masehi), yang diawali oleh runtuhnya mite-
mite dan dongeng-dongeng yang selama ini menjadi pembenaran terhadap
setiap gejala alam. Orang Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai
sistem kepercayaan bahwa segala sesuatunya harus diterima sebagai sesuatu
yang bersumber pada mitos atau dongeng-dongeng. Dalam sejarah filsafat
biasanya filsafat Yunani dimajukan sebagai pangkal sejarah filsafat barat,
karena dunia barat (Eropa Barat) dalam alam pikirannya berpangkal kepada
pemikiran Yunani.
Pada masa itu ada keterangan-keterangan tentang terjadinya alam semesta
serta dengan penghuninya, akan tetapi keterangan ini berdasarkan kepercayaan.
Ahli-ahli pikir tidak puas akan keterangan itu lalu mencoba mencari keterangan
melalui budinya. Mereka menanyakan dan mencari jawabannya apakah
sebetulnya alam itu. Ciri yang menonjol dari Filsafat Yunani Kuno di awal
kelahirannya adalah ditunjukkannya perhatian terutama pada pengamatan gejala
kosmik dan fisik sebagai ikhtiar guna menemukan suatu asas-mula (arche) yang
merupakan unsur awal terjadinya segala gejala.
Terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat Yunani ini lahir, yaitu:
a) Bangsa Yunani yang kaya akan mitos (dongeng).
b) Karya sastra Yunani yang dapat dianggap sebagai pendorong kelahiran
filsafat Yunani.
c) Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di
lembah sungai Nil.
Fase-fase Perkembangan Filsafat Ilmu dari Zaman ke Zaman
Untuk memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat,
berikut pembagian atau klasifikasi secara garis besar:
1) Zaman Pra Yunani Kuno
2) Zaman Yunani Kuno
3) Zaman Pertengahan
4) Zaman Renaissance
5) Zaman Modern
6) Zaman Postmodern atau Kontemporer
Berikut adalah penjelasan singkat dari masing-masing periode, tokoh yang
berpengaruh dan karya-karya termasuk Filsafat mereka :
1. Zaman Pra Yunani Kuno
Pada zaman ini, secara umum terbagi menjadi tiga fase. Pertama, zaman Batu
Tua yang berlangsung 4 juta tahun Sebelum Masehi sampai 20.000/10.000 SM.
Pada zaman ini mempunyai beberapa ciri khas, di antaranya adalah
menggunakan alat-alat sederhana yang dibuat dari batu dan tulang, mengenal
cocok taman dan beternak, dan dalam kehidupan sehari-hari didasari dengan
pengamatan primitif menggunakan sistem “trial and error” (mencoba-coba dan
salah) kemudian bisa berkembang menjadi “know how“. Pada zaman Batu Tua,
yang menjadi tokoh utama disebut-sebut dengan manusia purba. Belum
ditemukan secara spesifik data diri mereka, tetapi yang terlihat secara jelas
adalah hasil karya mereka. Karya-karya mereka termasuk filsafat yang
fenomenal adalah peralatan yang terbuat dari batu dan tulang.
Kedua, zaman Batu Muda yang berlangsung 10.000 SM sampai 2000 SM atau
abad 100 sampai abad 20 SM. Dalam zaman ini telah berkembang kemampuan-
kemampuan yang sangat siginifikan. Kemampuan itu berupa kemampuan
menulis (dinyatakan dengan gambar dan symbol atau lambang-lambang),
kemampuan membaca (bermula dari bunyi atau suku kata tertentu), dan
kemampuan berhitung. Dalam zaman ini juga berkembang masalah
perbintangan, matematika, perdagangan, dan hukum. Dengan berjalannya
waktu, pada zaman Batu Muda sudah ada kerajaan-kerajaan besar yang ikut
andil dalam mengukir sejarah. Kerajaan itu adalah Mesir, Babylon, Sumeria,
Niniveh, India , dan Cina. Karya-karya yang didapat dari zaman ini dalam
berfilsafat berupa batu Rosetta (Hieroglip), segitiga dengan unit 3,4,5 (segitiga
siku-siku), nilai logam sebagai nilai tukar, perundangan yang ditulis, lukisan di
dinding gua, tulisan Kanji (Pistographic Writing), dan zodiak.
Ketiga, zaman Logam. Zaman ini berlangsung dari abad 20 SM sampai dengan
abad 6 SM. Pada zaman ini pemakaian logam sebagai bahan peralatan sehari-
hari, baik sebagai perhiasan, peralatan masak, atau bahkan peralatan perang.
Ketiga, pada zaman Logam didominasi oleh kerajaan Mesir, tetapi kerajaan Cina
dan Sumeria juga masih mempunyai peran. Pada masa ini karya-karya termasuk
berfilsafat yang ada didominasi dengan alat-alat yang terbuat dari besi dan
perunggu. Seni membuat patung juga menjadi karya fenomenal pada masanya,
bahkan sampai saat ini. Contohnya adalah karya-karya dari Mesir, seperti patung
istri raja Fir‟aun (Nefertitti). Menurut Brouwer, di antara abad 15 SM di Sumeria
(Irak) telah menggunakan alat-alat dari besi. Selain itu, di Cina pada abad 15 SM
dinasti Shang telah menggunakan peralatan perang dari perunggu dan pada
abad 5 SM dinasti Chin telah menggunakan besi untuk peralatan perang
2. Zaman Yunani Kuno
Zaman ini berlangsung dari abad 6 SM – sekitar abad 6 M. Zaman ini
menggunakan sikap “an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki
sesuatu secara kritis)”, dan tidak menerima pengalaman yang didasarkan pada
sikap “receptive attitude mind (sikap menerima segitu saja)”. Sehingga pada
zaman ini filsafat tumbuh dengan subur. Yunani mencapai puncak kejayaannya
atau zaman keemasannya (Zaman Hellenisme) di bawah pimpinan Iskandar
Agung (356–323 SM) dari Macedonia, yang merupakan salah seorang murid
Aristoteles.
Setelah Alexandria dikuasai oleh Roma yang tertarik dengan hal-hal abstrak,
pada abad ke-4 dan ke-5 M ilmu pengetahuan benar-benar beku. Menurut Hull,
hal ini disebabkan oleh tiga pokok penting: 1) penguasa Roma yang menekan
kebebasan berpikir, 2) ajaran Kristen yang tidak boleh disangkal, 3) kerjasama
gereja dan pengusa sebagai otoritas kebenaran. Walaupun begitu pada abad ke-
2 M sempat ada Galen (bidang kedokteran) dan tokoh aljabar, Pappus dan
Diopanthus yang berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Pada
zaman ini banyak bermunculan ilmuwan-ilmuwan terkemuka, ada beberapa
nama yang popular pada masa ini, yaitu:
a. Thales (624-545 SM) dari Miletos, Yunani (sekarang bagian dari Turki)
adalah filsuf pertama sebelum masa Sokrates. Menurutnya, zat utama yang
menjadi dasar segala materi adalah air. Pada masanya ia menjadi filusuf
yang mempertanyakan isi dasar alam.
b. Pythagoras (582 SM – 496 SM) adalah seorang matematikawan dan filsuf
Yunani yang paling dikenal melalui teoremanya. Dikenal sebagai “Bapak
Bilangan”, dan salah satu peninggalan Phytagoras yang terkenal adalah
teorema Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu
segitiga siku- siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-
sisi siku-sikunya). Walaupun fakta di dalam teorema ini telah banyak
diketahui sebelum lahirnya Pythagoras, namun teorema ini dikreditkan
kepada Pythagoras karena ia yang pertama kali membuktikan pengamatan
ini secara matematis.
c. Socrates (470 SM – 399 SM) adalah filsuf dari Athena, Yunani dan
merupakan salah satu figur tradisi filosofis Barat yang paling penting.
Socrates lahir di Athena. Ia tidak meninggalkan tulisan sebagai karyanya.
Tetapi pemikiranya dikenal melalui tulisan yang dibuat oleh muridnya, yaitu
Plato. Salah satu catatan Plato yang terkenal adalah Dialogue, yang isinya
berupa percakapan antara dua orang pria tentang berbagai topik filsafat.
Socrates percaya bahwa manusia ada untuk suatu tujuan, dan bahwa salah
dan benar memainkan peranan yang penting dalam mendefinisikan
hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya. Sedangkan
Sokrates sendiri mempunyai metode sendiri yang dikenal dengan “Maieutike
Tekhne” (seni kebidanan) yaitu metode dialetika atau pengajuan pertanyaan
untuk melahirkan kebenaran.Walaupun demikian, sumbangsih Socrates yang
terpenting bagi pemikiran Barat adalah metode penyelidikannya, yang dikenal
sebagai metode elenchos, yang banyak diterapkan untuk menguji konsep
moral yang pokok. Karena itu, Socrates dikenal sebagai bapak dan sumber
etika atau filsafat moral, dan juga filsafat secara umum.
d. Aristoteles (384 SM – 322 SM) adalah seorang filsuf Yunani, murid dari
Plato dan guru dari Alexander yang Agung. Ia memberikan kontribusi di
bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, dan Ilmu Alam. Di
bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan
mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Sementara itu,
di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah
gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki. Dari kontribusinya, yang
paling penting adalah masalah logika dan Teologi (Metafisika). Dalam
penelitian ilmiahnya ia menyadari pentingnya observasi, eksperimen dan
berpikir induktif (inductive thinking). Logika yang digunakan untuk
menjelaskan cara menarik kesimpulan yang dikemukakan oleh Aristoteles
didasarkan pada susunan pikir (syllogisme). Dari keseluruhan kontribusi
yang diberikan oleh Aristoteles, dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles
sangat berpengaruh pada pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain
pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani
dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas di abad ke-13, dengan teologi Yahudi
oleh Maimonides (1135 – 1204), dan dengan theologi Islam oleh Ibnu Rusyd
(1126 – 1198).
e. Plato (427 SM – 347 SM) ia adalah murid Socrates dan guru dari Aristoteles.
Karyanya yang paling terkenal ialah Republik (Politeia) di mana ia
menguraikan garis besar pandangannya pada keadaan “ideal”. Selain itu, ia
juga menulis „Hukum‟ dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta
utama. Sumbangsih Plato yang terpenting tentu saja adalah ilmunya
mengenai ide. Misalkan saja konsep mengenai “kebajikan” dan
“kebenaran”. Konsep yang dikembangkan oleh Plato ini bertitik belakang dari
perdebatan dari konsep yang diusung oleh Parminedes yang menganggap
sesuatu realitas itu berasal dari satu hal (The One) yang tetap, dan konsep
yang dikemukakan oleh Heraklios yang bertitik tolak dari hal yang banyak
(The Many) yang selalu berubah.
f. Anaximander (610 SM – 546 SM) siswa Thales, sang filsuf pertama. Ia hidup
pada abad ke 6 SM di Miletos. Berbeda dengan Thales, ia berpendapat
bahwa permulaan yang pertama, tidaklah bisa ditentukan/ tidak terbatas
(Apeiron), karena tidaklah memiliki sifat-sifat zat yang ada sekarang.
g. Demokreitos (460-370 SM), ia mengembangkan teori mengenai atom
sebagai dasar materi, sehingga ia dikenal sebagai “Bapak Atom Pertama”.
Karyanya dijadikan sebagai pelopor ilmu fisika materi yang menutup
kemungkinan akan adanya intervensi Tuhan atau dewa. Demokreitos juga
menjadi orang pertama yang berpendapat bahwa galaksi Bimasakti
merupakan kumpulan cahaya gugusan bintang yang letaknya saling
berjauhan.
h. Euklides (330-273 SM) ialah ahli matematik dari Alexandria. Dalam bukunya
yang berjudul Elemen, ia – sebagai bapak geometri – mengemukakan teori
bilangan dan geometri. Menurutnya satu hal yang paling penting untuk
dicatat, bahwa dalam pembuktian teorema-teorema geometri tak diperlukan
adanya contoh dari dunia nyata tetapi cukup dengan deduksi logis
menggunakan aksioma-aksioma yang telah dirumuskan.
i. Empedokles (484-424 SM) adalah seorang filsuf Yunani berpendapat bahwa
materi terdiri atas empat unsur dasar yang ia sebut sebagai akar, yaitu air,
tanah, udara, dan api. Selain itu, ia menambahkan satu unsur lagi yang ia
sebut cinta (philia). Hal ini dilakukannya untuk menerangkan adanya
keterikatan dari satu unsur ke unsur lainnya. Empedokles juga dikenal
sebagai peletak dasar ilmu-ilmu fisika dan biologi pada abad 4 dan 3 SM.
j. Claudius Ptolemaeus (90 SM-168 M), dia adalah seorang matematikawan,
astronom, ahli geografi, astrolog dan seorang penyair dari satu epigram di
Anthology Yunani. Dia tinggal di Mesir di bawah Kekaisaran Romawi.
Ptolemaeus adalah pengarang beberapa risalah ilmiah. Yang pertama adalah
risalah astronomi yang dikenal sebagai Almagest (The Great Risalah/Risalah
Matematika). Yang kedua adalah Geografi, yang merupakan diskusi teliti
mengenai pengetahuan geografi Yunani-Romawi dunia. Yang ketiga adalah
risalah astrologi dikenal dalam bahasa Yunani sebagai Apotelesmatika atau
lebih umum dalam bahasa Yunani sebagai Tetrabiblos (Empat buku). Selain
itu, karena ia hidup di Mesir kemudian astronom arab, ahli geografi dan ahli
fisika menyebutnya dengan namanya dalam bahasa Arab: Batlaymus.
k. Diophantus (antara 214 M – 298 M), adalah seorang ahli matematika dan
karnya yang sangat terkenal adalah Arithmetica. Karyanya ini barkaitan
dengan memecahkan persamaan aljabar, hal ini menyebabkan kemajuan luar
biasa dalam teori bilangan, angka pecahan, dan juga membuat kemajuan
dalam notasi matematika.
l. Galenus (129 M – 200 M), yang lebih dikenal dalam bahasa Inggris sebagai
Galen. Ia memiliki pengaruh besar dalam kedokteran Eropa. Galen
melakukan perubahan besar di bidang kesehatan. Hal yang ia lakukan di
antaranya adalah operasi pembedahan otak dan mata (mengoperasi
katarak), mengenalkan ilmu anatomi, dan mengemukakan empat cairan
tubuh yaitu darah, empedu kuning (yellow bile), empedu hitam (black bile)
dan mukus. Empat hal ini akan berputar sesuai dengan empat musim. Karya
terbesarnya adalah tujuh belas buku dari On the Usefulness of the Parts of
the Human Body.
m. Archimedes (sekitar 287 SM – 212 SM) ia adalah seorang ahli matematika,
astronom, filsuf, fisikawan, dan insinyur berbangsa Yunani. Archimedes,
dianggap sebagai salah satu matematikawan terbesar sepanjang masa, hal
ini didasarkan pada temuannya berupa prinsip matematis tuas, sistem katrol
(yang didemonstrasikannya dengan menarik sebuah kapal sendirian saja),
dan ulir penak, yaitu rancangan model planetarium yang dapat menunjukkan
gerak matahari, bulan, planet-planet, dan kemungkinan konstelasi di langit. Di
bidang matematika, penemuannya terhadap nilai phi lebih mendekati dari
ilmuan sebelumnya. Dari karya-karyanya yang bersifat eksperimental, ia
kemudian dijuluki sebagai, “Bapak IPA Eksperimental”.
n. Selain di Yunani, astronom dan ahli matematika juga berkembang di India.
Menurut Salam, Aryabhata (476 M) melahirkan perhitungan desimal
sederhana. Dibidang astronomi ia juga memperkenalkan sejumlah fungsi
trigonometri (termasuk sinus, versine, kosinus dan sinus invers), trigonometri
tabel, dan teknik-teknik dan algoritma dari aljabar.
3. Zaman Pertengahan
Zaman ini masih berhubungan dengan zaman sebelumnya, zaman ini disebut
dengan zaman kegelapan (The Dark Ages). Zaman ini ditandai dengan
tampilnya para Theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Sehingga para ilmuwan
yang ada pada zaman ini hampir semua adalah para Theolog. Begitu pula
dengan aktifitas keilmuan yang mereka lakukan harus berdasar atau mendukung
kepada agama. Ataupun dengan kata lain aktivitas ilmiah terkait erat dengan
aktivitas keagamaan. Pada zaman ini filsafat sering dikenal dengan sebagai
“Anchilla Theologiae (Pengabdi Agama)”. Selain itu, yang menjadi ciri khas pada
masa ini adalah dipakainya karya-karya Aristoteles dan Kitab Suci sebagai
pegangan.
Ketika Bangsa Eropa mangalami masa kegelapan, kebangkitan justru menjadi
milik Islam. Hal ini dimulai dari munculnya Nabi Muhammad SAW pada abad ke-
6 M, perluasan wilayah, pembinaan hukum serta penerjemahan filsafat Yunani,
dan kemajuan ilmu pengetahuan Islam pada abad ke-7 M sampai abad ke-12 M.
Pada masa ini Islam mandapatkan masa keemasannya (Golden Age). Selain itu,
pada abad ini terjadi perkembangan kebudayaan di Asia Selatan dan Timur,
seperti Ajaran Lao Tse (menjaga keharmonisan dengan alam) dan Confucius
(konsep kode etik luhur mangatur akal sehat).
Pada masa kegelapan ini ilmu pengetahuan di Eropa tidak berkembang. Karya
ilmuwan yang masih menjadi pegangan hanya karya Aristoteles. Pada abad 12
M, yang diklaim sebagai awal mula zaman Renaissance telah muncul beberapa
nama yang mempelopori di bidang ilmu dan eksperimen, yaitu:
a. Roger Bacon (1214 M – 1294 M), juga dikenal dengan sebutan Doctor
Mirabilis (guru yang sangat mengagumkan). Ia adalah seorang filsuf Inggris
yang meletakkan penekanan pada empirisme, dan dikenal sebagai salah
seorang pendukung awal metode ilmiah modern di dunia Barat. Teorinya
menyatakan bahwa apa yang menjadi landasan awal dan ujian akhir dari
semua ilmu pengetahuan adalah pengalaman, dan syarat mutlak untuk
mengolah pengetahuan adalah dengan matematika. Sehingga ia dikenal
sebagai pelopor empirisme.
b. Thomas Aquinas (1225 M -1274 M) adalah seorang filsuf dan ahli teologi
ternama dari Italia. Ia terutama menjadi terkenal karena dapat membuat
sintesis dari filsafat Aristoteles dan ajaran Gereja Kristen. Sintesisnya ini
termuat dalam karya utamanya: Summa Theologiae (Ikhtisar Teologi). Selain
itu, karya Theologis Thomas yang sangat terkenal adalah “Summa Contra
Gentiles (Ikhtisar Melawan Orang-Orang Kafir)”.
c. Gerard van Cremona (1114 M -1187 M), adalah seorang penerjemah Arab
karya ilmiah. Dia adalah salah satu orang paling penting di Toledo. Ia
menerjemahkan sekitar 70 bahasa Arab dan karya-karya klasik Yunani ke
dalam bahasa Latin termasuk karya Euclidius, Al-Farabi, Al-Farghani dan
karya-karya lain.
d. Giovanni Boccaccio (1313 M – 1375 M) adalah seorang Italia penulis dan
penyair. Karya yang dihasilkan dalam periode ini meliputi Filostrato dan
Teseida, Filocolo, sebuah versi prosa yang ada roman Prancis, dan La
Caccia di Diana, sebuah puisi dalam daftar sajak oktaf neapolitan
perempuan. Boccaccio terus bekerja, memproduksi Comedia delle ninfe
fiorentine (juga dikenal sebagai Ameto) campuran prosa dan puisi, tahun
1341, menyelesaikan lima puluh canto puisi alegoris Amorosa visione di 1342
M, dan Fiammetta di 1343 M. Salah satu karya terakhirnya di Italia, satu-
satunya karya penting lainnya adalah Corbacci.
Sepanjang Eropa mengalami masa kegelapan, di sebelah selatan Laut Tengah
berkembang kerajaan bangsa Arab, maka semakin banyak pula tokoh-tokoh
ilmuwan Islam yang berperan dalam perkembangan Ilmu. Beberapa tokoh filsuf
dan ilmuwan muslim yang berpengaruh bagi sejarah perkembangan ilmu &
filsafat antara lain :
a. Al-Fārābi (870 M – 950 M). Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat
Yunani yang sangat ulung di dunia Islam. Kontribusinya terletak di berbagai
bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik. Al-Farabi
telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting
dalam bidang musik, Kitab al-Musiqa. Selain itu, karyanya yang terkenal
adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara Utama) yang membahas
pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara rezim
yang paling baik menurut pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah Islam.
b. Al-Khawārizmī (780 M – 850 M). Hasil pemikirannya berdampak besar pada
matematika, yang terangkum dalam buku pertamanya, al-Jabar. Selain itu
karyanya adalah al-Kitab al-mukhtasar fi hisab al-jabr wa‟l-muqabala (Buku
Rangkuman untuk Kalkulasi dengan Melengkapakan dan Menyeimbangkan),
Kitab surat al-ard (Pemandangan Bumi). Karya tersebut masih tersimpan di
Strassberg, Jerman.
c. Al-Kindi (801 M – 873 M), bisa dikatakan merupakan filsuf pertama yang
lahir dari kalangan Islam. Al Kindi menuliskan banyak karya dalam berbagai
bidang, geometri, astronomi, astrologi, aritmatika, music (yang dibangunnya
dari berbagai prinsip aritmatis), fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan
politik.
d. Al-Ghazali (1058 M – 1111 M) adalah seorang filosof dan teolog muslim
Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat. Karya-karyanya berupa
antara lain : kitab Al-Munqidh min adh-Dhalal, Ihya Ulumuddin (Kebangkitan
Ilmu-Ilmu Agama) merupakan karyanya yang terkenal, Kimiya as-Sa‟adah
(Kimia Kebahagiaan), Tahafut al-Falasifah (buku ini membahas kelemahan-
kelemahan para filosof masa itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rusyd
dalam buku Tahafut al-Tahafut (The Incoherence of the Incoherence), Al-
Mushtasfa min „Ilm al-Ushul, Mi‟yar al-Ilm (The Standard Measure of
Knowledge), al-Qistas al-Mustaqim (The Just Balance), dan Mihakk al-Nazar
fi al-Manthiq (The Touchstone of Proof in Logic).
e. Ibnu Sina (980 M -1037 M). Ia dikenal sebagai Avicenna di dunia barat. Ia
adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter. Bagi banyak orang, beliau
adalah “Bapak Pengobatan Modern” dan masih banyak lagi sebutan baginya
yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang
kedokteran. Karyanya yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama
berabad-abad. Karyanya adalah The Book of Healing dan The Canon of
Medicine, dikenal juga sebagai sebagai Al-Qanun fi At Tibb.
f. Ibnu Rusyd (1126 M – 1198 M) yang dalam bahasa Latin disebut dengan
Averroes, dan ia adalah seorang filsuf dari Spanyol (Andalusia). Karya-karya
Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fikih dalam bentuk
karangan, ulasan, essai dan resume. Karya lain berupa Bidayat Al-Mujtahid
(kitab ilmu fiqih), Kulliyaat fi At-Tib (buku kedokteran).
g. Ibnu Khaldun (1332 M – 1406 M) adalah seorang sejarawan muslim dari
Tunisia dan sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi
dan ekonomi. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah (Pendahuluan).
Sebagian bangsa di Asia juga mulai memperlihatkan perkembangan ilmu
mereka. Dari Cina ada salah satu contoh terbaik akan Shen Kuo (1031 M – 1095
M), seorang ilmuwan dan negarawan yang pertama kali menggambarkan
magnet-jarum kompas yang digunakan untuk navigasi, menemukan konsep
utara sejati, perbaikan desain astronomi Gnomon, armillary bola, penglihatan
tabung, dan clepsydra, dan menggambarkan penggunaan drydocks untuk
memperbaiki perahu. Selain itu, Shen Kuo juga menyusun teori pembentukan
tanah, atau geomorfologi. Ada juga Su Song (1020 M – 1101 M) juga seorang
astronom yang menciptakan langit bintang atlas peta, menulis sebuah risalah
farmasi dengan subyek terkait botani, zoologi, mineralogi, dan metalurgi, dan
telah mendirikan besar astronomi Clocktower di Kaifeng pada tahun 1088.
4. Zaman Renaissance
Zaman ini berlangsung dari abad 14 M sampai dengan abad 17 M. Renaissance
sering diartikan dengan kebangkitan, peralihan, atau lahir kembali (rebirth), yaitu
dilahirkannya kembali sebagai manusia yang bebas untuk berpikir. Zaman ini
juga disebut dengan peralihan dan kebangkitan ketika kebudayaan abad tengah
mulai berubah menjadi kebudayaan yang modern, dan pemikiran yang terbebas
dari dogma-dogma agama. Hal ini ditandai dengan lahirnya penemuan-
penemuan baru.
Pada masa kebangkitan ini, mulai bermunculan ilmuwan-ilmuwan dan filsuf baru.
Mereka telah menemukan teori atau konsep baru yang menjadi sejarah dalam
perkembangan ilmu, mereka itu adalah:
a. Niklas Koppernigk atau Nicolaus Copernicus (1473 M – 1543 M) adalah
seorang astronom, matematikawan, dan ekonom yang berkebangsaan
Polandia. Ia mengembangkan teori heliosentrisme (berpusat di matahari).
Teorinya tentang matahari sebagai pusat Tata Surya, yang
menjungkirbalikkan teori geosentris tradisional (yang menempatkan Bumi di
pusat alam semesta) dianggap sebagai salah satu penemuan yang terpenting
sepanjang masa, dan merupakan titik mula fundamental bagi astronomi
modern dan sains modern (teori ini menimbulkan revolusi ilmiah). Karya
terobosannya berjudul On the Revolutions of the Heavenly Spheres
(Mengenai perputaran Bola-Bola Langit), yang diterbitkan pada tahun 1543M.
b. Galileo Galilei (1564M - 1642M) adalah seorang astronom, filsuf, dan
fisikawan Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi ilmiah.
Sumbangannya dalam keilmuan antara lain adalah penyempurnaan teleskop
(dengan 32x pembesaran) dan berbagai observasi astronomi seperti
menemukan satelit alami Jupiter -Io, Europa, Ganymede, dan Callisto- pada 7
Januari 1610. Buku karangannya adalah Dialogo sopra i due massimi sistemi
del mondo yang kemudian diterbitkan di Florence pada 1632, dan Discorsi e
dimostrazioni matematiche, intorno à due nuove scienze diterbitkan di Leiden
pada 1638.
c. Tycho Brahe (1546 M – 1601 M) adalah seorang bangsawan Denmark yang
terkenal sebagai astronom/astrolog dan alkimiawan. Ia memiliki sebuah
observatorium yang dinamai Uraniborg, di Pulau Hven. Asistennya yang
paling terkenal adalah Johannes Kepler.
d. Johannes Kepler (1571 M – 1630 M), seorang tokoh penting dalam revolusi
ilmiah, ia adalah seorang astronom Jerman, matematikawan dan astrolog.
Penjelasan Kepler tentang pembiasan cahaya tertuang dalam buku
Supplement to Witelo, Expounding the Optical Part of Astronomy (Suplemen
untuk Witelo, Menjabarkan Bagian Optik dari Astronomi). Karya Kapler yang
lain berupa buku Mysterium cosmographicum (Misteri Kosmmografis),
Astronomiae Pars Optica (Bagian Optik dari Astronomi), De Stella nova in
pede Serpentarii (Tentang Bintang Baru di Kaki Ophiuchus), Astronomia nova
(Astronomi Baru), Dioptrice (Dioptre), Epitome astronomiae Copernicanae
(diterbitkan dalam tiga bagian dari 1618-1621), Harmonice Mundi
(Keharmonisan Dunia), Tabulae Rudolphinae (Tabel-Tabel Rudolphine), dan
Somnium (Mimpi).
e. Francis Bacon (1561 M – 1626 M) adalah seorang filsuf, negarawan dan
penulis Inggris. Karya-karyanya membangun dan mempopulerkan metodologi
induksi untuk penelitian ilmiah, seringkali disebut metode Baconian atau,
secara sederhana, metode ilmiah. Karya Francis Bacon yang terpenting
adalah Novum Organum. Dalam Novum Organum, sistem logika ia percaya
akan lebih tinggi daripada cara lama silogisme, yang dikenal sebagai metode
Bacon. Karya ini sangat penting dalam perkembangan historis metode ilmiah.
f. Andreas Vesalius (1514 M – 1564 M), ia adalah ahli anatomi. Karyanya
berupa buku De Humanis Corporis Fabrica (Pengerjaan Tubuh Manusia).
Karyanya yang lain ialah Tabulae Anatomicae Sex, tujuh jilid dari De humani
corporis fabrica, sebuah buku yang dipersembahkan untuk Charles V, Andrea
Vesalii suorum de humani corporis fabrica librorum epitome yang
didedikasikan untuk Philip II dari Spanyol. Karya ini menekankan keutamaan
pembedahan dan memperkenalkan isilah pandangan anatomis tubuh
manusia. Maka dari itu, Vesalius disebut-sebut sebagai pemulai masa
anatomi manusia modern. Vesalius juga membuktikan bahwa tulang dada
(sternum) terdiri dari tiga bagian. Ia pun juga menulis Radicis Chynae,
sebuah teks pendek mengenai tumbuhan obat.
5. Zaman Modern
Zaman ini sebenarnya sudah terintis mulai dari abad 15 M, nyata terlihat jelas
pada abad 17 M dan berlangsung hingga abad 20 M. Hal ini ditandai adanya
penemuan-penemuan dalam bidang ilmiah. Ada tiga sumber pokok yang
menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan di Eropa dengan pesat, yaitu
hubungan antara kerajaan Islam di Semenanjung Liberia dengan negara
Perancis, terjadinya Perang Salib dari tahun 1100-1300, dan jatuhnya Istambul
ke tangan Turki pada tahun 1453.
Ilmuwan pada zaman ini membuat penemuan dalam bidang ilmiah. Eropa yang
merupakan basis perkembangan ilmu melahirkan ilmuwan yang populer. Tokoh
yang menjadi pioner pada masa itu adalah sebagai berikut :
a. Isaac Newton (1643 M - 1727 M), ia adalah seorang fisikawan,
matematikawan, ahli astronomi, filsuf alam, alkimiwan, dan teolog. Bahka ia
dikatakan sebagai bapak ilmu fisika klasik. Karya bukunya Philosophiæ
Naturalis Principia Mathematica yang diterbitkan pada tahun 1687. Buku ini
meletakkan dasar-dasar mekanika klasik (menjabarkan hukum gravitasi dan
tiga hukum gerak yang mendominasi pandangan sains mengenai alam
semesta selama tiga abad). Buku-buku karyanya adalah Method of Fluxions
(1671), De Motu Corporum 1684), Opticks (1704), Reports as Master of the
Mint (1701-1725), Arithmetica Universalis (1707), dan An Historical Account
of Two Notable Corruptions of Scripture(1754).
b. René Descartes (1596 M - 1650 M), ia juga dikenal sebagai Renatus
Cartesius. Ia adalah seorang filsuf dan matematikawan Perancis. Karyanya
yang terpenting ialah Discours de la méthode (1637) dan Meditationes de
prima Philosophia (1641). Descartes, kadang dipanggil “Penemu Filsafat
Modern” dan “Bapak Matematika Modern”. Pemikirannya membuat sebuah
revolusi falsafi di Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa
semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa
berpikir. Hasil pemikirannya berupa konsep “Aku berpikir maka aku ada (I
think, therefore I am). Meski paling dikenal karena karya-karya filosofinya, dia
juga telah terkenal sebagai pencipta sistem koordinat Kartesius, yang
mempengaruhi perkembangan kalkulus modern.
c. Charles Robert Darwin (1809 M - 1882 M) adalah seorang naturalis Inggris
yang teori revolusionernya meletakkan landasan bagi teori evolusi modern
dan prinsip garis keturunan yang sama (common descent) dengan
mengajukan seleksi alam sebagai mekanismenya. Teori ini kini dianggap
sebagai komponen integral dari biologi (ilmu hayat). Bukunya On the Origin of
Species by Means of Natural Selection, or The Preservation of Favoured
Races in the Struggle for Life (biasanya disingkat menjadi The Origin of
Species) merupakan karyanya yang paling terkenal sampai sekarang. Buku
karangan Darwin tentang tanaman dan binatang, termasuk manusia, dan
yang menonjol adalah The Descent of Man, and Selection in Relation to Sex
dan The Expression of the Emotions in Man and Animals. Bukunya yang
terakhir adalah tentang cacing tanah.
d. Joseph John Thomson (1856 M -1940 M) ia adalah seorang ilmuwan yang
penelitiannya membuahkan penemuan elektron. Thomson mengetahui
bahwa gas mampu menghantar listrik. Ia menjadi perintis ilmu fisika nuklir.
Struktur atom yang menjadi fokus Thomson ditulis dalam bukunya yang
berjudul Treatise on the Motion of Vortex Rings, dia juga menemukan
sebuah metode untuk memisahkan jenis atom-atom dan molekul-molekul
yang berbeda, dengan menggunakan sinar positif.
e. Masih banyak ilmuwan lain yang memegang peran dalam perkembangan
ilmu, diantaranya seperti Michael Faraday (1791 M -1867 M) yang mendapat
julukan “Bapak Listrik“, karena berkat usahanya listrik menjadi teknologi yang
banyak gunanya, dan Blaise Pascal (1623 M – 1662 M) adalah seorang ahli
matematika, fisika, dan agama filsuf. Karyanya berupa kontribusi penting
pada pembangunan mekanis kalkulator. Kemudian dari perkembangan ilmu
sosial, muncul nama Auguste Comte (1798 M – 1857 M), ia adalah tokoh
yang mengusung “Filsafat Positivisme” dengan karyanya Cours De
Philosophie Positive (Uraian tentang filsafat positivisme). Istilah dari “positif”
ini sebagai sesuatu yang nyata, tepat, pasti, dan memberi manfaat.
6. Zaman Postmodern atau Kontemporer
Zaman ini bermula dari abad 20 M dan masih berlangsung hingga saat ini.
Zaman ini ditandai dengan adanya teknologi-teknologi canggih, dan spesialisasi
ilmu-ilmu yang semakin tajam dan mendalam. Pada zaman ini bidang fisika
menempati kedudukan paling tinggi dan banyak dibicarakan oleh para filsuf. Hal
ini disebabkan karena fisika dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang
subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang membentuk alam
semesta.
Sebagian besar aplikasi ilmu dan teknologi di abad 21 merupakan hasil
penemuan mutakhir di abad 20. Pada zaman ini, ilmuwan yang menonjol dan
banyak dibicarakan adalah fisikawan. Bidang fisika menjadi titik pusat
perkembangan ilmu pada masa ini. Fisikawan yang paling terkenal pada abad
ke-20 adalah Albert Einstein, ia lahir pada tanggal 14 Maret 1879
dan meninggal pada tanggal 18 April 1955 (umur 76 tahun). Alberth Einstein
adalah seorang ilmuwan fisika. Dia mengemukakan teori relativitas dan juga
banyak menyumbang bagi pengembangan mekanika kuantum, mekanika
statistik, dan kosmologi. Karyanya yang lain berupa gerak Brownian, efek
fotolistrik, dan rumus Einstein yang paling dikenal adalah E=mc².
Pada zaman ini juga melihat integrasi fisika dan kimia, pada zaman ini disebut
dengan “Sains Besar”. Linus Pauling (1953) mengarang sebuah buku yang
berjudul The Nature of Chemical Bond menggunakan prinsip-prinsip mekanika
kuantum. Kemudian, karya Pauling memuncak dalam pemodelan fisik DNA,
“rahasia kehidupan”.
Pada tahun ini juga James D. Watson, Francis Crick dan Rosalind Franklin
menjelaskan struktur dasar DNA, bahan genetik untuk mengungkapkan
kehidupan dalam segala bentuknya. Hal ini memicu rekayasa genetika yang
dimulai tahun 1990 untuk memetakan seluruh manusia genom (dalam Human
Genome Project) dan telah disebut-sebut sebagai berpotensi memiliki manfaat
medis yang besar.
Pada tahun yang sama, percobaan Miller-Urey dibuktikan dalam sebuah
simulasi proses primordial, yang merupakan unsur dasar protein, sederhana
asam amino, bisa dibangun sendiri dari molekul sederhana.
Pada tahun 1925, Werner Heisenberg dan Erwin Schrödinger
memformulasikan mekanika kuantum, yang menjelaskan teori kuantum
sebelumnya.
Kemudian ada juga pengamatan oleh Edwin Hubble pada tahun 1929 bahwa
kecepatan di mana galaksi surut berkorelasi positif dengan jarak, mengarah
pada pemahaman bahwa alam semesta mengembang, dan perumusan teori Big
Bang oleh Georges Lemaitre. Pengembangan bom atom di era “Sains Besar”
selanjutnya terjadi selama Perang Dunia II, yang mengarah ke aplikasi praktis
dari radar dan pengembangan dan penggunaan bom atom.
Meskipun proses itu dimulai dengan penemuan siklotron oleh Ernest O.
Lawrence di tahun 1930-an. Di bidang Geologi yang paling fenomenal adalah
teori “pergeseran benua” oleh Alfred Wegener. Teori “Lempeng Tektonik” itu
sudah digagas pada tahun 1910-an, data dikumpulkan pada 1950 sampai 1960-
an, kemudian diakui dan digunakan pada tahun 1970.
Francois Lyotard, seorang filsuf postmodern yang mengemukakan
pembahasan tentang postmodern secara filosofis dan ilmiah dan telah terjadi
pergeseran dalam ilmu pengetahuan dan budaya dari era modern ke era
postmodern, dia menolak metanarasi modernis tentang sains yang menekankan
„kesatuan spekulatif dari semua ilmu pengetahuan‟, dan menyatakan perubahan
besar dalam dunia ilmiah terjadi dengan perkembangan teknologi tinggi
(teknologi informasi) yang mau tidak mau mengubah cara berpikir kita, penilaian
tentang tidak memadainya model „pengkotak-kotak otak (cara berpikir) dan
spesialisasi intelektual untuk menghadapi watak baru ilmu pengetahuan seperti
pemrosesan informasi cyberspace yag mengukur ilmu pengetahuan berdasarkan
logika komputer yang berkembang akhir-akhir ini.
Jean Baudrillard, menyatakan jika pada era klasik dan modern ilmuwan dan
filsuf masih berdebat dan berbicara soal realitas, maka era postmodern justru
soal „kematian realitas‟(hyperreality), melalui media informasi kita dihadapkan
pada realitas citraan, realitas sebagai konstruksi.
Gillez Deleuze dan Felix Guattari (1983) menyatakan bahwa dalam era
informasi sekarang ini, dunia ibarat sebuah jaringan yang satu sama lain saling
berkaitan, demikian pula otak (mind) dan cara berpikir kita memiliki jaringan yang
hampir tak ada batas dan menyebut istilah ini dengan rhizomatic atau rizhome
(menjalar ke semua arah) artinya dalam dunia rhizomatic ilmuwan memerlukan
pula keterbukaan dan model berpikir kritis, ilmu pengetahuan juga menuntut
pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.
Maknanya jika ditinjau dari aspek epistemology dalam hal ini aspek
metodologi adalah sebagai berikut :
Aspek estimologi merupakan aspek yang membahas tentang pengetahuan
filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara kita mencari pengetahuan dan
seperti apa pengetahuan tersebut.
Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme,
premis mayor, dan premis minor. Analogi dalam ilmu bahasa adalah persaaman
antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk – bentuk yang lain.
Silogisme adalah penarikan kesimpilan konklusi secara deduktif tidak langsung,
yang konklusinya ditarik dari premis yang di sediakan sekaligus.
Premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan, kebenaran,
dan kepastian.
Premis Minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan dalil –
dalilnya.
Makna sejarah filsafat ditinjau aspek Epistemologi, yaitu :
Apabila membagi perjalanan sejarah filsafat Barat dalam tiga zaman tertentu
(Yunani kuno, abad pertengahan, dan modern) dan menempatkan Yunani kuno
sebagai awal dimulainya filsafat Barat, maka secara implisit bisa dikatakan
bahwa pada zaman itu juga lahir epistemologi. Pembahasan-pembahasan yang
dilontarkan oleh kaum Sophis dan filosof-filosof pada zaman itu mengandung
poin-poin kajian yang penting dalam epistemologi.
Hal yang mesti digaris bawahi ialah pada zaman Yunani kuno dan abad
pertengahan epistemologi merupakan salah satu bagian dari pembahasan
filsafat, akan tetapi, dalam kajian filsafat pasca itu epistemologi menjadi inti
kajian filsafat dan hal-hal yang berkaitan dengan ontologi dikaji secara
sekunder. Dan epistemologi setelah renaisance dan descates mengalami
perubahan baru.
Makna Epistemologi di zaman yunani kuno
Berdasarkan penulis sejarah filsafat, orang pertama yang membuka lembaran
kajian epistemologi adalah Parmenides. Hal ini karena menempatkan dan
menekankan akal itu sebagai tolok ukur hakikat. Pada dasarnya, ia
mengungkapkan satu sisi dari sisi-sisi lain dari epistemologi yang merupakan
sumber dan alat ilmu, akal dipandang sebagai yang valid, sementara indra lahir
hanya bersifat penampakan dan bahkan terkadang menipu.
Heraklitus berbeda dengan Parmenides, ia menekankan pada indra lahir.
Heraklitus melontarkan gagasan tentang perubahan yang konstan atas segala
sesuatu dan berkeyakinan bahwa dengan adanya perubahan yang terus
menerus pada segala sesuatu, maka perolehan ilmu menjadi hal yang mustahil,
karena ilmu memestikan kekonstanan dan ketetapan, akan tetapi, dengan
keberadaan hal-hal yang senantiasa berubah itu, maka mustahil terwujud sifat-
sifat khusus dari ilmu tersebut. Oleh karena itu, sebagian peneliti sejarah filsafat
menganggap pemikiran sebagai skeptisisme.
Pythagoras berkata, “Manusia merupakan parameter segala sesuatu, tolok ukur
eksistensi segala sesuatu, dan mizan ketiadaan segala sesuatu. Gagasan
Pythagoras ini kelihatannya lebih menyuarakan dimensi relativitas dalam
pemikiran.
Gorgias menyatakan bahwa sesuatu itu tiada, apabila ia ada, maka mustahil
diketahui, kalaupun ia bisa dipahami, namun tidak bisa dipindahkan.
Socrates ialah filosof pertama pasca kaum Sophis yang lantas bangkit
mengkritisi pemikiran-pemikiran mereka, dan dengan cara induksi dan
pendefinisian, ia berupaya mengungkap hakikat segala sesuatu. Iamemandang
bahwa hakikat itu tidak relatif dan nisbi.
Makna Epistemologi pada abad pertengahan
Inti pembahasan epistemology di abad pertengahan adalah persoalan yang
terkait dengan universalitas dan hakikat keberadaannya, disamping itu, juga
mengkaji dasar-dasar pengetahuan dan kebenaran.
Plotinus membagi tiga tingkatan persepsi : 1. Persepsi panca indra (sensuous
perception), 2. Pengertian (understanding), 3. Akal (logos, intellect). Tingkatan
pertama berkaitan dengan hal-hal yang lahir, tingkatan kedua adalah
argumentasi, dan akal sebagai tingkatan ketiga, bisa memahami hakikat
„kesatuan dalam kejamakan‟ dan „kejamakan dalam kesatuan‟ tanpa lewat
proses berpikirdan tingkatan di atas akal adalah instuisi.
Augustine (354-430 M) beranggapan bahwa ilmu terhadap jiwa dan diri sendiri
itu tidak termasuk dalam ruang lingkup yang bisa diragukan oleh kaum Skeptis
dan Sophis, di samping itu iamemandang bahwa ilmu itu sebagai ilmu yang
paling benar dan proposisi-proposisi matematika adalah bersifat gamblang yang
tidak bisa diragukan lagi. Pengetahuan indriawi itu, karena objeknya
senantiasa berubah tidak tergolong makrifat hakiki.
Makna Epistemologi pada abad modern
Tidak mudah menentukan batas peralihan yang jelas mengenai akhir zaman
pertengahan dan awal zaman modern. Karena Eropa waktu itu masih buta huruf
selain itu disebabkan perbedaan pandangan para ahli sejarah. Sebagai
sejarawan berpendapat bahwa zaman pertengahan berakhir di taklukkan oleh
turki usmani. Namun pada abad 14 menjadi akhir zaman pertengahan yang di
tandai dengan gerakan renaisans (kelahiran kembali).
Pada zaman modern inilah lahir aliran-aliran metodologi pengetahuan
ditinjau dari aspek epistemologi, terdiri atas aliran-aliran :
1) Rasionalisme (Rene descartes – 1595-1660)
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal.
Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan
pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi
pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan
terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika
kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau
menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam
pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
2) Empirisme (Fransisco bacon, John Locke)
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara
memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak
empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan
akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa),dan di dalam
buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut
Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan
serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta
refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut. Ia memandang akal
sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil
penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun
rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman
inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom
yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di
lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-
tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
3) Positivisme (Auguste comte – 1798-1857)
Menurut comte perkembangan pemikiran manusia berlangsung pada tiga
tahap yakni, teologis, metafisis dan positif. Comte beranggapan bahwa
sosiologi puncak ilmu pemgetahuan.
4) Fenomenalisme (Immanuel Kant)
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang
pengalaman. Baran sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinyan sendiri
merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-
bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran.
Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang
sesuatu seperti keadaanya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti
yang menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala
(Phenomenon). Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat
bahwa semua pengetahuan di dasarkan pada pengalaman-meskipun benar
hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena
akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta
pengalaman.
5) Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan
jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara
langsung dari pengetahuan intuitif. Salah satu di antara unsut-unsur yang
berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan
adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh
indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan
tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh
penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa
pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian
pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman
intuitif. Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman
inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya.
Intusionisme – setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk-hanya mengatakan
bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai lawan
dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi sebagian saja-yang diberikan oleh
analisa. Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera
hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang
diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang sesuatu
tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan
hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang
senyatanya.
Makna Epistemologi yang berkembang di Barat
Menurut Keith Lehrer secara historis ada tiga perspektif dalam epistemology yang
berkembang di Barat, yaitu:
a. Dogmatic Epistemology
Adalah pendekatan tradisional terhadap epistemology, terutama Plato. Dalam
perspektif epistemology dogmatif, metaphysics (ontology) diasumsikan dulu ada,
baru kemudian ditambahkan epistemology. Singkatnya, epistemology dogmatif
menetapkan ontology sebelum epistemology.
b. Critical Epistemology.
Descartes membalik epistemology dogmatic dengan menanyakan apa yang
dapat kita ketahui sebelum menjelaskannya. Pertanyakan dulu secara kritis, baru
diyakini. Ragukan dulu bahwa sesuatu itu ada, kalau terbukti ada, baru
dijelaskan. Berfikir dulu, baru yakini atau tidak. Ragukan dulu, baru yakini atau
tidak. Descartes menganut the immediacy theses, bahwwa apa yang kita ketahui
adalah terbatas pad ide-ide yang adalah jiwa kita (our own minds). Metode
Descartes disebut juga metode skeptis. Yakni, skeptis bahwa kita dapat
mengetahui secara langsung objek di luar diri kita tanpa melalui jiwa kita. Thesis
ini dikembangkan oleh David Hume dengan teori primary qualities dan secondary
qualities. Pertanyaan utama epsitemologi jenis ini: Apa yang dapat kita ketahui?
Dapatkah kita mengetahuinya? Munkinkah kita dapat mengetahui sesuatu di luar
diri kita? Singkatnya, epistemology kritis metapkan ontology setelah
epistemology.
c. Scientific Epistemology.
Pertanyaan utama epsitemologi jenis ini: Apa yang benar-benar sudah kita
ketahui dan bagaimana cara kita mengetahuinya? Epistemology ini tidak peduli
apakah batu di depan mata kita adalah penampakan atau bukan. Yang ia urus
adalah bahwa ada batu di depan mata kita dan kita teliti secara sainstifik.
4. Esensi yang terkandung dalam pengertian filsafat ilmu menurut Jujun S.
Suriasumantri (2009) menyangkut hal-hal berikut :
a. Penalaran
adalah berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Dengan
penalaran inilah manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan
cepat dan mantap. Disamping itu manusia juga mempunyai bahasa yang
mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang
melatarbelakangi informasi tersebut.
Hakikat Penalaran : Penalaran mempunyai ciri-ciri: proses berpikir logis atau
dan analitis.Penalaran juga merupakan suatu proses berfikir dalam menarik
kesimpulan yang berupa ilmu pengetahuan.
b. Logika
Logika didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih (Valid).
Logika berguna dalam proses penarikan kesimpulan. Logika dibagi menjadi
logika induktif dan logika deduktif.
1. Logika Induktif
Adalah cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan
yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat khusus atau
individual.
Untuk itu, penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang yang khas dan terbatas
dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang
bersifat umum.
Penarikan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah
permasalahan mengenai benyaknya kasus yang harus kita amati sampai
kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.
Untuk berpikir induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak dari
sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai
hukum ilmiah
2. Logika Deduktif
yaitu cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan
yang bersifat khusus dari berbagai kasus yang bersifat umum.
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola
berpikir silogismus yang secara sederhana digambarkan sebagai
penyusunan dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Pernyataan yang mendukung silogismus disebut premis yang kemudian
dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan
merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif
berdasarkan kedua premis tersebut.
Dengan kata lain, penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang
merupakan kebalikan dari penalaran induktif.
c. Sumber Pengetahuan
Sumber Pengetahuan, pada dasarnya terdapat dua cara kita mendapatkan
pengetahuan yang benar yaitu mendasarkan diri pada rasio atau disebut
rasionalisme dan mendasarkan diri pda pengalaman atau disebut empirisme,
namun masih terdapat cara lain yaitu intusi (pengetahuan yang didapatkan tanpa
melalui proses penalaran tertentu) dan wahyu merupakan pengetahuan yang
disampaikan oleh Tuhan kepada manusia lewat perantara nabi-nabi yang
diutusnya).
Esensi yang terkandung dalam lingkup kajian Filsafat Ilmu secara
komprehensif yaitu sebagai berikut :
1) Ontologi
Secara historical dan etimologi, istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani,
yang terdiri dari dua kata, yaitu ta onta berarti “yang berada”, dan logi berarti
ilmu pengetahuan atau ajaran. Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan atau
ajaran tentang keberadaan. Namun pada dasarnya term ontologi pertama kali
diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M untuk menamai
teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam
perkembanganya Cristian Wolff membagi metafisika menjadi dua, yaitu
metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan
sebagai istilah lain dari ontologi. Bidang pembicaraan teori hakikat luas
sekali, segala yang ada yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup
pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat pengetahuan dan hakikat
nilai). Nama lain untuk teori hakikat ialah teori tentang keadaan. Hakikat ialah
realitas, realitas ialah kerealan, real artinya kenyataan yang sebenarnya, jadi
hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu,
bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu, bukan keadaan yang
berubah.
Secara obyektif, Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara
fundamental dan cara yang berbeda dimana entitas (wujud) dari kategori-
kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi)
dapat dikatakan ada dalam rangka tradisional. ontologi dianggap sebagai
teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal
pemakaianya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa
yang ada.
Dengan demikian, ontologi atau metafisika umum adalah cabang filsafat ilmu
yang membicarakan prinsip paling dasar atau dalam dari segala sesuatu
yang ada. Para ahli memberikan pendapatnya tentang realita itu sendiri,
diantaranya Bramel. Ia mengatakan bahwa ontologi ialah interpretasi tentang
suatu realita dapat bervariasi, misalnya apakah bentuk dari suatu meja, pasti
setiap orang berbeda-beda pendapat mengenai bentuknya, tetapi jika
ditanyakan bahanya pastilah meja itu substansi dengan kualitas materi, inilah
yang dimaksud dari setiap orang bahwa suatu meja itu suatu realita yang
kongkrit. Plato mengatakan jika berada di dua dunia yang kita lihat dan kita
hayati dengan kelima panca indra kita nampaknya cukup nyata atau real.
Adapun mengenai objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada individu,
ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak,
termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun
sumber segala yang ada. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh
realitas, bagi pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau jumlah,
telaahnya menjadi telaah monism, paralerisme atau plurarisme.
Fungsi dan manfaat mempelajari ontologi sebagai cabang filsafat ilmu antara
lain:
a) Ontologi sebagai refleksi kritis atas objek atau bidang garapan, konsep-
konsep, asumsi-asumsi dan postulat-postulat ilmu. Di antara asumsi dasar
keilmuan antara lain : Dunia ini ada, dan kita dapat mengetahui bahwa
dunia ini benar-benar ada; Dunia empiris itu dapat diketahui oleh manusia
dengan pancaindera. Fenomena yang terdapat di di dunia ini
berhubungan satu dengan lainnya secara kausal.
b) Ontologi membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang
integral, komphrehensif dan koheren. Ilmu dengan ciri khasnya mengkaji
hal-hal yang khusus untuk dikaji secara tuntas yang pada akhirnya
diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang objek telaahannya,
namun pada kenyataannya kadang hasil temuan ilmiah berhenti pada
simpulan-simpulan yang parsial dan terpisah-pisah. Jika terjadi seperti itu,
ilmuwan berarti tidak mampu mengintegrasikan pengetahuan tersebut
dengan pengetahuan lain.
c) Ontologi memberikan masukan informasi untuk mengatasi permasalahan
yang tidak mampu dipecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Pembagian objek
kajian ilmu yang satu dengan lainnya kadang menimbulkan berbagai
permasalahan, di antaranya ada kemungkinan terjadinya konflik
perebutan bidang kajian, misalnya ilmu bioetika itu masuk disiplin etika
atau disiplin biologi. Kemungkinan lain adalah justru terbukanya bidang
kajian yang sama sekali belum dikaji oleh ilmu apa pun. Dalam hal ini
ontologi berfungsi membantu memetakan batas-batas kajian ilmu. Dengan
demikian berkembanglah ilmu-ilmu yang dapat diketahui manusia itu dari
tahun ke tahun atau dari abad ke abad.
Secara aplikatif, landasan pertanyaan Ontologis menyangkut : Objek apa
yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
Bagaimana hubungan obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang
membuahkan pengetahuan ?
2) Epistemologi
Secara obyektif, Epistemologi adalah cabang filsafat ilmu yang mempelajari
benar atau tidaknya suatu pengetahuan. Sebagai sub sistem filsafat,
epistemologi mempunyai banyak sekali pemaknaan atau pengertian yang
kadang sulit untuk dipahami. Dalam memberikan pemaknaan terhadap
epistemologi, para ahli memiliki sudut pandang yang berbeda, sehingga
memberikan pemaknaan yang berbeda ketika mngungkapkannya. Akan
tetapi, untuk lebih mudah dalam memahami pengertian epistemologi, maka
perlu diketahui pengertian dasarnya terlebih dahulu. Epistemologi
berdasarkan akar katanya episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu yang
sistematis, teori).
Secara terminologi, epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang
metode dan dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan
dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya
pengetahuan itu. Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi
daripada epistemologi adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat
dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan epistemologi adalah D.W Hamlyin,
beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang
berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian
– pengandaian serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai
penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Menurut Dagobert D. Runes,
beliau memaparkan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang
membahas, sumber, struktur, metode-metode, dan validitas pengetahuan.
Sedangkan menurut Azyumardi Azra, beliau menambahkan bahwa
epistemologi sebagai ilmu yang membahas keaslian, pengertian, struktur,
metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Walaupun dari kedua pemaparan di
atas terdapat sedikit perbedaan, namun keduanya memberikan pengertian
yang sederhana dan relatif mudah di pahami. Mudhlor ahmad merinci menadi
enam aspek yaitu, hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas dan
saran pengetahuan.
Ruang Lingkup Epistemologi :
Dengan memperhatikan definisi lingkup kajian epistemologi, bisa dikatakan
bahwa tema dan pokok pengkajian epistemologi ialah ilmu, makrifat dan
pengetahuan. Dalam hal ini, dua poin penting akan dijelaskan:
a) Cakupan pokok bahasan,
Yakni apakah subyek epistemologi adalah ilmu secara umum atau ilmu
dalam pengertian khusus seperti ilmu hushûlî.Ilmu itu sendiri memiliki
istilah yang berbeda dan setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu itu.
Istilah-istilah ilmu tersebut adalah sebagai berikut:
Makna leksikal ilmu adalah sama dengan pengideraan secara umum
dan mencakup segala hal yang hakiki, sains, teknologi, keterampilan,
kemahiran.
Ilmu adalah kehadiran dan segala bentuk penyingkapan.
Ilmu yang hanya dimaknakan sebagai ilmu dimana berhubungan
dengan ilmu logika.
Ilmu adalah pembenaran dan hukum yang meliputi kebenaran yang
diyakini dan belum diyakini.
Ilmu ialah kebenaran dan keyakinan yang bersesuaian dengan
kenyataan dan realitas eksternal.
Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang saling
bersesuaian dimana tidak berhubungan dengan masalah-masalah
sejarah dan geografi.
Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang bersifat
empirik.
b) Sudut pembahasan
Yakni apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, maka dari
sudut mana subyek ini dibahas, karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam
ontologi, logika, dan psikologi. Sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi
pokok bahasan dalam ilmu. Terkadang yang menjadi titik tekan adalah
dari sisi hakikat keberadaan ilmu. Sisi ini menjadi salah satu pembahasan
dibidang ontologi. Sisi pengungkapan dan kesesuian ilmu dengan realitas
eksternal juga menjadi pokok kajian epistemologi. Sementara aspek
penyingkapan ilmu baru dengan perantaraan ilmu-ilmu sebelumnya dan
faktor riil yang menjadi penyebab hadirnya pengindraan adalah dibahas
dalam ilmu logika.
Aliran-aliran Epistemologi :
Dalam epistemologi terdapat beberapa aliran. Aliran-aliran tersebut mencoba
menjawab pertanyaan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan.
a) Pertama, golongan yang mengemukakan asal atau sumber pengetahuan
yaitu aliran:
Rasionalisme, yaitu aliran yang mengemukakan, bahwa sumber
pengetahuan manusia ialah pikiran, rasio dan jiwa.
Empirisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan
manusia berasal dari pengalaman manusia itu sendiri, melalui dunia
luar yang ditangkap oleh panca inderanya.
Kritisme (transendentalisme), yaitu aliran yang berpendapat bahwa
pengetahuan manusia itu berasal dari dunia luar dan dari jiwa atau
pikiran manusia sendiri.
b) Kedua, golongan yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia
inklusif di dalamnya aliran-aliran:
Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia
adalah gambaran yang baik dan tepat tentang kebenaran. Dalam
pengetahuan yang baik tergambar kebenaran seperti sesungguhnya.
Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan
hanyalah kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kanyataan yang
diketahui manusia semuanya terletak di luar dirinya.
Secara aplikatif, landasan pertanyaan epistemologis mencakup :
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang
berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus
diperhatikan agar menandakan pengetahuan yang benar? Apa saja
kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara,
teknik, sarana apa yang membantu dalam mendapatkan pengetahuan yang
berupa ilmu ?
3) Aksiologi
Secara obyektif, Aksiologi adalah cabang filsafat ilmu yang membahas
tentang masalah nilai (value) dan kegunaan. Istilah aksiologi berasal dari kata
axio dan logos, axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, dan logos
artinya akal, teori, axiologi artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat,
kriteria dan status metafisik dari nilai.
Secara fungsional, Aksiologi sebagai cabang filsafat ialah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan
kefilsafatan. Nilai Intrinsik, contohnya pisau dikatakan baik karena
mengandung kualitas-kualitas pengirisan didalam dirinya, sedangkan nilai
instrumentalnya ialah pisau yang baik adalah pisau yang dapat digunakan
untuk mengiris, jadi dapat menyimpulkan bahwa nilai Instrinsik ialah nilai
yang yang dikandung pisau itu sendiri atau sesuatu itu sendiri, sedangkan
Nilai Instrumental ialah Nilai sesuatu yang bermanfaat atau dapat dikatakan
Niai guna.
Aksiologi terdiri dari dua hal utama, yaitu:
Etika : bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku
orang. Semua prilaku mempunyai nilai dan tidak bebas dari penilaian.
Jadi, tidak benar suatu prilaku dikatakan tidak etis dan etis. Lebih tepat,
prilaku adalah beretika baik atau beretika tidak baik.
Estetika : bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang
karya manusia dari sudut indah dan jelek. Indah dan jelek adalah
pasangan dikhotomis, dalam arti bahwa yang dipermasalahkan secara
esensial adalah pengindraan atau persepsi yang menimbulkan rasa
senang dan nyaman pada suatu pihak, rasa tidak senang dan tidak
nyaman pada pihak lainnya.
Aksiologi memberikan manfaat untuk mengantisipasi perkembangan
kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi
tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi
ialah :
b. Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan dapat menemukan
kebenaran yang hakiki, maka prilaku keilmuan perlu dilakukan dengan
penuh kejujuran dan tidak berorientasi pada kepentingan langsung.
c. Dalam pemilihan objek penelahaan dapat dilakukan secara etis yang tidak
mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, tidak
mencampuri masalah kehidupan dan netral dari nilai-nilai yang bersifat
dogmatik, arogansi kekuasaan dan kepentingan politik.
d. Pengembangan pengetahuan diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup
yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta keseimbangan,
kelestarian alam lewat pemanfaatan ilmu dan temuan-temuan universal.
Secara aplikatif, landasan pertanyaan aksiologis mencakup : Untuk apa
pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara
cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana
penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ?
Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?
4) Metafisika
Metafisika merupakan cabang filsafat ilmu yang membahas secara
komprehensif mengenai seluruh realitas atau segala sesuatu yang ada.
Ilmu metafisika mempelajari tentang :
a) Sifat manusia yang dikaitkan secara kontekstual dan individual dengan
alam sekitarnya.
b) Objek sifat dan kenyataan yang ada untuk sebuah tujuan, sebab akibat
dan peraturan yang ada di alam semesta.
c) Permasalahan perilaku kehidupan manusia dan sifat kebebasan berpikir
dan hidup di alam semesta.
Esensi Objek Kajian Filsafat Ilmu
Secara obyektif, kajian secara empiris dari filsafat ilmu semakin bercabang
dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan
kegunaan yang praktis. Dalam perspektif ini dapat diuraikan bahwa filsafat
ilmu pada prinsipnya memiliki dua obyek substantif dan dua obyek
instrumentatif, yaitu:
a) Obyek Subtantif, yang terdiri dari dua hal,yaitu :
Fakta (Kenyataan)
Data empirik tersebut harus obyektif tidak boleh masuk subyektifitas
peneliti. Fakta itu yang faktual ada phenomenology. Fakta bukan
sekedar data empirik sensual, tetapi data yang sudah dimaknai atau
diinterpretasikan, sehingga ada subyektifitas peneliti. Tetapi
subyektifitas di sini tidak berarti sesuai selera peneliti, subyektif disini
dalam arti tetap selektif sejak dari pengumpulan data, analisis sampai
pada kesimpulan.. Data selektifnya mungkin berupa ide, moral dan
lain-lain. Orang mengamati terkait langsung dengan perhatiannya dan
juga terkait pada konsep-konsep yang dimiliki. Kenyataan itu
terkonstruk dalam moral realism, sesuatu itu sebagai nyata bila ada
korespondensi dan koherensi antara empiri dengan skema rasional.
Kebenaran
Menjelaskan empirik faktual koheren dengan kebenaran transenden
berupa wahyu/ide-ide pemikiran. Pragamatisme, mengakui kebenaran
apabila faktual berfungsi. Rumusan substantif tentang kebenaran ada
beberapa teori, menurut Michael Williams ada lima teori yang relevan
tentang kebenaran, yaitu:
1. Kebenaran Preposisi
yaitu teori kebenaran yang didasarkan pada kebenaran
proposisinya baik proposisi formal maupun proposisi materialnya.
2. Kebenaran Korespondensi
yaitu teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada
adanya korespondensi antara pernyataan dengan kenyataan (fakta
yang satu dengan fakta yang lain). Selanjutnya teori ini kemudian
berkembang menjadi teori kebenaran struktural paradigmatik yaitu
teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada upaya
mengkonstruk beragam konsep dalam tatanan struktur teori
(struktur ilmu/structure of science) tertentu yang kokoh untuk
menyederhanakan yang kompleks atau sering.
3. Kebenaran Koherensi atau Konsistensi
yaitu teori kebenaran yang medasarkan suatu kebenaran pada
adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-
pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan
diakui kebenarannya.
4. Kebenaran Performatif
yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu dianggap
benar apabila dapat diaktualisasikan dalam tindakan.
5. Kebenaran Pragmatik
yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu benar
apabila mempunyai kegunaan praktis. Dengan kata lain sesuatu itu
dianggap benar apabila mendatangkan manfaat dan salah apabila
tidak mendatangkan manfaat.
b) Obyek Instrumentatif, yang terdiri dari dua hal yaitu:
Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah untuk menjelaskan, memprediksi proses dan
produk yang akan datang atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan
tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut dengan
menggunakan landasan: asumsi, postulat atau axioma yang sudah
dipastikan benar. Pemaknaan juga dapat ditampilkan sebagai konfirmi
probabilistik dengan menggunakan metode induktif, deduktif, reflektif.
Dalam ontologi dikenal pembuktian a priori dan a posteriori.
Logika Inferensi
Studi logika adalah studi tentang tipe-tipe tata kerangka berpikir. Pada
mulanya logika dibangun oleh Aristoteles (384-322 SM) dengan
mengetengahkan tiga prinsip atau hukum pemikiran, yaitu : Principium
Identitatis, Principium Countradictionis, dan Principium Exclutii Tertii.
Logika ini sering juga disebut dengan logika Inferensi karena kontribusi
utama logika Aristoteles tersebut adalah untuk membuat dan menguji
inferensi. Dalam perkembangan selanjutnya Logika Aristoteles juga
sering disebut dengan logika tradisional. Dalam hubungan ini Harold
H. Titus menerapkan ilmu pengetahuan mengisi filsafat dengan
sejumlah besar materi aktual dan deskriptif yang sangat perlu dalam
pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuwan yang juga filsuf. Para filosof
terlatih dalam metode ilmiah dan sering pula menuntut minat khusus
dalam beberapa disiplin ilmu.
Esensi pengertian Filsafat Ilmu Menurut Para Ahli yaitu sebagai berikut :
Robert Ackerman : Filsafat ilmu dalam satu sisi adalah suatu tinjauan kritis
mengenai pendapat-pendapat ilmiah, dewasa ini, melalui perbandingan terhadap
kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat tertentu, tetapi
filsafat ilmu juga jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah
secara aktual.
Lewis White Beck : filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode
pemikiran ilmiah serta upaya untuk mencoba menemukan ilmu dan pentingnya
upaya ilmiah ilmu secara keseluruhan.
Cornelius Benjamin : Filsafat ilmu adalah cabang pengetahuan filsafat yang
merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya: metode, konsep dan
praanggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang
pengetahuan intelektual.
Michael V. Berry : filsafat ilmu merupakan penelaahan tentang logika interen
dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yaitu:
metode ilmiah.
Peter Caws : mengemukakan bahwa filsafat ilmu adalah salah satu bagian
filsafat yang mencoba berupaya dan melakukan pencarian terhadap ilmu.
Psillos dan Curd (2008) : berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah filsafat yang
berhubungan dengan masalah-masalah filosofis dan fundamental yang terdapat
di dalam ilmu.
Dalton dkk. (2007) : Filsafat ilmu mengacu pada keyakinan seseorang tentang
esensi pengetahuan ilmiah, esensi metode dalam pencapaian pengetahuan
ilmiah hingga ke hubungan antara ilmu dan perilaku manusia.
Rudner (1966) : berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah salah satu bagian dari
epistemologi yang merupakan filsafat yang berfokus pada kajian tentang
karakteristik pengetahuan ilmiah.
Hanurawan (2012) :Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang filsafat,
khususnya dalam epistemologi, yang mempelajari hakikat pengetahuan ilmu.
5. Alasan mengapa calon ilmuwan wajib mengembangkan suara hati dan
moralitas adalah sebagai berikut :
Mengingat calon ilmuwan memerlukan objektivitas mengenai kebenaran, dan hal
itu dapat dibentuk dan dikembangkan dengan mendengarkan Suara Hati yang
merupakan, suara batin, hati nurani, suara yang memberi cahaya, nur cahaya,
suara terdalam dalam diri manusia namun suara itu disadari.
Calon ilmuwan membutuhkan pengembangan Suara hati karena membuat
terbangunnya dan komitmen untuk menerapkan dalam situasi faktual dan
dilakukan secara sadar dan objektif tentang nilai kebenaran : yang benar
adalah benar, yang salah adalah memang benar salah, yang baik adalah baik,
dan yang tidak baik adalah memang tidak baik, yang boleh dilakukan memang
boleh dilakukan, dan yang tidak boleh dilakukan memang tidak boleh dilakukan.
Benih kebenaran dikembangkan dan dilaksanakan dan benih kesalahan tidak
dikembangkan dan dipraktekkan.
Calon ilmuwan dapat mengembangkan Suara hati yang juga disebut energy
psikis yang merupakan benih yang jernih yang memperdengarkan suaranya.
Suara halus, lembut berujar dan didengar, “jangan lakukan itu, dan itu salah”
lakukanlah bahwa itu benar”, suara tersebut menggema setiap detik dan setiap
saat dalam setiap melangkah menapaki kehidupan yang factual dan nyata dan
bukan khayalan. Jawabannya pasti selalu benar dan harus dibedakan dengan
firasat. Suara yang memperdengarkan kebenaran itu harus diuji secara objektif.
Apakah mewakili kemauan diri sendiri, kemauan ajakan moral yang dikukuhkan
oleh komunitas tertentu, kemauan budaya, kemauan komunitas politik dan
kemauan yang dilatar belakangi oleh berbagai kepentingan pribadi dan
kelompok.
Calon ilmuwan memerlukan eksplorasi pengembangan suara hati karena dapat
dikatakan bahwa suara batin itu merupakan institusi penghakiman di dalam diri
sendiri, yang mengatakan bahwa kita salah atau benar. Yang tahu kita salah
adalah diri kita sendiri bukan orang lain, hakim di dalam diri kita sendiri.
Menurut Rogers (Hjelle & Ziegler, 1978) menyatakan di dalam diri manusia
termasuk calon ilmuwan terdapat sesuatu yang hakiki yaitu pada dasarnya
manusia dapat dipercaya, konstruktif, realistic dan memiliki tujuan. Secara
naluriah benih suara yang mewakili kebenaran itu dapat dikatakan sifatnya
terberi dan merupakan potensi. Maslow menyebutnya sebagai „Essential Inner
Nature‟ dan upaya mengembangkannya pastilah lingkungan yang sangat
berperan termasuk keluarga, institusi yang ada di dalam masyarakat, budaya,
agama, lembaga pendidikan formal dan non formal dan lembaga lainnya sangat
berperan mengembangkan suara murni yang disebut hati nurani itu. Terjadi
hubungan yang dialogis antara lingkungan dan suara batin itu. Perlu dipahami
bahwa sekalipun lingkungannya buruk dimana seseorang dibesarkan pastilah
tidak 100% akan melakukan hal terburuk dan jika ditanya secara jujur apakah dia
paham tentang kebenaran dan pasti dia paham.
Suara hati itu tidak menyuarakan suara yang mengukuhkan sifat egois tapi dia
juga menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan. Jadi setiap manusia memiliki suara
batin.
Calon ilmuwan memerlukan pengembangan Suara hati dan moralitas yang baik
sebagai benih di dalam batin senantiasa diperhadapkan oleh interaksi dengan
lingkungannya. Banyak ajaran moral yang berkembang dan menawarkan
berbagai ramuan yang katanya dapat dijadikan pijakan dalam mengembangkan
nilai moral yang objektif. Ajaran moral ternyata bervariasi dan juga dijadikan
pijakan dalam menjalani kehidupan. Ajaran moral boleh jadi dilatar belakangi
oleh budaya dan setiap budaya mengklaim bahwa apa yang direfleksikan dalam
bentuk perilaku budaya adalah yang terbaik dan itu adalah panggilan budayanya.
Ajaran moral biasanya mengajak diri kita sesuai dengan apa yang disepakati
bersama. Konsensus ternyata juga menjadi acuan dalam melakukan apa yang
dinamakan baik dan benar. Nilai moral terinternalisasi dalam diri pribadi yang
mewakili norma moral masyarakat yang diinternalisasi oleh lingkungan keluarga.
Suara hati tidak demikian dan suara hati bukan mewakili ajaran moral dan
tidak sama dengan super ego, suara hati menunjuk fakta secara objetif
sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan secara objektif.
Jika perbuatan kita buruk, suara hati akan mencela kita “wah kamu jahat dan
tidak berguna” dan sebaliknya jika perbuatan kita baik suara hati akan berujar
“wah kamu super dan lakukan terus ya”. Dia menghakimi perbuatan kita dan
itulah yang disebut dengan hati nurani retrospektif.
Jika kita tahu bahwa kita tidak boleh melakukan yang buruk sekalipun sedang
ditawari dan sedang ada dihadapan kita dan itulah yang disebut dengan suara
hati kekinian.
Jika kita menyadari dan ingin menjadi lebih baik dari waktu lalu, ingin menjadi
orang bijaksana dan bermakna bagi kepentingan orang banyak, mengabdikan
diri untuk menyalurkan kasih bagi sesama dan menjadi manusia yang sesuai
dengan panggilan kemanusiaan dan inilah yang disebut dengan hati nurani
prospektif.
Calon ilmuwan membutuhkan Hati nurani mengingat hati nurani adalah sebuah
kesadaran yang mampu melampaui rasio sekalipun dapat dirasionalisasi oleh
rasio, dikamuplase oleh rasio. Artinya kita dapat menampakkan diri kita benar
sekalipun sesungguhnya kita salah. Kita merasionalisasi kesalahan kita menjadi
suatu kebenaran sehingga orang lain juga menyatakan kita benar. Padahal kita
salah dan yang tahu adalah hanya suara hati kita saja.
Calon ilmuwan memerlukan pengembangan hati nurani secara substantif
menjadi dasar bagi bertumbuhnya kepribadian yang matang dan utuh.
Kepribadian kita mesti dibangun atas dasar upaya mengembangkan suara hati,
mendengarkan apa yang dibisikkan oleh hati nurani, sekalipun banyak tawaran
yang kelihatannya amat menyenangkan, agar kita dapat menumbuhkan suara
hati dengan setiap hari memupuk dan memelihara denga baik, memperhatikan
dengan tulus dan melakukannya pastilah akan menjadi pribadi yang bijaksana,
terhormat, wibawa dan terpancar indah dalam tubuh dan jiwa kita.
Calon ilmuwan juga perlu mendengarkan Suara hati atau hati nurani yang dalam
secara substantive dan objektif dan menilai esensi secara faktual dalam ranah
kesadaran, sehingga dalam refleksinya memiliki dimensi personal, adipersonal
dan mutlak. Suara hati personal menunjuk pada penilaian atas ukuran pribadi,
menilai diri, institusi penghakiman atas dasar patokan hati nurani dari dalam diri
sendiri. Apa yang baik dan benar, yang bermoral dan tidak bermoral hanya
berdasarkan hati nurani yang berpusat pada diri sendiri. Namun sifatnya tetap
objektif namun pusatnya hati nurani diri sendiri. Hati nurani secara naluriah
memilik kemampuan dan sifatnya transcendental yang mampu memahami dan
mendudukkan nilai adikodrati, nilai luhur, nilai yang menjadi cahaya ke dalam
hati nurani diri pribadi, sehingga manusia mampu berdialog dengan Sang
Pencipta dan melampaui rasio dan itulah yang disebut manusia batiniah yang
memahami nilai-nilai religius, nilai adikodrati. Dapat dikatakan Sang Pencipta
menciptakan hati nurani agar manusia sadar dan senantiasa eling akan
kehidupan di dunia ini. Dan suara hati akan membeberkan apa yang telah kita
lakukan dan akan kita perbuat. Inilah yang disebut dengan suara hati
adipersonal.
Calon ilmuwan membutuhkan pengembangan Suara hati atau hati nurani yang
memiliki ciri yang unik dan khas dan bersifat mutlak. Mendesak kita untuk
melakukan kewajiban secara benar dan harus menolak tawaran dan perbuatan
yang tidak benar. Menyadarkan kita tentang kewajiban yang harus dilakukan dan
tidak bisa ditawar-tawar lagi, itulah yang dinamakan sifat suara hati yang
mutlak.
Beberapa petuah terkait suara hati untuk proses menjadikan manusia yang
mampu mengoptimalkan potensi diri, menjadi manusia bermakna, memancarkan
nilai-nilai kemanusiaan yaitu :
Hati nurani yang sifatnya terberi, instictoid dan menjadi benih nir sejati, benih
keluhuran manusia, benih nilai kemanusiaan, benih yang sifatnya adikodrati,
Esensi hati nurani tersebut wajib disiangi, dipupuk, dipelihara dengan penuh
kasih sayang oleh kita sehingga bertumbuh dan berkembang dan menyelimuti
hidup kita secara utuh dan menyeluruh.
Calon ilmuwan sebagai manusia sejati berkewajiban menjalani subjektivitas
hidup kita dengan penuh tanggung jawab. Hargai hidup kita dengan cara
berjuang dan mendengarkan suara hati kita sehingga akan sangat bahagia jika
mengembangkan suara hati kita.
Calon ilmuwan menyadari hidup yang dijalani ini tidaklah mudah, disamping
memperjuangkan hidup ini agar menjadi bermakna dalam segala hal seperti
pendidikan, pekerjaan, mampu hidup harmonis dalam berkeluarga, mampu
memerangi nafsu dan rasio kita yang berupaya merasionalisasi perbuatan salah
menjadi benar dan sebaliknya, memerangi nafsu buruk dan keserakahan.
Mampu hidup tulus, jujur, disiplin, kerja keras dan bertanggung jawab dalam
hidup ini. Dan ini dapat dicapai bila calon ilmuwan dapat mendengarkan dan
mengembangkan suara hati dan moralitas yang baik.
Calon ilmuwan dalam upaya mengembangkan suara hati atau hati nurani maka
berkomunikasilah dengan hati nurani, yaitu dengan berbicara dengan diri atau
dialog batin, melalui perasaan, melalui ide yang menginspirasi, melalui
pergeseran pandangan, serta secara kebetulan (kebetulan yang tidak kebetulan
ini sebenarnya bentuk komunikasi hati nurani dengan kita).
Calon ilmuwan harus menyadari, memahami dan mengembangan moralitas
yang baik mengingat esensi konsep dari moral bahwa apa yang dikonsepkan
sebagai perilaku bermoral sesungguhnya didasarkan pada urun rembug,
musyawarah sehingga menghasilkan kesepakatan yang sifatnya informal
dan atau formal dalam menjalani kehidupan dalam suatu komunitas,
budaya dan juga bernegara.
Calon ilmuwan wajib memahami dan mengembangkan moralitas yang dianutnya
sesuai budaya, komunitas dan bernegara dimana pengertian moral mengacu
pada perbuatan, perilaku yang dinilai baik atau buruk sesuai dengan
kesepakatan yang dibangun oleh komunitas, budaya dan juga negara. Kita tidak
berwenang mewakili institusi moral dalam diri kita tentang esensi dan perilaku
orang lain, komunitas lain, budaya lain dan negara lain berdasarkan ukuran
moral yang kita anut. Apa yang baik menurut orang lain belum tentu baik
menurut diri kita, apa yang baik menurut budaya etnik lain belum tentu baik
menurut persepsi etnik budaya kita dan sebagainya. Semuanya dalam hal ini
berlaku hukum relatif. Konsep baik itu sifatnya universal namun penerapannya
bisa berbeda.
Secara konseptual dan faktual moral terdiri dari moral individu, moral
komunitas, moral budaya, moral negara. Jenis moral tersebut dalam kasus
tertentu berkesinambungan dan dalam kasus lain bertentangan. Moral negara
dikaitkan dengan ideology yang diterjemahkan dalam kaidah bernegara, kaidah
hukum dan dibentuk secara formal dan legal. Semua warganegara wajib tunduk
pada kaidah bernegara. Berbeda dengan moral budaya, yang dibangun atas
dasar kesepakatan informal dan diinternalisasikan melalui proses enkulturasi di
dalam lingkungan keluarga dan institusi yang ada di dalam masyarakat.
Demikian juga moral komunitas dibangun oleh komunitas itu dan yang unik
adalah moral individu yang cenderung melakukan analisis terhadap proses
berlangsungnya kehidupan dalam masyarakat. Individu melakukan penilaian
terhadap apa yang dikatakan perilaku baik atau buruk.
Calon ilmuwan berkewajiban mengembangkan moral sesuai ajaran moral yang
diperoleh termasuk dari negara dan budayanya sehingga patutlah kita
bertumbuh dan berkembang di dalam budaya dan negara kita dan menghargai
perbedaan yang ada dan patut menyesuaikan diri secara aktif dan positif. Artinya
kita tetap memegang teguh pedoman hidup kita dan kemudian beradaptasi
dengan apa yang dikatakan bermoral oleh orang lain, budaya lain, negara lain,
sehingga kita mampu berdialog dengan harmonis. Moral yang sifatnya absolut
adalah moral agama. Dan ini tidak bisa ditawar-tawar lagi dan itupun sesuai
dengan ajaran agamanya masing-masing. Tujuannya adalah agar kita „hidup
bermoral‟.
Calon ilmuwan berkewajiban selalu mengembangkan moralitas yang baik
mengingat pada dasarnya Moralitas adalah apa yang dilakukan sesuai
dengan apa yang diucapkan dan bersumber dari ajaran moral. Manusia
yang memiliki moralitas pasti mendengarkan suara hatinya.
Ajaran moral bersumber dari orangtua, keluarga, sekolah, institusi masyarakat,
agama yang merupakan sumber ajaran moral tertinggi dan institusi lainnya yang
senantiasa mengemban amanah memanusiakan manusia dalam menjalani
kehidupan yang beragam di dalam masyarakat. Manusia yang memiliki moralitas
pasti jujur, murni, terbuka, rasional mengutamakan kebaikan secara objektif.
Pribadi yang memiliki moralitas pasti akan mampu mengembangkan potensinya
secara optimal yang diwujudkan dalam melaksanakan pekerjaan dan profesinya
dan akan memberi dampak yang sangat berarti bagi pengembangan
perusahaan, masyarakat dan kemaslatan kehidupan bersama dan akan mampu
memberikan yang terbaik dalam hidupnya.
Jadi calon ilmuwan sebagai Pribadi yang mampu mengembangkan hidup
bermoral, tampak terlihat bersumber dari suara hati.
6. Dari aspek metodologi, perbedaan pendekatan kuantitatif dengan kualitatif
adalah sebagai berikut :
1) Pendekatan Kualitatif berpijak pada natural setting (latar alamiah) dan tidak
mereduksi ke dalam bentuk variabel. Setting alamiah adalah sebuah fenomena
yang tampak dan dibalik yang tampak disebut noumenon. Apa yang terdapat di
balik fenomena dan tidak dapat diduga dan dianalisis melalui teori. Teori hanya
merupakan bahan referensi untuk memahami noumenon tersebut.
Berbeda dengan pendekatan Kuantitatif yang dimulai dari “problem” ilmiah,
maksudnya dari sebuah fenomena yang tampak, namun dalam kajian fenomena
tersebut langsung direduksi ke dalam variabel-variabel yang disebut “logical
inference”
2) Pendekatan Kualitatif yang didasarkan pada natural setting maka dibutuhkan
manusia sebagai peneliti (human instrument : peneliti sendiri sebagai
instrument) sehingga amat dibutuhkan penguasaan metodologis peneliti untuk
menggali noumenon.
Sedangkan Pendekatan Kuantitatif instrumentnya adalah alat ukur yang
dibuat oleh peneliti yang mengacu pada skala tertentu sesuai dengan tujuan
pengumpulan data.
3) Pendekatan Kualitatif diarahkan untuk menemukan teori baru yang didasarkan
pada fakta lapangan dan hasilnya ideographically interpreted, tentatively applied,
memahami (verstehen).
Sedangkan Pendekatan Kuantitatif diarahkan pada pengujian teori yang
diturunkan dalam bentuk hipotesis sehingga teori teruji secara akumulatif
(context of justification / context of verification), hasilnya bersifat nomothetic,
menjelaskan fenomena (erkleren)
4) Pendekatan Kualitatif sampel sangat ditentukan oleh tujuan penelitian dan
jumlahnya terbatas, sedangkan Pendekatan Kuantitatif menggunakan sampel
penelitian berjumlah banyak sesuai dengan kaidah penentuan sampel.
5) Hasil penelitian Kuantitatif dapat digeneralisasikan sedangkan pendekatan
Kualitatif tidak bertujuan untuk membuat generalisasi namun lebih diarahkan
pada aplikasi dan pemahaman yang mendalam tentang kajian yang diteliti.
6) Lamanya pengumpulan data pada pendekatan Kuantitatif relatif dapat
dilakukan dalam waktu yang singkat, sedangkan Pendekatan Kualitatif
waktu yang digunakan untuk mengumpulkan data relatif lama yang
bertujuan untuk menemukan data secara holistic.
7) Pendekatan yang digunakan dalam penelitian Kuantitatif bersifat deduktif
sedangkan Penelitian Kualitatif bersifat induktif, menggunakan berbagai
strategi dan teknik dalam melaksanakan pengumpulan data.
8) Pendekatan Kualitatif sangat menekankan proses pelaksanaan penelitian
dalam upaya menggali dan menemukan makna serta terutama menjamin
kredibilitas data yang diperoleh. Sedangkan Pendekatan Kuantitatif lebih
menekankan hasil yang diperoleh.
9) Pendekatan Kualitatif menekankan kemampuan peneliti berkolaborasi
dengan partisipan sehingga data diperoleh akurat, sedangkan pendekatan
Kuantitatif tidak membutuhkan kolaborasi yang mendalam dan tanpa
bertemu dengan responden pun tidak menjadi masalah yang penting data
terkumpul seluruhnya.
10) Pendekatan Kuantitatif dalam analisis dan membuat kesimpulan menggunakan
analisis statistika, sedangkan penelitian Kualitatif didasarkan pada
kategorisasi dan kemudian dikemukakan dalam bentuk kata-kata, kalimat,
naratif yang menggambarkan pemahaman sesuai dengan tujuan penelitian.
11) Rancangan penelitian yang menggunakan pendekatan Kualitatif bersifat
relative tentative dan disesuaikan dengan upaya penggalian data, sedangkan
pendekatan Kuantitatif bersifat relatif permanen karena berpijak pada kajian
teori yang digunakan sebagai acuan penelitian.
Menurut Moleong (2005) perbedaan penelitian Kualitatif dengan penelitian
Kuantitatif dari sisi aspek metodologi adalah sebagai berikut :
NO ASPEK KUANTITATIF KUALITATIF
1 Maksud Membuat deskripsi objektip tentang fenomena terbatas dan membutuhkan apakah fenomena dapat dikontrol
Mengembangkan pengertian tentang individu dan kejadian dengan memperthitungkan konteks yang relevan.
melalui beberapa intervensi
2 Tujuan Menjelaskan, meramalkan dan atau mengontrol fenomena melalui pengumpulan data terfokus dari data numerik.
Memahami fenomena sosial melalui gambaran holistic dan memperbanyak pemahaman mendalam
3 Pendekatan Menjelaskan penyebab fenomena sosial melalui pengukuran objektif dan analisis numerikal
Berasumsi bahwa „subjek matter‟ suatu ilmu social adalah berbeda dengan „ subjek matter‟ dari ilmu fisik/alamiah dan mempersyaratkan tujuan yang bebeda untuk inkuiri dan seperangkat metode penyelidikan yang berbeda. Induktif, berisi-nilai (subjektif), holistic, dan berorientasi proses.
4 Asumsi Berasumsi bahwa tujuan dan metode ilmu sosial adalah sama dengan ilmu fisik/alamiah dengan jalan mencari teori yang dites / dikonfirmasikan yang menjelaskan fenomena deduktif, bebas-nilai (objektif), terfokus dan berorientasi tujuan.
Perilaku terkait konteks dimana hal itu terjadi dan kenyataan sosial tidak bias direduksi menjadi variabel variabel sama dengan kenyataan fisik. Berupaya mencari pemahaman tentang kenyataan dari segi persepektif‟ orang dalam‟; menerima subjektivitas dari peneliti dan pemeran-serta.
5 Model Penjelasan
Penemuan fakta sosial tidak berasal dari persepsi subjektif dan terpisah dari konteks.
Upaya generalisasi tidak dikenal karena perilaku manusia selalu terikat konteks dan harus diinterpretasikan kasus per kasus.
6 Nilai Bergantung pada model penjelasan hipotetiko-deduktif dengan memulai dari teori darimana hipotesis ditarik dan dites dengan menggunakan dengan prosedur yang ditentukan terlebih
Beragumentasi bahwa peneliti senantiasa terikat nilai dan peneliti harus ekplisit tentang peranan bawa nilai memegang peranan dalam setiap sesuatu studi. Beranggapan bahwa nilai
dahulu. merupakan sesuatu pilihan yang inheren dalam: a) masalah yang harus diselidiki. b) metode yang harus diteliti. c) cara untuk menginterpretasi, dan d) konteks dimana studi itu berada.
7 Alasan Menerima nilai peneliti dapat berperan dalam permasalahan yang sedang diteliti, tetapi peneliti itu sendiri harus bebas nilai dengan prosedur khusus yang dirancang untuk mengisolasikan dan mengeluarkan unsur unsur subjektif dan mencari kenyataan objektif.
Induktif–melakukan pengamatan dan menarik kesimpulan.
8 Generalisasi Deduktif – deduksi dari teori apa yang akan diamati.
Berasumsi bahwa setiap individu, budaya, latar adalah unik dan penting untuk mengapresiasi keunikan; generalisasi bergantung pada konteks.
9 Hubungan peneliti dengan subjek
Berasumsi bahwa cara ini dapat menemukan „hukum‟ yang menambah pda prediksi yang dapat dipercaya dan pada kontrol tentang kenyataan/fenomena. Mencari keteraturan dari dalam sampel individu; analisis statistic menyatakan kecendrungan tentang perilaku dan kecenderungan sudah cukup untuk memperoleh nilai praktis.
Peneliti secara aktif berinteraksi secara pribadi. Proses pengumpulan data dapat diubah dan itu bergantung pada situasi. Peneliti bebas menggunakan intuisi dan memutuskan bagaimana merumuskan pertanyaan atau bagaimana melakukan pengamatan. Individu yang diteliti dapat diberi kesempatan agar secara sukarela mengajukan gagasan dan persepsinya dan berpartisipasi dalam analisis data.
10 Nilai Orientasi Tujuan peneliti adalah Mempercayai bahwa
objektivitas; berusaha memelihara pandangan pribadi, kepercayaan, „biases‟dari pengaruh pengumpulan data dan analisis proses. Melibatkan interaksi minimal dan jika interaksi diperlukan (wawancara) lalu berusaha membakukan proses. Peranan sampel dalam studi adalah pasif.
seluruh kegiatan penelitian terikat nilai. Tidak menghindari isu nilai, nilai pribadi secara terbuka dan mencoba memperagakan nilai yang terkait pada konteks.
11 Studi tentang konteks
Berupaya agar nilai pribadi bebas dari desain penelitian dan menghindari usaha membuat keputusan nilai tentang hal-hal yang diteliti.
Berupaya memahami fenomena yang kompleks dengan jalan mengujinya dalam keseluruhannya dalam konteks. Belum mengetahui apa yang difokus sampai studi itu sudah berlangsung; mengidentifikasikan tema yang relevan dan pola-pola (yang muncul) yang kemudian menjadi fokus studi. Pengumpulan data sedikit banyak adalah kontinu dan intensif lebih dari penelitian kuantitatif.
12 Desain Berupaya memahami fenomena yang kompleks dengan jalan menganalisis bagian-bagian komponen (disebut variabel). Setiap penelitian menguji hanya beberapa kemungkinan variabel yang dapat diteliti; konteks situasi diabaikan atau dikontrol. Data dikumpulkan dalam beberapa interval dan memfokuskan pada pengukuran yang tepat.
Fleksibel/luwes, dikembangkan, umum, dinegosiasikan, sebagai acuan untuk diikuti, dikhususkan hanya dalam istilah umum sebelum studi dilakukan. Tidak mengikutkan intervensi dan berupaya agar gangguan sedikit mungkin.
13 Metode Terstruktur, formal, difokuskan terlebih
Historical, etnografis, dan studi kasus. Intervensi dan
dahulu, tidak luwes, dijabarkan secara rinci terlebig dahulu sebelum penelitian dilakukan. Dapat diteliti; konteks situasi diabaikan atau dikontrol. Data dikumpulkan dalam beberapa interval dan memfokus pada pengukuran yang tepat.
berupaya agar gangguan sedikit mungkin.
14 Hipotesis Deskriptif, korelasional, perbandinga-kausal, dan eksperiman.
Cenderung untuk mencari dan menemukan dan menyimpulkan hipotesis. Hipotesis dilihat sebagai sesuatu yang tentatif, berkembang dan didasarkan pada sesuatu studi tertentu.
15 Pengukuran Hampir selalu mengetes hipotesis. Hipotesis dilihat sebagai sesuatu yang khusus, dapat dites, dan dinyatakan sebelum suatu studi dilakukan.
Prosedurnya sedikit subjektif, peneliti memiliki kemampuan untuk mengamati dan berinteraksi dengan manusia lainnya dan dengan lingkungannya; percaya bahwa kemampuan manusia diperlukan untuk melaksanakan tugas yang rumit dan terhadap dunia yang sangat bervariasi dan yang selalu berubah.
16 Review Kepustakaan
Tujuan pengukuran adalah objektivitas, memberi makna pada skoring dan pengumpulan data tidak dipengaruhi oleh nilai-nilai peneliti, bias dan persepsi; banyak bergantung pada tes, skala dan kuesioner terstruktur yang dapat diadministrasikan pada kondisi baku terhadap
Terbatas, sebagai acuan teori, dan tidak mempengaruhi studi. Tidak dilakukan untuk mengkaji teori karena dengan cara ini bukan mengkaji teori tetapi menemukan teori dari data.
seluruh individu dalam sampel dan prosedur untuk skoring data dirinci secara tepat untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya bahwa setiap dua skor memproleh hasil yang sama. Akhirnya, baku dan numerical.
17 Latar Penelitian
Ekstensif, yang dengan hal itu mempengaruhi studi. Pengkajian teori dilakukan untuk menemukan konsep, variabel, dan menata penelitian hipotesis.
Naturalistik (sebagaimana adanya) sejauh mungkin.
18 Sampling Sejauh mungkin dikontrol sampling teoritis dan sampling digunakan sebanyak mungkin digunakan sebagai mempertimbangkan.
Bertujuan untuk memilih sejumlah „ kecil‟, dan tidak harus representative, sampel dimaksudkan untuk mengarah kepada pemahaman secara mendalam
19 Data Random/acak; dimaksudkan untuk memilih dari sejumlah individu dalam populasi dimasukkan dalam sampel yang dianggap mewakili. Hal itu digunakan untuk menggeneralisasi hasilnya kepada populasi. Stratifikasi, kelompok control, mengontrol variable ekstraneus.
Naratif, deskriptif, dalam kata-kata mereka yang diteliti, dokumen pribadi, catatan lapangan, artifak, dokumen resmi dan video tape, transkrip.
20 Strategi Pengumpulan Data.
Numeric, variable dioperasionalkan, statistical, dihitung dan diadakan pengukuran.
Pengumpulan dokumen, pengamatan berperan serta (participant observation), wawancara tidak-terstruktur dan informal, mencatat data dalam catatan lapangan secara intensif, menilai
artifak.
21 Subjek · - Pengamatan terstrukutur yang non-partisipan, wawancara semi-terstruktur dan formal, administrasi tes dan kuesioner, eksperimen, penelitian survei, eksperimen-kuasi.
· - Subjek penelitian berjumlah besar, pemilihan secara acak.
Jumlah subjek penelitian kecil; teknik sampling bertujuan.
22 Analisis data Deduktif, secara statistik. Terutama menghasilkan data numerik yang biasa yang dianalisis secara statistik. Data kasar terdiri dari bilangan dan analisis dilakukan pada akhir penelitian.
Induktif, model-model, teori-teori, konsep, metode perbandingan tetap. Biasanya data dianalisis secara deskriptif yang sebagian besar berasal dari wawancara dan catatan pengamatan; catatan dianalisis untuk memperoleh tema dan pola-pola yang dideskripsikan dan diilustrasikan dengan contoh-contoh, termasuk kutipan-kutipan dan rangkuman dari dokumen; koding data dan analisis verbal.
23 Interpretasi data
Kesimpulan dan generalisasi diformulasikan pada akhir penelitian, ditanyakan dengan derajat kepercayaan tertentu yang ditentukan terlebih dahulu.
Kesimpulan adalah tentatif, direview atas dasar sesuatu yang masih berlangsung, sedang generalisasi diabaikan.
24 Kriteria Validitas internal- bagaimana kebenaran ditemukan. Validitas eksternal- bagaimana penerapan temuan-temuan pada latar lainnya. Objektivitas- bagaimana seharusnya
Kredibilitas- penelitian dilakukan sedemikian rupa untuk memastikan bahwa subjek itu secara secukupnya diperoleh dan diuraikan. Keteralihan- beban untuk memaparkan penerapan temuan-temuan
kita dapat diyakinkan bahwa temuan-temuan adalah reflektif dari subjek daripada hasil dari “biases” para penelitian.
pada latar lainnya tergantung pada peneliti yang harus mengadakan uraian rinci tentang keadaan latar untuk keperluan penerapan.
25 Frasa kunci Eksperimental data numeric, empiric, dan statistical.
Deskriptif, naturalistik, dan berorientasi kata.
26 Konsep kunci Realibilitas, variabel, operasionalisasi, hipotesis, validitas, statistikal, signifikan, replikasi.
Bermakna, pemahaman awam, proses, dibangun secara sosial, tema, keabsahan data.
27 Instrumen penelitian
Inventori, kuesioner, skala, skor tes, indikator.
“tape recorder”, catatan lapangan, peneliti adalah instrumen itu sendiri.
28 Masalah Mengontrol variabel, validitas.
Memakan waktu, prosedur, tidak baku, reliabilitas- keabsahan data.
Konstribusinya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan adalah sebagai
berikut :
1. Memudahkan bagi peneliti/ilmuwan atau pengguna untuk pengambilan
keputusan yang berdampak pada pengembangan ilmu baru, atau
mengembangkan keilmuan yang telah ada.
2. Menggunakan metodologi tersebut, para peneliti dapat mengatasi berbagai
keterbatasan yang ada, misalnya keterbatasan waktu, biaya, tenaga, etik, dan
lainnya dan memberikan kontribusi optimal untuk lahirnya penelitian dan ide baru
untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
3. Mengembangkan hipotesis dan Kesimpulan yang diambil oleh peneliti yang
dapat terpercaya bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
4. Memperkuat opini dan analisis secara rasional, empiris dan sistematis untuk
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan secara komprehensif dalam
pengembangan ilmu pengetahuan.
5. Dapat melahirkan sikap dan pola pikir yang kritis, analitis, inovatif, kreatif untuk
merumuskan saran dan menghasilkan teori baru serta berguna untuk
pemecahan masalah keilmuan yang rumit dan kompleks.