NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
SURAT YUSUF AYAT 20-29 PADA TAFSIR
AL-MISBAH KARYA M. QURAISH SHIHAB
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
TAUFIQURRAHMAN
NIM: 111-12-002
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
...
“Sesungguhnya pada kisah-kisah
mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal”
(Q.S Yusuf 111)
Tidaklah Setiap Yang di Cita-Citakan
Seseorang Itu Mesti Diraih Hasilnya
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT
skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Bapak Juremi yang senantiasa memberikan nasehat dan tidak lelah mendidik
dari kecil sampai menikmati kuliah S1 di IAIN Salatiga ini, serta doa-doanya
yang mampu menjadi penguat bagi anaknya. Kepada Ibu tercinta ibu Wiwit
yang senantiasa saya rindukan dan selalu saya doakan semoga Syurga lah
tempat yang tepat untuk ibu.
2. Kakak-kakak tersayang mas Ahmad Salam, mbak Siti Asiyah, mas Ahmad
Salman, dan mbak Umi Maghfiroh, keluarga dari bapak Muhammad Ma’arif,
serta keluarga dari kakak-kakak, yang selalu memberikan tutur dan nasehat
agar menjadi orang yang manfaat.
3. Ibu Dr. Supartinah Sp.THT, bapak Dr. Aulia Erick, ibu Dr. Duhita Yassi
Sp.THT, terimakasih saya ucapkan, atas bantuan dan dukungannya sehingga
dengan lancar saya dapat menuntut ilmu. Serta seluruh karyawan THT center,
dan keluarga besar THT Syifaa Rohmani, saya ucapkan terimakasih.
4. Mas Halimin, mas Ikhwan, mas Faizin, mas Andri, Mbak Haroh, mbak
Kummi, mbak Nurul hidayah. Kepada banyak teman yang selalu mendukung
dan dalam hal Skripsi.
5. Sodara-sodaraku keluarga PAI A, Keluarga PPL SMA MUHAMMADIYAH
(PLUS) Salatiga, Kelompok KKN yang telah memberi pengalaman akan arti
sebuah ilmu social, pertemanan dan persaudaraan.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya
Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi
Agung Muhammad SAW, yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan
hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di
hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN
AKHLAK SURAT YUSUF AYAT 20-29 PADA TAFSIR AL-MISBAH
KARYA M. QURAISH SHIHAB”
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari
bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa
tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi
ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
ix
4. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya
membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs. A. Bahrudin, M.Ag. selaku pembimbing akademik.
6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak, ibu, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan
memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang
membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 23 September 2016
Penulis
Taufiqurrahman
NIM. 111-12-002
x
ABSTRAK
Taufiqurrahman. 2016. Nilai-nilai Akhlak Sura Yusuf ayat 20-29 Pada Tafsir Al-
Misbah Karya M.Quraish Shihab. Skripsi. Salatiga. Jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2016. Pembimbing: Tri
Wahyu Hidayati, M.Ag.
Kata kunci: Nilai Pendidikan Akhlak
Latar belakang dari penelitian ini adalah: Banyaknya oarng-orang yang
masih kurang faham dalam memahami Kitab Tafsir, sehingga nilai-nilai dalam
kitab-kitab tafsir masih sulit untuk dicerna dalam kehidupannya, maka dari itu
kajian tafsir sangat dibutuhkan untuk mencari nilai-nilai yang di kandungnya
sehingga dapat dijadikan pengetahuan dan dapat di amalkan. Dalam kajian tafsir
ini peneliti akan mengkaji Q.S Yusuf ayat 20-29 pada Tafsir Al-Misbah Karya
M.Quraish Shihab. Bagaimana relevansi nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam
Q.S Yusuf ayat 20-29 pada Tafsir Al-Misbah Karya M.Quraish Shihab.
Penelitian ini adalah penelitian keperpustakaan atau library research.
Sumber data primer menggunakan kitab Tafsir AL-Misbah karya M. Quraish
Shihab. Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan analisi isi.
dengan cara mengidentifikasi makna yang terkandung dalam Q.S Yusuf ayat 20-
29 dengan menggunakan kitab Tafsir Al-Misbah dan untuk mengungkapkan nilai-
nilai pendidikan akhlah dalam ayat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam Q.S Yusuf ayat 20-29 dalam
Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab, dan relevasninya terhadap pendidikan
akhlak dalam konteks kekinian.
Hasil penelitian dapat menunjukkan bahwa: (1) Nilai-nilai akhlak yang
terkandung dalam Q.S Yusuf ayat 20-29 dalam tafsit Al-Misbah karya M.Quraish
Shihab, terdapat nilai-nilai akhlah sebagai berikut: Sabar khawatir melakukan
keburukan, kemandirian, rendah hati, ihsan, tanggungjawab, teguh
pendirian,menghindar dari berdua-duaan, jujur, tidak pendengam, bijaksana. (2)
Nilai-nilai Akhlak dalam Q.S Yusuf memiliki relevansi terhadap pendidikan pada
zaman sekarang.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN BERLOGO ................................................................................. ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................................... v
MOTTO ........................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
ABSTRAK ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian........................................................................... 4
D. Metode Penelitian .......................................................................... 5
E. Penegasan Istilah ........................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan .................................................................... 15
BAB II BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB DAN BIOGRAFI TAFSIR AL-
MISBAH ................................................................................................ 16
A. Biografi M. Quraish Shihab .......................................................... 16
B. Karya-karya M. Quraish Shihab ................................................... 18
C. Latar Belakang Penullisan Tafsir .................................................. 19
xii
BAB III DESKRIPSI PENELITIAN .............................................................. 24
A. Tafsir Al-Misbah Q.S Yusuf Ayat 20-29 ...................................... 24
1. Tafsir Ayat 20 ......................................................................... 24
2. Tafsir Ayat 21 ........................................................................ 25
3. Tafsir Ayat 22 ........................................................................ 28
4. Tafsir Ayat 23 ........................................................................ 32
5. Tafsir Ayat 24 ........................................................................ 37
6. Tafsir Ayat 25 ........................................................................ 40
7. Tafsir Ayat 26-27 ................................................................... 43
8. Tafsir Ayat 28-29 ................................................................... 46
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 49
A. Nilai-Nilai Akhlak Dalam Surat Yusuf Ayat 20-29 ...................... 49
B. Relevansi Nilai-Nilai Akhlak dalam Surat Yusuf Ayat 20-29 ..... 60
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 65
A. Kesimpulan.................................................................................... 65
B. Saran .............................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK
2. Nota Pembimbing Skripsi
3. Lembar Konsultasi
4. Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat
diturunkan atau diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Al-Qur’an kitab suci
yang oleh umat Islam diyakini dan dipercaya sebagai petunjuk bagi semua
manusia, Al-Qur’an juga yang menjadi sumber hukum yang pertama dalam
Agama Islam. Al-Qur’an disebut Kalam Ilahi yang di dalam kandungannya
banyak memuat hukum-hukum, perintah, larangan, petunjuk, dan hikmah.
Menurut Quraish Shihab (1994:40) ajaran yang terkandung dalam Al-
Qur’an diklasifikasikan menjadi tiga, pertama aspek akidah, yaitu ajaran
tentang keimanan akan keEsaan Tuhan dan kepercayaan akan kepastian
adanya hari pembalasan, kedua aspek syari’ah, yaitu ajaran tentang hubungan
manusia dengan Tuhan dan sesamanya, ketiga aspek akhlak, yaitu ajaran
tentang norma-norma keagamaan dan sosial yang harus diikuti oleh manusia
dalam kehidupannya secara individual atau kolektif.
Dilihat dari kandungan Al-Qur’an selain akidah dan Syari’ah, akhlak
sangatlah urgen dalam kehidupan manusia. Urgensi akhlak ini tidak hanya
dirasakan oleh manusia dalam kehidupan perseorangan, akan tetapi juga
dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, bahkan juga dirasakan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Begitu banyaknya hal yang dapat
menyebabkan kemerosotan akhlak yang dapat menimbulkan akhlak buruk
atau perilaku tercela. Oleh karena itu kita sebagai manusia berusaha
2
semaksimal mungkin untuk mencapai akhlak yang baik. Salah satunya dengan
mengkaji Al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Karena sumber dari pada pendidikan akhlak yang utama adalah Al-Qur’an dan
Al-Hadits.
Dalam mengkaji Al-Qur’an untuk diamalkan tidak semudah mengkaji
berbagai ilmu pengetahuan sebagaimana kita mudah memahami teori-teori
yang telah dikemukakan oleh pakar ilmuan, akan tetapi dalam memahami Al-
Qur’an perlu dilakukan pengkajian ulang tentang kandungan isi Al-Qur’an
dengan menggunakan tafsir. Namun dalam kajian tafsir tidak menuntut
kemungkinan manusia bias memahami tafsir beserta nilai-nilai yang ada
dalam kandungan Al-Qur’an yang telah ditafsirkan. Karena banyak dari
mufasir dalam menafsirkan dan menuliskan dalam kitab-kitab tafir tidak
mengulas kandungan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya, akan tetapi lebih
fokus dalam penafsiran kandungan ayat berdasarkan kaidah bahasa dan
berdasarkan asbabunnuzul (sebab-sebab diturunkan ayat). Maka dari itu perlu
juga tafsir-tafsir tersebut dikaji lebih dalam untuk mendapatkan nilai yang
tersembunyi guna pemahaman dan dapat di jadikan pelajaran serta dapat
diamalkan.
Pada kandungan Al-Qur’an aspek akhlak ini banyak disebutkan di
dalamnya karena begitu pentingnya akhlak dalam peranannya bagi manusia
untuk menjalani kehidupannya di dunia. Kandungan Al-Qur’an tentang
sejarah atau kisah-kisah disebut dengan istilah kisah Al-Qur’an. Ayat-ayat
yang berbicara tentang kisah sangat banyak dibandingkan dengan ayat-ayat
3
yang berbicara tentang hukum. Hal ini memberikan isyarat bahwa Al-Qur’an
sangat perhatian terhadap masalah kisah, yang memang di dalamnya banyak
mengandung pelajaran (ibrah).
Selain itu akhlak dapat mendorong kita untuk menjalani sebaik
mungkin umur yang terbatas dan hanya satu kali ini sesuai dengan rancangan
Tuhan. Yaitu hidup suci dengan kesadaran penuh bahwa kita adalah bagian
dari manusia universal, bagian dari seluruh umat manusia di muka
bumi.(Nurcholis Madjit, 2006:111).
Oleh karena itu kisah dalam Al-Qur’an memiliki makna tersendiri
bila dibandingkan isi kandungan yang lain. Maka perlu kiranya kita sebagai
umat Islam untuk mengetahui nilai-nilai yang ada dalam Al-Qur’an sehingga
kita dapat mengambil pelajaran. Dalam hal ini peneliti bermaksud untuk
mengkaji nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat pada Al-Qur’an surah
Yusuf ayat 20-29 yang di dalamnya berisi kisah nabi Yusuf yang digoda oleh
istri seorang pembesar Mesir. Berawal dari ditemukannya Yusuf dalam sumur
oleh seorang kafilah Mesir dan Yusuf dijualnya untuk dijadikan budak, hingga
Yusuf dibeli oleh seorang pembesar Mesir untuk dijadikan anak angkatnya.
Maka dari itu penulis kemudian ingin melakukan penelitian dengan
mengangkat judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK SURAT
YUSUF AYAT 20-29 pada Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka
rumusan masalah yang dijadikan dasar penulisan skripsi ini adalah sebagai
bedrikut :
1. Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam Q.S
Yusuf ayat 20-29 tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihah?
2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam
Q.S Yusuf ayat 20-29 tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari pokok pembahasan di atas, tujuan dari penelitian
ini secara umum bertujuan sebagai berikut:
1. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk
a. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung
dalam Q.S Yusuf ayat 20-29 tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish
Shihab.
b. Untuk mengungkapkan relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak yang
terkandung dalam Q.S Yusuf ayat 20-29 tafsir Al-Misbah Karya M.
Quraish Shihah dengan realita saat ini.
2. Penelitian ini secara teoritris diharapkan dapat digunakan untuk:
a. Menambah wawasan keilmuan dalam bidang pendidikan agama Islam
khususnya nilai-nilai pendidikan akhlak.
5
b. Memberikan kontribusi positif dalam ilmu pendidikan agama Islam
kususnya dalam pendidikan akhlak.
D. Metode Penelitia
1. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini penulis ingin mengungkapkan fokus
penelitian sebagai berikut : Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Q.S Yusuf
ayat 20-29 pendidikan akhlak pada tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish
Shihab.
2. Sumber Data
a. Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah Q.S Yusuf ayat 20-29
yang difokuskan pada tafsir Al-Misbah Karya M.Quraish Shihab.
b. Sekunder
Dalam melakukan kajian tentang ayat, penulis menggunakan
sumber yang berasal dari tafsir-tafsir Al-Qur’an yang terkait dengan
pembahasan dalam penelitian. Penulis juga mengambil dari sumber
lain yang relevan dengan penelitian, seperti mengambil sumber data
dari buku-buku bacaan yang dapat mendukung dan sesuai dengan
pembahasan skripsi.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Penelitian perpustakaan (library research)
Penelitian ini menggunakan penelitian keperpustakaan, tujuan
utama penelitian keperpustakaan ialah untuk mencari dasar pijakan
6
atau fondasi berfikir untuk membangun landasan teori serta
mengembangkan aspek teoritis Maupun aspek manfaat praktis
(Sukardi,2007:33) penelitian menggunakan penelitian keperpustakaan
dikarenakan nilai-nilai akhlak yang diteliti terdapat pada tafsir Al-
Misbah karya M. Quraish Shihab. Namun literatur yang digunakan
tidak terbatas dengan kitab tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab
saja melainkan dengan buku-buku, artikel, informasi dari internet dan
dari media massa yang sekiranya mendukung dan relevan dengan
penelitian.
b. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode penelitian yang
dilaksanakan dengan mencari data mengenai hal-hal atau variable yang
berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah prasasti, notulen
rapat baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian,
terdahulu dan sebagainya (Suharsimin, 2010:274). Skripsi ini
menggunakan meteode dokumentasi dalam hal mengumpulkan materi
dari buku-buku.
c. Metode Analisis Isi
Metode analisis isi, metode pengumpulan data dalam penelitian
ini menggunakan metode analisis isi. Analisis isi adalah teknik
penelitian untuk mengungkapkan sebuah buku, membuat referensi
yang dapat ditiru dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya
(Nawawi, 2007:72), analisis ini selanjutnya untuk menganalisis kitab
7
tafsir Al-Misbah karya M.Quraish Shihab agar memperoleh nilai-nilai
akhlak yang terkandung dalam Q.S Yusuf ayat 20-29.
E. Penegasan Istilah
1. Nilai
Nilai sebagaimana dalam kamus besar bahasa indonesia yaitu sifat-
sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. (Tim Redaksi KBBI,
2007:783). Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia
dan masyarakat mengenai hal-hal yang dianggap baik, benar dan hal-hal
yang dianggap buruk dan salah. (Mujib.1991:110). Dalam pembahasan ini,
nilai yang dimaksudkan adalah mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak
dalam Q.S Yusuf ayat 20-29 pada tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish
Shihab.
2. Pendidikan
Pendidikan menurut Brubacher John.S (dalam Sumarno, 2006:20)
pendidikan adalah proses pengembangan potensi, kemampuan, dan
kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian
disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan
alat (media) yang disusun sedemikian rupa, sehingga pendidikan dapat
digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai
tujuan-tujuan yang telah diteteapkan.
Pendidikan menurut Good Carter.V (dalam Sumarno, 2006:20)
pendidikan adalah: Pertama, keseluruhan proses dimana seseorang
mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku
8
lainnya yang bernilai positif dalam masyarakat ditempat hidupnya; kedua,
proses social dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang
terpilih dan terkontrol (khusus yang datang dari sekolah), sehingga orang
tersebut bias mendapat atau mengalami perkembangan kemampuan social
maupun kemampuan individu secara optimal.
3. Akhlak
Akhlak adalah jamak dari tunggal khuluq, sedangkan khuluq itu
sendiri merupakan lawan dari khalq. Khuluq itu dapat dilihat dengan mata
batin, sedangkan khalq dapat dilihat dengan mata lahir. Kedua kata
tersebut berasal dari akar yang sama, yaitu berasal dari kata khalaqa.
Kemudian kata khuluq diartikan sebagai sesuatu yang telah tercipta atau
terbentuk dari suatu proses. Kebiasaan merupakan tindakan yang tidak
memerlukan pemikiran atau pertimbangan. Dari definisi di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa akhlaq adalah kehendak dan tindakan yang
sudah menyatu dengan pribadi seseorang dalam kehidupannya, sehingga
tidak dapat dipisahkan dan tidak lagi memerlukan pertimbangan atau
pemikiran untuk menjalankannya (Nasirudin, 2010:31).
Selain dari pengertian di atas, akhlak mempunyai dua jenis yaitu:
a. Akhlakul Karimah atau Terpuji
Akhlakul karimah adalah akhlak yang mulia atau terpuji. Akhlak yang
baik itu dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik pula, yaitu sesuai dengan
ajaran Allah SWT dan rasul-rasul-Nya (Badruzzaman,2004:41).
9
akhlak yang baik adalah: “menahan amarah, hati-hati, sabar, tahan
banting, dermawan, berani, adil, berbuat sebaik-baiknya, serta berbagai
sifat mulia dan kesempurnaan jiwa lainnya (Bakar,2005:247). Akhlak
karimah bukan hanya ditandai oleh simbol pakaian luar, tetapi
mengungkapkan lahir dan batin (Anwas,1986:57)
Amalan-amalan akhlak Karimah:
1) Taat kepada Allah dan tidak takut kepada sesama manusia.
2) Bakti kepada Allah lahir dan batin yang disertai dengan kesadaran.
3) Menjaga diri dari segala bentuk maksiat, baik maksiat lahir
maupun batin.
4) Bertingkah laku selaras dengan kehendak aturan Tuhan. Tidak
merasa diri besar dari yang lain. Tidak merasa diri amat berkuasa.
5) Merasa dirinya sebagai manusia biasa yang padanya dipikulkan
tanggungjawab berat, yang kelak akan dipertanggungjawabkan
dihadapan hakim agung yang Maha Tinggi dan Maha Adil
(Anwas,1986:57).
Dalam buku Pengantar Studi Akhlak karya Zahruddin dan Hasanuddin
(2004:158) Akhlak yang terpuji dibagi menjadi dua bagian:
1) Taat Lahir
Taat lahir berarti melakukan seluruh amal ibadah yang diwajibkan
Tuhan, termasuk berbuat baik kepada sesama manusia dan
lingkungan dan dikerjakan oleh anggota lahir. Beberapa perbuatan
yang dikategorikan taat lahir adalah :
(a) Tobat
Menurut para sufi adalah fase awal perjalanan menuju Allah
(taqarrub ila Allah). Tobat dikategorikan taat lahir dilihat dari
10
sikap dan tingkah laku seseorang. Namun, sifat penyesalannya
merupakan taat batin.
(b) Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar
Yaitu perbuatan yang dilakukan kepada manusia untuk
menjalankan kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan.
(c) Syukur
Yaitu berterima kasih pada nikmat yang dianugerahkan Allah
kepada manusia dan seluruh makhluk-Nya.
2) Taat Batin
Taat batin adalah segala sifat yang baik dan terpuji yang dilakukan
oleh anggota batin (hati). Beberapa perbuatan yang dikategorikan
taat batin adalah :
(a) Tawakal
Yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam
menghadapi, menanti atau menunggu hasil pekerjaan.
(b) Sabar
Dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sabar dalam beribadah,
sabar ketika dilanda malapetaka, sabar terhadap kehidupan
dunia, sabar terhadap maksiat, sabar dalam perjuangan.
(c) Qanaah
Yaitu merasa cukup dan rela dengan pemberian yang
dianugerahkan oleh Allah.
11
b. Akhlakul Madzmumah
Akhlakul madzmumah adalah akhlah tercela atau akhlak yang tidak
terpuji. Akhlakul madzmumah (tercela) ialah akhlak yang lahir dari
sifat-sifat yang tidak sesuai dengan ajaran Allah SWT dan RasulNya
(Badruzzaman,2004:41). Akhlak yang tercela: “Zalim, dengki, curang,
riya, ujub, lemas, dan malas. (Bakar, 2005:303).
Dalam buku Pengantar Studi Akhlak karta Zahruddin dan Hasanuddin
(2004:155) Akhlak yang tercela dibagi menjadi dua bagian:
1) Maksiat Lahir
Yaitu pelanggaran oleh orang yang berakal baligh (mukallaf),
karena melakukan perbuatan yang dilarang dan meninggalkan
pekerjaan yang diwajibkan oleh syariat Islam. Maksiat lahir dibagi
menjadi beberapa bagian, yaitu :
(a) Maksiat mata. Seperti melihat aurat wanita yang bukan
mahromnya, melihat aurat laki-laki yang bukan mahromnya,
melihat orang lain dengan gaya menghina dan melihat
kemungkaran tanpa beramar ma’ruf nahi mungkar.
(b) Maksiat telinga. Seperti mendengarkan pembicaraan orang lain,
mendengarkan orang yang sedang mengumpat, mendengarkan
orang yang sedang namimah, mendengarkan nyanyian-
nyanyian atau bunyi-bunyian yang dapat melalaikan ibadah
kepada Allah SWT, mendengarkan umpatan, caci maki,
perkataan kotor dan ucapan-ucapan yang jahat.
12
(c) Maksiat lisan. Seperti berkata-kata yang tidak bermanfaat,
berlebih-lebihan dalam percakapan, berbicara hal yang batil,
berkata kotor, mencaci maki atau mengucapkan kata laknat
baik kepada manusia, binatang, maupun kepada benda-benda
lainnya, menghina, menertawakan, atau merendahkan orang
lain, berkata dusta, dan lain sebagainya.
(d) Maksiat perut. Seperti memasukkan makanan yang haram dan
syubhat, kekenyangan, makan dari harta milik orang lain yang
belum jelas (yang diambil dari harta wakaf tanpa ada ketentuan
untuk itu dari orang yang memberikan wakaf)
(e) Maksiat farji (kemaluan). Seperti tidak menjaga auratnya
(kehormatan) dengan melakukan perbuatan yang haram, dan
tidak menjaga kemaluannya.
(f) Maksiat tangan, Seperti menggunakan tangan untuk mencuri,
merampok, mencopet, merampas, mengurangi timbangan,
memukul sesama kaum muslim dan menulis sesuatu yang
diharamkan membacanya.
(g) Maksiat kaki, Seperti kaki janlan sampai ke tempat-tempat
yang haram.
2) Maksiat batin
Beberapa contoh penyakit batin (akhlak tercela) adalah :
13
a) Marah (ghadab) Dapat dikatakan seperti nyala api yang
terpendam di dalam hati, sebagai salah satu hasil godaan setan
pada manusia.
b) Dengki (hasad) Penyakit hati yang ditimbulkan kebencian, iri,
dan ambisi.
c) Sombong (takabur) Perasaan yang terdapat di dalam hati
seseorang, bahwa dirinya hebat dan mempunyai kelebihan.
4. Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak adalah perpaduan antara pendidikan dan akhlak.
Pendidikan itu sendiri adalah proses pengembangan potensi, kemampuan,
dan kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian
disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, atau keseluruhan
proses mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah
laku lainnya yang bernilai positif dalam masyarakat ditempat hidupnya
(Sumarno, 2006:20). Sedangkan akhlak adalah kehendak dan tindakan
yang sudah menyatu dengan pribadi seseorang dalam kehidupannya,
sehingga tidak dapat dipisahkan dan tidak lagi memerlukan pertimbangan
atau pemikiran untuk menjalankannya (Nasirudin, 2010:31). Jika dilihat
dari tujuan pendidikan akhlak itu sendiri bahwa “Tujuan dari pendidikan
moral dan akhlak dalam Islam ialah untuk membentuk orang-orang yang
bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia
dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan
beradab, ikhlas, jujur dan suci.” (Al-Abrasyi, 1993: 104).
14
Jadi dari pengertian di atas dapat diartikan pendidikan akhlak
adalah proses pengembangan potensi, kemampuan, dan kebiasaan,
kemudian disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, atau
proses mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah
laku lainnya yang bernilai positif untuk membawa anak didik ketingkat
kedewasaan yang mampu membiasakan diri dengan sifat-sifat yang terpuji
dan menghindar dari sifat-sifat yang tercela.
Kedewasaan ini meliputi aspek kesempurnaan jasmani dan
kesempurnaan rohani yang patut dimiliki oleh setiap manusia, sehingga ia
dapat membedakan mana yang harus dikerjakan dan mana yang harus
ditinggalkan. Oleh sebab itu kedua perbuatan tersebut memegang peranan
penting dalam kehidupan manusia. Kehidupan berakhlak tidak dapat
dipisahkan dengan keyakinan beragama. Maka jelas bahwa inti dari
pendidikan akhlak selain memberikan bimbingan mental dan jiwa manusia
dalam berperilaku atau melakukan kebaikan juga untuk menguatkan
mental manusia untuk kedekatannya kepada Tuhan.
5. Al-Qur’an
Al-Qur’an dari bahasa arab qara’a yang berarti menghimpun, dan
qira’ah menghimpun huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang
lain dengan satu ucapan yang rapi. Sedangkan qur’anah berarti bacaan,
yaitu bacaan-bacaan yang terdiri dari beberapa huruf seperti terkandung
dalam Al-Qur’an. Dari segi penamaanya Al-Qur’an adalah kitab suci umat
Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., sedangkan dari isi
15
Al-Qur’an ialah: ”kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, Dalam bahasa arab setiap huruf memiliki nilai ibadah membacanya,
memiliki mukjizat yang dimulai dari surat Al-Fatihah dan diahiri dengan
surat An-Nas” (Harahab, 2003: 341-342). Al-Qur’an kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad secara mutawatir dalam bahasa arab
dan jika orang membacanya dinilai ibadah, dan dimulai dari surat Al-
fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.
F. Sitematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini disusun dalam lima BAB yang secara sistematis
penjabaranya sebagai berikut:
Bab I pendahuluan, pada bab ini akan dikemukakan tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian,
penegasan istilah dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II Biografi M.Quraish Shihab dan Biografi Tafsir Al-Misbah,
seperti: riwayat pendidikan, riwayat organisasi, karya yang dihasilkan dan
Biografi Kitab: Latar belakan penulisan Tafsir Al-Misbah.
Bab III, Dalam bab ini membahas tentang: Penjelasan tafsir surat
Yusuf ayat 20-29 dalam tafsir Al-Misbah karya M.Quraish Shihab.
Bab IV, Analisa nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Al-Qur’an surat
yusuf ayat 20-29 pendidikan akhlak studi tafsir Al-Misbah karya M.Quraish
Shihab.
Bab V, Penutup yang memuat kesimpulan dan saran-saran.
16
BAB II
BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB DAN BIOGRAFI TAFSIR AL-
MISBAH
A. Biografi Quraish Shihab
Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab lahir di
Rappang, Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Februari 1944. Beliau adalah
putra keempat dari seorang ulama besar almarhum Prof. H. Abd. Rahman
Shihab, guru besar ilmu tafsir dan mantan Rektor UMI dan IAIN Alaudin
Ujung Pandang, bahkan sebagai pendiri kedua Perguruan Tinggi tersebut.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung Pandang,
beliau melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, bersamaan dengan
itu beliau nyantri di Pondok Darul-Hadits Al-Faqihiyyah. Pada tahun 1958,
beliau ke Kairo, Mesir, dan diteriama di kelas II Tsanawiyah Al-Azhar pada
tahun 1967. Beliau meraih gelar Lc (S-1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan
Tafsir dan Hadis di Universitas Al-Azhar. Kemudian beliau melanjutkan
pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada tahun 1969 meraih gelar MA
untuk spesialisasi bidang Tafsir Al-Qur’an dengan tesis berjudul Al-I’jaz Al-
Tasyri’iy li Al-Qur’an Al-Karim.
Setelah kembali ke Ujung Pandang, Quraish Shihab dipercayakan
untuk menjabat wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada
IAIN Alauddin Ujung Pandang. Selain itu beliau juga diberi amanah jabatan-
jabatan lain baik di dalam kampus seperti: Koordinator pengurus tinggi swasta
17
(Wilayah VII Indonesia Bagian Timur), maupun di luar kampus seperti:
Pembantu pimpinan Kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan
mental. Selama di Ujung Pandang, beliau juga sempat melakukan penelitian
dengan tema” Penerapan kerukunan beragama di Indonesia timur” (1975) dan
“ Masalah wakaf Sulawesi Selatan” (1978).
Pada tahun 1980, Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan
pendidikan di almamaternya yang lama, Universitas Al-Azhar. Pada tahun
1982, dengan disertasi berjudul Nazhm Al-Durar li Al-Biqa’iy, tahqiq wa
Dirasah, beliau berhasil meraih gelar Doktor dalam ilmu-ilmu Al-Quar’an
dengan yudisium Summa Cum Laude disertai penghargaan tingkat I (mumtas
ma’a martabat al-syaraf al-‘ula).
Setelah kembali ke Indonesia, sejak tahun 1984, Quraish Shihab
ditugaskan di fakultas Ushuluddin dan Fakultas paska-Sarjana IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta. Selain itu, di luar kampus, beliau juga dipercayakan
untuk menduduki berbagai jabatan. Antara lain: Ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984); Anggota Lajnah Pentashih Al-Qur’an
Departemen Agama sejak tahun 1989, dan Ketua Lembaga Pengembangan.
Beliau juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi professional; antara
lain: Pengurus Penghimpunan Ilmu-ilmu Syari’ah; Pengurus Konsorsium
Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; dan Asisten
Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Di sela-sela
segala kesibukannya itu beliau juga terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di
dalam maupun luar negeri. Selain itu yang tidak kalah pentinganya Quraish
18
Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis menulis. Di surat kabar pelita, pada
setiap hari rabu dan menulis dalam rubrik “Pelita Hati”. Beliau juga mengasuh
rubrik “Tafsir Al-Amanah” dalam majalah dua mingguan yang terbit di
Jakarta, Amanah. Selain itu beliau juga tercatat sebagai anggota Dewan
Redaksi majalah ulumul Qur’an dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di
Jakarta. Selain kontribusinya untuk berbagai buku suntingan dan jurnal-jurnal
ilmiah, dan sudah banyak karya beliau yang di terbitkan sampai saat ini
(Shihab 1995:6).
B. Karya-karya yang telah di hasikan M. Quraish Shihab
Selain menjabat di berbagai istansi lembaga tertentu beliau juga
mempunyai aktifitas dalam bidang menulis beliau mempunyai banyak karya.
Meskipun dalam latar belakang keilmuanya beliau lebih dikenal ulama ahli
tafsir akan tetapi dalam karyanya beliau mempunyai banyak karya yang bukan
hanya fokus dalam bidang tafsir. Beliau juga berkarya menuliskan dalam hal
keagamaan yang menyangkut ibadah keseharian, fenomena budaya dan sosial
kemasyarakatan. Akan tetapi beliau tidak meninggslkan dari pendekatan
dalam bidang Al-Qur’an. Dibawah ini adalah beberapa karya beliau yang telah
dibukukan.
1. Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang, IAIN
Alauddin, 1984);
2. Menyingkap Tabir Ilahi; Asma al-Husna dalam Perspektif al-Qur'an
(Jakarta: Lentera Hati, 1998);
3. Membumikan al-Qur'an; Fungsi dan Kedudukan Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994);
4. Wawasan al-Qur'an; Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 1996);
19
5. Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'an (15 Volume,
Jakarta: Lentera Hati, 2003);
6. Logika Agama; Kedudukan Wahyu & Batas-Batas Akal Dalam Islam
(Jakarta: Lentera Hati, 2005);
7. Rasionalitas al-Qur'an; Studi Kritis atas Tafsir al-Manar (Jakarta: Lentera
Hati, 2006);
8. Menabur Pesan Ilahi; al-Qur'an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat
(Jakarta: Lentera Hati, 2006);
9. Sunnah - Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?; Kajian atas Konsep
Ajaran dan Pemikiran (Jakarta: Lentera Hati, Maret 2007);
10. M. Quraish Shihab Menjawab; 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda
Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, 2008);
11. M. Quraish Shihab Menjawab; 101 Soal Perempuan yang Patut Anda
Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, Maret 2010);
12. Membumikan al-Qur'ân Jilid 2; Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan
(Jakarta: Lentera Hati, Februari 2011);
13. Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, dalam sorotan Al-Quran dan
Hadits Shahih (Jakarta: Lentera Hati, Juni 2011);
14. Tafîr Al-Lubâb; Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-Qur'ân
(Boxset terdiri dari 4 buku) (Jakarta: Lentera Hati, Juli 2012).
C. Latar Belakang Penulisan Tafsir
1. Latar Belekang Penulisan Tsfsir
Pengambilan nama Al-Misbah pada kitab tafsir yang ditulis oleh
Quraish Shihab ditujukan agar tafsir tersebut berfungsi serupa dengan
makna Misbah yang berarti lampu, pelita, lentera atau benda lain yang
berfungsi sebagai penerangan bagi mereka yang berada dalam kegelapan.
Sehingga ia berharap tafsir yang ditulisnya dapat memberikan penerangan
dalam mencari petunjuk dan pedoman hidup terutama bagi mereka yang
20
mengalami kesulitan dalam memahami makna al-Qur’an secara langsung
karena kendala bahasa.
Tafsir al-Misbah adalah karya monumental Muhammad Quraish
Shihab dan diterbitkan oleh Lentera Hati. Tafsir al-Misbah diselesaikan
selama kurang lebih empat tahun oleh penulisnya. M. Quraish Shihab
memulai menulis di Kairo, Mesir pada hari Jum’at 4 Rabi’ul Awal 1420
H/18 Juni 1999 M dan selesai di Jakarta Jum’at 8 Rajab 1423 H/5
September 2003.
Niat awal menulisnya secara sederhana bahkan merencanakan
tidak lebih dari tiga volume, namun kenikmatan ruhani justru lebih
dirasakan ketika ia semakin mengkaji, membaca dan menulis tafsirnya
hingga tanpa terasa karya ini mencapai lima belas volume. Satu hal yang
membuat hati Quraish Shihab tergugah dan membulatkan tekad dalam
penyusunan kitab tafsirnya adalah ketika di Mesir ia menerima salah satu
surat yang ditulis oleh orang tak dikenal dan menyatakan bahwa: “Kami
menunggu karya ilmiah pak Quraish yang lebih serius.” (Shihab,
2003:Vol.15 h.penutup).
Tafsir al-Mishbah adalah sebuah tafsir al-Qur’an lengkap 30 Juz
lengkap. Penulis memberi warna yang menarik dan khas serta sangat
relevan untuk memperkaya khazanah pemahaman dan penghayatan umat
Islam terhadap rahasia makna ayat Allah swt.
2. Metode dan Sistematika Penulisan Tafsir Al Misbah
21
1. Metode Al-Tahlili
Dilihat dari metode yang digunakan dalam tafsir Al-Misbah,
M.Quraish Shihab menafsirkan menggunakan metode Al-Tahlili.
Metode Al-Tahlili menurut istilah metode tafsir yang menjelaskan
ayat-ayat Al-Qur’an dari seluruh aspeknya dan mengungkapkan
maksud-maksudnya secara terrinci sesuai urutan ayat dan surat Al-
Qur’an Mushhaf `Utsmani, (Budihardjo 2012:132).
Al-Tafsir al-tahlili adalah metode tafsir yang bermaksud
menjelaskan kandungan Al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Didalam
tafsir tahlili, mufasir mengikuti urutan ayat dan surat sebagai mana
yang telah disusun di dalam mushaf `Utsmani. Mufasir memulai
uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata yang di ikuti dengan
penjelasan mengenai arti global ayat. Mufasir juga mengemukakan
munasabah (korelasi) ayat-ayat dan menjelaskan hubungan maksud
ayat-ayat tersebut satu sama lain, membahas sabab-al nuzul (latar
belakang terunnya ayat) jika ada, dan menyampaikan dalil-dalil dariu
hasits, atau dari sahabat, dan atau dari para tabiin (Budihardjo
2012:132) dan segala segi yang di anggap penting oleh mufasir tajzi’iy
auat tahliliy diuraikan, bermula dari arti kosakata, asbab al-nuzul,
munasah, dan lain-lain yang kaitan dengan teks atau kandungan ayat.
Metode ini, walaupun dinilai sangat luas, namun tidak menyelesaikan
satu pokok bahasan, karena sering kali satu pokok bahasan diuraikan
sisinya atau keterkaitannya, pada ayat lain (Shihab 1995:86). Jadi
22
penafsiran dengan metode Al-Tahlili adalah menguraikan ayat dengan
mengemukakan arti kosa kata yang diikuti dengan penjelasan
mengenai arti global ayat. Selanjutnya dikemukakan korelasi ayat-ayat
dan menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut dati dengan
yang lain, membahas latar belakang terunnya ayat jika ada, dan
menyampaikan dalil-dalil dari hasist, atau dari sahabat, dan atau dari
para tabiin dan segala segi yang dianggap penting.
2. Metode Bil Ma’sur
Jika dilihat dari cara penafiran M. Quraish Shihab dalam kitab
tafsir Al-Misbah secara umum termasuk tafsir bil-ma’sur. Dalam
penafsiranya M. Quraish Shihab menafsirkan ayat dengan
pertimbangan ayat yang mendukung dan juga denagn menambahkan
penafsiran yang pernah di kemukakan oleh mufasir yang lain, sebagai
bahan penguat penafsiran dan banyak pula memasukan hadist yang
mendukung konteks dalam ayat yang ditafsirkan, untuk membuktikan
dan mempertimbangkan penafirannya.
Tafsir bil ma’sur sering juga disebut, ”bir-riwayah atau disebut
juga tafsir bin-naql karena tafsir bul-ma’sur adalah penafsiran Al-
Qur’an atau hadist atau ucapan sahabat untuk menjelaskan kepada
sesuatu yang dikehendaki Allah SWT. Dan dalam tafsir bil-ma’sur
sendiri terbagi menjadi tiga. Adakalanya penafsiran Al-Qur’an dengan
ayat Al-Qur’an, penafsiran Al-Qur’an dengan Hasist Nabi, dan
penafsiran Al-Qur’an dengan ucapan para sahabat.” (Ash-Shabuni
23
2001:99-100). Jadi penafsiran bil-ma’sur adalah cara menafsirkan ayat
dengan ayat, penafsiran ayat Al-Qu’an sengan Hadis Nabi, dan
penafsiran ayat Al-Qur’an dengan ucapan sahabat.
24
BAB III
DESKRIPSI PENELITIAN
A. Tafsir Al-Misbah Q.S Yusuf Ayat 20-29
1. Tafsir Ayat 20
Dan mereka menjualnya dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham
yang dapat dihitung dan mereka bukanlah orang-orang yang tertarik
hatinya.
Dalam tafsir Al-Misbah perjalanan para penemu Yusuf berfikir
panjang tentang anak yang di temukan itu. Benak kekhawatiran yang
muncul dalam benak mereka. Boleh jadi mata mereka tidak melihat
keistimewaan-keistimewaannya. Maka, ketika mereka sampai di Mesir,
mereka membawa ke pasar dan pembeli pun mereka temukan. Setelah
tawar-menawar, dan akhirnya mereka memnjualnya dengan harga yang
murah, yaitu beberapa dirham yang dapat di hitung dengan jari, yakni
sangat murah dan mereka bukankah orang-orang yang tertarik hatinya
kepada Yusuf. Mereka menjualnya dengan harga murah, khawatir orang
tuanya atau tuannya mencari dan menemukannya. Atau para pembelinya
menampakkan ketidaktertarikan agar harga dapat lebih murah dari yang
ditawarkan.
25
penafsiran kata (بخس) bakhs/murah. Dalam tafsir Al-Misbah
karya Quraish Shihab (2012:41) pada mulanya berarti kekurangan akibat
kecurangan, baik dalam bentuk mencela atau memperburuk, sehingga
tidak disenanngi, atau penipu dalam nilai atau kecurangan dalam
timbangan dan takaran dengan melebihkan atau mengurangi.
Dalam tafsir Nurul Quran (2005:463) dengan sendirinya ketika
seseorang menjual sesuatu dengan cepat dia tidak bias memperoleh harga
yang baik bagi barangnya. Dan di akhir ayat, Allah mengatakan dan
mereka merasa tidak tertarik kepada Yusuf.
Dalam tafsir ayat di atas menerangkan bahwa para penemu Yusuf
ingin membawa Yusuf ke Mesir untuk dijual. Karena para penemu Yusuf
khawatir jika orang tuanya akan menemukan Yusuf, Sehingga dengan
penawaran-penawaran Yusuf terjual dengan harga yang murah, yang
harganya tidak sesuai dengan harga yang pantas namun karena hal yang
mendesak tersebut ahirnya Yusuf terjual gengan harga yang sangat murah.
2. Tafsir Ayat 21
26
“Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada isterinya, "Berikanlah
kepadanya tempat yang baik, semoga dia bermanfaat kepada kita atau kita
jadikan dia sebagai anak." dan demikian pulalah Kami memberikan
kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi, dan agar Kami ajarkan
kepadanya penakwilan peristiwa-peristiwa. dan Allah swt. berkuasa
terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.
Yang membeli yusuf sebenarnya sangat bergembira dengan anak
yang dibelainya itu, baik penjualnya tidak senang atau pembelinya
berpura-pura tidak senang. Betapa dia tidak senang, seorang anak lelaki
yang tampan, yang ketampanannya dinilai telah menghimpun setengah
dari seluruh ketampanan, telah berada bersama dia. Belum lagi dengan
tutur bahasanya dan cahaya kesalehan kalau enggan berkata kenabian,
yang memancar dari wajahnya. Kegembiraan itu lebih besar lagi jika
ditambah dengan riwayat yang menyatakan bahwa dia (pembeli) itu tidak
dikaruniai anak.
Jika demikian, Yusuf diserahkan kepada istrinya, diperlakukan
dengan khusus oleh tuan rumah, dan ditugasi untuk melayani mereka
khususnya istri orang Mesir yang membelinya, atau Potifar, kepala
pengawal Raja itu. Allah swt. Berfirman menyangkut hal tersebut dan
sebagaimana kami atur perjalanan hidupnya sejak kecil hingga sampai
dibeli oleh orang Mesir itu, demikian pulalah kami memberikan
kedudukan yang baik kepada Yusuf di bumi, yaitu di Mesir, sehingga dia
dapat hidup tenang, terhormat, dan memeperoleh segala kebutuhannya,
27
dan kami anugrahkan kepadanya banyak hal yang lain sehingga agar pada
masanya nanti kami ajarkan kepadanya penakwilan peristiwa-peristiwa,
yakni penafsiran tentang makna mimpi dan dampak peristiwa-peristiwa
yang terjadi. Memang, ini suatu hal yang terlihat aneh karena bagaimana
bias menjalani hidupnya yang penuh duka itu berahir. Tetapi tidak ada
yang mustahil bagi Allah swt Tuhan pemilik dan pengatur alam raya, lagi
Maha Berkehendak dan Allah swt. Berkuasa terhadap urusan yang
dikehendaki-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui hakikat
tersebut.
Dalam tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab ayat ke 21
dijelaskan tentang kebahagiaan seseoranga yang membeli Yusuf karena
melihat dari tutur kata Yusuy dan cahaya kesalehan. Dan disebutkan
seseorang yang membeli Yusuf. Dalam perjanjian lama (kejadian,39:1)
”disebutkan bahwa pembelinya adalah kepala pengawal Raja, namanya
Potifar.” Dan seorang istri yang disebut oleh ayat ini dalam kitab-kitab
berbahasa Arab bernama (زليخا) Zalikha.”( Quraish Shihab 2012: 42 )
Dalam tafsir Jalalain karya jalalud-din al-Mahalli dan Jalalud-din
as-Suyuthi (1990:952) disebutkan bahwa orang Mesir yang membeli
Yusuf, dia bernama Qithfir Al Aziz, dan istrinya bernama Zulaiha.
Karena suka citanya itulah, setelah kembali ke rumah dan
memenuhi istrinya dan dia sendiri, bukan ajudannya, bukan juga pembantu
rumah tangga yang di perintahnya, orang Mesir yang membelinya itu
dengan hati berbung-bunga berkata langsung kepada istrinya yang tentu
28
tidak bias bertugas mengurus budak belina. Katanya kepada istrinya,
“berikanlah kepadanya tempat dan layanan yang baik agar dia betah dan
senang tinggal bersama kita. (M Quraish shihab 2012:41).
Keterangan dari tafsir-tafsir yang lain juga mendukung penafsiran
Quraish Shihab yang menerangkan kebahagiaan seorang yang membeli
Yusuf. Sebagaimana dalam tafsir Al-Maragi karya Ahmad Mustafa Al-
Maragi (1974:248) Semoga dia bermanfaat bagi kita dalam urusan-urusan
pribadi, bila ia telah melatih mengurus atau mengetahui sumber-sumber
atau cara-cara pengeluarannya, atau dalam urusan-urusan Negara pada
umumnya, tampak adanya tanda-tanda kecerdasan dan kecerdikan, atau
dia kita angkat dan kita dudukan sebagai anak, sehingga ia menjadi
pemandangan yang menyenangkan di samping harta dan kemuliaan kita,
apa bila telah dewasa dan telah tampak akalnya.
Dalam tafsir Ibnu Katsir (1989:844) orang mesir itu melihat tanda-
tanda baik dan kemaslahatan pada diri Yusuf. Dia berkata kepada
istrinya,”berikanlah kepadanya tempat yang baik. Mudah-mudahan dia
bermanfaat bagi kita atau kita pungut dia sebagai anak.
3. Tafsir Ayat 22
Dan tatkala dia mencapai dewasa, Kami anugrahkan kepadanya Hukum
dan ilmu. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada al-muhsinin.
Sungguh buta mata hati orang yang tidak melihat betapa dalam
pelajaran hidup Yusuf as, ini. Allah swt Maha kuasa, dia dibenci oleh
29
saudara-saudaranya, dilempar ke sumur di kala kecilnya, dipishkan dari
keluarganya, dijual sebagai hamba sahaya, tetapi justru dalam status
dianggap hamba itulah Allah swt, mengantarnya ketangga pertama
kesuksesan yang direncanakan Allah untuknya. Allah swt yang Kuasa
melaksanakan apa yang Dia kehendaki. Dan tatkala dia mencapai puncak
kedewasaannya, yakni kesempurnaan pertumbuhan jasmani serta
perkembangan akal dan jiwanya, Kami anugrahkan kepadanya hukum,
yakni kenabian atau hikmah dan ilmu tentang apa yang dibutuhkan untuk
kesuksesan tugas-tugasnya. Demikianlah Kami memberi balasan kepada
al-muhsinin, yaitu orang-orang yang mantap dalam melaksanakan aneka
kebajikan.
Kata (حكما) hukuma ada yang mempermasalahkanya dengan
hikmah. Kata ini diambil dari akar kata (حكم) hakama. Kata yang
menggunakan huruf-huruf ba’, kaf, dan mim berkisar maknanya pada
“menghalangai”, seperti hukum, yang berfungsi menghalangi terjadinya
penganiayaan. Hikmah antar lain berarti mengetahui yang paling utama
dari segala sesuatu, baik ide maupun perbuatan. Seseorang yang ahli
dalam melakukan sesuatu dinanai hakim. Hikmah juga diartikan sebagai
sesuatu yang bila digunakan atau diperhatikan akan menghalangi
terjadinya mudharat atau kesulitan yang lebih besar dan atau
mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar. Makna ini
ditarik dari kata hikamah yang berarti kendali karena kendali menghalangi
hewan/ kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan atau menjadi
30
liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari
hikmah. Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang buruk pun
dinamai hikmah, dan pelakunya dinamai bijaksana atau hakim.
Ada pun makna hukum dan ilmu yang dimaksud oleh ayat ini,
pastilah ia merupakan sesuatu yang mantap dan benar, tidak disertai oleh
kerguan, atau kekeruhan akibat nafsu atau godaan kerena keduanya adalah
anugrah Allah swt.
Kata (أشذّه) assyuddahu terambil dari kata ( ّأشذ) asyudd yang oleh
sementara pakar dinilai sebagai bentuk jamak dari kata ( شذّة ) saiddah atau
keras atau ( ّشذ) syadd. Kata tersebut dipahami dalam arti kesempurnaan
kekuatan. Berbeda ulama tentang usia kesempurnaan manusia. Ada nyang
menyatakan 20 tahun, tetapi kebanyakan menilai dari usia 33 tahun atau
35 tahun. Thabathaba’I memahami antara usia pemuda tanpa menentukan
tahun sampai dengan usia 40 tahun. Usia 40 tahun, menurutnya, adalah
puncak kesempurnaan kekuatan tetapi sebelum usia tersebut seseorang
telah mencapai kesempurnaan kekuatan. itu sebabnya, tulisannya, Allah
berfirman:
“sehiingga apabila dia telah mencapai asyudahu (kesempurnaan
kekuatan), dan mencapai empat puluh tahun” (QS. Al-Ahqaf [46]:15)
pengulangan kata (بلغ) balagha atau mencapai, menurutnya menunjukkan
bahwa usia empat puluh tahun adalah puncak kesempurnaan.”seandainya
pencapaian kesempurnaan baru pada usia empat puluh, tidak perlu ada
pengulangan kata mencapai.”
31
Thabathaba’i mengaitkan ayat ini dengan ayat yang akan datang
yang berbicara tentang rayu wanita, istri orang Mesit itu. Menurutnya
tidak kah tetap menentukan rayuan dan godaan wanita itu terjadi pada usia
33 tahun apalagi 40 tahun dan menjelang usia tua baru wanita itu tergoda
dan merayunya.
Alasan kedua Thabathaba’i, ini tidak dapat diterima jika kita
memahami bahwa ayat 22 ini tidak berhubungan dengan ayat yang akan
datang, sebagaimana penulis pahami. Ayat 22 ini berhubungan dengan
ayat yang dulu yang berbicara tentang kesudahan anugrah Allah swt,
kepada nabi Yisuf as.
Sayyid Quthub, sebagaimana disinggung sebelum ini,
memperkirakan usia Yusuf as, ketika dipungut kafilah sekitar 14 tahun,
usia yang masa ketika ia dibeli oleh orang Mesir. Adapun usia istrinya
ketika itu, Sayyid Quthub memperkirakannya sekitar 30 tahun. Ketika itu
mereka belum dikaruniai anak. Karena itu, dia mengharap semoga Yusuf
as, Dapat dijadikannya anak angkat. Keinginan semacam ini tidak
mungkin muncul kecuali setelah berlalu masa yang cukup panjang dari
perkawinan. Sang suami yang menjadi mentri ketika itu diperkirakan
berusia 40 tahun, sedang istrinya sekitar 30 tahun. Nah jika Yusuf as, saat
digoda ini sudah dewasa, ketika itu usianya sekitar 25 tahun dan wanita
Mesir itu sekitar 40 tahun. Usia 40 tahun merupakan usia kematangan,
keberanian, pengalaman, dan kemampuan melakukan tipu daya. Demikian
32
Sayyid Quthub. Berapa pun usia wanita itu, yang jelas dia menggoda
Yusuf as, sebagaimana akan terbaca pada ayat berikutnya.
Kata ( ينن س ح الم ) al-muhsinin adalah jamak ( نس ح الم ) al-muhsin. Ia
terambil dari kata ( انس ح ا ) ihsan. Menurut al-harrali, sebagaimana di kutip
al-Biqa’i, ada puncak kebaikan amal perbuatan. Terhadap hamba ihsan
tercapai saat seseorang memandang dirinya dari orang lain sehingga dia
memberi untuknya apa yang seharusnya dia beri untuk diriya. Sedangkan
ihsan antara hamba dengan Allah swt, Adalah leburnay diri sehingga dia
hanya “melihat” Allah swt. Karena itu pula ihsan antara hamba denagan
sesama manusia adalah bahwa dia tidak melihat lagi dirinya hanya melihat
orang lain dan tidak melihat dirinya pada saat beribadah kepada Allah, dia
itulah yang dinamai muhsin, dan ketika itu dia telah mencapai puncak
dalam segalanya.
4. Tafsir Ayat 23
Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf
untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu,
seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada
Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik."
Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.
Sekian lama sudah Yusuf as berada di kediaman orang Mesir itu.
Dari hari ke hari, semakin jelas kehalusan budinya dan keluhuran
33
akhlaknya, kegagahan dan ketampanan wajah pun semakin menonjol. Ia
ketika itu belum mencapai tiga puluhan. Apapun yang terjadi, dan
berapapun usianya, yang jelas istri seorang Mesir itu yang konon bernama
Zalikha atau Zulaikha, atau Ra’il melihat dan meperhatikan dari hari ke
hari pertumbuhan jasmani dan perkembangan jiwa Yusuf tidak mustahil
dia mengamati keindahan parasnya, kejernihan matanya, serta kehalusan
budinya. Tidak mustahil dia tidak bosan duduk bersamanya menayakan
ihwal hidupnya. Dari hari ke hari, perhatian itu semakin bertambah,
sejalan dengan pertumbuhan Yusuf as, dan suatu ketika, entah bagaimana,
sang istri sadar bahwa dia telah jatuh cinta kepada yusuf as.
Dari hari ke hari pula wanita bersuami itu semakin berani. Jika
pada mulanya isyarat-isyarat halus yang ditampakkannya, kini gerak dan
geriknya semakin jelas dan tegas. Setelah berkali-kali mencari perhatian
dan merayu, wanita yang merupakan istri orang Mesir itu yang dia yakni
Yusuf tinggal di rumahnya dan yang biasanya harus ditaati, paling tidak
karena jasa suaminya yang mengizinkan dia tinggal di rumahnya, wanita
itu menggodanya berkali-kali dengan menggunakan segala cara untuk
menundukkan dirinya, yakni diri Yusuf kepadanya, sehingga bersedia
tidur bersamanya. Dan, untuk tujuan itu, dia mempersiapkan diri dengan
dandanan sebaik mungkin, lalu dia menutup rapat pintu-pintu yang dapat
menuju tempat yang direncanakan dia berduaan dengan Yusuf. Dia
menutupnya dengan sangat rapat sehingga sangat sulit dibuka. Tabir-tabir
jendela pun pasti ditarik agar tak ada celah untuk siapa pun melihat.
34
Setelah itu, dia menemui Yusuf seraya berkata dengan penuh harap dan
rayu. ”marilah ke sini, laksanakan, laksanakan apa yang kuperintahkan,
”atau” Inilah aku siap untuk memenuhi keinginan-mu.” Sungguh Yusuf
tidak menduga situasi akan menjadi demikan. Kekasihnya, yakni Allah
swt. Yang tidak pernah luput dari ingatannya, kini tampil begitu jelas,
Anugerah-Nya yang sedemikian banyak pun muncul seketika dalam
benaknya. Boleh jadi, tampak juga di pelupuk matanya kebaikan dan jasa
tuan rumah, suami wanita yang mengajaknya itu. Dan seketika itu Yusuf
berkata singkat,” perlindungan Allah (maksudnya: Aku memohon
perlindungan Allah Yang Mahakuasa dari godaan dan rayuanmu).
Sungguh Dia adalah Tuhanku yang menciptakan aku, Dia yang
membimbing dan berbuat baik kepadaku dalam segala hal. Dia telah
memperlakukan aku dengan baik sejak dari kecil, ketika aku dibuang ke
dalam sumur, kemudian menganugerahkan kepada aku tempat yang sangat
agung di hati suamimu, sehingga dia menugaskan kepadaku apa yang dia
miliki dan mengamanahkannya untuk kupelihara. Bila aku melanggar
perintah Tuhanku dengan mengkhianati orang yang mempercayaiku,
pastilah aku berlaku zalim.”Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada
akan beruntung memperoleh apa yang diharapkannya.”
Tafsir kata (راودته) rawadathu terambil dari kata (راود) yang
asalnya adalah (راد) rada. Ia adalah upaya meminta sesuatu dengan lemah
lembut agar apa yang diharapkan dan enggan diberi oleh yang dimintai,
dapat diperoleh. Bentuk kata yang digunakan ayat ini mengandung makna
35
upaya berulang-ulang. Pengulangan itu terjadi karena langkah pertama
ditolak sehingga diulangi lagi, demikian seterusnya (M.Quraiah Shihab
2012:53).
Dalam tafsir Al-Maraghi karya Ahmad Mustafa Al-Maragi
(1992:252) kata (راودته) ditambah kalimat ( ردةم ر م ال ىل ع ) ‘ala-amri
Muradatan, ( دةعلى المرمر ,Rawadathu ‘ala-amri Muradatan ( راودته
meminta kepada Allah dengan cara meniru (membujuk) dalam tuntutannya
ia merayu-rayu bagai seorang penipu yang sangat berkeinginan.
Tafsir Kata (غلقت) ghallaqat terambil dari kata (غلق) ghalaqo yang
berarti menutup. Patron kata yang digunakan ayat ini mengandung makna
menutup dengan berulang-ulang sehingga sulit dibuka. (M.Quraiah Shihab
2012:54). Dan dalam tafsir Al-Maraghi karya Ahmad Mustafa Al-Maragi
(1992:255) kata ( اب غ لَّق ت ا آلب و Wanita menutup pintu-pintu dengan “ ( و
rapi yaitu, pintu perangkap, tempat kedua orang itu berada; dan pintu
ruang tamu yang ada didepan kamar-kamar pada rumah pembesar, atau
pintu-pintu luar rumah, atau barangkali masih banyak pintu lainnya.”
Kata (هيت) haita, dari segi bahasa, juga mempunyai banyak arti.
Cara membacanya pun berbeda-beda. Di samping yang disebut di atas, ada
juga yang membacanya hiyat atau hiitu dan haitu. Yang maknanya
kehendak agar mengikuti perintah. Ia dapat berarti berteriak memanggil
(M.Quraiah Shihab 2012:54). Dan kata (لك) laka yang disebut setelah kata
haita bertujuan untuk menegaskan bahwa perintah itu atau ajakan dan
36
kesiapn khusus itu diperuntukkan semata-mata untuk mitra bicara dalam
hal ini adalah Yusuf as (M.Quraiah Shihab 2012:55). Dalam tafsir Al-
Maraghi karya Ahmad Mustafa Al-Maragi (1992:253) kata ( هيت لك)
haita laka, kemarilah dating segera.
Thabathaba’i mengomentari dalam Tafsir Al-Misbah karya
M.Quraiah Shihab (2012:55) tentang kata (معاذ هللا) Ma’adza Allah, inilah
adalah tauhid yang murni yang dihasilkan oleh cinta ilahi sehingga
menjadikan dia lupa segala sesuatu bahkan melupakan dirinya sendiri,
sampai dia tidak berkata: Aku berlindung dari rayuanmu atau makna
semacamnya. Tetapi dia hanya berkata: “Ma’adza Allah/Perlindungan
Allah”.
Dalam pandangan penulis jika dilihat dari tafsir yang berbeda
mengenai kata (راودته) rawadathu tersebut menunjukan bahwa seseorang
wanita yang merayu Yusuf sangat berharap dengan Yusuf dan merayunya
dengan lemah lembut. Sebagaimana menurut tafsir Al-Kasysyas dalam
tafsir Al-Maraghi karya Ahmad Mustafa Al-Maragi (1992:255)
“wanita itu menipu Yusuf agar dia mau tunduk padanya.
Wanita itu melakukan perbuatan munipu terhadap korbannya, tentang
sesuatu yang tak ingin dia lepaskan dari tangannya. Namun penipu itu
berdaya upaya supaya dapat merampas barang itu dari korbannya.”
Dari penafsiran kata (هيت لك) di atas dapat di simpulkan bahwa
rayuan wanita kepada Yusuf untuk menegaskan agar Yusuf dengan segera
menghampirinya akan tetapi ketika menghadapi rayuan seorang wanita
37
tersebut Yusuf menjawab (معاذ هللا) Yusuf memohon perlindungan dari
Allah, dan melihat dari tafsiran di atas bahwa Yusuf meletakkan cintanya
kepada Allah, bukan kepada selainnya. Bahkan Yusuf secara langsung
meminta perlindungan kepada Allah.
Menurut Sayid Sabiq (1997:301) sikap Yusuf bahwa yusuf inin
tetap memelihara kehormatan dirinya, enggan melakukan kemaksiayan
dan menghindarkan dari perbuatan dari perbuatan hina, maka wanita itu
hendak melakukan kekerasan, seperti memukul atau menyakitinya.
Dalam ayat ke 23 di atas menceritakan peristiwa seorang yang
bernama Zulaiha menggoda Yusuf agar Yusuf tunduk dihadapanya untuk
menjalankan ajakannya dan agar Yusuf bersedia melayaninya untuk tidur
dengan wanita itu, dan wanita itu menjebak Yusuf dan menutup pintu-
pintu serta jendela-jendela dengan rapat agar Yusuf tidak dapat keluar
dari ruangan tersebut. Dan menggoda Yusuf serta memangilnya. Sedangka
Yusuf menolak dengan perlindungan kepada Allah, dan Yusuf menyebut
tuannya bahwa tuannya telah memperlakukan dengan baik maka Yusuf
tidak akan menghiyanatinya, dan Yusuf menyatakan orang-orang yang
zalim tidak akan beruntung. Pernayaan dalam ayat tersenut tidak akan
tergambar dalam fikiran kita bahwa Yusuf mempunyai maksud atau
keinginan melakukan keburukan dan kenistaan apalagi yang berbentuk
perbuatan zina. Yusuf justru menguatkan diri dari untuk tidak berbuatan
buruk.
5. Tafsir Ayat 24
38
“Sungguh wanita itu telah bermaksud dengannya dan dia pun telah
bermaksud dengannya andai kata dia tidak melihat bukti Tuhannya.
Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan
kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang
terpilih.”
Banyak sekali faktor lahiriah yang seharusnya menghantar Yusuf
as menerima ajakan wanita itu. Dia seorang pemuda yang belum nikah
yang mengajaknya adalah seorang wanita cantik lagi berkuasa. Kebaikan
wanita itu terhadap Yusuf as pasti banyak, dan perintahnya sebelum
peristiwa ini dan juga sesudahnya selalu diikuti Yusuf as. Wanita itu pasti
sudah berhias dan memakai wewangian, suasana istana pasti nyaman.
Pintu-pintu pun telah ditutup rapat. Gorden dan tabir pun telah ditarik.
Rayuan dilakukan berkali-kali bahkan dengan tipu daya sampai dengan
memaksa, yang mengakibatkan bajunya sobek. Boleh jadi Yusuf as.
sebagai seorang yang mengetahui seluk-beluk rumah dan kepribadian
wanita itu tahu bahwa kalaupun ternyata ketahuan oleh suaminya, sang
istri yang lihai itu akan dapat mengelak. Apalagi suaminya amat cinta
padanya. Namun, sekali lagi, semua faktor pendukung terjadinya
kedurhakaan tidak mengantar Yusuf tunduk pada nafsu dan rayuan setan.
Untuk menampik hal tersebut, Allah swt, dalam ayat ini
menegaskan bahwa sungguh Aku bersumpah, wanita itu telah bermaksud
39
dengan penuh tekad melakukan kedurhakaan dengannya karena tiada akal,
tiada pula moral atau agama yang membendungnya, hasratnya pun
meluap-luap, dan dia pun, yakni Yusuf as., anak muda yang tampan lagi
sehat bugar itu telah bermaksud juga melakukan sesuatu dengannya
andaikata dia tidak melihat bukti dari Tuhannya, yaitu hikmah dan ilmu
yang dianugerahkan kepadanya. Bukti yang bersumber dari Tuhannya
itulah yang menghalangi dia melakukan kehendak hatinya itu.
Demikianlah, yakni seperti itulah, Kami lakukan agar Kami memalingkan
dirinya dari kemunkaran zina dan kekejian yakni kedurhakaan.
Sesungguhnya dia, yakni Yusuf as., termasuk hamba-hamba Kami yang
terpilih sehingga setan tidak berhasil menundukkannya, (Shihab 2012:57-
58).
Dalam tafsir ayat 24 banyak ulama dan riwayat yang membahas tentang
ayat ini ( برهان ربّه) Burhana Rabbihi/bukti dari Tuhannya. Dari pendapat
yang ditulis al-Qurthubi dan dikuatkan oleh Rasyid Ridho dalam tafsir Al-
Misbah karya M.Quraiah Shihab (2012:57). Bahwa tekad wanita yang
disebut di sini bukan untuk melakukan perbuatan keji, tetapi untuk
membalas dendam setelah menyadari keengganan Yusuf as, memenuhi
keinginannya. Dia telah bermaksud memukul dan menciderai Yusuf as.
yang telah menghina sebagai tuannya dan pemilik istana. Dan masih
dalam tafsir Al-Misbah karya M.Quraiah Shihab (2012:57). Yang
diuraikan oleh Muhammad Sayyid Thanthawi dan Sayyid Quthub juga
40
berpendapat serupa. ”Wanita itu berkehendak melakukan suatu perbuatan
nyata, sedang Yusuf berkehendak dalam bentuk kehendak hati.”
Dalam Tafsir Al-Maragi karya tafsir Ahmad Mustafa Al-Maragi
(1992:253). Kalimat ( برهان ربّه) Burhanu Rabihi: bias jadi berupa
kenabian yang dating sesudah datangnya hukum dan ilmu yang telah
diberikan Allah kepadanya setelah Yusuf mencapai umur dewasa. Bias
juga berupa pengawasan dari Allah ta’ala, sedang dia melihat Tuhannya
tampak padanya dan dia memandang kepadanya.
Riwayat-riwayat ini muncul antara lain karena memahami kata (
ra’a burhana Rabbihi atau melihat bukti dari Tuhannya (رأى بر هانّه
dalam arti sesuatu yang bersifat material suprasional. Padahal ia tidak
harus dipahami demikian, bahkan kata melihat tidak harus dengan mata
kepala, tetapi dapat juga dengan mata hati dan, dengan demikian, ia berarti
menyadari atau mengetahui.
Kata (الفحشاء) al-fahsya’ adalah perbuatan yang sangat keji. Kata
ini digunakan al-Qur’an dalam konteks hubungan dua lawan jenis yang
tidak sah, dan dipahami dalam arti zina. Kalimat … ( إنّه من عبادنا
innahu min ibadina al mukhlasi, Sesungguhnya dia termasuk (المخلصين
hamba-hamba Kami yang terpilih merupakan pernyataan dari Allah swt.
menyangkut Yusuf as, sekaligus bukti bahwa setan tidak akan berhasil
memengaruhinya karena, seperti diketahui, iblis sendiri mengakui
bahwa,”Demi kekuasaan-Mu, aku pasti akan menyesatkan mereka
41
semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu al-Mukhlasin yang terpilih”
(QS.Shad [38]:82-83). Di atas telah dinyatakan bahwa Yusuf as, adalah
salah seorang hamba Allah SWT yang terpilih (Shihab, 2012:61).
6. Tafsir Ayat 25
Dan keduanya bersungguh-sungguh berlomba menuju pintu, dan wanita
itu mengoyak bajunya dari belakang, dan keduanya secara tidak terduga
menemukan tuan wanita itu di depan pintu. Dia berkata,”Apakah
pembalasan terhadap orang yang bermaksud buruk terhadap istrimu, selain
dipenjarakan atau siksa yang pedih?”
Wanita yang telah dikuasai oleh setan dan nafsu berusaha menahan
Yusuf agar tetap di kamar, sedang Yusuf as, berupaya keras untuk keluar.
Keduanya bersungguh-sungguh berlomba ingin saling mendahului menuju
pintu, yang ini bermaksud membuka dan menghindar, dan yang itu
bermaksud menghalanginya keluar. Walaupun pada mulanya Yusuf as,
selalu berada di depan atau satu per satu pintu berhasil dibukanya, karena
membuka pintu-pintu cukup sulit setelah sebelumnya ditutup rapat oleh
wanita itu maka akhirnya dan pada pintu terakhir, wanita itu berhasil
mengejar Yusuf as, dan menariknya, tetapi Yusuf tetap berupaya
menghindar sehingga wanita itu mengoyak bajunya memanjang ke bawah
dari belakang sesaat sebelum pintu dibuka oleh Yusuf as. Dan pada saat
itu juga keduanya secara tidak terduga menemukan tuan wanita itu, yakni
suami wanita itu. Rupanya suaminya mendengar suara atau sesuatu yang
tidak normal, atau setelah mencari istrinya di tempat biasa, dia tidak
menemukannya. Maka, dia menuju tempat yang di mana Yusuf biasa
berada. Dan ketika itulah dia menemukan juga, tanpa menduga, istrinya
42
dan Yusuf dalam keadaan yang sungguh memalukan itu. Dia, yakin wanita
itu tanpa ditanya, tanpa malu dan ragu, segera melemparkan tuduhan
kepada Yusuf dengan berkata, “Apakah pembalasan terhadap orang yang
bermaksud buruk, yakni melakukan hal yang tidak wajar, walaupun tidak
sampai berzina, terhadap istrimu selain dipenjarakan beberapa lama
dengan kesalahannya atau kalau tidak dipenjara, maka dihukum dengan
siksa yang pedih?
Kata (قدت) qaddat terambil dari kata (قد) qadda dalam arti
memotong secara memanjang. Yakni saat wanita itu merayu dan ditolak
Yusuf, sambil membelakanginya. Nah ketika itu dia memaksa dan
menarik bajunya dari belakang.
Dalam Al-Misbah karya M.Quraish Shihab (2012: 63) Kata (ألفيا)
al-faya adalah bentuk tungal dari kata (ألفى) alfa yaitu pertemuan dalam
keadaan khusus, tanpa diusahakan. Pada umumnya digunakan untuk
menggambarkan pertemuan secara tiba-tiba atau terjadi tanpa mengetahiu
asal usulnya. Thahir Ibn ‘Asyur dalam tafsir Al-Misbah karya M.Quraish
Shihab (2012: 63) memahami firman Nya: (وألفيا سيّدها) wa al-faya
sayyidaha, dan keduanya secara tidak terduga menemukan tuannya (yakni
suami wanita itu) sebagai satu isyarat yang sangat teliti dari redaksi ai-
Qur’an menyangkut sejarah. Kata (سيّذ) sayyid tidak digunakan oleh
orang-orang arab dalam arti suami.
Dalam tafsir Al-Maragi karya Ahmad Mustafa Al-Maragi
(1992:252) menafsirkan kalimat ( البابالدا لفيا سيّدهااو ) wa al-faya
sayyidaha ladalbab: “dan mereka berdua berpapasan dengan suami wanita
itu di sisi pintu.”
Dari tafsir dan dari sudut pandang tafsir yang berbeda maka dapat
di simpulkan bahwa ketika Yusuf menolak permintaan Zulaiha dan ketika
Yusuf Mulai membelakangi Zulaiha, Zulaiha menarik bajunya hingga
robek, sebagaiman “Kata (قدت) qaddat terambil dari kata (قد) qadda
dalam arti memotong secara memanjang. Yakni saat wanita itu merayu
43
dan ditolak Yusuf, sambil membelakanginya. Nah ketika itu dia memaksa
dan menarik bajunya dari belakang, (Shihab 2012:62). Dan segera Yusuf
dan Zulaihah berlomba-lomba berlari menuju pintu dengan tujuan yang
berbeda, Yusuf berlalri untuk membebaskan diri dari godaan Zulaiha.
Sedangkan Zulaiha berlari untuk menahan Yusuf agar tidak bias keluar,
dan ketika Yusuf sudah berusaha membuka pintu dengan kesulitannya,
dan Yusuf mendapati suami Zulaiha, sehingga Zulaiha melindungi dirinya
dengan cara menuduh Yusuf, dan mengancam agar di hukum.
“Selanjutnya, dia berkata (أن يسجن) an yusjana yang mengesankan
pemahaman untuk sementara, bukan untuk waktu yang lama.” (Shihab
2012:62).
7. Tafsir Ayat 26-27
Dia berkata, “dia menggodaku untuk memundukkab diriku (kepadanya).”
Dan seorang saksi dari keluaraga wanita itu memberikan kesaksian,” Jika
bajunya robek di muka, maka dia benar dan Yusuf termasuk para
pendusta. Dan jika bajunya robek di belakang, maka wanita itu yang telah
berdusta, dan yusuf termasuk orang-orang yang benar.
Tafsir di atas terbaca bahwa wanita itu segera menuduh Yusuf as.
Dan mengusulkan agar dia dijatuhi hukuman berat. Ketika pertama kali
mereka ditemukan oleh suami wanita itu, Yusuf as, terdiam, dia
menguasai emosinya, dia tidak menuduh atau menjelekkan wanita itu
demi menghormati suaminya. Tetapi setelah Yusuf as dituduh, barulah
dia membela diri, dia berkata, tanpa berteriak, “aku tidak pernah
44
bermaksud buruk kepadanya, justru aku menghormatinya, tetapi justru
dia yang bermaksud buruk, dia menggodaku untuk menundukkan diriku
kepadanya.”
Demikian suami wanita itu dihadapkan kepada dua orang yang
saling menuduh, pertama istri tercinta, dan kedua pemuda tampan yang
dianggap anak dan yang selama ini dikenal dan dipercaya sepenuh hati.
Kali ini, dia benar-benar bingung. Boleh jadi sepintas dia dapat
memberatkan wanita itu karena, seandainya Yusuf as. yang bermaksud
buruk, tentulah dia tidak ditemukan di pintu, tetapi ditempat lain,
katakanlah di pembaringan wanita itu, atau di tempat dimana wanita itu
biasa berada. Dan dalam kebingungan itu, tampil seorang saksi dari
keluarga wanita itu memberikan kesaksian. dia berkata. “jika engkau
melihat baju robek dimuka, maka dia (yaitu wanita itu) telah berkata
benar.” Karena benarnya ucapan seseorang belum tentu membuktikan
kesalahan yang lain, segera saksi itu meneruskan,” dan jika demikian itu
halnya, maka Yusuf as. berbohong bahkan dia termasuk kelompok para
pendusta.” Ini demikian karena sobeknya baju dari depan menunjukkan
bahwa Yusuf as, berhadapan untuk melecehkan wanita itu, tetapi wanita
itu menolaknya sehingga merobek bajunya.“dan jika engkau melihat
bajunya robek di belakang, maka wanita itulah yang telah berdusta, dan
Yusuf as. termasuk kelompok orang-orang yang benar.” Itu berarti
Yusuf as. Menghindar dan lari lalu dikejar olehnya dari belakang dan
45
memegangnya dengan kuat sehingga koyak bajunya memanjang ke
bawah, bukan kesamping.
Firman-Nya: (شهد شاهد من أهلها) syahida syahidun min ahlihal
seorang saksi dari keluarga wanita itu memberi kesaksian diperselisihan
oleh ulama siapa dia dan bagaimana dia hadir. Ada yang melukiskannya
dengan hal-hal yang bersifat aneh, seperti pendapat yang menyatak
bahwa dia adalah anak pamannya yang masih dalam buaian. Dalam
ringkasan tarsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib Ar-Rifa’i
(1999:849) Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubung dengan
firman Allah Ta’ala,”dan seseorang saksi dari keluarga wanita itu
memberikan kesaksian”, saksi itu adalah seorang anak kecil yang masih
ada dalam buaian. Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah, Hilal bin
Yasaf, al-Hasan, Said bin Jabir, adh-Dhahak bun Muzahim bahwa saksi
itu adalah anak kecil yang berada dalam rumah pendapat ini dipilih oleh
Ibnu Jarir. Sehubung dengan ini di dukung oleh hadis marfu’. Mak Ibnu
Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dari Nabi saw. (614),
س ف د ي و م ش اه ف ه غ اٌر ف ذ ك ر ه م ص ب ع ةٌ و لَّم أ ر ت ك
Ada empat anak kecil yang dapat berbicara. Kemudaian beliau menyebut
diantara mereka ialah saksi Yusuf.
Ada lagi yang berpendapat bahwa dia adalah seorang tua
bijaksana. Thabathaba’i menulis bahwa yang perlu diperhatikan di sini
adalah kesaksian yang disampaikan oleh saksi itu. Kesaksiannya
merupakan bersifat ‘aqliy (rasional) serta dalil yang berdasar pemikiran,
46
yang selanjutnya mengantar menuju pusat. Dan di sini menurut ulama
itu, apa yang disaksikan oleh saksi itu sepintas tidak wajar dinama
syahadah/ kesaksian karena kesaksian biasanya berdasarkan indra dan
semacamnya, atau paling tidak ia tidak berdasarkan pemikiran atau
pembuktian logika. Atas dasar itu, Thabathaba’i menilai bahwa tidak
mustahil kesaksian yang dimaksud adalah isyarat tentang suatu ucapan
yang lahir sepontan tanpa pemikiran dan, dengan demikian, ia dinamai
syahadah. Bukankah yang dinamai syahadah adalah yang tidak
berlandaskan pemikiran dan logika, demikian Thabathaba’i
menampilkan, penamaan pengucapan itu dengan syahid mendukung
riwayat yang menyatakan bahwa saksi yang dimaksud adalah bayi yang
masih dalam buaian. Dan ini merupakan semacam mukjizat yang
mengukuhkan Yusuf as, (Shihab, 2012:65).
Tafsir di atas dapat di simpulkan bahwa dalam pembahasan tafsir
pada ayat 26-27 membadahas tentang kesaksian, dan seseorang yang
bersaksi dalam tuduhanya, meski dalam hal seseorang yang
menyaksikan tidak diketahui secara pasti, akan tetapi dalam hal
kesaksiannya yang nenyatakan kebenaran sebagaimana yang terjadi, dan
seseorang yang bersaksi dari keluarga istri mengatakan sebagaimana
dalam firman-Nya yang artinya “Dan seorang saksi dari keluaraga
wanita itu memberikan kesaksian,” Jika bajunya robek di muka, maka
dia benar dan Yusuf termasuk para pendusta. Dan jika bajunya robek di
47
belakang, maka wanita itu yang telah berdusta, dan yusuf termasuk
orang-orang yang benar.”
8. Tafsir Ayat 28-29
“Maka tatkal dia melihat bajunya koyak di belakang, berkatalah dia,
sesengguhnya itu adalah bagian tipu daya kamu, sesunggauhnay tipu
daya kamu adalah besar.’ Yusuf, berpaling dari ini dan (engkau, hai
wanita )mohonlah ampun atas sodamu karena sesungguhnya engakau
termasuk orang-orang yang berdosa.”
Setelah mendengar ucapan saksi itu, sang suami memeriksa baju
Yusuf as, Maka, tatkala dia melihat bajunya robek memanjang di
belakang, berkatalah dia tanpa ragu, walau tanpa marah
besar,”sesungguhnya itu, yakin peristiwa yang terjadi ini, dan tuduhan
yang dituduhkan itu adalah bagian tipu daya kamu, wahai wanita, dan
sesungguhnya tipu daya kamu, khususnya dalam bidang rayu-merayu
adalah besar,”
Anda lihat cinta yang bersemi di hati suami terhadap istrinya
yang menodai kesucian rumah tangga itu masih demikian besar.
Amarahnya atas kesalahan istrinya itu tidak tampak dakam ucapannya,
bahkan dia tidak menuduhnya secara pribadi. …. Boleh jadi itu dinilai
oleh sang istri sebagai alasan pembenaran.
Setelah mengurusi istrinya, dia berpaling kepada Yusuf as. Yang
berdiri di dekatnya. Rasa iba terhadap pemuda itu tampak dari kata-
48
katanya. Dia tidak memanggilnya dengan kata “hai” yang mengesankan
kejauhan, dia memanggilnya denagn nama “Yusuf, berpalinglah dari ini,
yakni jangan hiraukan peristiwa ini. Anggap tidak pernah ada. Hubungan
kita tetep baik karena akau telah mengetahui bahwa engkau tidak
bersalah sedikitpun. Atau jangan ceritakan peristiwa ini kepada
siapapun.” Sikap ini harus diambil suami, karena nama baik keluarga
harus tetap terpelihara.
Selanjutnya, dia berpaling sekali lagi kepada istrinya sambil
berkata,”dan engkau, hai wanita, mohon ampunlah atas dosamu itu.
Semoga dengan permohonanmu itu engkau tidak terkena sanksi dari
Tuhan dan diriku. Mohon ampunlah karena sesungguhnya engkau
termasuk kelompok orang-orang berdosa yang wajar dijatuhi sanksi
karena dosa yang engkau lakukan bukan lahir karena kekhilafan, tetapi
engkau melakukannya dengan sengaja dan berencana lagi, tahu bahwa
itu adalah dosa.
Kata (الخاطيئن) al-khatbi’in adalah bentuk jamak yang
menunjukkan kepada pria yang tunggalnya adalah (الخاطىئ) al-khathi. Ini
berbeda dengan kata (المخطىئ) al-mukhthi yang berarti melakukan
kekhilafan tanpa sengaja atau karena tidak tahu. Dalam keadaan
demikian, seseorang tidak dinilai dosa. Adapun al-khathi’, ia adalah
yang melakukan kesalahan denagn sengaja dan direncanakan
sebelumnya.
Dalam tafsir ayat yang ke 28-29 menceritakan tentang kebenaran
yang didapati oleh seorang suami tentang kesaksian yang telah di bahas
pada ayat sebelumnya, dan dapat di simpulkan bahwa setiap keburukan
yang di simpan rapat-rata cepat atau lambat pasti akan diketahui.
49
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Nilai-Nilai Akhlak Dalam Surat Yusuf Ayat 20
Berdasarkan hasil analisis peneliti mendapatkan beberapa nilai akhlak yang
terkandung dalam Q.S Yusuf ayat 20-29 antara lain :
1. Nilai Akhlak Q.S Yusuf ayat 20
a. Sabar
Pada ayat 20 mengandung nilai akhlak sabar. Sabar kaitannya
dalam ayat ini adalah sabar akan ujian yang Allah berikan kepadanya.
Yusuf adalah anak dari nabi Ya’qub, atau bias dikatakan seorang
merdeka dari keluarga terhormat atau bukanlah seorang budak, akan
tetapi setelah peristiwa yang telah diterangkan bahwa Yusuf di buang
saudara-saudaranya ke dalam sumur sebagaimana ayat ke 15 “Maka
tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar
sumur (lalu mereka masukkan dia), dan (di waktu Dia sudah dalam
sumur)”, sampai setelah ditemukanlah oleh para kafilah, maka Yusuf
setelah itu di jual untuk di jadikan budak, dan Yusuf tetap sabar dalam
ujian tersebut. Itulah kesabaran Yusuf dalam menghadapi cobaan.
Sebagaimana sabar menurut Usman Alkhibawi dalam
Muhammad (1982:255-257) sabar dibagi menjadi tiga bagian:
Pertama, sabar terhadap bencana atau ujian yang sedang menimpa
50
kepadanya dengan tanpa mengeluh, disertai dengan keridhoan hati
terhadap ketentuan dari Allah. Kedua, sabar dalam menghadapi
kesulitan, demi untuk melakukan pengabdian kepada Allah. Ketiga,
sabar di dalam mempertahankan diri dari pada melakukan maksiat
pada Allah.
b. Rasa kekhawatiran melakukan keburukan
Akhlak yang terkandung dalam ayat yang ke 20 ketika para
penemu Yusuf merasa khawatir. Para penemu Yusuf merasa
kekhwatiran akan akibat yang diperbuatnya ketika akan menjual Yusuf
yaitu kekhawatiran akan orang tua jika mengetahui. Kekhawatiran ini
adalah rasa takut akan ketahuan atau diketeahui. Maka jika dilihat dari
peristiwa tersebut seharusnya manusia mempunyai rasa kekhawatiran
ketika melakukan perbuatan keburukan kekhawatiran dalam hal ini
adalah kekhawatiran akan akibat yang diperbuatnya kepada dirinya
dan orang lain, atau kekhawatiran akan balasan dari Allah. Seharusnya
setiap orang mempunyai rasa takut atau khawatir jika melakukan
perbuatan yang meragukan agar terhindar dari sesuatu yang belum
jelas kebolehannya.
2. Nilai Akhlak ayat 21 dan 22
a. Kemandirian
Setelah Yusuf dijual dan terbeli oleh pembesar mesir maka Yusuf
saat itu akan menghadapi permasalahan hidup yang baru ketika Yusuf
menjadi anak angkat seorang pembesar Mesir. Sebagainan dalam
51
firnan-Nya. "Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik,
boleh Jadi Dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut Dia sebagai
anak." Maka Yusuf akan dituntut sebagai seorang yang mandiri, dalam
kehidupan yang baru di rumah pembesar Mesir.
b. Rendah Hati
Dalam status sosialnya menjadi anggota keluarga pembesar
Mesir tidak akan membuatnya besar kepala dan tidak menjadikan
Yusuf sombong karena keadaan dan kemewahan yang ada dan
penghornatan seorang pembesar Mesir untuk menjadikan Yusuf
sebagai anak angkat.
Dengan demikian dari ayat Yang ke 21-22, dapat disimpulkan
bahwa dalam kaitannya nilai kemandirian dan rendah hati tersimpan nilai
kesabaran dalam menghadapi ujian yaitu ujian dalam bantuk kesulitan dan
ujian dalam bentuk kesenangan. Ujian dalam dalam bentuk kesenangan
berupa harta yang melimpah dan kedudukan.
3. Nilai akhlak ayat 23
c. Sabar
Nilai sabar yang terkandung dalam ayat 23 beda halnya dengan
nilai sabar dalam ayat 20-22 yang menunjukkan nilai kesabaran akan
ujian dari Allah yang berrupa kesulitan dan kesenangan. Namun dalam
ayat ini adalah nilai sabar dalam kaitannya untuk menahan dari dari
perbuatan maksiat dan sabar dalam meneguhkan niat untuk
ketaatannya kepada Allah.
52
Abu Bakar Jabir Al-Jazairi (2005:251) sabar artinya menahan
hawa nafsu ketika menghadapi hal yang tidak disukai, atau tahan
menghadapi hal yang tidak disukai dengan disertai semacam rasa
senag hati dan pasrah. Abdul Hamid Al-Balali (2003:46)
menyampaikan sabar adalah menghindar dari yang mengekang hawa
nafsu dan membuang-buang waktu (sabar) adalah obat utama dari
tingkatan jiwa lawaamah (yang menyesal) sampai pada jiwa yang
Muthmainnah (yang tenang).
Dari nilai pendidikan akhlak sabar tersebut adalah kaitannya
sabar dalam menahan hawa nafsu. Dimana dalam kisah Yusuf terlihat
ketika Yusuf menghindar dari kemaksiatan atau dari godaan yang
dilakukan oleh Zulaiha terhadapnya. Ketika Yusuf menolak dan
menjauh dari Zulaiha dari godaan tersebut dan bergegas lari untuk
meloloskan diri dan mendekati pintu. Itulah wujud kesabaran berupa
penolakan dalam berbuat burukan (berbuat zina) orang yang sabar
dalam hal ini menurut dalam terjemahan ‘Udatush-Shabirin Wa
dzakhiratisy-Syakirin karya Ibnu Qayyim Al Jauziah (1999:25 ) ”jika
bersabar dari syahwad kemaluan yang diharamkan, maka dinamakan
iffah (suci), dan kebalikannya adalah orang yang bejat pezina dan
pelacur.”
d. Ihsan
Selain nilai sabar di dalam ayat ini terkandung pula Ihsan, pada
diri Yusuf. Terlihat ketika Yusuf digoga dengan godaan Zulaikha dan
53
Yusuf segera meminta Perlindungan kepada Allah ﴾ع ا ذ هللا Ma’adza ﴿م
Allah “Aku berlindung kepada Allah”. dalam tafsir Al-Misbah karya
M.Quraish Shihab (2012:55) ketika Yusuf menghadapi wanita
tersebut, Yusuf as,” bukan dengan mengancam, tidak juga dengan
berkata; “aku takut kepada suamimu” atau “aku takingin
mengkhianatinya” atau “ aku adalah keteurunan para nabi dan orang-
orang baik” , Tetapi dia hanya berkata: “Ma’adza Allah, Perlindungan
Allah”.
Karena ketauhidan Yusuf yang sudah melekat pada diri Yusuf
sehingga Yusuf mengungkapkan kecintaannya pada Allah dengan
memohon perlindungan.
e. Tanggungjawab
Nilai bertanggungjawab ini terlihat ketika Yusuf mengemban
amanah karena telah di percara oleh tuannya, ketika Yusuf di goda dan
Yusuf meminta perlindungan kepada Allah, selanjutnya Yusuf
mengungkapkan dalam Firman-Nya ( اى ث و س ن م ب ّى أح innahu“ (ا نَّه , ر
rabbi ahsanmatswa, sesungguhnya tuanku telah memperhatikan aku
dengan baik”. Dalam ringkasan tafsir Ibnu katsir kayra Muhammad
Nasib Ar-Rifa’I (1989:855) bahwa; “orang-oramg pada saat itu
menggunakan kata rabb untuk menunjukkan majikan.”
Itulah wujud kesetiaan Yusuf dalam mengemban tanggungjawab
dan urusan yang telah diamanahkan padanya. Dan jika dilihat dari
Tafsir Al-Misbah katra M. Quraish Shihab (2012:53) wujud dari untuk
54
tidak menghiyanati juga di jelaskan “bila aku melanggar Tuhanku
dengan menghiyanati orang yang telah mempercayaiku pasti aku
berlaku zalim. Sungguh orang-orang yang zalim tidak akan beruntung
memperoleh apa yang diharapkan.
Dalam kenyataan tersebut juka dilihat dari zaman sekatang bayak
anak muda yang tidak memperdulikan perbuatan tidak baik ketika
diberikan amanah dari orang tuanya, sebagai contohnya seusia remaja
jika ke sekolah pasti berangkat sendiri tanpa diawasi orang tua, di
sisilain karena orang tua percaya pada anaknya. Tentang amanah yang
telah diberikan orang tua terhadap anak, bahkan orang tua percaya
anaknya bias menjaga diri dan berperilaku baik. Namun di zaman
sekarang ini sangat banyak seorang anak yang menghianati orang
tuanya dengan berbagai alasan ketika diluar awasan orang tuanya.
4. Nilai Akhlak ayat 24
a. Teguh pendirian
Penafsiran ayat yang ke 24 dalam Tafsir Al-Misbah katra M.
Quraish Shihab (2012:57) dijelaskan “Yusuf as adalah anak muda
yang tampan itu telah bermaksud juga melakukan sesuatu dengannya,
andaikata dia tidak melihat bukti dari Tuhannya, yaitu hikmah dan
ilmu yang dianugrahkan kepadanya. Bukti dari Tuhannya itulah yang
menghalang-halangi dia melakukan kehendak hatinya.
55
Dari penafsiran tersebut terlihat jelas nilai akhlak ketegihan hati
atau teguh pendirian, dimana Yusuf teguh dan kuat dalam menghadapi
cobaan yang Allah berikan dengan tidak melakukan kemaksiatan, dan
tetap menaati perintah Allah. Meski sebenarnya Yusuf juga
mempunyai maksud dengannya, manun karena Yusuf taat pada
Tuhannya dan diberikan petunjuk untuknya, maka Yusuf tidak
mempunyai kehendak dalam hatinya.
5. Nilai Akhlak ayat 25
a. Menghindar dan menolak dari berdua-duaan.
Yusuf setelah melihat bukti dari Allah. Maka Yusuf segera
menolaknya dan segera berlari dari tempat dimana wanita itu
merayunya.
Jika dilihat dari kisah ini bahwa, “Yusuf juga bermaksud
melakukan dengannya.” maka sebagaimana keterangan di atas sangat
mungkin orang biasa tergoda dengan godaan, jikala melakukan
berduaan antara laki-laki dan perempuan. Maka hal yang harus
dilakukan adalah menghindar dari perbuatan yang mendekati zina
dengan cara menghindar dari berdua-duaan.
Dalam islam sudah di jelaskan untuk untuk menjaga pandangan
menjauhkan diri dari zina Q.S al-Israa’ ayat 32 yang ditegaskan agar
manusia menjauh dari perbuatan zina:
56
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.
Q.S An-Nur ayat 30-30 yang menjelaskan tentang menjaga
pendangan dan menjaga kemaluan:
..الية .
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian
itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang mereka perbuat". “Katakanlah kepada wanita
yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kehormatannya”.
Ayat di atas memerintahkan kepada mukmin laki-laki dan
mukmin perempuan agar pandangan mata jangan dibiarkan, jangan
sampai pandangan mata liar tanpa ada pembatasnya dapat
menggulingkan kedalam lembah yang hitam (Muhammad,1982:123).
Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra :
57
لَّم ق ال : ا يَّا س ل ي ه و لَّى هللا ع ى هللا ع ن ه ا نَّ النَّب ىَّ ص ض ع ن ا ب ن ع بَّاٍس ر
ه وي ق ط ع ا ج أ ع ن الو اٍل: ي ذ ه ب الب ه ص ب ع خ ن ا ف ا نَّ ف ي ه ا ر الّز ق ك م و ز لّر
.)رواه الّطبرانى( د ف ى النَّار ل و ب ا لخ ج من و ي و ح ط الرَّ ي س خ و
Dari Ibnu Abbas ra. Sesungguhnya Nabi saw. bersabda: Awas,
jauhilah perbuatan zina., karena sesungguhnya perbuatan zina itu
terdapat empat unsur negatif, yaitu: menghilangkan keelokan paras
muka, dan terputus rizki dari Allah, dan: menjadikan kemurkaan
Tuhan yang bersifat pengasih dan menyebabkan kekal di dalam
neraka., ( HR. Thabrani) (Muhammad,1982:122).
Jika dilihat dari kisah Yusuf tersebut bahwa fenomena akhlak
remaja atau anak muda zaman sekarang sangat bertolak belakang
banyak anak muda yang kurang bergitu memperhatikan dan menjaga
batas-batas pergaulan antar laki-laki dan perempuan, bahkan bayak
juga yang sudah menganggap berdua-duaan antara laki-laki dan
perempuan adalah hal yang sudah biasa. Padahal dalam Al-Qur’an dan
Hadis sudah jelas diterangkan bahwa laki-laki dan perempuan tidak
boleh mendekati zina, dan diperintahkan pula setiap manusia untuk
menjaga pandangan dan menjaga kehormatan yang telah dimilikinya.
b. Sabar
Dalah ayat ini terkandung nilai Akhlak sabar sebagaimana
dalam ayat yang ke 20, yaitu sabar terhadap bencana atau ujian yang
sedang menimpa kepadanya dengan tanpa mengeluh, disertai dengan
keridhoan hati terhadap ketentuan dari Allah.
Kesabaran ini terlihat ketika Yusuf di lempari tuduha oleh
Zulaiha “apa balasan terhadap orang yang bermaksud buruk terhadap
58
istrimu, selain dipenjarakan atau siksaan yang pedih?”. Yang mana
dalam hal tesebut Yusuf terdiam dan menerima.
6. Nilai Akhlak ayat 26-27
a. Jujur
Nilai akhlak kejujuran dalam ayat ini adalah dimana Yusuf
sangat jujur dan tidak mengungkapkan kebohongan, “Orang yang jujur
adalah dia yang menyukai kejujuran dan senantiasa jujur lahir maupun
batin dari segala perkataan dan perbuatan. Muslim tidak hanya
memandang kebaikan jujur haya sebagai akhlak umat yang harus
dimilikinya, tetapi memandang lebih jauh dari pada itu bahwa
kejujuran adalah salah satu penyempurna iman sekaligus pelengkap
keislamannya.” (Jabir, 2015:228)
Yusuf mengungkapkan kebenarannya ketika Yusuf hendak
membela diri dari tuduhan yang telah dituduhkan kepadanya oleh
Zulaiha. Dengan berkata (د ت ن ى ع ن نَّف س ى او dia menyuruhku“ (ق ال ه ى ر
untuk menundukkan diriku” dari perkataan itu sangatlah jelas bahwa
Yusuf tidak berbohong dan ketika kesaksian dari keluarga wanita pun
tiba, maka secara gamblang ketika saksi menyampaikan kebenaran
dari alasan yang sangat masuk akal.
b. Tidak Pendendam
Yusuf bukanlah seorang yang pendendam, nilai ini terlihat
ketika Yusuf mendapati tuduhan, Yusuf membela dirinya di hadapan
59
tuannya dan saksi ia dengan berkata ”dia menggodaku untuk
menundukkan diriku (kepadanya).” Jika dilihat dari kebiasaan pada
umumnya seseorany yang di tuduh atau di fitnah mereka akan berontak
dan merasakan kedengkian sehingga menimbulkan rasa dendam atau
rasa untuk membalasnya dalam waktu yang sama ataupu dalam waktu
yang lain. Namun dalam peristiwa ini tidak ada rasa sedikitpun balasan
dari yusuf kepada Zulaihah dihadapan saksi kecuali hanyalah kalimat
pembelaan dari hadil kejujurannya.
7. Nilai Akhlak ayat 28-29
c. Kebijaksanaan
Peristiwa ini bermula ketika Zulaikha seorang isteri pejabat
pemerintahan di Mesir menggoda dan merayu Yusuf, sehingga Yusuf
mendapati robek bajunya ketika dia lari dari kejaran Zulaikha. Pada
saat itu, suami Zulaikha memergokinya dan mendatangkan saksi
terhadap kejadian tersebut. Yang mana dari hasil kesaksian tersebut
Yusuf divonis tidak bersalah. Walaupun Yusuf divonis tidak bersalah,
sebagai seorang kepala keluarga mengambil suatu kebijaksanaan untuk
menjaga keutuhan dan nama baik keluarga. Hal ini tercermin dalam
perkataan suami tersebut ketika berkata:
"Yusuf, berpalinglah dari ini, dan engkau (hai wanita)
mohonlah ampun atas dosamu..."
60
Apa yang diputuskan sang suami telah menyelesaikan
persoalan. Peristiwa ini, menurut Quraish Shihab, merupakan salah
satu peristiwa yang sering terjadi pada rumah-rumah keluarga
"terhormat" yang kurang memperhatikan tuntunan agama. Mereka tahu
dan menyadari bahwa perbuatan mereka buruk, tetapi di saat yang
sama mereka ingin tampil atau paling tidak diketahui sebagai keluarga
terhormat yang memelihara nilai-nilai moral. Karena itu kasus yang
seperti ini harus ditutup dan dianggap seakan tidak pernah ada,
(Shihab, 2012:66).
B. Relevansi Pendidikan Akhlak dalam Surat Yusuf Ayat 20-29.
Dari berberapa nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat
Yusuf ayat 20-29, bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Q.S Yusuf
ayat 20-29 sangat relevan untuk pendidikan pada masa sekarang. Pada
zaman ini banyak orang yang jauh dari nilai-nilai akhlak kusunya remaja
yang masih labil dalam pendidikan agama.
a. Nilai sabar
Dalam kaitannya pendidikan akhlak sabar masih relevan dengan
keadaan zaman ini. Dimana dalam pendidikan sabar ini untuk
menguatkan manusia dari sabar menghadapi ujian, sabar dalam
kesulitan, dan sabar dalam hal mempertahankan diri dari menjaga agar
tidak melakukan kemaksiatan pada Allah. Jadi pendidikan sabar akan
menunjukkan agar manusia dapat lebih tabah dalam menghadapi ujian
dan kesulitan serta dapat memberikan pentunjuk agar menjaga diri dari
kemaksiatan.
61
b. Khawatir berbuta keburukan
Kaitannya dalam nilai khawatir melakukan keburukan,
pendidikan ini sangat relevan diajarkan pada zaman saat ini karena
sudah banyaknya pelaku kemaksiatan yang orang lakuka sudah tidak
didasarkan dengan rasa khawatir akan dosa, atau tidak mempunyai rasa
malu dan tidak takut kepada Allah karena perbuatannya. Banyak orang
melakukan kejahatan dan tidak merasa khawatir akan akibat yang
diperbuatnya selain itu tidak takut bahwa perbuatan yang dilakukan
akan menimbulkan hal yang tidak baik. Maka dari itu nilai akhlak rasa
khawatir ini sangat baik untuk diajarkan karena jika manusia memiliki
rasa kekawatiran melakukan keburukan, maka bias menjaga dan
berfikir lebih lanjut jika ingin lelakukan keburukan dan berfikir akibat
jika melakukan keburukan, sehingga jika hal itu dapat memberikan
peringatan untuk tidak melakukan keburukan.
c. Kemandirian
Nilai kemandirian ini sangat relevan untuk diajarkan dan
diterapkan pada zaman saat ini karena kemandirian ini melatih
manusia menghadapi masalah, selain itu dalam hal kemandirian adalah
untuk melatih manusia berlaku dewasa baik dari kedewasaan secara
jasadiyah hablumminannas hubungan kepada manusia dan kedewasaan
dalam kaitannya ruhiyah yaitu hablumminallah hubungan peda Tuhan.
d. Rendah Hati
Nilai rendah hati sangat relevan untuk diajarkan dan diterrapkan
pada saat ini, nilai rendah hati dapat menghindarkan diri dari sifat
sombong selain itu karena kerendahan hati manusia dapat
menghormati orang lain meslipun kepada orang yang dalam setatus
62
sosialnya ekonomi lebih rendah. Maka nilai rendah hati ini jika
tertanam pada diri seseorang akan menjadikan seseorang mempunyai
rasa tenggang rasa dan mempunyai rasa belas kasih pasa sesamanya.
e. Ihsan
Nilai ihsan sangat relevan dizaman saat ini. Pendidikan ihsan ini
untuk meningkatkan kualitas ruhiyah dalam kaitannya mendekatkan
diri pada Allah dan merasakan kehadiran Allah. Sebenarnya nilai Ihsah
ini lebih tinggi dari nilai-nilai yang lain, karena jika nilai ihsan ini
telah tertanam pada diri manusia maka manusia tidak akan melanggar
dari nilai-nilai yang lain, karena kedekatan Allah pada dirinya.
f. Tanggungjawab
Nilai tanggung jawab masih sangat relevan untuk pendidikan saat
ini. Karena dalam nilai bertanggungjawab manusia dapat mengemban
amanah yang telah diamanahkannya. Jika dilihat dari zaman sekarang
banyak remaja yang menghiyanati orang tuanya, seperti banyak dari
kalangan pelajar yang berpura-pura sekolah tetapi justru main sana-sini
dan tidak jelas tujuannya, bahkan banyak juaga yang melakukan
kemaksiatan dan juga melakukan pergaulan bebas hingga
mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol, dan banyak juga
yang mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Hal tersebut hanyalah salah
satu contoh manusia yang tidak mengamalkan nilai tanggungjawa.
Maka pendidikan akhlah dalam kaitannya tanggungjawab sangat
penting untuk diajarkan agar manusia faham dan dapat mengamalkan
nilai tanggungjawab.
g. Teguh pendirian
Nilai teguh pendirian sangat relevan diajarkan dalam pendidikan
pada zaman sekarang, pendidikan teguh pendirian ini untuk
memantapkan manusia dalam kaitannya melakukan kebaikan, teguh
pedirian juga dapat membentengi dari pengaruh-pengaruh yang akan
menggoyahkah diri manusia. Sehingga jika seseorang anak memiliki
sikap teguh pendirian maka akan lebih mantab jika menetapkan
63
sesuatu keputusan, dan kuat dalam menanggung resiko yang akan
dihadapinya karena sudah memiliki dasar yang kuat.
h. Menghindar dari berdua-duaan
Nilai menghindar dari berdua-duaan, dalam hal ini antara lawan
jenis yang bukan mahromnya, nilai menghindar dari berdua-duaan ini
sangat relevan diajarkan dalam pendidikan saat ini, nilai ini sangat
mengurangi resiko melakukan kemaksiataan. Perbuatan berdua-duaan
adalah perbuatan yang dilarang Allah karena perbuatan ini adalah
perbuatan yang mendekati zina. Pada zaman ini banyak anak-anak
muda yang kurang begitu memperhatikan resiko berdua-duaan,
padahal dari berdua-duaan dapat menimbulkan keburukan, akan tetapi
mereka tetap melakukannya, bahkan banyak juga yang sudah tidak
merasa malu dihadapan umum.
i. Jujur
Nilai pendidikan jujur sangat relevan untuk pendidikan pada
zama sekarang. Nilai kejujurang adalah nilai yang menghindarkan dari
sifat bohong. Sifat Jujur merupakan tanda keislaman seseorang dan
juga tanda kesempurnaan bagi pemilik sifat itu. Di zaman modern ini
sifat jujur sangatlah dibutuhkan, disemua kalangan, jujur yang dimiliki
seseorang akan meneuntun kejalan yang benar. Jika seseorang
memiliki sifat jujur maka dirinya akan lebih bisa menjaga dari dan
menghindarkan didi dari berbohong. Maka dari itu kejujuran sangatlah
penting untuk diajarka pada siswa agar memiliki sifat kejujuran yang
dapay mengkontrol diri dari melakukan kebohongan.
j. Tidak Pendendam
Tidak pendendam atau sering disebut pemaaf, nilai pemaaf
sangat relevan untuk diajarkan dalam pendidikan saat ini karena nilai
pemaaf, dapat menghindarkan dari permusuhan kepada sesame
manusia sehingga jika seseorang memiliki sifat paemaaf maka akan
memperkecil kemungkinan mempunyai musuh.
64
k. kebijaksanaan
kebijaksanaan sangat relevan diajarkan pada saat ini kerena nilai
kebijaksanaan dapat melatih manusia untuk mempertimbangkan
keputusan dan dapat menambah kualitas pada manusia dalam
kaitannya menetapkan keputusan yang moderat.
Maka dapat ditarik kesimpukan betapa pentingnya nilai-nilai
pendidikan akhlak untuk diajarkan sebagail ilmu pendidikan terapan yang
saat ini sangat dibutuhkan bagi kalangan ramaja bahkan anak-anak, kerena
kelabilan remaja yang masih sangat minim akan ilmu akhlak
mengakibatkan mereka melakukan sesuatu hal yang terkadang tidak
disadari akibatnya. Banyak pula yang melakukan perbuatan yang tidak
baik secara tidak disadari bahwa perbuatan itu berdampak negatif dan
merugikan bagi dirinya dan orang lain. Selain itu juga banyak yang
melakukan perbuatan tidak baik dengan alasan penasaran, coba-coba, atau
disuruh teman, ataupun dari keinginan sendiri yang pada ahirnya juga
melakukan kesalahan.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpilan
Dari hasil kajian yang penulis lakukan terdapat dua kesimpulan yang
dapat diambil dan sekaligus menjadi jawaban dari rumusan masalah dari
skripsi ini, adapun kesimpulannya sebagai berikut:
1. Rangkaian kisah yang dipaparkan dalam Q.S Yusuf ayat 20-29
menyimpan nilai-nilai pendidikan akhlak yang sangat baik untuk di
pelajari dan dilakukan dalam kehidupan zaman sekarang, kususnya para
remaja yang masih labil akan penetahuan akhlad dan pendidikan agama.
Nilai-nilai yang spesifik dalam Q.S Yusuf ayat 20-29 antara lain:
Sabar, khawatir melakukan keburukan, kemandirian, rendah hati, ihsan,
tanggungjawab, teguh pendirian, menghindar dari berdua-duaan, jujur,
tidak pendengam, dan bijaksana.
2. Untuk menjawab dari rumusan masalah tentang bagaimana relevansi nilai-
nilai akhlak yang terkandung dalam Q.S Yusuf atay 20-29 pada tafsir Al-
Misbah Karya M. Quraish Shihab. Bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak
yang terkandung dalam Q.S Yusuf ayat 20-29 sangat relevan diterapkan
saat ini. Karena pada dasarnya tujuan dari pendidikan akhlak ialah untuk
membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam
bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat
bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Selain itu
semua lembaga pendidikan mempunyai tujuan untuk menciptakan
manusia yang berkualitas dengan segala bidang mulai dari prestasi
akademik, perilaku baik, budi yang baik, berkepribadian yang baik. Maka
nilai-nilai akhlak sangat baik untuk disampaikan sebagai ilmu pendidikan
dan dipraktikkan dalam pendidikan sebagai ilmu terapan yang dapat
diwujudkan dalam kehidupas sehari-hari. Sehingga tujuan pendidikan akan
terwujud dan dapat nenciptakan generasi yang berbudi dan berakhlak yang
baik.
66
B. Saran-saran
Saran yang ingin penulis sampaikan. Ditunjukkan kepada beberapa
pihak terutama kepada pihak yang menjalankan pendidikan. Pertama kepada
pendidik agar menggunakan kisah-kisah dalam Al-Qur’an sebagai contoh
kisah teladan. Seperti halnya kisah teladan dalam Q.S Yusuf. Karena
pendidikan dengan keteladanan entah dari kisah atau secara langsung, lebih
mudah untuk difahami. Yang kedua kepada orang tua, diharapkan bagi orang
tua agar membiasakan anaknya dalam berbuat baik dan berakhlak karimah
sejak masih usia dini. Karena orang tualah yang berperan penting dalam
pendidikan anaknya ketika di lingkungan di luar sekolah atau di luar lembaga
pendidikan. Sehingga akhlah dan perilaku baik anak sudah biasa dan sudah
menjadi karakter pada diri anak. Kepad orang tua juga bias menjadikan kisah
Yusuf yang ada dalam Al-Qur’an sebagai bahan referensi untuk pendidikan
anak-anakn
Daftar Nilai Satuan Kredit Kegiatan (SKK)
Nama : Taufiqurrahman Jurusan : Pendidikan Agama Islam
NIM : 111-12-002 Dosen P.A. : Drs. A. Bahrudin,M.Ag.
No Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Nilai
1 OPAK ( Orientasi pengalaman
Akademik dan Kemahasiswaan )
STAIN Salatiga, “Progresifitas
Kaum Muda, Kunci perubahan
Indonesia” oleh DEMA STAIN
Salatiga.
05-07
September
2012
Peserta
3
2 OPAK Jurusan Tarbiyah
“Mewujudkan Gerakan Mahasiswa
Tarbiyah Sebagai Tonggak
pendidikan Indonesia”. oleh STAIN
Salatiga.
08-09
September
2012
Peserta
2
3 Orientasi Dasar Keislaman(ODK)
STAIN Salatiga “Membangun
Karakter Keislaman Bertaraf
Internasiona Di Era Globalisasi
Bahasa”
10 September
2012
Peserta
2
4 Seminar Entrepreneurship dan
Perkoprasian 2012, tema “Explore
Your Entreoreneurship Talent” oleh
MAPALA MITAPASA dan KSEI
STAIN Salatiga.
11 September
2012
Peserta
2
5 Achicvment Motivation Training,
“Bangun Karakter Raih Prestasi”
oleh JQH dan LDK STAIN Salatiga.
12 September
2012
Peserta
2
6 LIBRARY USER EDUCATION
(Pendidikan Pemakaian
Perpustakaan) oleh UPT perpus
STAIN Salatiga.
13 September
2012
Peserta
2
7 IBTIDA’ LDK Darul Amal STAIN
Salatiga “Intelektual Muslim Muda
20-21
Genggam Dunia Gapai Ahirat”. Oktober 2012 Peserta 2
8 Islamic Public Speaking Training
(IPST) LDK STAIN Salatiga.
25 Oktober
2012
Peserta 2
9 Tabligh Akbar “Tafsir Tematik
Dalam Upaya Menjawab Persoalan
Israel dan Palestina” JQH STAIN
Salatiga.
1 Desember
2012
Peserta
2
10 Trening Kader 1 LDK Darul Amal
STAIN Salatiga “ Satukan Tekat
Untuk Membangun Karakter Umat”.
06-07 April
2013
Peserta
2
11 Bedah Buku “Sang Maha Segalanya
Mencintai Sang Mahasiswa” LDK
Darul Amal STAIN Salatiga.
24 Mei 2013
Panetai
2
12 MILAD XI LDK Darul Amal
STAIN Salatiga.
14 Juni 2013 Panetia 2
13 Gema ramadhan di kampus LDK
Darul Amal STAIN Salatiga
Pesantren Kilat di SMPN 1 Salatiga
tanggal 22-27 Juli 2013
28 Agustus
2013
Pemateri
4
14 Gema ramadhan di kampus LDK
Darul Amal STAIN Salatiga
Pesantren Kilat di SMPN 3 Salatiga
tanggal 29-31 Juli 2013
28 Agustus
2013
Pemateri
4
15 Training kader TEKAD II, LDK
Darul Amal STAIN Salatiga.
28 September
2013
Peserta 2
16 SK Pengurus LDK Darul Amal
STAIN Salatiga Masa Bakti 2014.
31 Januari
2014
Ketua Syi’ar
1
5
17 Training kader I LDK Darul Amal
STAIN Salatiga ”Mengembangkan
Diri Untuk Menjadi Mahasiswa
Muslim Berprestasi”.
15-16 Maret
2014
Panitia
3
18 Kismis dalam Forum Group
Discussion LDK Darul Amal
STAIN Salatiga “Haramkah Golput?
Pandangan Golput Dalam Islam”.
03 April 2014
Panitia
3
19 MILAD XII LDK Darul Aml
STAIN Salatiga “Membumikan
Cinta Allah Dalam Bingkai
Dakwah”.
14 Juni 2014
Panitia
3
20 Kajian Intensif Mahasiswa LDK
Darul Amal STAIN Salatiga
“Getarkan Ranadhan Dengan Hati
Yang Suci”.
27 Juni 2014
Panitia
3
21 Pesantren Kilat di SMPN 3 Salatiga,
SMPN 9 Salatiga, dan SMPN 10
Salatiga, 15-19 Juli 2014
19 Juli 2014
Pemateri
4
22 Gema Ramadhan Di Kampus
(GARDIKA) LDK Darul Amal
STAIN Salatiga
19 Juli 2014
Panitia
3
23 SK Orientasi Dasar Keislaman
(ODK), LDK Darul Amal Dan
ITTAQO STAIN Salatiga
9 Agustus
2014
Panitia
(Sie Dekdok)
3
25 Training Pembuatan Makalah LDK
Darul Amal STAIN Salatiga.
17 September
2014
Panitia
3
26 Training Kader 2 LDK Darul Amal
STAIN Salatiga.
27 September
2014
Panitia
3
27 Bedah Buku Membidik Bintang,
LDK Darul Amal STAIN Salatiga.
01 Oktober
2014
Panitia
3
28 IBTIDA’ 2014, LDK Darul Amal
STAIN Salatiga “Ikatan Bingkai
Cinta Dalam Titian Dakwah Menuju
Insan Kamil”.
18 Oktober
2014
Panitia
3
29 Diklat Mocroteaching, HMPS PAI
STAIN Salatiga.
08 November
2014
Peserta
2
30 Kajian Intensif Mahasiswa, LDK
Darul Amal STAIN Salatiga
“Fenomena Islam Di Salatiga”.
21 November
2014
Panitia
3
31 WORKSOP MENGHAFAL
CEPAT, Lembada Bimbingan dan
Pelatihan (RADHWA)
14 Desember
2014
Peserta
2
32 Worksop Nasional HMPS PAI
STAIN Salatiga “Sukses Akademik
Sukses Bakat Dan Hidup
Bermartabat Dengan Karya”.
16 Desember
2014
Peserta
8
33 INTERNATIONAL SMINAR on
the INAUGURATION of IAIN
Salatiga.
28 Februari
2015
Peserta
8
34 SK Pengurus LDK Fathir Ar Rasyid
IAIN Salatiga Masa Bakti 2015
17 Maret
2015
Sekertaris
Umum 1
6
35 Seninar SESORAH BAHASA
JAWA kegiatan MILAD XIII LDK
Fathir Ar Rasyid IAIN Salatiga.
07 Mei 2015
Panitia
3
36 Workshop Tilawah Nasional oleh
JQH Al-Furqan IAIN Salatiga, tema:
”Aktualisasi Nyata Syi’ar Islam
Dalam Bingkai Kresai Seni Islami”.
30 Mei 2015
Peserta
2
37 SK MILAD XIII LDK Fathir Ar
Rasyid IAIN Salatiga tahun 2015.
1 Juli 2015
Seksi
Perlengkapan
3
38 Pesantren Kilat LDK Fathir Ar
Rasyid IAIN Salatiga di SMP Negeri
3 Salatiga 9-11 Juli 2015
1 September
2015
Pemateri
4
39 Seminar HARI HAK UNTUK
TAHU SEBAGAI BASIS
PENGUATAN MASYARAKAT
SIPIL”, Komisi Informasi Provinsi
Jawa Tengah dengan Fakultas
Dakwah IAIN Salatiga.
22 September
2015
Peserta
2