Cover Industri Oleokim21 Profil Industri Oleokimia 2014
Profil Industri Oleokimia
Sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian, peran pemerintah dalam mendorong kemajuan sektor
industri ke depan dilakukan secara terencana serta disusun secara
sistematis dalam suatu dokumen perencanaan. Dokumen perencanaan
tersebut harus menjadi pedoman dalam menentukan arah kebijakan
pemerintah dalam mendorong pembangunan sektor industri dan menjadi
panduan bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam
pembangunan industri nasional.
Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) disusun sebagai
pelaksanaan amanat pasal 8 ayat 1, Undang-Undang No. 3 tahun 2014,
dan menjadi pedoman bagi pemerintah dan pelaku industri dalam
perencanaan dan pembangunan industri sehingga tercapai tujuan
penyelenggaraan Perindustrian. RIPIN memiliki masa berlaku untuk
jangka waktu 20 tahun, dan bila diperlukan dapat ditinjau kembali
setiap 5 (lima) tahun.
Di dalam RIPIN telah ditentukan 10 industri prioritas yang
dikelompokkan ke dalam industri andalan, industri pendukung dan
industri hulu sebagai berikut :
Industri Andalan 1. Industri Pangan 2. Industri Farmasi, Kosmetik
dan Alat Kesehatan 3. Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka
4. Industri Alat Transportasi 5. Industri Elektronika dan
Telematika (ICT) 6. Industri Pembangkit Energi Industri Pendukung
7. Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa
Industri Industri Hulu 8. Industri Hulu Agro 9. Industri Logam
Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam 10. Industri Kimia Dasar
Berbasis Migas dan Batubara
2 Profil Industri Oleokimia 2014
Kesepuluh industri prioritas tersebut merupakan bagian dari Bangun
Industri Nasional. Bangun industri nasional berisikan industri
andalan masa depan, industri pendukung, dan industri hulu, dimana
ketiga kelompok industri tersebut memerlukan modal dasar berupa
sumber daya alam, sumber daya manusia, serta teknologi, inovasi dan
kreativitas. Pembangunan industri di masa depan tersebut juga
memerlukan prasyarat berupa ketersediaan infrastruktur dan
pembiayaan yang memadai, serta didukung oleh kebijakan dan regulasi
yang efektif. Adapun bagan Bangun Industri Nasional bisa dilihat
seperti Gambar I.1. berikut.
Gambar I.1. Bangun Industri Nasional
3 Profil Industri Oleokimia 2014
Industri Oleokimia Dasar dan Kemurgi merupakan salah satu industri
hulu prioritas yang akan dikembangkan. Dalam RIPIN 2015- 2035,
industri hulu agro yang akan dikembangkan antara lain adalah
industri oleofood, oleokimia dan kemurgi. Industri oleofood yang
difokuskan untuk dikembangkan atau dibangun hingga tahun 2035
adalah olein; stearin; gliserol; Palm Fatty Acid Distillate (PFAD);
coco butter substitute; margarin; shortening; other specialty fats;
Specialty fats (coco butter substitute); tocopherol; betacaroten;
asam organik dan alkohol dari limbah industri sawit dan specialty
fats bahan tambahan pangan. Industri oleokimia yang difokuskan
untuk dikembangkan atau dibangun hingga tahun 2035 meliputi fatty
acids, fatty alcohols, Asam lemak nabati (fatty amine), methyl
estersulfonat (biosurfactant), biolubricant (rolling oils),
glycerine based chemical, Isopropyl Palmitate (IPP), Isopropyl
Myristate (IPM), Asam stearat (Stearic acid), Methyl esters,
Bioplastic (Polybetahydroxybutirate/PHB, Polyhydroxyvalerate/ PHV,
polylactate) berbasis limbah industri sawit; dan polymers turunan
minyak sawit. Sedangkan industri kemurgi yang difokuskan untuk
dikembangkan atau dibangun hingga tahun 2035 adalah Biodiesel
(Fatty Acid Methyl Ester/ FAME), Bioavtur (Bio jet fuel),
Biodiesel, Bioethanol, Biogas dari POME, Biomaterial untuk
peralatan medis, aromatic building blocks berbasis lignin untuk
sintesis obat/farmasi; dan Nano-cellulose derivatives, bio-based
fiber & polymers (carbon fiber, viscous), new generation of
biobased composite, secondary biofuel.
Gambar I.2 Produk CPO
Pada penulisan profil industri hulu agro ini, ruang lingkup
dibatasi pada industri Fatty Acids, Fatty Alcohol, Gliserol
(oleokimia dasar), dan biodiesel. Tujuan penulisan profil ini
adalah untuk memberikan informasi pada masyarakat dan pemangku
kepentingan bahwa industri hulu agro, khususnya industri oleokimia
dasar dan biodiesel, merupakan industri prioritas yang akan
dikembangkan, dan memberikan gambaran profil singkat mengenai
perkembangan industri tersebut di Indonesia.
4 Profil Industri Oleokimia 2014
II. FEEDSTOCK INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR DAN BIODIESEL
Feedstock atau bahan baku dari industri oleokimia dasar adalah
Crude Palm Oil (CPO). Indonesia adalah penghasil CPO kedua terbesar
di dunia. Perkembangan produksi CPO meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2009 tercatat produksi CPO Indonesia sebesar 19,3 juta
ton, dan meningkat pesat pada tahun 2013 menjadi 27,75 juta ton
atau naik sebesar 43,6 persen, dengan rata-rata kenaikan 9,52
persen per tahun, serta pertumbuhan tahun 2013 terhadap 2012 adalah
sebesar 6,65 persen. Provinsi Riau adalah provinsi penghasil CPO
terbesar dengan jumlah 6,6 juta ton pada tahun 2013, disusul oleh
Sumatera Utara dengan 4,4 juta ton, kemudian Kalimantan Tengah
dengan 2,98 juta ton.
Gambar II.1 Pertumbuhan Industri CPO Tahun 2013
Sumber : Data Ditjen Perkebunan Kementan
5 Profil Industri Oleokimia 2014
Dilihat dari pertumbuhan produksi CPO per provinsi, rata-rata
pertumbuhan tertinggi pada tahun 2013 terhadap 2012 didominasi oleh
Pulau Kalimantan. Kalimantan Timur mempunyai pertumbuhan produksi
CPO sebesar 14,2 persen, Kalimantan Barat sebesar 13,13 persen dan
Kalimantan Selatan sebesar 11,27 persen. Di Pulau Sumatera,
Provinsi Bangka Belitung memimpin pertumbuhan dengan 14,36 persen
disusul dengan Sumatera Barat dengan 10,04 persen. Pulau Sumatera
dan Kalimantan merupakan sumber utama produksi CPO, dan pulau
lainnya seperti Sulawesi dan Papua hampir tidak ada peningkatan
produksi. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel II.1.
Tabel II.1. Produksi CPO per Provinsi (Ton)
No Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013* Perubahan 2013/2012
1 Aceh 482.895 662.201 585.744 724.548 736.090 1,59 2 Sumatera
Utara 3.158.144 3.113.006 4.071.143 4.182.052 4.432.611 5,99 3
Sumatera Barat 833.476 962.782 937.715 960.969 1.057.440 10,04 4
Riau 5.932.310 6.358.703 5.736.722 6.421.228 6.629.864 3,25 5
Kepulauan Riau 187 13.367 14.501 14.546 15.332 5,4 6 Jambi
1.265.788 1.509.560 1.684.174 1.885.530 2.065.185 9,53 7 Sumatera
Selatan 2.036.553 2.227.963 2.203.275 2.603.536 2.737.324
5,14
8 Kepulauan Bangka Belitung
482.206 511.330 504.268 546.275 624.739 14,36
9 Bengkulu 602.735 689.643 862.450 871.463 930.249 6,75 10 Lampung
364.862 396.587 394.813 401.539 402.705 0,29 11 Jawa Barat 24.957
23.787 16.793 20.072 20.072 0 12 Banten 24.674 25.972 25.956 29.360
29.662 1,03 13 Kalimantan Barat 862.515 1.102.860 1.434.171
1.601.200 1.811.416 13,13 14 Kalimantan Tengah 1.677.976 2.251.077
2.146.160 2.771.268 2.984.841 7,71
6 Profil Industri Oleokimia 2014
No Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013* Perubahan 2013/2012
15 Kalimantan Selatan
424.309 698.702 1.044.492 1.164.672 1.295.945 11,27
16 Kalimantan Timur 553.834 800.362 805.587 1.092.483 1.247.616
14,2 17 Sulawesi Tengah 154.638 157.257 197.057 264.775 264.775 0
18 Sulawesi Selatan 30.949 32.849 33.456 46.409 46.409 0 19
Sulawesi Barat 314.520 285.157 244.446 246.765 247.021 0,1 20
Sulawesi Tenggara - - 15.113 24.520 24.520 0 21 Papua 33.533 84.349
73.865 74.032 74.032 0 22 Papua Barat 63.233 50.606 64.641 68.278
68.278 0
Total 19.324.294 21.958.120 23.096.541 26.015.518 27.746.125 6,65
Sumber : Ditjen Perkebunan Kementan *) Data Sementara
Produksi CPO dan CPKO di Indonesia tidak sepenuhnya untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri. CPO (HS 1511100000) dan CPKO (HS
1513211000) juga diekspor dan menghasilkan devisa negara yang
sangat menguntungkan. Provinsi Riau mengekspor CPO sebesar 2,57
juta ton, kemudian Lampung 1,35 juta ton. Ekspor yang tinggi dari
Lampung ini karena CPO yang diekspor berasal Sumatera Selatan,
Jambi, dan Bangka Belitung. Total produksi CPO yang diekspor turun
sejak tahun 2010. Pada tahun 2010, CPO yang diekspor adalah 1,34
juta ton, dan turun pada tahun 2011 dengan 1,1 juta ton, dan turun
lagi pada tahun 2012 dengan 626 ribu ton, dan kemudian turun lagi
pada tahun 2013 dengan ekspor sebesar 452 ribu ton. Dengan produksi
CPO yang meningkat pada tabel II.1 dan ekspor yang menurun pada
tabel II.2 menandakan bahwa konsumsi CPO dalam negeri meningkat.
Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa program hilirisasi dari CPO
berhasil, yang nanti akan diperlihatkan pada pada bab berikutnya.
Selengkapnya untuk data ekspor CPO dan CPKO dapat dilihat pada
tabel II.2.
7 Profil Industri Oleokimia 2014
Tabel II.2 Distribusi Ekspor CPO dan CPKO per Provinsi (Ribu
Ton)
No Provinsi 2010 2011 2012 2013 CPO 1 Sumatera Utara 1.877 1.594
1.196 879 2 Sumatera Barat 1.272 1.145 976 869 3 Riau 3.868 3.357
2.791 2.574 4 Jambi 168 117 13 5 Sumatera Selatan 98 48 6 Lampung
668 764 933 1.354
7 Kepulauan Bangka Belitung 170 150 135 46
8 Kepulauan Riau 169 190 390 210 9 Dki Jakarta 0 16 11 19 10 Jawa
Tengah 3 11 Jawa Timur 13 3 2 19 12 Kalimantan Barat 13 9 3 4 13
Kalimantan Tengah 306 170 72 16 14 Kalimantan Selatan 287 377 418
300 15 Kalimantan Timur 377 422 277 258 16 Kalimantan Utara 62 51
29 37 17 Sulawesi Utara 14 2 18 Sulawesi Tengah 23 9 5 19 Sulawesi
Barat 32 2 20 Papua 26
TOTAL CPO 9.444 8.424 7.253 6.585 CPKO 1 Sumatera Utara 262 167 84
54 2 Sumatera Barat 180 124 46 59 3 Riau 551 511 203 74 4 Jambi 50
21 16 5 Sumatera Selatan 55 18 18 3 6 Lampung 108 121 162 165
8 Profil Industri Oleokimia 2014
No Provinsi 2010 2011 2012 2013
7 Kepulauan Bangka Belitung 6 8 1
8 Kepulauan Riau 1 0 9 Dki Jakarta 1 10 Jawa Timur 35 18 11
Kalimantan Barat 2 12 Kalimantan Tengah 11 17 3 13 Kalimantan
Selatan 57 86 72 88 14 Kalimantan Timur 10 4 4 15 Kalimantan Utara
3 1 2 16 Sulawesi Utara 9 3 12 7
TOTAL CPKO 1.336 1.101 626 452 Sumber : BPS, diolah
Kemenperin
Luas Kebun Kelapa Sawit di Indonesia terus meningkat dari tahun ke
tahun terutama di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Pada tahun
2013 tercatat luas kebun kelapa sawit di Indonesia adalah 10 juta
hektar, meningkat 4,8 persen dari tahun 2012 yang seluas 9,57 juta
hektar. Perluasan kebun sawit yang signifikan terjadi di Provinsi
Lampung dengan pertumbuhan perluasan sebesar 13,26 persen, kemudian
Kalimantan Barat dengan 9,29 persen dan Kalimantan Selatan dengan
7,86 persen. Kebun sawit terluas terdapat di Provinsi Riau dengan
luas 2,13 juta hektar, Sumatera Utara dengan 1,24 juta hektar,
disusul Kalimantan Tengah dengan 1,03 juta hektar. Di Pulau Jawa
dan Sulawesi hampir tidak ada perluasan yang signifikan. Di Pulau
Jawa, terdapat perluasan kebun sawit di Provinsi Banten sebesar
4,99 persen menjadi 21 ribu hektar, dan di Pulau Sulawesi terjadi
perluasan kebun sawit di Sulawesi Barat sebesar 0,61 persen. Kebun
sawit di Sulawesi yang terluas adalah di Provinsi Sulawesi Tengah
dengan 112 ribu hektar. Selengkapnya untuk data perkebunan sawit
per provinsi dapat dilihat pada Tabel II.3.
Tabel II.3 Distribusi Kebun Kelapa Sawit per Provinsi
(Hektar)
No Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013* Perubahan 2013/2012
1 Aceh 313.745 329.562 354.615 363.660 374.323 2,93
9 Profil Industri Oleokimia 2014
No Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013* Perubahan 2013/2012
2 Sumatera Utara 1.044.854 1.054.849 1.175.078 1.192.466 1.240.934
4,06 3 Sumatera Barat 344.352 353.412 374.211 376.858 394.852 4,77
4 Riau 1.925.344 2.031.817 1.912.009 2.037.733 2.126.038 4,33 5
Kepulauan Riau 2.645 8.488 8.535 8.932 9.125 2,16 6 Jambi 489.384
488.911 625.974 687.892 722.095 4,97 7 Sumatera Selatan 775.339
777.716 820.787 821.391 865.596 5,38
8 Kepulauan Bangka Belitung
141.897 164.482 178.408 197.586 202.253 2,36
9 Bengkulu 224.651 274.728 299.886 309.723 322.989 4,28 10 Lampung
153.160 157.402 117.673 144.466 163.618 13,26 11 Jawa Barat 12.140
12.323 9.196 9.039 9.039 - 12 Banten 15.023 15.734 16.491 20.044
21.044 4,99 13 Kalimantan Barat 602.124 750.948 683.276 885.075
967.290 9,29 14 Kalimantan Tengah 1.091.620 911.441 1.003.100
1.024.973 1.026.820 0,18 15 Kalimantan Selatan 312.719 353.724
420.158 423.208 456.492 7,86 16 Kalimantan Timur 530.552 446.094
676.395 716.662 754.734 5,31 17 Sulawesi Tengah 65.055 55.214
95.820 112.661 112.661 - 18 Sulawesi Selatan 17.407 19.853 23.416
41.982 41.982 - 19 Sulawesi Barat 107.249 95.770 100.059 94.819
95.396 0,61 20 Sulawesi Tenggara 21.669 25.465 38.660 40.041 40.041
- 21 Papua 26.256 35.664 35.502 39.928 39.928 - 22 Papua Barat
31.142 21.798 23.575 23.575 23.575 -
Total 8.248.328 8.385.394 8.992.824 9.572.715 10.010.824 4,58
Sumber : Ditjen Perkebunan Kementan *) Data Sementara
10 Profil Industri Oleokimia 2014
III. RANTAI NILAI (POHON INDUSTRI) INDUSTRI OLEOKIMIA
Gambar III.1. Pohon Industri Hulu Agro berbasis Kelapa Sawit
11 Profil Industri Oleokimia 2014
Jika dilihat dari dari gambar III.1, dimana yang berwarna hijau
adalah industri yang telah ada di Indonesia, yang berwarna kuning
adalah industri yang sedang dibangun dan yang berwarna merah adalah
industri yang belum ada di Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa
hilirisasi harus dikembangkan pada industri berbahan baku fatty
acids. Industri hilir dari fatty acids yang dapat dikembangkan
adalah metalic salt ( Ba-oleat; Ca, Zn - palmilat stearat; Ca,
Mg–stearat; Al, Li stearat; Zn, Pb oleat); polyethoxylated
derivatives (palmitat/ethylene propylene oxide; stearat/ethylene
propylene oxide; oleic acid dimer ethylene propylene oxide);
oxygenated fatty acids/esther (epoxy stearic/octanol ester; epthio
stearin mono & polyhdric alcohol ester); processed fatty
alcohol (C16&C18 alcohol/sulphated; C16&C18
alcohol/ethoxylation; monogliserida ethoxylation); fatty acids
amides (stearamide; alkanolamides; suphated alkanolamide of
palmitat, stearic&oleic acids; dan oleamide). Sedangkan
industri yang sedang dibangun di Indonesia adalah beta karoten,
glyserol mono oleat dan food emulsifier.
Teknologi Proses Produksi Oleokimia Dasar Oleokimia adalah bahan
kimia yang diturunkan dari minyak atau lemak melalui proses
splitting trigliserida (triacylgliserol) menjadi turunan asam-asam
lemaknya dan gliserol. Proses tersebut dapat dilakukan secara kimia
maupun enzymatis. Keunggulan oleokimia dari petrokimia ialah bahwa
oleokimia adalah produk yang terbarukan, biodegradable, lebih aman
(tidak beracun). Oleokimia dasar yang banyak diproduksi antara lain
fatty acids, , fatty alcohols, fatty methyl ester, fatty amines dan
gliserol. Oleokimia dasar tersebut dapat diproses lebih lanjut
menjadi produk akhir yang mempunyai nilai lebih tinggi.
Produksi oleokimia dasar yang telah dilakukan dalam industri adalah
melalui proses termal, yaitu, melalui proses pemecahan lemak (fat
splitting), esterifikasi, transesterifikasi dan hidrogenasi (Gambar
III.2.). Alternatif lain untuk proses termal tersebut adalah reaksi
enzimatik yang memanfaatkan enzim lipase dari mikroorganisme
sebagai biokatalisator bagi reaksi penguraian minyak/lemak
(hidrolisis) menjadi gliserin asam-asam lemak murni. Kemudian asam
lemak hasil hidrolisis tersebut difraksinasi dengan cara
destilasi.Diagram proses pembuatan oleokimia dari minyak sawit
maupun inti sawit melalui proses splitting dapat dilihat pada
Gambar III.2.
12 Profil Industri Oleokimia 2014
Gambar III.2. Diagram proses pembuatan Oleokimia Dasar
Produksi fatty acids melibatkan pretreatment dengan asam phospat
untuk menghilangkan phosphatida. Umumnya untuk minyak inti sawit
tidak memerlukan pre-treatment, karena minyak tersebut relatif
bersih. Namun untuk minyak sawit mentah (CPO) diperlukan
13 Profil Industri Oleokimia 2014
proses pre-treatment untuk menghilangkan gum dan bahan padatan
lainnya. Selanjutnya minyak dilakukan splitting dengan menggunakan
demineralized water. Produk yang dihasilkan berupa campuran asam
lemak dan glyserin sekitar 15%. Campuran asam lemak dan gliserin
dimurnikan untuk menghilangkan warna, glyserida, bahan tak
tersabunkan dan asam lemak yang terpolimer dengan cara distilasi
atau pemisahan asam-asamnya dengan distilasi fraksinasi. Proses
hidrogenasi dapat juga dilakukan untuk menghasilkan asam lemak
jenuh dengan kualitas tinggi. Asam lemak tersebut diatas dapat
direaksikan lebih lanjut menjadi produk oleokimia dasar lainnya
seperti fatty methyl ester dan fatty alcohol. Pembuatan methyl
ester dapat melalui jalur esterifikasi yaitu reaksi antara asam
lemak dan methanol menggunakan katalis asam atau jalur
transesterifikasi antara minyak sawit dan methanol menggunakan
katalis basa. Transesterifikasi minyak menjadi methyl ester dapat
dilakukan dalam satu step atau dua step tergantung pada kualitas
bahan baku yang digunakan. Jika bahan baku mengandung asam lemak
bebas > 5% maka proses perlu dilakukan dalam dua step yaitu step
pertama merubah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak
menjadi esternya dan kedua merubah minyak netral menjadi fatt
methyl ester. Fatty alcohol dapat dibuat dengan mereaksikan fatty
methyl ester dengan hydrogen menggunakan katalis logam.
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut
transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati.
Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil esters
(biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk
samping. Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel antara lain
minyak nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang.
Sedangkan sebagai bahan baku penunjang yaitu alkohol. Pada ini
pembuatan biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi,
katalis dibutuhkan karena alkohol larut dalam minyak. Alkohol yang
digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah methanol,
namun dapat pula digunakan ethanol, isopropanol atau butyl, tetapi
perlu diperhatikan juga kandungan air dalam alcohol tersebut. Bila
kandungan air tinggi akan mempengaruhi hasil biodiesel kualitasnya
rendah, karena kandungan sabun, ALB dan trig;iserida tinggi.
Katalisator dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat
reaksi berlangsung, umumnya katalis yang digunakan bersifat basa
kuat yaitu NaOH atau KOH atau natrium metoksida. Blok diagram
proses pembuatan biodiesel dapat dilihat pada gambar berikut.
14 Profil Industri Oleokimia 2014
Gambar III.3. Blok Diagram Proses Biodiesel
IV. KONDISI SAAT INI INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR DAN BIODIESEL
Industri oleokimia dasar dan biodiesel dimasukan dalam kode KBLI
(Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) 20115. Deskripsi
lengkap industri yang dicakup dalam KBLI 20115 adalah Industri
Kimia Dasar Organik Yang Bersumber Dari Hasil Pertanian dengan
rincian sebagai berikut : Kelompok ini mencakup usaha industri
kimia dasar organik yang menghasilkan bahan kimia dari
15 Profil Industri Oleokimia 2014
hasil pertanian termasuk kayu dan getah (gum), seperti asam
formiat, asam asetat, asam citrat, asam benzoat, fatty acid, fatty
alkohol, furfural, sorbitol dan bahan kimia organik lainnya dari
hasil pertanian. Termasuk biofuel.
Pertumbuhan industri pupuk, kimia dan barang dari karet pada tahun
2013 tercatat sebesar 2,21 persen, lebih rendah daripada
pertumbuhan industri pengolahan non migas yang sebesar 6,10 persen
dan pertumbuhan ekonomi yang sebesar 5,78 persen. Akan tetapi hal
ini bukan merupakan sesuatu yang negatif mengingat pada tahun 2012,
pertumbuhan industri pupuk, kimia dan barang dari karet mencapai
double digit yaitu 10,50 persen. Rata-rata pertumbuhan per tahun
untuk industri pupuk, kimia&barang dari karet adalah 5,34
persen, masih lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan per tahun
untuk industri pengolahan non-migas dari tahun 2010-2013 yaitu
sebesar 6,09 persen. Pertumbuhan industri pupuk, kimia dan barang
dari karet dari tahun 2010 hingga 2013 dapat dilihat pada Tabel
IV.1.
Tabel IV.1. Pertumbuhan Industri Pupuk, Kimia& Barang dari
Karet (Persen)
Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013
Pupuk, Kimia & Barang dari karet 4,70 3,95 10,50 2,21
Industri Pengolahan Non Migas 5,12 6,74 6,42 6,10
Produk Domestik Bruto 6,22 6,49 6,26 5,78
Sumber : BPS
Nilai PDB industri pupuk, kimia dan barang dari karet adalah Rp.
230,2 triliun rupiah atau menyumbang 12,2 persen dari total PDB
Industri Non Migas pada tahun 2013, konstribusinya menurun
dibandingkan pada tahun 2012 yang menyumbang sebesar 12,6 persen
walaupun secara nilai PDB tahun 2012 lebih rendah dari tahun 2013
yaitu sebesar Rp. 216,8 triliun. Selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel IV.2.
16 Profil Industri Oleokimia 2014
Tabel IV.2. Nilai dan Kontribusi Industri Pupuk, Kimia & Barang
dari Karet terhadap Industri Non Migas
Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013
PDB Pupuk, Kimia & Barang dari karet (Rp. Miliar)
176.212,4 189.700,0 216.863,8 230.236,1
Kontribusi Pupuk, Kimia & Barang dari karet (persen) 12,7 12,2
12,6 12,2
Perkembangan investasi industri kimia dan farmasi meningkat
signifikan khususnya pada PMDN. Pada tahun 2012, nilai investasi
PMDN sebesar 5,07 triliun rupiah, meningkat menjadi 8,89 triliun
rupiah pada tahun 2013. Begitu pula dari sisi PMA dimana terjadi
peningkatan investasi, dimana tahun 2013 investasi PMA senilai 3,14
milyar USD meningkat 13,45 persen dibandingkan dengan tahun 2012
yang senilai 2,77 milyar USD. Rata-rata pertumbuhan investasi PMDN
per tahun adalah 48,42 persen dan investasi PMA per tahun adalah
62,39 persen. Selengkapnya untuk perkembangan investasi industri
kimia dan farmasi, baik PMA maupun PMDN dapat dilihat pada Tabel
IV.3
Tabel IV.3. Perkembangan Investasi Industri Kimia dan Farmasi
Lapangan Usaha Investasi Satuan 2010 2011 2012 2013 Industri Kimia
dan Farmasi
PMDN Rp Miliar 3.266,02 2.711,87 5.069,45 8.886,48
PMA US$ Juta 793,36 1.467,40 2.769,79 3.142,31 Sumber : BKPM,
diolah Kemenperin
Untuk mengetahui indikator ekspor dan impor, perlu kita ketahui
pengelompokan HS ke dalam komoditi oleokimia dasar dan biodiesel
seperti yang terlihat pada Tabel IV.4.
17 Profil Industri Oleokimia 2014
Tabel IV.4. Pengelompokan HS 2012 ke dalam Kelompok Oleokimia Dasar
dan Biodiesel
Komoditi HS12 DESKRIPSI
Fatty Acid 3823110000 Stearic acids 3823120000 Oleic acids
3823191000 Acids oil from refining
Fatty Alcohol 3823701000 Industry fatty alcohols in the form of wax
3823709000 Oth industry fatty alcohols in the form of wax
Gliserol 1520001000 Crude glycerol 1520009000 Glycerol waters &
glycerol lyes 2905450000 Glycerol
Biodiesel 3826009010 Fatty acid methyl ester (FAME)
Ekspor fatty acid mempunyai kecenderungan menurun pada tahun
2011-2013, pada tahun 2012 ekspor fatty acid mencapai 645,60 ribu
ton menurun dibandingkan pada tahun 2011 yang sebesar 685,52 ribu
ton, dan pada tahun 2013 menurun lagi sebesar 16,73 persen yaitu
sebesar 537,37 ribu ton. Pada tahun 2013, ekspor fatty alcohol
sebesar 259,78 ribu ton, naik 41,63 persen dibandingkan tahun
sebelumnya yaitu sebesar 183,41 ribu ton. Gliserol juga mengalami
kenaikan, jika pada tahun 2012 ekspor gliserol adalah sebesar
409,38 ribu ton, maka pada tahun 2013 meningkat menjadi 485,27 ribu
ton. Sedangkan Biodiesel meningkat dari 1,32 juta ton pada tahun
2012 menjadi 1,69 juta ton pada tahun 2013. Rata-rata pertumbuhan
ekspor fatty acid sebesar 3,52 persen, fatty alcohol sebesar 19,88
persen, gliserol sebesar 43, 18 persen dan biodiesel sebesar 27,72
persen. Untuk selengkapnya mengenai ekspor industri oleokimia dasar
dan biodiesel dapat dilihat pada Tabel IV.5.
Tabel IV.5. Perkembangan Ekspor Industri Oleokimia Dasar (Ribu
Ton)
Komoditi 2010 2011 2012 2013 Fatty Acid 516,11 685,52 645,60 537,57
Fatty Alcohol 156,13 188,13 183,41 259,78 Gliserol 170,86 291,20
409,38 485,27 Biodiesel 1.321,40 1.687,68 Total 843,10 1.164,85
2.559,79 2.970,30
Sumber : BPS, diolah Kemenperin
18 Profil Industri Oleokimia 2014
Dibandingkan dengan ekspor, maka nilai impor industri oleokimia
dasar dan biodiesel lebih rendah. Namun demikian, nilai impor
secara total dari oleokimia dasar dan biodiesel meningkat dari
tahun ke tahun. Total impor oleokimia dasar dan biodiesel pada
tahun 2013 adalah sebesar 48,65 ribu ton, meningkat dari tahun 2012
yang sebesar 27,87 ribu ton. Impor fatty Acid dan fatty alcohol
meningkat, fatty acid mengalami rata-rata kenaikan impor sebesar
118,93 persen karena kenaikan yang cukup tajam dari tahun 2013
terhadap tahun 2012. Sedangkan fatty alcohol mengalami kenaikan
sebesar 22,54 persen per tahun, namun demikian pertumbuhan tahun
2013 terhadap tahun 2012 untuk fatty alcohol terbilang cukup rendah
dibanding tahun sebelumnya yaitu 5,5 persen. Sementara itu, impor
gliserol dan biodiesel menurun, bahkan untuk tahun 2013, tercatat
tidak ada impor biodiesel. Data selengkapnya mengenai impor
oleokimia dasar dan biodiesel dapat dilihat pada Tabel IV.6.
Tabel IV.6. Perkembangan Impor Industri Oleokimia Dasar (Ribu
Ton)
Komoditi 2010 2011 2012 2013
Fatty Acid 5,45 5,05 5,62 25,45
Fatty Alcohol 11,45 14,26 19,62 20,70
Gliserol 7,79 14,24 2,53 2,50
Biodiesel 0,10
Sumber : BPS, diolah Kemenperin
Perusahaan-perusahaan besar yang merupakan pelaku utama (major
player) dari industri oleokimia dasar adalah PT. Musim Mas
(kapasitas 450.000 Ton/tahun; PT. Ecogreen (419.000 Ton/tahun); PT.
Nubika Jaya (150.000 Ton/tahun); PT. Wilmar Nabati Indonesia
(132.000 Ton/tahun); PT. Domba Mas (104.600 Ton/tahun); PT. Sumi
Asih 101.000 (Ton/tahun); PT. Cisadane Raya (100.000 Ton/tahun);
PT. Soci Mas ( 88.000 Ton/tahun); dan PT. Flora Sawita (55.100
Ton/tahun). Sehingga, total kapasitas terpasang untuk industri
oleokimia dasar pada tahun 2013 adalah 1.599.700 Ton/tahun.
19 Profil Industri Oleokimia 2014
Sedangkan pemain besar atau major player dari industri biodiesel
adalah PT. Wilmar Bioenergy Indonesia Dumai , Riau (1.300.000
Ton/tahun); PT. Wilmar Nabati Indonesia Gresik, Jatim (1.300.000
Ton/tahun); PT. Musim Mas Batam, Kepri (615.000 Ton/tahun); PT.
Ciliandra Perkasa , Dumai Riau (250.000 Ton/tahun); PT. Cemerlang
Energi Perkasa, Dumai Riau (250.000 Ton/tahun); PT. Musim Mas Medan
( 235.000 Ton/tahun); PT. Pelita Agung Agri Industries Bengkalis
Riau (200.000 Ton/tahun); PT. Multi Biofuel Indonesia, Kalsel
(160.000 Ton/tahun); PT. Darmex Biofuels, Cikarang Jabar (150.000
Ton/tahun); PT. Anugerah Inti Gemanusa, Gresik Jatim (120.000
Ton/tahun); PT. Sumi Asih Oleo Chem, Bekasi Jabar (100.000
Ton/tahun). Total kapasitas terpasang untuk industri biodiesel pada
tahun 2013 adalah 4.977.000 Ton/tahun.
Gambar IV.1. Sebaran Industri Oleokimia Dasar (Sumber : Ditjen IA,
Kemenperin)
20 Profil Industri Oleokimia 2014
Gambar IV.2. Sebaran Industri Biodiesel (Sumber : Ditjen IA,
Kemenperin)
Dari jumlah perusahaan industri penghasil produk oleokimia dasar
dan biodiesel di atas, baru satu perusahaan yang melakukan
verifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang sertifikatnya
masih berlaku pada tahun 2014 seperti tampak pada Tabel IV.7.
berikut.
21 Profil Industri Oleokimia 2014
Tabel IV.7. TKDN Produk Oleokimia Dasar dan Biodiesel
No Nama Perusahaan Jenis Produk Spesifikasi Nilai TKDN (%)
1 PT. CEMERLANG ENERGI PERKASA Biodiesel CFPP 14°C Max, POME (Palm
Oil Methyl Ester)
90,17
2 PT. CEMERLANG ENERGI PERKASA Biodiesel CFPP 18°C Max, PSME (Palm
Stearin Methyl Ester)
90,12
3 PT. CEMERLANG ENERGI PERKASA Biodiesel CFPP 12°C Max, PLME (Palm
Olein Methyl Ester)
89,65
V. PERMINTAAN (PELUANG INVESTASI) INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR DAN
BIODIESEL
Gambar V.1. Prediksi Konsumsi Fatty Acid Dunia tahun 2022 (Sumber :
Frost and Sullivan)
Pada tahun 2022 diperkirakan konsumsi dunia untuk fatty acid
meningkat sebesar rata-rata 4 persen pertahun (Compund Annual
Growth Rate (CAGR)). Pertumbuhan konsumsi fatty acid tertinggi
adalah di Asia dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 5,9
persen. Jika pada tahun 2011 konsumsi fatty acid di Asia sebesar 3
juta ton, maka pada tahun 2022 konsumsi fatty acid diperkirakan
sebesar 5,5 juta ton. Pertumbuhan
23 Profil Industri Oleokimia 2014
konsumsi fatty acid di Amerika dan Eropa pada tahun 2011 adalah
sebesar 1,3 juta ton dan diperkirakan meningkat pada tahun 2022
menjadi 1,5 juta ton. Sedangkan untuk bagian dunia lainnya,
konsumsi fatty acid adalah sebesar 1 juta ton pada tahun 2011 dan
diperkirakan meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7
persen pertahun sehingga konsumsi fatty acid di bagian dunia
lainnya selain Amerika Utara, Eropa dan Asia adalah sebesar 1,8
juta ton. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar V.1.
Gambar V.2. Prediksi Konsumsi Fatty Alcohol Dunia tahun 2022
(Sumber : Frost and Sullivan)
24 Profil Industri Oleokimia 2014
Pada tahun 2022 diperkirakan konsumsi dunia untuk fatty alcohol
meningkat sebesar rata-rata 4 persen pertahun (Compund Annual
Growth Rate (CAGR)). Pertumbuhan konsumsi fatty alcohol tertinggi
di Asia adalah di India dan China. Pertumbuhan konsumsi fatty
alcohol di India diperkirakan 10 persen pertahun, jika pada tahun
2011 konsumsi fatty alcohol India adalah 76 ribu ton maka pada
tahun 2022 diperkirakan konsumsi fatty alcohol sebesar 235 ribu
ton. Di China, pada tahun 2011 konsumsi fatty alcohol sebesar 380
ribu ton maka pada tahun 2022 diperkirakan sebesar 878 ribu ton
dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 8,9 persen. Di Eropa,
pada tahun 2011 konsumsi fatty alcohol sebesar 653 ribu ton dan
pada tahun 2022 diperkirakan menjadi 736 ribu ton. Pertumbuhan
konsumsi fatty alcohol di Amerika diperkirakan 0,9 persen pertahun
sehingga pada tahun 2022 konsumsi fatty alcohol di Amerika Utara
sebesar 641 ribu ton. Sedangkan untuk bagian dunia lainnya,
konsumsi fatty alcohol adalah sebesar 50 ribu ton pada tahun 2011
dan diperkirakan meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7
persen pertahun sehingga konsumsi fatty alcohol di bagian dunia
lainnya (selain Amerika Utara, Amerika Selatan, India, China,
Jepang dan Asia Tenggara) sebesar 104 ribu ton. Selengkapnya dapat
dilihat pada Gambar V.2.
25 Profil Industri Oleokimia 2014
PT. Darmex Biofuels, Dumai, Riau (Juli 2015)
401.500 MT/th
Medan Sumut (Desember 2015) 140.000 MT/Th
• Rencana Tambahan Kapasitas s.d. 2015: 2,322 Juta Ton/th
• Proyeksi Total Kapasitas s.d. Tahun 2015: 7,319 Juta Ton/th
PT. Bits Energy Kaltim (Desember 2014)
100.000 MT/Th
100.000 MT/th
160.000 MT/Th
PT. Indo Biofuels Energy, Kalbar (Agustus 2014)
100.000 MT/Th
PT. Oleokimia Sejahtera Mas, Dumai Riau (Desember 2015) 500.000
MT/Th
PT. Nusa Energy Kaltim (Agustus 2014)
100.000 MT/Th
Gambar V.3. Rencana Pengembangan Kapasitas Industri Biodiesel
(Sumber : Ditjen IA, Kemenperin)
Industri oleokimia dasar dan biodiesel berkembang signifikan di
Indonesia, hal ini dibuktikan dengan rencana penambahan kapasitas
produksi untuk industri biodiesel pada tahun 2015. Direncanakan
pada tahun 2015, kapasitas industri biodiesel ditingkatkan sebesar
2,322 juta ton/tahun, sehingga proyeksi total kapasitas industri
biodiesel berbahan dasar kelapa sawit pada tahun 2015 adalah
sebesar 7,319 juta Ton/tahun.
26 Profil Industri Oleokimia 2014
VI. KESIMPULAN
1. Luas perkebunan kelapa sawit sebagai potensi sumber daya alam
untuk industri oleokimia dasar dan biodiesel meningkat dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2013 luas kebun kelapa sawit di Indonesia
sebesar 10 juta hektar atau naik 4,58 persen dari tahun
sebelumnya
2. Produksi CPO Indonesia sebagai feedstock industri oleokimia
dasar dan biodiesel meningkat sebesar 6,65 persen pada tahun 2013
dari 26 juta ton pada tahun 2012 menjadi 27,75 juta ton pada tahun
2013.
3. Permintaan fatty acid dan fatty alcohol diperkirakan naik dengan
rata-rata pertumbuhan konsumsi pertahun sebesar 4 persen hingga
tahun 2022.
4. Dengan potensi yang dimiliki Indonesia untuk industri oleokimia
dasar dan biodiesel serta permintaan dunia yang terus meningkat
maka tidak mengherankan bahwa Industri ini menjadi industri
prioritas yang akan dikembangkan di Indonesia, sesuai dengan
Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional, dengan memperkuat
struktur industrinya
Cover Industri Oleokimia 1
2. Profile Industri Oleokimia