i
OPERASI DAN PEMELIHARAAN
PADA DRAINASE SISTEM POLDER
Dr. Henny Pratiwi Adi, ST., MT.
Prof. Dr. Ir. S. Imam Wahyudi, DEA
UNISSULA PRESS
ii
Judul:
Operasi dan Pemeliharaan pada Drainase Sistem Polder
Penulis:
Dr. Henny Pratiwi Adi, ST, MT.
Prof. Dr. Ir. S. Imam Wahyudi, DEA
Penyunting:
Tim UNISSULA PRESS
Desain sampul dan tata letak:
Dwi Riyadi Hartono
Dimensi: 23 x 15,5 Cm
Jumlah halaman:
124
ISBN: 978-623-7097-86-0
Cetakan Pertama: 3 Desember 2020
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Penerbit:
UNISSULA PRESS
Universitas Islam Sultan Agung
Jl. Raya kaligawe KM. 4 Semarang (50112)
Jawa Tengah Indonesia
Telp (024)6583584
Fax.(024)6582455
Anggota asosiasi:
IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia)
APPTI (Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia)
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT
yang senantiasa melimpahkan taufik, rahmat serta hidayah-Nya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan buku yang berjudul
OPERASI DAN PEMELIHARAAN PADA DRAINASE SISTEM
POLDER.
Buku ini merupakan salah satu luaran dari beberapa penelitian
yang telah dilakukan dengan pendanaan penelitian dari Kemenristek
BRIN. Buku ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan bagi
mahasiswa dan khalayak umum untuk mengetahui tentang operasional
dan pemeliharaan pada drainase sistem polder. Sistem Polder adalah
suatu cara penanganan banjir dengan bangunan fisik, yang meliputi
sistem drainase, kolam retensi, tanggul yang mengelilingi kawasan,
serta pompa dan / pintu air, sebagai satu kesatuan pengelolaan tata air
tak terpisahkan.
Ucapan terima kasih Penyusun sampaikan kepada Direktorat
Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM)–Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, yang telah mendanai penelitian dan penyusunan
buku ini. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNISSULA serta
kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam
penyusunan dan penyelesaian buku ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, 3 Desember 2020
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................. 1
1.1. Perubahan Iklim dan Elevasi Air Laut .............................. 1
1.2. Drainase di Perkotaan ....................................................... 3
BAB 2 SISTEM DRAINASE PERKOTAAN ................................ 7
2.1. Penyebab Banjir di Perkotaan ........................................... 7
2.1.1. Kondisi Alam (statis) ................................................. 7
2.1.2. Kondisi Alam (dinamis) ............................................. 9
2.1.3. Kegiatan Manusia (dinamis) ...................................... 9
2.2. Sistem Drainase Perkotaan ............................................. 10
2.3. Fungsi Drainase Perkotaan ............................................. 12
2.4. Faktor yang Berpengaruh terhadap Banjir di Perkotaan . 14
2.4.1. Intensitas hujan ........................................................ 14
2.4.2 Catchment area ........................................................ 14
2.4.4 Faktor medan dan lingkungan .................................. 16
BAB 3 INFRASTRUKTUR PADA DRAINASE
SISTEM POLDER ........................................................... 17
3.1. Deskripsi Sistem Polder .................................................. 17
3.2. Elemen-elemen Sistem Polder ......................................... 19
3.2.1. Jaringan Drainase .................................................... 20
3.2.2. Tanggul .................................................................... 22
v
3.2.3. Kolam Retensi .......................................................... 23
3.2.4. Pompa....................................................................... 24
3.3. Penggunaan Sistem Polder .............................................. 26
3.4. Konsep Pengeringan Sistem Polder dengan Pompa ........ 29
BAB 4 SISTEM POLDER KALI BANGER DI SEMARANG . 31
4.1. Pendahuluan ........................................................................ 31
4.2. Sistem Polder Banger .......................................................... 33
BAB 5 PEDOMAN PENGOPERASIAN DAN
PEMELIHARAAN SISTEM POLDER PADA POLDER
BANGER ......................................................................... 37
5.1. Definisi Operasi dan Pemeliharaan ................................. 37
5.1.1 Operasi ..................................................................... 38
5.1.2 Pemeliharaan ............................................................ 38
5.2. Tanggul dan Bendung ..................................................... 40
5.2.1. Fungsi ....................................................................... 41
5.2.2. Contoh data infrastruktur di Polder Banger ............. 41
5.2.3. Risiko dan strategi pemeliharaan ............................. 43
5.2.4. Pedoman inspeksi dan pemeliharaan ....................... 45
5.3. Stasiun Pompa ................................................................. 53
5.3.1. Fungsi ....................................................................... 53
5.4. Sistem Saluran dan Struktur ........................................ 59
5.4.1.2. Pedoman pengoperasian sistem pompa inlet air
untuk flushing ......................................................................... 63
5.4.2. Risiko dan strategi pemeliharaan ............................. 64
5.4.3. Saluran ..................................................................... 68
5.4.4. Kolam retensi ........................................................... 79
BAB 6 TINGKAT ANALISIS PERBAIKAN .......................... 103
6.1. Pendahuluan .................................................................. 103
vi
6.2. Mendirikan Papan Polder .............................................. 104
6.3. Tingkat Analisis Perbaikan ........................................... 104
6.3.1. Inspeksi .................................................................. 104
6.3.2. Perawatan ............................................................... 107
6.3.3. Operasi ................................................................... 110
6.4. Organisasi Tim O & M .................................................. 110
BAB VII PENUTUP .................................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................115
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Perubahan Iklim dan Elevasi Air Laut
Perubahan iklim saat ini, menjadi isu utama dunia yang
telah mengglobal dan menjadi permasalahan dari berbagai negara,
Organisasi Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam laporan 5th
Assessment Report (AR5) menyatakan bahwa telah terjadi
pemanasan dari sistem iklim yang ditandai dengan observasi
peningkatan suhu di atmosfir dan permukaan laut, kenaikan muka
air laut, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca dan derajat
keasaman laut. IPCC menyimpulkan dengan tingkat konfidens
yang tinggi bahwa pengaruh manusia telah menjadi faktor dominan
yang menyebabkan peningkatan pemanasan suhu permukaan bumi
sejak pertengahan abad ke-20 [1].
Secara alamiah, dampak perubahan iklim menyebabkan
terjadinya gejala-gejala berubahnya kondisi iklim dan cuaca dari
2
kondisi biasa atau normal menjadi kondisi yang tidak normal,
seperti: terjadinya pola musim yang berubah secara ekstrim
(kemarau dan hujan yang berkepanjangan), berubahnya pola
migrasi ikan, kenaikan suhu air laut, kenaikan muka laut, kecepatan
tiupan angin, dan lain-lain. Kondisi iklim dan cuaca tersebut
menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa alam yang buruk,
seperti: banjir air laut pasang (rob), sedimentasi laut, abrasi pantai,
gelombang tinggi, angin puting beliung dan lain-lain [2].
Para ilmuan meyakini bahwa dengan pemanasan global,
akan berpengaruh besar terhadap naiknya permukaan laut,
ketersediaan sumberdaya air di daratan, kegiatan pertanian dan
kehutanan. Hal ini dibuktikan dengan serangkaian penelitian ilmiah
terhadap berbagai perubahan-perubahan yang terjadi di berbagai
wilayah di bumi, yang mengalami dampak baik lansung maupun
tidak langsung dari akibat pemanasan global yang terjadi saat ini.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa, akibat langsung dari
pemanasan global terhadap perubahan iklim antara lain munculnya
bencana badai siklon, banjir bandang, erosi pantai, hilangnya
lahan-lahan basah terutama di wilayah pesisir, intrusi air laut, serta
hancurnya ekosistem pesisir. Perubahan iklim global yang terjadi
akan meningkatkan intensitas perubahan yang terjadi pada siklus
naiknya permukaan laut, badai dan angin topan yang semakin
besar, selain mengakibatkan perubahan lainnya pada kondisi
oseanografi dan atmosfir bumi [3].
Di berbagai Negara, wilayah pesisir merupakan wilayah
yang lebih cepat berkembang, baik dalam tingkat perekonomian
3
maupun tingkat populasinya. Hampir separuh dari kota-kota besar
dunia berada dalam jarak 50 kilometer dari daerah pesisir, dan
kepadatan populasi di daerah ini dapat mencapai 2,6 kali lebih
padat dari seluruh pulau tersebut [4]. Masyarakat pesisir sudah
beradaptasi terhadap berbagai perubahan yang terjadi di wilayah
pesisir sepanjang masa berkembangnya komunitas tersebut, namun
perubahan iklim akan menyebabkan perubahan yang berbeda baik
terhadap dinamika pesisir maupun terhadap perubahan muka laut
yang dramatis [5].
Dampak perubahan iklim sangatlah nyata dapat dilihat dan
dirasakan, terutama di kawasan pesisir. Dampak paling nyata
terutama dirasakan oleh masyarakat nelayan dan masyarakat
lainnya yang bermukim di wilayah pesisir. Namun demikian
dampak tersebut sesungguhnya bukan hanya dirasakan oleh
masyarakat nelayan, namun juga dirasakan oleh berbagai pihak
yang menjalankan fungsi dan aktivitasnya di wilayah pesisir seperti
pemerintah, perusahaan swasta di wilayah pesisir, pelaku usaha
pariwisata, pengelola infrastruktur di wilayah pesisir, peneliti yang
menjalankan kegiatan penelitian di wilayah pesisir, pengelola
pelabuhan, dan lain-lain.
1.2. Drainase di Perkotaan
Perkotaan merupakan pusat kegiatan manusia, pusat
produsen, pusat perdagangan, sekaligus pusat konsumen. Di
wilayah perkotaan tinggal banyak manusia sehingga terdapat
banyak fasilitas umum, transportasi, komunikasi dan sebagainya.
4
Saluran drainase di wilayah perkotaan menerima tidak hanya air
hujan, tetapi juga air buangan (limbah) rumah tangga, juga limbah
pabrik. Hujan di wilayah perkotaan dapat terkontaminasi ketika air
memasuki, melintasi atau berada di lingkungan perkotaan.
Kontaminasi yang terjadi bisa berasal dari udara, bangunan atau
permukaan tanah, dan limbah domestik yang mengalir bersama air
hujan. Setelah melalui wilayah perkotaan, air hujan dengan atau
tanpa limbah domestik, membawa polutan ke badan air [6].
Sumber penyebab utama permasalahan drainase adalah
pertumbuhan jumlah penduduk. Urbanisasi yang terjadi di sebagian
kota besar di Indonesia, menambah beban berat di wilayah
perkotaan. Jumlah penduduk yang meningkat, diikuti dengan
peningkatan infrastruktur perkotaan seperti perumahan, sarana
transportasi, air bersih, prasarana pendidikan. Di samping itu
peningkatan penduduk selalu juga diikuti dengan peningkatan
limbah, baik limbah cair maupun padat (sampah). Kebutuhan akan
lahan untuk permukiman maupun kegiatan perekonomian akan
semakin meningkat sehingga terjadi perubahan tataguna lahan yang
mengakibatkan peningkatan aliran permukaan dan debit puncak
banjir. Besar kecil aliran permukaan sangat ditentukan oleh pola
penggunaan lahan, yang diekspresikan dalam koefisien pengaliran
yang bervariasi antara 0,10 (hutan datar) sampai 0,95 (perkerasan
jalan). Hal ini menunjukkan bahwa pengalihan fungsi lahan dari
hutan menjadi perkerasan jalan bisa meningkatkan debit puncak
banjir sampai 9,5 kali, dan hal ini mengakibatkan prasarana
5
drainase yang ada menjadi tidak mampu menampung debit yang
meningkat tersebut [7].
Saat ini sistem drainase sudah menjadi salah satu
infrastruktur perkotaan yang sangat penting. Kualitas manajemen
suatu kota tercermin dari kualitas sistem drainase di kota tersebut.
Sistem drainase yang kurang baik menyebabkan terjadinya
genangan air di berbagai tempat sehingga lingkungan menjadi
kotor, menjadi sarang nyamuk dan sumber penyakit, yang pada
akhirnya bukan hanya menurunkan kualitas lingkungan dan
kesehatan masyarakat, tetapi dapat juga menggangu kegiatan
transportasi, perekonomian dan lain-lain [8].
6
Saat ini sistem drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan yang sangat penting. Kualitas manajemen suatu kota tercermin dari kualitas sistem drainase di kota tersebut.
7
BAB 2 SISTEM DRAINASE PERKOTAAN
2.1. Penyebab Banjir di Perkotaan
Secara umum proses terjadinya banjir diakibatkan oleh
faktor kondisi alam dan ulah manusia sebagai berikut [9]:
2.1.1. Kondisi Alam (statis)
A. Geografis
a. Apabila kota dibangun di daerah pegunungan akan
menyebabkan lahan resapan air akan tertutup oleh
bangunan dan infrastruktur kota dan akan meningkatan
debit banjir yang akan mengancam kota yang ada di
bagian hilir.
b. Apabila kota dibangun di tepi pantai, pengaruh pasang laut
akan menyebabkan sebagian aliran tidak dapat mengalir
secara gravitasi, dan akan dapat menyebabkan genangan.
Aliran air dalam sungai akan mengalami kenaikan akibat
8
back water yang dapat menyebabkan overtopping dan
dapat menyebabkan banjir di dalam kota.
B. Topografi
Kondisi topografi yang bergelombang sesuai kontur dalam
pengukuran atau citra satelit. Kota yang berada pada bagian
yang rendah lebih rawan terkena banjir dan genangan.
C. Geometri Alur Sungai
a. Kemiringan dasar sungai yang terlalu besar akan
menimbulkan gerusan dasar sungai. Hal semacam ini akan
menyebabkan konsentrasi sedimentasi pada bagian hilir
yang datar dapat menyebabkan saluran / sungai cepat
menjadi dangkal.
b. Sungai Berkelok (Meander) umumnya terjadi pada alur
sungai yang disebut dalam morfologi sungai sebagai
sungai tua, dimana kemiringan alur sungai sudah
berkurang (menjadi lebih landai). Sedimentasi akan
mengendap pada bagian yang kecepatan alirannya
menurun. Endapan sedimentasi tersebut dapat
membelokkan arah aliran ke kanan atau ke kiri sehingga
sungai menjadi berkelok-kelok.
9
2.1.2. Kondisi Alam (dinamis)
Beberapa kondisi alam yang menjadi faktor penyebab banjir di
perkotaan adalah sebagai berikut.
A. Curah hujan
Intensitas curah hujan yang tinggi merupakan faktor
penyebab terjadinya banjir dan genangan. Di Semarang
misalnya untuk hujan 5 tahun bisa lebih dari 200 mm/hari.
B. Pasang surut
Tingginya pasang surut laut merupakan faktor penyebab
banjir untuk kota di daerah pantai. Kondisi sekarang, darat
semakin lebih rendah dari air pasang.
2.1.3. Kegiatan Manusia (dinamis)
Beberapa kegiatan manusia yang menjadi faktor penyebab
banjir di perkotaan adalah sebagai berikut.
a. Semakin berkurang ruang air dan resapan pada bantaran sungai
dan di Daerah Aliran Sungai (Catchment Area) yang tidak
sesuai dengan peruntukan.
b. Permukiman di bantaran sungai dan di atas saluran drainase.
c. Pengambilan air tanah yang berlebihan yang berpotensi
menyebabkan terjadi penurunan lahan.
d. Pembuangan sampah oleh masyarakat kedalam saluran
drainase.
10
e. Bangunan persilangan yang tidak terencana dengan baik seperti
adanya pipa PDAM, pipa telepon dan listrik yang melintang di
penampang basah saluran.
f. Pemeliharaan rutin yang terabaikan menyebabkan saluran cepat
menjadi dangkal.
2.2. Sistem Drainase Perkotaan
Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan sebagai
serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi
dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan,
sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Bangunan sistem
drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran
pengumpul (collector drain), saluran penerima (conveyor drain),
saluran induk (main drain) dan badan air penerima (receiving
waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya,
seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah,
pintu-pintu air, bangunan terjun, kolam tando, dan stasiun pompa
[9].
Sistem drainase perkotaan adalah sistem drainase dalam
wilayah administrasi kota dan daerah perkotaan (urban). Sistem
tersebut berupa jaringan pembuangan air yang berfungsi
mengendalikan atau mengeringkan kelebihan air permukaan di
daerah permukiman yang berasal dari hujan lokal, sehingga tidak
mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi
kegiatan manusia.
Sistem drainase perkotaan dapat ditinjau dari 2 sisi berikut:
11
a. Satuan Wilayah Sungai adalah kumpulan anak-anak sungai
yang berada di dalam satuan wilayah sungai yang tergolong
mikro pada orde sungai tingkat 2 atau 3 yang sepenuhnya
berada di dalam batas administratif perkotaan.
b. Administratif perkotaan adalah kumpulan jaringan anak-anak
sungai dan saluran pada masing-masing Daerah alirannya
dimana penanganannya menjadi kewenangan Pemerintahan
Kabupaten atau Pemerintahan Kota sekalipun sebagai ibu
kota Provinsi.
Berdasarkan fisiknya, sistem drainase terdiri atas saluran
primer, sekunder, tersier sebagai berikut:
A. Sistem saluran primer
Saluran primer adalah saluran yang menerima masukan aliran
dari saluran-saluran sekunder. Saluran primer relatif besar
sebab letak saluran paling hilir. Aliran dari saluran primer
langsung dialirkan ke badan air.
B. Sistem saluran sekunder
Saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran
air dari saluran-saluran tersier dan meneruskan aliran ke
saluran primer.
C. Sistem saluran tersier
Saluran drainase yang menerima aliran air langsung dari
saluran-saluran pembuangan rumah tangga.Umumnya saluran
tersier ini adalah saluran di kiri kanan jalan perumahan.
12
2.3. Fungsi Drainase Perkotaan
Drainase perkotaan memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya
lebih rendah dari genangan sehingga tidak menimbulkan
dampak negatif berupa kerusakan infrastruktur kota dan harta
benda milik masyarakat.
b. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat
secepatnya agar tidak membanjiri atau menggenangi kota yang
dapat merusak selain harta benda masyarakat juga infrastruktur
perkotaan.
c. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang
dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan
akuatik.
d. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air
tanah.
Berdasarkan pembagian kewenangannya pengelolaan dan
fungsi pelayanan untuk sistem drainase perkotaan menggunakan
istilah sebagai berikut:
A. Sistem drainase lokal (Minor urban drainage)
Sistem drainase lokal (minor) adalah suatu jaringan sistem
drainase yang melayani suatu kawasan kota tertentu seperti
kompleks permukiman, daerah komersial, perkantoran dan
kawasan industri, pasar dan kawasan pariwisata. Sistem ini
melayani area sekitar kurang lebih 10 Ha. Pengelolaan sistem
13
drainase lokal menjadi tanggungjawab masyarakat,
pengembang atau instansi pada kawasan masing-masing.
B. Sistem drainase utama (Major urban drainage)
Sistem Jaringan Utama (major urban drainage) adalah sistem
jaringan drainase yang secara struktur terdiri dari saluran
primer yang menampung aliran dari saluran-saluran
sekunder.
Saluran sekunder menampung aliran dari saluran-saluran
tersier. Saluran tersier menampung aliran dari Daerah
Alirannya masing-masing. Jaringan drainase lokal dapat
langsung mengalirkan alirannya ke saluran primer, sekunder
maupun tersier.
C. Pengendalian banjir (Flood control)
Pengendalian Banjir adalah upaya mengendalikan aliran
permukaan dalam sungai maupun dalam badan air yang
lainnya agar tidak meluap serta limpas atau menggenangi
daerah perkotaan. Pengendalian banjir merupakan tanggung
jawab pemerintah Provinsi atau Pemerintah Pusat. Konstruksi
atau bangunan air pada sistem flood control antara lain
berupa:
a. Tanggul
b. Bangunan Bagi
c. Pintu Air
d. Saluran Flood Way
14
2.4. Faktor yang Berpengaruh terhadap Banjir di Perkotaan
2.4.1. Intensitas hujan
Intensitas hujan adalah derasnya hujan yang jatuh pada luas
daerah tadah hujan tertentu. Ukuran deras hujan yaitu akumulasi
tinggi hujan pada jangka waktu (menit) tertentu dinyatakan dalam
satuan mm per menit, jam atau hari.
Data curah hujan di Indonesia dikumpulkan oleh Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Jika dikaitkan
dengan perencanaan drainase, maka penggunaan data curah hujan
berguna untuk:
a. Perhitungan dimensi saluran drainase
b. Perhitungan dimensi bangunan-bangunan drainase
c. Perhitungan kolam retensi dan resapan yang diperlukan
Air hujan sebagian meresap ke dalam tanah, menguap dan
sebagian lagi dialirkan ke permukaan yang lebih rendah. Hal ini
tergantung dari porositas tanah tadah hujannya (kondisi geologi
setempat), disamping kerapatan vegetasi/tanaman. Besarnya aliran
dinyatakan dalam istilah debit air (Q) dalam satuan volume per
satuan waktu.
2.4.2 Catchment area
Catchment area atau daerah tangkapan air adalah kesatuan
area dimana air permukaannya mengalir ke badan air yang sama
yang berupa sungai atau danau, mengikuti arah kontur topografi
area tersebut.
15
2.4.3 Pertumbuhan daerah perkotaan
Ada 3 (tiga) aspek yang mempengaruhi pertumbuhan
daerah perkotaan, yaitu pertumbuhan fisik, keseimbangan
pembangunan antar kota dan dalam kota [10] :
a. Pertumbuhan fisik kota: Pertumbuhan fisik kota dipengaruhi
oleh laju pertumbuhan penduduk dan urbanisasi, yang pada
akhirnya mempengaruhi ketersediaan lahan. Makin sempitnya
ruang terbuka menyebabkan makin besarnya pengaliran
(koefisien run-off) air permukaan sehingga beban sistem
drainase perkotaan semakin berat. Dengan demikian
pembangunan sistem drainase perkotaan harus mengantisipasi
laju pertumbuhan penduduk, sejalan dengan arahan Rencana
Tata Ruang Kota maupun pentahapan pelaksanaannya.
b. Keseimbangan pembangunan antar kota dan dalam kota:
Pertumbuhan suatu kota harus didukung oleh daerah belakang
yang menunjang pertumbuhan kota tersebut. Pertumbuhan
daerah belakang yang tidak terkendali atau tidak sesuai dengan
peruntukannya dapat mengakibatkan bertambahnya potensi
banjir dan genangan di wilayah perkotaan, karena penurunan
fungsi daerah tersebut sebagai daerah resapan air.
c. Faktor sosial ekonomi budaya: Kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap sanitasi lingkungan dapat menimbulkan
permasalahan dalam saluran disamping menghambat
pembangunan sistem drainase dan mengurangi public area
serta keindahan kota.
16
Penerapan peraturan serta perkuatan aspek hukum sangat
diperlukan, agar lahan sepanjang sungai atau saluran dapat
dibebaskan dari hunian penduduk sehingga memudahkan untuk
pelebaran atau peningkatan kapasitas saluran pada masa mendatang
serta kegiatan operasi dan pemeliharaan saluran.
2.4.4 Faktor medan dan lingkungan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi medan dan
lingkungan, yaitu:
a. Topografi: pembangunan sistem drainase harus memperhatikan
topografi, keberadaan jaringan saluran drainase, jalan, sawah,
perkampungan dan keberadaan badan air. Pembangunan
drainase pada daerah datar harus memperhatikan sistem aliran
dan ketersediaan air penggelontor untuk mengatasi
kemungkinan pengendapan dan pencemaran.
b. Kestabilan tanah: pembangunan drainase di daerah lereng
pegunungan harus memperhatikan masalah longsor yang
disebabkan oleh kandungan air tanah.
c. Pengempangan: pada daerah yang terkena pengaruh
pengempangan dari waduk atau laut perlu memperhatikan akibat
pembendungan atau pengempangan yang diakibatkan oleh aliran
balik (back water).
17
BAB 3 INFRASTRUKTUR PADA
DRAINASE SISTEM POLDER
3.1. Deskripsi Sistem Polder
Polder adalah sekumpulan dataran rendah yang membentuk
kesatuan hidrologis artifisial yang dikelilingi oleh tanggul
(dijk/dike). Pada daerah polder, air buangan (air kotor dan air
hujan) dikumpulkan di suatu badan air (sungai, situ) lalu
dipompakan ke sungai atau kanal yang langsung bermuara ke laut.
Tanggul yang mengelilingi polder bisa berupa pemadatan tanah
dengan lapisan kedap air, dinding batu, bisa juga berupa konstruksi
beton dan perkerasan yang canggih. Polder juga bisa diartikan
sebagai tanah yang direklamasi, artinya semula basah dikeringkan
[11].
Polder identik dengan negeri kincir angin Belanda yang
seperempat wilayahnya berada di bawah muka laut dan memiliki
lebih dari 3000 polder. Sebelum ditemukannya mesin pompa,
18
kincir angin digunakan untuk menaikkan air dari suatu polder ke
polder lain yang lebih tinggi, untuk selanjutnya dipompa ke sungai,
muara dan laut.
Sistem Polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan
bangunan fisik, yang meliputi sistem drainase, kolam retensi,
tanggul yang mengelilingi kawasan, serta pompa dan / pintu air,
sebagai satu kesatuan pengelolaan tata air tak terpisahkan. Sistem
polder dipakai untuk mengeluarkan air dari dataran rendah dan juga
menangkal banjir di wilayah delta dan daerah aliran sungai [12].
Gambar 3.1. Sistem Polder (Sumber: Wahyudi, 2010)
Latar belakang dikembangkannya sistem Polder antara lain:
a. Pengembangan kota-kota pantai di Indonesia seperti
Jakarta dan Semarang seringkali lebih didasarkan pada
kepentingan pertumbuhan ekonomi.
19
b. Pengembangan kawasan-kawasan ini menimbulkan banjir
yang menunjukkan ketidak seimbangan pembangunan.
c. Perlu upaya peningkatan/pengembangan aspek teknologi
dan manajemen, untuk pengendalian banjir dan ROB di
kota-kota pantai di Indonesia, untuk itu Sistem Polder
dikembangkan dengan menggunakan paradigma baru,
yaitu:
a) Berwawasan lingkungan (environment oriented),
b) Pendekatan kewilayahan (regional based),
c) Pemberdayaan masyarakat pengguna (community
partisipatory)
3.2. Elemen-elemen Sistem Polder
Keberhasilan pembangunan serta pengelolaan polder
membutuhkan keterlibatan komunitas; sustainabilitas manajemen
sistem pengelolaan air dan proteksi banjir yang hanya dapat dicapai
bilamana terdapat peran serta para mitra atau komunitas yang
bermukim di dalam polder. Dalam periode kering dan normal, air
dari kanal-kanal penampungan atau kanal pembuangan dialirkan ke
polder untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Pada kondisi tingkat
curah hujan yang tinggi, yang menyebabkan air meluap di drainase
di kawasan polder, air segera di alirkan ke kanal dan kolam
penampungan. Selanjutnya air disalurkan dengan dorongan pompa
air yang berkapasitas besar ke sungai atau kanal pembuangan ke
laut. Secara lebih terperinci, kelengkapan sarana fisik sistem
20
polder, antara lain adalah saluran air, kanal, kolam penampungan
memanjang, waduk, tanggul, dan pompa.
Sistem polder terdiri dari jaringan drainase, tanggul, kolam
retensi dan badan pompa. Keempat elemen sistem polder harus
direncanakan secara integral, sehingga dapat bekerja secara optimal
[13].
3.2.1. Jaringan Drainase
Drainase adalah istilah yang digunakan untuk sistem
penanganan kelebihan air. Khusus istilah drainase perkotaan,
kelebihan air yang dimaksud adalah air yang berasal dari air hujan.
Kelebihan air hujan pada suatu daerah, dapat menimbulkan
masalah yaitu banjir atau genangan air, sehingga diperlukan adanya
saluran drainase yang berfungsi menampung air hujan dan
kemudian mengalirkan air hujan tersebut menuju kolam
penampungan. Dari kolam penampungan tersebut, untuk
mengendalikan elevasi muka air, kelebihan air tersebut harus
dibuang melalui pemompaan. Pada suatu sistem drainase perkotaan
terdapat jaringan saluran drainase yang merupakan sarana
drainase lateral berupa pipa, saluran tertutup dan saluran terbuka.
Berdasarkan cara kerjanya saluran drainase terbagi dalam beberapa
jenis, yaitu saluran pemotong, saluran pengumpul dan asaluran
pembawa [14].
a. Saluran pemotong (interceptor) adalah saluran yang
berfungsi sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran
dari suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya. Saluran
21
ini biasanya dibangun dan diletakkan pada bagian yang relatif
sejajar dengan bangunan kontur.
b. Saluran pengumpul (collector) adalah saluran yang berfungsi
sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari saluran
drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke
saluran pembawa. Letak saluran pembawa ini di bagian
terendah lembah ini suatu daerah sehingga secara efektif
dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran
yang ada.
c. Saluran pembawa (conveyor) adalah saluran yang berfungsi
sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi
pembuangan tanpa membahayakan daerah yang dilalui.
Sebagai contoh adalah saluran banjir kanal atau sudetan-
sudetan atau saluran by pass yang bekerja khusus hanya
mengalirkan air secara cepat sampai ke lokasi pembuangan.
Untuk menjamin berfungsinya saluran drainase secara baik,
diperlukan bangunan-bangunan pelengkap di tempat-tempat
tertentu. Jenis bangunan pelengkap itu adalah:
a. Bangunan silang; misalnya gorong-gorong atau siphon.
b. Bangunan pintu air; misalnya pintu geser atau pintu otomatis.
c. Bangunan peresap (infiltrasi) misalnya sumur resapan.
Semua bangunan yang disebutkan di atas tidak selalu harus
ada pada setiap jaringan drainase. Keberadaannya tergantung pada
22
kebutuhan setempat yang biasanya dipengaruhi oleh fungsi saluran,
tuntutan akan kesempurnaan jaringannya, dan kondisi lingkungan.
3.2.2. Tanggul
Tanggul merupakan suatu batas yang mengelilingi suatu
badan air atau daerah / wilayah tertentu dengan elevasi yang lebih
tinggi dari pada elevasi di sekitar kawasan tersebut, yang bertujuan
untuk melindungi kawasan tersebut dari limpasan air yang berasal
dari luar kawasan. Dalam bidang perairan, laut dan badan air
merupakan daerah yang memerlukan tanggul sebagai pelindung di
sekitarnya. Jenis-jenis tanggul, antara lain: tanggul alamiah,
tanggul timbunan, tanggul beton dan tanggul infrastruktur [15].
Tanggul alamiah yaitu tanggul yang sudah terbentuk secara
alamiah dari bentukan tanah dengan sendirinya. Contohnya
bantaran sungai di pinggiran sungai secara memanjang. Tanggul
timbunan adalah tanggul yang sengaja dibuat dengan menimbun
tanah atau material lainnya, di pinggiran wilayah. Contohnya
tanggul timbunan batuan di sepanjang pinggiran laut. Tanggul
beton merupakan tanggul yang sengaja dibangun dari campuran
perkerasan beton agar berdiri dengan kokoh dan kuat. Contohnya
tanggul bendung, dinding penahan tanah (DPT).
Tanggul infrastruktur merupakan sebuah struktur yang
didesain dan dibangun secara kuat dalam periode waktu yang lama
dengan perbaikan dan pemeliharaan secara terus menerus, sehingga
seringkali dapat difungsikan sebagai sebuah tanggul, misal jalan
raya.
23
3.2.3. Kolam Retensi
Kolam retensi merupakan suatu cekungan atau kolam yang
dapat menampung atau meresapkan air di dalamnya, tergantung
dari jenis bahan pelapis dinding dan dasar kolam. Kolam retensi
dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu kolam alami dan kolam non
alami.
Kolam alami yaitu kolam retensi yang berupa cekungan
atau lahan resapan yang sudah terdapat secara alami dan dapat
dimanfaatkan baik pada kondisi aslinya atau dilakukan
penyesuaian. Pada umumnya perencanaan kolam jenis ini
memadukan fungsi sebagai kolam penyimpanan air dan
penggunaan oleh masyarakat dan kondisi lingkungan sekitarnya.
Kolam jenis alami ini selain berfungsi sebagai tempat
penyimpanan, juga dapat meresapkan pada lahan atau kolam yang
pervious, misalnya lapangan sepak bola (yang tertutup oleh
rumput), danau alami, seperti yang terdapat di taman rekreasi dan
kolam rawa [16].
Kolam non alami yaitu kolam retensi yang dibuat sengaja
didesain dengan bentuk dan kapasitas tertentu pada lokasi yang
telah direncanakan sebelumnya dengan lapisan bahan material yang
kaku, seperti beton. Pada kolam jenis ini air yang masuk ke dalam
inlet harus dapat menampung air sesuai dengan kapasitas yang
telah direncanakan sehingga dapat mengurangi debit banjir puncak
(peak flow) pada saat over flow, sehingga kolam berfungsi sebagai
24
tempat mengurangi debit banjir dikarenakan adanya penambahan
waktu kosentrasi air untuk mengalir di permukaan.
Gambar 3.2. Contoh Kolam Retensi Tawang, Semarang
3.2.4. Pompa
Pompa drainase perkotaan (Stormwater pumping) adalah
pompa air yang umum dipakai untuk membantu mengalirkan aliran
dari satu bidang ke bidang lainnya yang lebih tinggi. Jenis Pompa
yang ada dan biasa dipergunakan adalah sebagai berikut:
a. Poros tegak (Vertikal propeiier and mixed flow)
b. Pompa dalam air (Submersible vertical dan horizontal )
c. Centrifugal (horizontal non –clog )
d. Skrup (screw)
e. Volute or Angle flow (Vertical)
Secara umum pompa-pompa tersebut adalah pompa yang
menggunakan tenaga listrik, tetapi ada juga yang menggunakan
25
diesel. Pengoperasian pompa pada sistem polder lebih ditentukan
oleh kondisi muka air di waduk / long storage / kolam yang
disebabkan oleh hujan atau buangan domestik. Pompa yang
alirannya dibuang ke laut akan sedikit berbeda dengan yang
dibuang di Kanal. Pompa yang membuang ke laut tidak terlalu
terpengaruh oleh pasang surutnya air laut, tetapi yang membuang
ke kanal umumnya perbedaan tinggi tanggul kanal dapat menjadi
kendala. Beberapa kondisi keduanya adalah sebagai berikut:
A. Pemompaan dari polder ke laut kondisi muka air di waduk
sebagai berikut:
a. Muka air rendah (normal) pada kondisi tidak hujan,
pompa diistirahatkan untuk dilakukan pengecekan ringan,
pemberian pelumas, pengecekan kelancaran arus listrik
dari sumber dan panel.
b. Muka air naik karena buangan air domestik masuk
biasanya waktu pagi dan sore hari. Pompa dioperasikan
sampai muka air di waduk kembali normal
c. Terjadi hujan ringan pompa dioperasikan jika tinggi muka
air terjadi kenaikan.
d. Terjadi hujan lebat di area polder otomatis tinggi muka air
akan naik maka pompa harus dioperasikan secara
maksimal untuk mengembalikan kondisi tinggi muka air
menjadi normal kembali.
e. Untuk menjaga agar supaya pompa tidak memompa
sampai kering dan akan merusak baling-baling (propeller)
rusak maka harus ditentukan batas tinggi muka air
26
terendah. Tinggi muka air terendah ini berada beberapa
centimeter diatas mulut bawah pompa.
f. Tinggi muka air normal berada pada level tinggi muka air
tanah. Sekalipun waduk dibuat dalam maka setelah
dipompa muka air akan kembali ke level normal lagi.
Volume waduk yang operasional untuk musim kemarau
dimulai dari muka air normal sampai muka air maksimal.
Untuk musim hujan volume waduk operasioanal mulai
dari muka air terendah mulut pompa sebab volume
tampungan dibutuhkan lenbih besar sesuai bsarnya debit
yang masuk lewat inlet.
B. Pemompaan ke kanal pemompaan ke badan air berupa kanal
atau sungai prosedurnya sama dengan ke laut. Hanya saja
terkadang untuk meletakkan pompa terkendala oleh adanya
tanggul. Apalagi kalau diameter pompanya besar dapat
mengganggu lalu lintas di atasnya jika pompa harus diletakkan
di atas tanggul.
3.3. Penggunaan Sistem Polder
Penerapan sistem polder dapat memecahkan masalah banjir
perkotaan. Sistem polder adalah suatu subsistem-subsistem
pengelolaan tata air yang sangat demokratis dan mandiri yang
dikembangkan dan dioperasikan oleh dan untuk masyarakat dalam
hal pengendalian banjir kawasan permukiman mereka. Unsur
terpenting di dalam sistem polder adalah organisasi pengelola, tata
27
kelola sistem berbasis partisipasi masyarakat yang demokratis dan
mandiri, serta infrastruktur tata air yang dirancang, dioperasikan
dan dipelihara oleh masyarakat. Adapun pemerintah hanya
bertanggung jawab terhadap pengintegrasian sistem-sistem polder,
pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan sungai-sungai
utama. Hal tersebut merupakan penerapan prinsip pembagian
tanggung jawab dan koordinasi dalam good governance [17].
Untuk menerapkan sistem polder, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu :
a. Pemanfaatan lahan di sekitar tanggul harus dikontrol seketat
mungkin, paling tidak sepanjang bantaran sungai dan tanggul
kanal harus bebas dari bangunan dan permukiman liar.
Daerah ini memiliki resiko tertinggi bila terjadi banjir.
Alternatif pemanfaatannya bisa berupa taman ataupun jalan.
Berkait dengan tata ruang secara umum, penegakan ketentuan
tata ruang seperti guna lahan (land use) dan koefisien dasar
bangunan (KDB) juga harus benar-benar dilaksanakan, tidak
sekadar menjadi proyek untuk menghabiskan anggaran
pemerintah.
b. Ketika semua air buangan dialirkan ke laut, ancaman banjir
dari laut juga perlu diperhatikan. Bukan tidak mungkin
gelombang pasang akan membanjiri kota melalui kanal banjir
yang ada. Mungkin saja diperlukan pintu atau gerbang kanal
yang bisa dibuka-tutup sewaktu-waktu.
c. Sistem polder amatlah bergantung pada lancarnya saluran air,
kanal, sungai, serta kinerja mesin-mesin yang memompa air
28
keluar dari daerah polder. Aspek perawatan (sumber daya
manusia dan peralatan) perlu mendapat perhatian dalam
bentuk program kerja dan anggaran. Yang terjadi selama ini
kita lebih pandai mengadakan sarana dan prasarana publik
ketimbang merawatnya.
d. Resapan air hujan perlu lebih dimaksimalkan melalui daerah
resapan mikro seperti taman, kolam, perkerasan yang
permeabel, dan sumur resapan. Prinsipnya adalah
mengurangi buangan air hujan ke sungai dan memperbanyak
resapannya ke dalam tanah. Di sini, peran arsitek, kontraktor,
dan pemilik properti amatlah penting untuk mengalokasikan
sebagian lahannya untuk fungsi resapan seperti taman rumput
(bertanah) dan sumur resapan. Daerah resapan yang tidak
terlalu luas namun jika banyak jumlahnya dan tersebar di
seluruh penjuru kota tentu akan memberikan kontribusi yang
signifikan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah.
Sistem polder merupakan upaya struktural penanggulangan
banjir yang konsekuensinya jelas adalah biaya yang amatlah besar
dan waktu yang lama, baik untuk pembebasan tanah, pembangunan
fisik, maupun untuk pengadaan dan perawatan mesin-mesin dan
peralatan. Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah upaya non-
struktural yang berkaitan dengan pendidikan publik. Upaya
membangun kesadaran seperti tidak membuang sampah di saluran
air, memperbanyak penanaman pohon, menggunakan perkerasan
grass-block dan paving-block yang permeabel, atau bahkan
29
bagaimana bersikap ketika banjir datang akan jauh lebih berguna
untuk mencegah banjir dan meminimalisir kerugian akibat banjir
yang bisa datang setiap tahun [18].
3.4. Konsep Pengeringan Sistem Polder dengan Pompa
Di dalam stasiun pompa terdapat pompa yang digunakan
untuk mengeluarkan air yang sudah terkumpul dalam kolam retensi
atau jaringan drainase ke luar cakupan area. Prinsip dasar kerja
pompa adalah menghisap air dengan menggunakan sumber tenaga,
baik itu listrik atau diesel/solar. Air dapat dibuang langsung ke laut
atau sungai/banjir kanal yang bagian hilirnya akan bermuara di laut
[19].
Biasanya pompa digunakan pada dataran rendah atau
keadaan topografi yang datar, sehingga saluran-saluran yang ada
tidak mampu mengalir secara gravitasi. Jumlah dan kapasitas
pompa yang disediakan di dalam stasiun pompa harus disesuaikan
dengan volume layanan air yang harus dikeluarkan. Pompa yang
menggunakan tenaga listrik, biasa disebut dengan pompa jenis
sentrifugal, sedangkan pompa yang biasa menggunakan tenaga
diesel dengan bahan bakar solar adalah pompa submersible [18].
30
Kelengkapan sarana
fisik sistem polder,
antara lain adalah
saluran air, kanal,
kolam penampungan
memanjang, waduk,
tanggul, dan pompa.
31
BAB 4 SISTEM POLDER KALI BANGER
DI SEMARANG
4.1. Pendahuluan
Banjir telah menjadi permasalahan yang hampir rutin
dihadapi oleh beberapa kota besar di Indonesia dalam beberapa
tahun terakhir, terutama yang berada di pesisir dan terletak dalam
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang besar. Lebih jauh, banjir yang
terjadi di Semarang secara lebih terperinci disebabkan oleh 3 (tiga)
permasalahan utama, yaitu:
a. Fenomena alam: hujan setempat, debit DAS hulu, pasang surut
air laut (naiknya muka air laut sebagai dampak pencairan es di
Kutub Utara dan Selatan akibat pemanasan global), dan gejala
penurunan elevasi tanah (land subsidence).
b. Kondisi alam geografis, topografi, perubahan dimensi sungai,
penyempitan, slope, meandering, pendangkalan karena
32
sedimentasi, back water (dalam istilah lokal sering disebut
rob) pasang surut dan sebagainya.
c. Aktivitas manusia: pengelolaan operasionalisasi dan
pemeliharaan (OP) yang tidak memadai termasuk dalam
kegiatan artificial yang dapat mengantisipasi sesaat (antara
lain stasiun pompa), perubahan tata ruang, tata guna lahan
(termasuk proses konsolidasi tanah di area pesisir), tata olah
lahan (termasuk pengambilan air tanah berlebihan yang tidak
imbang dengan kemampuan pengisian air tanah).
Kota Semarang sebagai Ibukota Provinsi Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan yang pesat dalam berbagai aspek, baik
aspek sosial, ekonomi maupun perdagangan. Selain dampak positif
akan pertumbuhan yang tersebut, Kota Semarang juga mengalami
persoalan lingkungan yang serius. Di wilayah Semarang bagian
utara yang dekat dengan bagian pantai (lebih dikenal dengan
Semarang Bawah), muncul berbagai permasalahan lingkungan
seperti banjir dan rob. Banjir dan rob telah lama menjadi persoalan
yang tidak mudah diatasi, utamanya di Kecamatan Semarang Utara.
Kawasan yang wilayahnya menjadi langganan rob dan banjir
adalah Kelurahan Tambakmulyo, Tambakrejo, Tanjung Mas serta
Bandarharjo. Banjir di kawasan tersebut rata-rata mencapai
ketinggian antara 30 dan 40 cm, tetapi lokasi yang paling parah
adalah Tambakmulyo dan Tambakrejo, karena memang paling
dekat dengan pantai [20]
33
Permasalahan banjir di Kota Semarang telah mencapai
kondisi yang memprihatinkan karena menyebabkan terhambatnya
berbagai kegiatan ekonomi dan sosial. Banjir yang terjadi di
kawasan Bandara Ahmad Yani telah menghambat lalu lintas
penerbangan. Demikian pula banjir di bagian timur dan barat Kota
Semarang telah menghambat lalu lintas masuk dan ke luar Kota
Semarang dari kedua arah tersebut. Banjir yang terjadi di beberapa
bagian pusat kota, seperti di Kawasan Johar, Pelabuhan Tanjung
Emas, dan beberapa kawasan permukiman juga menghambat
kegiatan ekonomi dan sosial di kawasan tersebut [13]. Di antara
berbagai sistem penanganan banjir, Sistem Polder telah dianggap
sebagai salah satu solusi struktural yang dipilih dan menjadi
prioritas untuk diimplemetasikan di Kota Semarang. Pembangunan
sistem polder di Semarang diawali dengan ditandatanganinya
beberapa perjanjian kerja sama antara Pemerintah Indonesia,
Pemerintah Kerajaan Belanda, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah,
dan Pemerintah Kota Semarang.
4.2. Sistem Polder Banger
Sistem Polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan
bangunan fisik yang meliputi sistem drainase, kolam retensi,
tanggul yang mengelilingi kawasan, serta pompa dan pintu air
sebagai satu kesatuan pengelolaan tata air tak terpisahkan. Sistem
Polder yang bertujuan untuk mengendalikan banjir perkotaan
secara terpadu merupakan sistem pengendalian banjir yang telah
berhasil diterapkan di Belanda dan Singapura. Beberapa polder
34
yang telah beroperasi seperti Polder Kali Semarang, Polder
Tawang, Polder Tanah Mas maupun Polder Banger untuk
mengatasi banjir dan rob [21].
Nama Polder Banger itu sendiri diambil dari nama saluran
drainase primer di area tersebut, yaitu Kali Banger. Adapun batas
area polder Banger adalah pada sebelah utara: Jalan Arteri Utara
(Jalan tol lingkar luar); sebelah Timur: Banjir Kanal Timur (BKT);
sebelah Selatan: Jalan Brigjen Katamso; dan sebelah Barat: Jalan
Ronggowarsito. Area polder Banger meliputi Kecamatan Semarang
Timur seluas 530 ha dengan penduduk sekitar 84.000 jiwa. Kali
Banger mengalir dari selatan ke utara, langsung menuju laut.
Panjang Kali Banger 5,250 m, dengan lebar di bagian hulu 10 m
dan di bagian hilir sampai dengan 30 m. Keseluruhan area Kali
Banger meliputi luasan 11 ha. Ketinggian permukaan air Kali
Banger sebelah utara tergantung pasang surut air laut. Pada saat
pasang ketinggian permukaan mencapai +0.50 m dpa, sedangkan
pada waktu surut sekitar -0.50 m dpa. Karena itu, banjir terjadi
karena dua mekanisme, yaitu limpasan air yang meluap dari
tanggul Kali Banger ketika pasang tinggi dan tertutupnya muara
Kali Banger sehingga curah hujan yang turun tidak teralirkan. Di
sebelah selatan, ketinggian permukaan air Kali Banger tidak
terpengaruh pasang surut. Ketinggiannya sekitar +1.00 m dpa, lebih
tinggi daripada pasang tertinggi. Genangan yang terjadi di sebelah
selatan lebih banyak disebabkan curah hujan yang tinggi. Kali
Banger mengalami sedimentasi akibat sedimen bawaan air laut dan
dari jalan di kiri kanan kali yang tidak diperkeras. Ketinggian
35
permukaan tanah di area Polder Banger termasuk sangat rendah
dengan ketinggian antara -0.50 dpa sampai dengan +0.50 dpa.
Dengan kata lain, pada saat pasang air laut sebagian area Polder
Banger dipastikan tergenang. Hampir setiap hari terjadi banjir
dengan frekuensi yang semakin tinggi. Jalan Ronggowarsito
sebelah utara bahkan dikenal sebagai genangan abadi. Permukaan
tanah di sekitar Banger mengalami penurunan signifikan dengan
rata-rata 9 cm/tahun. Penurunan tinggi permukaan tanah (land
subsidence) dapat dilihat dengan jelas pada beberapa bangunan
rumah yang tidak ditinggikan sementara jalan di depan rumah
tersebut ditinggikan, secara berkala. Dengan kondisi penurunan
permukaan tanah dan naiknya permukaan laut, bila tidak ditangani
dengan tepat, dalam 10–20 tahun lagi, 85% dari area Banger akan
mengalami banjir permanen dan aset-aset yang berada di dalamnya
dimungkinkan hilang. [13]
Gambar 4.1 Struktur Sistem Polder Banger Semarang
36
Selain permukiman, dalam area Banger terdapat jaringan rel
kereta api, jaringan distribusi BBM milik Pertamina, gudang
senjata yang sudah terendam, dan industri-industri kecil. Kawasan
Banger merupakan kawasan yang berada di sekitar Kali Banger di
Kota Semarang. Kawasan ini terdiri atas sepuluh kelurahan di
Kecamatan Semarang Tengah, meliputi luas lebih kurang 550 ha.
Jumlah kepala keluarga yang tinggal di kawasan tersebut lebih
kurang 21.160 KK, dengan jumlah penduduk yang tinggal di
kawasan tersebut lebih kurang 84.000 jiwa [22].
Gambar 4.2 Rumah Pompa Polder Banger
37
BAB 5 PEDOMAN PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN SISTEM POLDER
PADA POLDER BANGER
5.1. Definisi Operasi dan Pemeliharaan
Operasi dan pemeliharaan sistem polder merupakan upaya
menjaga dan mengamankan sistem polder agar selalu dapat
berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan
mempertahankan kelestariannya melalui kegiatan perawatan,
perbaikan, pencegahan dan pengamanan yang harus dilakukan
secara terus menerus. Contoh kasus berikut diambil dari sistem
Polder Banger di Semarang, yang merupakan pilot project
kerjasama antara Pemkot Semarang dan HHSK Rotterdam
Waterboards, Belanda [21].
38
5.1.1 Operasi
Pengoperasian sistem polder mencakup pengoperasian pada
jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, yang
diperlukan untuk melakukan fungsi polder dan unsur-unsurnya
selama masa pakai. Misalnya pengoperasian pompa (perpindahan
on-off, pendaftaran jam operasional, pengisian bahan bakar
generator pompa, dan lain sebagainya).
5.1.2 Pemeliharaan
Pemeliharaan sistem polder mencakup semua kegiatan
teknis yang diperlukan untuk menjaga fungsi polder dalam kondisi
baik, misalnya inspeksi, perbaikan dan pembersihan bekerja. Pada
dasarnya ada dua jenis / strategi pemeliharaan (gambar 5.1):
1. Pemeliharaan preventif, yang dapat dibagi dalam:
a. Pemeliharaan berbasis kondisi;
b. Pemeliharaan berbasis preventif;
2. Pemeliharaan korektif, yaitu pemeliharaan berbasis korektif.
Gambar 5.1. Strategi Pemeliharaan
39
5.1.2.1 Pemeliharaan preventif
Preventive maintenance adalah pemeliharaan yang
dilaksanakan dalam periode waktu yang tetap atau dengan kriteria
tertentu pada berbagai tahap proses operasional system polder.
Tujuannya agar area dalam sistem polder kering dengan elevasi air
terkendali [23].
A. Pemeliharaan Berbasis Kondisi (Condition based
Maintenance-Con BM)
Ini adalah jenis yang paling umum dari perawatan. Kondisi
bagian dari sistem polder ditentukan setelah jangka waktu
tertentu dengan cara inspeksi. Perbaikan dilakukan ketika
kondisi elemen dalam sistem Polder sudah mulai rusak atau
masa layannya sudah terlampaui. Tipe pemeliharaan ini
sebagian besar mengarah ke pemeliharaan preventif. Proses
pemeriksaan merupakan aspek penting dari strategi ConBM
dan terdiri dari tiga langkah:
a. Pengamatan kondisi dan pelaporan.
b. Pengolahan data observasi dan menyimpulkan kondisi.
c. Keputusan terhadap apa perawatan yang diperlukan dan
memulai perawatan.
B. Pemeliharaan Berbasis Preventif (Preventif based
Maintenance - PBM)
Setelah sejumlah penggunaan setiap elemen (misalnya umur
hidup mesin atau jam operasional) telah berlalu, bagian dari
sistem akan diganti atau diperbaiki. Jenis pemeliharaan
40
dipilih, bila untuk risiko yang lebih besar. Kondisi elemen
diperkirakan saat inspeksi. Pemeliharaan dilakukan
tergantung pada intensitas penggunaan.
5.1.2.2 Perawatan berbasis korektif (Corrective Based
Maintenance - CBM)
Ciri utama dari CBM adalah bahwa perbaikan hanya akan
dilakukan setelah diketahui ada kerusakan elemen dan
mengakibatkan sistem tidak berfungsi, kondisi tersbut disebut
pemeliharaan korektif. Jenis pemeliharaan dipilih untuk resiko
yang lebih besar dan dibandingkan dengan biaya pemeriksaan dan
pemeliharaan. Tabel 5.1 memperlihatkan ringkasan kondisi di
mana dasar pendekatan pemeliharaan dipilih untuk diputuskan.
Tabel 5.1. Ringkasan kondisi untuk strategi pemeliharaan
(Witteveen+Bos, 2009)
Risiko>Biaya
I+M?
Tersedia
Alternatif
Kondisi
Sistem
Terukur
Momen
Kegagalan
Diprediksi
Strategi
Yang
Diterapkan
Tidak Ya - Tidak CBM
Ya Tidak - Ya PBM
Ya Tidak Ya Tidak ConBM
5.2. Tanggul dan Bendung
Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan
kelengkapan bangunan sarana fisik, yang meliputi saluran
drainase, kolam retensi, pompa air, yang dikendalikan sebagai satu
kesatuan pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan
banjir akan dibatasi dengan jelas, sehingga elevasi muka air, debit
41
dan volume air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat
dikendalikan. Oleh karena itu, sistem polder disebut juga sebagai
sistem drainase yang terkendali.
5.2.1. Fungsi
Area sistem Polder perlu dilindungi terhadap banjir. Fungsi
tanggul adalah untuk melindungi polder terhadap banjir dari sungai
dan Laut. Untuk lokasi Polder Banger, diperlukan tanggul sisi
utara yang melindungi polder Banger terhadap banjir dari laut.
Tanggul sisi timur melindungi terhadap banjir dari sungai yaitu
Kanal Banjir Timur. Tanggul dalam sistem polder memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Ketinggian tanggul setidaknya 0,5 m lebih tinggi dari muka
air desain laut dan sungai yang dibatasi. Elevasi tanggul
memperhatikan penurunan tanah selama 10 tahun ke
depan.
b. Stabilitas kontruksi harus aman terhadap beberapa pengaruh
beban di sekitarnya.
5.2.2. Contoh data infrastruktur di Polder Banger
Polder Banger memiliki pembatas dengan laut dan sungai: tanggul
sisi utara, bendung Sungai banger dan tanggul sisi timur. Semua
tanggul dirancang untuk jangka waktu operasional minimal 10
tahun.
a. Tanggul Utara
42
Tanggul utara merupakan Jl. Arteri dari Kali Baru di barat
sampai Kali Banger di timur. Panjangnya sekitar 2.500 m.
Ketinggian desain tanggul, setelah 10 tahun adalah 1,7 m +
MSL.
b. Bendung Kali Banger
Bendung Kali bangerdiletakkan semula di hilir jembatan
Kanal Banjir Timutr. Karena tanggul sungai tersebut kurang
tinggi, kemudian digeser di lokasi tepat sebelum Jembatan
KBT. Ketinggian desain tanggul, yang tinggi setelah 10
tahun (akhir desain masa pakai) adalah 1,7 m + MSL. Saat
bendung pertama dibuat dengan urugan tanah di ketinggiian
+ 3,20 m MSL.
c. Tanggul Timur
Tanggul timur mengikuti Kanal Banjir Timur (KBT) dari
persimpangan dengan Jl. Arteri di utara sampai Jembatan
KBT di Jalan Majapahit di selatan. Panjangnya berkisar
6.00 m. Gambar 4.2 menunjukkan bagian khas tanggul.
Tanggul terdiri dari urugan tanah liat, ditutupi dengan
pelindung rumput. Tiang bambu panjang 5 m digunakan
untuk memberikan stabilitas yang diperlukan untuk lereng.
Kecuraman lereng adalah 1:2 (v: h). Ketinggian desain
tanggul, yang tinggi setelah 10 tahun (akhir desain masa
pakai), bervariasi dari 2.1m + MSL di utara sampai 3,2 m +
MSL di selatan.
43
Gambar 5.2. Bagian tanggul timur
5.2.3. Risiko dan strategi pemeliharaan
5.2.3.1. Peristiwa kegagalan dan konsekuensi
Tanggul dianggap gagal ketika air meluap dari laut atau
KBT terjadi. Skenario kasus terburuk adalah ketika kegagalan
tanggul bertepatan dengan tinggi air laut atau sungai terlampui.
Menurut perkiraan, tingkat air laut pada tahun 2018 akan menjadi
1.30m + MSL. Dengan ini ketinggian air 75 % dari adri
permukaan tanah di polder Banger. Ketika banjir terjadi,
kedalaman genangan dari 75 % dari polder yang lebih dari 1 m
(mengingat volume air laut menjadi tak terbatas dan reparasi dari
tanggul tidak mungkin). Konsekuensi kerugian setelah kegagalan
tanggul adalah kerusakan aset dan infrastruktur serta dimungkinkan
korban jiwa.
Penting untuk desain pembangunan dan juga O & P, bahwa
perlu dihindari adanya kabel, pipa tekanan dan saluran terletak
dalam tubuh tanggul. Karena tanggul perlu dipersiapkan untuk
Banger Banjir Kanal Timur
(BKT)
44
ditinggikan, maka diperlukan area cadangan sebagai kemiringan
dari peninggian tanggul.
5.2.3.2. Mekanisme kegagalan
Kegagalan tanggul bisa terjadi karena dua alasan utama :
a. Tanggul menjadi lebih rendah dari air laut / sungai (air
mengalir di atas)
b. Tanggul runtuh
Mekanisme yang paling penting yang dapat memicu dua
tersebut pada Tabel 5.2. Lebih lanjut, Tabel ini memperlihatkan
dapat diprediksi dan terukur mekanisme kegagalan. Kemudian di
kolom terakhir menunjukkan alternatif pemeliharaan yang
dilakukan.
Tabel 5.2. Mekanisme antisipasi kegagalan tanggul
Penyebab
utama
keruntuhan
Mekanisme
Pemicu
Mekanisme
dapat
diprediksi*)
Mekanisme
dapat
diukur*)
Ketersediaan
alternatif*)
Terlalu
rendah
Elevasi air
lebih tinggi
dari perkiraan
- + Tidak
Penurunan
tanah dan
pemadatan
yang melebihi
perkiraan
- + Tidak
Runtuh
Perpipaan - + Tidak
Ketidakstabilan
makro pada
luar dan dalam
- + Tidak
45
lereng
Kerusakan
revetmen
5.2.3.3. Strategi perawatan
Mekanisme pengukuran kegagalan tidak cukup untuk
memprediksi dampak dari kegagalan tersebut. Oleh karena itu
strategi ConBM dianggap sesuai untuk monitoring tanggul.
Pemeriksaan (inspeksi) akan dilakukan secara berkala. Berikutnya
pemeliharaan akan dilakukan ketika hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa batas tertentu terlampaui (maintenance
threshold).
5.2.4. Pedoman inspeksi dan pemeliharaan
Pemeriksaan dan perawatan yang harus dilakukan disajikan
dalam tabel 5.3. Sarana yang diperlukan untuk inspeksi dan
pemeliharaan diberikan dalam masing-masing Tabel 5.4 dan Tabel
5.5.
Tabel 5.3. Pemeliharaan analisis tugas untuk ConBM
Mekanisme
Pemicu
Kegiatan
Pemeliharaan
Kegiatan
Inspeksi
Frekuensi
Inspeksi
(#/Tahun)
Batas
Perawatan
Ketinggian air
(melebihi dari
espektasi)
Peninggian
Tanggul
Pemantauan
ketinggian air
(BKT debit dan
ketinggian air
laut)
365
(setiap
hari)
Melebihi
desain
Nilai
Land
subsidence dan
settlement
Peninggian
Tanggul
Memantau
penurunan
tanah dengan
1 Melebihi
desain
Nilai
46
(melebihi dari
espektasi)
mengukur
permukaan air
laut rata-rata
relatif terhadap
tingkat puncak
(atau
menggunakan
tolok ukur
stabil)
Perpipaan Meningkatkan
misalnya
pelindung
rembesan
panjang
misalnya
rembesan
selokan
Periksa apakah
ada perpipaan
dan angkat
(inspeksi
visual)
2, dan
selama
permukaan
air tinggi
If piping
c.q. heave
is present
Ketidakstabilan
makro dari
kemiringan
dalam dan luar
Memperbaiki
geometri
(misalnya
kemiringan
landai,
tanggul:
tergantung
pada hasil
penghitungan
ulang)
Menghitung
ulang stabilitas
berdasarkan
parameter
kekuatan tanah
aktual (dengan
pengambilan
sampel) dan
geometri serta
beban Tanggul
1 Jika faktor
keamanan
<1 (Merah.
[I])
Kerusakan
pelindung
Ganti atau
pasang
kembali
pelindung dan
singkirkan
bangunan
ilegal
Check
condition grass
padang and
illegal
buildings
52
(setiap
seminggu)
Jika
tutupan
rumput
<70% (Ref.
[Ii} resp
ketika ada
bangunan
ilegal
5.2.4.1. Pedoman inspeksi
Beberapa sarana dibuthkan saat melakukan inspeksi
sebagaimana Tabel 5.4 berikut ini.
47
Tabel 5.4. Sarana yang dibutuhkan inspeksi
No. Inspection activity
Inspection
Frekuensi
[#/year]
Penambangan Peralatan
DI1 Pemantauan
ketinggian air (BKT
debit dan ketinggian
air laut)
365
(setiap hari)
Dengan berjaga
di stasiun
pompa
Pengukur
ketinggian air
DI2 Memantau penurunan
tanah dengan
mengukur permukaan
air laut rata-rata
relatif terhadap
tingkat puncak (atau
menggunakan tolok
ukur stabil)
1 Survey team
(4)
Peralatan
Leveling
DI3 Periksa apakah ada
perpipaan dan
pengangkatan
(inspeksi visual)
2, and
during high
water levels
Dengan
mengatur item
DI5
Lihat item
DI5
DI4 Menghitung ulang
stabilitas berdasarkan
parameter kekuatan
tanah aktual (dengan
pengambilan sampel)
dan geometri serta
beban Tanggul
1 Konsultan
Geoteknik
Ditentukan
oleh
konsultan
DI5 Periksa kondisi
padang rumput dan
bangunan ilegal
52
(setiap
seminggu)
2 Kamera
5.2.4.2. Pemantauan ketinggian air (Debit BKT dan tingkat air
laut) (DI1)
Tanggul dan bendungan adalah penting ketinggian airnya.
Hal ini perlu dipantau pada titik-titik yang berbeda di Banjir Kanal
Timur dan di Laut Jawa. Prediksi untuk tingkat pasut air di laut
tersedia di kantor BMKG. Fluktuasi elevasi air dapat diukur secara
manual atau otomatis. Hal ini perlu dilakukan oleh operator stasiun
pemompaan (Pi1) setiap hari di tempat yang sama. Pengukuran ini
48
harus dipantau. Jika ketinggian air melebihi rencana, maka perlu
dilakukan tindakan misalnya mempertinggi tanggul) harus diambil .
5.2.4.3. Pemantauan penurunan tanah dengan mengukur rata-
rata permukaan laut air relatif terhadap tingkat
puncak (DI2)
Untuk mengetahui laju penurunan tanah, penting untuk
memantau ketinggian tanggul.Sebuah prediksi yang dibuat dapat
mengetahui penurunan tanah, tetapi kondisi nyata dapat berbeda
dari prediksi, sehingga perlu monitoring Pengukuran tinggi
tanggul perlu dilakukan setahun sekali oleh tim survei (4). Untuk
pengukuran, perlu peralatan mendapatkan rata-rata permukaan air
diperlukan. Cara untuk mengukur penurunan tanah adalah
mengambil titik tetap di lokasi (misalnya bangunan yang
didirikan). Menandainya pada titik tersebut, mengukur dan
memonitor tingkat penurunan tanah. Pada Gambar 5.3, representasi
pengukuran penurunan tanah.
Gambar 5.3. Skematisasi pengukuran penurunan tanah
49
5.2.4.4. Periksa terhadap kelongsoran (piping) tanggul dan
bendung (inspeksi visual) (DI3)
Air yang mengalir melalui tanggul dapat menyebabkan
tanggul runtuh. Pemeriksaan diperlukan beberapa kali dalam
setahun setidaknya 2 kali. Piping dapat dideteksi dari sebuah
bocoran di tanggul atau bendung.
Metode untuk menangani bocoran pada dinding tanggul dan
bendung yang sederhana adalah menggunakan karus berisi pasir.
Material ini digunakan untuk menutup tanggul yang bocor juga
dapat menambah sementara tanggul yang mengalami
penurunan.Beberapa tumpukan lembaran geotekstil merupakan
metode kerja mahal tapi baik. Metode geotekstil adalah solusi
murah baru tapi efektif. Geotekstil ditempatkan pada tanggul dan
permeabel tetapi tidak membuat pasir lolos. Metode yang terakhir
adalah metode belum banyak digunakan dalam praktek [24].
5.2.4.5. Perhitungan ulang stabilitas berdasar sampel
kekuatan tanah, dan perubahan geometri serta beban
tanggul (DI4)
Stabilitas tanggul perlu diperiksa (dihitung) untuk
memastikan tingkat keselamatan dengan kenaikan muka air secara
relatif terhadap Laut dan sungai. Pemeriksaan harus dilakukan
sekali setahun dan bisa dibantu oleh konsultan, karena Pengelola
air SIMA mungkin tidak memiliki keterampilan atau pengetahuan
50
untuk melakukan tugas ini. Seorang konsultan geoteknik
diperlukan untuk membantu pemantauan dan analisis stabilitas ini.
5.2.4.6. Periksa kondisi lereng tanggul dan bangunan liar (DI5)
Membuat bangunan ilegal di tanggul dapat memiliki
pengaruh buruk pada stabilitas tanggul. Karena kegiatan
pembangunan di tanggul bisa melemahkan stabilitas tanggul. Juga
kegiatan pemeriksaan dan perawatan tidak dapat dilakukan dengan
baik dengan adanya bangunan liar. Jika ada rumah yang hadir di
tanggul itu harus secepatnya ditertibkan. Kondisi gebalan rumput di
tanggul juga perlu dipantau dan dipelihara. Rumput akan mencegah
erosi pada tanggul. Tanggul harus diperiksa diantaranya kerusakan
pelindung. Persentase gebalan rumput menutupi kebutuhan tanggul
minimal 70%. Inspeksi visual ini perlu dilakukan 52 kali dalam
setahun. Sebuah kamera bisa membantu dengan inspeksi visual ini.
5.2.4.7. Pedoman Perawatan
Berikut ini adalah tabel pemeriksaan keadaan, tindakan dan
peralatan.
Tabel 5.5. Pemeriksaan Keadaan
Kode Kegiatan
Perawatan
Tindakan Peralatan
DM1 Tingkatkan
Tanggul
Tergantung pada
hasil pemeriksaan
Tergantung pada
inspeksi
DM2 Tingkatkan
Tanggul
Idem Idem
DM3 Memperbaiki
pelindung c.q.
panjang rembesan
c.q. rembesan parit
Idem Idem
51
DM4 Memperbaiki
Geometri (mis.
Kemiringan
lembut, tanggul)
Idem Idem
DM5a Hapus bangunan
ilegal
Idem Idem
DM5b Pertahankan c.q.
memperbaiki
pelindung
(memindahkan
rumput)
supervised by
penambangan item
DI5
n/a
5.2.4.8. Peninggian Tanggul (DM1)
Tanggul perlu ditinggikan karena tanggul dan tanah di
bawahnya menyusut sedikit sentimeter setiap tahun. Pemeriksaan
mungkin menunjukkan bahwa tanggul terlalu rendah, dalam hal ini
perlu untuk meningkatkan tanggul. Untuk peninggian tanggul ada
dua alternatif yaitu mempertinggi tanggul dengan galian tanah dari
sungai dan kanal atau mendapatkan tanah dari lokasi lain. Tanah
harus sesuai dengan tanggul dan harus memperkuatnya. Pasir bisa
digunakan untuk membentuk badan tanggul, yang dilapisi tanah liat
dengan rerumputan. Gebalan rumput tersebut akan menjaga
struktur tanggul dan mencegah erosi. Peralatan yang bisa
digunakan adalah ekskavator dan ponton. Ekskavator ponton dapat
digunakan jika tanah dari kanal dan sungai sesuai untuk konstruksi
tanggul. Menggunakan material kerukan merupakan solusi yang
lebih baik (jika tanahnya keras, kualitas bagus dan tidak tercemar
sampah, mis. bagian plastik), karena tanah tersebut perlu didaur
ulang.
52
Peninggian Tanggul (DM2)
Sama dengan DM1
Meningkatkan c.q. pelindung rembesan panjang c.q. rembesan
selokan (DM3)
Sama dengan DM1
Meningkatkan geometri (mis. lereng lembut, tanggul) (DM4)
Sama dengan DM1
Penertiban bangunan liar (DM5a)
Bangunan-bangunan yang dibangun di atas tanggul perlu
dihapus untuk perlindungan tanggul, berapa banyak waktu yang
diperlukan dan seberapa sering perlu akan jelas setelah inspeksi.
Menjaga dan meningkatkan pelindung lereng (gebalan
rumput) (DM5b)
Tanah di tanggul dapat dengan mudah hanyut oleh hujan
atau dengan berjalan di tanggul. Untuk itu rumput di tanggul
penting karena memegang tanah bersama-sama, sehingga
memperkuat tanggul. Setelah pemeriksaan menjadi jelas jika
rumput masih dalam kondisi baik dan berapa banyak perawatan
yang dibutuhkan. Rumput pelindung harus dipertahankan. Rumput
ini akan tetap pendek dengan menggunakan 44 ekor kambing. Jika
itu tidak bekerja, mesin pemotong rumput harus digunakan. Ini
53
akan mengambil lebih banyak pekerjaan dan kebutuhan harus
dilakukan secara teratur.
Ketika rumput rusak atau hilang di beberapa tempat pada
langkah-langkah tanggul perlu diambil. Pertama kambing perlu
menghilang di tempat-tempat yang rusak pada tanggul karena
mereka akan merusak tanggul lagi. Setelah rumput yang dapat
diunggulkan di tempat-tempat yang rusak.
Tanah di tanggul dapat dengan mudah tersapu oleh hujan
atau saat orang berjalan di tanggul. Untuk itu rumput di tanggul
penting karena menyatukan tanah, sehingga memperkuat tanggul.
Setelah dilakukan pemeriksaan, terlihat jelas apakah rumput
tersebut masih dalam kondisi baik atau rusak dan seberapa banyak
pemeliharaan yang dibutuhkan. Penahan rumput harus
dipertahankan. Rerumputan ini akan dibuat pendek penggunaan
yang alami misal kambing. Jika itu tidak berhasil, mesin pemotong
rumput perlu digunakan. Hal ini akan membutuhkan banyak
pekerjaan dan perlu dilakukan secara teratur. Jika rumput rusak
atau hilang di beberapa tempat di tanggul, tindakan perbaikan perlu
dilakukan. Setelah itu rumput bisa disemai di tempat yang rusak.
5.3. Stasiun Pompa
5.3.1. Fungsi
Fungsi utama dari stasiun pemompaan adalah untuk
melindungi wilayah polder terhadap banjir yang disebabkan oleh
curah hujan. Stasiun pompa tidak dapat berfungsi sendiri tetapi
bersama-sama dengan sistem saluran dan kolam retensi di wilayah
54
polder. Ini berarti bahwa stasiun pemompaan tidak menjamin
polder bebas banjir, tanpa komponen lain berfungsi.
Fungsi dari stasiun pemompaan berjalan dengan baik
ketika: Memiliki kapasitas pemompaan yang memadai. Cukup
bebas dari penghalang yang dapat menghambat arus air masuk dan
keluar dari pompa.
Stasiun pompa juga memiliki fungsi untuk membantu area
polder dari banjir dari luar, misal ada luapan sungai.namun dalam
batas tertentu.
5.3.2. Komponen rumah pompa
Stasiun pompa (gambar 5.4) terdiri dari sub-komponen
berikut:
a. Pompa baling-baling;
b. Inlet dan memompa Kolam;
c. Pipa pembuangan dan stop kontak;
d. Genset dan bahan bakar tank;
e. Crane overhead;
f. Ruang kontrol;
g. Rumah jaga;
h. Struktur tumpukan lembar;
i. Struktur tanah (tanggul);
j. Trotoar.
Sub-komponen yang paling penting dijelaskan lebih rinci di bawah.
55
Gambar 5.4. Denah stasiun pompa, contoh di Polder banger (Bos,
Detail desain laporan, 2009)
5.3.2.1. Pompa
Lima pompa submersiible aksial dipasang, yang satu adalah
pompa cadangan. Setiap pompa memiliki kapasitas 2,0 m3/s,
sehingga total kapasitas 10 m3/s. Motor dan baling-baling
ditempatkan di poros kolom.
A. Inlet dan memompa kolam
Air masuk ke inlet pompa yang dilindungi dengan beton bertulang.
Sampah dicegah mengalir ke inlet pompa dengan menggunakan
filter (trash rack).
56
B. Pipa pembuangan dan outlet
Air dipompa terhubung ke pipa pembuangan horizontal,
yang terletak di tanggul. Katup penutup dipasang di mulut pipa
pembuangan untuk mencegah air dari sungai mengalir masuk ke
pompa. Saluran keluar menatur air dibuang ke sungai (BKT) dan
menumpu konstruksi dari beton bertulang dan dipasang di lereng
tanggul Sugai.
C. Generator set dan bahan bakar tangki
Tiga generator yang digunakan, yang satu merupakan
cadangan. Satu generator memfasilitasi dua pompa. Kekuatan
masing-masing generator 450 kVA. Generator ditempatkan dalam
satu ruang tersendiri. Ruang Generator memiliki sistem aliran
sendiri. Dua tangki digunakan untuk menampung bahan bakar. Satu
di dalam rumah pompa (untuk penggunaan sehari-hari) dan satu di
luar (untuk penggunaan mingguan). Tanki-tanki tersebut
dihubungkan oleh pipa.
D. Crane overhead
Overhead crane untuk pemeliharaan ditempatkan di atas
filter sampah di inlet, kemudian juga di ruang generator dan
pompa.
E. Struktur lembaran pile
Sheet pile beton digunakan untuk melindungi stasiun
pemompaan untuk alasan stabilitas. Sheet pile yang digunakan
57
adalah 18 m panjang. Sheet pile merupakan bagian dari tanggul
timur.
5.3.2.2. Pedoman Pengoperasian Stasiun Pompa
Pengoperasian stasiun pompa merupakan kegiatan sehari-
hari yang diperlukan, kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:
a. Memeriksa secara otomatis On/Off switch generator dan
pompa (atau switch On/Off secara manual).
b. Pendaftaran jam operasional.
c. Mengatur level air di sistem Polder berdasar level air di inlet
pompa.
d. Mengatur level air di musim hujan dan kemarau berdasar
rumusan yang disepakati.
e. Tangki bahan bakar selalu siap untuk pengisian bahan bakar.
f. Menjaga kebersihan dan keamanan wilayah stasiun
pemompaan.
5.3.2.3. Beralih generator dan pompa On/Off
Pada prinsipnya, pompa dan generator akan menghidupkan
dan mematikan secara otomatis pada level tertentu air di Kali
Banger. Jika saklar disfungsi otomatis, pompa harus diaktifkan
On/Off secara manual. Sebuah alat ukur ketinggian air harus
dipasang untuk mengukur tingkat air di Kali Banger akurat relatif
terhadap MSL. Hasil kegiatan inspeksi DI1 dan DI2 dapat
digunakan untuk kalibrasi alat ukur ketinggian air.
58
5.3.2.4. Pendaftaran jam operasional
Jam operasional selama operasional pompa harus didata
untuk memantau jumlah air dipompa dari area sistem Polder ke
Sungai / Laut.
5.3.2.5. Sesuaikan ketinggian air di Kali Banger
Tinggi air di sistem Polder harus mengikuti penurunan
tanah yang sebenarnya (9 cm / tahun) untuk memastikan kapasitas
penyimpanan yang cukup dan menjamin perbedaan tinggi air yang
cukup untuk mengalirkan air dari saluran sekunder ke Kali Banger.
Saklar On / Off operasional pompa dapat disesuaikan seperti pada
tabel 5.6. Tinggi air dapat diperiksa di inlet dimana pengukuran
dekat dengan stasiun pemompaan. Pengaturan tinggi mungkin
harus dikalibrasi ulang setelah beberapa saat (misal setiap 5 tahun),
karena penurunan tanah di area polder dan penurunan tanah di
rumah pemompaan yang didukung pondasi pancang yang dalam
sekitar 50 meter.
5.3.2.6. Penyesuaian ketinggian air pada musim kemarau dan
musim hujan
Pada musim kemarau, permukaan air harus dikendalikan
adalah 0,5 m lebih tinggi (1,50 m di bawah permukaan permukaan)
.
Tabel 5.6. Kontrol tabel tingkat 3,6 Air (stasiun pompa)
Operation Pumping Station
Switch on level(dry season) - 1.30 m MSL
59
Switch off level(dry season) - 1.60 m MSL
Switch on level(wet season) - 2.00 m MSL
Switch off level(wet season) - 2.10 m MSL
5.4. Sistem Saluran dan Struktur
5.4.1. Fungsi
Fungsi umum dari sistem saluran dan struktur (bendung dan
gorong-gorong) adalah untuk melindungi daerah polder terhadap
banjir yang disebabkan oleh curah hujan dan air limbah (sistem
saluran pembuangan). Stasiun pemompaan dan kolam retensi
bekerja untuk memenuhi fungsi mengatur tinggi air di area Polder.
Sesuai gambar sebelumnya tentang semua komponen Polder)
Lebih spesifik, berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air dari
saluran tersier dan sekunder meelalui saluran primer (Kali Banger)
ke stasiun pemompaan dan kolam retensi. Selain itu, bendung
menahan air laut masuk ke darat dan saat hujan tinggi air di hulu
bendung naik, sehingga diperlukan kolam retensi untuk
mengurangi kenaikan air dari hujan di hulu bendung. Sebuah inlet
diperlukan untuk tujuan pembilasan terletak di bagian hulu wilayah
polder, direncanakan dari Sungai, dengan cara memompa air dari
Banjir Kanal Timur ke Kali Banger. Pembilasan ini diperlukan
untuk menjaga kualitas air yang baik [25].
Fungsi dari sistem saluran dan struktur dapat beroperasi
dengan baik bila:
60
a. Sistem saluran memiliki kapasitas debit yang cukup
difasilitasi oleh saluran sekunder, gorong-gorong dan Kali
Banger.
b. Sistem saluran memiliki kapasitas penyimpanan yang
cukup difasilitasi oleh saluran sekunder, Kali Banger dan
kolam retensi.
5.4.1.1. Komponen dan sub-komponen
Sistem saluran dan struktur (gambar 3.1) terdiri dari sub -
komponen berikut:
a. Saluran primer (Kali Banger)
b. Saluran sekunder dan tersier
c. Gorong-gorong
d. Bendung
e. Inlet untuk pembilasan
Sub-komponen dijelaskan lebih rinci berikut ini:
A. Saluran primer (Kali Banger)
Kali Banger berfungsi sebagai saluran utama dalam sistem
polder Banger. Air hujan dari seluruh sistem dikumpulkan di Kali
Banger, kemudian mengalir ke kolam retensi, stasiun pemompaan
dan dibuang di luar. Panjang sungai dalam sistem terctat 4.500 m.
Lebar sungai bervariasi dari 6 sampai 40 m, dengan rata-rata 21
meter di bagian 1 (bagian terendah). Tanggul Kali Banger akan
dinaikkan ke level 2,75 m MSL dalam bagian saya untuk transisi
61
sebelum dan setelah sistem operasional, disamping itu juga dapat
menyediakan kapasitas debit yang cukup.
B. Saluran sekunder dan tersier
Saluran sekunder dan tersier membentuk jaringan luas di
seluruh polder tersebut. Dalam saluran ini air yang mengalir dari
permukaan dikumpulkan dan diangkut ke saluran primer. Saluran
sebagian besar selokan beton kecil dengan lebar bervariasi dari 0,5
m - 4 m.
C. Gorong-gorong
Gorong-gorong terletak di antara saluran primer dan
sekunder perlu didata dan dipelihara kebersihannya. Gorong-
gorong tersebut memfasilitasi air dari saluran sekunder mengalir ke
Kali Banger. Gorong-gorong umumnya berbentuk kotak beton.
Dimensi yang sekitar tahun 1 m, lebar 1 m dan 5 - 7 m panjang
sesuai lebar jalan yang dilalui. Inlet gorong-gorong dilengkapi
dengan saringan kotoran untuk mencegah sampah mengalir ke
gorong-gorong dan ke sungai.
D. Bendung
Bendung merupakan komponen yang membatasi air laut
dengan sistem Polder. Bendung ini terletak di hilir Kali Banger.
Dalam implementasinya, semula bendung terletak di area Tambak
Lorok. Karena ada luapan air dari tanggul KBT antara stasion
pompa dan bendung sementara yang dibuat dengan urugan tanah.
62
Kemudian bendung dibuat dekat dengan stasion pompa dan terletak
sebelum tanggul BKT.
E. Inlet untuk pembilasan
Asupan air yang dibutuhkan untuk menyiram Kali Banger
pada musim kemarau untuk mencegah air bau dan menjaga air
higienis. Air dipompa dari Banjir Kanal Timur ke saluran di hulu
Kali Banger, tepatnya di daeah Halmahera.
Sebuah inlet untuk pembilasan Kali Banger terletak di
bagian selatan polder, yaitu di Jl. Jembatan Katamso atau
Majapahit. Inlet terdiri dari pompa dihubungkan dengan pipa
panjang 160 m. Pompa mengambil air dari Banjir Kanal Timur ke
dalam pipa dari tempat itu dibuang ke saluran kali Banger di daerah
Halmahera. Lokasi pengambilan air untuk flushing (pembilasan)
disajikan pada Gambar 4.6.
Gambar 5.5. Sistem pengambilan air untuk flushing ke sistem kali
Banger. (Bos, Detailed design report, 2009)
63
5.4.1.2. Pedoman pengoperasian sistem pompa inlet air untuk
flushing
Selama periode kering (setelah 5 hari tanpa hujan), pompa
intake air harus diaktifkan -On. Pompa dapat beralih -Off ketika
hujan terjadi. Air di Kali Banger perlu dibilas setidaknya setiap 20
hari untuk mencegah jentik nyamuk tumbuh. Air diambil dari
Banjir Kanal Timur (BKT) menggunakan pompa submergible
dengan kapasitas 0,125 m3/s. Hal ini hanya mungkin bila tingkat air
dari BKT setidaknya 2,00 m + MSL. Catu daya diatur oleh
generator kecil. Pengoperasian pompa terdiri dari kegiatan yang
diperlukan untuk fungsi pompa:
a) Saklar On / Off secara manual
b) Pendaftaran jam operasional
c) Tangki bahan bakar pengisian bahan bakar
d) Konsumsi bahan bakar Pendaftaran
A. Pompa switch on/off
Pompa akan diaktifkan secara manual. Pompa hanya dapat
diaktifkan pada tingkat air minimum dari Banjir Kanal Timur dari 2
m + MSL.
B. Pendaftaran jam operasional
Jam operasional harus dicatat untuk memantau jumlah air
yang diekstraksi.
64
5.4.2. Risiko dan strategi pemeliharaan
5.4.2.1. Kegagalan dan konsekuensi
Sistem saluran dianggap gagal jika fungsinya tidak dapat
dipenuhi lagi, yaitu tidak ada penyimpanan air. Hal ini dapat terjadi
karena kegagalan dari satu atau lebih dari subkomponen. Skenario
kasus terburuk terjadi ketika kegagalan semua sub-komponen
bertepatan dengan waktunya. Misal karena curah hujan kedalaman
genangan maksimum adalah 0,2 m dalam kasus itu. Kerugian
terjadi terbatas pada kerusakan infrastruktur dan aset.
5.4.2.2. Mekanisme kegagalan
Kegagalan sistem saluran dapat terjadi ketika satu atau lebih
sub-komponen gagal. Alasan utama dari peristiwa kegagalan
tercantum di bawah ini:
a) Kegagalan saluran (debit dan / atau penyimpanan yang
tidak memadai)
b) Kegagalan bendung (blocking debit terlalu banyak atau
terlalu sedikit)
c) Kegagalan gorong-gorong (blocking discharge)
Selain itu, struktur inlet untuk pembilasan bisa gagal. Ini
tidak secara signifikan mempengaruhi fungsi keseluruhan sistem
saluran.
65
5.4.2.3. Strategi perawatan
Strategi pemeliharaan yang sama berlaku untuk hampir
semua sub-komponen yang berbeda.Kondisi sistem saluran dan
struktur yang terukur, tetapi tidak cukup dapat diprediksi. Biaya
pemeriksaan dianggap rendah dibandingkan dengan konsekuensi
dari kegagalan. Oleh karena itu strategi ConBM dianggap sesuai
untuk sub-komponen. Pemeriksaan akan dilakukan secara berkala.
Pemeliharaan akan dieksekusi ketika hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa batas tertentu terlampaui (ambang batas
perawatan).
Kondisi pompa dari sistem inlet tidak dapat diprediksi dan
tidak cukup terukur. Risiko kegagalan dianggap rendah
dibandingkan dengan biaya pemeriksaan dan perawatan. Oleh
karena itu, CBM akan diterapkan sebagai strategi pemeliharaan
untuk item ini, meskipun tidak ada alternatif yang tersedia.
Kegiatan inspeksi dan pemeliharaan dijelaskan dalam
paragraf berikutnya.
5.4.2.4. Pedoman inspeksi dan pemeliharaan
Pemeriksaan dan perawatan yang harus dieksekusi disajikan
dalam tabel 5.11. Sarana yang diperlukan untuk inspeksi dan
pemeliharaan diberikan dalam masing-masing tabel 5.12 dan tabel
5.13.
Tabel 5.7. Analisis Perawatan per sub-komponen
Sub-
Kompo
nent
Mekanis
me
pemicu
Strategi
Mainte-
nance
activity
Inspecti
on
activity
Inspec-
tion
Fre-
Thres-
hold
66
kuensi
[#/year
]
Saluran Tersumb
at oleh
sedimen
ConBM Pengeruka
n
Pemanta
uan
ketebalan
sedimen
2/3 (di
musim
kemara
u dan
musim
hujan)
Jika
tingkat
lapisan
<nilai
desain
(2.5 m –
MSL,
meningk
at dengan
penuruna
n tanah
aktual
Tersumb
at
sampah
ConBM Pembersih
an sampah
Pemanta
uan
sampah
52
(setiap
seming
gu)
Jika ada
sampah
Bendun
gan
Tersumb
at
sampah
ConBM Pembersih
an sampah
Pemanta
uan
sampah
52
(setiap
seming
gu)
Jika ada
sampah
Runtuhn
ya
struktur
ConBM Perbaiki
struktur
Inspeksi
misalnya
deformas
i dan
analisis
struktural
0.2
(setiap
5
tahun)
Ditentuk
an oleh
spesialis
Gorong
- gorong
Tersumb
at
sampah
ConBM Pemindaha
n
Sampah
Pemanta
uan
sampah
52
(setiap
seming
gu)
Jika ada
sampah
Inlet
system
E/M
Pompa
Rusak
CBM Ganti /
perbaiki
parts
n/a n/a Jika ada
sampah
Tersumb
at
(misalny
a
sampah)
ConBM Pembersih
an sampah
Pemanta
uan
sampah
52
(setiap
seming
gu)
Jika ada
sampah
Pipa
Rusak /
Cacat
ConBM Support
pipe, Ganti
/ perbaiki
parts
Inspeksi,
pipa pada
deformas
i
0.5
(setiap
2
tahun)
Jika
fungsi
saluran
masuk
tergangg
67
u
5.4.2.5. Pedoman Pemeriksaan
Ini sub-bab menjelaskan pedoman untuk kegiatan inspeksi
saluran dan struktur dalam Polder Banger. Tabel 5.12 memberikan
gambaran semua kegiatan inspeksi.
Tabel 5.8. Diperlukan pemeriksaan berarti per sub-komponen
Sub-
Kompo-
nent
Tidak Inspection
activity
Inspection
Frekuensi
[#/year]
Penamba
ngan Peralatan
Saluran CI1 Memantau
ketebalan
pemukiman
2/3 (di musim
kemarau dan
musim hujan)
Survey
team (4)
Levelling
Peralatan
CI2 Pemantauan
sampah
52
(setiap
seminggu)
2 n/a
Bendungan CI3 Pemantauan
sampah
52
(setiap
seminggu)
Penamban
gan CI2
n/a
CI4 Inspeksi
misalnya
deformasi
dan analisis
struktural
0.2
(setiap 5
tahun)
Konsultan
Struktur
Kamera,
Penggaris,
level
Gorong -
gorong
CI5 Pemantauan
sampah
52
(setiap
seminggu)
Penamban
gan CI2
n/a
Inlet
system
CI6 Pemantauan
sampah
52
(setiap
seminggu)
Penamban
gan CI2
n/a
CI7 Pipa
inspeksi
pada
deformasi
0.5
(setiap 2
tahun)
Konsultan
Struktur
Penggaris,
level
Kamera
68
5.4.3. Saluran
5.4.3.1. Pemantauan ketebalan sedimen (CI1)
Ketebalan sedimen saluran harus diukur dan dipantau.
Sedimen Lainnya di saluran mengakibatkan kurang kapasitas
penyimpanan-dan drainase. Adalah penting bahwa ketebalan
sedimen tidak melebihi ketebalan tertentu. Ini harus diukur 2/3 kali
setahun (musim kering dan basah). Hasil pemeriksaan akan
menunjukkan jika pemeriksaan harus dilakukan lebih atau kurang
(rencana periksa tindakan). Ini harus dilakukan oleh tim Survey (4)
pihak ketiga Polder.
Saluran dalam Polder Banger dapat dibagi menjadi tiga
jenis. Pedoman untuk tiga jenis saluran yang dijelaskan di bawah
ini:
a) Tampungan Kali Banger harus cukup dalam untuk
memungkinkan kapasitas debit yang cukup. Dasar
minimum dari Kali Banger pada bagian polder saya perlu
MSL - 2,50 m . Ketika Kali Banger perlu digali, tingkat
lantaiharus MSL - 2,75 m untuk memungkinkan 0,25 m
masa depan sedimentasi. Bagian Polder II dan III tidak
perlu digali karena sistem memiliki kapasitas debit yang
cukup. Penting adalah bahwa setiap 10 tahun sistem harus
dievaluasi.
b) Tingkat desain dasar untuk saluran sekunder yang harus
dipertahankan diberikan dalam tabel 5.13. Saluran yang
ditampilkan dalam peta gambar 5.7.
69
c) Saluran tersier sebagian besar selokan beton kecil dengan
lebar bervariasi dari 0,5 m - 4 m. Di udara saluran ini yang
lari dari permukaan dan rumah tangga dikumpulkan dan
diangkut ke saluran primer. Oleh karena itu, penting bahwa
saluran yang lebih kecil akan dibersihkan. Sedimen dalam
selokan dapat dengan mudah dihapus.
Gambar 5.7 (Report, 2009)
70
Tabel 5.9. Diperlukan saluran tingkat menengah sekunder (Bos,
Detailed design report, 2009)
Channel Length [m] Width [m] Bed level [m+MSL]
Jl. Pengapon Utara 944 2.30 -1.80
Jl. Pengapon Selatan 937 1.70 -1.80
Pengaringan (F) 398 3.38 -1.20
Jl. Raden Patah Utara 1065 0.95 -0.76
Jl. Raden Patah
Selatan
1081 1.37 -1.30
Dr. Cipto Timur (T) 2154 1.92 -0.63
Kartini (U) 2071 3.06 -1.60
Mlatibaru 1 (L) 734 4.13 -1.33
Mlatibaru 2 (J) 145 3.00 -0.40
Citarum selatan (P) 511 2.00 0.27
Mlatiharjo utara (N) 235 0.46 0.95
Mlatiharjo selatan (N) 383 0.46 0.95
Bugangan 1 (Q) 413 1.25 1.09
Bugangan 2 (S) 929 1.25 0.50
Total 12000
5.4.3.2. Menggambarkan pemeliharaan pedoman / tindakan
yang harus diambil.
Pemantauan ketebalan sedimen dapat dilakukan dengan
penggunaan peralatan leveling (peralatan pengukuran batang /
sensor). Pengukuran harus dilakukan pada titik-titik yang berbeda
dalam saluran, ini berlaku untuk kedua panjang (misalnya setiap 50
meter) dan lebar saluran, karena ketebalan dapat bervariasi dari
titik ke titik. Pengukuran ini harus dicatat. Ketebalan sedimen saat
ini adalah rata-rata dari semua pengukuran yang diambil. Jika
ketebalan sedimen lebih besar dari tingkat sebenarnya tempat
lantai> tingkat desain, tindakan yang harus diambil.
71
Gambar 5.8 menunjukkan bagaimana pengukuran ketebalan
sedimen harus dilakukan. Metode ini adalah dengan menggunakan
tiang pengukuran. Variabel A, dan B, dan tingkat air pertama harus
diukur sebelum ketebalan sedimen dapat dihitung. Variabel A
(kedalaman air) akan diukur dengan bantuan tiang pengukuran .
Pedoman untuk mengukur tingkat air ditampilkan pada
'Pemantauan ketinggian air (debit BKT dan tingkat air laut) (DI1)’.
Perhitungan B dan C dijelaskan pada gambar.
Gambar 5.8. Profil Saluran
72
Monitoring sampah (CI2)
Jumlah sampah di saluran perlu dipantau. Sampah di
saluran mengurangi debit dan retensi kapasitas yang dapat
menyebabkan banjir di daerah Banger. Hal ini juga dapat
menyumbat struktur air seperti bendung, gorong-gorong, dan
stasiun. Monitoring pemompaan harus dilakukan 52 kali setahun
(setiap minggu). Sebelum, selama dan setelah curah hujan saluran
harus diperiksa sampah tambahan. Ini harus dilakukan oleh
Pengelola Polder (penambangan CI2). Pemeriksaan harus
dilakukan oleh mata. Setiap minggu anggota dari dewan polder
harus memeriksa saluran dan mencari sampah. Jika inspektur
menemukan sampah di saluran ia harus mencatat itu dan mengirim
tim pemeliharaan (Penambangan CI2) ke daerah ini untuk
membersihkan saluran.
5.4.3.3. Menggambarkan pemeliharaan pedoman / tindakan
yang harus diambil
Bendungan
Monitoring sampah (CI3)
Jumlah sampah di sekitar bendung perlu dipantau.
Bendungan dapat tersumbat dengan sampah dan mengurangi
kapasitas debit, yang dapat menyebabkan banjir di daerah Banger.
Pemantauan harus dilakukan 52 kali setahun (setiap minggu) dan
harus dilakukan oleh Pengelola Polder (penambangan CI2).
Sebelum, selama dan setelah curah hujan yang bendung harus
diperiksa sampah tambahan.
73
Pemeriksaan harus dilakukan oleh mata. Setiap minggu
anggota dari dewan polder harus memeriksa bendung di Polder
Banger dan mencari sampah. Jika inspektur menemukan sampah di
dekat bendungan, ia harus mencatat itu dan mengirim tim
pemeliharaan (juga Penambangan CI2) ke daerah ini untuk
membersihkan bendungan.
5.4.3.4. Menggambarkan pemeliharaan pedoman / tindakan
yang harus diambil
Pemeriksaan pada deformasi dan analisis struktural (CI4)
Ada perubahan bendung merusak, yang dapat menyebabkan
struktur runtuh. Tanah-subsidence dan erosi merupakan faktor
terbesar yang menyebabkan deformasi. Bendung harus diperiksa
0,2 kali dalam setahun. Ini berarti harus diperiksa setiap 5 tahun.
Pemeriksaan harus dilakukan oleh konsultan struktural (pihak
ketiga).
Pemeriksaan harus dilakukan secara visual. Konsultan bisa
menggunakan kamera untuk membuat gambar mungkin deformasi.
Gambar-gambar dari tahun yang berbeda dapat ditempatkan di
samping satu sama lain untuk membandingkan mereka. Dengan
cara ini mudah untuk melihat perbedaan (deformasi) pada bendung.
pengelola juga dapat digunakan untuk mengukur penyelesaian
bendung. Dengan cara ini adalah mungkin untuk melihat apakah
bendung tersebut tenggelam atau deformasi. Jika beberapa bagian
yang rusak atau mengancam untuk menghancurkan mereka perlu
diperbaiki atau diganti.
74
Gorong-gorong
Monitoring sampah (CI5)
Jumlah sampah di gorong-gorong perlu dipantau. Gorong-
gorong dapat tersumbat dengan sampah dan mengurangi kapasitas
debit yang dapat menyebabkan banjir di daerah Banger.
Pemantauan harus dilakukan 52 kali setahun (setiap minggu) dan
harus dilakukan oleh Dewan Polder (penambangan CI2). Sebelum,
selama dan setelah curah hujan gorong-gorong harus diperiksa
tambahan.
Pemeriksaan harus dilakukan oleh mata. Setiap minggu
anggota dari dewan polder harus memeriksa gorong-gorong di
Polder Banger dan mencari sampah. Jika inspektur menemukan
sampah di dekat atau di gorong-gorong, ia harus mencatat itu dan
mengirim tim pemeliharaan (Penambangan CI2) ke daerah ini
untuk membersihkan gorong-gorong.
5.4.3.5. Menggambarkan pemeliharaan pedoman / tindakan
yang harus diambil
Sistem inlet
Monitoring sampah (CI6)
Jumlah sampah di sekitar sistem inlet perlu dipantau.
Sistem inlet dapat tersumbat dengan sampah. Pemantauan harus
dilakukan 52 kali setahun (setiap minggu) dan harus dilakukan oleh
Dewan Polder (penambangan CI2). Sebelum, selama dan setelah
curah hujan sistem inlet harus diperiksa tambahan.
75
Pemeriksaan harus dilakukan oleh mata. Setiap minggu
anggota dari dewan polder harus memeriksa inlet di Polder Banger
dan mencari sampah. Jika inspektur menemukan sampah dekat
inlet, ia harus mencatat itu dan mengirim tim pemeliharaan (juga
Penambangan CI2) ke daerah ini untuk membersihkan inlet.
5.4.3.6. Menggambarkan pemeliharaan pedoman / tindakan
yang harus diambil
Pemeriksaan pompa dan pipa (CI7)
Ada perubahan pipa dari deformasi sistem inlet atau retak.
Tanah-subsidence dan erosi adalah faktor terbesar yang
menyebabkan deformasi ini dan retak. Juga pompa harus diperiksa,
mekanis, minyak dll pipa dan pompa harus diperiksa 0,5 kali dalam
setahun. Ini berarti harus diperiksa setiap 2 tahun. Pemeriksaan
harus dilakukan oleh konsultan struktural (pihak ketiga).
Pemeriksaan harus dilakukan secara visual. Konsultan bisa
menggunakan kamera untuk melihat ke dalam pipa. Dengan cara
ini mudah untuk melihat deformasi atau retak di dalam pipa. Jika
beberapa bagian pipa yang rusak atau mengancam untuk
menghancurkan mereka perlu diperbaiki atau diganti.
5.4.3.7. Pedoman perawatan
Sub-bab ini menjelaskan pedoman untuk kegiatan
pemeliharaan saluran dan struktur dalam Polder Banger. Tabel
4.14. memberikan gambaran semua kegiatan pemeliharaan.
76
Tabel 5.10. Keperluan pemeliharaan per Sub-Komponen
Sub-
Komponent Tidak
Maintenance
activity Penyaringan Peralatan
Saluran CM1 Pengerukan To be
determined
Pengerukan
Peralatan
CM2 Pembersihan
sampah
Penyaringan
CI2
Bentuk jaring,
ember
Bendungan CM3 Pembersihan
sampah
Penyaringan
CI2
Bentuk jaring
ember
CM4 Improve structure
(works depend on
inspection result)
Tergantung
pada hasil
pemeriksaan 1
Tergantung
pada hasil
pemeriksaan
Gorong -
gorong
CM5 Pembersihan
sampah
Penyaringan
CI2
Bentuk jaring,
ember
Inlet system CM6 Ganti / perbaiki
parts pump
Determined by
supplier
Determined
by supplier
CM7 Pembersihan
sampah
Penyaringan
CI2
Bentuk jaring,
ember
CM8 Support pipe,
Ganti / perbaiki
parts
Tergantung
pada hasil
pemeriksaan 1
Tergantung
pada hasil
pemeriksaan
A. Saluran
Pengerukan (CM1)
Jika pemeriksaan (CI1) mengungkapkan bahwa ketebalan
sedimen di saluran terlalu besar, saluran perlu digali. Kegiatan
pengerukan harus dilakukan oleh Pengelola Polder dengan bantuan
pihak ketiga. Hal ini belum ditentukan bagaimana pekerjaan ini
akan diputuskan. Sedimen di saluran sekunder dan tersier dapat
77
dikeruk oleh dewan polder (penambangan CI2). Sejumlah kecil
sedimen dapat dihapus dengan sekop. Untuk saluran yang lebih
besar excavator diperlukan.
Dasar minimum dari Kali Banger pada bagian polder saya
perlu MSL-2,50 m. Ketika Kali Banger pada bagian polder perlu
digali, tingkat lantaiharus MSL-2,75 m untuk memungkinkan 0,25
m masa depan sedimentasi. Tingkat lantaiyang dibutuhkan dari
saluran sekunder ditunjukkan dalam pedoman pemeriksaan CI1.
Pembersihan sampah (CM2)
Jika pemeriksaan mengungkapkan bahwa ada sejumlah
besar sampah di saluran, itu harus dihapus. Hal ini harus dilakukan
oleh Pengelola Polder (penambangan CI2). Sekop jaring dapat
digunakan untuk mengumpulkan sampah di daerah. Setelah
mengumpulkan sampah dapat dijatuhkan dalam ember yang akan
diangkut ke tempat pembuangan di kemudian hari.
B. Bendungan
Pembersihan sampah (CM3)
Jika pemeriksaan mengungkapkan bahwa ada sejumlah
besar sampah dekat / terhadap bendung, itu harus dihapus. Hal ini
harus dilakukan oleh Pengelola Polder (penambangan CI2). Sekop
jaring dapat digunakan untuk mengumpulkan sampah di daerah.
Setelah mengumpulkan sampah dapat dijatuhkan dalam ember
yang akan diangkut ke tempat pembuangan di kemudian hari.
78
Memperbaiki struktur (CM4)
Jika pemeriksaan (CI4) mengungkapkan bahwa struktur
perlu ditingkatkan / diperbaiki, tindakan yang harus diambil. Para
pekerja dan peralatan yang dibutuhkan tergantung pada hasil
pemeriksaan.
C. Gorong-gorong
Pembersihan sampah (CM5)
Jika pemeriksaan mengungkapkan bahwa ada sampah yang
disajikan dalam gorong-gorong, itu harus dihapus. Hal ini harus
dilakukan oleh Pengelola Polder (penambangan CI2). Sekop jaring
dapat digunakan untuk mengumpulkan sampah di daerah. Setelah
mengumpulkan sampah dapat dijatuhkan dalam ember yang akan
diangkut ke tempat pembuangan di kemudian hari. Yang perlu
diperhatikan ketika membersihkan gorong-gorong adalah untuk
memastikan tidak ada H2S dalam struktur tersebut. H2S
merupakan gas yang sangat beracun yang mematikan bila terhirup.
H2S akan muncul dengan membusuk banyak senyawa organik
yang mengandung sulfur. Gas ini paling sering terjadi pada tenang
hangat (tanpa angin) cuaca.
Untuk mencegah korban apapun dari menghirup gas itu
benar-benar penting untuk memastikan H2S tidak hadir dalam
gorong-gorong. H2S harus dihapus keluar gorong-gorong dengan
bantuan blower. Dengan meniup udara segar di gorong-gorong
H2S akan terdilusi ke tingkat tidak mematikan.
79
D. Sistem Inlet
Bagian ganti / perbaikan pompa (CM6)
Jika pemeriksaan (CI7) mengungkapkan bahwa pompa inlet
adalah cacat, itu harus diperbaiki. Bagian-bagian yang perlu
diperbaiki dan penambangan yang diperlukan perlu ditentukan oleh
pemasok.
Pembersihan sampah (CM7)
Jika pemeriksaan mengungkapkan bahwa ada sejumlah
besar sampah di / dekat sistem inlet, itu harus dihapus. Hal ini
harus dilakukan oleh Pengelola Polder (penambangan CI2). Sekop
jaring dapat digunakan untuk mengumpulkan sampah di daerah.
Setelah mengumpulkan sampah dapat dijatuhkan dalam ember
yang akan diangkut ke tempat pembuangan di kemudian hari.
Dukungan pipa, mengganti / memperbaiki bagian (CM8)
Jika pemeriksaan (CI7) mengungkapkan bahwa pompa inlet
adalah cacat, itu harus diperbaiki. Bagian-bagian yang perlu
diperbaiki dan penambangan yang diperlukan perlu ditentukan oleh
pemasok.
5.4.4. Kolam retensi
Fungsi
Kolam retensi terletak di Kemijen, bagian utara dari Polder
Banger. Tanah ini milik PT KAI (Bos, 2009). Fungsi umum dari
cekungan retensi adalah untuk melindungi wilayah polder terhadap
80
banjir yang disebabkan oleh curah hujan. Bersama dengan stasiun
pompa dan sistem saluran fungsi ini terpenuhi. Lebih spesifik,
berfungsi untuk menyimpan air hujan dari sistem saluran (melalui
Kali Banger) sementara untuk meringankan stasiun pemompaan.
Air hujan akan mengalir ke cekungan retensi melalui struktur inlet
sekali per tahun. Air yang disimpan akan dirilis melalui struktur
stop kontak setelah bagian dari air hujan telah diberhentikan oleh
stasiun pompa.
Fungsi dari cekungan retensi terpenuhi ketika:
a. Volume retensi cukup
b. Mengisi waktu cukup
c. Dapat dikosongkan cukup
Fakta dan angka
Kolam retensi terdiri dari sub-komponen berikut:
a. Kolam tampungan cekung
b. Struktur inlet
c. Struktur stop kontak
d. Saluran koneksi di antara barat dan timur cekungan
e. Jembatan
f. Jalan inspeksi
81
Gambar 5.5. Sub-Komponents retention basin (Bos, detailed
design report, 2009)
Sub-komponen yang paling penting dijelaskan secara lebih
rinci pada halaman-halaman berikutnya.
Kolam tampungan air
Kolam retensi adalah area yang luas 9 ha. Melalui Kali
Banger, cekungan akan diisi sekali per tahun dan dapat berisi air
hingga acara T10 hujan. dasar terletak di - 2,75 m MSL dan dalam
kondisi Tidakrmal, permukaan air minimal adalah -2,0 m MSL.
Struktur inlet
Struktur inlet (Gambar 4.11) merupakan spillway atas
dimana air hujan mengalir dari Kali Banger ke kolam retensi. Ini
terdiri dari lokal menurunkan jalan lebih panjang dari 140 m.
Tingkat puncak spillway adalah -1,0 m MSL. Lereng dari spillway
82
ditutupi dengan lapisan perlindungan batu-batu kecil. Spillway
hanya akan meluap ketika tingkat air di Kali Banger naik lebih dari
1 m (Bos, 2009).
Gambar 5.6. Inlet structure: Spillway (Bos, Detailed design report,
2009)
Struktur outlet
Struktur outlet (gambar 4.12) terdiri dari gorong-gorong
kotak beton dengan katup gerbang. Pintu gerbang dioperasikan
secara manual. Pintu gerbang hanya akan dibuka untuk debit air
dari cekungan retensi ke Kali Banger setelah peristiwa hujan.
Dimensi gorong-gorong adalah: panjang: 11 m; lebar (dalam): 1.0
m; tinggi (dalam) 1,0 m; Dasar level : MSL -2.50 m. Ketika kolam
retensi terisi penuh, sekitar 50% dibuang melalui spillway dan 50%
dibuang oleh gerbang keluar (Bos, 2009).
83
Gambar 5.7. Outlet structure: water gate (Bos, Detailed design
report, 2009)
Saluran penghubung
Antara barat dan timur kolam terjadi kecepatan aliran tinggi
selama mengisi cekungan. Oleh karena itu pelindung pasangan batu
sedang dipasang lebih panjang dari 40 m.
Jembatan
Daerah pemukiman barat dan timur kolam retensi yang
terhubung dengan jembatan baja. Jembatan adalah 12 m panjang
dan lebar 3 m.
Jalan inspeksi
Sebuah jalan dengan lebar 3,4 m inspeksi diproyeksikan
sepanjang kolam retensi.
Pedoman pengoperasian gerbang outlet
Pintu gerbang outlet kolam retensi ditutup sebagian besar
waktu. Setelah acara curah hujan yang menyebabkan banjir
84
cekungan retensi, pintu gerbang harus dibuka untuk mengosongkan
kolam retensi. Pembukaan gerbang akan dilakukan secara manual.
A. Strategi Pemeliharaan
Strategi pemeliharaan yang sama berlaku untuk semua sub-
komponen yang berbeda, lihat tabel 4.16. Kondisi sub-komponen
dapat diukur, tetapi tidak cukup dapat diprediksi. Biaya
pemeriksaan yang dianggap telah menjadi rendah relatif terhadap
konsekuensi dari kegagalan. Oleh karena itu strategi ConBM
dianggap sesuai untuk sub-komponen. Pemeriksaan akan dilakukan
secara berkala. Pemeliharaan akan dieksekusi ketika hasil
pemeriksaan menunjukkan bahwa batas tertentu terlampaui
(ambang batas perawatan). Kegiatan inspeksi dan pemeliharaan
dijelaskan dalam paragraf berikutnya.
B. Pedoman Inspeksi dan Perawatan Kolam Retensi
Pemeriksaan dan perawatan yang harus dieksekusi disajikan
dalam tabel 5.16. Sarana yang diperlukan untuk inspeksi dan
pemeliharaan diberikan dalam masing-masing tabel 5.16 dan tabel
5.17.
Tabel 5.11. Analisis Tugas Pemeliharaan per Sub-Komponen
Sub-
Kompon
ent
Mekanism
e pemicu
Strat
egi
Maintena
nce
activity
Inspectio
n activity
Inspect
ion
Frekue
nsi
[#/year]
Thresh
old
Kolam Tersumbat ConB Pengeruk Pemantau 1 Jika
85
Sub-
Kompon
ent
Mekanism
e pemicu
Strat
egi
Maintena
nce
activity
Inspectio
n activity
Inspect
ion
Frekue
nsi
[#/year]
Thresh
old
dengan
sedimen
M an an
ketebalan
sedimen
tingkat
lapisan
<nilai
desain
(2.5 m –
MSL,
mening
kat
dengan
penurun
an tanah
aktual
Tersumbat
oleh
sampah /
bangunan
ilegal atau
bangunan
lainnya
ConB
M
Pembersi
han
sampah /
banguan
ilegal
Memanta
u sampah
dan
bangunan
ilegal
52
(setiap
seming
gu)
Jika ada
sampah
atau
bangun
an
Inlet Tersumbat
(misalnya
dengan
sampah)
ConB
M
Pembersi
han
sampah
Pemantau
an
sampah
52
(setiap
hari)
Jika ada
sampah
Ketidaksta
bilan
makro pada
lereng
ConB
M
Tingkatka
n mis.
tanah
(tergantun
g pada
hasil
perhitung
an ulang)
Hitung
ulang
stabilitas
berdasark
an
parameter
kekuatan
tanah
aktual
(dengan
pengambi
lan
sampel)
dan
geometri
dan
beban
1 Jika
faktor
keaman
an <1
(Ref.
[Iii])
Pelindung ConB Ganti atau Visual 1 Jika
86
Sub-
Kompon
ent
Mekanism
e pemicu
Strat
egi
Maintena
nce
activity
Inspectio
n activity
Inspect
ion
Frekue
nsi
[#/year]
Thresh
old
rusak M pasang
kembali
pelindung
check
condition
rock
protectio
n
tutupan
batuan
<80%
(Ref.
[Iv])
Outlet Tersumbat
(misalnya
dengan
sampah)
ConB
M
Pembersi
han
sampah
Pemantau
an
sampah
52
(setiap
seming
gu)
Jika ada
sampah
Mekanisme
gerbang
macet
ConB
M
Oli /
perbaiki /
ganti suku
cadang
Mekanis
me
pengujian
12
(setiap
month)
Jika
gerbang
macet
Hubung
an
saluran
Ketidaksta
bilan
makro pada
lereng
ConB
M
Tingkatka
n mis.
tanah
(tergantun
g hasil
penghitun
gan
ulang)
Hitung
ulang
stabilitas
berdasark
an
parameter
kekuatan
tanah
aktual
(dengan
pengambi
lan
sampel)
dan
geometri
dan
beban
1 Jika
faktor
keaman
an <1
(Ref.
[V])
Pelindung
yang rusak
ConB
M
Ganti atau
pasang
kembali
pelindung
Pemeriks
aan
visual
kondisi
perlindun
gan
batuan
1 Jika
tutupan
batuan
<80%
(ref.
[Vi])
Jembata
n
Struktur
rusak /
cacat
ConB
M
Perbaiki /
ganti suku
cadang
Pemeriks
aan
visual
0.5
(setiap
2 tahun)
Ditentu
kan
oleh
87
Sub-
Kompon
ent
Mekanism
e pemicu
Strat
egi
Maintena
nce
activity
Inspectio
n activity
Inspect
ion
Frekue
nsi
[#/year]
Thresh
old
pada
deformasi
spesiali
s
Inspeksi
jalan
Trotoar
rusak
ConB
M
Perbaiki
trotoar
Pemeriks
aan
visual
pada
deformasi
0.5
(setiap
2 tahun)
Jika
pondasi
terbuka
Penjajaran
cacat
ConB
M
Perbaikan
landasan
Pemeriks
aan
visual
pada
deformasi
0.5
(setiap
2 tahun)
Ditentu
kan
oleh
spesiali
s
C. Pedoman Inspeksi
Sub-bab ini memberikan langkah demi langkah deskripsi
bagaimana inspeksi harus dilakukan per sub-komponen. Gambaran
dari berbagai inspeksi sarana yang diperlukan per sub-komponen
diberikan dalam tabel di bawah. Ini sub-bab memberikan langkah
demi langkah deskripsi bagaimana inspeksi harus dilakukan per
sub-komponen. Gambaran dari berbagai inspeksi sarana yang
diperlukan per sub-komponen diberikan dalam tabel di bawah.
Tabel 5.12. Diperlukan cara pemeriksaan per Sub-Komponen
Sub-Komponent Tidak Inspection
activity
Inspection
Frekuensi
[#/year]
Penam-
bangan Peralatan
Kolam RI1 Pemantauan
ketebalan
sedimen
1 Survey
team (4)
Leveling
Peralatan
RI2 Pemantauan
sampah dan
bangunan
ilegal
52
(setiap
seminggu)
Penamban
gan DI5
Kamera
88
Sub-Komponent Tidak Inspection
activity
Inspection
Frekuensi
[#/year]
Penam-
bangan Peralatan
Inlet RI3 Pemantauan
sampah
52
(setiap
seminggu)
Penamban
gan CI2
n/a
RI4 Hitung ulang
stabilitas
berdasarkan
parameter
kekuatan tanah
aktual (dengan
pengambilan
sampel) dan
beban geometri
1 Konsultan
Geoteknik
Ditentukan
oleh
konsultan
RI5 Pemeriksaan
visual kondisi
perlindungan
batuan
1 Penamban
gan DI5
Kamera,
Penggaris
Outlet RI6 Pemantauan
sampah
52
(setiap
seminggu)
Penamban
gan CI2
n/a
RI7 Tes Mekanik 12
(setiap month)
Penamban
gan DI5
Penggaris,
level,
Kamera
Hubungan
saluran
RI8 Perhitungan
kembali
stabilitas atas
dasar
parameter
kekuatan tanah
yang
sebenarnya
(sampling) dan
geometri dan
beban
1 Konsultan
Geoteknik
Ditentukan
oleh
konsultan
RI9 Pemeriksaan
visual pada
deformasi
perlindungan
batu
1 Penamban
gan DI5
Kamera,
Penggaris
Jembatan RI10 Pemeriksaan
visual pada
deformasi
struktur
0.2
(setiap 5 tahun)
Konsultan
Struktur
Kamera,
Penggaris
Inspeksi jalan RI11 Pemeriksaan
visual pada
deformasi
perkerasan
0.5
(setiap 2 tahun)
Penamban
gan DI5
Kamera,
Penggaris
RI12 Pemeriksaan
visual pada
0.5
(setiap 2 tahun)
Survey
team (4)
Kamera,
Penggaris
89
Sub-Komponent Tidak Inspection
activity
Inspection
Frekuensi
[#/year]
Penam-
bangan Peralatan
deformasi
alinyemen
D. Kolam
Pemantauan ketebalan sedimen (RI1)
Ketebalan sedimen dari cekungan harus diukur dan
dipantau. Sedimen lebih dalam hasil Kolam dalam waktu kurang
penyimpanan dan drainase kapasitas. Adalah penting bahwa
ketebalan sedimen tidak melebihi ketebalan tertentu. Frekuensi
pemantauan sekali setahun. Ini harus dilakukan oleh tim Survey (4)
Dewan / pihak ketiga Polder. Pemantauan ketebalan sedimen dapat
dilakukan penggunaan peralatan leveling (peralatan pengukuran
sensor batang) . Pengukuran harus dilakukan pada titik-titik yang
berbeda di cekungan (setidaknya 10 poin), karena ketebalan dapat
bervariasi dari titik ke titik. Pengukuran ini harus dicatat. Ketebalan
sedimen saat ini adalah rata-rata dari semua pengukuran yang
diambil. Jika ketebalan sedimen lebih besar dari ' tingkat lantai>
nilai desain (2,5 - MSL + penurunan tanah yang sebenarnya) ',
tindakan yang harus diambil. Tabel 5.17 menunjukkan bagaimana
pengukuran ketebalan sedimen harus dilakukan. Metode ini adalah
dengan menggunakan tiang pengukuran. Ketebalan sedimen
dihitung di sisi formula yang menunjukkan dalam tabel 5.17.
Variabel A dan B, dan tingkat air pertama harus diukur sebelum
ketebalan sedimen dapat dihitung. Variabel A (kedalaman air) akan
diukur dengan bantuan tiang pengukuran. Pedoman untuk
90
mengukur tingkat air ditampilkan pada ' Pemantauan ketinggian air
( debit BKT dan tingkat air laut ) ( DI1 ) '.
Gambar 5.8. Profil Kolam Retensi
Pemantauan sampah dan struktur ilegal (RI2)
Jumlah sampah dan struktur ilegal di dalam dan sekitar
DAS harus dipantau. Sampah dan struktur dalam bentuk hambatan
cekungan yang mencegah sistem dari bekerja dengan baik, yang
dapat mengakibatkan risiko banjir besar di daerah Banger.
Pemantauan harus dilakukan 52 kali setahun (setiap minggu). Ini
harus dilakukan oleh Pengelola Polder (penambangan DI5).
Pemeriksaan bisa dilakukan dari Inspeksi Road. Inspektur
harus memeriksa keberadaan sampah dan struktur ilegal.
91
Pemantauan harus dilakukan dengan bantuan kamera. Foto harus
diambil dari setiap struktur ilegal atau sampah di daerah ini.
Dengan cara ini mudah untuk mengidentifikasi struktur ilegal
baru di daerah tersebut. Juga distribusi sampah di baskom dapat
diikuti dengan mudah. Setiap minggu rekaman kamera harus
diperiksa dan dicatat. Jika ada perubahan yang cukup seperti
penempatan struktur ilegal atau adanya sampah di daerah tersebut,
tindakan yang harus diambil.
E. Inlet
Monitoring sampah (RI3)
Pemantauan jumlah sampah di inlet sangat penting bagi
kualitas kolam Sampah bisa selai inlet, yang akan menghambat laju
aliran. Pemeriksaan (monitoring) harus dilakukan 52 kali setahun
(setiap minggu). Polder Dewan bertanggung jawab atas
pemantauan sampah (penambangan CI2).
Pemeriksaan harus dilakukan oleh mata. Setiap minggu
anggota dari dewan polder harus mengunjungi struktur inlet dan
akan mencari sampah. Sebelum dan selama curah hujan inlet harus
diperiksa sampah. Inspektur harus memeriksa keberadaan sampah
di daerah inlet dan harus mencatat hasil. Tindakan harus diambil
jika sampah di daerah tersebut dapat menyebabkan masalah ketika
mengisi reservoir.
Penghitungan ulang stabilitas pada dasar parameter aktual
kekuatan tanah (sampling) dan geometri dan beban (RI4)
92
Stabilitas inlet dapat bervariasi dari waktu ke waktu,
terutama karena penurunan tanah dan kecepatan aliran tinggi
selama limpahan spillway. Untuk mencegah keruntuhan atau
kerusakan inlet, stabilitas harus diperiksa setiap tahun. Faktor
keamanan tidak boleh <1. Cek harus dilakukan oleh konsultan
geoteknik.
Cek visual perlindungan kondisi batuan (RI5)
Lereng dari spillway ditutupi dengan lapisan perlindungan
batu-batu kecil. Ini akan melindungi inlet dari kecepatan aliran
tinggi selama mengisi cekungan. Perlindungan batu harus diperiksa
setiap tahun oleh Pengelola Polder (penambangan DI5).
Jika cakupan rock adalah <80% tindakan harus diambil.
Cakupan batuan dapat diperiksa dengan menggunakan kamera dan
penguasa. Foto harus diambil dari struktur inlet keseluruhan.
Dengan cara ini cakupan dapat diukur dan dibandingkan dengan
tahun-tahun lainnya.
F. Outlet
Monitoring sampah (RI6)
Ketika terlalu banyak sampah mengalir melalui struktur
stop kontak bisa terjebak. Hal ini akan mengurangi kapasitas atau
bahkan dapat merusak objek. Air akan sedikit atau tidak dapat
mengalir keluar dari baskom. Untuk mencegah hal ini terjadi
inspeksi diperlukan. Struktur stop kontak harus diperiksa pada
sampah 52 kali setahun (setiap minggu) oleh Pengelola Polder
93
(penambangan CI2). Sebelum, selama dan setelah curah hujan
outlet harus diperiksa sampah tambahan.
Pemeriksaan harus dilakukan oleh mata. Setiap minggu
anggota dari dewan polder harus mengunjungi struktur stop kontak
dan akan mencari sampah. Sebelum dan selama curah hujan inlet
harus diperiksa sampah untuk memastikan struktur yang berfungsi
dengan baik bila diperlukan. Pengamatan harus dicatat. Inspektur
harus memeriksa keberadaan sampah di daerah stopkontak. Hal ini
untuk mencegah kemacetan mengosongkan reservoir.
Mekanisme uji pintu air (RI7)
Outlet ini dilengkapi dengan sebuah pintu air. Pintu
mencegah air yang mengalir di lembah dari Kali Banger. Pintu
gerbang terbuka bila baskom penuh dan harus dikosongkan. Pintu
gerbang harus diperiksa 12 kali setahun (setiap bulan) untuk
mencegah kegagalan dalam situasi darurat. Pemeriksaan harus
dilakukan oleh Pengelola Polder (penambangan DI5).
Setiap bulan anggota Pengelola Polder harus mengunjungi
outlet dan harus memeriksa dan menguji gerbang. Ini termasuk
memeriksa kerusakan, korosi, karat, dan periksa apakah itu
membuka dan menutup. Pengamatan harus dicatat. Jika kerusakan
struktur ditemukan tindakan yang perlu diambil.
94
Gambar 5.9. Mekanisme Uji gerbang
G. Saluran Penghubung
Penghitungan ulang stabilitas atas dasar parameter yang
sebenarnya kekuatan tanah (sampling) dan geometri dan
beban (RI8)
Stabilitas saluran hubungan antara barat dan timur
cekungan dapat bervariasi dari waktu ke waktu, terutama karena
penurunan tanah dan kecepatan aliran tinggi selama limpahan
spillway. Untuk mencegah keruntuhan atau kerusakan saluran
koneksi, stabilitas pelindung pasangan batu harus diperiksa setiap
tahun. Hal ini akan dilakukan oleh konsultan geoteknik.
Cek visual kondisi perlindungan batu (RI9)
Lereng dari spillway ditutupi dengan lapisan perlindungan
batu-batu kecil. Ini akan melindungi inlet dari kecepatan aliran
tinggi selama limpahan spillway. Perlindungan batu harus diperiksa
setiap tahun oleh Pengelola Polder (penambangan DI5).
Jika cakupan rock adalah <80% tindakan harus diambil.
Cakupan batuan dapat diperiksa dengan menggunakan kamera dan
95
penguasa. Foto harus diambil dari seluruh struktur saluran koneksi.
Dengan cara ini cakupan dapat diukur dan dibandingkan dengan
tahun-tahun lainnya.
H. Jembatan
Cek visual deformasi (RI10)
Ada perubahan deformasi jembatan yang dapat
menyebabkan struktur runtuh. Tanah-subsidence adalah faktor
terbesar yang menyebabkan deformasi. Jembatan harus diperiksa
0,2 kali dalam setahun. Ini berarti harus diperiksa setiap 5 tahun.
Pemeriksaan harus dilakukan oleh konsultan Struktur (pihak
ketiga).
Pemeriksaan harus dilakukan secara visual. Konsultan bisa
menggunakan kamera untuk membuat gambar mungkin deformasi.
Gambar-gambar dari tahun yang berbeda dapat ditempatkan di
samping satu sama lain untuk membandingkan mereka. Dengan
cara ini mudah untuk melihat perbedaan (deformasi) di jembatan.
Seorang penguasa juga dapat digunakan permukiman ukuran
jembatan. Dengan cara ini adalah mungkin untuk melihat apakah
jembatan ini tenggelam. Jika beberapa bagian tenggelam lebih sulit
daripada yang lain itu bisa merusak jembatan. Jika beberapa bagian
yang rusak atau mengancam untuk menghancurkan mereka perlu
diperbaiki atau diganti.
96
I. Jalan Inspeksi
Cek visual deformasi perkerasan jalan (RI11)
Jalan inspeksi harus dalam kondisi baik untuk melakukan
pemeriksaan yang tepat. Jalan harus diperiksa 0,5 kali setahun
(setiap 2 tahun). Ini berarti setiap setengah tahun seseorang dari
Pengelola Polder (penambangan DI5) harus memeriksa jalan.
Jalan harus diperiksa secara visual pada deformasi. Ini
harus diperiksa pada paparan yayasan. Ini termasuk penurunan dari
perkerasan, lubang, retak dan puing-puing di jalan. Peralatan
sebagai kamera dapat digunakan untuk mengambil gambar dari
kondisi jalan dan setiap bagian yang rusak. Juga seorang penguasa
dapat digunakan untuk pengukuran atas pemukiman di daerah ini.
Perkerasan harus dipertahankan jika pondasi terkena.
Cek deformasi pada alinyemen (RI12)
Jalan inspeksi harus dalam kondisi baik untuk melakukan
pemeriksaan yang tepat. Jalan harus diperiksa 0,2 kali setahun
(setiap 5 tahun). Pemeriksaan harus dilakukan oleh Pengelola
Polder (penambangan DI2). Jalan inspeksi harus diperiksa pada
deformasi dalam keselarasan jalan. Ini berarti bahwa jalan harus
diperiksa pada bentuk nya. Ini termasuk kemungkinan penurunan
atau sinkage jalan. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan bantuan
kamera, penguasa atau tingkat peralatan. Pengukuran dan
pemeriksaan pada deformasi dapat dibuat dengan penguasa dan
tingkat. Sebuah kamera dapat menangkap observasi.
97
J. Pedoman Perawatan
Tabel 5.13. Diperlukan perawatan berarti per sub-komponen
Sub-
Komponent Tidak
Maintenance
activity Penambangan Peralatan
Kolam RM1 Pengerukan Akan ditetapkan Peralatan
Pengerukan
RM2a Pembersihan
sampah
Penambangan
CI2
Tergantung
pada hasil
pemeriksaan
RM2b Bangunan /
struktur ilegal
Tergantung
pada hasil
pemeriksaan 1
Inlet RM3 Pembersihan
sampah
2 Bentuk
jaring, ember
RM4 Peningkatan
misalnya tanah
(tergantung hasil
perhitungan ulang)
Tergantung
pada hasil
pemeriksaan 1
Tergantung
pada hasil
pemeriksaan
RM5 Mengganti /
membuat revetmen
Idem Idem
Outlet RM6 Pembersihan
sampah
Penambangan
CI2
Bentuk
jaring,
Ember
RM7 Oli / perbaiki /
ganti suku cadang
Tergantung
pada hasil
pemeriksaan 1
Tergantung
pada hasil
pemeriksaan
Hubungan
saluran
RM8 Peningkatan
misalnya tanah
(tergantung hasil
perhitungan ulang)
Idem Idem
RM9 Mengganti /
membuat revetmen
Idem Idem
Jembatan RM10 Mengganti /
mengganti parts
Idem Idem
Inspeksi
jalan
RM11 Mengganti /
membuat
perkerasan
Idem Idem
RM12 Peningkatan
pondasi
Idem Idem
98
Pengerukan kolam (RM1)
Jika pemeriksaan mengungkapkan bahwa ketebalan
sedimen di DAS telah menjadi lebih besar dari 'tingkat tidur> nilai
desain (2,5-MSL + penurunan tanah yang sebenarnya), ketebalan
sedimen > 0,25 m kolam harus Tanggulruk. Tanah akan
Tanggulruk sampai kedalaman MSL -2,75 m. Kegiatan pengerukan
harus dilakukan oleh Pengelola Polder dengan bantuan Pihak
Ketiga. Hal ini belum ditentukan bagaimana pekerjaan ini akan
dibagi.
Peralatan pengerukan harus digunakan untuk melakukan
kegiatan pengerukan. Jenis yang paling umum dari pengerukan
adalah dengan excavator dengan ember clamshell. Mesin-mesin
mengeruk sebagian besar dipasang di tongkang. Materi yang
dikeruk akan diangkut ke tanah dengan tongkang hoper dan
kemudian pindah dengan truk ke salah satu lokasi pembuangan;
Masjid Agung Jawa Tengah.
Pembersihan sampah (RM2a)
Setelah pemeriksaan, cekungan harus dibersihkan dari
sampah secara teratur. Sampah harus dibuang oleh Pengelola
Polder. Peralatan yang berbeda dapat digunakan untuk menghapus
sampah. Seperti wadah di mana sampah dapat dimasukkan ke
dalam dan truk sampah yang akan mengangkut sampah ke lokasi
pembuangan.
99
Bangunan liar / struktur (RM2b)
Tindakan harus diambil jika bangunan liar terdeteksi di
daerah cekungan. Pengelola bertanggung jawab untuk menghapus
struktur ini.
K. Inlet
Pembersihan sampah (RM3)
Setelah pemeriksaan, inlet harus dibersihkan dari sampah
secara teratur. Sampah harus dibuang oleh Pengelola Polder.
Peralatan yang berbeda dapat digunakan untuk menghapus sampah.
Seperti wadah di mana sampah dapat dimasukkan ke dalam truk
sampah atau gerobak yang akan mengangkut sampah ke lokasi
pembuangan.
Meningkatkan misalnya tanah (tergantung pada hasil
perhitungan ulang) (RM4)
Jika stabilitas inlet tidak cukup, tanah harus ditingkatkan.
Jenis pemeliharaan tergantung pada hasil pemeriksaan dan dapat
berbeda satu sama lain. Pemeliharaan ini harus dilakukan oleh
pihak ketiga.
Ganti atau instal ulang pelindung (RM5)
Jika pemeriksaan pelindung (perlindungan rock)
mengungkapkan bahwa nilai pertanggungan rock adalah < 80 % ,
itu perlu diganti atau diinstal ulang. Jenis pemeliharaan tergantung
100
pada hasil pemeriksaan dan dapat berbeda satu sama lain. Pihak
ketiga harus melakukan perawatan ini .
L. Outlet
Pemindahan sampah ( RM6 )
Jika daerah inlet mengandung ke sejumlah besar sampah itu
harus dihapus. Hal ini harus dilakukan oleh Badan Polder. Scoop
jaring dapat digunakan untuk mengumpulkan sampah di daerah.
Setelah mengumpulkan sampah dapat dijatuhkan dalam ember
yang akan diangkut dengan gerobak pemindahan sampah atau truk
ke tempat pembuangan akhir kemudian hari.
Minyak / repair / ganti bagian (RM7)
Jika mekanisme gate tidak berfungsi dengan baik itu harus
dipertahankan. Jenis pemeliharaan tergantung pada hasil
pemeriksaan. Pengelola Polder bertanggung jawab atas
pemeliharaan mekanisme gerbang. Pihak ketiga bisa terlibat jika
Pengelola Polder tidak mampu memecahkan kerusakan pada polder
sendiri .
M. Saluran hubungan
Meningkatkan misalnya tanah (tergantung perhitungan ulang)
(RM8)
Jika tampak bahwa stabilitas saluran koneksi tidak cukup
(faktor keamanan < 1) tindakan yang harus diambil. Stabilitas harus
ditingkatkan ke tingkat yang dapat diterima. Penambangan
101
tergantung pada hasil pemeriksaan. Ini harus dilakukan oleh pihak
ketiga.
Ganti atau instal ulang pelindung (RM9)
Jika pemeriksaan pelindung ( perlindungan rock) mengungkapkan
bahwa nilai pertanggungan rock adalah < 80 % , itu perlu diganti
atau diinstal ulang. Jenis pemeliharaan tergantung pada hasil
pemeriksaan dan dapat berbeda satu sama lain. Pihak ketiga harus
melakukan perawatan ini.
N. Jembatan
Memperbaiki / mengganti bagian-bagian ( RM10 )
Sesuai dengan pemeriksaan jembatan perlu diperbaiki atau
bagian harus Menggantikan, pihak ketiga harus dilibatkan untuk
pemeliharaan jembatan. Jenis pemeliharaan tergantung pada hasil
pemeriksaan.
O. Jalan inspeksi
Memperbaiki / mengganti perkerasan ( RM11 )
Jika pemeriksaan menunjukkan bahwa jalan memiliki
lubang dan retakan di dalamnya. Ini harus diperbaiki atau
dipelihara sesuai dengan keseriusan masalah. Lubang kecil dan
retak harus diisi, oleh kerusakan besar trotoar harus diganti.
Pemeliharaan harus dilakukan oleh pihak ketiga.
102
Perbaikan Pondasi (RM12)
Sesuai dengan pemeriksaan pondasi perlu ditingkatkan
pihak ketiga harus dilibatkan untuk pemeliharaan fondasi jalan.
Jenis pemeliharaan tergantung pada hasil pemeriksaan.
103
BAB 6 TINGKAT ANALISIS PERBAIKAN
6.1. Pendahuluan
Tingkat analisis perbaikan (LORA) mendefinisikan tugas O
& M terkait yang dapat dieksekusi oleh pemilik proyek dan tugas-
tugas yang akan dimasukkan ke pihak ketiga. Dalam kasus polder
Banger, Badan Polder (Polder Board-PB) akan bertindak sebagai
pemilik proyek. Tanggung jawab utamanya adalah untuk mengurus
O & M. Namun, tidak semua tugas dapat dilakukan oleh PB itu
sendiri. Bab ini bertujuan untuk menentukan tingkat yang PB harus
mengambil O & M tugas dan tugas-tugas yang harus dilakukan
oleh pihak ketiga di bawah tanggung jawab PB. Hal ini tergantung
pada kapasitas dan kemampuan PB dan karakteristik (jenis
pekerjaan) dari tugas O & M . Hal ini menekankan bahwa PB
bertanggung jawab atas O & M tugas.
104
6.2. Mendirikan Papan Polder
PB akan dibentuk untuk mengoperasikan dan memelihara
polder tersebut. PB dianggap mampu menangani skala tidak rumit
dan kecil, namun intens (frekuensi tinggi) O & M tugas.
6.3. Tingkat Analisis Perbaikan
Berdasarkan bab 3, tiga jenis O & M tugas dapat didefinisikan:
1) Pemeriksaan
2) Pemeliharaan
3) Operasi.
Karakteristik tugas dijelaskan dalam paragraf di bawah dalam hal
kompleksitas, skala dan intensitas bersama dengan distribusi antara
beberapa pihak.
6.3.1. Inspeksi
Proses pemeriksaan terdiri dari tiga langkah. Dianjurkan
untuk melaksanakan semua langkah oleh salah satu pihak untuk
menghindari inefisiensi dan miskomunikasi. Pada tabel 5.1,
kelompok kegiatan inspeksi serupa didefinisikan atas dasar
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Bab 5:
a) Pemeriksaan pada sampah dan sedimen kecil
b) Pemeriksaan pada struktur dan kondisi pelindung ilegal
c) Monitoring tingkat (penurunan tanah, kadar air dan
sedimen)
d) Inspeksi geoteknik
105
e) Inspeksi struktural.
Tabel 6.1. Distribusi tugas inspeksi
106
Tabel 6.1 menunjukkan tingkat kompleksitas, skala dan
intensitas pekerjaan inspeksi dan pihak eksekutif. Hal ini dapat
melihat bahwa sampah dan kecil monitoring penyelesaian dan
pemeriksaan pada struktur dan kondisi pelindung ilegal tidak rumit
dan cukup intensif. Kelompok-kelompok ini dapat dieksekusi oleh
PB. Untuk pemantauan tingkat tim survei diperlukan. Skala karya-
karya ini relatif besar dan kompleksitas adalah media. PB bisa
107
membentuk dan melatih tim survei atau menyusun tim survei dari
salah satu tim lainnya yang dibutuhkan. Hal ini namun dapat juga
dipertimbangkan untuk memadamkan karya-karya ini kepada pihak
ketiga karena intensitas survei bekerja agak rendah. Sebagian besar
pemeriksaan geoteknik dan struktural yang kompleks dan
karenanya memerlukan ahli khusus. Selain itu, intensitas rendah.
Pihak ketiga yang diperlukan untuk inspeksi ini.
6.3.2. Perawatan
Pada tabel 6.2, kelompok kegiatan pemeliharaan yang sama
didefinisikan atas dasar kegiatan sebagaimana dimaksud dalam bab
5 kelompok didefinisikan sejajar dengan kelompok inspeksi
sebanyak mungkin:
a) Pemindahan sampah dan pengerukan kecil
b) Struktur ilegal dan pelindung
c) Perbaikan tanggul dan pengerukan
d) Geoteknik
e) Struktural
f) E / M
g) Lain.
108
Tabel 6.2. Distribusi tugas pemeliharaan
109
Tabel 6.2. menunjukkan tingkat kompleksitas, skala dan
intensitas pekerjaan pemeliharaan dan pihak eksekutif. Sekali lagi,
sampah dan pengerukan kecil karya diyakini sederhana dan intens.
Skala terbatas. Jumlah yang sama untuk struktur ilegal dan
pelindung. Kelompok-kelompok ini dapat dieksekusi oleh PB.
Perbaikan tanggul dan pengerukan, geoteknik, struktur dan E / M
karya sebagian besar lebih kompleks dan besar berskala. Selain itu,
110
intensitas dianggap rendah. Oleh karena itu, pekerjaan ini
dieksekusi oleh PB. Ketiga dapat menjalankan beberapa
pemeliharaan kecil lainnya (kelompok 'lain').
6.3.3. Operasi
Tinjauan tentang pembagian tugas operasional disajikan dalam
tabel 5.3.
Tabel 6.3. Pembagian tugas operasional
Semua tugas-tugas operasional dianggap agak sederhana. Mereka
semua dapat dilaksanakan oleh PB (pengawakan stasiun
pemompaan).
6.4. Organisasi Tim O & M
Organisasi disukai dan komposisi tim O & M dari PB dapat
diturunkan dari analisis MTA dalam bab 5 dan paragraf di atas.
Melihat tabel 6.1, tabel 6.2, dan tabel 6.3, 4 divisi diperlukan.
Perpecahan dan tanggung jawab mereka tercantum dalam tabel 6.4.
111
Tabel 6.4. Set up of O & M team PB
Sebuah koordinator tim O & M dan bantuannya dibutuhkan
untuk mengelola beberapa divisi. Dia bertanggung jawab untuk
perencanaan dan pelaksanaan tugas, pengolahan data inspeksi dan
melibatkan pihak ketiga dalam waktu. O & M laporan koordinator
tim langsung ke PB. Sebuah jadwal organisasi ditunjukkan pada
Gambar 6.1
112
.
Gambar 6.1. Organisasi Operasi, Inspeksi dan Pemeliharaan Team
Total keperluan Operasi, tim Inspeksi dan Pemeliharaan
termasuk bantuan adalah 16-20 orang.
113
BAB VII PENUTUP
Keberhasilan pembangunan serta pengelolaan polder
membutuhkan keterlibatan komunitas; sustainabilitas manajemen
sistem pengelolaan air dan proteksi banjir yang hanya dapat dicapai
bilamana terdapat peran serta para mitra atau komunitas yang
bermukim di dalam polder. Dalam periode kering dan normal, air
dari kanal-kanal penampungan atau kanal pembuangan dialirkan ke
polder untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Pada kondisi tingkat
curah hujan yang tinggi, yang menyebabkan air meluap di drainase
di kawasan polder, air segera dialirkan ke kanal dan kolam
penampungan. Selanjutnya air disalurkan dengan dorongan pompa
air yang berkapasitas besar ke sungai atau kanal pembuangan ke
laut. Secara lebih terperinci, kelengkapan sarana fisik sistem
polder, antara lain adalah saluran air, kanal, kolam penampungan
memanjang, waduk, tanggul, dan pompa.
Operasi dan pemeliharaan sistem polder merupakan upaya menjaga
dan mengamankan sistem polder agar selalu dapat berfungsi
114
dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan
mempertahankan kelestariannya melalui kegiatan perawatan,
perbaikan, pencegahan dan pengamanan yang harus dilakukan
secara terus menerus. Pemeliharaan sistem polder mencakup semua
kegiatan teknis yang diperlukan untuk menjaga fungsi polder dalam
kondisi baik, misalnya inspeksi, perbaikan dan pembersihan
wilayah kerja. Pada dasarnya ada dua jenis / strategi pemeliharaan
yaitu pemeliharaan preventif dan pemeliharaan korektif.
Pemeliharaan preventif dapat dibagi dalam pemeliharaan berbasis
kondisi (Condition Based Maintenance-Con BM) dan
pemeliharaan berbasis preventif (Preventif based Maintenance -
PBM)
Strategi pemeliharaan yang sama berlaku untuk hampir
semua sub-komponen yang berbeda. Kondisi sistem saluran dan
struktur yang terukur, tetapi tidak cukup dapat untuk diprediksi.
Biaya pemeriksaan dianggap rendah dibandingkan dengan
konsekuensi dari kegagalan. Oleh karena itu strategi Condition
Based Maintenance dianggap sesuai untuk sub-komponen.
Pemeriksaan akan dilakukan secara berkala. Pemeliharaan akan
dieksekusi ketika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa batas
tertentu terlampaui (ambang batas perawatan).
115
DAFTAR PUSTAKA
[1] F. C. Boogaard, The Relevance of Climate Adaptation
Platforms for Floating Urbanisation and Nature-based
Solution : a Case Study Java, Indonesia, in 2nd World
Conference on Floating Solutions 2020, 2020, no. October.
[2] R. Eccles and D. P. Hamilton, A review of the effects of
climate change on riverine flooding in subtropical and
tropical regions, no. January 2020, 2019.
[3] M. A. Marfai and U. G. Mada, Impact of sea level rise to
coastal ecology : A case study on the northern part of java
island, Indonesia IMPACT OF SEA LEVEL RISE TO
COASTAL ECOLOGY : A CASE STUDY ON THE
NORTHERN PART OF JAVA ISLAND, INDONESIA, no.
February, 2019.
[4] V. Nitivattananon and S. Srinonil, Enhancing coastal areas
governance for sustainable tourism in the context of
urbanization and climate change in eastern Thailand, Adv.
Clim. Chang. Res., vol. 10, no. 1, pp. 47–58, 2019.
[5] F. Boogaard, T. Lucke, N. Van De Giesen, and F. Van De
Ven, Evaluating the Infiltration Performance of Eight Dutch
Permeable Pavements Using a New Full-Scale Infiltration
Testing Method, pp. 2070–2083, 2014.
[6] F. H. S.I Wahyudi, H.P Adi, Polder System to Handle Tidal
Flood in Harbour Area ( A Case Study in Polder System to
Handle Tidal Flood in Harbour Area (A Case Study in
Tanjung Emas Harbour, Semarang, Indonesia), in 2nd
International Conference on Sustainable Infrastructure,
2020, vol. 1625.
[7] B. S. Slamet Imam Wahyudi, Henny Pratiwi Adi,
Revitalizing and Preparing Drainage Operation and
Maintenance to Anticipate Climate Change in Semarang
Heritage City, J. Environ. Sci. Eng. B, vol. 6, no. 1, pp. 17–
26, 2017.
[8] H. P. Adi and S. I. Wahyudi, Analysis of Drainage System
Management in The Netherlands, France and Indonesia, in
Proceedings of International Conference, Integrated
Solutions to Overcome The Climate Change Impact on
116
Coastal Areas, 2015, pp. 1–8.
[9] H. P. A. S.Imam Wahyudi, Drainase Sistem Polder. 2016.
[10] S. I. W. Henny Pratiwi Adi, Kelembagaan dalam
Pengelolaan Sistem Polder. 2017.
[11] H. P. Wahyudi, S. I., Adi, Polder System to Handle Tidal
Flood in Harbour Area (A Case Study in Polder System to
Handle Tidal Flood in Harbour Area (A Case Study in
Tanjung Emas Harbour, Semarang, Indonesia), in 2nd
International Conference on Sustainable Infrastructure,
2020.
[12] S. I. Wahyudi, H. P. Adi, and J. Lekkerkerk, Handling
Solution Tidal Flood in Kaligawe Area by Polder System
Drainage, Int. J. Innov. Technol. Explor. Eng., vol. 9, no. 2,
pp. 1104–1109, 2019.
[13] H. . Wahyudi, S.I.Heikoop, R. Adi, Emergency Scenarios in
The Banger Polder, Semarang City : a Case Study to Identify
Different Emergency Scenarios, Water Pract. Technol., vol.
12, no. 3, pp. 638–646, 2017.
[14] T. D. Fletcher, H. Andrieu, and P. Hamel, Understanding,
management and modelling of urban hydrology and its
consequences for receiving waters: A state of the art, Adv.
Water Resour., vol. 51, pp. 261–279, 2013.
[15] H. P. Adi, Application of Analytical Hierarchy Process (
AHP ) Method in Determining Dike Construction for
Handling Tidal Flood, J. Adv. Constr. Eng. Environ., vol. 3,
no. 1, pp. 17–26, 2020.
[16] S. I. Adi, Henny Pratiwi; Wahyudi, Decision Support
System for Selecting Type of Moveable Dam Gate to Handle
Tidal Flood Issued (A Case Study in The Parid River,
Cilacap, Indonesia) Decision Support System for Selecting
Type of Moveable Dam Gate to Handle Tidal Flood Issued
(A Case St, in 2nd International Conference on Sustainable
Infrastructure, 2020.
[17] H. P. Adi and S. I. Wahyudi, The Comparison of
Institutional Model in Water Management Board - A Case
Study of Management on Polder Drainage System in
Semarang, Indonesia, Int. J. Sustain. Constr. Eng. Technol.,
vol. 11, no. 1, pp. 312–322, 2020.
[18] S. I. Wahyudi, H. P. Adi, E. Santoso, and R. Heikoop,
117
Simulating on water storage and pump capacity of ‘Kencing’
river polder system in Kudus regency, Central Java,
Indonesia Simulating on Water Storage and Pump Capacity
of ‘Kencing’ River Polder System in Kudus Regency ,
Central Java, Indonesia, in AIP Conference Proceedings,
2017, vol. 020064, no. March.
[19] S. I. Wahyudi, R. Van De Lustgraaf, L. De Moor, and R.
Heikoop, Flushing Methods in Polder Drainage System to
Obtain Better Environment Quality, MATEC Web Conf. 280,
vol. 03014, 2019.
[20] S. I. Wahyudi, H. P. A, A. Rochim, and D. Marot, Aspects
of Hydrology, Tidal and Water Storage Capacity For
Simulating Dike Model of Channel and Retention Basin, Int.
J. Civ. Environ. Eng., vol. 14, no. 05, pp. 6–10, 2014.
[21] R. C. B. Van Ham, M. L. Schuller, R. Heikoop, H. P. A, and
S. I. Wahyudi, The Social Aspects in Water Management of
Semarang’s Drainage System (Case Study of Banger Polder
and Water Board BPP Sima), in Proceedings of
International Conference, Issue, Management and
Engineering in The Sustainable Development on Delta
Areas, UNISSULA Semarang, 2015, vol. 1, no. 2, pp. 1–12.
[22] H. P. Adi and S. I. Wahyudi, Study of Institutional
Evaluation in Drainage System Management of Semarang as
Delta City, in Proceedings of International Conference
Issue, Management and Engineering in The Sustainable
Development on Delta Areas, UNISSULA Semarang, 2015,
vol. 1, no. 2, pp. 1–7.
[23] H. . Wahyudi, S I, Adi, Hydroulics Simulation of Rubber
Dam for Operasional and Emergency Respond Guidelines in
West Flood Canal, Semarang, Indonesia, Proc. 22nd IAHR-
APD Congr. 2020, pp. 1–7, 2020.
[24] H. P. Adi and S. I. Wahyudi, Tidal Flood Handling through
Community Participation in Drainage Management System
(A case study of the first water board in Indonesia), Int. J.
Integr. Eng., vol. 10, no. Civil & Environmental
Engineering, pp. 19–23, 2018.
[25] H. P. Wahyudi, S. I., Adi, Evaluating Environment , Erosion
and Sedimentation Aspects in Coastal Area to Determine
Priority Handling (A Case Study in Jepara Regency,
118
northern Central Java, Indonesia) Evaluating Environment,
Erosion and Sedimentation Aspects in Coastal Area to, IOP
Conf. Ser. Earth Environ. Sci., vol. 140, 2018.