OUTLOOK
PERBANKAN SYARIAH INDONESIA
2009
Direktorat Perbankan Syariah
Bank Indonesia
2008
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim.
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh,
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita untuk dapat melalui tahun 2008 dengan baik.
Shalawat serta salam kita sampaikan pula kepada Nabi Muhammad SAW yang
karena tauladannya telah memotivasi kita untuk selalu berada dalam semangat
berbuat kebaikan.
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, peluncuran Outlook Perbankan
Syariah Indonesia 2009 diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kinerja
industri perbankan syariah selama tahun 2008 dan indikasi prospek pengembangan
satu tahun kedepan. Tahun 2008 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi
sistem keuangan, baik domestik maupun global. Krisis keuangan yang bermula dari
krisis subprime mortgage telah mengganggu stabilitas sistem keuangan, baik di
negara-negara maju maupun negara berkembang. Pelajaran yang dapat diambil dari
krisis yang terjadi adalah pentingnya penerapan risk management dan good
governance dalam pelaksanaan kegiatan transaksi keuangan. Selain itu, kreasi-
kreasi transaksi keuangan yang mengandung “ketidakpastian” dengan tingkat
spekulasi yang tinggi dapat berakhir dengan keterpurukan sistem keuangan
konvensional sehingga dapat membawa ke dalam resesi ekonomi global.
Krisis keuangan yang terjadi secara global telah memberikan imbas negatif
terhadap ketahanan sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
pada level tertentu juga mempengaruhi perkembangan industri perbankan syariah.
Namun demikian, walaupun menghadapi tekanan yang cukup berarti, industri
perbankan syariah masih dapat mempertahankan tingkat pertumbuhannya yang
ditunjukkan dengan perkembangan Pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga. Hasil
analisis menunjukkan bahwa kegiatan operasional perbankan syariah masih berada
dalam kondisi yang baik. Hal ini tentunya harus dapat dipertahankan dan bahkan
ditingkatkan, khususnya dalam implementasi Good Corporate Governance.
Pada satu tahun mendatang dan tentunya tahun-tahun selanjutnya, kami
berharap industri perbankan syariah dapat terus meningkatkan kontribusinya
terhadap kegiatan pembangunan ekonomi nasional khususnya bagi sektor usaha
mikro, kecil dan menengah, disamping tentunya tetap memperhitungkan kegiatan
usaha sektor korporasi. Semua potensi perkembangan ekonomi, tentunya harus
ii
didukung oleh peningkatan kemampuan industri perbankan syariah yang akan
datang tersebut. Dalam melakukan penetrasi pasar dengan tetap menjaga dan
meningkatkan upaya untuk meminimalkan potensi terjadinya risiko pembiayaan.
Harapan tersebut hanya dapat terealisasi apabila industri perbankan syariah
dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, memperluas teknologi informasi,
penerapan manajemen risiko dan good corporate governance. Semoga dengan
lindungan dan bimbingan Allah SWT dan dengan semangat pengabdian bagi
pembangunan masyarakat Indonesia yang lebih sejahtera dunia dan akhirat, kita
semua dapat mengoptimalkan semua peran bagi pembangunan industri perbankan
syariah yang efisien, sehat dan menjunjung tinggi nilai yang luhur.
Billahi taufiq wal hidayah, wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Jakarta, November 2008
Direktorat Perbankan Syariah
Ramzi A. Zuhdi
Direktur
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
DAFTAR GRAFIK ....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ vi
BAB 1. Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah 2008 ................................ 1
1.1. Kegiatan Penelitian ............................................................................................ 1
1.2. Kegiatan Pengembangan .................................................................................. 4
1.3. Kegiatan Pengaturan ......................................................................................... 6
1.4. Kegiatan Pengawasan ..................................................................................... 10
1.5. Kegiatan Perizinan ........................................................................................... 12
1.6. Kegiatan Informasi ........................................................................................... 13
Boks 1.1. Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah .... 14
Boks 1.2. Festival Ekonomi Syariah (FES): Terobosan iB Campaign dan Edukasi
Masyarakat tentang Perbankan Syariah
BAB 2. Perkembangan Perbankan Syariah 2008 ................................................. 16
2.1. Gambaran Umum ............................................................................................. 19
2.2. Penghimpunan Dana........................................................................................ 20
2.3. Penyaluran Dana .............................................................................................. 23
2.4. Profitabilitas dan Permodalan ........................................................................ 25
2.5. Pembiayaan UMKM dan BPRS ...................................................................... 27
iv
BAB 3. Prospek dan Arah Kebijakan ..................................................................... 30
3.1. Prospek Kondisi Makroekonomi ..................................................................... 30
3.2. Dampak Makroekonomi Terhadap Perbankan Syariah ............................... 32
3.3. Arah Kebijakan .................................................................................................. 38
3.4. Prospek Perbankan Syariah 2009...............................................................40
Boks 3.1. Respon Return dan Bagi Hasil Perbankan Syariah terhadap
Perubahan Suku Bunga Eksternal ........................................................ 44
Lampiran 1a. Daftar Regulasi Perbankan Syariah Tahun 2007 .......................... 48
Lampiran 1b. Daftar Regulasi Perbankan Syariah Tahun 2008 .......................... 50
Lampiran 2. Produk dan Jasa Perbankan Syariah ............................................... 51
Lampiran 3. Indikator Perkembangan Perbankan Syariah ................................. 53
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah ................................. 16
Grafik 2.2. Perkembangan DPK Perbankan Syariah ...................................... 17
Grafik 2.3. Pertumbuhan DPK Per Golongan Nasabah ................................. 18
Grafik 2.4. Wilayah Penghimpunan DPK ......................................................... 18
Grafik 2.5. Portofolio DPK Perbankan Syariah ............................................... 19
Grafik 2.6. Proporsi DPK Perbankan Syariah .................................................. 20
Grafik 2.7. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah ......................... 20
Grafik 2.8. Wilayah Penyaluran PYD ................................................................ 21
Grafik 2.9. Perkembangan Kualitas Pembiayaan Perbankan Syariah ......... 21
Grafik 2.10. Pertumbuhan Pembiayaan Per Sektor .......................................... 22
Grafik 2.11. Perkembangan Profitabilitas Perbankan Syariah ....................... 22
Grafik 2.12. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah .................................. 23
Grafik 2.13. Perkembangan Permodalan Perbankan Syariah ......................... 24
Grafik 2.14. Pembiayaan UMKM .......................................................................... 25
Grafik 3.1a. Kinerja Perbankan Nasional .......................................................... 29
Grafik 3.1b. Perkembangan LDR (FDR Syariah) dan NPL (NPF Syariah) ...... 29
Grafik 3.2. Pertumbuhan Aset BS, DPK BS, dan Tingkat Suku Bunga ........ 30
Grafik 3.3 Pertumbuhan Aset, DPK, PYD, PDB, dan Inflasi .......................... 31
Grafik 3.4a. Pertumbuhan PDB dan pertumbuhan portfolio pembiayaan per
sektor ekonomi ................................................................................ 32
Grafik 3.4b. Perbandingan komposisi portfolio bank syariah dan bank
konvensional .................................................................................... 33
Grafik 3.4c. Perbandingan NPF persektor ......................................................... 34
Grafik 3.5. Pertumbuhan aset, PYD, DPK bank syariah
dan pertumbuhan PDB .................................................................... 35
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Jaringan Kantor .................................................................................... 17
Tabel 2.2. Profil Keuangan BPRS .........................................................................
26
Tabel 3.1. Proyeksi PDB Dunia............................................................................. 27
Tabel 3.2. Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah Nasional....................... 38
1
BAB 1. Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah
2008
Sebagai kelanjutan dari program pengembangan perbankan syariah tahun
2007, maka pada tahun 2008 kebijakan pengembangan perbankan syariah nasional
ditandai dengan pelaksanaan beberapa kegiatan yang meliputi bidang-bidang
penelitian, pengaturan dan pengembangan serta perizinan dan pengawasan
perbankan syariah. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut bertujuan untuk
mendukung pertumbuhan perbankan syariah yang pada gilirannya diharapkan dapat
mendorong pertumbuhan dan perkembangan sektor riil.
1.1. Kegiatan Penelitian
Kegiatan penelitian yang dilakukan selama tahun 2008 difokuskan kepada
penelitian dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan risiko pada perbankan
syariah dan penelitian terhadap upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh perbankan
syariah untuk mendorong pertumbuhan sektor riil dan pasar keuangan syariah.
1.1.1. Penelitian Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pengelolaan Risiko
A. Penerapan Manajemen Risiko Pada Perbankan Syariah
Industri perbankan syariah dalam beberapa tahun terakhir telah mengalami
perkembangan yang cukup pesat terutama ditunjang oleh inovasi teknologi dan
variasi produk yang semakin kompleks. Perkembangan tersebut menyebabkan risiko
yang dihadapi bank semakin bertambah. Risiko tersebut harus dikelola dengan baik
sehingga dapat terkendali pada batas-batas yang masih dapat diterima bank.
Pada perbankan konvensional, mekanisme pengelolaan risiko tersebut telah
dituangkan dalam bentuk peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu PBI
No.5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 dan SE Ekstern No.5/21/DPNP tanggal 29
September 2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Selama ini
peraturan tersebut menjadi acuan bagi perbankan konvensional dan perbankan
syariah. Namun demikian, pada perbankan syariah terdapat hal-hal yang
memerlukan perlakuan yang berbeda dalam hal pengelolaan risiko terkait dengan
kegiatan operasionalnya. Dalam upaya untuk menjembatani perbedaan tersebut,
Islamic Financial Services Board (IFSB) pada tahun 2005 telah menerbitkan Guiding
Principles of Risk Management for Institutions Offering Only Islamic Financial
Services.
2
Berkaitan dengan hal-hal tersebut, Bank Indonesia melakukan kajian yang
bertujuan untuk menginventarisasi dan mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi
perbankan syariah dan untuk menganalisis kesenjangan antara praktek manajemen
risiko pada perbankan syariah terhadap pilar-pilar yang telah didefinisikan dalam PBI
No.5/8/PBI/2003 dan SE Ekstern No.5/21/DPNP serta prinsip-prinsip dalam
pedoman manajemen risiko IFSB. Hasil kajian tersebut selanjutnya dijadikan acuan
dalam penyusunan ketentuan manajemen risiko sebagai pedoman bagi perbankan
syariah Indonesia.
B. Pengembangan Instrumen Lindung Nilai Berbasis Syariah
Dalam upaya untuk memposisikan industri perbankan syariah sebagai
fasilitator kegiatan transaksi keuangan yang komprehensif, termasuk fasilitator
kegiatan perdagangan internasional, instrumen lindung nilai yang dapat
meminimalkan pengaruh negatif dari fluktuasi indikator keuangan menjadi sangat
penting. Dibandingkan dengan industri perbankan konvensional, perbankan syariah
masih belum dapat menggunakan instrumen lindung nilai yang ada seperti forward,
future, options dan swap. Dari sudut pandang syariah, instrumen-instrumen tersebut
diindikasikan mengandung unsur gharar (ketidakjelasan), riba (transaksi berbasis
bunga) dan maysir (transaksi spekulatif) yang tidak diperkenankan dalam prinsip
syariah. Oleh karena itu secara praktis, perbankan syariah belum dapat
mengimplementasikan manajemen risiko yang efisien khususnya yang terkait
dengan fluktuasi nilai tukar.
Hal ini mendorong upaya untuk mencari solusi yang dapat digunakan untuk
mengisi kekosongan di dalam pengelolaan risiko nilai tukar bagi bank syariah.
Adapun yang menjadi permasalahan utama dalam instrumen lindung nilai yang ada
adalah tidak diperkenankannya : 1) penetapan harga premium dengan basis bunga;
2) penetapan nilai jual valuta saat ini untuk penyerahan dimasa yang akan datang;
dan 3) jual beli instrumen berbasis utang.
Berdasarkan hasil kajian awal yang dilakukan terdapat beberapa prinsip
syariah yang memungkinkan untuk diimplementasikan dalam instrumen lindung nilai
pada perbankan syariah, antara lain dengan menggunakan prinsip risk sharing
berdasarkan akad kafalah, terutama untuk skema penjaminan nilai tukar, dan
menggunakan prinsip kemitraan berdasarkan akad mudharabah dan musyarakah
untuk skema investasi dalam bentuk Islamic hedge fund.
Namun demikian, dalam fase sebelum terwujudnya Islamic hedge fund yang
menurut kaidah syariah dikategorikan sebagai kondisi darurat karena adanya
3
kebutuhan mendesak (lil hajah) yang tidak dapat dihindari, bank syariah untuk
sementara waktu dapat mengaplikasikan instrumen lindung nilai dalam bentuk
forward agreement yang terbatas. Penggunaan instrumen lindung nilai tersebut
hanya untuk mengelola risiko nilai tukar pada sisi aktiva neraca bank syariah
khususnya transaksi perdagangan internasional (trade finance) dalam valuta asing
sesuai dengan substansi fatwa DSN-MUI No.28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli
mata uang (Al-Sharf). Agar kegiatan trade finance yang dilakukan terhindar dari
unsur riba, maysir, dan gharar serta dapat diaplikasikan secara operasional maka
diperlukan kajian yang lebih mendalam untuk menetapkan instrumen hedging dan
mekanisme kegiatan Islamic hedge fund yang memenuhi prinsip syariah.
1.1.2. Penelitian Terhadap Upaya Perbankan Syariah Untuk Mendorong
Pertumbuhan Sektor Riil dan Pasar Keuangan Syariah
A. Kajian Model Pembiayaan Syariah Untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) Di Sektor Pertanian
Industri pertanian merupakan salah satu jenis industri yang telah ditetapkan
sebagai industri andalan oleh pemerintah dalam menopang pertumbuhan ekonomi
nasional dan menjaga kesinambungan swasembada pangan. Hal itu telah
mendorong keinginan industri perbankan syariah untuk dapat lebih berperan serta di
dalam implementasi program tersebut. Berdasarkan data yang didapat mengenai
struktur industri pertanian, UMKM memiliki peran yang sangat penting dari sisi
penyerapan tenaga kerja.
Namun demikian, kontribusi industri pertanian terhadap output yang
dihasilkan mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh lebarnya expectation
gap dari sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi permintaan, fakta menunjukkan
bahwa sektor-sektor pendukung efisiensi produksi seperti kualitas sumber daya
insani, kualitas produksi dan rantai distribusi dan pemasaran masih menjadi kendala
dalam menentukan tingkat layak pembiayaan (bankability) dari petani. Dari sisi
penawaran telah ditunjukkan bahwa persepsi risiko yang terbangun dalam industri
perbankan syariah terhadap sektor pertanian masih berada pada tingkat yang terlalu
tinggi. Penelitian yang dilakukan merekomendasikan bahwa pembangunan industri
pertanian, khususnya pada sektor UMKM, harus dilakukan secara terintegrasi dan
melibatkan berbagai sektor pendukung selain mendorong ketersediaan modal dari
perbankan syariah.
4
B. Kajian Pengembangan Pasar Keuangan Syariah
Kajian pengembangan pasar keuangan syariah meliputi penyusunan konsep
dan instrumen keuangan yang dapat digunakan bagi otoritas moneter dalam
pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka (OPT) dalam dual banking system. Sejalan
dengan upaya implementasi Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI),
penelitian juga diarahkan bagi penyusunan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia
(AKSI). Untuk mengantisipasi semakin meningkatnya persaingan ditingkat
internasional sebagai implikasi rencana penerapan komitmen pasar bersama dalam
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), kegiatan penelitian juga mencakup rekomendasi
terhadap langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh otoritas pengawasan dan
pelaku pasar.
1.2. Kegiatan Pengembangan
Fokus kegiatan pengembangan perbankan syariah pada periode ini
diarahkan untuk pencapaian target kuantitatif melalui berbagai paket kebijakan dan
program inisiatif yang dapat mendorong pertumbuhan industri secara signifikan.
Dari kegiatan sosialisasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
program edukasi publik bagi proses pengenalan perbankan syariah memerlukan
bukti nyata kualitas pelayanan sesuai dengan nilai-nilai yang ditawarkan. Selain itu,
program edukasi publik yang efektif dan efisien bergantung pada strategi
pemanfaatan media masa yang dapat menyampaikan informasi mengenai
keunggulan layanan perbankan syariah diantaranya melalui ragam produk dan
jangkauan layanan (outreach).
1.2.1. Program iB Marketing Campaign 2008
Dalam Festival Ekonomi Syariah yang diselenggarakan pada tanggal 19
Januari 2008, Dewan Gubernur Bank Indonesia secara resmi telah meluncurkan
program iB Marketing Campaign 2008 dan mencanangkan inisiatif penyusunan
Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah. Program tersebut terdiri
dari rangkaian kegiatan komunikasi/sosialisasi dalam rangka meningkatkan public
awareness, yang melibatkan Bank Indonesia dan pelaku perbankan syariah. Dengan
adanya program ini diharapkan terjadi keselarasan dan sinergi antara kebijakan dan
program Bank Indonesia dengan industri dalam meningkatkan public awareness
mengenai bank syariah.
5
1.2.2. Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah merupakan salah
satu langkah yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menempatkan industri
perbankan syariah sebagai pendamping industri perbankan konvensional dalam
menopang proses pembangunan ekonomi secara berkesinambungan. Untuk
mencapai hal tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan visi baru perbankan
syariah di Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN pada tahun
2010. Implementasi grand strategy ditetapkan secara bertahap yang terdiri dari tiga
fase pencapaian sebagai berikut:
o Fase I (2008): “Membangun Pemahaman Perbankan Syariah Sebagai
Beyond Banking ”
o Fase II (2009): “Menjadikan Perbankan Syariah Indonesia Sebagai
Perbankan Syariah Paling Atraktif di ASEAN”
o Fase III (2010): “Menjadikan Perbankan Syariah Indonesia Sebagai
Perbankan Syariah Terkemuka di ASEAN”
Melalui program grand strategy yang diterapkan, tema komunikasi telah bergeser
dari asset share ke industrial growth, yang ditopang oleh kualitas operasional yang
semakin efisien dan kompetitif baik dalam pasar domestik maupun global.
Target-target pencapaian yang telah ditetapkan akan dicapai melalui
beberapa program kegiatan yang meliputi:
(1) Program Pencitraan Baru Perbankan Syariah
Memposisikan perbankan syariah sebagai “perbankan yang saling
menguntungkan kedua belah pihak” dan menempatkan citra perbankan syariah
”lebih dari sekedar bank” (beyond banking).
(2) Program Pengembangan Segmen Pasar Perbankan Syariah
Upaya reposisi perbankan syariah yang menawarkan kemudahan dan manfaat
khusus produk perbankan syariah kepada konsumen. Pelaku perbankan syariah,
akan dipandu oleh hasil pemetaan segmentasi konsumen perbankan syariah
berdasarkan persepsi umum mengenai perbankan dan nilai psikografis.
(3) Program pengembangan produk.
Peningkatan variasi produk berdasarkan hasil perumusan keunikan dan value
proposition produk dan jasa perbankan syariah bagi masyarakat. Upaya tersebut
memperhatikan perkembangan internasional dalam hal produk dan jasa,
membuka kepemilikan asing bank syariah yang akan mendorong pengembangan
6
produk bertaraf internasional, pembuatan clearing house, dan streamlining
proses perizinan produk.
(4) Program peningkatan pelayanan.
Upaya yang dilakukan secara berkesinambungan dalam memperkecil gap
expectancy dan sebagai layanan yang handal bagi semua pihak. Orientasi
peningkatan pelayanan mengadopsi konsep Service Excellence berdasarkan
dimensi RATER (Reliability, Assurance, Tangibility, Emphaty, Responsiveness).
(5) Program sosialisasi dan komunikasi terhadap stakeholders yang terkait
secara langsung maupun tidak langsung untuk pengembangan pasar.
Penerapan konsep customized communication bagi setiap segmen yang
bertujuan mendorong konsep komunikasi yang kreatif untuk menarik nasabah
dalam mengetahui lebih lanjut mengenai konsep perbankan syariah dan
manfaatnya.
1.3. Kegiatan Pengaturan
Kebijakan pengaturan selama tahun 2008 diarahkan pada upaya untuk
mengantisipasi perkembangan yang terjadi pada area perpajakan dan perundang-
undangan yang terkait dengan perbankan syariah, yaitu Undang-Undang No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Undang-Undang No.19 Tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara. Sebagai tindak lanjut amanat Undang-
Undang dimaksud, Bank Indonesia mengeluarkan beberapa ketentuan baru dan
menyempurnakan berbagai ketentuan yang telah dikeluarkan sebelumnya.
Krisis keuangan global yang dipicu oleh krisis keuangan di Amerika Serikat,
baik secara langsung maupun tidak langsung, telah mempengaruhi sistem keuangan
Indonesia termasuk di dalamnya sistem perbankan. Bank syariah sebagai bagian
dari sistem perbankan di Indonesia juga perlu mengantisipasi dampak lanjutan yang
dapat ditimbulkan akibat krisis keuangan global tersebut. Untuk mengantisipasi
dampak lanjutan krisis global tersebut, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan
melakukan berbagai penyesuaian ketentuan termasuk yang selama ini diberlakukan
terhadap bank syariah.
1.3.1 Penyusunan Ketentuan Terkait Kelembagaan dan Prinsip Kehati-hatian
1. PBI No.10/16/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan
7
Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank
Syariah.
Dalam ketentuan ini ditegaskan bahwa kegiatan usaha penghimpunan dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa yang dilakukan oleh perbankan
syariah merupakan jasa perbankan. PBI ini diharapkan dapat memberikan
kepastian dan kejelasan hukum bagi semua pihak bahwa produk perbankan
syariah termasuk “jasa perbankan” yang merupakan salah satu jenis jasa
yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah RI No.144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa
yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
2. PBI No. 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah.
Dalam ketentuan sebelumnya, mekanisme pengeluaran produk baru
dilakukan dengan persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Dalam
PBI terbaru ini, mekanisme pengeluaran produk baru dapat dilakukan melalui
mekanisme lapor, sepanjang produk baru tersebut memiliki karakteristik yang
sama dengan produk yang terdapat dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan
Syariah. Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah dimaksud ditetapkan
dalam Surat Edaran Bank Indonesia dan akan terus disesuaikan dengan
perkembangan produk perbankan syariah. PBI ini mulai berlaku sejak tanggal
25 September 2008.
3. PBI No.10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank
Syariah Dan Unit Usaha Syariah.
Ketentuan ini disusun mengingat pengaturan mengenai restrukturisasi
pembiayaan bank syariah yang ada masih mengacu kepada ketentuan
mengenai restrukturisasi kredit yang belum sesuai dengan karakteristik
produk yang dimiliki perbankan syariah. Dengan demikian, diharapkan PBI ini
dapat memberikan pedoman yang lebih jelas bagi industri perbankan syariah
dalam melakukan restrukturisasi pembiayaannya sesuai karakteristik produk
perbankan syariah tersebut. PBI ini mulai berlaku sejak tanggal 25
September 2008.
4. PBI tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) Bagi Bank
Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah.
Ketentuan mengenai pelaksanaan GCG bagi Bank Umum telah diatur dalam
PBI No.8/4/PBI/2006 dimana PBI tersebut juga berlaku bagi Bank Umum
8
Syariah. Namun mengingat bahwa bank syariah mempunyai beberapa
karakteristik khusus yang terkait dengan pelaksanaan sharia governance
maka diperlukan adanya pengaturan tersendiri bagi Bank Syariah dan Bank
Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah, yaitu antara lain
pelaksanaan pemenuhan prinsip syariah dalam kegiatan operasional bank
serta pengaturan mengenai Dewan Pengawas Syariah. Khusus untuk Bank
Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah, pengaturan
mengenai sharia governance mencakup juga pimpinan Unit Usaha Syariah.
Penyusunan PBI mengenai hal ini masih berada dalam proses penyelesaian.
5. PBI tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) bagi Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Sampai saat ini, bank syariah masih mengacu kepada ketentuan Fit and
Proper Test yang berlaku umum bagi Bank Umum dan BPR. Namun
demikian, mengingat pengetahuan, pemahaman, dan kepatuhan terhadap
prinsip syariah merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh bankir syariah
(pemegang saham, anggota dewan komisaris, anggota direksi dan pejabat
eksekutif), maka ketentuan tersebut harus disempurnakan untuk
meminimalkan risiko reputasi bagi bank syariah. Khusus untuk Bank Umum
Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah, pelaksanaan Fit and Proper
Test juga berlaku bagi pimpinan Unit Usaha Syariah. Penyusunan PBI
mengenai hal ini masih berada dalam proses penyelesaian.
1.3.2 Penyusunan Ketentuan Dalam Rangka Pelaksanaan Undang-Undang
No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Undang-Undang
No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
1. PBI No. 10/24/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
Dalam rangka meningkatkan perkembangan sektor keuangan dan
mendukung pengembangan surat berharga syariah di Indonesia, perlu
dilakukan penyempurnaan ketentuan mengenai penilaian kualitas aktiva
untuk Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Penyempurnaan
ketentuan tersebut terkait dengan penambahan kategori penempatan surat
berharga syariah yang sebelumnya hanya untuk dimiliki hingga jatuh tempo
(hold to maturity), menjadi dapat pula dipindahtangankan, yaitu tersedia untuk
dijual (available for sale) dan diperdagangkan (trading). PBI ini berlaku sejak
tanggal 16 Oktober 2008.
9
2. PBI tentang Komite Perbankan Syariah
Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, Bank Indonesia diberi tugas untuk membentuk Komite Perbankan
Syariah yang beranggotakan para ahli syariah dari unsur Bank Indonesia,
Departemen Agama dan masyarakat lainnya. Fungsi dari Komite Perbankan
Syariah adalah memberi masukan kepada Bank Indonesia dalam rangka
implementasi fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) ke dalam ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Penyusunan PBI mengenai hal ini masih berada dalam proses penyelesaian.
3. Beberapa ketentuan terkait kelembagaan antara lain tentang Bank Umum
Syariah, Unit Usaha Syariah (termasuk tata cara spin off), Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah, dan Konversi Bank Konvensional menjadi Bank Syariah,
masih dalam proses pembahasan dan diharapkan pada akhir tahun 2008
keempat ketentuan kelembagaan tersebut dapat dikeluarkan. Adapun latar
belakang dari penyusunan dan penyempurnaan ketentuan-ketentuan tersebut
adalah dalam rangka mengakomodasi beberapa ketentuan yang berbeda
maupun hal baru yang diatur dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah. Hal-hal yang baru dan berbeda yang diatur
dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dapat
dilihat dalam Boks 1.1.
1.3.3 Penyusunan Ketentuan Terkait Krisis Keuangan Global
1. PBI No. 10/23/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 6/21/PBI/2004 Tentang Giro Wajib Minimum Dalam Rupiah
Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah.
Krisis yang terjadi pada sistem keuangan global berpotensi untuk
memberikan dampak negatif terhadap sistem keuangan dan perbankan
nasional, termasuk perbankan syariah. Berkaitan dengan hal itu diperlukan
langkah antisipasi untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem
keuangan dan perbankan nasional melalui ketersediaan dana (likuiditas)
yang cukup, baik bagi pelaku perbankan maupun pelaku perekonomian di
Indonesia. Pengendalian likuiditas melalui penyesuaian instrumen moneter
bank sentral berupa Giro Wajib Minimum merupakan salah satu pilihan untuk
menjaga ketersediaan likuiditas baik Rupiah maupun Valuta Asing bagi
pelaku perbankan di Indonesia. Jumlah penyediaan Giro Wajib Minimum
10
dalam Valuta Asing bagi perbankan syariah diturunkan dari semula sebesar
3% (tiga persen) dari jumlah Dana Pihak Ketiga dalam valuta asing menjadi
1% (satu persen). Ketentuan ini berlaku surut sejak 13 Oktober 2008.
2. Peraturan Bank Indonesia mengenai Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek
Syariah
Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS) akan disempurnakan
terkait dengan telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang
Bank Indonesia. Berdasarkan Perpu tersebut diatur bahwa sehubungan
dengan telah terjadi krisis ekonomi secara global yang mempengaruhi
stabilitas sistem keuangan, diperlukan upaya untuk menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan. Dalam rangka menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan perlu dilakukan perubahan terhadap
ketentuan yang mengatur mengenai pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
dari Bank Indonesia kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan
jangka pendek bank syariah. Beberapa hal yang disempurnakan dalam PBI
FPJPS tersebut antara lain perluasan agunan dan perubahan akad.
Perluasan agunan yaitu dari semula hanya surat berharga yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia (SBI Syariah) dan Pemerintah (SBSN) ditambah dengan
surat berharga syariah yang diterbitkan pihak lain dan aset pembiayaan
dengan kolektibilitas lancar, sedangkan perubahan akad yaitu dari
mudharabah menjadi kafalah bil ujroh. Penyesuaian ketentuan mengenai hal
ini masih berada dalam proses penyelesaian.
1.4. Kegiatan Pengawasan
Kegiatan pengawasan selama tahun 2008 yang dilakukan oleh Bank
Indonesia diarahkan pada penguatan sistem perbankan syariah dengan
memperhatikan beberapa langkah sebagai berikut:
1. Penerapan Pengawasan Berdasarkan Risiko.
Kerangka kerja pengawasan berdasarkan risiko sejalan dengan pendekatan
pengawasan bank yang dilakukan kepada seluruh perbankan di Indonesia dan di
negara-negara lain. Pendekatan ini memungkinkan Bank Indonesia
melaksanakan tanggung jawab yang telah ditetapkan oleh Undang-undang dan
prinsip pengawasan bank dalam Basel Core Principles (BCP), yang lebih
mengarah kepada pengukuran kepatuhan bank dalam menerapkan prinsip-
11
prinsip perbankan yang sehat melalui penerapan manajemen risiko serta
pengukuran profil risiko bank.
Untuk mengukur kepatuhan terhadap penerapan kaidah manajemen risiko, Bank
Indonesia telah mengeluarkan Pedoman Penerapan Manajemen Risiko yang
berlaku untuk seluruh bank termasuk perbankan syariah, sedangkan pengukuran
profil risiko mengacu kepada standar metodologi dari Bank for International
Settlement (BIS) dan praktek yang diterapkan secara internasional. Dalam setiap
periode pengawasan, Bank Indonesia melakukan penilaian profil risiko,
menggunakan perangkat pengawasan, mengambil tindakan pengawasan yang
tepat dan menetapkan status pengawasan, serta melakukan evaluasi formal.
Meningkatnya ketahanan perbankan terhadap risiko akan merefleksikan
peningkatan efektivitas fungsi pengawasan.
2. Evaluasi Penerapan Good Corporate Governance (GCG)
Untuk meningkatkan kinerja bank, melindungi kepentingan stakeholders dan
meningkatkan kepatuhan terhadap nilai-nilai etika (code of conduct), bank wajib
melaksanakan kegiatan usahanya dengan berpedoman pada 5 (lima) prinsip
dasar GCG, yakni transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
independensi, dan kewajaran. Dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas
pelaksanaan GCG tersebut, bank diwajibkan secara berkala melakukan self
assessment terhadap kecukupan pelaksanaan GCG dan menyusun laporan
pelaksanaannya, sehingga apabila masih terdapat kekurangan-kekurangan maka
dapat segera dilakukan tindakan korektif yang diperlukan serta diharapkan akan
tercipta social control oleh masyarakat (stakeholders).
3. Penilaian Atas Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (KYC-Know Your
Customers) dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Bank Indonesia melakukan penilaian penerapan KYC dan UU TPPU oleh bank
yang akan diperhitungkan dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum
khususnya faktor Manajemen. Penilaian dilakukan dengan cakupan meliputi
pengawasan aktif dewan komisaris, kebijakan dan prosedur, pengendalian intern
dan fungsi audit intern, sistem informasi manajemen, serta sumber daya manusia
dan pelatihan.
4. Peningkatan Kompetensi Pengawas dan Pengembangan Sistem Informasi
Pendukung Pengawasan
Untuk mendukung efektivitas pengawasan, peningkatan kompetensi pengawas
terus dilakukan melalui program pendidikan yang berkelanjutan berupa pelatihan,
12
seminar, dan program sertifikasi perbankan. Pengembangan sistem informasi
terus diupayakan untuk mendukung pelaksanaan tugas pengawasan terutama
pengembangan dan penyempurnaan program Sistem Pengawasan (SIMWAS)
Syariah khususnya modul Tingkat Kesehatan (TKS) dan modul penilaian profil
risiko bank.
5. Langkah-langkah Antisipasi Imbas Negatif Sistem Keuangan Global
Perbankan syariah sebagai bagian dari industri perbankan nasional yang pada
saat ini sedang mengalami tekanan likuiditas, telah juga memperoleh imbas yang
tercermin dari meningkatnya shortage likuiditas bank-bank syariah dari hari ke
hari. Sebagai upaya untuk mengatasi hal tersebut, bank-bank syariah umumnya
telah mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan risiko yang timbul akibat
adanya permasalahan tersebut antara lain dengan cara menekan laju
pertumbuhan pembiayaan, memperketat persyaratan persetujuan dan pencairan
pembiayaan, menurunkan nisbah bagi hasil dana pihak ketiga yang menjadi porsi
bank sebagai langkah untuk mempertahankan deposan, dan mengupayakan
penambahan modal dari pemegang saham
1.5. Kegiatan Perizinan
1.5.1 Perizinan Kelembagaan Yang Dikeluarkan Tahun 2008
Sepanjang tahun 2008, outreach perbankan syariah telah mengalami
penambahan berupa 2 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 17 BPR Syariah. Selain itu,
jumlah Bank Umum Syariah (BUS) pada akhir tahun 2008 telah bertambah sebanyak
2 bank yaitu PT Bank Syariah BRI dan PT Bank Syariah Bukopin. Jaringan kantor
perbankan syariah pada tahun 2008 mengalami peningkatan yang cukup signifikan
yaitu sebanyak 130 kantor (termasuk kantor pusat BPR Syariah).
Dalam pengembangan jaringan kantor, pada tahun 2008 UUS masih
menitikberatkan pada pembukaan layanan syariah di kantor-kantor konvensionalnya.
Hal ini tercermin dari bertambahnya jumlah UUS yang mempunyai layanan syariah
dan peningkatan jumlah layanan syariah. Pada tahun 2008 tercatat sebanyak 19
UUS yang telah mempunyai layanan syariah dibandingkan pada tahun 2007 yang
sebanyak 17 UUS. Jumlah layanan syariah meningkat sebanyak 245 layanan pada
tahun 2008.
1.5.2 Perizinan Produk Yg Dikeluarkan Tahun 2008
Produk perbankan syariah yang dikembangkan pada tahun 2008 masih relatif
sama dengan produk perbankan syariah pada tahun 2007. Produk-produk baru yang
13
dikeluarkan perbankan syariah pada tahun 2008 lebih banyak berupa variasi
pengembangan dari produk-produk yang sudah ada sebelumnya, seperti produk
kartu pembiayaan syariah iB atau Islamic card iB, produk investasi emas iB,
tabungan iB untuk anak, pembiayaan iB dalam US dollar (akad mudharabah atau
musyarakah), pembiayaan iB yang dilakukan secara sindikasi on Balance Sheet
(akad Mudaharabah Muqayadah).
1.6. Kegiatan Informasi
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya tugas pengawasan serta
guna mendukung pengawasan bank yang mengadopsi pengawasan berbasis risiko,
diperlukan dukungan teknologi informasi yang memadai. Pengembangan sistem
informasi diarahkan untuk dapat mengotomasikan kegiatan pengawasan baik
meliputi pengumpulan, perhitungan dan penyajian data/informasi, menciptakan pusat
informasi yang terpadu sehingga setiap saat tersedia informasi yang mendukung
tugas-tugas pengawasan, pengaturan dan pengembangan perbankan syariah.
Dengan tersedianya informasi mengenai kondisi bank secara lengkap, akurat serta
tepat waktu diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengawasan bank syariah
yang pada akhirnya dapat mewujudkan sistem perbankan syariah yang sehat.
Pada tahun 2008 telah diimplementasikan Sistem Informasi Manajemen
Pengawasan (SIMWAS) untuk bank umum syariah dan BPRS berupa modul Tingkat
Kesehatan. Untuk melengkapi kedua aplikasi SIMWAS tersebut, pada tahun 2008
dikembangkan modul Data Pokok, sedangkan untuk modul risk profile akan
dikembangkan menunggu hasil kajian risk profile. Untuk SIMWAS BPRS
direncanakan akan ditambahkan 6 modul antara lain modul Perizinan, modul Data
Pokok, modul Analisa Laporan, modul Fit and Proper Test dan modul status bank.
Pengembangan beberapa modul tersebut di atas diharapkan dapat selesai dan
diimplementasikan pada tahun 2009.
14
Boks 1.1. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah telah
disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Juli 2008. Dengan
diberlakukannya Undang-Undang yang terdiri dari 13 Bab dan 70 Pasal ini maka
keberadaan bank syariah di tanah air semakin memiliki landasan hukum yang lebih
jelas. Dalam Undang-Undang ini terdapat beberapa ketentuan yang belum diatur
dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang wajib dipenuhi
oleh bank-bank syariah dengan masa transisi paling lama 1 tahun sejak mulai
berlakunya Undang-Undang ini.
Beberapa ketentuan baru yang diatur dalam Undang-Undang ini antara lain:
Istilah BPRS yang sebelumnya merupakan singkatan dari “Bank Perkreditan
Rakyat Syariah” menjadi “Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”.
Ditegaskannya Asas Perbankan Syariah dalam kegiatan operasionalnya yang
mencakup prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.
Ditegaskannya pengertian ”kegiatan usaha yang berasaskan prinsip syariah”,
yaitu kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur riba, maysir, gharar, haram,
dan zalim.
Ditegaskannya Tujuan Perbankan Syariah yaitu menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan
pemerataan kesejahteraan rakyat dengan tetap berpegang pada Prinsip Syariah
secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqamah).
Diperkenankannya bank syariah dan UUS menjalankan fungsi sosial sebagai
lembaga Baitul Mal yaitu menerima zakat, infaq, sedekah, hibah atau dana sosial
lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat, serta
menghimpun dana sosial dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada
pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).
Ditetapkannnya ketentuan mengenai spin off yang mencakup spin off sukarela
dan spin off wajib. Dalam spin off wajib, Bank Umum Konvensional (BUK) yang
memiliki UUS dengan nilai aset mencapai minimal 50% dari total nilai aset bank
induknya atau 15 tahun sejak berlakunya UU ini, wajib melakukan pemisahan
UUS tersebut menjadi BUS.
Ditetapkannya ketentuan mengenai merger dan konsolidasi yang mengatur
bahwa apabila terjadi penggabungan atau peleburan bank syariah dengan bank
lainnya maka bank hasil penggabungan atau peleburan tersebut wajib menjadi
bank syariah.
15
Ditetapkannya ketentuan mengenai pembentukan Komite Perbankan Syariah
yang oleh Bank Indonesia dalam rangka penyusunan Peraturan Bank Indonesia
(PBI).
Ditegaskannya ketentuan mengenai kewajiban bank syariah dan BUK yang
memiliki UUS untuk membentuk Dewan Pengawas Syariah yang diangkat oleh
RUPS atas rekomendasi MUI.
Ditetapkannya ketentuan yang memberikan wewenang tambahan kepada bank
Indonesia untuk dapat melakukan pemeriksaaan dan pengambilan data/dokumen
dari setiap tempat yang terkait dengan bank dan dari setiap pihak yang menurut
penilaian Bank Indonesia memiliki pengaruh terhadap bank, serta dapat
memerintahkan Bank melakukan pemblokiran rekening tertentu, baik rekening
simpanan maupun rekening pembiayaan.
Ditegaskannya ketentuan mengenai penyelesaian sengketa Perbankan Syariah
yang dapat dilakukan melalui tahap sebagai berikut:
o proses musyawarah untuk mencapai mufakat antara bank syariah dengan
nasabahnya;
o apabila penyelesiaian secara musyawarah dan mufakat tidak tercapai maka
dapat diselesaikan dengan melalui fungsi mediasi Bank Indonesia dan
selanjutnya juga dapat melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS);
o apabila penyelesaian melalui BASYARNAS juga tidak dapat tercapai, maka
penyelesaian dilakukan melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Agama;
o dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain
Peradilan Agama, penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi
perjanjian (akad).
16
Boks. 1.2. Festival Ekonomi Syariah (FES): Terobosan iB Campaign dan Edukasi Masyarakat tentang Perbankan Syariah
Upaya mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah dengan lebih cepat
memerlukan berbagai terobosan kreatif. Hal ini perlu dilakukan baik disisi
penawaran dengan tersedianya jasa perbankan syariah yang menjangkau dan
dapat memenuhi kebutuhan berbagai lapisan masyarakat, dan yang tak kalah
penting menjamin pertumbuhan permintaan secara berkesinambungan.
Kesinambungan permintaan sangat dipengaruhi oleh pemahaman masyarakat
dan citra baik mengenai perbankan syariah dan diminimalkannya kesenjangan
antara idealisme konseptual denngan realitas operasi bank syariah Selain itu,
dukungan stakeholders sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing,
seperti pemerintah, organisasi masyarakat, lembaga terkait antara lain dibidang
pendidikan perlu terus ditingkatkan.
Sejalan dengan hal diatas, pada tahun 2008 telah dilaksanakan kegiatan Festival
Ekonomi Syariah (FES) yang merupakan rangkaian kegiatan terpadu yang terdiri
dari pameran (expo) yang melibatkan seluruh pelaku keuangan syariah,
konferensi/seminar, workshop, bazaar intermediasi keuangan, kegiatan-kegiatan
lomba dan seni-budaya nasional untuk mendukung suasana festival, dengan
melibatkan pula berbagai kegiatan usaha sektor riil mitra bank syariah. Suasana
festival dirancangkan untuk meningkatkan efektivitas dengan kehadiran
pengunjung dan perhatian masyarakat yang menjadi potential users khususnya
yang masih belum memiliki pemahaman dan berinteraksi dengan sistem
keuangan syariah. Hal yang dinilai penting dalam kaitan pengembangan
perbankan dan keuangan syariah nasional adalah dukungan pemerintah
sehingga acara FES dirancangkan perlu menghadirkan Kepala Negara berserta
unsur-unsur pemerintahan agar menjadi cerminan keinginan kuat pada level
nasional untuk menumbuhkembangkan perbankan dan keuangan syariah. FES
diharapkan menjadi agenda tahunan dengan sasaran kegiatan yang tetap sama
seperti tersebut diatas, dengan memperhatikan perkembangan industri terkini.
Pelaksanaan kegiatan secara berulang dalam periode tahunan dengan
memanfaatkan momentum tahun baru hijriyah juga diharapkan dapat menjadi
sarana menunjukan perkembangan dan dinamika industri ini dari tahun ke tahun,
serta menjadi forum untuk memberikan apresiasi bagi pelaku industri perbankan
syariah terbaik. Dengan demikian diharapkan tetap tumbuh semangat bertumbuh
dan berlomba dalam kebaikan dalam industri.
17
Rangkaian kegiatan FES 2008 di Jakarta dilaksanakan selama 5 hari sejak 16
s.d. 20 Januari 2008 dengan tema “Menuju Indonesia Lebih Sejahtera Bersama
Ekonomi Syariah”. Realisasai dan pencapaian kegiatan FES 2008 antara lain
adalah:
1. Opening ceremony dibuka oleh Bapak Presiden RI dan dihadiri oleh 7
menteri terkait, perwakilan lembaga keuangan syariah internasional dan duta
besar, dengan jumlah audiens lebih kurang 2800. Sambutan pengarahan
Presiden sangat jelas memberikan pesan dan arahan baik bagi jajaran
Kabinet maupun pelaku ekonomi untuk menjadikan pengembangan ekonomi
syariah khususnya LKS sebagai salah satu agenda penting dalam
pembangunan nasional, termasuk pula keinginan untuk menjadikan
Indonesia sebagai salah satu pusat keuangan syariah regional dan
internasional.
2. Dalam kegiatan FES 2008 telah ditandatangani 7 MOU, termasuk:
a. MOU rencana pendirian bank syariah baru oleh ICD-IDB dengan
Bank BNI CD-IDB dengan nilai investasi minimal Rp 1 Trilyun;
b. 2 MOU sindikasi pembiayaan pembiayaan syariah dengan total nilai
Rp.810 miliar, yaitu : (i) BMI, BSM, Al-Ijarah Islamic Finance, ILIC
Kuwait untuk PT. Indonesia Air Transport senilai USD 31,0 Juta; dan
(ii) antara 6 Bank yang dipimpin oleh BSM untuk PT. Citra Sari
Makmur senilai Rp.510 miliar;
c. 2 MOU pembiayaan massal usaha kecil, antara BNI Syariah dengan
UMKM di Koja (Rp.12,5 miliar) dan Asosiasi Rantai Pendingin
Indonesia (Rp24 miliar);
d. MOU-MOU kerjasama pengembangan produk seperti penjaminan
dan bancassurance dan mobile banking.
3. FES 2008 diikuti oleh 84 lembaga pada stand pameran, telah terjadi proses
pengenalan yang lebih intens mengenai sistem perbankan/ keuangan syariah.
Estimasi jumlah pengunjung 23.200 orang. Pengunjung FES 2008 telah
membuka lebih dari 1,590 rekening bank syariah baru. Berbagai rangkaian
kegiatan lomba dan pentas seni budaya telah mendapat respond yang
antusias dari masyarakat luas, termasuk kalangan pelajar dan mahasiswa.
4. Kegiatan Seminar 2 hari menghadirkan pembicara dari bank sentral dan LKS
dari negara lain, pakar dan praktisi domestik diikuti oleh lebih dari 275 peserta.
Kegiatan Hermawan Kartajaya’s lecture on syariah marketing yang diberikan
18
oleh sebagai bagian awal dari rangkaian program “Launching iB (ai-bi)
Marketing Campaign 2008“ diikuti oleh 281 peserta. Kegiatan bedah buku
ekonomi Islam dan juga stand klinik perbankan syariah yang berfungsi
sebagai media interaksi bagi pengusaha yang berkeinginan untuk memperoleh
pembiayaan syariah.
5. DPbS bekerjasama dengan lembaga konsultan telah melaksanakan seleksi
dan penyerahan Shariah Acceleration Award 2008, dengan kategori: Best
Market Share Expansion, Best Outlet Productivity, Best Human Resource
Development.
6. Kegiatan FES 2008 yang diawali pelaksanaannya di Jakarta, 16-20 Januari
2008 dilaksanakan di 6 kota: Palembang, Yogyakarta, Makassar, Surabaya,
Padang dan Balikpapan yang agenda kegiatannya sama dengan FES di
Jakarta, dengan berbagai modifikasi sesuai kekhasan daerah masing-masing.
Memperhatikan bahwa pengembangan perbankan dan keuangan syariah secara
umum merupakan suatu jalan panjang yang memerlukan usaha berkesinambungan,
maka kegiatan FES insya Allah akan dilaksanakan kembali pada tahun 2009 dengan
bentuk yang sama dan berbagai penyesuaian atas dasar evaluasi pelaksanaan yang
lalu dan mencermati dinamika industri saat ini
19
BAB 2. Perkembangan Perbankan Syariah 2008
2.1. Gambaran Umum
Selama tahun 2008 perkembangan industri perbankan syariah menunjukkan
pertumbuhan aset yang positif ditengah kondisi makroekonomi yang mengalami
tekanan akibat kenaikan harga minyak dunia dan gejolak krisis keuangan global. Dari
sisi mikro internal perbankan syariah, pertumbuhan aset dipengaruhi pula oleh
pertumbuhan pembiayaan yang diberikan dan pertumbuhan dana pihak ketiga.
Tingkat pertumbuhan aset industri mengalami peningkatan hingga triwulan kedua,
namun mengalami perlambatan pada triwulan ketiga (lihat Grafik 2.1).
Grafik 2.1. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
50,000
IV-0
2I-0
3II-
03III-
03
IV-0
3I-0
4II-
04III-
04
IV-0
4I-0
5II-
05III-
05
IV-0
5I-0
6II-
06III-
06
IV-0
6I-0
7II-
07III-
07
IV-0
7I-0
8II-
08III-
08
Miliar Rp
-
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
Persen
Total Aset (aksis kiri)GDPK(yoy)GPYD(yoy)FDRGAsset(yoy)
Dari sisi kelembagaan, jaringan operasional perbankan syariah mengalami
peningkatan jangkauan yang cukup signifikan sampai dengan triwulan ketiga tahun
2008. Outlet pelayanan mengalami penambahan sebanyak 130 kantor cabang dan
jaringan kantor dibawah kantor cabang, baik yang berasal dari BUS dan UUS.
Selanjutnya pada bulan Oktober 2008, terdapat dua BUS yang berdiri yaitu PT. Bank
Syariah BRI dan PT. Bank Syariah Bukopin sehingga total BUS sampai dengan
bulan Oktober tahun 2008 berjumlah lima BUS. Disamping itu, jaringan operasional
perbankan syariah juga diperkuat dengan 1440 kantor cabang bank konvensional
yang memiliki layanan syariah. Secara geografis, penyebaran jaringan kantor
perbankan syariah saat ini telah menjangkau masyarakat di lebih dari 89
20
kabupaten/kota di 33 propinsi. Posisi jumlah jaringan kantor secara rinci dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Jaringan Kantor
Kelompok Bank 2005 I-06 II-06 III-06 IV-06 I-07 II-07 III-07 IV-07 I-08 II-08 III-08
Bank Umum Syariah 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Unit Usaha Syariah 19 19 19 19 20 21 23 25 26 28 28 28
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 92 94 96 105 105 105 107 109 114 117 124 128
Jumlah Kantor BUS & UUS 550 565 577 617 636 657 673 686 711 726 743 841
Jumlah Layanan Syariah - 212 250 419 456 467 983 1053 1195 1256 1364 1440
2.2. Penghimpunan Dana
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah selama tahun
2008 menghadapi tantangan yang cukup berat akibat tekanan daya saing secara
makro. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh penurunan pertumbuhan DPK perbankan
syariah pada triwulan ketiga tahun 2008 sebesar 0,6 % terhadap triwulan yang sama
di tahun 2007 atau menjadi 36,7 % (yoy) (Lihat Grafik 2.2).
Grafik 2.2. Perkembangan DPK Perbankan Syariah
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
I-05 II-05 III-05 IV-05 I-06 II-06 III-06 IV-06 I-07 II-07 III-07 IV-07 I-08 II-08 III-08
(%)
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
Rp
. M
ilia
r
DPK (Aksis Kanan)
GDPK (Aksis Kiri)
GAcc (Aksis Kiri)
Sejalan perlambatan pertumbuhan DPK, pertumbuhan jumlah rekening DPK
juga mengalami perlambatan. Kondisi ini ditunjukkan oleh kecendrungan penurunan
pertumbuhan jumlah rekening DPK dari 46,7% pada triwulan ketiga tahun 2007
menjadi 40,7% pada triwulan ketiga tahun 2008. Kondisi perlambatan pertumbuhan
tersebut sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan DPK jenis giro iB dengan akad
wadiah yang pada akhir triwulan pertama 2008 sempat mengalami penurunan dan
secara bertahap meningkat kembali sampai dengan posisi Mei 2008. Namun sejak
triwulan kedua sampai dengan akhir triwulan ketiga, giro iB dengan akad wadiah
terus mengalami penurunan terutama pada golongan nasabah korporasi inti.
21
Pertumbuhan giro korporasi iB pada triwulan ketiga tahun 2008 menurun menjadi
3,99% dari sebelumnya sebesar 18,47% pada triwulan ketiga tahun 2007. Hal
tersebut merupakan dampak dari krisis keuangan global sehingga untuk mengatasi
permasalahan modalnya, perusahaan cenderung menarik penempatan dana likuid
dengan return rendah untuk meminimalkan kerugian. Sementara itu, DPK golongan
nasabah individu secara konsisten menunjukkan pertumbuhan yang cenderung
meningkat (lihat Grafik 2.3).
Grafik 2.3. Pertumbuhan DPK Per Golongan Nasabah
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
35.0%
40.0%
I-05 II-05 III-05 IV-
05
I-06 II-06 III-06 IV-
06
I-07 II-07 III-07 IV-
07
I-08 II-08 III-08
GDPK Individu
GDPK Korporasi
Dari sisi wilayah penghimpunan DPK, wilayah DKI Jakarta masih memegang
peranan utama dengan porsi mencapai 48,5% dari keseluruhan DPK yang berhasil
dihimpun perbankan syariah sampai dengan triwulan ketiga tahun 2008. Kondisi
tersebut merupakan tantangan bagi perbankan syariah untuk tetap dapat
memperluas segmen pasar penghimpunan DPK terutama nasabah individual yang
pergerakan mutasinya diharapkan lebih stabil sehingga secara keseluruhan dapat
meminimalkan risiko likuiditas bagi perbankan syariah (lihat Grafik 2.4.).
Grafik 2.4. Wilayah Penghimpunan DPK
50.2
%
50.2
%
49.4
%
49.7
%
50.0
%
50.4
%
49.3
%
48.9
%
49.5
%
48.3
%
49.0
%
48.4
%
49.3
%
50.8
%
48.5
%
49.8
%
49.8
%
50.6
%
50.3
%
50.0
%
49.6
%
50.7
%
51.1
%
50.5
%
51.7
%
51.0
%
51.6
%
50.7
%
49.2
%
51.5
%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
120.0%
I-05 II-05 III-05 IV-
05
I-06 II-06 III-06 IV-
06
I-07 II-07 III-07 IV-
07
I-08 II-08 III-08
DPK Non Jakarta
DPK Jakarta
22
Sementara itu, portofolio penghimpunan DPK pada perbankan syariah pada
triwulan ketiga tahun 2008 masih didominasi oleh dana investasi tidak terikat yang
terdiri atas tabungan iB dengan akad mudharabah sebesar 34% dan deposito iB
dengan akad mudharabah sebesar 55% (lihat Grafik 2.5.). Dari sisi kepemilikan
dana investasi tidak terikat, sebesar 61,5% merupakan kepemilikan golongan
individu dan sebesar 38,5% kepemilikan golongan korporasi. Kondisi portofolio
tersebut memberikan kemanfaatan bagi bank syariah dalam memitigasi risiko
likuiditasnya terhadap penarikan dana oleh korporasi mengingat dana yang dihimpun
dari korporasi memiliki fluktuasi yang tinggi dengan tingkat sensitivitas yang masih
tinggi terhadap kondisi pasar.
Grafik 2.5. Portofolio DPK Perbankan Syariah
34%
11%
55%
Giro wadiah Tabungan Mudharabah Deposito Mudharabah
Dari sisi komposisi jenis produk DPK perbankan syariah, deposito iB dengan
akad mudharabah berjangka waktu 1 bulan dan tabungan iB dengan akad
mudharabah komposisinya mengalami perkembangan dari triwulan ketiga tahun
2007 sebesar 30,78% dan 30,40% menjadi 38,79% dan 31,65% pada triwulan ketiga
tahun 2008. Kedua produk tersebut secara keseluruhan merupakan bagian terbesar
dari portofolio DPK perbankan syariah. Hal ini merupakan indikasi bahwa preferensi
masyarakat terhadap perbankan syariah masih terbatas sebagai sarana penempatan
dana yang sifatnya likuid namun tetap mempertimbangkan tingkat imbalan, belum
sebagai instrumen investasi dana sehingga perlu menjadi perhatian bagi manajemen
perbankan syariah untuk mengelola potensi risiko likuiditasnya (lihat Grafik 2.6.).
23
13.46%
0.79%
1.65%
30.40%
30.78%
6.77%
5.72%
10.42%
0.01%
11.35%
1.26%
1.09%
31.65%
38.79%
4.72%
4.91%
6.06%
0.19%
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00% 40.00% 45.00%
Giro Wadiah
Tabungan Wadiah
Simpanan Wadiah Lain
Tabungan Mudharabah
Deposito 1 Bln
Deposito Mudharabah 3 Bln
Deposito 6 bln
Deposito 12 bln
Deposito >12 Bln III-08
III-07
2.3. Penyaluran Dana
Penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah selama tahun 2008 secara
konsisten terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 17,6% dari
triwulan ketiga tahun 2007 atau menjadi 42,9% pada triwulan ketiga tahun 2008.
Sementara itu, nilai pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah mencapai
Rp.37,7 triliun. Pertumbuhan jumlah pembiayaan yang tidak didukung dengan
pertumbuhan DPK secara signifikan menyebabkan financing to deposit ratio (FDR)
mencapai level diatas 100% pada triwulan pelaporan (lihat Grafik 2.7.).
Grafik 2.7. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah
(20.00)
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
I-05 II-05 III-05 IV-05 I-06 II-06 III-06 IV-06 I-07 II-07 III-07 IV-07 I-08 II-08 III-08
Pert
um
bu
han
(%
)
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000P
YD
(M
ilia
r R
up
iah
)PYD GPYD (yoy) GAcc (yoy)
Dari sisi wilayah penyaluran pembiayaan, sampai dengan triwulan ketiga
tahun 2008, perbankan syariah masih terkonsentrasi di wilayah DKI Jakarta dengan
porsi sebesar 47% dari seluruh total pembiayaan perbankan syariah nasional.
Namun, kemanfaatan perbankan syariah dalam menggerakkan perekonomian
daerah diluar wilayah DKI Jakarta belum berjalan optimal meskipun jaringan kantor
telah diperluas pada 33 propinsi. Kondisi ini terlihat dari nominal penghimpunan DPK
Grafik 2.6. Proporsi DPK Perbankan syariah
24
untuk wilayah DKI Jakarta sebesar ± 49% dari seluruh DPK perbankan syariah,
tetapi disalurkan dalam PYD ke wilayah DKI Jakarta sebesar ± 47 % sehingga hanya
terdapat ± 2% DPK yang terdistribusi ke luar wilayah DKI Jakarta (lihat Grafik 2.8).
Grafik 2.8. Wilayah Penyaluran PYD
47.3
%
46.8
%
44.6
%
50.5
%
46.3
%
45.2
%
44.7
%
49.0
%
51.5
%
47.3
%
47.0
%
48.2
%
48.9
%
48.0
%
47.0
%
52.7
%
53.2
%
55.4
%
49.6
%
53.7
%
54.8
%
55.3
%
51.0
%
48.5
%
52.7
%
53.0
%
51.8
%
51.1
%
52.0
%
53.0
%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
120.0%
I-05 II-05 III-05 IV-
05
I-06 II-06 III-06 IV-
06
I-07 II-07 III-07 IV-
07
I-08 II-08 III-08
PYD Non Jakarta
PYD Jakarta
Besarnya tekanan terhadap kondisi makroekonomi Indonesia telah menekan
laju pertumbuhan jumlah nasabah pembiayaan sebagaimana terindikasi oleh
pertumbuhan jumlah rekening nasabah pembiayaan pada triwulan ketiga tahun 2008
sebesar 19,7% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama pada tahun
2007 sebesar 73,6% (yoy).
Grafik 2.9. Perkembangan Kualitas Pembiayaan Perbankan Syariah
-
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
I-05 II- III- IV- I-06 II- III- IV- I-07 II- III- IV- I-08 II- III-
%
(30)
-
30
60
90
120
150
180
%
Rasio NPF (aksis kiri)
PYD (yoy) Aksis Kanan
NPF (yoy) Aksis Kanan
Pertumbuhan pembiayaan diikuti dengan peningkatan kualitas pembiayaan
perbankan syariah. Peningkatan kualitas ini tercermin dari penurunan persentase
non performing financing (NPF) pada triwulan ketiga tahun 2008. Namun demikian,
secara jangka panjang, kualitas pembiayaan perbankan syariah harus diupayakan
untuk terus meningkat sejalan dengan perbaikan kualitas ekposur dalam sistem
25
perbankan secara nasional. Secara sektoral, pertumbuhan pembiayaan untuk setiap
sektor ekonomi ditunjukkan dalam Grafik 2.10.
Grafik 2.10. Pertumbuhan Pembiayaan Per Sektor
2.4. Profitabilitas dan Permodalan
Secara umum tingkat profitabilitas perbankan syariah mengalami
kecenderungan meningkat dari triwulan pertama tahun 2005 hingga triwulan ketiga
tahun 2008. Kondisi tersebut didukung oleh peningkatan tingkat efisiensi operasional
perbankan syariah.
Grafik 2.11. Perkembangan Profitabilitas Perbankan Syariah
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
80.0%
90.0%
100.0%
I-05 II-05 III-05 IV-
05
I-06 II-06 III-06 IV-
06
I-07 II-07 III-07 IV-
07
I-08 II-08 III-08
0.00%
0.50%
1.00%
1.50%
2.00%
2.50%
3.00%
BOPO(Aksis Kiri)
ROE(Aksis Kiri)
ROA(Aksis Kanan)
Perkembangan selama tahun 2008 menunjukkan tingkat profitabilitas (ROE
dan ROA) yang berfluktuasi. Pada triwulan ketiga tahun 2008, ROA perbankan
syariah mencapai 2,5% dan ROE mencapai 76,7% meningkat dibandingkan triwulan
26
kedua tahun 2008 dimana ROA mencapai 2,1% dan ROE sebesar 57,3%.
Perkembangan tersebut berasal dari peningkatan pendapatan atas pembiayaan
yang dilakukan perbankan syariah pada tahun 2008. Dari sisi efisiensi operasional,
kinerja perbankan syariah mengalami peningkatan sebagaimana ditunjukkan oleh
penurunan rasio BOPO pada triwulan ketiga tahun 2007 sebesar 75% menjadi
73,6% pada triwulan ketiga tahun 2008 (lihat Grafik 2.11). Kedua kondisi tersebut
mendorong peningkatan profitabilitas perbankan syariah pada triwulan pelaporan.
Grafik 2.12. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah
0.0
500.0
1000.0
1500.0
2000.0
2500.0
I-04 II-04 III-04 IV-
04
I-05 II-05 III-05 IV-
05
I-06 II-06 III-06 IV-
06
I-07 II-07 III-07 IV-
07
I-08 II-08 III-08
Milia
r R
up
iah
-50.0
0.0
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
300.0
Milia
r R
up
iah
Pertumbuhan Biaya
Operasional (Aksis kiri)
Pertumbuhan Pendapatan
Operasional Setelah Bagi Hasil
(Aksis Kiri)Pertumbuhan Net Margin
(Aksis Kanan)
Pertumbuhan laba (net margin) perbankan syariah terus menunjukkan
kecenderungan peningkatan. Kontribusi utama dari pendapatan perbankan syariah
dalam menghasilkan laba adalah pendapatan dari piutang murabahah yang
mencapai 45,3% dari seluruh total pendapatan perbankan syariah. Kondisi ini
mencerminkan bahwa kontributor utama pendapatan bank syariah adalah
pendapatan tetap (fixed income).
Sementara itu, selama tahun 2008 kondisi permodalan perbankan syariah
(tier 1) dibandingkan dengan pembiayaan yang diberikan masih tergolong rendah
(dibawah 8%). Oleh karena itu, dalam kondisi pertumbuhan pembiayaan yang
cendrung meningkat cepat, kemampuan modal dalam menyerap risiko akan
cenderung lemah. Untuk itu diperlukan kebijakan manajemen bank atas perlakuan
laba ditahan sebagai tambahan modal disetor termasuk adanya partisipasi aktif dari
pemilik dana untuk memperkuat permodalan bank sehingga dapat meningkatkan
volume usaha.
27
2.5. Pembiayaan UMKM dan BPRS
UMKM masih memiliki porsi terbesar sebagai sasaran untuk pembiayaan
yang diberikan oleh industri perbankan syariah dengan nominal mencapai Rp27,18
Trilyun (72,13%) sampai dengan posisi September 2008. Sementara itu, pembiayaan
kepada non UMKM mencapai Rp10,5 Trilyun (27,87%). Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa sektor UMKM merupakan potensi pasar yang sangat besar dan
tersebar di seluruh wilayah kota/kabupaten.
Pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah selama tahun 2007 tercatat
sebesar 31,5% dan meningkat hingga posisi September 2008 (ytd) menjadi sebesar
40,1%. Khusus pertumbuhan pembiayaan kepada sektor UMKM mengalami fluktuasi
dimana pertumbuhan tahun 2006 sebesar 45,86% dan mengalami perlambatan pada
tahun 2007 menjadi sebesar 31,56%. Sementara sampai dengan posisi September
2008 (ytd), pertumbuhan pembiayaan UMKM mengalami percepatan kembali
menjadi sebesar 38,91%.
Grafik 2.13. Perkembangan Permodalan Perbankan Syariah
28
Grafik 2.14. Pembiayaan UMKM
-
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
30,000,000
I-06 II-06 III-06 IV-06 I-07 II-07 III-07 IV-07 I-08 II-08 III-08
-10.00%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
Pembiayaan UMKM
Pembiayaan Non UMKM
Pertumbuhan UMKM
Sementara itu, total pembiayaan BPRS tercatat sebesar 1,25 Trilyun yang
seluruhnya merupakan pembiayaan kepada UMKM. Sejalan dengan pembiayaan
kepada UMKM, pertumbuhan pembiayaan BPRS mengalami fluktuasi selama 3
tahun terakhir, dimana pada tahun 2006 mencapai sebesar 46,0% dan mengalami
perlambatan pada tahun 2007 menjadi sebesar 38,3%. Namun pada tahun 2008
(posisi bulan September) pembiayaan BPRS kembali meningkat menjadi sebesar
41,8% (ytd).
Pertumbuhan pembiayaan BPRS tersebut lebih besar dibandingkan
pertumbuhan DPK yang mencapai sebesar 26,1% (ytd) dengan total DPK yang
berhasil diserap sebesar Rp.896,91 miliar. Hal tersebut menunjukkan bahwa sumber
dana yang digunakan BPRS untuk pembiayaan tidak hanya berasal dari dana pihak
ketiga namun juga dilengkapi dari dana yang disalurkan oleh bank umum kepada
BPRS melalui program kerjasama.
Dalam hal kualitas pembiayaan, NPF BPRS baik secara gross maupun nett
mengalami penurunan dibandingkan posisi 2007 dengan persentase masing-masing
dari 7,99% menjadi 6,92% dan 6,62% menjadi 5,11% sebagai dampak dari
peningkatan pembiayaan yang cukup signifikan. Secara umum profil kinerja BPRS
dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Profil Keuangan BPRS
Keterangan 2005 2006 2007 I-2008 II-2008 III-2008
Jumlah Kantor 105 105 114 117 124 128
Total Aset 60.497 90.632 1.207.198 1.295.145 1.456.451 1.575.915
Total Pembiayaan 43.591 63.629 879.744 944.412 1.112.763 1.247.657
Total DPK 35.357 53.015 711.250 772.220 865.319 896.909
FDR 123.29% 120.02% 123.69% 122.30% 128.60% 139.11%
NPF (Gross) 10.60% 8.29% 7.99% 7.90% 7.51% 6.92%
Miliar Rp
Jutaan Rupiah
29
NPF (Netto) 9.47% 7.09% 6.62% 6.44% 5.54% 5.11%
30
BAB 3. Prospek dan Arah Kebijakan
3.1. Prospek Kondisi Makroekonomi
Krisis keuangan yang berawal dari Amerika Serikat dan berimbas kepada
negara-negara lainnya, telah meluas menjadi krisis ekonomi secara global yang
mulai terasa pada semester kedua tahun 2008. Perlambatan pertumbuhan ekonomi
secara global diperkirakan akan mempengaruhi kinerja perekonomian dalam negeri
di tahun 2009. Melemahnya kondisi perekonomian negara-negara maju sebagai
tujuan utama ekspor negara-negara berkembang seperti Indonesia, akan
mempengaruhi kinerja ekspor nasional yang pada akhirnya diperkirakan akan
berkontribusi pada penurunan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Proyeksi
perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2009 telah diperkirakan oleh IMF
dalam World Economic Outlook sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Proyeksi PDB Dunia
2006 2007 Proyeksi
2008 2009
PDB Dunia 5.1 5 3.9 3
Negara Maju 3 2.6 1.5 0.5
Amerika Serikat 2.8 2 1.6 0.1
Kawasan Eropa 2.8 2.6 1.3 0.2
Jepang 2.4 2.1 0.7 0.5
Negara Maju Lainnya 4.5 4.7 3.1 2.5
Negara Berkembang 7.9 8 6.9 6.1
Afrika 6.1 6.3 5.9 6
Eropa Timur & Tengah 6.7 5.7 4.5 3.4
Negara Commonwealth 8.2 8.6 7.2 5.7
Asia 9.9 10 8.4 7.7
China 11.6 11.9 9.7 9.3
India 9.8 9.3 7.9 6.9
Timur Tengah 5.7 5.9 6.4 5.9 Amerika Latin 5.5 5.6 4.6 3.2
Sumber: IMF, WEO October 2008
31
Selanjutnya, melemahnya pertumbuhan harga komoditas internasional akibat
penurunan volume perdagangan dunia dan adanya kecenderungan pelemahan nilai
tukar rupiah akibat tingginya faktor risiko, akan semakin menambah tekanan bagi
perekonomian dalam negeri. Walaupun mendapatkan tekanan secara eksternal dan
mengalami perlambatan, laju pertumbuhan ekonomi secara nasional diperkirakan
masih akan terbantu oleh masih cukup kuatnya permintaan domestik yang dimotori
oleh konsumsi swasta yang diharapkan dapat mengurangi pengaruh negatif
penurunan kegiatan perekonomian secara global. Secara khusus, konsumsi swasta
tahun 2009 diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Kinerja
yang baik ini didukung oleh peningkatan daya beli masyarakat dan bergulirnya
multiplier effect dari kegiatan Pemilu. Faktor pendukung lainnya diperkirakan akan
berasal dari adanya peningkatan Pendapatan Tidak Kena Pajak, pengurangan tarif
pajak bagi UMKM, Wajib Pajak Pribadi dan Badan, serta pajak deviden, dan adanya
peningkatan gaji PNS/TNI/POLRI. Kinerja konsumsi swasta ini diperkirakan juga
akan mendorong kinerja investasi untuk tetap tumbuh tinggi meskipun tidak setinggi
tahun sebelumnya akibat melemahnya pertumbuhan ekspor.
Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tetap akan dimotori
oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan, serta sektor
pengangkutan dan komunikasi. Pertumbuhan sektor-sektor ini utamanya didorong
oleh kenaikan daya beli masyarakat sehingga daya serap pasar masih tinggi.
Tingkat inflasi pada tahun 2009 diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan
inflasi tahun 2008 yang diperkirakan berada pada kisaran 11,5-12,5%. Kebijakan
Bank Indonesia yang akan difokuskan untuk mengurangi tekanan inflasi melalui
pengoptimalan penggunaan seluruh instrumen kebijakan moneter, diharapkan dapat
membawa inflasi tahun 2009 turun menjadi pada kisaran 6,5-7,5%. Penurunan laju
inflasi ini diperkirakan juga akan didukung oleh adanya kecenderungan penurunan
harga minyak dan komoditas lainnya. Selain itu, dukungan kebijakan Pemerintah
yang diperkirakan akan cenderung melakukan stabilisasi harga terkait pelaksanaan
Pemilu juga akan membantu penurunan laju inflasi.
Sebagai antisipasi dari penurunan kinerja perekonomian global, salah satu
jalan yang dapat diambil oleh pemerintah adalah melakukan upaya-upaya penguatan
sektor riil melalui penyesuaian pada kebijakan fiskal. Dalam hal ini, peran instrumen
pajak dapat menjadi titik sentral dari kebijakan-kebijakan penguatan sektor riil.
Penurunan pajak bagi sektor dan industri strategis dalam mendorong produksi dan
ekspor akan menjadi kebijakan yang mendukung untuk diambil dalam situasi
32
ekonomi global dengan kecenderungan resesi seperti saat ini. Sebaliknya penurunan
pajak impor barang-barang yang mendorong aktivitas sektor riil seperti impor barang
modal (mesin pabrik dan sejenisnya) juga dimungkinkan untuk dipilih oleh
pemerintah.
3.2. Dampak Makroekonomi Terhadap Perbankan Syariah
Industri perbankan syariah diharapkan tetap akan mengalami pertumbuhan
yang cukup tinggi pada tahun 2009. Proyeksi ini diambil dengan mempertimbangkan
beberapa kondisi: (1) kinerja permintaan domestik masih relatif tinggi di tengah
ketidak-pastian ekonomi global; dan (2) industri perbankan syariah nasional masih
dalam tahapan perkembangan awal dan belum memiliki tingkat integrasi yang tinggi
dengan sistem keuangan global dan tidak memiliki tingkat sofistikasi transaksi yang
tinggi. Eksposur pembiayaan perbankan syariah yang masih didominasi oleh
pembiayaan pada aktivitas perekonomian domestik, diharapkan masih dapat
bertumbuh dengan cepat sebagaimana kinerja pertumbuhan pembiayaan yang tinggi
sampai akhir tahun 2008 dengan kinerja pembiayaan yang baik (NPF di bawah 5%).
Tingkat pertumbuhan pembiayaan tahunan ditunjukkan dalam Grafik 3.1a dan
Grafik 3.1.b.
Grafik 3.1a. Kinerja Perbankan Nasional
33
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dalam periode waktu yang cukup
panjang akan menyebabkan tekanan likuiditas pada sistem perbankan nasional,
termasuk perbankan syariah. Diperkirakan, semakin banyak nasabah korporasi akan
menarik dana sebagai implikasi dari penurunan kondisi usaha. Secara makro,
otoritas moneter akan berusaha mempertahankan nilai tukar untuk mencegah
terjadinya capital outflow yang ditandai oleh peningkatan suku bunga yang relatif
tinggi. Tingginya tingkat suku bunga dalam industri perbankan secara umum akan
mempengaruhi daya saing perbankan syariah pada sisi pendanaannya. Semakin
tinggi tingkat suku bunga pasar, semakin tinggi kemungkinan nasabah, terutama
nasabah yang berorientasi return untuk memindahkan dananya ke dalam perbankan
konvensional. Meskipun banyak pihak memperkirakan krisis ekonomi akan
berlangsung untuk periode waktu yang cukup panjang, sejumlah upaya untuk
memperbaiki kondisi perekomian global telah dilakukan oleh otoritas-otoritas
keuangan untuk dapat mempercepat proses pemulihan ekonomi yang selanjutnya
dapat meringankan tekanan yang terjadi.
Grafik 3.2. Pertumbuhan Aset BS, DPK BS, dan Tingkat Suku Bunga
Grafik 3.1b. Perkembangan LDR (FDR Syariah) dan NPL (NPF Syariah)
34
Grafik 3.2 menunjukkan pertumbuhan aset, DPK dan PYD bank syariah serta
perkembangan tingkat suku bunga. Dapat dilihat bahwa sepanjang tahun 2008,
pergerakan tingkat suku bunga memiliki korelasi negatif dengan tingkat pertumbuhan
DPK perbankan syariah dimana kenaikan tingkat suku bunga dapat menjelaskan
penurunan tingkat pertumbuhan DPK perbankan syariah dan sebaliknya. Dengan
mengasumsikan bahwa korelasi negatif akan terjadi selama tahun 2009 dan ketatnya
kebijakan moneter yang diambil, perbankan syariah akan mengalami tekanan
likuiditas dari sisi persaingan return dengan perbankan konvensional selain akibat
menurunnya likuiditas sektor korporasi yang telah mulai terjadi sejak semester kedua
tahun 2008.
Grafik 3.3 Pertumbuhan Aset, DPK, PYD, PDB, dan Inflasi
35
Grafik 3.3 menunjukkan indikator-indikator perkembangan perbankan syariah
(Aset, PYD, DPK) dan kinerja variabel-variabel makroekonomi seperti pertumbuhan
ekonomi (PDB), total konsumsi dan inflasi. Dapat dilihat bahwa perkembangan
industri perbankan syariah terpengaruh oleh perubahan kinerja perekonomian.
Kecenderungan peningkatan inflasi telah mengakibatkan penurunan konsumsi yang
terus terjadi sejak awal tahun 2008. Penurunan konsumsi, pada gilirannya akan
menekan tingkat penawaran. Penurunan konsumsi dan produksi tersebut tercermin
dari penurunan permintaan terhadap pembiayaan. Analisis lebih dalam mengenai
pengaruh tingkat suku bunga terhadap pricing disisi pembiayaan dan DPK
perbankan syariah ditunjukkan dalam boks 2.1.
Kontribusi perbankan syariah dalam pembiayaan sektor-sektor ekonomi dan
kualitas pembiayaan per-sektor ekonomi ditunjukkan dalam Grafik 3.4 a -c.
Grafik.3.4a. Pertumbuhan PDB dan pertumbuhan portfolio pembiayaan per
sektor ekonomi
Keterangan:
AGR : Agriculture MIN : Mining
MAN : Manufacturing ELK : Electricity, water and gases
CONS : Construction TRD : Trading
SVBIS : Service SVSOC : Social service
TRNS : Transportation and hotel
36
Grafik 3.4a menunjukkan perbandingan pertumbuhan komposisi portfolio
pembiayaan bank syariah dan pertumbuhan PDB untuk masing-masing sektor
ekonomi. Data memperlihatkan bahwa portfolio pembiayaan bank syariah mengalami
pertumbuhan signifikan disektor jasa dan konstruksi; sementara pertumbuhan
tertinggi PDB sektoral terjadi pada sektor transportasi dan perdagangan. Secara
keseluruhan, pertumbuhan portfolio pembiayaan perbankan syariah melebihi
pertumbuhan PDB sektoral kecuali pada sektor manufaktur dan perdagangan. Sektor
jasa dan perdagangan menjadi tujuan utama pembiayaan bank syariah karena dasar
pembiayaan pada kedua sektor ini memiliki basis jual beli yang memiliki risiko
transaksi yang relatif rendah dibandingkan dengan basis transaksi lainnya.
Grafik.3.4b. Perbandingan komposisi portfolio bank syariah dan bank
konvensional
Grafik 3.4b menunjukkan perbandingan komposisi portfolio pembiayaan antara
industri perbankan secara nasional dan industri perbankan syariah. Inferensi dari
grafik tersebut mendukung proposisi yang diambil sebelumnya bahwa komposisi
portfolio pembiayaan perbankan syariah pada masing-masing subsektor ekonomi
didominasi oleh transaksi berbasis jual beli pada sektor jasa, perdagangan dan
konstruksi. Sementara itu, perbankan konvensional masih menempatkan sektor
industri manufaktur/olahan sebagai tujuan utama penempatan dananya selain sektor
perdagangan dan pertanian yang juga memiliki persentase yang cukup tinggi. Pola
37
pemilihan sektor pembiayaan perbankan syariah cenderung sama dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Perbankan syariah sebenarnya memiliki peluang untuk
dapat meningkatkan kinerja keuangannya apabila dapat melakukan diversifikasi
pembiayaan ke arah sektor-sektor ekonomi lain yang memiliki pertumbuhan yang
cukup tinggi.
Grafik 3.4c menunjukkan tingkat pembiayaan bermasalah pada setiap
subsektor ekonomi yang didominasi oleh subsektor manufaktur/industri pengolahan.
Secara umum, industri perbankan syariah memiliki kualitas pembiayaan yang lebih
rendah dibandingkan dengan kualitas pembiayaan perbankan konvensional di
hampir semua sektor ekonomi. Hal ini tentunya perlu mendapatkan perhatian yang
serius dari pengawas maupun pengelola bank untuk terus dapat meningkatkan
performa pembiayaan di masa yang akan datang.
Grafik.3.4c.Perbandingan NPF persektor
Jika dibandingkan dengan tahun lalu, sebenarnya kualitas pembiayaan
perbankan syariah telah mengalami peningkatan. Sejalan dengan adanya tantangan
krisis keuangan global dan masih luasnya peluang bagi prospek penanaman dana
perbankan syariah, upaya-upaya perbaikan kualitas pembiayaan diharapkan dapat
dipertahankan dan bahkan ditingkatkan di tahun-tahun yang akan datang sehingga
industri perbankan syariah dapat meningkatkan daya tahan dalam menghadapi
guncangan dalam sistem keuangan.
38
3.3. Arah Kebijakan
High-Growth Perbankan Syariah Menghadapi Tantangan Krisis Keuangan
Global
Sejalan dengan amanah yang diberikan oleh UU No.21 tentang perbankan
syariah, Bank Indonesia telah menetapkan peran perbankan syariah sebagai salah
satu pilar pendukung perekonomian Indonesia selain perbankan konvensional. Peran
tersebut dapat dilakukan dengan baik jika industri perbankan syariah memiliki
volume usaha yang cukup ekonomis dalam menggerakkan sistem perekonomian
Indonesia. Oleh karena itu, kondisi hi-growth yang telah dicapai selama ini
diupayakan untuk dipertahankan melalui berbagai upaya edukasi publik agar industri
perbankan syariah dapat menjadi salah satu opsi yang memiliki keandalan
operasional di dalam masyarakat. Arah kebijakan ini tentunya didukung oleh tren
pertumbuhan yang dicapai sampai dengan periode akhir tahun 2008. Grafik 3.5
menunjukkan pertumbuhan PDB dan pertumbuhan aset, PYD serta DPK industri
perbankan syariah pada periode 2005 sampai dengan 2008.
Grafik 3.5. Pertumbuhan aset, PYD, DPK bank syariah dan pertumbuhan PDB
39
Upaya-upaya awal edukasi publik yang terintegrasi dalam suatu kerangka
umum pengembangan perbankan syariah (Grand Strategy) sebenarnya telah
membuahkan hasil dengan dicapainya regim pertumbuhan yang lebih tinggi pada
tiga variabel utama perbankan syariah, yaitu aset, PYD dan DPK. Percepatan
pertumbuhan terlihat mulai terjadi pada akhir tahun 2007 sampai dengan puncaknya
bulan Agustus 2008. Perkembangan ini tentunya didukung pula oleh peningkatan
kapasitas pelayanan publik oleh perbankan syariah yang membutuhkan
pengembangan tingkat profesionalisme SDM. Pada tahun 2009, implementasi Grand
Strategy Public Education perbankan syariah akan dilaksanakan secara penuh.
Selain itu, target pertumbuhan perbankan syariah didasarkan pada asumsi
pertumbuhan ekonomi nasional yang diperkirakan akan mencapai rata-rata sebesar
6%. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, pencapaian tingkat pertumbuhan
tersebut akan ditopang oleh pembiayaan ekonomi domestik sebagai basis
pembiayaan perbankan syariah sehingga dapat meminimalkan pengaruh krisis
ekonomi global. Kondisi positif ini mampu memelihara tingkat pertumbuhan industri
perbankan syariah nasional yang relatif tinggi.
Namun demikian, asumsi pertumbuhan tersebut tergantung kepada upaya-
upaya pemerintah dalam memperkuat struktur ekonomi dalam negeri, khususnya
sektor riil, yang memiliki ketahanan dalam menghadapi tekanan eksternal. Semakin
cepat upaya pemulihan ekonomi dapat dilakukan, semakin besar peluang sektor riil
untuk dapat mempertahankan tingkat permintaan yang tinggi sehingga tetap mampu
diandalkan dalam mendukung pertumbuhan perbankan syariah. Untuk itu,
pemerintah diharapkan akan melakukan beberapa langkah lebih lanjut untuk
memperkuat perekonomian Indonesia seperti penyesuaian kebijakan fiskal dan
program pengembangan terpadu bagi sektor usaha mikro, kecil dan menengah.
Keterpaduan program dari pihak-pihak terkait seperti, Bank Indonesia,
departemen/lembaga pemerintah, Dewan Syariah Nasional, praktisi perbankan dan
lembaga-lembaga masyarakat, akan menjadi kunci keberhasilan upaya penjagaan
momentum pertumbuhan industri perbankan syariah.
Implementasi UU Perbankan Syariah
Penetapan UU No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah merupakan
milestone pengembangan industri perbankan syariah nasional. UU tersebut
mengandung pokok-pokok pengaturan dasar industri perbankan syariah menuju
sistem perbankan syariah yang efisien, stabil dan tahan terhadap gejolak keuangan.
Pokok-pokok pengaturan tersebut akan dielaborasi ke dalam peraturan-peraturan
40
teknis (Peraturan Pemerintah dan Peraturan Bank Indonesia) yang telah dimulai
sejak semester kedua tahun 2008. Upaya elaborasi UU No.21 Tahun 2008 akan
terus dilanjutkan di tahun 2009 sehingga industri perbankan syariah memiliki
perangkat peraturan prudential yang semakin lengkap. Elaborasi ketentuan akan
juga menyentuh Undang-undang yang terkait dengan kegiatan keuangan syariah
seperti UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dan
antisipasi UU perpajakan yang baru. Khusus mengenai perlakuan pajak bagi
instrumen keuangan syariah, Pemerintah secara proaktif telah menerbitkan
Peraturan Pemerintah yang memberikan perlakuan pajak yang sama terhadap
transaksi keuangan syariah. Hal ini diharapkan akan menambah daya saing industri
perbankan syariah secara signifikan.
Peningkatan kompetensi pelaku dan pengawas
Kemampuan eksplorasi oleh pelaku perbankan syariah pada sektor-sektor
ekonomi merupakan hal yang penting untuk dimiliki. Untuk itu, manajer investasi dari
perbankan syariah perlu dilengkapi oleh keahlian evaluasi usaha dan
kewirausahaan. Hal yang sama diperlukan pula oleh pengawas perbankan syariah
agar dapat menginterpretasikan arah pergerakan ekonomi riil sebagai mitra usaha
perbankan syariah dan menghubungkan kondisi tersebut dengan kondisi kesehatan
bank syariah. Secara khusus, perbankan syariah perlu memiliki pemahaman
mengenai kegiatan UMKM. Hal ini mengingat portfolio pembiayaan UMKM pada
perbankan syariah cukup tinggi, disamping peran UMKM yang sangat penting
sebagai jenis usaha yang dominan dalam struktur perekonomian nasional dan belum
secara optimal dimanfaatkan oleh perbankan. Untuk itu, Bank Indonesia akan turut
mendukung upaya-upaya pengembangan kapasitas UMKM melalui kerjasama
dengan pihak-pihak terkait khususnya pemerintah daerah baik propinsi maupun
kabupaten/kotamadya, lembaga konsultan/pendidikan dan perusahaan-perusahaan
yang memiliki program pengembangan usaha mikro kecil.
Secara jangka panjang, upaya bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia
dapat dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan dan pelatihan. Bank
Indonesia secara konsisten membantu upaya-upaya penguatan SDM dalam bentuk
bantuan penguatan kurikulum, distribusi literatur dan pelatihan tenaga pengajar di
berbagai perguruan tinggi. Untuk meningkatkan awareness kalangan akademisi dan
peneliti, Bank Indonesia akan terus aktif mengajak lembaga-lembaga penelitian
untuk ikut terlibat dalam program eksplorasi pengetahuan dan pelatihan keahlian
perbankan dan keuangan syariah.
41
Langkah antisipasi menghadapi kondisi likuiditas ketat
Untuk menghadapi kondisi pengetatan likuiditas yang tidak terduga, Bank
Indonesia terus mengembangkan instrumen-instrumen alternatif yang dapat
digunakan untuk membantu perbankan syariah. Selain itu, industri harus pula dapat
mengembangkan kemampuannya dalam memanfaatkan sumber-sumber pendanaan
jangka pendek melalui perjanjian kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain
dan peningkatan tingkat loyalitas nasabah perbankan syariah terutama pada saat
perbankan syariah mengalami tekanan kenaikan tingkat suku bunga.
Penguatan kondisi permodalan
Sebagai lembaga keuangan dengan tingkat leverage yang tinggi, peningkatan
DPK perbankan syariah harus diiringi oleh peningkatan modal sehingga perbankan
syariah tetap memiliki financial buffer yang tinggi. Peningkatan permodalan
perbankan syariah dapat dilakukan baik secara internal melalui dividen policy dan
penambahan modal baru oleh pemilik atau investor baru. Bank Indonesia akan
secara konsisten mendorong pertumbuhan modal melalui kedua metode tersebut.
Peningkatan kualitas dan kuantitas penelitian
Sistem keuangan syariah memiliki keunikan operasi dan membutuhkan
dukungan infrastruktur yang khusus dalam mendukung kegiatan operasi secara
efisien. Salah satu kegiatan riset yang akan dilakukan mulai tahun 2009 adalah
identifikasi indeks-indeks perekonomian yang dapat digunakan sebagai benchmark
dalam menetapkan pricing dalam keuangan syariah.
3.4. Prospek Perbankan Syariah 2009
Dengan mempertimbangkan asumsi-asumsi makroekonomi sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya, industri perbankan syariah diperkirakan masih akan
mengalami pertumbuhan, walaupun tidak tertutup kemungkinan laju pertumbuhan di
tahun 2009 akan lebih rendah dari laju pertumbuhan di tahun 2008. Proyeksi
pertumbuhan didasarkan pada beberapa asumsi tambahan seperti: (1) asset
perbankan syariah masih akan bertumbuh mencapai Rp50 triliun hingga akhir 2008;
dan, (2) adanya penambahan BUS baru, spin off serta proses akuisisi oleh investor
bank syariah baru yang akan mendorong pertumbuhan lebih cepat.
Proyeksi pertumbuhan perbankan syariah nasional pada tahun 2009 disusun
dalam 3 skenario berdasarkan asumsi-asumsi yang telah diformulakan dalam
program grand strategy. Skenario tersebut meliputi skenario pesimis, moderat dan
42
optimis. Penyusunan proyeksi ini sesuai dengan fase pengembangan yang telah
dijelaskan secara rinci pada Bab 1.
Tabel 3.2. Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah Nasional 2009
Skenario Pesimis Skenario Moderat Skenario Optimis
Proyeksi Pertumbuhan 25% Proyeksi Pertumbuhan 37% Proyeksi Pertumbuhan 75%
Total Aset Rp57 triliun Total Aset Rp68 triliun Total Aset Rp87 triliun
Asumsi yang digunakan dalam skenario proyeksi, baik skenario proyeksi
pesimis, moderat maupun optimis, adalah ketersediaan faktor-faktor pendukung
industri perbankan syariah. Faktor pendukung tersebut adalah faktor-faktor yang
dinilai menonjol mempengaruhi pertumbuhan industri, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut:
Skenario Proyeksi Pesimis
o Pertumbuhan secara organik.
o Perlambatan makroekonomi akibat krisis ekonomi global.
o Keberhasilan edukasi publik dan promosi perbankan.
Skenario Proyeksi Moderat
o Terjadinya proses konversi beberapa UUS menjadi BUS.
o Adanya multiplier effect positif akibat aktifivas politik (Pemilu).
o Keberhasilan edukasi publik dan promosi perbankan.
o Momentum krisis ekonomi global akan meningkatkan preferensi terhadap
perbankan syariah.
o UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah sebagai kepastian hukum
berhasil mendorong peningkatan kapasitas bank-bank syariah.
o UU No. 19 Tahun 2008 tentang SBSN, mampu memberikan semangat
industri untuk meningkatkan kinerja.
Skenario Proyeksi Optimis
o Konversi beberapa UUS menjadi BUS.
o Adanya multiplier effect positif akibat aktifivas politik (Pemilu).
o Berhasilnya edukasi publik dan promosi perbankan.
o Momentum krisis ekonomi global akan meningkatkan preferensi terhadap
perbankan syariah.
43
o UU Perbankan Syariah & UU SBSN mendapat dukungan dari Amandemen
UU Perpajakan sebagai kepastian hukum, berhasil mendorong peningkatan
kapasitas bank-bank syariah melalui peran investor asing.
o Terbentuknya awareness dunia pendidikan terhadap pertumbuhan industri
pada sisi kebutuhan kuantitas dan kualitas SDM.
o Rencana penerbitan Corporate SUKUK oleh bank syariah akan menguatkan
base capital perbankan syariah dimana selanjutnya akan meningkatkan
kapasitas perbankan syariah.
o Mengasumsikan dampak minimal dari gejolak pasar keuangan dan kondisi
makro ekonomi global
Pertumbuhan perbankan syariah tentunya sangat tergantung pada upaya progresif
dan peran aktif shareholders perbankan syariah untuk dapat merealisasikan asumsi-
asumsi pertumbuhan sehingga target pertumbuhan industri perbankan syariah dapat
tercapai dengan baik.
44
Boks 3.1. Respon Return dan Bagi Hasil Perbankan Syariah terhadap
Perubahan Suku Bunga Eksternal
Respon Margin Murabahah
Dalam kegiatan operasionalnya, perbankan syariah masih mempertimbangkan
tingkat suku bunga sebagai benchmark dalam penetapan pricing pembiayaan
maupun dana pihak ketiga. Hal ini disebabkan industri perbankan syariah belum
memiliki suatu indeks atau variabel indikator tersendiri sebagai benchmark yang
representatif.
Dari uji respon yang dilakukan pada return/margin produk murabahah (dalam bentuk
equivalent rate) terhadap perubahan suku bunga SBI 1 bulan, dapat disimpulkan
bahwa koreksi pricing membutuhkan waktu lebih dari tiga bulan untuk dapat
sepenuhnya mengikuti pergerakan suku bunga. Observasi dilakukan selama periode
Maret 2004 – September 2008. Grafik B.1 memperlihatkan plot data tingkat
persentase (%) return pembiayaan murabahah (BHPYDR) dan suku bunga SBI 1
bulan (SBI1M). Secara umum dari Grafik tersebut terlihat bahwa ada lag (waktu
tunda) pada tingkat return/margin murabahah mengikuti tingkat suku bunga SBI1m.
Grafik B.1
6
8
10
12
14
16
18
2004 2005 2006 2007 2008
BHPYDR SBI1M
Prose pemodelan dilakukan dengan menggunakan metode dynamic multiplier dalam
mengestimasi perubahan margin murabahah pada periode t (DBHPYDt), terhadap
cumulated average perubahan margin beberapa periode sebelumnya (DBHPYDt-i)
dan perubahan suku bunga SBI1m pada periode t maupun beberapa periode
sebelumnya (DSBI1Mt-(i-1)).
DBHPYDt = ia DBHPYDt-i + ib DSBI1Mt-(i-1) + t i = 1,.....,N (1)
Hasil estimasi persamaan 1 dapat dilihat pada Tabel B.1 berikut.
45
Tabel B.1 Hasil Estimasi Dynamic Multiplier
immediate 3months 6months Long Run
dynamic multiplier 0.3571 0.7439 0.1867 1.2253
R-squared 0.92193
Adjusted R-squared 0.87781
S.E. of regression 0.19908
Dari Tabel B.1, terlihat bahwa suku bunga SBI 1 bulan secara signifikan
mempengaruhi penentuan margin murabahah bank syariah dengan koreksi pricing
secara bertahap. Terlihat bahwa penyesuain dapat dilakukan secara
contemporaneous meskipun hanya 35% dari total kenaikan suku bunga. Setelah
jangka waktu tiga bulan, penyesuaian sudah hampir mencapai 75%. Secara jangka
panjang (lebih dari satu tahun) kenaikan margin sebagai penyesuaian kenaikan suku
bunga bahkan melebihi 100%. Hal ini mencerminkan tingkat efisiensi bank syariah
yang masih rendah. Untuk itu bank syariah diharapkan untuk lebih fokus dalam
upaya mendorong tingkat efisiensinya.
Besarnya ketergantungan penentuan margin bank syariah terhadap suku bunga SBI
ini memperlihatkan urgensi tersedianya indikator lain yang lebih mencerminkan
kondisi sektor riil sebagai basis usaha perbankan syariah itu sendiri.
Respon Bagi Hasil DPK
Pada sisi DPK kenaikan suku bunga akan mempengaruhi pendapatan bank syariah
dari pembiayaan yang disalurkan sehingga pada gilirannya akan mempengaruhi
besarnya bagi hasil yang diberikan untuk nasabah DPK. Di samping itu, kebutuhan
bank syariah untuk tetap kompetitif juga mempengaruhi besarnya bagi hasil yang
diberikan agar tetap menarik nasabah DPK.
Grafik B.2
4
8
12
16
20
24
2004 2005 2006 2007 2008
BHDPK1 SBI1M
Grafik B.2 memperlihatkan plot data bagi hasil deposito iB 1 bulan bank syariah
(BHDPK1) dengan suku bunga SBI 1 bulan (SBI1m). Secara umum terlihat bahwa
46
keduanya bergerak searah sehingga diduga memiliki hubungan yang positif. Secara
teoritis kenaikan suku bunga akan berdampak negatif dengan memicu penurunan
bagi hasil kepada DPK akibat turunnya return dari pembiayaan berbasis kerjasama
(mudharabah dan musyarakah). Namun demikian besarnya porsi pembiayaan
murabahah yang margin-nya cenderung mengikuti pergerakan suku bunga (lihat
studi sebelumnya, Respon Margin Murabahah), dan adanya upaya bank syariah
menjaga tingkat bagi hasil agar tetap kompetitif, akan menyebabkan hubungan yang
searah, atau berdampak positif, antara bagi hasil DPK dengan suku bunga SBI.
Untuk menyelidiki hubungan kointegrasi antar bagi hasil DPK dengan suku bunga
SBI dan dampak secara jangka panjang, digunakan metode VECM (Vector Error
Correction Model).
tt mLSBIbaLBHDPK 11 10 (2)
L menandakan nilai dalam logaritma natural, sehingga estimator b1 merupakan nilai
elastisitas bagi hasil DPK terhadap suku bunga SBI.
Hasil estimasi persamaan (2) dengan pola impulse response bagi hasil DPK dapat
dilihat pada Tabel B.2 dan Grafik B.3 berikut.
Tabel B.2
a0 b1 Speed. Adj.
Koefisien 1.294602 0.315854 -0.863717
Standar error 0.13538 0.06119 -0.07999
t-stat [9.56292] [5.16150] [-10.7982]
R-squared 0.9140
Adj. R-squared 0.9023
Sum sq. resids 0.2309
Grafik B.3
-.04
-.02
.00
.02
.04
.06
.08
5 10 15 20 25 30 35
Response of LBHDPK1 to Generalized One
S.D. LSBI1M Innovation
47
Dari Tabel B.2 terlihat bahwa secara jangka panjang bagi hasil DPK memiliki
hubungan kointegrasi yang searah dengan suku bunga SBI, dengan elstisitas
sebesar 0.3. Hal ini mengindikasikan bahwa secara jangka panjang bagi hasil DPK
dan suku bunga SBI bergerak bersama, dan bahwa pengaruh dampak positif lebih
kuat dari dampak negatifnya. Ikut naiknya margin murabahah dan kuatnya upaya
bank syariah dalam menjaga competitiveness tingkat bagi hasil DPK-nya, secara
jangka panjang akan mendominasi dampak dari penurunan return pembiayaan
berbasis kerja sama (mudharabah dan musyarakah). Namun demikian, terlihat dari
Grafik B.3 bahwa pada awalnya, secara jangka pendek kenaikan suku bunga SBI
tetap menyebabkan penurunan bagi hasil DPK meskipun hanya bersifat sementara
sebelum akhirnya meningkat kembali secara jangka panjang. Cepatnya
penyesuaian ini terlihat dari hasil estimasi koefisien speed of adjustment pada Tabel
B.2 sebesar 0.863.
Besarnya ketergantungan bagi hasil bank syariah terhadap suku bunga eksternal
mengindikasikan bahwa industri perbankan syariah menempatkan pricing sebagai
faktor utama untuk mempertahankan loyalitas nasabah. Untuk itu bank syariah
diharapkan untuk lebih meningkatkan edukasi publik sebagai upaya peningkatan
loyalitas nasabah.
48
Lampiran 1a. Daftar Regulasi Perbankan Syariah Tahun 2007
1. Peraturan Bank Indonesia No. 9/1/PBI/2007 tanggal 24 January 2007 tentang
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
2. Peraturan Bank Indonesia No. 9/2/PBI/2007 tanggal 5 Maret 2007 tentang
Laporan Harian Bank Umum.
3. Peraturan Bank Indonesia No. 9/4/PBI/2007 tanggal 26 Maret 2007 tentang
Pencabutan Beberapa Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Dan Surat
Edaran Bank Indonesia Mengenai Prinsip Kehati-Hatian Perbankan.
4. Peraturan Bank Indonesia No. 9/6/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 Tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
5. Peraturan Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 tanggal 4 Mei 2007 tentang
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2006 tentang
Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum
Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan
Pembukaan Kantor Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional dan Penjelasan.
6. Peraturan Bank Indonesia No. 9/8/PBI/2007 tanggal 13 Juni 2007 tentang
Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Program Alih Pengetahuan Di Sektor
Perbankan.
7. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/9/PBI/2007 tanggal 18 Juni 2007 tentang
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah.
8. Peraturan Bank Indonesia No. 9/12/PBI/2007 tanggal 21 September 2007
tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesi Nomor 8/17/PBI/2006
Tentang Insentif Dalam Rangka Konsolidasi Perbankan.
9. Peraturan Bank Indonesia No. 9/13/PBI/2007 tanggal 1 November 2007 tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Dengan Memperhitungkan
Risiko Pasar.
10. Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 tanggal 30 November 2007
tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi
Oleh Bank Umum.
11. Peraturan Bank Indonesia No. 9/16/PBI/2007 tanggal 3 Desember 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005 Tentang
Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum.
49
12. Peraturan Bank Indonesia No. 9/17/PBI/2007 tanggal 4 Desember 2007 tentang
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan
Prinsip Syariah.
13. Peraturan Bank Indonesia No. 9/18/PBI/2007 tanggal 17 Desember 2007
tentang Pencabutan Atas Surat Keputusan Direksi Bank Bank Indonesia No.
31/153/KEP/DIR tanggal 20 November 1998 Tentang Kredit Likuiditas Kepada
Perusahaan Umum Pegadaian Melalui PT. Bank Ekspor Impor Indonesia
(PERSERO), Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/154/KEP/DIR
tanggal 20 November 1998 Tentang Kredit Likuiditas Kepada Perusahaan
Umum Pegadaian Melalui PT. Bank Bumi Daya (PERSERO), dan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/155/KEP/DIR tanggal 20 November
1998 tentang Kredit Likuiditas Kepada Perusahaan Umum Pegadaian Melalui
PT. Bank Umum Koperasi Indonesia.
14. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tanggal 17 Desember 2007
tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan
Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
50
Lampiran 1b. Daftar Regulasi Perbankan Syariah Tahun 2008
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tanggal 30 Januari 2008
tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006
Tentang Mediasi Perbankan.
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/9/PBI/2008 tanggal 22 Februari 2008
tentang Perubahan Izin Usaha Bank Umum Menjadi Izin Usaha Bank
Perkreditan Rakyat Dalam Rangka Konsolidasi.
3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 tanggal 28 Februari 2008
tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005
Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/16/PBI/2008 tanggal 25 September 2008
tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007
Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana
dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
5. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tanggal 25 September 2008
tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
6. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tanggal 25 September 2008
tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
7. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/23/PBI/2008 tanggal 16 Oktober 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/21/PBI/2004
tentang Giro Wajib Minimum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi bank Umum
Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
8. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/24/PBI/2008 tanggal 16 Oktober 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
51
Lampiran 2. Produk dan Jasa Perbankan Syariah
NAMA PRODUK AKAD
PENDANAAN
GIRO iB
Giro USD iB Wadiah
Giro iB Wadiah
TABUNGAN iB
Tabungan iB Wadiah
Tabungan Haji iB Wadiah
Tabungan Haji iB Mudharabah
Tabungan Emas iB Mudharabah
Tabungan Berencana iB Mudharabah
Tabungan Pendidikan iB Mudharabah
Tabungan Perencanaan iB Mudharabah
Tabungan Syariah Arisan iB Mudharabah
Tabungan Umrah iB Mudharabah
Tabungan iB Mudharabah
DEPOSITO iB
Deposito iB Mudharabah
Deposito USD iB Mudharabah
Deposito iB Mudharabah Muqayyadah
Deposito Special Investment Deposit iB Mudharabah Muqayyadah
JASA iB
Jasa Kirim Uang Antar Negara iB Ijarah
Jasa Bank Garansi iB Kafalah
Jasa SKBDN iB Kafalah, Wakalah bil Ujroh
Jasa Syariah Card iB Kafalah, Qard, Ijarah
Jasa Deposit Box Emas iB Qard dan Ijarah
Jasa Pengalihan Hutang iB Gard, bai, murabahah
Jasa Penukaran Uang iB Sharf
Jasa Kirim Uang iB Wakalah
Jasa Kiriman Uang Valas iB Wakalah
Jasa Bancassurance iB Wakalah bil ujrah
Jasa L/C Ekspor iB Wakalah bil ujrah, bai dan kafalah
Jasa L/C Impor iB Wakalah kafalah
Gadai iB Qard dan Ijarah
Gadai Emas iB Qard, Rahn dan Ijarah
PEMBIAYAAN iB
JUAL BELI
Pembiayaan iB Ijarah
Pembiayaan Multijasa iB Ijarah
Pembiayaan Multijasa Pendidikan iB Ijarah
Pembiayaan Menengah dan Korporasi iB Ijarah
Pembiayaan Mikro dan Kecil iB Ijarah
Pembiayaan Modal Kerja iB Ijarah
Pembiayaan Serba Guna iB Ijarah
Pembiayaan Rumah iB Ijarah
Pembiayaan Multijasa Pendidikan, Keluarga, Kesehatan iB Ijarah
52
NAMA PRODUK AKAD
PEMBIAYAAN iB
JUAL BELI
Pembiayaan Multijasa Umrah iB Ijarah
Pembiayaan Kebutuhan Barang iB Ijarah Wal Wakalah
Pembiayaan iB IMBT
Pembiayaan Sewa Equipment iB IMBT
Pembiayaan Channeling iB IMBT
Pembiayaan iB Istishna
Pembiayaan Rumah iB Istishna
Pembiayaan iB Istishna Paralel
Pembiayaan KPR iB Istishna Paralel
Pembiayaan Pembangunan Perumahan iB Istishna Paralel
Pembiayaan iB Salam
Pembiayaan iB Murabahah
Pembiayaan Kavling Siap Bangun iB Murabahah
Pembiayaan Kebutuhan Barang iB Murabahah
Pembiayaan Konsumtif iB Murabahah
Pembiayaan Menengah dan Korporasi iB Murabahah
Pembiayaan Mikro dan Kecil iB Murabahah
Pembiayaan Modal Kerja iB Murabahah
Pembiayaan Channelling iB Murabahah
Pembiayaan Konsumer iB Murabahah
Pembiayaan Pemilikan Kendaraan iB Murabahah
Pembiayaan Renovasi Rumah iB Murabahah
Pembiayaan Rumah iB Murabahah
Pembiayaan Serba Guna iB Murabahah
Syariah Card iB Kafalah, Qard, Ijarah dan Wadiah
INVESTASI iB
Investasi Emas iB Wakalah
Pembiayaan iB Musyarakah
Pembiayaan Dana Berputar iB Musyarakah
Pembiayaan Menengah dan Korporasi iB Musyarakah
Pembiayaan Mikro dan Kecil iB Musyarakah
Pembiayaan PRK iB Musyarakah
Pembiayaan Sindikasi iB Musyarakah
Pembiayaan iB Mudharabah
Pembiayaan Menengah dan Korporasi iB Mudharabah
Pembiayaan Mikro dan Kecil iB Mudharabah
Pembiayaan Modal Kerja iB Mudharabah
Pembiayaan MTN BSMI iB Mudharabah
Pembiayaan Channeling iB Mudharabah Muqayyadah
Pembiayaan Executing iB Mudharabah Muqayyadah
QARD iB
Pembiayaan iB Qard
53
Lampiran 3. Indikator Perkembangan Perbankan Syariah
Jumlah Bank
Bank Umum Syariah (BUS) 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3
Unit Usaha Syariah 3 3 6 8 15 19 20 26 26 28 24 28
BPR Syariah 79 81 83 84 88 92 105 114 114 124 128 128
Jaringan Kantor (total) 146 182 229 337 443 550 636 711 711 743 778 841
Bank Umum Syariah (BUS) 57 86 115 197 266 304 349 401 401 405 434 497
Unit Usaha Syariah 10 15 31 56 89 154 182 196 196 214 216 216
BPR Syariah 79 81 83 84 88 92 105 114 114 124 128 128
Layanan Syariah (Office Channeling)
Jumlah Bank - - - - - - 10 17 19 19 19 19
Jumlah kantor - - - - - - 456 1,195 1,256 1,364 1,421 1,440
Rincian Jaringan Kantor BU
Kantor Pusat 5 5 8 10 18 22 23 29 31 31 31 31
Kantor Cabang 28 48 68 116 148 189 209 224 232 236 244 246
Kantor Cabang Pembantu 8 5 11 26 58 105 116 123 125 130 452 213
Kantor Kas (& UPS) 26 43 59 101 131 142 183 221 221 222 223 223
Total Aset 1,790,168 2,718,770 4,045,235 7,858,918 15,325,997 20,879,874 26,722,030 36,537,637 38,343,742 42,981,116 44,339,780 45,857,224
Share dgn total perbankan 0.17% 0.25% 0.36% 0.74% 1.20% 1.42% 1.58% 1.84% 1.97% 2.11% 2.19%
Pembiayaan Yang Diberikan 1,271,162 2,049,793 3,276,650 5,530,167 11,489,933 15,231,942 20,444,907 279,443,111 28,377,232 34,099,667 36,571,761 37,680,587
Share dgn total perbankan 0.40% 0.57% 0.80% 1.16% 1.93% 2.19% 2.58% 1.68% 2.74% 2.97% 3.03%
Musyarakah 31,739 53,593 60,191 305,997 1,270,868 1,898,389 2,334,751 4,406,360 5,200,131 6,116,569 6,666,865 6,967,728
Mudharabah 378,604 402,623 498,681 794,244 2,062,202 3,123,759 4,062,200 5,577,912 5,835,364 6,518,102 6,602,340 6,750,318
Piutang Murabahah 775,721 1,420,401 2,324,222 3,955,815 7,640,299 9,487,318 12,624,241 16,552,689 16,977,067 19,810,535 21,424,571 22,044,218
Piutang Salam 0 427 51 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Piutang Istishna 74,583 167,893 220,720 295,960 312,962 281,676 336,970 350,995 363,242 367,028 375,109 384,901
Piutang Qardh 0 0 0 0 98,928 124,862 250,446 539,945 788,115 764,849 826,332 835,694
Lainnya 10,515 4,856 172,785 178,151 104,674 315,938 836,299 516,230 464,109 522,584 676,544 697,728
Dana pihak ketiga 1,028,923 1,806,366 2,917,726 5,724,909 11,862,117 15,582,329 20,672,181 28,011,670 29,552,399 33,048,523 32,358,767 33,568,573
Share dgn total perbankan 0.15% 0.23% 0.35% 0.64% 1.23% 1.38% 1.61% 1.85% 2.02% 2.13% 2.12%
Giro wadiah 221,139 299,982 358,964 637,478 1,620,115 2,045,333 3,415,747 3,750,376 3,635,419 5,145,965 3,838,914 3,809,997
Tabungan Mudharabah 336,611 590,872 815,308 1,610,616 3,263,759 4,370,568 6,430,355 9,454,060 9,901,611 10,587,850 10,851,576 11,410,243
Deposito Mudharabah 471,173 915,512 1,743,454 3,476,815 6,978,243 9,166,428 10,826,079 14,807,234 16,015,369 17,144,708 17,668,277 18,348,333
DPK Layanan Syariah (Office Channeling) - - - - - - 101,851 692,587 897,938 993,430 930,147 906,915
Permodalan
Modal disetor 523,703 523,703 523,703 625,528 731,039 951,224 991,224 1,017,224 1,017,224 1,125,224 1,125,224 1,137,224
Cadangan 7,941 21,508 32,779 34,381 98,735 230,128 268,040 275,308 275,308 333,445 333,438 333,438
Laba/rugi tahun berjalan 25,139 83,027 54,050 42,663 162,366 238,285 355,047 540,141 217,772 411,089 525,476 6,133,213
Financing to Deposit Ratio (FDR) 123.54% 113.48% 112.30% 96.60% 96.86% 97.75% 98.90% 99.76% 96.02% 103.18% 113.02% 112.25%
LDR Perbankan 12.96% 4.01% 4.12% 2.34% 58.09% 61.67% 61.56% 4.05% 4.17% 4.23% 4.04% 4.12%
Non Performing Financing (Gross) 12.96% 4.01% 4.12% 2.34% 2.35% 2.82% 4.75% 2.46% 2.32% 2.41% 2.08% 2.38%
NPL Perbankan 18.76% 12.10% 8.09% 8.20% 5.80% 7.60% 6.07% 4.07% 3.75% 3.54% 3.42%
ROA (yearly) 3.7% 1.6% 0.7% 1.41% 1.35% 1.55% 1.78% 1.83% 1.81% 1.76% 1.84%
ROE (yearly) 15.9% 10.3% 7.0% 24.80% 26.71% 36.94% 53.91% 59.50% 63.65% 64.67% 68.85%
DATA BPRS
Total Asset BPRS* 292,959 471,454 604,971 906,325 1,207,198 1,295,149 1,456,451 1,519,911 1,575,915
Share dgn total BPR 2.32% 2.82% 2.88% 3.78% 4.17% 4.32% 4.58% 4.62%
Total Pembiayaan BPRS* 192,969 328,102 435,912 636,287 879,744 944,412 1,112,763 1,206,482 1,247,657
Share dengan total BPR 2.15% 2.70% 2.89% 3.61% 4.11% 4.19% 4.45% 4.59%
Total DPK BPRS* 184,925 267,062 353,565 530,150 711,250 772,220 865,319 890,571 896,909
Share dengan total BPR 1.84% 2.08% 2.23% 3.25% 3.66% 3.80% 4.11% 4.14%
LDR BPRS * 104.35% 122.86% 123.29% 120.02% 123.69% 122.30% 128.60% 135.47% 139.11%
LDR total BPR Konvensional 89.32% 94.80% 96.12% 107.87% 110.24% 110.85% 118.66% 122.18%
NPF BPRS* 10.64% 8.29% 7.99% 7.90% 7.51% 6.93% 6.92%
NPL BPR Konvensional 7.96% 7.59% 7.97% 9.98% 7.98% 7.82% 7.35% 7.04%
Dalam Juta Rupiah
2003 2004 2005 Mar-08Keterangan 2000 2001 2002 2007 Jun-08 Aug-08 Sept-08
INDIKATOR PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH
2006